Buku Panduan Lesson study

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Implementasi lesson study

Citation preview

  • KataPengantarPuji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas perkenanNya, pertama kamimemperoleh kepecayaan melaksanakan Program Hibah Kompetisi berbasis Institusi (PHKI)melalui dukunganDikti, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, PemerintahDaerah Kota Bandung,PemerintahDaerahKabupatenBandung,PemerintahDaerahKabupatenBandungBarat,danPemerintah Daerah Kabupaten Subang. Selain itu kami atas perkenanNya pula kami dapatmenyajkan Buku Panduan Implementasi Lesson Study ini. Lesson Study merupakan modelpembinaan profesi pendidikmelalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif danmutuallearninguntukmembangunkomunitasbelajar.

    Buku inidimaksudkanuntukmemberiarahandalammelaksanakanProgramPembinaanGuruBerkelanjutan melalui Implementasi Lesson Study di Kota Bandung, Kabupaten Bandung,KabupatenBandungBarat,danKabupatenSubang.Bukupanduan implementasiLessonStudyiniterdiridariempatbab.Bab1merupakanalasanpentingnyamenerapkanLessonStudydalammeningkatkankompetensiguru.DalamBab2diuraikan rencanaprogramkerja implementasiLesson Studydi kabupaten/kota sasaran.Bab3menguraikanmekanisme kerja implementasiLessonStudysementaraBab4menyajikansecararinciprinsipprinsipLessonStudy.

    BukuinidisusundalamrangkakerjasamadengantemaPenguatan Kemitraan Kelembagaan antara Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan Pemerintah Provinsi/Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka Pembinaan Guru dalam Jabatan untuk meningkatkan daya saing daerah dalam bidang pendidikan dan pembangunan nasional yangdisponsoriolehDikti,Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Daerah Kota Bandung, Pemerintah DaerahKabupaten Bandung, Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat, Pemerintah DaerahKabupaten Subang, dan UPI. Oleh karen itu, pada kesempatan ini kami menyampaikanpenghargaan yang tinggi kepada Dikti, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah DaerahKota Bandung, Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, Pemerintah Daerah KabupatenBandung Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten Subang, dan UPI atas dukungan terhadapimplementasiLessonStudydiKotaBandung,KabupatenBandung,KabupatenBandungBarat,KabupatenSubang.

    Akhirnya, kamidengan senanghatimenerima kritikdan saranmembangununtukperbaikanbukuinidimasamendatang.

    Januari2010KetuaPelaksanaPHKI

  • Program Hibah Kompesi berbasis Instusi (PHKI)

    Penguatan Kemitraan Kelembagaan antara Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan

    Pemerintah Provinsi Jawa Barat

    Implementasi Lesson Study di Kota Bandung, Kabupaten Bandung,

    Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Subangdalam rangka Pembinaan Guru dalam Jabatan berbasis

    Sekolah, Kolaboraf, dan Berkelanjutan

    2010 - 2012

  • Kata Pengantar

    Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas perkenanNya, kami memperoleh kepecayaan melaksanakan Program Hibah Kompesi berbasis Instusi (PHKI) melalui dukungan Dik, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Daerah Kota Bandung, Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Subang. Selain itu atas perkenanNya pula kami dapat menyajikan Buku Panduan Implementasi Lesson Study ini. Lesson Study merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboraf dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.

    Buku ini dimaksudkan untuk memberi arahan dalam melaksanakan Program Pembinaan Guru Berkelanjutan melalui Implementasi Lesson Study di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Subang. Buku panduan implementasi Lesson Study ini terdiri dari empat bab. Bab 1 Pendahuluan. Dalam Bab 2 Prinsip-prinsip Lesson Study. Bab 3 Implementasi Lesson Study di kota Bandung,Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Subang sementara Bab 4 Mekanisme Pelaksanaan Kegiatan.

    Buku ini disusun dalam rangka kerja sama dengan tema Penguatan Kemitraan Kelembagaan antara Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan Pemerintah Provinsi/Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka Pembinaan Guru dalam Jabatan untuk meningkatkan daya saing daerah dalam bidang pendidikan dan pembangunan nasional yang disponsori oleh Dik, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Daerah Kota Bandung, Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten Subang, dan UPI. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan penghargaan yang nggi kepada Dik, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Daerah Kota Bandung, Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten Subang, dan UPI atas dukungan terhadap implementasi Lesson Study di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Subang.

    Akhirnya, kami dengan senang ha menerima krik dan saran membangun untuk perbaikan buku ini di masa mendatang.

    Januari 2010

    i

  • DAFTAR ISI

    Kata Pengantar ............................................................................... iDaftar Isi ......................................................................................... iii

    Bab 1 Pendahuluan....................................................................... 1Bab 2 Prinsip-Prinsip Lesson Study ............................................... 14Bab 3 Implementasi Lesson Study di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Subang ....................................................... 32Bab 4 Mekanisme Pelaksanaan Kegiatan ..................................... 57

    Lampiran ......................................................................................... 63

    iii

  • 1BAB 1

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Indek Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat menempati peringkat ke-14, jauh di bawah DKI Jakarta (peringkat ke-1) dan DI Yogyakarta (peringkat ke-4) berdasarkan Badan Pusat Statistik, 2005. Hal ini mengindikasikan bahwa mutu Sumber Daya Manusia (SDM) di Jawa Barat masih rendah. Rendahnya IPM Jawa Barat tercermin dari rendahnya mutu kehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh, masyarakat kita sedang mengalami krisis budaya, budaya bersih, budaya tertib, dan budaya tepat waktu. Kita menyaksikan lingkungan yang kotor karena banyak orang membuang sampah sembarangan. Udara perkotaan yang panas dan kotor akibat terlalu banyak masyarakat menggunakan kendaraan bermotor walaupun untuk keperluan yang tidak produktif sehingga membuat kita sesak bernapas. Air sungai yang kotor dan tercemar dapat disaksikan ditengah kota besar akibat ulah masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Budaya antri hampir tidak terlihat di negri kita, semuanya ingin duluan mendapat jatah pembagian yang kadang menyebabkan kecelakaan. Rambu-rambu lalu lintas cenderung untuk dilanggar, saling salib dan saling serobot menjadi biasa. Orang merokok ditempat umum tidak merasa bersalah, tidak peduli orang lain yang tidak suka asap rokok. Pejalan kaki tidak memperolah haknya karena troroar di kota menjadi tempat berjualan. Keterlambatan menjadi hal biasa, keterlambatan pesawat, keterlambatan kereta api, keterlambatan masuk kantor, keterlambatan hadir rapat. Itulah sebagian kecil contoh krisis budaya di negeri kita yang perlu diperbaiki terus menerus melalui pendidikan.

    Oleh karena salah satu komponen IPM adalah pendidikan maka dapat dikatakan bahwa mutu pendidikan di Jawa Barat masih rendah secara kolektif, tentunya banyak masyarakat yang berpendidikan tinggi tapi sebagian besar masyarakat masih rendah pendidikannya. Pendidikan dianggap tidak menjanjikan, tidak dianggap sebagai investasi masa depan bagi sebagian masyarakat Jawa Barat yang menyebabkan sebagian anak tidak sekolah/tidak melanjutkan sekolah yang berakibat rendahnya mutu SDM dan berujung pada rendahnya daya saing daerah.

  • 2Pendidikan bermutu

    Pendidikan bermutu yang diharapkan, bagaimana meningkatkan mutu pendidikan, dan dari mana kita memulainya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, bagaimana kalau kita mulai dari skala mikro yaitu sekolah. Dengan asumsi sekolah sebagai suatu sistem pendidikan yang terdiri dari berbagai unsur yang saling terkait (Gambar 1.1). Sekolah memiliki input (sumber daya yang tersedia untuk pendidikan), di sekolah berlangsung proses pendidikan (apa yang diajarkan dan bagaimana diajarkan), dan sekolah menghasilkan output (akibat suatu proses terhadap siswa berbagai latar belakang). Input terhadap sistem pendidikan meliputi anggaran, sumber daya manusia (guru yang berkualifikasi dan staf), fasilitas, dan siswa berbagai latar belakang. Siswa dalam satu kelas memiliki latar belakang dan pengetahuan yang berbeda yang harus disikapi sebagai tantangan, bukan untuk dikeluhkan. Pengelola sekolah mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia untuk pendidikan serta menciptakan etos kerja guru dan staf yang secara kolektif mampu menetapkan harapan yang ingin dicapai (pengetahuan, keterampilan, dan sikap lulusan yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat).

    Gambar 1.1. Keterkaitan unsur sistem persekolahan

    Gambar 1.1. Keterkaitan unsur sistem persekolahan

    Kemudian pengelola sekolah menetapkan kebijakan yang realistik agar harapan dapat direalisasikan, salah satunya menfasilitasi guru-guru berpartisipasi dalam kegiatan pembinaan guru berbasis sekolah secara berkelanjutan untuk pembiasaan agar tumbuh sikap belajar sepanjang hayat (life-long learning). Kurikulum adalah konten pendidikan sebagai media interaksi antara guru dan siswa. Guru dengan etos kerja tinggi, pengetahuan materi subyek, dan pedagoginya mengolah kurikulum menjadi sajian materi ajar yang memungkinkan siswa tertarik, termotivasi, dan tertantang untuk terlibat secara aktif dalam belajar. Guru memfasilitasi

  • 3siswa belajar aktif dengan berbagai strategi dan perhatian shingga berdampak terhadap partisipasi dalam belajar (memiliki kesadaran belajar), hasil belajar (pengetahuan dan keterampilan), dan sikap (jujur, tanggung jawab, kreatif, kerjasama, toleran, peduli). Proses pendidikan merupakan central dalam sistem persekolahan dan mutu output sangat ditentukan oleh mutu proses. Input bermutu tidak akan menjamin output bermutu kalau proses tidak bermutu. Proses pendidikan bermutu akan berdampak terhadap output bermutu. Kalau proses pembelajaran bermutu ada jaminan output yang bermutu yang ditunjukkan bukan hanya oleh hasil ujian tapi juga oleh sikap terpuji.

    Sebagai acuan dalam peningkatan mutu pendidikan berikut akan dibahas secara singkat beberapa regulasi, antara lain Undang-Undang Sisdiknas, Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005, dan UU Guru dan Dosen.

    Landasan Hukum

    UU 20/2003 SISDIKNAS. Bagaimana memperbaiki krisis budaya di negeri kita? Jawabannya adalah melalui pendidikan yang merata dan bermutu, menjangkau semua anak bangsa dengan proses pendidikan yang bermutu. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3 berbunyi: Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Demikian baiknya tujuan pendidikan nasional kita untuk membentuk karakter anak bangsa yang berbudaya agar dihasilkan sumber daya manusia yang bermutu yang mampu mengelola sumber daya alam yang berlimpah oleh karena itu tujuan pendidikan nasional ini harus menjadi acuan kita dalam melaksanakan proses pendidikan di negeri ini. Tujuan pendidikan ini harus dipahami oleh semua masyarakat, tidak hanya oleh para pendidik. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut tentunya diperlukan usaha yang sistematik, sinergi, dan terus menerus.

    PP 19/2005 SNP. Kita masih menyaksikan kesenjangan antara praktek di lapangan dengan regulasi pendidikan. Sebagai contoh, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 berbunyi: Proses pembelajaran harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi untuk aktif, kreatif, mandiri sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik & psikologis peserta didik. Sementara proses pembelajaran di sekolah belum memperoleh perhatian optimum. Sebagian kita sebagai guru/dosen beranggapan tugasnya

  • 4mentransfer pengetahuan kepada siswa/mahasiswa melalui ceramah. Materi yang terdapat di dalam buku teks harus disampaikan kepada peserta didik, tidak peduli apakah peserta didik memahami atau tidak. Sebagian kita juga hanya melatih menjawab soal-soal ujian. Sebagian guru/dosen tidak memikirkan metoda/strategi pembelajaran alternatif agar peserta didik dapat melakukan eksplorasi untuk membangun pengetahuannya. Kadang-kadang kita juga tidak peduli dengan kesulitan peserta didik dalam belajar, padahal setiap peserta didik punya hak belajar, hak untuk memperoleh layanan pembelajaran dengan baik. Sebagian besar siswa/mahasiswa pun belum merasa belajar kalau belum mendapat ceramah dari guru/dosen. Tidak sedikit kepala sekolah atau pengawas yang tidak mengetahui bagaimana aktivitas pembelajaran di dalam kelas karena guru tertutup bagi siapapun. Kebanyakan kepala sekolah lebih cemas kalau siswanya tidak lulus UN (Ujian Nasional) dari pada siswanya tidak kreatif. Begitu pula, kebanyakan dinas pendidikan hanya mengukur keberhasilan pendidikan melalui NUN (Nilai Ujian Nasional), padahal NUN hanya mengukur sebagian kecil dari tujuan pendidikan nasional.

    UU 14/2005 GURU DAN DOSEN. Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang merupakan acuan tentang guru/dosen profesional. Pengakuan terhadap guru/dosen sebagai tenaga profesional akan diberikan manakala guru/dosen telah memiliki antara lain kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik yang dipersyaratkan (Pasal 8). Kualifikasi akademik tersebut harus diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau diploma empat bagi seorang guru (Pasal 9). Sertifikat pendidik diperoleh guru setelah mengikuti pendidikan profesi (Pasal 10 ayat (1)). Adapun jenis-jenis kompetensi yang dimaksud pada Undang-undang tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional (Pasal 10 ayat (1)). Berdasarkan hasil pertemuan Asosiasi LPTK Indonesia, penjabaran tentang jenis-jenis kompetensi tersebut adalah sebagai berikut.

    Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci kompetensi pedagogik meliputi :1. Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, moral,

    kultural, emosional, dan intelektual.2. Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik

    dan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan budaya. 3. Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik

  • 54. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik5. Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaran yang mendidik6. Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta

    didik dalam pembelajaran7. Merancang pembelajaran yang mendidik8. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik9. Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran

    Kompetensi kepribadian yaitu memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kompetensi ini meliputi:1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif,

    dan berwibawa.2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai

    teladan bagi peserta didik dan masyarakat.3. Mengevaluasi kinerja sendiri4. Mengembangkan diri secara berkelanjutan.

    Kompetensi profesional yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi. Kompetensi ini mencakup:1. Menguasai substansi bidang studi dan metodologi keilmuannya.2. Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi.3. Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

    dalam pembelajaran.4. Mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi.5. Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas.

    Kompetensi sosial yaitu kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Dengan kompetensi ini, guru diharapkan dapat:1. Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik,

    orang tua peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, dan masyarakat.

    2. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat.

    3. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional, dan global.

    4. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk berkomunikasi dan pengembangan diri.

  • 6Pertanyaan yang mungkin terlontar adalah bagaimana jaminan kinerja seorang guru yang telah lulus sertifikasi guru? Mungkin saja sertifikasi tidak berdampak terhadap kinerja manakala tidak diagendakan pembinaan guru berkelanjutan pasca sertifikasi. Lantas bagaimana kita dapat melakukan pembinaan tehadap semua guru secara berkelanjutan?

    MGMP. MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) merupakan organisasi non-struktural berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 38/1994. Menurut pedoman yang diterbitkan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, MGMP memiliki 5 tujuan berikut:a) Mendorong guru untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan

    mereka dalam merencanakan, melaksanakan, serta mengevaluasi kegiatan belajar dan mengajar.

    b) Wadah untuk merundingkan masalah yang dihadapi para guru dalam melaksanakan kewajiban sehari-hari mereka dan untuk mencari pemecahan yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan, guru, kondisi sekolah, dan masyarakat.

    c) Memberi kesempatan bagi para guru untuk berbagi informasi dan pengalaman mengenai pelaksanaan kurikulum, serta untuk mengembangkan sains dan teknologi.

    d) Menyediakan kesempatan bagi para guru untuk menyampaikan pendapat mereka pada pertemuan MGMP sehingga meningkatkan kemampuan mereka.

    e) Membangun kerjasama dengan lembaga-lembaga lain untuk menciptakan process belajar mengajar yang kondusif, efektif, dan menyenangkan.

    Jadi MGMP diharapkan dapat mengembangkan profesi guru, akan tetapi kenyataan di lapangan masih banyak hambatan dan masalah untuk mewujudkan tujuan MGMP karena beberapa alasan berikut:a) Organisasi MGMP berada pada tingkat kabupaten/kota sehingga

    kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tidak efektif dan tidak merefleksikan kebutuhan serta kondisi guru.

    b) Kegiatan-kegiatan MGMP biasanya dirancang berbasis proyek, kalau ada biaya baru diadakan kegiatan, bukan atas inisiatif guru sendiri.

    c) Tidak seluruh guru mata pelajaran dapat mengikuti kegiatan MGMP, biasanya sekolah hanya mengirim wakil-wakilnya saja karena keterbatasan biaya yang disediakan sekolah.

    d) Guru-guru di daerah terpencil sulit menghadiri kegiatan MGMP yang biasanya diselenggarakan di pusat kabupaten/kota, karena hambatan waktu, transportasi, dan biaya.

  • 7e) Sejumlah kepala sekolah mengabaikan hari MGMP malah memberi tugas mengajar kepada guru pada hari pertemuan MGMP. Kesulitan ini biasanya dihadapi oleh para guru di sekolah-sekolah swasta.

    f) Sejumlah guru tidak merasa tertarik dengan kegiatan MGMP dan tidak berkewajiban menghadirinya karena guru kurang merasakan manfaat bagi dirinya.

    Pada kenyataannya sebagian besar guru tidak memperoleh pembinaan secara berkelanjutan. Mereka bekerja sendirian dengan memanfaatkan ilmu dan keterampilannya yang diperoleh dibangku kuliah, tidak memiliki kesempatan untuk memutahirkan baik pengetahuan materi subyek maupun keterampilan membelajarkan siswanya. Kegiatan pelatihan tingkat provinsi terbatas bagi sebagian kecil guru karena keterbatasan biaya dan kalaupun semua guru memperoleh kesempatan maka siswa akan dirugikan karena tidak ada guru yang mengajar. Selain itu, hasil pelatihan kurang terdiseminasikan kepada guru lain di daerah.

    Pekerjaan guru dalam melaksanakan pembelajaran paling sedikit terdiri dari 3 tahapan, yaitu (1) membuat perencanaan, (2) mengimplementasikan pembelajaran, dan (3) merefleksikan pembelajaran. Para guru belum terbiasa berkolaborasi bahkan cenderung tidak terbuka dalam melaksanakan tahapan-tahapan pembelajaran tersebut. Beberapa guru mungkin sudah bekerjasama pada tahap pertama, membuat perencanaan pembelajaran, melalui forum MGMP tapi untuk tahap kedua dan ketiga masih sangat jarang dilakukan. Hal ini dikerenakan, sebagian besar guru beranggapan bahwa tahap implementasi merupakan otoritas guru, tidak perlu diketahui orang lain, dan tabu orang lain menyaksikannya. Padahal umpan balik akan sangat berguna untuk perbaikan selanjutnya.

    Landasan Filosofi. UPI dengan visi Pelopor dan Unggul (Leading and Outstanding) seyogiyanya berkontribusi terhadap pembangunan pendidikan di Provinsi Jawa Barat yang memiliki visi Jawa Barat Dengan Iman dan Taqwa Sebagai Provinsi Termaju di Indonesia dan Mitra Terdepan Ibukota Negara Tahun 2010. Untuk meningkatkan daya saing daerah maka mutu pendidikan di Jawa Barat harus ditingkatkan melalui kemitraan secara nyata antara UPI dengan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten/Kota untuk meningkatkan peran sekolah sebagai lembaga penghasil SDM yang bermutu, kreatif dan inovatif serta peduli lingkugan dalam bermasyarakat. Guru yang merupakan faktor kunci dan ujung tombak dalam peningkatan mutu pendidikan perlu dibantu dalam merencanakan dan mengimplementasikan pembelajaran yang atraktif, interaktif, dan inspiratif sehingga sekolah menjadi dambaan masyarakat Jawa Barat untuk menyekolahkan anak-anaknya.

  • 8Permasalahan mutu pendidikan disebabkan adanya kesenjangan antara regulasi pemerintah dan realita di lapangan serta kesenjangan pemerataan mutu pendidikan di Jawa Barat. Permasalahan pendidikan tersebut merupakan tantangan bagi kita untuk mencari solusinya agar mutu pendidikan di Jawa Barat meningkat terus. Untuk mengatasi permasalahan pendidikan tersebut, model Lesson Study akan diimplementasikan di 4 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Subang selama 3 tahun kedepan, mulai tahun 2010. Implementasi Lesson Study di 4 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat ini didukung oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) melalui program PHKI (Program Hibah Kompetisi berbasis Institusi), Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Dinas Pendidikan Kota Bandung, Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat, dan Dinas Pendidikan Kabupaten Subang, serta Universias Pendidikan Indonesia (UPI).

    Program kemitraan melalui Program PHKI ini dilandasi atas beberapa alasan mendasar berikut.

    1. UPI menyadari bahwa implementasi Tri Dharma UPI belum berkontribusi optimal terhadap peningkatan daya saing Jawa Barat karena imlementasinya belum terintegrasi. Telah banyak penelitian pendidikan dilakukan baik oleh dosen maupun mahasiswa dalam rangka tugas akhir skripsi (S1), tesis (S2), dan disertasi (S3), tetapi sebagian besar hasil penelitian tersebut tidak terdiseminasikan pada praktek nyata dalam keseharian pembelajaran di sekolah. Bahkan sebagian kepala sekolah memandang guru dan siswa hanya sebagai obyek penelitian dan latihan para dosen dan mahasiswa. Pengabdian kepada masyarakat masih bersifat insidental, pembinaan terhadap guru-guru di sekolah belum menjadi program UPI secara sistematik dan berkelanjutan. Pembekalan calon guru belum memanfaatkan hasil penelitian/pengembangan pembelajaran di sekolah-sekolah di Indonesia. Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu Tri Dharma UPI perlu diusahakan suatu terobosan mengintegrasikan secara optimal dharma-dharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat) melalui penguatan kemitraan melembaga (Gamba 1.2).

  • 9Gambar 1.2. Model Integrasi Tri Dharma Perguruan Tinggi melalui Pengembangan Lesson Study

    Dengan demikian, UPI akan menghasilkan calon guru (pre-service) yang berkualitas, menghasilkan ilmu-ilmu pendidikan yang dapat diterapkan pada pembelajaran keseharian di sekolah serta dalam waktu bersamaan UPI membina guru-guru (in-service) agar mampu membuat sekolah menjadi lebih menjanjikan bagi masyarakat Jawa Barat untuk meningkatkan daya saing Jawa Barat.

    2. UPI telah merintis pengembangan model pembinaan guru berbasis sekolah yang sistematik dan berkelanjutan melalui implementasi Lesson Study sejak tahun 2001. Kemudian, model ini telah diujicoba efektivitasnya pada tingkat kabupaten terhadap kurang lebih 600 guru matematika dan IPA SMP/MTs melalui kemitraan melembaga antara UPI dan Pemda Kabupaten Sumedang yang menunjukkan terjadinya peningkatan kompetensi guru-guru (2006 sekarang). Selain itu, UPI memperoleh kepercayaan dari Sampoerna Foundation memanfaatkan dana CSR (Corporate Social Responsibility) dalam membina 1500 guru melalui Lesson Study di Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat, Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur, Kota Pasuruan dan Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur.

    3. Pengembangan model pembinaan guru melalui Lesson Study didasarkn atas kolaborasi yang saling menguntungkan yang diperlihatkan dalam Gambar 1.3. Berdasarkan Gambar 1.3 dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • 10

    a. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, UPI berperan untuk menghasilkan calon guru yang bermutu, mengembangkan ilmu, dan mendiseminasikannya kedalam praktek nyata di sekolah. Untuk menghasilkan calon guru yang bermutu, tentunya UPI memerlukan umpan balik dari pengalaman nyata dalam membelajarkan siswa di sekolah dan kebutuhan guru dari dinas pendidikan. UPI juga memerlukan sekolah sebagai laboratorium untuk penelitian dan pengembangan ilmu kependidikan sekaligus melakukan ujicoba penerapan hasil kajian. Dosen dan guru harus berkolaborasi mengkaji pembelajaran dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran yang kemudian disebarluaskan melalui bantuan teknis ke sekolah dan dinas pendidikan.

    b. Sekolah dan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) memerlukan bantuan teknis dari UPI untuk melakukan intervensi terhadap siswa berupa inovasi pembelajaran agar pembelajaran berpusat pada siswa dan berdampak terhadap peningkatan mutu pendidikan. MGMP juga memerlukan bantuan teknis dari UPI untuk peningkatan profesionalitas guru mandiri.

    c. Dinas pendidikan memerlukan bantuan teknis dari UPI untuk melakukan pembinaan profesionalisme guru yang berkelanjutan. Bantuan teknis dari UPI dapat dilakukan melalui implementasi Lesson Study berbasis MGMP/sekolah. Melalui implementasi Lesson Study, dosen dan guru berkolaborasi mengkaji/melakukan inovasi pembelajaran secara berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegialitas dan mutual learning.

    Peningkatan mutu pendidikan

    UPI

    Menghasilkan guru yang baik

    Intervensiterhadap siswa

    Pembinaan guru profesional

    Berbagi pengalaman

    Peluang diseminasi

    MGMP/Sekolah (Lesson Study)

    DinasPendidikan/LPMP

    Gambar 1.3. Model Sinergi Peningkatan mutu Pendidikan berkelanjutan (Saito 2004)

  • 11

    Apabila kebutuhan Dinas Pendidikan akan pembinaan guru berkelanjutan dan hasil rintisan UPI dalam pengembangan model pembinaan guru berkelanjutan dipadukan dalam suatu jejaring kemitraan yang melembaga maka kami berkeyakinan visi UPI dan visi Provinsi Jawa Barat dapat terealisasi secara perlahan yang mengakibatkan peningkatan daya saing Jawa Barat dalam pembangunan pendidikan.

    Tujuan dan Sasaran

    Program kemitraan antara Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Subang melalui dukungan program PHKI (Program Hibah Kompetisi berbasis Institusi) Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) bertjuan meningkatkan kompetensi guru melalui pembinaan guru berkelanjutan menerapkan Lesson Study berbasis MGMP dan Lesson Study berbasis Sekolah. Melalui program ini diharapkan dikembangkan Model Lesson Study yang cocok untuk budaya Indonesia.

    Sasaran dari program kemitraan untuk 4 kabupaten/kota (Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Subang) adalah kurang lebih sepuluh ribu guru yang terdiri dari sasaran utama sebanyak 7.558 guru (1.560 guru SMA/MA/SMK, 5.640 guru SMP/MTs, 100 kepala sekolah, dan 8 pengawas), ditambah sasaran imbas sebanyak 2.560 guru SD/SMP/MTs/SMA/MA/SMK. Sasaran guru SMP/MTs meliputi guru mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Dinas Pendidikan kabupaten/kota sasaran merekrut sekolah dan guru berdasarkan komitmennya melakukan perbaikan mutu pembelajaran sebagai sasaran utama kegiatan Leson Study dan menetapkannya delam bentuk Surat Keputusan.

    Semua guru SMP/MTs akan memperoleh kesempatan mengikuti pembinaan berkelanjutan menerapkan Lesson Study berbasis MGMP melalui pendampingan oleh dosen UPI secara berkala, 2 kali dalam sebulan, untuk mengkaji/melakukan inovasi pembelajaran berbasis hands-on activity, mind-on activity, daily life, dan local materials agar pembelajaran menjadi atraktif, inspiratif, dan membuat siswa kreatif di 8 wilayah per kabupaten/kota sasaran secara paralel. Kegiatan Lesson Study berbasis MGMP akan dilaksanakan di suatu sekolah bergiliran di dalam suatu wilayah. Sementara guru-guru SMA akan dibina oleh dosen UPI secara berkala, 2 kali dalam sebulan, melalui Lesson Study berbasis sekolah, melibatkan semua guru dari 10 SMA/MA/MK piloting. Kegiatan Lesson Study berbasis sekolah akan dilaksanakan disetiap sekolah piloting.

  • 12

    Selain kepada guru, pembinaan berkala juga akan diberikan kepada para kepala sekolah dan kepada para pengawas sebagai supervisor untuk menjamin mutu pendidikan di wilayah binaannya serta sustainability. Untuk mengukur keberhasilan implementasi program, Satuan Penjaminan Mutu (SPM) UPI akan mengkoordinasikan Tim Monev internal untuk melakukan monitoring pengelolaan program implementasi sementara keberhasilan akademik akan dievaluasi secara berkala oleh Tim Evaluasi. Prinsip cost sharing antara Sekolah, Dinas Pendidikan, UPI, dan Dikti akan diterapkan agar setiap lembaga yang terlibat merasa memiliki program sebagai jaminan sustainability pasca kerjasama. Contoh, sekolah bertanggung jawab atas transportasi dan konsumsi guru, transport dosen melakukan penelitian dan layanan masyarakat melalui pendampingan guru di sekolah menjadi tanggungan Dikti, monitoring dan pengelolaan merupakan tanggung jawab UPI.

    Pengalaman berharga (best practice) yang diperoleh dari implementasi program unggulan ini akan di-share dalam suatu forum diseminasi berupa koferensi Lesson Study setiap tahun dan website. Pada akhir program kerjasama, diharapkan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dapat mengambil inisiatif untuk melanjutkan program pembinaan guru melalui implementasi Lesson Study.

    Output, outcomes, dan dampak

    1. Output. Output yang diharapkan dari program kemitraan adalah terjadinya peningkatan kompetensi guru di kabupaten sasaran. Peningkatan kompetensi guru dapat terlihat dari beberapa aspek berikut: (a) kemampuan guru dalam mengemas materi ajar sehingga mudah dipahami siswa, (b) kemampuan guru membelajarkan siswa, guru mampu memfasilitasi siswa mengkonstruk pengetahuan melalui eksplorasi bahan ajar, berbagi ide, dan saling belajar diantara siswa, (c) kemampuan guru dalam melakukan inovasi pembelajaran melalui penelitian kolaboratif antara guru dan dosen agar terjadi peningkatan mutu pembelajaran yang terus menerus, (d) kemampuan guru dalam berkomunikasi yang efektif baik secara oral melalui forum ilmiah maupun tulisan melalui jurnal ilmiah.

    2. Outcomes. Outcomes yang diharapkan dari program kemitraan adalah terjadinya peningkatan kemampuan belajar siswa di sekolah sasaran. Hal ini tercapai apabila siswa menyenangi pembelajaran, siswa senang belajar di sekolah, siswa memanfaatkan berbagai sumber belajar, dan siswa memiliki kesadaran belajar secara mandiri.

  • 13

    3. Dampak. Secara akumulasi, program pembinaan guru-guru dalam jabatan (in-service) secara sistematik dan berkelanjutan melalui implementasi Lesson Study diharapkan berdampak terhadap hasil belajar siswa (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) di sekolah sasaran, pemerataan mutu pendidikan di kabupaten sasaran, dan peningkatan mutu perkuliahan di UPI, terjadinya sustainability pasca program kejasama disetiap lembaga yang terlibat. Kemudian, diharapkan pula Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dapat mengambil inisiatif mendiseminasikan pengalaman berharga ke kabupaten/kota lain. Selanjutnya, keberhasilan kabupaten/kota sasaran dalam meningkatkan mutu pendidikan akan menjadi sumber inspirasi dan atraktif bagi praktisi, pengambil kebijakan, dan pengamat pendidikan dari kabupaten/kota lain, provinsi lain, bahkan negara lain untuk berkunjung/belajar ke kabupaten/kota sasaran. Hal ini merupakan peluang bagi kabupaten/kota sasaran untuk berkembang menjadi kabupaten/kota wisata berbasis pendidikan yang akan berimplikasi terhadap peningkatan pendapatan daerah. Dengan demikian, peningkatan mutu pendidikan melalui perbaikan mutu guru akan berdampak terhadap peningkatan daya saing daerah.

    Selanjutnya, pada Bab-bab berikutnya akan dibahas secara rinci rencana implementasi Lesson Study, prinsip-prinsip Lesson Study dan teknis pelaksanaan Lesson Study sebagai acuan implementasi Program Kemitraan melalui Program PHKI di 4 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Subang selama 3 tahun kedepan, mulai tahun 2010.

  • 14

    BAB 2

    PRINSIP-PRINSIP LESSON STUDY

    Bagi yang belum mengenal, Lesson Study diartikan sebagai metode atau pendekatan pembelajaran. Padahal Lesson Study bukan metode pembelajaran, juga bukan pendekatan pembelajaran. Sebenarnya, Lesson Study adalah suatu strategi untuk meningkatkan mutu pembelajaran melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegialitas dan mutual learning. Oleh karena tugas guru adalah membelajarkan siswa maka Lesson Study di negeri asalnya, Jepang, merupakan model pembinaan (pelatihan) guru berkelanjutan secara konsisten sejak seabad lalu. Keampuhan Lesson Study dalam meningkatkan mutu pembelajaran yang berdampak terhadap mutu SDM Jepang diakui di seluruh dunia dan sekarang Lesson Study dikembangkan dimana-mana termasuk di Amerika Serikat. Kita baru beberapa tahun saja belajar dari Jepang melalui JICA experts dan beberapa dosen yang berkesempatan menyaksikan langsung kegiatan Lesson Study di Jepang. Jadi kita harus bersabar untuk merasakan hasilnya. Sebagian orang juga bertanya, apa bedanya dengan PTK (Penelitian Tindakan Kelas)? Jawabya adalah Lesson Study lebih luas dari PTK. Pada dasarnya Lesson Study adalah penelitian pembelajaran, mengkaji pembelajaran dengan memberi tindakan agar pembelajaran menjadi lebih baik. Melalui Lesson Study, guru dapat melakukan kajian pembelajaran terhadap suatu kelas dengan topik berbeda (Penelitian Tindakan Kelas) dan melakukan kajian pembelajaran pada beberapa kelas paralel untuk topik yang sama (Penelitian Tindakan).

    PENGERTIAN LESSON STUDY

    Lesson Study di Indonsia dapat diartikan sebagai model pembinaan (pelatihan) profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegialitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Apabila kita cermati definisi Lesson Study maka kita menemukan 7 kata kunci yaitu pembinaan profesi, pengkajian pembelajaran, kolaboratif, berkelanjutan, kolegialitas, mutual learning, dan komunitas belajar. Lesson Study bertujuan untuk melakukan pembinaan profesi pendidik secara berkelanjutan agar

  • 15

    terjadi peningkatan profesionalitas pendidik terus menerus yang tercermin dari peningkatan mutu pembelajaran. Kalau tidak dilakukan pembinaan terus menerus maka profesionalitas guru dapat menurun dengan bertambahnya waktu. Bagaimana membinanya, yaitu melalui pengkajian pembelajaran secara terus menerus dan berkolaborasi. Pengkajian pembelajaran harus dilakukan secara terus menerus karena beberapa alasan antara lain: (1) tidak ada pembelajaran yang sempurna, selalu ada celah untuk memperbaikinya, (2) setiap siswa memiliki hak belajar, (3) pembelajaran harus memperhatikan keseimbangan antara peningkatan kemampuan berpikir dan peningkatan sikap, (4) pembelajaran harus berpusat pada siswa. Membangun komunitas belajar adalah membangun budaya yang memfasilitasi anggotanya untuk saling belajar, saling koreksi, saling menghargai, saling bantu, saling menahan ego. Membangun budaya tidak sebentar, memerlukan waktu lama. Berapa lama waktu diperlukan untuk membangun budaya komunitas belajar tidak ada batasnya. Pengkajian pembelajaran dimaksudkan untuk mencari solusi terhadap permasalahan pembelajaran agar terjadi peningkatan mutu pembelajaran terus menerus. Objek kajian pembelajaran dapat meliputi, antara lain, materi ajar, metode/strategi/pendekatan pembelajaran, LKS (Lembar Kerja Siswa), media pembelajaran, seting kelas, dan asesmen. Mengapa pengkajian pembelajaran dilakukan secara berkolaborasi? Karena lebih banyak masukan perbaikan akan meningkatkan mutu pembelajaran itu sendiri. Menurut sendiri rasanya persiapan pembelajaran sudah bagus dan ketika mendapat masukan dari orang lain bisa meningkatkan mutu persiapan pembelajaran.

    Prinsip kolegialitas dan mutual learning (saling belajar) diterapkan dalam berkolaborasi ketika melaksanakan kegiatan Lesson Study. Dengan kata lain, peserta kegiatan Lesson Study tidak boleh merasa superior (merasa paling pintar) atau imperior (merasa rendah diri) tetapi semua peserta kegiatan Lesson Study harus diniatkan untuk saling belajar. Peserta yang sudah paham atau memiliki ilmu lebih harus mau berbagi dengan peserta yang belum paham, sebaliknya peserta yang belum paham harus mau bertanya kepada peserta yang sudah paham. Keberadaan nara sumber dalam forum Lesson Study harus bertindak sebagai fasilitator, bukan instruktur. Fasilitator harus dapat memotivasi peserta mengembangkan potensi yang dimiliki para peserta agar para peserta dapat maju bersama.

    Pengkajian pembelajaran dilaksanakan dalam tiga tahapan, seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.1.

  • 16

    IMPLEMENTASI

    Seoranggurumengajaryanglain

    mengobservasi,mengumpulkan

    datatentangaktivitassiswa

    REFLEKSI

    Mendiskusikantemuantentang

    aktivitassiwabelajar&

    tindaklanjut

    PERENCANAAN

    Berkolaborasimerencanakanpembelajaran

    berpusatpadasiswa

    Gambar 2.1. Siklus Pengkajian Pembelajaran dalam Lesson Study

    Kalau pelatihan konvensional bersifat top-down, artinya materi pelatihan sudah disiapkan dan diberikan oleh instruktur, sebaliknya pelatihan melalui Lesson Study bersifat bottom-up karena materi pelatihan berbasis permasalahan yang dihadapi para guru di sekolah, kemudian dikaji secara kolaboratif dan berkelanjutan. Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu tahapan pertama adalah perencanaan (secara kolaborasi mencari solusi inovatif atas permasalahan dalam pembelajaran untuk mengaktian siswa), tahapan kedua adalah implementasi (ujicoba inovatif pembelajaran pada kelas nyata, seorang guru mengajar dan guru lain mengobservasi/mencatat aktivitas siswa), dan tahapan ketiga adalah refleksi (membahas temuan tentang aktivitas siswa dan merancang tindak lanjut) yang berkelanjutan. Dengan kata lain Lesson Study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir.

    Secara ringkas, gambaran umum dan tujuan utama Lesson Study serta hubungannya dengan empat kompetensi guru yang diharapkan UU No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, diperlihatkan dalam Gambar 2.2.

  • 17

    Gambar 2.2. Gambaran umum dan Tujuan utama lesson study serta hubungannya dengan kompetensi guru

    PELAKSANAAN LESSON STUDY

    Berikut adalah paparan ringkas mengenai tahapan pelaksanaan Lesson Study.

    Tahap Pertama. Kegiatan Lesson Study dimulai dari tahap perencanaan yang bertujuan untuk merancang pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa agar pembelajaran berpusat pada siswa, bagaimana supaya siswa berpartisipasi aktif dan berpikir dalam proses pembelajaran. Beberapa guru dapat berkolaborasi atau guru-guru dan dosen dapat pula berkolaborasi untuk memperkaya ide-ide dalam membuat perencanaan yang lebih baik. Berikut adalah beberapa tip untuk merencanakan pembelajaran.

    1. Merumuskan tujuan jangka panjang. Sebelum memulai kegiatan Lesson Study sebaiknya direnungkan goal yang ingin dicapai dalam 3 tahun kedepan. Mengapa harus mengakaji pembelajaran? Mutu pembelajaran yang diharapkan? Mutu output (pengetahuan, keterampilan, kesadaran belajar, dan sikap) yang diharapkan?

  • 18

    2. Pemilihan topik kajian. Topik yang akan dikaji dalam satu semester dipilih berdasarkan kurikulum yang berlaku, topik yang tersedia dan sulit serta mewakili kelas, misal satu topik dari masing-masing kelas (kelas 7, 8, dan 9 untuk SMP/MTs atau kelas 10, 11, 12 untuk SMA/MA).

    3. Analisis permasalahan. Diskusikan permasalahan yang dihadapi dalam membelajarkan topik tersebut berdasarkan pengamalan sebelumnya. Permasalahan dapat berupa materi bidang studi, misal miskonsepsi yang sering terjadi. Permasalahan dapat juga berhubungan dengan (1) pedagogi, yaitu bagaimana mengembangkan metode pembelajaran yang tepat agar pembelajaran lebih efektif dan efisien; dan (2) permasalahan fasilitas, yaitu bagaimana mensiasati kekurangan fasilitas pembelajaran.

    4. Merumuskan solusi. Selanjutnya para guru bersama-sama mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Kalau sering terjadi miskonsepsi, diskusikan konsep yang sebenarnya. Kalau diantara yang hadir tidak meyakinkan konsep yang sebenarnya maka manfaatkanlah fasilitas internet untuk mencari informasi berkenaan dengan konsep yang sedang dibahas. Bila kita sudah memahami konsep tersebut, kemudian fikirkan bagaimana mengemasnya melalui media yang tepat sehingga siswa tertarik dan tertantang untuk terlibat dalam belajar dalam artian siswa harus difasilitasi untuk berpikir. Selanjutnya, pikirkan pula strategi atau cara menyampaikannya sehingga siswa dapat memahami konsep tersebut. Lesson Study tidak membatasi suatu metoda atau strategi dan mungkin menerapkan beberapa metoda pembelajaran, yang penting siswa terlibat dalam belajar, siswa diajak berpikir. Beberapa prinsip pembelajaran berikut dapat menjadi acuan dalam perencanaan dan implementasi pembelajaran (disarikan dari Buku Petunjuk Guru untuk Pembelajaran lebih Baik oleh JICA Experts, Program SISTTEMS). a) Dua jenis pembelajaran, jenis latihan dan eksplorasi. Jenis pertama,

    siswa menguasai pelajaran melalui serangkaian latihan. Sementara jenis kedua, siswa memahami suatu konsep melalui eksperimen atau proses berpikir dan akhirnya menemukan konsep. Kedua jenis pembelajaran bisa digabung dengan berbagai variasi. Variasi 1, siswa melakukan latihan kemudian eksplorasi. Variasi 2, kebalikan dari variasi 1 siswa melakukan eksplorasi kemudian latihan. Variasi 3, siswa melakukan eksplorasi kemudian latihan dan selanjutnya eksplorasi.

    b) Tiga kegiatan dalam pembelajaran: pertanyaan, pencarian jawaban, dan latihan. Guru melontarkan pertanyaan kepada seluruh siswa,

  • 19

    siswa memikirkan/mencari jawaban, kemudian siswa melakukan latihan untuk menguasai pengetahuan baru. Rangkaian ketiga kegiatan ini perlu diulang sesering mungkin selama pembelajaran. Umumnya, siswa menjawab serempak, bersama-sama, hal ini perlu dihindari karena kita tidak jelas siswa mana yang menguasai dan siswa mana yang hanya ikut-ikutan bersuara. Oleh karena itu perlu dipikirkan jenis pertanyaanya, dengan pertanyaan yang menantang, mengapa..., bagaimana... siswa tidak akan sepontan serempak menjawab tapi berpikir terlebh dulu.

    c) Ragam cara melaksanakan pembelajaran: ceramah, kegiatan indi-vidu, dan kegiatan kelompok. Dalam melaksanakan pembe la jaran, berbagai kombinasi dapat terjadi.(1) Guru hanya mengajarkan isi buku dengan cara ceramah (sama

    sekali tidak disarankan)Ceramah

    (2) Siswa melakukan eksperimen atau mencari informasi (jenis ekplorasi yang mendorong siswa bereksplorasi mencari pengetahuan baru)

    Ceramah Eksperimen atau pengumpulan informasi

    (kegiatan kelompok)

    Diskusi(Kegiatan

    kelompok)

    Ceramah

    (3) Siswa dengan berbagai cara memecahkan pertanyaan (pembelajaran jenis latihan)

    Ceramah Kegiatan individu/Kegiatan kelompok

    Ceramah

    (4) Siswa melakukan latihanCeramah Kegiatan

    IndividuPenjelasan (ceramah)

    Kegiatan kelompok

    Kesimpulan (ceramah)

    (5) Siswa melakukan eksplorasi pada setengah pembelajaran pertama dan latihan pada setengah pembelajaran kedua (siswa mencari rumus dan menggunakan rumus untuk menjawab soal)

    Ceramah Kegiatan individu/kegiatan kelompok

    Kesimpulan (ceramah)

    Ceramah Kegiatan Individu

    Kesimpulan (ceramah)

  • 20

    (6) Siswa menemukan suatu keteraturan kemudian menerapkannya (siswa mencoba menemukan sendiri suatu keteraturan dari suatu contoh soal yang tidak asing bagi mereka lalu melakukan eksplorasi lebih lanjut pada kegiatan kelompok kedua, dan akhirnya siswa melakukan latihan dalam kelompok untuk memecahkan pertanyaan serupa)Kegiatan

    KelompokCeramah Kegiatan

    KelompokCeramah/Kegiatan Individu

    Kegiatan Kelompok

    d) Dari kongkrit ke abstrak, dari abstrak ke kongkrit. Selalu memulai dengan yang kongkrit kemudian melangkah ke abstrak. Jangan memulai dengan hal yang abstrak dan terus dalam kebastrakan.

    e) Tiga kelompok siswa. Berdasarkan kemampuannya siswa dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Kelompok A: siswa cerdas yang dapat dengan mudah memahami suatu pembelajaran, jumlahnya seditkit sekitar 10% di suatu kelas. Kelompok B: siswa yang kemampuannya biasa-biasa saja dan membutuhkan sedikit waktu untuk memahami pembelajaran, sekitar 60-70%. Kelompok C: siswa yang lambat, tidak mudah memahami pembelajaran, sekitar 10-20%. Jangan hanya memperhatikan siswa yang cerdas saja di kelompok A karena kelompok B dan C akan tertinggal. Kita harus mengkondisikan siswa Kelompok C berkomunikasi dengan siswa Kelompok A dan B dengan mendorong siswa Kelompok C bertanya kepada siswa di Kelompok A dan B untuk menjelaskan cara memecahkan suatu persoalan. Jangan meminta siswa Kelompok A mengajari siswa Kelompok C karena akan membuat siswa Kelompok C rendah hati.

    f) Mengapa kegiatan kelompok? Ada 4 alasan: (1) bagi siswa yang lambat (Kelompok C) dapat belajar lebih baik dengan bantuan siswa Kelompok A atau B karena siswa Kelompok C sungkan bertanya kepada guru ketika mendapat kesulitan tapi umumnya tidak ragu bertanya kepada temannya. Bagi siswa cerdas (Kelompok A) dapat memperdalam pemahamannya dengan memberi penjelasan atas suatu konsep kepada siswa yang lambat (Kelompok C). Siswa dapat menyelesaikan permasalahan dengan mendengarkan pemikiran dan gagasan siswa lain. Para siswa dapat membangun persahabatan yang lebih baik.

    g) Diskusi. Para siswa saling berkomunikasi aktif satu sama lain disebut diskusi. Akan tetapi, diskusi tidak selalu aktif secara visual dan tidak selalu melibatkan banyak siswa. Berbagai bentuk diskusi:

  • 21

    (1) Seorang siswa dengan tenang memikirkan sesuatu: Mengapa bisa seperti ini? Ini adalah bentuk diskusi. (2) Siswa yang lambat belajarnya dengan diam-diam meminta temannya menunjukkan cara memecahkan suatu perosoalan dan siswa yang duduk disebelahnyapun memberi bantuan. Ini adalah bentuk lain diskusi. (3) Kita meminta pendapat siswa dan seorang siswa mengungkapkan pendapatnya. Tanpa membenarkan atau menyalahkan jawaban yang diberikan, kita meminta siswa-siswa lain menanggapi pendapat temannya. Seorang siswa lain memberikan pendapatnya. Ini juga bentuk diskusi.

    h) Apakah LKS diperlukan? LKS tidak selalu diperlukan, apalagi LKS yang hanya mengisi titik-titik tidak merangsang siswa berpikir. Kita dapat menggunakan latihan soal yang ada di buku paket. Kalau mau, LKS menyertakan pertanyaan dan tugas yang membuat siswa berpikir Mengapa? atau Bagaimana? Selanjutnya berapa jumlah LKS harus diberikan kepada tiap kelompok. Pengalaman, ketika diberi satu LKS per kelompok, siswa cerdas saja yang menguasai LKS sementara siswa lain tidak bekerja. Ketika diberi satu LKS per siswa, siswa tidak berdiskusi tapi bekerja sendiri-sendiri. Oleh karena itu, bergantung pada tujuan pembelajaran. Bila kita mengharapkan siswa bekerjasama atau berkolaborasi maka cukup 1 LKS yang menantang per kelompok. Bila kita mengharapkan siswa melakukan latihan maka setiap siswa harus mendapat LKS.

    5. Merancang pembelajaran. Rancangan pembelajaran atau skenario dituangkan dalam format RPP yang berlaku. Walaupun kita sudah membuat RPP, namun pelaksanaan di kelas bisa berubah bergantung situasi kelas dan kita harus melakukan adaptasi, yang lebih penting siswa memahami persoalan yang dibahas. Dari rancangan pembelajaran tersebut, dua hal yang harus selalu dalam ingatan kita yaitu tujuan pembelajaran dan prediksi reaksi siswa. Kalau tujuan pembelajaran jelas maka kita tidak akan tersesat selama pembelajaran. Dengan memikirkan antisipasi terhadap reaksi siswa, kita dapat merespon reaksi siswa dengan lebih baik.

  • 22

    Gambar 2.3. Suasana akrab tahap Perencanaan kegiatan Lesson Study

    6. Siapa menjadi guru model dan di sekolah mana? Selanjutnya rencanakan open lesson untuk mengimplementasikan rancangan pembelajaran. Open lesson dilaksanakan di sekolah tempat guru model mengajar pada kelasnya sehingga tidak masalah beradaptasi. Diharapkan semua guru mendapat giliran menjadi guru model. Bagi guru model jangan khawatir. Perlu diingat, pembelajaran pada saat open lesson bukan pertunjukan mengajar yang harus nampak sempurna. Dengan open lesson justru kita akan melakukan perbaikan pembelajaran. Observer di dalam kelas bukan untuk mengevaluasi guru mengajar tapi untuk memperoleh inspirasi yang dapat diterapkan pada kelas kita melalui pengumpulan data tentang aktivitas siswa belajar (siswa mana yang belajar dan mengapa dia belajar?, siswa mana yang tidak belajar dan mengapa?) Guru model mempersiapkan denah tempat duduk siswa untuk menjadi acuan bagi observer. Gambaran kegiatan perencanaan pembelajaran (tahap Perencanaan) diperlihatkan dalam gambar 2.3.

    Tahapan kedua dalam Lesson Study adalah pelaksanaan (Implementasi) pembelajaran untuk mengujicoba rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam tahap perencanaan pada kelas nyata (tidak memilih siswa-siswa pandai dari beberapa kelas paralel supaya pembelajaran nampak bagus). Sebelumnya, dalam perencanaan telah disepakati siapa guru model yang akan mengimplementasikan pembelajaran dan sekolah yang akan menjadi tuan rumah. Tahapan ini bertujuan untuk mengujicoba efektivitas model pembelajaran yang telah dirancang dan ditindaklanjuti

  • 23

    dengan melakukan perbaikan pembelajaran di kelas masing-masing. Guru-guru lain dari sekolah yang bersangkutan atau dari sekolah lain, kepala sekolah, pengawas bertindak sebagai pengamat (observer) pembelajaran. Begitu pun dosen-dosen, mahasiswa, atau komite sekolah dapat melakukan pengamatan dalam pembelajaran tersebut.

    Kepala sekolah (minimal kepala sekolah tuan rumah) terlibat dalam pengamatan pembelajaran dan akan lebih baik apabila kepala sekolah memandu kegiatan ini. Sebelum pembelajaran dimulai sebaiknya dilakukan briefieng kepada para pengamat dengan agenda berikut:

    1. Guru model menginformasikan rencana pembelajaran secara singkat, topik? Kelas? Tujuan/target pembelajaran? Rencana skenario pembelajaran?

    2. Mengingatkan sikap observer selama pembelajaran berlangsung, pengamat tidak mengganggu kegiatan pembelajaran, tidak ngobrol sesama pengamat, tidak keluar masuk kelas, mengkondisikan HP tidak berbunyi, tidak menghalangi pandangan siswa. Pengamat berdiri (kecuali yang sakit) di sebelah kiri, sebelah kanan, dan di belakang dalam ruangan kelas.

    3. Observer mengamati dan mencatat (pada buku khusus observasi Lesson Study) aktivitas siswa selama pembelajaran. Fokus pengamatan ditujukan pada tiga hal berikut: (1) apakah siswa belajar dan bagaimana prosesnya?, (2) adakah siswa yang tidak belajar dan mengapa tidak belajar?, (3) bagaimana usaha guru memotivasi siswa yang tidak belajar?

    4. Denah tempat duduk siswa perlu dimiliki oleh para pengamat sebelum pembelajaran dimulai agar dapat mengamati siapa yang belajar dan siapa yang tidak belajar. Para pengamat dipersilahkan mengambil tempat di ruang kelas yang memungkinkan dapat mengamati aktivitas siswa. Biasanya para pengamat berdiri di sisi kiri dan kanan di dalam ruang kelas agar aktivitas siswa teramati dengan baik. Ketika siswa sedang diskusi kelompok pengamat dapat mendekati siswa untuk mendengar pembicaraan dalam diskusi dan segera kepinggir ketika guru menginterupsi untuk memberi penjelasan sehingga pendangan siswa tidak terhalangi.

    5. Selama pembelajaran berlangsung para pengamat dapat melakukan perekaman kegiatan pembelajaran melalui video camera atau photo digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan studi lebih lanjut dengan catatan cameramen atau lampu camera tidak menganggu atau mengahalangi aktivitas siswa.

  • 24

    6. Keberadaan para pengamat di dalam ruang kelas disamping mengum-pulkan informasi juga dimaksudkan untuk belajar dan memperoleh inspirasi dari pembelajaran yang sedang berlangsung dan bukan untuk mengevaluasi guru. Gambar 2.4 memperlihatkan suasana pem-belajaran dalam rangka Lesson Study (open lesson).

    Gambar 2.4. Suasana open lesson. Guru model memberikan bantuan kepada siswa sementara observer mengamati dan mencatat aktivitas siswa

    Peran guru model dalam open lesson adalah memfasilitasi siswa agar terlibat dalam belajar. Siswa diajak berpikir dan bertukar pendapat dengan temannya. Beberapa tip untuk guru model (disarikan dari Buku Petunjuk Guru untuk Pembelajaran lebih Baik oleh JICA Experts, Program SISTTEMS):

    1. Membuat setiap siswa memahami materi pembelajaran. Dalam pembelajaran, guru harus selalu mengingat hal-hal berikut: (a) Apa yang saya harapkan untuk dipahami siswa? (b) Apakah semua siswa dapat memahami materi? Jika tidak, mengapa dan bagian mana yang sulit dipahami siswa? (c) Apa yang harus saya lakukan untuk membantu siswa yang mendapat kesulitan? (d) Apakah para siswa saling mendengarkan satu sama lain? Guru harus dapat membuat keputusan cepat tentang apa yang harus dilakukan berikutnya berdasarkan kondisi dan reaksi siswa.

  • 25

    2. Tetap menarik perhatian siswa. Tetaplah menarik perhatian siswa dengan cara: (a) membuat pengantar pembelajaran yang atraktif, (b) menggunakan material, topik, atau kegiatan yang kongkrit, (c) melakukan penyesuaian waktu, dan (d) meminta siswa yang mulai kehilangan konsentrasi memperhatikan kembali pembelajaran.

    3. Jangan bicara terlalu banyak. Apabila guru terus-menerus berbicara selama satu jam, siswa tentu akan merasa bosan. Guru mengurangi porsi bicaranya seminimal mungkin. Sebaliknya, seorang guru harus mampu mendengar bisikan-bisikan para siswa sekalipun. Hmm, saya tidak mengerti... Oh, saya bisa! Ini susah.... Mengapa begini? Saya coba deh, tapi ...., Oh, jadi saya bisa pakai rumus yang kemaren!. Guru harus Bermulut kecil, bertelinga besar.

    4. Berikan penjelasan yang diperlukan. Jangan bicara terlalu banyak beberapa guru menyalah artikan, akibatnya guru tidak memberikan penjelasan kepada siswa. Ini salah. Guru harus memberikan penjelasan yang memadai tentang: (a) langkah-langkah yang harus dilakukan dalam suatu eksperimen atau kegiatan kelompok, (b) mengapa suatu jawaban itu salah?

    5. Gunakan papan tulis dengan baik. Manfaatkan papan tulis dengan optimal: (a) menuliskan dengan huruf besar dan jelas, (b) pikirkan baik-baik apa yang akan ditulis/digambar pada papan tulis dan dimana harus menulis/menggambarnya, (c) berikan kepada siswa waktu yang cukup untuk menyalin di papan tulis.

    6. Bagaimana mengatur meja siswa. Tiga jenis seting meja dan kursi: (a) seting konvensional, (b) seting huruf U, dan (c) seting kelompok.

  • 26

    Masing-masing seting memiliki kelebihan dan kekurangan:Jenis seting Kelebihan KekuranganSeting Konvensional

    Siswa dapat dengan mudah melihat tulisan pada papan tulis

    Siswa mudah berganti posisi ke seting kelopok dengan memutar kursi siswa yang duduk di barisan depan

    Guru agak sulit memantau siswa yang duduk di belakang

    Seting huruf U Guru dapat memantau secara mudah aktivitas siswa beserta ekspresi wajah siswa walau siswa yang duduk di baris belakang

    Siswa mudah berganti posisi ke seting kelompok dengan memutar kursi siswa yang duduk di barisan depan

    Siswa yang duduk di barisan samping agak sulit melihat tulisan pada papan tulis

    Seting kelompok

    Siswa dengan mudah dapat berdiskusi dengan siswa lain

    Beberapa siswa kesulitan melihat tulisan pada papan tulis

    Guru kesulitan memantau aktivitas semua siswa

    Jika siswa dapat dengan mudah memindahkan meja maka guru dapat mengubah seting meja beberap kali selama pembelajaran berdasarkan topik atau isi pembelajaran. Bila seting huruf U dipandang lebih efektif maka pada pembelajaran biasanyapun (sehari-hari) dapat menggunakan seting huruf U untuk semua mata pelajaran. Untuk keperluan open lesson, perlu disediakan tempat untuk berdiri observer pada sisi kiri, kanan, dan belakang di dalam kelas.

    7. Mendeteksi siswa yang mengalami kesulitan. Di setiap kelas selalu ada siswa yang lambat memahami pembelajaran. Salah satu tugas guru adalah mendeteksi siswa yang mengalami kesulitan. Hal ini dapat dilihat melalui ekspresi wajah dan tubuh serta pergerakan mata siswa. Contoh kejadian yang sering ditemukan, antara lain:

    Siswa hanya menyalin catatan siswa lain

    Siswa mencoba menyembunyikan catatan mereka dari guru

    Siswa hanya menonton siswa lain yang sedang beraktivitas di kelompoknya

  • 27

    Siswa aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok tetapi tidak dapat menyimpulkan hasil kegiatan atau tidak mengisi LKS

    Siswa mendengarkan guru dengan pikiran kosong

    Siswa semacam ini membutuhkan perhatian guru. Kelas yang ideal adalah kelas dimana siswanya secara lugas dapat berkata Saya tidak mengerti, mohon dijelaskan.

    8. Bagaimana membantu siswa yang mengalami kesulitan. Ketika siswa mengalami kesulitan, jangan mencoba mengajar siswa tersebut secara individu tetapi mintalah siswa lain membantunya. Inilah pentingnya kerja kelompok. Langkah yang bisa diambil adalah: (a) Minta siswa melakukan kegiatan kelompok. (b) Mendekati siswa yang mengalami kesulitan dan bertanya, Bagian mana yang tidak dipahami? Guru harus mendengarkan dengan cermat dan mengetahui secara tepat bagian yang tidak dipahami. (c) Katakan kepada siswa tersebut, Bertanyalah kepada teman kamu di kelompokmu atau di kelompok lain. Guru menyaksikan komunikasi yang terjadi.

    9. Bagaimana memperhatikan siswa yang pandai. Guru tidak perlu memberi perhatian khusus kepada siswa pandai karena mereka bisa memahami pembelajaran tanpa banyak bantuan guru, yang penting menjaga motivasi siswa-siswa pandai. Berikan tugas yang menantang dan biarkan berpikir. Biarkan mereka membantu siswa yang lambat dalam kelompoknya.

    10. Kapan memulai dan menghentikan kegiatan kelompok. Salah satu alasan mengapa kegiatan kelompok tidak berjalan efektif karena guru sering kali tidak tahu kapan memulai atau menghentikan kegiatan kelompok pada waktu yang tepat. Kegiatan kelopok dapat dimulai ketika: (a) siswa diberi tugas untuk dikerjakan dan (b) siswa diharapkan dapat berpikir, berbicara, dan belajar bersama-sama. Menurut pengalaman, jumlah siswa per kelompok biasanya antara 3 4 orang (kalau mungkin 2 putra dan 2 putri) dengan duduk selang-seling. Kegiatan kelompok harus dihentikan pada saat: (a) hampir semua kelompok telah menyelesaikan tugas atau pekerjaan mereka, tidak perlu menunggu semua kelompok selesai dan (b) banyak kelompok yang mendapat kesulitan dan guru harus memberi penjelasan. Selalu ada kelompok siswa pandai selesai lebih dulu maka guru harus memberi tugas tambahan dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi untuk mencegah siswa pandai mengalami kebosanan. Guru harus mempersiapkan tugas tambahan ini saat merancang pembelajaran.

    11. Bagaimana merancang presentasi siswa. Umumnya ketika kegiatan kelompok selesai, guru cenderung meminta semua kelompok

  • 28

    mempresentasikan hasil pekerjaan mereka tanpa mempertimbangkan waktu dan perhatian siswa lain. Dari pengalaman, banyak presentasi siswa berjalan tidak efektif dan hanya membuang-buang waktu. Petunjuk dasar tentang presentasi: (a) Jika jenis pembelajaran berbentuk latihan maka presentasi siswa tidaklah diperlukan, cukup dengan membacakan jawaban dan membetulkan kesalahan siswa. (b) Jika jenis pembelajaran berbentuk eksplorasi maka presentasi siswa harus dilakukan. Untuk menghargai pekerjaan mereka, semua kelompok mengumpulkan hasil pekerjaan mereka. Guru harus memeriksa terlebih dulu beragam jawaban dan hanya meminta beberapa kelompok mempresentasikan hasil pekerjaan mereka, hasil yang salah dan yang benar. Ketika seorang mempresentasikan hasil, siswa lain harus memperhatikan dan setelah presentasi oleh satu kelompok dilanjutkan dengan diskusi, siswa lain harus memberi tanggapan dan kondisikan agar terjadi diskusi diantara siswa. Presentasi dapat dilakukan di tengah-tengah pelaksanaan kegiatan kelompok.

    12. Berterima kasih kepada siswa yang melakukan kesalahan. Guru harus menghargai dan berterima kasih kepada siswa yang melakukan kesalahan. Kesalahan siswa menunjukkan bahwa pembelajaran masih harus ditingkatkan. Belajarlah dari kesalahan mereka untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Ketika siswa melakukan kesalahan, banyak guru berpikir bahwa siswa kurang cerdas, siswa tidak belajar sebelumnya, siswa tidak siap belajar. Siswa membuat kesalahan karena guru tidak membelajarkan siswa dengan baik dan tidak dapat membuat siswa memahami suatu konsep. Media, LKS, eksperimen, atau kegiatan kelompok tidak memberikan kontribusi terhadap pembelajaran siswa. Memarahi siswa yang membuat kesalahan sangatlah tidak baik karena siswa akan kehilangan kemauan untuk belajar, siswa akan sering diam di kelas, dan guru tidak bertanggung jawab dengan melemparkan kesalahan kepada para siswa. Ketika siswa membuat kesalahan, guru harus dapat mengetahui alasan kesalahan tersebut dan membetulkannya. Jangan pernah membiarkan suatu kesalahan tanpa terkoreksi.

    13. Minta siswa mencatat. Terkadang siswa perlu mempelajari kembali apa yang didapat di kelas untuk dapat memahami dengan baik. Mencatat merupakan bagian penting dari pembelajaran. Mintalah siswa mencatat.

    14. Menggunakan waktu dengan efisien. Di SMP di Indonesia, umumnya satu pembelajaran memakan waktu 80 menit (40 menit x 2 jam pelajaran). Pola pembelajaran yang umum dilakukan guru adalah 20 menit pendahuluan, 40 menit kegiatan kelompok, dan 20 menit

  • 29

    presentasi. Jika guru mengikuti pola ini secara kaku tanpa diiringi variasi metoda pembelajaran maka guru hanya akan membuang-buang waktu selama pembelajaran. Bagaimana menghindari hal ini?

    Pendahuluan

    Pendahuluan tidak perlu memakan waktu 20 menit. Pendahuluan sebaiknya menarik, singkat dan tidak bertele-tele. Setelah berhasil menarik perhatian siswa, guru harus melangkah ke bagian pembelajaran selanjutnya tanpa membuang terlalu banyak waktu.

    Kegiatan kelompok

    Kegiatan kelompok tidak boleh dilakukan terburu-buru. Seandainya LKS terdiri dari dua tugas, guru tidak boleh meminta siswa mengerjakan keduanya sekaligus tapi mengerjakan satu per satu. Ketika tugas pertama selesai, guru sebaiknya meminta siswa mengubah posisi duduk ke posisi ceramah. Setelah mendiskusikan hasil dan memberian penjelasan, guru meminta siswa kembali ke posisi kelompok, dan mulai tugas kedua. Ketika menemukan siswa mengalami kesulitan dengan tugasnya, guru harus melakukan intervensi dan meminta siswa menghentikan pekerjaan dan kembali ke formasi ceramah untuk klarifikasi tugas yang diberikan. Jangan pernah menugaskan siswa mengerjakan sesuatu ketika mereka masih bingung karena hanya akan membuang waktu percuma. Jika siswa bekerja lebih cepat dari yang diduga, guru harus menghentikn kegiatan, jangan membiarkan waktu terbuang percuma.

    Presentasi

    Sangatlah membuang waktu jika guru meminta semua kelompok melakukan presentasi, dan semua melakukan presentasi yang sama. Untuk menghindari masalah ini, guru bisa saja menugaskan hanya satu kelompok untuk melakukan presentasi, lalu minta semua mendiskusikan apa yang telah dipresentasikan. Cara lain adalah meminta tiap kelompok menuliskan atau menggambarkan hasil kegiatan mereka pada kertas dan menempelkannya di papan tulis. Guru cukup meminta beberapa perwakilan kelompok yang hasil pekerjaannya menarik untuk didiskusikan. Komentar JICA expert: banyak guru Indonesia mengeluh kekurangan waktu untuk memenuhi tuntutan kurikulum. Akan tetapi yang sebenarnya terjadi adalah mereka tidak dapat menggunakan waktu pembelajaran secara efektif dan efisien.

  • 30

    Tahapan ketiga dalam kegiatan Lesson Study adalah refleksi. Setelah selesai pembelajaran langsung dilakukan diskusi antara guru dan pengamat yang dipandu oleh kepala sekolah atau fasilitator MGMP untuk membahas pembelajaran. Seting tempat duduk dikondisikan sedekimian rupa sehingga semua peserta refleksi dapat saling berintraksi dengan mudah, misal seting tempat duduk yang melingkar seperti pada gambar 2.5. Guru model mengawali diskusi dengan menyampaikan kesan-kesan dalam melaksanakan pembelajaran, sejauh mana harapannya tercapai. Selanjutnya pengamat diminta menyampaikan komentar berdasarkan fakta (mendahulukan fakta dar pada opini) yang diperoleh dari pengamatan untuk menjawab pertanyaan (1) apakah siswa belajar dan bagaimana prosesnya?, (2) adakah siswa yang tidak belajar dan mengapa tidak belajar?, (3) bagaimana usaha guru memotivasi siswa yang tidak belajar?

    Pemandu mengangkat isu yang perlu didiskusikan dan meminta pendapat pengamat lain untuk menanggapinya. Pemandu tidak perlu menyimpulkan pendapat-pendapat para pengamat, biarkan saja sebagai alternatif solusi untuk perbaikan pembelajaran.

    Tentunya, kritik dan saran untuk guru disampaikan secara bijak demi perbaikan pembelajaran. Sebaliknya, guru harus dapat menerima masukan dari pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Berdasarkan masukan dari diskusi ini dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya dan pengamat menerapkan perbaikan pembelajaran di kelas masing-masing, kemudian hasil implementasi di masing-masing kelas di-share dengan teman pada pertemuan berikutnya. Misal, Pa Dadang melakukan open lesson pada kelas 7A, setelah mendapat masukkan, Pa Dadang menerapkan hasil refleksi tersebut pada kelas 7B. Observer yang mengajar pada kelas 7 menerapkan juga masukan efleksi pada kelas masing-masing. Kemudian hasil penerapan pada kelas biasa dibahas pada pertemuan berikutnya. Semua kelas paralel harus memperoleh inovasi pembelajaran. Dengan demikian semua siswa di sekolah sasaran di wilayah MGMP memperoleh dampak dari inovasi pembelajaran. Suasana diskusi pasca pembelajaran (tahap refleksi) diperlihatkan dalam gambar 2.5.

    Pelatihan melalui Lesson Study harus dilakukan secara berkelanjutan agar berdampak terhadap mutu pembelajaran. Untuk menjamin keberlanjutan pelatihan guru melalui model Lesson Study maka diperlukan keterlibatan kepala sekolah, pengawas, dinas pendidikan, dan komite sekolah. Pelatihan guru melalui Lesson Study dilaksanakan secara kolaboratif dan mutual learning. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh practical knowledge maupun the wisdom of practice yang muncul selama kegiatan Lesson

  • 31

    Study. Keberadaan nara sumber bukan untuk menceramahi peserta tetapi lebih sebagai fasilitator untuk memfasiltasi agar terjadi sharing pendapat dan pengalaman diantara peserta sehingga komunitas belajar terbangun sebagai forum pengembangan diri.

    Gambar 2.5. Suasana diskusi pasca pembelajaran (tahap SEE)

    Dosen pendamping harus memberikan komentar terhadap kegiatan open lesson sebelum kegiatan refleksi diakhiri. Komentar dosen pendamping meliputi aspek materi ajar, pembelajaran, dan Lesson Study. Bagian mana yang sudah bagus untuk dipertahankan dan bagian mana yang perlu perbaikan serta solusi alternatifnya. Kepala sekolah dan pengawas melakukan pemantauan terhadap hasil kegiatan Lesson Study, apakah terjadi perubahan pada pembelajaran biasa sebagai bahan workshop evaluasi pada akhr semester. Kepala sekolah dapat mengundang komite sekolah menyaksikan open lesson.

  • 32

    BAB 3

    IMPLEMENTASI LESSON STUDY DI KOTA BANDUNG, KABUPATEN BANDUNG, KABUPATEN BANDUNG BARAT, DAN KABUPATEN SUBANG

    Implementasi Lesson Study di empat kabupaten/kota sasaran melalui Program Penguatan Kemitraan Kelembagaan antara Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka Pembinaan Guru dalam Jabatan untuk meningkatkan daya saing daerah dalam bidang pendidikan dan pembangunan nasional akan diuraikan secara rinci. Melalui program kemitraan ini diharapkan dapat menghasilkan model pembinaan guru berkelanjutan melalui implementasi Lesson Study pada level provinsi sehingga menjadi masukan kepada pemerintah pusat untuk diseminasi ke provinsi lain. Secara ringkas aktivitas implementasi Lesson Study di empat kabupaten/kota sasaran diperlihatkan dalam Gambar 3.1.

    Program pengembangan akan diawali dengan kegiatan sosialisasi kepada stakeholder di kabupaten/kota sasaran yang bertujuan untuk memperkenalkan program kerjasama agar tumbuh rasa memiliki (ownership) dan memberi prioritas terhadap pembinaan guru berke-lanjutan dan berbasis sekolah sehingga semua guru di kabupaten/kota sasaran memperoleh kesempatan untuk memutahirkan secara terus menerus pengetahuan dan keterampilan dalan membelajarkan siswa. Dengan demikian secara kolektif usaha perbaikan mutu pembelajaran secara terus menerus pada level kelas diharapkan berdampak terhadap peningkatan daya saing daerah. Stakeholder dimaksud meliputi Muspida kabupaten/kota, Bapeda, DPRD, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dewan Pendidikan, BKD (Badan Kepegawaian Daerah), K3S, PGRI, dan MGMP.

    Baseline survey akan dilakukan sebelum implementasi program pengem-bangan untuk mengetahui kondisi awal. Data akan dikumpulkan oleh Tim Evaluasi melalui angket dan wawancara kepada pejabat dinas pendidikan, pengawas, kepala sekolah, guru, dan siswa. Selain itu, observasi pembelajaran melalui perekaman video akan dilakukan terhadap beberapa

  • 33

    perwakilah guru sasaran. Tim Evaluasi juga akan melakukan monitoring proses implementasi program kerjasama untuk memperoleh umpan balik dalam rangka perbaikan implementasi program selanjutnya.

    Sosialisasi Program Lesson Study

    Baselin survey

    Pelatihan Kepala Sekolah(tiap semester)

    Lesson Study berbasis MGMP

    (tiap 2 minggu)

    Pelatihan Fasilitator MGMP(tiap 3 bulan)

    Lesson Study berbasis Sekolah

    (tiap 2 minggu)

    Workshop Evaluasi(tiap semester)

    Forum MGMP(tiap semester)

    Konferensi Lesson Study (tiap tahun)

    Endline survey

    Gambar 3.1. Alur Program Pengembangan

    Pelatihan kepala sekolah dan pengawas tentang Lesson Study akan dilaksanakan 2 kali dalam setahun untuk memberikan pemahaman tentang esensi pembinaan guru berkelanjutan melalui Lesson Study agar kepala sekolah dan pengawas dapat mendukung dan menjamin penerapan hasil kegiatan Lesson Study dalam pembelajaran keseharian di sekolah sasaran (Lihat Silabus pada Lampiran).

    Pelatihan fasilitator LSMGMP/LSBS akan dilaksanakan 4 kali dalam setahun untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan para fasilitator dalam membelajarkan siswa dan mengelola kegiatan LSMGMP/LSBS. Fasilitator dipilih dari guru yang memenuhi kriteria untuk menjadi leader dalam

  • 34

    kegiatan LSMGMP/LSBS. Fasilitator harus berdedikasi, berkomitmen, dan memiliki leadership untuk memajukan pendidikan. Fasilitator memiliki latar belakang pendidikan minimal S1 pendidikan bidang studi yang sesuai dengan tugas mengajarnya atau tidak mismatch antara latar belakang pendidikan dan tugas mengajar. Fasilitator juga melek ICT.

    Lesson Study berbasis MGMP (LSMGMP) dan berbasis Sekolah (LSBS) merupakan kegiatan utama dalam program pengembangan untuk guru SMP/MTS. Kegiatan LSMGMP bertujuan untuk mengembangkan model kegiatan MGMP menerapkan Lesson Study. Kegiatan LSMGMP dilaksanakan 2 kali dalam sebulan melalui pendampingan oleh dosen UPI di tiap wilayah keja MGMP. Para guru dan dosen berkolaborasi mengkaji pembelajaran (research lesson) agar pembelajaran lebih berpusat pada siswa melalui hands-on and mind-on activity, daily life, dan local materias. Mengawali kegiatan LSMGMP akan diadakan sosialisasi program kerjasama untuk menyamakan pemahaman awal tentang prinsip-prinsip Lesson Study. Siklus kanjian pembelajaran melalui implementasi Lesson Study diperlihatkan pada Gambar 3.2.

    IMPLEMENTASI

    Seoranggurumengajaryanglain

    mengobservasi,mengumpulkan

    datatentangaktivitassiswa

    REFLEKSI

    Mendiskusikantemuantentang

    aktivitassiwabelajar&

    tindaklanjut

    PERENCANAAN

    Berkolaborasimerencanakanpembelajaran

    berpusatpadasiswa

    Gambar 3.2. Sikus kanjian pembelajaran melalui implementasi Lesson Study

    Pada tahap perencanaan, para guru dan dosen secara kolaboratif memilih topik yang akan dikaji dalam satu semester, melakukan analisis permasalahan pembelajaran, dan mencari solusi terhadap permasalahan tersebut yang dituangkan dalam rencana pembelajaran (RPP). Pada tahap implementasi atau disebut juga open lesson, seorang guru mengimplementasikan rencana pembelajaran di kelas nyata sementara guru lain dan dosen bertindak sebagai observer di dalam kelas untuk mengumpulkan data tentang aktivitas siswa. Tahap refleksi dilaksanakan langsung setelah pembelajaran selesai, melaksanakan diskusi untuk membahas temuan tentang aktivitas

  • 35

    siswa, siswa mana yang belajar dan bagaimana belajarnya, siswa mana yang tidak belajar dan mengapa tidak belajar. Merencanakan tindaklanjut untuk diterapkan pada kelas masing-masing. Hasil temuan dari kelas masing-masing dibahas pada pertemuan berikutnya. Pendampingan oleh dosen UPI secara sistematik dan berkala merupakan proses pembiasaan bagi guru agar tumbuh budaya inovatif dalam pembelajaran sehingga tumbuh kesadaran untuk melakukan self improvement pasca program kerjasama. Sekolah-sekolah dalam satu wilayah bergiliran menjadi tuan rumah melaksanakan kegiatan Lesson Study. Open Lesson Study dilaksanakan di sekolah tempat guru model betugas.

    Lesson Study berbasis Sekolah (LSBS) merupakan kegiatan utama untuk guru SMA/MA/SMK dalam program pengembangan ini. Kegiatan LSBS bertujuan untuk melakukan reformasi sekolah. Oleh karena itu seluruh guru dari sekolah piloting terlibat dalam kegiatan LSBS. Seperti pada kegiatan LSMGMP, kegiatan LSBS dilaksanakan 2 kali dalam sebulan melalui pendampingan oleh dosen UPI di tiap sekolah piloting LSBS. Para guru dan dosen berkolaborasi mengkaji pembelajaran agar pembelajaran lebih berpusat pada siswa melalui hands-on and mind-on activity, daily life, dan local materias. Mengawali kegiatan LSBS akan diadakan sosialisasi program kerjasama untuk menyamakan pemahaman awal tentang prinsip-prinsip Lesson Study. Pada tahap perencanan, para guru dan dosen secara kolaboratif memilih topik yang akan dikaji dalam satu semester, melakukan analisis permasalahan pembelajaran, dan mencari solusi terhadap permasalahan tersebut yang dituangkan dalam rencana pembelajaran (RPP). Pada tahap implementasi atau disebut juga open lesson, seorang guru mengimplementasikan rencana pembelajaran di kelas nyata sementara guru lain dan dosen bertindak sebagai observer di dalam kelas untuk mengumpulkan data tentang aktivitas siswa. Tahap refleksi dilaksanakan langsung setelah pembelajaran selesai, melaksanakan diskusi untuk merefleksikan efektivitas pembelajaran dan merencanakan kembali perbaikan pembelajaran untuk diterapkan pada kelas masing-masing pada pembelajaran biasa. Pendampingan oleh dosen UPI secara sistematik dan berkala merupakan proses pembiasaan bagi guru agar tumbuh budaya inovatif dalam pembelajaran sehingga tumbuh kesadaran untuk melakukan self improvement pasca program kerjasama. Pada setiap open lesson kepala sekolah sangat diharapkan berinisiatif mengundang guru-guru SMA/MA/SMK dari sekolah lain yang berdekatan yang belum melaksanakan LSBS untuk mengimbaskan best practice LSBS.

    Workshop evaluasi merupakan suatu forum untuk membahas perma-salahan dalam implementasi program dan mencari solusinya guna

  • 36

    memberi umpan balik sehingga implementasi program selanjutnya ber-jalan lebih baik. Perwakilan kepala sekolah, pengawas, fasilitator, dan tim Evaluasi akan mempresentasikan perkembangan implementasi Lesson Study. Workshop evaluasi akan dilaksanakan setiap semester (lihat silabus pada Lampiran).

    Forum MGMP merupakan suatu forum untuk mendiseminasikan pengalaman berharga (best practice) implementasi Lesson Study kepada guru lain yang belum terlibat di kabupaten/kota sasaran. Forum MGMP dilaksanakan setiap semester. Rincian kegiatan dapat dilihat pada Silabus terlampir).

    Konferensi Lesson Study dimaksudkan untuk mengadakan tukar menukar pengalaman dan saling benchmarking tentang mutu implementasi Lesson Study dan hasil kajian pembelajaran baik hasil pengalaman dari kabupaten/kota sasaran maupun dari kabupaten/kota lain di Indonesia bahkan internasional. Kegiatan konferensi dilaksanakan setiap tahun.

    Endline survey akan dilaksanakan pada akhir kegiatan menggunakan instrumen serupa dan hasilnya akan dibandingkan dengan baseline survey sehingga diketahui peningkatan hasil kegiatan program pengembangan. Aktivitas program pengembangan akan diuraikan sebagai berikut.

    Aktivitas-1. Penanaman Pemahaman Model Pengembangan Profesi Guru berkelanjutan melalui implementasi Lesson Study

    Latar belakang

    Selama ini belum ada sistem pembinaan guru yang sistematik dan berkelanjutan bagi semua guru untuk memutahirkan pengetahuan dan ketrampilan dalam membelajarkan siswa di kabupaten/kota sasaran. Pembinaan guru dilakukan melalui pelatihan konvensional, dengan blok waktu, perwakilan guru dari kabupaten, diundang ke Bandung untuk dilatih dalam bidang tertentu, misal matematika atau metode mengajar, secara parsial di suatu lembaga pelatihan atau di suatu hotel dalam kurun waktu tetentu. Pembinaan guru melalui pelatihan konvensional ini sudah berlangsung sejak lama, sayangnya mutu pendidikan masih rendah. Hal ini disebabkan (1) materi yang dilatihkan bersifat top down belum tentu sesuai dengan kebutuhan masing-masing guru di daerah dengan kondisi sekolah yang berbeda, (2) hasil pelatihan tidak tersosialisasikan kepada guru lain yang jumlahnya ribuan di suatu kabupaten karena tidak ada kesempatan untuk sosialisasi kepada guru-guru lain, (3) sebagian besar guru di kabupaten tidak pernah memperoleh penyegaran pengetahuan

  • 37

    atau keterampilan, (4) tidak meratanya pemahaman para pengambil kebijakan tentang pembinaan guru.

    Rasional

    Pendekatan Lesson Study diyakini akan memberikan alternatif solusi terhadap permasalahan pembinaan guru. Lesson Study merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran berbasis sekolah secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandasan prinsip-prinsip kolegialitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Dengan kata lain Lesson Study merupakan model pelatihan guru dalam jabatan yang bersifat bottom up karena materi pelatihan bergantung pada permasalahan yang dihadapi para guru dan nara sumber lebih berperan sebagai fasilitator untuk memberdayakan potensi para guru mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada siswa berbasis hands-on activity, mind-on activity, daily life, dan local materials. Para guru belajar dari pembelajaran. Model pelatihan guru melalui Lesson Study memungkinkan semua guru di kabupaten sasaran berpartisipasi dalam program ini karena kegiatan pelatihan dilaksanakan secara paralel di wilayah-wilayah binaan yang merupakan kelompok beberapa sekolah (10 15 sekolah) yang berdekatan sehingga transpotasi tidak menjadi kendala. Kegiatan Lesson Study akan dilaksanakan secara berkala agar terbangun budaya kerja yang inovatif, pada hari MGMP yang ditetapkan oleh dinas pendidikan kabupaten sasaran agar tidak mengganggu tugas guru mengajar, di sekolah sasaran secara bergiliran. Dengan demikian diperlukan pemahaman yang sama dari stakeholder untuk mensinergikan kebutuhan guru dan kebijakan pembinaan guru di daerah.

    Tujuan

    Secara umum kegiatan ini bertujuan untuk membangun persepsi stakeholder tentang pembinaan guru berkelanjutan melalui implementasi Lesson Study yang dapat dirinci sebagai berikut:a. Meningkatkan pemahaman pengambil kebijakan di daerah tentang

    paradigma pembinaan guru berkelanjutan melalui implementasi Lesson Study.

    b. Meningkatkan pemahaman para kepala sekolah dan pengawas tentang peran sekolah sebagai sumber belajar bagi guru, belajar dari pembelajaran, dan menjamin hasil kegiatan lesson study diterapkan pada pembelajaran sehari-hari.

    c. Meningkatkan pemahaman para fasilitator tentang filosofi dan praktek Lesson Study untuk mengembangkan potensi guru membelajarkan siswa.

  • 38

    Mekanisme dan Rancangan

    a. Membangun persepsi stakeholder tentang pembinaan guru berkelanjutan melalui implementasi Lesson Study

    Sosilisasi program pengembangan kepada stakeholder mengawali kegiatan program kerjasama dengan Pemerintah Daerah. Stakeholder di daerah meliputi Komisi Pendidikan DPRD, BAPEDA, BKD, Dewan Pendidikan, dan Dinas pendidikan. Melalui sosialisasi ini diharapkan diperoleh dukungan implementasi program sehingga ada jaminan sustainability pasca implementasi program. Sosialisasi akan dilakukan oleh pakar pendidikan dari UPI yang akan memaparkan pendekatan Lesson Study dalam melakukan perubahan paradigma pelatihan guru dalam jabatan dari top down menjadi bottom up, dari insidental menjadi berkelanjutan dengan memanfaatkan pembelajaran sebagai sumber belajar. Selain itu akan diperkenalkan pula program kerjasama antara UPI dengan Pemerintah Daerah.

    b. Peningkatan pemahaman Kepala Sekolah dan Pengawas tentang implementasi Lesson Study

    Kepala sekolah dan pengawas merupakan kunci penting dalam pembinaan guru di sekolah. Oleh karena itu kepala sekolah dan pengawas harus memfasilitasi guru belajar dari pembelajaran melalui implementasi Lesson Study. Aktivitas ini akan dilaksanakan setiap semester untuk membangun komitmen kepala sekolah dan pengawas dalam mendukung dan menjamin penerapan hasil pelatihan berbasis Lesson Study ke dalam pembelajaran keseharian. Sub-aktivtas ini akan dilaksanakan dalam bentuk workshop sehari. Pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan dalam 3 tahun meliputi: (1) Prinsip-prinsip Lesson Study, (2) Peran kepala sekolah dan pengawas dalam implementasi Lesson Study, (3) Teknik observasi pembelajaran, (4) Teknik refleksi pasca pembelajaran, (5) Teknik memandu diskusi, (6) Collaborative learning, (7) Strategy penjaminan mutu Lesson Study, (8) Strategy penjaminan keberlanjutan. Melalui pelatihan yang berkala diharapkan kepala sekolah dan pengawas merasakan manfaat implementasi Lesson Study dalam meningkatkan mutu pembelajaran.

    c. Peningkatan pemahaman Fasilitator tentang implementasi Lesson Study

    Sub-aktivitas ini akan dilaksanakan dalam bentuk workshop pembekalan bagi dosen dan pelatihan fasilitator MGMP.(1) Workshop pembekalan bagi dosen. Dosen berperan sebagai

    pendamping untuk memfasilitasi guru dalam mengkaji pem-

  • 39

    belajaran inovatif sehingga pembelajaran berpusat pada siswa. Aktivitas ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dosen pendamping tentang strategi pendampingan guru melalui prinsip kolegialitas. Dosen akan direkrut dari FPMIPA, FPBS, FPIPS, dan FPEB berdasarkan komitmen untuk melaksanakan penelitian kolaboratif, pengabdian kepada masyarakat melalui pendampingan guru dan melakukan perbaikan mutu perkuliahan. Pembekalan bagi dosen akan dilaksanakan melalui sharing pengalaman antara dosen FPMIPA yang sudah berpengalaman dengan dosen FPBS, FPIPS, dan FPEB serta observasi/refleksi pembelajaran.

    (2) Pelatihan Fasilitator MGMP. Fasilitator MGMP adalah guru pilihan dari 8 wilayah kerja MGMP di suatu kabupaten sasaran sebagai penggerak kegiatan Lesson Study berbasis MGMP. Kriteria pemilihan fasilitator MGMP antara lain, sarjana pendidikan bidang study, tidak mismatch antara tugas mengajar dengan latar belakang pendidikan, dapat bekerjasama, memiliki keterampilan ICT, dan aktif dalam kegiatan MGMP. Kegiatan pelatihan fasilitator MGMP akan dilaksanakan 4 kali per tahun di sekolah sasaran secara bergiliran. Materi pelatihan dalam 3 tahun antara lain sebagai berikut: (1) Prinsip-prinsip Lesson Study, (2) Teknik penyusunan rencana pembelajaran dan lembar kerja siswa yang berpusat pada siswa, (3) Peran fasilitator MGMP dalam implementasi Lesson Study, (4) Teknik observasi dan refleksi pembelajaran, (5) Teknik memandu diskusi pasca pembelajaran, (6) Pengelolaan kelas yang efektif, (7) Collaboratif learning, (8) Strategi penjaminan mutu Lesson Study, (9) Strategy penjaminan keberlanjutan (sustainability) Lesson Study.

    d. Peningkatan Kepedulian Mutu Implementasi Lesson Study Mutu implementasi Lesson Study merupakan kunci sustainability,

    manakala implementasi Lesson Study tidak bermutu maka implementasi Lesson Study akan dirasakan membosankan dan tidak akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan yang akhirnya tidak ada jaminan sustainability. Sebaliknya, bila implementasi Lesson Study bermutu maka Program Lesson Study akan berdampak terhadap peningkatan mutu pendidikan di Jawa Barat dan ada jaminan sustainability. Semua komponen, baik pelaku, pendukung, maupun stakeholder perlu peduli dengan mutu implementasi Lesson Study agar usaha perbaikan mutu pendidikan di Jawa Barat dapat terwujud. Untuk meningkatkan kepedulian terhadap mutu implementasi Lesson Study, diperlukan pertemuan-pertemuan berkala diantara para pelaku, pendukung, dan stakeholder dengan strategi sebagai berikut:

  • 40

    (1) Joint Coordinating Commitee (JCC) Meeting akan dilaksanakan 1 kali per tahun untuk membahas rencana implementasi dan hasil kegiatan. Peserta JCC meeting terdiri dari (1) Rektor UPI sebagai ketua, (2) Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat sebagai wakil ketua, (3) Setda Provinsi Jawa Barat, (4) Kepala BAPPEDA Provinsi Jawa Barat, (5) Kepala LPMP Jawa Barat, (6) Kepala P4TK IPA, (7) Kepala BPG Jawa Barat, (8) Kepala Kanwil Depag Jawa Barat, (9) Kepala Diklat Depag Jawa Barat, (10) Pembantu Rektor UPI bidang Akademik dan Kemahasiswaan, (11) Pembantu Rektor UPI Bidang Keuangan dan Sumber Daya, (12) Pembantu Rektor UPI Bidang TIK dan Kerjasama, (13) Pembantu Rektor UPI Bidang Perencanaan dan Pengembangan, (14) Ketua SPM UPI, (15) Ketua SAI, (16) Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Barat, (17) Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung, (18) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, (18) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat, (19) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Subang.

    (2) Management Meeting akan dilaksanakan 2 kali per tahun untuk membahas sistem pengelolaan kegiatan dan rencana serta hasil kegiatan tiap semester. Peserta management meeting terdiri dari (1) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, (2) Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung, (3) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat, (4) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Subang, (5) Dekan FPMIPA, (6) Dekan FPBS, (7) Dekan FPIPS, (8) Dekan FPEB, (9) Direktur Direktorat Perencanaan dan Pengembangan, (8) Direktur Direktorat Keuangan, (9) Direktur Direktorat Akademik, (9) Kepala Biro Aset dan Fasilitas, (10) PIC Lesson Study, (11) PIC Pelatihan, dan (12) PIC Learning Resource Center/Publikasi. Rapat dipimpin oleh Ketua Pelaksana Kegiatan.

    (3) Task Team Meeting akan dilaksanakan 4 kali per tahun untuk membahas kemajuan implementasi kegiatan program pengem-bangan pembinaan guru berkelanjutan melalui implementasi Lesson Study. Peserta Task Team meeting terdiri dari (1) Direktur Direktorat Perencanaan dan Pengembangan, (2) PIC Lesson Study, (3) PIC Pelatihan, dan (4) PIC Learning Resource Center/Publikasi, (5) Task Team LS Matematika, (6) Task Team LS IPA, (7) Task Team LS Bahasa, (8) Task Team LS IPS, (9) Task Team Evaluasi Program.

    (4) Rapat koordinasi antara pengelola UPI dengan pengelola Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota akan dilaksanakan minimal 2 bulan sekali atau ketika diperlukan untuk berkoordinasi. Materi koordinasi antara lain berkenaan dengan hal teknis implementasi program pengembangan.

  • 41

    Jadwal Pelaksanaan

    Rencana Aktivitas 3