22
"DISIPLIN dalam pandangan ISLAM" Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskanorang untuk tunduk kepada keputusan, perintah dan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah sikap mentaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkantanpa pamrih. Dalam ajaran Islam banyak ayat Al Qur’an dan Hadist yang memerintahkan disiplin dalam artiketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan, antara lain surat An Nisa ayat 59: “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada rasul-Nya dan kepada Ulil Amri dari (kalangan) kamu …” (An Nisa: 59) Disiplin adalah kunci sukses, sebab dalam disiplin akan tumbuhsifat yang teguh dalam memegang prinsip, tekun dalam usaha maupun belajar, pantang mundur dalam kebenaran, dan rela berkorban untuk kepentingan agama dan jauh darisifat putus asa. Perlu kita sadari bahwa betapa pentingnya disiplindan betapa besar pengaruh kedisiplinan dalam kehidupan, baikdalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa maupun kehidupan bernegara. Disiplin dalam penggunaan waktu Disiplin dalam penggunaan waktu perlu diperhatikan dengan seksama. Waktu yang sudah berlalu tak mungkin dapat kembali lagi. Demikian pentingnya waktu sehingga berbagai bangsa menyatakan penghargan terhadap waktu. Orang Inggris mengatakan Time is money (waktu adalah uang), peribahasa Arab mengatakan” (waktu adalah pedang) atau waktu adalah peluang emas, dan kita orang Indonesia mengatakan:‘’sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tak berguna’’. Tak dapat dipungkiri bahwa orang-orang yang berhasil mencapai sukses dalam hidupnya adalah orang-orang yang hidup teratur dan berdisiplin dalam memanfaatkan waktunya. Disiplin tidak akan datang dengan sendirinya, akan tetapi melalui latihan yang ketat dalam kehidupan pribadinya. Ada empat cara agar kita tidak menjadi orang-orang yang melalaikan waktu, antara lain: (1)beriman, (2) beramal saleh, (3) saling berwasiat dalam kebenaran, (4) saling berwasiat dalam kesabaran. Inilah yang dijelaskan dalam ayat terakhir surat Al-Ashr. ‘’Illal ladziina amanu wa’amilushshaalihaati watawaahau bish shabr, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan menasihat-menasihati supaya menaati kebenaran serta menasihat-menasihati supaya tetap dalam kesabaran.’’ 1. Beriman Iman, secara bahasa bermakna “membenarkan”. Maksudnya membenarkan segala hal yang disampaikan oleh Nabi Muhammadsaw., yang pokok-pokoknya tersistematisasikan dalam rukun iman. Iman sifatnya abstrak, dimensinya batiniah alias tidak terlihat. Karenanya, yang paling tahu apakah iman seseorang itu kuat atau lemah hanyalah Allah swt. Zat yang Maha Mengetahui masalah ghaib. Walaupun iman itu abstrak, namun Allah swt. Menyebutkan sejumlah ciri orang-orang yang imannya benar. Firman-Nya, ‘’Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada merekaayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. Orang-orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan pada mereka. Itulah orang-orang yang berimandengan sebenar-

DISIPLIN Dalam Pandangan ISLAM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

disiplin

Citation preview

"DISIPLIN dalam pandangan ISLAM"Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskanorang untuk tunduk kepada keputusan, perintah dan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah sikap mentaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkantanpa pamrih.Dalam ajaran Islam banyak ayat Al Quran dan Hadist yang memerintahkan disiplin dalam artiketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan, antara lain surat An Nisa ayat 59:Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada rasul-Nya dan kepada Ulil Amri dari (kalangan) kamu (An Nisa: 59)Disiplin adalah kunci sukses, sebab dalam disiplin akan tumbuhsifat yang teguh dalam memegang prinsip, tekun dalam usaha maupun belajar, pantang mundur dalam kebenaran, dan rela berkorban untuk kepentingan agama dan jauh darisifat putus asa. Perlu kita sadari bahwa betapa pentingnya disiplindan betapa besar pengaruh kedisiplinan dalam kehidupan, baikdalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa maupun kehidupan bernegara.Disiplin dalam penggunaan waktuDisiplin dalam penggunaan waktu perlu diperhatikan dengan seksama. Waktu yang sudah berlalu tak mungkin dapat kembali lagi. Demikian pentingnya waktu sehingga berbagai bangsa menyatakan penghargan terhadap waktu. Orang Inggris mengatakan Time is money (waktu adalah uang), peribahasa Arab mengatakan(waktu adalah pedang) atau waktu adalah peluang emas, dan kita orang Indonesia mengatakan:sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tak berguna.Tak dapat dipungkiri bahwa orang-orang yang berhasil mencapai sukses dalam hidupnya adalah orang-orang yang hidup teratur dan berdisiplin dalam memanfaatkan waktunya. Disiplin tidak akan datang dengan sendirinya, akan tetapi melalui latihan yang ketat dalam kehidupan pribadinya.Ada empat cara agar kita tidak menjadi orang-orang yang melalaikan waktu, antara lain: (1)beriman, (2) beramal saleh, (3) saling berwasiat dalam kebenaran, (4) saling berwasiat dalam kesabaran.Inilah yang dijelaskan dalam ayat terakhir surat Al-Ashr. Illal ladziina amanu waamilushshaalihaati watawaahau bish shabr, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan menasihat-menasihati supaya menaati kebenaran serta menasihat-menasihati supaya tetap dalam kesabaran.1. BerimanIman, secara bahasa bermakna membenarkan. Maksudnya membenarkan segala hal yang disampaikan oleh Nabi Muhammadsaw., yang pokok-pokoknya tersistematisasikan dalam rukun iman. Iman sifatnya abstrak, dimensinya batiniah alias tidak terlihat. Karenanya, yang paling tahu apakah iman seseorang itu kuat atau lemah hanyalah Allah swt. Zat yang Maha Mengetahui masalah ghaib. Walaupun iman itu abstrak, namun Allah swt. Menyebutkan sejumlah ciri orang-orang yang imannya benar. Firman-Nya, Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada merekaayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. Orang-orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan pada mereka. Itulah orang-orang yang berimandengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya serta ampunan dannikmat yang mulia. (Q.S. Al Anfal 8:2-4). Iman itu bersifat fluktuatif, artinya kadang-kadang meningkat dan kadang-kadang menurun. Dalam suatu riwayat, disebutkan bahwa Al immanu yaziidu wa yanqushu (iman itu dapat bertambah dan bisa juga berkurang). Oleh sebab itu kita wajib merawat iman agartetap prima supaya tidak terjerumus menjadi orang-orang yang merugi.2. Beramal SalehKedua yang bisa menyelamatkan manusia dari kerugian adalah beramal saleh. Kata amiluu berasal dari kata amalun artinya pekerjaan yang dilakukan denganpenuh kesadaran. Kata shalihaat berasal dari kata shaluha artinyabermanfaat atau sesuai. Jadi, amal saleh adalah aktivitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran bahwa pekerjaan itu memberi manfaat untuk dirinya ataupun untuk orang lain. Selain itu, pekerjaan tersebut sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan. Syekh Muhammad Abduh mendefinisikan amal saleh sebagai perbuatan yang berguna bagi diri pribadi, keluarga, kelompok, dan manusia secara keseluruhan. Jadi, karya atau kreativitas apapun yang kita lakukan dengan penuh kesadaran demi kemaslahatan diri sendiri, keluarga ataupun masyarakat, dapat disebut amal saleh. Harus diingat, amal saleh itu harus dibarengi dengan iman, karena amal saleh tanpa dilandasiiman kepada Allah swt. akan menjadi sia-sia, Dan Kami hadapisegala amal baik yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu bagaikan debu yang beterbangan. (Q.S. Al Furqan 25:23)3. Saling Berwasiat dalam KebenaranWatawaashau bil haq, Orang yangsaling berwasiat dalam kebenaran. Berarti saling menasihati untuk berpegang teguh pada kebenaran. Kata Al haq di sini berarti kebenaran yang pasti, yaitu Ajaran Islam. Maka syarat agar manusia terhindar dari kerugian adalah mengetahui hakikat kebenaran Islam, mengamalkannya, dan menyampaikannya kepada orang lain. Siapa saja yang tidak mau mengajak manusia lain untuk berpegang pada kebenaran Islamsetelah ia mengetahuinya, ia termasuk dalam golongan yang merugi.Mengajak orang lain berada di jalan kebenaran bukan sekadar tugas para kiai, ulama, ustadz ataupun lembaga dakwah, namunmerupakan kewajiban setiap individu. Rasulullah bersabda, Siapa yang melihat kemunkaran,maka ubahlah dengan kekuasaan.Apabila tidak mampu, maka ubahlah dengan lisan, dan kalau tidak mampu juga, maka ubahlah dengan hati, dan itulah iman yang paling lemah.Kewajiban ini ditujukan kepada setiap individu muslim, kapan dan di mana pun melihat kemunkaran,kita wajib mengubahnya sesuai kadar kemampuan kita. Saling menasihati untuk berpegang teguh pada kebenaran harus dilakukan dengan ilmu, penuh kearifan, dan menggunakan kata-kata yang santun, sebagaimana Firman-Nya, Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik, dan bantahlahmereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui siapa yangtersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S An-Nahl 16:125)4. Saling Berwasiat dalam KesabaranWa tawaashau bishshabr, saling menasihati supaya tetap dalam kesabaran. Kesabaran adalah suatu kekuatan jiwa yang membuat orang menjadi tabah menghadapi berbagai ujian. Sabarbegitu penting untuk kita miliki. Allah swt. menyebut sabar sebanyak 103 kali dalam Al-Quran dengan berbagai konteks. Jiwa sabar harus kita miliki karena ujian akan selalu mewarnai kehidupan kita, Dan sungguh Kami akan berikan ujian padamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan kabar gembira orang-orang yang bersabar (Q.S. Al-Baqarah 2:155).Disiplin dalan beribah.Menurut bahasa, ibadah berarti tunduk atau merendahkan diri. Pengertian yang lebih luas dalam ajaran Islam, ibadah berarti tunduk dan merendahkan diri hanya kepada Allah yang disertaidengan perasaan cinta kepada-Nya. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa disiplin dalam dalam beribah itu mengandung dua hal: (1) berpegang teguh apa yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya, baik berupa perintah atau larangan, maupun ajaran yang bersifat menghalalkan, menganjurkan, sunnah, makruh dan subhat; (2) sikap berpegang teguh yang berdasarkan cinta kepada Allah, bukan karena rasa takut atau terpaksa. Maksud cinta kepada Allah adalah senantiasa taat kepada-Nya. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 31:Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imran 31).Sebagaimana telah kita ketahui, ibadah itu dapat digolongkan menjadi dua yaitu: (1) Ibadah Mahdah (murni) yaitu bentuk ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah; (2) Ibadah Ghaira Mahdah (selain mahdah), yang tidak langsung dipersembahkan kepada Allah melainkan melalui hubungan kemanusiaan.Dalam ibadah mahdah (disebut juga ibadah khusus) aturan-aturannya tidak boleh semaunya akan tetapi harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Orang yang mengada-ada aturan baru misalnya, shalat subuh 3 rakaat atau puasa 40 hari terus-menerus tanpa berbuka, adalah orang yang tidak disiplin dalam ibadah, karena tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, ia termasuk orang yang berbuat bidah dan tergolong sebagai orang yang sesat.Dalam ibadah Ghaira mahdah (disebut juga ibadah umum) orang dapat menentukan aturannya yang terbaik, kecuali yang jelas dilarang oleh Allah. Tentu saja suatu perbuatan dicatat sebagai ibadah kalau niatnya ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena riya ingin mendapatkan pujian orang lain.Disiplin dalam bermasyarakat.Hidup bermasyarakat adalah fitrah manusia. Dilihat dari latar belakang budaya setiap manusia memiliki latar belakang yang berbeda. Karenanya setiap manusia memiliki watak dan tingkah laku yang berbeda. Namun demikian, dengan bermasyarakat (animal education/hayawunnatiq), mereka telah memiliki norma-norma dan nilai-nilai kemasyarakatan serta peraturan yang disepakati bersama yang harus dihormati dan dihargai serta ditaati oleh setiap anggota masyarakat tersebut.Agama Islam mengibaratkan anggota masyarakat itu bagaikan satu bangunan yang di dalamnya terdapat beberapa komponen yang satu sama lain mempunyai fungsi yang berbeda-beda, manakala salah satu komponen rusak atau binasa. Hadist Nabi SAW menegaskan:Seorang Mukmin dengan Mukminlainnya bagaikan bangunan yang sebagian dari mereka memperkuat bagian lainnya. Kemudian beliau menelusupkan jari-jari tangan sebelah lainnya. (H.R. Bukhori Muslkim dan Turmudzi)Disiplin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Negara adalah alat untuk memperjuangkan keinginan bersama berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleh para anggota atau warganegaratersebut. Tanpa adanya masyarakat yang menjadi warganya, negara tidak akan terwujud. Oleh karena itu masyarakat merupakan prasyarat untuk berdirinya suatu Negara. Tujuan dibentuknya suatu negara adalahseluruh keinginan dan cita-cita yang diidamkan oleh warga masyarakat dapat diwujudkan dan dapat dilaksanakan. Rasulullah bersabda yang artinya:Seorang muslim wajib mendengar dan taat, baik dalam hal yang disukainya maupun hal yang dibencinya, kecuali bila ia diperintah untuk mengerjakan maksiat. Apabila ia diperintah mengerjakan maksiat, maka tidak wajib untuk mendengar dan taat. (H.R. Bukhori Muslim)Dalam Islam Mengajarkan Kedisiplinan10.39 No comments

KedisiplinanIslam

Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah dan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah sikap menaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih.

Dalam ajaran Islam, banyak ayat al-Qur`an dan hadist, yang memerintahkan disiplin dalam arti ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan. Antara lain disebutkan dalam surah an-Nis` ayat 59,

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur`an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Qs. an-Nis` [4]: 59)

Dari ayat di atas terungkap pesan untuk patuh dan taat kepada para pemimpin, dan jika terjadi perselisihan di antara mereka, maka urusannya harus dikembalikan kepada aturan Allah SWT dan Rasul-Nya.

Namun, tingkat kepatuhan manusia kepada pemimpinnya tidak bersifat mutlak. Jika perintah yang diberikan pemimpin bertentangan dengan aturan atau perintah Allah dan Rasul-Nya, maka perintah tersebut harus tegas ditolak dan diselesaikan dengan musyawarah. Namun jika aturan dan perintah pemimpin tidak bertentangan dengan Syariat Allah dan Rasul-Nya, maka Allah menyatakan ketidak-sukaannya terhadap orang-orang yang melewati batas.

Di samping mengandung arti taat dan patuh pada peraturan, disiplin juga mengandung arti kepatuhan kepada perintah pemimpin, perhatian dan kontrol yang kuat terhadap penggunaan waktu, tanggungjawab atas tugas yang diamanahkan, serta kesungguhan terhadap bidang keahlian yang ditekuni.

Islam mengajarkan kita agar benar-benar memperhatikan dan mengaplikasikan nilai-nilai kedisplinan dalam kehidupan sehari-hari untuk membangun kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Seperti perintah untuk memperhatikan dan menggunakan waktu sebaik-baiknya. Dalam al-Qur`an misalnya disebutkan:

Wal-fajri (demi waktu Subuh), wadh-dhuh (demi waktu pagi), wan-nahar (demi waktu siang), wal-ashr (demi waktu sore), atau wal-lail (demi waktu malam).

Ketika al-Qur`an mengingatkan demi waktu sore, kata yang dipakai adalah al-ashr yang memiliki kesamaan dengan kata al-ashr yang artinya perasan sari buah. Seolah-olah Allah mengingatkan segala potensi yang kita miliki sudahkah diperas untuk kebaikan? Ataukah potensi itu kita sia-siakan dari pagi hingga sore? Jika demikian, pasti kita akan merugi. Demi masa, sesungghnya manusia itu benar benar dalam kerugian. (Qs. al-Ashr [103]: 2)

Maka, kita harus pandai-pandai menggunakan waktu sebaik-baiknya. Tapi, jangan pula kita gunakan waktu untuk kepentingan akhirat namun mengorbankan kepentingan duniawi, atau sebaliknya. Menggunakan waktu dalam usaha mencari karunia dan ridha Allah, hendaknya seimbang dan proporsional.

Ada juga perintah untuk menekuni bidang tertentu hingga menghasilkan karya atau keahlian tertentu sesuai potensi yang dimiliki. Masing-masing orang dengan keahliannya, diharap dapat saling bekerjasama dan bahu-membahu menghasilkan buah karya yang bermanfaat bagi banyak orang.

Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (Qs. al-Isr` [17]: 84)

Pesan-pesan moral yang terkandung dalam ajaran Islam, memberi interpretasi yang lebih luas dan jelas kepada umatnya untuk berlaku dan bertindak disiplin. Bahkan dari beberapa rangkaian ibadah, seperti shalat, puasa, zakat maupun haji, terkandung perintah untuk berlaku disiplin.

Dengan demikian, nilai-nilai moral ajaran Islam diharapkan mampu menjadi energi pendorong pelaksanaan kedisplinan. Dalam skala lebih luas, untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.

Semoga bangsa Indonesia termasuk dalam golongan bangsa yang pandai mengamalkan makna disiplin. Bukan bangsa yang malah pandai menyelewengkan makna disiplin. Semoga pula rakyat Indonesia dan para pemimpinnya dapat berperilaku disiplin agar bangsa ini dapat segera bangkit dari keterpurukan, dan menjelma menjadi negara yang makmur, rakyatnya teratur dan diridhai Allah (baldatun thayibatun warrabbun ghafr). Amin

Pandangan Islam tentang Sikap DisiplinSikap disiplin dalam Islam sangat di anjurkan, bahkan diwajibkan. Sebagaimana manusia dalam kehidupan sehari-hari memerlukan aturan-aturan atau tata tertib dengan tujuan segala tingkah lakunya berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Apabila seseorang tidak dapat menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya, maka waktu itu akan membuat kita sendiri sengsara, oleh karena itu kita hendaknya dapat menggunakan dan memanfaatkan waktu dengan baik, termasuk waktu di dalam belajar.Islam juga memerintahkan umatnya untuk selalu konsisten terhadap peraturan Allah yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Huud ayat 112 : .

Artinya : Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya dia maha melihat apa yang kamu kerjakan.[footnoteRef:2][1] [2: ]

Dari ayat di atas menunjukkan bahwa, disiplin bukan hanya tepat waktu saja, tetapi juga patuh pada peraturan-peraturan yang ada. Melaksanakan yang diperintahkan dan meninggalkan segala yang dilarang-Nya. Di samping itu juga melakukan perbuatan tersebut secara teratur dan terus menerus walaupun hanya sedikit. Karena selain bermanfaat bagi kita sendiri juga perbuatan yang dikerjakan secara kontinyu dicintai Allah walaupun hanya sedikit.

Disiplin pribadi merupakan sifat dan sikap terpuji yang menyertai kesabaran, ketekunan dan lain-lain. Orang yang tidak mempunyai sikap disiplin pribadi sangat sulit untuk mencapai tujuan. maka setiap pribadi mempunyai kewajiban untuk membina melalui latihan, misalnya di rumah atau di masyarakat, anak selain seabgai seorang siswa yang harus memiliki disiplin belajar di sekolah, juga harus memiliki disiplin belajar di rumah mapun di lingkungan masyarakat. Dimana anak tersebut tinggal, contohnya anak dapat belajar di masjid, mushola atau yang lainnya.Sikap disiplin pribadi seorang anak di dalam belajar, tercermin dalam kedisiplinan penggunaan waktu, baik waktu dalam belajar ataupun waktu dalam mengerjakan tugas, serta mentaati tata tertib atau yang lainnya.Seseorang dalam hal ini, hendaknya memiliki self discipline, apabila ia berhasil memindahkan nilai-nilai moral yang bagi orang Islam terkandung dalam rukun iman. Iman berfungsi bukan hanya sebagai penggalak tingkah laku bila berhadapan dengan nilai-nilai positif yang membawa kepada nilai keharmonisan dan kebahagiaan masyarakat. Iman juga berfungsi sebagai pencegah dan pengawas bila berhadapan dengan nilai-nilai yang menyimpang, sehingga segala perbuatan seolah-olah ada yang mengawasi. Jadi kita akan dapat bertindak secara hati-hati.

Di antara ajaranmuliayang sangat ditekankan dalam Islam adalah disiplin. Disiplin merupakan salah satu pintu meraih kesuksesan. Kepakaran dalambidang ilmu pengetahuan tidak akan memilikimaknasignifikan tanpa disertai sikap disiplin.

Sering kitajumpaiorang berilmu tinggi tetapi tidak mampu berbuat banyak dengan ilmunya, karena kurang disiplin. Sebaliknya, banyak orang yang tingkat ilmunya biasa-biasa saja tetapi justru mencapai kesuksesan luar biasa, karena sangat disiplin dalam hidupnya.

Tidak ada lembaga pendidikan yang tidak mengajarkan disiplin kepada anak didiknya.Demikian pulaorganisasi atau institusi apapun,lebih-lebihmiliter, pasti sangat menekankan disiplin kepada setiappihakyang terlibat di dalamnya.Semua pasti sepakat, rencana sehebat apapun akan gagal di tengah jalan ketika tidak ditunjang dengan disiplin.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI), disiplin adalah ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan. Ketaatan berarti kesediaan hati secara tulus untuk menepati setiapperaturan yangsudahdibuat dan disepakatibersama. Orang hidup memang bukan untuk peraturan, tetapi setiap orang pasti membutuhkan peraturan untuk memudahkan urusan hidupnya.

Analoginya sederhana. Kita bisa perhatikan pentingnya peraturan itu dalam lampu lalu lintas. Ketaatan setiap pengendara terhadapisyarat lampu lintas jelas membuat kondisi jalan menjadi tertib dan aman.Bayangkan ketika masing-masing pengendara mengabaikan peraturan berupa isyarat lampu lalu lintas itu. Pasti kondisi jalan akan kacau, macet, dan bahkan memicu terjadinya kecelakaan.

Contoh di atas tentu bisa ditarikkedalam ranah kehidupan yanglebih luas.Tegasnya, disiplin sangat ditekankan dalam urusan dunia, dan lebih-lebih urusan akhirat. Tidak heran jika Allah memerintahkan kaum beriman untuk membiasakan disiplin. Perintah itu, antara lain,tersirat dalamAl-Quransurat Al-Jumuah ayat 9-10.

Wahai orang-orangyangberiman, apabilakaliandiseru untuk menunaikan shalat Jumat,makabersegeralahuntukmengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagikalianjika kalianmengetahui.Apabila telah ditunaikan shalat,maka bertebaranlah kaliandi muka bumi,dan carilah karunia Allah,dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kalianberuntung. (QSAl-Jumuah: 9-10).

Menurutayat di atas, keberuntungan akan kita raih dengan disiplin memenuhi panggilan ibadah ketika datang waktunya dan kembali bekerjaketika sudah menunaikan ibadah. Bukan hanya urusan dagang yang harus ditinggalkan ketika sudah tiba waktu shalat. Sebab, menurut para mufasir, ungkapan Tinggalkanlah jual beli dalam ayat itu berlaku untuk segala kesibukan selain Allah.Dengan kata lain, ketika azan berkumandang, maka kaum beriman diserukan untuk bergegas memenuhi panggilan Allah itu.

Meskipun demikian, bukan berarti kaumberiman harus terusmeneruslarut dalamurusanibadahsaja. Ayat di atas juga memerintahkansupayakaum beriman segera kembalibekerja setelah menunaikan ibadah. Dengan demikian, disiplin harus dilakukan secara seimbang antara urusan akhirat dan urusan dunia.Tidak dibenarkan mementingkan yang satu sambil mengabaikan yang lain.

Disiplinyangdilakukan secara seimbangantaraurusan ibadah dan kerja, akhirat dan dunia, itulah yang akan mengantarkankaum berimankepada kesuksesan. Perintahuntukmenyeimbangkan antaraurusan akhirat dan dunia jugadapat ditemukandalamAl-Quransurat Al-Qashash ayat 77.

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakanjatahmu darikenikmatan dunia,dan berbuat baiklahkamukepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al-Qashash: 77).

Kita juga bisa cermati ajarandisiplin dalam perintah shalat jamaah. Kewajiban shalat wajib lima waktu selama seharisemalam sangat dianjurkan untuk dikerjakan secara berjamaah. Menurut keterangan Rasulullah SAW, nilai pahala shalat wajibsecaraberjamaah adalah dua puluhtujuhderajat dibanding shalat sendirian.Dari sini, dapat dipahami jikasebagian ulamakemudianmenghukumishalat jamaah sebagaisunnah muakkadah,sementarasebagian ulama lain menghukuminya wajib.

Shalat jamaah jelasmembutuhkandisiplin.Karena, umumnya shalat jamaah dikerjakan bersama-sama di masjid atau langgar tidak lama setelah azan berkumandang yang diikuti dengan iqamah.Dengan demikian, jika ingin mengikuti shalat jamaah, makakitaharus segera meninggalkan kesibukansetelah mendengar azan.Shalat jamaah di masjid atau langgaritudikerjakan tepat waktu.Kalau kitamasihsajaruwet dengansegala tetek bengekdunia,sementara azan sudah berkumandang,dipastikankitaakan ketinggalan, atau malah tidak mendapati shalat jamaah sama sekali.

Belum lagi tradisi itikaf atau berdiam diri ketika menunggu shalat jamaah dimulai. Ditambah tradisi berzikir setelah shalat jamaah selesai.Tanpadisiplin waktu yang bagus, mustahil kita dapat melakukan semua itu.Membiasakan disiplin dalam segala urusansecara seimbangitulah yang akan menjadikan hidup kitaindah, tertata, dandiliputiberkah.

Seorang muslim, khususnya santri, harus memiliki perilaku yang disiplin dalam mencapai target yang ingin dicapainya dan harus berfikir secara progresif dalam melihat perkembangan yang selalu dinamis.Oleh A Fatih SyuhudDitulis untuk Buletin SANTRIPonpes Alkhoirot Edisi Desember 2009Daftar Isi1. Disiplin 2. Dinamis 3. Progresif

Disiplin dalam IslamSalah satu dari kekurangan santri secara umum adalah perilaku disiplin. Sebenarnya bukan santri saja yang berperilaku kurang disiplin. Secara umum mayoritas individu yang berasal dari negara miskin atau berkembang terkena penyakit ini. Kalangan militer adalah pengecualian.Secara definisi, disiplin adalah kemauan yang instan untuk taat dan hormat pada aturan yang berlaku baik itu aturan agama, etika sosial maupun tata tertib organisasi. Baik ada yang mengawasi atau tidak.Seorang yang disiplin ketika melakukan suatu pelanggaran walaupun kecil akan merasa bersalah terutama karena ia merasa telah mengkhianati dirinya sendiri. Perilaku khianat akan menjerumuskannya pada runtuhnya harga diri karena ia tak lagi dipercaya. Sedangkan kepercayaan merupakan modal utama bagi seseorang yang memiliki akal sehat dan martabat yang benar untuk dapat hidup dengan tenang (sakinah), dan terhormat.Dengan demikian, sikap disiplin adalah suatu keharusan. Dalam bahasa Nabi, perilaku disiplin itu tersirat dalam sifat ihsan. Dalam sebuah Hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa ihsan adalah menyembah Allah seakan-akan kamu melihatNya. Konsekuensi dari perilaku ihsan adalah komitmen untuk melakukan segala aturan Allahmenjalani perintah dan menjauhi laranganNyasaat sendirian maupun saat ada orang yang mengawasi. Inilah inti dari disiplin.Perilaku ihsan kepada Allah idealnya tidak didasarkan pada rasa takut, tapi pada rasa cinta: cinta pada Allah dan cinta pada diri sendiri.Pertama, dengan dasar cinta pada Allah, maka ketaatan pada syariah Allah bukan karena rasa takut. Akan tetapi karena didorong semangat untuk menyenangkanNya. Ibarat cinta seorang ibu pada putranya yang tak membutuhkan timbal balik. Bukan karena ingin sorgaNya, atau takut pada nerakaNya. Sebab keikhlasan model begini, menurut Ibnu Sina, hanya timbul dari jiwa pedagang yang selalu mempertimbankan untung rugi dalam berbuat.Kedua, cinta pada diri sendiri. Perilaku disiplin hendaknya juga didorong oleh rasa cinta pada diri sendiri. Karena setiap perbuatan baik pada dasarnya untuk kepentingan diri sendiri walaupun terkesan untuk kepentingan orang lain (QS Al Isra 17:7 ). Cinta pada diri sendiri bermakna bahwa seseorang akan sekuat tenaga menjaga kehormatan, harga diri dan martabat pribadi dengan berusaha selalu mentaati segala aturan yang berlaku, baik aturan Tuhan maupun aturan antar-manusia yang sudah disepakati bersama.Kesadaran bahwa perilaku disiplin diri (self-discipline) atau ihsan sebagai bentuk dari kecintaan manusia pada dirinya sendiri itu sangatlah penting. Sebab, dengan begitu, pengawasan tak lagi diperlukan. Korupsi, pencurian, perzinahan dan tindakan kriminal serta asusila lainnya tak akan ada. Karena semua tindakan kriminal, asusila dan pelanggaran yang lain timbul dari lemahnya kesadaran bahwa segala perbuatan yang melanggar aturan Tuhan dan manusia pada dasarnya akan merusak diri sendiri (self-destructive) (QS Fushshilat 41:46; Al Jatsiyah 45:15 ), keluarga dan semua orang yang dicintainya.[]

Santri DinamisOleh A. Fatih SyuhudDitulis untuk Buletin SiswaPP AlkhoirotSeseorang yang memiliki semangat tinggi, penuh energi, selalu bergairah untuk mengadakan perubahan ke arah yang lebih baik dan memiliki kekuatan jiwa dan kemauan untuk menghadapi tantangan kesulitan yang dihadapi disebut sebagai pribadi yang dinamis. Pribadi dinamis adalah pribadi yang aktif yang selalu memiliki rasa optimisme yang tinggi di dalam mencapai apa yang dicita-citakan.Begitu juga seorang santri yang dinamis tidak pernah merasa lelah untuk berbuat, baik perbuatan itu memiliki manfaat pada dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Karena mereka tahu bahwa suatu perbuatan yang berdampak positif pada orang lain pada dasarnya juga bermanfaat buat diri sendiri (QS Al Isra 17:7).Setidaknya empat kriteria berikut dapat dibuat sebagai standar apakah seorang santri termasuk santri yang bertipe dinamis atau loyo:Pertama, berakhlak mulia (QS Al Ahzab 33:21; Al Qalam 68:4). Memiliki energi dan ketangkasan tinggi bukan berarti tidak berakhlak. Jujur dan berani tapi hormat terhadap yang tua, menyayangi yang muda, santun dalam berkata-kata dan berperilaku, serta memakai etika agama dan sosial sebagai standar dalam melangkah merupakan ciri-ciri umum dari akhlak yang mulia. Ini mungkin yang membedakan antara santri dinamis dengan pribadi dinamis yang non-santri.Kedua, inovatif. Seorang santri dinamis selalu ingin melakukan inovasi. Kebaikan itu banyak ragamnya. Dan jalan menuju kebaikan tersebut lebih banyak lagi ragamnya. Oleh karena itu, ia selalu ingin mencoba mencari jalan baru (inovasi) yang mungkin lebih efektif dan lebih efisien menuju suatu tujuan bersama. Mencoba cara baru tidak otomatis akan berhasil, namun demikian dalam kemauan dan keberanian untuk mencoba itu sendiri sudah merupakan suatu keberhasilan.Ketiga, inisiatif. Inilah salah satu ciri khas seorang santri dinamis yang berjiwa pemimpin. Seorang santri tidak akan bisa menjadi calon pemimpin yang baik apabila setiap tindak-tanduknya selalu menunggu komando. Ibarat anak ayam yang selalu menunggu suapan dari induknya. Keberanian untuk mengambil inisiatif diperlukan terutama ketika ia dipercaya untuk memegang suatu amanah kepemimpinan. Keberhasilan suatu organisasi, baik besar maupun kecil, sangat tergantung antara lain pada seberapa besar inisiatif dari setiap pimpinannya baik pimpinan level atas maupun yang level bawah sesuai dengan kekuasaan dan otoritas yang diberikan padanya.Keempat, ikhlas. Walaupun sikap ikhlas sudah masuk pada kategori akhak mulia (poin pertama), namun perlu ada penekanan di sini mengingat sangat pentingnya hal ini dimiliki oleh setiap individu santri yang dinamis terutama di saat-saat di mana keikhlasan sangat diperlukan. Di samping karena perintah Allah (QS Al Araf 7:29 ) juga sebagai cara untuk memotivasi diri. Sebagai contoh, saat apa yang dilakukannya tidak mendapat apresiasi yang layak baik secara moril maupun materil.Empat kriteria di atas apabila dimiliki oleh seorang santri akan menjadikan santri yang bersangkutan sebagai figur yang tidak hanya dikagumi dan diteladani karena akhlaknya yang mulia, tapi juga sebagai figur yang akan membuat langkah-langkah yang memiliki manfaat besar besar bagi lingkungan sekitarnya. Inisiatif dan langkah inovatifnya akan menjadi terobosan baru untuk mencapai kemaslahatan dan kesejahteraan umat yang lebih luas.[]

Santri Progresif.Oleh A. Fatih SyuhudDitulis untuk Buletin Santri PP Alkhoirot PutraProgresif bermakna keinginan untuk maju. Dengan demikian, santri yang progresif berarti santri yang memiliki kenginan kuat (determinasi) untuk selalu bergerak ke depan di berbagai lini kehidupan dan kesediaan untuk selalu mereformasi diri khususnya di bidang wawasan keilmuan(QS Al Mujadalah 58:11) dan perilaku (QS At Tin 95:4-6) ke arah yang lebih baik dari sudut pandang agama maupun sosial kemasyarakatan.Menjadi pribadi yang progresif merupakan perintah agama dan karena itu tidak ada alasan bagi seorang santri untuk tidak menjadi progresif. Setidaknya ada beberapa kriteria seorang santri dapat dianggap progresif:Pertama, haus akan ilmu. Ilmu merupakan cinta pertama santri. Dan karena itu mencari ilmu tidak dianggap keharusan, tapi sudah menjadi kebutuhan. Ilmu ibarat air yang tanpanya tiada makhluk yang dapat bertahan hidup. Santri progresif menjadikan pencarian ilmu sebagai urat nadi kehidupannya. Salah satu ciri khas santri yang haus ilmu adalah rajin membaca.Tentu saja yang dimaksud ilmu bukan hanya ilmu agama (QS At Taubah 9:122)dalam pengertian sempit seperti Quran, Hadits, Fiqh, Nahwu Sharaf dan semacamnya. Lebih dari itu, semua ilmu yang dapat memiliki manfaat bagi kemaslahatan diri sendiri dan umat manusia akan diminum-nya (QS Ali Imran 3:190).Kedua, wawasan luas dan terbuka (open minded). Karena selalu haus ilmu, maka secara natural santri progresif akan luas wawasannya. Dan luas wawasan identik dengan cara berfikir terbuka dan tidak sempit. Terutama dalam menyikapi perbedaan (QS Al Maidah 5:48), khususnya perbedaan pendapat antar-golongan dalam umat Islam dengan cara, antara lain, berusaha memakai standar paling ketat untuk diri sendiri, dan menggunakan standar penilaian paling longgar untuk orang atau golongan lain.Ketiga, perilaku yang reformatif. Banyak ilmu sangatlah pincang tanpa reformasi perilaku. Santri progresif selalu memperbaiki perilakunya. Santri yang banyak ilmu akan menjadi ilmuwan. Santri yang mereformasi perilakunya akan menjadi pemimpin. Dan santri progresif adalah seorang ilmuwan sekaligus pemimpin yang baik ilmu maupun tindak tanduknya akan menjadi rujukan banyak orang di sekitarnya.Reformasi perilaku adalah jihad besar seperti disebut dalam sebuah Hadits Nabi saat kembali dari kemenangan besar di perang Badar, Kita baru pulang dari jihad kecil (perang Badar), menuju jihad besar yaitu (memerangi) nafsu.Perang untuk melawan musuh dianggap jihad kecil oleh Rasulullah karena ia merupakan pertarungan fisik yang kasat mata dan melawan pihak lain. Sedangkan mereformasi diri merupakan perang yang tidak kasat mata. Lebih sulit lagi, karena yang diperangi untuk direformasi adalah karakter diri sendiri. Manusia lebih mudah melihat kejelekan karakter orang lain dibanding kekurangan diri sendiri.Oleh karena itu mereformasi karakter memiliki dua tingkat kesulitan. Pertama, untuk mengidentifikasi apa saja kekurangan yang terdapat dalam perilaku kita dan, kedua, menanamkan kemauan yang kuat (determinasi) untuk merubahnya serta kedisiplinan untuk konsisten dengan perubahan diri yang kita lakukan. Etika agama, etika sosial dan etika universal hendaknya menjadi standar dalam proses mengevaluasi kekurangan diri ini.Santri progresif yang memiliki ketiga kriteria di atas akan menjadi sosok ilmuwan, ulama (orang alim) dan sekaligus pemimpin yang akan menjadi panutan siapapun yang memiliki kejujuran dan hati nurani.[]

Disiplin Waktu dalam Pandangan Islam Wednesday, 29 September 2010 09:34 Anis Tanwir Hadi

0 Comments Di dalam Al-Quran, Allah swt. banyak bersumpah dengan menyebut sesuatu seperti hewan, tempat, buah-buahan, matahari, malaikat, angin dan sebagainya. Satu di antaranya, Allah swt. bersumpah dengan menyebut nama-nama waktu. Para mufassir bersepakat bahwa bila Allah swt. bersumpah dengan menyebut sesuatu, itu artinya Allah ingin menarik perhatian kita semua akan sesuatu itu mengingat keagungan, kemanfaatan dan pengaruhnya bagi manusia. Demikian pula halnya dengan waktu. Beberapa contoh firman Allah berikut menunjukkan hal tersebut:

Firman Allah dalam surat Al-LailDemi malam apabila menutupi dan siang apabila terang benderang. (Q.S. Al-Lail :1-2)

Firman Allah dalam surat Al-AshrDemi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran, dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran. (Q S. Al-Ashr : 1-3).

Kalau Allah swt. bersumpah dengan menyebut nama waktu itu berarti manusia diingatkan oleh Allah swt. agar jangan sampai manusia menyia-nyiakan waktu, sebab bila waktu tidak digunakan dengan sebaik-baiknya maka kerugian akan didapatnya, baik kerugian di dunia maupun akhirat.

Perhatian kita terhadap penggunaan waktu memang sesuatu yang harus kita lakukan secara serius, hal ini mengingat; Pertama, Al-Quran dan hadits-hadits Rasul memberikan perhatian yang begitu besar terhadap waktu. Kedua, sejarah menunjukkan bahwa generasi Islam pertama dan seterusnya begitu memperhatikan penggunaan waktu sehingga sejumlah dampak positif dapat kita rasakan dengan ilmu yang berkembang secara pesat, prestasi amal shaleh yang mengagumkan, perjuangan yang sangat cemerlang, kemenangan yang begitu nyata dalam menghadapi berbagai kekuatan dunia dan peradaban yang sangat kokoh. Ketiga, kondisi umat islam yang saat ini berada dalam keadaan yang sangat memprihatinkan, mengingat sebagian besar kaum muslimin saat ini sering mengabaikan penggunaan waktu secara maksimal untuk hal-hal yang positif.

Dalam kehidupan ini, secara sadar atau tidak sadar, seringkali kita menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, bahkan kadang-kadang merugikan. Dalam sebuah hadits yang diriwiyatkan oleh Baihaqy dari Ibnu Abbas r.a, Rasulullah saw. bersabda: Pergunakanlah lima perkara sebelum datang lima perkara yang lain. Hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, sempatmu sebelum sempitmu, masa mudamu sebelum tuamu dan kayamu sebelum miskinmu. Nasihat demikian digariskan oleh Rasulullah untuk dijadikan pegangan dalam segala bidang kehidupan. Pada hadits tersebut di atas, diwasiatkan oleh Nabi supaya kita selalu siap menghadapi lima perkara sebelum datang lima perkara. Marilah kita perhatikan wasiat nabi tersebut satu persatu:

1. Hidup Sebelum MatiHidup di dunia hanyalah sementara. Rasulullah saw. pernah mengibaratkan bahwa hidup di dunia ini laksana istirahat sementara di bawah sebuah pohon yang rindang bagi seorang musafir yang sedang berjalan di panas matahari yang terik.

Satu-satunya penyakit yang tak dapat diobati sekarang bahkan juga di zaman yang akan datang ialah mati. Kalau penyakit jantung, ginjal dan sebaginya masih bisa diganti atau disambung, tapi nyawa tidak bisa diteknisi manusia. Nyawa adalah hak prerogatif Allah swt. Tidak seorangpun manusia dapat mengetahuinya secara pasti, kapan datangnya kematian. Kematian termasuk perkara ghaib yang hanya diketahui oleh Allah swt. Tidak ada satupun penemuan ilmiyah yang dapat mempercepat proses kedatangannya maut atau memperlambat ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Allah swt. (Q.S. Al-Araf : 34). Demikian pula tidak seorangpun yang dapat menghindarkan diri dari maut, meskipun dia bertahan di dalam benteng yang sangat kokoh dan kuat sekalipun. (QS. An-Nisa : 78).

Mengingat tidak ada kepastian kapan maut itu datang merenggut jiwa seseorang, namun dia pasti datang, maka seharusnyalah kita mempersiapkan bekal-bekal yang akan dibawa menghadap Allah swt.

2. Sehat Sebelum SakitDalam kehidupan ini faktor kesehatan menjadi hal yang sangat menentukan. Meskipun kekayaan melimpah ruah, kedudukan dan jabatan tinggi, memiliki pengetahuan dan kepandaian yang tinggi, tapi apabila badan selalu sakit-sakitan, maka semuanya itu tidak akan bermanfaat secara efektif. Hal ini karena kesehatan merupakan kenikmatan yang besar dari Allah swt kepada kita dan kita mungkin baru betul-betul merasakan nikmatnya sehat sebagai nikmat yang besar ketika kita melihat ada orang yang sakit. Kesehatan akan menjadi bermakna bagi seorang muslim manakala dengan potensi sehat itu digunakan untuk mengabdi kepada Allah swt.

3. Sempat sebelum sempitHidup di dunia ini adakalanya melalui jalan datar tapi ada pula jalan mendaki. Ada masa senang dan ada masa susah. Ada saatnya sebuah kesempatan terbuka dan ada pula waktunya selalu terbentur ke jalan yang sempit. Akan tetapi satu hal yang sudah pasti tidak selamanya manusia berada dalam kesempitan atau kesibukan. Namun bila kesibukan sudah datang, kita akan sulit mengerjakan tugas-tugas dengan baik, bahkan karena dikejar-kejar waktu , sementara masih banyak tugas yang harus diselesaikan seringkali membuat banyak orang menjadi deperesi. Oleh karena itu seorang muslim tidak diperbolehkan menunda-nunda kewajiban (apalagi itu merupakan kewajiban kepada Allah swt).

4. Muda Sebelum TuaHal ini menunjukkan betapa pentingnya usia muda ini untuk mengukir dan memperbanyak prestasi amal sholeh. Oleh karena itu, Rasulullah saw. sendiri mempunyai perhatian yang serius terhadap generasi muda. Banyak sahabat Rasulullah saw. adalah orang-orang yang lebih muda dari beliau. Sebagai contoh , Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid, Arqam bin Abi Arqam adalah sahabat-sahabat muda Rasulullah saw. yang memiliki keberanian dan tanggung jawab luar biasa ketika Rasulullah memberikan tugas kepada mereka.Karena begitu penting potensi generasi muda untuk dimanfaatkan dengan baik di jalan Allah, maka semua pihak harus memilki perhatian yang serius agar generasi muda Islam dapat berkembang sebagaimana yang diharapkan. Bila tidak,masa depan umat ini tidak akan sebagaimana yang diharapkan bersama.

5. Kaya Sebelum MiskinMemiliki kekayaan di dalam ajaran Islam bukanlah sesuatu yang dilarang, bahkan Allah swt. memerintahkan kepada seorang muslim untuk berusaha mencari kekayaan, tetapi kekayaan itu jangan sampai melalaikan dirinya dari mengingat Allah swt. (Q.S. Al-Munafiqun :9).

Dilihat dari sudut kaya dan miskin, kehidupan ini senantiasa mengalami pasang surut. Kekayaan itu bisa lenyap dalam beberapa menit, umpamanya rugi, dicuri, terbakar dilanda banjir dan lain sebagainya.

Oleh sebab itu sebelum datang kemiskinan, mumpung masih dapat berusaha, hendaklah nikmat Allah berupa kekayaan ini digunakan sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah swt. (ATH)

A. Disiplin dalam kehidupan pribadi

Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu system yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah dan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah sikap menaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih.

Dalam ajaran, Islam banyak ayat Al Quran dan Hadist, yang memerintahkan disiplin dalam arti ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan, antara lain surat An Nisa ayat 59, yang artinya :

" Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada rasul-Nya dan kepada Ulil Amri dari (kalangan) kamu..(An Nisa 59)

disiplin adalah kunci sukses, sebab dalam disiplin akan tumbuh sifat yang teguh dalam memegang prinsip, tekun dalam usaha, pantang mundur dalam kebenaran, dan rela berkorban untuk kepentingan agama dan jauh dari sifat putus asa.

Perlu kita sadari bahwa betapa pentingnya disiplin dan betapa besar pengaruh kedisiplinan dalam kehidupan, baik dalam kehdupan pribadi, dalam kehidupan masyarakat maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

>> Disiplin dalam penggunaan Waktu

Disiplin dalam penggunaan waktu perlu diperhatikan dengan seksama. Waktu yang sudah berlalu tak mungkin dapat kembali lagi. Hari yang sudah lewat tak akan datang lagi. Demikian pentingnya waktu sehingga berbagai bangsa du dunia mempunyai ungkapan yang menyatakan penghargaan terhadap waktu. Orang Inggris mengatakan waktu adalah uang", peribahasa Arab mengatakan Waktu adalah pedang", atau Waktu adalah peluang emas", dan kita orang Indonesia mengatakan :" sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tak berguna".

Tak dapat dipungkiri bahwa orang-orang yang berhasil mencapai sukses dalam hidupnya adalah orang-orang yang hidup teratur dan berdisiplin memanfaatkan waktunya. Disiplin tidak akan datang dengan sendirinya, akan tetapi melalui latihan yan ketat dalam kehidupan pribadinya.

>> Disiplin dalam beribadah

Menurut bahasa, ibadah berarti tunduk atau merendahkan diri. Pengertia yang lebih luas dalam ajaran Islam, ibadah berarti tunduk dan merendah diri hanya kepada Allah yang disertai perasaan cinta kepada-Nya. Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa disiplin dalam beribadah itu mengendung 2 hal :

a. Berpegang teguh apa yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya, baik berupa perintah atau larangan, maupun ajaran yang bersifat menghalalkan, menganjurkan, sunnah dan makruh..

b. Sikap berpegang teguh yang berdasarkan cinta kepada Allah, bukan karena rasa takut atau terpaksa. Maksud cinta kepada Allah adalah senantiasa taat kepada-Nya. Perhatikan firman Allah dalam Suat Ali Imran ayat 31 :

" Katakanlah : " Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imran 31)

sebagaimana telah kita ketahui, ibadah itu dapat digolongkan menjadi dua yaitu :

a. Ibadah Mahdah (murni) yaitu bentuk ibadah yang langsung berhubungan dengan allah.

b. Ibadah Ghaira Mahdah (selain mahdah), yang tidak langsung dipersembahkan kepada allah melainkan melalui hubungan kemanusiaan.

Dalam ibadah Mahdah (disebut juga ibadah khusus) aturan-aturannya tidak boleh semaunya akan tetapi harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Orang yang menada-ada aturan baru misalnya, shalat subuh 3 rakaat atau puasa 40 hari terus menerus tanpa berbuka, adalah orang yang tidak disiplin dalam ibadah, kerana tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, ia termasuk orang yang berbuat bidah dan tergolong sebagai orang yang sesat.

Dalam ibadah Ghaira mahdah (disebut juga ibadah umum) orang dapat menentukan aturannya yang terbaik, kecuali yang jelas dilarang oleh Allah. Tentu saja suatu perbuatan dicatat sebagai ibadah kalau niatnya ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena riya ingin mendapatkan pujian orang lain.

B. Disiplin dalam bermasyarakat

Hidup bermasyarakat adalah fitrah manusia. Dilihat dari latar belakang budaya setiap manusia memiliki latar belakang yang berbeda. Karenanya setiap manusia memiliki watak dan tingkah laku yang berbeda. Namun demikian, dengan bermasyarakat, mereka telah memiliki norma-norma dan nilai-nilai kemasyarakatan serta peraturan yang disepakati bersama, yang harus dihormati dan di hargai serta ditaati oleh setiap anggota masyarakat tersebut.

Agama Islam mengibaratkan anggota masyarakat itu bagaikan satu bangunan yang didalamnya terdapat beberapa komponen yang satu sama lain mempunyai fungsi yang berbeda-beda, mana kala salah satu komponen rusak atau binasa. Hadis NAbi SAW menegaskan :

" Seorang Mukmin dengan Mukmin lainnya bagaikan bangunan yang sebagian dari mereka memperkuat bagian lainnya. Kemudian beliau menelusupkan jari-jari yang sebelah kejari-jari tangan sebelah lainnya". ( H.R.Bukhori Muslim dan Turmudzi)