134
Volume 14 Nomor 1, Januari 2009 Kajian Teoritis Value Relevance Informasi Akuntansi (Berdasarkan Hasil Survey IFAC) FARICHAH KIAGUS ANDI Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Diterbitkan oleh: Berbagai Alternatif Model Prediksi Kebangkrutan JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN T h e J o u r n a l o f A c c o u n t i n g a n d F i n a n c e An Empirical Research on an Efficiency of Financial Performance dan Efisiensi Penggunaan Dana APBD pada Kabupaten/Kota Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pelayanan Publik Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indnesia (BEI) Informasi Sosial dalam Laporan Tahunan pada Perusahaan pada NURDIONO RINDU RIKA GAMAYUNI HARSONO EDWIN PUSPITA IMAM TEGUH SUYONO Comparative Analysis of Good Corporate Governance (GCG) Hubungan antara Pertumbuhan Perusahaan dan Manajemen Laba LIZA ALVIA Sejarah Audit Sektor Publik, Procurement dan Dinamika Anggaran Volume 14 Nomor 1 Januari 2009 Jurnal Ilmiah Berkala Enam Bulanan ISSN 1410 - 1831 RENI OKTAVIA on Local Governance in Indonesia SUDRAJAT di Propinsi Lampung between Sharia Banking and Conventional Banking

K EUANGANakuntansi.feb.unila.ac.id/.../01/JAK-VOL-14-1-JAN-2009.pdf · 2020. 1. 2. · ri 2009 Kajian Teoritis Value Relevance Informasi Akuntansi (Berdasarkan Hasil Survey IFAC)

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • Vo

    lum

    e 14 N

    om

    or 1

    , Januari 2

    009

    Kajian Teoritis Value Relevance Informasi Akuntansi

    (Berdasarkan Hasil Survey IFAC)

    FARICHAH

    KIAGUS ANDI

    Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan

    Diterbitkan oleh:

    Berbagai Alternatif Model Prediksi Kebangkrutan

    JURNAL AKUNTANSI DAN

    KEUANGANT h e J o u r n a l o f A c c o u n t i n g a n d F i n a n c e

    An Empirical Research on an Efficiency of Financial Performance

    dan Efisiensi Penggunaan Dana APBD pada Kabupaten/Kota

    Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pelayanan Publik

    Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indnesia (BEI)

    Informasi Sosial dalam Laporan Tahunan pada Perusahaan pada

    NURDIONO

    RINDU RIKA GAMAYUNI

    HARSONO EDWIN PUSPITA

    IMAM TEGUH SUYONO

    Comparative Analysis of Good Corporate Governance (GCG)

    Hubungan antara Pertumbuhan Perusahaan dan Manajemen Laba

    LIZA ALVIA

    Sejarah Audit Sektor Publik, Procurement dan Dinamika Anggaran

    Volume 14 Nomor 1 Januari 2009

    FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS LAMPUNG

    Jurnal Ilmiah Berkala Enam Bulanan ISSN 1410 - 1831

    RENI OKTAVIA

    on Local Governance in Indonesia

    SUDRAJAT

    di Propinsi Lampung

    between Sharia Banking and Conventional Banking

  • Jurnal Ilmiah Berkala Enam Bulanan ISSN 1410 - 1831

    JURNAL AKUNTANSI DAN

    KEUANGAN T h e J o u r n a l o f A c c o u n t i n g a n d F i n a n c e

    Volume 14 Nomor 1, Juli 2009

    Penanggung Jawab: Einde Evana

    Ketua Penyunting: Tri Joko Prasetyo

    Penyunting Pelaksana: Agrianti Komalasari

    Dewi Sukmasari Lindrianasari

    Retno Yuni Nur Susilowati

    Penyunting Ahli/Mitra Bestari:

    Gudono Universitas Gadjah Mada

    Hiro Tugiman Universitas Padjadjaran

    Indra Wijaya Universitas Gadjah Mada

    Mahatma Kufepaksi Universitas Lampung

    Ratna Septiyanti Universitas Lampung

    Zaki Baridwan Universitas Gadjah Mada

    Anggota Administrasi/Tata Usaha:

  • Alamat Redaksi/Penerbit: Redaksi Jurnal Akuntansi dan Keuangan

    Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Lampung

    Jalan Prof. Sumantri Brojonegoro No. 1, Gedong Meneng Bandar Lampung 35145

    Telp. (0721) 705903, Fax. (0721) 705903 e-mail [email protected]

    Frekuensi terbit: enam bulanan

  • Jurnal Ilmiah Berkala Enam Bulanan ISSN 1410 - 1831

    JURNAL AKUNTANSI DAN

    KEUANGAN T h e J o u r n a l o f A c c o u n t i n g a n d F i n a n c e

    Volume 14 Nomor 1, Juli 2009

    Redaksi

    ………………………………………………………………………………………...…………… i

    Daftar Isi

    …………………………………………………………………………………...……………. ii

    RENI OKTAVIA An Empirical Research on an Efficiency of Financial Performance

    on Local Governance in Indonesia………..……………………………………….. 1-11

    SUDRAJAT Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pelayanan Publik

    dan Efisiensi Penggunaan Dana APBD pada Kabupaten/Kota

    di Propinsi Lampung…………………………………………………………..

    11-23

    LIZA ALVIA Kajian Teoritis Value Relevance Informasi Akuntansi

    (Berdasarkan Hasil Survey IFAC)……………………………………………... 24-36

    HARSONO EDWIN PUSPITA IMAM TEGUH SUYONO

    Comparative Analysis of Good Corporate Governance (GCG)

    between Sharia Banking and Conventional Banking………………………………… 37-47

    FARICHAH

    Hubungan antara Pertumbuhan Perusahaan dan Manajemen Laba…………… 48-61

    KI AGUS ANDI Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan

    Informasi Sosial dalam Laporan Tahunan pada Perusahaan pada

    Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta………………… 62-71

  • YENI AGUSTINA Analisis Pengaruh Negative Reward terhadap

    Tingkat Eskalasi Komitmen pada Level Keputusan Investasi…………………

    72-82

    RINDU RIKA GAMAYUNI

    Berbagai Alternatif Model Prediksi Kebangkrutan

    83-96

    AN EMPIRICAL RESEARCH ON AN EFFICIENCY OF FINANCIAL

    PERFORMANCE ON LOCAL GOVERNANCE IN INDONESIA

    Reni Oktavia1

    ABSTRAK

    Dilakukannya penelitian ini memiliki dua tujuan, yang pertama untuk mengukur efisiensi kinerja

    keuangan pemerintahan daerah sebelum dan setelah pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, dan yang

    kedua, untuk menguji secara empiris apakah pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja berpengaruh pada

    peningkatan efisiensi tata pemerintahan daerah di Indonesia. Metode yang digunakan untuk mengukur

    tingkat efisiensi kinerja keuanagn pemerintahan daerah di Indonesia adalah Data Empelopment Analysis

    (DEA). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja belum

    mampu meningkatkan efisiensi kinerja keuangan pada pemerintahan daerah secara keseluruhan.

    Kata Kunci: Efisiensi Kinerja Keuangan, Anggaran Berbasis Kinerja, DEA

    1 Dosen Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Lampung

  • A. INTRODUCTION

    The Implementation of autonomy of region with authority from centre government to local

    government with authority of fund management has produced a significant changes that

    push the government to change the finance system of local governance. In the year of 2000,

    the government issued the regulation of government no 105 that contain about management

    and responsibility of local governance finance that continued with issued the Kepmendagri

    No 29 year 2002 about guide of arrangement the responsibility and auditing of local

    governance with customs and manners of arrangement of APBD, the realization of

    administration of local governance finance and arrangement of calculation of APBD. And

    last equipped with pp no. 108 year 2000 about customs and manners of responsibility of

    regional leader, and newest published Permendagri No. 13 year 2006 about guide of

    management of financial of local governance, that imply existence of alteration of system of

    budgeting of operative that namely system of traditional budgeting or line of item budgeting

    to system of performance base budgeting.

    Based on the explanation before, this research has formulation of question as

    follows:

    1. How big achievement of efficiency of performance of finance of local government in period before and after implementation of performances base budgeting (ABK)

    2. After implementation the system of performance base budgeting in local government that affect in enhanced of efficiency of performance of local government finance.

    This study has two aims, the first was intend to see the level of efficiency of performance of

    finance of local government before and after implementation the system of performance

    based budgeting. The Second purpose wants to examine to what exist significant differences

    average efficiency of Local governance finance before and after implementation of PBB.

    B. THEORETICAL FRAMEWORK AND DEVELOPMENT OF HYPOTHESIS

    Research about impact on applications the performance base budgeting have done quite a

    lot, several researchers perform testing towards influence of implementation performances

    base budgeting this towards various side, one of study that done by GAO (1993) that

    perform a study towards the impact of applications of performances base budgeting towards

    presentation of information systematically concerning performance of institution and

  • program, from this study , there are evident that performances base budgeting repair the

    decision of making budgeting with focus to choices in result of program. the other research

    that done by Rubin (1997) in Melkers and Willoughby, 2001) will conclude that

    implementation performance base budgeting in a financial system of government will

    influence the information that produced, later this information be used as source of

    evaluation [assessment] of performance.

    The Previous empirical research has hit the applications has the performance based

    budgeting in level of local government in Indonesia that done by asmoko (2005) at least

    show existence of influence of applications has performance base budgeting in effectiveness

    of control of finance and control of performance. And the other study that done by

    Setyawan (2005) that examine to what exist influence of implementation performances base

    budgeting in public accountability with sample each in 2 regencies at central java, and in

    regency and government [ruler] of city of special region in Yogyakarta. The other studies that

    done by Sunardi (2005) that study the influence of reformation of arrangement the

    budgeting towards quality of APBD. The Result that show from this research mentions that

    applications performances base budgeting with public accountability doesn't has significant

    influence to quality of APBD.

    Definition and Characteristics Performances Base Budgeting

    According to Smith's (1999) one of the purpose of applications performances base

    budgeting in a local government is increase efficiency and effective with focus on the

    resource of strive output critical and important. Therefore one of size of performance a

    budget that based on performance achieve the level of maximum efficiency on output that is

    produced with amount of input that appointed. One of approach this performance base

    budgeting also be efforts to repair the process of budgeting at public sector that merger the

    accountability system of performance and system of budgeting. The applications of

    performance base budgeting basically supposed will reform the quality and processes of

    budget decision-making in determine allocation of economics resource so that activity of

    government can be run with more effective and efficient.

  • In GAO (1999) confirmed that performance base budgeting assume that the arrangement of

    performance information systematically with amount of budget will make better the decision

    making with focus on choices of financing in program results. Performance based budgeting

    can be run well by put into criteria output and/or outcome in budgeting or with budget

    genuinely for level of service of desirable.

    DEFINITIONS AND THEORY OF EFFICIENCY

    Measurement of efficiency in the public sector is a very important issue that given the

    increasingly limited resources available, other than the satisfaction level of the higher public

    demand for government services dealing with the public sector. Do efficiency analysis is very

    important for an organization to know and determine the cause of changes in the next level

    of efficiency and determine corrective actions to improve efficiency.

    The definition of efficiency has been showed, one of which is defined by Barr, et.al (1999)

    which mentions the relative efficiency as the ratio between the amount of input and output

    are used. An activity is call as an efficient thing if a product or a particular work can be

    achieved by using resources and funds are the lowest. According to the boarding and

    Rosenwig (1978:41) the efficiency can be defined as the ratio of output to input. And the

    factors that lead to efficiency is that if a smaller input produces the same output, and with a

    large input produces a larger output.

    Bastian (2006; 77) mentions that there are four ways can be developed in efficiency measure,

    namely:

    1. By raising the output for the same input.

    2. By raising the output is greater than the proportion of the increase in inputs.

    3. By lowering the input for the same output.

    4. By lowering the input is greater than the proportion of output decline.

    Also stated that as the denominator input is more often considered as a variable factor in the

    policy of public sector organizations. Efficiency indicators include both input and output.

    This means optimizing the achievement of goals or objectives with cost minimization.

    Application of indicators of efficiency in the public sector will open the possibility of

    cooperation with the private sector. In the private sector, performance evaluation is

    performed to determine the excess of output over input.

  • Meanwhile, according to Wortington, 2000 in Hasanuddin (2005), There are 3 forms of

    measurement efficiency, the first, leading to technical efficiency and capacity of the

    economy's ability to produce units until the maximum output level, the second, which

    describes a locative efficiency organization's ability to use inputs in optimal proportions , in

    other words, a locative efficiency associated with the selection of a combination of different

    technical efficiency of inputs used to produce the maximum output. Third, productive

    efficiency (the total economy efficiency), said if the organization uses efficiency resource

    completely allocation and technically efficiency.

    In connection with the performance of local financial management associated with the

    concept of efficiency and effectiveness, then Mardiasmo (2002; 105) mentions that the

    concept of efficiency means the use of public funds (public money) can produce a maximum

    output (powerful). Meanwhile, according to Halim (2002: 130) financial efficiency ratio

    illustrates the comparison between the costs incurred

    C. METHOD OF RESEARCH

    Sample and Data of Research

    This study is empirical research that want to examine that implementation the performance

    base budgeting has impact towards efficiency of financial of local Governance. And that

    population in this research entire local government of province on Indonesia that apply to

    performance base budgeting, while sample that used in this study entire local government as

    level Province that report realization APBD to central government. The Researcher employ

    the method of purposive sampling, that is election of method sampling that based on feature

    or certain characters that are looked consider has in respect of cling firm with feature or

    character of population already known previous.

    The purposive sampling method used to reach the specific-purpose, and for that sample that

    be used in this research has criteria as follows:

    1. The Report of APBD realization of province government that reported in its entirety to central government.

  • 2. The Report of APBD realization local government of province consistently reported from year 2000 up to 2004.

    D. THE TECHNICS OF DATA COLLECTING

    Data that used in this research are secondary data that namely the realization APBD report

    from year 2000 - 2004, with points cut off in the year 2002. Stipulating year 2002 as cut-off

    in data of this study are based on assumption that applications ABK go one year after central

    government issued KEPMEN No. 29 year 2002 that begun in the year 2003. And because of

    data of APBD realization report available in its entirety in central government in 2004 year,

    so the period before and after implementation ABK appointed during 2 year, that was data

    in 2000- 2001 as data before applications ABK, and data of report of realization APBD from

    year 2003 2004 declared as data after applications ABK. As to data that used in this research,

    that‟s come from population of report of APBD realization of local government of

    province.

    Definition Of Operational And Measurement Of Variable

    Definition of operational from this research efficiency of local financial performance. Value

    of efficiency that be produced from analysis has relative or only operative in range of unit

    nest of economic activity that compared with application input and output of a kind or

    equal. In accountancy , efficiency be declared as amount of consumption like input that will

    produce amount of output. Based on principle of independence of region, where a region is

    mention has self-supporting if they can to finance their main government needs, so

    measurement the efficiency of finance in local government based on level of regional ability

    in yield the original region income (PAD) with input as a routine expenditure that used by

    local government in run operational of the activity. This matter is as according to statement

    world bank (1988; 154) in Ibrahim (1996) that mention that independence of that region is

    showed from ability PAD a region to covers their routine expenditure of the government

    way. From that explanation, thus appointed several variables input and output that used to

    measures efficiency of finance of region. There are 3 variable input and 2 variables output.

    • variable input; In variable input that used in this method DEA is descendant from

    variable of routine expenditure. Definition of routine expenditure is expense that have the

  • benefit just for one year budget and not increase on asset or wealth for local Governance.

    The variable of this routine expenditure consists of:

    1. Expense of official

    2. Expense of operational

    3. Expense of journey

    4. Expense of maintenance.

    • output variable; That taken as variable output in measurement of efficiency with method

    DEA is the local original income (PAD) that consists of:

    1. Tax of region

    2. Retribution of region

    3. Income from operation of region

    4. Another PAD.

    Instrument Analysis

    The Analyzer that used to perform processing and analysis of data in this study are:

    1. Data envelopment analysis (DEA)

    2. Paired ample t-test analysis.

    3. Analysis of variance (ANOVA).

    E. RESULT DISCUSSION AND DATA ANALYSIS

    In this section will be explained the result of this research that include two things, the first is

    result of analysis efficiency of local government finance. Measurement of this efficiency

    employ method of data envelopment analysis (DEA) by using some assumptions; First,

    DEA model based on constant return to scale (crs), that consist of:

  • 1. Variable input/output has radial with orientation in input and output. This model is relative, that means each unit automatically will compare their unit towards another unit that include in model. When a unit of work is measured on their performance, so at the time, it will involve of resource at the unit, concurrently involve resource in unit of work (job) concerned also another unit of work. So with that the efficiency will be mutual connecteds one unit with another.

    2. The second, in this chapter will explained the result of difference test of two average financial efficiency of local government before and after implementation the performance base budgeting. Analyzer of test difference that used paired samples t-test. And from this analysis knowable what ther are differences average of efficiency before and after implementation the performance base budgeting.

    Analysis of Efficiency

    In first phase was be measured the financial efficiency of local government by using method

    of data envelopment analysis (DEA). The Data that processed with this method as many as

    22 reports of APBD realization from local government of province. These data were data

    time series during 4 year, these divided to be 2 parts, the period of report before

    implementation of ABK that was period 2000-2001 and period after implementation ABK

    was period 2003 2004. Data of local government finance that used in this study comes from

    local government that has completion report during 4 year period of observation, while data

    of finance were not complete, it would eliminated from the list of sample.

    The Process of efficiency analysis of province government finance was done by using

    method DEA, and produced level of efficiency in 2 year periods before and 2 periods after

    implementation ABK in every local government of province with range value of efficiency

    from 0 up to 100%. The Region that achieve efficiency 100% will category as efficiency

    region, but when area doesn't achieve 100% will category as inefficiency of local

    government. To produce the level of efficiency of finance performance by using method

    DEA was appointed 4 variables input and 4 variable output. The four variables output

    consists of element of PAD that namely; tax of region, retribution, profit companies

    possession of region, and another of PAD. And the 4 variables input consist of expense of

    official, expense of goods, expense of journey and expenditure of operational. The Election

    process of variable input/output this based in relation between variable that show the ability

    of region in produce output as original income of region, by using variables input as proxy

    from cost [expense] or routine expenditure that used by local government to run wheel of

  • government of the region. To give description more comprehensive, researcher will explain

    and analyzed the result of measurement the efficiency of finance performance of local

    government before and after implementation performances base budgeting (ABK).

    Efficiency Before Implementation ABK (Year 2000-2001)

    The Result of counting of efficiency of financial performance of region with data

    envelopment analysis method in local government of level of province visible in table

    appendix 1. it show that there are 10 local governments of province that has average best

    efficiency, there are Riau, Lampung, West Java, Central Java, Yogya, East Java, South

    Borneo, East Borneo, North Borneo, South Sulawesi, Bali and NTB. All of ten province

    area have achieve efficiency of financial performance for maximum of 2 year successive, so it

    can be category as area that can to produce the optimal PAD with make exploit the resource

    of finance of region that available.

    The Province that Include to area that most inefficiency occupied by Kalimantan Tengah

    province (30,75%) province of Papua (35,06%) and province of Nanggro Aceh Darussalam

    (42,83%), they all have level of average efficiency under 50%. This matter show that the

    third of province can not has ability of region in produce PAD that can fulfill their local

    government routine need. And if it related to independence of region, the third of this

    province have dependence enough to central government in fulfils deficit of fund to run the

    government. Furthermore, the zones that have low efficiency obvious are areas that have

    internal conflict. Thus it can be pulled a reasonable excuse that the low existing efficiency

    can be caused by the barrier of government activity in produce PAD because internal of

    local government troubles.

    From appendix1 also found 3 provinces that increasing the ranking of efficiency become

    100% in the year 2001. There are Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan dan Sumatra Barat.

    Furthermore the happening of the enhanced is caused because the happening of enhanced

    of result PAD larger ones is compared enhanced of expense routine that is used in run wheel

    of government. But there were any province that depreciation of efficiency from level 100%

    to lower, that were province of West Nusa Tenggara, decreased to be 97,98%. Depreciation

  • of this efficiency is although a little bit is because of the depreciation of government ability

    in stand for level of achievement the PAD from previous.

    Efficiency Achievement After Implementation ABK ( 2003-2004)

    Measurement of efficiency in phase after implementation of ABK take data of observation

    from year 2003 - 2004, this matter is done because of completion the local finance that

    reported to 2004. But data to 2005 do not yet complete reported by entire good regions. The

    Summary of measurement the efficiency towards finance performance of local government

    visible in appendix 2. In the measurement of financial efficiency of local government are

    known there was 7 provinces or 31,8% from entire have average level of efficiency 100%.

    Entire areas that achieve level of efficiency 100% that category as area that has ability

    produces optimal PAD with input routine expenditure that taken outside. Besides that, this

    zones are assumed have independence financial to funding the need routine of local

    government with PAD that their produce, with assumption that routine expenditure or

    permanent expense (fix cost) that were required by local government consists of the expense

    of official, expense of goods, the expenditure of operational, and expenditure of the journey.

    The low of efficiency level of financial performance inclined belong to regions that have

    internal conflict like province of Papua that have level of average efficiency 26,27% and

    province of middle Sulawesi with level of average efficiency in the amount of 37,55%. The

    both of the region are identified as province that have financial efficiency of bottommost in

    period. The low of efficiency level is influenced by not the balance of total of expense that

    used to run the local government in produce PAD source of financing of local governance.

    From the result of processing the data with DEA method also produced the data of change

    the efficiency of financial performance of local government that caused existence of

    applications performances base budgeting.

    The result of measurement is visible in Appendix 3. From the explanation of the study

    result, it can be pulled a conclusion that applications of performance base budgeting by local

    government in Indonesia have not yet give the positive effect especially in the case of

    enhanced the efficiency of financial performance of local government. So the finally in

    condition real at courtyard, this matter can be clarified by limited the applications ABK since

  • year 2000 that were be socialization via PP No 105 in year 2000. And it appropriate to

    previous researches that show that applications performance based budgeting was still have

    many constraints like stipulating of the purpose and target that not good enough in

    organization or between unit of organization, and it would increase the complexity of

    problem. Sometime Indicator of performance sometimes incorrect to representation the

    achieved of performance. Or, something Indicator of performance have too simplified

    criteria in service performance of public sector that usually have multi dimension with

    inexistence of consistency decision on applications the performance base budgeting, both of

    appreciation for side that show enhanced of performance and on the contrary existence

    punishment on failure in performance achievement.

    Testing of Hypothesis

    In this part will be explained the result of statistic from testing the average efficiency before

    and after implementation the performances base budgeting. Data that used in the test of this

    hypothesis average data of efficiency of financial performance that were produced from

    measurement the efficiency with DEA method. These data are classified based on group of

    local government that namely province. The data of each province government consists of

    average data of efficiency before and average efficiency after implementation ABK. In

    second hypothesis is done testing of average enhanced of efficiency after implementation the

    ABK system, with compare average efficiency of financial of local government in period

    before implementation ABK averagely efficiency after it. Because of the data that used in

    hypothesis 2 have distributed normally, so the testing of this hypothesis employ paired

    samples t-test method.

    In second hypothesis declared that there was average enhanced the efficiency of financial

    performance of province government after the implementation of performances base

    budgeting. Because this hypothesis is one way hypothesis , the testing used one side (one

    tailed). From the testing of paired sample t-test (appendix 4) on average difference of

    financial performance efficiency of province government shows that value of t-test is -0,313

    with value of t-table (0,95; 21) is1,721, so the value t-test < t-table. While p-value for test

    one tail is 0,757/2 0,378. This value show that hypothesis null acceptable or equally

    statistically show the average efficiency of financial performance of local government in

    Indonesia didn`t increased significantly after implementation performance based budgeting

    (ABK).

  • The Inferential of the rejected alternative hypothesis that was submitted by author, that was

    described that is with implementation performance based budgeting in local government of

    regency in Indonesia have not yet can influence in enhanced of efficiency financial

    performance of local government. This matter is as according to the research was done by

    Robinson and Brumby (2005) state that research in performance based budgeting did not yet

    give a strong on success or effectiveness of this system.

    From the result of discussion this study, the researcher recommends several things in about

    implementation ABK as a effort to improve the performance of local government:

    1. The importance of immediacy and agreement between central government and local government in run the system of performances base budgeting. The central government should be able to prepare the sets of equipment of performance based budgeting system comprehensively.

    2. The local government necessary immediacy and openness of their organization perform the changes as one part of the process of applications ABK. Because implementation the system budgeting will bring many changes in culture of organization that oriented toward the result. If local government doesn't have immediacy and openness, so for certain applications ABK creat extravagance of expense only.

    3. It`s necessary to composed a regulation that arrange the consistency on applications the the ABK, like existence of appreciation and reward for a success region that runs and report the realization of performances base budgeting well, on the contrary there must a punishment for local government that not run this system well.

    4. It`s necessary to socialization better in the case of size of rule performance to various party in society, like one of them standard minimal service. That `s as one of efforts to enhanced of character with public in supervise performance of government.

    F. THE CONCLUSION

    Performance base budgeting is a system of arrangement and management budgeting of

    government that orientation in achievement to the result or performance. A local budgeting

    (APBD) is composed based on a target of performance that supposed by each unit of local

    government in a period of governance authority. One of purpose and benefit of

    implementation the performance based budgeting system in a financial is for increase the

  • efficiency and effective performance of government with focus on resources that strive to

    critical output.

    This study attempt to get obvious of evidence about the impact of implementation

    performance base budgeting towards efficiency of financial performance on local

    government. The conclusion of measurement and analysis in this research, it will describe

    bellow:

    1. The achievement the efficiency of financial performance on province government in this research based on local government independence in run the activity of operational of government. The Independence of local government is indicated by the ability of local government to fulfils the routine expenditure with potential finance that got self-supportingly that namely the region original income (PAD).

    2. A local government was be category as self-supporting if PAD that their produced at least can fulfill the permanent expense (fix cost) of routine expenditure the run of the government operational. And if related with achievement of financial efficiency of local government, the area that achieve the financial efficiency in level of efficiency 100% it can be said have the characteristic of self-supporting region.

    3. The Result of examine on local government of province shows that the process of implementation performances base budgeting in financial system in all local government of province not yet success to increase the efficiency of financial performance. That means up to second year since was implemented performance base budgeting in the year 2002 it can be said that applications performance base budgeting in local government of province have not yet achieve one of the goal of implementation ABK. The one of that goal was make performance of finance of local government become efficient.

    REFERENCES

    Barr, R.S., K.A. Killgo, T.F. Siems Dan S.Zimmel, 1999, Evaluating The Productive Efficiency And

    Performance Of US Commercial Banks. Federal Reserves Bank Of Dallas, Research

    Departement, Dallas-Texas, USA

    Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik Di Indonesia. BPFE Dan Pusat Pengembangan

    Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

    Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Erlangga.

    GAO, 1993, Performance Budeting; State Experience And Implications For The Federal

    Government.

  • Halim, Abdul 2001. Akuntansi Sektor Publik, Akuntansi Keuangan Daerah. Penerbit Salemba

    Empat, Jakarta.

    Halim, Abdul., (2001). “Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah”. Jogjakarta: UPP AMP

    YKPN

    Hasanudin, Muhammad, Kinerja SMA Di Kab Brebes, Tegal Dan Kota Tegal Tahun Ajaran 2001-

    2003: Penerapan DEA Dan Model Servqual, Tesis, Pasca Sarjana UGM.

    Ibrahim Husen, “Elastisitas, Efisiensi, Efektivitas Dan Derajat Otonomi Keuangan Daerah, Tesis,

    UGM.

    Kepmen No. 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban Dan Pengawsan

    Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Aanggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah,

    Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah Dan Penyusunana Perhitungan Anggaran

    Pendapatan Dan Belanja Daerah.

    Kost, F.E Dan J.E Rosenwig, 1979, Organisation And Management: A System And Contingency

    Approach, Mcgrawhill, USA.

    Mardiasmo, 2002. Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta.

    Mardiasmo, 2002. Otonomi Dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi Yogyakarta.

    Modul Pelatihan, Data Empelovment Analysis, PAU Studi Ekonomi UGM, Yogyakarta, 6-10

    November 2000.

    PP 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan Dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

    ________________, 2003. Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

  • ________________, 2004. Peraturan Pemerintah No 105 Tahun 2000 Tentang Peneglolaan Dan

    Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

    PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PELAYANAN

    PUBLIK DAN EFISIENSI PENGGUNAAN DANA APBD PADA

    KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI LAMPUNG

    Sudrajat

    ABSTRACT

    This research is to identify level of independence of a region and its effect to public services, and efficiency of using APBD fund, on the other side. The objects of this research are 10 regencies/municipality in Lampung province. This research is tested by multiple regression analysis. The results shows that average regencies/municipality in Lampung during period research have low independence. Besides, level of independence of a region is not related to public services. Keywords: desentralisasi fiskal, APBD, Lampung Province

    A. PENDAHULUAN

    Desentralisasi yang dilaksanakan di Indonesia memberikan ruang yang luas pada pemerintah

    daerah termasuk masalah pengelolaan keuangan daerah baik di tingkat provinsi maupun di

    tingkat kabupaten. Hal ini sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang

    pemerintah daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat

    dan daerah. Kedua peraturan tersebut kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya UU

    No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang

    perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Desentralisasi merupakan tantangan

    sekaligus peluang bagi pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Daerah dengan potensi

    pendapatan tinggi akan dipacu untuk membelanjakan pengeluaran secara bijaksana agar

    kualitas pelayanan semakin meningkat. Sebaliknya daerah dengan potensi pendapatan

    rendah yang selama ini sangat tergantung dengan transfer dari pusat akan mencari sumber

    pembiayaan untuk membiayai belanjanya agar tidak mengurangi kualitas pelayanan.

    Dosen Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Lampung

  • Tujuan desentralisasi adalah agar tidak terjadi pemusatan (sentralisasi) kekuasaan ditangan

    pemerintah pusat dan agar kebijakan pemerintah sesuai dengan kondisi wilayah dan aspirasi

    masarakat di daerah. Ananda (2002 dalam Kustini 2007) menjelaskan secara umum alasan

    mengapa desntralisasi itu penting yaitu :

    1. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.

    2. Dalam bidang politik penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan.

    3. Dari sudut teknis organisasi pemerintahan adalah semata mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien.

    4. Dari sudut kultural densentralisasi diperlukan supaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpahkan kepada kehususan suatu daerah, seperti geografis, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi atau latar belakang sejarahnya.

    5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut.

    Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah yang selama ini

    terpasung karena sistem pemerintahan yang sentralistis. Berkaitan dengan desentralisasi

    secara umum, diyakini bahwa desentralisasi fiskal akan meningkatkan kesejahteraan

    masyarakat. Pendapat ini dilandasi oleh pandangan yang menyatakan kebutuhan masarakat

    daerah terhadap pendidikan dan barang publik pada umumnya akan terpenuhi dengan lebih

    baik dibandingkan bila langsung diatur oleh pemerintah pusat (OECD 1999). Pelimpahan

    wewenang fiskal juga ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

    Dalam skala mikro, pelimpahan wewenang keuangan diharapkan akan meningkatkan

    pertumbuhan ekonomi daerah. Pengetahuan ini mendorong daerah untuk memilih jenis

    pengeluaran yang tepat sehingga mampu menciptakan peluang investasi publik yang pada

    gilirannya nanti dapat mempercepat laju pertumbhan ekonomi. Dengan demikian daerah

    harus segera mengambil langkah-langkah serius agar berjalannya desentralisasi fiskal dapat

    menghasilkan angka pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan.

    Samosir (2005) menegaskan bahwa peningkatan pelayanan di bidang pendidikan dan

    kesehatan merupakan keharusan yang tidak terhindarkan, sehingga diharapkan desentralisasi

    fiskal ini akan menjadikan pelayanan yang lebih efisien dan adil melalui pemanfaatan

    pengetahuan fiskal, dan juga merangsang partisipasi demokrasi yang lebih luas (Bird dan

  • Vaillancourt,2000. ) Apabila segi positif ini ditambah dengan sisi manfaat yang lain, seperti

    peningkatan mobilisasi sumber-sumber dan pengenduran tekanan atas keuangan pusat,

    peningkatan akuntabilitas dan peningkatan tanggung jawab pemerintah secara umum, maka

    kebijakan desentralisasi akan sangat bernilai.

    Berdasarkan pemaparan di atas permasalahan yang ada dirumuskan sebagai berikut :

    a. Apakah otomoni daerah dan desentralisasi fiskal mampu meningkatkan, pelayanan

    publik dan efektifitas penggunaan dana APBD pada kabupaten/kota di propinsi

    Lampung?

    b Apakah otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dapat mewujudkan efisiensi

    penggunaan dana APBD pada kebupaten/kota di propinsi Lampung ?

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu

    pengetahuan dan kepentingan praktis di lapangan terutama pejabat pembuat keputusan pada

    kabupaten/kota di propinsi Lampung. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini

    adalah memberikan bukti empiris mengenai implikasi otonomi daerah dan desentralisasi

    fiskal terhadap kemandirian pemerintah daerah, pelayanan publik dan efektifitas plaksanaan

    APBD pada kabupaten/kota di propinsi Lampung. Memberikan sumbangan pada

    pengembangan ilmu akuntansi khususnya akuntansi sektor publik.

    B. KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

    1. Desentralisasi Fiskal di Era Otonomi Daerah

    Desentralisasi merupakan sebuah alat untuk mencapai salah satu tujuan bernegara, terutama

    memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan

    keputusan publik yang lebih demokratis (Sidik 2002). Desentralisasi akan diwujudkan dalam

    pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan untuk melakukan pembelanjaan,

    kewenangan untuk memungut pajak (taxing power) terbentuknya anggota legislatif daerah yang

    dipilih oleh rakyat, kepala daerah yang dipilih oleh rakyat dan adanya bantuan dalam bentuk

    transfer dari pemerintah pusat.

  • Dorongan desentralisasi yang terjadi di berbagai negara didunia terutama dinegara-negara

    berkembang, dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya latar belakang atau pengalaman

    suatu negara, peranannya dalam globalisasi dunia, kemunduran dalam pembangunan

    ekonomi, tuntutan terhadap perubahan tingakt pelayanan masarakat, tanda-tanda adanya

    disintergrasi di beberapa negara dan yang terkahir banyaknya kegagalan yang dialami oleh

    pemerintah sentralistis dalam memberikan pelayanan masarakat yang efektif.

    Secara umum konsep desentralisasi terdiri atas desentralisasi politik (political

    decentralization), desentralisasi admisnistrasi, desentralisasi fiskal (fiscal decentralisation) dan

    desenralisasi ekonomi (economic or market decentralisation). Khusus desentralisasi fiskal,

    Bird dan Vaillancourt (2000) menyebutkan tiga variasi desentralisasi dalam kaitannya dengan

    derajat kemandirian pengambilan keputusan yang dilakukan daerah. Pertama desentralisasi

    berarti pelepasan tanggung jawab yang berada dalam lingkungan pemerintah pusat ke instansi

    vertikal di daerah atau ke pemerintah daerah. Kedua delegasi yang berhubungan dengan

    suatu situasi, yaitu daerah bertindak sebagai perwakilan pemerintah untuk melaksanakan

    fungsi-fungsi tertentu atas nama pemerintah. Ketiga pelimpahan (devolusi) yang

    berhubungan dengan sautu sitausi yang bukan saja bersifat implementasi tetapi juga

    kewenangan untuk memutuskan apa yang perlu dikerjakan berada di daerah

    Desentalisasi fiskal diyakini memberikan berbagai manfaat. Bahl (1999) menyebutkan

    manfaat desentralisasi yang paling utama adalah kedekatan pemerintah pusat dengan rakyat

    di daerah. Hal ini berakibat pada mudahnya suatu layanan dapat diakses oleh publik dengan

    harga terjangkau. Manfaat lainnya adalah meningkatnya basis untuk penetapan pajak secara

    komprehensif. Oates dalam Bird dan Vaillancourt (2000) menyatakan bahwa senjang tidak

    terdapat skala ekonomis, penyediaan yang terdesentraliasasi atas pelayanan-pelayanan

    pemerintah akan menghasilkan peningkatan kesejahteraan yang melimpah.

    2. Desentralisasi Fiskal dan Kemandirian Daerah

    Dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah sangatlah dominan dan berjumlah lebih dari

    70 % dari pendapatan daerah. Keterpuruhan perekonomian Indonesia pada saat krisis tahun

    1998 merupakan salah satu faktor yang mendorong percepatan proses desentralisasi.

    Dikeluarkannya UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah

    diharapkan dapat memperbaiki hubungan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah dengan

    merestrukturisasi sistem transfer intrapemerintahan. Salah satu perubahan signifikan dari

  • undang-undang tersebut adalah dihapuskannya dana subsidi daerah otonom (SDO) untuk

    membayar gaji pegawai negeri sipil daerah dan program dana insttruksi presiden (Inpres).

    Sebagai gantinya daerah akan diberikan Dana Alokasi Umum (DAU) yang memiliki fungsi

    bukan hanya untuk membayar gaji pegawai daerah, tetapi juga digunakan untuk kepentingan

    sekolah, kesehatan masarakat, penyediaan jalan dan air minum. Dengan demikian bahasan

    utama dalam desentralisasi fiskal di Indonesia adalah DAU yang memberikan otonomi

    kepada daerah dalam melakukan pembelanjaan dan mengatur aloaksinya.

    Tingkat kemandirian fiscal pemerintah daerah didefinisikan sebagai kemampuan daerah

    dalam membiayai belanja rutin dengan mendasarkan pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).

    Pendapatan Asli Daerah diperoleh dari optimalisasi potensi pendapatan daerah masing-

    masing baik dari segi pajak dan retribusi maupun optimalisasi sumber daya alam. Dengan

    adanya desentralisasi fiscal maka pemerintah daerah dipacu untuk mampu membiayai

    pengeluaran rutin ini dari PADnya. Oleh karena itu pemerintah daerah harus

    memperhatikan asas ekonomis, efektif, dan efisien dalam memberikan pelayanan pada

    masyarakat.

    3. Desentralisasi Fiskal dan Pelayanan Pulik

    Salah satu manfaat desentralisasi fiskal sebagaimana diuraikan oleh Bahl (1999) adalah

    semakin mudahnya akses terhadap pelayanan yang disediakan oleh pemerintah pusat karena

    kewengannya sudah diserahkan ke daerah. Salah satu alasan penting untuk melakukan

    transfer adalah pemberdayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan fungsi-fungsi

    pelayanan secara memuaskan. Rao (2000 dalam Kustini 2007) menyebutkan bahwa negara-

    negara bagian yang lebih kaya di India, dengan kapasitas penerimaan mereka yang tingi, dapat

    menyediakan standar-standar pelayanan umum yang lebih baik. Untuk mengimbangi sisi

    lemah fiskal ini, diperlukan transfer dengan tujuan pemerataan.

    Desentraliasi juga menghasilkan peningkatan interaksi, hubungan yang lebih dekat antara

    masyarakat dan pemerintah daerah. Di lain pihak ini juga berarti meningkatnya tuntutan

    masarakat terhadap perbaikan kualitas layanan pemerintah (IRDA, 2002). Karena

    masyarakat kini merupakan pelaku kebijakan yang tidak dapat diabaikan, maka mereka dapat

    secara langsung mengevaluasi kualitas layanan publik yang disediakan. Proses ini kemudian

    membuka peluang bagi publik untuk memberikan umpan balik terhadap kinerja birokrasi

    yang bertanggung jawab melaksanakan jasa layanan tersebut.

  • Riset empiris tentang pengaruh desentraliasi fiskal terhadap pelayanan publik dibeberapa

    negara memang menunjukkan hasil berbeda-beda. Di Portogo Alegre, salah satu kota di

    Brasil, ditemukan sautu fakta bahwa musyawarah yang dilakukan antara perwakilan

    penduduk dan asoasiasi telah berhasil meningkatkan akses terhadap fasilitas air minun dan

    tingkat partisipasi terhadap pendidikan dasar dua kali lipat. Bahkan, pertambahan

    pendapatan daerah juga bertambah hampir 48% selama setahun 1989-1996 (Santos 1998

    dalam Kustini 2007). Meskipun ada kesulitan dalam membatasi pengaruh penganggaran

    dari faktor-faktor lainnya, tetapi terlihat dengan jelas bahwa terdapat pengaruh yang

    mendasar terhadap pola alokasi sumber daya terhadap penduduk lokal terutama penduduk

    miskin dan pengurangan terhadap kesalahan aloaksi sumber daya diatara kota yang ada di

    brasil.

    Hasil telaah Bank dunia terhadap 42 negara berkembang menemukan fakta bahwa ketika

    pemeliharaan jalan didesentralisasikan, tingkat kerusakan jalan sangat berkurang dan kondisi

    jalan menjadi lebih baik. Selain itu, biaya perkapita untuk pembangunan fasilias publik

    berkurang empat kali lipat jika dilaksanakan dalam sistem desentralsiasi. Penelitian terhadap

    121 proyek pembangunan fasilitas air minun dipedesaan yang didanai oleh berbagai agensi

    menunjukkan bahwa proyek yang dibangun dengan melibatkan partisipasi msyarakat dalam

    pemilihan dan pendesainan proyek lebih terawat dan terjaga dari pada proyek yang dibangun

    oleh pusat. Pada penelitian ini pelayanan publik difokuskan pada pelayanan pemerintah

    terhadap masyarakat yang paling mendasar yaitu pelayanan kesehatan dan pendidikan.

    Berdasarkan hal di atas maka dikembangkan hipotesis sebagai berikut :

    Ha1 : Desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap tingkat pelayanan publik

    Ha2 : Desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan dana APBD.

    C. DESAIN PENELITIAN

    1. Pemilihan Sampel dan Sumber Data Sampel dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota di propinsi Lampung. Data yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah laporan relaisasi APBD tahun 2001-2003 yang

    bersumber dari Dirjen Anggaran Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan Badan Pusat

    Statistik. Periode penelitian dibatasi dari tahun 2001 sampai tahun 2003, hal ini disebabkan

    otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia baru dimulai tahun 2001.

  • 2. Alat Analisis. Desentralisasi fiskal diproksikan dengan tingkat kemadirian daerah yang diukur dengan cara

    membandingkan antara jumlah Pendapatan Asli Daerah dengan Total Pendapatan. Rasio

    yang diperoleh akan menemukan derajat desentralisasi. Dengan asumsi bahwa pemerintah

    derah memiliki kewengangan penuh terhadap belanjanya, semakin tinggi rasio tersebut

    semakin tinggi pula tingakt desentralisasinya. Di indonesia hampir 75% total pengeluaran

    negara secara langsung ditentukan oleh pusat dan hanya 10% ditransfer ke pemerintah

    daerah yang pengunaannya juga dikendalikan oleh pusat.

    Penelitian dalam menguji hipotesis menggunakan analisis regresi. Persamaan regresi yang

    digunakan rumus sebagai berikut :

    df = α + β1PP + β2EF + e

    Keterangan:

    df : Desentralisasi fiskal

    β1 : Variabel Pelayanan Publik

    β2 : Variabel Efisiensi Pengelolaan APBD

    e : error term

    Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik

    yang terdiri atas :

    1. Uji Normalitas 2. Uji Autokorelasi

    D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    1. Data Penelitian

    Data yang digunakan dalam penelelitian ini bersumber dari Laporan Realisasi Anggaran

    kabupaten/kota di propinsi Lampung selama tiga tahun yaitu tahun 2001 - 2003. Objek

  • penelitian adalah 10 kabupaten/kota di propinsi Lampung, sehingga penelitian ini

    menggunakan semua populasi yang ada.

    Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dilakukan uji asumsi klasik untuk membuktikan

    bahwa data yang digunakan memenuhi kriteria-kriteria pengujian regresi.

    2. Uji Asumsi Klasik

    a. Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah nilai residual terdistribusi secara normal

    atau tidak. Untuk mendeteksi normalitas digunakan pengujian nonparametric one sample

    kolmogorov smirnov. Kriteria pengambilan kesimpulan dengan uji ini mendasarkan pada

    nilai One sample Kolmogorov-Smirnov (K-S). Jika nilai Asymp. sig suatu variabel yang dihasilkan

    oleh uji One sample Kolmogorov-Smirnov > α (0,05), dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut

    terdistribusi normal. Hasil uji normalitas sebagai berikut :

    Tabel 1

    Hasil Uji Normalitas

    One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

    DF

    BPUBLI

    K

    EFFISIEN

    SI

    N 30 30 30

    Normal

    Parametersa

    Mean 2. 96489E7

    835,686.

    7667 8. 4619E8

    Std. Deviation 2. 906547E7

    554,018.

    66453 3. 25570E8

    Most Extreme

    Differences

    Absolute . 268 . 105 . 382

    Positive . 268 . 103 . 229

  • Negative -. 154 -. 105 -. 382

    Kolmogorov-Smirnov Z 1. 469 . 575 2. 092

    Asymp. Sig. (2-tailed) . 727 . 896 . 890

    Dari tabel 1 tersebut dapat diketahui bahwa semua variabel penelitian terdistribusi secara

    normal karena memiliki nilai Asymp. Sig yang lebih besar dari α (0,05).

    b. Uji Autokorelasi

    Autokorelasi berarti adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada suatu periode (t)

    dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya (t-1). Data yang digunakan dalam

    penelitian mengandung data time series sehingga harus terbebas dari masalah autokorelasi.

    Pengujian autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin Watson dan diperoleh nilai dl = 1,391

    dan du = 1,600.

    Hasil analisis data uji Durbin Watson adalah sebagai berikut :

    Tabel 2

    Hasil Uji Autokorelasi

    Model Summaryb

    Model R R Square

    Adjusted R

    Square

    Std. Error of

    the Estimate

    Durbin-

    Watson

    1 . 040a . 002 -. 034 2. 955631E7 1. 741

    Pada tabel 2 diperoleh nilai DW sebesar 1,741. Karena dl < d > 4-du maka dapat

    disimpulkan bahwa variabel dalam penelitian ini terbebas dari masalah autokorelasi.

  • 3. Uji Hipotesis

    a. Kemandirian Daerah Dalam hal ini kemandirian daerah diproksikan dengan tingkat desentralisasi fiscal.

    Desentralisasi fiskal merupakan tingkatan kemampuan pemrintah daerah dalam memenuhi

    kebutuhan pendanaannya dibandingkan dengan total penerimaan yang diperoleh pemerintah

    daerah tersebut. Dengan demikian tingkat desentralisasi merupakan perbandingan antara

    Pendapatan Asli Daerah dengan total Pendapatan Daerah. Berdasarkan data yang diperoleh

    tingkat desentralisasi fiscal yang menggambarkan kemandirian daerah pada kabupaten kota di

    propinsi Lampung adalah sebagai berikut:

    Tabel 3. Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaen/Kota Di Propinsi Lampung

    KABUPATEN

    PAD TTL PEND DF PAD TTL PEND DF PAD TTL PEND DF

    B.Lampung 23.696,67 224.668,35 0,10547 31.586,28 283.955,18 0,111236851 35.511,80 351.473,96 0,10104

    Way kanan 1.218,34 130.046,72 0,00937 2.680,22 161.822,09 0,016562757 0 - 0,00000

    T.Bawang 2.195,50 140.527,14 0,01562 4.747,95 204.894,88 0,023172614 6.862,73 268.676,59 0,02554

    Tanggamus 2.244,59 184.233,56 0,01218 3.170,99 251.530,41 0,012606786 7.559,08 325.669,17 0,02321

    L.Timur 2.696,06 215.615,90 0,01250 3.521,08 278.414,41 0,012646903 0 - 0,00000

    L.Utara 4.562,01 239.039,30 0,01908 6.090,06 246.910,55 0,024665046 7.863,21 290.636,56 0,02706

    L.Tengah 7.064,16 278.774,74 0,02534 8.521,04 336.143,04 0,025349446 10.125,01 395.630,64 0,02559

    L.Selatan 9.811,72 285.145,95 0,03441 9.519,59 312.442,17 0,030468326 11.928,10 385.486,42 0,03094

    L.Barat 2.054,02 128.229,02 0,01602 3.978,84 181.149,65 0,021964381 5.394,42 203.344,43 0,02653

    Metro 4.478,01 134.538,36 0,03328 7.198,01 148.363,29 0,048516112 10.098,04 166.621,65 0,06060

    20032001 2002

    Pada tabel 3 diketahui bahwa rata-rata tingkat kemandirian daerah sangat rendah yaitu

    dibawah 5%, hanya kota Bandar Lampung yang memiliki tingkat kemandirian daerah sebesar

  • 10%. Kondisi ini menunjukkan kurangnya tingkat kemampuan pemerintah daerah dalam

    menggali potensi daerahnya untuk menghasilkan Pendapatan Asli Daerah yang tingga.

    Sebagian besar penerimaan Pendapatan Asli Daerah berasal dari pajak dan retribusi daerah

    sedangkan sisanya merupakan bagian dari keuntungan BUMD.

    Apakah rendahnya tingkat kemandirian daerah ini berpengaruh terhadap pelayanan publik

    utama yang diproksikan dengan bagian pos belanja pendidikan dan belanja kesehatan?

    Pengujian yang telah dilakukan menunjukkan hasil sebagai berikut :

    Tabel 4. Hasil Uji Regresi

    Model

    Unstandardized

    Coefficients

    Standardized

    Coefficients

    t Sig. B Std. Error Beta

    1 (Constant) 2. 790E7 9. 882E6 2. 823 . 009

    BPUBLIK 2. 097 9. 907 . 040 . 212 . 834

    a. Dependent Variable: DF

    Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai signifikan sebesar 0,834 yang berarti > α sehingga

    hipotesis yang menyatakan desentralisasi fiscal berpengaruh terhadap belanja pelayanan

    public ditolak.

    Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa belanja public yang diproksikan dengan belanja

    kesehatan dan belanja pendidikan tidak hanya dibiayai dengan PAD tetapi lebih tergantung

    dengan dana yang berasal dari pemerintah pusat berupa Dana Alokasi Umum (DAU).

    Dengan demikian dari pengujian ini dapat ketahui bahwa desentralisasi fiscal yang dicapai

    belum mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.

    b. Efisiensi APBD Efisiensi merupakan perbandingan antara out put dengan in put. Dalam pengelolaan

    keuangan daerah efisiensi dapat diketahui dengan membandingkan antara realisasi anggaran

    pendapatan dengan realisasi anggaran belanjannya.

  • Tingkat efisiensi yang dicapai oleh kebupaten/kota di propinsi Lampung selama periode

    pengamatan adalah sebagai berikut :

    Tabel 5. Tingkat Efisensi Kab/Kota di Propinsi Lampung

    KABUPATEN

    PEND TTL BELANJA EFFISIENSI PEND TTL BELANJA EFFISIENSI PEND TTL BELANJA EFISIENSI

    B.Lampung 224.668,35 220.674,82 0,98222 283.955,18 278.137,64 0,97951 351473,96 359.397,62 1,02254

    Way kanan 130.046,72 100.231,51 0,77073 161.822,09 158.955,19 0,98228 0 0 0,00000

    T.Bawang 140.527,14 140.927,26 1,00285 204.894,88 187.177,32 0,91353 268676,59 266.334,27 0,99128

    Tanggamus 184.233,56 172.799,47 0,93794 251.530,41 265.044,30 1,05373 325669,17 308.103,53 0,94606

    L.Timur 215.615,90 213.103,16 0,98835 278.414,41 260.026,00 0,93395 0 0 0,00000

    L.Utara 239.039,30 238.463,91 0,99759 246.910,55 239.738,53 0,97095 290636,56 296.769,18 1,02110

    L.Tengah 278.774,74 280.889,89 1,00759 336.143,04 308.153,86 0,91673 395630,64 412.429,53 1,04246

    L.Selatan 285.145,95 270.890,64 0,95001 312.442,17 304.801,51 0,97555 385486,42 399.517,56 1,03640

    L.Barat 128.229,02 122.075,62 0,95201 181.149,65 167.653,04 0,92549 203344,43 206.076,11 1,01343

    Metro 134.538,36 107.812,41 0,80135 148.363,29 135.636,43 0,91422 166621,65 182.431,07 1,09488

    20032001 2002

    Dari Tabel 5 diketahui pada tahun 2001 dan 2002 rata-rata tingkat efisiensi cukup tinggi

    karena sebagian besar kabupaten/kota memiliki prosentasi dibawah 100%. Tetapi pada

    tahun 2003 sebagian besar kabupaten/kota memiliki efisiensi yang rendah karena memiliki

    prosentase diatas 100%. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahapan awal pemberlakuan

    otonomi daerah semua kabupaten/kota berusaha untuk mengetatkan belanja sesuai dengan

    anggarannya akan tetapi pada tahun berikutnya muncul kecenderungan pembengkakan atas

    belanja yang telah dianggarkan. Kondisi ini menunjukkan bahwa telah terjadi selisih kurang

    anggaran untuk tahun-tahun yang memiliki efiseinsi rendah karena total belanja lebih besar

    dari total pendapatanya.

    Apakah tingkat kemandirian daerah berpengaruh terhadap efiseinsi pengelolaan dana APBD,

    hasil analisis data menunjukkan sebagai berikut :

    Tabel 6

    Hasil Uji Hipotesis

    Coefficientsa

  • Model

    Unstandardized

    Coefficients

    Standardized

    Coefficients

    t Sig. B Std. Error Beta

    1 (Constant) 7. 566E8 8. 394E7 9. 014 . 000

    DF 3. 022 2. 038 . 270 6. 482 . 019

    a. Dependent Variable: EFFISIENSI

    Berdasar hasil pengujian menunjukkan bahwa kemandirian daerah berpengaruh terhadap

    efiseinsi pengelolaan dana APBD (karena sig < α). Dengan nilai konstansa yang bertanda

    positif menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kemandirian daerah maka semakin efisien

    daerah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa desentralisasi fiscal yang merupakan salah satu

    tujuan dari otonomi daerah telah mampu menciptakan efisiensi pengelolaan dana APBD.

    E. SIMPULAN DAN SARAN

    Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

    1. Rata-rata kabupaten/kota di propinsi Lampung selama tahun pengamatan memiliki tingkat kemandirian daerah yang sangat rendah. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kemandirian daerah yang dibawah 5%. Rendahnya tingkat kemandirian daerah ini disamping menunjukkan masih besarnya tingkat ketergantungan pemerintah daerah pada pemerintah pusat juga mengindikasikan potensi pemerintah daerah belum digali secara maksimal sehingga berpengaruh pada PAD yang rendah.

    2. Tidak adanya pengaruh yang signifikan antara tingkat kemandirian daerah dengan belanja pelayanan publik (belanja pendidikan dan belanja kesehatan) menunjukkan bahwa pos belanja publik tidak cukup hanya dibiayai dengan PAD tetapi masih memerlukan atau bahkan sebagian besar dibiayai dengan menggunakan dana dari pemerintah pusat yaitu DAU.

    3. Efisiensi pengelolaan APBD pada awal-awal otonomi daerah menunjukkan angka yang cukup baik atau tingkat efisiensi yang cukup tinggi akan tetapi ada kecenderungan berkurangknya tingkat efisiensi pada tahun berikutnya, hal ini mengindikasikan adanya SIKPA dalam LRA.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Bahl, Robert & Samuel Nunn. 1999. The Impact Of Capital Spending On Municipal Operating

    Budgets. Public Budgeting & Finance (Summer) 32-47

    Bird, Richard M dan Francois Vaillancourt. 2000. Fiscal Decentralization in Developing Countries.

    Jakarta. Gramedia Pustaka Utama

    Indonesia Rapid Decentralizaton Appraisal (IRDA). 2002. Sinopsis Hasil Penelitian

    Kustini. 2007. Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap PAD dan Belanja Aparatur dan

    Belanja Publik Kabupaten/Kota di pulau Jawa. Thesis UGM. Yoyakarta

    Republik Indonesia, 1999. UU No 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.

    ---------, 1999. UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

    Pusat Dan Daerah.

    ---------, 2000. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 105 Tahun 2000 tentang

    Pengelolaan Dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

    ---------, 2002. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29/2002 tentang Pedoman

    Pengurusan, Pertanggungjawaban Dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata

    Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah Dan

    Penyusunan Perhitungan APBD.

  • ---------, 2004. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang

    Pemerintah Daerah.

    ---------, 2004. UU No. 33 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan

    Pemerintah Daerah.

    ---------, 2005. Peraturan Pemerintah Rebublik Indonesia No. 58 tahun 2005 tentang

    Pengelolaan Keuangan Daerah.

    ---------, 2005. UU No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

    ---------, 2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman

    Pengelolaan Keuangan Daerah.

    Samosir, Agunan P. 2005. Studi Dampak Sosial Ekonomi Dan Evaluasibelanja Daerah Dan Proyek

    Pembangunan. Bunga Rampai Hasil Penelitian. 2004. Bapekki Depkeu.

    Sidik, Machfud, B. Raksasa Mahi, Robert Smanjutak & Bambang Brojonegoro 2002. Dana

    Alokasi Umum-Konsep, Hambatan dan Prospek di Era Otonomi Daerah; Peneribit

    Buku Kompas

  • KAJIAN TEORITIS VALUE RELEVANCE INFORMASI AKUNTANSI

    (BERDASARKAN HASIL SURVEY IFAC)

    Liza Alvia

    ABSTRACT

    This research intends to theoritically investigate value relevance of accounting information based on

    International Federation of Accountant (IFAC) survey. Inconclusive results of accounting information value

    relevance studies have made a diverse response from various circles. One response has been conducted by

    IFAC. Using on line survey of 155 accountants from 118 country within the last 5 years.

    This survey aimed to determine the development of the financial reporting of state and know how usefulness,

    relevance, reliability, and understandability of financial statements currently viewed from the perspective of

    providers of financial statements, independent auditors, users of financial statements, standard-makers,

    government, and academic. The result shows that financial reports are still useful, has value relevance,

    reliable, and easy to understand.

    Key words: accounting information, value relevance, usefulness, relevance, reliability, and

    understandability.

    A. PENDAHULUAN

    Kajian penelitian seputar relevansi nilai (value relevance) informasi akuntansi sepertinya selalu

    mendapat perhatian dari berbagai kalangan baik dari kalangan akademisi, pembuat kebijakan,

    penyedia laporan keuangan, maupun pengguna informasi akuntansi. Hal ini terbukti sejak

    tahun 1963, Gibson (dalam Bruns, 1964), melakukan penelitian tentang kegunaan informasi

    akuntansi dalam pengambilan keputusan investor, hingga hasil survey on-line yang dilakukan

    oleh International Federation of Accountants (IFAC) periode Juni-Juli 2007 dan Agustus-Oktober

    Dosen Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Lampung

  • 2007, mengenai kegunaan laporan keuangan dari perspektif pembuat kebijakan, penyedia

    laporan keuangan, auditor independen, akademisi, dan pengguna laporan keuangan. Dari

    sekian banyak penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang mengangkat issue tentang relevansi

    nilai dilatarbelakangi oleh banyaknya klaim dan keprihatinan yang dilontarkan dari berbagai

    kalangan masyarakat akuntansi (terutama kalangan masyarakat Amerika Serikat) terhadap

    laporan keuangan berbasis historical cost yang diklaim telah kehilangan sebagian besar

    relevansinya terutama bagi investor.

    Hasil penelitian yang diperoleh tidak menunjukkan hasil yang konsisten sejak tahun awal hingga saat ini. Penelitian mengenai manfaat laporan keuangan, khususnya manfaat informasi laba bagi investor, mulai dilakukan oleh Ball dan Brown (1968) yang menguji hubungan arah perubahan laba dengan return saham. Penelitian ini cukup penting karena merupakan usaha awal yang mencoba memasukkan variabel informasi laba akuntansi dalam model penilaian saham. Bukti yang diperoleh menunjukkan terdapat hubungan antara arah perubahan laba dan return saham, sehingga disimpulkan informasi laba bermanfaat (memiliki kandungan informasi) bagi investor. Bruns, 1968, menemukan bahwa informasi akuntansi tidak relevan dalam pengambilan keputusan, hal ini disebabkan karena perubahan informasi akuntansi tersebut tidak menyebabkan perubahan dalam pengambilan keputusan oleh investor. Sementara Lev dan Zarowin, 1995 (dalam Linda dan Fazli, 2005) meneliti kegunaan informasi laba dan arus kas operasi dibandingkan dengan total informasi yang ada di pasar, dengan periode pengamatan selama 20 tahun (1977-1996). Penemuannya mengindikasikan hubungan cross sectional model return, yaitu hubungan pelaporan laba akuntansi dan arus kas operasi dengan return saham mengalami penurunan selama 20 tahun masa pengamatan.

    Temuan tersebut tidak sejalan dengan Francis dan Schipper (1999), menguji perubahan

    relevansi nilai angka-angka akuntansi selama periode 1952-1994. Temuan yang didasarkan

    kepada pendekatan harga menunjukkan peningkatan relevansi nilai gabungan dari earnings

    dan nilai buku. Konsisten dengan temuan Collins et all. (1997), menemukan hal yang sama,

    yaitu penurunan relevansi nilai dari informasi earnings dan peningkatan relevansi nilai dari

    nilai buku sepanjang waktu.

    Selanjutnya Ely dan Waymire, 1999 (dalam Warsidi, 2005) menguji perubahan nilai angka-

    angka akuntansi selama masa berdirinya berbagai badan penyusun standar di Amerika

    Serikat. Bukti yang didasarkan kepada model harga menunjukkan peningkatan relevansi nilai

    dari era APB (1960-1973) sampai dengan era FASB (1974-1993).

  • Penelitian lain dilakukan oleh Fisher dan McGowan, 1983 dan Demsetz, 1997, 1999, dalam

    Salvary, 2003, menemukan bahwa data akuntansi keuangan memiliki kandungan informasi

    yang lebih rendah dibandingkan data lainnya. Hal ini mendukung hipotesis yang diajukan

    oleh Salvary bahwa data akuntansi keuangan tidak cukup berguna dalam pengambilan

    keputusan ekonomi.

    Lako (2005) menyatakan bahwa studi empiris value relevance di Amerika Serikat (AS)

    melaporkan bukti-bukti empiris yang saling bertentangan. Collins et al. (1997), Francis dan

    Schipper (1999) dan Brief dan Zarowin, 2002 (dalam Lako, 2005) melaporkan bahwa

    relevansi nilai informasi akuntansi untuk pasar saham tidak menurun dari waktu ke waktu.

    Sebaliknya Amir dan Lev (1996), Brown et al. (1999), Lev dan Zarowin (1999) dan Easton

    dan Sommers (2003) (dalam Lako, 2005) justru memberikan bukti empiris bahwa relevansi

    nilai informasi akuntansi cenderung menurun dari waktu ke waktu. Sejumlah studi value

    relevance yang menggunakan setting perusahaan publik dari sejumlah negara anggota

    International Accounting Standards (berbasis IAS atau GAAP domestik) juga belum memberikan

    bukti yang konklusif (Ali dan Hwang 2000, Jaggi dan Li 2002, dan Bartov et al. 2002, dalam

    Lako 2005). Sementara studi value relevance di Indonesia (Warsidi 2005, Linda dan Fazli 2005,

    Rahmawati 2006) melaporkan bahwa relevansi nilai informasi akuntansi cukup tinggi

    (berkisar 15%-75%) dan cenderung meningkat selama 1990-2001 (kecuali 1998).

    Hasil terbaru yang dikeluarkan oleh IFAC, melakukan survey on-line terhadap berbagai pihak

    yang berkepentingan terhadap laporan keuangan dari pada bulan Juni-Juli 2007 dan bulan

    Agustus-Oktober 2007, menemukan bahwa sebagian besar kalangan (penyusun standar,

    penyedia laporan keuangan, pemerintah, akademisi, auditor independen, dan pengguna

    pengguna laporan keuangan) mengatakan bahwa laporan keuangan masih sangat diperlukan

    keberadaannya dalam pengambilan keputusan ekonomi.

    Ketidakkonsistenan hasil-hasil penelitian tersebut melatarbelakangi penulis untuk mengkaji

    secara teoritis hasil penelitian tersebut, terutama hasil terbaru yang diperoleh dari survey on-line

    yang dilakukan oleh IFAC, dari perspektif Statement of Financial Accounting Concepts No. 2

    (SFAC No. 2).

    B. KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

  • Laporan keuangan adalah alat utama perusahaan untuk menyampaikan informasi akuntansi

    kepada pihak luar perusahaan. Tujuan utama pelaporan keuangan adalah menyediakan

    informasi yang relevan bagi investor, kreditor, dan pengguna lainnya. Sebagaimana

    dinyatakan oleh FASB (1978) dalam Statement of Financial of Accounting Concepts No. 1 (SFAC

    No. 1) menetapkan tujuan utama pelaporan keuangan yaitu penyediaan informasi yang

    relevan bagi pengambilan keputusan investor.

    FASB mendefinisikan informasi yang relevan sebagai informasi yang mengakibatkan

    timbulnya perbedaan. Informasi yang relevan dapat memperteguh, atau sebaliknya

    melemahkan, ekspektasi penggunanya dalam pengambilan keputusan. Beaver,1986 (dalam

    Warsidi, 2005) telah memberikan definisi relevansi nilai sebagai kemampuan menjelaskan

    (explanatory power) dari informasi akuntansi dalam kaitannya dengan nilai perusahaan.

    Francis dan Schipper (1999) memberikan empat alternatif interpretasi atas relevansi nilai

    informasi laporan keuangan, yaitu: 1) Apakah infomasi laporan keuangan mempengaruhi

    harga saham, dengan melihat nilai instrinsik saham menuju harga saham penutupan, 2)

    Informasi keuangan memiliki relevansi nilai jika informasi tersebut berisi variabel-variabel

    yang digunakan dalam model penilaian dalam memprediksi variabel-variabel tersebut, 3)

    Nilai relevan akan diukur oleh kemampuan informasi laporan keuangan untuk mengubah

    semua informasi yang ada dalam pasar. Untuk melihat relevansi nilai nilai ini dengan

    menggunakan hubungan statistik antara informasi keuangan dengan market value, 4) Jika

    hubungan statistik antara informasi keuangan dengan market value menurun sejalan dengan

    waktu (over time), dan relevansi nilai dari informasi selain akuntansi meningkat.

    Selanjutnya, FASB (1980) melalui Statement of Financial Accounting Concepts No. 2 (SFAC No. 2)

    menetapkan karakteristik-karakteristik kualitatif yang harus dimiliki informasi akuntansi

    dengan menyatakan bahwa kualitas yang membedakan antara informasi yang ”lebih baik”

    (lebih bermanfaat) dengan informasi yang ”kurang baik” (kurang bermanfaat) terutama

    terletak pada kualitas relevansi dan reliabilitas ditambah dengan beberapa karakteristik

    lainnya yang menopang kualitas tersebut. Pembahasan lebih mendalam akan karakteristik

    relevansi dan reliabilitas informasi akuntasi akan lebih mudah dipahami jika kita

    menggunakan gambar hierarki karakteristi kualitatif akuntansi yang dihasilkan oleh FASB

    pada Gambar 1 di bawah ini.

  • FASB membedakan antara kualitas khusus pemakai dan kualitas khusus keputusan. Kualitas

    khusus pemakai memfokusan pada kualitas-kualitas yang berhubungan dengan pengambil

    keputusan. Sedangkan kualitas khusus keputusan berhubungan dengan siapa pemakai

    keuangan karena semua pemakai menginginkan karakteristik tersebut.

    Kualitas khusus keputusan utama adalah relevan dan keterandalan. Agar informasi menjadi

    relevan, informasi harus disajikan tepat waktu (timeliness), dan harus memiliki nilai prediksi

    (predictive value), nilai umpan balik (feedback value) atau keduanya. Agar dapat diandalkan,

    informasi harus menyajikan transaksi dan kejadian yang seharusnya (representational faithfulness),

    dapat diperiksa (verifiable) dan netral (neutral). Dapat diperbandingkan (comparability) termasuk

    konsistensi (consistency) adalah kualitas sekunder yang saling mempengaruhi dengan elemen

    kualitas relevan dan keterandalan untuk memberikan informasi yang lebih berguna (FASB,

    SFAC No. 2, 1980, par 33).

    Walaupun informasi keuangan harus relevan dan handal agar berguna, informasi dapat

    memiliki kedua karakteristik pada tingkatan tidak selalu sama. Ikatan Akuntansi Indonesia

    (1999, hal 8) menyatakan keseimbangan diantara berbagai karakteristik sering diperlukan.

    Pada umumnya, tujuannya adalah untuk mencapai suatu keseimbangan yang tepat untuk

  • meningkatkan kegunaannya. Namun bila salah satu dari kedua sifat utama hilang maka

    informasi menjadi tidak berguna.

    Karakteristik Kualitas Utama

    Karakteristik kualitas utama (primary qualitative characteristics) yang membuat informasi

    akuntansi bermanfaat adalah relevance dan reliability. Kedua karakterstik ini disebut kualitas

    utama disebabkan informasi harus memiliki dua kualitas ini untuk menjadi bermanfaat.

    Relevan (Relevancy)

    Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan jika dapat mempengaruhi keputusan dengan membantu pemakai untuk memprediksi dari hasil kajadian masa lalu dan masa kini untuk menegaskan atau mengoreksi harapan-harapan sebelumnya. Karenanya, informasi akan berguna jika disajikan tepat waktu. Informasi yang demikian dapat mengurangi tingkat ketidakpastian tentang hasil keputusan yang telah dibuat dan menegaskan yaitu memperkuat atau memperlemah harapan sebelum informasi disajikan atau mengubah keputusan dengan munculnya informasi baru (FASB, SFAC No 2, 1980, par 49).

    Nilai prediksi (predictive value) dan nilai umpan balik (feedback value) adalah dua komponen

    dari relevan. Informasi dapat memberi pengaruh pada satu keputusan dengan menambah

    atau memperbaiki kemampuan pembuat keputusan untuk memprediksi - nilai prediksi.

    Sebagai contoh, jika dilaporkan laba per lembar saham akan membantu memprediksi bagi

    pemberi pinjaman yang ada, dan juga laba per lembar saham memiliki nilai prediksi bagi

    seorang pegawai bank untuk satu pinjaman bank. Informasi dapat mempengaruhi satu

    keputusan untuk tetap melakukan atau memperbaiki harapan pembuat keputusan

    sebelumnya – nilai umpan balik. Sebagai contoh, Jika dilaporkan laba per lembar saham yang

    dikonfirmasikan pada harapan para pemegang saham tentang kemampuan perusahaan

    memperoleh laba perlembar saham atau menyebabkan pemegang saham merubah

    harapannya, tentunya laba per lembar saham telah memberikan nilai umpan balik kepada

    pemegang saham. Sering informasi memberikan keduanya sekaligus, sebab pengetahuan

    tentang hasil dari suatu tindakan yang baru diperoleh secara umum akan memperbaiki

    kemampuan pembuat keputusan untuk memprediksi hasil seperti itu dimasa akan datang.

    Ketepatan waktu (Timeliness) adalah komponen ketiga dari relevan. Jika informasi

    akuntansi diharapkan mampu mempengaruhi satu keputusan, informasi harus tersedia pada

  • saat keputusan itu dibuat. Ketepatan waktu itu sendiri tidak dapat membuat informasi

    menjadi relevan, tetapi tanpanya, informasi tidak menjadi relevan. Terdapat banyak situasi

    yang harus dipertimbangkan bagi informasi akuntansi yang presisi sebagai informasi yang

    tepat waktu. Sebagai contoh, walaupun laporan keuangan interim (kuartalan) biasanya kurang

    lengkap dan kurang presisi dari pada laporan keuangan tahunan, tetapi ia lebih tepat waktu.

    Keterandalan (Reliability) Keterandalan merupakan kualitas informasi yang menjamin bahwa informasi bebas dari

    pengertian dan kesalahan yang menyesatkan, penyimpangan dan secara jujur menyajikan apa

    yang hendak disajikan. FASB, SFAC No 2 par 64 menyatakan bahwa informasi yang

    disediakan dalam pelaporan keuangan merupakan hasil taksiran atau perkiraan bukan

    ketepatan yang absolut, dalam pengukuran terdapat banyak perkiraan, klasifikasi, akumulasi,

    keputusan yang subjektif dan alokasi.

    Ungkapan yang jujur (Representational faithfulness) berarti bahwa terdapat kesesuaian

    antara satu ukuran keuangan atau penjelasan dan phenommena aktivitas ekonomi yang

    diukur atau dijelaskan. Dalam akuntansi, sumber-sumber ekonomi, kewajiban dan kejadian-

    kejadian yang membawa perubahan sumber-sumber dan kewajiban-kewajiban dinyatakan

    dalam laporan keuangan.

    Daya Uji (Verifiability) meningkatkan jaminan bahwa pengukuran-pengukuran akuntansi

    menyatakan apa yang terukur pada saat itu. Statement of Financial Accounting Concept No. 2

    menyatakan bahwa “verifiable financial accounting information provides results that would be substantially

    duplicated by independent measurers using the same measurement methods.” Dengan itu, verifikasi

    menekankan satu konsensus diantara para akuntan dalam pengukuran kejadiankejadian

    ekonomi dan cara untuk melaporkannya.

    Relevance Versus Reliability

    Informasi akuntansi harus mempunyai kedua tingkat relevan dan reliabilitas untuk dapat

    dikatakan sebagai informasi yang bermanfaat dalam pembuatan keputusan. Relevansi dan

    reliabilitas sering bertentangan satu sama lainnya. Adalah hal yang yang perlu dalam beberapa

    situasi untuk menurunkan tingkat relevansi agar dapat meningkatkan reliabilitas atau

    menurunkan tingkat reliabilitas agar meningkatkan relevansi.

  • Karakteristik Kualitas Kedua

    Walupun informasi harus memiliki kandungan relevan dan reliabitas agar dapat menjadi

    informasi yang berguna, karakteristik lainnya juga diperlukan. Karakteristik kedua pada

    peragaan 2 adalah neutrality dan comparability. Karakteristik ini diklasifikasikan sebagai

    karakteristik yang ke dua disebabkan kualitas infor-masi ini diperlukan, tetapi tidak sebegitu

    pentingnya dibanding dengan relevan dan reliabilitas.

    Netral (Neutrality) berarti bahwa informasi akuntansi harus netral, atau tidak memihak

    yang memberikan dampak pada perilaku para pengguna informasi. Oleh karena informasi

    akuntansi memberi pengaruh terhadap lingkungannya, maka dipandang penting bahwa

    informasi akuntansi harus bersifat netral atau tidak bias. Sementara, laporan keuangan

    terdukung pada satu konsekwensi ekonomi umum, seperti alokasi sumber kekayaan, oleh

    karenanya informasi harus bersifat netral dari segala konsekwensi lainnya. Sebagai contoh,

    laporan keuangan tidak harus terdukung oleh pencapaian tujuan ekonomi khusus, seperti

    peningkatan usahausaha penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan.

    Daya Banding (Comparability) berarti kebergunaan informasi akuntansi dalam

    pengambilan keputusan akan jadi meningkat jika informasi tersebut dapat diperbandingkan

    dengan informasi yang sama dari entitas akuntansi yang lain atau dengan informasi yang

    berasal dari entitas akuntansi yang sama dalam tahun yang berbeda. Daya banding antar

    perusahaan (interfirm comparability) diperoleh jika perusahaan menggunakan prosedur

    akuntansi yang sama pada saat perusahaan dihadapi dengan kejadian ekonomi yang sama.

    Hal ini merupakan alasan pemeriksaan daftar keuangan harus disajikan sesuai dengan

    Generally Accepted Accounting Principles (GAAP).

  • C. DESAIN PENELITIAN

    1. Metode Penelitian

    Survey ini dilakukan oleh International Federation Accountants (IFAC), organisasi akuntan dari

    berbagai negara di seluruh dunia, yang terdiri dari 155 orang akuntan dari 118 negara. Survey

    ini ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaporan keuangan berbagai negara dan

    mengetahui seberapa usefulness, relevance, reliability, dan understandability laporan keuangan saat

    ini ditinjau dari perspektif penyedia laporan keuangan, auditor independen, pengguna

    laporan keuangan, pembuat standar, pemerintah, akademisi. Data statistik responden yang

    berpartisipasi dalam survey ini dapat dilihat pada Tabel. 1 dan Tabel. 2.

    Tabel. 1 Data Statistik Profesi Responden

    Sumber: www.ifac.org/financialreportingsupplychainproject.

    Tabel. 2 Data statistik geografis responden

    http://www.ifac.org/financial

  • Sumber: www.ifac.org/financialreportingsupplychainproject.

    Survey ini dilakukan pada bulan Juni-Juli 2007 dan Agustus-Oktober 2007 dengan

    mengirimkan kuisioner secara on-line melalui email dan dilanjutkan dengan wawancara melalui

    telephone.

    Beberapa pertanyaan kunci yang diajukan kepada responden terkait dengan usefulness, relevance,

    reliable, dan understandability pelaporan keuangan.

    D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Hampir semua responden menjawab bahwa semua informasi tentang perusahaan berguna.

    Hasil survey menunjukkan bahwa laporan keuangan tahunan merupakan informasi yang

    sangat berguna bagi responden, kemudian diikuti oleh laporan keuangan interim. Dari dua

    belas item informasi (keuangan dan non keuangan) yang diberikan, sebanyak 52,3 %

    responden menjawab informasi laporan keuangan tahunan perusahaan sangat berguna,

    sementara hanya 1,5 % yang menjawab tidak berguna. Hasil survey responden dapat dilihat

    pada Tabel. 3 berikut ini.

    Tabel. 3 Hasil survey kegunaan (usefulness) informasi laporan keuangan

    http://www.ifac.org/financial

  • Sumber: www.ifac.org/financialreportingsupplychainproject.

    Terkait dengan pertanyaan relevansi (relevance) laporan keuangan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, sebagian besar responden berpendapat laporan keuangan masih relevan. Hasil survey responden dapat dilihat pada Gambar. 2 dan Gambar. 3 di bawah ini.

    Gambar. 2 Hasil survey atas relevance laporan keuangan kurun waktu 5 tahun terakhir

    http://www.ifac.org/financial

  • Sumber: www.ifac.org/financialreportingsupplychainproject.

    Gambar. 3 Hasil survey atas relevance laporan keuangan kurun waktu 5 tahun terakhir (berdasarkan area geografis)

    Sumber: www.ifac.org/financialreportingsupplychainproject.

    Terkait dengan pertanyaan reliability laporan keuangan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, sebagian besar responden menjawab laporan keuangan reliable. Hasil survey responden dapat dilihat pada Gambar. 4 dan Gambar. 5 di bawah ini.

    http://www.ifac.org/financialhttp://www.ifac.org/financial

  • Gambar. 4 Hasil survey atas reliability laporan keuangan kurun waktu 5 tahun terakhir

    Sumber: www.ifac.org/financialreportingsupplychainproject.

    Gambar. 5 Hasil survey atas reliability laporan keuangan kurun waktu 5 tahun terakhir (berdasarkan area geografis)

    Sumber: www.ifac.org/financialreportingsupplychainproject.

    http://www.ifac.org/financialhttp://www.ifac.org/financial

  • Terkait dengan karakteristik understandability laporan keuangan, sebagian besar responden

    menjawab bahwa laporan keuangan dalam kurun waktu lima tahun terakhir lebih mudah

    dipahami. Hasil survey responden dapat lihat pada Gambar. 6 dan Gambar. 7 di bawah ini.

    Gambar. 6 Hasil survey atas understandability laporan keuangan kurun waktu 5

    tahun terakhir

    Sumber: www.ifac.org/financialreportingsupplychainproject.

    Gambar. 7 Hasil survey atas understandability laporan keuangan kurun waktu 5

    tahun terakhir (berdasarkan area geografis)

    http://www.ifac.org/financialreportingsupplychainproject

  • Sumber:

    www.ifac.org/financialreportingsupplychainproject.

    E. SIMPULAN DAN SARAN

    Tulisan ini membahas kajian teoritis value relevance laporan keuangan dan SFAC No. 2 sebagai

    respon terhadap hasil survey yang dilakukan oleh International Federation Accountants (IFAC)

    kepada penyedia laporan keuangan, auditor independen, pengguna laporan keuangan,

    pembuat standar, pemerintah, dan akademisi. Survey in