Upload
tadjul-arifin-jr
View
15
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dental
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Dasar Teori
I.1.1 Pertolongan Pertama ( PPGD )
Pertolongan Pertama Pada Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian
usaha pertama yang dilakukan pada kondisi gawat darurat untuk menyelamatkan
pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat (cidera atau sakit mendadak).
Prinsip utama PPGD adalah menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi
gawat darurat. Filosofi PPGD adalah “Time saving is Live saving” yang berarti
bahwa seluruh tindakan pada kondisi ini pasien dapat kehilangan nyawa dalam
hitungan menit (henti nafas selama 2-3 menit dapat menyebabkan kematian).
Pertolongan pertama tidak melakukan penanganan medis yang sesuai, tetapi
hanya memberikan bantuan sementara sampai didapatkan (bila diperlukan)
perawatan medis, atau sampai dipastikan kemungkinan pulih tanpa perawatan
medis, atau sampai dipastikan kemungkinan pulih tanpa perawatan medis. Pada
kebanyakan kasus cidera dan penyakir membutuhkan hanya perawatan
pertolongan pertama.
Dari semua tindakan yang dilakukan selama pemeriksaan awal, penolong
harus berhati-hati dan tidak memindahkan korban bila tidak penting untuk
menyelamatkan jiwa. Semua gerakan yang tidak penting atau pengenanannya
yang kasar harus dihindari karena dapat memperburuk cidera tulang belakang atau
fraktur yang tidak terdeteksi. Dalam rangka untuk memberikan pertolongan
pertama yang baik, penolong harus mampu mengidentifikasi cidera korban atau
sakit mendadak dan menentukan keparahannya.
Untuk mengetahui keparahannya, penolong harus mengikuti pendekatan
sistematis atau yang dikenal sebagai pengkajian korban. Pengkajian korban
bertujuan untuk (1) mendapatkan persetujuan korban, konsen polisi atau dalam
keadaan darurat dapat dilakukan tanpa izin, (2) mendapatkan kepercayaan korban,
(3) mengidentifikasi masalah korban dan menentukan kebutuhan PPGD, (4)
1
mendapat informasi tentang korban yang dapat berguna untuk pemberian layanan
kedaruratan medis (LKM).
Pengkajian korban secara medis dibagi menjadi dua langkah yaitu :
1. Pemeriksaan Primer yang meliputi A-B-C-(D-H)
A= Airway B=Breathing C=Circulation
D= Disability H=Hemorhagie
2. Pemeriksaan Sekunder yang meliputi
a. Wawancara yang terdiri dari SAMPLE PAIN
S=Symptom (Gejala/keluhan utama), A=Alergy, M=Medicine
(Obat-obatan), P=Pain (Penyakit terdahulu), L=Last eat (makan
terakhir), E=Excidence (Peristiwa yang terjadi sebelum
kedaruratan), P=Periode (berapa lama), A=Area (di mana),
I=Intensitas, N=Nulitas (apa yang menghentikannya).
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pemeriksaan tubuh secara keseluruhan dari kepala hingga kaki dan
Tag (peringatan medis dipakai seperti kalung atau gelang yang
menarik perhatian di saat terjadi keadaan darurat). Tag sebaiknya
tidak dilepaskan dari orang yang mengalami cedera atau sakit
Bila diperlukan, hubungi Sistem Layanan Kedaruratan Medis (LKM) untuk
memberikan bantuan seperti regu penolong (pemadam kebakaran), polis, layanan
ambulan (1-1-8) atau dokter pribadi. Beritahukan apa yang terjadi dengan
menyebut:
a. Jumlah korban
b. Kesadaran korban
c. Perkiraan usia dan jenis kelamin
d. Lokasi kejadian secara lengkao
e. Nama dan nomor telepon anda/pelapor
2
Persyaratan Dasar PPGD
1. Ada pasien yang tidak sadar
2. Kondisi tempat pertolongan aman bagi pasien dan penolong
3. Beritahu pada lingkungan kalau anda akan berusaha menolong
4. Cek kesadaran pasien dengan melakukan metode AV-PU
Cara melakukan cek kesadaran pasien dengan metode AV-PU
a. A (Alert) : Korban sadar, jika tidak sadar lanjut ke poin
V
b. V (Verbal) : Coba panggil korban dengan berbicara keras
di ttelinga korban dan usahakan jangan menggoyang atau
menyentuh pasien, jika tidak ada respon lanjutkan ke P.
c. P (Pain) : Beri rangsang nyeri pada pasien, dengan
menekan bagian putih pada kuku tangan tepatnya di pangkal kuku,
dan dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada
(sternum) dan juga areal di atas bagian mata (supra orbital).
d. U (Unresponsive) : Jika tetap tidak bereaksi maka orang berada
dalam keadaan tidak sadar.
I.1.2 Resusitasi Jantung Paru ( RJP )
Merupakan tindakan penggabungan penyelamatan pernapasan (dari mulut
ke mulut) dengan kompresi dada eksternal. Tujuan RJP yang terpenting ialah
mengusahakan sekuat tenaga agar ventilasi paru dapat pulih kembali seperti
sediakala. RJP bermanfaat untuk menyelamatkan korban serangan jantung, kasus
tenggelam, kekurangan nafas, tersengat listrik, dan kelebihan obat.
RJP dilakukan pada saat jantung dan pernapasan korban telah berhenti
bekerja. Penyelamatan pernapasan digunakan pada saat jantung masih berdenyut
tetapi tidak ada pernapasan tidak ada. Seorang dokter gigi seharusnya mampu
mengenali tanda-tanda serangan jantung, memberian RJP dan menghubungi
LKM.
Tanda-tanda serangan jantung meliputi:
3
a. Nyeri dada atau rasa tak enak di bagian tengah dada (terutama sebelah iri),
bisa menyebar ke bahu kiri, lengan kiri atas, leher kiri, rahang, dada
dengan tengah dan perut kiri bagian atas diikuti perasaan tertekan berat
atay remyk yang berlangsung tak lebih dari beberapa menit atau berlalu
hilang dan kembali.
b.Sesak napas, sulit napas
c. Pusing dan pingsan
d.Mual, muntah
e. Palpitasi (detak jantung yang tidak beraturan dan cepat)
f. Keringat dingin
g.Demam
h.Rasa kembung atau perasaan tersedak (mungkin terasa seperti rasa panas
dalam lambung)
RJP dapat digolongkan dalam tiga macam cara yaitu dengan pemberian (1) nafas
bantuan, (2) nafas buatan dan (3) pijat jantung.
I.1.2.1 Nafas Bantuan
Nafas bantuan adalah nafas yang diberikan kepada pasien untuk
menormalkan frekuensi nafas pasien yang di bawah normal (frekuensi napas
orang dewasa muda adalah 12-20 kali per menit). Jika frekuensi nafas : 6 kali
per menit, maka harus diberi nafas bantuan di sela setiap nafas spontan
sehingga total nafas permenitnya menjad normal (12 kali).
I.1.2.2 Nafas Buatan
Nafas buatan adalah cara melakukan nafas buatan yang sama dengan nafas
bantuan, tetapi nafas buatan diberikan pada pasien yang mengalami henti
napas. Diberikan dua kali secara efektif agar dada dapat mengembang.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan tindakan RJP
yaitu:
1. Periksa kesadaran orang yang akan diberi bantuan pernapasan
4
2. Harus ada tenaga lain yang dapat menolong
3. Posisi penderita:
Letakkan penderita dengan muka menghadapa ke atas (posisi
telentang) pada dasar yang kokoh. Kontrol kepala dan leher ketika
akan membalik penderita, terutama bila terdapat tanda-tanda trauma,
fraktur atau luka-luka di dalam tubuh yang dapat memperburuk
perawatan selanjutnya. Apabila penderita mengalami trauma medulla
spinalis, pertahankan kepala penderita pada posisi netral dan gerakkan
bersama badan sebagai satu bagian.
4. Membuat jalan napas dan menjaga agar jalan napas tetap terbuka
5. Upayakan agae ridak ada yang menghalangi jalan pernapasan seperti
lidah, cairan lendir, muntah, yang mungkin dapat menghalangi gerakan
udara melalui faring, demikian pula ikat pinggang, BH dan stagen
harus dilonggarkan. Bagi penderita yang tenggelam, air masuk ke
dalam paru atau lambung harus dikeluarkan.
Tindakan resusitasi perlu diperhatikan saat (1) denyut arteri mulai
teraba, (2) mulai timbul pernapasan spontan, dan (3) secara bertahap
kesadaran penderita pulih kembali.
Tindakan resusitasi perlu dihentikan saat tindakan RJP efektif telah
berlangsung selama 30 menit tetapi kriteria berikut dijumpai:
a. Ketidaksadaran menetap
b. Pernapasan spontan tidak muncul
c. Pupil berdilatasi dan menetap
d. Denyut nadi tidak teraba
e. Denyut nadi karotis tidak teraba
Penghentian resusitasi dilakukan mengingat pernapasan yang telah terhenti
selama 30 menit biasanya menunjukkan kematian serebal atau pasien
sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat), sehingga
resusitasi dianggap tidak berguna lagi. Faktor lain yang mungkin dapat
5
digunakan sebagai keputusan untuk menghentikan tindakan RJP adalah
kondisi penolong yang telah lelah dan sudah tidak kuat lagi, bantuan sudah
datang, dan atau perjanjian tertulis dengan pasien dan keluarganya untuk
tidak melakukan resusitasi.
I.1.2.3 Pijat Jantung
Pijat jantung adalah usaha untuk memaksa jantung memompa darah ke
seluruh tubuh. pijat jantung dilakukan pada korban dengan nadi karotis yang
tidak teraba. Pijat jantung umumnya dikombinasikan dengan nafas buatan.
1.1.2.4 Prosedur Standar RJP
1. Bebaskan / longgarkan pakaian korban di daerah dada (buka kancing
baju bagian atas agar dada terlihat
2. Posisikan diri disebelah korban, usahakan posisi kaki yang mendekati
kepala sejajar dengan bahu pasien.
3. Cek apakah ada tanda-tanda berikut :
a. Luka-luka dari bagian bawah bahu ke atas (supra clavicula)
b. Pasien mengalami tumbukan di berbagai tempat (terjatuh dari sepeda
motor)
c. Berdasarkan saksi pasien mengalami cidera di tulang belakang
bagian leher. Tanda-tanda tersebut adalah tanda-tanda kemungkinan
terjadinya cidera di tulang belakang bagian leher/cervical. Cedera
pada bagian ini sangat berbahaya karena di sini terdapat saraf-saraf
yang mengatur fungsi vital manusia (napas dan denyut jantung)
d. Jika tidak ada tanda-tanda tersebut maka lakukanlah pernapasan dari
mulut ke mulut
Jika tanda-tanda tersebut, maka beralih ke bagian atas, jepit kepala pasien
dengan paha, usahakan agar kepalanya tidak bergerak lagi (imobilitas) dan
lakukan jaw thrust. Gerakan ini dilakukan untuk menghindari adanya
cedera lebih lanjut pada tulang belakang bagian leher pasien.
6
4. Sambil melakukan (1) dan (2) di atas, kemudian dilakukan pemeriksaan
kondisi Airway ( jalan napas), Breathing ( pernapasan) pasien. Metode
pengecekan napas menggunakan metode Look, Listen dan Feel.
a. Look; lihat apakah ada gerakan dada ( gerakan nafas ), apakah gerakan
tersebut simetris atau tidak.
b. Listen; dengarkan apakah ada suara nafas normal dan apakah ada suara
napas tambahan abnormal ( bisa timbul akibat ada hambatan sebagian )
c. Feel; rasakan ada atau tidak hembusan nafas menggunakan pipi.
Gambar: cara melakukan metode look, listen dan feel.
Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas:
1. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan
jalan napas bagian atas ole adanya benda padat, jika ada suara seperti ini
lakukan pengecekan langsung menggunakan cara cross finger untuk
membuka mulut menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan
yang digunakan untuk chin lift, ibu jari mendorong rahang atas ke atas,
telunjuk menekan rahang bawah ke bawah. Lihatlah apakah ada benda yang
menyangkut pada tenggorokan korban misalkan gigi palsu. Pindahkan benda
tersebut.
7
2. Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan
saluran napas karena cairan misalkan darah, maka lakukan cross-finger
seperti pada snoring, kemudian lakukan finger-sweap dengan menggunakan 2
jari yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu” rongga mulut dari
cairan.
3. Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebabkan karena
pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan
manuever head tilt and chin lift atau jaw thrust saja. Jika suara nafas tidak
terdengar karena ada hambatan total pada jalan nafas, maka dapat dilakukan:
a. Back blow, sebanyak lima kali, yaitu dengan memukul menggunakan
telapak tangan pada daerah antara tulang skapula di punggung. Back blow
tidak dilakukan pada dewasa karena dikhawatirkan menjadi sumbatan
lengkap atau penuh.
b. Heimlich Manuever, dengan cara memposisikan diri seperti gambar, lalu
menarik tangan ke arah belakang atas
8
9
.
10
3. Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi, atau obesitas dengan cara
memposisikan diri seperti gambar lalu mendorong lengan ke arah dalam
atas.
(c) Feel : Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa panas dari korban
(5) Jika ternyata pasien masih bernafas, maka hitunglah berapa frekuensi
pernafasan pasien itu dalam 1 menit (pernafasan normal adalah 12 - 20 kali per
menit).
itu dalam 1 menit (pernafasan normal adalah 12 - 20 kali per menit).
(6) Jika frekuensi nafas normal maka pantau terus kondisi pasien dengan tetap
melakukan Look, Listen, and Feel.
(7) Jika frekuensi nafas < 12 kali per menit, maka berikan nafas bantuan ( detail
tentang nafas bantuan di bawah)
(8) Jika pasien mengalami nafas berikan nafas buatan
(9) Setelah diberikan nafas buatan maka lakukanlah pengecekan nadi arteri karotis
yang terletak dileher (cek dengan 2 jari di tonjolan ditengah tenggorokan,lalu
gerakkan jari kesamping,jangan terhambat oleh otot leher (sterno-kleido-
mastoideus), rasakan denyut nadi karotis selama 10 detik.
) Cek lagi nadi karotis (dengan metode di atas) selama 10 detik, jika teraba
lakukan Look, Listen, and Feel lagi. Jika tidak teraba ulangi poin nomor 10;
atau dihentikan (lihat syarat RJP).
(12) Setelah berhasil mengamankan kondisi di atas periksalah tanda – tanda
shock pada pasien.
a) Denyut nadi > 100 kali per menit
b) Telapak tangan basah, dingin, dan pucat
c) Capillary Refill Time (CRT) > 2 detik (CRT dapat diperiksa dengan cara
menekan ujung kuku pasien dengan kuku pemeriksaan selama 5 detik,
11
lalu lepaskan, cek berapa lama waktu yang dibutuhkan agar warna kuku
merah lagi.
(13) Jika pasien shock lakukan Shock Position pada pasien, yaitu dengan
mengang-kat kaki pasien setinggi 45 derajat dengan harapan sirkulasi darah
akan lebih banyak ke jantung. Pertahankan posisi shock sampai bantuan
datang atau tanda tanda shock menghilang.
(14) Jika ada perdarahan pada pasien, hentikan perdarahan dengan cara menekan
atau membebat luka (membebat jangan terlalu erat karena dapat
mengakibatkan jaringan yang dibebat mati).
(15) Setelah kondisi pasien stabil, tetap monitor selalu kondisi pasien dengan
Look, Listen, and Feel, karena pasien sewaktu-waktu dapat memburuk
secara tiba-tiba.
1.1.3 Perlindungan Diri Bagi Penolong
(1) Pastikan tempat member pertolongan tidak akan membahayakan penolong
dan pasien,
(2) Minimalisasi kontak langsung dengan pasien untuk mencegah penularan
penyakit,
(3) Selalu memperhatikan kesehatan diri penolong, sebab pemberian pertolongan
pertama adalah tindakan yang sangat memakan energi. Jika dilakukan
dengan kondisi tidak fit, justru akan membahayakan penolong sendiri.
12
BAB II
HASIL PERCOBAAN
1.1 Pertanyaan
1. Jelaskan mengapa mahasiswa fakultas kedokteran gigi memerlukan
pengetahuan tentang BLS ?
Karena nantinya saat menjalani profesi sebagai dokter gigi harus
mempuyai keterampilan dan kemampuan dalam melakukan BLS
karena keadaan gawat darurat bisa terjadi kapan saja, dimana saja dan
pada siapa saja. Kpndisi gawat darurat ini menuntut seorang dokter
gigi untuk mengantisipasi kajadian tersebut sesuai yang dijelaskan
dalam Kep.Menkes no. 39 tahun 2007 bahwa salah satu lingkup kerja
dokter gigi adalah memberikan pelayanan gawat darurat ( basic
emergency care ) yang terdiri dari BLS.
2. Apa yang anda lakukan apabila anda temukan gigi tiruan pasien anda
tertelan?
Jika gigi tiruan pasien tertelan maka hal yang akan saya lakukan yaitu
pertama memeriksa apakah terdengar suara “snoring” atau suara
seperti ngorok yang merupakan pertanda adanya penyumbatan atau
kebuntuan jalan nafas oleh benda padat. Jika terdengar suara tersebut
maka lakukan pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk
membuka mulut yaitu dengan menggunakan dua jari yaitu ibu jari dan
jari telunjuk yang digunakan untuk chin lift. Ibu jari digunakan untuk
mendorongrahang atas ke atas sedangkan jari telunjuk digunakan
untuk mendorong rahang bawah ke bawah. Kemudian lihatlah apakah
gigi tiruan tersebut menyangkut di tenggorokan korban. Jika iya maka
pindahkan gigi tiruan tersebut.
3. Apa gunanya metode back blow di bidang kedokteran gigi?
Metode back blow digunakan untuk membebaskan jalan nafas. Hal itu
dilakukan jika suara nafas tidak terdengar karena ada hambatan total
pada jalan nafas. Metode back blow dilakukan sebanyak lima kali
13
yaitu dengan memukul menggunakan telapak tangan pada daerah
diantara tulang skapula di punggung. Back blow tidak dilakukan pada
orang dewasa karena dikhawatirkan terjadi sumbatan lengkap atau
penuh.
4. Apa gunanya metode heinlich manuever di bidang kedokteran gigi ?
Metode heimlich manuever digunakan untuk membebaskan sumbatan
total pada jalan nafas dengan cara memposisikan diri, kemudian
menarik tangan kearah belakang atas. Metode ini dapat dilakukan
pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa yang sadar dan tidak sadar.
Metode ini dapat dilakukan baik dengan posisi berbaring atau duduk
yang dapat dilakukan sendiri.
5. Apa gunanya metode Chest thrust di bidang kedokteran gigi ?
Metode chest trhust digunakan untuk membersihkan sumbatan total
pada jalan nafas yang digunakan pada ibu hamil, bayi, obesitas dengan
cara memposisikan diri berbaring, berdiri, atau sedikit membungkuk
lalu mendorong tangan ke arah dalam atas. Chest trhust bisa dilakukan
untuk korban bayi, anak, dan dewasa baik dalam keadaan sadar
maupun tak sadar.
6. Apa yang anda lakukan pada saat anda jumpai pasien anda mengalami
pingsan setelah dilakukan anastesi ?. Jelaskan.
Jika ada pasien pingsan hal yang harus dilakukan yaitu:
Lakukan pengecekan kesadaran pasien dengan metode AV-PU,
yaitu:
a. A (Alert) : Korban sadar, jika tidak sadar lanjut ke poin
V
b. V (Verbal) : Coba panggil korban dengan berbicara keras
di ttelinga korban dan usahakan jangan menggoyang atau
menyentuh pasien, jika tidak ada respon lanjutkan ke P.
c. P (Pain) : Beri rangsang nyeri pada pasien, dengan
menekan bagian putih pada kuku tangan tepatnya di pangkal
kuku, dan dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang
14
dada (sternum) dan juga areal di atas bagian mata (supra
orbital).
d. U (Unresponsive) : Jika tetap tidak bereaksi maka orang berada
dalam keadaan tidak sadar
Jika pasien tidak sadar maka lkukan langkah berikut:
a. Pembebasan jalan nafas
Bebaskan jalan nafas dari segala sumbatan dengan mengangkat
dagu dan menarik kepala ke belakang ( metode head thilt, chin
lift atau jau trhust )
b. Call for help
Meminta bantuan untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut,
c. Perikasa pernafasan dengan cara:
- Look, yaitu meliohat apakah ada atau tidak aktifitas
pernafasan
- Listen, yaitu mendengarkan apakah ada suara pernafasan
yang abnormal
- Feel, yaitu rasakan ada atau tidak hembusan nafas
d. Apabila terjadi henti nafas lakukan pijat jantung dan nafas
buatan.
15
BAB III
KESIMPULAN
16