21
Keunggulan Amalgam Sebagai Bahan Restorasi Gigi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Amalgam dikenal sebagai bahan restorasi selama lebih dari 170 tahun. Berdasarkan survei yang di lakukan pada tahun 2001, melaporkan bahwa 75% dokter gigi di Amerika serikat memakai amalgam sebagai bahan restorasi gigi. Pada tahun 1999, sekitar 60% amalgam seringkali dijadikan sebagai bahan restorasi kavitas kelas I dan II. bahkan terdapat persentase penggunaan amalgam yang lebih tinggi dinegara berkembang (Uçar and Brantley, 2011). Berdasarkan American Dental Association (ADA) No.1 logam campur amalgam terdiri dari perak dan timah sebagai bahan utama serta campuran seperti tembaga dan seng. Selain itu serbuk campuran logam amalgam akan di campurkan dengan Hg atau merkuri. hal ini dilakukan agar memperoleh amalgam yang lebih bersifat plastis dan mudah dimanipulasi ketika di aplikasikan kedalam kavitas gigi. Namun, penggunaan Hg dalam restorasi amalgam sering kali dikhawatirkan dapat menimbulkan efek-efek yang merugikan bagi kesehatan. Baik kesehatan dalam rongga mulut maupun kesehatan secara sistemik. Sehingga penggunaan amalgam sebagai bahan restorasi mulai banyak ditinggalkan dan beralih menggunakan bahan

Keunggulan Amalgam Sebagai Bahan Restorasi Gigi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Keunggulan Amalgam

Citation preview

Page 1: Keunggulan Amalgam Sebagai Bahan Restorasi Gigi

Keunggulan Amalgam Sebagai Bahan Restorasi Gigi

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Amalgam dikenal sebagai bahan restorasi selama lebih dari 170 tahun. Berdasarkan

survei yang di lakukan pada tahun 2001, melaporkan bahwa 75% dokter gigi di Amerika serikat

memakai amalgam sebagai bahan restorasi gigi. Pada tahun 1999, sekitar 60% amalgam

seringkali dijadikan sebagai bahan restorasi kavitas kelas I dan II. bahkan terdapat persentase

penggunaan amalgam yang lebih tinggi dinegara berkembang (Uçar and Brantley, 2011).

Berdasarkan American Dental Association (ADA) No.1 logam campur amalgam terdiri

dari perak dan timah sebagai bahan utama serta campuran seperti tembaga dan seng. Selain itu

serbuk campuran logam amalgam akan di campurkan dengan Hg atau merkuri. hal ini dilakukan

agar memperoleh amalgam yang lebih bersifat plastis dan mudah dimanipulasi ketika di

aplikasikan kedalam kavitas gigi. Namun, penggunaan Hg dalam restorasi amalgam sering kali

dikhawatirkan dapat menimbulkan efek-efek yang merugikan bagi kesehatan. Baik kesehatan

dalam rongga mulut maupun kesehatan secara sistemik. Sehingga penggunaan amalgam sebagai

bahan restorasi mulai banyak ditinggalkan dan beralih menggunakan bahan restorasi lain seperti

SIK, resin komposit tanpa melihat sifat yang unggul dari amalgam.

Amalgam memiliki keunggulan-keunggulan yang tidak dimiliki oleh bahan tumpatan

lain. Seperti kekuatan terhadap tekanan mastikasi yang tinggi. Mudah untuk diaplikasikan

kedalam kavitas, perubahan dimensi yang minimal, ketahan terhadap aus dan lain-lain. Maka

dari itu dengan melihat keunggulan-keunggulan yang ada dalam amalgam diharapkan akan

menjadi pertimbangan untuk tetap menggunakan amalgam sebagai bahan restorasi gigi.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ilmu Konservasi Gigi II dan untuk

menjelaskan mengenai amalgam dan keunggulan-keunggulan amalgam sebagai bahan restorasi

gigi, serta hubungan antara penggunaan amalgam sebagai bahan restorasi dengan kesehatan

rongga mulut maupun kesehatan secara sistemik.

Page 2: Keunggulan Amalgam Sebagai Bahan Restorasi Gigi

I.2 Perumusan Masalah

1.     Apakah keunggulan amalgam sebagai bahan restorasi gigi?

2.     Apakah penggunaan amalgam berbahaya bagi kesehatan rongga mulut ataupun kesehatan secara

sistemik?

3.     Bagaimana cara memilnimalisir efek merugikan yang ditimbulkan akibat penggunaan amalgam

sebagai bahan restorasi ?

BAB II

II.1 AMALGAM

Komposisi amalgam

Amalgam adalah salah satu bahan restorasi gigi yang sering digunakan. Lebih dari 150

tahun amalgam digunakan sebagai bahan restorasi karena sifatnya yang sangat kuat dan tahan

lama didalam rongga mulut (solanki, 2012). Menurut American Dental Association (ADA) no.1

mengharuskan agar logam campur amalgam mempunyai bahan utama perak dan timah dan

unsur-unsur lain seperti tembaga, seng, merkuri, emas dengan konsentrasi yang kurang dari besar

konsentrasi timah dan perak. Penambahan material tersebut kedalam bahan campur amalgam

bertujuan untuk meningkatkan sifat fisik dan mekanik dari restorasi amalgam (Uçar and

Brantley, 2011). Konsentrasi perak dalam logam campur amalgam adalah 40%-70% dan timah

12%-30%, tembaga kurang dari 12%-24%, paladium 0,5%, indium 1% dan seng sampai dengan

1% (bharti et al, 2010). Kandungan logam tersebut memiliki fungsi tersendiri, kandungan perak

dalam logam campur amalgam berfungsi untuk menigkatkan kekuatan amalgam, menurunkan

creep, dan memperbesar reaktivitas logam campur dengan merkuri. kandungan timah berperan

dalam meningkatkan reaktivitas dan korosi, namun dapat menurunkan kekuatan dan kekerasan.

selain itu, pula kandungan tembaga dalam logam campur amalgam berfungsi untuk menaikan

kekuatan, ekpansi dan kekerasan serta dapat menurunkan creep. zink berfungsi untuk

meningkatkan plastisitas, kekuatan serta mampu menurunkan creep. Merkuri berfungsi untuk

memberikan kelembapan terhadap logam campur amalgam (solanki, 2012). Beberapa peneliti

berpendapat bahwa indium yang terkandung berfungsi untuk pengurangan creep dan

Page 3: Keunggulan Amalgam Sebagai Bahan Restorasi Gigi

meningkatkan kekuatan terhadap tekanan mastikasi, sedangkan kandungan paladium berperan

dalam proses pencegahan korosi (bharti et al, 2010). Untuk mendapatkan amalgam, merkuri

dicampur dengan bubuk dari logam campur amalgam dengan prosedur pencapuran yang disebut

triturasi. Produk dari triturasi ini adalah merupakan suatu masa plastis. Selama proses triturasi,

merkuri akan melarutkan partikel logam campur untuk membentuk fase yang baru. Fase baru

yang terbentuk cenderung memiliki titik cair diatas temperatur normal di dalam rongga mulut.

Cara manipulasi logam campur amalgam dengan merkuri sangat mempengaruhi sifat fisik dan

kimiawi dari amalgam. Hal ini merupakan kunci dari keberhasilan dalam melakukan restorasi.

Faktor – faktor yang mempengaruhi kulitas dari restorasi amalgam adalah :

a.     pemilihan logam campur

b.     rasio merkuri dan logam campur

c.     prosedur triturasi

d.     teknik kondensasi

e.     karakteristik anatomi dari gigi yang dilakukan restorasi

f.      hasil akhir

(anusavice, 2003)

secara umum, berdasarkan kandungan tembaganya, amalgam dibagi menjadi 2 yaitu:

1.     amalgam dengan kandungan tembaga yang rendah

amalgam dengan kandungan tembaga yang rendah disebut juga dengan amalgam konvensional

atau amalgam tradisional, komposisi dari amalgam konvensional ini terdiri dari 65% perak, 25%

timah, kurang dari 6% tembaga dan 1% zinc.

2.     amalgam dengan kandungan tembaga yang tinggi

amalgam dengan kandungan tembaga yang tinggi cenderung memiliki sifat yang lebih baik jika

dibadingkan dengan amalgam dengan kandungan tembaga yang rendah. Pada amalgam dengan

kandungan tembaga yang tinggi memiliki keunggulah untuk mengurangi kelemahan yang dapat

terjadi selama proses phase selain itu pada amalgam ini terlihat adanya peningkatan

kekuatan, korosi dan ketahanan terhadap kerusakan pada daerah tepi (gladwin and bagby, 2004).

Selain berdasarkan jumlah tembaganya, amalgampun dapat diklasifikasikan berdasarkan isi,

berdasarkan keberadaan zinc, berdasarkan banyaknya jenis logam, berdasarkan bentuk partikel

serta berdasarkan pengembangan alloy (solanki, 2012).

Sifat dan karakteristik amalgam

Page 4: Keunggulan Amalgam Sebagai Bahan Restorasi Gigi

Idealnya, amalgam harus dapat mengeras tanpa mengalami perubahan dimensi dan tetap

stabil. Akan tetapi perubahan dimensional amalgam dapat terjadi seperti memuai atau menyusut,

hal ini tergantung dari bagaimana cara memanipulasinya. Adanya penyusutan pada amalgam

dalam rongga mulut, dapat memicu terjadinya kebocoran mikro yang sering menjadi faktor

utama terbentuknya karies sekunder. Sedangkan ekpansi atau pemuaian yang berlebihan dapat

menyebabkan terjadinya penekanan pada daerah pulpa. Spesifikasi ADA no.1 menerangkan

bahwa amalgam dapat berkontraksi atau berekpansi sekitar 20 Kontraksi amalgam terjadi

sewaktu partikel-partikel larut dan terbentuk fase . Perhitungan menunjukan bahwa terjadi

perubahan volume perak sebelum memasuki fase dan setelahnya. Perubahan dimensi yang

terjadi sangat dipengaruhi oleh cara triturasi dan rasio yang digunakan. Logam campur amalgam

yang lebih rendah dari merkuri cenderung akan menyebbkan kontraksi, selain itu, tekanan pada

saat kondensasi yang berlebihan dapat menimbulkan kontraksi. hal ini terjadi karena dengan

adanya tekanan yang tinggi pada saat kondensasi akan cenderung memeras merkuri. Selain

itupula waktu triturasi yang lebih lama dan ukuran partikel logam campur yang lebih kecil dapan

memperbesar kemungkinan terjadinya kontraksi. Sementara ekspansi terjadi karena rasio

merkuri lebih besar dari rasio logam campur amalgam yang digunakan. selain itu ukuran partikel

logam campur yang cenderung besar dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya ekspansi.

Amalgam memiliki kelemahan dalam melawan tekanan mastikasi yang cukup kuat.

Kelemahan ini dapat menyebabkan kegagalan dalam restorasi. Kekuatan dari amalgam biasanya

terjadi karena manipulasi yang tidak baik, seperti triturasi yang kurang benar ataupun kandungan

merkuri yang cukup agar terjadi proses amalgamasi yang sempurna dan mengahasilkan kekuatan

yang cukup. Kelebihan merkuri dapat menurunkan kekuatan dari amalgam sedangkan

kekurangan kandungan merkuri dapat menyebabkan adanya logam campur yang kering sehingga

akhirnya membentuk suatu permukaan yang kasar dan dapat mempercepat terjadinya korosi.

Selain itu juga, kekuatan dari amalgam di pengaruhi oleh efek kondensasi dan efek porositas.

Kelemahan dalam melawan tekanan mastikasi ini, sering menjadikan restorasi mudah pecah

yang dapat menyebabkan kebocoran dan karies sekunder (annusavice, 2003).

Amalgam memiliki tekanan kompresi yang tinggi ,namun memiliki kelemahan dalam

beradaptasi terhadap gaya geser dan tarik. Amalgam seringkali digunakan untuk restorasi kavitas

kelas I, II, V dan VI (galdwin and bagby, 2004).

Page 5: Keunggulan Amalgam Sebagai Bahan Restorasi Gigi

Creep adalah salah satu sifat amalgam yang berhubungan dengan tingkat kerusakan pada

daerah tepi restorasi. Creep pada amalgam yang memiliki kandungan tembaga yang rendah

cenderung lebih tinggi jika di bandingkan dengan amalgam dengan kandungan tembaga yang

tinggi. Creep pada amalgam cenderung lebih lemah. Sifat dan karaketeristik amalgam tergantung

dari komponen penyusunnya, ukuran besar partikel dan manipulasi dari amalgam itu sendiri.

Sifat-sifat yang menjadi kelemahan amalgam dapat di minimalisir dengan cara melakukan dan

memperhatikan secara seksama bagaimana cara memanipulasi amalgam yang baik dan benar

(anusavice, 2003).

Durabilitas pada amalgam dikenal sangat baik, amalgam dengan kandungan tembaga

yang tinggi cenderung memiliki durabilitas lebih panjang jika dibandingkan dengan amalgam

dengan kandungan tembaga yang sedikit. Menurut survei yang telah dilakukan, durabilitas dari

50% amalgam dalam rongga mulut adalah sekitar 11,5 tahun. Durabilitas dari restorasi amalgam

tidak dipengaruhi oleh luas daerah yang dilakukan restorasi (bharti et al, 20120). Kegagalan

restorasi amalgam yang sering ditemui biasanya adalah adanya fraktur secara keseluruhan yang

meliputi fraktur gigi dan juga fraktur restorasi amalgam (4,6%), fraktur gigi (1,9%), fraktur pada

daerah tepi (1,3%), dan sekitar 0,8% penyebab lain yang dapat membuat kegagalan restorasi

amalgam. Survei lainnya menggambarkan bahwa Berdasarkan penelitian secara klinis, jangka

hidup untuk tumpatan sederhana amalgam pada kelas I adalah 15-18 tahun. Kelas II amalgam

sekitar 12 sampai 15 tahun. Jenis makanan yang dikonsumsi oleh pasien, serta tingkat kebersihan

mulut pasien sangat memiliki peran yang penting dan dapat mempengaruhi durabilitas dari bahan

restorasi yang digunakan (galdwin and bagby, 2004).

Amalgam dapat terkorosi secara galvanik, hal ini dapat terjadi jika terdapat dua macam

bahan tumpatan yang berbasis metal dalam rongga mulut dalam waktu yang bersamaan.

Permukaan amalgam yang mengalami korosi akan memicu kerusakan daerah tepi dan fraktur

(Galdwin and Bagby, 2004).

Merkuri dalam amalgam untuk restorasi gigi

Air raksa atau merkuri sangat penting dalam sifat fisik restorasi amalgam. Analisis dari

restorasi secara klinis menunjukan adanya variasi yang besar dalam kandungan air raksa, tipikal,

konsentrasi air raksa yang lebih tinggi adalah pada bagian tepi restorasi. Kandungan air raksa

atau merkuri pada bagian tepi memiliki nilai 2-3% lebih tinggi daripada badan tambalan.

Page 6: Keunggulan Amalgam Sebagai Bahan Restorasi Gigi

Kandungan merkuri yang besar pada bagian tepi sangatlah penting Karena pada daerah tepi

sangat rentan terhadap korosi, patah dan terjadinya karies sekunder. Kandungan merkuri yang

terlalu tinggi dari suatu retorasi amalgam, akan dapat menurunkan kekuatannya. Semakin tinggi

kandungan merkuri , akan menunjukan nilai kegagalan restorasi yang juga semakin tinggi. Oleh

karena itu, sangatlah penting memperhatikan rasio antara logam campur amalgam dan merkuri

yang digunakan pada saat akan melalukan restorasi kavitas (annusavice, 2003). Namun, pada

akhir-kahir ini, keberadaan merkuri dalam campuran restorasi amalgam sangat dicemaskan dapat

memicu penyakit-penyakit yang terjadi dalam rongga mulut ataupun penyakit-penyakit yang

bersifat sistemik.

Toksisitas Merkuri Dalam Restorasi Amalgam

kandungan merkuri dalam bahan restorasi amalgam dalam beberapa peristiwa memang

dapat menyebabkan terjadinya reaksi hipersensitivitas atau alergi. Tetapi peristiwa alergi yang

terjadi pada pasien yang menggunakan restorasi amalgam tidaklah signifikan, karena tidak setiap

pasien yang melakukan treatment menggunakan amalgam mengalami alergi. Beberapa penelitian

menerangkan bahwa penggunaan restorasi amalgam dapat pula menyebabkan terjadinya

gangguan kesehatan secara sistemik seperti kerusakan pada ginjal, alergi atau hipersensitivitas

atau gangguan terhadap neurobehavior. Namun, apabila penggunaan alamgam dilakukan secara

benar, tidak akan terjadi masalah terhadap biokombatibilitas dari restorasi amalgam (Craig,

1993).

Seseorang dapat terpapar merkuri dari diet makanan, minuman, udara, dan restorasi

amalgam. Merkuri yang terlepas dari bahan restorasi amalgam biasanya terjadi akibat adanya

penguapan merkuri. Uap merkuri pada manusia dapat ditemukan pada hembusan nafas, pada

rongga mulut dengan keadaan mulut terbuka atau teertutupmelalu kateter yang dipasang ditrakea

melalu bronkoskop. Data dari penelitian menjelaskan bahwa merkuri secara terus menerus

terlepas dalam rongga mulut dari bahan restorasi amalgam. Tingkat pelepasan merkuri pada

seseorang dipengaruhi oleh banyak factor yaitu area restorasi, usia, diet, komposisi amalgam,

dan kuantitas permukaan yang mengalami oksidasi. Uap merkuri dapat terlarut pada udara

intraoral ataupun oleh saliva, kemudian dapat penetrasi ke organisme melalui banyak cara (Uçar

and Brantley, 2011).

Page 7: Keunggulan Amalgam Sebagai Bahan Restorasi Gigi

World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa ditemukan kadar merkuri dalam

urin yang lebih tinggi yaitu sekitar 5 sampai 20 pada orang yang mengkonsumsi

seafood dengan frekuensi seminggu sekali jika dibandingkan dengan kadar merkuri akibat

pajanan restorasi amalgam yaitu sekitar 1 atau sekitar 1 mg/ (Craig, 1993). WHO

merekomendasikan nilai batas paparan merkuri jangka panjang untuk para pekerja atau operator

adalah sebesar 25 selain itu WHO merekomendasikan paparan yang merkuri untuk

wanita dalam masa subur harus lebih rendah dari nilai standar yaitu sekitar 10 (bindslev,

1991).

Penguapan merkuri dari bahan restorasi amalgam lebih kecil jika dibandingkan dengan

pengkonsumsian berbagai jenis ikan. Peningkatan kadar amalgam dalam urin dan darah dapat

dipengaruhi oleh berbagai factor, tidak hanya dipengaruhi oleh merkuri yang berasal dari bahan

restorasi amalgam. Secara keseluruhan merkuri yang berasal dari amalgam hanya memberikan

sedikit pengaruh terhadap total kadar merkuri dalam tubuh . secara epidemiologi, kadar merkuri

dalam urin dan darah berkolerasi dengan jumlah paparan yang berasal dari lingkungan dan diet

(Craig, 1993).

Penelitian Mengenai Merkuri Dalam Bahan Restorasi Amalgam

Berdasarkan artikel dan data yang telah di review dalam jurnal “Biocompatibility of Dental

Amalgam” menginformasikan bahwa merkuri yang terlepas dari restorasi amalgam dalam rongga

mulut tidak berkontribusi terhadap penyakit sistemik atau efek toksik sistemik. Jones (1999)

melaporkan bahwa tidak ada bukti kesimpulan dalam literatur ilmiah yang menerangkan

hubungan antara penyebab gangguan neurologi ireversibel atau disfungsi renal dengan

penguapan merkuri dari restorasi amalgam. Polusi merkuri dari kedokteran gigi tidak

sesignifikan dibandingkan dengan yang berasal dari penggunaan pada industri dan sumber alam.

Kemudian, reaksi alergi akibat merkuri dalam bahan restorasi amalgam dapat terjadi, tetapi

dengan frekuensi yang sangat jarang. Reaksi alergi terhadap merkuri terjadi pada pasien dengan

restorasi amalgam, seperti dermatitis, gingivitis, stomatitits, dan reaksi kutaneus. Reaksi alergi

terhadap restorasi amalagam biasanya hilang dalam beberapa hari atau setelah pelepasan

restorasi amalgam tersebut. Berdasarkan data ilmiah yang menerangkan bahwa adanya efek-efek

tertentu terhadap kesehatan, tidak dapat dijadikan sebagai acuan untuk pemberhentian

Page 8: Keunggulan Amalgam Sebagai Bahan Restorasi Gigi

penggunaan amalgam atau penggantiannya dengan restorasi lain. Terdapat kasus-kasus dimana

amalgam adalah satu-satunya pilihan tanpa alternatif lain (Uçar and Brantley, 2011).

Reaksi alergi terhadap merkuri yang terkandung dalam restorasi amalgam jarang terjadi,

walaupun ada kasus yang melaporkan alergi kontak dermatitis, gingivitis, stomatitis dan terjadi

sedikit reaksi kutaneus. Respon ini biasanya menghilang jika amlgam di hilangkan. Efek lokal

atau sistemik lain dari merkuri yang terkandung dalam restorasi amalgam belum dapat

dibuktikan. Tidak ada studi ilmiah yang pasti bahwa restorasi amalgam memberikan suatu efek

yang buruk. Selain itu, Laporan mengenai insidensi multiple sclerosis tidak dapat dihubungkan

secara pasti bahwa amalgam sebagai penyebabnya. Tidak ada bukti secara ilmiah hubungan

antara hilangnya insidensi multiple sclerosis dengan menghilangkan restorasi amalgam didalam

rongga mulut (Craig, 1993).

Menurut penelitian yang dilakukan Bharti et all pada tahun 2010, dalam jurnalnya yang

berjudul “dental amalgam : An Update” menerangkan bahwa insidensi alergi dari merkuri jarang

terjadi dan hubungan kandungan merkuri dalam restorasi amalgam dengan penyakit multiple

sclerosis dan penyakit alzheimer belum dapat dibuktikan secara signifikan. Walaupun mungkin

ada beberapa hubungan diantara restorasi amalgam dengan lesi oral lichenoid.

Manifestasi oral akibat keracunan merkuri seperti terjadinya gingivitis parah, gusi berdarah,

ulserasi, oral mukosa, pembengkakan glandula saliva, hiposalivasi atau hipersalivasi yang telah

diteliti menunjukan insidensi dari kasus tersebut sangatlah jarang.

Sekelompok peneliti dari berbagai asal didunia telah meneliti tentang keamanan amalgam,

dan tidak ada bukti bahwa sejumlah kecil merkuri yang keluar dari bahan tumpat amalgam

berkontribusi dalam penyakit maupun efek toksik sistemik. Sehingga tidak ada alasan untuk

menhentikan penggunaan amalgam sebagai bahan tumpatan atau merekomendasikan untuk

mengganti tumpatan amalgam yang ada dengan bahan restorsi yang lain. Apalagi tidak

ditemukannya hubungan antara amalgam dengan berbagai macam sklerosis, penyakit Alzheimer,

myalgic encephalitis maupun migrain.

Informasi lainnya adalah mengenai efek merkuri di bahan tumpat amalgam pada ibu hamil.

Studi menunjukan tidak ada hubungan restorasi amalgam dengan kadar merkuri pada darah ibu

hamil, cairan amniotic, susu, maupun darah bayi baru lahir. Meskipun tidak diragukan lagi

bahwa kadar merkuri yang tinggi akan berbahaya dan dokter gigi harus bisa menanganinya

dengan benar sehingga lingkungan tidak terkontaminasi baik oleh merkuri maupun amalgam

Page 9: Keunggulan Amalgam Sebagai Bahan Restorasi Gigi

sisa. Selain itu, pentingnya peran amalgam dalam polusi merkuri terhadap lingkungan juga perlu

di perhatikan. Report pada tahun 1992 oleh United States Enviromental Protection Agency

menunjukkan bahwa pada tahun 1989 sampah baterai yang dibuang menyumbang sekitar 86%

dari limbah merkuri, sementara bahan tumpat amalgam hanya 0.56%. Jumlah ini sangat kecil

bila dibandingkan dengan sumber polusi merkuri yang lain dan angka tersebut sudah turun

sekitar 75% dalam 20 tahun terakhir, karena kesadaran dan respon dari profesi dokter gigi

terhadap zat berbahaya (kidd and smith, 2003).

Keamanan amalgam untuk perawatan restorasi telah direview berulang kali oleh beberapa

kelompok peneliti berbeda di Amerika Serikat. US Public Health Service (USPHS)

mempublikasi laporan ilmiah secara luas mengenai keamanan amalgam pada tahun 1993, dan

kesimpulan dari laporan ini disahkan pada tahun 1995 dan 1997. USPHS menganalisis 175 studi

peer-review dan melaporkan bahwa data dalam studi tersebut tidak menjamin sebuah kesimpulan

bahwa merkuri yang lepas dari restorasi amalgam dapat menyebabkan masalah neurologis, renal,

dan perkembangan. Di sisi lain, studi-studi sebelumnya telah mencatat bahwa restorasi amalgam

dapat menyebabkan reaksi aleri atau hipersensitivitas walaupun jarang. Bahkan jika kebanyakan

peneliti setuju bahwa data yang tersedia tidak menerangkan bahwa limbah kesehatan yang

disebabkan oleh restorasi amalgam. terdapat beberapa negara yang sedikit atau membatasi

penggunaan amalgam. Health Canada (1996) telah merekomendasi bahwa penggunaan amalgam

dihindari untuk individu yang hipersensitivitas, orang dengan gangguan fungsi renal, anak-anak,

dan wanita hamil. German ministry of health (1997) dan Commission of the European Union

(2008) juga telah menyatakan bahwa restorasi amalgam tidak seharusnya ditempatkan untuk

kelompok yang hipersensitivitas, memiliki gangguan fungsional, atau yang termasuk kategori

khusus (Uçar and Brantley, 2011).

Council of Scientific Affairs dari American Dental Association (ADA) menyimpulkan

pada tahun 1998 bahwa amalgam selanjutnya menjadi material restorasi yang aman dan efektif

dalam pandangan informasi ilmiah yang tersedia pada waktu itu, dan ADA mengesahkan

pernyataan ini pada tahun 2002, 2003, dan 2009. ADA menyatakan bahwa jika organisasi telah

mengajukan bahwa amalgam memperlihatkan perawatan untuk kesehatan gigi pasien, mereka

akan menyarankan anggota mereka menggunakan material ini untuk restorasi. ADA telah

menyimpulkan bahwa amalgam menawarkan pilihan perawatan yang aman dan cost-effective.

Baru-baru ini, Council of European Dentists (CED) mendeklarasi bahwa amalgam selanjutnya

Page 10: Keunggulan Amalgam Sebagai Bahan Restorasi Gigi

menjadi material yang paling tepat untuk banyak restorasi disebabkan oleh kemudahan

penggunaan, ketahanan, dan harga yang efektif (Uçar and Brantley, 2011).

Meminimalisir Efek Merkuri yang Terkandung Dalam Restorasi Amalgam

Resiko merkuri dapat diminimalisir, apabila dilakukan langkah-langkah berikut:

1. Tempatkan merkuri pada tempat dengan segel rapat

2. Bersihkan segera semua komponen yang terkena merkuri.

3. Gunakan kapsul yang rapat selama proses amalgamasi

4. Gunakan teknik tanpa sentuh selama pengaplikasian amalgam

5. Simpan semua kepingan amalgam dalam air yang mengandung sodium thiosulfate

6. Bekerja pada ruangan dengan ventilasi yang baik

7. Hindari pemasangan karpet pada ruang perawatan karena proses dekontaminasi

pada karpet sulit.

8. Kurangi penggunaan bahan yang memakai merkuri.

9. Hindari pemanasan pada merkuri dan amalgam.

10.Gunakan semprot dan suction air ketika grinding amalgam.

11.Gunakan prosedur amalgam konvensional, secara manual maupun mekanis. Jangan gunakan

condenser amalgam ultrasonik.

12. Tentukan level paparan uap merkuri pada operator secara periodik.

(Craig, 1993).

Perkembangan Bahan Restorasi Amalgam

Amalgam Bebas Merkuri

Cara terbaik untuk menghindari pelepasan merkuri adalah dengan mengganti merkuri

dalam restorasi amalgam dengan menggunakan Gallium. Gallium adalah suatu metal yang

berwarna putih keperakan yang memiliki titik leleh sedikit diatas merkuri. Gallium memiliki

penguapan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan merkuri. Bahan campurnan restorasi

hampir mirip dengan amalgam konvesional yang di triturasi dengan cairan gallium. Dimana titik

leleh akan menurun dengan melakukan penambahan indium dan timah. Dilihat dari sifak

mekanis bahwa ekspansi selam asetting, creep dan kekuatan kompresinya setara atau dibawah

dengan amalgam yang menggunakan cairan merkuri. Kondensasi sangat sulit dan porositas akan

cenderung meningkat, selain itu pada amalgam yang menggunakan gallium sebagai cairannya,

Page 11: Keunggulan Amalgam Sebagai Bahan Restorasi Gigi

cenderung memiliki adaptasi yang rendah pada daerah tepi restorasi. Selain itu kecenderungan

terjadinya korosi akan lebih besar jika dibandingkan dengan amalgam yang mengandung

merkuri. Secara klinis ditemukan adanya tarnish, fraktur pada komponen daerah yang keras,

serta sensitivitas pasca opertatif 2 kali lebih tinggi dari amalgam yang mengandung merkuri.

Dapat disimpulkan bahwa penggunaan Ga-alloy secara klinis memiliki kemampuan mekanis

yang lebih rendah jika dibandingkan dengan amalgam yang menggukan merkuri sebagai

komponen cairannya (Schmalz and Arenholt, 2009).

Prediksi bahwa amalgam tidak akan bertahan sampai akhir abad ke-20 adalah salah.

Penampilannya yang kurang baik, ketidakmampuannya untuk berikatan dengan gigi, dan

pendapat tentang merkuri dan keburukan materialnya tidak membuat amalgam ditinggalkan

karena harganya yang murah dan kemampuannya bertahan lama. Karena perkembangan dari

material dan teknik lain, penggunaan amalgam sepertinya akan menghilang dari peredaran.

Tetapi, amalgam berlanjut menjadi bahan terbaik di dalam armamentarium restorative karena

ketahanan dan teknik insensitivitasnya. Amalgam mungkin akan menghilang, tetapi

kehilangannya akan digantikan oleh bahan yang lebih baik, penampilannya lebih bagus dan lebih

memperhatikan masalah kesehatan (Bharti et al, 2010).

Keunggulan Menggunakan Amalgam

Keunggulan-keunggulan yang dimiliki amalgam sebagai bahan restorasi gigi adalah :

1.     memiliki surabilitas yang baik, Menurut survey yang telah dilakukan,durabilitas dari 50%

amalgam dalam rongga mulut adalah sekitar 11,5 tahun. Durabilitas dari restorasi amalgam tidak

dipengaruhi oleh luas daerah yang dilakukan. Direstorasi (bharti et all, 20120). Survey lainnya

menggambarkan bahwa Berdasarkan penelitian secara klinis, jangka hidup untuk tumpatan

sederhana amalgam pada kelas I adalah 15-18 tahun. Kelas II amalgam sekitar 12 sampai 15

tahun. Hal yang penting untuk diingat adalah pasien memiliki pertimbangan tersendiri untuk

bahan tumpatanyang memiliki durabilitas yang panjang. Jenis makanan yang dikonsumsi oleh

pasien, serta tingkat kebersihan mulut pasien sangat memiliki peran yang penting dan dapat

mempengaruhi durabilitas dari bahan restorasi yang digunakan (galdwin and bagby, 2004).

2.     Tekniknya tidak menimbulkan sensitif

3.     Dapat diaplikasi pada berbagai kasus

4.     Formulasi terbaru memiliki resistensi yang panjang terhadap korosi

Page 12: Keunggulan Amalgam Sebagai Bahan Restorasi Gigi

5.     Mudah dimanipulasi

6.     Waktu pengerjaan lebih pendek dibanding material lain

7.     Sering dapat reparasi

8.     Murah

9.     Manipulasi mudah

10.  Pengerjaan pada pasien hanya memerlukan satu kali waktu pertemuan

11.  Kekuatan kompresi baik

(Solanki et al, 2012)

Karena kekerasan dan resistensi pemakaian, amalgam adalah bahan tumpatan yang tahan

lama dengan harga yang relatif murah. Saat pencampuran, amalgam memiliki kemampuan untuk

memperkuat tepi pemakaian saat penggunaanya. Pada saat tepinya terkorosi, gigi/restorasi yang

dihadapannya akan mengisi dengan bahan korosinya sehingga kebocoran mikronya akan

berkurang. Sering kali tepi dari tumpatan amalgam mungkin terlihat pecah tapi sebenarnya

kavitas terisi dengan baik dibawah permukaannya. Penelitian secara klinis menunjukkan

integritas marginal dari amalgam faktor prediksiyang buruk dari karies reccurent.Amalgam

merupakan bahan restorasi permanen yang tekniknya tidak paling sensitif pada praktik dokter

gigi. Pada saat proses pencampuran, hanya amalgam yang mungkin dapat dikerjakan dengan

baik meskipun ditempat yang lembab maupun lingkungan yang terkontaminasi. Jangka hidup

bahan restorasi amalgam, seperti pada bahan tumpatan permanen lainnya secara tidak langsung

juga berkaitan dengan besarnya daerah yang di restorasi. Seiring dengan bertambahnya daerah

yang direstorasi, tekanan pada bahan restorasi juga meningkat, dan jangka hidupnya berkurang.

Berdasarkan penelitian secara klinis, jangka hidup untuk tumpatan sederhana amalgam pada

kelas I adalah 15-18 tahun. Kelas II amalgam sekitar 12 sampai 15 tahun. Hal yang penting

untuk diingat adalah pasien memiliki pertimbangan tersendiri untuk bahan tumpatan dengan

jangka hidup yang lama. Makanan serta kebersihan mulut pasien sangat penting dan dapat

berontribusi dalam lamanya jangka hidup bahan restorasi yang mereka gunakan (Galdwin and

Bagby, 2004).

BAB III

KESIMPULAN

Dari apa yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa :

Page 13: Keunggulan Amalgam Sebagai Bahan Restorasi Gigi

1.     Amalgam merupakan salah satu bahan restorasi gigi yang sering digunakan

Yang terdiri dari alloy perak dan cairan merkuri.

2.     Kandungan merkuri dalam amalgam dapat bersifat toksik apabila rasio dan cara manipulasi

merkuri yang digunakan tidak tepat. Insidensi gangguan kesehatan akibat merkuri dalam

restorasi amalgam sangatlah kecil.

3.     Berdasarkan penilitian bahwa sampai saat ini amalgam masih layak digunakan sebagai bahan

restorasi gigi.

 BAB IV

Daftar Pustaka

Annusavice, Kenneth J. 2003. Buku Ajar Ilmu Biomaterial Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC.

Bindslev, Preben Hörsted, et al. 1991. Dental Amalgam – A Health Hazard?. Jakarta: EGC.

Bharti, Ramesh, et al. 2010. Dental Amalgam: An Update. Jounal Conservation Dental. 2010 oct-

dec;13(4):204-208.

Craig, Robert G. 1993. Restorative Dental Materials. Mosby-year Book, Inc.

Gladwin, M.;Bagby, M. 2004. Clinical Aspect of Dental Materials, Theory, Practice, and Cases; 2nd

edition. Maryland : Lippincott Williams & Wilkins.

Kidd, E.A.M, Smith, B.G.N. 2003. Pickard’s Manual of Operative Dentistry : Eighth edition. Oxford :

Oxford University Press.

Schmalz, Gottfried and Bindslev, Dorthe Arenholt. 2009. Biocompatibility of Dental Material.

Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

Solanki, Gaurav.2012. Amalgam Restorasi – An Overview. International Journal of Biomedical

Research. Vol. 2012. Pages 08-14.

Uçar, Yurdanur and William A. Brantley. 2011. Biocompatibility of Dental Amalgams. International

Journal of Dentistry. Vol. 2011. Pages: 1-7.