22
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III FARMAKOTERAPI HEMATOLOGI DISUSUN OLEH: KELOMPOK C-2 1. Ikhwan Yuda K G1F007065 2. Farikhah Arinda R G1F007066 3. Anggraeni Restu P G1F007067 4. Fitri Fauziyah Hayati G1F007068 5. Lina Nurfadhila G1F007069 6. Lia Ruby F G1F007070 7. Rizki Khotimah G1F007071 8. Resti Susanti G1F007072 9. Wahyu Indra A G1F007073 10. Intan Mega G1F007074 11. Toix Nur Arifiani G1F007075 12. Mega Sekar L G1F007076 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Lap Praktikum Farter Hematologi

  • Upload
    ulinufa

  • View
    306

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lap Praktikum Farter Hematologi

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III

FARMAKOTERAPI HEMATOLOGI

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK C-2

1. Ikhwan Yuda K G1F0070652. Farikhah Arinda R G1F0070663. Anggraeni Restu P G1F0070674. Fitri Fauziyah Hayati G1F0070685. Lina Nurfadhila G1F0070696. Lia Ruby F G1F0070707. Rizki Khotimah G1F0070718. Resti Susanti G1F0070729. Wahyu Indra A G1F00707310. Intan Mega G1F00707411. Toix Nur Arifiani G1F00707512. Mega Sekar L G1F007076

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN FARMASI

PURWOKERTO

2010

Page 2: Lap Praktikum Farter Hematologi

FARMAKOTERAPI HEMATOLOGI

A. KASUS

Inisial : Ny. B

Umur : 35 tahun

RPD : -

RO : -

R. Alergi : -

Keluhan : Sudah sekitar sebulan merasa nyeri di sendi, seluruh organ menjadi sakit.

Sering mengalami demam. Terjadi kelelahan yang berkepanjangan. Menjadi

sensitive terhadap cahaya. Ny. B juga mengalami kerontokan rambut.

DIAGNOSA :

Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

PERTANYAAN

Berdasarkan diagnosis yang telah ditegakkan, susunlah terapi farmakologi, non

farmakologi, monitoring dan evaluasi pada Ny. B!

B. DATA BASE PASIEN

Subyektif

Inisial : Ny. B

Umur : 35 tahun

RPD : -

RO : -

R. Alergi : -

Keluhan : Sudah sekitar sebulan merasa nyeri di sendi, seluruh organ menjadi sakit.

Sering mengalami demam. Terjadi kelelahan yang berkepanjangan. Menjadi

sensitive terhadap cahaya. Ny. B juga mengalami kerontokan rambut.

C. DATA KLINIK DAN LABORATORIUM

Obyektif

- Fluorescent Antinuclear Antibodies (ANA) positif.

- Ditemukan protein dalam urin.

Page 3: Lap Praktikum Farter Hematologi

D. PATOFISIOLOGI PENYAKIT

Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Patofisiologi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Penyakit Lupus adalah penyakit baru yang mematikan setara dengan kanker. Tidak

sedikit pengindap penyakit ini tidak tertolong lagi, di dunia terdeteksi penyandang penyakit

Lupus mencapai 5 juta orang, lebih dari 100 ribu kasus baru terjadi setiap tahunnya.

Arti kata lupus sendiri dalam bahasa Latin berarti “anjing hutan”. Awalnya penderita

penyakit ini dikira mempunyai kelainan kulit, berupa kemerahan di sekitar hidung dan pipi.

Bercak-bercak merah di bagian wajah dan lengan, panas dan rasa lelah berkepanjangan,

rambutnya rontok, persendian kerap bengkak dan timbul sariawan. Penyakit lupus adalah

penyakit sistem daya tahan, atau penyakit autoimun, artinya tubuh pasien lupus membentuk

antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah

merah, leukosit, atau trombosit. Antibodi seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri

ataupun virus yang masuk ke dalam tubuh.

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun yang terjadi karena

produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan dengan manifestasi

klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai oleh inflamasi luas

pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi episode remisi dan

eksaserbasi, serta bersifat kronis dan ada kalanya progresif.

Perjalanan penyakit ini dapat ringan atau berat, secara terus-menerus, dengan

kekambuhan yang menimbulkan kerusakan jaringan akibat proses radang yang

ditimbulkannya. Gejala utama Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah kelemahan umum,

anoreksia, rasa mual, demam, dan kehilangan berat badan. Sekitar 80% kelainan melibatkan

jaringan persendian, kulit, dan darah; 30–50% menyebabkan kelainan ginjal, jantung dan

sistem saraf; serta 10–30% menyebabkan trombosis arteri dan vena yang berhubungan dengan

antibodi antikardiolipin 1,2,4,5.

Manifestasi klinis SLE pada sistem saraf dapat berupa neuropsikiatrik psikosis, kejang,

stroke, kelumpuhan saraf kranial, maupun mielopati. Angka kejadian mielopati transversa

pada SLE sekitar 1-2 %, sedangkan insiden kejadian mielopati transversa pada populasi umum

1,34/satu juta. Prevalensi SLE di antara etnik adalah wanita kulit hitam 1: 250, wanita kulit

putih 1: 4300, dan wanita cina 1 : 10001.

Penyebab dan mekanisme terjadinya systemic lupus erythematosus (SLE) belum

diketahui pasti. Diduga mekanisme terjadinya SLE melibatkan beberapa faktor : factor

genetic, sinar ultraviolet.

Page 4: Lap Praktikum Farter Hematologi

Sebuah penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan

peradangan pada tulang sendi , otot , kulit dan jaringan penghubung lainnya , dan organ .

Lupus menyebabkan sistem kekebalan memproduksi antibodi antibodi yang menyerang sel

sel dan jaringan jaringan yang berasal dari dalam tubuh kita sendiri antibody sel jaringan

sendiri.

Diduga terbentuknya komplek imun (DNA dan anti-DNA) merupakan ciri

imunopatologis lupus. Antibodi yang mengikat nukleosum (DNA dan histon) dapat terjadi di

ginjal dan membentuk kompleks imun in situ. Baik komplek imun yang dibentuk dalam

sirkulasi atau insitu berperan dalam terjadinya kerusakan ginjal, kulit, pleksus koroid di otak

dan jaringan lainnya.

Etiologi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi dan

lingkungan ikut berperan. Faktor keluarga yang kuat terutama pada keluarga dekat, resiko

meningkat 25–50% pada kembar identik dan 5% pada kembar dizygotic, menunjukkan

kaitannya dengan faktor genetik

Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan

jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaksi imunologi ini akan menghasilkan antibodi secara

terus menerus. Antibodi ini juga berperan dalam pembentukan kompleks imun sehingga

mencetuskana penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakana multi organ.

  Fakta bahwa sebagian kasus bersifat sporadis tanpa diketahui faktor predisposisi

genetiknya, menunjukkan faktor lingkungan juga berpengaruh. Infeksi dapat menginduksi

respon imun spesifik berupa molecular mimicry yang mengacau regulasi sistem imun. Faktor

lingkungan yang mencetuskan SLE, bisa dilihat pada tabel berikut :

 

Faktor Lingkungan yang mungkin berperan dalam patogenesis Lupus Eritematous Sistemik

(dikutip dari Ruddy: Kelley's Textbook of Rheumatology, 6th ed 2001

o Definite

Sinar ultraviolet B. Sinar ultraviolet mengurangi supresi imun sehingga terapi kurang efektif,

SLE akan kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan

prostaglandin sehingga terjadi inflamasi ditempat tersebut maupun secara sistemik melalui

peredaran di dalam tubuh.

o Probable

Hormon sex, estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgen mengurangi resiko

Page 5: Lap Praktikum Farter Hematologi

rasio penderita wanita : pria = 9:1; rasio penderita menarche : menopause = 3:1

o Possible

Faktor diet

Alfalfa sprouts dan sprouting foods  yang mengandung L-canavanine; Pristane atau bahan

yang sama; Diet tinggi saturated fats

Faktor Infeksi

DNA bakteri; Human retroviruses; Endotoksin, lipopolisakarida bakteri

Faktor paparan dengan obat tertentu

(Hidralazin, Prokainamid, Isoniazid, Hidantoin, Klorpromazin, Methyldopa, D-

Penicillamine, Minoksiklin, Antibodi anti-TNF, Interferon)

Faktor Stres. Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudang memiliki

kecenderungana akan penyakit ini

 GEJALA KLINIK/SYMPTOM

Gejala penyakit dikenal sebagai Systemik Lupus Erythematosus (SLE) alias Lupus,

Eritomatosus artinya kemerahan. sedangkan sistemik bermakna menyebar luas keberbagai

organ tubuh. Gejala-gejala umum dijumpai adalah:

o Penderita sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan, demam dan pegal-pegal,

kehilangan nafsu makan, nyeri otot, radang sendi, ulkus pada mulut dan hidung.

Gejala ini terutama didapatkan pada masa aktif.

o Kulit.

Sebesar 2 sampai 3% lupus discoid terjadi pada usia dibawah 15 tahun. Sekitar 7%

Lupus diskoid akan menjadi SLE dalam waktu 5 tahun, sehingga  perlu dimonitor

secara rutin hasil pemeriksan laboratorium menunjukkan adanya antibodi antinuclear

(ANA) yang disertai peningkatan kadar IgG yang tinggi dan lekopeni ringan. Pada

penderita SLE dijumpai kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari serta

timbulnya gangguan pencernaan. Pada kulit, akan muncul ruam merah yang

membentang di kedua pipi, mirip kupu-kupu. Kadang disebut (butterfly rash) yang

menyerupai cakram bisa muncul di kulit seluruh tubuh, menonjol dan kadang-kadang

bersisik. Manifestasi kulit sering pada lupus dan kadang2 dapat  menyebabkan parut.

Pada discoid lupus, hanya kulit yang terlibat. Skin rash pada discoid lupus sering

ditemukan pada wajah dan kulit kepala. Biasanya berwarna merah dan mempunyai

tepi yang menaik. Rash pada discoid lupus, biasanya tidak sakit dan tidak gatal, tetapi

parutnya dapat menyebabkan kerontokan rambut permanen. 5%-10% pasien dengan

discoid lupus bisa menjadi SLE.

Page 6: Lap Praktikum Farter Hematologi

o Serositis (pleuritis dan perikarditis).

Gejala klinisnya berupa nyeri waktu inspirasi dan pemeriksaan fisik dan radiologis

menunjukkan efusi pleura atau efusi parikardial.

o Ginjal

Pada sekitar 2/3 dari anak dan remaja SLE akan timbul gejala lupus nefritis. Lupus

nefritis akan diderita sekitar 90% anak dalam tahun pertama terdiagnosanya SLE.

Berdasarkan klasifikasi WHO, urutan jenis lupus nefritis yang terjadi pada anak

berdasarkan prevalensinya adalah:

(1) Klas IV, diffuse proliferative glomerulonephritis (DPGN) sebesar 40%-50%;

(2) Klas II, mesangial nephritis (MN) sebesar 15%-20%;

(3) Klas III, focal proliferative (FP) sebesar  10%-15%; dan

(4) Klas V, membranous pada > 20%.

o Hematologi

Kelainan hematologi yang sering terjadi adalah limfopenia, anemia, trombositopenia,

dan lekopenia. Anemia yang diakibatkan oleh sel-sel darah merah yang dihancurkan

oleh penyakit lupus.

o Pneumonitis interstitialis

Merupakan hasil infiltrasi limfosit. Kelainan ini sulit dikenali dan sering tidak dapat

diidentifikasi. Biasanya terdiagnosa setelah mencapai tahap lanjut.

o Susunan Saraf Pusat (SSP)

Gejala SSP bervariasi mulai dari disfungsi serebral global dengan kelumpuhan dan

kejang sampai gejala fokal seperti nyeri kepala dan kehilangan memori. Diagnosa

lupus SSP ini membutuhkan evaluasi untuk mengeksklusi ganguan psikososial reaktif,

infeksi, dan metabolik.  Trombosis vena serebralis bisanya terkait dengan antibodi

antifosfolipid. Bila diagnosa lupus serebralis sudah diduga, konfirmasi dengan CT

Scan perlu dilakukan.

o Arthritis

Dapat terjadi pada lebih dari 90% anak dengan SLE. Umumnya simetris, terjadi pada

beberapa sendi besar maupun kecil. Biasanya sangat responsif terhadap terapi

dibandingkan dengan kelainan organ yang lain pada SLE. Berbeda dengan JRA,

arthritis SLE umumnya sangat nyeri, dan nyeri ini tak proporsional dengan hasil

pemeriksaan fisik sendi. Pemeriksaan radiologis menunjukkan osteopeni tanpa adanya

perubahan pada tulang sendi. Anak dengan JRA polyarticular yang beberapa tahun

kemudian dapat menjadi SLE.

Page 7: Lap Praktikum Farter Hematologi

o Fenomena Raynaud

Ditandai oleh keadaan pucat, disusul oleh sianosis, eritema dan kembali hangat.

Terjadi karena disposisi kompleks imun di endotelium pembuluh darah dan aktivasi

komplemen lokal.

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS

Tidak ada gejala atau tanda-tanda tunggal yang cukup untuk menegakkan diagnosa.

Bila seorang anak diduga LES, pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah: darah lengkap dan

hitung jenis, trombosit, LED, ANA, urinalisis, serta pemeriksaan laboratorium tambahan

lainnya seperti sel LE, antibodi anti-ds DNA, dan sebagainya. Mendiagnosa LES pada anak

bisa memakai kriteria ARA, seperti berikut :

Kriteria:         

malar rash      

discoid rash    

fotosensitivitas   

ulkus oral dan nasofaring

artritis non erosif pada 2 atau lebih dengan ciri-ciri bengkak atau efusi

serositis (pleuritis atau perikarditis atau efusi perikardial)

kelainan ginjal (proteinuria (> 0.5 g/d atau > 3+) atau adanya cellular casts

kelainan neurologis, kejang tanpa sebab lain, atau psikosa tanpa sebab lain

kelainan hematologi :

anemia hemolitik

lekopenia (< 40 per µL); limfopenia (< 1500 per µL); trombositopenia (< 1000 per

µL) yang bukan karena obat-obatan

kelainan imunologis

sel LE positif; antibodi anti-ds DNA /anti-Sm positif; antinuclear

antibodies (ANA). Titer ANA abnormal yang bukan karena obat yang menginduksi

peningkatan ANA.

Interpretasi:

Bila 4 kriteria atau lebih didapatkan, diagnosa LES bisa ditegakkan dengan spesifitas 98%

dan sensitivitas  97%.

 

KOMPLIKASI

Komplikasi LES pada anak meliputi:

Page 8: Lap Praktikum Farter Hematologi

Hipertensi (41%)

Gangguan pertumbuhan (38%)

Gangguan paru-paru kronik (31%)

Abnormalitas mata (31%)

Kerusakan ginjal permanen (25%)

Gejala neuropsikiatri (22%)

Kerusakan muskuloskeleta (9%)

Gangguan fungsi gonad (3%).

Sistem mukokutaneus

1. Kutaneus lupus akut

malar rash (butterfly rash) merupakan tanda spesifik pada SLE, yaitu bentukan ruam

pada kedua pipi yang tidak melebihi lipatan nasolabial dan di tandai dengan adanya

ruam pada hidung yang menyambung dengan ruam yang ada di pipi. Bentuk akut

kutaneus lain yaitu bentuk morbili, ruam makular, fotosensitif, papulodermatitis,

bulosa, toksik epidermal nekrolitik. Pada umumnya ruam akut kutaneus ini bersifat

fotosensitif

2. Kutaneus lupus subakut simetrikal eritema sentrifugum, anular eritema, psoriatik,

pitiriasis dan makulo papulo fotosensitif. Manifestasi subakut lupus ini sangat erat

hubungannya dengan antibody Ro lesi subakut umumnya sembuh tanpa meninggalkan

scar.

3. Kutaneus lupus kronis

Bentuk yang klasik adalah lupus dikoid yang berupa bercak kemerahan denga kerak

keratotik pada permukaannya. Bersifat kronik dan rekuren pada lesi yang kronik

ditandai dengan parut dan atropi pada daerah sentral dan hiperpigmentasi pada daerah

tepinya. Lesi ini sering dijumpai pada kulit kepala yang sering menimbulkan

kebotakan yang irreversible. Daun telinga leher, lengan dan wajah juga sering terkena

panikulitis lupus atau lupus profundus di tandai dengan inflamasi pada lapisan bawah

dari dermis dan jaringan subkutan. Gambaran klinisnya berupa nodul yang sangat

dalam dan sangat keras, dengan ukuran 1-3cm. Hanya di temukan sekitar 2 % pada

penderita SLE.

4. Nonspesifik kutaneus lupus

vaskulitis cutaneus. Ditemuka hampir pada 70% pasien. manifestasi kutaneus

nonspesifik lupus tergantung pada pembuluh darah yang terkena. bentuknya

bermacam macam antara lain :

Page 9: Lap Praktikum Farter Hematologi

o Urtikaria

o Ulkus

o Purpura

o Bulosa (bentuk ini akibat dari hilangnya integritas dari dermal dan

epidermal junction)

o Splinter hemorrhage

o Eritema periungual

o Nailfold infar (bentuk vaskulitis dari arteriol atau venul pada tangan)

o Eritema pada tenar dan hipotenar mungkin bisa dijumpai. pada umumnya

biopsi pada tempat ini menunjukkan leukosistoklasik vaskulitis

o Raynould phenomenon. Gambaran khas dari raynouls phenomenon ini

adanya vasospasme, yang ditandai dengan sianosis yang berubah menjadi

bentuk kemerahan bila terkena panas. Kadang disertai dengan nyeri.

Raynould phenomenon ini sangat terkait dengan antibodi U1 RNP

o Alopesia. Akibat kerontokan rambut yang bersifat sementara terkai dengan

aktifitas penyakit. Biasanya bersifat difus tanpa adanya jaringan parut.

Kerontokan rambut biasanya di mulai pada garis rambut depan. Pada

keadaan tertentu bisa menimbulkan alopecia yang menetap di sebabkan oleh

diskoid lupus yang meninggalkan jaringan parut.

Ruam dan hipersensitivitas terhadap cahaya (photosensitivity) cahaya matahari

memiliki sinar ultraviolet (UV), sinar UV merusak sel dari kulit (keratinosit) dan

menyebabkan sel menjadi mati. Kulit lebih sensitif terhadap sunburn dan dengan adanya

peningkatan kejadian yang menyebabkan kematian sel (apoptosis) yang tidak dibersihkan

secara efisien akibatnya isi dari sel yang mati dapat dilepaskan dan menyebabkan inflamasi.

Komplikasi dari organ-organ yang terkena dapat menyebabkan gejala-gejala lanjut

yang tergantung pada organ yang terkena dan beratnya penyakit

E. KOMPOSISI TERAPI

R/ Aspirin 500 mg No.

S 3 dd 1 tab pc

R/ Prednison 5 mg No.

S 1 dd 2 tab pc

Page 10: Lap Praktikum Farter Hematologi

F. PEMBAHASAN TERAPI

Tujuan Terapi:

- Mengurangi gejala (demam dan nyeri)

- Menghambat progresivitas penyakit

Sasaran Terapi:

- Simptom (demam, nyeri dan kerontokan rambut)

Terapi Non Farmakologi:

- Edukasi pada pasien SLE dan psikososial support

- Mengatur keseimbangan pola makan

- Olahraga ringan secara teratur

- Gejala yang sering muncul pada penderita SLE adalah lemah sehingga diperlukan

keseimbangan antara istirahat dan kerja, dan hindari kerja yang terlalu berlebihan untuk

mengatasi fatigue yang umumnya dialami oleh pasien SLE.

- Tidak ada diet yang spesifik untuk penderita SLE . Tetapi penggunaan minyak ikan

pada pasien SLE yang mengandung vitamin E 75 IU and 500 IU/kg diet dapat

menurunkan produksi sitokin proinflamasi seperti IL-4, IL-6, TNF-a, IL-10, dan

menurunkan kadar antibodi anti-DNA.

- Penggunaan sunblock (SPF 15) dan menggunakan pakaian tertutup untuk penderita SLE

sangat disarankan untuk mengurangi paparan sinar UV yang terdapat pada sinar

matahari ketika akan beraktivitas di luar rumah

- menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan stress karena dapat memicu terjadinya

SLE

- hindari pemejanan sinar matahari langsung untuk memblokir paparan dari sinar UV,

karena sensitif terhadap cahaya

- untuk mencegah kerontokan rambut digunakan vitamin rambut dan shampoo

- perbanyak konsumsi buah-buahan sebagai antioksidan

- hindari merokok, terkait dengan kandngan hydrazine yang terkadung dalam rokok dan

dapat menjadi faktor pencetus SLE

Terapi Farmakologi

1. Aspirin

Page 11: Lap Praktikum Farter Hematologi

Obat-obat anti-inflamasi membantu meringankan banyak gejala lupus dengan

mengurangi peradangan dan nyeri. Anti-inflamasi adalah obat yang paling umum digunakan

untuk mengobati lupus, khususnya gejala seperti demam, arthritis atau radang selaput dada,

yang biasanya membaik dalam beberapa hari awal pengobatan. Aspirin meringankan rasa

sakit dan juga anti-radang yang merupakan salah satu dari obat-obatan pertama yang terbukti

bagi pengobatan lupus. Karena dosis tinggi aspirin dapat menyebabkan banyak efek samping,

aspirin biasanya digunakan dalam lupus hanya dalam dosis rendah untuk mengurangi resiko

penggumpalan darah - sebuah komplikasi umum pada lupus.

Mekanisme kerja :

Aspirin termasuk golongan OAINS non selektif. OAINS non-selektif memasuki kanal

kedua enzim (COX-1 dan COX-2) . kemudian, apirin mengurangi sintesis prostaglandin

dengan penghambatan jalur siklooksigenase. Secara spesifik terjadi penghambatan

transformasi asam arakidonat menjadi endoperoksida siklik, PGG2 dan PGH2, yang

menghasilkan prostaglandin; PGE1, PGE2, PGF2αdan PGD2, dan juga prostasiklin PGI2 dan

tromboksan (TxA2 dan TxB2). Adanya inhibisi COX-2 dari aspirin adalah untuk efek

antiinflamasi karena penghambatan sintesis prostaglandin dapat mempengaruhi mediator

inflamasi lain seperti kinin, menyebabkan aksi tak langsung yang akan memperkuat aksi

langsung (Mengurangi rasa nyeri).

Alasan : Pasien pada kasus ini, mengalami gejala musculoskeletal (nyeri sendi). Dan

mekanisme kerja NSAID mem-blok mediator-mediator nyeri. Jadi, dapat digunakan sebagai

alternative terapi pada pasien SLE.

Page 12: Lap Praktikum Farter Hematologi

Stabilitas penyimpanan : Stabil pada udara kering. Lembab, panas & perubahan pH

dapat menghidrolisis Aspirin. Asprin stabil pada pH rendah (2-3). Simpan pada suhu

2-15°C & jauhkan dari jangkauan anak-anak.

Ikatan protein : Tinggi (99.5%), terikat pada albumin.

Efek samping : Iritasi lambung karena bersifat asam

Interaksi dengan makanan : Menurunkan efek merugikan terhadap saluran cerna

2. Prednison (Prednisol Berlico)

- Komposisi: prednisone

- Indikasi: RA, Demam rematik akut, asma bronkial, SLE.

- Dosis: 10-20 mg/hari diminum 1 x sehari setelah makan (Dipiro,

- Mekanisme kerja: glukokortikoid dapat menurunkan jumlah limfosit secara cepat

terutama bila diberikan dalam dosis besar. Efek ini, yang berlangsung beberapa jam,

diduga terjadi akibatredistribusi limfosit. Setelah 24 jam, jumlah limfosit dalam

sirkulasi biasanya kembali ke nilai sebelumnya. Studi terbaru menununjukkan bahwa

kortikosteroid menghambat proliferasi sel limfosit T, imunitas seluler, dan ekspresi

gen yang menyandi berbagai sitokin (IL-1, IL-2, IL-6, IFN-α, dan TNF-α). Terdapat

bukti bahwa berbagai gen sitokin memiliki glucocorticoid response element yang bila

berikatan dengan kortikosteroid akan menyebabkan hambatan transkripsi gen IL-2.

(Farmakologi dan terapi edisi 5 FKUI)

- KI: ulkus gaster, osteoporosis, DM, TB aktif, Hipertensi, gangguan neurologi,

gangguan hati dan ginjal, infeksi jamur sistemik, hamil. (MIMS)

- ESO: mengakibatkan peningkatan berat badan, peningkatan tekanan darah,

osteoporosis, peningkatan risiko diabetes, peningkatan risiko infeksi, perubahan

bentuk tubuh, susah tidur, selulit, penipisan kulit, katarak, psikosis, depresi, jerawat

dan timbul rambut pada wajah, nekrosis avaskular, dan memar.

- Peringatan: Efek jangka pendek, menengah dan panjang dari Prednison, Prednisolon

atau Metilprednisolon sangatlah buruk dan merugikan. Obat-obat ini digunakan

sebagai pilihan terakhir dan “obat dewa” saat tidak ada lagi obat yang dapat

digunakan. Akan tetapi jika digunakan dengan tepat dan adekuat dalam kurun waktu

yang singkat, obat- obat ini sangat bermanfaat bagi pasien dalam mengendalikan

gejala dan tanda dari penyakit.

- Alasan pemilihan: Prednison oral merupakan obat standar lini pertama yang diberikan

untuk semua pasien lupus. Prednison merupakan kortikosteroid yang memiliki efek

imunosupresan. untuk mengurangi inflamasi dan menekan aktivitas sistem imun.

Page 13: Lap Praktikum Farter Hematologi

- efek samping seperti mengakibatkan peningkatan berat badan, peningkatan tekanan

darah, osteoporosis, peningkatan risiko diabetes, peningkatan risiko infeksi, perubahan

bentuk tubuh, susah tidur, selulit, penipisan kulit, katarak, psikosis, depresi, jerawat dan

timbul rambut pada wajah, nekrosis avaskular, dan memar.

G.MONITORING

Monitoring

Pemeriksaan laboratorium dan klinik secara berkala.

Melakukan evaluasi efek farmakologis obat yang telah diberikan kepada pasien

Pasien perlu dipantau apakah gejala berkurang selama pengobatan diihat dari tanda-

tanda seperti demam, nyeri di sendi dan kerontokan rambut.

Monitoring efek samping dari masing-masing obat yang diberikan.

Monitoring terjadinya pendarahan lambung (efek samping Aspirin pada lambung),

jika terjadi aspirin dihentikan, dilakukan konsultasi dengan dokter dan apoteker.

Menghentikan aspirin ketika pasien sudah tidak demam dan nyeri sendi

Monitoring glukosa darah setiap 3-6 bulan

Monitoring protein dalam urin

Monitoring protein dalam darah

Mengidentifikasi problem obat yang timbul maupun yang berpotensi untuk timbul

Monitoring pengobatan kompleks yang diberikan kepada penderita SLE. Hal ini

penting mengingat SLE adalah penyakit dengan banyaknya manifestasi klinik yang

muncul maka diperlukan penguasaan yang baik mengenai penggunaan obat di

lapangan yang data-datanya dapat diperoleh melalui studi penggunaan obat.

Konseling, Informasi dan Edukasi

Memberikan informasi agar pasien Ny. B mengindari paparan sinar matahari

langsung

Menginformasikan mengenai efek samping obat

Menginformasikan tentang penggunaan obat

- Cara pemakaian :

Aspirin : diminum 3 x sehari @500 mg setelah makan

Prednison : diminum 1 x sehari @10 mg setelah makan

- Jeda atau jarak waktu dari masing-masing pemberian obat

Hubungi dokter atau apoteker jika terjadi ESO.

Menentukan jadwal pertemuan dengan pasien untuk melakukan konseling,

monitoring dan evaluasi pada terapi yang sedang dijalankan.

Page 14: Lap Praktikum Farter Hematologi

H.KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Ny. B (35 tahun) menderita Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

2. Terapi farmakologi untuk Ny. B :

Aspirin : diminum 3 x sehari @500 mg setelah makan

Prednison : diminum 1 x sehari @10 mg setelah makan

3. Monitoring efek pengobatan dilakukan dengan cara pemeriksaan laboratorium dan

klinik secara berkala (kontrol gula darah), monitoring efek samping obat (ESO) dan

monitoring kepatuhan pasien.

SARAN

1. Lakukan perilaku hidup bersih dan sehat

2. Makan-makanan yang sehat dan bergizi dengan kontrol pada zat gizi karbohidrat,

protein dan lemak.

3. Mengindari paparan sinar matahari langsung

Page 15: Lap Praktikum Farter Hematologi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta: UI Press.

Anonim. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Depkes RI .

Anonim, 2008. Data Obat Di Indonesia Edisi 11. Jakarta: PT. Muliapurna Jayaterbit.

Anonim. 2008. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 8. Jakarta : BIP.

Dipiro,J.T.Talbert, G.C.Yee, G.R.Matzke, BG.Wells,L.M. 2005. Pharmacoterapy A

Pathophysiologic Approach Sixth Edition.McGrawHikk Canpantes,Inc:United State Of

America

Hoan, Tan Tjay dan K. Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elex

Komputindo.

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama.

Jakarta :

Media Aesculapius.

Neal, M.J., 2005, At a Glance Farmakologi Medis, Edisi V, 37, Erlangga, Jakarta.

http:// atangwala.blogspot.com/ clipped from Google - 12/2010

http://ratihastarida.wordpress.com/.../systemic-lupus-erythematosus-sle/

http://astriwidia87.wordpress.com/.../sistemic-lupus-erythematosus-sle-2/ -

http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=3&ved=0CCEQFjAC&url=http

%3A%2F%2Fwww.lupusarthritisindonesia.org%2Fid%2Fdownload

%2Fmi02.pdf&rct=j&q=prednison%2Blini%20pertama

%20lupus&ei=FgD6TPCKDIrrAf7q7y8CA&usg=AFQjCNFiwzysCFkW-

zC44UnfQ0kvJI_Kww&cad=rja

http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=9&ved=0CE4QFjAI&url=http

%3A%2%2Fimages.darfiansyah.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment

%2F0%2FR3%404AAoCjsAAEYFZ2k1%2Fmakalah%2520lupus.rtf%3Fnmid

%3D76194716&rct=j&q=terapifarmakologi prednison pada lupus&ei=

wz5TIqTMc3srQetzdG7Cw&usg=AFQjCNHT_kDlNIOX7evjljqoflh1s_LwYw&cad=rja