21
LAPORAN AKHIR PRATIKUM FISIKA MATERIAL II MODUL 2.3 PENGUKURAN SUSCEPTIBILITAS DAN PERMEABILITAS BAHAN MAGNET Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015 PRODI FISIKA-FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS PADJADJARAN MEI 2015 Kelompok Praktikum : K1 Nama Mahasiswa : Yati Maryati NPM Mahasiswa : 140310120002 Nama Partner : Miranda Savitri NPM Partner : 140310120020 Hari/ Tanggal Praktikum : Selasa , 28 April 2015 Jam Praktikum : 08:00 10:30 WIB Asisten Praktikum :Satria A Hari/ Tangga Penyerahan Laporan : Selasa, 5 Mei 2015

Lapak 2.3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Fisika Material

Citation preview

Page 1: Lapak 2.3

LAPORAN AKHIR PRATIKUM

FISIKA MATERIAL II

MODUL 2.3

PENGUKURAN SUSCEPTIBILITAS DAN PERMEABILITAS BAHAN

MAGNET

Semester Genap

Tahun Ajaran 2014/2015

PRODI FISIKA-FAKULTAS MIPA

UNIVERSITAS PADJADJARAN

MEI 2015

Kelompok Praktikum : K1

Nama Mahasiswa : Yati Maryati

NPM Mahasiswa : 140310120002

Nama Partner : Miranda Savitri

NPM Partner : 140310120020

Hari/ Tanggal Praktikum : Selasa , 28 April 2015

Jam Praktikum : 08:00 – 10:30 WIB

Asisten Praktikum :Satria A

Hari/ Tangga Penyerahan Laporan : Selasa, 5 Mei 2015

Page 2: Lapak 2.3

MODUL 2.3

PENGUKURAN SUSCEPTIBILITAS DAN PERMEABILITAS BAHAN

MAGNET

I. TUJUAN PERCOBAAN

1. Memahami prinsip pengukuran melalui rangkaian RLC.

2. Menentukan nilai susceptibilitas dan permeabilitas bahan – bahan magnet.

II. TEORI DASAR

2.1 Pengertian Magnet

Kata magnet berasal dari Magnesia, nama suatu kota di kawasan Asia. Di

kota inilah orang-orang Yunani sekitar tahun 600 SM menemukan sifat magnetik

dari mineral magnetik. Secara umum, pengertian magnet adalah kemampuan suatu

benda untuk menarik benda-benda lain yang berada disekitarnya. Magnet dapat

dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam lainnya. Di perkirakan orang Cina

adalah yang pertama kali memanfaatkan batu magnet ini sebagai kompas, baik di

darat maupun di laut. Hingga saat ini, magnet banyak dimanfaatkan untuk perangkat

elektronik, seperti bel listrik, telepon, dan mikrofon.

Berdasarkan asalnya, magnet dibagi menjadi dua kelompok, yaitu magnet

alam dan magnet buatan. Magnet alam adalah magnet yang ditemukan di alam,

sedangkan magnet buatan adalah magnet yang sengaja dibuat oleh manusia. Magnet

buatan selanjutnya terbagi lagi menjadi magnet tetap (permanen) dan magnet

sementara. Magnet tetap adalah magnet yang sifat kemagnetannya tetap (terjadi

dalam waktu yang relatif lama). Sebaliknya, magnet sementara adalah magnet yang

sifat kemagnetannya tidak tetap atau sementara. Sebuah magnet terdiri atas magnet-

magnet kecil yang mengarah ke arah yang sama. Magnet-magnet kecil ini disebut

magnet elementer. Pada logam yang bukan magnet, magnet elementernya

mempunyai arah sembarangan sehingga efeknya saling meniadakan dan

mengakibatkan tidak adanya kutub-kutub di ujung logam. Berdasarkan

kemagnetannya, benda dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

Page 3: Lapak 2.3

a. Benda magnetik: Benda magnetik adalah benda yang dapat ditarik oleh

magnet dengan cukup kuat. Contoh: besi, baja, nikel, kobalt.

b. Benda bukan Magnetik (non magnetik): Benda yang sedikit atau tidak dapat

ditarik oleh magnet. Bendan non magnetik ini terbagi lagi menjadi bahan

feromagnetik, paramagnetik, dan diamagnetik.

Gambar 1. Magnet

Magnet mempunyai 2 kutub yaitu kutub utara dan kutub selatan. Di kutub-

kutub inilah kekuatan sifat kemagnetan yang paling besar. Jika 2 kutub yang

sama/sejenis (selatan-selatan/utara-utara) bertemu maka akan saling tarik menarik,

sebaliknya jika yang bertemu tidak sejenis (selatan-utara/utara-selatan) maka akan

saling tarik menarik. Bagian kutub ini adalah ciri khas yang terus melekat atau tidak

dapat dipisahkan dari suatu magnet. Seandainya kita memotong sebuah magnet,

maka masing-masing potongan tersebut akan membentuk kutub-kutub magnet yang

baru. Suatu magnet memiliki medan magnet. Medan magnet adalah daerah di sekitar

magnet di mana magnet lain masih dapat dipengaruhi oleh gaya magnet jika berada

pada daerah itu. Medan magnet itu sering digambarkan dengan garis gaya magnet.

Garis gaya magnet adalah pola garis yang terbentuk di sekitar medan magnet. Sifat

garis gaya magnet tersebut adalah:

Garis gaya magnet keluar dari kutub utara dan masuk ke kutub

selatan.

Garis gaya magnet tidak pernah berpotongan.

Page 4: Lapak 2.3

Gambar 2. Arah garis-garis gaya magnet

2.2 Medan Magnet

Medan magnet didefinisikan sebagai ruang disekitar sebuah magnet atau di

sekitar sebuah penghantar yang dialiri arus. Medan magnet merupakan besaran

vektor, sehingga kita dapat menggunakan garis medan untuk menyatakan medan

magnet. Salah satu besaran medan magnet adalah induksi magnet dan dinyatakan

dengan vector ̅. Garis medan induksi magnet disebut garis induksi. Seperti halnya

pada medan listrik, jumlah garis gaya yang menembus pada suatu permukaan luasan

S dapat ditentukan bila induksi magnet pada tiap titik pada permukaan luasan S

tersebut diketahui. Bila ̅ adalah vektor elemen luas pada luasan S tertentu dan ̅

adalah vektor induksi pada elemen luas tersebut, maka jumlah garis gaya atau Fluks

Ф yang keluar dari permukaan luasan S adalah:

(1)

Integral pada persamaan (1) adalah integral permukaan. Integral ̅ ̅ menyatakan

produk scalar vector ̅ dan ̅. Persamaan (1) juga dapat ditulis :

(2)

adalah sudut antara vektor B dan dA, sedangkan Bn = B cos adalah komponen B

pada arah normal. Hubungan diatas berasal dari gambaran besar induksi magnet (B)

sebagai rapat garis gaya tiap satuan luas, sehingga besar induksi magnet (B) dapat

disebut sebagai rapat fluks

Page 5: Lapak 2.3

2.3 Medan Magnetik Dari Suatu Muatan Bergerak

Medan magnet dapat dihasilkan dari suatu muatan listrik q yang bergerak

dengan kecepatan v. Medan magnet yang dihasilkan pada jarak r dari muatan

bergerak q adalah sebesar :

(3)

di mana μo adalah kostanta permeabilitas udara yang besarnya 4πx10-7

N/A2.

r merupakan jarak dari muatan terhadap titik di mana medan magnet diukur dan r

vektor satuan dengan arah tegak lurus permukaan yang dibentuk perkalian vektor v

dan r.

Gambar 3. Arah medan magnet yang dihasilkan dari sebuah muatan listrik yang bergerak

2.4 Medan Magnet Di Sekitar Kawat Berarus Listrik

Karena medan magnet dapat timbul pada muatan yang bergerak, maka dapat

dipastikan bahwa kawat berarus listrik akan menimbulkan medan magnet, sebab arus

merupakan muatan listrik yang bergerak. Hal ini pertama kali diamati oleh HC.

Oersted pada tahun 1820. Arah dari medan magnet dapat dilihat melalui aturan

tangan kanan dengan ibu jari menunjuk arah arus lisrik dan keempat jari lain yang

mengepal menunjukkan arah medan megnet. Besarnya medan magnet bergantung

dari bentuk kawat berarus dan dapat dihitung dengan hukum Biot-Savart. Untuk

kawat berarus, kita hanya menggantikan qv pada persamaan (1) di atas dengan

elemen arus Idl, karena keduanya identik, sehingga diperoleh :

(4)

Page 6: Lapak 2.3

r adalah jarak suau titik dengan kawat berarus. Persamaan (4) ini dikenal sebagai

hokum Biot-Savart

Gambar 4. Kawat lurus berarus menimbulkan medan B yang arahnya melingkar menurut aturan

tangan kanan

Pada gambar dl x r akan menghasilkan dl sin φ atau dl cos θ dan l = z tan θ sehingga:

karena itu medan magnet sejauh z adalah :

(5)

Jika dianggap panjang kawat tak-berhingga dibanding z, maka θ1 = π/2 dan θ2 =

+π/2. karenanya :

(6)

Page 7: Lapak 2.3

2.5 Kawat Lingkaran Berarus Listrik

Gambar 5. Kawat lingkaran berarus listrik

Medan Magnet Di Pusat Lingkaran :

(7)

Medan Magnet Sepanjang Sumbu Kawat Melingkar :

(8)

2.6 Solenoida

Gambar 6. Solenoida dengan inti besi

Solenoida adalah induktor yang terdiri gulungan kawat yang kadang di

dalamnya dimasukkan sebuah batang besi berbentuk silinder sebagai dengan tujuan

memperkuat medan magnet yang dihasilkannya. Solenoida digunakan dalam banyak

perangkat elektronika seperti bel pintu atau pengeras suara. Secara skematik bentuk

dari solenoida dapat dilihat pada gambar 4 di mana solenoida terdiri dari n buah

Page 8: Lapak 2.3

lilitan kawat berarus listrik I, medan magnet yang dihasilkan memiliki arah seperti

pada gambar, di mana kutub utara magnet mengikuti aturan tangan kanan 1.

Gambar 7. solenoida dengan banyaknya lilitan N

Besarnya kuat medan magnet yang dihasilkan pada sebuah titik P pada sumbu

di dalam solenida dapat difikirkan sebagai jumlah dari medan magnet yang

dihasilkan sebuah kawat berbentuk lingkaran yang telah kita hitung sebelumnya,

dengan x yang berubah, sehingga dari persamaan (7) :

Gambar 8. Medan magnet dalam suatu solenoida

jika solenoida memiliki panjang L yang terdiri dari N buah lilitan, maka jumlah

lilitan persatuan panjang sebut saja n adalah n=N/L. Maka jika kita jumlahkan

seluruh lilitan sebanyak ndx, kita harus melakukan integrasi untuk seluruh dx dari –

X1 ke X2 :

hasil dari bentuk integral ini dapat dilihat pada tabel-tabel integral baku pada buku

kalkulus anda, di mana berlaku :

Page 9: Lapak 2.3

Sehingga :

Sehingga medan magnet di tengah sumbu solenoida adalah :

(9)

Jika jari jari solenoida R kita anggap jauh lebih kecil dari x1 dan x2, maka

suku pertama dalam kurung pada persamaan terakhir dapat didekati :

begitu juga suku kedua, sehingga :

dengan demikian kita peroleh kuat medan magnet untuk solenoida dengan jumlah

lilitan persatuan panjang n adalah :

(10)

2.7 Rangkaian RLC

Sebuah rangkaian sederhana yang terdiri dari kawat konduktor dan elemen

rangkaian lainnya seperti resistor dan induktor yang dihubungkan secara seri dengan

sebuah batrai (ε) maka tegangan listrik (V) akan timbul pada masing–masing elemen

tersebut dan arus listrik (I) akan mengalir melalui elemen-elemen tersebut.

Page 10: Lapak 2.3

Rangkaian yang seperti ini sering disebut dengan rangkaian RL, secara prinsip skema

rangkaian RL ditunjukkan oleh gambar 9.

Gambar 9. Skema rangkaian RL

Sesaat setelah saklar ditutup pada rangkaian tidak mengalir arus (karena sifat

induktor yang tidak bisa berubah dengan seketika) maka sesaat setelah penutupan

saklar arus pada rangkaian adalah nol. Misalkan I adalah arus pada waktu t sesaat

setelah saklar ditutup maka laju perubahan arus pada waktu tersebut adalah sebesar

di/dt, sehingga besarnya tegangan yang melalui resistor pada waktu tersebut adalah

VR = IR

sedangkan tegangan yang melalui induktor adalah

VL = L di/dt

Hukum Kirchhoff yang berlaku untuk rangkaian RL ini adalah

ε − IR − L di/dt = 0

Solusi persamaan arus transier untuk persamaan diatas adalah

I(t) = ε/R (1 – e –Rt/L)

dimana:

VR = Tegangan resistor (Volt)

VL = Tegangan induktor (Volt)

I = Arus (Ampere)

R = Resistansi (Ω)

L = Induktansi (Henry)

di/dt= Laju perubahan arus

Page 11: Lapak 2.3

Persamaan Respon transien rangkaian RL dapat dilihat pada gambar 10 :

Gambar 10. Respon transien rangkaian RL

Dari gambar 8 dapat dilihat mula-mula arus sesaat i naik secara cepat,

kemudian bertambah secara lebih lambat dan mendekati nilai akhir I= ε/R. Pada

waktu yang sama dengan L/R arus tersebut naik menjadi (1 – 1/e) atau kira-kira 63%

dari nilai akhirnya. Kuantitas L/R menyatakan sebuah ukuran mengenai seberapa

cepat arus itu bertambah menuju nilai akhirnya atau biasa disebut konstanta waktu

dan dinyatakan dengan τ .

Induktor juga sering disebut dengan solenoida atau kumparan adalah sebuah

koil yang terdiri dari banyak lilitan dalam bentuk struktur silindris dengan jari-jari R

dan panjang ℓ. Fungsi utama dari induktor dalam rangkaian sederhana RL ini adalah

sebagai penyimpan energi, dimana energi yang disimpan ini adalah dalam bentuk

medan magnetik internal dengan garis-garis gaya magnet merupakan gabungan dari

garis-garis gaya magnet dari kawat melingkar. Besarnya medan magnet B yang

dihasilkan induktor dengan jumlah lilitan persatuan panjang n adalah :

B = μ0 . n . I

Induktor yang diberi tambahan inti apabila dialiri arus listrik dapat

menghasilkan medan magnet yang lebih besar dibanding induktor yang hanya

memiliki inti udara. Hal ini disebabkan medan magnet induktor akan membuat

magnet-magnet elementer (dipol–dipol magnet) material inti tersebut searah dan

termagnetisasi. Sebagai hasilnya, medan magnet yang terjadi merupakan gabungan

dari medan magnet selenoida (B0) dan medan magnet material inti (Binti), secara

matematis ditulis dengan :

BT = B0 + Binti

Page 12: Lapak 2.3

Besarnya medan magnet yang ditimbulkan material inti adalah :

B inti = μ0 . M

M menyatakan magnetisasi, untuk bahan paramagnetik dan feromagnetik

magnetisasi mempunyai arah yang sama dengan B0. Sehingga magnetisasi

berbanding lurus dengan medan magnetik solenoida yang dikerahkan untuk

menyearahkan dipol magnetik pada material inti tersebut. Dengan demikian dapat

ditulis :

M = xm (B0/μ0)

xm adalah suseptibilitas magnetik, yang nilainya berbeda-beda untuk masing-masing

material, yaitu:

1. Diamagnetik

Material diamagnetik ini mempunyai nilai suseptibilitas magnetik xm negatif

dan sangat kecil, beberapa material yang termasuk golongan ini adalah Timah,

Tembaga, Intan, Emas, Air raksa, Perak,Hidrogen (1 atm) dan Nitrogen. Medan

magnet luar yang diberikan pada material diamagnetik akan menyebabkan elektron-

elektron dalam atom akan mengubah geraknya menjadi sedemikian rupa sehingga

menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan dengan

medan magnet luar tersebut. Keadaan inilah yang menyebabkan medan magnet

totalnya menjadi kecil. Besarnya suseptibilitas xm diamagnetik pada suhu ruang

dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Xm diamagnetic pada suhu kamar

Page 13: Lapak 2.3

2. Paramagnetik

Material paramagnetik adalah material yang memiliki suseptibilitas magnetic

xm yang positif dan sangat kecil. Apabila tidak terdapat medan magnetik luar

momen magnetik ini tersusun secara acak, tetapi jika diberi medan magnet luar

momen magnetik ini akan cendrung menyearahkan sejajar dengan medannya.

Kecendrungan momen magnetik untuk sejajar dengan medannya ini dilawan oleh

kecendrungan momen untuk bergerak secara acak akibat gerakan termalnya sehingga

suseptibilitas paramagnetik semakin berkurang dengan semakin bertambahnya suhu.

Besarnya suseptibilitas xm paramagnetik pada suhu ruang dapat

dilihat pada tabel 2:

Tabel 2. Xm paramagnetik pada suhu kamar

3. Feromagnetik

Material feromagnetik merupakan material yang memiliki banyak spin

elektron yang tidak berpasangan dan masing-masing spin elektron yang tidak

berpasangan ini akan menimbulkan medan magnetik, sehingga medan magnet total

yang dihasilkan oleh satu atom menjadi lebih besar. Material yang masuk pada

golongan feromagnetik adalah besi murni, kobalt dan nikel serta gabungannya.

Material feromagnetik ini terdiri dari daerah-daerah kecil yang disebut domain, yang

berprilaku seperti magnet kecil dengan kutub utara dan selatan. Medan magnet luar

yang diberikan pada material ini akan membuat domain dengan momen magnet

paralel terhadap medan eksternal akan mengembang sementara yang lain mengerut.

Dalam penelitian ini telah dibuat sebuah rangkaian sederhana yang terdiri dari batrai,

kawat konduktor, resistor dan koil yang dihububungkan secara seri. Jumlah lilitan

dari koil divariasikan yaitu 50,100, dan 150 lilitan, sedangkan untuk inti koil dipilih

dari beberapa material yaitu Fe (besi), Al (Aluminium), dan Cu (Tembaga). Variable

yang diteliti adalah pengaruh penambahan inti terhadap medan magnet pada koil dan

Page 14: Lapak 2.3

pengaruh penambahan inti terhadap penambahan inti terhadap tegangan induktor dan

resistor. Penelitian medan magnetik juga dilakukan untuk medan magnet sebagai

fungsi arus dan medan magnet sebagai fungsi jarak.

Gambar 11. Arah domain-domain dalam bahan

ferromagnetik sebelum diberi medan magnet

luar.

Gambar 12. Arah domain dalam bahan

feromagnetik setelah diberi medan magnet luar.

Bahan feromagnetik sebelum diberi medan magnet luar mempunyai domain

yang momen magnetiknya kuat. Momen magnetik ini mempunyai arah yang

berbeda-beda dari satu domain ke domain yang lain, sehingga medan magnet yang

dihasilkan tiap domain saling meniadakan.

Jika bahan ini diberi medan magnet dari luar, maka domain-domain ini akan

mensejajarkan diri searah dengan medan magnet dari luar tersebut. Semakin kuat

medan magnetnya semakin banyak domain-domain yang mensejajarkan dirinya.

Setelah seluruh domain terarahkan, penambahan medan magnet luar tidak memberi

pengaruh apa-apa karena tidak ada lagi domain yang disearahkan. Keadaan ini

dinamakan keadaan saturasi (jenuh).

Page 15: Lapak 2.3

III. METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Perangkat sinyal function generator dan osiloskop digital

Perangkat rangkaian RLC (R, C=220µF dan L)

Bahan padat Besi, Tembaga, Alumunium dan Teflon

3.2 Prosedur Eksperimen

1. Membuat rangkaian RLC, dimana R seri dengan LC paralel

2. Menghubungkan rangkaian tersebut dengan Sinyal Function Generator

(SFG) dan Osiloskop

3. Mengatur SFG untuk menemukan frekuensi resonansi

(Sebelumnya telah dihitung dengan rumus

√ )

4. Mencatat nilai finput, foutput, Vinput, dan Voutput

5. Mengulangi prosedur 3 dan 4 dengan 5 variasi finput

6. Mengulangi prosedur 3 sampai 5 dengan menambahkan beban (magnet,

alumunium, ferrite) ke dalam inductor.

Page 16: Lapak 2.3

IV. PENGOLAHAN DATA

4.1. Data Hasil Percobaan

Nilai komponen yang digunakan dan diketahui :

Literatur Permeabilitas tiap bahan

Sehingga:

( ) ( )

Menentukan Frekuensi Resonansi dari permeabilitas yang diketahui

1. Menentukan nilai induktansi Udara

( ) ( )

2. Menghitung nilai frekuensi resonansi udara

( )√( ) ( )

Tabel 1. Hasil perhitungan untuk semua bahan

Bahan µ bahan (H/m) L (H) Fres (Hz)

Udara 1,25667E-06 0,0002269 712,739

Alumunium 1,25667E-06 0,0002269 712,723

Ferrite 0,0008 0,114444 28,2478

Magnet 0,0008 0,114444 28,2478

𝜇𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑥 𝐻/𝑚

𝜇𝐴𝑙𝑢𝑚𝑢𝑛𝑖𝑢𝑚 𝑥 𝐻/𝑚

𝜇𝐹𝑒𝑟𝑟𝑖𝑡𝑒 𝑥 𝐻/𝑚

𝜇𝑀𝑎𝑔𝑛𝑒𝑡 𝑥 𝐻/𝑚

𝐶 𝜇𝐹 𝑥 𝐹

𝑙 𝑠𝑜𝑙𝑒𝑛𝑜𝑖𝑑𝑎 𝑥 𝑚

𝑟 𝑥 𝑚

Page 17: Lapak 2.3

Data Hasi Percobaan

Tabel 2. Udara

Fin (Hz) Fout (Hz) Vo (mV)

500 513,4 768

600 618 760

700 733,7 752

800 830,6 760

900 940,7 768

Tabel 3. Alumunim

Fin (Hz) Fout (Hz) Vo (mV)

500 514,7 768

600 619,8 768

700 732,1 664

800 837,1 760

900 945,8 768

Tabel 4. Ferrite

Fin (Hz) Fout (Hz) Vo (mV)

10 9,524 728

20 19,67 760

30 31,25 768

40 41,52 776

50 52,08 768

Tabel 5. Magnet

Fin (Hz) Fout (Hz) Vo (mV)

10 9,259 704

20 20,4 752

30 31,25 768

40 41,57 768

50 51,68 776

Keterangan :

Keadaan saat terjadi resonansi

Menghitung f resonansi, Induktansi L, permeabilitas µ, dan susceptibilitas χ

Contoh perhitungan untuk Udara (tanpa beban) :

( )

Tabel 6. Hasil perhitungan untuk semua bahan

No kondisi beban fres (Hz) Induktansi L (H) bahan (H/m) χm

1 Udara

2 Alumunium

3 Ferrite

4 Magnet

Page 18: Lapak 2.3

V. PEMBAHASAN HASIL

Pada praktikum mengenai pengukuran susceptibilitas dan permeabilitas

bahan magnet ini dilakukan percobaan dengan menggunakan metode induksi. Pada

percobaan ini terdapat dua prosedur utama, yaitu mengukur besarnya sinyal keluaran

dari rangkaian RLC tanpa beban yakni hanya udara dan dengan menggunkan beban

berupa alumunium, ferrite dan magnet yang dimasukan kedalam selenoida. Pada

rangkain RLC ini digunakanReesistor R = 82 ohm, kapasitor C=220 µF dan solenoid

dengan N = 50 lilitan, d = 2,52 cm dan l = 1,5 cm. Percobaan ini dilakukan dengan

memberikan variasi frekuensi untuk mendapatkan frekuensi resonansi pada setiap

bahan. Frekuensi resonansi akan terjadi ketika sinyal keluaran yang dihaslkan

bernilai paling kecil.

Sebelum menentukan frekuensi yang akan diberikan pada setiap bahan,

dihitung terlebihdahulu frekuensi resonansi berdasarkan µ literature yang telah

diketahui. Dengan menggunkanan perumusan yang telah ada dapat diketahui

perkiraan rentang nilai frekuensi yang harus diberikan untukmendapatkan frekuensi

resonansi. Hal ini dilakukan agar tidak terlalu banyak menggunakan variasi

frekuensi. Setelah menentukan besarnya frekuensi yang dilakukan, dilakukan

pengamatan nilai tegangan keluaran yang dihasilkan oleh rangkaian dengan variasi

frekuensi yang diberikan. Setiap variasi diukur sebanyak 5 kali dengan variasi

frekuensi inputnya.

Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa nilai yang didapat

untuk udara adalah ⁄ dan . Dari

hasil tersebut dapat kita lihat bahwa berdasarkan nilai suseptibilitasnya, udara dapat

digolongkan menjadi bahan paramagnetik. Seperti diketahui bahwa material

paramagnetik adalah material yang memiliki suseptibilitas magnetic xm yang positif

dan sangat kecil. Nilai tersebut juga berlaku untuk bahan alumunium, karena

frekuensi resonansi yang terjadi pada alumunium sama nilainya dengan frekuensi

resonansi yang terjadi pada udara atau tanpa beban. Berikut niai yang didapat untuk

bahan alumunium : ⁄ dan .

Sehingga bisa diketahui bahwa berdasarkan perhitungan ini alumunium termasuk

kedalam bahan paramagnetik. Nilai yang didapat untuk magnet adalah

Page 19: Lapak 2.3

⁄ dan . Nilai untuk ferrite juga sama dengan magnet

karena memiliki frekuensi resonansi yang sama. Dapat kita lihat bahwa nilai

susceptibilitas yang didapatkan oleh ferrite dan magnet adalah lebih besar dari 0

(x>>>0) yang menunjukan bahwa kedua bahan tersebut termasuk kedalam bahan

ferromagnetik.

Hasil percobaan yang didapat pada praktikum kali ini sudah mengarah pada

teori yang ada, hal ini ditunjukan oleh ferrite dan magnet yang merupakan bahan

ferromagnetic berdasarkan perhitungan susceptibilitas dan permeabilitasnya. Begitu

juga dengan alumunium yang menunjukan bahwa dia termasuk dalam bahan

paramagnetik.

Page 20: Lapak 2.3

VI. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pada praktikum ini, dapat

disimpulkan bahwa:

1. Prinsip pengukuran melalui rangkaian RLC ini dapat dijelaskan dengan

melihat bahwa, rangkaian RLC merupakan rangaian osilator yang memiliki

frekuensi resonansi, dimana nilai dari frekuensi resonansi ini dapat

digunakan untuk menentukan nilai dari permeabilitas (µ) dan susceptibilitas

(χ) suatu bahan yag ditambahkan pada selenoida dalam rangkaian yang

dianggap sebagai inductor.

2. Nilai susceptibilitas dan permeabilitas dari suatu bahan dapat ditentukan

melalui suatu metode induksi dengan menggunakan rangkaian RLC.

Berdasarkan nilai susceptibilitas dan permeabilitas yang didapat dapat

ditentukan sifat kemagnetan dari bahan yang digunakan sebagai sample

apakah termasuk pada bahan diamagnetik, paramagnetik atau ferromagnetik.

Page 21: Lapak 2.3

DAFTAR PUSTAKA

1. Fisika Dasar 2. BAB 6 MAGNETISME (1): Listrik Menghasilkan Medan Magnet.

http://yasmanrianto.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/24266/06+Magnetisme+

1.pdf. Diakses pada tanggal 20 April 2015.

2. Unila. Prinsip Dasar Magnetik. http://digilib.unila.ac.id/131/12/BAB%20III.pdf.

Diakses pada tanggal 20 April 2015

3. Giancoli,D.C. 1998. Fisika jilid 2. Terjemahan Dra.Yuhilza Hanum,M.Eng

dan Ir.Irwan Arifin, M.Eng. Penerbit Erlangga, Jakarta

4. Halliday,D. dan Resnick,R. 1998. Fisika Cetakan Ketiga. Terjemahan.

Penerbit Erlangga, Jakarta.

5. Reitz, J.R., Milford, F.J., Christy, R.W. 1992. Foundation of Electromagnetic

Theory. Penerbit, Addison-wesley publishing company, Inc

6. Tipler,P.A. 1996, “Fisika Untuk Saint dan Teknik” Jilid 2, Edisi ketiga,

Penerbit Erlangga, Jakarta