22
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN KARBOHIDRAT II UJI MOORE Diajuakan untuk memenuhi persyaratan Praktikum Biokimia Pangan Oleh : Nama : Shinta Selviana NRP :123020011 Kel /Meja : A/5 (Lima) Asisten :Noorman Adhi Tridhar Tgl . Percobaan :29 Maret 2014 LABORATORIUM BIOKIMIA PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN

Laporan Uji Moore

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Uji Moore

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN

KARBOHIDRAT IIUJI MOORE

Diajuakan untuk memenuhi persyaratan Praktikum Biokimia Pangan

Oleh :Nama : Shinta SelvianaNRP :123020011Kel /Meja : A/5 (Lima)Asisten :Noorman Adhi TridharTgl . Percobaan :29 Maret 2014

LABORATORIUM BIOKIMIA PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG 2014

Page 2: Laporan Uji Moore

Laboratorium Biokimia pangan Karbohidrat II (Uji Moore)

I PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang percobaan, (2) Tujuan Percobaan, (3) Prinsip Percobaan, dan (4)Reaksi Percobaan.

1.1. Latar Belakang PercobaanPembentukan pigmen karamel dapat dianggap reaksi

pencoklatan nonenzimatik tanpa senyawa nitrogen. Jika gula dipanaskan tanpa air atau larutan pekat gula dipanaskan sederet reaksi terjadi yang pada akhirnya membentuk karamel (deMan, hal: 82,1998).

1.2. Tujuan PercobaanUntuk mengetahui terjadinya sifat karamelisasi yang

ditandai dengan bau dan warna yang khas.

1.3 Prinsip PercobaanBerdasarkan oksidasi dan pemanasan senyawa

karbohidrat menghasilkan komplek berwaena coklat dengan bau yang khas (bau caramel)

1.4 Reaksi percobaan

Page 3: Laporan Uji Moore

Laboratorium Biokimia pangan Karbohidrat II (Uji Moore)

Gambar 1. Reaksi Uji Moore

II METODE PERCOBAAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Bahan yang Digunakan, (2) Pereaksi yang Digunakan, (3) Alat yang Digunakan, dan (4) Metode percobaan

2.1. Bahan yang Digunakan

Bahan yang di gunakan dalam Uji .

2.2. Pereaksi yang Digunakan

Pereaksi yang digunakan dalam uji larutan NaOH10%

2.3. Alat yang Digunakan

Peralatan yang digunakan pada uji tabung reaksi , pipet, water bath.

2.4. Metode Percobaan

Metode percobaan yang digunakan dalam Uji Barfoed adalah seperti gambar di bawah ini:

Page 4: Laporan Uji Moore

Laboratorium Biokimia pangan Karbohidrat II (Uji Moore)

Gambar 2. Metode Percobaan Uji Moore

Page 5: Laporan Uji Moore

Laboratorium Biokimia pangan Karbohidrat II (Uji Moore)

III HASIL PENGAMATAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Hasil Pengamatan dan, (2) Pembahasan.

3.1. Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Moore

Sampel Pereaksi Warna Hasill I

Hasil IISebelum

pemanasanSesudah

pemanasan

-Sumber : Hasil I : Shinta dan Fitriani, Kelompok A, Meja 5,

2014Hasil II : Laboratorium Biokimia Pangan, 2014

Page 6: Laporan Uji Moore

Laboratorium Biokimia pangan Karbohidrat II (Uji Moore)

Gambar 3. Hasil Pengamatan Uji Benedict

3.2 Pembahasan

Reaksi pencoklatan browning terdiri dari reaksi pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis. Reaksi pencoklatan enzimatis biasa terjadi pada buah-buahan dan sayur-sayuran yang memiliki senyawa fenolik. Senyawa ini berfungsi sebagai substrat bagi enzim polifenoloksidase. Terdapat berbagai macam senyawa fenolik, yaitu katekin dan turunannya (tirosin), asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin (deMan, 1998).

Pada jaringan tanaman, enzim PPO dan substrat fenolik dipisahkan oleh struktur sel sehingga tidak terjadi pencoklatan. Untuk memicu terjadinya reaksi pencoklatan, harus ada reaksi antara enzim PPO, substrat fenolik, serta oksigen.

Untuk mengontrol pencoklatan enzimatis dapat dilakukan inaktifasi PPO dengan panas, penghambatan PPO secara kimiawi (dengan asidulan, pengaturan pH, pengkelat, atau kofaktor esensial yang terikat pada enzim), agen pereduksi (asam askorbat & eritrobat), pengurangan oksigen (pengemasan vakum, perendaman gula, pelapisan edible film), enzim proteolitik, ataupun dengan madu.

Page 7: Laporan Uji Moore

Laboratorium Biokimia pangan Karbohidrat II (Uji Moore)

Senyawa fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling berdekatan merupakan substrat yang baik untuk proses pencoklatan. Proses pencoklatan enzimatik memerlukan adanya enzim fenol oksidase dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat tersebut. Enzim-enzim yang dapat mengkatilis oksidasi dalam proses pencoklatan dikenal dengan berbagai nama, yaitu fenol oksidase, polifenol oksidase, fenolase, atau polifenolase; masing-masing bekerja secara spesifik untuk substrat tertentu.

Reaksi pencoklatan non-enzimatis yaitu karamelisasi, reaksi Maillard, dan pencoklatan akibat vitamin C.

Bila suatu larutan sukrosa diuapkan maka konsentrasinya akan meningkat, demikian juga titik didihnya. Keadaan ini akan terus berlangsung sehingga seluruh air menguap semua. Bila keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan diteruskan, maka cairan yang ada bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan sukrosa yang lebur. Titik lebur sukrosa adalah 1600C. Bila gula yang telah mencair tersebut dipanaskan terus sehingga suhunya melampaui titik leburnya, misalnya pada suhu 1700C, maka mulailah terjadi karamelisasi sukrosa. Reaksi yang terjadi bila gula mulai hancur atau terpecah-pecah tidak diketahui pasti, tetapi paling sedikit melalui tahap-tahap seperti berikut: Mula-mula setiap molekul sukrosa dipecah menjadi sebuah molekul glukosa dan sebuah fruktosan (Fruktosa yang kekurangan satu molekul air). Suhu yang tinggi mampu mengeluarkan sebuah molekul air dari setiap molekul gula sehingga terjadilah glukosan, suatu molekul yang analog dengan fruktosan. Proses pemecahan dan dehidrasi diikuti dengan polimerisasi, dan beberapa jenis asam timbul dalam campuran tersebut (Winarno, 2002).

Warna coklat karamel didapat dari pemanasan larutan sukrosa dengan amonium bisulfat seperti yang digunakan pada minuman cola, minuman asam lainnya, produk-produk hasil pemanggangan, sirup, permen, pelet, dan bumbu kering. Larutan asam (pH 2-4,5) ini memiliki muatan negatif. Terdapat

Page 8: Laporan Uji Moore

Laboratorium Biokimia pangan Karbohidrat II (Uji Moore)

tiga kelompok karamel, yaitu karamelan, karamelen, dan karamelin, yang masing-masing memiki bobot molekul berbeda (deMan, 1998).

Reaksi Maillard adalah reaksi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. hasilnya berupa produk berwarna cokelat yang sering dikehendaki. Namun kadang-kadang malah menjadi pertanda penurunan mutu. Reaksi maillard yang dikehendaki misalnya pada pemanggangan daging, roti, menggoreng ubi jalar, singkong, dll. Reaksi Maillard yang tdak dikehendaki misalnya misalnya pada pengeringan susu, telur. Gugus amino primer biasanya terdapat pada bahan awal berupa asam amino. Reaksi Maillard berlangsung melalui tahap berikut: - Aldosa (gula pereduksi) bereaksi dengan asam amino atau dengan gugus amino dari protein sehingga dihasilkan basa Schiff. - Perubahan terjadi menurut reaksi amadori sehingga menjadi amino ketosa. - hasil reaksi amadori mengalami dehidrasi membentuk furfural dehida dari pentosa atau hidroksil metil furfural dari heksosa. - proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan produk antara berupa metil-dikarbonil yang diikuti penguraia menghasilkan reduktor dan dikarboksil seperti metilglioksal, asetot, dan diasetil. - Aldehida-aldehida aktif dari 3 dan 4 terpolimerisasi tanpa mengikutsertakan gugus amino (disebut kondensasi aldol) atau dengan gugusan amino membentuk senyawa berwarna cokelat yang disebut melanoidin.

Reaksi maillard berlangsung cepat pada suasana alkalis dan dalam bentuk larutan. Meskipun demikian, pada kadar air bahan 13% sudah terjadi pencokelatan. Gula nonreduksi tidak dapat melakukan reaksi Maillard selama tidak terjadi pemecahan ikatan glikosida yang dapat membebasan monoskarida dengan gugus pereduksi. Aldopentosa lebih reaktif daripada aldoheksosa. Fruktosa

Page 9: Laporan Uji Moore

Laboratorium Biokimia pangan Karbohidrat II (Uji Moore)

dalam keadaan murni tidak akan mengalami kondensasi dengan asam amino (Rizky, 2011).

Berkaitan dengan suhu, reaksi ini berlangsung cepat pada suhu 100oC namun tidak terjadi pada suhu 150oC. Kadar air 10-15% adalah kadar air terbaik untuk reaksi Maillard, sedangkan reaksi lambat pada kadar air yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Pada pH rendah, gugus amino yang terprotonasi lebih banyak sehingga tidak tersedia untuk berlangsungnya reaksi ini. Umumnya molekul gula yang lebih kecil bereaksi lebih cepat dibanding molekul gula yang lebih besar. Dalam hal ini, konfigurasi stereokimia juga memengaruh, misalnya pada sesama molekul heksosa, galaktosa lebih reaktif dibanding yang lain.

Vitamin C ( asam askorbat) merupakan suatu senyawa reduktor dan juga dapat bertindak sebagai precursor untuk pembentukan warna cokelat nonenzimatik. Asam-asam askorbat berada dalam keseimbangan dengan asam dehidrokaskorbat. Dalam suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai secara irreversible dengan membentuk suatu senyawa diketogulonati kemudian berlangsung reaksi Maillard dan proses pencoklatan (Feizal, 2012).

Karbohidrat mempunyai sifat-sifat tertentu ketika mendapatkan perlakuan baik perlakuan secara fisik maupun kimia , salah satu ciri dari sifat karbohidrat adalah dapat membentuk caramel dengan ditunjukan perubahan warna menjadi coklat dan mengeluarkan bau yang khas proses terbentuknya caramel dinamakan karamelisasi, hal ini karena proses pemanasan diatas titik leleh dari karbohidrat, hasil warna coklat yang ditunjukan sebagai sifat karbohidrat itu merupakan hasil degradasi termal gula sukrosa atau glukosa. Faktor-faktor penyebab browning non enzimatik adalah sebagai berikut : • Karamelisasi diakibatkan oleh suhu dan waktu • Reaksi maillard diakibatkan oleh jenis gula, suhu dan waktu • Pencoklatan akibat vitamin c

Page 10: Laporan Uji Moore

Laboratorium Biokimia pangan Karbohidrat II (Uji Moore)

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah proses pencoklatan adalah : • Membatasi aktivitas enzim dengan pemanasan • Menambah ion sulfit • Menambah asam cuka • Menghambat kontak dengan oksigen dengan cara memasukkan bahan kedalam larutan atau air.

Page 11: Laporan Uji Moore

Laboratorium Biokimia pangan Karbohidrat II (Uji Moore)

terluka maka biasanya pada bagian yang terpotong atau terluka tersebut permukaannya akan berubah warnanya menjadi coklat (Feizal, 2011).

Mekanisme terbentuknya karamelisasi , bila gula yang telah mencair tersebut dipanaskan terus sehingga suhunya melampaui titik leburnya, misalnya pada suhu 170oC, maka mulailah terjadi karamelisasi. Karamelisasi memerlukan suhu sekitar 200oC. Pada 160oC, sukrosa meleleh dan membentuk anhidrida glukosa dan anhidrida fruktosa (levulosan). Pada suhu 200oC, urutan reaksi terdiri atas tiga tahap yang jelas terpisah waktunya. Tahap pertama memerlukan pemanasan 35 menit dan kehilangan bobot 4,5 %, sesuai dengan kehilangan satu molekul air per molekul sukrosa. Ini dapat berarti pembentukan senyawa seperti isosakarosan. Setelah dipanaskan selama 55 menit, kehilangan bobot menjadi 99 % dan pigmen yang terbentuk disebut karamelan. Karamelan hanya larut dalam air dan meleleh pada 154oC. Pemanasan lebih lanjut menyebabkan pembentukan pigmen sangat gelap yang hampir tak larut dengan susunan molekul rata-rata C125H188O80. Bahan ini disebut humin atau karamelin (deMan, hal : 182, 1998)

Bau rasa karamel yang khas adalah akibat dari sejumlah hasil fragmentasi dan dehidrasi gula, termasuk diasetil, asam asetat, asam format, dan dua hasil urai yang dilaporkan mempunyai bau rasa khas karamel oleh Jurch dan Tatum (1970), yaitu asetilformoin dan 4-hidroksi-2,5-dimetil-(2H) –furanon (deMan, hal : 183 1998).

Dalam mempercepat reaksi dan penurunan titik lebur pada gula dalam hal ini sukrosa ditambahkan senyawa NaOH, senyawa ini bekerja dengan cara menurunkan titik lebur gula sehingga proses pemanasan yang diberikan tidak terlalu lama untuk mencapai gula menunjukan sifatnya yaitu karamelisasi, pemanasan pada uji moore berfungsi untuk mempercepat reaksi supaya cepat terbentuk caramel pada sampel yang akan diidentifikasi.

Page 12: Laporan Uji Moore

Laboratorium Biokimia pangan Karbohidrat II (Uji Moore)

Pada percobaan ini tidak terjadi perbedaan antara hasil percobaan yang dilakukan oleh praktikan dengan hasil dari laboratorium biokimia pangan 2013.

Karamelisasi merupakan proses pencoklatan (browning) non enzimatik. Proses pencoklatan pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu proses pencoklatan yang enzimatik dan non-enzimatik. Pencoklatan enzimatik dikarenakan kandungan senyawa fenolik yang teroksidasi dan mengalami perubahan dari bentuk kuinol menjadi bentuk kuinon. Sedangkan reaksi pencoklatan yang non enzimatik belum dapat diketahui secara pasti penyebabnya. Ada tiga macam reaksi pencoklatan non-enzimatik, yaitu karamelisasi, reaksi Maillard dan pencoklatan akibat vitamin C. Dari hasil pengamatan tersebut terlihat bahwa sampel yang mengalami karamelisasi setelah dipanaskan selama 5 menit (Winarno, 1992).

Berdasarkan teori, seharusnya glukosa mengalami karamelisasi. Sedangkan amylum dan glukosa dapat mengalami karamelisasi bila pemanasan dilakukan sampai di atas titik leburnya, ini berarti bahwa untuk melihat terjadinya karamelisasi amylum dan glukosa, pemanasan dilakukan lebih lama lagi. Karamelisasi merupakan salah satu peristiwa pencoklatan (browning) nonenzimatis. Hasil Pengamatan menunjukan bahwa hanya sebagian sampel yang mengandung karbohidrat. Hal ini ditandai dengan terbentuknya karamel setelah dilakukan pemanasan. Gula karamel sering dipergunakan sebagai bahan pemberi cita rasa makanan. Reaksi yang terjadi bila gula mulai hancur atau terpecah-pecah tidak diketahui pasti, tetapi paling sedikit melalui tahap-tahap seperti berikut : mula-mula setiap molekul sukrosa dipecah menjadi sebuah molekul glukosa dan sebuah molekul fruktosan (fruktosa yang kekurangan satu molekul air). Suhu yang tinggi mampu mengeluarkan sebuah molekul

Page 13: Laporan Uji Moore

Laboratorium Biokimia pangan Karbohidrat II (Uji Moore)

air dari seiap molekul gula sehingga terjadilah glukosan, suatu molekul yang analog dengan fruktosan. Proses pemecahan dan dehidrasi diikuti dengan polimerisasi, dan beberapa jenis asam timbul dalam campuran tersebut (Winarno, 1992).

Pembentukan pigmen karamel dapat dianggap reaksi pencokelatan non-enzimatis tanpa senyawa nitrogen. Jika gula dipanaskan tanpa air atau larutan pekat gula dipanaskan sederet reaksi terjadi pada akhirnya membentuk karamel. Karamelisasi sukrosa memerlukan suhu sekitar 200C. Pigmen karamelan larut dalam air dan etanol dan rasanya pahit. Titik lelehnya 138C. Pemanasan lebih lanjut lagi selama 65 menit menyebabkan terbentuknya karamelen. Karamelen hanya larut dalam air dan meleleh pada 154C. Pemanasan lebih lanjut menyebabkan pembentukan pigmen sangat gelap yang hampir tidak larut dengan susunan molekul rata-rata C125H188O80. Bahan ini disebut humin atau karamelin. Bau karamel yang khas adalah akibat dari sejumlah hasil fragmentasi dan dehidrasi gula.

Senyawa fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling berdekatan merupakan substrat yang baik untuk proses pencoklatan. Proses pencoklatan enzimatik memerlukan adanya enzim fenol oksidase dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat tertentu. Terjadinya reaksi pencoklatan diperkirakan melibatkan perubahan dari bentuk kuinol menjadi kuinon.

Pembentukan pigmen karamel dapat dianggap reaksi pencoklatan non enzimatik tanpa senyawa nitrogen. Jika gula dipanaskan tanpa air atau larutan pekat gula dipanaskan sederet reaksi terjadi yang pada akhirnya membentuk karamel. Tahap awal deretan reaksi ini adalah pembentukan gula anhidro. Glukosa menghasilkan glukosan (1,2-anhidro-α-D-glukosa) dan levoglukosan (1,6-anhidro-β-D-glukosa). Kedua senyawa ini rotasi jenisnya sangat berbeda jauh, berturut-turut +69º dan -67º. Senyawa ini dapat mendimerisasi

Page 14: Laporan Uji Moore

Laboratorium Biokimia pangan Karbohidrat II (Uji Moore)

membentuk sejumlah disakarida reversi, termasuk gentiobiosa dan soforosa, yang juga terbentuk jika glukosa dilelehkan.

Bau rasa karamel yang khas akibat dari sejumlah hasil fragmentasi dan dehidrasi gula, termasuk diasetil, asam asetat, asam format, dua hasil urai yang dilaporkan mempunyai bau rasa khas karamel, yaitu asetilformoin (4-hidroksi-2,3,5-heksana-trion) dan 4-hidroksi-2,5-dimetil-3(2H)-furanon.

Bila suatu larutan sukrosa diuapkan maka konsentrasinya akan meningkat, demikian juga titik didihnya. Keadaan ini akan terus berlangsung sehingga seluruh air menguap. Bila keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan diteruskan, maka cairan yang ada bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan sukrosa yang lebur. Titik lebur sukrosa adalah 1600C.

Bila gula yang telah mencair tersebut dipanaskan terus sehingga suhunya melampaui titik leburnya, maka mulailah terjadi karamelisasi sukrosa.

Gula karamel sering dipergunakan sebagai bahan pemberi cita rasa makanan. Reaksi yang terjadi bila gula mulai hancur atau terpecah-pecah tidak diketahui pasti, tetapi paling sedikit melalui tahap-tahap seperti berikut: Mula-mula setiap molekul sukrosa dipecah menjadi sebuah molekul glukosa dan sebuah fruktosan (Fruktosa yang kekurangan satu molekul air). Suhu yang tinggi mampu mengeluarkan sebuah molekul air dari setiap molekul gula sehingga terjadilah glukosan, suatu molekul yang analog dengan fruktosan. Proses pemecahan dan dehidrasi diikuti dengan polimerisasi, dan beberapa jenis asam timbul dalam campuran tersebut.

Fungsi NaOH 10 % adalah Merupakan pemberi suasana alkalis sehingga dapat mempengaruhi warna larutan sukrosa, maltosa, dan glukosa. Larutan NaOH mampu menghirolisa glukosa.

Page 15: Laporan Uji Moore

Laboratorium Biokimia pangan Karbohidrat II (Uji Moore)

IV KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran.

4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan pada Uji Moore didapatkan bahwa sampel Syrup, Apel, dan Yogurht positif berwarna cokelat/berbau karamel, Sedangkan sampel Laktosa dan Gula pasir hasilnya negatif tidak berwarna cokelat/berbau karamel.

5.2. Saran Saran yang diberikan pada praktikan adalah harus lebih siap materi yang akan di uji dan teliti, serta bekerja sama dengan baik, dengan rekan satu meja agar percobaan dapat terlaksana dengan baik dan hasilnya pun akan lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKAdeMan, J.Saran yang diberikan pada praktikan adalah harus lebih siap materi yang akan di uji dan teliti, serta bekerja sama dengan

Page 16: Laporan Uji Moore

Laboratorium Biokimia pangan Karbohidrat II (Uji Moore)

baik, dengan rekan satu meja agar percobaan dapat terlaksana dengan baik dan hasilnya pun akan lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA deMan, J.

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: Laporan Uji Moore