Upload
strata-pertiwi
View
20
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
lapsus vesikolitiasis + aki
Citation preview
Laporan Kasus
HEMATURIA E.C VESIKOLITHIASIS + AKI
Oleh :Ali AkbarI1A010015
Pembimbingdr. Deddy R. Yulizar, Sp.U
SMF ILMU BEDAHFK UNLAM-RSUD ULIN
BANJARMASINMei, 2015
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ………………………………………………………….... i
Daftar Isi …………………………………………………………………. ii
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………… 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………… 5
BAB III. LAPORAN KASUS…………………………………………. 25
BAB IV. PEMBAHASAN………..……………………………………. 43
BAB V. PENUTUP …………………………………………………… 48
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Batu buli adalah suatu material yang terkalsifikasi yang didapatkan pada
buli atau suatu tempat pengganti dimana fungsinya sebagai penampung urin mirip
seperti buli. Batu buli biasanya dihubungkan dengan stasis urin tetapi batu
tersebut bisa saja didapatkan pada individu yang sehat tanpa adanya kelainan
anatomis, striktur, infeksi, atau benda asing. Adanya batu pada traktus urinarius
bagian atas bukan merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu buli.1
Di Amerika Serikat, sekitar 250.000 sampai 750.000 penduduknya
menderita batu saluran kemih (BSK) setiap tahun, di seluruh dunia rata-rata
terdapat 1-12%. Kejadian pada pria empat kali lebih tinggi daripada wanita,
kecuali untuk batu amonium magnesium fosfat (struvit), lebih sering didapatkan
pada wanita. Rata-rata BSK terjadi pada usia 30-50 tahun. Di Indonesia, penderita
BSK masih banyak, tetapi data lengkap kejadian penyakit ini masih belum banyak
dilaporkan. Hardjoeno dkk di Makassar (1977–1979) menemukan 297 penderita
BSK, Rahardjo dkk (1979–1980) menemukan 245 penderita BSK, Puji Rahardjo
dari RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo menyatakan penyakit BSK yang diderita
penduduk Indonesia sekitar 0,5%, bahkan di RS PGI Cikini menemukan sekitar
530 orang penderita BSK pertahun. Sementara Rusfan dkk (Makassar, 1997–
1998) melaporkan adanya 50 kasus BSK.1
Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak di bidang urologi di
samping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.2 Batu buli dapat
iii
terbentuk dari kalsium pada 70% kasus, asam urat dalam 20% kasus, dan
magnesium amonium fosfat (struvite) pada 10% kasus. Urine adalah cairan yang
stabil dan setiap variasi dalam derajat kejenuhan, pH urin dan konsentrasi
inhibitor kristalisasi dapat mengubah keseimbangan yang ada dan mengakibatkan
urolitiasis.3
Batu kandung kemih terbentuk pada pria lanjut usia dan dapat
menyebabkan obstruksi infravesical, seperti hiperplasia prostat dan neurogenic
bladder. Batu tersebut dapat terbentuk pada masa kanak-kanak dan berhubungan
dengan kekurangan gizi, terutama pada diet rendah protein. Diantara faktor-faktor
predisposisi yang mungkin terkait dengan batu kandung kemih adalah infeksi,
benda asing, pemasangan kateter uretra, divertikula, operasi perbaikan kondisi
inkontinensia pada perempuan, dan, walaupun jarang, batu saluran kemih bagian
atas.4 Pada foto rontgen serial ginjal-ureter-kandung kemih, bayangan radiopak
dari kalkulus yang terdapat pada kandung kemih biasanya bergerak saat pasien
berubah posisi. Batu kandung kemih yang bersifat radiolusen sulit dianalisis pada
foto rontgen polos, tetapi dapat divisualisasikan dengan baik pada pemeriksaan
ultrasonografi. Batu buli yang tidak bergerak biasanya ditemukan pada prosedur
rekonstruktif dari kandung kemih. Selain itu, beberapa peneliti telah melaporkan
bahwa alat kontrasepsi intrauterine dapat bermigrasi melalui dinding kandung
kemih dan kemudian dapat menginduksi pembentukan batu intravesical.5
Batu kandung kemih mungkin tidak menimbulkan gejala. Namun, gejala
seperti nyeri suprapubik, disuria, hematuria, aliran urin pancaran lemah, nyeri
iv
berkemih, frekuensi, urgensi, dan nyeri pada penis dapat ditemukan pada lebih
dari 50% pasien.3
Batu buli yang kronik dapat menyebabkan obstruksi saluran kencing yang
dapat menyebabkan AKI serta keganasan buli melalui mekanisme kerusakan
mukosa kronik yang mengakibatkan inflamasi dan kerusakan lapisan
glikosaminoglikan.6 Lama kelamaan akan terjadi metaplasia, kemudian displasia,
dan berujung pada keganasan.7,8
Laporan kasus ini sangat penting untuk dilaporkan dikarenakan kasus batu
saluran kemih pada umumnya dan batu buli pada khususnya banyak ditemukan
pada pasien urologi dan apabila tidak ditangani dengan benar dapat menimbulkan
komplikasi dan kematian, sehingga diharapkan dapat mengenal tanda dan gejala
awal dari penyakit ini. Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus batu buli pada
laki-laki berusia 25 tahun yang dirawat di Ruang Tulip RSUD Ulin Banjarmasin.
v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Vesica urinaria terletak tepat di belakang pubis di dalam cavitas pelvis.
Vesica urinaria berfungsi untuk menampung urin dan pada orang dewasa kapasitas
maksimumnya kurang lebih 500 ml. Vesica urinaria mempunyai dinding otot yang
kuat. Bentuk dan batas-batasnya sangat bervariasi sesuai dengan jumlah urin di
dalamnya. Vesica urinaria yang kosong pada orang dewasa seluruhnya terletak di
dalam pelvis; bila vesica urinaria terisi, dinding atasnya terangkat sampai masuk
regio hipogastricum. Pada anak kecil, vesica urinaria yang kosong menonjol di
atas apertura pelvis superior; kemudian bila cavitas pelvis membesar, vesica
urinaria terbenam di dalam pelvis untuk menempati posisi seperti pada orang
dewasa.9
Vesica urinaria yang kosong berbentuk piramid, mempunyai apex, basis,
dan sebuah facies superior serta dua buah facies inferolateralis; juga mempunyai
collum. Vesica urinaria diperdarahi oleh arteri vesicalis superior dan inferior,
cabang arteri iliaka interna; serta vena yang membentuk plexus venosus vesicalis,
di bawah berhubungan dengan plexus venosus prostaticus; dan bermuara ke vena
iliaka interna.9
Persarafan vesica urinaria berasal dari plexus hypogastricus inferior.
Serabut pascaganglionik simpatis berasal dari ganglion lumbalis pertama dan
vi
kedua lalu berjalan turun ke vesica urinaria melalui plexus hypogastricus. Serabut
preganglionik parasimpatikus yang muncul sebagai nervi splanchnici pelvici
berasal dari nervus sacrales kedua, ketiga, dan keempat, berjalan melalui plexus
hypogastricus menuju ke dinding vesica urinaria, di tempat ini serabut tersebut
bersinaps dengan neuron postganglionik. Sebagian besar serabut aferen sensorik
yang berasal dari vesica urinaria menuju sistem saraf pusat melalui nervi
splanchnici pelvici. Sebagian serabut aferen berjalan bersama saraf simpatis
melalui plexus hipogastricus dan masuk ke medulla spinalis segmen lumbalis
pertama dan kedua.9
Saraf simpatis menghambat kontraksi musculus detrusor vesicae dan
merangsang penutupan musculus spinchter vesicae. Saraf parasimpatis
merangsang kontraksi musculus detrusor vesicae dan menghambat kerja
musculus spinchter vesicae.9
vii
Gambar 2.1. Anatomi Vesica Urinaria10
B. Definisi Batu Buli
BSK adalah penyakit dimana didapatkan masa keras seperti batu yang
terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas (ginjal dan ureter)
dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang dapat menyebabkan
nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini terbentuk dari
pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein.11
BSK dapat berukuran sekecil pasir hingga sebesar buah anggur. Batu yang
berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya dapat keluar
bersama dengan urin ketika berkemih. Batu yang berada di saluran kemih atas
(ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika batu berada di saluran kemih
bagian bawah (kandung kemih dan uretra) dapat menghambat buang air kecil.11
Gambar 2.2. Batu Buli11
viii
C. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).12
Penyebab pasti pembentukan BSK belum diketahui, oleh karena banyak
faktor yang dilibatkannya, sampai sekarang banyak teori dan faktor yang
berpengaruh terhadap pembentukan BSK yaitu : 12
1. Teori Fisiko Kimiawi
Prinsip dari teori ini adalah terbentuknya BSK karena adanya proses kimia,
fisika maupun gabungan fisiko kimiawi. Dari hal tersebut diketahui bahwa
terjadinya batu sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pembentuk batu di
saluran kemih. Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal teori pembentukan
batu, yaitu:
Teori Supersaturasi
Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu merupakan
dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan. Apabila
kelarutan suatu produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka terjadi
supersaturasi sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada
akhirnya akan terbentuk batu. Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi
apabila ada penambahan suatu bahan yang dapat mengkristal di dalam air
dengan pH dan suhu tertentu yang suatu saat akan terjadi kejenuhan dan
terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam air kemih tidak hanya
ix
dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk BSK yang larut, tetapi juga
oleh kekuatan ion, pembentukan kompleks dan pH air kemih.
Teori Matrik
Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan
mitokondria sel tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu
oksalat maupun kalsium fosfat akan menempel pada anyaman tersebut dan
berada di sela-sela anyaman sehingga terbentuk batu. Benang seperti laba-
laba terdiri dari protein 65%, heksana 10%, heksosamin 2-5% sisanya air.
Pada benang menempel kristal batu yang seiring waktu batu akan semakin
membesar. Matriks tersebut merupakan bahan yang merangsang timbulnya
batu.
Teori Tidak Adanya Inhibitor
Dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik. Pada inhibitor
organik terdapat bahan yang sering terdapat dalam proses penghambat
terjadinya batu yaitu asam sitrat, nefrokalsin, dan tamma-horsefall
glikoprotein sedangkan yang jarang terdapat adalah glikosaminoglikans
dan uropontin.
Pada inhibitor anorganik terdapat bahan pirofosfat dan zinc. Inhibitor yang
paling kuat adalah sitrat, karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium
membentuk kalsium sitrat yang dapat larut dalam air. Inhibitor mencegah
terbentuknya kristal kalsium oksalat dan mencegah perlengketan kristal
kalsium oksalat pada membaran tubulus. Sitrat terdapat pada hampir
semua buah-buahan tetapi kadar tertinggi pada jeruk. Hal tersebut yang
x
dapat menjelaskan mengapa pada sebagian individu terjadi pembentukan
BSK, sedangkan pada individu lain tidak, meskipun sama-sama terjadi
supersaturasi.
Teori Epitaksi
Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain
yang berbeda sehingga akan cepat membesar dan menjadi batu campuran.
Keadaan ini disebut nukleasi heterogen dan merupakan kasus yang paling
sering yaitu kristal kalsium oksalat yang menempel pada kristal asam urat
yang ada.
Teori Infeksi
Teori terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya infeksi dari
kuman tertentu. Pengaruh infeksi pada pembentukan BSK adalah teori
terbentuknya batu survit dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan terjadinya
reaksi sintesis ammonium dengan molekul magnesium dan fosfat sehingga
terbentuk magnesium ammonium fosfat (batu struvit) misalnya saja pada
bakteri pemecah urea yang menghasilkan urease. Bakteri yang
menghasilkan urease yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Teori pengaruh infeksi lainnya adalah
teori nano bakteria dimana penyebab pembentukan BSK adalah bakteri
berukuran kecil dengan diameter 50-200 nanometer yang hidup dalam
darah, ginjal dan air kemih. Bakteri ini tergolong gram negatif dan sensitif
terhadap tetrasiklin. Dinding bakteri tersebut dapat mengeras membentuk
cangkang kristal kalsium karbonat apatit dan membentuk inti batu,
xi
kemudian kristal kalsium oksalat akan menempel yang lama kelamaan
akan membesar. Dilaporkan bahwa 90% penderita BSK mengandung nano
bakteria.
Teori Kombinasi
Banyak ahli berpendapat bahwa BSK terbentuk berdasarkan campuran
dari beberapa teori yang ada.
2. Teori Vaskular
Pada penderita BSK sering didapat penyakit hipertensi dan kadar kolesterol
darah yang tinggi, maka Stoller mengajukan teori vaskuler untuk terjadinya
BSK, yaitu:
Hipertensi
Pada penderita hipertensi 83% mempunyai perkapuran ginjal sedangkan
pada orang yang tidak hipertensi yang mempunyai perkapuran ginjal
sebanyak 52%. Hal ini disebabkan aliran darah pada papilla ginjal
berbelok 180˚ dan aliran darah berubah dari aliran laminer menjadi
turbulen. Pada penderita hipertensi aliran turbelen tersebut berakibat
terjadinya pengendapan ion-ion kalsium papilla (Ranall’s plaque) disebut
juga perkapuran ginjal yang dapat berubah menjadi batu.
Kolesterol
Adanya kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan disekresi melalui
glomerulus ginjal dan tercampur didalam air kemih. Adanya butiran
kolesterol tersebut akan merangsang agregasi dengan kristal kalsium
xii
oksalat dan kalsium fosfat sehingga terbentuk batu yang bermanifestasi
klinis (teori epitaksi).
D. Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat
atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium amonium fosfat (MAP), Xanthin dan
sistin. BSK mempunyai komponen dasar kalsium sekitar 75% berupa kalsium
oksalat, kalsium fosfat, atau campuran oksalat dan fosfat. Identifikasi BSK dapat
dilakukan dengan analisis batu, sehingga jenis dan komposisi batu dapat diketahui
(ratu).
1. Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh
BSK. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat,
atau campuran dari kedua unsur itu.
Faktor terjadinya batu kasium adalah:
Hiperkalsiuria, yaitu kadar kalsium dalam urin lebih besar dari 250-300
mg/24 jam. Terdapat 3 macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara
lain: (a) hiperkalsiuri absorbtif yang terjadi karena adanya peningkatan
absorbsi kalsium dalam usus; (b) hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya
gangguan kemampuan reabsobsi kalsium melalui tubulus ginjal; (c)
hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resopsi kalsium
tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau pada
tumor paratiroid.
xiii
Hiperoksaluria, adalah eksresi oksalat urin yang melebihi 45 gram per
hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan
pada usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak
mengonsumsi makanan yang kaya oksalat, di antaranya adalah the, kopi
instan, minuman ringan, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna
hijau terutama bayam.
Hiperurikosuria, adalah kadar asam urat di dalam urin yang melebihi 850
gram/24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam urin bertindak sebagai inti
batu/nidus untuk terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat di
dalam urin berasal dari makanan yang mengandung banyak purin maupun
berasal dari metabolisme endogen
Hipositraturia. Di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk
kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau
fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah
larut daripada kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat dapat bertindak
sebagai penghambat pembentukan batu kalsium. Hipositraturi dapat terjadi
pada: penyakit asidosis tubuli ginjal atau, sindrom malabsorbsi, atau
pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
Hipomagnesuria. Seperti halnya pada sitrat, magnesium bertindak sebagai
penghambat timbulnya batu kalsium, karena di dalam urin magnesium
bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga
menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering
xiv
hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus yang diikuti dengan
gangguan malabsorbsi.
2. Batu Struvit
Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini
adalah kuman golongan pemecah urea yang dapat menghasilkan enzim urease
dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak, seperti pada reaksi:
CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2
Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, amonium,
fosfat, dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) atau
(Mg NH4 PO4. H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3). Karena terdiri atas 3
kation (Ca2+ Mg2+ dan NH4+), batu jenis ini dikenal sebagai batu triple-
phospate.
Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah: Proteus spp,
Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Staphylococcus.
Meskipun E. colli banyak menimbulkan infeksi saluran kemih, tetapi kuman
ini bukan termasuk pemecah urea.
3. Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara
75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan
campuran kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh
pasien-pasien gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan
xv
terapi antikanker, dan yang banyak menggunakan obat urikosurik diantaranya
adalah sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol,
dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk
mendapatkan penyakit ini.
Asam urat relatif tidak larut di dalam urin sehingga pada keadaan tertentu
mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu
asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah; (1)
urin yang terlalu asam (pH urin <6); (2) volum ke urin yang sedikit (<2
liter/hari) atau dehidrasi; (3) hiperurikosuria atau kadar asam urat yang tinggi.
4. Batu jenis lain
Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang
dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolism sistin, yaitu
kelainan absorbsi sistin dalam mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk
karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang
mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin dan xanthin menjadi
asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat (magnesium silikat
atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama
dapat menyebabkan timbulnya batu silikat.
E. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, sekitar 250.000 sampai 750.000 penduduknya
menderita BSK setiap tahun, di seluruh dunia rata-rata terdapat 1 sampai 12%.
Kejadian pada pria empat kali lebih tinggi daripada wanita, kecuali untuk batu
xvi
amonium magnesium fosfat (struvit), lebih sering terdapat di wanita. Usia rata-
rata BSK terjadi pada usia 30 sampai 50 tahun. Di Indonesia, penderita BSK
masih banyak, tetapi data lengkap kejadian penyakit ini masih belum banyak
dilaporkan. Hardjoeno dkk di Makassar (1977–1979) menemukan 297 penderita
BSK, Rahardjo dkk (1979–1980) 245 penderita BSK, Puji Rahardjo dari RSUP
Dr. Cipto Mangunkusumo menyatakan penyakit BSK yang diderita penduduk
Indonesia sekitar 0,5%, bahkan di RS PGI Cikini menemukan sekitar 530 orang
penderita BSK pertahun. Sementara Rusfan dkk (Makassar, 1997–1998)
melaporkan adanya 50 kasus.1
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor
intrinsik, yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik,
yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.2
Faktor intrinsik itu antara lain:
1. Herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur: penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan pasien perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1. Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir
tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
xvii
2. Iklim dan temperatur.
3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada
air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet: diet tinggi purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya batu
saluran kemih.
5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.
F. Gejala Klinik
Batu kandung kemih mungkin tidak menimbulkan gejala. Namun, gejala
seperti nyeri suprapubik, disuria, hematuria, aliran urin pancaran lemah, nyeri
berkemih, frekuensi, urgensi, dan nyeri pada penis dapat ditemukan pada lebih
dari 50% pasien.3
Adanya batu dapat menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher
kandung kemih, sehingga aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan
berhenti dan menetes disertai dengan nyeri. Pada anak, seringkali mengeluh
adanya enuresis nokturna, nyeri menyebabkan anak laki-laki menarik penisnya
sehingga tidak jarang dilihat penis yang agak panjang, anak perempan biasanya
akan menggosok-gosok vulva. Bila pada saat sakit tersebut penderita berubah
posisi, suatu saat air kemih akan dapat keluar karena letak batu yang berpindah.
Bila selanjutnya terjadi infeksi yang sekunder, selain nyeri, sewaktu miksi juga
akan terdapat nyeri menetap suprapubik, atau nyeri alih pada ujung penis,
skrotum, perineum, pinggang, sampai, kaki.2,13
xviii
F. Penegakan Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis, dapat dilakukan dengan anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.14
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal terhadap pasien batu buli adalah melakukan anamnesis
yang meliputi.
Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah
mengganggu.
Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah
mengalami cedera, infeksi, atau pembedahan).
Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual.
Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan
miksi.
Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan
pembedahan.
Gejala yang mungkin timbul pada pasien dengan batu buli antara lain:
nyeri suprapubik, disuria, intermitensi, frekuensi (poliuria), hesitansi, nokturia,
retensi urin, hematuria, dan pancaran kencing terputus. Gejala yang mungkin
timbul pada anak, yang dikeluhkan orang tua, antara lain: priapismus dan enuresis
nokturnal.2,3
Pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan suprapubik, buli yang
terasa penuh dan distesi pada saat dipalpasi. Pada pasien dengan riwayat
neurogenic bladder dapat ditemukan defisit neurologis.2
xix
2. Laboratorium
Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis adalah pemeriksaan yang mudah dan murah dan
dapat memberikan informasi yang luas. Pada pemeriksaan dipstick,
hasilnya mungkin positif untuk nitrit, leukosit, dan eritrosit. Batu buli
menimbulkan gejala nyeri saat berkemih sehingga pasien mengurangi
asupan minum harian, akibatnya dapat menimbulkan peningkatan berat
jenis pada urinalisis.
Kultur Urin
Kultur urin sangat berguna untuk mengetahui jenis kuman sehingga dapat
menentukan pemilihan terapi untuk mengatasi infeksi.
Pemeriksaan Darah Lengkap
Pada pasien dengan gejala obstruksi dan infeksi, terdapat peningkatan
jumlah leukosit dengan shift to the left.
3. Pemeriksaan pencitraan traktus urinarius
Rontgen
Pilihan pemeriksaan pencitraan terhadap pasien batu buli adalah foto
polos ginjal, ureter, dan vesica urinaria, yang dapat menggambarkan batu
radiopak. Batu asam urat murni dan ammonium urat bersifat radiolusen
tetapi dapat dilapisi oleh lapisan sedimen kalsium yang bersifat radiopak.
xx
Gambar 2.4. Foto Rontgen Batu Buli15
Ultrasonography (USG)
Bila pemeriksaan klinis mengarah pada batu buli tetapi pada pemeriksaan
foto polos ginjal, ureter, dan vesica urinaria tidak didapatkan batu
radiopak, pemeriksaan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah (USG),
yang dapat memberikan perbedaan gambaran batu dari tumor atau bekuan
darah.
xxi
Gambar 2.5. Gambaran USG Batu Buli15
Sistografi atau Intravenous Pyelography (IVP)
Sistografi atau IVP menggambarkan batu sebagai filling defect pada
dinding vesica urinaria. Bila filling defect tersebut berpindah pada saat
pasien direposisi, keberadaan batu hampir dapat dipastikan. Filling defect
yang terfiksasi mungkin saja merupakan batu yang melekat pada dinding
vesica urinaria.
CT Scan
CT scan untuk membuktikan adanya batu buli menggunakan metode
kontras, bahkan batu urat murni dapat terdeteksi dengan pemeriksaan ini.
xxii
Gambar 2.6. Gambaran CT Scan Batu Buli15
G. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Satu-satunya pengobatan farmakologis yang efektif untuk batu buli adalah
alkalisasi batu asam urat. Penghancuran batu tersebut hanya dapat dilakukan
bila pH lebih atau sama dengan 6,5. Potassium sitrat 60 mEq/hari adalah
pilihan terapi. Namun, alkalisasi yang terlalu agresif dapat membentuk deposit
kalsium fosfat pada permukaan batu, yang dapat menimbulkan kegagalan
terapi.14
xxiii
2. Terapi Bedah
Sampai saat ini, pendekatan pembedahan untuk mengatasi masalah batu buli
ada 3 teknik:13,16
Litotripsi
Pemecahan batu atau litotripsi telah mulai dilakukan sejak lama dengan
cara buta, tetapi dengan kemajuan teknik endoskopi dapat dilakukan
dengan cara lihat langsung. Untuk batu kandung kemih, batu dipecahkan
memakai litotriptor secara mekanis melalui sistoskop atau dengan
memakai gelombang elektrohidraulik atau ultrasonic. Gelombang kejut
dialirkan melalui air ke tubuh dan dipusatkan di batu yang akan
dipecahkan. Batu akan hancur berkeping-keping dan keluar bersama
kemih. Betapapun disebutkan bahwa dengan Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy (ESWL) batu dapat dipecahkan menjadi bagian yang lebih
kecil dari 2 mm, belum tentu pasca tindakan semua batu akan pecah
hingga ukuran yang dikehendaki. Selain itu, batu yang telah dipecahkan
membutuhkan waktu untuk keluar semua. Walaupun dinyatakan bahwa
gelombang kejut yang dipergunakan tidak akan merusak jaringan ginjal
secara permanen, kerusakan yang ada perlu diwaspadai baik dari segi
kemungkinan terjadinya infeksi atau kerusakan yang dapat mengakibatkan
gejala sisa.
Transuretral sistolitopalaksi
Pada teknik operasi transuretral sistolitopalaksi, sistoskopi digunakan
untuk memvisualisasi batu, sejumlah energi (alat ultrasonik, alat
xxiv
elektrohidrolik, laser) digunakan untuk menghancurkan batu tersebut,
kemudian fragmen batu yang tersisa dibuang melalui sistoskop.
Percutaneus suprapubik sistolitopalaksi
Pada teknik operasi percutaneus suprapubik sistolitopalaksi (biasanya
dilakukan pada anak-anak), rute perkutaneus digunakan untuk memasukan
alat endoskopi yang diameternya besar, kemudian dilakukan fragmentasi
dan evakuasi batu.
Vesicolithotomy
Pada teknik operasi vesicolithotomy, batu tidak difragmentasi tetapi
diambil secara utuh. Pendekatan ini biasanya dilakukan pada batu yang
besar dan keras dan pada kasus dimana ada indikasi untuk prostatektomi
terbuka dan divertikulektomi buli. Prostatektomi terbuka biasanya
dilakukan bila volume prostat 80-100 gram. Keuntungan metode ini adalah
kecepatan dan kemudahan dalam mengangkat batu yang banyak dalam
sekali pengangkatan, kemampuan dalam mengangkat batu yang melekat
pada mukosa buli, dan kemampuan mengangkat batu yang besar dan keras
yang tidak dapat dilakukan dengan teknik operasi transuretral
sistolitopalaksi dan percutaneus suprapubik sistolitopalaksi. Kerugian
metode ini adalah bekas luka yang lebih lebar, nyeri post-operasi, waktu
rawat inap yang lebih panjang, penggunaan kateter yang lebih lama, dan
risiko infeksi.
xxv
Gambar 2.7. Bagan Tatalaksana Batu Buli3
H. Komplikasi
Penyulit batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan
iritasi yang berkepanjangan pada urotelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya
keganasan yang sering berupa karsinoma epidermoid. Obstruksi pada saluran
kemih juga dan menyebabkan terjadinya Akut Kidney Injury (AKI).13
Batu buli yang kronik dapat menyebabkan keganasan buli melalui
mekanisme kerusakan mukosa kronik yang mengakibatkan inflamasi dan
kerusakan lapisan glikosaminoglikan. Lama kelamaan akan terjadi metaplasia,
kemudian displasia, dan berujung pada keganasan.6,7,8
xxvi
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Rahmatullah
Umur : 25 tahun
No. RMK : 1.15.00.55
Bangsa : Indonesia
Suku : Banjar
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Desa Padang Tambing Amuntai
MRS : 6 Mei 2015
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Kencing Berdarah
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh BAK
berdarah. Pasien juga mengatakan bahwa kencingnya kerap berwarna
kuning keruh, kadang disertai pasir. Pasien juga mengeluh sulit kencing
sejak 1 bulan terakhir. Pasien harus mengubah posisi berkemih agar air
kencingnya bisa keluar. Pasien juga mengeluhkan nyeri saat BAK. Rasa
nyeri seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul, terutama saat pasien kencing.
Rasa nyeri muncul di awal dan akhir kencing. Pasien mengatakan sering
xxvii
menahan kencing tetapi minumnya cukup. Pasien mengatakan dirinya
sering kencing bahkan pada malam hari sewaktu tidur. Riwayat kencing
tidak lampias, kencing mengejan, dan riwayat pemasangan kateter
disangkal. Riwayat penurunan berat badan, demam lama, nafsu makan
menurun, dan nyeri pinggang disangkal. Karena keluhan tersebut os
berobat ke RS Amuntai kemudian dirujuk ke RSUD Ulin
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
ISK (+), BSK (-), Hipertensi (-), DM (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Penyakit serupa (-), Hipertensi (+), DM (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Composmentis, GCS : 4-5-6
3. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80
Respirasi rate : 21 x/menit
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36,9o C
B. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Umum : Bentuk mesosefali
Rambut : Warna hitam, tipis, distribusi merata
xxviii
Mata :
- eksoftalmus (-/-)
- konjungtiva pucat (-/-)
- sklera ikterik (-/-)
- refleks cahaya (+/+)
Mulut : mukosa pucat (-)
Leher :
- tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
- kaku kuduk tidak ada
- Jugular venous pressure tidak meningkat
C. Pemeriksaan Thoraks
Paru
Inspeksi : Gerakan nafas simetris, retraksi (-)
Palpasi : Fremitus vokal simetris, nyeri tekan tidak ada
Perkusi : Sonor (+/+), nyeri ketuk tidak ada
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus dan pulsasi tidak terlihat
Palpasi : Apeks teraba pada ICS V LMK kiri, Thrill (-)
Perkusi : Batas kanan ICS II-IV LPS Dextra
Batas kiri ICS II-IV LMK Sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II tunggal
xxix
Murmur tidak ada
D. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, vena kolateral (-), scar (-), distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Hepar, lien, massa tidak teraba,
Perkusi : Timpani
E. Pemeriksaan Ekstremitas
Atas : Akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)
Bawah : Akral dingin, edem (-/-), parese (-/-)
F. Pemeriksaan Tulang Belakang
Dalam batas normal, nyeri (-), tidak tampak skoliosis, kifosis, lordosis.
G. Status Urologi
Costo Vertebral Angle
Inspeksi : jejas (-/-), hematom (-/-)
Palpasi : Massa tidak teraba, nyeri tekan (-/-)
Perkusi : Nyeri ketok ginjal (-/-)
Flank Area
Inspeksi : massa (-/-), hematom (-/-)
Palpasi : massa tidak teraba, nyeri tekan (-/-)
Suprapubik
Inspeksi : buli agak menonjol, jejas (-), hematom (-), benjolan (+)
Palpasi : nyeri tekan (+)
Genitalia
xxx
OUE : bloody discharge (-), edema (-), batu (-), kateter (+)
Penis : edema (-) hematom (-), batu (-)
Skrotum : edema (-) hematom (-)
Rectal Toucher
Inspeksi : massa (-), hemorhoid (-)
Palpasi : sphingter ani menjepit kuat, mucosa rectum licin, ampula
tidak kolaps, tidak teraba massa, nyeri tekan (-)
Prostat : Konsistensi keras, nodul (-), pole atas tidak teraba, sulcus
mediana tidak teraba, nyeri tekan (-)
Bulbocavernosus refleks (+)
Sarung tangan : feses (-), darah (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tabel 3.1. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 6 Mei 2015
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9,6 14,0-18,0 g/dl
Leukosit 15,0 4,0-10,5 ribu/ul
Eritrosit 3,65 4,50-6,00 Juta/ul
Hematokrit 30,2 42,00-52,00 Vol%
Trombosit 459 150-450 Ribu/ul
RDW-CV 17,7 11,5-14,7 %
MCV-MCH-MCHC
MCV 82,9 80,0-97,0 Fl
xxxi
MCH 26,3 27,0-32,0 Pg
MCHC 31,7 32,0-38,0 %
Hitung Jenis
Gran % 66,7 50,0-70,0 %
Limfosit % 25,4 25,0-40,0 %
Gran # 10,00 2,50-7,00 Ribu/ul
Limfosit # 3,8 1,25-4,00 Ribu/ul
Monosit # 0,30-1,00 Ribu/ul
KIMIA
GULA DARAH
Glukosa Darah Puasa 106 70-105 mg/dL
HATI
SGOT 32 0 – 46 U/l
SGPT 25 0 – 45 U/l
GINJAL
Ureum 242 10 – 50 mg/dL
Creatinin 3,0 0,7 – 1,4 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 134,7 135-146 mmol/l
Kalium 4,3 3,4-5,4 mmol/l
Chloride 105,8 95-100 mmol/l
Tabel 3.2. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 8 Mei 2015
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 8,8 14,0-18,0 g/dl
xxxii
Leukosit 11,2 4,0-10,5 ribu/ul
Eritrosit 3,07 4,50-6,00 Juta/ul
Hematokrit 24,3 42,00-52,00 Vol%
Trombosit 429 150-450 Ribu/ul
RDW-CV 15,6 11,5-14,7 %
MCV-MCH-MCHC
MCV 79,1 80,0-97,0 Fl
MCH 28,7 27,0-32,0 Pg
MCHC 36,2 32,0-38,0 %
Hitung Jenis
Basofil % 0,2 0,0-1,0 %
Eosinofil % 1,8 1,0-3,0 %
Gran % 72,1 50,0-70,0 %
Limfosit % 16,9 25,0-40,0 %
Monosit % 9,0 3,0-9,0 %
Basofil # 0,02 <1
Eosinofil # 0,20 <3
Gran # 8,05 2,50-7,00 Ribu/ul
Limfosit # 1,9 1,25-4,00 Ribu/ul
Monosit # 1,00 0,30-1,00 Ribu/ul
PROTHROMBIN TIME
Hasil PT 8,9 0,0-13,5 Detik
INR 0,82 -
Control Normal PT 11,4 - -
Hasil APTT 20,3 22,2-37,0 Detik
Control Normal APTT 26,1 -
xxxiii
KIMIA
GULA DARAH
Glukosa Darah Puasa 90 70-105 mg/dL
HATI
SGOT 27 0 – 46 U/l
SGPT 24 0 – 45 U/l
Albumin 2,7 3,5 – 5,5 d/dl
GINJAL
Ureum 141 10 – 50 mg/dL
Creatinin 2,0 0,7 – 1,4 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 134,7 135-146 mmol/l
Kalium 4,3 3,4-5,4 mmol/l
Chloride 116 95-100 mmol/l
IMUNOSEROLOGI
HBs Ag (Cobas) 0,437 COI: <0,900=Non Reaktif
Anti – HCV(COBAS) 0,103 COI:Neg<0,900; Pos>1,00
Antigen HIV; Anti HIV1&2 (cobas)
0,314 <0,900 = Non Reaktif
Tabel 3.3. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 15 Mei 2015
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,1 14,0-18,0 g/dl
Leukosit 4,7 4,0-10,5 ribu/ul
xxxiv
Eritrosit 3,87 4,50-6,00 Juta/ul
Hematokrit 32,9 42,00-52,00 Vol%
Trombosit 484 150-450 Ribu/ul
RDW-CV 15,1 11,5-14,7 %
MCV-MCH-MCHC
MCV 84,9 80,0-97,0 Fl
MCH 28,7 27,0-32,0 Pg
MCHC 37,7 32,0-38,0 %
Hitung Jenis
Basofil % 1,1 0,0-1,0 %
Eosinofil % 4,1 1,0-3,0 %
Gran % 56,2 50,0-70,0 %
Limfosit % 31,6 25,0-40,0 %
Monosit % 7,0 3,0-9,0 %
Basofil # 0,05 <1
Eosinofil # 0,19 <3
Gran # 2,64 2,50-7,00 Ribu/ul
Limfosit # 1,5 1,25-4,00 Ribu/ul
Monosit # 0,33 0,30-1,00 Ribu/ul
KIMIA
GINJAL
Ureum 62 10 – 50 mg/dL
Creatinin 1,6 0,7 – 1,4 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 141 135-146 mmol/l
Kalium 4,0 3,4-5,4 mmol/l
xxxv
Chloride 110 95-100 mmol/l
a. Foto Abdomen tanggal 4 Mei 2015
Kesimpulan: Vesicolithiasis
Foto Thorax tanggal 6 Mei 2015
Kesimpulan: Foto thorax normal
V. DIAGNOSA
xxxvi
Diagnosis klinis : hematuria, disuria
Diagnosis etiologi : vesicolithiasis multiple
Diagnosis komplikasi : AKI
Diagnosis penyerta : -
VI. PENATALAKSANAAN
Operatif: Open Vesicolithotomy
Medikamentosa: Pre Op Inj. Ceftriaxon 1 gr, Aminefron 2x IItab
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
VII. FOLLOW UP
7 Mei 2015 (HP-1)
S : BAK berdarah (+)
O : TD : 120/80 N : 86 kali/menit
RR : 22 kali/menit T : 36,3ºC
A : Hematuria e.c Vesikolithiasis + AKI
P : IVFD RL 20 tpm
Ketorolac 3x30mg
Ranitidin 2x50mg
As. Tranexamat 3x500mg
xxxvii
Cek Lab pro konsul nefrologi
8 Mei 2015 (HP-2)
S : BAK berdarah (+)
O : TD : 120/80 N : 82 kali/menit
RR : 20 kali/menit T : 36,5ºC
A : Hematuria e.c Vesikolithiasis + AKI
P : IVFD RL 20 tpm
Ketorolac 3x30mg
Ranitidin 2x50mg
As. Tranexamat 3x500mg
Cek Lab pro konsul nefrologi
9 Mei 2015 (HP-3)
S : BAK berdarah (+)
O : TD : 120/80 N : 84 kali/menit
RR : 22 kali/menit T : 36,6ºC
A : Hematuria e.c Vesikolithiasis + AKI
P : IVFD RL 20 tpm
Ketorolac 3x30mg
Ranitidin 2x50mg
As. Tranexamat 3x500mg
konsul nefrologi
10 Mei 2015 (HP-4)
S : BAK berdarah (+)
xxxviii
O : TD : 110/80 N : 80 kali/menit
RR : 20 kali/menit T : 36,5ºC
A : Hematuria e.c Vesikolithiasis + AKI
P : IVFD RL 20 tpm
Ketorolac 3x30mg
Ranitidin 2x50mg
As. Tranexamat 3x500mg
Pro Tranfusi PRC s/d HB ≥ 10 g/dl
Aminefron 2 x II tab
11 Mei 2015 (HP-5)
S : BAK berdarah (+)
O : TD : 120/80 N : 80 kali/menit
RR : 22 kali/menit T : 36,5ºC
A : Hematuria e.c Vesikolithiasis + AKI
P : IVFD RL 20 tpm
Ketorolac 3x30mg
Ranitidin 2x50mg
As. Tranexamat 3x500mg
Pro Tranfusi PRC s/d HB ≥ 10 g/dl
Aminefron 2 x II tab
12 Mei 2015 (HP-6)
S : BAK berdarah (+)
O : TD : 120/80 N : 82 kali/menit
xxxix
RR : 20 kali/menit T : 36,6ºC
A : Hematuria e.c Vesikolithiasis + AKI
P : IVFD RL 20 tpm
Ketorolac 3x30mg
Ranitidin 2x50mg
As. Tranexamat 3x500mg
Pro Tranfusi PRC s/d HB ≥ 10 g/dl
Aminefron 2 x II tab
13 Mei 2015 (HP-7)
S : BAK berdarah (+)
O : TD : 120/80 N : 80 kali/menit
RR : 21 kali/menit T : 36,5ºC
A : Hematuria e.c Vesikolithiasis + AKI
P : IVFD RL 20 tpm
Ketorolac 3x30mg
Ranitidin 2x50mg
As. Tranexamat 3x500mg
Pro Tranfusi PRC s/d HB ≥ 10 g/dl
Aminefron 2 x II tab
14 Mei 2015 (HP-8)
S : BAK berdarah (+)
O : TD : 110/80 N : 82 kali/menit
RR : 20 kali/menit T : 36,5ºC
xl
A : Hematuria e.c Vesikolithiasis + AKI
P : IVFD RL 20 tpm
Ketorolac 3x30mg
Ranitidin 2x50mg
As. Tranexamat 3x500mg
Cek HB post tranfusi
Aminefron 2 x II tab
15 Mei 2015 (HP-9)
S : BAK berdarah (+)
O : TD : 120/80 N : 80 kali/menit
RR : 21 kali/menit T : 36,5ºC
A : Hematuria e.c Vesikolithiasis + AKI
P : IVFD RL 20 tpm
Antrain 3x500mg
Ranitidin 2x50mg
As. Tranexamat 3x500mg
Aminefron 2 x II tab
16 Mei 2015 (HP-10)
S : BAK berdarah (+)
O : TD : 120/80 N : 80 kali/menit
RR : 21 kali/menit T : 36,5ºC
A : Hematuria e.c Vesikolithiasis + AKI
P : Pro Vesicolithotomy
xli
IVFD RL 20 tpm
Antrain 3x500mg
Ranitidin 2x50mg
As. Tranexamat 3x500mg
Aminefron 2 x II tab
17 Mei 2015 (HP-11)
S : BAK berdarah (+)
O : TD : 100/80 N : 84 kali/menit
RR : 20 kali/menit T : 36,4ºC
A : Hematuria e.c Vesikolithiasis + AKI
P : Pro Vesicolithotomy
IVFD RL 20 tpm
Ceftriakson 2x1g
Ranitidin 2x50mg
As. Tranexamat 3x500mg
Antrain k/p
18 Mei 2015 (HP-12)
S : BAK berdarah (-) BAK Pasir (+)
O : TD : 100/70 N : 90 kali/menit
RR : 20 kali/menit T : 36ºC
A : Vesikolithiasis + AKI
P : Pro Vesicolithotomy
IVFD RL 20 tpm
xlii
Ceftriakson 2x1g
Ranitidin 2x50mg
As. Tranexamat 3x500mg
Antrain k/p
19 Mei 2015 (HP-13)
S : BAK berdarah (-) BAK Pasir (+)
O : TD : 100/70 N : 89 kali/menit
RR : 20 kali/menit T : 36ºC
A : Vesikolithiasis + AKI
P : Pro Vesicolithotomy
IVFD RL 20 tpm
Ceftriakson 2x1g
Ranitidin 2x50mg
As. Tranexamat 3x500mg
Antrain k/p
Konsul Anastesi
20 Mei 2015 (HP-14)
S : BAK berdarah (-) BAK Pasir (+)
O : TD : 110/70 N : 80 kali/menit
RR : 20 kali/menit T : 36,5ºC
A : Vesikolithiasis + AKI
P : Pro Vesicolithotomy
IVFD RL 20 tpm
xliii
Ceftriakson 2x1g
Ranitidin 2x50mg
As. Tranexamat 3x500mg
Antrain k/p
21 Mei 2015 (HP-15)
S : BAK berdarah (-) BAK Pasir (+)
O : TD : 110/80 N : 82 kali/menit
RR : 20 kali/menit T : 36,5ºC
A : Vesikolithiasis + AKI
P : Pro Vesicolithotomy (menunggu jadwal)
BLPL
xliv
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini dilaporkan, laki-laki berusia 25 tahun mendapatkan
perawatan di ruang Tulip RSUD Ulin Banjarmasin. Pasien dirawat dari tanggal 6
Mei 2015 hingga 21 Mei 2015. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis hematuria e.c vesicolithiasis + AKI
direncanakan untuk operasi pengangkatan batu.
Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan BAK berdarah ± 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengatakan bahwa kencingnya
kerap berwarna kuning keruh, kadang disertai pasir. Pasien juga mengeluh sulit
kencing sejak 1 bulan terakhir. Pasien harus mengubah posisi berkemih agar air
kencingnya bisa keluar. Pasien juga mengeluhkan nyeri saat BAK. Rasa nyeri
seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul, terutama saat pasien kencing. Rasa nyeri
muncul di awal dan akhir kencing. Pasien mengatakan sering menahan kencing
tetapi minumnya cukup. Pasien mengatakan dirinya sering kencing bahkan pada
malam hari sewaktu tidur. Riwayat kencing tidak lampias, kencing mengejan, dan
riwayat pemasangan kateter disangkal. Riwayat penurunan berat badan, demam
lama, nafsu makan menurun, dan nyeri pinggang disangkal. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan buli agak menonjol dan terdapat nyeri tekan pada saat dipalpasi.
Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan pada batu buli
antara lain: hematuria, aliran kencing yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan
berhenti dan menetes disertai dengan nyeri karena adanya batu dapat menghalangi
xlv
aliran kemih akibat penutupan leher kandung kemih. Bila pada saat sakit tersebut
penderita berubah posisi, suatu saat air kemih akan dapat keluar karena letak batu
yang berpindah. Bila selanjutnya terjadi infeksi yang sekunder, selain nyeri,
sewaktu miksi juga akan terdapat nyeri menetap suprapubik, atau nyeri alih pada
ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai, kaki. Pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan nyeri tekan suprapubik, buli yang terasa penuh dan distesi pada
saat dipalpasi. Pada pasien dengan riwayat neurogenic bladder dapat ditemukan
defisit neurologis.2,13
Disuria adalah nyeri pada saat miksi dan terutama disebabkan karena
inflamasi pada buli-buli atau uretra. Seringkali nyeri ini dirasakan paling sakit di
meatus uretra eksternus. Disuria yang terjadi pada awal miksi biasanya berasal
dari kelainan pada uretra, dan jika terjadi pada akhir miksi adalah kelainan pada
buli-buli. Perasaan miksi yang sangat nyeri dan disertai dengan hematuria disebut
sebagai stranguria.2
Setiap hari, orang normal rata-rata berkemih sebanyak 5 hingga 6 kali
dengan volume kurang lebih 300 m setiap miksi. Frekuensi atau polakisuria
adalah frekuensi berkemih yang lebih dari 8 kali perhari, keadaan ini merupakan
keluhan yang paling sering dialami oleh pasien urologi. Frekuensi berkemih yang
dikeluhkan pasien bahkan bisa sangat sering, yakni kurang dari 2 jam sekali; dan
hal ini sangat mengganggu pasien. Polakisuria dapat disebabkan oleh produksi
urin yang berlebihan (poliuria) atau karena kapasitas buli-buli yang menurun.
Pada penyakit diabetes melitus, diabetes insipidus, atau asupan cairan yang
berlebihan merupakan penyebab terjadinya poliuria; sedangkan menurunnya
xlvi
kapasitas buli-buli dapat disebabkan karena adanya obstruksi infravesika,
menurunnya komplians buli-buli, buli-buli contracted, dan buli-buli yang
mengalami inflamasi/iritasi oleh benda asing di dalam lumen buli-buli.2
Nokturia adalah berkemih lebih dari 1 kali pada amalam hari, di antara
episode tidur. Pasien akan merasa tidak nyaman jika dalam semalam harus bangun
untuk miksi lebih dari sekali. Seperti pada polakisuria, pada nokturia mungkin
disebabkan karena produksi urin meningkat ataupun karena kapasitas buli-buli
yang menurun. Produksi urin meningkat pada orang yang mengonsumsi banyak
air sebelum tidur apalagi mengandung alkohol dan kopi, pada pasien gagal
jantung kongestif dan edem perifer karena berada pada posisi supinasi.2
Hematuria adalah didapatkannya sel darah merah dalam urin. Secara
visual, hematuria dibedakan atas hematuria makroskopis dan mikroskopis.
Hematuria makroskopis adalah hematuria yang secara kasat mata dapat dilihat
sebagai urin yang berwarna merah dan hematuria mikroskopis adalah hematuria
yang secara kasat mata tidak dapat dilihat sebagai urin yang berwarna merah
tetapi pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan lebih dari 2 sel darah merah per
lapang pandang.2
Hematuria dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang berasal dari
dalam maupun di luar sistem urogenitalia. Kelainan dari luar antara lain: kelainan
pembekuan darah, SLE, dan kelainan sistem hematologic yang lain. Kelainan
yang bersal dari sistem urogenitalia antara lain:2
Infeksi/inflamasi, yaitu: pielonefritis, glomerulonefritis, ureteritis,
sistitis, dan uretritis.
xlvii
Tumor jinak atau tumor ganas, yaitu: tumor Wilm, tumor Grawitz,
tumor pielum, tumor ureter, tumor buli-buli, tumor prostat, dan
hyperplasia prostat jinak.
Kelainan bawaan sistem urogenitalia, yaitu: kista ginjal dan ren
mobilis.
Trauma yang mencederai system urogenitalia.
Batu saluran kemih.
Dalam menghadapi setiap kasus hematuria, seorang dokter harus lebih waspada
terhadap kemungkinan adanya penyakit yang paling berat, yaitu keganasan
saluran kemih, terutama hematuria yang tidak disertai dengan nyeri.2
Dari pemeriksaan foto abdomen tanggal 4 Mei 2015, ditemukan
vesicolithiasis multipel. Pilihan pemeriksaan pencitraan terhadap pasien batu buli
adalah foto polos ginjal, ureter, dan vesica urinaria, yang dapat menggambarkan
batu radiopak. Batu asam urat murni dan ammonium urat bersifat radiolusen tetapi
dapat dilapisi oleh lapisan sedimen kalsium yang bersifat radiopak.
Pasien direncanakan menjalani operasi vesicolithotomy. Indikasi operasi
dari klinis pasien ditemukan gejala-gejala obstruksi dan dari pemeriksaan
pencitraan ditemukan batu pada vesica urinaria. Pada teknik operasi
vesicolithotomy, batu tidak difragmentasi tetapi diambil secara utuh. Pendekatan
ini biasanya dilakukan pada batu yang besar dan keras dan pada kasus dimana ada
indikasi untuk prostatektomi terbuka dan divertikulektomi buli. Keuntungan
metode ini adalah kecepatan dan kemudahan dalam mengangkat batu yang banyak
dalam sekali pengangkatan, kemampuan dalam mengangkat batu yang melekat
xlviii
pada mukosa buli, dan kemampuan mengangkat batu yang besar dan keras yang
tidak dapat dilakukan dengan teknik operasi transuretral sistolitopalaksi dan
percutaneus suprapubik sistolitopalaksi. Kerugian metode ini adalah bekas luka
yang lebih lebar, nyeri post-operasi, waktu rawat inap yang lebih panjang,
penggunaan kateter yang lebih lama, dan risiko infeksi.16
BAB V
PENUTUP
xlix
Telah dilaporkan sebuah kasus seorang laki-laki usia 25 tahun yang
dirawat di ruang Wijaya Kusuma RSUD Ulin Banjarmasin mulai tanggal 6 Mei
2015 sampai 21 Mei 2015. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis
menderita hematuria e.c vesicolithiasis + AKI. Pada pasien kemudian
direncanakan operasi open vesicolithotomy.
DAFTAR PUSTAKA
l
1. Ratu G, Badji A, Hardjoeno. Profil analisis batu saluran kemih di laboratorium patologi klinik. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory 2006; 12(3): 114-117.
2. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi, Edisi Ketiga. Malang: Sagung Seto, 2011.
3. Toricelli FCM, Mazzucchi E, Danilovic A, et al. Surgical management of bladder stones: literature review. Rev Col Bras Ci. 2012; 40(3): 227-233.
4. Ofluoglu Y, Aydin HR, Kocaaslan R, et al. A cause of renal dysfunction: a giant bladder stone. Eurasian J Med 2013; 45: 211-213.
5. Lu CM. Intravesical stone formation several years after hysterectomy: a case report. Journal of Medical Case Reports 2013; 7: 1-3.
6. Cho JH, Holley JL. Squamous cell carcinoma of the bladder in a female associated with multiple bladder stones. BMC Research Notes 2013; 6: 1-3.
7. Jung I, Messing E. Molecular mechanisms and pathways in bladder cancer development and progression. Cancer Control 2000; 7(4): 325-334.
8. Chung KT. The etiology of bladder cancer and its prevention. J Cancer Sci Ther 2013; 5(10): 346-361.
9. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC, 2006.
10. Sobotta J. Atlas of Human Anatomy Sobotta. Jakarta: EGC, 2009.
11. Chuang SH, Chiang YT, Li SY. A giant stratified lamellate stone occupying almost the entire urinary bladder. NDT Plus 2010; 1: 1-2.
12. en.wikipedia.org
13. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC, 2005.
14. www.medscape.com
15. www.radiopaedia.org
li
16. Sahito Ra, Awan MS, Baloch TA. A comparative study of percutaneous suprapubic cystolitholapaxy versus open cystolithotomy in children. Journal of Surgery Pakistan 2011; 16(4): 161-164.
17. Broughton G, Janis JE, Attinger CE. Wound healing: an overview. Plastic and Reconstructive Surgery 2006; 117(7S): 1-32.
lii