Makalah Ortho

Embed Size (px)

Citation preview

69

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penampilan fisik merupakan aspek yang sangat penting untuk menumbuhkan kepercayaan diri seseorang, termasuk susunan gigi yang rapi. Gigi dengan susunan yang rapi dan senyum yang menawan akan memberikan pengaruh yang positif pada setiap tingkat sosial. Banyak masyarakat melakukan perawatan ortodontik untuk memperbaiki penampilan dan estetik sehingga meningkatkan kepercayaan diri (Bagio, 2003).

Maloklusi merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan disebabkan faktor-faktor tertentu. Secara garis besar etiologi atau penyebab suatu maloklusi dapat digolongkan dalam faktor herediter (genetik) dan faktor lokal. Kadang-kadang suatu maloklusi sukar ditentukan secara tepat etiologinya karena adanya berbagai faktor(multifaktor) yang memengaruhi pertumbuhkembangan faktor penyebab maloklusi ada dua, yaitu faktor herediter seperti keadaan gigi dan rahang, serta faktor lokal (yang berkaitan dengan keadaan lokal seperti gigi sulung tanggal prematur (Rahardjo, 2009).

Ortodontik adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan faktor variasi genetik, tumbuh kembang dan bentuk wajah serta cara faktor tersebut mempengaruhi oklusi gigi dan fungsi organ di sekitarnya. Sebagian besar perawatan ortodontik dilakukan selama periode pertumbuhan, yaitu antara usia 10 sampai dengan 15 tahun. Oklusi dan posisi dari gigi ditentukan selama periode pertumbuhan itu dan perubahan sesudah pertumbuhan yang terjadi umumnya relatif kecil (Murtia, 2011).Tujuan perawatan ortodontik adalah untuk memperoleh dan mempertahankan keadaan normal dan aktivitas fisiologik yang sebenarnya dari gigi, jaringan lunak mulut serta otot muka dan pengunyahan, dengan maksud untuk menjamin sejauh mungkin perkembangan dan fungsi dentofasial yang optimum. Memenuhi tujuan tersebut diperlukan suatu diagnosis yang tepat, rencana perawatan yang matang dan teknik perawatan yang disesuaikan dengan keperluan, dengan menggunakan piranti, baik piranti cekat maupun lepasan (Murtia, 2011).Sebelum melakukan tindakan ortodontik, diperlukan seperangkat data yang lengkap tentang keadaan pasien dari hasil pemeriksaan. Terhadap data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan tersebut kemudian dilakukan analisis dengan berbagai macam metode yaitu analisis umum, lokal, fungsional, model dan sefalometri. Setelah itu baru dapat ditetapkan diagnosis, etiologi maloklusi, perencanaan perawatan, macam dan desain alat yang akan dipergunakan selama perawatan serta memperkirakan prognosis pasien akibat perawatan yang dilakukan (Murtia, 2011).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah fase erupsi pada geligi pergantian?2. Apakah penyebab dari maloklusi?

3. Bagaimanakah klasifikasi dari maloklusi?

4. Bagaimanakah langkah-langkah pemeriksaan dan penegakkan diagnosa pada pasien yang mengalami maloklusi?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami fase erupsi pada geligi pergantian2. Untuk mengetahui dan memahami penyebab dari maloklusi3. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi dari maloklusi4. Untuk mengetahui langkah-langkah pemeriksaan dan penegakkan diagnosa pada pasien yang mengalami maloklusi1.4 Hipotesa

Pemeriksaan dan Diagnosa yang tepat dapat mempengaruhi keberhasilan suatu perawatan ortodontik.

BAB II

SKENARIO

2.1 Skenario

Tuti berusia 14 tahun datang bersama ibunya menemui drg. Indah di klinik ortodonti. Tuti ingin sekali merapikan gigi-gigi depan atas dan bawah yang tidak teraturm kedua ggi taring pada rahang atas gingsul sedangkan gigi sebelahnya masuk ke belakang. Ibunya mengatakan pada waktu kecil gigi depan tuti gigis dan tuti tidak mau ke dokter gigi, sehingga pada saat gigi susunya goyang tidak mau dicabut akibatnya banyak giginya yang kesundulan. Selain itu ibunya mengatakan bahwa susunan geligi tuti sama dengan ayahnya.

Untuk menegakan diagnosis, drg. Indah melakukan beberapa pemeriksaan dan pengukuran yang dicatat dalam rekam medik ortodontik. Selain itu, untuk membantu dalam menegakan diagnosa drg. Indah melakukan pencetakan untuk dibuat model studi dan jufa foto rontgen yang kemudian model dan foto tersebut dianalisa. Berdasarkan pemeriksaan klinis, didapatkan BB/ TB 38 kg/ 150 cm, pasien mempunyai kebiasaan bernafas melalui mulut, tipe profil llurus, tipe kepala mesosefalik serta freewayspace dan path of closure dalam batas normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh diagnosis maloklusi angle kelas 1 disertai berdesakan anterior rahang atas dan bawah

2.2 Kata Kunci

1. Usia 14 tahun

2. Gigi depan atas dan bawah tidak teratur

3. Gigi tuti sama dengan ayahnya

4. Pasien mempunyai kebiasaan benrafas melalui lurus

5. Path of closure dan free way space normal

6. Tipe kepala mesosefalik

7. Tipe profil lurus

8. Waktu kecil gigi depan gigis dan tidak mau ke dokter 9. Gigi taring pada rahang atas gingsul dan gigi sebelahnya masu ke belakang

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Fase Pertumbuhan Gigi

3.1.1 Fase geligi pergantian

Masa geligi pergantian merupakan peralihan (transitional dentition) atau pergantian dari masa geligi sulung ke masa geligi permanen. Kadang kadang disebut masa geligi campuran(mixed dentition) oleh karena di dalam rongga mulut terdapat campuran gigi sulung dan gigi permanen. Gigi permanen yang menggantikan gigi sulung disebut gigi pengganti( successional teeth, succedaneus teeth) , yaitu insisivi sentral permanen, insisivi lateral permanen dan kaninus permanen masing-masing menggantikan gigi sulung disebut gigi pengganti (successional teeth, succedaneus teeth), yaitu insisivi sentral permanen, insisivi lateral permanen dan kaninus permanen masing-masing menggantikan insisivi sentral sulung, insisivi lateral sulung dan kaninus sulung, sedangkan premolar pertama dan premolar kedua masing-masing menggantikan molar pertama sulung dan molar kedua sulung. Gigi permanen yang tumbuh disebelah distal lengkung geligi sulung disebut gigi tambahan(accessional teeth, additional teeth), yaitu molar pertama permanen, molar kedua permanen dan molar ketiga.

Molar pertama permanen biasanya merupakan gigi permanen pertama yang erupsi pada umur sekitar lima sampai enam tahun. Diduga aktivitas metabolisme pada ligamen periodontal mempengaruhi mekanisme erupsi gigi. Diperlukan dua proses untuk erupsi gigi, yaitu resorpsi tulang alveolar dan akar gigi sulung sebagai jalan erupsi gigi serta mekanisme erupsi gigi itu sendiri menuju arah yang telah tersedia. Bila akar gigi telah terbentuk setengah sampai dua pertiga gigi tersebut siap untuk erupsi. Gingiva yang tebal atau adanya gigi kelebihan dapat mengganggu erupsi gigi,halangan mekanik ini dapat menyebabkan distorsi akar gigi yang disebut delaserasi. Kadang-kadang insisivi sentral bawah merupakan gigi permanen pertama yang erupsi gigi permanen juga bervariasi sampai dengan 6 bulan lebih awal atau lebih lambat. Bila sebuah gigi telah menembus gingiva,gigi tersebut bererupsi dengan cepat sampai hampir mencapai bidang oklusal. Kemudian gigi tersebut akan terkena pengaruh kekuatan kunyah dan kecepatan erupsi sangat berkurang sampai seakan-akan berhenti sama sekali. Menurut sebuah penelitian gigi bererupsi sekitar jam 8 malam sampai tengah malam atau jam 1 malam. Pada waktu pagi dan siang hari tidak ada erupsi atau malah terjadi sedikit intrusi. Perbedaan siang-malam ini tampaknya mengikuti circadian rhythm yang kemungkinan mengikuti pelepasan hormon pertumbuhan. Erupsi gigi nampaknya sesuai dengan pertumbuhan ramus mandibula ke arah vertikal. Pada gigi sulung yang mengalami ankilosis gigi ini akan tampak seperti terbenam dibandingkan dengan gigi-gigi sebelah- menyebelahnya karena gigi tersebut tetap pada tempatnya sedangkan gigi lain bererupsi. Karena kecepatan erupsi gigi kurang lebih sesuai dengan pertumbuhan ramus dalam jurusan vertikal maka pada saat rahang terjadi growth spurt maka erupsi gigi juga terjadi dengan cepat. Sesudah gigi mencapai bidang oklusal kecepatan erupsi dipengaruhi oleh tekanan yang berlawanan dengan arah erupsi, misalnya kekuatan kunyah ditambah tekanan dari bibir,pipi, dan lidah. Pada masa dewasa masih terdapat potensi erupsi gigi meskipun sangat lambat. Erupsi gigi yang cepat dapat terjadi lagi bilamana suatu gigi tanggal maka gigi antagonisnya kehilangan kontak dan akan erupsi dengan cepat meskipun pada usia lanjut.

Benih gigi insisivi permanen atas dan bawah terletak lingual dan apikal terhadap insisivi sulung sehingga ada kecenderungan insisivi permanen bawah erupsi agak lingual dan agak tidak teratur pada anak yang mempunyai lengkung geligi yang normal tanpa diastema. Insisivi lateral atas juga terletak palatal pada saat erupsi dan bila kekurangan tempat akan tetap terletak di palatal. Benih kaninus permanen terletak kurang lebih segaris dengan kaninus sulung. Bila terdapat hambatan pada saat erupsi kaninus permanen akan bergeser ke palatal maupun ke labial, tetapi lebih sering ke labial bila kekurangan tempat.

Perkembangan lengkung geligi selanjutnya cenderung menguntungkan dan pada saat kaninus permanen erupsi akan terdapat cukup tempat. Pertambahan tempat didapat dari kondisi berikut :

Sedikit pertambahan lebar lengkung geligi pada regio kaninus karena adanya pertumbuhan ke lateral sebanyak kurang lebih 2 mm sehingga terdapat cukup tempat untuk mengatasi insisivi bawah yang berdesakan.pertambahan lebar rahang atas lebih banyak daripada rahang bawah dan pria biasanya lebih besar daripada wanita sehingga wanita lebih besar kemungkinan terjadi gigi di bawah berdesakan

Insisivi permanen relatif lebih labial daripada insisivi sulung sehingga menghasilkan lengkung geligi yang lebih besar meskipun kurang lebih hanya 2 mm tetapi membantu mengurangi kemungkinan berdesakan

Perubahan letak kaninus dalam lengkung geligi bawah. Pada saat insisivu erupsi kaninus tidak hanya tergeser sedikit ke bukal akan tetapi juga ke distal menempati primate space. Bila tidak terdapat ketiga hal diatas kemungkinan terjadi berdesakan lebih besar dan hal ini dapat menjelaskan kenapa maloklusi kelas 1 angle disertai berdesakan merupakan maloklusi yang paling banyak dijumpai.

Pola umum urutan erupsi gigi permanen adalah sebagai berikut :

Rahang atas : molar pertama, insisivi sentral,insisivi lateral,premolar pertama, insisivi sentral,insisivi lateral, premolar pertama,kaninus,premolar kedua,molar kedua, dan molar ketiga bila ada.

Rahang bawah : molar pertama, insisivi sentral, insisivi lateral, kaninus ,premolar pertama, premolar kedua, dan molar kedua atau molar pertama,insisivi lateral, premolar pertama, kaninus, premolar kedua, molar kedua, dan molar ketiga bila ada.

Variasi urutan erupsi gigi permanen yang masih dalam batas normal tetapi perlu mendapatkan perhatian adalah sebagai berikut :

Molar kedua permanen bawah erupsi lebih dahulu daripada premolar kedua dan akan mengambil kelebihan tempat dari pergantian molar kedua sulung ke premolar.

Kaninus atas erupsi lebih dahulu daripada premolar pertama. Bila kaninus atas erupsi bersamaan dengan premolar pertama kadang-kadang kaninus terdorong ke labial terutama bila kekurangan tempat.

Gigi- gigi di salah satu sisi tidak bersamaan erupsinya dengan sisi yang lain .

Letak gigi mulai dari sebelum erupsi sampai mencapai bidang oklusi ditentukan oleh berbagai faktor berikut :

Pada dasarnya letak gigi di tentukan oleh faktor genetik

Pada tahap intra alveolar posisi gigi dipengaruhi oleh :

1. Ada tidaknya gigi sebelah menyebelah

2. Kehilangan prematur gigi sulung

3. Keadaan patologi lokal

4. Faktor yang dapat mengubah pertumbuhan prosesus alveolaris (meskipun masih dalam tulang alveol, gigi mempunyai kecenderungan bergerak ke mesial)

Pada tahap intra oral ( gigi telah menembus gusi dan berada dalam rongga mulut) gigi dapat bergerak oleh karena kekuatan bibir, lidah dan juga benda asing yang dimasukkan ke dalam mulut, misalnya pensil ,kuku dan sebagainya.

Bila gigi sudah mencapai bidang oklusi terdapat kekuatan yang kompleks yang bekerja pada gigi, antara lain kekuatan otot pengunyahan.

3.1.2 Fase gigi permanen

Fase geligi permanen dimulai dengan tanggalnya gigi sulung terakhir sampai dengan semua gigi permanen tumbuh(tidak termasuk molar ketiga). Beberapa keadaan yang terlihat pada geligi permanen adalah :

Pada saat oklusi gigi atas terletak lebih ke labial dan bukal daripada gigi bawah

Insisivi lebihproklinasi dan gigi-gigi posterior bukoklinasi

Semua gigi permanen mempunyai kontak dengan dua gigi antagonisnya kecuali insisivi sentral bawah dan molar kedua atas

Kurva anteroposterior di rahang bawah (kurva spee) normal

Tumpang gigit berkisar antara 10-50 % dan jarak gigit berkisar antara 1-3 mm.

Apabila segalanya berjalan normal maka akan didapatkan oklusi yang baik atau normal yang memenuhi syarat seperti yang ditetapkan oleh andrews. Andrews menetapkan adanya 6 kunci oklusi normal yang menyatakan keadaan yang dijumpai pada oklusi yang baik tanpa perawatan ortodonti. Enam kunci oklusi dari andrews (1972) ini dipakai untukmenilai penyimpangan dari oklusi normal dan untuk menetapkan tujuan perawatan ortodonti. Keenam kunci tersebut adalah :

1. Relasi molar

a. Permukaan distal dari distal marginal ridge molar pertama permanen atas kontak dan beroklusi dengan permukaan mesial dari mesial marginal ridge molar kedua bawah

b. Tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak pada lekukan diantara tonjol mesial dan distobukal molar perama bawah

c. Tonjol mesio palatal molar pertama atas terletak pada fosa sentral molar pertama permanen bawah.

2. Angulasi mahkota

Semua mahkota gigi condong ke mesial atau mesioklinasi. Bagian gingival gigi pada sumbu panjang tersebut, jadi setiap mahkota gigi mempunyai mesiodistal tip yang besarnya bervariasi untuk setiap gigi.

3. Inklinasi mahkota

Bagian gingival gigi insisivi atas terletak lebih lingual daripada insisal. Untuk gigi- gigi selain insisivi atas bagian gingival terletak lebih labial atau bukal daripada bagian insisisal atau oklusal. Keadaan ini disebut labiolingual torque.

4. Rotasi

Tidak ada gigi yang terletak di rotasi.

5. Kontak gigi

Semua gigi dalam kontak yang rapat kecuali bila ada diskrepansi ukuran gigi

6. Kurva spee

Datar atau cekung, kedalaman maksimal 1,5 mm.

3.2 Maloklusi

Pengertian maloklusi adalah penyimpangan letak gigi dan atau melrelasi lengkung geligi (rahang) di luar rentang kewajaran yang dapat diterima. Maloklusi juga bisa merupakan variasi biologis yang terjadi pada bagian tubuh yang lain, tetappi karena variasi letak gigi mudah diamati dan mengganggu estetik sehingga menarik perhatian dan memunculkan keinginan untuk melakukan perawatan. Terdapat bukti bahwa prevalensi maloklusi meningkat, peningkatan ini sebagian dipercayai sebagai suatu proses evolusi yang diduga akibat meningkatnya variabilitas gen dalam populasi yang bercampur dalam kelompok ras.

Meningkatnya letak gigi yang berdesakan mungkin disebabkan tidak adanya atrisi proksimal dan oklusal yang terjadi pada gigi. Pada masa lalu kelompok Aborigin di Australia makan makanan yang kasar sehingga menghasilkan pengurangan lebar mesiodistal gigi sekitar sepuluh millimeter dan keadaan ini mengurangi kecenderungan terjadinya gigi berdesakan. Maloklusi dapat disebabkan adanya kelainan gigi dan mal serasi lengkung geligi atau rahang.

Kelainan Gigi

Kelainan gigi yang dapat menyebabkan maloklusi dapat berupa kelainan letak, ukuran, bentuk dan jumlah gigi. Untuk menyebut letak rahang yang tidak normal tidak terlalu sukar meskipun, misalnya hanya dikatakan bahwa rahang atas terletak anterior telah dapat memberikan gambaran yang jelas. Tetapi untuk menyebut sebuah gigi yang tidak normal letaknya terdapat banyak istilah yang digunakan dan meskipun beberapa istilah telah disepakati tetapi penggunaannya tidak merupakan keharusan. Kata dengan akhiran versi telah banyak digunakan, misalnya mesioversi yang berarti terletak lebih mesial daripada letak normalnya, demikian juga dengan letak gigi yang di palatal disebut palatoversi. Infraversi digunakan untuk menyebut gigi yang tidak bisa mencapai bidang oklusal meskipun ada juga yang menggunakan sebutan infraoklusi. Ada juga yang menggunakan kata denngan akhiran posisi. Untuk menyebut letak gigi yang condong rasanya lebih cocok dipakai istilah dengan akhiran klinasi sehingga gigi yang protrusi bisa disebut proklinasi, retrusi berarti sama dengan retroklinasi, mesioklinasi berarti condong ke mesial, distoklinasi berarti condong ke distal dan lain lain.

Beberapa persamaan penyebutan untuk letak sebuah gigi yang tidak normal, misalnya :

Torsiversi= rotasi

Transversi= tranposisi

Infraversi= infraposisi= infraoklusi

Supraversi= supraposisi= supraoklusi

Tranversi atau ada juga yang menyebut transposisi ialah dua gigi yang bertukar tempatnya dan yang sering terjadi adalah kaninus atas menempati tempat insisiv lateral atau menempati tempat premolar pertama. Torsiversi atau desebut juga rotasi adalah suatau gigi yang berputar pada sumbu panjangnya. Gigi yang rotasi disebut menurut sisi proksimal yang paling menjahui lengkung geligi dan arah mana gigi tersebut berputar. Sebagai contoh insisivus sentral atas yang rotasi dat disebut rotasi distolabial apabila sisi distal terputar ke labial. Bila sumbu perputaran gigi terletak di tengah gigi disebut rotasi sentris dan kedua sisi proksimal terputar sedangkan jika sumbu peputaran gigi tedak terletak di tengah gigi disebut rotasi eksentris dan hanya satu sisi proksimal yang berputar.

Gigi yang Ektopik

Pengertian umum ektopik adalah tidak pada tempatnya. Kaninus atas merupakan gigi yang sering mengalami erupsi yang ektopik dan dapat menyebabkan kerusakan pada gigi sebelah menyebelahnya. Kaninus dapat bergerak ke arah garis median dan terletak di palatal maupun labial. Kaninus yang terletak di luar lengkung kadang-kadang disebut ektostema.

Ukuran Gigi

Ukuran gigi secara umum mempunyai ukuran tertentu, misalnya insisiv sentral peranen atas bervariasi antara 8-10 mm, insisiv lateral atas 6-8 mm, kaninus, premolar pertama dan premolar kedua masing masing kurang lebih 7 mm dan molar kurang lebih 10 mm. di rahang bawah inisiv permanen sentral dan lateral ukurannya kurang lebih sama, yaitu kurang lebih 5 mm, kaninus dan premolar kurang lebih 6 mm dan molar kurang lebih 10 mm. ukuran gigi yang diatas rerata disebut makrodonti sedangkan yang dibawah rerata disebut mikrodonti. Ukuran gigi yang paling bervariasi adalah insisiv lateral rahang atas yang cendderung lebih kecil daripada ukuran normal.

Bantuk Gigi

Menurut bentuknya gigi rahang atas dapat dibedakan menjadi insisiv sentral, insisiv lateral, kaninus, premolar dan molar sedangkan di rahang bawah insisiv sentral dan lateral menpunyai bentuk yang hamper sama, kaninus , premolar dan molar. Bentuk gigi yang bervariasi didapatkan pada insisiv lateral atas yang bisa berupa pasak (peg shaped). Geminasi adalah satu benih gigi yang bertumbuh menjadi dua gigi secara utuh atau sebagian tetapi akarnya satu. Fusi adalah du benih gigi yang bertumbuh menjadi satu gigi dengan mahkota yang besar tetapi akarnya tetap dua, biasanya pada gigi insisiv. Bila terjadi geminasi atau fusi berarti jumlah gigi tidak normal. Dilaserasi adalah akar gigi yang tidak normal bentuknya biasanya bengkok.

Jumlah Gigi

Kelainan jumlah gigi dapat berupa kelebihan gigi (hiperdontia) atau kekurangan gigi (hipodontia). Gigi kelebihan yang paling sering ditemukan di rahang atas adalah mesiodens, terletak di antara insisiv sentral. Letaknya kadang-kadang terbalik (inverted) mahkota mengarah ke apical dan apeksnya mengarah ke oklusal, jumlahnya dapat lebih dari satu, bentuknya kadang-kadang tidak normal. Bila jumlahnya dua bisa hanya satu yang erupsi dan satu lagi tidak erupsi atau dua-duanya tidak erupsi. Untuk itu bila didapat satu mesiodens perlu diperhatikan foto rontgrn untuk mengetaui berapa mesiodens yang ada.

Selain mesiodens gigi kelebihan bisa berupa leterodens yang terletak di sebelah insisiv lateral. Bentuknya kadang-kadang menyerupai insisiv lateral. Bentuknya kadang-kadang menyerupai insisiv lateral yang normal sehingga sukar dibedakan. Ada juga premolar tambahan terutama di rahang bawah. Bila terdapat dua insisiv lateral yang dipilih untuk dicabut adalah yang letaknya paling tidak normal.

Agenesis Gigi Permanen

Agenesi mempunyai arti benih tidak terbentuk. Etiologinya bermacam-macam tetapi hasilnya dalah gigi permanen tidak ada dan hamper bisa dikatakan apabila gigi sulung tidak terbentuk gigi permanen pengganti juga tidak terbentuk. Ada beberapa keadaan mengenai agenesis gigi permanen, yang ekstrem adalah anodontia yang berarti semua benih gigi tidak terbentuk sehingga pasien tidak punya gigi sama sekali. Anodontia jarang terjadi dan bisa merupakan bagian dari suatu sindrom.

Keadaan lain yan lebih sering dijumpai adalah hipodontia, yaitu agenesis sejumlah gigi da nada juga yang menyebut oligodontia bila gigi agenesis lebih dari empat. Gigi yang palig sering mengalami agenesis selain molar ketiga adalah premolar kedua bawah kemudian insisiv lateral atas atau premolar kedua atas.

Gigi Sulung Tanggal Prematur

Gigi yang paling sering tanggal premature adalah molar kedua sulung baik rahang atas maupun rahang bawah. Dampak yang ditimbulkan adalah gigi-gigi sebelahnya bergeser kea rah diastema. Gigi posterior tanggal prematur dapat menyebabkan gigi-gigi sebelah bergeser ke arah diastema, pemendekan lengkung gigi, pergeseran garis median dan gigi antaginis supra erupsi.

Gigi Berdesakan

Gigi berdesakan ditandai dengan adanya tumpang tindih (overlaping) gigi-gigi yang berdekatan. Penyebabnya misalnya adanya disproporsi ukuran gigi dan panjang lengkung geligi (tooth size arch length discrepancy, TSALD), gigi sulung yang tanggal prematur kemudian gigi yang berdekatan bergeser sehingga gigi permanen pengganti tidak mendapat tempat.

3.2.1 Dampak MaloklusiMaloklusi dapat menimbulkan berbagai dampak diantaranya dapat dilihat dari segi fungsi yaitu jika terjadi maloklusi yang berupa gigi berjejal akan berakibat gigi sulit dibersihkan ketika menyikat gigi. Dari segi rasa sakit, maloklusi yang parah dapat menimbulkan kesulitan menggerakkan rahang (gangguan TMJ dan nyeri). Dari segi fonetik, maloklusi salah satunya adalah distooklusi dapat mempengaruhi kejelasan pengucapan huruf p, b, m sedangkan mesio-oklusi s, z, t dan n. Dari segi psikis, maloklusi dapat mempengaruhi estetis dan penampilan seseorang.Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada pengunyahan, bicara serta estetik. Gangguan pengunyahan yang terjadi yaitu dapat berupa rasa tidak nyaman saat mengunyah, terjadinya rasa nyeri pada TMJ dan juga mengakibatkan nyeri kepala dan leher. Pada gigi yang berjejal dapat mengakibatkan kesulitan dalam pembersihan. Tanggalnya gigi-gigi akan mempengaruhi pola pengunyahan misalnya pengunyahan pada satu sisi, dan pengunyahan pada satu sisi ini juga dapat mengakibatkan rasa sakit pada TMJ.

Maloklusi dapat mempengaruhi kejelasan bicara seseorang. Apabila ciri maloklusinya berupa disto oklusi akan terjadi hambatan mengucapkan huruf p dan b. Apabila ciri maloklusinya berupa mesio oklusi akan terjadi hambatan mengucapkan huruf s, z, t, dan n. Menurut Bruggeman anomali dental yang mengakibatkan gangguan bicara adalah :1. Ruang antar gigi (spaces) yaitu terjadi kelainan bunyi saat mengucapkan semua huruf terutama s, sh, z, zh kecuali huruf n dan y.

2. Lebar lengkung yaitu terjadi kelainan saat mengucapkan huruf s, z, th.

3. Open bite yaitu terjadi kelainan bunyi saat mengucapkan huruf s, sh, z, zh, th, dan kadang-kadang pada huruf t dan d.

4. Derajat protrusi yaitu terjadi kelainan bunyi saat mengucapkan huruf s, sh,z, zh.5. Pada gigi yang rotasi kelainan bunyi yang terjadi sama dengan kelainan pada ruang antar gigi

6. Maloklusi dapat mempengaruhi estetis dari penampilan seseorang. Penampilan wajah yang tidak menarik mempunyai dampak yang tidak menguntungkan pada perkembangan psikologis seseorang, apalagi pada saat usia masa remaja. Dibiase menyatakan beberapa kasus maloklusi pada anak remaja sangat berpengaruh terhadap psikologis dan perkembangan sosial yang disebabkan oleh penindasan yang berupa ejekan atau hinaan dari teman sekolahnya. Pengalaman psikis yang tidak menguntungkan dapat sangat menyakitkan hati sehingga remaja korban penindasan tersebut akan menjadi sangat depresi.3.2.2 Tujuan perawatan ortho

Tujuan perawatan orthodonti adalah memperbaiki letak gigi dan rahang yang tidak normal sehngga didapatkan fungsi geligi dan estetik geligi yang baik maupun wajah yang menyenangkan dan dengan hasil ini akan meningkatkan kesehatan psikososial seseorang. Hasil perawatan orthodonti yang kurang baik akan berakibat sebaliknya. Hal ini dapat terjadi apabila timbul ketidak sesuaian antara kasus yang dirawat dengan perencanaan perawatan, pemilihan piranti yang digunakan,, serta kemampuan dokter gigi yang melakukan perawatan. Kasus yang sederhana dapat dirawat dengan peranti yang sederhana oleh dokter gigi umum sedangkan kasus-kasus yang sukar menjadi tanggung jjawab spesialis orthodonti. Tugas dokter gigi umum adalah memonitor dan menatalaksana perkembangan oklusi berbekal pengetahuan orhodonti yang cukup sehingga dapat mengitervensi suatu maloklusi atau merujuk ke seorang spesialis ortodonti bila kasus yang dihadapi membutuhkan perawatan yang kompleks (rahadjo, 2012).

3.2.3 Etiologi Maloklusi

Maloklusi merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan disebabkan faktor-faktor tertentu. Secara garis besar etiologi atau penyebab suatu maloklusi dapat digolongkan dalam faktor herediter (genetik) dan faktor lokal. Kadang-kadang suatu maloklusi sukar ditentukan secara tepat etiologinya karena adanya berbagai faktor(multifaktor) yang memengaruhi pertumbuhkembangan.

3.2.3.1 Faktor Herediter

Pada populasi primitif yang terisolasi jarang dijumpai maloklusi yang berupa disproporsi ukuran rahang dan gigi sedangkan relasi rahangnya menunjukkan relasi yang sama. Pada populasi modern lebih sering ditemukan maloklusi daripada populasi primitif sehingga diduga karena adanya kawin campur menyebabkan peningkatan prevalensi maloklusi. Cara yang lebih baik untuk mempelajari pengaruh herediter adalah dengan mempelajari anak kembar monozigot yang hidup pada lingkungan sama. Suatu penelitian menyimpulkan bahwa 40% variasi dental dan fasial dipengaruhi faktor herediter sedangkan penelitian yang lain menyimpulkan bahwa karakter skelet kraniofasial sangat dipengaruhi faktor herediter sedangkan pengaruh herediter terhadap gigi rendah.

Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu 1) disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema multipel meskipun yang terakhir ini jarang dijumpai, 2) disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis. Dimensi kraniofasial, ukuran dan jumlah gigi sangat dipengaruhi faktor genetik sedangkan dimensi lengkung geligi dipengaruhi oleh faktor lokal. Urutan pengaruh genetik pada skelet yang paling tinggi adalah mandibula yang prognatik, mukia yang panjang serta adanya deformitas muka.

Menurut Mossey (1999) berbagai komponen ikut menentukan terjadinya oklusi normal ialah: 1) ukuran maksila dan mandibula termasuk ramus dan korpus 2) faktor yang ikut mempengaruhi relasi maksila dan mandibula seperti basis kranial dan lingkungan 3) jumlah, ukuran dan morfologi gigi 4) morfologi dan sifat jaringan lunak (bibir, lidah, dan pipi). Kelainan pada komponen tersebut serta interaksinya dapat menyebabkan maloklusi.

Implikasi klinis suatu maloklusi yang lebih banyak dipengaruhi faktor herediter adalah kasus tersebut mempunyai prognosis yang kurang baik bila dirawat ortodontik, namun sayangnya sukar untuk dapat menentukan seberapa pengaruh faktor herediter pada maloklusi tersebut. Perkembangan pengetahuan genetik molekuler diharapkan mampu menerangkan penyebab etiologi herediter dengan lebih tepat.

Kelainan Gigi

Beberapa kelainan gigi yang dipengaruhi faktor herediter ialah kekurangan jumlah gigi (hiodontia), kelebihan jumlah gigi (hiperdontia), misalnya adanya mesiodens, bentuk gigi yang khas misalnya karabeli pada molar, kaninus yang impaksi di palatal, transposisi gigi misalnya kaninus yang terletak diantara premolar pertama dan kedua.

Kekurangan jumlah Gigi

Kelainan jumlah gigi dapat berupa tidak ada pembentukan gigi atau agenesis gigi. Anadontia adalah suatu keadaan tidak terbentuk gigi sama sekali, untungnya frekuensinya sangat jarang dan biasanya merupakan bagian Dario sindrom dysplasia ektodermal. Bentuk gsnggusn pertumbuhan yang tidak separah anadontia adalah hipodontia, yaitu suatu keadaan beberapa gigi mengalami agenesis (sampai dengan 4 gigi), sedangkan oligodontia adalah gigi yang tidak terbentuk lebih dari empat gigi. Sebagai panduan dapat dikatakan apabila gigi sulung agenesis maka gigi permanennya agenesis. Gigi yang agenesis biasanya adalah gigi sejenis tetapi yang letaknya lebih distal sehingga dapat dipahami bahwa yang sering agenesis adalah molar ketiga, premolar kedua dan insisivi lateral.

Kelebihan Jumlah Gigi

Yang paling sering ditemukan adalah gigi kelebihan yang terletak di garis median rahang atas yang biasa disebut mesiodens. Jenis gigi kelebihan lainnya adalah yang terletak di sekitar insisivi lateral sehingga ada yang menyebut laterodens, premolar tambahan bisa sampai dua premolar tambahan pada satu sisi sehingga pasien mempunya 4 premolar pada satu sisi. Adanya gigi-gigi kelebihan dapat menghalangi terjadinya oklusi normal.

Disharmoni Dentomaksiler

Disharmoni dentomaksiler ialah suatu keadaan disproporsi antara besar gigi dan rahang dalam lengkung geligi. Menurut Anggraini (1957) etiologi disharmoni dentomaksiler adalah faktor herediter. Karena tidak adanya harmoni antara besar gigi dan lengkung gigi maka keadaan klinis yang dapat dilihat adalah adanya lengkung geligi dengan diastema yang menyeluruh pada lengkung geligi bila gigi-gigi kecil dan lengkung geligi normal, meskipun hal ini jarang dijumpai. Keadaan yangs erring dijumpai adalah gigi-gigi yang besar pada lengkung geligi yang normal atau gigi-gigi yang normal pada lengkung geligi yang kecil sehingga menyebabkan letak gigi berdesakan. Meskipun pada disharmonie dentomaksiler didapatkan gigi-gigi berdesakan tetapi tidak semua gigi-gigi yang berdesakan disebabkan karena disharmoni dentomaksiler. Disharmoni dentomaksiler mempunyai tanda-tanda klinis yang khas. Gambaran maloklusi seperti ini bisa terjadi di rahang atas maupun di rahang bawah.

Tanda-tanda klinis suatu harmoni dentomaksiler di region anterior yang mudah diamati antara lain sebagai berikut:

Tidak ada diastema fisiologis pada fase geligi sulung yang secara umum dapat dikatakan bahwa bila pada fase geligi sulung tidak ada diastema fisiologis dapat diduga bahwa kemungkinan besar akan terjadi gigi berdesakan bila gigi-gigi permanen telah erupsi.

Pada saat insisivi sentral permanen akan erupsi, gigi ini meresorpsi akar insisivi sentral sulung dan insisivi lateral sulung secara bersamaan sehingga insisivi lateral sulung tanggal premature.

Insisivi sentral permanen tumbuh dalam posisi normal oleh karena mendapat tempat yang cukup. Bila letak insisivi sentral permanen tidak normal berarti penyebabnya bukan disharmoni dentomaksiler murni tetapi ada penyebab lain.

Pada saat insisivi lateral permanen akan erupsi dapat terjadi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama insisivi lateral permanen meresorpsi akar kaninus sulng sehingga kaninus sulung tanggal premature dan insisivi lateral permanen tumbuh dalam letak yang normal karena tempatnya cukup. Selanjutnya kaninus permanen akan tumbuh diluar lengkung geligi (biasanya di bukal) karena tidak mendapat cukup tempat yang sebagian telah ditempati insisivi lateral permanen. Pada kasus dengan kekurangan tempat yang besar sisi distal insisivi lateral permanen berkontak dengan sisi mesial molar pertama sulung.

Kemungkina kedua adalah insisivi lateral permanen tidak meresorpsi akar kaninus sulung tetapi tumbuh di palatal sesuai dengan letak benihnya. Selanjutnya kaninus permanen tumbuh normal pada tempatnya karena mendapatkan tempat yang cukup.

3.2.3.2 Faktor Lokal

Gigi sulung tanggal premature

Gigi sulung yang tanggal premature dapat berdampak pada susunan gigi permanen. Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal premature gigi sulunhg semakin besar akibatnya pada gigi permanen. Insisivi sentral dan lateral sulung yang tanggal premature tidak begitu berdampak tetapi kaninus sulung akan menyebabkan adanya pergeseran garis median. Perlu diusahakan agar kaninus sulung tidak tanggal premature. Sebagian peneliti mengatakan bahwa bila terjadi tanggal premature kaninus sulung karena resorpsi insisivi lateral atau karena karies disarankan dilakukan balancing extraction, yaitu pencabutan kaninus sulung kontralateral agar tidak terjadi pergeseran garis median dan kemudian dipasang space maintainer.

Molar pertama sulung yang tanggal premature juga dapat menyebabkan pergeseran garis median. Perlu tidaknya dilakukan balancing extraction harus dilakukan observasi lebih dahulu. Molar kedua sulung terutama rahang bawah merupakan gigi sulung yang paling sering tanggal premature karena karies, kemudian gigi molar permanen bergeser kea rah diastema sehingga tempat untuk premolar kedua berkurang dan premolar kedua tumbuh sesuai letak benihnya. Gigi molar kedua sulung yang tanggal premature juga dapat menyebabkan asimetri lengkung geligi, gigi berdesakan serta kemungkinan terjadi supra erupsi gigi antagonis.

Bila molar kedua sulung tanggal premature banyaknya pergeseran molar pertama permanen ke mesial dipengaruhi oleh tinggi tonjol gigi. (bila tonjol gigi tinggi pergeseran makin sedikit) dan waktu tanggal gigi tersebut (pergeseran paling banyak bila molar kedua sulung tanggal sebelum molar permanen erupsi).

Presistensi Gigi

Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained deciduous teeth berarti gigi sulung yang sudah melewati waktunya tanggal tetapi tidak tanggal. Perlu diingat bahwa waktu tanggal gigi sulung sangat bervariasi. Keadaan yang jelas menunjukkan persistensi gigi sulung adalah apabila gigi permanen pengganti telah erupsi tetapi gigi sulungnya tidak tanggal. Bila diduga terjadi persistensi gigi sulung tetapi gigi sulungnya tidak ada di rongga mulut, perlu diketahui anamnesis pasien, dengan melakukan wawancara medis kepada orang tua pasien apakah dahulu pernah terdapat gigi yang bertumpuk di region tersebut.

Trauma

Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen. Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat terjadi gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila mahkota gigi permanen telah terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar gigi yang mengalami distorsi bentuk (biasanya bengkok). Gigi yang mengalami dilaserasi biasanya tidak dapat mencapai oklusi yang normal bahkan kalau parah tidak dapat dirawat ortodontik dan tidak ada pilihan lain kecuali dicabut. Kalau ada dugaan terjadi trauma pada saat pembentukan gigi permanen perlu diketahui anamnesis apakah pernah terjadi trauma disekitar mulut untuk lebih memperkuat dugaan adanya trauma. Trauma pada salah satu sisi muka pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan asimetri muka.

Pengaruh Jaringan Lunak

Tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memeberi pengaruh yang besar terhadap letak gigi. Meskipun tekanan dari otot-otot ini jauh lebih kecil daripada tekanan otot pangunyah tetapi berlangsung lebih lama. Menurut penelitian tekanan yang berlangsung selama 6 jam dapat mengubah letak gigi. Dengan demikian dapat dipahami bahwa bibir, pipi dan lidah yang menempel terus pada gigi hamper selama 24 jam dapat sangat memengaruhi letak gigi.

Tekanan dari lidah, misalnya karena letak lidah pada posisi istirahat tidak benar atau karena adanya makroglosi dapat mengubah keseimbangan tekanan lidah dengan bibir dan pipi sehingga insisivi bergerak ke labial. Dengan demikian patut dipertanyakan apakah tekanan lidah pada saat menelan dapat memengaruhi letak insisivi karena meskipun tekanannya cukup besar yang dapat menggerakkan gigi tetapi berlangsung dalam waktu yang singkat.

Bibir yang telah dioperasi pada pasien celah bibir dan langit-lngit kadang-kadang mengandung jaringan parut yang banyak selain tekanannya yang besar oleh karena bibir pada keadaan tertentu menjadi pendek sehingga member tekana yang lebih besar dengan akibat insisivi tertekan kea rah palatal.

Kebiasaan Buruk

Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain dalam waktu berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi. Dari ketiga faktor ini yang paling berpengaruh adalah durasi atau lama kebiasaan berlangsung. Kebiasaan mengisap jari pada fase geligi sulung tidak mempunyai dampak pada gigi permanen bila kebiasaan tersebut telah berhenti sebelum gigi permanen erupsi. Bila kebiasaan ini terus berlanjut sampai gigi permanen erupsi akan terdapat maloklusi dengan tanda-tanda berupa insisivi atas proklinasi dan terdapat diastema, gigitan terbuka, lengkung atas sempit serta retroklinasi insisivi bawah. Maloklusi yang terjadi ditentukan oleh jari mana yang diisap dan bagaimana pasien meletakkan jarinya pada waktu mengisap.

Kebiasaan mengisap bibir bawah dapat menyebabakan proklinasi insisivi atas disertai jarak gigit yang bertambah dan retroklinasi insisivi bawah. Kebiasaan mendorong lidah sebetulnya bukan merupakan kebiasaan tetapi berupa adaptasi terhadap adanya gigitan terbuka misalnya karena mengisap jari. Dorongan lidah pada saat menelan tidak lebih besar daripada yang tidak mendorongkan lidahnya sehingga kurang tepat untuk mengatakan bahwa gigitan terbuka anterior terjadi karena adanya dorongan lidah pada saat menelan. Kebiasaan menggigit kuku juga dapat menyebabkan maloklusi teta[I biasanya dampaknya hanya pada satu gigi.

Faktor Iatrogenik

Pengertian kata iatrogenic adalah berasal dari suatu tindakan professional. Perawatan orthodontic mempunyai kemungkinan terjadinya kelainan iatrogenic. Misalnya, pada saat menggerakkan kaninus ke distal dengan peranti lepasan tetapi karena kesalahan desain atau dapat juga saat menempatkan pegas tidak benar sehingga yang terjadi gerakan gigi ke distal dan palatal. Contoh lain adalah pemakaian kekuatan yang besar untuk menggerakkan gigi dapat menyebabkan resorbsi akar gigi yang digerakkan, resorpsi yang berlebihan pada tulang alveolar selain kematian pulpa gigi. Kelainan jaringan periodontal dapat juga disebabkan adanya perawatan orthodontic, misalnya gerakan gigi kea rah labial atau bukal yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya dehiscence dan fenestrasi.

Jenis-jenis maloklusi

1. Protrusi

Protrusi adalah gigi yang posisinya maju ke depan. Protrusi dapat disebabkan oleh factor keturunan, kebiasaan jelek seperti menghisap jari dan menghisap bibir bawah, mendorong lidah ke depan, kebiasaan menelan yang salah, serta bernapas melalui mulut.

2. Intrusi dan ekstrusi

Intrusi adalah pergerakan gigi menjauhi bidang oklusal. Pergerakan intrusi membutuhkan control kekuatan yang baik. Ekstrusi adalah pergerakan gigi mendekati bidang oklusal.

3. Crossbite

Crossbie adalah suatu keadaan jika rahang dalam keadaan relasi sentrik terhadap kelainan-kelainan dalam arah transversal dari gigi geligi maksilaterhadap gigi geligi mandibula yang dapat mengenai seluruh atau setengah rahang, sekelompok gigi, atau satu gigi saja.

Berdasarkan lokasinya, crossbite dibagi menjadi:

a. Crossbite anterior

Suatu keadaan rahang dalam relasi sentrik, namun terdapat satu atau beberapa gigi anterior maksila yang posisinya terletak di sebelah lingual dari gigi anterior mandibula.

b. Crossbite posterior

Hubungan bukolingual yang abnormal dari satu atau beberapa gigi posterior mandibula.

4. Deep bite

Deep bite adalah suatu keadaan dimana jarak menutupnya bagian insisal insisiv maksila terhadap insisal insisiv dalam arah vertical melebihi 2-3 mm. pada kasus depp bite gigi posterior sering linguoversi atau miring ke mesial dan insisivus mandibula sering berjejal, linguoversi, dan supraoklusi.

5. Deep bite

Adalah keadaan adanya ruangan oklusal atau insisal dari gigi saat rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan oklusi sentrik. Macam-macam open bite menurut lokasinya:

a) Anterior open bite

Kelas I Angle anterior open bite terjadi karena rahang atas yang sempit, gigi depan inklinasi ke depan, dan gigi posterior supraoklusi, sedangkan klas II Agle divisi I disebabkan karena kebiasaan buruk atau keturunan.

b) Posterior open bite

Pada region premolar dan molar.

Kombinasi anterior dan posterior (total open bite) terdapat baik di anterior, posterior, dapat unilateral atau bilateral.

6. Crowded

Adalah keadaan berjejalnya gigi di luar susnan yang normal. Penyebab crowded adalah lengkung basal yang terlalu kecil daripada lengkung koronal. Lengkung basal adalah lengkung pada prosesus alveolaris tempat dari apeks gigi itu tertanam, lengkung korornal adalah lengkungan yang paling lebar dari mahkota gigi atau jumlah mesio distal yang paling besar dari mahkota gigi geligi. Derajad keparahan gigi crowded:

a. Crowded ringan

Terdapat gigi-gigi yang sedikit berjejal, sering pada gigi depan mandibula, dianggap suatu variasi yang normal, dan dianggap todak memerlukan perawatan.

b. Crowded berat

Terdapat gigi-gigi yang sangat berjejal sehingga dapat menimbulkan hyegine oral yang jelek.

7. Diastema

Adalah suatu keadaan adanya ruang di antara gigi geligi yang seharusnya berkontak. Diastema ada 2 macam, yaitu

a. Local, jika terdapat di antara 2 atau 3 gigi, dapat disebabkan karena dens supernumerary, frenulum labii yang abnormal, gigi yang tidak ada, kebiasaan jelek, dan persistensi.

b. Umum, jika terdapat pada sebagian besar gigi, dapat disebabkan oleh factor keturunan, lidah yang besar dan oklusi gigi yang traumatis (Rahardjo, 2012).3.2.5 Klasifikasi Maloklusi menurut Angle

1. Klas I

Maloklusi dengan molar pertama permanen bawah setengah lebar tonjol lebih mesial terhadap molar pertama permanen atas. Relasi lengkung gigi semacam ini biasa disebut juga dengan istilah nektroklusi. Kelainan yang menyertai dapat berupa gigi berdesakan, proklinasi, gigitan terbuka anterior dan lain-lain.

2. Klas II

Lengkung bawah minimal setengah lebar tonjol lebih posterior dari relasi yang normal terhadap lengkung geligi atas dilihat pada relasi molar. Relasi seperti ini biasa disebut juga distoklusi.

Maloklusi klas II dibagi menjadi dua divisi menurut inklinasi insisivi atas.

Divisi 1: insisivi atas proklinasi atau meskipun insisivi atas inklinasinya normal tetapi terdapat jarak gigit dan tumpang gigit yang bertambah.

Divisi 2: insisivi sentral atas retroklinasi. Kadang-kadang insisivi lateral proklinasi, miring ke mesial atau rotasi mesiolabial. Jarak gigit biasanya dalam batas normal tetapi kadang-kadang sedikit bertambah. Tumpang gigit bertambah. Dapa juga keempat insisivi atas retroklinasi dan kanisnus terletak di bukal.

3. Klas III

Lengkung bawah setidak-tidaknya satu lebar tonjol lebih ke mesialdaripada lengkung geligi atas bila dilihat dari relasi molar pertama permanen. Relasi lengkung geligi semacam ini biasa disebut mesioklusi. Relasi anterior menunjukkan adanya gigitan terbalik

Angle hanya membuat klasifikasi maloklusi dalam jurusan sagital pada hal maloklusi juga bisa terjadi dalam jurusan transversal dan vertikal. Kelainan dalam jurusan transversal berupa gigitan silang posterior, baik yang dental maupun yang skeletal. Kelainan dalam jurusan vertikal bisa berupa gigitan dalam dan gigitan terbuka anterior ataupun poosterior, dental maupun skeletal.(Rahardjo, 2009).

Gambar 1. Maloklusi

3.3 Diagnosis Orthodontik

Dignosis ditetapkan berdasarkan atas pertimbangan data hasil pemeriksaan secara sistematis. Data diagnostik yang paling utama harus dipunyai untuk dapat menetapkan diagnosisis adalah data pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan subyektif dan obyektif serta data pemeriksaan dan pengukuran pada model studi, sedangkan Graber (1972) mengelompokkan menjadi (Ardhana, 2008):

1. Kriteria Diagnostik Esensial (Essential Diagnostic Criteria)

a. Anamnesis dan Riwayat kasus (case history)

b. Pemeriksaan / Analisis klinis :

- Umum / general : Jasmani, Mental

- Khusus / lokal : Intra oral, Extra oral

c. Analisis model studi : Pemeriksaan dan pengukuran pada model studi:

- Lebar mesiodistal gigi-gigi

- Lebar lengkung gigi

- Panjang / Tinggi lengkung gigi

- Panjang perimeter lengkung gigi

d. Analisis Fotometri (Photometric Analysis):

Pemeriksaan dan pengukuran pada foto profil dan foto fasial pasien, meliputi :

- Tipe profil

- Bentuk muka

- Bentuk kepala

e. Analisis Foto Rontgen (Radiographic Analysis):

- Foto periapikal

- Panoramik

- Bite wing (Ardhana, 2008)

2. Kriteria Diagnostik Tambahan (Supplement Diagnostic Criteria)

a. Analisis Sefalometrik (Cephalometric Analysis):

- Foto lateral (Lateral projection) untuk anlisis profil

- Foto frontal (Antero-posierior projection) untuk anlisis fasial

- Dll

b. Analisis Elektromyografi (EMG) : Untuk mengetahaui abnormalitas tonus dan aktivitas otot-otot muka dan mastikasi.

c. Radiografi pergelangan tangan (Hand-wrist Radiografi): Untuk menetapkan indeks karpal yaitu untuk menentukan umur penulangan.

d. Pemeriksaan Laboratorium: Untuk menetapkan basal metabolic rate (BMR), Tes indokrinologi, dll (Ardhana, 2008)

Sebelum melakukan perawatan pasien setelah melakukan tahapan-tahapan pemeriksaan, pengukuran dan perhitungan kita akan menetapkan dignosis dari kasus yang dihadapi. Diagnosis dirumuskan dalam suatu kalimat yang khas yaitu dalam bentuk kalimat pernyataan (Ardhana, 2008)

3.3.1 Analisis umum

Biasanya pada bagian awal suatu status pasien tercantum nama, kelamin,umur dan alamat pasien. Kelamin dan umur pasien sebagai identitas pasien juga sebagai data yang berkaitan dengan pertumbuhkembangan dentomaksilofasial pasien, misalnya perubahan fase geligi dari fase geligi sulung ke fase geligi pergantian akhirnya fase geligi permanen. Juga adanya perbedaan pertumbuh kembangan muka pria dan wanita , demikian juga ada perbedaan pertumbuhkembangan pada umur tertentu pada kelamin yang sama.

Keluhan utama pasien biasanya tentang keadaan susunan giginya, yangdirasakan kurang baik sehingga mengganggu estetik dentofasial danmempengaruhi status social serta fungsi pengunyahannya. Pada tahap inisebaiknya dokter gigi mendengarkan apa yang menjadi keluhan seorang pasiendan tidak mengambil kesimpulan secara sepihak tentang apa yang menjadikeluhan seorang pasien ; misalnya meskipun terjadi diastema sentral rahang atastetapi kalau pasien tidak merasa terganggu dengan adanya diastema tersebut,seorang dokter gigi tidak bole serta merta mengatakan bahwa pasien inimembutuhkan perawatan orrthodontik karena adanya diastema tersebut.Sebaiknya secara wajar dokter gigi bertanya kepada pasiennya : apakah ada yangdirasa mengganggu berkaitan dengan susunan gigi dan wajahnya. Seorang doktergigi dapat setuju ataupun tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh pasiennyaakan tetapi sebaiknya tidak dikomentari terlebih dahuku. Pada tahap ini tujuanpertanyaan adalah untuk mengetahui apa yang dipentingkan oleh pasien

Keadaan sosial

Keadaan ini sukar diperoleh disebabkan orang tua pasien kadang-kadang enggan menjawab kondisi emosional anaknya. Pertanyaan dapat diganti misalkan menanyakan bagaimana prestasi di sekolah.prestasi disekolah dapat menggambarkan kemampuan pasien untuk ikut berperan dalam perawatan ortodontik. Pasien dengan kemampuan terbatas mungkin lebih baik memakai peranti cekat yang tidak membutuhkan partisipasi pasien daripada memakai peranti lepasan untuk kasus yang sama.

Riwayat kesehatan pasien dan keluarga

Perlu diketahui riwayat kesehatan pasien sejak dilahirkan sampai pasien datang untuk perawatan.

Maloklusi merupakan penyimpangan dari proses pertumbuhkembangan yang normal. Meskipun demikian diperlukan pemeriksaan medis yang teliti untuk mengetahui status kesehatan pasien secara umum. Beberapa pertanyaan yang diperlukan dapat diajukan kepada pasien/orang tua pasien , antara lain sebagai berikut

1. Apakah pernah mendapat trauma didaerah muka dan kepala dan apakah sampai memerlukan tindakan operatif

2. Apakah mempunyai masalah dengan jantung dan demam rhemtodi . hal ini perlu diketahui sebagai pertimbangan apabila pasien memerlukan pemasangan cincin/ gelang/ band pada piranti vcekat atau pelepasan cincin perlu diberipengobatan untuk pencegahan adanya endokarditisnbakterial subakut

3. Apakah pasien menderita diabetes. Diabetes terkontrol merupakan kontraindikasi perawatan ortodontik, tetapi memerlukan pengawaassan yang sekaama karena pada penderita diabetes kerusakan jaringan periodontal lebih mudah terjadi dengan adanya kekuatan dari peranti ortodontik

4. Adanya tonsil ataupun tonsil yang pernah diambil dapat merupakan petunjuk kemungkinan adanya gangguan pernapasan

5. Perawatan ortodontik padda penderita epilepsi perlu ditunda dahulu sampai keadaan ini dapat diatasi. Demikian pula dengan pasien kelainan darah bila pasien membutuhkan pencabutan gigi untuk perawatan ortodonti

6. Kesehatan gigi orang tua dapat menjadi indikator kesehatan gigi psien, misalnya adanya kariess, dan penyakit periodontal

7. Untuk memudahkan mencatat informasi yang dibutuhkan sebaiknya dibuat borang/ formulir isian tentang apa saja yang akan ditanyakan.

BeratBadan danTinggi BadanBerat Badan dan Tinggi Badan : dari ini diharapakan dapat diketahui apakah pertumbuhkembangan pasien normal sesuai dengan umur dan jenis kelaminnya. Data ini diperoleh dengan pengukuran sendiri atau memintanya kepada dokter yang merawt anak tersebut

Ras : pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui cirri ciri fisik pasien karena setiap ras mempunyai cirri ciri fisik tertentu.

Bentuk Skelet :

Seseorang yang langsing dengan sedikit jaringan otot atau lemak digolongkan sebagai ektomorfik. Pada individu ini yang dominan adalah kulit dan saraf yang berasal dari ektoderm. Seseorang yang berotot digolongkan sebagai mesomorfik dan orang yang pendek dengan otot yang kurang berkembang akan tetapi mempunyai lapisan lemak yang disebut endomprfik. Anak dengan bentuk skelet ektomorfik mencapai kematangan lebih lambat daripada anak dengan tipe skelet endomorfik maupun mesomorfik.

Penyakit Anak : meskipun biasanya dapat menderita berbagai penyakit akan tetapi dalam hal ini yang perlu diketahui adalah penyakit anak yang dapat mengganggu pertumbuhkembangan normal seorang anak.

Penyakit dengan panas badan yang tinggi dapat menyebabkan jadwal waktu pertumbuhkembangan gigi pada masa bayi dan anak-anak. Penyakit sistemik lebih berpengaruh pada kualitas gigi daripada kuantitas pertumbuhkembangan gigi. Suatu maloklusi dapat merupakan akibat sekunder kelainan otot dan beberapa kelainan neuropati . bila dikethui seorang anak mempunyai penyakit sistemik maka dokter gigi perlu melakuakan konsultasi dengan dokter anak yang merawat agar jalannya perawatan ortodonti tidak berpengaruh.

Alergi : Dari riwayat alergi yang didapat juga dapat diketahui bahwa pasien tidak memiliki riwayat alergi yang akan mempengaruhi perwatan orthodontic yang akan dilakukan.

Alergi terhdap bahan perlu diketahui oleh operator dengan jalan menanyakan pada pasien atau orang tua pasien. Pada pemeriksaan pasien perlu ditanyakan apakan ada alergi terhadap obat-obatan , produk kesehatan atau lingkungan.

Peranti ortodontik mengandung bahan-bahan yang mungkin menyebabkan alergi, misalnya pada pasien yang menggunakan peranti cekat ada kemungkinan alergi terhadap nikel (Ne) yang banyak dipakai pada bahan-bahan peranti cekat.

Kelainan endokrin : kelainan endokrin yang terjadi pralahir dapat mewujudkan pada hipoplasia gigi. Kelainan endokrin pascalahir dapat menyebabkan percepatan atau hambatan pertumbuhan muka, memengaruhi derajat pematangan tulang, penutupan sutura, resorpsi akar gigi sulung dan erupsi gigi permanen. Membran periodontal dan gusi sangat sensitif terhadap beberapa disfungsi endokrin dan keadaan ini dapat berakibat langsung pada gigi

Tonsil : bila tonsil dalam keadaan radang, dorsum lidah dapat menekan tonsil tersebut. Untuk menghindari keadaan ini mandibula secara refleks diturunkan,gigi tidak kontak sehingga terdapat ruangan yang lebih luas untuk lidah dan biasanya terjadi pendorongan lidah kedepan saat menelan. Tonsil yang besar apalagi dalam keadaan bengkak dapat dapat mempengaruhi posisi lidah. Kadang-kadang lidah terletak ke anterior sehingga mengganggu fungsi menelan. Anak-anak dengan tonsil yang membesar menunjukkan bentuk lengkung geligi yang berbentuk huruf v karena adanya posisi lidah yang turun dan berubahnya keseimbangan kekuatan yang memberikan padansegmen bukal maksila .

Kelainan saluran napas

Seseorang disebut sebagai penapas mulut apabila pada keadaan istirahat maupun pada saat melakukan kegiatan selalu bernafas melalui mulut. Ada anggapan di kalangan praktisi ortodontik bahwa seseorang yang bernafas melalui mulut dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan kraniofasial dan letak gigi.

Pasien yang bernafas pada mulut akan mengalami kesukaran pada saat dilakukan pencetakan untuk membuat model studi maupun model kerja. Selain itu pasien yang bernafas melalui mulut akan mempunyai palatum yang dalam, maksila yang sempit sehingga kadang-kadang didapatkan gigitan silang posterior.

Cara pemeriksaaan

1. Perhatikan cara pasien bernafas pada saat pasien istirahat tanpa diketahui oleh pasien. Hal ioni dapat dilakukan pada saat apa saja misalnya bila pasien sudah duduk dikursi , sambil mempersiapkan keperluan untuk mencetak operator dapat memperhatikan cara bernafas pasien.

2. Mintalah pasien untuk bernafas yang dalam. Kebanyakan pasien penapas mulut akan menghirup napas melalui udara

3. Tempatkan kaca mulut dibwah lubang hidung. Pada penapas mulut kaca tersebut tidak buram karena tidak ad aliran udara dari lubang hidung. Padapenapas hidung kaca mulut akan buram

3.3.2 Analisis LokalAnalisis lokal terdiri atas analisis ckstraoral dan analisis intraoral, untuk mengetahui lebih terperinci keadaan yang menunjang penentuan diagnosis. Analisis ekstraoral meliputi bentuk kepala, simetri wajah, tipe wajah, tipe profil, bibir, fungsi bicara, kebiasaan jelek sedangkan analisis intraoral meliputi lidah, palatum, kebersihan mulut, karies dan gigi yang ada.3.2.3.1 Pemeriksaan Ekstraoral

Bentuk Kepala

Bentuk kepala perlu dipelajari karena bentuk kepala ada hubungannya dengan bentuk muka, palatum maupun bentuk lengkung geligi. Bentuk kepala ada 3, yaitu: dolikosefalik (panjang dan sempit), mesosefalik (bentuk rata-rata) dan brakisefalik (lebar dan pendek).

Bentuk kepala yang dolikosefalik juga akan membentuk muka yang sempit, panjang dan protrusif. Muka seperti ini disebut leptoprosop/sempit. Fosa krania anterior yang panjang dan sempit akan menghasilkan lengkung maksila dan palatum yang sempit, panjang dan dalam.

Sebaliknya kepala yang brakisefalik akan membentuk muka yang lebih besar, kurang protrusif dan ini disebut muka yang euriprosop/lebar. Pada bentuk kepala yang brakisefalik akan didapatkan fosa krania anterior yang lebar dan pendek yang selanjutnya akan menghasilkan lengkung maksila dan palatum yang lebar, pendek dan lebih dangkal.

Palatum merupakan bentuk proyeksi dari fosa kranial anterior, sedangkan bentuk lengkung maksila ditentukan oleh perimeter palatum. Nampaknya terdapat hubungan antara otak, basis kranium dengan bentuk palatum dan bentuk lengkung geligi.

Untuk menentukan tipe kepala sebaiknya tidak hanya mengandalkan pengamatan tetapi melakukan pengukuran untuk menetapkan indeks sefalik, yang bisa dihitung dengan rumus:

Lebar kepala x 100

Indeks Sefalik = __________________

Panjang Kepala

Indeks untuk kepala yang dolikosefalik adalah < 0,75 sedangkan yang brakisefalik > 0,80; mesosefalik merupakan tipe kepala dengan indeks sefalik antara 0,76 - 0,79.

Indeks kranial merupakan istilah untuk pengukuran indeks tengkorak kering sedangkan indeks sefalik digunakan untuk pengukuran pada kepala manusia yang masih hidup. Hanya terdapat sedikit perbedaan antara indeks kranial dan indeks sefalik.

Gambar 2 Kepala yang brakisefalik Gambar 3. Kepala dolikosel'alikSimetri Wajah

Wajah pasien dilihat dari depan untuk memeriksa proporsi lebar mata, hidung dan mulut, juga untuk melihat apakah wajah simetri atau asimetri dan proporsi ukuran vertikal. Pada dasarnya muka manusia tidak simetri secara bilateral akan tetapi tidak mencolok sehingga menimbulkan kesan simetri. Keadaan ini bisa dilihat bila foto muka dibelah pada garis median kemudian tiap titik di sisi kanan diproyeksikan ke kiri demikian juga untuk belahan kiri diproyeksikan ke kanan akan didapatkan foto dua individu yang berlainan dengan foto aslinya. Hal ini berbeda dengan adanya deviasi hidung atau dagu ke salah satu sisi sehingga menimbulkan disproporsi yang parah dan mengganggu estetik. Adanya sedikit deviasi dalam arah vertikal merupakan variasi dan hendaknya dibedakan dari disproporsi kurang panjangnya muka bagian tengah dan bawah.

Menurut Houston dkk., (1992) dengan melihat muka pasien dari depan bila terdapat asimetri dengan mudah akan dapat dikenali adanya asimetri rahang terhadap muka secara keseluruhan. Muka yang tidak simetri dapat merupakan variasi biologis, keadaan patologis alun pun kelainan kongenital.

Gambar 4. Wajah yang asimetris

Pemeriksaan wajah dari arah depan

Proporsi tinggi dan lebar wajah (indeks wajah) lebih penting daripada ukuran absolut wajah. Pasien dengan gigitan terbuka anterior disertai tinggi muka bagian bawah yang besar kadang-kadang mempunyai muka bagian bawah yang panjang tetapi kadang-kadang juga tidak, tergantung pada lebar wajah. Perbedaan tipe wajah dan tipe badan perlu diperhatikan bila memeriksa proporsi wajah, karena variasi dari rata-rata rasio masih dapat memberikan estetik wajah yang baik. Juga perlu diingat adalah mencegah perawatan yang dapat mengubah rasio tinggi dan lebar dalam j urusan yang tidak benar, misalnya pemakaian elastik antarrahang yang mempunyai efek rotasi mandibula ke bawah pada pasien yang mempunyai wajah yang panjangnya melebihi lebarnya. Perlu juga memeriksa garis median wajah yang diproyeksikan pada model studi. Hal ini perlu unluk menentukan pergeseran median lengkung geligi terhadap median wajah. Tipe Wajah

Kompleks muka berhubungan dengan basis kranium, oleh karena itu pertumbuhan basis kranium pada lahap awal menentukan pola dimensi, sudut dan topografi muka. Kepala yang dolikosefalik membentuk muka yang sempit, panjang dan protrusif yang disebut muka sempit/leptoprosop; sebaliknya kepala yang brakisefalik menentukan muka yang lebih datar, kurang protrusif disebut muka yang lebar/euriprosop. Di antara kedua tipe tersebut terdapat muka yang sedang/mesoprosop.Indeks wajah dapat dihitung dengan minus:

lebai wajah x 100 Indeks wajah =

panjang wajah

Gambar 5. Tipe muka A. leptoprosop H mesoprosop C. eunprosopTipe Profil

Pemeriksaan profil mempunyai arti yang penting karena proporsi skeletal jurusan anteroposterior maupun vertikal dapat terlihat dari pemeriksaan ini. Pemeriksaan profil secara teliti akan memberikan kesan hampir seperti pemeriksaan pada sefalogram lateral, meskipun tidak terperinci. Pemeriksaan profil dapat membedakan secara klinis pasien dengan keadaan yang parah dari mereka yang mempunyai muka baik alau cukup baik. Pemeriksaan ini vital bagi mereka yang ingin merawat pasien Inikan hanya untuk ortodontis.

Kecembungan atau kecekungan muka menunjukkan disproporsi rahang. Hal ini dapat diketahui dengan mendudukkan pasien dalam keadaan natural headposition (NHP) baik waktu duduk legak atau pun berdiri tegak, pandangan mata ditujukan ke pada titik yang jauh. Kemudian ditarik 2 garis: dari pangkal hidung ke dasar bibir atas dan dari dasar bibir atas ke dagu. Pada keadaan muka lurus/straight face kedua garis ini membentuk garis lurus, pada muka cembung/convexface garis pertama lurus garis kedua membentuk sudut karena dagu terletak lebih posterior. Pada muka cekungIconcave face letak dagu lebih ke anterior.

Tipe profil dibagi dalam 3 (ipc: cekung, lurus dan cembung. Profil yang cembung mengarah kc maloklusi kelas II yang dapat disebabkan rahang atas yang lebih anterior atau mandibula yang lebih posterior. Muka yang cekung mengarah ke maloklusi kelas III yang dapat disebabkan rahang atas lebih posterior atau rahang bawah lebih anterior.

A

B

C

Gambar 6 Tipe profil A. cekung, B. lurus dan C. cembung

Pemeriksaan yang saksama pada profil menghasilkan informasi yang hampir sama (meskipun tidak terlalu terperinci) dengan sefalometri lateral. Ada tiga tujuan utama pemeriksaan profil, yaitu

1) menentukan posisi rahang dalam jurusan sagital

2) evaluasi bibir dan letak insisivi

3) evaluasi proporsi wajah dalam arah vertikal dan sudut mandibula.

Pertama kali perlu ditentukan posisi rahang dalam jurusan anteroposterior. Bila profil lurus tidak masalah apakah garis tersebut condong ke anterior (anterior divergent) atau ke posterior (posterior divergent). Hal ini dipengaruhi oleh ras pasien; pada orang Timur cenderung terjadi condong ke anterior sedangkan orang Eropa Utara cenderung condong ke posterior. Profil yang lurus tidak menimbulkan masalah sedangkan profil yang cekung dan cembung biasanya bermasalah. Perlu diingat bahwa profil orang Deuteromalayu agak cembung sedikit.

Yang kedua adalah evaluasi bibir dan letak insisivi. Pada pemeriksaan seperti ini akan diketahui apakah insisivi protrusif atau retrusif. Insisivi yang protrusif lebih sering terjadi daripada yang retrusif. Insisivi yang protrusif menempati tempat yang lebih besar sehingga kemungkinan terletak berdesakan lebih kecil sedangkan letak insisivi yang tegak atau pun retrusif memungkinkan terjadinya letak berdesakan. Pada keadaan yang ekstrim gigi dapat terletak sangat protrusif sehingga memengaruhi letak dan fungsi bibir. Keadaan ini sering disebut protrusi dentoalveolar bimaksila, yang berarti gigi atas dan bawah protrusi. Keadaan seperi i mi sering disebut protrusi bimaksila. suatu istilah yang kurang tepat karena yang protrusi adalah giginya dan bukan rahangnya. Untuk mengetahui seberapa banyak menonjolnya gigi merupakan hal yang sukar bila hanya melihat profil saja, akan tetapi dengan melihat profil dapat dibayangkan letak bibir dan gigi.

Ketiga adalah evaluasi proporsi wajah dalam arah vertikal dan sudut mandibula. Meskipun proporsi vertikal dapat dilihat pada pemeriksaan wajah dari depan akan tetapi inforrpasi yang didapat lebih akurat bila dilihat pada profil.

Gambar 7. Proporsi muka bagian atas (GSn) dan bawah SnMe) = (45%):(55%)

Pada pemeriksaan klinis sudut yang terbentuk oleh garis mandibula dan garis horisontal perlu diperhatikan. Hal ini penting karena sudut yang besar menggambarkan dimensi vertikal muka bagian anterior yang panjang dan kemungkinan adanya gigitan terbuka, sedangkan sudut yang kecil menunjukkan adanya tinggi muka anterior yang pendek serta kemungkinan adanya gigitan dalam. Bidang mandibula dapat dilihat dengan meletakkan jari atau gagang kaca mulut pada tepi bawah mandibula.

Pemeriksaan klinis yang dilakukan dengan cara ini hanya membutuhkan waktu beberapa menit tetapi memberikan informasi yang tidak dapat diperoleh dari pemeriksaan radiografi dan model geligi. Oleh karena alasan utama perawatan ortodontik biasanya adalah untuk mengatasi masalah psikologis yang berhubungan dengan tampilan wajah dan geligi, evaluasi estetik merupakan bagian penting pemeriksaan klinis. Wajah yang mengalami distorsi dan asimetri merupakan gangguan terbesar pada estetik wajah, sedangkan disproporsi wajah masih dapat diterima meskipun tidak selalu baik.

Bibir

Pada ilmu ortodonti jaringan lunak yang berpengaruh adalah pipi, bibir dan lidah. Bentuk dan aktivitas jaringan tersebut memainkan peranan yang penting dalam menentukan bentuk lengkung geligi. Letak keseimbangan gigi sebagian ditentukan oleh keseimbangan antara pipi, bibir dan lidah. Kekuatan yang mengenai gigi sebagian ditentukan oleh letak jaringan dan sebagian oleh aktivitas jaringan ini. Letak bibir dan pipi lebih berpengaruh daripada kekuatan yang bersifat sementara yang dihasilkan oleh kekuatan otot. Ukuran dan relasi rahang berpengaruh terhadap ukuran dan bentuk lengkung geligi, sedangkan kekuatan oklusal memainkan peranan dalam menentukan letak gigi secara individual.

Perlu dipahami bahwa suatu maloklusi sebenarnya merupakan suatu keadaan keseimbangan sehingga perawatan ortodontik harus direncanakan untuk menjaga keseimbangan tersebut, (iigi bawah nampaknya lebih sensitif terhadap perubahan keseimbangan jaringan lunak dan nampaknya lebih aman untuk tetap menjaga bentuk lengkung geligi rahang bawah. Jangan melebarkan lengkung geligi rahang bawah atau mengubah letak labiolingual insisivi bawah yang normal.

Bila hubungan rahang dan morfologi jaringan lunak normal, lengkung bawah dalam keseimbangan dengan jaringan lunak serta gigi atas dalam hubungan oklusal yang baik dengan gigi bawah, keadaan ini akan menghasilkan keseimbangan. Bila terdapat ketidaksesuaian hubungan rahang letak keseimbangan pada gigi atas dapat berbeda dengan gigi bawah, misalnya bila rahang atas relatif sempit maka terdapat gigitan silang posterior bilateral. Bila rahang atas dilebarkan terlalu banyak maka keadaan ini tidak stabil dan akan terjadi relaps bila perawatan dengan memakai peranti telah selesai. Bila terdapat gigitan silang posterior unilateral karena ada displacement mandibula pada saat mandibula menutup, hanya diperlukan ekspansi transversal posterior maka akan didapatkan hasil yang stabil bila terdapat hubungan antartonjol yang baik.

Bila bibir cukup panjang untuk dapat mencapai kontak bibir atas tanpa kontraksi otot pada saat mandibula dalam keadaan istirahat disebut bibir yang kompeten. Bila diperlukan kontraksi otot untuk mencapai kontak bibir atas dan bawah pada saat mandibula dalam keadaan istirahat dinamakan bibir yang tidak kompeten. Kebanyakan orang dewasa memiliki bibir yang kompeten atau sedikit kompeten akan tetapi biasanya dapat kontak dengan sedikit kontraksi otot. Pada beberapa individu dengan tinggi muka bagian bawah melebihi ukuran normal sehingga bibir menjadi tidak kompeten. Pada keadaan ini biasanya bibir terbuka. Anterior seal yang normal didapatkan dari kontak bibir atas dan bawah, akan tetapi bila didapatkan jarak gigit yang besar bibir menjadi tidak kompeten dan untuk mendapatkan anterior seal diperlukan kontraksi otot-otot yang kuat. Bila terdapat jarak gigit yang bertambah dalam derajat sedang dan bibir cukup panjang, kadang-kadang mandibula dimajukan ke depan untuk mendapatkan.v// tanpa kontraksi otot secara berlebihan. Bila bibir sangat tidak kompeten maka diperlukan upaya otot yang berlebihan untuk mendapatkan seal agar didapat kontak antara bibir bawah dan lidah. Pasien dengan bibir yang potensial untuk dapat berkontak dengan mudah akan tetapi bibirnya membuka (tidak berkontak) dinamakan bibir yang potensial kompeten.

AB

Gambar 8. A. Bibir kompeten B. bibir tidak kompeten

Agak sukar menentukan seberapa protrusif gigi atas secara visual akan tetapi bila mengerti hubungan letak bibir dan letak insisivi dapat memberi gambaran yang lebih mudah. Gigi dapat menjadi protrusif bila terdapat dua keadaan di bawah ini: (1) bibir yang ke anterior (2) bibir tidak berkontak antara 3^4 mm pada saat istirahat, yang biasa dinamai bibir yang tidak kompeten. Dengan kata lain insisivi yang sangat protrusil' menyebabkan bibir ke anterior dan tidak berkontak pada saat istirahat sehingga pasien harus menegangkan bibirnya agar dapat terjadi kontak bibir atas dan bawah, menutupi insisivi yang protrusif. Untuk pasien seperti ini bila insisivi diretraksi ke palatal akan didapat estetik muka yang baik maupun fungsi bibir yang baik. Sebaliknya bibir yang ke anterior tetapi dapat berkontak menutupi insisivi yang protrusif tanpa ketegangan, posisi bibir seperti itu tidak terpengaruh oleh posisi insisivi. Pada individu seperti itu, retraksi insisivi tidak akan banyak memberi pengaruh pada fungsi bibir maupun estetik wajah karena bibir akan tetap ke anterior.

Sebagaimana divergensi muka, bibir yang ke anterior juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik ras dan etnik. Bangsa kulit putih Eropa utara biasanya mempunyai bibir yang tipis, serta insisivi dan bibir yang tidak terlalu ke anterior. Bangsa kulit putih Eropa selatan dan Timur tengah mempunyai bibir dan insisivi yang lebih anterior dari orang kulit putih Eropa utara. Bibir dan insisivi yang lebih anterior merupakan kondisi normal pada orang Asia dan kulit hitam. Hal ini berarti bibir yang sedikit lebih anterior pada orang kulit putih merupakan keadaan yang wajar bagi orang Asia dan kulit hitam atau malahan dianggap retrusi, sedangkan letak insisivi yang normal untuk orang Asia dan kulit hitam dianggap sangat protrusif untuk orang kulit putih. Fungsi Bicara

Meskipun dokter gigi bukanlah seorang speech pathologist akan tetapi dokter gigi hendaknya terbiasa dengan beberapa teknik sederhana untuk menganalisis cara bicara seorang pasien (anak), sehingga anak dengan gangguan bicara dapat dirujuk ke yang lebih berkompeten untuk didiagnosis atau untuk terapi. Terdapat hubungan maloklusi dengan kelainan bicara akan tetapi karena adanya mekanisme adaptasi, anak dengan maloklusi yang parah tetap dapat berbicara dengan tanpa gangguan.

Pertumbuhan fungsi mulut menuju fungsi yang normal secara umum berkembang dari anterior ke posterior. Pada saat lahir bibir relatif sudah berkembang matang dan dapat menghasilkan isapan yang kuat sedangkan struktur di posterior belum matang. Dalam perkembangan selanjutnya aktivitas yang lebih banyak dan lebih kompleks terjadi pada bagian posterior lidah dan juga pada struktur faring. Prinsip ini juga berlaku pada fungsi bicara. Awalnya suara yang dihasilkan adalah suara bilabial, misalnya p, b. Kemudian konsonan ujung lidah seperti t, d, menyusul suara sibilan (s, z) yang mengharuskan penempatan lidah dekat tetapi tidak menyentuh palatum dan yang terakhir adalah suara r yang membutuhkan penempatan bagian posterior lidah yang tepat, yang kadang-kadang tidak tercapai pada usia 4-5 tahun.

Kebiasaan Jelek

Gambar 9.Ilustrasi jari yang diisap menekan insisif atas ke labial dan insisif bawah ke lingual

Kebiasaan jelek perlu diperiksa karena kebiasaan jelek dapat menjadi penyebab suatu maloklusi. Tidak semua kebiasaan jelek dapat menyebabkan maloklusi. Ada tiga syarat yang harus ada pada suatu kebiasaan jelek agar dapat menghasilkan suatu maloklusi yaitu: lamanya kebiasaan berlangsung, frekuensi yang cukup serta intensitas melakukan kebiasan tersebut. Maloklusi yang terjadi tergantung pada kebiasaan jelek tersebut, misalnya kebiasaan jelek menghisap ibu jari akan menghasilkan maloklusi yang berbeda dengan kebiasaan mengisap bibir bawah. Beberapa macam kebiasaan jelek, misalnya: mengisap jari atau ibu jari, mengisap bibir atau menggigit bibir, menggigit kuku.

Sebagian anak mempunyai kebiasaan mengisap sesuatu (misalnya jari) yang tidak memberi nilai nutrisi (non-nulritive), sebagai suatu kebiasaan yang dapat dianggap wajar. Akan tetapi kebiasaan mengisap yang berkepanjangan akan menghasilkan maloklusi. Sebagai panduan umum, kebiasaan mengisap yang dilakukan pada masa geligi sulung hanya akan menimbulkan efek yang sedikit atau tidak akan menimbulkan maloklusi. Bila kebiasaan ini diteruskan sampai gigi permanen erupsi maka dapat berakibat protrusi, diastema, insisivi bawah yang linguoversi, gigitan terbuka anterior, lengkung atas yang sempit.

Keadaan ini dapat terjadi karena adanya tekanan langsung dari jari dan perubahan pola bibir dan pipi pada saat istirahat. Bila seorang anak menempatkan ibu jari di antara insisivi bawah dan atas, biasanya dengan sudut tertentu, maka akan terdapat dorongan insisivi bawah ke lingual sedangkan insisivi atas ke labial. Tekanan langsung ini dianggap menyebabkan perubahan letak insisivi. Ada beberapa variasi maloklusi tertentu tergantung jari yang diisap dan juga penempatan jari yang diisap. Sejauh mana gigi berpindah tempat berkorelasi dengan lamanya pengisapan per hari daripada oleh besarnya kekuatan pengisapan. Seorang anak yang mengisap kuat-kuat tetapi hanya sebentar tidak terlalu banyak berpengaruh pada letak giginya; sebaliknya seorang anak yang mengisap jari meskipun dilakukan tidak terlalu kuat tetapi dalam waktu yang lama (misalnya selama tidur malam masih menempatkan jari di dalam mulut) dapat menyebabkan maloklusi yang nyata.

Gigitan terbuka anterior yang disebabkan mengisap jari didapat dari kombinasi adanya halangan pertumbuhan normal insisivi ke arah vertikal dan erupsi berlebihan gigi posterior. Bila jari diletakkan di antara insisivi bawah dan atas maka mandbula harus diturunkan untuk mengakomodasi adanya jari. Jari ini menghalangi pertumbuhan insisivi ke vertikal dan pada saat yang sama rahang atas dan bawah terbuka menyebabkan perubahan relasi vertikal gigi posterior atas dan bawah sehingga gigi posterior bererupsi melebihi yang semestinya. Karena kondisi geometri rahang, 1 mm pertambahan tinggi vertikal gigi posterior menyebabkan pembukaan 2 mm di anterior.

Adanya tekanan negatif pada rongga mulut pada saat pengisapan diperkirakan menjadi penyebab penyempitan lengkung geligi rahang atas yang biasanya menyertai gigitan terbuka, meskipun pendapat ini masih diragukan. Pendapat lain mengatakan bahwa bentuk lengkung geligi dipengaruhi oleh perubahan keseimbangan tekanan dari pipi dan lidah. Bila jari ditempatkan di antara gigi atas dan bawah, lidah terpaksa diturunkan yang menyebabkan turunnya tekanan lidah pada sisi palatal geligi posterior atas. Pada saat yang sama tekanan dari pipi meningkat dan musku lus businator berkontraksi pada saat mengisap. Tekanan pipi paling besar pada sudut mulut dan mungkin keadaan ini dapat menjelaskan mengapa lengkung maksila cenderung berbentuk huruf V dengan kontraksi pada regio kaninus daripada molar. Kebiasaan mengisap yang melebihi batas ambang keseimbangan tekanan dapat menimbulkan perubahan bentuk lengkung geligi akan tetapi sedikit pengaruhnya terhadap bentuk rahang. Analog dengan penjelasan di atas agaknya sukar untuk diterima bahwa tidur pada satu sisi dapat menyebabkan asimetri wajah dan menopang dagu pada saat menerima pelajaran di sekolah dianggap dapat menyebabkan perubahan bentuk rahang.

Telah banyak ditelaah mengenai pengaruh mendorong lidah pada saat menelan (menempatkan ujung lidah ke depan di antara insisivi atas dan bawah pada saat menelan). Studi laboratoris mengungkapkan bahwa seseorang yang menempatkan ujung lidah ke depan pada saat menelan tidak memiliki kekuatan dorongan lidah kepada gigi lebih besar daripada mereka yang menempatkan ujung lidah di belakang. Istilah mendorong lidah merupakan sesuatu istilah yang kurang benar, karena ada konotasi seolah-olah lidah didorongkan ke depan dengan kuat. Penelanan bukan suatu kebiasaan yang dipelajari tetapi suatu integrasi dan di bawah pengendalian fisiologis bawah sadar sehingga apa pun pola menelan tidak dapat digolongkan ke dalam kebiasaan seperti kebiasaan yang lain. Seseorang dengan gigitan terbuka anterior akan menempatkan lidah di antara insisivi atas dan bawah pada saat menelan sehingga dianggap mendorong lidah sebagai penyebab gigitan terbuka anterior.

Pola menelan normal sudah dapat terlihat pada anak usia kurang lebih 3 tahun sampai usia kira-kira 6 tahun. Menelan dengan mendorong lidah ke depan pada pasien dengan umur yang lebih tua sepintas tampak seperti pola penelanan pada bayi sehingga anak-anak maupun orang dewasa yang masih menelan dengan pola semacam ini (menempatkan lidah di antara insisivi) disebut retainedinfantile swallow, yang diragukan kebenarannya. Hanya anak- anak dengan kerusakan otak yang parah tetap mempunyai pola menelan seperti bayi, bagian lidah belakang tidak atau sedikit sekali berperan. Pada individu semacam ini tidak didapatkan suatu koordinasi gerakan pada bagian posterior lidah dan pengangkatan mandbula cenderung terjadi sebelum lidah digerakkan ke depan di antara insisivi, maka apa yang disebut longue thrusting pada anak-anak adalah suatu transisi normal pada proses menelan. Dalam transisi dari penelanan cara bayi ke dewasa seorang anak dapat dipastikan melewati suatu fase penelanan yang khas yaitu adanya aktivitas otot menutup bibir, gigi posterior tidak kontak dan lidah ke depan di antara insisivi. Kelambatan fase transisi ini dapat disebabkan adanya kebiasaan mengisap jari.

Adanya gigitan terbuka anterior atau insisivi atas yang protrusi (yang biasa didapat pada kebiasaan mengisap jari) akin menyukarkan untuk mendapat anterior seal, yang dimaksudkan untuk mencegah keluarnya makanan maupun cairan dari mulut, pada saat menelan. Untuk mendapatkan anterior seal secara normal biasanya dilakukan dengan mengatupkan bibir dan menempatkan lidah di palatal insisivi atas merupakan upaya yang tepat. Dengan kata lain menempatkan lidah ke depan merupakan upaya adaptif fisiologis bila terdapat gigitan terbuka anterior sehingga pada orang dengan gigitan terbuka biasanya juga mempunyai kebiasaan menelan dengan mendorong lidah ke depan. Sesudah kebiasaan mengisap berhenti maka gigitan terbuka akan menjadi baik secara spontan, meskipun lidah masih terletak di anterior selama proses gigitan terbuka menutup, dan anterior seal didapat dari bibir dan ujung lidah.

Dari teori keseimbangan, tekanan lidah yang ringan tetapi berlangsung lama pada gigi dapat menyebabkan adanya perubahan letak gigi dan menghasilkan efek yang nyata. Dorongan lidah yang hanya sebentar tidak akan menghasilkan perubahan pada letak gigi. Tekanan lidah pada penelanan yang tidak benar hanya berlangsung kira-kira I detik. Penelanan secara ini hanya terjadi kurang lebih 800 kali pada saat seseorang terjaga dan hanya sedikit pada waktu tidur sehingga sehari hanya kurang dari 1000 kali. Tekanan selama seribu detik (kurang lebih 17 menit) tidak cukup untuk memengaruhi keseimbangan. Sebaliknya pasien yang meletakkan lidahnya ke depan sehingga memberikan tekanan yang terus-menerus pada gigi, meskipun tekanan yang terjadi kecil tetapi berlangsung lama, dapat menyebabkan perubahan letak gigi baik jurusan vertikal maupun horisontal. Yang lebih menentukan adalah posisi kebiasaan lidah, apakah di depan ataukah normal. Pada pasien yang posisi lidahnya normal pada saat istirahat, pendorongan lidah ke depan pada saat menelan tidak banyak pengaruhnya terhadap letak gigi.3.3.3.2 Pemeriksaan Intraoral

Pemeriksaan intraoral dimaksudkan untuk mengetahui keadaan jaringan keras dan lunak. Pemeriksaan meliputi gigi dengan adanya karies, begitu pula dengan jaringan periodontal yang merupakan pemeriksaan penting sebelum dimulainya perawatan ortodontik, terutama kelainan mukogingiva. Pemeriksaan mukosa mulut meliputi mukosa pipi, palatum, lidah dan dasar mulut. Bila ada kelainan dicatat dan apabila perlu dilakukan rujukan kepada yang lebih berkompeten untuk dilakukan tindakan yang diperlukan.

Pada perawatan ortodontik komprehensif maupun penunjang keadaan jaringan periodontal hendaknya harus terus mendapatkan perhatian. Insidensi penyakit periodontal meningkat tajam pada pasien dewasa. Suatu studi menunjukkan bahwa menjelang usia 30 kebanyakan pasien mempunyai problema dengan jaringan periodontalnya, menjelang usia 40 tahun prevalensinya mencapai 75% dari semua pasien. Kelainan periodontal tahap awal maupun lanjut tidak merupakan kontraindikasi perawatan ortodontik, yang penting adalah kondisi jaringan periodontal harus tetap diperhatikan selama perawatan ortodontik.

Kondisi periodontal yang tidak normal yang biasa didapatkan pada pasien ortodontik dapat digolongkan dalam dua golongan besar, yaitu 1) kelainan mukogingiva terutama kurangnya attached gingiva dan 2) lesi radang pada gingiva dan periodonsium. Sebelum perawatan ortodontik dimulai perlu didapatkan attached gingiva yang cukup untuk dapat menahan kekuatan ortodontik dan keradangan hendaknya bisa diatasi. Pada pasien dewasa perlu lebih sering dilakukan scaling, bisa sampai dua kali lebih sering daripada pada pasien yang tidak dirawat ortodontik, misalnya seseorang yang membutuhkan scaling tiap 6 bulan sekali, bila pasien tersebut dirawat ortodontik perlu dilakukan scaling setiap 3 bulan sekali. Keadaan jaringan periodontal harus diusahakan dalam kondisi baik sebelum perawatan ortodontik dimulai.

Adanya tulang yang cukup untuk menyangga gigi dengan baik perlu dipertimbangkan dengan saksama. Bila tulang berkurang, periodontal ligamen juga berkurang sehingga kekuatan yang optimal untuk menggerakkan gigi yang normal akan memberikan kekuatan yang besar pada ligamen periodontal pada gigi dengan tulang pendukung yang kurang. Pada keadaan ini kekuatan absolut untuk menggerakkan gigi harus dikurangi. Sebagai tambahan semakin banyak kehilangan tulang penyangga semakin sedikit tulang yang menyangga gigi dan pusat tahanan/center of resistance akan bergeser ke apikal. Secara umum pergerakan gigi masih dimungkinkan tetapi dengan kekuatan yang kecil dan relatif diperlukan momen yang lebih besar. Perlu waktu sekitar 6 bulan untuk memulihkan gingiva dari keradangan sebelum perawatan ortodontik dimulai. Scaling, kuretase dan gingiva! graft mungkin diperlukan untuk mengatasi keadaan ini. Penghilangan poeket dan penanganan kelainan tulang secara pembedahan (osseous surgery) hendaknya ditunda sampai perawatan ortodontik selesai karena dengan perawatan ortodontik akan terjadi perubahan jaringan periodontal dan tulang penyangga.

Lidah

Pemeriksaan lidah meliputi ukuran, bentuk dan lungsi. Ukuran dan bentuk diperiksa secara subjektif. Lidah yang besar bersifat individual; lidah yang besar untuk mulut seseorang belum tentu merupakan lidah yang besar untuk orang lain. Tanda klinis untuk lidah yang terlalu besar (makroglosi) terhadap lengkung geligi adalah adanya scalloping (yang merupakan cetakan sisi lingual gigi pada lidah) pada tepi luar lidah. Jarang di jumpai lidah yang kecil.

Gambar 10. MakroglosiLetak lidah menyesuaikan dengan bentuk rongga mulut. Pada bayi lidah terletak di antara bantalan gusi dan berkontak dengan bibir dan pipi. Penelanan terjadi dengan letak lidah tetap seperti ini. Pada saat gigi-gigi bererupsi terjadi perubahan fungsi mulut, diperlukan pengunyahan dan fungsi lidah berubah secara bertahap dari pola bayi ke pola yang lebih dewasa. Hal ini berakhir ketika gigi sulung telah mencapai oklusi. Akan tetapi pada sebagian kecil manusia keadaan ini tidak berubah yang akan dapat memengaruhi posisi insisivi.

Menurut teori keseimbangan suatu objek yang dikenai kekuatan yang tidak seimbang akan bergerak dari posisi semula. Suatu objek yang dikenai beberapa kekuatan tetapi tidak bergerak dapat diartikan kekuatan yang mengenai objek tersebut dalam keadaan seimbang. Gigi dapat dianggap dalam keadaan seimbang karena gigi tidak bergerak meskipun terdapat beberapa kekuatan yang mengenai gigi. Bahkan ketika gigi bergerak, gigi akan bergerak sangat lambat sehingga dapat dianggap setiap waktu terjadi keseimbangan statik. Keseimbangan dapat terjadi meskipun gigi mendapat tekanan dari oklusal atau pun dari lateral. Kekuatan kunyah yang besar tetapi berlangsung singkat akan ditahan oleh ligamen periodontal beserta cairan yang ada di dalamnya yang berfungsi sebagai shock absorber sehingga gigi tetap di tempatnya sedangkan tulang alveol bisa berubah bentuk Bila kekuatan ini berlangsung beberapa detik akan menimbulkan rasa sakit sehingga secara refleks rahang akan membuka dan kekuatan berkurang bahkan sampai hilang. Kekuatan yang besar tetapi berlangsung singkat ini dalam jangka panjang tidak mempunyai pengaruh pada perubahan letak gigi. Bila jaringan periodontal tetap baik kekuatan kunyah jarang menyebabkan perubahan letak gigi.

Posisi gigi dalam keadaan seimbang oleh karena adanya tekanan yang seimbang dari lidah, bibir dan pipi. Kekuatan ini jauh lebih kecil daripada kekuatan kunyah tetapi waktunya berkontak dengan gigi juga jauh lebih lama. Dari percobaan terbukti kekuatan yang sangat ringan tetapi berlangsung lama dapat memindahkan letak gigi. Lamanya berkontak sehingga menghasilkan perubahan letak gigi minimal 6 jam per hari. Oleh karena pipi, bibir dan lidah berkontak dengan gigi hampir sepanjang waktu maka dapat dimengerti mengapa gigi dapat berubah letaknya. Lidah yang besar (makroglosi) atau pun adanya tumor dapat mengubah keseimbangan letak gigi sehingga gigi terdorong ke arah labial/bukal. Demikian juga meskipun lidah normal akan tetapi tekanan dari pipi dan bibir dihilangkan maka gigi-gigi juga akan terdorong ke labial/ bukal. *Asal tekananBesaran kekuatanLama berlangsung

Kontak gigi pada saat :

mengunyahsangat kuatsangat singkat

menelanringansangat singkat

Tekanan lidah, bibir dan pipi:

menelansedangsingkat

berbicararingansangat singkat

istirahatsangat ringanlama

Tekanan dari luar:

kebiasaansedangbervariasi

kekuatan ortodontiksedangbervariasi

Tekanan intrinsik:

serat PDLringanlama

serat gingivabervariasilama

Tabel 3.1. Besaran dan lamanya kekuatan yang mengenai gigi pada saat berfungsi

Palatum

Pada bentuk kepala dolikosefalik akan didapatkan bentuk palatum yang sempit, panjang dan dalam. Demikian juga bentuk lengkung geligi rahang atas. Pada bentuk kepala brakisefalik akan didapatkan bentuk palatum yang lebar, pendek dan dangkal. Palatum merupakan proyeksi konfigurasi fosa kranial anterior, sedangkan konfigurasi basis apikal gigi rahang atas ditentukan oleh perimeter palatum. Bentuk palatum ini dapat memengaruhi retensi peranti lepasan. Pada palatum yang relatif tinggi akan memberikan retensi dan penjangkaran yang lebih baik. Perlu diperhatikan kadang-kadang terdapat torus palatinus yang dapat mengurangi kenyamanan pasien bila pasien memakai peranti lepasan.

Kebersihan Mulut

Kebersihan mulut yang terjaga baik merupakan indikator perhatian pasien terhadap giginya serta dapat diharapkan adanya kerja sama yang baik dengan pasien. Perawatan ortodontik tidak boleh dimulai bila kebersihan mulut pasien tidak baik. Hal ini disebabkan (1) bila kebersihan mulut jelek, dengan pemakaian peranti maka akan memperparah keadaan kebersihan mulut (2) belum tentu ada kerjasama yang baik dengan pasien.

Bila kebersihan mulut kurang baik maka pasien harus diajari menjaga kebersihan mulut dan perawatan ortodontik dengan menggunakan peranti harus ditunda dahulu. Perawatan ortodontik dapat dimulai apabila kebersihan mulut sudah mencapai standar. Dianjurkan untuk menunda perawatan dengan menggunakan peranti sampai pasien dapat memelihara kebersihan mulut sampai kurang lebih 3 bulan.

Gingivitis kronis pada anak-anak biasanya disebabkan kebersihan mulut jelek. Kadang-kadang ditemukan gingivitis hiperplastik pada regio insisivi atas yang dapat disebabkan tidak tertutupnya gingiva di daerah tersebut oleh bibir sehingga gingiva kering. Pada orang dewasa diperlukan pemeriksaan jaringan periodontal yang lebih teliti.Karies

Pemeriksaan gigi dengan karies perlu dilakukan karena gigi yang karies merupakan penyebab utama malokiusi lokal. Karies merupakan penyebab terjadinya tanggal prematur gigi sulung sehingga terjadi pergeseran gigi permanen, erupsi gigi permanen yang lambat, dan lain-lain.Fase Geligi

Pasien yang datang untuk perawatan ortodontik biasanya dalam fase geligi pergantian atau permanen dan jarang pada fase geligi sulung. Fase geligi sulung ditandai dengan adanya gigi sulung di rongga mulut (kurang lebih sampai dengan umur 6 tahun). Fase geligi pergantian ditandai dengan adanya gigi sulung dan gigi permanen dalam rongga mulut (kurang lebih antara umur 6-11 tahun), merupakan proses pergantian dari fase geligi sulung ke fase geligi permanen. Ada juga yang menyebut sebagai fase geligi bercampur oleh karena adanya campuran gigi sulung dan gigi permanen dalam rongga mulut. Fase geligi disebut fase geligi permanen bila semua gigi dalam rongga mulut adalah gigi permanen.Gigi yang Ada

Perlu diperiksa gigi yang ada dan dicatat keadaannya. Pada fase geligi pergantian, gigi permanen yang tidak ada dalam rongga mulut perlu dilihat pada rontgenogram. Begitu juga adanya gigi kelebihan dan kelainan lain. Gigi dengan karies maupun tumpatan yang lebar hendaknya diperiksa juga prognosisnya dalam jangka panjang. Hal ini akan memeng