10
Borang Portofolio Bedah Nama Peserta : dr. Maharita Pandikasari Nama Wahana : RS Muhammadiyah Lamongan Topik : Persetujuan Tindakan Medik Tanggal Kasus : 10 Mei 2015 Nama Pasien : Tn AM No RM : 32.16.71 Tanggal Presentasi : Mei 2015 Nama Pendamping : dr. H.Umi Aliyah,MARS Nama Pembimbing : dr. Yulia Eka Irmawati Tempat Presentasi : Ruang Komite Medis RSML Obyektif Presentasi : Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil Deskripsi : Laki-laki 47 tahun, Hematemesis melena ec hepatoma, 4 kali MRS dengan gejala yang sama,

Portofolio Medikolegal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

portofolio medikolegal internsip eutanasia

Citation preview

Page 1: Portofolio Medikolegal

Borang Portofolio Bedah

Nama Peserta : dr. Maharita Pandikasari

Nama Wahana : RS Muhammadiyah Lamongan

Topik : Persetujuan Tindakan Medik

Tanggal Kasus : 10 Mei 2015

Nama Pasien : Tn AM No RM : 32.16.71

Tanggal Presentasi : Mei 2015 Nama Pendamping : dr. H.Umi Aliyah,MARS

Nama Pembimbing : dr. Yulia Eka Irmawati

Tempat Presentasi : Ruang Komite Medis RSML

Obyektif Presentasi :

☐ Keilmuan ☐ Ketrampilan ☐ Penyegaran ☐Tinjauan Pustaka

☐ Diagnostik ☐ Manajemen ☐ Masalah ☐Istimewa

☐ Neonatus ☐Bayi ☐Anak ☐Remaja ☐Dewasa Lansia ☐Bumil

☐ Deskripsi :

Laki-laki 47 tahun, Hematemesis melena ec hepatoma, 4 kali MRS dengan gejala yang sama, mengalami masa kritis, keluarga menolak

untuk di berikan resusitasi jantung dan pemberian obat.

☐ Tujuan :

Page 2: Portofolio Medikolegal

- Mengetahui jenis-jenis euthanasia

- Mengetahui hokum euthanasia di Indonesia

Bahan bahasan : ☐ Tinjauan Pustaka ☐Riset Kasus ☐Audit

Cara Membahas : ☐ Diskusi ☐ Presentasi dan diskusi ☐Email ☐Pos

Data pasien : Nama : Tn. AM Nomor Registrasi : -

Nama Klinik : RS Muhammadiyah Lamongan Telepon : - Terdaftar sejak : -

Data utama untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Hematemesis melena ec hepatoma,apnoe, nadi teraba di arteri carotis, nadi lemah dan lambat, anemia

2. Riwayat Pengobatan :

3 kali dirawat di rumah sakit dengan gejala yang sama

3. Riwayat kesehatan / Penyakit :

Paien memiliki kebiasaan minum jamu dan alcohol sebelum sakit. Tidak ada riwayat hipertensi maupun DM.

4. Riwayat Keluarga :

Keluarga pasien tidak ada yang memiliki gejala dan atau penyakit seperti pasien.

5. Riwayat Pekerjaan :

Pasien wiraswasta

6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN) :

Pasien tinggal dirumah bersama istri dan anaknya

7. Lain-lain :

Dari pemeriksaan fisik didapatkan Nadi 102x/menit, suhu 36,7oC, tensi 158/104mmHg,

A : Clear, terpasang Jackson Rees B : Gasping, SaO2 65%C : TD tak terdeteksi , N 45x/menit , akral dingin kering pucatD : 111

Page 3: Portofolio Medikolegal

K/L: a+ i- c- d-

Thoraks: simetri, retraksi -/-, Cor S1-S2 tunggal, murmur-, gallop-, Paru-paru ves/ves, Rh-/-, Wh-/-

Abdomen: BU + Normal, timpani, supel, Nyeri tekan di suprapubic, H teraba 2 jari di bawah proc. Xypoideus, solid tidak berbenjo-benjo, Lien shufner 2

Ekstermitas: akral Dingin Kering Pucat

Laboratorium: Darah Lengakap : SGOT 183, SGPT 73, HBV DNA positif, HbC Ag positif

Daftar Pustaka :

1. https://ekaayutrisnaputri.wordpress.com , diakses pada tanggal 24 Mei 2015 jam 13.06

2. http://journal.unpar.ac.id/index.php/projustitia/article/view/1078/1045 , diakses pada tanggal 24 Mei 2015 jam 13.10

3. http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/sehat/Kode-Etik-Kedokteran.pdf , diakses pada tanggal 24 Mei 2015 jam 13.15

Hasil Pembelajaran :

1. Macam – macam euthanasia

2. Hukum euthanasia di Indonesia

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subyektif

Page 4: Portofolio Medikolegal

Pasien dengan hematemesis melena ec hepatoma. Gejala seperti ini telah dialami pasien sebanyak 4 kali ini, 3 kali dirawat di RSI. Pada hari ke-10 perawatan pasien mengalami masa kritis, nafas tersengal-sengal dan nadi teraba lemah. Dokter dan perawat melakukan tindakan resusitasi dan pemberian obat sesuai prosedur namun keluarga pasien tidak menyetujui tindakan tersebut. Dokter menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa pasien seharusnya tetap mendapatkan upaya pertolongan, walaupun pada akhirnya tidak berhasil. Pasien oleh dokter diberikan nafas buatan, pemberian atropine injeksi dan raivas pupm, serta cairan. Ketika pasien henti jantung pasien tidak dilakukan tindakan pijat jantung.

2. ObyektifBerdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium pasien didiagnosa hepatoma stadium akhir. Peda pemeriksaan fisik terakhir pasien mengalami henti nafas. Pasien bertahan hingga 1 jam dan akhirnya meninggal dunia.

3. AssestmentEutanasia (Bahasa Yunani: eu yang artinya "baik", dan thanatos  yang berarti “kematian”) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya maupun ketersediaan perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya dianggap melanggar hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.Menurut istilah Kedokteran :Eutahanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan.Mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya.Bila ditinjau dari cara pelaksanaannya, eutanasia dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu eutanasia agresif, eutanasia non agresif, dan eutanasia pasif. Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk

mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.

Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia) digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara resmi dengan membuat sebuah “codicil” (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.

Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit.

Page 5: Portofolio Medikolegal

Kode Etik Kedokteran tentang Euthanasia Mengenai "euthanasia" akhir-akhir ini banyak menarik perhatian, khususnya sehubungan dengan dampak dari perkembangan dan kemajuan IPTEK Kedokteran. Di satu sisi ini mempunyai nilai negatif karena istilah ini mempunyai arti sebagai "pembunuhan tanpa penderitaan" (mercy killing) terhadap pasien yang tidak dapat diharapkan lagi untuk disembuhkan, namun di pihak lain ini dapat dianggap sebagai bagian dari tindakan menghormati kehidupan insani, karena ini juga dapat diartikan "mengakhiri atau tidak memperpanjang penderitaan pasien" yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Pada dasarnya "euthanasia" dibedakan menjadi dua, ialah : 1. Euthanasia aktif yaitu berupa tindakan "mengakhiri kehidupan", misalnya dengan memberikan obat dengan dosis lethal kepada pasien. 2. Euthanasia pasif, yaitu tindakan atau perbuatan "membiarkan pasien meninggal", dengan cara misalnya tidak melakukan intervensi medik atau menghentikannya seperti pemberian infus, makanan liwat sonde, alat bantu pernafasan, tidak melakukan resusitasi, penundaan operasi dan lain sebagainya. Mengenai euthanasia aktif, banyak negara yang menentangnya sekalipun pada kenyataannya sudah banyak negara yang mentolerir tindakan ini, di Amerika Serikat "euthanasia" lebih populer dengan istilah "physician assisted suicide". Negara yang telah memberlakukan diperbolehkannya euthanasia lewat Undang-Undang adalah Negeri Belanda, dan di Amerika Serikat baru ada satu negara bagian yang memperbolehkan euthanasia (assisted suicide) ialah negara bagian Oregon. Di Indonesia sebagai Negara yang berazaskan Pancasila, dengan sila yang pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak mungkin dapat menerima tindakan "euthanasia aktif'. Mengenai "euthanasia pasif", adalah merupakan suatu "daerah kelabu" karena memiliki nilai yang bersifat "ambigu", yaitu di satu sisi bisa dianggap sebagai perbuatan amoral, tetapi di sisi lain bisa dianggap sebagi perbuatan mulia karena dimaksudkan untuk tidak memperpanjang atau guna mengakhiri penderitaan pasien, dengan lebih membiarkan penyakit yang diderita pasien berjalan secara alamiah. Bahwa dalam menghadapi pasien di akhir hayatnya, dimana ilmu dan teknologi kedokteran sudah tidak berdaya lagi untuk memberikan kesembuhan, hendaknya berpegang kepada pedoman sebagai berikut: 1. Sampaikan kepada pasien dan atau keluarganya keadaan yang sebenarnya dan sejujur-jujurnya mengenai penyakit yang diderita pasien. 2. Dalam keadaan dimana ilmu dan teknologi kedokteran sudah tidak dapat lagi diharapkan untuk memberi kesembuhan, maka upaya perawatan pasien bukan lagi ditujukan untuk memperoleh kesembuhan melainkan harus lebih ditujukan untuk memperoleh kenyamanan dan meringankan penderitaan. 3. Bahwa tindakan menghentikan usia pasien pada tahap menjelang ajalnya, tidak dapat dianggap sebagai suatu dosa, bahkan patut dihormati. Namun demikian dokter wajib untuk terus merawatnya, sekalipun pasien dipindah ke fasilitas lainnya. 4. Beban yang menjadi tanggungan ke luarga pasien harus diusahakan seringan mungkin; dan apabila pasien meninggal dunia, seyogyanya bantuan diberikan kepada keluarganya yang ditinggal. 5. Bahwa apabila pasien dan atau keluarga pasien menghendaki menempuh cara "pengobatan alternatif', tidak ada alasan untuk melarangnya selama tidak membahayakan bagi dirinya. 6. Bahwa dalam menghadapi pasien yang seeara medis tidak memungkinkan lagi untuk disembuhkan, termasuk penderita "dementia" lanjut, disarankan untuk memberikan "Perawatan Hospis" (Hospice Care). Selanjutnya pedoman yang lebih rinci dan lebih teknis, adalah merupakan tugas dari Komite Medik di setiap Rumah Sakit untuk menyusunnya.

Hukum Euthanasia di Indonesia

Page 6: Portofolio Medikolegal

Meskipun euthanasia bukan merupakan istilah yuridis, namun mempunyai implikasi hukum yang sangat luas, baik pidana maupun perdata. Pasal-pasal dalam KUHP menegaskan bahwa euthanasia baik aktif maupun pasif tanpa permintaan adalah dilarang. Demikian pula dengan euthanasia aktif dengan permintaan. Berikut adalah bunyi pasal-pasal dalam KUHP tersebut:Pasal 338: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain karena pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.”Pasal 340: “Barangsiapa dengan sengaja & direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya duapuluh tahun.”Pasal 344: “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya duabelas tahun.”Pasal 345: “Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun, kalau orang itu jadi bunuh diri.”Pasal 359: “Menyebabkan matinya seseorang karena kesalahan atau kelalaian, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama-lamanya satu tahun”

Pada dewasa ini, para dokter & petugas kesehatan lain menghadapi sejumlah masalah dalam bidang kesehatan yang cukup berat ditinjau dari sudut medis-etis-yuridis Dari semua masalah yang ada itu. Euthanasia merupakan salah satu permasalahan yang menyulitkan bagi para dokter & tenaga kesehatan. Mereka seringkali dihadapkan pada kasus di mana seorang pasien menderita penyakit yang tidak dapat diobati lagi, misalnya kanker stadium lanjut, yang seringkali menimbulkan penderitaan berat pada penderitanya. Pasien tersebut berulangkali memohon dokter untuk mengakhiri hidupnya. Di sini yang dihadapi adalah kasus yang dapat disebut euthanasia.

Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa tindakan perawatan medis yang tidak ada gunanya seperti misalnya pada kasus pasien ini, secara yuridis dapat dianggap sebagai penganiayaan. Tindakan di luar batas ilmu kedokteran dapat dikatakan di luar kompetensi dokter tersebut untuk melakukan perawatan medis. Dengan kata lain, apabila suatu tindakan medis dianggap tidak ada manfaatnya, maka dokter tidak lagi berkompeten melakukan perawatan medis, & dapat dijerat hukum sesuai KUHP pasal 351 tentang penganiayaan,yang berbunyi:(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

Hubungan hukum  dokter-pasien juga dapat ditinjau dari sudut perdata, yaitu pasal 1313, 1314, 1315, & 1319 KUHPer tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian. Pasal 1320 KUHPer menyebutkan bahwa untuk mengadakan perjanjian dituntut izin berdasarkan kemauan bebas dari kedua belah pihak. Sehingga bila seorang dokter melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien, secara hukum dapat dijerat Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.

Page 7: Portofolio Medikolegal

Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa “Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”. Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP (seperti yang dijelaskan diatas)  yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.

4. PlanKIE keluarga tentang kondisi pasien Mendoakan dan mentalqin Bagging dengan Jackson ress O2 10 L/ menitAtropin sulfat injeksi 1 Amp/ IVRaivas 0.3 mcg/ KgBB/ menit