Upload
nova-sari-nur-salamah
View
221
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PRESENTASI KASUS
SEORANG PEREMPUAN USIA 51 TAHUN DENGAN
PNEUMONIA KOMUNITAS
Oleh:
Rachma Dinar Okfiani G99141027
Sintin Khotijah Pribadi G99141028
Heigy Mutiha Putri G99141029
Nur Dwi Fajarini G99141030
Eli Dwy Purbaningrum G99141031
Bani Zakiyah Nurmala G99141152
Pembimbing:
Dr. Reviono, dr., Sp.P (K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN PARU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESIS
A. IdentitasPasien
Nama Pasien : Ny. P
Usia : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Karanganyar
Tanggal Masuk : 5 Mei 2015
Tanggal Pemeriksaan : 5 Mei 2015
No. RM : 00726824
B. Keluhan Utama
Batuk
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan batuk. Batuk dirasakan sejak ±
2 minggu SMRS. Batuk berdahak dengan dahak kental warna putih
kekuningan, batuk darah (-). Empat hari SMRS batuk dirasakan
semakin sering dan memberat disertai jumlah dahak yang semakin
banyak. Pasien juga mengeluh sesak nafas sejak 4 hari yang lalu
bersamaan dengan batuk yang memberat. Sesak tidak dipengaruhi oleh
perubahan posisi, aktivitas, cuaca, dan paparan iritan maupun allergen,
mengi (-). Sesak nafas yang memberat hingga terbangun di malam hari
(-), bengkak di tungkai (-).
1
Demam terus-menerus dirasakan sejak 4 hari SMRS sampai
pasien menggigil. Sebelumnya pasien merakan demam sumer-sumer
sejak kurang lebih seminggu yang lalu.
Nyeri dada (-), keringat malam (-), nafsu makan menurun
disertai penurunan berat badan kurang lebih 1 kg sejak pasien sakit.
Pasien tidak merasa mual maupun muntah, BAK dan BAB tidak ada
kelainan.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat OAT : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Hipertensi : (+) 7 tahun yang lalu, terkontrol
Riwayat Diabetes Melitus : (+)10 tahun yang lalu, terkontrol
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Mondok : (+) 7 tahun lalu karena DM
Riwayat Operasi : (+) katarak tahun 2004
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Sesak Napas : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat DM : (+) ayah pasien
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Alergi Obat/makanan : disangkal
F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi
Riwayat Merokok : disangkal
Riwayat Minum alkohol : disangkal
Riwayat Olahraga : disangkal
2
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien dirawat menggunakan
fasilitas BPJS.
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum sakit sedang, compos Mentis E4V5M6, gizi kesan baik.
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 150/90mmHg.
Nadi : 98x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 38,6 0C per aksiler
SiO2 : 95% (dengan oksigen ruang)
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
D. Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-).
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).
3
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
I. Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).
J. Thoraks
Retraksi (-)
1. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-).
2. Paru (anterior )
Inspeksi statis : Permukaan dada kiri = kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah
kasar (+/+), wheezing (-/-)
Paru (posterior )
Inspeksistatis : Permukaan dada kiri = kanan
Inspeksidinamis : Pengembangan dada kiri = kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah
kasar (+/+), wheezing (-/-)
4
K. Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-).
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-).
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-).
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Perkusi : tympani.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
M. Ekstremitas
Oedem _ _ Akral dingin _ _
III. Pemeriksaan Penunjang
A. Hasil Laboratorium 5 Mei 2015
Hemoglobin : 11,7 gr/dl (12,0-15,6)
Hematokrit : 38 % (33-45)
Anthal Eritrosit : 3.54 x 106 /ul (4,50-5,90)
Anthal Leukosit : 24.5 x 103 /ul (4,5-11,0)
Anthal Trombosit : 311 x 103 / ul (150-450)
Gol Darah : B
GDS : 259 mg/dl (60-140)
Ureum : 59 mg/dl (<50)
Creatinin : 2.5 mg/dl (0,9-1,3)
Albumin : 3,7 g/dl (3.2-4.6)
SGOT : 25 u/L (0-35)
SGPT : 14 u/L (0-45)
Natrium : 126 mmol/L (136-145)
Kalium : 3.9 mmol/L ( 3.3-5.1)
Khlorida : 95 mmol/L ( 98-106)
5
B. Analisa Gas Darah tanggal Mei 2015
pH : 7.510 (7,350-7,450)
BE : -5.4 mmol/L (-2 sampai +3)
PCO2 : 22.0 mmHg (27,0-41,0)
PO2 : 98.0 mmHg (83,0-108,0)
Hematokrit : 38 % (37-50%)
HCO3 : 21.5 mmol/L (22,0-28,0)
Total CO2 : 18.3 mmol/L (19,0-24,0)
O2 saturasi : 98.0 % (94,0-98,0)
HbsAg : non reaktif
Kesan:
Alkalosis respiratorik terkompensasi sebagian
B. Foto Thorax
Gambar 1.1. Hasil pemeriksaan foto thorax PA Lateral, 5 Mei 2015
Foto dengan identitas Ny.P, 51 tahun. Foto diambil di ruang radiologi
RS Dr.Moewardi. Foto thorax dengan proyeksi PA dan lateral.
Kekerasan cukup, simetris, inspirasi cukup.
6
Trakea di tengah. Sistema tulang baik.
Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmo : Tampak infiltrat dengan air bronchogram (+) di
paracardial kanan. Tampak perselubungan di paracardial kiri.
Sinus costophrenicus kanan tertutup perselubungan, kiri tajam
Retrosternal space dan retrocardiac space dalam batas normal.
Hemidiafragma kanan kiri normal.
Kesan:
Pneumonia
IV. RESUME
Pasien datang dengan keluhan batuk sejak ± 2 minggu yang
lalu. Batuk berdahak warna putih kekuningan, darah (-). Batuk
semakin memberat sejak 4 hari SMRS disertai sesak nafas yang tidak
dipengaruhi oleh perubahan posisi, aktivitas, cuaca, paparan iritan
maupun allergen, mengi (-), bengkak di tungkai (-), dan sering
terbangun di malam hari (-).
Demam menggigil sejak 4 hari SMRS. Demam sumer-sumer
sebelumnya (+). Nyeri dada (-), keringat malam (-), nafsu makan
menurun disertai penurunan berat badan (+), mual muntah (-).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi 150/90mmHg, nadi
98x/menit, RR 24x/menit, dan suhu 38,60C per aksiler. Pada
pemeriksaan didapatkan inspeksi dada pengembangan kanan = kiri,
palpasi fremitus raba kanan = kiri, perkusi sonor dikedua lapang paru,
auskultasi didapatkan suara dasar vesikuler di kedua lapang paru,
didapatkan pula ronki basah kasar di kedua lapang paru.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis (AL
24.5 x 103 /uL), hiperglikemia (GDS 259 mg/dl), hiponatremia (126
mmol/L), hipochloremia (95 mmol/L).
7
Pada pemeriksaan radiologis didapatkan infiltrat dengan air
bronchogram (+) di paracardial kanan. Tampak perselubungan di
paracardial kiri.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang mengarah ke pneumonia.
Dari hasil perhitungan Pneumonia Severity Index (PSI)
didapatkan :
- Wanita usia 51 tahun = +41
- Glukosa >13,9 mmol/L = +10
- Natrium < 130 mEq/L = +20
- BUN . 10,7 mmol/L = +20
Total PSI 91 KR IV
V. DIAGNOSIS
1. Pneumonia komuniti PSI 91 KR IV
2. Diabetes Mellitus tipe II (diagnosis penyakit dalam)
3. Hipertensi stage I (diagnosis jantung)
VI. MASALAH
1. Hiponatremi
2. Hipochloremia
VII.TERAPI
1. O2 2 lpm kanul
2. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
3. Ceftriaxon inj 2 gr / 24 jam
4. Azithromycin 1 x 500 mg
5. N acetylsystein 3 x 200mg
6. Paracetamol 3 x 500 mg k/p
7. Vit B comp 3x1
8
VIII. PROGNOSA
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia
IX. PLAN
1. Sputum Mo/ Gr/ K/ R
2. Sputum BTA 3x SPS + Kultur BTA
9
FOLLOW UP PASIEN
A. Tanggal 6 Mei 2015
S : batuk (+), demam (+)
O: VS : Tekanan darah : 150/90mmHg.
Nadi : 100 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama
teratur.
Respirasi : 25 x/menit
Suhu : 38,00C per aksiler
SiO2 : 96% (2 lpm)
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
10
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-)
Thoraks
Retraksi (-)
1. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-).
2. Paru (anterior )
Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kiri = kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah
kasar (+/-), wheezing (-/-)
Paru (posterior )
Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kiri = kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah
kasar (+/-), wheezing (-/-)
Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-).
Palpasi : massa (-), nyer itekan (-), oedem (-).
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-).
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.
11
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Perkusi : tympani.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas
Oedem _ _ Akral dingin _ _
Hasil Pemeriksaan Sputum tanggal 6 Mei 2015
Bahan : Sputum
Pemeriksaan BTA : S :
P : Negatif
S : Negatif
Pengecatan Gram : ditemukan kuman gram positif coccus, leukosit 5-25/LPB,
epitel 0-1/LPB
Assessment
1. Pneumonia komuniti PSI 91 KR IV
2. Diabetes Mellitus tipe II (diagnosis penyakit dalam)
3. Hipertensi stage I (diagnosis jantung)
Terapi
1. O2 2 lpm
2. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
3. Inj. Ceftriaxon 2 g/ 24 jam
4. Azithromycin 1 x 500 mg
5. N Asetil Cystein 3x200 mg
6. Paracetamol 3 x 500 mg k/p
7. Vit B complex 3x1
12
B. Tanggal Mei 7 Mei 2015
S : batuk berkurang, demam (-)
O: VS : Tekanan darah : 130/80mmHg.
Nadi : 89 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 23 x/menit
Suhu : 37,70C per aksiler
SiO2 : 98% (2 lpm)
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-)
Thoraks
Retraksi (-)
13
1. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-).
2. Paru (anterior )
Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kiri = kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah
kasar (+/-), wheezing (-/-)
Paru (posterior )
Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kiri = kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah
kasar (+/-), wheezing (-/-)
Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-).
Palpasi : massa (-), nyer itekan (-), oedem (-).
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-).
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Perkusi : tympani.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
14
Ekstremitas
Oedem _ _ Akral dingin _ _
Assessment
1. Pneumonia komuniti PSI 91 KR IV
2. Diabetes Mellitus tipe II (diagnosis penyakit dalam)
3. Hipertensi stage I (diagnosis jantung)
Terapi
1. O2 2 lpm
2. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
3. Inj. Ceftriaxon 2 g/ 24 jam
4. Azithromycin 1 x 500 mg
5. N Asetil Cystein 3x200 mg
6. Paracetamol 3 x 500 mg k./p
7. Vit B complex 3x1
C. Tanggal 08 Mei 2015
S : sesak napas berkurang, batuk berkurang
O: VS : Tekanan darah : 140/90mmHg.
Nadi : 82 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 37,40C per aksiler
SiO2 : 98% (2 lpm)
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
15
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-)
Thoraks
Retraksi (-)
1. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-).
2. Paru (anterior )
Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kiri = kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan
16
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah
kasar (-/-), wheezing (-/-)
Paru (posterior )
Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kiri = kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah
kasar (-/-), wheezing (-/-)
Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-).
Palpasi : massa (-), nyer itekan (-), oedem (-).
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-).
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Perkusi : tympani.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas
Oedem _ _ Akral dingin _ _
Assessment
1. Pneumonia komuniti PSI 91 KR IV
2. Diabetes Mellitus tipe II (diagnosis penyakit dalam)
3. Hipertensi stage I (diagnosis jantung)
Pemeriksaan Laboratorium Darah 8 Mei 2015
Hemoglobin : 12,3 gr/dl (12,0-15,6)
17
Hematokrit : 35 % (33-45)
Anthal Eritrosit : 4,7 x 106 /ul (4,50-5,90)
Anthal Leukosit : 6,1 x 103 /ul (4,5-11,0)
Anthal Trombosit : 326 x 103 / ul (150-450)
Tabel 1.1 Hasil Pemeriksaan Kultur Resistensi
Detected Organism: Enterobacter Aeroginosa
Antimikrobial MIC Interpretation
ESBL -
Ampicillin 16 Resistance
Ceftriaxon <= 1 Sensitive
Ceftazidime <= 1 Sensitive
Ciprofloxacin <= 0,25 Sensitive
Gentamisin <= 1 Sensitive
Amikacin <= 2 Sensitive
Meropenem <= 0,25 Sensitive
Cotrimoxazole <= 20 Sensitive
Terapi
1. Infus NaCl
0.9% 20 tpm
2. Inj. Ceftriaxon
2 g/ 24 jam
3. N Asetil
Cystein 3x200 mg
4. Paracetamol 3 x
500 mg k./p
5. Vit B complex
3x1
18
D. Tanggal 9 Mei 2015
S : sesak napas berkurang, batuk berkurang
O: KU : Tampak sakit ringan, compos mentis
VS : Tekanan darah : 140/90mmHg.
Nadi : 90 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 36,80C per aksiler
SiO2 : 98%
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-)
19
Thoraks
Retraksi (-)
1. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-).
2. Paru (anterior )
Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kiri = kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah
kasar (-/-), wheezing (-/-)
Paru (posterior )
Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kiri = kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah
kasar (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Perkusi : tympani.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas
Oedem _ _ Akral dingin _ _
20
Assessment
1. Pneumonia komuniti PSI 91 KR IV
4. Diabetes Mellitus tipe II (diagnosis penyakit dalam)
5. Hipertensi stage I (diagnosis jantung)
Terapi
1. Infus NaCl
0.9% 20 tpm
2. Inj. Ceftriaxon
2 g/ 24 jam
3. N Asetil
Cystein 3x200 mg
4. Vit B complex
3x1
21
BAB II
ANALISIS KASUS
Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme, baik virus, bakteri, jamur, maupun parasit.
Berdasarkan klinis dan epidemiologis, pneumonia dibedakan atas pneumonia
komunitas dan pneumonia nosokomial. Pada kasus ini pasien didiagnosis sebagai
pneumonia komunitas. Adapun dasar diagnosis pasien ini adalah :
1. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan beberapa gejala yang mengarah pada
diagnosis pneumonia yaitu adanya keluhan batuk sejak ± 2 minggu. Batuk
berdahak dengan dahak kental berwarna putih kekuningan. Empat hari SMRS
pasien merasakan batuk semakin sering dan memberat disertai sesak nafas.
Demam terus-menerus juga dirasakan pasien sampai menggigil.
Nafsu makan menurun disertai penurunan berat badan kurang lebih 1 kg
sejak pasien sakit. Pasien tidak merasa mual maupun muntah, BAK dan BAB
tidak ada kelainan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pasien tampak sakit sedang, kompos mentis dan gizi kesan cukup. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan hasil sebagai berikut :
Tekanan darah : 150/90mmHg.
Nadi : 98x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
22
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 38,6 0C per aksiler
SiO2 : 95% (dengan oksigen ruang)
Pada pemeriksaan pulmo didapatkan hasil :
Paru Anterior
Inspeksi statis : Permukaan dada kiri = kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah
kasar (+/+), wheezing (-/-)
Paru Posterior
Inspeksi statis : Permukaan dada kiri = kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah
kasar (+/+), wheezing (-/-)
3. Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis (AL 24.5 x
103 /uL), hiperglikemia (GDS 259 mg/dl), hiponatremia (126 mmol/L),
hipochloremia (95 mmol/L).
Pada pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) pH 7.510, PCO2 22.0
mmHg, PO2 98.0 mmHg, HCO3 21.5 mmol/L, BE -5.4 mmol/L, didapatkan
kesan alkalosis respiratorik terkompensasi sebagian. Hipoksemic score 408
dengan FiO2 koreksi 0,22 (2 lpm). Hasil AGD diambil saat pasien
menggunakan oksigen nasal canul 2 lpm.
Pada pemeriksaan rontgen thorax di ruang radiologi RS Dr. Moewardi
dengan proyeksi PA dan lateral didapatkan infiltrat dengan air bronchogram
(+) di paracardial kanan. Tampak perselubungan di paracardial kiri.
23
Pemberian terapi dan tatalaksana pada pasien pneumonia perlu dinilai
derajat keparahan penyakit agar dapat diputuskan apakah pasien bias rawat
jalan atau rawat inap. Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia
komunitas dapat dilakukan dengan menggunakan system skor menurut
Pneumonia Severity Index (PSI) atau CURB-65. Skor pasien ini menurut
Pneumonia Severity Index (PSI) adalah 91 (wanita usia 51 tahun = 41,
glukosa >13,9 mmol/L= 10, Natrium < 130 mEq/L= 20, BUN 10,7 mmol/L=
20. Dari skor yang didapat pasien dapat dikategorikan risiko sedang dan
membutuhkan rawat inap.
Karena pasien datang dengan sesak napas, perlu diberikan bantuan O2
melalui nasal canul. Pasien ini diberikan O2 dengan dosis 2 lpm. Pemberian
antibiotik untuk pasien pneumonia harus sesuai dengan hasil uji sensitivitas.
Namun, untuk terapi awal dapat digunakan antibiotic empiris. Menurut
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), antibiotic empiris yang
diberikan kepada pasien pneumonia yang dirawat inap adalah golongan
fluorokuinolon atau beta lactam + makrolid. Pada pasien ini diberikan
antibiotik golongan β-lactam yaitu Ceftriaxon dengan dosis 2 gram/24 jam
dan golongan makrolid yaitu Azitromycin dengan dosis 500mg/hari.
24
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Paru-Paru
Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis,
berbentuk kerucut atau konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas
diafragma, diselubungi oleh membran pleura. Setiap paru mempunyai apeks
(bagian atas paru) yang tumpul di kranial dan basis (dasar) yang melekuk
mengikuti lengkung diphragma di kaudal. Pembuluh darah paru, bronkus,
saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus (Price dan
Wilson, 2005).
25
Gambar 3.1. Anatomi paru-paru (Price dan Wilson, 2005).
Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus.
Lobus pada paru-paru kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus
inferius. Lobus medius/lobus inferius dibatasi fissura horizontalis; lobus
inferius dan medius dipisahkan fissura oblique. Lobus pada paru-paru kiri
adalah lobus superius dan lobus inferius yg dipisahkan oleh fissura oblique.
Pada paru-paru kiri ada bagian yang menonjol seperti lidah yang disebut
lingula. Jumlah segmen pada paru-paru sesuai dengan jumlah bronchus
segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9 yang kanan. Sejalan dgn percabangan
bronchi segmentales menjadi cabang-cabang yg lebih kecil, segmenta paru
dibagi lagi menjadi subsegmen-subsegmen (Price dan Wilson, 2005).
26
Gambar 3.2. Pembagian lobus dan segmen paru-paru (Price dan Wilson, 2005).
B. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa)
(Soedarsono, 2004).
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
27
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.
Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan
kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut
pneumonitis (Aru et al., 2007).
C. Epidemiologi Pneumonia
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran nafas yang
terbanyak di dapatkan dan dapat menyebabkan kematian hampir di seluruh
dunia. Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja, meskipun
lebih banyak ditemukan pada anak-anak (Aru et al., 2007).
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, menunjukkan, prevalensi nasional ISPA: 25,5%, angka kesakitan
(morbiditas) pneumonia pada bayi: 2,2%, balita: 3%, angka kematian
(mortalitas) pada bayi 23,8% dan balita 15,5% (PDPI, 2003).
D. Etiologi Pneumonia
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme
yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh
bakteri. Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri gram positif,
Streptococcus pneumonia. Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda
sesuai dengan distribusi umur pasien, dan keadaan klinis terjadinya infeksi
(Aru et al., 2007).
Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus
(RSV), parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum
bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus
pneumonia, Haemophillus influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus
group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma (Aru et al., 2007).
Tabel 3.1 Mikroorganisme penyebab pneumonia (Aru et al., 2007).
Umur Penyebab yang sering Penyebab yang jarang
28
Lahir-20 hari
Bakteria Escherichia colli Group B streptococci Listeria monocytogenes
Bakteria Group D streptococci Haemophillus influenzae Streptococcus pneumoniae Ureaplasma urealyticum
Virus Cytomegalovirus Herpes simplex virus
3 minggu – 3 bulan
Bakteria Clamydia trachomatis Streptococcus pneumoniae
Virus Respiratory syncytial virus Influenza virus Para influenza virus 1,2 and
3 Adenovirus
Bakteria Bordetella pertusis Haemophillusinfluenza type B & non
typeable Moxarella catarrhalis Staphylococcus aureus Ureaplasma urealyticum
Virus Cytomegalovirus
4 bulan –5 tahun
Bakteria Streptococcus pneumoniae Clamydia pneumoniae Mycoplasma pneumoniae
Virus Respiratory syncytial virus Influenza virus Parainfluenza virus Rhinovirus Adenovirus Measles
Bakteria Haemophillus influenza type B Moxarella catarrhalis Neisseria meningitis Staphylococcus aureus
Virus Varicella zoster virus
5 tahun – dewasa
Bakteria Clamydia pneumonia Mycoplasma pneumonia Streptococcus pneumoniae
Bakteria Haemophillus influenza type B Legionella species Staphylococcus aureus
Virus Adenovirus Epstein barr virus Influenza virus Parainfluenza virus Rhinovirus Respiratory syncytial virus Varicella zoster virus
Tabel 3.2. Mikroorganisme penyebab pneumonia sesuai klinis (Aru et al., 2007).
Communityy-acquired acute pneumonia
29
Streptococcus pneumonia
Haemophilus influenzae
Moraxella catarrhalis
Staphylococcus aureus
Legionella pneumophila
Enterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae) and Pseudomonas spp.
Community-acquired atypical pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Chlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)
Coxiella burnetii (Q fever)
Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children); influenza A
and B (adults); adenovirus
(military recruits); SARS virus
Hospital-acquired pneumonia
Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia marcescens,
Escherichia coli) and
Pseudomonas spp.
Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)
Pneumonia kronis
Nocardia
Actinomyces
Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria,
Histoplasma capsulatum,
Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis
E. Klasifikasi Pneumonia
1. Menurut sifatnya, yaitu:
30
a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang
tidak mempunya faktor resiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu
Staphylococcus pneumoniae ( pneumokokus), Hemophilus influenzae,
juga Virus penyebab infeksi pernapasan( Influenza, Parainfluenza,
RSV). Selain itu juga bakteri pneumonia yang tidak khas( “atypical”)
yaitu mykoplasma, chlamydia, dan legionella.
b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor
predisposisi, selain penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD,
terutama juga bagi mereka yang mempunyai penyakit menahun
seperti diabetes mellitus, HIV, dan kanker,dll (Price dan Wilson,
2005).
2. Berdasarkan Kuman Penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka,
misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,Staphyllococcus pada
penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised) (PDPI, 2003).
3. Berdasarkan klinis dan epidemiologi
a. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)
pneumonia yang terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga
termasuk pneumonia yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap
kurang dari 48 jam
b. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)
merupakan pneumonia yang terjadi di “rumah sakit”, infeksi terjadi
setelah 48 jam berada di rumah sakit. Kuman penyebab sangat
31
beragam, yang sering di temukan yaitu Staphylococcus aureus atau
bakteri dengan gramm negatif lainnya seperti E.coli, Klebsiella
pneumoniae, Pseudomonas aeroginosa, Proteus, dll. Tingkat
resistensi obat tergolong tinggi untuk bakteri penyebab HAP.
c. Pneumonia aspirasi (PDPI, 2003).
4. Berdasarkan lokasi infeksi
a. Pneumonia lobaris
Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru.
Bronkus besar umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan
gambaran airbronchogram. Konsolidasi yang timbul merupakan hasil
dari cairan edema yang menyebar melalui pori-pori Kohn. Penyebab
terbanyak pneumonia lobaris adalah Streptococcus pneumoniae.
Jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu
lobus atau segmen. Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya
obstruksi bronkus seperti aspirasi benda asing, atau adanya proses
keganasan (PDPI, 2003).
b. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)
Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis.
Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat
mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang
bersebelahan. Ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate
multifocal pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri
maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan
dengan obstruksi bronkus (PDPI, 2003).
c. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus
dan peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan
mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema
jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara
32
pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak
merata.
F. Patofisiologi Pneumonia
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun
kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada
tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya
karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan
cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru (Dahlan, 2006).
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru
banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh
pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada
pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system
pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal,
mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm
melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya
terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,
orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi
inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian
besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada
orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran,
peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse) (PDPI, 2003).
33
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli
menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan
infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan
fagositosis sebelum terbentuknya antibodi (PDPI, 2003).
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang
paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru,
ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga
di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari
jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum
sebagai penyebab pneumonia
Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas:
1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam pertama)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-
mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan
di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh
oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin (Price dan Wilson, 2005).
2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
34
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli
tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.
Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam (Price dan
Wilson, 2005).
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit
di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti (Price dan Wilson, 2005).
4. Stadium Akhir (Resolusi)
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna
secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk.
Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai
pulih mencapai keadaan normal (Price dan Wilson, 2005).
G. Diagnosis Pneumonia
1. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejalanya
meliputi:
Gejala Mayor: 1.Batuk
2.Sputum produktif
3.Demam (suhu>38 0c)
Gejala Minor: 1. Sesak napas
2. Nyeri dada
3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. jumlah leukosit >12.000/L
35
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut
bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam,
menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan,
nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau
purulen, kadang-kadang berdarah (PDPI, 2003).
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup,
pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial
yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang
kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit, biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan
pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif
pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik (PDPI, 2003).
3. Gambaran Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pneumonia antara lain:
1. Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan
lobus atau segment paru secara anantomis.
2. Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
3. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru
mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada
atelektasis.
4. Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ;
batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan
dengan jantung atau di lobus medius kanan.
36
5. Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
6. Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang
paling akhir terkena.
7. Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
8. Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign
(terperangkapnya udara pada bronkus karena tidanya pertukaran udara
pada alveolus).
Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi,
misalnya penyebab pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia
sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang
terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
1. Pneumonia Lobaris
37
Foto Thorax
Gambar 3.3. Perselubungan pada lapangan paru bagian atas.
Gambar 3.4. Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.
CT Scan
38
Gambar 3.5. Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.
2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)
Foto Thorax
Gambar 3.6. Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.
39
CT Scan
Gambar 3.7. Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar sampai perifer.
3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
Gambar 3.8. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada
40
alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.
CT Scan
Gambar 3.9. Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A) Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B) CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda panah)
4. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,
torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada
sputum disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi (PDPI, 2003).
Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-
kumur dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam
kemudian membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril
dan ditutup rapat. Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih
dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu
nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk
pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN >
25/lpk dan sel epitel < 10/lpk (PDPI, 2003).
H. Diagnosis Banding Pneumonia
1. Tuberculosis Paru (TB)
41
Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M.
tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis
TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu),
nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam,
menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan
berat badan.
Gambar 3.10. Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA
2. Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak
sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang
terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang
mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan
jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena adanya
pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan
dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak
thorax asimetris.
42
Gambar 3.11. Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA
3. Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air
bronchogram. Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan
jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax
membesar. Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign (+)
tanda khas pada efusi pleura.
43
Gambar 3.12. Efusi pleura pada foto thorax posisi PA
I. Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data
mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan
yaitu (Barlett et al, 2000) :
1) Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2) Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3) Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.
Secara umum pemilihan antibiotic berdasarkan bakteri penyebab pneumonia
dapat dilihat sebagai berikut (Barlett et al, 2000):
1. Pemberian Antibiotik
a. Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
1) Golongan Penisilin
2) TMP-SMZ
3) Makrolid
b. Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
1) Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
2) Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
3) Marolid baru dosis tinggi
4) Fluorokuinolon respirasi
c. Pseudomonas aeruginosa
1) Aminoglikosid
2) Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
3) Tikarsilin, Piperasilin
4) Karbapenem : Meropenem, Imipenem
5) Siprofloksasin, Levofloksasin
d. Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
44
1) Vankomisin
2) Teikoplanin
3) Linezolid
e. Hemophilus influenzae
1) TMP-SMZ
2) Azitromisin
3) Sefalosporin gen. 2 atau 3
4) Fluorokuinolon respirasi
f. Legionella
1) Makrolid
2) Fluorokuinolon
3) Rifampisin
g. Mycoplasma pneumoniae
1) Doksisiklin
2) Makrolid
3) Fluorokuinolon
h. Chlamydia pneumoniae
1) Doksisikin
2) Makrolid
3) Fluorokuinolon
Tabel 3.3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 8
Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II
Kategori I
Usia penderita < 65 tahun-Penyakit Penyerta (-)-Dapat berobat jalan
-S.pneumonia-M.pneumonia-C.pneumonia-H.influenzae-Legionale sp-S.aureus-M,tuberculosis-Batang Gram (-)
Klaritromisin 2x250 mg
- -Azitromisin 1x500mg
- Rositromisin 2x150 mg atau 1x300 mg
- Siprofloksasin 2x500mg atau Ofloksasin 2x400mg
- Levofloksasin 1x500mg atau Moxifloxacin 1x400mg
- Doksisiklin 2x100mg
Kategori II
-Usia penderita > 65 tahun- Peny. Penyerta (+)
-S.pneumonia H.influenzae Batang gram(-) Aerob S.aures M.catarrhalis
-Sepalospporin generasi 2-Trimetroprim +Kotrimoksazol
-Makrolid-Levofloksasin-Gatifloksasin-Moxyfloksasin
45
-Dapat berobat jalan
Legionalle sp -Betalaktam
Kategori III
-Pneumonia berat.- Perlu dirawat di RS,tapi tidak perlu di ICU
-S.pneumoniae-H.influenzae-Polimikroba termasuk Aerob-Batang Gram (-)-Legionalla sp-S.aureusM.pneumoniae
- Sefalosporin Generasi 2 atau 3- Betalaktam +Penghambat Betalaktamase +makrolid
-Piperasilin + tazobaktam-Sulferason
Kategori IV
-Pneumonia berat-Perlu dirawat di ICU
-S.pneumonia-Legionella sp-Batang Gram (-) aerob-M.pneumonia-Virus-H.influenzae-M.tuberculosis-Jamur endemic
- Sefalosporin generasi 3 (anti pseudomonas) + makrolid
- Sefalosporin generasi 4
- Sefalosporin generasi 3 + kuinolon
-Carbapenem/ meropenem -Vankomicin-Linesolid-Teikoplanin
Menurut ATS/IDSA 2007 dalam tata laksana pasien pneumonia perlu
diperhatikan hal – hal sebagai berikut :
1. Pasien tanpa riwayat pemakaian antibiotik sebelumnya
2. Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat antibiotik 3 bulan
sebelumnya.
Penatalaksaan pneumonia komunitas dibagi menjadi :
1. Pasien rawat jalan
a. Pengobatan suportif / simptomatik
Istirahat di tempat tidur
Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun
panas
46
Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
b. Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin
2. Pasien rawat inap di ruang rawat biasa
a. Pengobatan suportif / simptomatik
Pembrian terapi oksigen
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
b. Pengobatan antibiotik harus diberikan sesegera mungkin
3. Pasien rawat inap di ruang rawat intensif
a. Pengobatan suportif / simptomatik
Pemberian terapi oksigen
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
b. Pengobatan antibiotik diberikan sesegera mungkin
c. Bila ada indikasi pasien dipasang ventilasi mekanis
Jika diagnosis pneumonia telah ditegakkan, secepatnya diberikan
antibiotika, setelah sebelumnya diambil spesimen untuk pemeriksaan
mikrobiologi. Apabila pasien dirawat melalui IGD, antibiotika segera
diberikan dalam waktu 8 jam sejak masuk IGD. Pemberian antibiotika
kurang dari 4 jam akan menurunkan angka mortalitas.
Pemberian antibiotika dievaluasi dalam waktu 72 jam pertama:
Apabila ditemukan perbaikan klinis, terapi dilanjutkan
Apabila tidak didapatkan perbaikan klinis, terapi diganti sesuai hasil
kultur atau pedoman empiris
Tabel 3.4. Petunjuk penggunaan antibiotik empiris untuk pneumonia menurut PDPI
Rawat Jalan Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat pemakaian antibotika 3 bulan sebelumnya:
47
- Golongan β-lactam atau β-lactam ditambah anti β-lactamase, ATAU
- Makrolid baru (Clatithromycin, Azithromycin) Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat
pemakaian antibiotika 3 bulan sebelumnya:- Flourokuinolon respirasi (levofloxacin 750 mg,
moksifloksasilin), ATAU- Golonganβ-lactam ditambah anti β-lactamase,
ATAU- β-lactam ditambah makrolid
Rawat inap non ICU
Flourokuinolon respirasi (levofloxacin 750 mg, moksifloksasilin)
β-lactam ditambah makrolid
Ruang rawat intensif
Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas: β-lactam (cefotaxim, ceftriaxone atau ampicillin
sulbactam) ditambah makrolid baru atau flourokuinolon respirasi intravena
Pertimbangan khusus
Bila ada faktor risiko infeksi pseudomonas: Antipneumokokal, antipseudomonas β-lactam (piperacilin-
tazobactam, cefepime, imipenem atau meropenem) ditambah levofloxacin 750 mg ATAUβ-lactam seperti tersebut di atas ditambah aminoglikosida dan azitromicinATAU
β-lactam seperti tersebut di atas ditambah aminoglikosida dan anti pneumokokal flourokuinolon (untuk pasien yang alergi penisilin, β-lactam diganti dengan aztreonam)
Bila curiga disertai infeksi MRSA : Tambahkan vancomicin atau linezolid
2. Terapi Suportif Umum
a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-
96% berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah.
b. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang
kental, dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila
terdapat bronkospasme.
48
c. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran
untuk batuk dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth
breathing untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi
tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan (Barlett et al,
2000).
d. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada
pneumonia, dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan
terutama bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada
pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan
sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud
mengencerkan dahak tidak diperkenankan
e. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan.
Terapi ini tidak bermanfaat pada keadaan renjatan septik.
f. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang
diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal
ginjal prerenal.
g. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator
pada pneumonia adalah (Mandell, 2007) :
1) Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100%
dengan menggunakaan masker. Kosentrasi O2 yang tinggi
menyebabkan penurunan pulmonary compliance hingga
tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan
PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan FiO2
menjadi 50% atau lebih rendah
2) Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory
distress, dengan atau didapat asidosis respiratorik.
3) Respiratory arrest.
4) Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.
h. Drainase empiema bila ada.
49
i. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang
cukup yang didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat
dihindari pembentukan CO2 yang berlebihan (Mandell, 2007).
3. Terapi Sulih (switch therapy)
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan
perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini
untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial.
Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi
sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat
sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Pasien beralih dari intravena
ke oral terapi ketika hemodinamik sudah stabil dan perbaikan terbukti
secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan memiliki saluran
pencernaan berfungsi normal (Niederman, 2007).
Kriteria untuk Pneumonia terkait stabilitas klinis adalah :
1. Temp ≤ 37,8 C, Kesadaran baik
2. Denyut jantung ≤ 100 denyut / menit,
3. Respirasi rate≤ 24 napas / menit
4. Tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg
5. Saturasi O2 arteri ≥ 90% atau pO2 ≥ 60 mmHg pada ruang udara,
6. Kemampuan untuk mengambil asupan oral.
J. Komplikasi Pneumonia
1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada
infeksi bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar
60%, Staphylococcus aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob
35%. Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%. Cairannya
transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema
dengan cairan eksudat.
2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia
berupa meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia
50
pada infeksi kronik, peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang
terjadi peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis
intrahepatik.
3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.
4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi
infeksi oleh kuman anaerob dan bakteri gram negative.
5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih
dari 4-6 minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-)
seperti Pseudomonas aeruginosa.
6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak
tetapi dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic
fibrosis atau hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia
nekrotikans.
K. Prognosis Pneumonia
Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah
sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan
kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit
paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3
atau lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang
buruk. Kuman gram negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek
(Niederman, 2007). Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu
perlu perawatan di RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60
tahun) dapat berobat jalan kecuali:
1. Bila terdapat penyakit paru kronik
2. PN meliputi banyak lobus
3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi
yaitu:
a. Usia > 60 tahun.
b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi
napas > 30 x/m, tekanan diastolik < 60 mmHg , leukosit abnormal
(<4.500 - >30.000)
51
Penentun prognosis menurut IDSA dan BTS dijabarkan dalam Tabel 3.5
Tabel 3.5 Angka kematian berdasarkan derajat beratnya penyakit
CURB PSI
Total
Skor
Skor 0
- 1
Skor 2 Skor
>2
Tidak
diprediksi
Skor
<70
Skor
71-90
Skor
91-130
Skor
>130
Tingkat
keparaha
n
Grup I Grup II Grup
III
Kelas I Kelas
II
Kelas
III
Kelas
IV
Kelas
V
Kelas
risiko
Rendah Sedang Berat Risiko Rendah Sedang Berat
Angka
kematian
1,5% 9,2% 22% 0,1% 0,6% 2,8% 8,2% 29,2
%
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM.
Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. 2000. Practice guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis; 31: 347-82
Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Mandell LA. 2007. IDSA/ATS consensus guidelines on the management of community-acquired pneumonia in adults, CID. 44:S27
52
Niederman MS. 2007. Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient and outpatient, Chest. 131;1205
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia Komuniti.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial.
Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.
Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR. Surabaya
53