39
BAB I PENDAHULUAN Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang berimplantasi diluar endometrium rongga uterus. Implantasi normalnya berada di lapisan endometrium rongga uterus. Risiko kematian akibat kehamilan ektopik lebih besar daripada angka pelahiran per vaginam atau induksi aborsi. Selain itu, prognosis keberhasilan kehamilan berikutnya juga menurun pada wanita dengan kehamilan ektopik. Prevalensi kehamilan ektopik di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153 kehamilan ektopik di antara 4.007 persalinan, atau 1 di antara 26 persalinan. Frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan antara 1:28 sampai 1:329 tiap kehamilan. Sedangkan jumlah prevalensi kehamilan ektopik meningkat di Amerika Serikat selama dua dekade belakangan. Jumlah sebenarnya telah meningkat melampaui proporsi 1

Referat Ke (Isi)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Ke (Isi)

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang berimplantasi diluar

endometrium rongga uterus. Implantasi normalnya berada di lapisan endometrium

rongga uterus. Risiko kematian akibat kehamilan ektopik lebih besar daripada

angka pelahiran per vaginam atau induksi aborsi. Selain itu, prognosis

keberhasilan kehamilan berikutnya juga menurun pada wanita dengan kehamilan

ektopik.

Prevalensi kehamilan ektopik di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo

pada tahun 1987 terdapat 153 kehamilan ektopik di antara 4.007 persalinan, atau 1

di antara 26 persalinan. Frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan antara 1:28

sampai 1:329 tiap kehamilan. Sedangkan jumlah prevalensi kehamilan ektopik

meningkat di Amerika Serikat selama dua dekade belakangan. Jumlah sebenarnya

telah meningkat melampaui proporsi pertumbuhan penduduk. Angka kehamilan

ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan meningkat empat kali lipat dari

tahun 1970 sampai 1992. Pada tahun 1992, hampir 2% dari seluruh kehamilan

adalah kehamilan ektopik. Dari semua kematian yang disebabkan oleh kehamilan

10 persennya disebabkan oleh kehamilan ektopik.

Menurut World Health organization, bahwa pada tahun 2006 terdapat

2,5% ibu menderita kehamilan ektopik terganggu. Di afrika dan amerika angka

kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan ektopik terganggu berkisar 0,5%.

Di benua Asia kematian ibu yang disebabkan kehamilan ektopik terganggu

1

Page 2: Referat Ke (Isi)

berkisar 0,5%. Persentase angka kematian ibu tertinggi yang disebabkan

kehamilan ektopik terganggu terdapat di negara berkembang berkisar 4,9%.

2

Page 3: Referat Ke (Isi)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kehamilan ektopik

Kehamilan Ektopik adalah kehamilan yang terjadi dan berada di luar batas

endometrium yang normal. Sebelum definisi ini pernah dikemukakan istilah

kehamilan ekstrauteri, artinya kehamilan yang terjadi dan berada di luar uterus.

2.2 Etiologi dan Patogenesis

Bila nidasi terjadi di luar kavum uteri atau di luar endometrium, maka

terjadilah kehamilan ektopik. Dengan demikian, faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke endometrium menjadi penyebab

kehamilan ektopik ini. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan

dalam nidasi embrio ke endometrium, diantaranya adalah:

Faktor tuba

Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba

menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan

saluran tuba yang berkelok kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba

tidak berfungsi dengan baik. Juga pada keadaan pascaoperasi rekanalisasi tuba

dapat merupakan predisposisi. Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan

endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital.

3

Page 4: Referat Ke (Isi)

Adanya tumor di sekitar saluran tuba menyebabkan perubahan bentuk dan

patensi tuba juga dapat menjadi etiologi kehamilan ektopik.

Faktor abnormalitas dari zigot

Apabila zigot tumbuh terlalu cepat atau besar maka zigot tersendat

pada saat perjalanan melalui tuba sehingga kemudian berhenti dan tumbuh di

saluran tuba.

Faktor ovarium

Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang

kontralateral dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih

panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.

Faktor hormonal

Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat

mengakibatkan gerakan tuba melambat.

Faktor lain

Termasuk pemakai IUD dimana proses peradangan dapat timbul pada

endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan

ektopik. Faktor umur dan merokok juga sering dihubungkan dengan terjadinya

kehamilan ektopik.

4

Page 5: Referat Ke (Isi)

Tabel 2.1 Faktor Risiko Kehamilan Ektopik

Faktor risiko Risikoa

Risiko tinggi

Bedah korektif tuba 21,0

Sterilisasi tuba 9,3

Riwayat kehamilan ektopik 8,3

Pajanan DES in utero 5,6

IUD 4,5-45

Patologi tuba yang tercatat 3,8-21

Risiko sedang

Infertilitas 2,5-21

Riwayat infeksi genital 2,5-3,7

Banyak pasangan 2,1

Risiko ringan

Riwayat bedah panggul/abdomen

Merokok

Vaginal Douche

0,93-3,8

2,3-2,5

1,1-3,1

Hubungan seks <18 tahun 1,6

DES = dietilestradiol

aNilai tunggal adalah odds ratio umum dari penelitian homogen:

nilai ganda adalah kisaran nilai dari penelitian heterogen.

Sumber: Cuningham FG, et al 2006

5

Page 6: Referat Ke (Isi)

2.3 Jenis-jenis Kehamilan Ektopik

Gambar 2.1 Insiden Kehamilan Ektopik Menurut Lokasi Anatomi

Gambar di atas menjelaskan bahwa kemungkinan lokasi kehamilan

ektopik berdasarkan anatomi genetalia interna wanita bisa berada pada tuba (pada

bagian fimbrae, ampular, istmik dan intertisial), ovarium, angular, intramural

abdominal dan serviks. Namun lokasi implantasi yang paling sering yaitu pada

tuba (paling sering, 90-95%, dengan 70-80% di ampulla) karena tuba merupakan

jalur utama perjalanan ovum. Kemudian lokasi tersering kedua pada serviks,

kemudian ovarium, dan abdominal.

2.3.1 Kehamilan Tuba

Kehamilan tuba menurut tempat nidasi dapat digolongkan menjadi

kehamilan ampuler, kehamilan isthmik, kehamilan intertisial:

1. Kehamilan ampuler yaitu kehamilan yang terjadi dalam ampula tuba.

a. Lumen ampula tuba cukup besar terdapat endothelial dengan villi sehingga

spermatozoa dan ovum paling lama tinggal di ampula tuba.

6

Page 7: Referat Ke (Isi)

b. Kesempatan konsepsi paling besar terjadi diampula tuba yang terletak 1/3

bagian distal tuba fallopii.

c. Implantasi hasil konsepsi insitu mempunyai keadaan sebagai berikut:

i. Terjadi gangguan implantasi sehingga hasil konsepsi mengalami

absorpsi.

ii. Terjadi abortus tuba sehingga menimbulkan timbunan darah

intraabdominal menjadi hematokele.

iii. Terjadi ruptur kearah ligamentum latum sehingga terjadi hematoma

intraligamenter.

iv. Terjadi ekspulsi abortus dan akhirnya menjadi kehamilan abdominal

sekunder.

v. Tumbuh kembang janin di antara lapisan muskulus dan serosa tuba

fallopii.

d. Hasil konsepsi pada kehamilan ampuler dapat ditemukan keadaan:

i. Perdarahan akibat abortus tuba menyebabkan timbunan darah

intraabdominal.

ii. Timbunan darah sekitar adneksa menyebabkan kehamilan ektopik

dalam bentuk hematokel mudah dipalpasi

2. Kehamilan isthmik yaitu kehamilan yang terjadi dalam isthmus tuba.

a. Lumennya kecil sehingga mudah terjadi destruksi lapisan endosalping oleh

hasil konsepsi sejak umur kehamilan 6 hari.

b. Daya tampung lumen yang kecil menyebabkan cepat terjadi ruptur dan

menimbulkan perdarahan intraabdominal.

7

Page 8: Referat Ke (Isi)

c. Perdarahan yang terjadi tidak terlalu cepat sehingga masih ada waktu

untuk mendapatkan pertolongan adekuat.

d. Tuboplasti dapat diduga akan menimbulkan hamil ektopik rekuren

e. Hasil konsepsi pada kehamilan istmik dapat ditemukan keadaan:

i. Dengan teknik linier insisi lumen tuba yang kecil akan menimbulkan

gangguan transportasi hasil konsepsi.

ii. Menimbulkan hamil ektopik rekuren (berulang).

iii. Kehamilan ektopik isthmus paling sering menimbulkan ruptur

sehingga menimbulkan perdarahan intraabdominal.

3. Kehamilan intertisial yaitu kehamilan terjadi dalam pars intertisial tuba.

a. Letaknya intramural.

b. Vaskularisasi dapat mendukung tumbuh kembang janin menjadi besar

bahkan sampai aterm.

c. Ada kemungkinan ekspulsi menuju kavum uteri sehingga menjadi aterm di

uterus.

d. Hasil konsepsi pada kehamilan intertisial dapat ditemukan keadaan:

i. Jika tidak sanggup menampung dan terjadi ruptur menimbulkan

perdarahan banyak dan cepat hilang dari sirkulasi.

ii. Terlambat pertolongan terjadi syok irreversible sampai meninggal.

iii. Bentuk interstisial hamil ektopik menyebabkan kematian maternal

paling tinggi.

Patogenesis:

Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai

endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan

8

Page 9: Referat Ke (Isi)

kemudian akan mengalami berbagai proses seperti pada kehamilan pada

umumnya. Karena tuba bukan merupakan suatu media yang baik untuk

pertumbuhan embrio atau mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami

beberapa perubahan dalam bentuk berikut ini.

Hasil konsepsi mati dini dan direabsorbsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena

vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan

ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa

hari.

Abortus ke dalam tuba (abortus tubaria)

Perdarahan yang terjadi karena pembentukan pembuluh-pembuluh darah

oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan

mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis.

Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada

derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, nudigah dengan

selaputnya dilepaskan ke dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah

kearah ostium tuba pars abdominalis. Frekuensi abortus dalam tuba bergantung

pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi

pada kehamilan pars ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili

koriales ke arah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika.

Perbedaan ini disebabkan oleh lumen tuba pars ampularis yang lebih luas

sehingga dapat lebih mudah terjadi pertumbuhan hasil konsepsi jika dibanding

dengan bagian ismus dengan lumensempit. Pada pelepasan hasil konsepsi yang

9

Page 10: Referat Ke (Isi)

tidak sempurna pada abortus, perdarahan dapat terus berlangsung. Perdarahan

yang terus berlangsung, darisedikit-sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi

mola kruenta. Perdarahan yang terus berlangsung terus menyebabkan tuba

membesar dan kebiru-biruan(hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke

rongga perut melalui ostiumtuba. Darah ini dapat berkumpul dalam kavum

douglassi dan membentuk hematokel retrouterina.

Ruptur dinding tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus

dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya, ruptur pada pars interstisialis

terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur

ialah penembusan vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke

peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti

koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini dapat terjadi perdarahan dalam

rongga perut, kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai

menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi

pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut

melalui ostium tuba abdominal. Bila pada abortus dalam tuba dengan ostium tuba

tersumbat, rupture sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini dinding tuba, yang telah

menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-

kadang rupture terjadi diarah ligamentum itu. Jika janin hidup terus, terdapat

kehamilan interligamneter.Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat dapat

keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil

konsepsi dikeluarkan dari tuba. Perdarahan dapat terus berlangsung sehingga

penderita akan dapat cepat jatuh kedalam keadaan anemia atau syok oleh karena

10

Page 11: Referat Ke (Isi)

hemorrhagia. Darah tertampung pada rongga perut akan mengalir ke kavum

Douglassi yang makin lama makin banyak dan akhirnya dapat memenuhi rongga

abdomen. Bila penderita tidak dioperasi dan tidak meninggal karena perdarahan,

nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila

janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi seluruhnya; bila besar, kelak dapat

berubah menjadi litopedion.

Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong

amnion dan dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam

rongga perut, sehingga akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk

mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan

implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke sebagian uterus, ligamentum

latum, dasar panggul, dan usus.

Gambaran Klinis:

Gambaran klinik kehamilan ektopik belum terganggu tidak khas, dan

penderita maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adalnya kelainan dalam

kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba dan ruptur tuba. Pada umumnya ibu

menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda dan mungkin merasa nyeri sedikit di

perut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vagina,

uterus membesar dan lembek, walaupun mungkin besarnya tidak sesuai dengan

usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar

diraba pada pemeriksaan bimanual. Pada pemeriksaan USG sangat membantu

menegakkan diagnosis kehamilan ini apakah intrauterus atau kehamilan ektopik.

Untuk itu memeriksakan kehamilan muda sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG.

11

Page 12: Referat Ke (Isi)

Bila kehamilan ektopik mengalami penyulit atau terjadi ruptur pada tuba

tempat lokasi nidasi kehamilan ini akan memberi gejala dan tanda yang khas yaitu

timbulnya sakit perut mendadak yang kemudian disusul dengan syok atau

pingsan. Ini adalah pertanda khas terjadinya kehamilan ektopik yang terganggu.

Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu,

abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi,

keadaan umum penderita sebelum hamil.

Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada

ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya

disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk ke

dalam syok. Biasanya pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak

terus-menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tapi setelah darah

masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke

seluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang difragma,

sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterin,

menyebabkan defekasi nyeri.

Perdarahan pervaginam juga tanda penting kedua pada kehamilan ektopik

yang terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum

uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak

banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan dari 51–93 %. Perdarahan

berarti gangguan pembentukan human chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati,

desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.

12

Page 13: Referat Ke (Isi)

Amenorea juga merupakan tanda penting walaupun sering tidak jelas,

karena gejala dan tanda bisa langsung terjadi beberapa saat setelah terjadi nidasi

pada saluran tuba yang kemudian disusul dengan ruptur tuba karena tidak bisa

menampung peertumbuhan mudigah selanjutnya. Lamanya amenorea bergantung

pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak

mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.

Frekuensi berkisar 23–97%.

Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan pada pemeriksaan vaginal

bahwa usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri, yang disebut

dengan nyeri goyang positif atau slinger pijn. Juga kavum Douglasi menonjol dan

nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh darah.

Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan

gejala perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut

sampai gejala-gejala yang samar-samar, sehingga sukar membuat diagnosis,

pemeriksaan USG dapat dilakukan secara perabdominal atau pervaginam.

Umumnya kita akan mendapatkan gambaran uterus yang tidak ada kantong

gestasinya dan mendapatkan gambaran kantong gestasi yang berisi mudigah

diluar uterus. Gambar USG kehamilan ektopik sangat bervariasi bergantung pada

usia kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan (rupture, abortus) serta banyak

dan lamanya perdarahan intraabdomen. Diagnosis pasti kehamilan ektopik secara

USG hanya bisa ditegakkan bila terlihat kantong gestasi berisi mudigah/janin

hidup yang letaknya diluar kavum uteri. Namun, gambaran ini hanya dijumpai

pada 5-10% kasus.

13

Page 14: Referat Ke (Isi)

Diagnosis:

Dengan metode diagnostik modern sekalipun, wanita dengan kehamilan

ektopik yang ruptur dapat datang dengan hipovolemia dan syok. Sejumlah laporan

dari total hampir 2400 ibu dengan kehamilan ektopik yang dipastikan secara

bedah. Hampir seperempat dari total 2400 ibu dengan kehamilan ektopik datang

dalam keadaan syok, tetapi proporsi ini berkisar dari 1% sampai 50% dalam

berbagai rangkaian penelitian.

a. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan hemoglobin dan sel darah merah berguna dalam

menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada

tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pemeriksaan hemoglobin dan

hematokrit dapat dilakukan secara serial dengan jarak satu jam selama tiga

kali berturut-turut. Bila ada penurunan hemoglobin dan hematokrit dapat

mendukung diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Pada kasus jenis tidak

mendadak biasanya ditemukan anemia, harus diingat bahwa penurunan

hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.

Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahn

bila leukositosis meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari

infeksi pelvik, dapat diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang

melebihi 20.000 biasanya menunjukkan keadaan yang terakhir.

b. Tes kehamilan

Apabila tesnya positif, itu dapat membantu diagnosis khususnya

terhadap tumor-tumor adneksa yang tidak ada sangkut pautnya dengan

14

Page 15: Referat Ke (Isi)

kehamilan. Tes kehamilan yang negatif tidak banyak artinya, umumnya tes

ini menjadi negatif beberapa hari setelah meninggalnya mudigah.

c. Ultrasonografi

Dapat dinilai kavum uteri kosong atau berisi, tebal endometrium,

adanya massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum Douglasi berisi

cairan.

d. Kuldosintesis

Kuldosintesis merupakan suatu pemeriksaan untuk mengetahui apakah

dalam kavum Douglasi ada darah. Cara ini sangat berguna dalam membantu

membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Bila pada pengisapan

ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dan diperhatikan

apakah darah yang dikeluarkan merupakan darah segar berwarna merah

yang dalam beberapa menit akan membeku yang merupakan darah berasal

dari arteri atau vena yang tertusuk. Ataukah darah tua berwarna cokelat

sampai hitam yang tidak membeku atau yang berupa bekuan kecil-kecil

yang menunjukkan adanya hematokel retrouterina.

e. Laparoskopi

Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir

untuk kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang

lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian

dalam dapat dinilai.

15

Page 16: Referat Ke (Isi)

Kehamilan tuba mempunyai suatu prognosa dan penatalaksanaan. Adapun

prognosa dan penatalaksanaan kehamilan tuba adalah:

Di masa lalu salpingektomi biasanya dilakukan untuk mengangkat tuba

fallopii yang rusak dan berdarah. Selama dua dekade lalu kemajauan teknik untuk

diagnosis dan terapi yang lebih dini pada wanita yang memiliki peran risiko tinggi

terjadinya kehamilan ektopik telah memungkinkan penatalaksanaan definif untuk

kehamilan ektopik yang tidak ruptur sekalipun belum ada gejala klinis. Yang

penting diagnosis dini meski menyebabkan insidennya lebih tinggi telah membuat

banyak kasus kehamilan ektopik dapat memperoleh terapi medis.

1. Penatalaksanan bedah

a. Salpingostomi

Prosedur ini digunakan untuk mengangkat kehamilan kecil yang

panjangnya biasanya kurang dari 2 cm dan terletak di sepertiga distal tuba

fallopii. Insisi linier sepanjang 10 sampai 15 mm atau kurang dibuat pada

tepi antimesenterik tepat di atas kehamilan ektopik. Produk konsepsi

biasanya terdorong keluar dari insisi dan dapat diangkat atau dibilas keluar

dengan hati-hati. Tempat perdarahan kecil dikendalikan dengan

elektrokauter jarum atau laser, dan insisinya dibiarkan tanpa jahit agar

mengalami penyembuhan persekundam. Prosedur ini cepat dan mudah

dilakukan dengan laparoskop dan sekarang merupakan metode bedah

”standar emas” untuk kehamilan ektopik yang ruptur.

b. Salpingotomi

16

Page 17: Referat Ke (Isi)

Prosedurnya sama dengan prosedur salpingostomi kecuali bahwa

insisinya ditutup dengan benang Vicryl 7-0 atau yang serupa. Tidak ada

perbedaan prognosis dengan atau tanpa penjahitan.

c. Salpingektomi

Reseksi tuba dapat dilakukan melalui laparoskopi operatif dan

dapat digunakan baik untuk kehamilan ektopik yang ruptur maupun yang

tidak ruptur. Tindakan ini dilakukan jika tuba fallopii mengalami penyakit

atau kerusakan yang luas. Ketika mengangkat tuba dianjurkan untuk

melakukan eksisi berbentuk segitiga atau baji tidak lebih dari sepertiga

luar bagian intertisial tuba tersebut. Tindakan yang disebut reseksi kornual

ini dilakukan dalam upaya untuk memperkecil rekurensi kehamilan di

puntung tuba yang jarang terjadi.

d. Reseksi segmental dan anastomosis

Reseksi massa dan anastomosis tuba kadang kala digunakan untuk

kehamilan isthmus yang tidak ruptur. Prosedur ini digunakan karena

salpingostomi dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut dan

penyempitan lebih lanjut pada lumen yang sudah kecil. Setelah segmen

tuba dibuka, mesosalping di bawah tuba diinsisi dan isthmus tuba yang

berisi massa ektopik direseksi. Mesosalping di jahit sehingga merekatkan

kembali puntung tuba. Segmen tuba tersebut kemudian diposisikan satu

sama lain secara berlapis dengan jahitan terputus menggunakan benang

Vycril 7-0, lebih disukai menggunakan kaca pembesar. Penjahitan

17

Page 18: Referat Ke (Isi)

dilakukan di lapisan muskularis dan tiga lapisan serosa dengan perhatian

khusus untuk menghindari lumen tuba.

2. Pentalaksanaan medis yaitu dengan metotreksat

Dilaporkan obat ini sebagai lini pertama untuk kehamilan ektopik. Sejak

laporan ini telah banyak laporan memaparkan keberhasilan terapi semua jenis

kehamilan ektopik dengan menggunakan berbagai regimen metotreksat. Seiring

dengan bertambahnya pengalaman, terapi medis menjadi setara dengan ”standar

emas” salpingostomi. Meskipun demikian masih terdapat keengganan untuk

menggunakan terapi medis karena takut akan terjadi ruptur tuba.

Dalam rangkaian penelitian center tunggal terbesar dilaporkan angka

keberhasilan sebesar 91% pada 350 wanita yang diberi terapi metotreksat. Dari

hasil tersebut 283 wanita diberi metotreksat dosis tungal, 60 wanita dengan dua

dosis, dan satu wanita dengan empat dosis. Dalam sebuah percobaan acak dari

Belanda, hasil yang setara dilaporkan dengan pemberian metotreksat sistemik dan

salpingostomi laparoskopik.

Perdarahan intraabdomen aktif merupakan kontraindikasi kemoterapi.

Ukuran massa ektopik juga penting, direkomendasikan bahwa metotreksat

hendaknya tidak digunakan jika kehamilannya lebih dari 4 cm. Keberhasilannya

paling besar bila usia gestasi kurang dari 6 minggu, massa tuba berdiameter tidak

lebih dari 3,5 cm, janin mati, dan kadar β-hCG kurang dari 15.000 mIU. Menurut

American College of Obstetricians and Gynaecologists (1998), kontraindikasi lain

adalah menyusui, imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati atau ginjal,

diskrasia darah, penyakit paru aktif, dan ulkus peptikum.

18

Page 19: Referat Ke (Isi)

2.3.2 Kehamilan Abdominal

Hampir semua kasus kehamilan abdominal terjadi setelah ruptur dini atau

abortus kehamilan tuba ke dalam rongga peritoneum. Implantasi primer telur yang

dibuahi di peritoneum sangat jarang terjadi dan telah dilaporkan enam kasus yang

terdokumentasi dengan baik. Centers of Control memperkirakan bahwa insiden

kehamilan abdominal adalah 1 dalam 10.000 kelahiran hidup. Di Parkland

Hospital yang sering menerima kehamilan ektopik, kehamilan abdominal lanjut

jarang terjadi dan ditemukan pada sekitar 1 dalam 25.000 kelahiran.

Biasanya setelah menembus dinding tuba, plasenta yang sedang tumbuh

mempertahankan perlekatannya dengan tuba tetapi berangsur keluar batas dan

berimplantasi di lapisan sub serosa sekitarnya. Sementara itu janin terus tumbuh

di dalam rongga peritoneum. Kadang kala plasenta ditemukan pada daerah utama

tuba dan pada aspek posterior ligamentum latum dan uterus. Pada kasus lain

setelah ruptur tuba, konseptus berimplantasi kembali di mana pun di rongga

peritoneum. Pada beberapa kasus insisi seksio sesarea terdahulu akan ruptur pada

awal kehamilan sehingga menimbulkan kehamilan di dalam lipat peritoneum

vesikouterina. Ditemukan seorang wanita yang kehamilannya sudah ruptur

melalui sebuah bekas insisi sesarea vertikal jauh sebelum kelahiran. Plasenta tetap

berimplantasi di segmen bawah uterus dan seksio sesarea ulang menjelang aterm

mengungkap kehamilan abdominal dengan janin yang sehat di luar uterus.

Insiden kehamilan abdominal meningkat setelah transfer gamet

intrafallopii, fertilisasi in vitro, dan induksi abortus. Endometriosis, tuberkulosis,

dan IUD mungkin juga berperan dalam peningkatan insiden.

19

Page 20: Referat Ke (Isi)

Kehamilan abdominal ada 2 macam :

a. Kehamilan abdominal primer, dimana telur dari awal mengadakan

implantasi dalam rongga perut.

Syaratnya :

i. Tuba dan ovarium normal

ii. Tidak terdapat fistula uteroplasenter

iii. Implantasi umumnya di sekitar uterus, ovarium, dan cavum douglasi

iv. Kehamilan abdominal lanjut sulit dibedakan dengan abdominal

sekunder.

b. Kehamilan abdominal sekunder, yang asalnya kehamilan tuba dan setelah

ruptur baru menjadi kehamilan abdominal.

Syaratnya :

i. Terjadi reimplantasi dari hasil konsepsi yang telah mengalami: ruptur

tuba, ekspulsi dari osteum tuba eksternumnya, ekspulsi dari fistula

uteroplasenter.

ii. Kejadiannya jarang

iii. Tindakan operasinya berbahaya akibat perdarahan yang sulit

dihentikan.

Untuk menentukan kehamilan abdominal diperlukan suatu gejala dan

tanda. Adapun gejala dan tanda kehamilan abdominal adalah:

Karena ruptur atau abortus dini kehamilan tuba merupakan kejadian

pendahulu yang umum pada kehamilan abdominal, setelah ditinjau kembali,

biasanya terdapat riwayat yang mencurigakan. Kelainan yang mungkin di ingat

20

Page 21: Referat Ke (Isi)

antara lain adalah spotting atau perdarahan ireguler bersama dengan nyeri

abdomen yang biasanya paling menonjol pada salah satu atau kuadaran bawah.

Wanita yang mengalami kehamilan abdominal mungkin merasa tidak enak

tetapi tidak cukup berat sampai memerlukan pemeriksaan secara mendalam.

Mual, muntah, flatulen, konstipasi, diare, dan nyeri abdomen masing-masing

timbul dalam berbagai tingkatan. Multipara dapat mengatakan bahwa kehamilan

ini tidak ”seperti biasanya”. Pada kehamilan lanjut, gerakan janin dapat

menimbulkan nyeri.

Posisi janin yang abnormal sering kali dapat di palpasi, tetapi mudahnya

mempalpasi bagian janin bukan merupakan tanda yang dapat diandalkan. Masase

abdomen pada kehamilan tidak merangsang massa tersebut berkontraksi

sebagaimana yang hampir selalu terjadi pada kehamilan intrauterin lanjut. Serviks

biasanya bergeser bergantung sebagian pada posisi janin, dan serviks mungkin

berdilatasi tetapi pendataran bermakna tidak lazim terjadi. Uterus tampak seolah

melapisi sebagian bawah massa kehamilan. Bagian kecil atau kepala janin kadang

kala dapat dipalpasi melalui forniks dan teridentifikasi dengan jelas berada di luar

uterus.

Apabila telah terjadi kehamilan abdominal dilakukan penatalaksanaan

untuk menolong ibu dan mencegah komplikasi yang mungkin dapat diakibatkan

dari kehamilan abdominal. Adapun penatalaksanaan kehamilan abdominal akan

dijelaskan dibawah ini yaitu:

21

Page 22: Referat Ke (Isi)

1. Penatalaksanaan bedah

Pembedahan kehamilan abdominal dapat mencetuskan perdarahan

yang berbahaya dan harus disediakan darah segera dalam jumlah yang cukup.

Sebelum operasi harus dipasang dua jalur infus intravena yang masing-masing

dapat menghantarkan volume cairan dalam jumlah besar dengan cepat. Bila

waktunya memungkinkan, persiapan usus secara mekanis harus dilakukan.

Perdarahan masif yang sering terjadi pada saat pembedahan kehamilan

abdominal disebabkan oleh kurangnya konstriksi pembuluh darah yang

mengalami hipertrofi dan terbuka setelah pelepasan plasenta. Pelepasan

plasenta parsial kadang kala terjadi secara spontan dan mengharuskan bedah

laparotomi.

2. Penatalaksanaan plasenta

Penatalaksanaan plasenta diperlukan pada kasus kehamilan abdominal

disebabkan karena pengangkatan plasenta selalu membawa risiko perdarahan,

pembuluh darah yang memberi darah pada plasenta harus di ligasi sebelum

plasenta diangkat. Pelepasan parsial dapat timbul spontan atau lebih mungkin

pada saat pelaksanaan operasi ketika sedang mencoba menentukan secara

tepat lokasi perlekatan plasenta. Karena itu yang paling baik adalah

menghindari eksplorasi yang tidak perlu pada organ sekitar. Secara umum

bayi harus dilahirkan, tali pusat dipotong dekat plasenta, dan abdomen ditutup.

22

Page 23: Referat Ke (Isi)

Pada kehamilan abdominal terdapat suatu prognosis terutama pada

keadaan ibu. Adapun prognosis dari kehamilan abdominal adalah:

Pada kehamilan abdominal angka kematian ibu sangat meningkat

dibandingkan dengan kehamilan normal. Hal ini dikarenakan kehamilan

abdominal merupakan kehamilan didaerah rongga peritoneum dimana yang

seharusnya rongga tidak terisi oleh hasil konsepsi. Namun dengan perencanaan

praoperasi yang tepat, kematian ibu telah diturunkan dari kira-kira 20% menjadi

kurang dari 5% dalam 20 tahun terakhir. Pada banyak kasus terdapat banyak

sekali morbiditas pada wanita yang selamat.

2.3.3 Kehamilan Ovarium

Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan

tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni: (1) Tuba pada

sisi kehamilan harus normal, (2) Kantong janin harus berlokasi pada ovarium, (3)

Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovari proprium (4)

Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin.

Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh

jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan

ovarial biasanya terjadi ruptur pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan

dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga

tidak terjadi ruptur, ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas

ovarium yang mengandung darah, vili korialis dan mungkin juga selaput mudigah.

23

Page 24: Referat Ke (Isi)

Penggunaan IUD pada saat yang sama tampaknya amat berkaitan dengan

kehamilan ovarium, dilaporkan empat kasus kehamilan ovarium yang ibunya

masih menggunakan IUD copper-7 in situ.

Penatalaksanaan klasik untuk kehamilan ovarium adalah bedah.

Perdarahan dini untuk lesi kecil ditangani dengan reseksi baji pada ovarium atau

kistektomi. Bila terdapat lesi yang lebih besar, paling sering dilakukan

ovariektomi. Baru ini laparoskopi telah digunakan untuk melakukan reseksi atau

untuk ablasi laser pada kehamilan ovarium. Pada kehamilan ovarium yang belum

ruptur pengobatan dengan metotreksat dilaporkan telah berhasil.

2.3.4 Kehamilan Serviks

Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi

dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada

kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan

ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui

12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan.

Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan,

sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis.

Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut: (1)

Ostium uteri internum tertutup, (2) Ostium uteri eksternum terbuka sebagian, (3)

Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik, (4) perdarahan uterus setelah

fase amenorea tanpa disertai rasa nyeri, (5) serviks lunak, membesar, dapat lebih

besar dari fundus uteri, sehingga terbentuk hour-glass uterus.

24

Page 25: Referat Ke (Isi)

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham. 2007. Obstetri Williams, 21th edn. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta.

Gde IB, Chandranita IA, Fajar IBG. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Prawirohardjo S. Winknjosastro H. 2009. Ilmu Kandungan. 4th edn. Yayasan Bina

Pustaka. Jakarta.

Prawirohardjo S. Winknjosastro H. 2009. Ilmu Kebidanan. 4th edn. Yayasan Bina

Pustaka. Jakarta.

Rusdianto. Kehamilan Ektopik. Diakses tanggal 4 September 2009.

www.geocities.com.

25