60
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sebab lazim nyeri abdomen akut dapat diabagi ke dalam tiga kelompok patologi utama : (1) lesi peradangan, (2) lesi obstruktif, dan (3) kelainan vascular. Appendisitis akut merupakan kasus lesi peradangan intra abdominal yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan pada negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, hal ini mungkin terkait dengan diet yang kurang serat pada masyarakat modern (perkotaan) bila dibandingkan dengan masyarakat desa yang cukup banyak mengkonsumsi serat. Appendisitis dapat menyerang orang dalam berbagai umur, umumnya menyerang orang dengan usia dibawah 30 tahun, khususnya antara 8 sampai 14 tahun, sangat jarang terjadi pada usia dibawah 2 tahun. Dalam bentuk tanda dan gejala fisik, appendisitis merupakan suatu jenis penyakit yang berlanjut dengan peradangan, obstruksi, dan iskemi dalam jangka waktu yang bervariasi. Gejala pasien mencerminkan proses penyakit dalam perjalanan waktu penyakit. Sampai saat ini, diagnosis pasti untuk appendisitis masih susah ditegakkan karena gejalnya yang sangat umum sehingga diagnosis 1

Isi Referat Pai

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Isi Referat Pai

Citation preview

Page 1: Isi Referat Pai

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sebab lazim nyeri abdomen akut dapat diabagi ke dalam tiga

kelompok patologi utama : (1) lesi peradangan, (2) lesi obstruktif, dan (3)

kelainan vascular. Appendisitis akut merupakan kasus lesi peradangan

intra abdominal yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan

pada negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, hal ini mungkin terkait

dengan diet yang kurang serat pada masyarakat modern (perkotaan) bila

dibandingkan dengan masyarakat desa yang cukup banyak mengkonsumsi

serat. Appendisitis dapat menyerang orang dalam berbagai umur,

umumnya menyerang orang dengan usia dibawah 30 tahun, khususnya

antara 8 sampai 14 tahun, sangat jarang terjadi pada usia dibawah 2 tahun.

Dalam bentuk tanda dan gejala fisik, appendisitis merupakan suatu jenis

penyakit yang berlanjut dengan peradangan, obstruksi, dan iskemi dalam

jangka waktu yang bervariasi. Gejala pasien mencerminkan proses

penyakit dalam perjalanan waktu penyakit.

Sampai saat ini, diagnosis pasti untuk appendisitis masih

susah ditegakkan karena gejalnya yang sangat umum sehingga diagnosis

bandingnya menjadi sangat luas. Sejak tahun 1960, angka kematian pada

penderita appendisitis yang dilakukan appendiktomi telah menurun tajam.

Hal ini disebabkan oleh diagnosa yang tepat secara dini, persiapan pre-

operasi dan anestesi yang lebih baik.

Periappendikular infiltrat merupakan komplikasi dari

appendisitis akut, sebagai usaha pertahanan tubuh yang terjadi bila

appendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh

omentum dan atau lekuk usus halus. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis

jaringan berupa abses. Jika tidak terbentuk abses, appendisitis akan

sembuh dan periappendikular infiltrat akan mengecil secara lambat.

Angka mortalitas sekitar 5% dalam kasus komplikasi periappendikular

infiltrat. Periappendikular Infiltrate merupakan tahap patologi

1

Page 2: Isi Referat Pai

apendisitis yang dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding

apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha

pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup

apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk

massa periapendikular.

1.2 SEJARAH

Terdapat bukti pada beberapa literatur sekitar tahun 1500,

dikenalisuatu penyakit yang secara klinis diasosiasikan dengan peradangan

akut di daerah sekal, yang disebut “perityphlitis”. Operasi appendiktomi

yang pertama kali berhasil dilaporkan pada tahun 1736, yang dilakukan

oleh Claudius Amyant pada saat operasi hernia inguinal. Kemudian

Reginal.H dan Fitz adalah orang pertama yang memeriksa appendiks

secara histopatologi dari hasil operasi. Sejarah modern appendisitis

dimulai dari tulisan klasik Charles McBurney (Profesor bedah Universitas

Columbia) pada tahun 1889, yang dipublikasikan dalam jurnal New York

Surgical Society pada13 November 1889. McBurney menunjukkan bahwa

pentingnya dari tindakan operasi dini pada appendisitis akut yang mana

McBurney mendeskripsikan inflamasi akut di kuadran kanan bawah

biasanya disebabkan oleh appendisitis. McBurney menemukan titik tekan

maksimal pada abdomen akut, yaitu dengan meletakkan satu jari pada

sepertiga dari jarak antara Spina Iliaca Anterior Superior dengan

Umbilikus, titik ini kemudian dikenal dengan titik McBurney.

1.3 EPIDEMIOLOGI

Angka mortalitas yang tinggi dari appendisitis akut mengalami

penurunan dalam beberapa dekade. Hawk et al, membandingkan kasus

appendisitis akut pada periode 1933 -1937 dengan 1943 -1948. Angka

mortalitas pasien appendisitis akut dengan peritonitis lokal menurun dari

5% menjadi 0%. Angka mortalitas pasien appendisitis akut dengan

peritonitis umum menurun dari 40,6% menjadi 7,5%. Pada tahun 1977,

mortalitas pasien dengan appendisitis akut tanpa perforasi 0,1 % - 0,6%

2

Page 3: Isi Referat Pai

dan dengan perforasi 5%. Di Amerika terdapat penurunan jumlah kasus

dari 100 kasus menjadi 52 kasus setiap 100 ribu penduduk dari tahun 1975

– 1991.

Appendisitis merupakan penyebab laparotomi tersering pada anak

dan dewasa. Angka kejadian pada bayi dan anak sampai usia 2 tahun

adalah < 1% - 1%. Anak usia 2 – 3 tahun terdapat 15% dan frekuensi

mulai meningkat pada usia diatas 5 tahun dan mencapai puncaknya pada

kisaran usia 9 – 11 tahun.

Angka kejadian appendisitis pada orang dewasa tertinggi pada

kelompok usia 20 – 30 tahun, setelah itu menurun. Angka kejadian pada

pria dan wanita umumnya sebanding, kecuali pada usia 20 – 30 tahun,

angka kejadian pada pria lebih tinggi.

1.4 MAKSUD DAN TUJUAN

Sebagai pembelajaran bagi dokter muda agar lebih mengetahui

dengan baik tentang Periappendikular Infiltrate sehingga nantinya dapat

mendiagnosa secara dini kasus-kasus PAI (Periappendikular Infiltrate)

beserta komplikasinya berdasarkan anamnesa, gejala klinik, pemeriksaan

fisik dan penunjang.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 APPENDIKS VERMIFORMIS

2.1.I EMBRIOLOGI

Appendiks disebut juga sebagai umbai cacing. Istilah usus bantu

yang di kenal masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu

3

Page 4: Isi Referat Pai

yang sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini

sering menimbulkan maslah kesehatan. Peradangan akut pada appendiks

memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang

umumnya berbahaya.

Appendiks pertama kali tampak selama minggu ke-8 kehamilan

sebagai kelanjutan ujung inferior caecum, yaitu bagian ujung dari

protuberans sekum. Appendiks mengalami rotasi ke posisi akhirnya pada

bagian posteromedial dari caecum, sekitar 2 cm di bawah valvula bauhini

pada akhir masa kanak-kanak. Variasi yang terjadi pada rotasi ini

menyebabkan berbagai macam kemungkinan posisi akhir dari appendiks.

Pada 65% kasus appendiks terletak intraperitoneal, Kedudukan itu

memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada

panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada 30% kasus ujung dari

appendiks berada di dalam pelvis, pada 65% kasus berada di belakang

caecum, dan pada 5% kasus berada ekstraperitoneal, yaitu di belakang

sekum, di belakang kolon asendens, Pada kasus malrotasi atau situs

inversus, appendiks yang malposisi dapat menyebabkan tanda-tanda

inflamasi pada lokasi yang tidak biasa.(4) Gejala klinis apendisitis

ditentukan oleh letak apendiks. (2)

Jenis posisi :(6)

Promontorik Ujung appendiks menunjuk ke

arah promontoriun sacri

Retrocolic

appendiks berada di belakang

kolon ascenden dan biasanya

retroperitoneal.

Antecaecal appendiks berada di depan

caecum.

Paracaecal appendiks terletak horizontal

di belakang caecum.

Pelvic descenden appendiks menggantung ke

4

Page 5: Isi Referat Pai

arah pelvis minor

Retrocaecal intraperitoneal atau

retroperitoneal; appendiks

berputar ke atas ke belakang

caecum. (6)

Perkembangan caecum yang terganggu menyebabkan hipoplasi

atau agenesis appendiks. Duplikasi appendiks dilaporkan terjadi pada 4

dari 100.000 kasus. Duplikasi appendiks mungkin sebagian (bifid

appendiks) atau total dan kedua appendiks tersebut mungkin memiliki

orifisium yang sama atau terpisah, dengan caecum yang mungkin juga

mengalami duplikasi.(4)

2.1.II ANATOMI

Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-

kira 10 cm (kisaran 3-15 cm). Letak basis appendiks berada pada

posteromedial sekum pada pertemuan ketiga taenia koli, kira-kira 1-2 cm

dibawah ileum. Dari ketiga taenia tersebut terutama taenia anterior yang

digunakan sebagai penanda untuk mencari basis appendiks. Basis

5

Page 6: Isi Referat Pai

appendiks terletak di fossa iliaka kanan, bila diproyeksikan ke dinding

abdomen terletak di kuadran kanan bawah yang disebut titik McBurney.

Kira-kira 5% penderita mempunyai appendiks yang melingkar ke belakang

sekum dan naik (kearah kranial) pada posisi retropritoneal dibelakang

kolon ascenden. Apabila sekum gagal mengalami rotasi normal mungkin

appendiks bisa terletak dimana saja di dalam kavum abdomen.

Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm.(1) Diameter appendiks

berkisar atara 5 – 10 mm.(4) Lumennya sempit di bagian proksimal dan

melebar di bagian distal.(1)

Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer

patch (analog dengan Bursa Fabricus) membentuk produk

immunoglobulin.(2) Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk

seperti tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum.

Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction

terdapat Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks

terdapat valvula appendicularis (Gerlachi).

6

Page 7: Isi Referat Pai

Graphic illustration of appendiceal position. (Adapted from Decker GAG, Du

Plessis DJ. Lee McGregor's Synopsis of Surgical Anatomy 12th ed). Bristol:

Wright, 1986; with permission.

Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di

ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera,

taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal

appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara

umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.(3) Pada

bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit

kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden

apendisitis pada usia itu.(2)

Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks

(mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada

daerah ileum Terminale. Mesenteriolum berisi a.Apendikularis (cabang

a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal.

Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh

appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. (5,8)

Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu

mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan

sirkuler) dan serosa. Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya

membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar

7

Page 8: Isi Referat Pai

dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan

appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat dan jaringan

elastik membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara

Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu

lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta

lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner

circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh

pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks.

Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari appendiks. (5)

Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan

parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri

mesenterika superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan

simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral

pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus. (2)

Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis, cabang

dari a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis

merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena

trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren. (2)

2.1.III HISTOLOGI

Secara histologis, appendiks mempunyai basis stuktur yang sama

8

Page 9: Isi Referat Pai

seperti usus besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vascular

submucosa oleh mucosa maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah

dinding otot yang utama. Appendiks terbungkus oleh tunika serosa yang

terdiri atas vaskularisasi pembuluh darah besar dan bergabung menjadi

satu di mesoappendiks. Jika apendik terletak retroperitoneal, maka

appendiks tidak terbungkus oleh tunika serosa.

Tunika mukosa : memiliki kriptus tapi tidak memiliki villus.

Tunika submukosa : banyak folikel lymphoid.

Tunika muscularis : stratum sirculare sebelah dalam dan stratum

longitudinale (gabungan tiga tinea coli) sebelah luar.

Tunika serosa : bila letaknya intraperitoneal asalnya dari peritoneum

viscerale.(7)

2.1.IV FISIOLOGI

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu

normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke

sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan

pada patogenesis appendisitis. (2)

Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan

bagian dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin

sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue)

yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA.

Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.

Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem

imun tubuh karena jumlah jaringan limfonodi di sini kecil sekali jika

dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh. (2)

Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2

minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap

saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60

tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi obliterasi

lumen apendiks komplit. (6)

9

Page 10: Isi Referat Pai

2.2 APPENDISITIS

2.2.I DEFINISI

Apendisitis merupakan peradangan pada appendix vermiformis.

Peradangan akut apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk

mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (2)

2.2.II ETIOLOGI

Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis, yaitu

sekitar 20% pada anak dengan apendisitis akut dan 30-40% pada anak

dengan perforasi appendiks. Fekalit merupakan penyebab tersering dari

obstruksi apendiks. Adanya fekalit dapat ditemukan secara radiologis.

Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium

dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan cacing usus termasuk

ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat

mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat

menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal. (6,9)

Insidensi terjadinya apendisitis berhubungan dengan jumlah

jaringan limfoid yang hyperplasia. Hiperplasia folikel limfoid sering

menyebabkan obstruksi lumen, dan angka kejadian apendisitis pararel

10

Page 11: Isi Referat Pai

dengan jumlah jaringan limfoid yang ada. Penyebab dari reaksi jaringan

limfatik baik lokal atau general misalnya akibat infeksi Yersinia,

Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba,

Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris.

Apendisitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik,

seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic

fibrosis memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan

pada kelenjar yang mensekresi mucus. Tumor karsinoid juga dapat

mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya jika tumor berlokasi di

sepertiga proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda asing seperti pin,

biji sayuran, dan batu cherry dihubungkan dalam terjadinya apendisitis.

Trauma, stress psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya

apendisitis

Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah

erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Berbagai

spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien appendicitis yaitu.(7)

Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob

Escherichia coli

Viridans streptococci

Pseudomonas aeruginosa

Enterococcus

Bacteroides fragilis

Peptostreptococcus micros

Bilophila species

Lactobacillus species

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan

makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya

apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang

berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya

pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah

terjadinya apendisits akut.(2)

2.2.III PATOFISIOLOGI

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur

11

Page 12: Isi Referat Pai

karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.(10)

Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada

bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari

mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus

yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus

tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai

keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas

lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat

meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan

salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat mengkompensasi

peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau

terjadi perforasi.(6)

Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi

bakteri untuk berkembang biak.(4) Tekanan yang meningkat tersebut akan

menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe,

terjadi ulserasi mukosa, oedem yang lebih hebat. Infeksi menyebabkan

pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena

terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat

inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.(10,11) Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang

mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi

invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam, takikardi, dan

leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari jaringan

yang iskemik, bakteri dan sel darah putih.(4) Gangren dan perforasi khas

dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda

setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. (10,11)

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.

Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan

bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai

peritoneum setempat.(10) Saat eksudat inflamasi dari dinding appendiks

berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan

teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks,

12

Page 13: Isi Referat Pai

khususnya di titik Mc Burney's. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran

kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks

retrocaecal atau pelvic, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat

inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya

rupture dan penyebaran infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat

muncul di punggung atau pinggang. Appendiks pelvic yang terletak dekat

ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan

frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau

vesica urinaria pada appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih,

atau nyeri seperti terjadi retensi urine.(4) Keadaan ini disebut dengan

apendisitis supuratif akut.(10)

Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding

apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan

apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan

terjadi apendisitis perforasi.(10) Perforasi appendiks akan menyebabkan

terjadinya abses lokal atau peritonitis umum. Proses ini tergantung pada

kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan pasien berespon

dan menampung isi dari appendiks yang pecah. Tanda perforasi appendiks

mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan

gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik.

Apendisitis yang mengalami perforasi dan yang belum mengalami

perforasi dapat merupakan suatu kesatuan yang berbeda. Resolusi spontan

dari appendisitis dapat terjadi. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi

perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa terjadinya

perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan

peningkatan risiko perforasi. Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus

sering dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam jangka

waktu sebentar, akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare

dapat mengindikasikan adanya abses pelvis.(4)

Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak

adanya jaringan lemak omentum. Anak yang lebih tua atau remaja lebih

memungkinkan untuk terjadinya abscess yang dapat diketahui dari adanya

13

Page 14: Isi Referat Pai

massa pada pemeriksaan fisik.(5)

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa

local yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut

dapat menjadi abses atau menghilang. Apabila proses diatas berjalan cepat

dapat menyebabkan terjadinya perforasi.(10)

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang

dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam

waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan

membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum,

usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular.

Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat

mengalami perforasi. Apabila abses ruptur, dapat terjadi fistula antara

apendiks dan buli-buli, usus halus, kolon sigmoid atau caecum. Jika tidak

terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan

menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. (2)

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih

panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan

daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.

Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada

gangguan pembuluh darah. (10)

Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi

mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks,

omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti

vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses

peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi

perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah

selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan

dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar

istirahat (bedrest). (5)

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,

tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan

14

Page 15: Isi Referat Pai

dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan

berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang

akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.(2)

2.2.IV EPIDEMIOLOGI

Terdapat sekitar 250.000 kasus apendisitis yang terjadi di Amerika

Serikat setiap tahunnya. Risiko seseorang menderita appendisitis selama

hidupnya adalah 9% pada laki-laki dan 7% pada perempuan. Sekitar

sepertiga pasien berusia kurang dari 18 tahun, terutama terjadi pada anak

usia 6-10 tahun.(4) Appendicitis lebih banyak terjadi pada laki-laki

dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2. Bangsa Caucasian

lebih sering terkena dibandingkan dengan kelompok ras lainnya.

Appendicitis akut lebih sering terjadi selama musim panas.(1)

Insidensi Apendisitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di

negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya

menurun secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya

penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat

ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun

jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,

setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya

sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi.(6)

Meskipun apendisitis jarang terjadi pada bayi, kelompok usia ini

memiliki komplikasi yang tinggi dikarenakan oleh diagnosis yang

tertunda.(4)

2.2.V GEJALA KLINIS

Apendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi,

khas dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan

pembentukkn abses setelah 2-3 hari.(5) Meskipun demikian, gambaran

klinis yang bervariasi dapat menyebabkan dilakukannya laparotomi yang

pada akhirnya tidak ditemukan adanya apendisitis. Pengalaman dan

kemajuan metode pencitraan telah meningkatkan akurasi diagnosa.

15

Page 16: Isi Referat Pai

(4)Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain:

Nyeri abdominal

Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Distensi appendiks

menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan dipersepsikan

sebagai nyeri di daerah periumbilical. Mula-mula nyeri dirasakan samar-

samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium

atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap

di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan

lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi

perangsangan peritonium biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut

pada saat berjalan atau batuk.(2)

Mual muntah

Biasanya pada fase awal. Adanya distensi yang semakin bertambah

menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri.

Muntah biasanya tidak berat. Jika mual muntah timbul lebih dulu sebelum

nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain.

Nafsu makan menurun.

Obstipasi dan diare pada anak-anak.

Demam

Terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi

biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C

Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala

awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa

melukiskan rasa nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering

diagnosis appendisitis diketahui setelah terjadi perforasi.(2)

Kelainan patologi Keluhan dan tanda

Peradangan awal Kurang enak ulu hati/daerah pusat,

mungkin kolik

Apenditis mukosa nyeri tekan kanan bawah

16

Page 17: Isi Referat Pai

(rangsanganan automik)

Radang di seluruh ketebalan dinding nyeri sentral pindah ke kanan bawah,

mual dan muntah

Apendisitis komplet radang

Peritoneum parietale appendiks

Rangsangan peritoneum lokal

(somatik) nyeri pada gerak aktif dan

pasif, defans muskuler lokal

Radang alat/jaringan yang

Menempel pada appendiks

demam sedang, takikardia,

mulai toksik, leukositosis

Perforasi demam sedang, takikardia,

mulai toksik, leukositosis

Pendindingan (Infiltrat)

Tidak berhasil

Berhasil

Abses

demam tinggi, dehidrasi,

syok, toksik

massa perut kanan bawah, keadaan

umum berangsur membaik

Demam remiten, keadaan umum

toksik, keluhan dan tanda setempat

Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja,

tidak jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh penderita

baru dapat didiagnosis setelah perforasi. (2)

Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut,

mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan

trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan

lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan

tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. (2)

Pada awalnya pasien mengeluhkan gejala saluran pencernaan yang

ringan sebelum terjadinya nyeri perut seperti berkurangnya nafsu makan,

ketidaksanggupan mencerna, atau perubahan pada frekuensi buang air

besar, Anoreksia adalah gejala yang penting, terutama pada anak-anak,

17

Page 18: Isi Referat Pai

karena anak yang lapar jarang memiliki appendisitis. Adanya gejala

saluran pencernaan yang berat yang mendahului nyeri perut

mengindikasikan diagnosis yang lain. (4)

Semakin muda usia anak, semakin tinggi terjadi apendisitis yang

berkomplikasi karena ketidakmampuan memberikan anamnesa yang

akurat. Gejala paling sering pada anak-anak prasekolah adalah muntah

yang diikuti dengan demam dan nyeri perut, perforasi hampir selalu

ditemukan pada laparotomi dan pasien mungkin menunjukkan gejala

obstruksi usus kecil akibat sekunder dari inflamasi ileum terminal dan

caecum yang ekstensif.(4)

Tanda fisik yang biasa didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien

periappendikular infiltrate adalah nyeri tekan lokal (local tenderness),

nyeri tekan lepas (rebound tenderness), defans muscular, hiperestesia

kutaneus, nyeri tekan daerah pelvis pada pemeriksaan colok dubur, tanda

psoas, tanda obturator, serta terabanya massa pada kuadran kanan bawah

(regio iliaca dextra). Periappendicular infiltrate dapat menyebabkan suhu

tubuh penderita meningkat hingga mencapai 39 C. Defans muskular

menunjukkan adanya rangsangan pada peritoneum parietal.

2.2.VI PEMERIKSAAN FISIK

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5°C. Bila

suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat

perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1°C.

Inspeksi

Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk

dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi

perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat

pada penderita dengan komplikasi perforasi.

Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat

dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.(2)

Palpasi

Setelah memperoleh riwayat klinis, tanya anak tersebut untuk

18

Page 19: Isi Referat Pai

menunjuk dengan satu jari lokasi dari nyeri perut. Hiperestesia

kutan yang berasal dari akar saraf T10 dan L1 sering merupakan

tanda awal appendisitis, meskipun tidak konsisten. Menyentuh

pasien secara ringan menyebabkan rasa tidak nyaman. (4)

Apabila perforasi terjadi, peritonitis terjadi. Pola dari nyeri

tergantung dari lokasi appendiks. Titik McBurney adalah lokasi nyeri

paling sering. Perforasi dapat juga menyebabkan meredanya rasa nyeri dan

distensi viskus untuk beberapa waktu. (4)

Tanda-tanda dari apendisitis yaitu : (30,31)

Nyeri tekan di Mc. Burney.

Nyeri lepas (rebound tenderness)

Peritonitis dicerminkan oleh Defans muskuler lokal. Defans

muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum

parietal.

Obturator sign

Rovsing's sign. Nyeri tekan bawah pada tekanan kiri. Dengan

lutut dibengkokkan untuk relakssasi otot abdomen, lakukan

palpasi secara gentle pada area LLQ abdomen menghasilkan

sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi

peritoneum (Rovsing's sign). Sering positif tapi tidak spesifik.

Blumberg's sign. Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi

kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba.

Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas

dalam, berjalan, batuk (Dunphy's sign), mengedan.

Ten Horn Sign. Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi

lembut pada korda spermatik kanan.

Kocher (kosher)'s sign. Nyeri pada awalnya pada daerah

epigastrium atau sekitar pusat kemudian berpindah ke kuadran

kanan bawah.

Sitkovskiy (Rosenstein)'s sign. Nyeri yang semakin bertambah

pada perut kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan pada

19

Page 20: Isi Referat Pai

sisi kiri.

Bartomier-Michelson's sign. Nyeri yang semakin bertambah

pada kuadran kanan bawah pada pasien dibaringkan pada sisi

kiri dibandingkan dengan posisi telentang.

Aure-Rozanova's sign. Bertambahnya nyeri dengan jari pada

petit triangle kanan. (Akan positif Shchetkin-Bloomberg's sign)

Psoas Sign adalah nyeri pada saat paha kanan

pasiendiekstensikan. Pasien dimiringkan kekiri. Pemeriksa

meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan

pada pinggul / pangkal paha kanan.(12) Dasar anatomi dari tes

psoas adalah apendiks yang mengalami peradangan kontak

dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver

(pemeriksaan).(12)

Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat

paha gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi

terlentang. Nyeri pada cara ini menunjukkan

peradangan pada M. Obturatorius internus di rongga

pelvis. (12) Dasar anatomi dari tes obturator adalah

peradangan apendiks di pelvis yang kontak dengan otot

obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.(12)

20

Page 21: Isi Referat Pai

Uji psoas dan obturator mengindikasikan iritasi akibat apendisitis

yang retrosekum.(2) Pada apendiks letak retroperitoneal, defans

muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang pada

pertengahan antara tulang iga ke-12 dan spina iliaka posterior

superior.

Pada appendiks yang mengalami malrotasi dapat terjadi tenderness

yang sesuai dengan lokasi dari penyaluran eksudat dari appendiks yang

mengalami inflamasi.(4)

Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan

pada jam 9-12. Pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas

sewaktu dilakukan colok dubur.(2) Penggunaan colok dubur dalam

diagnosis appendisitis masih diperdebatkan. Nyeri yang terjadi pada saat

colok dubur tidak spesifik untuk appendisitis. Jika tanda-tanda lain telah

mengarah pada appendisitis, pemeriksaan colok dubur tidak diperlukan.

Akan tetapi, colok dubur mungkin merupakan manuver diagnostik yang

penting ketika dicurigai appendisitis pelvika, abses atau kondisi patologis

pada uterus dan adneksa.(4)

Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci

diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok

dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator

merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak

21

Page 22: Isi Referat Pai

apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m.psoas lewat

hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di

m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

Adanya kasus apendisitis yang kronik atau rekuren telah menjadi

perdebatan selama beberapa dekade. Literatur terkini berpendapat bahwa

appendisitis yang kronik mungkin dapat terjadi dan harus dipertimbangkan

dalam diagnosa banding nyeri perut bawah. Inflamasi dari appendiks tidak

selalu berakhir dengan perforasi, resolusi yang spontan dapat terjadi.

Pendeteksian terjadinya resolusi dapat berkontribusi dalam mengurangi

jumlah appendektomi.(4)

Jika appendisitis tidak ditangani, peritonitis difus dan syok akan

terjadi atau infeksi menjadi terisolasi dan abses akan terbentuk. Peritonitis

difus lebih sering terjadi pada bayi karena tidak adanya lemak omentum.

Pada anak yang berusia lebih tua dan remaja lebih mungkin terbentuk

abses. Pada pemeriksaan akan ditemukan masa yang nyeri dan boggy pada

daerah diatas abses. (4)

Auskultasi

Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus

paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.(2) Auskultasi abdomen tidak memiliki banyak nilai guna, akan

tetapi auskultasi thorax berguna, sebab pneumonia lobus kanan

bawah dapat menyerupai appendisitis.

Perkusi

Apabila terjadi perforasi, terdapat udara bebas pada rongga perut,

maka pada perkusi, daerah pekak hepar akan hilang.

Skor Alvarado

Pada mayoritas anak yang dicurigai appendisitis, kombinasi dari

riwayat klinis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium seharusnya

memberikan data yang cukup untukmembuat diagnosis. Akan tetapi

kesalahan diagnosis yang menyebabkan dilakukannya appendektomi tanpa

hasil berkisar antara 10% sampai 30% kasus. (4)

22

Page 23: Isi Referat Pai

Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan

hanya berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya

komunikasi antara anak, orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk

mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah

pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka appendiktomi negatif

sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30% (Ramachandran, 1996).

Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan

medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan

cara untuk menurunkan insidensi apendiktomi negatif, salah satunya

adalah dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem

skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang

invasif (Seleem; Amri dan Bermansyah, 1997). Alfredo Alvarado tahun

1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda

dan dua temuan laboratorium.

Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk

menilai derajat keparahan apendisitis. Dalam sistem skor Alvarado ini

menggunakan faktor risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan

atau vomitus, nyeri tekan di abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas

tekan, temperatur lebih dari 37,20C, lekositosis dan netrofil lebih dari 75%.

Nyeri tekan kuadran kanan bawah dan lekositosis mempunyai nilai 2 dan

keenam sisanya masing-masing mempunyai nilai 1, sehingga kedelapan

faktor ini memberikan jumlah skor 10 (Alvarado, 1986; Rice, 1999).

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor

Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan >6.

Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan

pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan

menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.

Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis:

Manifestasi Skor

Gejala Adanya migrasi nyeri 1

23

Page 24: Isi Referat Pai

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

Tanda Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

Febris 1

Laboratorium Leukositosis 2

Shift to the left 1

Total poin 10

Keterangan

0-4 : Kemungkinan Appendicitis kecil

5-6 : Bukan diagnosis Appendicitis

7-8 : Kemungkinan besar Appendicitis

9-10 : Hampir pasti menderita Appendicitis

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor

>6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan. (12)

Sensitivitas dari sistem skoring alvarado berkisar antara 76%

sampai 100% dengan spesifitas antara 79% sampai 87%. (4)

2.2.VII PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah

Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari

90% anak dengan appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada

24

Page 25: Isi Referat Pai

penderita appendicitis berkisar antara 12.000-18.000/mm3.

Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan

jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis.

Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan

appendicitis.

Sensitivitas dari leukositosis berkisar antara 52% sampai

96%, sedangkan sensitivitas dari shift to the left berkisar 39%

sampai 96%. Shift to the left memiliki nilai diagnostik yang lebih

baik dibanding lekositosis. Spesifisitas dan sensitivitas yang lebih

baik dilaporkan dengan menggunakan rasio netrofil-limfosit yang

lebih dari 3,5.(4)

Pada kasus dengan komplikasi, C-reaktif protein meningkat.

Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat. Nilai positif

C-reaktif protein dan LED berguna, tetapi nilai yang negatif tidak

berarti menyingkirkan diagnosa appendisitis, sehingga pengukuran

C-reaktif protein dan LED memiliki nilai klinis yang terbatas.

Dulholm melaporkan bahwa nilai hitung leukosit, persentase

neutrofil dan C-reaktif protein yang normal dapat menyingkirkan

diagnosa appendisitis dengan akurasi 100%. Akan tetapi nilai yang

abnormal tidak berartik diagnostik untuk appendisitis. (4)

Pemeriksaan Urin

Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di

dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam

menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih

atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama

dengan apendisitis.

2. Abdominal X-Ray

Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab

appendisitis. Fekalit ditemukan pada 10% sampai 20% pasien dan

merupakan indikasi pembedahan meskipun gejalanya ringan. Pola

25

Page 26: Isi Referat Pai

gas yang abnormal pada kuadran kanan bawah, dan obliterasi dari

psoas shadow atau fat stripe pada daerah kanan juga dapat

membantu diagnosis. X-ray thorax untuk menyingkirkan

pneumonia mungkin diperlukan. (4)

3. USG

Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu

pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien

dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari

90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis

appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter

anteroposterior 7mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith,

adanya cairan atau massa periappendix. False positif dapat muncul

dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari

salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga

dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga

usus yang terisi banyak udara yang menghalangi appendix.

4. Barium enema

Merupakan suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan

barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan

komplikasi-komplikasi dari appendisitis pada jaringan sekitarnya

dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.

Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi

yang rendah, dan sebaiknya digunakan untuk diagnosis nyeri

abdomen yang nonspesifik. Pada appendicogram kasus

appendisitis akan tampak pelebaran/penebalan dinding mukosa

appendiks, lumen appendiks yang ireguler, disertai penyempitan

lumen hingga sumbatan usus oleh fekalit.(4)

5. CT Scan

Dalam dekade terakhir computed tomography (CT)

digunakan secara luas untuk diagnosis appendisitis. (4)CT Scan

26

Page 27: Isi Referat Pai

merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis

appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas. Selain itu juga dapat

menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi

abses. Sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pada

pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan

curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai

pilihan test diagnostik.

Diagnosis apendisitis dengan CT Scan ditegakkan jika

appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya, penebalan

dinding appendiks (>1 mm), periappendiceal fat stranding, dan

periappendiceal wall enhancement.

Perbandingan antara USG dan CT Scan menunjukkan

bahwa CT scan memiliki sensitivitas yang lebih baik sedangkan

USG memiliki spesifisitas yang lebih baik. Hanya saja CT scan

dan USG sebaiknya digunakan apabila diagnosis masih tidak jelas.

Meskipun beberapa penelitian melaporkan penggunaan X-ray

abdomen, CT scan, dan USG memberikan hasil yang lebih baik

dibandingkan dengan pemeriksaan fisik tunggal, pemeriksaan fisik

serian adalah metode diagnostik yang paling aman dan akurat. (4)

6. Laparoskopi

Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic

yang dimasukan dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan

secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi

umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan

peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung

dilakukan pengangkatan appendiks.

7. Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi adalah gold standard untuk

diagnosis appendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat

mengenai gambaran histopatologi appendisitis akut. Perbedaan ini

didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya kriteria

27

Page 28: Isi Referat Pai

gambaran histopatologi appendisitis akut secara universal dan tidak

ada gambaran histopatologi apendisitis akut pada orang yang tidak

dilakukan operasi. Riber et al, pernah meneliti variasi diagnosis

histopatologi appendisitis akut. Hasilnya adlah perlu adanya

komunikasi antara ahli patologi dan antara ahli patologi dengan

ahli bedahnya.

Definisi histopatologi apendisitis akut:

1 Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di

lapisan epitel.

2 Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel.

3 Sel granulosit dalam lumen appendiks dengan infiltrasi ke dalam

lapisan epitel.

4 Sel granulosit diatas lapisan serosa appendiks dengan abses

apendikuler, dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukusa.

5 Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses

mukosa dan keterlibatan lapisan mukosa, bukan apendisitis akut

tetapi periapendisitis

2.2.VIII Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari Appendisitis dapat bervariasi tergantung

dari usia dan jenis kelamin.

Pada anak-anak balita

Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak

berusia dibawah 3 tahun.

Divertikulitis meckel jarang terjadi jika dibandingkan

Appendicitis. Nyeri divertikulitis hampir sama dengan

Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah

periumbilikal. Pada pencitraan dapat diketahui adanya

28

Page 29: Isi Referat Pai

inflammatory mass di daerah abdomen tengah.

Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah

gastroenteritis akut, karena memiliki gejala-gejala yang mirip

dengan appendicitis, yakni diare, demam mual, muntah, dan

ditemukan leukosit pada feses. Pada gastroenteritis, mual - muntah

dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak

berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan

leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis.(2)

Biasanya gastroenteritis disebabkan oleh virus dan merupakan self

limiting disease. (4)

Infeksi saluran kemih juga menyebabkan demam, mual dan

muntah. Urinalisis harus dilakukan jika terdapat gejala saluran

kemih.

Pada anak-anak usia sekolah

Gastroenteritis, konstipasi, infark omentum, limfadenetis

mesenterika, DHF.

Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip

dengan appendicitis, tetapi tidak dijumpai adanya leukositosis.

Konstipasi merupakan salah satu penyebab nyeri abdomen

pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam. Pada

konstipasi dapat ditemukan gejala mual, muntah, dan nyeri perut

yang biasanya persisten tetapi tidak progresif.

Infark omentum juga dapat dijumpai pada anak-anak dan

gejala-gejalanya dapat menyerupai appendicitis. Pada infark

omentum, dapat terraba massa pada abdomen dan nyerinya tidak

berpindah.

Limfadenitis mesenterik biasanya didahului oleh enteritis

atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut yang samar-samar

terutama disebelah kanan, demam dan disertai dengan perasaan

mual-muntah, tetapi nyeri tidak dapat dilokasikan seperti

apendisitis.(2) Pada pemeriksaan darah lengkap mungkin ditemukan

29

Page 30: Isi Referat Pai

limfositosis.(4)

Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut yang

mirip peritonitis. Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat

trombositopeni, leukopeni, rumple leed (+), hematokrit meningkat.(2)

Pada pria dewasa muda

Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda

adalah Crohn's disease, kolitis ulserativa, epididimitis dan batu

ureter atau ginjal.

Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu

menyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada epididimitis, pasien

merasa sakit pada skrotumnya.

Pada batu ureter atau batu ginjal, riwayat kolik dari

pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan

gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos

abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit

tersebut.(2)

Pada wanita usia muda

Diagnosis apendisitis pada wanita usia muda paling rendah

akurasinya karena banyak berhubungan dengan kondisi-kondisi

ginekologik, seperti pelvic inflammatory disease (PID), kista

ovarium, dan infeksi saluran kencing.

Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks.

Radang kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut

salpingo-ooforitis atau adnecitis. Untuk menegakkan diagnosis

penyakit ini didapatkan riwayat kontak sexual. Suhu biasanya lebih

tinggi daripada appendisitis, terdapat discharge yang keluar dari

vagina dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai

dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan maka

akan terasa nyeri.(2)

Pada kista ovarium yang terpuntir timbul nyeri mendadak

dengan intensitas tinggi dan teraba masa dalam rongga pelvis pada

30

Page 31: Isi Referat Pai

pemeriksaan perut, colok vaginal atau colok rektal. Tidak terdapat

demam.(2)

Pada kehamilan ektopik ada riwayat terlambat menstruasi

dengan keluhan yang tidak menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau

abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri yang

mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok

hipovolemik.

Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan nyeri dan penonjolan di

cavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah.(2)

Pada usia lanjut

Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk

didiagnosis. Diagnosis banding yang sering terjadi pada kelompok

usia ini adalah keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran

reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis.

Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri,

tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika

terjadi peradangan dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan

sukar dibedakan dengan gejala-gejala apendisitis.(2)

Keganasan dapat terlihat pada CT Scan dan gejalanya

muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada orang tua,

divertikulitis sering sukar untuk dibedakan dengan appendicitis,

karena lokasinya yang berada pada abdomen kanan. Perforasi

ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak

berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih

berarti dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.

2.2.IX Komplikasi

1. Appendicular abscess

Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix

yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus,

atau usus besar.

31

Page 32: Isi Referat Pai

2. Perforasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik

berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah

mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan

apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.(2) Perforasi dapat menyebabkan

timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Akibat

lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya abses

pelvik, abses subfrenik atau abses intra peritonal lokal.(5)

3. Peritonitis

Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk

kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan

kematian.(15)

4. Syok septik

5. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar

6. Gangguan peristaltik

7. Ileus

32

Page 33: Isi Referat Pai

BAB 3

PENATALAKSANAAN

Pada penderita dengan periappendikular infiltrat penatalaksanaan

yang pertama dilakukan berdasarkan pada proses radang yang terjadi,

dimana proses radang tersebut masih aktif ato telah mereda. (11)

1. Periappendikular infiltrat dengan proses radang yang masih aktif,

ditandai dengan :

Keadaan umum pasien yang masih terlihat sakit, dan disertai

suhu tubuh yang masih tinggi.

Pemeriksaan fisik lokal pada abdomen kuadran kanan bawah

masih jelas terdapat tanda–tanda peritonitis.

Pemeriksaan laboratorium masih terdapat leukositosis dan pada

hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.

Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah

penderita dipersiapkan, karena dikhawatirkan terjadi abses

appendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus

dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih

tinggi daripada pembedahan pada appensitis sederhana tanpa

perforasi.

2. Periappendikular infiltrat dengan proses radang yang telah mereda,

ditandai dengan :

Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri

33

Page 34: Isi Referat Pai

abdomen

Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan

suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler)

Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat

Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap

ada tetapi lebih kecil dibanding semula.

Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

3.1 TERAPI KONSERVATIF

1. Pemberian antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman

aerob dan anaerob. Penggunaan antibiotik untuk terapi appendisitis

jelas menguntungkan. Regimen antibiotik terbaik dan durasi

penggunaan antibiotik masih merupakan subjek yang

kontroversial. Kombinasi ampicillin, gentamycin,dan clindamycin /

metronidazol secara intravena merupakan gold standard selama 10

hari merupakan untuk terapi apendisitis yang berkomplikasi.

Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat,

termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,

Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.

Sejak antibiotik generasi baru tersedia, kombinasi lain

seperti Cefotaxime dan Clindamycin, Cefotixin, Clindamycin

dan Amikacyn, Clindamycin dan Astreonam, atau Cefepime dan

Metronidazole, Ticarcilline dan Clavulanate, Piperacillin dan

Tazobactam sama efektifnya.(4)

Akhir-akhir ini ada kecenderungan kearah pengurangan

durasi penggunaan antibiotik. Durasi yang dianjurkan dapat secara

single dose atau sampai mencakup 48 jam. Penelitian terakhir

menganjurkan pemberian antibiotik sesedikitnya selama 48 jam

adalah cukup pada apendisitis dengan komplikasi. Penelitian lain

menganjurkan antibiotik dilanjutkan sampai hari kelima, dengan

menggunakan nilai hitung lekosit dan demam sebagai penanda

34

Page 35: Isi Referat Pai

untuk memperpanjang penggunaan antibiotik.(4)

Pada apendisitis tahap awal, hanya antibiotika preoperatif

yang diperlukan. Pemberian antibiotika preoperative dengan

antibiotika broadspectrum untuk gram negative dan anaerob efektif

untuk menurunkan terjadinya infeksi post operasi. Standar terapi

antibiotik preoperatif yang digunakan adalah cefotixim untuk

pasien dengan suspek apendisitis akut, dan kombinasi ampicillin,

gentamycin dan clindamycin untuk apendisitis yang berkomplikasi. (4)

2. Pemberian cairan infus, dilakukan observasi terhadap

keseimbangan cairan dan elektrolit yang diperiksa setiap harinya.

3. Observasi pasien dengan melakukan pencatatan denyut nadi dan

suhu.

4. Penderita bed rest dengan posisi Fowler, yaitu posisi terlentang,

kepala ditinggikan 18-20 inchi, kaki diberi bantal, lutu ditekuk.

Pada daerah McBurney dikompres dengan air dingin.

Konservatif dilakukan sampai stadium tenang, yaitu massa

mengecil atau menghilang, tidak nyeri tekan, tidak febris dan

jumlah leukosit normal. Penderita diperbolehkan pulang dan

appendiktomi elektif dapat dilakukan 2-3 bulan kemudian, agar

perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.

35

Page 36: Isi Referat Pai

3.2 TERAPI OPERATIF

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah

apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan

apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses

atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan

sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak

masalah. Kebanyakan ahli bedah anak melakukan apendiktomi dalam 8

jam setelah masuk rumah sakit.(4)

Operasi dapat dilakukan:

Cito : akut, abses & perforasi

Elektif : kronik

Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya

dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan,

karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum.

Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat

penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis

sederhana tanpa perforasi. (14)

Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut,

tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih

banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu

minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila

dalam perawatan terjadi abses dengan ataupun tanpa peritonitis umum.(14)

Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada

anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif

tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi

secepatnya. (2)

36

Page 37: Isi Referat Pai

Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular

infiltrat maka luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja.

Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala

menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan

appendiktomi. Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap

hari. Biasanya pada hari ke 5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila

massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa

harus segera dibuka dan didrainase. (5)

Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral

dimana nyeri tekan adalah maksimum (incisi gridiron). Abses dicapai

secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil

karena apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar

dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan

ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang yang

berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase

didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drain

dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari.

Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk

mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT.(5)

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6

minggu tentang :

LED

Jumlah leukosit

Massa

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :

Bila LED telah menurun kurang dari 40

Tidak didapatkan leukositosis

Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang

massa sudah tidak mengecil lagi.

Bila LED tetap tinggi, maka perlu diperiksa

Apakah penderita sudah bed rest total.

37

Page 38: Isi Referat Pai

Pemakaian antibiotik penderita.

Kemungkinan adanya sebab lain.

Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat

atau tidak ada perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa

periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi

adalah drainase.(5)

Pembedahannya adalah dengan appendiktomi, yang dapat dicapai

melalui insisi Mc Burney (Raffensperger, 1990; Cloud, 1993). Tindakan

pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan penyulit peritonitis berupa

apendektomi yang dicapai melalui laparotomi (Raffensperger,1990; Mantu,

1994; Ein, 2000).

Lapisan kulit yang dibuka pada Appendektomi :

1. Cutis 6. MOI

2. Sub cutis 7. M. Transversus

3. Fascia Scarpa 8. Fascia transversalis

4. Fascia Camfer 9. Pre Peritoneum

5. Aponeurosis MOE 10. Peritoneum

3.3 PROGNOSIS

Kemajuan dalam pra dan pasca operasi, penekanan perawatan

terutama penggantian cairan sebelum operasi telah mengurangi angka

kematian penderita appendisitis. Angka kematian appendisitis dengan

komplikasi (Periappendikular Infiltrat) telah berkurang secara drastis

menjadi 2-5%. (1) Meskipun demikian infeksi pasca bedah masih saja

terjadi sekitar 30%.(5) Angka kematian dipengaruhi oleh usia pasien,

keadekuatan persiapan pra bedah, serta stadium penyakit pada waktu

intervensi bedah. Pengurangan mortalitas lebih lanjut harus dicapai dengan

intervensi pembedahan lebih dini.(1)

38

Page 39: Isi Referat Pai

BAB 3

KESIMPULAN

Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix

vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering

pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus

bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja

Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik . Gejala awalnya

sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa

melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul

muntah-muntah dan anaka akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala

yang tidak khas tadi, appendicitis sering diketahui setelah terjadi perforasi.

Pada bayi, 80-90% appendicitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.

Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik

merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis appendisitis.

39