36
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap;jadi kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB seringkali tidak bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap berpotensi sebagai penyebab (Rahayoe, 2006). Menurut Prof. Dr. Ganesja M Harimurti, Sp.JP (K), FASCC, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, mengatakan bahwa PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat proses pembentukan jantung yang kurang sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi). Pada waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat bulan (Dhania, 2009). Kebanyakan kelainan jantung kongenital meliputi malformasi struktur di dalam jantung

Referat Obsgyn Pjb Hanri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

haii

Citation preview

Page 1: Referat Obsgyn Pjb Hanri

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang

dibawa sejak lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam

kandungan. Pada akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah

lengkap;jadi kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan.

Penyebab PJB seringkali tidak bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor

dianggap berpotensi sebagai penyebab (Rahayoe, 2006).

Menurut Prof. Dr. Ganesja M Harimurti, Sp.JP (K), FASCC, dokter

spesialis jantung dan pembuluh darah di Rumah Sakit Jantung Harapan

Kita, mengatakan bahwa PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak

ia dilahirkan akibat proses pembentukan jantung yang kurang sempurna.

Proses pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi).

Pada waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan,

ada kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung

pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan, karena

jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat bulan (Dhania,

2009).

Kebanyakan kelainan jantung kongenital meliputi malformasi

struktur di dalam jantung maupun pembuluh darah besar, baik yang

meninggalkan maupun yang bermuara pada jantung (Nelson, 2000).

Kelainan ini merupakan kelainan bawaan tersering pada anak, sekitar 8-10

dari 1.000 kelahiran hidup. Kelainan jantung bawaan ini tidak selalu

memberi gejalan segera setelah bayi lahir, tidak jarang kelainan tersebut

baru ditemukan setelah pasien berumur beberapa bulan atau bahkan

ditemukan setelah pasien berumur beberapa tahun Kelainan  ini bisa saja

ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada anak tertentu, efek

dari kelainan ini begitu berat sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan

bahkan sebelum lahir. Dengan kecanggihan teknologi kedokteran di bidang

Page 2: Referat Obsgyn Pjb Hanri

diagnosis dan terapi, banyak anak dengan kelainan jantung kongenital dapat

ditolong dan sehat sampai dewasa (Ngustiyah, 2005).

Penyakit jantung merupakan penyebab kematian terbanyak pada

wanita di Amerika Serikat dan merupakan penyebab ketiga terbanyak pada

wanita usia 25 – 44 tahun. Penyakit jantung berpengaruh pada sekitar 1%

dari kehamilan, dengan angka kematian maternal menurut Sach sebanyak

0,3 dari 100.000 di Massachusetts. Namun menurut Tillery angka kematian

maternal mencapai 10 – 25% walaupun adanya perkembangan diagnosis

dan penanganan penyakit kardiovaskular maternal pada zaman sekarang.

Penyakit jantung dan pembuluh darah dalam kehamilan meliputi

penyakit jantung bawaan, yaitu sianotik dan nonsianotik, kehamilan dengan

hipertensi pulmonal mitral valve prolapsed, kardiomiopati peripartum,

kardiomiopati hipertrofi, aritmia, emboli paru, katup artificial, hipertensi

dalam kehamilan, kehamilan dengan kelainan marfan, dan penyakit kardiak

pulmonal pada kehamilan. Diantara beberapa penyakit kardiovaskular,

hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang tersering muncul pada

kehamilan, sebanyak 6-8% dari seluruh kehamilan. Di Negara barat,

penyakit jantung bawaan merupakan penyakit jantung yang paling sering

ditemukan selama kehamilan (75-82%). Di luar Eropa dan Amerika bagian

utara hanya berkisar 9-19%. Penyakit jantung reumatik mendominasi di

Negara selain Negara barat, berkisar 56-89% dari seluruh penyakit jantung

dalam kehamilan. Kardiomiopati jarang ditemukan, tetapi merupakan

penyebab berat dari komplikasi penyakit jantung dalam kehamilan. Pada

referat ini akan dibahas mengenai penyakit jantung bawaan pada kehamilan.

B. TUJUAN

Untuk mengetahui dan mempelajari mengenai penyakit jantung

bawaan pada kehamilan, sehingga diharapkan jika diwaktu mendatang

menemui kasus penyakit jantung bawaan pada kehamilan maka dokter muda

mampu mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan secara benar.

Page 3: Referat Obsgyn Pjb Hanri

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa

oleh anak sejak ia dilahirkan akibat proses pembentukan jantung yang

kurang sempurna. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin terjadi pada

usia tiga bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna pada

saat janin berusia empat bulan.

B. EPIDEMIOLOGI

Penyakit jantung bawaan prevalensinya menjadi lebih banyak pada

wanita usia reproduktif dan sekitar 75% dari penyakit jantung yang terlihat

pada wanita hamil. Angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8 tiap 1000

kelahiran hidup. Jika jumlah penduduk Indonesia 200 juta, dan angka

kelahiran 2%, maka jumlah penderita PJB di Indonesia bertambah 32000

bayi setiap tahun. Frekuensi PJB bervariasi pada bermacam-macam umur.

Terbanyak pada masa bayi dan pra-sekolah; kelainan ini merupakan

persentase terkecil pada kelainan jantung orang dewasa.

Frekuensi macam-macam kelainan sulit ditentukan dengan pasti serta

teliti, oleh karena beberapa hal antara lain karena untuk pemastian diagnosis

diperlukan kateterisasi, operasi atau autopsi. Umumnya terbanyak defek

septum ventrikel (VSD), kemudian menyusul VSD + PS (stenosis

pulmonalis), ASD (defek septum atrium), PDA (duktus arteriosus persisten),

koarktasio aorta, PS (stenosis pulmonalis), AS (stenosis aorta), TGA

(transposisi arteri-arteri besar), TF (tetralogi fallot).

C. ETIOLOGI / FAKTOR RISIKO

Bayi baru lahir yang dipelajari adalah 3069 orang, 55,7% laki- laki

dan 44,3% perempuan, 28 (9,1 per-1000) bayi mempunyai PJB. Patent

Ductus Arteriosus (PDA) ditemukan pada 12 orang bayi (42,9%), 6

Page 4: Referat Obsgyn Pjb Hanri

diantaranya bayi prematur. Ventricular Septal Defect (VSD) ditemukan pada

8 bayi (28,6%), Atrial Septal Defect (ASD) pada 3 bayi (19,7%), Complete

AtrioVentricular Septal Defect (CAVSD) pada 3,6 % bayi, dan kelainan

katup jantung pada bayi yang mempunyai penyakit jantung sianotik

(10,7%), satu bayi Transposition of Great Arteries (TGA), dua lain dengan

kelainan jantung kompleks sindrom sianotik. Ditemukan satu bayi dengan

sindrom Down dengan ASD, dengan ibu pengidap diabetes. Satu orang bayi

dilahirkan dari bapak dengan PJB, tidak ada dari 4 orang ibu dengan PJB

mempunyai bayi dengan PJB. Atrial fibrillation ditemukan di satu orang

bayi.

Dari 28 bayi dengan PJB, 4 mati (14,3%) selama 5 hari pengamatan.

Data menunjukkan ibu yang tidak mengkonsumsi vitamin B secara teratur

selama kehamilan awal mempunyai 3 kali risiko bayi dengan PJB. Merokok

secara signifikan sebagai faktor risiko bagi PJB 37,5 kali. Faktor risiko lain

secara statistik tidak berhubungan (Harimurti, 1996). Dalam hubungan

keluarga yang dekat risiko terjadinya PJB yang terjadi 79,1%, untuk

Heterotaxia, 11,7% untuk Conotruncal Defects, 24,3% untuk

Atrioventricular Septal Defect, 12,9% untuk Left Ventricular Outflow Tract

Obstruction, 7,1% untuk Isolated Atrial Septal Defect dan 3,4% untuk

Isolated Ventricular Septal Defect. Risiko terjadinya PJB dari jenis lain

2,68%, risiko didapatnya PJB dari jenis yang sama berkisar 8,15%. Didapati

hanya 2,2% kejadian PJB pada populasi yang diamati (Poulsen, 2009).

Kelainan  ini bisa saja ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir.

Namun pada anak tertentu, efek dari kelainan ini begitu berat sehingga

diagnosis telah dapat ditegakkan bahkan sebelum lahir. Dengan

kecanggihan teknologi kedokteran di bidang diagnosis dan terapi, banyak

anak dengan kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat sampai

dewasa. Sebab-sebab kelainan jantung bawaan dapat bersifat eksogen, atau

endogen.

a.    Eksogen : infeksi rubella atau penyakit virus lain, obat-obat yang

diminum ibu (misalnya thalidomide), radiasi dan sebagainya yang dialami

ibu pada kehamilan muda dapat merupakan faktor terjadinya kelainan

Page 5: Referat Obsgyn Pjb Hanri

jantung kongenital. Diferensiasi lengkap susunan jantung terjadi pada

kehamilan bulan kedua. Faktor eksogen mempunyai pengaruh terbesar

terhadap terjadinya kelainan jantung dalam masa tersebut.

b.    Endogen : Faktor genetik/kromosom memegang peranan kecil dalam

terjadinya kelainan jantung congenital (Prawirohardjo, 1999).

Menurut Latief, dkk (2005) penyakit jantung bawaan (PJB) merupaka

kelainan yang disebebkan oleh gangguan perkembangan sistem

kardiovaskular pada embrio. Terdapat peranan faktor endogen dan eksogen.

Masih disangsikan apakah tidak ada faktor lain yang mempengaruhinya.

Faktor tersebut adalah:

1)        Lingkungan: diferensial bentuk jantung lengkap pada akhir bulan

kedua kehamilan. Faktor penyebab PJB terutama terdapat selama dua bula

pertama kehamilan ialah rubella pada ibu dan penyakit virus lain, talidomid,

dan mungkin obat-obat lain, radiasi. Hipoksia juga dapat menjadi penyebab

PDA.

2)        Hereditas: Faktor genetik mungkin memegang peranan kecil saja,

sedangkan kelainan kromosom biasanya tidak terdapat. Walaupun demikian

beberapa keluarga mempunyai insiden PJB tinggi, jenis PJB yang sama

terdapat pada anggota keluarga yang sama.

Menurut Ontoseno, Teddy (2007) perubahan sistem sirkulasi pada saat

lahir terjadi saat tangisan pertama. Ketika itulah terjadi proses masuknya

oksigen yang pertama kali ke dalam paru. Peristiwa ini membuka alveoli,

pengembangan paru serta penurunan tahanan ekstravaskuler paru dan

peningkatan tahanan oksigen sehingga terjadi vasodilatasi disertai

penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis. Hal ini

mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta peningkatan

saturasi oksigen sistemik. Perubahan selanjutnya, terjadi peningkatan aliran

darah ke paru secara progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan

tekanan di atrium kiri sampai melebihi tekanan atrium kanan. Kondisi ini

mengakibatkan penutupan foramen ovale juga peningkatan tekanan

ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan serta penebalan sistem arteri

sistemik. Peningkatan tekanan oksigen sistemik dan perubahan sintesis serta

Page 6: Referat Obsgyn Pjb Hanri

metabolisme bahan vasoaktif prostaglandin mengakibatkan kontraksi awal

dan penutupan fungsional dari duktus arteriosus yang mengakibatkan

berlanjutnya penurunan tahanan arteri pulmonalis. Pada neonatus aterm

normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi pada 10-15 jam

pertama kehidupan, lalu terjadi penutupan duktus arteriosus secara

fungsional setelah 72 jam postnatal. Kemudian disusul proses trombosis,

proliferasi intimal dan fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya

terjadi penutupan secara anatomis. Pada neonatus prematur, mekanisme

penutupan duktus arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai

usia 4-12 bulan.

Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler

sistemik, terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava

inferior serta penutupan duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan

juga menurun sampai di bawah tekanan atrium kiri. Hal ini mengakibatkan

penutupan foramen ovale, dengan demikian ventrikel kanan hanya

mengalirkan darahnya ke arteri pulmonalis. Peristiwa ini disusul penebalan

dinding ventrikel kiri oleh karena menerima beban tekanan lebih besar

untuk menghadapi tekanan arteri sistemik. Sebaliknya ventrikel kanan

mengalami penipisan akibat penurunan beban tekanan untuk menghadapi

tekanan arteri pulmonalis yang mengalami penurunan ke angka normal.

Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus, dan foramen

ovale diawali penutupan secara fungsional kemudian disusul adanya proses

proliferasi endotel dan jaringan fibrous yang mengakibatkan penutupan

secara anatomis (permanen).Tetap terbukanya duktus venosus pada waktu

lahir mengakibatkan masking effect terhadap total anomalous pulmonary

venous connection di bawah diafragma. Tetap terbukanya foramen

ovalepada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap kelainan

obstruksi jantung kanan. Tetap terbukanya duktus arteriosus pada waktu

lahir mengakibatkan masking effect terhadap semua PJB dengan ductus

dependent sistemic dan ductus dependent pulmonary circulation (Teddy,

2007).

Page 7: Referat Obsgyn Pjb Hanri

D. KLASIFIKASI

1. PJB NON SIANOTIK

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur

dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis;

misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan,

kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau

pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing

mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai

berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler

paru (Roebiono, 2003).

a. Ventricular Septal Defect (VSD)

Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada

besarnya lubang, juga sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler

paru. Makin rendah tahanan vaskuler paru makin besar aliran pirau dari kiri

ke kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru belum sempurna,

tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau

dari kiri ke kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi

saat usia 2–3 bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi

penurunan tahanan vaskuler paru dengan cepat maka aliran pirau dari kiri ke

kanan akan bertambah. Ini menimbulkan beban volume langsung pada

ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung (Roebiono, 2003).

b. Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak

membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin

dengan adanya bising kontinyu yang khas seperti suara mesin (machinery

murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga 2–3 kiri dan di

bawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang

berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat saat usia 1–4 bulan dimana

tahanan vaskuler paru menurun dengan cepat. Nadi akan teraba jelas dan

Page 8: Referat Obsgyn Pjb Hanri

keras karena tekanan diastolik yang rendah dan tekanan nadi yang lebar

akibat aliran dari aorta ke arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik.

Bila sudah timbul hipertensi paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal

akan mengeras dan bising jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan

tidak kontinyu lagi karena tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis

sama tinggi sehingga saat fase diastolik. tidak ada pirau dari kiri ke kanan.

Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering tidak terjadi pada

bayi prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna sehingga

tidak responsif vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2

masih tinggi. Pada bayi prematur ini otot polos vaskuler paru belum

terbentuk dengan sempurna sehingga proses penurunan tahanan vaskuler

paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan dan akibatnya gagal

jantung timbul lebih awal saat usia neonatus (Roebiono, 2003).

c. Atrial Septal Defect (ASD)

Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di

septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan

aliran ke paru yang berlebihan juga menyebabkan beban volum pada

jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan keluhan pada anak

walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa.

Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik

dan gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru

yang berlebihan yang telah diuraikan di atas. Auskultasi jantung cukup khas

yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak mengikuti

variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area pulmonal. Bila

aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal

sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup trikuspid. Simptom dan

hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia dekade 30 – 40 sehingga

pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru

(Roebiono, 2003).

Page 9: Referat Obsgyn Pjb Hanri

d. Aorta Stenosis (AS)

Aorta Stenosis derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik

sehingga sering terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin

terdengar bising sistolik ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta;

parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Bayi dengan AS derajat

berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu minggu

pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya. Pada AS yang ringan

dengan gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan

intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic

Valvuloplasty harus segera dilakukan pada neonatus dan bayi dengan AS

valvular yang kritis serta pada anak dengan AS valvular yang berat atau

gradien tekanan sistolik 90 – 100 mmHg (Roebiono, 2003).

e. Coarctatio Aorta (CoA)

Coartatio Aorta pada anak yang lebih besar umumnya juga

asimptomatik walaupun derajat obstruksinya sedang atau berat. Kadang-

kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau epistaksis berulang, tungkai

lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas. Tanda yang klasik pada kelainan

ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri femoralis

dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan

aliran pirau dari arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga

tekanan darah lengan lebih tinggi dari pada tungkai. Obstruksi pada AS atau

CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung pada usia dini dan akan

mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada kelompok ini,

sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari

kanan ke kiri melalui PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi

perburukan irkulasi sistemik dan hipoperfusi perifer (Roebiono, 2003).

f. Pulmonal Stenosis (PS)

Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan

berat badan yang memuaskan. bayi dan anak dengan PS ringan umumnya

asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan PS berat atau

Page 10: Referat Obsgyn Pjb Hanri

kritis akan terlihat takipnu dan sianosis. Penemuan pada auskultasi jantung

dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular terdengar

bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup

pulmonal yang abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila

derajat obstruksinya berat atau mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan

stenosis sangat berat. Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras terdengar

di area pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi

yang halus akan ditemukan pada stenosis yang berat (Roebiono, 2003).

2. PJB SIANOTIK

Sesuai dengan namanya manifestasi klinis yang selalu terdapat pada

pasien dengan PJB sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan

pada mukosa yang disebabkan oleh terdapatnya >5mg/dl hemoglobin

tereduksi dalam sirkulasi. Deteksi terdapatnya sianosis antara lain

tergantung kepada kadar hemoglobin (Prasodo, 1994).

a. Tetralogy of Fallot (ToF)

Tetralogy of Fallot merupakan salah satu lesi jantung yang defek

primer adalah deviasi anterior septum infundibular. Konsekuensi deviasi ini

adalah obstruksi aliran darah ke ventrikel kanan (stenosis pulmoner), defek

septum ventrikel, dekstroposisi aorta, hipertrofi ventrikuler kanan. Anak

dengan derajat yang rendah dari obstruksi aliran ventrikel kanan

menimbulkan gejala awal berupa gagal jantung yang disebabkan oleh pirau

kiri ke kanan di ventrikel. Sianosis jarang muncul saat lahir, tetapi dengan

peningkatan hipertrofi dari infundibulum ventrikel kanan dan pertumbuhan

pasien, sianosis didapatkan pada tahun pertama kehidupan.sianosis terjadi

terutama di membran mukosa bibir dan mulut, di ujung-ujung jari tangan

dan kaki. Pada keadaan yang berat, sianosis langsung ditemukan (Bernstein,

2007).

Page 11: Referat Obsgyn Pjb Hanri

b. Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum

Saat duktus arteriosus menutup pada hari-hari pertama kehidupan,

anak dengan Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum mengalami

sianosis. Jika tidak ditangani, kebanyakan kasus berakhir dengan kematian

pada minggu awal kehidupan. Pemeriksaan fisik menunjukkan sianosis

berat dan distress pernafasan. Suara jantung kedua terdengar kuat dan

tunggal, seringnya tidak terdengar suara murmur, tetapi terkadang murmur

sistolik atau yang berkelanjutan dapat terdengar setelah aliran darah duktus.

(Bernstein, 2007).

c. Tricuspid Atresia

Sianosis terjadi segera setelah lahir dengan dengan penyebaran yang

bergantung dengan derajat keterbatasan aliran darah pulmonal. Kebanyakan

pasien mengalami murmur sistolik holosistolik di sepanjang tepi sternum

kiri. Suara jantung kedua terdengar tunggal. Diagnosis dicurigai pada 85%

pasien sebelum usia kehamilan 2 bulan. Pada pasien yang lebih tua didapati

sianosis, polisitemia, cepat lelah, dan sesak nafas saat aktivitas berat

kemungkinan sebagai hasil dari penekanan pada aliran darah pulmonal.

Pasien dengan Tricuspid Atresia berisiko mengalami penutupan spontan

VSD yang dapat terjadi secara cepat yang ditandai dengan sianosis.

(Bernstein, 2007).

d. Overriding aorta/ Transposition of Great Artery (TGA)

TGA adalah kelainan dimana kedua pembuluh darah arteri besar

tertukar letaknya, yaitu aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri

pulmonalis dari ventrikel kiri. Pada kelainan ini sirkulasi darah sistemik dan

sirkulasi darah paru terpisah dan berjalan paralel. Kelangsungan hidup bayi

yang lahir dengan kelainan ini sangat tergantung dengan adanya

percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis yang baik,

melalui pirau baik di tingkat atrium (ASD), ventrikel (VSD) ataupun arterial

(PDA).

Page 12: Referat Obsgyn Pjb Hanri

Seringkali TGA tak disertai lubang sekat dan pasien sangat biru (darah

yang mengalir ke seluruh tubuh sebagian besar adalah darah kotor). Pada

neonatus dengan PJB sianosis, tidak mampu meningkatkan saturasi oksigen

arteri sistemik, justru sangat menurun drastis saat lahir, sehingga pelepasan

dan pengikatan oksigen di jaringan menurun. Kondisi ini bila tidak segera

diatasi mengakibatkan metabolisme anaerobik dengan akibat selanjutnya

berupa asidosis metabolik, hipoglikemi, hipotermia dan kematian.

e. Common Mixing

Pada PJB sianotik golongan ini terdapat percampuran antara darah

balik vena sistemik dan vena pulmonalis baik di tingkat atrium (ASD besar

atau Common Atrium), di tingkat ventrikel (VSD besar atau Single

Ventricle) ataupun di tingkat arterial (Truncus Arteriosus). Umumnya

sianosis tidak begitu nyata karena tidak ada obstruksi aliran darah ke paru

dan percampuran antara darah vena sistemik dan pulmonalis cukup baik.

Akibat aliran darah ke paru yang berlebihan penderita akan memperlihatkan

tanda dan gejala gagal tumbuh kembang, gagal jantung kongestif dan

hipertensi pulmonal.

Gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru

yang berlebihan dan timbul pada saat penurunan tahanan vaskuler paru.

Pada auskultasi umumnya akan terdengar bunyi jantung dua komponen

pulmonal yang mengeras disertai bising sistolik ejeksi halus akibat

hipertensi pulmonal yang ada. Hipertensi paru dan penyakit obstruktif

vaskuler paru akan terjadi lebih cepat dibandingkan dengan kelainan yang

lain.

Pada kelainan jenis ini, diagnosis dini sangat penting karena operasi

paliatif ataupun definitif harus sudah dilakukan pada usia sebelum 6 bulan

sebelum terjadi penyakit obstruktif vaskuler. Operasi paliatif yang dilakukan

adalah PAB dengan tujuan mengurangi aliran darah ke paru sehingga

penderita dapat tumbuh lebih baik dan siap untuk operasi korektif atau

definitif. Tergantung dari kelainannya, operasi definitif yang dilakukan

Page 13: Referat Obsgyn Pjb Hanri

dapat berupa bi-ventricular repair (koreksi total) ataupun single ventricular

repair (Fontan).

f. Eisenmenger syndrome

Sindrom eisenmenger merupakan peningkatan resistensi pulmonal dan

tekanan arteri pulmonalis yang didapat akibat adanya pirau intrakardiak dari

kiri ke kanan. Akhirnya mengakibatkan pirau dari kanan ke kiri atau

bidirectional, dengan akibat sianosis dan polisitemia. Banyak laporan

menggambarkan hasil yang buruk pada pasien sindrom eisenmenger yang

hamil. Gleicher et al menggambarkan 70 kehamilan pada 44 wanita dengan

sindrom eisenmenger. Dua puluh tiga pasien (52%) meninggal selama hamil

atau dalam 1 bulan postpartum. Kematian ibu sebanyak 36.1%, 26.7%, dan

33.3% untuk kehamilan pertama, kedua dan ketiga, secara respektif,

pengaruh kesuksesan kehamilan sebelumnya bukan merupakan predictor

yang valid untuk hasil kehamilan selanjutnya. Kematian berhubungan

dengan tromboemboli pada 43.5% dan hipovolemia pada 26.1%. Dua pasien

meninggal sebelum melahirkan, empat pasien meninggal pada intrapartum,

dan sebagian besar pasien meninggal dalam 1 minggu setelah melahirkan.

Kematian perinatal sebanyak 28.3%.

Kehamilan seharusnya dikontraindikasikan pada pasien dengan

kelainan kardiak ini. Bagaimanapun, jika pasien hamil, terminasi kehamilan

diperlukan untuk meningkatkan prognosis ibu, dengan rasio mortalitas

sebanyak 7.1%.

Daripada melihat risiko, beberapa pasien memilih melanjutkan

kehamilannya atau diagnosis baru ditegakkan selama kehamilan. Laporan

kasus menggambarkan terapi agresif menggunakan inhalasi nitit oxide,

epoprostenol, sildenafil, dan L-arginin dan telah berhasil pada beberapa

pasien. Banyak aspek pada perawatan intrapartum pasien sindrom

eisenmenger yang masih controversial. Termasuk anestesi regional,

monitoring hemodinamik yang invasive, dan berbagai metode persalinan

yang bervariasi.

Page 14: Referat Obsgyn Pjb Hanri

g. Anomali Ebstein

Anomaly ebstein merupakan penyakit jantung kongenital yang jarang

terjadi yang mungkin dapat mengakibatkan komplikasi sianosis. Ini

mewakili sekitar 1% dari seluruh penyakit jantung congenital. Abnormalitas

yang spesifik termasuk displacement katup tricuspid, yang mengakibatkan

pelebaran atrium kanan, ventrikel kanan yang kecil, dan regurgitasi katup

tricuspid. Atrial septal defek, ventricular septal defek, atau patent foramen

ovale mungkin menjadi komplikasi yang dapat mengakibatkan terjadinya

pirau dari kanan ke kiri dan sianosis.

Dua pusat studi melaporkan pengalamannya mengenai kehamilan dan

anomaly Ebstein.Kombinasi review ini menggambarkan hasil dari 153

kehamilan pada 56 wanita. Tidak ada kematian ibu dan rasio kelahiran

hidup sebanyak 79%. Enam wanita mendapat terapi untukl takikardi akibat

Wolff Parkinson White syndrome, yang berhubungan dengan anomaly

Ebstein. Sembilan belas pasien (34%) sianosis; pada serial yang dilaporkan

oleh Connolly et al. Ini berhubungan sevara signifikan dengan berat lahir

yang rendah. Usaha harus dilakukan untuk mengontrol aritmia dan

mengurangi derajat sianosis untuk meminimalisir morbiditas ibu dan fetal.

E. DIAGNOSIS

Gejala yang menunjukkan adanya PJB termasuk: sesak napas dan

kesulitan minum. Gejala-gejala tersebut biasanya tampak pada periode

neonatus. Kelainan-kelainan non kardiak juga dapat menunjukkan gejala-

gejala seperti tersebut di atas. Gejala-gejala yang mengarah ke PJB seperti

adanya bising jantung, hepatomegali, sianosis, nadi femoralis yang teraba

lemah / tidak teraba, adalah juga gejala yang sering ditemukan di ruang bayi

dan sering pula tidak berhubungan dengan abnormalitas pada jantung.

Membedakan sianosis perifer dan sentral adalah bagian penting dalam

menentukan PJB pada neonatus.

Sianosis perifer berasal dari daerah dengan perfusi jaringan yang

kurang baik,terbatas pada daerah ini, tidak pada daerah dengan perfusi baik.

Sebaliknya sianosis sentral tampak pada daerah dengan perfusi jaringan

Page 15: Referat Obsgyn Pjb Hanri

yang baik, walaupun sering lebih jelas pada tempat dengan perfusi kurang

baik.tempat atau daerah yang dapat dipercaya untuk menentukan adanya

sianosis sentral adalah pada tempat dengan perfusi jaringan yang baik

seperti pada lidah, dan dinding mukosa. Sianosis sentral pada jam-jam awal

setelah lahir dapat timbul saat bayi normal menangis. Sianosis pada bayi

tersebut disebabkan oleh pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale dan atau

duktus arteriosus. Kadar hemoglobin yang terlalu tinggi yang disertai

dengan hiperveskositas dapat pula menyebabkan sianosis pada bayi normal.

(Rahman, 2008).

Manifestasi klinis pada bayi baru lahir :

a) Bayi lahir dalam keadaan sianosis, pucat kebiru – biruan yang

disebut Picasso Blue. Sianosis merata keseluruh tubuh kecuali jika

resistensi vascular paru sangat tinggi, dibagian tubuh sebelah atas

akan lebih sianotik dibanding bagian bawah.

b) Pada foto merah terlihat jelas gambaran pembuluh darah abnormal.

c) Pada umur tiga bulan, terjadi kelambatan penambahan berat badan

dan panjang badan serta perkembangan otak terganggu.

d) Disertai pulmonal stenosis sering timbul serangan anoksia, yang

menandakan bahaya kematian.

e) Bila terdapat gejala takipnea, maka tanda adanya gejala gagal

jantung.

f) Pada aliran darah paru yang meningkat menunjukkan penampangan

anterior – posterior dada bertambah.

g) ada anak besar, tampak jelas voussure cardiac ke kiri.

h) Pada pirau kanan ke kiri terjadi sianosis, kelemahan, dan rasa lelah.

Pasien mungkin mengambil posisi berjongkok atau’lutut ke dada’

(knee-to-chest).

i) Dapat terbentuk jari tabuh.

j) Pada pirau kiri ke kanan, dapat terjadi kongesti paru dan dispnea.

Dapat timbul gagal jantung kiri.

Page 16: Referat Obsgyn Pjb Hanri

k) Pada defek septum atrium, sering terdengar pemisahan (splitting)

bunyi jantung kedua karena penutupan katup pulmonalis mungkin

melambat.

l) Pada defek septum ventrikel, biasanya terdengar murmur sistolik.

m) Koarktasi pascaduktus menyebabkan kesenjangan denyut nadi dan

tekanan darah tubuh bagian atas dan bawah.

F. PENATALAKSANAAN

1. PJB NON SIANOTIK

1) Terapi Medikamentosa

Terapi pada penderita koarktasio aorta dimulai sejak dini, yaitu:

a) Terapi gagal jantung kongestif dengan penggunaan obat

diuretik dan digitalis

Diuretik

Untuk menurunkan preload

Furosemid

Diuretik kuat, meningkatkan ekskresi akir dengan

menghambat reabsorbsi Na dan Cl di Ansa Henle acsendens

dan tubulus distal ginjal.

Dosis inisiasi 1-2 mg/kg/dosis tiap 6-8 jam atau 0.05

mg/kg/jam dalam infus inravena atau intramuskulas

selanjutnya diberi dosis oral 1-4 mg/kg dosis tunggal dipagi

hari.

Digitalis

Golongan glikosida jantung, anti aritmia

Bersifat inotropik positif dan kronotropik negatif

Digoksin

2) Pembedahan

Segmen aorta yang sempit direseksi dan kedua ujung disambung

kembali. Pada bayi, bagian proksimal arteri subklavia kiri dapat digunakan

memperbaiki aorta setelah eksisi bagian yang menyempit. Pembedahan dini

Page 17: Referat Obsgyn Pjb Hanri

lebih efektif dalam mengatasi hipertensi secara permanen, tetapi karena

anak betumbuh, terdapat risisko penyempitan kembali pada lokasi

koarktasio yang akan memerlukan pembedahan lebih lanjut.

2. PJB SIANOTIK

a. Sebagian defek yang berukuran kecil tidak memerlukan

pengobatan atau dapat menutup secara spontan.

b. Koreksi defek secara bedah sering diperlukan.

c. Mungkin dierlukan pengobatan untuk gagal jantung kongestif.

d. Pada koarktasi praduktus, diberikan prostaglandin E untuk

mempertahanka duktus arteriosus tetap terbuka.

e. Pemberian inhibitor prostaglandin endometasin akan

mencetuskan penutupan duktus pada duktus arteriosus paten.

(Elizabeth, 2007: 516-518)

G. PENCEGAHAN

Pemeriksaan antenatal yang rutin sangat diperlukan selama kehamilan.

Dengan kontrol kehamilan yang teratur, hal-hal yang dikaitkan sebagai

penyebab PJB diatas dapat dihindari atau dikenali secara dini. Hal ini sangat

penting untuk mencari solusi dari adanya faktor risiko yang terdapat pada

ibu hamil, sebagai contoh pada kasus ibu hamil dengan penyakit gula, kadar

gula darah harus dikontrol dalam batas normal selama masa kehamilan.

Pemeriksaan antenatal juga dapat mendeteksi adanya PJB pada janin

dengan ultrasonografi (USG). Namun, pemeriksaan ini sangat tergantung

dengan saat dilakukannya USG, beratnya kelainan jantung dan juga

kemampuan dokter yang melakukan ultrasonografi. Umumnya, PJB dapat

terdeteksi pada saat USG dilakukan pada paruh kedua kehamilan atau pada

kehamilan lebih dari 20 minggu. Apabila terdapat kecurigaan adanya

kelainan jantung pada janin, maka penting untuk dilakukan pemeriksaan

lanjutan dengan fetal ekokardiografi. Dengan pemeriksaan ini, gambaran

jantung dapat dilihat dengan lebih teliti.

Selain itu, pencegahan dapat dilakukan pula dengan menghindarkan

ibu dari risiko terkena infeksi virus tertentu seperti virus rubella. Dalam hal

Page 18: Referat Obsgyn Pjb Hanri

ini, penting dilakukan untuk dilakukan skrining sebelum merencanakan

kehamilan. Skrining ini yang juga dikenal dengan skrining TORCH adalah

hal yang rutin dilakukan pada ibu-ibu hamil di negara maju, namun di

Indonesia skrining ini jarang dilakukan oleh karena pertimbangan finansial.

Pencegahan infeksi virus rubella dapat dilakukan dengan cara menghindari

kontak erat dengan binatang berbulu yang belum diimunisasi dan

menghindari konsumsi makanan mentah / belum matang.

Konsumsi obat-obatan  tanpa resep dokter juga harus dihindari  karena

beberapa obat diketahui dapat membahayakan janin yang dikandungnya.

Khusus untuk obat-obatan yang sebelumnya atau saat hamil sedang

dikonsumsi harus dibicarakan secara khusus dengan dokter spesialis

kebidanan yang menangani pemeriksaan kehamilan.

Page 19: Referat Obsgyn Pjb Hanri

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada

struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang

terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur

jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB,

yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing

memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.

Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 8–10 bayi dari 1000 kelahiran

hidup dan 30 % diantaranya telah memberikan gejala pada minggu-minggu

pertama kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani

dengan baik, 50% kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan.

Di negara maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi

bahkan pada usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang

banyak yang baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada

beberapa jenis PJB yang berat mungkin telah meninggal sebelum terdeteksi.

Pada beberapa jenis PJB tertentu sangat diperlukan pengenalan dan

diagnosis dini agar segera dapat diberikan pengobatan serta tindakan bedah

yang diperlukan. Untuk memperbaiki pelayanan di Indonesia, selain

pengadaan dana dan pusat pelayanan kardiologi anak yang adekwat,

diperlukan juga kemampuan deteksi dini PJB dan pengetahuan saat rujukan

yang optimal oleh para dokter umum yang pertama kali berhadapan dengan

pasien.

Penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur

dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis;

misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan,

kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau

pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing

mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai

berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler

paru. Yang akan dibicarakan disini hanya 2 kelompok besar PJB non

sianotik; yaitu (1) PJB non sianotik dengan lesi atau lubang di jantung

Page 20: Referat Obsgyn Pjb Hanri

sehingga terdapat aliran pirau dari kiri ke kanan, misalnya ventricular septal

defect (VSD), atrial septal defect (ASD) dan patent ductus arteriosus

(PDA), dan (2) PJB non sianotik dengan lesi obstruktif di jantung bagian

kiri atau kanan tanpa aliran pirau melalui sekat di jantung, misalnya aortic

stenosis (AS), coarctatio aorta (CoA) dan pulmonary stenosis (PS).

Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung

sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik

yang mengandung darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi

sistemik. Terdapat aliran pirau dari kanan ke kiri atau terdapat percampuran

darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis. Sianosis pada mukosa bibir

dan mulut serta kuku jari tangan–kaki dalah penampilan utama pada

golongan PJB ini dan akan terlihat bila reduce haemoglobin yang beredar

dalam darah lebih dari 5 gram %. Bila dilihat dari penampilan klinisnya,

secara garis besar terdapat 2 golongan PJB sianotik, yaitu (1) yang dengan

gejala aliran darah ke paru yang berkurang, misalnya Tetralogi of Fallot

(TF) dan Pulmonal Atresia (PA) dengan VSD, dan (2) yang dengan gejala

aliran darah ke paru yang bertambah, misalnya Transposition of the Great

Arteries (TGA) dan Common Mixing.

Beberapa pencegahan berikut ini bisa dilakukan untuk menghindari

terjadinya penyakit ini.

a. Melakukan pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan disaat kehamilan

secara rutin dan teratur sehingga berbagai kelainan (bukan hanya

penyakit ini) dapat segera diketahui dan diberikan perlakukan medik

sesuai dengan yang dianjurkan oleh dokter.

b. Mengenali faktor risiko pada ibu hamil seperti penyakit gula, penyakit

jantung, kelainan genetik dan lainnya. Meskipun kecil, namun faktor

risiko itu dapat mempengaruhi bayi yang dikandungnya terkena penyakit

jantung bawaan ini.

c. Menghindari mengkonsumsi obat-obatan tertentu disaat kehamilan

karena diketahui bahwa beberapa obat dapat membahayakan janin dalam

Page 21: Referat Obsgyn Pjb Hanri

kandungan. Biasanya pemakaian obat dan antibiotika pada ibu hamil

hanya bisa digunakan jika terdapat indikasi yang jelas.

d. Menghindari dari paparan sinar X atau radiasi dari foto rontgen berulang

ketika masa kehamilan.

e. Menghindari asap roko baik pasif apalagi aktif.

Page 22: Referat Obsgyn Pjb Hanri

DAFTAR PUSTAKA

American Healt Association. 2010. Congenital heart

desease.http://www.americanheart.org. diakses Tanggal: 15 Mei 2014.

Arief, I. 2007. Penyakit jantung bawaan. http://www.cyntiasari.com.

Diakses Tanggal: 15 Mei 2014.

Arief dan Kristiyanasari, Weni, 2009. Neonatus dan asuhan keperawatan

anak. Yogyakarta: Nuha Medika.

British heart foundation. 2009. Beating heart desease

together.http://www.nhlbi.nih.gov. Diakses Tanggal: 15 Mei 2014.

Cyntiasari. 2010. Tentang penyakit jantung

bawaan. http://www.cyntiasari.com. Diakses Tanggal: 15 Mei 2014.

Febrian. 2009. Laporan tutorial blok kardiovaskuler skenario 2 defek

septum ventrikel.http://febrianfn.wordpress.com. Diakses tanggal: 15 Mei

2014

Irwanto. 2008. Penyakit jantung bawaan. http://irwanto-

fk04usk.blogspot.com.Diakses Tanggal: 15 Mei 2014

Latief , dkk. 2005. Ilmu Kesehatan Anak ,buku kuliah 2. Bagian Ilmu

Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan

Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. 2002. Jakarta: EGC.

Maryunani, Anik. Dkk. 2002. Asuhan Kegawatdaruratan dan penyulit pada

neonatus. Jakarta: Trans info Media

Nelson, (2000), Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.

Ngustiyah. 2005. Perawatan anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC.

Page 23: Referat Obsgyn Pjb Hanri

Ontoseno, Teddy. 2007. Deteksi dini penyakit jantung bawaan pada bayi

untuk indikasi pembedahan. http://www.majalah-farmacia.com. Diakses

tanggal: 15 Mei 2014

Prawirohardjo sarwono, 1999. Ilmu Kebidanan edisi ketiga. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Rahayoe, A. 2006. Penanganan medis pada penyakit jantung

bawaan.http://www.indonesiaindonesia.com. Diakses Tanggal: 15 Mei 2014

Rahman, A.M & Teddy, O. 2009. Deteksi dini penyakit jantung bawaan

pada neonatus.http://www.google.co.id/url. Diakses tanggal : 15 Mei 2014

Roebiono, S.P. 2007. Diagnosis dan tatalaksanan penyakit jantung

bawaan.http://www.mhcs.health. Diakses tanggal: 15 Mei 2014

Simposium sehari. FK Unair-RS DR Soetomo “Deteksi Penyakit Jantung

Pembuluh Darah untuk Indikasi Pembedahan”. 2007. Surabaya.

Sudarti dan Endang. 2010. Kebidanan Neonatus, bayi dan anak balita untuk

mahasiswa kebidanan. Yogyakarta: numed .