Upload
easy-orient-dewantari
View
43
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Syaraf
Citation preview
REFERAT
STROKE ET CAUSA
ARTERIVENOUS MALFORMATION (AVM)
Perceptor :
dr. Roezwir Azhary, Sp.S
Disusun oleh :
Easy Orient Dewantari
1018011055
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
MEI 2014
KATA PENGANTAR
Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Allah SWT. karena atas
rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Stroke et
causa Arterivenous Malformation (AVM)” tepat pada waktunya. Adapun tujuan
pembuatan referat ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Bagian Neurologi Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Roezwir Azhary, Sp.S, yang
telah meluangkan waktunya untuk saya dalam menyelesaikan referat ini. Saya
menyadari banyak sekali kekurangan dalam referat ini, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bukan hanya untuk saya, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.
Bandar Lampung, Mei 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar ................................................................................................. 2
Daftar isi............................................................................................................ 3
BAB I Pendahuluan ...................................................................................... 4
BAB II Pembahasan ....................................................................................... 5
BAB III Kesimpulan ....................................................................................... 23
Daftar Pustaka .................................................................................................. 24
BAB IPENDAHULUAN
Stroke merupakan salah satu penyakit pembuluh darah otak yang hingga
saat ini dikategorikan sebagai penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung
dan keganasan, disamping sebagai penyebab kecacatan jangka panjang nomor
satu di dunia.1
Insiden stroke mencapai 0.5 per 1000 pada usia 40 tahun, dan meningkat
menjadi 70 per 1000 pada usia 70 tahun. Angka kematian stroke mencapai 20%
pada 3 hari pertama dan 25% pada tahun pertama. Lebih dari 40% penderita tidak
dapat diharapkan untuk mandiri dalam aktifitas kesehariannya dan 25% menjadi
tidak dapat berjalan secara mandiri. Selain menghilangkan produktifitas kerja,
stroke juga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. Stroke dapat mengenai
semua kelompok umur, terutama pada kelompok usia lanjut.1,2,3
Secara umum, stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik (80% kasus
stroke) yang terdiri dari emboli ekstrakranial (25%) dan trombosis intrakranial
(75%), serta stroke hemoragik (20% kasus stroke) yang terdiri dari perdarahan
intraserebral dan perdarahan subaraknoid.4,5 Stroke iskemik adalah tanda klinis
gangguan fungsi atau kerusakan jaringan otak sebagai akibat dari berkurangnya
aliran darah ke otak, sehingga mengganggu pemenuhan kebutuhan darah dan
oksigen di jaringan otak.1,4,5. Stroke haemoragik adalah stroke akibat pecahnya
atau robeknya pembuluh darah otak. Perdarahan tersebut dapat disebabkan karena
hipertensi, kelainan pembuluh darah otak (aneurisma dan arterio venous
malformation / AVM) dan trauma.
Arterio venous malformation (AVM) yang dapat menyebabkan stroke
hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah abnormal yang menghubungkan
arteri dan vena yang sering kali menyerang usia muda. Kelainan ini didasari
penyakit bawaan sejak lahir dimana terdapat hubungan abnormal antara arteri dan
vena di otak.
BAB IIPEMBAHASAN
I. Definisi
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-
tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal
(atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain
vaskuler.1
II. Klasifikasi
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :1,2
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
i. Perdarahan intra serebral
ii. Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
i. Stroke akibat trombosis serebri
ii. Emboli serebri
iii. Hipoperfusi sistemik
2. Berdasarkan waktu terjadinya
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
d. Completed stroke
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
a. Sistem karotis
- Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
- Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
- Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral,
amaurosis fugaks
- Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
b. Sistem vertebrobasiler
- Motorik : hemiparese alternans, disartria
- Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
- Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
Stroke Hemoragik
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan
parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi
keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak
melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang
menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan
intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan tak dan
menekan batang otak.2
Klasifikasi dari Stroke Hemoragik :
1) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus
stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan
serebelum.3
Gejala klinis :
- Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan
aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa
peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah,
gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
- Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai
hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.
- Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks
pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi
- Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK),
misalnya papiledema dan perdarahan subhialoid.
2) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi
perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.3
Gejala klinis :
- Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,
dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
- Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah
terangsang, gelisah dan kejang.
- Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam
beberapa menit sampai beberapa jam.
- Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
- Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala
karakteristik perdarahan subarakhnoid.
- Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi,
hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat,
atau gangguan pernafasan.2
3) Perdarahan sudural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya
vena jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan vena di
permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter atau karena
robeknya araknoidea.
Gejala klinis :
- nyeri kepala, tajam penglihatan mundur akibat edema papil yang
terjadi, tanda-tanda defisit neurologik daerah otak yang tertekan.
- Gejala ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah
terjadinya trauma kepala.
Diagnosis stroke hemoragik
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis dari hasil
pemeriksaan. Untuk pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), Magnetic Resonance
Imaging (MRI), Elektrokardiografi (EKG), Elektroensefalografi
(EEG), Ultrasonografi (USG), dan Angiografi cerebral.
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Diagnosis didasarkan atas gejala-gejala dan tanda klinis. Pemeriksaan
tambahan dapat dilakukan dengan Multislices CT-Angiografi, MR
Angiografi atau Digital Substraction Angiography (DSA).
c. Perdarahan Subdural
Diagnosis didasarkan atas pemeriksaan yaitu dilakukan foto tengkorak
anteroposterior dengan sisi daerah trauma. Selain itu, dapat juga
dilakukan dengan CT-Scan dan EEG.
Stroke Non-Hemoragik (Stroke Iskemik, Infark Otak, Penyumbatan)
Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah
serviko-kranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti
aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik.2
Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala dan leher
dan dapat juga mengenai pembuluh arteri kecil atau
percabangannya.Trombus yang terlokalisasi terjadi akibat penyempitan
pembuluh darah oleh plak aterosklerotik sehingga menghalangi aliran
darah pada bagian distal dari lokasi penyumbatan. Gejala neurologis yang
muncul tergantung pada lokasi pembuluh darah otak yang terkena.2
Untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain,
misalnya sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang
ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem skoring yang sering
digunakan antara lain:
III. Etiologi
Etiologi stroke menurut Muttaqin (2008: 235) adalah:
1. Trombosis Serebri
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
b. Hiperkoagualasi pada polisitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebri.
c. Arteritis (radang pada arteri)
2. Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri
serebri.
3. Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebri meliputi perdarahan di dalam
ruang subarachnoid atau di dalam jaringanotak sendiri.
Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi:
a. Aneurisma berry, biasanya defek congenital.
b. Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis.
c. Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
d. Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh
darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
e. Ruptur arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
4. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah:
a. Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid,
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.
5. Hipoksia Lokal
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah,
b. Henti jantung paru,
c. Curah jantung turun akibat anemia.
Menurut Smeltzer (2001: 2131), stroke biasanya diakibatkan dari salah
satudari empat kejadian:
1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
2. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain)
3. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak)
4. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak)
Menurut Battica (2008: 58), faktor risiko pada klien dengan stroke
hemoragik antara lain:
1. Hipertensi atau tekanan darah tinggi.
2. Hipotensi atau tekanan darah rendah.
3. Obesitas atau kegemukan.
4. Kolesterol darah tinggi.
5. Riwayat penyakit jantung.
6. Riwayat penyakit diabetes mellitus.
7. Merokok
8. Stres.
IV. Faktor Risiko Stroke
Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat
dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi
(nonmodifiable). Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya
adalah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes melitus,
merokok, konsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis
arteri karotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara
lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan faktor genetik.2,4
Menurut The seventh report of the joint national commite on prevention,
detection, evaluation, and treatment of high blood pressure (JNC 7),
klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok
normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.
Diabetes mellitus juga merupakan faktor yang signifikan dan terjadi pada
10% pasien stroke. Keadaan ini dihubungkan dengan terjadinya
atherosklerosis intrakranial.2
Algoritma Stroke Gajah Mada1
V. Penatalaksanaan ( PERDOSSI, 2007 ):
STADIUM HIPERAKUT
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi :
- oksigen 2 L/menit dan
- cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin
dalam H2O.
- Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks,
darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT,
glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan
analisis gas darah.
Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar
tetap tenang.
STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktorfaktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan
psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien.
Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak
stroke terhadap pasien dan keluarga serta
tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
Stroke Hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika :
- volume hematoma >30 mL,
- perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan
- keadaan klinis cenderung memburuk.
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-
20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130
mmHg, dan volume hematoma bertambah.
Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan:
- labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian
dalam 10 menit) maksimum 300 mg;
- enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;
- kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat :
- posisi kepala dinaikkan 30o,
- posisi kepala dan dada di satu bidang,
- pemberian manitol, bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit,
dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk,
dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat
diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
- hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau
inhibitor pompa proton;
Komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan
antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada:
- pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum
berdiameter >3 cm3,
- hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum,
- dilakukan VP-shunting, dan
- perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial
akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma
atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).
STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, dan
bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit
yang panjang, dibutuhkan
penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan
kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program
preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
- Penatalaksanaan komplikasi,
- Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
- Prevensi sekunder
- Edukasi keluarga dan Discharge Planning
VI. Arterio-Venous Malformation (AVM)
AVM atau malformasi pada pembuluh darah arteri dan vena dengan
banyak pirau yang saling berhubungan tanpa pembuluh darah kapiler
sehingga rentan terjadi penyumbatan di otak. AVM merupakan kelainan
kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi namun berpotensial
memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada vaskularisasi
otak dan bahkan berisiko menimbulkan kematian.
AVM dapat terjadi di area lobus otak manapun, dapat di pembuluh darah
besar ataupun kecil. Saat pembuluh darah mengalami pendarahan,
biasanya darah yang dikeluarkan terbatas, tidak sebanyak pada pendarahan
hipertensif atau stroke. Hilangnya fungsi neurologis tegantung pada lokasi
AVM dan banyaknya pendarahan. Pada sebagian kecil kasus, anak yang
dilahirkan dengan AVM pada pembuluh darah besar juga menderita gagal
jantung karena malformasi yang menyebabkan beban kerja jantung ikut
bertambah.
Gejala
Masalah yang paling banyak dikeluhkan penderita AVM adalah nyeri
kepala dan serangan kejang mendadak. Dan jika AVM terjadi pada lokasi
kritis maka AVM dapat menyebabkan sirkulasi cairan otak terhambat,
yang dapat menyebabkan akumulasi cairan di dalam tengkorak yang
beresiko hidrosefalus.
Umumnya pasien mengalami pendarahan yang sedikit namun sering.
Biasanya penderita mengalami kejang sebelum mengetahui bahwa mereka
menderita AVM. Sebagian pasien menderita nyeri kepala, yang tidak
dihubungkan dengan AVM sebelum diperiksa dengan CT Scan atau MRI.
Pendarahan intrakranial tersebut dapat menyebabkan hilang kesadaran,
nyeri kepala hebat yang mendadak, mual, muntah, ekskresi yang tidak
dapat dikendalikan misalnya defekasi atau urinasi, dan penglihatan kabur.
Kaku leher yang dialami dikarenakan peningkatan tekanan antara
tengkorak dengan selaput otak (meninges) yang menyebabkan iritasi.
Perbaikan pada jaringan otak lokal yang pendarahan mungkin saja terjadi,
termasuk kejang, kelemahan otot yang mengenai satu sisi tubuh
(hemiparesis), kehilangan sensasi sentuh pada satu sisi tubuh, maupun
defisit kemampuan dalam menproses bahasa (aphasia). Variasi gejala ini
sejalan dengan tipe kerusakan cerebrovaskular. Secara umum, nyeri kepala
yang hebat yang bersamaan dengan kejang atau hilang kesadaran,
merupakan indikasi pertama adanya AVM pada daerah cerebral.
Diagnosis
Penggunaan scaning komputer tanpa kontras menghasilkan sensitifitas
yang rendah, namun kalsifikasi dan hipointensitas dapat ditemukan; agar
lebih dapat terlihat diakukan pemberian kontras. Pencitraan resonansi
magnetik (MRI) sangat sensitif, menunjukkan hilangnya sinyal pada area
korteks, umumnya dengan hemosiderin yang menujukkan adanya
perdarahan sebelumnya. MRI juga dapat memberikan informasi penting
mengenai lokalisasi dan topografi dari AVM bila intervensi akan
dilakukan.
Arteriografi merupakan standar emas untuk menggambarkan anatomi
arteri dan vena, sebagai tambahan, angiografi yang sangat selektif dapat
memberi data penting mengenai fungsi dan fisiologi untuk analisis klinis
tindakan. CT scan dengan kontras dan didapatkan gambaran malformasi
arteri vena pada daerah parietal kiri, kemudian untuk mengetahui
anatominya dilakukan angiografi.
Patofisiologi
Kira-kira 40% kasus dengan AVM cerebral diketahui melalui gejala
pendarahan yang mengarah ke kerapuhan struktur pebuluh darah yang
abnormal di dalam otak. Namun, beberapa penderita juga ada yang
asimtomatik atau hanya merasakan keluhan minor yang dapat mengarah ke
efek kekusutan pembuluh darah lokal. Jika ruptur atau pendarahan terjadi,
darah mungkin berpenetrasi ke jaringan otak (cerebral hemorrhage) atau
ruang subarachnoid (subarachnoid hemorrhage) yang teletak di antara
meninges yang menyelaputi otak. Sekali pendarahan AVM terjadi,
kemungkinan terjadinya pendarahan berulang menjadi lebih besar.
AVM yang tidak terjadi pendarahan menyebabkan gejala langsung dengan
menekan jaringan otak atau menurunkan aliran darah ke jaringan sekitar
(iskemia). Faktor mekanik maupun iskemik dapat menyebabkan kerusakan
sel saraf (neuron) secara permanen.
Kejang pada AVM mungkin terbagi atas 3 mekanisme, yaitu :
1. Iskemia jaringan korteks.
2. Astroglia berlebihan pada jaringan otak yang rusak di sekeliling daerah
AVM karena perdarahan subklinis sebelumnya atau karena deposit
hemosiderin, mungkin terjadi karena hilangnya bentuk karakteristik
secara progresif (apeidosis) melalui kapiler yang terdilatasi.
3. Kemungkinan peranan epileptogenesis sekunder, yang letaknya agak
jauh dari daerah AVM primer.
Terapi
Antikonvulsan seperti fenitoin sering digunakan untuk mengontrol kejang.
Terapi ini digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial. Namun, tetap
saja tindakan kuratif sebaiknya dilakukan untuk mencegah pendarahan
berulang.
Pemotongan pembuluh darah yang terbelit-belit merupakan tindakan
kuratif untuk semua tipe AVM. Walaupun hasil pembedahan didapatkan
dengan segera, pemotongan AVM tetap menimbulkan risiko.
Terapi radiasi (radiosurgery) biasanya digunakan pada daerah AVM yang
lebih kecil dan terletak di dalam otak. Gamma knife yang dikembangkan
serang dokter Swedia, Lars Leksell, digunakan dalam radiosurgery untuk
mengontrol dosis radiasi ke dalam volume otak yang terkena. Paling tidak,
malformasi dapat hilang selama dua tahun.
Studi terakhir mengungkapkan pada sebagian besar kasus, embolisasi
adalah terapi teraman dan terefektif. Untuk menghindari pendarahan,
vasodilatasi lokal (aneurisma) harus dihilangkan. Embolisasi merupakan
penyumbatan pembuluh darah yang AVM. Dengan x-ray, kateter
dikendalikan dari arteri femoralis di daerah paha atas ke daerah AVM
yang diobati. Lalu setelah daerah AVM dicapai, semacam lem atau kadang
gulungan kabel ditempatkan untuk memblok area tersebut. Namun,
embolisasi sendiri juga jarang dengan sempurna memblok aliran darah ke
daerah AVM.
Keberhasilan terapi agar daerah AVM tidak ruptur, tidak pernah
dibuktikan, Hasil tindakan medis masih saja terjadi pendarahan spontan.
Studi internasional masih terus dilakukan untuk memutuskan apa terapi
terbaik agar daerah AVM tidak ruptur.
BAB IIIKESIMPULAN
1. Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global),
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.
2. Stroke dibagi menjadi 2 macam, stroke iskemik dan stroke hemoragik
3. Salah satu penyebab stroke hemoragik adalah AVM atau malformasi pada
pembuluh darah arteri dan vena dengan banyak pirau yang saling berhubungan
tanpa pembuluh darah kapiler sehingga rentan terjadi penyumbatan di otak.
4. AVM merupakan kelainan kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi
namun berpotensial memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi
pada vaskularisasi otak dan bahkan berisiko menimbulkan kematian.
5. Terapi yang dapat dilakkan adalah terapi konservatif dengan pemberian anti
konvulsan dan terapi intervensi dengan pembedahan, radiosurgery, dan
embolisasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
2. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In :Goetz: Textbook of Clinical Neurology, 3rded. Philadelphia : Saunders. 2007.
3. Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 1984-1985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu Penyakit Saraf. 1986.
4. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In :Adam and Victor’s Priciples of Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
5. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline Stroke 2007. Jakarta.
6. Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition. New York : Thieme. 2005.
7. Setyopranoto I. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. FK UGM. Yogyakarta. 2011