119
Phone/ Fax : 0365-611-14 Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk Cekik Jembrana UPT. KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) BALI BARAT UPT. KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) BALI BARAT RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN 2014-2023 DENPASAR, JANUARI 2014

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

Phone/ Fax : 0365-611-14

Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk Cekik

Jembrana

UPT. KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN

LINDUNG (KPHL) BALI BARAT

UPT. KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN

LINDUNG (KPHL) BALI BARAT

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN

JANGKA PANJANG TAHUN 2014-2023

DENPASAR, JANUARI 2014

Page 2: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT i

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG

KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG UPT KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN BALI BARAT

TAHUN 2014 – 2023

Disusun Oleh,

KEPALA UPT KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN BALI BARAT

Ir. NYOMAN SERAKAT, M.Si.

NIP. 19620627 199003 1 006

Diketahui Oleh,

KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI

Ir. I G N WIRANATHA, MM

NIP. 19580125 198503 1 012

Disahkan oleh,

A.N MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPALA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN II

Dr. Ir. JOKO PRIHATNO, MM

NIP. 19600525 198903 1 005

Page 3: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT ii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Degradasi/kerusakan hutan, lahan, dan lingkungan serta berkembangnya lahan kritis di dalam kawasan hutan antara lain disebabkan oleh masih belum optimalnya pengelolaan hutan. Sebagai upaya untuk mencegah/menekan terjadinya kerusakan hutan dan lahan serta lingkungan lebih lanjut, sudah saatnya masalah pemeliharaan/perlindungan dan pelestariannya harus dipandang sebagai masalah bagi semua pihak. Oleh karena itu perlu dirancang dan dilakukan pengelolaan/managemen hutan secara terpadu dan professional.

KPH Bali Barat dilihat dari aspek administrasi pemerintahan masuk dalam 3 (tiga) kabupaten yakni Kabupaten Buleleng, Jembrana, dan Kabupaten Tabanan serta terbagi dalam 11 RPH. Wilayah KPH Bali Barat mempunyai potensi yang cukup bagus untuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna yang cukup tinggi, potensi jasa lingkungan yang cukup banyak, budaya masyarakatnya tergolong homogen, sehingga bila dikelola secara optimal, maka fungsi kawasannya akan dapat meningkatkan fungsi perlindungan, pemanfaatan, maupun jasa lingkungan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.

Permasalahan di KPH Bali Barat dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu masalah yang berkaitan dengan kondisi biofisik wilayah hutan (kondisi given), dan masalah yang diakibatkan dalam pengelolaan hutan.

Dalam managemen pengelolaan hutan di Provinsi Bali sampai saat ini organisasi KPH belum mengikuti Permendagri No. 61 Tahun 2010, masih mengikuti Perda No 2 tahun 2008 dan Pergub No. 102 tahun 2011 yang mana masih berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali.

Kebijakan dalam membuat rencana pengelolaan hutan perlu dibuat rencana pemanfaatan hutan secara lebih detil sesuai dengan potensi spesifik biofisik wilayah masing-masing.

Pemberdayaan masyarakat di wilayah KPH Bali Barat belum berjalan optimal, sehingga masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan. Kebijakan dalam pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dilakukan dengan pembentukan hutan desa. Rencana pengembangan Hutan Desa di KPH Bali Barat adalah seluas 11.685 ha yang tersebar di 8 RPH.

Pengembangan HTR dan HTHR dilakukan pada hutan produksi dengan melibatkan orang ketiga/investor yang disertai aturan yang lebih detil dengan melakukan pengawasan serta pembinaan secara intensif dan berkelanjutan. Pada wilayah KPH Bali Barat pencadangan HTR dilakukan di RPH Sumberkima seluas 375 ha (Kepmenhut No.: SK.91/Menhut-II/2009 tanggal 6 Maret 2009) dan pemanfaatan HTHR seluas 200 ha di RPH Grokgak.

Page 4: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT iii

Pengembangan jasa lingkungan yang dapat dikembangkan antara lain wisata medis (permandian air panas Banyuwedang dan Pemuteran) di RPH Sumberklampok dan RPH sumberkima; pemanfaatan air/mata air (Sumberklampok, Sumberkima, dusun Telaga, bendung Grokgak, dan waduk Palasari); pemanfaatan aliran air (rafting) di tukad Yeh Buah, dan air terjun Yeh Mesehe (RPH Yeh Embang); wisata pendidikan (Monument perjuangan di dusun Nusamara) dan hutan lindung di dusun Telaga; wisata olah raga (tracking) di dusun Sombang (RPH Candikusuma), wisata berkuda (RPH Grokgak), dan wisata religi (di semua pura yang ada dalam kawasan hutan KPH Bali Barat).

Pada hutan lindung, pemanfaatan kawasan dapat dilakukan dengan pengembangan lebah madu, budidaya tanaman obat, pemungutan hasil hutan bukan kayu (madu dan buah-buahan). Saat ini lebah madu telah dikembangkan di RPH Pulukan dan RPH Penginuman. Untuk kedepannya usaha lebah madu juga sangat memungkinkan untuk dikembangkan di kawasan lain yang mempunyai potensi sumber pakan yang cukup banyak, yaitu RPH Yeh Embang, Tegal Cangkring, Candikusuma, Sumberklampok, Dapdap Putih, dan Antosari.

Pemanfaatan wilayah tertentu di RPH Sumberklampok dialokasikan untuk areal kayuputih seluas 400 ha, kayu perpatungan seluas 375 ha, kebun benih panggal buaya seluas 25 ha, bentawas seluas 25 ha, pule 5 ha, dan sawo kecik seluas 5 ha, dan di dusun Sombang (RPH Candi Kusuma) seluas 283 dikembangkan untuk kayu perpatungan. Kebijakan dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat dengan memanfaatkan ruang di bawah tegakan dengan sistem tumpangs.

Penggunaan kawasan di RPH Bali Barat terdiri dari penggunaan yang berijin dan yang tidak berijin. Penggunaan kawasan di wilayah ini digunakan oleh: Pemerintah, BUMN maupun (selengkapnya telah disajikan pada BAB II).

Rehabilitasi dan reklamasi hutan di wilayah RPH Bali Barat belum berhasil secara optimal. Kebijakan dalam meningkatkan keberhasilan rehabilitasi dan reklamasi hutan dilakukan melalui kegiatan inventarisasi lahan kritis (pemutakhiran data) dan inventarisasi lokasi penanaman, melakukan reboisasi terus menerus.

Kebijakan dalam perlindungan dan konservasi alam dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas personil polisi hutan, membuat pos-pos jaga/pos pemantau, pemberdayakan masyarakat sekitar hutan dengan membentuk pecalang-pecalang swakarsa untuk pengamanan hutan dan kawasan hutan, membentuk kelompok-kelompok peduli dalam pemeliharaan dan pelestaarian hutan, memasukkan pelestarian hutan dalam awig-awig desa adat sekitar hutan.

Rencana pengelolaan hutan di wilayah KPH Bali Barat memberikan peluang pada pemanfaatan/core business tanpa mengesampingkan masalah kelestariannya, sehingga dalam pelaksanaannya perlu dibuat rencana kegiatan untuk masing-masing pemanfaatan/core bussiness tersebut sebagai acuan dalam pengelolaan hutan.

Page 5: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT iv

KATA PENGANTAR

Salah satu upaya mewujudkan pembangunan kehutanan dan pengelolaan hutan

yang lestari dalam pembangunan kehutanan nasional yang berkelanjutan adalah dengan adanya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), yaitu wilayah pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. KPHL Bali Barat merupakan salah satu KPH yang telah ditetapkan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.784/Menhut-II/2009 tanggal 7 Desember 2009. Untuk dapat memberikan acuan bagi pengelola KPH agar dapat menjalankan fungsi dan perannya dengan baik maka disusunlah dokumen Rencana Pengelolaan KPHL Bali Barat.

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Barat ini disusun berdasarkan pada Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Nomor P.5/VII-WP3H/2012 tentang Petunjuk Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) bekerjasama dengan Universitas Udayana dan dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar Tahun Anggaran 2012.

Dokumen Rencana Pengelolaan KPHL Bali Barat ini memuat bagian-bagian pendahuluan, deskripsi kawasan, visi dan misi pengelolaan hutan, analisis dan proyeksi, rencana kegiatan, pembinaan pengawasan dan pengendalian, pemantauan evaluasi dan pelaporan dan penutup. Hal ini dimaksudkan agar KPHL Bali Barat dapat menjalankan dan mengaplikasikan sesuai dengan rencana pengelolaan yang telah disusun dan menjadi pedoman dalam kegiatan pengelolaan hutan jangka panjang dan menjadi acuan dalam penyusunan rencana derivatifnya dan pelaksanaannya.

Disampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik dalam penyediaan data dan informasi, analisis data, penulisan serta pembahasan draft dokumen sehingga menjadi Dokumen Rencana Pengelolaan KPHL Bali Barat. Semoga bermanfaat sesuai dengan tujuannya.

Denpasar, Januari 2014.

KEPALA UPT KPH BALI BARAT Ir. NYOMAN SERAKAT, MSi. Pembina NIP. 19620627 1990031 1 006.

Page 6: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL …………………….………………….........................

LEMBAR PENGESAHAN ..………………………………..........................

PETA SITUASI ……………………………………………...........................

RINGKASAN EKSEKUTIF ……………………………………...................

KATA PENGANTAR …..………………………………..............................

DAFTAR ISI …………………………………………………….…………….

DAFTAR TABEL ………………………………………………….………….

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….

DAFTAR LAMPIRAN PETA ………………………………………………..

I PENDAHULUAN ……………………………………………………… I-1

1.1 Latar Belakang ………………………………………………. I-1

1.2 Maksud dan Tujuan …………………………………………. I-4

1.3 Sasaran ……………………………………………………….. I-4

1.4 Ruang Lingkup ………………………………………………. I-5

1.5 Batasan Pengertian …………………………………………. I-5

II DISKRIPSI KAWASAN……………………………………………….. II-8

2.1 Risalah Wilayah ………………………………………………… II-8

2.1.1 Letak, Luas dan Batas Wilayah……………………… II-8

2.1.2 Aksesibilitas Kawasan ………………………………… II-14

2.1.3 Batas Kawasan ………………………………………… II-14

2.1.4 Sejarah Wilayah KPHL dan KPHP ………………….. II-14

2.1.5 Pembagian Blok/Petak ……………………………….. II-18

2.2 Potensi Wilayah KPHL dan KPHP ……………………………. II-25

2.2.1 Penutupan Vegetasi ………………………………….. II-25

2.2.2 Kondisi Biofisik Wilayah ……………………………. .. II-25

2.2.3 Potensi kayu / Non Kayu …………………………… II-31

2.2.4 Keberadaan Flora dan Fauna ……………………… II-32

Page 7: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT vi

2.2.5 Potensi Jasa Lingkungan dan Jasa Wisata ……… II-33

2.3 Sosial Budaya Masyarakat di dalam/sekitar Kawasan …… II-35

2.3.1 Sistem dan Struktur Masyarakat …………………… II-35

2.3.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat .. ..…………… II-36

2.3.3 Kondisi Politik Lokal yang Mempengaruhi

Keberadaan Hutan dan Masyarakat Desa ………

II-40

2.4 Data Informasi Ijin-Ijin Pemanfaatan Hutan dan

Penggunaan Kawasan Hutan …………………………………

II-41

2.4.1 Ijin-Ijin Penggunaan Kawasan……………………… II-41

2.4.2 Ijin-Ijin Pemanfaatan Kawasan……………………… II-42

2.5 Kondisi Posisi KPHL dan KPHP Dalam Perspektif Tata

Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah …………………

II-43

2.6 Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan ………………… II-44

III VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN ………………………… III-47

3.1 Visi dan Misi Pembangunan Provinsi Bali …………………… III-47

3.2 Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Provinsi Bali ……… III-47

3.3 Visi-Misi Pengelolaan KPH Bali Barat .................................... III-48

IV ANALISIS DAN PROYEKSI …………………………………… IV-51

4.1 Managemen Pengelolaan Hutan……………………………… IV-51

4.2 Tata Hutan dan Penyusunan Rncana Pengelolaan

Hutan ……………………………………………………………..

IV-53

4.2.1 Tata Hutan ………………………………………………… IV-53

4.2.2 Rencana Pengelolaan Hutan …………………………… IV-56

4.3 Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan …………… IV-58

4.3.1 Pemanfaatan Hutan ……………………………………… IV-58

4.3.1.1 Wilayah Kelola …………………………………………. IV-60

4.3.1.2 Wilayah Tertentu……………………………………… IV-67

4.3.1.3 Wilayah Kelola/Wilayah Tertentu …………………… IV-71

4.3.2 Penggunaan Kawasan Hutan …………………………. IV-73

4.4 Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan …………………………… IV-78

Page 8: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT vii

4.5 Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam …………………. IV-83

V RENCANA KEGIATAN ……………………………………………… V-91

VI PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN ……….. VI-99

VII PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN ………………… VII-101

DAFTAR PUSTAKA

Page 9: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT viii

DAFTAR TABEL

Halaman 2.1 Letak KPH Bali Barat berdasarkan Wilayah Kabupaten,

DAS,Kawasan Hutan, RTK, RPH dan Fungsi Kawasan

Hutan…………….………………………………………………………

II-9

2.2 Tata Batas dan Pengukuhan Kawasan Hutan KPH Bali Barat ….. II-10

2.3 Pembagian Blok kawasan Hutan di KPH Bali Barat pada

Setiap RPH …………………………………………………………….

II-23

2.4 Luas RPH per Sub DAS pada KPH Bali Barat …………………….. II-26

2.5 Sebaran Kelerengan pada Masing-masing RPH di KPH

Bali Barat ………………………………………………………………..

II-27

2.6 Distribusi Luasan Lahan Kritis Berdasarkan Tingkat

Kekritisannya pada KPH Bali Barat …………………………………

II-30

2.7 Jenis Flora dan Fauna yang Terdapat di kawasan Hutan

KPH Bali Barat ……………………………………………………......

II-32

2.8 Hasil Identifikasi Jasa Lingkungan pada wilayah KPH

Bali Barat ……………………………………………………………….

II-34

2.9 Keadaan Penduduk per Kecamatan di kabupaten Buleleng …… II-37

2.10 Desa-Desa yang Berbatasan Dengan Kawasan Hutan pada

Masing-masing RPH di Wilayah KPH Bali Barat …………………

II-41

4.1 Penyelarasan antara Rancangan Blok dengan Arahan

Pemanfaatan pada Wilayah KPH Bali Barat ………………………

IV-57

4.2 Rencana Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan

serta Potensi Pengembangan Jasa Lingkungan di Wilayah

KPH Bali Barat …………………………………………………………

IV-75

4.3 Sebaran Luas Lahan Kritis di dalam Kawasan Hutan KPH Bali

Barat…………………………………………………………………….

IV-79

4.4 Kegiatan Penanaman dari tahun 2004-2011 pada Lahan Kritis

Wilayah KPH Bali Barat ………………………………………………

IV-79

Page 10: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT ix

4.5 Analisis dan Proyeksi Pengelolaan Hutan di wilayah KPH Bali

Barat …………………………………………………………………….

IV-87

5.1 Rencana Kegiatan Pengelolaan KPHL dan KPHP pada

KPH Bali Barat …………………………………………………………

V-91

Page 11: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Pembagian Wilayah Administrasi di KPH Bali Barat …………… II-8

2.2 Luas Kawasan Hutan di Masing-masing RPH (Ha) ……………. II-13

2.3 Luas Status Fungsi Kawasan Hutan tiap-tiap RPH di KPH

Bali Barat ……..………………………………………………………

II-14

2.4 Pembagian Blok Kawasan Hutan KPH Bali Barat ……………… II-24

Page 12: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT xi

DAFTAR LAMPIRAN PETA

1. Peta Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali Barat Provinsi Bali

Skala 1 : 50.000

2. Peta Penutupan Lahan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali

Barat Provinsi Bali Skala 1 : 100.000

3. Peta Pembagian DAS Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali

Barat Provinsi Bali Skala 1 : 100.000

4. Peta Sebaran Potensi Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung

(KPHL) Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : 100.000

5. Peta Aksesibilitas Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)

Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : 50.000

6. Peta Blok / Petak Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)

Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : 100.000

7. Peta Penggunaan Lahan Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung

(KPHL) Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : 100.000

8. Peta Keberadaan Ijin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan Wilayah

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali Barat Provinsi Bali

Skala 1 : 100.000

9. Peta Jenis Tanah Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)

Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : 100.000

10. Peta Iklim Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali

Barat Provinsi Bali Skala 1 : 100.000

11. Peta Geologi Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali

Barat Provinsi Bali Skala 1 : 100.000.

Page 13: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB I - 1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang mempunyai peranan

yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena di dalamnya terkandung

keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu

dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah,

perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan,

rekreasi, pariwisata, enchancement of carbon stock dan sebagainya. Menurut

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan sebagai pengganti

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi

pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya

tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan definisi tersebut terdapat empat unsur dalam

hutan yaitu : suatu kesatuan ekosistem (kerusakan pada satu ekosistem akan

berpengaruh terhadap ekosistem yang lain), berupa hamparan lahan, berisi

sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan

satu dengan yang lainnya, dan mampu memberi manfaat secara lestari. Sesuai

dengan unsur-unsur yang terkandung dalam hutan, maka kelestariannya harus

selalu dijaga agar fungsinya dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Hutan Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di

dunia, dimana Indonesia merupakan urutan ketiga dari tujuh negara yang disebut

Megadiversity Country (Adinugroho, 2009). Hutan Indonesia juga merupakan

rumah bagi ribuan jenis flora dan fauna yang banyak diantaranya adalah endemik

di Indonesia, sehingga dapat berfungsi sebagai sumber plasma nutfah berbagai

biota baik flora maupun fauna. Sumarwoto (2001) menyebutkan bahwa hutan

mempunyai fungsi hidro-orologis, penyimpan sumberdaya genetik, pengatur

kesuburan tanah hutan, dan iklim serta penyimpan karbon dan penyimpan

keanekaragaman hayati. Menurut Djaenudin (1994) kawasan hutan perlu

Page 14: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB I - 2

dipertahankan berdasarkan pertimbangan fisik, iklim dan pengaturan tata air

sertakebutuhan sosial ekonomi.

Luas kawasan hutan di provinsi Bali seluas 130.766,06 ha atau 22,42% dari

luas daratan pulau Bali. Bila dilihat dari segi luasannya, luas kawasan hutan di Bali

masih di bawah persyaratan minimal 30% dari luas daratan. Demikian pula dilihat

dari segi kualitas penutupan lahannya tergolong masih relatif rendah. Hal ini

disebabkan oleh adanya kerusakan hutan akibat tekanan dari masyarakat baik

berupa illegal logging (pembalakan liar), perambahan (pembibrikan), maupun

kebakaran. Selain itu di beberapa wilayah juga disebabkan karena kondisi iklim

dan fisik wilayah yang kurang menguntungkan.

Sebagian besar kawasan hutan di provinsi Bali berfungsi sebagai hutan

lindung (93.766,06 ha), sedangkan sisanya adalah merupakan kawasan hutan

produksi (8.626,36 ha), cagar alam (1.762,80 ha), Taman Nasional (19.002,89 ha),

Taman Wisata Alam (4.154,49 ha), dan Taman Hutan Raya seluas 1.373,50 ha

(Dinas Kehutanan, 2002). Dalam pengelolaannya, kawasan hutan di Bali dibagi

menjadi 3 wilayah pengelolaan yaitu KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Bali

Barat, KPH Bali Tengah dan KPH Bali Timur.

Pembentukan KPH di provinsi Bali berada di bawah dan bertanggung jawab

langsung kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali, yang mencakup beberapa

aspek, yaitu perencanaan pengelolaan, pengorganisasian, pelaksanaan

pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan. Pembentukan KPH ini diharapkan

mampu mewujudkan penyelenggaraan pengelolaan hutan secara lestari dengan

prinsip efisien dalam rangka pencegahan kerusakan lingkungan, pelestarian

keragaman hayati dan integritas lingkungan, pengendalian laju degradasi hutan

melalui percepatan pembangunan hutan tanaman, distribusi manfaat yang optimal

dari segi ekologi, sosial budaya, dan ekonomi bagi masyarakat, mewujudkan

keadilan antar generasi, mendorong pertumbuhan investasi, peningkatan penilaian

harga dan mekanisme insentif.

Kawasan hutan KPH Bali Barat meliputi 3 kabupaten yaitu: Kabupaten

Buleleng, Jembrana, dan Tabanan dengan luas 66.763,41 ha. KPH Bali Barat

terdiri dari 11 RPH (Resort Pengelolaan Hutan), yaitu RPH Antosari (1.860 ha),

Page 15: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB I - 3

Pulukan (6.665,88 ha), Yeh Embang (11.869,08 ha), Tegal Cangkring (7.741,59

ha), Candikusuma (7.081,52 ha), Penginuman (2.610,20 ha), Sumberklampok

(1.613,40 ha), Sumberkima (6.097,19 ha), ), Grokgak (7.997,75 ha), Seririt

(5.942,54 ha), dan Dapdap Putih (7.284,23 ha).

Berdasarkan pengamatan di lapangan kondisi hutan di wilayah KPH Bali

Barat pada umumnya banyak yang mengalami kerusakan, sehingga kurang

berfungsi secara optimal. Kerusakan hutan tersebut disebabkan karena kondisi

wilayah yang kurang menguntungkan baik dari segi iklim maupun kondisi fisik

tanahnya dan adanya tekanan masyarakat yang berupa perambahan

(pembibrikan) dengan tanaman pertanian, baik untuk tanaman pangan semusim

maupun tanaman perkebunan (seperti kakao, pisang, kopi dan sebagainya). Selain

itu juga adanya pembalakan liar dan kebakaran hutan serta terjadinya

pensertifikatan kawasan hutan.

Kondisi iklim yang kurang menguntungkan (tipe ikim E) berada pada wilayah

RPH Sumberklampok, Sumberkima, Grokgak dan Seririt. Hal tersebut didukung

oleh kondisi tanah dengan solum yang dangkal (tanah litosol) dan didominasi oleh

kemiringan lereng yang cukup terjal. Hal itu merupakan faktor penghambat bagi

pertumbuhan tanaman kehutanan pada wilayah ini, sehingga penutupan lahannya

kurang maksimal. Selain itu pada wilayah ini juga berpotensi besar terhadap

terjadinya kebakaran. Sedangkan kondisi iklim pada RPH Candikusuma, Yeh

Embang, Tegal Cangkring, Pulukan, Dapdap Putih, Antasari dan Penginuman

termasuk pada tipe iklim C, dan D yang mana tipe ini sangat mendukung

pertumbuhan tanaman, tetapi pada kenyataannya kerusakan hutan di wilayah ini

cukup parah yang disebabkan karena adanya tekanan masyarakat yang berupa

perambahan dan illegal logging. Perambahan hutan yang terjadi pada RPH

tersebut cukup tinggi dan yang terbesar terjadi pada RPH Antosari (hampir 90 %),

dengan menanam tanaman tahunan yang berupa kopi, kakao, pisang dan

sebagainya.

Upaya untuk mencegah/mengurangi terjadinya kerusakan hutan lebih lanjut

(lebih parah), memerlukan suatu perencanaan pengelolaan yang

terpadu/terintegrasi sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing.

Page 16: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB I - 4

1.2 Maksud dan Tujuan

Penyusunan Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan pada Kesatuan

Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan produksi

(KPHP) KPH Bali Barat dimaksudkan sebagai bahan acuan dalam

menyelenggarakan tata hutan, mengelola dan memanfaatkan hutan yang

komprehensif dengan tetap berpedoman pada pembangunan yang berwawasan

lingkungan dalam rangka kegiatan pembangunan kehutanan dan

pengembangannya untuk berbagai kepentingan di wilayah UPT KPH Bali Barat.

Tujuan penyusunan rencana pengelolaan hutan KPH Bali Barat adalah

untuk mewujudkan penyelenggaraan pengelolaan hutan dalam wadah UPT KPH

Bali Barat, agar proses pembangunan kehutanan dapat berjalan secara sistematis

dan terarah melalui pengelolaan hutan lindung (HL), hutan produksi terbatas

((HPT) dan hutan produksi (HP), berdasarkan asas kelestarian hutan sehingga

terciptanya suatu system pengelolaan hutan yang optimal berdasarkan fungsi dan

manfaat hutan.

Selain itu penyusunan Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan pada

Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan

Produksi (KPHP) ini juga bertujuan untuk : (1) mewujudkan tata hutan dalam

bentuk rancang bangun wilayah KPHL dan KPHP untuk mendukung efektivitas dan

efisiensi pengelolaan hutan dan (2) mewujudkan rencana pengelolaan hutan yang

menjadi acuan KPHL dan KPHP dalam pencapaian fungsi lingkungan, sosial dan

ekonomi secara optimal.

1.3 Sasaran

Sasaran penyusunan rencana pengelolaan hutan KPH Bali Barat adalah

seluruh fungsi hutan yang terdapat dalam wilayah UPT KPH Bali Barat, terutama

untuk kawasan hutan lindung, hutan produksi terbatas dan hutan produksi.

Pengelolaan pada tiap-tiap fungsi pokok hutan tersebut, berdasarkan tipologi

wilayah, ekologi, sosial budaya, dan ekonomi masyarakat yang berada di dalam

dan di sekitar kawasan hutan dan Resort Polisi Hutan (RPH). Sasaran ini secara

keseluruhan akan dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan skala prioritas

Page 17: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB I - 5

dalam pemanfaatan setiap ruang atau unit struktur hutan dalam kewenangan

pengelolaan hutan KPH Bali Barat.

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan

Hutan ini, adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan tata hutan ini meliputi: pengantar umum tata hutan, pembagian

kegiatan inventarisasi, pengorganisasian kegiatan inventarisasi, pelaksanaan

inventarisasi, data dan informasi yang harus diperoleh, serta cara pembagian

blok dan petak.

2. Kegiatan penyusunan rencana pengelolaan hutan meliputi: jenis dan substansi

rencana pengelolaan hutan, pengorganisasian, pengaturan sunlaisah

(penyusun, penilai dan pengesah), serta tahapan proses penyusunan.

1.5 Batasan Pengertian

Batasan pengertian dari beberapa istilah/terminology yang terangkum dalam

naskah rencana pengeloaan ini, sebagai berikut:

1. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem hamparan lahan berupa sumberdaya

alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan

2. Kawasan hutan adalah suatu wilayah yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh

pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

3. Pengelolaan hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan

rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan,

rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi

alam.

4. Tata hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan,

mencakup kegiatan pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe

ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk

memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari.

Page 18: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB I - 6

5. Inventarisasi hutan pada wilayah KPHL dan KPHP adalah rangkaian kegiatan

pengumpulan data untuk mengetahui keadaan dan potensi sumberdaya hutan

dan ligkungannya secara lengkap.

6. Rencana Pengelolaan Hutan adalah rencana pada kesatuan pengelolaan

hutan yang memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun waktu

jangka panjang dan pendek, disusun berdasarkan hasil tata hutan dan

rencana kehutanan, dan memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya

masyarakat serta kondisi lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan

hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan

lestari.

7. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka panjang adalah Rencana pengelolaan

hutan pada tingkat strategis berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau selama

jangka benah pembangunan KPHL dan KPHP.

8. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek adalah Rencana Pengeloaan

Hutan berjangka waktu satu tahun pada tingkat kegiatan operasional berbasis

petak dan/atau blok.

9. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,

memanfaatkan jasa ligkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan

kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan

adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.

10. Penggunaan kawasan hutan merupakan penggunaan untuk kepentingan

pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok

kawasan hutan.

11. Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjunya disebut KPH adalah wilayah

pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat

dikelola secara efisien dan lestari.

12. Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi selanjutnya disebut KPHK adalah

KPH yang luas wilayahnya seluruhnya atau sebagian besar terdiri dari

kawasan hutan konservasi.

13. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung selanjutnya disebut KPHL adalah KPH

yang luas wilayahnya seluruhnya atau sebagian besar terdiri dari kawasan

hutan lindung.

Page 19: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB I - 7

14. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi selanjutnya disebut KPHP adalah KPH

yang luas wilayahnya seluruhnya atau sebagian besar terdiri dari kawasan

hutan produksi.

15. Resort Pengelolaan Hutan adalah kawasan hutan dalam wilayah KPHL dan

KPHP yang dipimpin oleh Kepala Resort KPHL dan KPHP dan

bertanggungjawab kepada Kepala KPHL dan KPHP.

16. Blok Pengelolaan pada wilayah KPHL dan KPHP adalah bagian dari wilayah

KPHL dan KPHP yang dibuat relatif permanen untuk meningkatkan efektivitas

dan efisiensi pengelolaan.

17. Petak adalah bagian dari Blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha

pemanfaatan terkecil yang memerlukan perlakuan pengelolaan dan silvikultur

yang sama.

18. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang

kehutanan.

19. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah tanaman pada hutan produksi yang

dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas

hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin

kelestarian sumberdaya hutan (pasal 1, ayat 19, PP No. 6 Tahun 2007).

20. Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi (HTHR) adalah hutan tanaman pada hutan

produksi yang dibangun melalui kegiatan rehabilitasi lahan dan hutan pada

kawasan hutan produksi untuk memulihkan, mempertahankan dan

meningkatkan fungsi lahan dan hutan dalam rangka mempertahankan daya

dukung, produktivitas dan peranannya sebagai sistem penyangga kehidupan

(pasal 1, ayat 20, PP No.6 Tahun 2007).

21. Hutan Desa (HD) adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan

dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak.

Page 20: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 8

BAB II. DISKRIPSI KAWASAN

2.1. Risalah Wilayah

2.1.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah

Secara geografis wilayah Provinsi Bali terletak di antara 114025ʹ 5”–

115o42ʹ40” BT dan 8o03ʹ40”- 8o50ʹ04”LS. Sedangkan luas wilayah daratan

Provinsi Bali adalah 563.265 Ha atau 5.632,82 km2. Kawasan hutan KPH Bali

Barat dilihat dari aspek administrasi pemerintahan masuk ke dalam 3 (tiga)

kabupaten, yakni Kabupaten Buleleng, Jembrana dan Tabanan yang tidak dapat

dilepaskan dari Provinsi Bali, karena Bali merupakan satu kesatuan ekosistem

pulau dalam satu kesatuan wilayah, ekologi, sosial dan budaya. Kabupaten

Buleleng dan Jembrana mendominasi administrasi wilayah kawasan hutan KPH

Bali Barat dengan prosentase masing-masing sebesar 43,34 % dan 53,87 % dari

total luas KPH Bali Barat yaitu 66.763,41 Ha. Sedangkan Kabupaten Tabanan

hanya mencapai prosentase 2,79 % atau sekitar 1.860,03 Ha dari wilayah kawasan

hutan KPH Bali Barat. Pembagian wilayah administrasi pemerintahan KPH Bali

Barat disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Pembagian wilayah adminitrasi di KPH Bali Barat.

Wilayah kawasan hutan KPH Bali Barat seluas 66.763,41 Ha,

merupakan gabungan dari kawasan hutan di wilayah barat Provinsi Bali yang

2.80%

43%53.80%

1860.03 Ha

Tabanan

Buleleng

Jembrana

Page 21: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 9

didominasi oleh kawasan hutan lindung seluas 59.223,71 Ha (88,71 %), sisanya

merupakan kawasan hutan produksi seluas 7.539,70 Ha (11,29 %) serta meliputi

wilayah kabupaten, DAS, kawasan hutan, register tanah kehutanan (RTK), Resort

Polisi Hutan (RPH) dan fungsi kawasan hutan, sebagaimana disajikan pada Tabel

2.1.

Tabel 2.1. Letak KPH Bali Barat berdasarkan Wilayah Kabupaten, DAS,

Kawasan Hutan, RTK, RPH dan Fungsi Kawasan Hutan.

NO. KPH KABUPATEN/DAS KAWASAN

HUTAN/RTK RPH/FUNGSI

KAWASAN HUTAN LUAS (HA)

1 2 3 4 5 6

1 Bali Barat JEMBRANA

a. Klatakan-Lubang

b.Biluk Poh Gumbrih

c. Leh Balian

Bali Barat/ 19

Yeh Leh-Yeh Lebah/12

a. Penginuman

-Hutan Produksi

ter batas.

b. Candikusuma

- Hutan lindung

- Hutan produksi

c. Tegal Cangkring

- Hutan lindung

d.Yeh Embang

- Hutan lindung

e. Pulukan

- Hutan lindung

f. Pulukan

- Hutan lindung

2.610,20

6.698.42

383,10

7.741,59

11.869,08

3.852,88

2.813,0

Jumlah

- Hutan lindung : - Hutan produksi : - Hutan produksi

terbatas :

32.974,97

383,10

2.610.20

Total 35.968,27

BULELENG

a.Teluk Terima

Pancoran

Bali Barat/ 19

a. Dapdap Putih

- Hutan lindung

b. Seririt

- Hutan lindung

- Hutan produksi

- Hutan produksi

terbatas.

c. Gerokgak :

- Hutan lindung

- Hutan produksi

Terbatas

7.186,23

5.580,94

249,60

112,0

6.700,75

1.297,0

Page 22: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 10

NO. KPH KABUPATEN/DAS KAWASAN

HUTAN/RTK RPH/FUNGSI

KAWASAN HUTAN LUAS (HA)

1 2 3 4 5 6

b. Leh Balian

Yeh Leh-Yeh Lebah/12

d. Sumberkima :

- Hutan lindung

- Hutan produksi

e. Sumberklampok

-Hutan produksi

Terbatas

f. Dapdap Putih

- Hutan lindung

4.822,79

1.274,40

1.274,40

98,0

Jumlah

- Hutan lindung - Hutan produksi - Hutan produksi

terbatas

24.388,71

1.524,0

3.022,40

Total 28.935,11

TABANAN

a. Leh Balian

Yeh Leh-Yeh Lebah/12

Yeh Ayah/11

a. Antosari

- Hutan lindung

a. Antosari

- Hutan lindung

1.284,30

575,73

Jumlah : Hutan lindung 1.860,03

Total : 1.860,03

JUMLAH HUTAN / JENIS

- Hutan lindung

- Hutan produksi

- Hutan produksi terbatas

59.223,71

1.907,10

5.632,60

Total HUTAN 66.763,41

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Bali 2008.

Seluruh kawasan hutan diwilayah KPH Bali Barat telah ditata batas dan

dikukuhkan seperti yang disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Tata Batas dan Pengukuhan Kawasan Hutan KPH Bali Barat

No.

Rincian Tata batas dan Pengukuhan

Kawasan Hutan / RTK

Bali Barat, RTK 19 Yeh Ayah,

RTK 11 Yeh Leh-Yeh

Lebah, RTK 12 1 2 3 4 5

1 Kabupaten Jembrana dan Buleleng Tabanan Jembrana, Buleleng dan Tabanan

2 Fungsi Hutan Hutan Lindung Hutan Produksi Hutan Produksi Terbatas

Hutan Lindung Hutan Lindung

3 Luas (Ha) 61.992,38 575,73 4.195,30

Page 23: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 11

No.

Rincian Tata batas dan Pengukuhan

Kawasan Hutan / RTK

Bali Barat, RTK 19 Yeh Ayah,

RTK 11 Yeh Leh-Yeh

Lebah, RTK 12 1 2 3 4 5

4 Panjang Batas Luar Kawasan Hutan (Km)

504,988 (Termasuk TNBB)

10,900 23,790

5 Jumlah Pal Batas (buah)

2.320 529 627

6 Batas Fungsi (Km) 188,12 + Pm Pm Pm

7 Tahun Anggaran Tata Batas

a. 1976/1977 - Lks : Pm - Luas : 38.187,50 Ha

- BL : 145,060 Km - BF : Pm

b. 1992/1993 - Lks : Sombang perluasan - Luas : 383,600 Km - BL : 13,600 Km - BF : Pm

c. 1984/1985 - Lks : Pm - Luas : 9.394,10 Ha

- BL : Pm - BF : 135,110 Km

d. 1989/1990 - Lks : Prapat Agung

- Luas : 5.940,0 Ha - BL : 40,700 Km - BF : Pm

e. Pm - Lks : Pulau Menjangan

- Luas : 170,30 Ha - BL : Pm - BF : Pm

f. 1990/1991 - Lks : Pm - Luas : 39.086,0 Ha

- BL : 218,530 Km - BF : Pm

g. 1993/1994 - Lks : Pm - Luas : 1.524,0 Ha - BL : 86,580 Km - BF : 53,010

h. 1999/2000 - Lks : Tanah pengganti - Luas : 0,72 Ha - BL : 0,518 Km - BF : Pm

a. 1985/1986 - Lks : Perluasan - Luas : 83,73Ha - BL : 10,990 Km - BF : Pm

a. 1985/1986 - Lks :Perluasan - Luas :166,3Ha - BL : 23,790Km - BF : Pm

Page 24: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 12

No.

Rincian Tata batas dan Pengukuhan

Kawasan Hutan / RTK

Bali Barat, RTK 19 Yeh Ayah,

RTK 11 Yeh Leh-Yeh

Lebah, RTK 12 1 2 3 4 5

8 Tanggal Berita Acara Tata Batas

a. 31- 03- 1977 b. 31-05- 1993 c. 05-09-1985 d. Pm e. Pm f. 29-07- 1991 g. 29-03- 1994 h. 12-08- 1999

06- 03 - 1986 21-03-1986

9 Tanggal Pengesahan Tata Batas

a. 07-09-1977 b. 22-08-1994 c. 14-05-1988 d. Pm e. Pm f. 24-02-1993 g. 28-12-1995 h. 19-12-2002

26-11-1986 24-11-1986

10 No. Penetapan Tata Batas

a. Pm b. 362/Kpts-II/94 c. 338/Kpts-II/93 d. Pm e. Pm f. 204/Kpts-II/93 g. Pm h. Pm

375/Kpts-VII/86 376/Kpts-VII/86

11 Tanggal Penetapan Tata Batas

a. Pm b. 24-08-1994 c. 30-05-1988 d. Pm e. Pm f. 27-02-1993 g. Pm h. Pm

24-11-1986 24-11-1986

12 Jumlah Buku Tata Batas (buah)

a. 4 b. Pm c. 1 d. Pm e. Pm f. 1 g. Pm h. Pm

1 1

13 Jumlah Peta Tata Batas (lembar)

a. 10 b. 1 c. 5 d. Pm e. Pm f. 7 g. Pm h. Pm

1 1

14 File Tata Batas a. 142.001 b. 142.022 c. 142.008 d. Pm e. Pm f. 142.017 g. Pm h. Pm

142.010 142.012

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Bali, 2008.

Page 25: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 13

Secara administrasi, pengelolaan hutan KPH Bali Barat meliputi 2 (dua)

RPH Kring (tidak memangku kawasan hutan), yakni RPH Kring Gilimanuk dan RPH

Celukan Bawang serta 11 Resort Polisi Hutan (RPH) yakni RPH Penginuman, RPH

Candikusuma, RPH Tegalcangkring, RPH Yeh Embang, RPH Pulukan, RPH

Dapdap Putih, RPH Seririt, RPH Gerokgak, RPH Sumberkima, RPH

Sumberklampok dan RPH Antosari. Luas kawasan hutan pada masing-masing

RPH, disajikan pada Gambar 2.2.

KPH Bali Barat mempunyai 2 (dua) status fungsi kawasan hutan, yakni

hutan lindung dan hutan produksi (HP dan HPT) serta secara umum KPH Bali

Barat didominasi oleh hutan lindung, sedangkan hutan produksi hanya sebagian

kecil yang terdapat pada Kawasan Hutan Bali Barat (RTK 19).

Berdasarkan status fungsinya distribusi luasan pada masing-masing RPH disajikan

pada Gambar 2.3

Gambar 2.2. Luas Kawasan Hutan pada masing-masing RPH (Ha)

7284.23

11869.08

1860.037081.52

7997.75

2610.2

6665.88

5942.54

6097.19

1613.47741.59

Dadap Putih

Yeh Embang

Antasari

Candi Kusuma

Gerokgak

Penginuman

Pulukan

Seririt

Sumberkima

Sumberkelampok

Tegal Cangkring

Page 26: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 14

Gambar 2.3. Luas Status Fungsi Kawasan Hutan pada masing-masing RPH (Ha).

2.1.2 Aksesibilitas Kawasan

Aksesibilitas/keterjangkauan menuju ke semua kawasan hutan di KPH Bali

Barat cukup baik telah didukung oleh infrastruktur seperti jalan-jalan penghubung

ke lokasi kawasan sampai ke tepi kawasan/batas kawasan dengan masyarakat

rata-rata telah beraspal bagus. Di dalam kawasan hutan juga terdapat jalan-jalan

setapak yang dulunya berupa jalan pemeriksaan.

2.1.3. Batas Kawasan

Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 821/Kpts/Um/II/82 tanggal 10

Nopember 1982. Kelompok hutan Bali Barat (RTK 19) termasuk kawasan Taman

nasional Bali barat memiliki panjang batas luar 333,6 km dengan jumlah pal batas

2.320 buah; Kelompok hutan Yeh ayah (RTK 11) mempunyai panjang batas luar

35,84 km dengan jumlah pal batas 529 buah, sedangkan kelompok hutan Yeh Leh

Yeh lebah (RTK 12) memiliki panjang batas luar 77,49 km dengan jumlah pal

batas 627 buah.

2.1.4 Sejarah Wilayah KPHL dan KPHP

Berdasarkan laporan ekspedisi Leifrienk dan Ken tahun 1900

menggambarkan bahwa punggung-punggung bukit/pegunungan antara Jemberana

dan Buleleng masih dipenuhi hutan yang sangat lebat. Tahun 1906 setelah hampir

-

2,000.00

4,000.00

6,000.00

8,000.00

10,000.00

12,000.00

14,000.00

Hutan lindung

Hutan Produksi

Hutan Produksi terbatas

Page 27: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 15

seluruh kerajaan di Bali jatuh ke tangan Kolonial Belanda, terdapat perubahan

aspek kehidupan, dimana saat itu mulai terjadi perambahan hutan untuk dikonversi

menjadi kebun kopi, tegalan (perkebunan) dan lahan pertanian lainnya.

Pada tahun 1916, Ir. Hoppe kepala Waterstaatdienst di Bali sangat prihatin

dengan terjadinya konversi hutan alam dijadikan kebun kopi, selanjutnya segera

dilakukan pengamatan terhadap daerah aliran sungai (DAS). Pada tanggal 21

Pebruari 1919 untuk pertama kalinya menunjuk kelompok hutan yang luasnya 9,8

ha yaitu kelompok hutan Sangeh sebagai Natuur monument (Cagar Alam). Dalam

Cagar Alam Sangeh ini yang dilindungi adalah vegetasi pohon pala (Dipterocarpus

trinervis), dan di dalam hutan Sangeh terdapat tempat suci (Pura) dan dihuni

banyak kera (monyet) abu-abu ekor panjang.

Menyadari terjadinya perubahan lingkungan yang mengkhawatirkan

lingkungan di Bali, kemudian pada tahun 1924, Cokordo Gede Raka Sukawati

sangat peduli terhadap keamanan dan perlindungan hutan di Bali dan selanjutnya

meminta kepada pemerintah Belanda untuk segera dilakukan penetapan kawasan

hutan. Berdasarkan dari usulan tersebut maka pada tahun 1926 ditunjuklah 14

lokasi kelompok hutan yang diusulkan dan kemudian ditetapkan menjadi kawasan

hutan/hutan Negara pada tanggal 29 Mei 1927 yaitu sebagai berikut:

1. Kelompok Hutan Yeh Ayah (RTK 11)

Penunjukan dan penetapan batas kelompok hutan ini bersamaan dengan

RTK 1, tapi pengumuman pemancangan sementara tanggal 13 Juni 1933 dan

pengesahan penetapan batas hutan pada tanggal 25 Nopember 1933. Penetapan

kawasan hutan ini diperkuat dengan keputusan Menteri Kehutanan yaitu tanggal 15

Pebruari 1988 bersamaan dengan kelompok hutan RTK 10 (Prapat Benoa).

Panjang batas keliling RTK 11 adalah 35,84 km, luas 575,73 Ha dan berfungsi

pokok sebagai hutan lindung.

Kelompok hutan Yeh Ayah (RTK 11) ini secara administratif terletak di

kecamatan Selemadeg (sekarang Selemadeg Barat) Kabupaten Tabanan, dan

secara pengelolaan hutan berada di RPH Antosari. Vegetasi disini terdiri dari hutan

tropis bawah yang ditumbuhi dengan: putat, tangi , terep, bayur, kejimas, dan jenis-

Page 28: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 16

jenis ficus. Di dalam kelompok hutan ini terdapat tanaman sonokeling. Jenis satwa

yang dijumpai antara lain: jenis kera, kijang, landak, babi hutan, ayam hutan.

2. Kelompok Hutan Yeh Leh-Yeh Lebah (RTK 12)

Penunjukan dan penetapan kelompok hutan ini bersamaan dengan RTk 1

tahun 1927, pengumuman pemancangan sementara dan pengesahan penetapan

batas hutan termasuk penetapannya pada tahun 1982 dan telah ditetapkan dengan

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 28/Kps-II/1990 tanggal 13 Januari 1990

dengan panjang batas keliling 77,49 km, luas 4.195,30 ha dan fungsi pokoknya

sebagai hutan lindung.

Kelompok hutan Yeh Leh-Yeh Lebah secara administratif terletak di lintas

Kabupaten Tabanan (Kecamatan Selemadeg/Selemadeg Barat) dan Kabupaten

Jembrana (Kecamatan Pekutatan), dan secara pemangkuan hutan terletak di RPH

Antosari dan RPH Pulukan. Vegetasinya alaminya adalah: putat, bayur, kejimas,

teep, ehe, tangi, duren, kemiri, dan jenis ficus. Sedangkan jenis satwanya adalah

babi hutan, ayam hutan dan kera.

3. Kelompok Hutan Bali Barat (RTK 19)

Kelompok hutan Bali Barat ini merupakan gabungan dari kelompok hutan

Gunung Sangiang dan Gunung Bakungan yang usul penunjukan dan

penetapannya bersamaan dengan RTK 1, kemudian digabung lagi dengan

kelompok hutan Prapat Agung dengan usul penetapan No. 1643/71/IV tanggal 2

Oktober 1936, kemudian kelompok hutan Banyuwedang dengan usul penetapan

No. 2077/42 tanggal 16 Juni 1947, dan dengan penetapan penunjukan Bsl, ketua

DPRD Bali No. 1/4/4 tanggal 13 Agustus 1947. Kelompok hutan Candi Kusuma

dengan usul penunjukannya No. 5241/71/IV tanggal 2 Nopember 1940, dengan

penunjukan penetapan No. 12/PAS tanggal 24 Maret 1941.

Kelompok hutan ini diukur definitif secara menyeluruh pada tahun

1977/1979 dan kemudian penetapannya bersamaan dengan RTK 9, 10, dan 11

dengan panjang batas seluruhnya 333,60 km, luas definitif 80.995,27 ha terdiri

dari 76.580,27 ha daratan, dan 4.415 ha perairan laut, dengan fungsi hutan terdiri

dari Taman Nasional Bali Barat (19.002,89 Ha termasuk di dalamnya hutan

Page 29: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 17

perairan laut seluas 3.415 Ha); hutan lindung (54.452,68 Ha); hutan produksi tetap

(1.907,10 Ha); dan hutan produksi terbatas (5.632,60 Ha).

Kelompok hutan Bali Barat secara administrasi terletak di Kabupaten

Jembrana (Kecamatan Pekutatan, Mendoyo, Negara, dan Melaya) dan Kabupaten

Buleleng (Kecamatan Grokgak, Seririt, dan Busungbiu), secara pemangkuan hutan

terletak di RPH Pulukan, Yeh Embang, Tegal Cangkring, Candi Kusuma,

Penginuman, Sumberklampok, Sumberkima, Grokgak, seririt, dan Dapdap Putih.

RTK 19 ini melintasi wilayah administrasi antar kabupaten maupun DAS-nya.

Hutan ini merupakan DAS yang mengalirkan air ke selatan di kabupaten Jembrana

yaitu sungai T. Kelatakan, Melaya, Sangiang, Sari Kuning, Daya, Ijo Gading, Biluk

Poh, Yeh Embang, T. Sangiang, Yeh Sumbul, Medewi. Sedangkan yang mengalir

ke utara (ke Kabupaten Buleleng) adalah T. Tinga-Tinga, T. Sumaga, T. Biu, T.

Pule, T. Teluk Terima, T. Banyupoh, T. Grokgak, T. Pancoran, T. Yeh Saba.

Berdasarkan keputusan Dewan Raja-raja di Bali No. E.1/4/5 tanggal 13

Agustus 1917, kawasan hutan seluas ± 20.600 Ha (dari G.23 menjadi G. 1.575

ditunjuk sebagai Taman Perlindungan Alam (natuurpark) Bali Barat. Setelah diukur

secara definitif pada tanggal 11 Mei 1971 ternyata luasnya hanya 19.365 Ha. P.

Kalong dan lain-lain seluas 193 Ha belum diperhitungkan.

Tanah Swapraja Sombang seluas 390 Ha yang telah diukur definitif pada

tahun 1979 digabungkan menjadi satu kawasan dengan kelompok hutan Bali

Barat. Sejak penetapan itu kemudian menjadi pengelolaan daerah, dan akhirnya

menjadi wilayah Dinas Kehutanan Provinsi Bali. Dalam perkembangannya di

bawah Dinas Kehutanan ada Cabang Dinas Kehutanan di tingkat Kabupaten, dan

di bawahnya ada BKPH yang membawahi RPH-RPH. Di seluruh Bali terdapat 36

RPH yang tersebar sesuai dengan lingkup wilayah hutannya. Selanjutnya Cabang

Dinas Kehutanan (CDK-CDK) ini bubar dan digantikan oleh Dinas Perhutanan dan

Konservasi Tanah (PKT). Dinas PKT ini tidak lagi berada di bawah Dinas

Kehutanan Propinsi Bali, namun berada di bawah Bupati-Bupati di

kabupaten. Pada saat ini, organisasi RPH-RPH ini tidak pernah dibubarkan.

Selanjutnya dengan bubarnya PKT-PKT ini, organisasi RPH berada langsung di

bawah Dinas Kehutanan Propinsi. Kondisi ini menyebabkan rentang kendalinya

Page 30: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 18

terlalu jauh. Mensiasati jauhnya rentang kendali ini maka organisasi RPH ini

diletakkan di bawah Dinas yag menangani kehutanan kabupaten dengan status

pegawainya “dipekerjakan”, gaji dan segala sarana prasarananya masih tetap

diberikan dari propinsi, demikian pula wilayah yang dikelola tetap seperti semula.

Dalam arti organisasi RPH ini dari sejak awal tidak pernah dibubarkan. Selanjutnya

dengan terbentuknya KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Bali Barat, maka semua

RPH-RPH ini beserta dengan wilayah kelolanya menjadi bagian dari KPH Bali

Barat. Di wilayah KPH Bali Barat ini terdapat sebanyak 13 buah RPH, yang terdiri

dari 11 RPH yang memiliki wilayah hutan dan 2 RPH lagi tidak memiliki wilayah

hutan sehingga disebut dengan RPH Kring. Salah satu wilayah kerja dari RPH

Kring adalah berupa pelabuhan.

2.1.5 Pembagian Blok/Petak

Menurut Kementerian Kehutanan (2012), bahwa pembagian blok perlu

memperhatikan hal-hal sebagai berikut : karakteristik biofisik lapangan, kondisi

sosial ekonomi masyarakat sekitar, potensi sumberdaya alam, dan keberadaan

hak-hak atau ijin usaha pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan.

Disamping itu pembagian blok juga harus mempertimbangkan peta arahan

pemanfaatan sebagaimana diarahkan oleh Rencana Kehutanan Tingkat Nasional

(RKTN)/Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP)/Rencana Kehutanan Tingkat

Kabupaten/ Kota (RKTK), dan fungsi kawasan hutan di wilayah KPHL dan KPHP

yang bersangkutan. Pembagian blok dilakukan pada wilayah KPHL dan KPHP

yang kawasannya berfungsi hutan lindung maupun hutan produksi.

Pada kawasan yang hutannya berfungsi hutan lindung pembagian blok

terdiri atas satu blok atau lebih, yaitu : (a) blok inti, (b) blok pemanfaatan, dan (c)

blok khusus. Sedangkan pada kawasan yang kawasan hutannya berfungsi hutan

produksi terdiri dari satu blok atau lebih, yaitu : (a) blok perlindungan; (b) blok

pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, HHBK; (c) blok pemanfaatan HHK-HA; (d)

blok pemanfaatan HHK-HT; (e) blok pemberdayaan masyarakat; dan (f) blok

khusus.

Page 31: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 19

Arahan pemanfaatan RKTN/RKTP/RKTK menjadi acuan awal dalam proses

merancang blok. Dengan memperhatikan rancangan pembagian blok dan

keterkaitannya dengan arahan pemanfaatan kawasan hutan menurut

RKTN/RKTP/RKTK, maka deskripsi masing-masing blok diuraikan sebagai berikut:

1. Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya hutannya berfungsi

sebagai HL:

a. Blok inti merupakan blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan

perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan. Kriteria blok ini antara

lain: Kurang memiliki potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hutan non

kayu; Dalam RKTN/RKTP/RKTK termasuk dalam kawasan untuk

perlindungan hutan alam dan lahan gambut untuk kawasan rehabilitasi.

b. Blok pemanfaatan merupakan blok yang difungsikan sebagai areal yang

direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan

yang berfungsi HL. Kriteria blok ini antara lain: Mempunyai potensi jasa

lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan non kayu; terdapat ijin

pemanfaatan kawasan jasa lingkungan, hasil hutan non kayu; arealnya dekat

masyarakat sekitar atau dalam kawsan hutan; mempunyai aksesibilitas yang

tinggi; dalam RKTN/RKTP dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk

pelindungan hutan alam dan lahan gambut atau untuk kawasan rehabilitasi.

c. Blok khusus merupakan blok yang difungsikan sebagai areal untuk

menampung kepentingan-kepentingan khusus yang ada di wilayah KPHL

dan KPHP yang bersangkutan. Kriteria blok ini antara lain: terdapat

pemakaian wilayah kawasan hutan untuk kepentingan antara lain: religi,

kebun raya, kawasan dengan tujuan khusus (KHDTK), wilayah adat/ulayat;

dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk

perlindungan hutan alam dan lahan gambut atau untuk kawasan rehabilitasi.

2. Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi sebagai

HP:

Page 32: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 20

a. Blok perlindungan merupakan blok yang difungsikan sebagai perlindungan tat

air dan perlindungan lainnya serta direncanakan untuk tidak dimanfaatkan.

Kriteria blok ini antara lain: termasuk dalam kriteria kawasan lindung; dalam

RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk perlindungan

hutan alam dan lahan gambut atau untuk kawasan rehabilitasi atau kawasan

hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil.

b. Blok pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK adalah merupakan

blok yang telah ada ijin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK

dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk

pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK sesuai dengan potensi

kawasan yang telah dihasilkan dari proses inventarisasi. Dalam blok ini

diupayakan berintegrasi dengan upaya solusi konflik atau upaya

pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan kawasan atau jasa

lingkungan atau HHBK. Kriteria blok ini antara lain: mempunyai potensi jasa

lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan non kayu; terdapat ijin

pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan non kayu; dalam

RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk perlindungan

hutan alam dan lahan gambut atau untuk kawasan rehabilitasi atau kawasan

hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil.

c. Blok pemanfaatan HHK-HA merupakan blok yang telah ada ijin pemanfaatan

HHK-HA dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk

pemanfaatan HHK-HA sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan

dari proses tata hutan. Kriteria blok ini antara lain: dalam RKTN/RKTP/RKTK

diarahkan sebagai kawasan hutan untuk pengusahaan hutan sekala besar;

mempunyai potensi hasil hutan kayu cukup tinggi; terdapat ijin pemanfaatan

HHK-HA; dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan

hutan untuk pengusahaan hutan skala besar.

d. Blok pemanfaatan HHK-HT merupakan blok yang telah ada ijin pemanfaatan

HHK-HT dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk

pemanfaatan HHK-HT sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan

dari proses tata hutan. Kriteria blok ini antara lain: dalam RKTN/RKTP/RKTK

Page 33: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 21

diarahkan sebagai kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar;

mempunyai hasil hutan kayu rendah; merupakan areal yang tidak berhutan;

terdapat ijin pemanfaatan HHK-HT; dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan

masuk dalam kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan

hutan sekala besar atau kecil.

e. Blok pemberdayaan masyarakat merupakan blok yang telah ada upaya

pemberdayaan masyarakat (al: HKm, hutan desa, hutan tanaman

rakyat/HTR) dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan

untuk upaya pemberdayaan masyarakat sesuai dengan potensi kawasan

yang telah dihasilkan dari proses tata hutan. Kriteria blok ini antara lain:

dalam RKTN/RKTP/RKTK diarahkan sebagai kawasan hutan untuk

pengusahaan hutan skala kecil; mempunyai hasil hutan kayu rendah;

merupakan areal yang tidak berhutan; terdapat ijin pemanfaatan hutan untuk

HKm, hutan desa, HTR; arealnya dekat masyarakat di dalam dan sekitar

hutan; dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan

rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau

kecil.

f. Blok khusus merupakan blok yang difungsikan sebagai areal untuk

menampung kepentingan-kepentingan khusus yang ada di wilayah KPHL

dan KPHP yang bersangkutan. Kriteria blok ini antara lain: terdapat

pemakaian wilayah kawasan hutan untuk kepentingan antara lain: religi,

kebun raya, kawasan dengan tujuan khusus (KHDTK), wilayah adat/ulayat;

dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk

perlindungan hutan alam dan lahan gambut atau untuk kawasan rehabilitasi

atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil.

3. Pada setiap blok sebagaimana telah diuraikan di atas tidak tertutup

kemungkinan terdapat beberapa kondisi sebagai berikut:

a. Kawasan atau areal yang memerlukan reboisasi dan rehabilitasi kawasan

b. Areal yang telah ada penggunaan kawasan hutan untuk keperluan non

kehutanan dalam bentuk ijin pinjam pakai.

Page 34: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 22

4. Pada setiap blok pemanfaatan baik di wilayah KPHL dan KPHP yang berfungsi

HL atau HP agar dirancang areal-areal yang direncanakan akan dikelola sendiri

oleh KPH dalam bentuk “wilayah tertentu” dimana pemanfaatannya mengacu

pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Blok-blok tersebut selanjutnya dijabarkan menjadi “kelas-kelas hutan” sesuai

dengan arahan pengelolaan ke depan

6. Jabaran “kelas hutan” tersebut akan dipergunakan sebagai acuan dalam

menentukan “kelas perusahaan” dari suatu KPHL dan KPHP pada saat

penyusunan rencana pengelolaan hutan.

Untuk memudahkan managemen pengelolaan kawasan hutan, maka blok-

blok dibagi ke dalam petak-petak. Dalam pembuatan petak perlu memperhatikan

hal-hal sebagai berikut : (a) produktivitas dan potensi areal/lahan; (b) keberadaan

kawasan lindung, yang meliputi kawasan bergambut, kawasan resapan air,

sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan

sekitar mata air, kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam, kawasan

perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, dan kawasan pantai

berhutan bakau; dan (c) rancangan areal yang akan direncanakan antara lain untuk

pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan,

dan pemberdayaan masyarakat. Pembuatan petak pada blok yang sudah ada ijin

pemanfaatan hutan dan penggunaan hutan dilakukan oleh pemegang ijin,

sedangkan pada kawasan yang tidak ada ijin, terlebih dulu harus dilakukan

identifikasi sebagai berikut : (1) areal dalam blok yang telah ada permukiman

masyarakat, maka tidak perlu dilakukan pembagian ke dalam petak, namun perlu

mendapatkan identifikasi khusus untuk memperoleh arahan penanganan

sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan; (2)

selain butir (1) tersebut, pembagian petak sesuai dengan potensi dan kondisi yang

ada serta dengan memperhatikan arahan pengelolaan hutan jangka panjang yang

telah disusun.

Berdasarkan pada uraian sejarah pembentukan KPH Bali Barat dan dengan

memperhatikan kondisi biofisik, fungsi kawasan hutan dan kondisi sosial budaya

Page 35: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 23

masyarakat, maka pembagian blok dilakukan pada masing-masing RTK/RPH.

Dasar utama yang dipergunakan dalam pembagian blok adalah kelas lereng utama

dan fungsi kawasan hutan. Uraian secara rinci pembagian blok pada wilayah KPH

Bali Barat berdasarkan Kemenhut 2012 adalah sebagai berikut:

1. Pembagian blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya

berfungsi HL, pembagian blok dapat dibedakan menjadi: (a) blok inti, (b) blok

pemanfaatan, (c) dan blok khusus. Blok inti meliputi kawasan dengan kelas

lereng > 40 % (sangat curam); blok pemanfaatan meliputi kawasan dengan

kelas lereng < 40% (0-8% (datar), 8-15% (landai), 15-25% (agak curam), dan

kelas lereng 25-40% (curam); blok khusus dialokasikan di kawasan-kawasn suci

(Pura)

2. Pembagian blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya

berfungsi HP, pembagian blok dapat dibedakan menjadi: (a) blok pemanfaatan

kawasan (blok jasa lingkungan dan HHBK, blok pemanfaatan HHK-HT, blok

pemberdayaan masyarakat), dan (b) blok khusus. Blok pemanfaatan kawasan

yang diperuntukan sebagai jasa lingkungan dan HHBK, HHK-HT, dan

pemberdayaan masyarakat meliputi kawasan dengan kelas lereng 0-8% (datar),

8-15% (landai) dan kelas lereng 15-25% (agak curam). Adapun sebaran

masing-masing blok pemanfaatan disesuaikan dengan potensi yang

teridentifikasi pada masing-masing kawasan). Pada blok pemanfaatan ini juga

dialokasikan untuk wilayah tertentu (areal kayu putih, maupun di luar kayu

putih). Blok khusus dialokasikan pada kawasan-kawasan suci (Pura). Selain itu

di wilayah ini terdapat pemukiman eks Tim-Tim, dan Puslatpur yang merupakan

wilayah dengan tujuan khusus, sehingga dimasukkan ke dalam blok khusus.

Secara lengkap pembagian blok kawasan

hutan KPH Bali Barat disajikan pada Tabel 2.3. dan Gambar 2.4.

Tabel 2.3. Pembagian Blok Kawasan Hutan di KPH Bali Barat

NO. BLOK LUAS (HA)

HUTAN LINDUNG HUTAN PRODUKSI

1 Khusus 276,2568639 -

2 Inti 38.952,30907 -

Page 36: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 24

NO. BLOK LUAS (HA)

HUTAN LINDUNG HUTAN PRODUKSI

3 Pemanfaatan 16.568,32623 -

4 Pemanfaatan Wilayah Tertentu 5.011,862578 -

Jumlah 60.808,75474 -

1 Khusus 893,3154017

2 Pemanfaatan Wilayah Tertentu 5.848,792463

3 Pemberdayaan 1.001,026083

Jumlah 7.743,133947

Untuk lebih memudahkan dalam pengelolaan/manajemen kawasan hutan, maka

blok lebih lanjut dibagi ke dalam petak-petak yang lebih kecil (Unit lahan). Ukuran

petak dapat berkisar antara 25-30 Ha. Adapun dasar pembuatan petak adalah

berdasarkan kelompok kelerengan, jenis tanah (kedalaman dan kepekaan

terhadap erosi), penutupan lahan/jenis vegetasi, dan iklim (terutama suhu dan

curah hujan). Petak-petak yang memiliki karakter dan memerlukan pengelolaan

yang sama dikelompokkan dalam unit/petak yang sama. Pembagian petak seperti

ini akan sangat memudahkan dalam alih teknologi. Agar peta sebaran pembagian

blok/petak bersifat lebih aplikatif dan sekaligus dapat dipergunakan sebagai peta

kerja di lapangan, maka peta sebaiknya dibuat pada skala yang lebih besar (1:

25.000 atau 1: 10.000).

Gambar 2.4. Pembagian Blok Kawasan Hutan KPH Bali Barat

Page 37: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 25

2.2 Potensi Wilayah KPHL dan KPHP

2.2.1 Penutupan Vegetasi

Adanya beberapa kendala dan permasalahan yang berkembang pada

wilayah KPH Bali Barat (seperti misalnya perambahan, illegal logging, kebakaran

hutan, dan sebagainya), menyebabkan rendahnya/berkurangnya tegakan/tutupan

vegetasi hutan. Secara umum peutupan tegakan hutan berkisar antara 40 – 60 %,

kecuali di RPH Dapdap Putih mencapai sekitar 80%.

2.2.2. Kondisi Biofisik Wilayah

1. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Kawasan hutan pada KPH Bali Barat terletak pada 4 (empat) satuan wilayah

pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)/Sub DAS, sebagian besar terletak pada 3

(tiga) Sub DAS yakni Sub DAS Biluk Poh Gumbrih, Sub DAS Teluk Terima

Pancoran, Sub DAS Klatakan Lubang, dan sebagian kecil (sekitar 7,15%) terletak

pada Sub DAS Leh Balian yang masuk dalam kawasan hutan Yeh Ayah (RTK 11)

dan Yeh Leh-Yeh Lebah (RTK 12)

Sungai yang mengalir ke selatan di kabupaten Jembrana adalah

sungai/tukad Kelatakan, melaya, Sangiang, Sari Kuning, Daya, Ijo Gading, Biluk

Poh, Yeh Embang, Yeh Sumbul, dan Medewi. Sungai yang mengalir ke utara di

kabupaten Buleleng adalah sungai/tukad Tinga-Tinga, Sumaga, Biu, Pule, Teluk

Terima, Banyupoh, Grokgak, Pancoran, dan Yeh Saba.

Sungai/tukad yang berhulu pada kawasan hutan Bali Barat (RTK 19) adalah

sungai/tukad Anakan, Sumaga, Yeh Biu, Grokgak, Musi, banyupoh, Teluk terima,

melaya, Sangiang, Daya, Yeh Buah, Yeh Embang, Sumbul, Medewi dan Pulukan.

Banyaknya sungai yang berhulu di kawasan hutan khususnya hutan lindung di

KPH Bali Barat, menjadikan tantangan tersendiri dalam menjaga kelestarian hutan

yang berada di hulu sungai dari 4 (empat) Sub DAS seperti tersebut di atas.

Namun pada rancangan kelola KPH dalam RPH tidak mutlak berdasarkan

pada batas DAS atau Sub DAS yang ada. Beberapa RPH justru menjadikan sungai

Page 38: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 26

sebagai batas administrasi pengelolaannya seperti RPH Tegal Cangkring dan RPH

Yeh Embang. Distribusi luasan RPH per Sub DAS di KPH Bali Barat disajikan pada

Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Luas RPH per Sub DAS Pada KPH Bali Barat

No

RPH

LUAS SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (HA)

JUMLAH (Ha)

TELUK TERIMA

PANCORAN

LEH BALIAN

KLATAKAN LUBANG

BILUK POH GUMBRIH

1 2 3 4 5 6 7

1 Antosari - 1.860,03 - - 1.860,03

2 Candikusuma - - 7.081,52 - 7.081,52

3 Dapdap Putih 7.186,23 98,0 - - 7.284,23

4 Grokgak 7.997,75 - - - 7.997,75

5 Penginuman - - 2.610,20 - 2.610,20

6 Pulukan - 2.813,0 - 3.852,88 6.665,88

7 Seririt 5.942,54 - - - 5.942,54

8 Sumberkima 6.097,19 - - - 6.097,19

9 Sumberklampok 1.613,40 - - - 1.613,40

10 Tegalcangkring - - 7.741,59 - 7.741,59

11 Yeh Embang - - - 11.869,08 11.869,08

JUMLAH 28.837,11 4.771,03 17.433,31 15.721,96 66.763,41

Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Bali Tahun 2008

2. Geologi, Bentuklahan/Landform (Bali Barat)

Berdasrkan Peta geologi Pulau Bali skala 1 : 250.000 yang dikeluarkan oleh

Direktorat geologi Bandung (1971), Wilayah KPH Bali Barat terdiri dari beberapa

formasi geologi yaitu: (a). Formasi batuan Gunung Api Jembrana (Qd) merupakan

lava, breksi, tufa dari Gunung Api Klatakan, Gunung Merbuk, Gunung Patas, dan

batuan gabungan yang berumur kwarter bawah; (b). Formasi Prapatagung (Ppa):

tersusun dari batu gamping, batu pasir gampingan dan nafal, terdapat di wilayah

RPH Sumberkampok, dan sebagian di RPH Sumberkima; (c). Formasi Gunung

Klatakan (Qd) tersusun dari batuan G. Api Jembrana: lava, breksi, tufa dari G. Api

Klatakan, G. Merbuk, G. Musi, G. Patas, dan batuan yang

tergabung, terdapat di wilayah RPH Penginuman; (d). Formasi Palasari (Qp):

tersusun dari batuan konglomerat, batu pasir, batu gamping terumbu, terdapat di

Page 39: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 27

wilayah RPH Candikusuma; (e). Formasi Pulaki (Pp): tersusun dari Gunung Api

Pulaki, lava dan breksi (terdapat di wilayah RPH Grokgak dan Sumberkima); (f).

Formasi Asah (Pa) tersusun dari Lava, breksi, tufa batu apung dengan isian

rekahan bersifat gampingan, terdapat di wilayah RPH Seririt; (g). Formasi Sorga

(Ms) tersusun dari tufa, batu nafal, dan batu pasir berumur Myosin tengah yang

terdapat di RPH Seririt (Dusun Sorga).

Proses geomorfologi yang terjadi di wiayah KPH Bali barat adalah:

Volkanisme, pelipatan dan pengangkatan, dan proses denudasional. Proses

pengangkatan dan pelipatan membentuk landform perbukitan, proses volkanisme

membentuk landform volkanik, dan proses denudasional membentuk landform

denudasional seperti perbukitan sisa, bukit terisolasi, nyaris dataran, pediment

(perbukitan erosi dan transportasi), lereng kaki, gawir (lereng terjal), kipas

rombakan lereng, lahan-lahan rusak, dan sebagainya. Kenampakan di lapangan

saat ini pada wilayah KPH Bali Barat antara proses volkanisme dan proses

denudasional nampaknya lebih didominasi oleh proses denudasi karena gunung-

gunung yang terdapat kebanyakan sudah tidak menampakkan aktifitas, sedangkan

proses denudasional menampakkan sisa erosi, lahan-lahan rusak dan sebagainya.

3. Bentuk Wilayah/Topografi

Secara umum bentuk wilayah KPH Bali Barat adalah sangat komplek mulai

dari datar-berombak (lereng 0-8%), landai-bergelombang (lereng 8-15%), berbukit

kecil/agak curam (lereng 15-25%), berbukit/curam (lereng 25-40%) dan

bergunung/sangat curam (lereng > 40%). Distribusi luasan berdasarkan kelas

kelerengan pada setiap RPH di KPH Bali Barat disajikan pada Tabel 2.5

Tabel 2.5 Sebaran kelerengan pada masing-masing RPH

No RPH KELAS KELERENGAN (HA)

JUMLAH I II III IV V

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Antosari 0,42 49,79 504,19 1242,10 63,53 1860,03

2 Candikusuma 359,37 846,07 1029,69 2488,86 2357,53 7081,52

3 Dapdap Putih - 7,98 2225,12 4651,25 399,88 7284,23

4 Grokgak 474,35 748,80 1721,39 2830,31 2222,90 7997,75

5 Penginuman 620,40 828,68 692,75 468,37 - 2610,20

6 Pulukan - 179,10 1960,28 4198,78 327,72 6665,88

Page 40: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 28

No RPH KELAS KELERENGAN (HA)

JUMLAH I II III IV V

1 2 3 4 5 6 7 8

7 Seririt 41,52 159,92 1338,16 2840,18 1562,76 5942,54

8 Sumberkima 654,80 670,23 994,26 1699,77 2078,13 6097,19

9 Sumberklampok 1230,64 271,19 94,51 17,06 - 1613,40

10 Tegalcangkring - 39,66 1283,99 3713,01 2704,93 7741,59

11 Yeh Embang - 281,87 2363,77 6536,23 2687,21 11869,08

JUMLAH 3381,50 4083,29 14208,11 30685,92 14404,59 66763,41

Sumber: Pengolahan Data Tahun 2008

Berdasarkan Tabel 2.5 tersebut di atas 88,82% wilayah KPH Bali Barat

didominasi oleh kelas lereng III sampai lereng kelas V.

4. Tanah

Berdasarkan peta tanah tinjau Pulau Bali serta pengamatan di lapangan,

kawasan hutan pada KPH Bali Barat terdapat beberapa jenis tanah yaitu: Latosol,

Litosol, dan Mediteran. Namun berdasarkan persentase luasannya asosiasi jenis

tanah Latosol-Litosol mendominasi hampir 90% dari luasan kawasan KPH Bali

Barat.

Jenis tanah Latosol merupakan jenis tanah yang telah berkembang atau

telah mengalami diferensiasi horizon, solum tanah cukup dalam/tebal, tekstur tanah

lempung-berliat, struktur tanah remah hingga gumpal, konsistensi gembur hingga

agak teguh, warna coklat, kemerahan hingga kekuningan, bahan induk

penyusunnya berasal dari material volkanik (breksi, batuan beku intrusi dan tuf),

kepekaan tanah terhadap erosi adalah agak peka. Jenis tanah Latosol ini tersebar

secara luas pada kaki lereng, lereng bawah sampai lereng tengah di kawasan RPH

Antosari, Dapdap Putih, Pulukan, Yeh Embang, Tegal Cangkring, Candikusuma,

Penginuman, Grokgak, seririt.

Jenis tanah Litosol merupakan jenis tanah mineral dengan tanpa atau sedikit

perkembangan. Profil tanah di atas batuan kukuh (Consolidated rock), tekstur

tanah beraneka, dan pada umumnya agak berpasir, tingkat kesuburan tanah

secara umum rendah karena tipisnya lapisan tanah dan rendahnya tutupan

vegetasi, dan mempunyai kepekaan yang sangat tinggi terhadap erosi. Jenis tanah

ini tersebar pada daerah-daerah dengan bentuk wilayah berbukit hingga bergunung

Page 41: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 29

dengan lereng agak curam-sangat curam, dan juga pada daerah-daerah yang telah

mengalami proses denudasi atau erosi yang berat. Sebarannya hampir terdapat

pada semua RPH di kawasan KPH Bali Barat khususnya di RPH Grokgak,

Sumberkima, Seririt, Sumberklampok, Candikusuma, Tegal Cangkring, Yeh

Embang, Pulukan dan Dapdap Putih.

Jenis tanah Mediteran merupakan jenis tanah mineral dengan bahan induk

batu kapur, batuan sedimen, dan tuf volkan basa, solum tanah agak tebal dengan

horizon tanah terselubung atau agak nyata, warna tanah kuning hingga merah atau

kehitaman, tergantung jenis bahan induknya. Bila bahan induknya gamping murni,

maka warna tanahnya agak kemerahan, bila bahan induknya dari napal warnya

tanahnya akan lebih hitam (Mediteran Molik), bila bahan induknya dari bahan

volkanik/bercampur dengan bahan volkanik, maka warnanya agak kekuningan.

Tekstur tanah lempung hingga liat, struktur tanah gumpal hingga gumpal bersudut,

keasaman tanah agak asam hingga netral, kejenuhan basa tinggi, permeabilitas

sedang, kepekaan erosi besar hingga sedang. Jenis tanah ini tersebar di RPH

Sumberklampok, Candikusuma, dan di Seririt.

5. Iklim

Berdasarkan tipe iklim Scmidt dan Ferguson, wilayah KPH Bali Barat

tergolong ke dalam tipe C (Agak basah), D (Sedang), dan E (Agak kering).

Klasifikasi tipe iklim C mempunyai nilai Q antara, 3333% – 60,00%, tipe D dengan

nilai Q antara 60,00% - 100,00%, sedangkan tipe iklim E mempunyai nilai Q antara

100,00% – 167,00%. Wilayah KPH Bali Barat yang memiliki tipe iklim C meliputi

RPH Antosari, Dapdap Putih, Pulukan, Yeh Embang, danTegal Cangkring. RPH

yang memiliki tipe iklim D adalah RPH Candikusuma, dan RPH Penginuman.

Sedangkan wilayah yang memiliki tipe iklim E adalah RPH Sumberklampok,

Sumberkima, Grokgak, dan RPH Seririt.

6. Lahan Kritis

Lahan kritis merupakan lahan yang telah mengalami kerusakan/degradasi

sampai pada titik kritis sehingga menyebabkan kehilangan atau berkurangnya

fungsi lahan sampai pada batas yang diharapkan. Penentuan areal lahan kritis

Page 42: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 30

ditetapkan dengan melakukan analisis terhadap parameter biofisik lahan yang

diduga/diestimasi menyebabkan/mempengaruhi kekritisan lahan. Parameter yang

digunakan untuk menilai kekeritisan lahan (BPDAS Unda Anyar (1998) antara lain:

tutupan vegetasi, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, singkapan lereng,

kedalaman tanah, serta kondisi pengelolaan (manajemen). Metode penetapan

lahan kritis dilakukan dengan metode skoring pada beberapa parameter penyebab

lahan kritis seperti tersebut di atas. Hasil analisis penentuan lahan kritis pada KPH

Bali Barat disajikan pada Tabel 2.6

Tabel 2.6. Distribusi luasan lahan kritis berdasarkan tingkat kekritisannya

No RPH

TINGKAT KEKRITISAN LAHAN

JUMLAH KRITIS

POTENSIAL KRITIS

MEDIUM KRITIS

1 2 3 4 5 6

1 Antosari 1.219,79 - 640,24 1.860,03

2 Candikusuma 283,03 6.053,90 744,59 7.081,52

3 Dapdap Putih - 6.790,61 493,62 7.284,23

4 Grokgak 2.571,86 5.296,92 128,97 7.997,75

5 Penginuman 0,00 17,19 2.593,01 2.610,20

6 Pulukan 33,40 2.351,69 4.280,79 6.665,88

7 Seririt 409,91 5.122,38 410,25 5.942,54

8 Sumberkima 2.840,31 3.256,88 - 6.097,19

9 Sumberklampok 602,46 979,74 31,20 1.613,40

10 Tegalcangkring - 6.594,37 1.147,22 7.741,59

11 Yeh Embang 266,97 10.456,77 1.145,34 11.869,08

TOTAL

8.227,73 (12,32%)

46.920,45 (70,28%)

11.615,23 (17,40%)

66.763,41

(100,00%)

Sumber: BPDAS Unda Anyar dan Pengolahan Data Tahun 2008

Berdasarkan data seperti Tabel 2.6 tersebut di atas menunjukkan 70,20%

wilayah KPH Bali Barat tergolong dalam kondisi potensial kritis; 17,40% tergolong

medium kritis (kritis sedang); dan 12,32% tergolong kritis.

Seperti telah disebutkan di atas, beberapa penyebab terjadinya lahan kritis

antara lain karena kesalahan dalam pengelolaan lahan (penggunaan lahan tidak

sesuai dengan kemampuannya serta tidak sesuai dengan kaidah konservasi),

Page 43: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 31

rendahnya penutupan vegetasi, tingginya erosi permukaan maupun erosi bawah

permukaan, dan kondisi givennya seperti iklim (curah hujan yang rendah serta

masa kerig yang panjang), serta solum/lapisan tanah yang tipis. Kondisi seperti ini

terjadi di RPH Seririt, Grokgak, Sumberkima dan Sumberklampok.

2.2.3. Potensi Kayu/Non Kayu

Sampai saat ini pemanfaatan potensi kayu dan non kayu pada kawasan

RPH Bali Barat belum dikembangkan secara optimal. Potensi kayu hanya dapat

dikembangkan pada kawasan hutan produksi, sedangkan potensi non kayu dapat

dikembangkan baik pada kawasan hutan lindung maupun hutan produksi.

KPH Bali Barat memiliki 7.539,70 ha hutan produksi yang terdiri dari hutan

produksi terbatas dan hutan produksi tetap (Dinas Kehutanan, 2008). Hutan

produksi ini tersebar pada wilayah RPH Candikusuma seluas 383,10 ha (HP),

Grokgak 1.297,00 ha (HPT), Penginuman 2.610,20 ha (HPT), Seririt 249,60 ha

(HP) dan 112,00 ha (HPT), Sumberkima 1.274,40 ha (HP), dan Sumberklampok

1.613,40 ha (HPT).

Sesuai dengan kebijakan kehutanan di Provinsi Bali yang meletakkan

pelestarian ekologi sebagai prioritas pertama, maka hutan produksi yang ada juga

difungsikan sebagai kawasan pelestarian. Oleh karena itu maka produksi kayu

belum menjadi prioritas utama. Namun demikian dengan adanya peluang

pengelolaan hutan bersama masyarakat dengan pemberdayaan masyarakat

sekitar hutan berupa pembentukan Hutan Desa, HTR, dan HTHR maka ke depan

pemanfaatan hutan kayu perlu direncanakan pada kawasan tertentu meskipun

sifatnya masih dibatasi (sitem tebang pilih). Hal ini mengingat adanya kebutuhan

kayu baik untuk kayu bahan bangunan maupun untuk bahan kerajinan

(perpatungan) jumlahnya terus meningkat, sedangkan penyediaannya tidak dapat

dipenuhi dari kebun rakyat.

Pada beberapa kawasan hutan produksi di KPH Bali Barat saat ini telah

dikembangkan tanaman kayu perpatungan dengan jenis tanaman kayu yang

dikembangkan antara lain: mahoni, bentawas, panggal buaya, sawo kecik, intaran,

suar, gamelina, pule, dan sebagainya. Sampai saat ini realisasi penanaman pada

Page 44: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 32

hutan produksi sudah mencapai 3.093,0 ha. Dengan demikian masih

memungkinkan untuk pengembangan potensi kayu seluas 4.451,6 Ha

Sedangkan untuk potensi non kayu sampai saat ini belum digarap secara

optimal seperti tanaman di bawah tegakan (tumpangsari) yang berupa tanaman

semusim, selama ini dinikmati penuh oleh masyarakat sekitarnya. Demikian pula

potensi daun kayu putih seluas 350 Ha belum dimanfaatkan. Melihat potensi yang

ada, ke depan potensi non kayu yang dapat dikembangkan pada kawasan hutan

lindung maupun pada kawasan hutan produksi di wilayah KPH Bali Barat dapat

berupa pemanfaatan daun kayu putih untuk produksi minyak atsiri, peternakan

lebah madu, budidaya jamur, tanaman obat/empon-empon, hijauan makanan

ternak, dan penangkaran satwa liar.

2.2.4. Keberadaan Flora dan Fauna

Salah satu upaya konservasi yang juga penting dilakukan adalah

mengidentifikasi keberadaan flora dan fauna. Berdasarkan pengamatan dan

laporan yang dihimpun, bahwa jenis flora dan fauna yang ada pada wilayah KPH

Bali Barat disajikan pada Tabel 2.7 Beberapa jenis satwa diperkirakan terus

menurun populasinya, disebabkan adanya perburuan oleh masyarakat, dan di lain

pihak beberapa jenis satwa juga merusak lahan masyarakat yang ditanami

tanaman pertanian sehingga untuk mengatasi kegagalan panen satwa tersebut

banyak yang dibunuh oleh para petani.

Saat ini satwa langka yang telah dilindungi adalah jalak putih.

Tabel 2.7 Jenis Flora dan Fauna yang Terdapat di Kawasan Hutan

No RPH JENIS FLORA JENIS FAUNA

1 2 3 4

1 Antosari Kemiri, jati, bayur, nyantuh, gempinis, teep, kutat, dadap, tangi, juwet, kresek, kejimas, kwanitan, manting, pule, sentul, salam, badung, klampuak.

Trenggiling, landak, luak, ular, perkutut

2 Candikusuma Salam, kayu tangi, klampuak, kembang kuning, sirsak, mahoni, suar, bentawas, nyantuh, kejimas, kwanitan, manting, juwet, pule.

Trenggiling, landak, ayam hutan, ular, perkutut

3 Dapdap Putih Kemiri, jati, bayur, nyantuh, gempinis, teep, kutat, dadap, tangi, juwet, paradah, udu, seming, tembelekan, rumput bagas, salam,

Trenggiling, landak, luak, ular, kijang,

Page 45: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 33

No RPH JENIS FLORA JENIS FAUNA

1 2 3 4

lateng, jenis pakis, gintungan, johar, cempaka, suren, Demulir, iseh.

4 Grokgak Suar, mahoni, gmelina, johar, salam, bungur,, sirsak, kembang kuning, badung, intaran, panggal buaya, pule, cendana

Kera, landak, ular, kijang, babi hutan, ayam hutan, burung beo, perkutut, elang.

5 Penginuman Sonokeling, jati, gmelina, kayu tangi, kembang kuning, jabon, suar.

Trenggiling, landak, luak, ular, kijang, elang tikus, kucing hutan, babi hutan, jalak putih, ayam hutan, burung madu kuning, burung kipas, lebah madu

6 Pulukan Kemiri, Rotan, jati, bayur, nyantuh, gempinis, teep, kutat, walikukun, durian, gmelina, udu, nangka, bentawas, pule, panggal buaya, sawo kecik, talok, dadap, tangi, juwet, Pilang, kejimas, kwanitan, bunut, beringin.

Trenggiling, landak, luak, ular, kijang, babi hutan, kera, burung perkutut.

7 Seririt Cemara geseng, udu, seeming, tembelekan, paradah, rumput bagas, salam, bayur, kepelan, cemara pandak, beringin, dadap, gintungan, cempaka, kejimas, gmelina, sonokeling, nangka, mahoni, Intaran, tangi, kemiri.

Landak, luak, ular, kijang, babi hutan, ayam hutan, perkutut.

8 Sumberkima Walikukun, Anjering, laban, sawo kecik, talok, bayur, panggal buaya, tangi, juwet, gmelina, sonokeling, nangka, mahoni, Intaran, kwanitan

Jalak bali/jalak putih, Landak, ular, kijang, babi hutan, kera ayam hutan.

9 Sumber

klampok

Kayu putih, gmelina, bentawas, pule, sonokeling, trembesi, mahoni, nangka, salam, jati, panggal buaya, kemiri, sawo kecik.

Trenggiling, landak, luak, ular, kijang, elang tikus, kucing hutan, babi hutan, jalak putih ayam hutan, kera.

10 Tegal Cangkring Kemiri, bayur, nyantuh, gempinis, teep, kutat, dadap, tangi, juwet, kwanitan, Iseh, cempage, kejimas, udu, bambu, trembesi, pule, genitri.

Trenggiling, landak, luak, ular, babi hutan, ayam hutan, kera hitam, kera abu, kijang, rangkong, beo, murai.

11 Yeh Embang Kemiri, jati, bayur, nyantuh, gempinis, teep, kutat, dadap, tangi, juwet, kejimas, pule, kwanitan, iseh, hoo, gmelina, coklat, pisang, durian, mahoni.

Trenggiling, landak, luak, ular, kijang, babi hutan, ayam hutan, kera, burung perkutut, murai.

2.2.6 Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam

Potensi jasa lingkungan yang dapat dikembangkan pada wilayah KPH Bali

Barat dapat berupa jasa lingkungan pemanfaatan air, wisata air, wisata religi, dan

wisata alam. Selain itu secara umum hutan merupakan enhancement of carbon

stock (penyerapan karbon). Secara lengkap disajikan pada Tabel 2.8.

Page 46: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 34

Tabel 2.8. Hasil Identifikasi Jasa Lingkungan

NO KABUPATEN/RPH POTENSI JASA LINGKUNGAN/WISAA ALAM

1 2 3

I JEMBRANA

1. Candikusuma Penyelamatan dan perlindungan lingkungan dengan tanaman konservasi yang mempunyai nilai estetika (bentuk pohon dan berbunga dengan lokasi di Embung Benel.

Pembuatan lintasan/jalan setapak (tracking) dari hutan produksi sampai hutan lindung

Wisata alam dengan rute off road.

Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.

2. Tegalcangkring Wisata alam berupa panorama yang indah dari tempat ketinggian dengan melihat mozaik tanaman dan keindahan pantai di desa Mendoyo Dauh Tukad, desa Batu Agung, desa Pendem;

penangkaran satwa jenis Rusa Timor (Cervus timorensis).

3. Yeh Embang Penyelamatan dan perlindungan lingkungan dengan memperapat tegakan tanaman dengan tanaman konservatif yang mempunyai nilai estetika (pohon dan bunga)

Wisata rafting pada Tukad Yeh Buah

Air terjun Yeh Mesehe.

Wisata pendidikan (monument perjuangan di dusun Nusamara)

Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon

4. Pulukan Penyelamatan dan perlindungan lingkungan dengan memperapat tegakan tanaman dengan tanaman konservatif yang mempunyai nilai estetika (pohon dan bunga)

Wisata religi/spiritual (Pura Segara Gunung, Pura Ratu Nyoman Sakti Pengadangan).

Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.

5. Penginuman Penangkaran satwa langka

Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.

II BULELENG

1. RPH Seririt Pemanfaatan air

Wisata alam, jogging track

Wisata Spiritual (Pura Bukit Mungsu)

Penyelamatan dan perlindungan lingkungan

Penyerapa dan/atau penyimpanan karbon.

2. RPH Grokgak Pemanfaatan air (bendungan Grokgak)

Wisata alam, jogging track

Wisata Spiritual (Pura Blatung di Desa Banyu Poh, Pura Taman di Desa Musi, Pura Basih di Desa Grokgak, Pura Pulaki, Pura Pabean)

Penyelamatan dan perlindungan lingkungan

Pacuan kuda

Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.

3. RPH Sumberkima Pemanfaatan air

Wisata alam, jogging track

Wisata Spiritual (Pura Udeng, Pura Gunung Saab Sari di Desa Pemuteran, Pura Pulaki dan Pura Melanting di Desa Banyu Poh)

Page 47: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 35

NO KABUPATEN/RPH POTENSI JASA LINGKUNGAN/WISAA ALAM

1 2 3

Penyelamatan dan perlindungan lingkungan

Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.

Pengembangan sarang burung wallet

Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.

4. RPH Dapdap Putih Pemanfaatan air (Mata air di ds. Telaga)

Wisata alam, jogging track, panorama hutan lindung yang indah

Wisata Spiritual (Pura Kutul Bumi, Pura Pujangga, Pura Bestari)

Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon di hutan primer di Desa Telaga.

5. Sumberklampok Pemanfaatan air (sumber air)

Wisata religi (kuburan Jaya Prana)/Teluk terima

Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.

III TABANAN

1. Antosari Panorama yang indah

Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.

2.3. Sosial Budaya Masyarakat di dalam dan Sekitar Hutan

2.3.1. Sistem dan Struktur Masyarakat

Masyarakat di sekitar kawasan KPH Bali Barat memiliki sistem dan struktur

masyarakat yang relatif homogen. Hal tersebut dapat dilihat dari dominasi etnis

yang menempati daerah tersebut yaitu etnis Bali yang beragama Hindu. Bahasa

yang digunakan sehari hari adalah bahasa Bali yang dalam pelaksanaannya

mengenal tiga tingkatan pemakaian bahasa, yaitu halus, lumrah (madya) dan

bahasa Bali kasar. Pada masa sekarang bahasa Bali halus digunakan secara

resmi oleh hampir semua golongan dalam pergaulan di daerah Bali.

Sistem garis keturunan dan hubungan kekerabatan masyarakat di sekitar

hutan masih berpegang pada prinsip patrilinial (purusa) yang sangat dipengaruhi

oleh sistem keluarga luar patrilinial yang mereka sebut dadia. Penduduk di sekitar

kawasan hutan terbagi dalam pelapisan sosial yang dipengaruhi oleh sistem nilai

utama, madya dan nista. Kasta utama atau tertinggi adalah golongan Brahmana,

kasta madya adalah golongan Ksatrya, dan kasta nista adalah golongan Waisya.

Selain itu masih ada golongan yang dianggap paling rendah atau tidak berkasta

yaitu golongan Sudra, sering juga disebut jaba wangsa (tidak berkasta). Dari

Page 48: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 36

kekuatan sosial kekerabatannya dapat pula dibedakan atas klen pande, pasek,

bujangga dan sebagainya.

Kehidupan sosial budaya sehari-hari penduduk di sekitar hutan hampir

semuanya dipengaruhi oleh keyakinan/kepercayaan kepada agama Hindu yang

mereka anut, oleh karena itu adat istiadat dan kebudayaan penduduk tidak dapat

dilepaskan dari pengaruh sistem religi agama Hindu. Tata kehidupan masyarakat di

sekitar/di dalam kawasan hutan umumnya terbagi menjadi 2 (dua), yaitu sistem

kekerabatan dan sistem kemasyarakatan.

Sistem kekerabatan terbentuk menurut adat yang berlaku, dan dipengaruhi

oleh adanya klen klen keluarga, seperti kelompok kekerabatan yang disebut dadia

(keturunan), pekurenan yaitu kelompok kekerabatan yang terbentuk sebagai akibat

adanya perkawinan dari anak-anak yang berasal dari suatu keluarga inti.

Sistem kemasyarakatan merupakan satu kesatuan sosial yang didasarkan

atas kesatuan wilayah/territorial administrasi (perbekel/kelurahan) yang pada

umumnya terpecah lagi menjadi kesatuan sosial yang lebih kecil yaitu banjar dan

territorial adat yang mengatur hal-hal yang bersifat keagamaan, adat, dan

masyarakat lainnya. Dari sistem kemasyarakatan yang ada tersebut maka warga

desa dapat masuk menjadi dua keanggotaan warga desa ataupun satu

keanggotaan, yaitu sistem pemerintahan desa dinas sebagai wilayah administratif

dan atau desa pakraman yang kehidupan masyarakat setempat terdapat banyak

kelompok-kelompok adat.

2.3.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar wilayah KPH Bali barat

didominasi oleh 2 (dua) Kabupaten dari 3 kabupaten yang menjadi wilayah

kerjanya. Adapun kabupaten tersebut adalah kabupaten Buleleng dan Kabupaten

Jembrana. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar/dalam kawasan dikaji dari

jumlah dan sebaran penduduk, tingkat pendidikan, kondisi kesehatan serta mata

pencaharian masyarakatnya.

Kondisi jumlah penduduk di Kabupaten Buleleng (registrasi tahun 2005)

adalah 618.076 jiwa dari 160.709 KK. Dari jumlah tersebut, penduduk perempuan

Page 49: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 37

sebanyak 312.88 jiwa (50,63%) dan penduduk laki-laki 305.198 jiwa (49,37%).

Kepadatan penduduk di wilayah Kabupaten Buleleng adalah 453 jiwa/km,

dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,72%. Keadaan penduduk per

kecamatan di kabupaten Buleleng disajikan pada Tabel 2.9.

Komposisi penduduk menurut kelompok umur adalah:

Penduduk usia 0 – 14 tahun 151.859 jiwa (24,57%)

Penduduk usia 15 – 64 tahun 426.657 jiwa (69,03%)

Penduduk usia 65 tahun ke atas 39.560 jiwa (6,40%)

Dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur ini

mencerminkan bahwa penduduk di Kabupaten Buleleng sebagian besar (69,03%)

merupakan penduduk usia produktif (usia kerja).

Tabel 2.9. Keadaan Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Buleleng

KECAMATAN

LUAS WILAYAH

JUMLAH KK

JUMLAH PENDUDUK

KEPADATAN PENDUDUK /

KM2

LAJU PERTUMBUHAN

PENDUDUK

(km2) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (%)

1 2 3 4 5 6

Tejakula 97,68 21.274 60.525 620 1,38

Kb.Tambahan 118,24 12.563 55.959 473 2,63

Sawan 92,52 15.102 61.695 667 2,17

Sukasada 172,93 27.497 114.866 2.447 0,81

Buleleng 46,94 16.667 69.498 402 6,78

Banjar 172,6 18.434 67.741 392 0,08

Seririt 111,78 10.255 43.29 220 0,53

Busungbiu 196,92 18.121 70.704 633 0,31

Gerokgak 356,57 20.796 73.798 207 0,93

2005 1.365,88 160.709 618.076 453 1,70

2004 1.365,88 148.963 607.61 445 1,76

2003 1.365,88 138.258 596.91 437 1,40

Sumber: Bappeda Kabupaten Buleleng Tahun 2008

Sedangkan data kependudukan di wilayah Jembrana berdasarkan data yang

tercatat pada Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan, jumlah penduduk sampai

dengan tahun 2005 adalah sebanyak 257.459 jiwa dengan sebaran

sebagai berikut:

a. Kecamatan Melaya = 50.824 jiwa.

Page 50: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 38

b. Kecamatan Negara = 121.589 jiwa.

c. Kecamatan Mendoyo = 58.941 jiwa.

d. Kecamatan Pekutatan = 26.105 jiwa.

Penduduk Kabupaten Jembrana yang wajib KK pada tahun 2005 tercatat

sebanyak 69.224 dengan jumlah penduduk wajib KTP sebanyak 191.079 orang.

Kartu keluarga yang telah diterbitkan pada tahun 2005 sejumlah 20.641 serta

penerbitan KTP sejumlah 56.061 buah. Dari catatan angka tersebut masih banyak

penduduk yang belum memiliki Kartu Keluarga dan KTP.

Tingkat pendidikan masyarakat di desa-desa di sekitar/dalam kawasan

hutan umumnya sudah relatif baik, hal tersebut dapat dilihat dari adanya kesadaran

masyarakat untuk menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang pendidikan yang

lebih tinggi, bahkan sudah ada yang melanjutkan hingga perguruan tinggi. Selain

kesadaran dari masyarakat tentang pentingnya pendidikan, sarana dan prasarana

pendidikan yang memadai sebagai faktor keberhasilan dari pendidikan juga

tersedia cukup memadai dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal

ini bisa dilihat dari tersedianya lembaga pendidikan di tingkat desa yang berupa

TK, SD hingga SMP.

Selain bidang pendidikan, bidang kesehatan masyarakat di sekitar/dalam

kawasan juga sudah cukup baik. Berbagai kegiatan dan program peningkatan

kesehatan telah dilakukan secara rutin dan terstruktur, baik yang dilakukan

mengikuti program pemerintah maupun yang dilakukan secara mandiri oleh

masyarakat. Program dan kegiatan untuk peningkatan kesehatan yang telah

dilakukan antara lain pemenuhan air bersih, penurunan angka kematian ibu dan

balita, imunisasi, peningkatan angka harapan hidup, peningkatan gizi masyarakat

dan lain sebagainya.

Mata pencaharian yang digeluti oleh penduduk/masyarakat sangat

beragam, seperti petani, buruh tani, industri, wirausaha, pedagang, pegawai

swasta, TNI/Polri, PNS, pensiunan, guru dan lain-lain, meskipun mata

pencaharian sebagai petani dan buruh tani masih mendominasi. Lebih dari 40 %

penduduk menggantungkansumber kehidupannya di bidang pertanian atau

perkebunan. Struktur perekonomian secara umum masih bercorak agraris.

Page 51: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 39

Pada tahun 2005, tingkat partisipasi kerja (TPAK) di Kabupaten Buleleng adalah

sebesar 67,36 % yang terdiri dari:

a. Bekerja : 62,99 %

b. Mencari kerja (pengangguran penuh) : 4,37 %

Sedangkan lainnya merupakan kelompok yang bukan angkatan kerja, sebesar

32,64%, termasuk di dalamnya adalah usia sekolah dan mengurus rumah tangga.

Pada tahun 2005, tingkat penyerapan angkatan kerja di Kabupaten Buleleng

sebanyak 337.151 jiwa, dengan distribusi pada lapangan kerja/usaha sebagai

berikut:

a. Bidang pertanian : 42,49 %

b. Bidang pertambangan/penggalian : 1,16 %

c. Bidang industry pengolahan : 14,84 %

d. Bidang listrik, gas dan air minum : 0,43 %

e. Bidang bangunan : 5,73 %

f. Bidang perdagangan, hotel dan restoran : 21,44 %

g. Bidang pengangkutan dan komunikasi : 4,32 %

h. Bidang keuangan dan persewaan : 0,87 %

i. Bidang jasa : 9,14 %

Pada sektor bidang jasa yang menonjol adalah tumbuhnya lembaga/institusi

keuangan mikro berupa koperasi dan LPD sebagai pendukung ekonomi desa.

Keadaan ini sangat membawa dampak yang positif dalam perkembangan ekonomi

desa secara keseluruhan.

Sumberdaya ekonomi andalan di kedua wilayah yang utama adalah:

a. Sektor pertanian: padi, palawija ;

b. Sektor perkebunan: kelapa, kakao, anggur, pisang dan buah-buahan yang

lain ;

c. Sektor peternakan: sapi, babi, ayam kampong dan kerbau ;

d. Kewirausahaan: pertukangan, pengrajin ukiran atau anyaman.

Page 52: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 40

.2.3.3. Kondisi Politik Lokal yang Mempengaruhi Keberadaan Hutan dan

Masyarakat Desa

Di Propinsi Bali, termasuk pula masyarakat di sekitar wilayah KPH Bali

Barat, penduduknya sebagian besar berada pada wilayah desa adat (desa

pakraman). Oleh karena itu mereka harus tunduk pada aturan-aturan yang dibuat

bersama dan sudah disepakati sejak awal yang dituangkan dalam awig-awig desa.

Organisasi-organisasi yang berkembang di masing-masing wilayah sangat

beragam, diantaranya kelompok subak, kelompok tani ternak, kelompok tani

pengelola hutan, kelompok kesenian, dan juga kelompok teruna-teruni.

Masyarakat yang menetap/tinggal di sekitar kawasan hutan masih

memanfaatkan kawasan hutan. Masyarakat di sekitar/dalam kawasan pada

umumnya merupakan penduduk asli yang secara turun temurun tinggal dan

menetap di desa dan sudah memahami tentang pentingnya pelestarian kawasan

hutan bahkan terdapat kebijakan bahwa penduduk desa dilarang

menguasai/menyerobot kawasan hutan, menebang pohon bahkan mengambil kayu

dari kawasan hutan, hal ini sudah disiratkan dalam awig-awig desa. Batas-batas

kawasan hutan umumnya dapat diketahui secara jelas dengan adanya pal atau

tanda batas di lapangan, juga oleh adanya informasi dari petugas kehutanan

melalui kegiatan penyuluhan.

Di wilayah desa Pemuteran/Musi terdapat kearifan lokal bahwa penduduk

dilarang menebang bahkan mengambil kayu yang berada di kawasan hutan,

namun kegiatan mengambil ranting pohon dan menanam jagung dan kacang tanah

di kawasan hutan masih diberikan dengan tetap menjaga kelestarian hutan.

Kegiatan mengambil ranting ini dilakukan bersama-sama dalam suatu kegiatan

adat.

Dilihat dari interaksinya dengan kawasan hutan, di wilayah KPH Bali Barat

terdapat 58 Desa yang berbatasan dengan kawasan hutan. Adapun sebaran desa-

desa yang berberbatasandengan kawasan hutan di KPH Bali Barat dapat dilihat

pada Tabel 2.10.

Page 53: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 41

Tabel 2.10. Desa-desa yang berbatasan dengan kawasan hutan pada masing-

masing RPH

NO. RPH

LUAS KAWASAN

HUTAN

JUMLAH DESA NAMA DESA

(Ha) (buah)

1 2 3 4 5

1. Antosari 1.860,03 10 Ds. Selabih, Lalang Linggah, Mundeh Kauh, Mundeh, Lumbung Kauh, Mundeh Kangin, Angkah, Munduk Temu, Kebon Padangan, Blatungan .

2. Pulukan 6.665,88 6 Ds. Medewi, Pulukan, Asah Duren, Manggis Sari, Gumbrih, Pengragoan

3. Yeh Embang 11.869,08 5 Ds. Yeh Sumbul, Yeh Embang Kangin, Yeh Embang Kauh, Yeh Embang, Penyaringan.

4. Tegal Cangkring 7.741,59 9 Ds. Penyaringan, Tegal Cangkring, Pergung, Poh Santen, Mendoyo Dauh Tukad, Batu Agung, Dauh Waru, Pendem, Baler Bale Agung.

5. Candikusuma 7.081,52 3 Ds. Brambang, Manistutu, Tukadaya

6. Penginuman 4.398,00 3 Ds. Melaya, Blimbingsari, Ekasari

7. Sumberklampok 12.832,57 2 Ds. Pejarakan, Sumberklampok

8. Sumberkima 7.692,91 4 Ds. Banyupoh, Sumberkima, Pejarakan, Pemuteran

9. Grokgak 7.997,75 6 Ds. Banyupoh, Penyabangan, Musi, Sanggalangit, Grokgak, Patas.

10. Seririt 5.942,54 6 Ds. Unggahan, Lokapaksa, Pangkung Paruk, Tukad Sumaga, Tinga-Tinga, Pengulon.

11. Dapdap Putih 7.284,23 4 Ds. Tista, Sepang Kelod, Sepang, Telaga.

2.4. Data Informasi Ijin-Ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan

Hutan

2.4.1 Ijin-ijin Penggunaan Kawasan

Ijin-ijin pengguaan kawasan adalah merupakan ijin pemanfaatan kawasan di

luar kepentingan kehutanan, yang meliputi :

a. Tempat alat sensor Telemetri (BMG) seluas 0,04 ha dengan persetujuan prinsip

dari Menteri Kehutanan No. 521/Menhut-II/1989, tanggal 20 April 1989.

b. Rural Area III Banyupoh (PT Telkom) pada kawasan hutan produksi seluas 0,03

ha dengan persetujuan prinsip dari Menteri kehutanan No. 1844/Menhut-

II/1991, tanggal 11 September 1991.

Page 54: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 42

c. Jalan dan Relay microwave (PT Telkom) pada kawasan taman nasional dan

hutan produksi seluas 4,69 ha dengan persetujuan perpanjangan Menteri

Kehutanan No. 5.696/Menhut-VII/2006, tanggal 6 November 2006.

d. Tapak Tower Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 KV, lampu merah-

Gilimanuk-Pemaron (PT PLN Persero) P3B Jawa Bali Region Jawa Timur yang

menggunakan kawasan Taman Nasional, Hutan Lindung dan Hutan Produksi

seluas 3,22 ha dengan persetujuan prinsip Menteri Kehutanan No. 252/Menhut-

VI/1995, tanggal 17 Februari 1995.

e. Bronkaptering Bak Pengumpul dan sumur bor air bersih pada hutan lindung

seluas 0,175 ha dengan surat persetujuan Dinjen Kehutanan No. 572/DJ/I/1977,

tanggal 7 Maret 1977.

f. Waduk Grokgak, mempergunakan hutan produksi seluas 2,58 ha melalui

persetujuan prinsip Menteri Kehutanan No. 493/Menhut-VII/1995, tanggal 4

April 1995.

g. Jalan Puncak Sari – Telaga, dengan memanfaatkan hutan lindung seluas

0,0014 ha oleh Buleleng dengan persetujuan Dirjen Kehutanan No.

4473/DJ/I/1980, tanggal 22 Desember 1980.

h. Bangunan Sekolah Dasar Sumberklapmok dan Lapangan Olah Raga yang

menggunakan hutan produksi terbatas seluas 1,0 ha, dengan persetujuan

Dirjen Kehutanan No. 3067/DJ/I/1974, tanggal 19 Agustus 1974.

i. Jalan Juwuk Manis – Pangyangan yang menggunakan kawasan hutan lindung

seluas 3,0 ha, dengan persetujuan prinsip Menteri Kehutanan No. 370/Menhut-

II/1988, tanggal 29 Juni 1988.

2.4.2 Ijin-Ijin Pemanfaatan Kawasan

Ijin-ijin pemanfaatan kawasan yang pernah ada di wilayah KPH Bali Barat

adalah:

a. Tanaman kayu perpatungan seluas 383,10 ha di kawasan hutan produksi

Sombang, Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana melalui

perjanjian kerjasama antara pemerintah Kabupaten Jembrana dengan klian

Page 55: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 43

adat Sombang, Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana No.

522.21/566/Hutbun/2002, tanggal 17 Juli 2002 ;

b. Hutan Kemasyarakatan (HKm) pada hutan produksi seluas 150 ha di RPH

Grokgak dengan Surat Keputusan menteri Kehutanan No. 111/Menhut-II/2009,

tanggal 17 Maret 2009.

2.5. Kondisi Posisi KPHL dan KPHP Dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah

dan Pembangunan Daerah

Kedudukan kawasan hutan di Provinsi Bali dalam tinjauan RTRWP Bali

dibagi sesuai empat fungsi utama kawasan lindung. Dalam UU No.26 Tahun 2007

tentang penataan ruang, secara tegas disebutkan bahwa:

a. Pasal 5 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, mengatur

berdasarkan fungsi utama kawasan lindung dan kawasan budidaya.

b. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama

melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan

sumberdaya buatan.

c. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk

dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya

manusia, dan sumberdaya buatan.

Dalam RTRWP Provinsi Bali tahun 2008-2009 khusus pada penjelasan

kedudukan hutan di Provinsi Bali untuk isu lingkungan, disebutkan bahwa proporsi

luas hutan tahun 2008 hanya 23% (kurang dari target keseimbangan 30% dari luas

wilayah), sehingga berpotensi mengganggu keseimbangan iklim mikro dan

ketersediaan sumberdaya air yang berkelanjutan. Dalam pasal 17 UU tersebut

secara tegas disebutkan bahwa dalam pelestarian lingkungan dalam perencanaan

tata ruang ditetapkan proporsi luas hutan paling sedikit 30% dari luas wilayah.

Demikian pula pentingnya fungsi dan keberadaan hutan dalam kajian daya dukung

lahan di Provinsi Bali, merekomendasikan untuk mengembalikan fungsi kawasan

hutan sebagaimana mestinya yaitu secara fungsi hidrologi.

Page 56: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 44

2.6 Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan kajian beberapa data sekunder,

berkembang beberapa isu strategis dan permasalahan, yaitu :

1. Fungsi kawasan hutan belum optimal

Peruntukan kawasan hutan belum berfungsi secara optimal karena masih

rendahnya tutupan lahan dan adanya lahan kritis (RPH Penginuman, RPH

Sumberkima, Grokgak, dan Seririt). Luas hutan produksi relatif sempit dan

berbatasan langsung dengan permukiman penduduk (RPH Grokgak,

Sumberkima, Seririt, Penginuman), adanya kebakaran hutan (RPH

Sumberkima, Grokgak, seririt), adanya penerapan pola tumpangsari yang

kurang tepat, sehingga menyebabkan banyaknya tanaman pokok yang mati;

adanya perambahan hutan (RPH Seririt, Sumberklampok, Penginuman,

Candikusuma), dan yang paling besar terjadi di RPH Tegal Cangkring, Yeh

Embang, Pulukan, dan Antosari (Selemadeg Barat); Ilegal loging (RPH

Penginuman, Yeh Embang, Pulukan Dapdap Putih, dan Antosari);

pengambilan hijauan pakan ternak.

2. Pemanfaatan kawasan hutan, kawasan konservasi dan kawasan lainnya yang

belum optimal.

3. Tingkat kesadaran masyarakat terhadap keberadaan hutan masih relatif

rendah (masih kurangnya kelompok-kelompok masyarakat/relawan yang

peduli terhadap pelestarian hutan).

4. Belum optimalnya pemanfaatan kawasan hutan, kawasan konservasi dan

kawasan lainnya. Masih banyaknya lahan-lahan di sekitar kawasan hutan

yang belum termanfaatkan secara intensif sehingga masih tingginya tekanan

terhadap kawasan hutan.

5 Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan belum optimal (belum

dilaksanakannya pembinaan masyarakat secara terpadu secara lintas

sektoral. Pembinaan masih sering dilakukan secara sektoral, misalnya sektor

Page 57: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 45

peternakan memprogramkan peningkatan populasi ternak tanpa disertai

program penyediaan pakan yang mencukupi, sehingga terjadi pengrusakan

kayu hutan untuk dipakai pakan ternak.

6. Belum adanya komitmen bersama semua lapisan masyarakat dalam pelestarian

hutan. Masih adanya tokoh-tokoh masyarakat yang berpura-pura jadi

pahlawan dengan memprovokasi masyarakat bahwa hutan juga dapat digarap

oleh masyarakat.

7. Masih lemahnya penegakan hukum dan penerapan peraturan perundangan

bidang kehutanan

8. Belum mantapnya kelembagaan dan otonomi kehutanan

9. Belum mantapnya pengembangan database potensi sumberdaya hutan di

wilayah kelola.

10. Belum optimalnya pemberian peran masyarakat dalam rangka pengelolaan

hutan.

11. Penataan batas kawasan hutan antar RPH masih belum jelas di lapangan,

demikian juga pembagian kawasan hutan ke dalam blok, petak, zonasi

pemanfaatan dan perlindungan belum ada.

12. Pembagian kawasan hutan menurut DAS belum dijadikan acuan dalam

perencanaan pengelolaan hutan. Konsep RTK yang ada belum dijadikan

acuan dalam pembuatan model unit perencanaan/pengelolaan hutan.

13. Penempatan staf masih belum proporsional dari segi rasio antara luas

kawasan hutan dengan jumlah polhut per RPH.

14. Sistem informasi berbasis spasial (SIG) belum diimplementasikan dalam wujud

yang operasional, ketersediaan peta kerja dengan skala yang besar/detil

(5.000 – 10.000). Peninjauan ulang data-data sumberdaya hutan belum

dilakukan secara berkala misalnya 2-3 tahun, sehingga terjadinya

tekanan terhadal kawasan hutan tidak terdeteksi secara cepat.

Page 58: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 46

15. Kegiatan sektor kehutanan masih dilakukan secara parsial dan masih bersifat

top down, belum berdasarkan atas partisipasi para pihak terkait baik

masyarakal lokal/masyarakat sekitar hutan maupun stake holder yang lain.

16. Masih rendahnya tingkat pendidikan, luas pemilikan lahan dan kesejahteraan

masyarakat sekitar hutan.

17. Pertumbuhan jumlah penduduk di sekitar hutan menyebabkan meningkatnya

tekanan terhadap hutan (perambahan, pencarian kayu bakar dan pakan

ternak, illegal loging, bahaya kebakaran dan sebagainya).

18. Masih tingginya ketergantungan masyarakat terhadap hutan

19. Masih tingginya kebutuhan bahan baku kayu, dan disisi lain pemenuhan

bahan baku terbatas

20. Masih lemahnya pemahaman masyarakat dan aparat tentang arti penting

fungsi hidrologis hutan, terutama di kawasan RPH Antosari (Desa Mundeh

Kauh 80-90%) kawasan hutan telah diramabah ditanami tanaman perkebunan

seperti kopi, coklat, pala, pisang, dan sebagainya. Dan yang paling celaka

adalah lahan-lahan hutan dengan kelerengan > 60% dirabas/dibersihkan dan

ditanami tanaman kopi, coklat dan pisang; pohon-pohon kayu hutan banyak

yang diteres, sehingga bila ditiup angin akan tumbang.

21. Masih tingginya tingkat kerawanan/gangguan terhadap hutan

22. Belum adanya pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu (kecuali pada

kawsan RPH Sumberklampok).

Page 59: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB III - 47

BAB III. VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN

3.1. Visi dan Misi Pembangunan Provinsi Bali

Visi yang hendak dicapai dalam periode Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah Provinsi Bali adalah BALI MANDARA yakni ”Terwujudnya

Bali yang Maju, Aman, Damai dan Sejahtera”, berlandaskan falsafah Tri Hita

Karana. Seperti diketahui bahwa falsafah Tri Hita Karana adalah merupakan

konsepsi filsafat adhiluhung masyarakat Bali dalam mencapai kebahagiaan lahir

batin (“Moksartham Jaghaditha”) yaitu dengan selalu menjaga hubungan yang

harmonis antara manusia dengan sang pencipta/Tuhannya (parahyangan),

hubungan harmonis antara manusia dengan sesamanya (pawongan), dan

hubungan harmonis antara manusia dengan alam lingkungannya (palemahan).

Dengan selalu berpedoman pada visi tersebut serta memperhatikan perubahan

paradigma dan kondisi yang akan dihadapi pada masa yang akan datang,

diharapkan Bali tetap eksis dalam menghadapii pengaruh globalisasi.

3.2. Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Provinsi Bali

Sejalan dengan visi pembangunan daerah Bali seperti tersebut di atas, dalam

Rencana Strategik (Renstra) Dinas Kehutanan Provinsi Bali telah merumuskan

beberapa arah membangunan kehutanan di masa mendatang sebagai berikut:

1. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang

proporsional

2. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi

lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan/ekologi,

sosial budaya, dan ekonomi yang seimbang dan lestari/berkelanjutan.

3. Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai (DAS)

4. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan

pemberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan

lingkungan, sehingga mampu menciptakan ketahanan lingkungan, sosial

budaya dan ekonomi, serta ketahanan terhadap perubahan eksternal.

Page 60: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB III - 48

5. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan

Memperhatikan visi Pemerintah Provinsi Bali pada tahun 2009-2013 adalah

“Terwujudnya Bali Dwipa Jaya/Bali Mandaraberlandaskan Tri Hita Karana”, arah

pembangunan kehutanan di Provinsi Bali, gambaran pelayanan dari Dinas

Kehutanan Provinsi Bali serta isu-isu strategis khususnya yang terkait dengan

kehutanan berdasarkan tugas pokokfungsi dari Dinas Kehutanan Provinsi Bali,

sebagaiana dituangkan dalam formulasi faktor lingkungan internal (kekuatan dan

kelemahan), dan faktor lingkungan eksternal (peluang dan tantangan), maka visi

pembangunan kehutanan di Provinsi Bali adalah “Terwujudnya luas dan fungsi

hutan yang optimal, aman-lestari, didukung masyarakat dan sumberdaya

manusia profesional untuk pembangunan Bali berkelanjutan”.

Guna mewujudkan visi pembangunan kehutanan di Provinsi Bali dan dalam

rangka memberikan arah dan tujuan yang ingin dicapai serta untuk memfokuskan

rencana program yang akan dilaksanakan dan untuk menumbuh kembangkan

partisipasi semua pihak, maka misi pembangunan kehutanan di Provinsi Bali

adalah:

1. Meningkatkan efektivitas tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan

hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan

reklamasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam, sumberdaya

manusia dan kelmbagaan serta pemberdayaan masyarakat

2. Mengembangkan aneka produksi hasil hutan bersama masyarakat

3. Meningkatkan profesionalisme dan pelayanan.

3.3. Visi-Misi Pengelolaan KPH Bali Barat

Berdasarkan asumsi bahwa pemantapan kawasan hutan secara permanen

dapat dilaksanakan dengan baik dan mengacu pada visi-misi pembangunan

daerah Bali serta Visi-Misi Dinas Kehutanan Provinsi Bali,maka visi pembangunan

kehutanan KPH Bali Barat adalah:

”Menjadi pemangku dan pengelola hutan di KPH Bali Barat secara

profesional guna menjamin berlangsungnya fungsi-fungsi hutan secara

Page 61: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB III - 49

optimal dan lestari melalui pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dalam

rehabilitasi dan konservasi sumberdaya lahan dan hutan sehingga

berdampak pada pemeliharaan budaya dan tujuan wisata demi tercapainya

kesejahteraan masyarakat”.

Visi tersebut didasarkan pada rasionalitas bahwa kawasan hutan di KPH

Bali Barat didominasi oleh fungsi utama sebagai hutan lindung yang sebagian

berdekatan dengan hutan konservasi (Taman Nasional Bali Barat). Selain itu,

hutan di KPH Bali Barat juga dikelilingi oleh desa-desa sekitar hutan, baik desa

dinas maupun desa pakraman yang sebagian besar merupakan khas budaya Bali

yang mengandung pengejawantahan dari filsafah masyarakat Bali, yaitu Tri Hita

Karana.

Adapun Misi yang dikembangkan untuk mewujudkan visi pengelolaan KPH

Bali Barat merupakan arahan umum kebijakan yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Memantapkan penataan kawasan hutan KPH Bali Barat secara rasional,

efektif dan efisien.

2. Mengembangkan sistem birokrasi, tugas pokok dan fungsi yang relevan

dengan profesionalisme dalam pembangunan KPH yang lestari.

3. Membangun sumberdaya manusia yang tangguh, berkualitas, berdedikasi

tinggi dan profesionaluntuk membangun/melestarikan hutan serta mendukung

partisipasi masyarakat menuju masyarakat sejahtera.

4. Membentuk jaringan dengan kabupaten/kota dan stakeolders dalam rangka

meningkatkan kualitas lingkungan, sosial budaya dan perekonomian rakyat ;

5. Mewujudkan optimalisasi pengelolaan hutan yang menghasilkan kayu dan non

kayu menjaga kelestarian suberdaya lahan dan air, dan ikut memecahkan

masalah kemiskinan masyarakat ;

6. Menjaga dan meningkatkan pelestarian keanekaragaman flora dan fauna

beserta ekosistemnya sebagai penyangga kehidupan ;

7. Melaksanakan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan yang mencakup

pemanfaatan hasil hutan bukan kayu seperti getah pinus, rehabilitasi hutan

dan lahan, pengamanan, perlindungan dan konservasi sumber daya hutan,

sertamengembangkan kegiatan wisata alam, wisata pendidikan, wisata

Page 62: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB III - 50

budaya yang berwawasan lingkungan, dengan paradigma pemberdayaan

masyarakat ;

8. Melakukan pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan secara

kolaboratif dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

setempat ;

9. Menyusun perencanaan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan sumber daya

hutandengan paradigma pemberdayaan masyarakat.

Tujuan dari pengelolaan hutan di KPH Bali Barat dengan visi dan misi

tersebut di atas adalah sebagai berikut:

a) Meningkatkan rasionalitas, efektifitas dan efisiensi pengelolaan hutan di KPH

Bali Barat ;

b) Mengendalikan kelestarian pengelolaan hutan dari aspek, ekologi,sosial dan

ekonomi;

c) Meningkatkan akuntabilitas dan pelayanan publik organisasi pengelola hutan

dan kawasan hutan ;

d) Memaksimumkan potensi hasil hutan bukan kayu, terutama jasa wisata dan

jasa perlindungan untuk kepentingan sosial ekonomi dan budaya ;

e) Meningkatkan kondisi hutan menjadi fullstock (terisi penuh) tegakan hutan ;

f) Meningkatkan indek pembangunan manusia (IPM) masyarakat desa hutan ;

g) Meningkatkan akses masyarakat dalam pengelolaan hutan lindung.

Page 63: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 51

BAB IV. ANALISIS DAN PROYEKSI

Menurut Undang-Undang RI No. 41 Tahun 1999 dan PP No. 6 Tahun 2007

jo PP No. 3 Tahun 2008, bahwa pengelolaan hutan terdiri dari : managemen

pengelolaan hutan, tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,

pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan,

serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Analisis dibuat dengan

menghubungkan antara komponen-komponen pengelolaan hutan tersebut dengan

data dan informasi serta permasalahan yang ada di KPH Bali Barat. Data dan

informasi berupa data primer (pengecekan lapangan maupun hasil wawancara

langsung dengan aparat di masing-masing RPH dan pejabat KPH serta beberapa

masyarakat di sekitar kawasan hutan), maupun data sekunder (berupa laporan

dan dokumen-dokumen lainnya). Berdasarkan analisis data tersebut kemudian

dibuat suatu proyeksi yang merupakan kondisi pengelolaan yang diharapkan/ingin

dicapai pada wilayah KPHL dan KPHP di masa yang akan datang.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan: (a) studi pustaka/data

literatur, (b) observasi, dan (c) wawancara. Studi literatur dilakukan untuk

memperluas wawasan dalam membuat analisis data lapangan. Sedangkan

observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran nyata tentang kondisi biofisik,

pemanfaatan sumberdaya hutan, kodisi sosial ekonomi masyarakat, dan kondisi

infrastruktur yang ada. Untuk mendukung metode observasi, dilakukan kegiatan

pemotretan sebagai media dokumentasi. Wawancara dilakukan baik di kantor

KPH, masing-masing kepala RPH dan tokoh-tokoh masyarakat/petani di sekitar

kawasan hutan untuk memperoleh gambaran tentang permasalahan-permasalahan

yang dihadapi di lapangan dan kegiatan yang sudah dilakukan. Analisis data

menggunakan metode deskriptif kualitatif.

4.1 Managemen Pengelolaan Hutan

Dalam pengelolaan hutan ditetapkan wilayah pengelolaan hutan dalam

bentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). KPH merupakan institusi pengelola

hutan yang terorganisir dengan kejelasan tujuan dan wilayah kelola untuk

Page 64: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 52

melaksanakan tugas pokok dan fungsi, wewenang dan tanggungjawab dalam

rangka pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukan hutan.

Pembentukan KPH ini diharapkan dapat mewujudkan penyelenggaraan

pengelolaan hutan di tingkat tapak dapat berjalan secara efisien dan

lestari/berkelanjutan.

Pembentukan KPH di Provinsi Bali sampai saat ini masih berada di bawah

dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali,

yang mencakup beberapa aspek, yaitu perencanaan pengelolaan,

pengorganisasian, pelaksanaan pengelolaan, pengendalian dan pengawasan. KPH

Bali Barat terbentuk sejak Juli 2008 berdasarkan Peraturan Daerah No. 2 Tahun

2008, dengan tupoksinya sesuai dengan Peraturan Gubernur No. 102 Tahun 2011,

bahwa keberadaan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) sampai saat ini masih tetap

dipertahankan di tingkat lapangan beserta dengan wilayah dan personil yang ada.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa kepala UPT KPH Bali Barat mempunyai beberapa

tugas penting yang berhubungan dengan pengelolaan hutan, antara lain adalah :

(a) menyusun rencana dan program kerja UPT; (b) menyusun rencana pengelolaan

hutan, menyelenggarakan pengelolaan hutan tata hutan; (c) menjabarkan

kebijakan kehutanan Nasional, Provinsi dan Kabupaten/kota untuk

diimplementasikan, (d) melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan mulai dari

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta

pengendalian; (e) melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan

kegiatan pengelolaan hutan; (f) membuka peluang investasi guna mendukung

tercapainya tujuan pengelolaan hutan, (g) melaporkan hasil pelaksanaan tugas

kepada Kepala Dinas.

Sesuai dengan tugas UPT KPH Bali Barat tersebut maka untuk proyeksi ke

depan maka KPH perlu membuat rencana pengelolaan hutan khususnya di wilayah

tertentu. Dalam pelaksanaan kerja KPH, perlu didukung oleh adanya sarana dan

prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa fisik

mupun non fisik, seperti pembangunan kantor, jalan, pos-pos jaga, peningkatan

kualitas sumberdaya manusia pengelola hutan, dan sebagainya.

Page 65: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 53

Di KPH Bali Barat yang telah dialokasikan menjadi wilayah tertentu adalah

areal kayu putih, kebun benih, areal kayu perpatungan serta wilayah lain yang

belum dibebani ijin pemanfaatan dan penggunaan. Untuk areal kayu putih, perlu

dikaji lebih jauh baik secara teknis maupun sosial ekonomis untuk perluasan areal

penanaman, sehingga nantinya kapasitas pabrik penyulingan minyak kayu putih

dapat ditingkatkan. Selain itu untuk tanaman yang sudah ada perlu dilakukan

peningkatan pemeliharaan baik berupa pemupukan maupun pemangkasan bentuk

maupun pemangkasan peremajaan. Sedangkan untuk kebun benih perlu

pemeliharaan untuk mendapatkan jumlah dan kualitas bibit yang memadai. Pada

areal kayu perpatungan diperlukan pemeliharaan yang memadai sehingga

diperoleh prsentase tumbuh yang optimal. Untuk pengembangan wilayah tertentu

di luar areal kayu putih, kebun benih, dan areal kayu perpatungan, KPH harus

membuat rencana pengelolaan selaras dengan kondisi biofisik wilayahnya. Dalam

hal ini dapat mengembangkan peluang investasi pada pengelolaan hutan baik

pada kawasan hutan lindung maupun hutan produksi.

4.2 Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan

4.2.1 Tata Hutan

Tata hutan merupakan hal utama dalam pengelolaan hutan, dimana pada

kegiatan ini perlu ditetapkan kawasan hutan yang relatif tetap/permanen dan tidak

mudah berubah selama masa pengelolaan hutan, sehingga kawasan hutan negara

yang telah ditetapkan sebagai areal KPH perlu ditetapkan misalnya dalam RTRW

(Kementerian Kehutanan, 2011). Kegiatan tata hutan meliputi : (a) tata batas; (b)

inventarisasi hutan; (c) pembagian ke dalam blok/zona; (d) pembagian petak dan

anak petak; serta (d) pemetaan. Tata hutan di kawasan KPH Bali Barat sesuai

dengan fungsi pokok hutan dibagi menjadi kawasan hutan lindung dan kawasan

hutan produksi. Kedua kawasan tersebut sudah mempunyai batas yang jelas

(sudah ditetapkan tapal batasnya) sesuai dengan patok-patok yang ada di

lapangan. Dalam pengelolaannya kawasan hutan dibagi menjadi beberapa RPH.

Pada kawasan hutan KPH Bali Barat terdapat 11 RPH, yaitu RPH Antosari,

Pulukan, Yeh Embang, Tegal Cangkring, Candikusuma, Penginuman,

Sumberklampok, Sumberkima, Grokgak, Seririt dan Dapdap Putih. Pembagian

Page 66: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 54

kawasan hutan dari segi pengelolaan pada KPH Bali Barat sampai saat ini baru

dilakukan berdasarkan RTK dan RPH. Untuk pengembangan lebih lanjut/proyeksi

ke depannya perlu dibuat pembagian ke dalam blok dan/atau petak, agar lebih

memudahkan dalam manajemen/pengelolaannya.

Blok diartikan sebagai bagian wilayah KPH yang dibuat relatif permanen

untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan. Pengertian tersebut

dekat dengan istilah Bos Afdeling ketika Belanda melakukan penataan hutan di

Pulau Jawa setelah menetapkan hutan tetap yang merupakan upaya untuk

pengorganisasian kawasan hutan (Warsito, 2010 dalam Anon, 2011).

Blok atau bagian wilayah KPH dapat dijadikan dasar untuk pengaturan unit

kelestarian, artinya dalam satu blok/bagian hutan akan terdapat satu unit

kelstarian. Dengan demikian dalam satu unit KPH dapat terdiri dari satu atau lebih

unit kelestarian sesuai dengan karakteristik biofisik, aksesibilitas lokasi, arah

transportasi produk/komoditas dan kelas perusahaan yang dikembangkan. Oleh

karena itu dalam pembagian blok perlu memperhatikan: (1) karakteristik biofisik

lapangan, (2) kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar, (3) potensi sumberdaya

alam, dan (4) keberadaan ijin-ijin di wilayah KPH yang dimaksud.

Berdasarkan kondisi wilayah KPH Bali Barat, maka pembagian ke dalam

blok/petak pada wilayah KPH Bali Barat dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Pembagian blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya

berfungsi HL, blok dapat dibagi menjadi: (a) blok inti, (b) blok pemanfaatan, dan

(c) blok khusus. Blok inti meliputi kawasan dengan kelas lereng > 40 % (sangat

curam); blok pemanfaatan meliputi kawasan dengan kelas lereng < 40 %, blok

khusus meliputi kawasan-kawasan suci (Pura), dan kawasan lainnya yang

ditetapkan sebagai blok khusus.

2. Pembagian blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya

berfungsi HP di wilayah ini tidak terdapat blok perlindungan, sehingga

pembagian blok menjadi: (a) blok pemanfaatan kawasan, dan HHBK jasa

lingkungan, (b) blok pemanfaatan HHK-HT, (c) blok pemberdayaan masyarakat,

dan (d) blok khusus. Blok pemanfaatan kawasan yang diperuntukan sebagai

Page 67: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 55

jasa lingkungan dan HHBK, HHK-HT, dan pemberdayaan masyarakat meliputi

kawasan dengan kelas lereng < 40 %.

Pada blok inti tidak diperkenankan terdapat kegiatan dalam bentuk apapun,

kecuali hanya merupakan kawasan rehabilitasi dan perlindungan tata air.

Sedangkan untuk blok pemanfaatan pada hutan lindung pemanfaatannya tetap

bersifat limitative/terbatas, yaitu sebagai pengembangan jasa lingkungan, wisata

alam, dan potensi hasil hutan non kayu (budidaya lebah madu, tanaman

obat/biofarmaka, pemungutan hasil hutan non kayu (madu, buah).

Pada kawasan hutan produksi blok pemanfaatan dapat dimanfaatkan untuk

pengembangan jasa lingkungan, HHBK, HHK, dan HHK-HT. Pada blok

pemberdayaan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan hutan desa, HTR, dan

HTHR. Blok khusus dialokasikan untuk kawasan-kawasan suci (Pura), dan

kawasan lainnya yang ditetapkan sebagai blok khusus (permukiman eks Tim-Tim,

dan Barak TNI/Dodik/Pustatpur). Secara lengkap pembagian blok beserta

luasannya pada masing-masing fungsi kawasan hutan di wilayah KPH Bali Barat

disajikan pada Tabel 2.3 (BAB II).

Untuk lebih memudahkan dalam pengelolaan/manajemen kawasan hutan,

maka blok lebih lanjut dibagi ke dalam petak-petak yang lebih kecil (Unit

pengelolaan). Petak diartikan sebagai bagian dari blok dengan luasan tertentu dan

menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang memiliki karakteristik/sifat-sifat yang

sama/mirip dan memerlukan pengelolaan atau silvikultur yang sama. Ukuran petak

dapat berkisar antara 25-30 Ha. Adapun dasar pembuatan petak adalah

berdasarkan kesamaan/kelompok lereng, jenis tanah (kedalaman dan

kepekaannya terhadap erosi), penutupan lahan/jenis vegetasi, dan iklim (terutama

suhu dan curah hujan). Petak-petak yang memiliki karakteristik dan limiting

factor/faktor pembatas yang sama akan memerlukan pengelolaan/manajemen

yang sama, dikelompokkan dalam unit pengelolaan yang sama. Pembagian petak

seperti ini akan sangat memudahkan dalam alih teknologi. Peta sebaran

pembagian blok/petak agar bersifat lebih aplikatif dan sekaligus dapat

dipergunakan sebagai peta kerja di lapangan maka peta sebaran blok/petak

sebaiknya dibuat pada skala yang lebih besar yaitu pada skala semi

Page 68: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 56

detil (1: 25.000 – 1: 50.000) atau bila memungkinkan dibuat pada skala detil

(1: 5.000 – 1: 10.000).

Dalam pembagian petak perlu memperhatikan: (1) produktivitas dan potensi

areal/lahan; (2) keberadaan kawasan lindung yang meliputi kawasan bergambut,

kawasan resapan air, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar

danau/waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan cagar budaya, kawasan rawan

bencana alam, kawasan perlindungan plasma nuftah, kawasan pengungsian

satwa, dan kawasan pantai berhutan bakau; (3) rancangan areal yang akan

direncanakan antara lain untuk pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan,

rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan pemberdayaan masyarakat. Dalam hal

wilayah yang bersangkutan telah ada ijin atau hak, pembagian petak

menyesuaikan dengan petak yang telah dibuat oleh pemegang ijin atau hak. Selain

itu pembagian petak diarahkan sesuai dengan peruntukan berdasarkan identifikasi

lokasi dan potensi wilayah tertentu, seperti wilayah yang akan diberikan ijin, dan

wilayah untuk pemberdayaan masyarakat.

4.2.2 Rencana Pengelolaan Hutan

Penyusunan rencana pengelolaan hutan di wilayah ini masih bersifat umum,

sehingga untuk proyeksi ke depannya perlu disusun suatu rencana pengelolaan

secara lebih rinci/detail berdasarkan hasil tata hutan dan mengacu kepada rencana

kehutanan tingkat Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota (RKTN/RKTP/RKTK), serta

memperhatikan aspirasi budaya masyarakat setempat dan kondisi lingkungan

terutama mengenai pemanfaatan kawasan. Untuk itu dalam penyusunan buku ini

lebih dititik beratkan pada pemanfaatan kawasan atau corebisnis yang dapat

dikembangkan. Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan baik pada kawasan

hutan lindung maupun hutan produksi dan dalam pelaksanaannya harus selaras

dengan blok/petak yang sudah dibuat. Arahan pemanfaatan/core bisnis baik pada

kawasan hutan lindung maupun produksi harus diselaraskan dengan blok/petak

yang sudah dibuat. Penyelarasan antara rancangan blok pada wilayah KPHL dan

KPHP dengan arahan pemanfaatan disajikan pada Tabel 4.1.

Page 69: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 57

Tabel 4.1. Penyelarasan antara Rancangan Blok dengan arahan pemanfaatan pada Wilayah KPH Bali Barat

NO.

ARAHAN PEMANFAATAN/ PENGGUNAAN

PADA KAWASAN HUTAN MENURUT

RKTN /RKTP / RKTK

PEMBAGIAN BLOK DAN WILAYAH KPHL

DAN KPHP KETERANGAN/LOKASI/LUAS

1 2 3 4

1

BLOK PADA WILAYAH KPHL DAN KPHP YANG BERFUNGSI HL

Kawasan untuk Rehabilitasi

Blok Inti

Blok Pemanfaatan

Blok Khusus

38.952,3091 Ha 16.568,3262 Ha 276,2569 Ha

Kawasan untuk Pengusahaan Hutan Skala kecil

Hutan Desa Blok pemanfaatan RPH Antosari/Kec. Selemadeg Barat : Ds. Lumbung Kauh (HL 12), Ds. Mundeh (HL296, HL 293, HL 290), Mundeh Kangin (HL 295), Kebon Padangan (HL 294), RPH Pupuan/Kec. Pupuan : Ds. Blatungan (HL 288, 292, 278), RPH Pulukan/Kec. Pekutatan: Ds. Pengragoan (HL 291, 285, sbgan 292, 283, sbgan 278, 280), Ds Gumbrih (HL 289, 287), Ds. Pangyangan (HL 284), Ds. Asah Duren (HL 282, 286, 281, 279), Ds. Manggisari (HL 253, 273

2

BLOK PADA WILAYAH KPHL DAN KPHP YANG BERFUNGSI HP

Kawasan untuk Rehabilitasi

- Blok Pemanfaatan kawasan (wilayah tertentu)

- Blok Pemberdayaan

- Blok Khusus

5.848,7925 Ha 1001,0261 Ha 893,3154 Ha

Kawasan untuk Pengusahaan Hutan Skala kecil

Hutan Desa Blok Pemanfaatan 11.685 Ha

HTR Blok Pemberdayaan 375 Ha (Grokgak)

Areal Kayu Putih Blok Pemanfaatan

Wilayah Tertentu 400 Ha (Sumberklampok)

Kebun Benih Blok Pemanfaatan

Wilayah Tertentu 120 Ha (Sumberklampok)

Areal Kayu Perpatungan

Blok Pemanfaatan Wilayah Tertentu

585 Ha (Buleleng/RPH Grokgak: 200 Ha, di Jembrana/RPH Candikusuma/dusun Sombang 385 Ha

Bekas Hkm 150 Ha (di Desa Pejarakan 50 Ha, Desa

Sanggalangit 50 Ha, Desa Pemuteran 25 Ha, Sumberklampok 25 Ha.

Sumber : Peta Pembagian Blok dan Petak KPH Bali Barat (2012) dan Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2011)

Page 70: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 58

4.3 Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan

4.3.1 Pemanfaatan Hutan

PP No. 6 Tahun 2007 Yo. PP No. 3 Tahun 2008 menyebutkan bahwa

pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat hasil dan jasa hutan

secara optimal, adil dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan hutan

tersebut dapat dilakukan pada seluruh kawasan hutan yaitu : (a) pada kawasan

konservasi, kecuali pada cagar alam, zona rimba, dan zona inti dalam taman

nasional, (b) pada hutan lindung, dan (c) pada hutan produksi.

Secara umum pemanfaatan hutan dapat diselenggarakan melalui kegiatan:

(1) pemanfaatan kawasan; (2) pemanfaatan jasa lingkungan; (3) pemanfaatan hasil

hutan kayu dan bukan kayu; dan/atau (4) pemungutan hasil hutan kayu dan bukan

kayu. Untuk pemanfaatan hutan di kawasan hutan yang berfungsi sebagai hutan

produksi, seluruh jenis pemanfaatan tersebut dapat dilakukan. Sebaliknya pada

hutan lindung, pemanfaatan tersebut dibatasi pada jenis (1) pemanfaatan kawasan,

(2) pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Untuk

itu perlu dipastikan bahwa, kegiatan pemanfaatan hutan tersebut memiliki

keabsahan legalitas ijin pemanfaatan hutan.

Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung dapat dilakukan antara lain

melalui kegiatan usaha : (a) budidaya tanaman obat, (b) budidaya tanaman hias,

(c) budidaya jamur, (d) budidaya lebah madu, (e) penangkaran satwa liar, (f)

rehabilitasi satwa, dan (g) budidaya hijauan ternak. Adapun ketentuan dalam usaha

pemanfaatan tersebut adalah: (a) tidak mengurangi, mengubah atau

menghilangkan fungsi utamanya, (b) pengolahan tanah terbatas, (c) tidak

menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik dan sosial ekonomi, (d) tidak

menggunakan peralatan mekanis dan alat berat, dan/atau (e) tidak membangun

sarana dan prasarana yang mengubah bentang lahan. Di samping kegiatan seperti

tersebut di atas, pada hutan lindung juga dapat dilakukan pemungutan hasil bukan

kayu berupa : rotan, madu, getah, buah, jamur atau sarang burung wallet dengan

ketentuan : (a) hasil hutan bukan kayu yang dipungut harus sudah tersedia secara

alami, (b) tidak merusak lingkungan, dan (c) tidak mengurangi, mengubah atau

menghilangkan fungsi utamanya. Sama halnya dengan pada kawasan hutan

Page 71: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 59

lindung, pemanfaatan kawasan hutan produksi dapat dilakukan antara lain melalui

kegiatan : (a) budidaya tanaman obat, (b) budidaya tanaman hias, (c) budidaya

jamur, (d) budidaya lebah, (e) penangkaran satwa liar, (f) rehabilitasi satwa, dan (f)

budidaya sarang burung wallet.

Berbeda halnya dengan pemanfaatan pada hutan lindung, pada hutan

produksi pemanfaatan kawasannya tidak bersifat limitative dan dapat diberikan

dalam bentuk usaha lain, dengan ketentuan : (a) luas areal dibatasi, (b) tidak

menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik dan sosial ekonomi, (c) tidak

menggunakan peralatan mekanis dan alat berat, dan/atau (d) tidak membangun

sarana dan prasarana yang mengubah bentang lahan. Pada hutan produksi selain

pemanfaatan hasil hutan non kayu dapat juga dimanfaatkan untuk pemanfaatan

hasil hutan kayu, melalui kegiatan : (a) pemanfaatan hasil hutan kayu; atau (b)

pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem. Pemanfaatan hasil hutan kayu

dapat dilakukan pada HTI, HTR, atau HTHR.

Selain pemanfaatan kawasan seperti tersebut di atas, baik pada hutan

lindung maupun pada hutan produksi dapat juga dimanfaatkan untuk jasa

lingkungan dengan ketentuan yang sama seperti pada pemanfaatan untuk kayu

dan non kayu. Pemanfaatan jasa lingkungan dapat dilakukan antara lain melalui

kegiatan usaha : (a) pemanfaatan jasa aliran air, (b) pemanfaatan air, (c) wisata

alam, (d) perlindungan keanekaragaman hayati, (e) penyelamatan dan

perlindungan lingkungan, dan (f) sebagai enchancement of carbon stock

(penyerapan dan/atau penyimpanan karbon). Kegiatan usaha tersebut dilakukan

dengan ketentuan : (a) tidak mengurangi, mengubah, atau menghilangkan fungsi

utamanya, (b) tidak mengubah bentang alam, dan (c) tidak merusak keseimbangan

unsur-unsur lingkungan.

Pemanfaatan hutan dapat dikelompokkan menjadi : (1) pemanfaatan

wilayah kelola (kawasan hutan yang sudah dibebani ijin pemanfaatan) dan (2)

wilayah tertentu (wilayah pada blok pemanfaatan yang merupakan wilayah hutan

yang belum dibebani ijin baik pemanfaatan maupun penggunaan dan dikelola oleh

KPH). Pemanfaatan wilayah kelola merupakan pemanfaatan hutan yang dapat

dilakukan baik pada hutan lindung maupun pada hutan produksi, dan

Page 72: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 60

pemberdayaan masyarakat setempat. Di wilayah KPH Bali Barat pemanfaatan

hutan dan kawasan hutan belum ditata secara optimal, sehingga proyeksi ke

depannya perlu dilakukan penataan pemanfaatannya sesuai dengan kondisi

wilayahnya. Pemanfaatan hutan di wilayah KPH Bali Barat terdiri dari hutan desa,

HTR, Jasa lingkungan, areal kayu perpatungan, areal kayu putih, bekas Hkm, dan

kebun benih. Yang termasuk dalam wilayah kelola adalah : hutan desa dan HTR,

sedangkan wilayah tertentu dialokasikan pada areal kayu perpatungan, areal

kayuputih, bekas Hkm, kebun benih, dan wilayah yang belum dibebani ijin

pemanfaatan dan penggunaan. Jasa lingkungan dapat merupakan pemanfaatan

wilayah kelola maupun wilayah tertentu tergantung dari lokasinya. Apabila berada

pada wilayah yang sudah dibebani ijin berarti masuk dalam wilayah kelola, tetapi

apabila berada di luar wilayah yang sudah dibebani ijin, maka masuk dalam

wilayah tertentu.

4.3.1.1 Wilayah Kelola

Wilayah kelola adalah wilayah hutan yang sudah dibebani ijin pemanfaatan.

Di wilayah KPH Bali Barat yang dialokasikan sebagai wilayah kelola seluas 12.060

ha, yang terdiri dari hutan desa seluas 11.685 ha dan HTR seluas 375 ha. Hutan

desa (pemberdayaan masyarakat setempat) dapat dilakukan baik pada hutan

lindung maupun produksi, HTR pada hutan produksi, dan jasa lingkungan pada

hutan lindung maupun hutan produksi.

a. Hutan Desa (Pemberdayaan Masyarakat Setempat)

Sesuai PP No. 6 Tahun 2007 jo PP No. 3 Tahun 2008, bahwa

pemberdayaan masayarakat dalam pemanfaatan hutan adalah untuk mendapatkan

manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan

kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraannya.

Pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan hutan ini dapat dilakukan melalui :

(a) hutan desa, (b) hutan kemasyarakatan, atau (c) kemitraan.

Di kawasan KPH Bali Barat model pemberdayaan masyarakat dalam

pemanfaatan kawasan hutan belum dilaksanakan secara optimal. Pemberdayaan

masyarakat dalam pengelolaan hutan filosofinya harus mewajibkan masyarakat

sekitar hutan ikut melakukan pemeliharaan dan pelestarian serta menjaga

Page 73: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 61

kelestarian hutan dan lingkungannya. Namun pada kenyataannya sampai saat ini

pada kawasan hutan di KPH Bali Barat kerusakan hutannya masih terus berlanjut.

Faktor utama yang menyebabkan kerusakan hutan di wilayah ini adalah adanya

tekanan masyarakat terhadap hutan yang berupa perambahan baik berupa

penanaman tanaman semusim maupun tanaman perkebunan, jagung, kakao,

pisang, kopi, dan sebagainya, di samping juga disebabkan oleh adanya kegiatan

illegal logging, pencarian kayu bakar, pencarian pakan ternak, dan kebakaran

hutan.

Upaya ke depan untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan hutan lebih

lanjut akibat adanya tekanan dari masyarakat khususnya masyarakat yang berada

di sekitar kawasan hutan, maka pemanfaatan hutan dapat dilakukan dengan

melibatkan/memberdayakan masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat

dalam pemanfaatan hutan di wilayah KPH Bali Barat dapat dilakukan melalui

pembentukan hutan desa.

Hutan desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan

untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani ijin/hak. Pemanfaatan hutan desa

dapat dilakukan baik pada hutan lindung maupun hutan produksi. Pada hutan

lindung dapat dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan

jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Sedangkan pada hutan

produksi dapat dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan

jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan

hasil hutan kayu dan non kayu.

Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal hutan desa adalah

kawasan yang belum dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfaatan, dan berada

dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan. Penetapan areal kerja hutan

desa dilakukan oleh Menteri berdasarkan usulan Bupati/Walikota berdasarkan

permohonan Kepala desa yang ditembuskan kepada Gubernur setempat, dengan

dilampiri : peta dengan skala minimal 1 : 50 000 dan kondisi kawasan hutan

antara lain fungsi hutan, topografi, dan potensi yang ada.

Sedangkan permohonan hak pengelolaan hutan desa diajukan oleh lembaga desa

kepada Gubernur melalui Bupati/Walikota dengan melampirkan : (a) peraturan

Page 74: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 62

desa tentang penetapan lembaga desa, (b) surat pernyataan dari Kepala Desa

yang menyatakan wilayah administrasi desa yang bersangkutan dan diketahui oleh

Camat, (c) luas areal kerja yang dimohon, dan (d) rencana kegiatan dan bidang

usaha lembaga desa. Dalam pengusulannya Bupati/Walikota meneruskan kepada

Gubernur dengan melampirkan surat rekomendasi yang menerangkan bahwa

lembaga desa telah mendapatkan fasilitasi, siap mengelola hutan desa, dan

ditetapkan areal kerja oleh Menteri. Fasilitasi yang diberikan bertujuan untuk

meningkatkan kapasitas lembaga desa dalam pengelolaan hutan, yang mliputi :

pendidikan dan latihan, pengembangan kelembagaan, bimbingan penyusunan

rencana kerja hutan desa, bimbingan teknologi, pemberian informasi pasar dan

modal, dan pengembangan usaha. Fasilitasi tersebut dapat diberikan melalui

bantuan : perguruan tinggi/lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat,

lembaga swadaya masyarakat (LSM), lembaga keuangan, koperasi, atau

BUMN/BUMD/BUMS.

Lebih lanjut dalam Permenhut No: P.49/Menhut-II/2008 dijelaskan bahwa

hak pengelolaan hutan desa bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan

hutan, dan dilarang memindahtangankan atau mengagunkan, serta mengubah

status dan fungsi kawasan hutan. Selain itu juga tidak boleh digunakan untuk

kepentingan lain di luar rencana pengelolaan hutan dan harus dikelola berdasarkan

kaidah-kaidah pengelolaan hutan lestari. Jangka waktu hak pengelolaan hutan

desa diberikan paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan evaluasi

yang dilakukan paling lama setiap 5 tahun sekali oleh pemberi hak. Sedangkan

kewajiban yang harus dilakukan oleh pemegang hak adalah : (a) melaksanakan

penataan batas hak pengelolaan hutan desa, (b) menyusun rencana kerja hak

pengelolaan hutan desa selama jangka waktu berlakunya hak pengelolaan hutan

desa, (c) melakukan perlindungan hutan, (d) melaksanakan rehabilitasi areal kerja

hutan desa, dan (e) melaksanakan pengkayaan tanaman areal kerja hutan desa.

Dalam pelaksanaan pengelolaan hutan desa, pemegang hak harus

membuat suatu rencana kerja hutan desa (RKHD) yang meliputi aspek-aspek

kelola kawasan, kelola kelembagaan, kelola usaha, dan kelola sumberdaya

manusia.

Page 75: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 63

Rencana pengembangan Hutan Desa di KPH Bali Barat adalah seluas

11.685 ha yang tersebar di 8 RPH yaitu: RPH Antosasi seluas 1.180 ha,

Candikusuma seluas 495 ha, Dapdap Putih seluas 858 ha, Grokgak seluas 100 ha,

Pulukan seluas 5.515 ha, Seririt seluas 204 ha, Tegal Cangkring seluas 1.665 ha,

dan yeh Embang seluas 1.668 ha. Pengembangan hutan desa tersebut berada

pada kawasan hutan lindung pada blok pemanfaatan. Untuk itu proyeksi ke

depannya agar segera diproses perijinannya dan membuat perencanaan

pengelolaan sesuai dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi masing-masing

wilayah.

Memperhatikan kondisi biofisik di wilayah KPH Bali Barat (adanya kondisi

given: didominasi lereng curam-sangat curam, solum tanah yang tipis, iklim yang

agak kering dan besarnya tekanan masyarakat berupa perambahan, illegall logging

dan sebaginya), maka dalam pengelolaan hutan desa (pada kawasan hutan

lindung) tetap meletakkan konservasi/pelestarian sebagai tujuan utama. Oleh

karena itu kegiatan pemanfaatan hanya diperkenankan pada blok pemanfaatan,

kecuali ada tujuan khusus. Untuk lebih memudahkan dalam pengelolaannya perlu

dibuat unit-unit yang lebih detil berdasarkan kelas lereng, kedalaman tanah, dan

tutupan vegetasi. Kegiatan detilnya menyelaraskan dengan karakteristik biofisik

masing-masing unit/petak. Misalnya pada petak-petak yang relatif miring (25 - 40

%), solum tanah yang tipis, iklim kering, dan tutupan lahan yang rendah, diarahkan

untuk areal rehabilitasi, seperti pada sebagian wilayah RPH Grokgak dan Seririt.

Pemanfaatan yang dapat dilakukan hanya berupa pemungutan hasil hutan bukan

kayu yang berupa madu, jamur, buah, dan sebagainya, dan pemanfaatan ruang di

bawah tegakan. Dalam pemanfaatan ruang di bawah tegakan dapat dilakukan

dengan menanam tanaman obat-obatan/biofarmaka dan budidaya lebah madu.

Rehabilitasi dilakukan dengan pengkayaan tanaman dan diutamakan dengan

tanaman pioner

seperti intaran, bunut, beringin (tanaman yang memiliki akar hawa), pule, dan

sebagainya. Apabila terdapat potensi jasa lingkungan, maka potensi tersebut

dapat dikembangkan.

Page 76: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 64

Pengembangan hutan desa di RPH Antosari, Pulukan, Yeh Embang,

Tegalcangkring, Dapdap Putih dan sebagian Candikusuma yang mempunyai

tingkat perambahan cukup tinggi dengan menanam tanaman perkebunan (kopi,

kakao, cengkeh, pisang), maka dalam pengelolaannya harus dilakukan

penggantian dengan tanaman kehutanan. Pemberdayaan masyarakat dapat

dilakukan dengan pemanfaatan kawasan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.

Pemanfaatan kawasan dengan memanfaatkan ruang di bawah tegakan dengan

tanaman obat/biofarmaka dan budidaya lebah madu. Sedangkan pemungutan

hasil bukan kayu berupa pemungutan buah, jamur, dan pemungutan madu.

b. HTR

HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh

perorangan atau kelompok/koperasi untuk meningkatkan potensi dan kulitas hutan

produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian

sumberdaya hutan (Permenhut No.: P.23/menhut-II/2007). Lebih lanjut dijelaskan

bahwa alokasi dan penetapan areal HTR dilakukan oleh Menteri Kehutanan pada

kawasan hutan produksi yang tidak produktif dan tidak dibebani ijin/hak lain dan

letaknya diutamakan dekat dengan industri hasil hutan. Alokasi dan penetapan

areal yang berupa pencadangan areal HTR yang didasarkan pada rencana

pembangunan HTR yang diusulkan oleh Bupati/walikota atau kepala KPHP, dan

luas areal pencadangan disesuaikan dengan keberadaan masyarakat sekitar hutan

(Permenhut No.: P.55/Menhut-II/2011.

Rencana pencadangan HTR harus dilampiri pertimbangan teknis dari

Kepala Dinas Kabupaten/Walikota atau Kepala KPHP yang memuat : (a) informasi

kondisi areal dan penutupan lahan, informasi (kawasan atau areal) tumpang tindih

perijinan, tanaman reboisasi dan rehabilitasi; (b) daftar nama-nama masyarakat

calon pemegang ijin IUPHHK-HTR yang diketahui oleh Camat dan Kepala

Desa/Lurah sesuai KTP setempat; (c) pernyataan bahwa aksesibilitas

areal yang diusulkan tidak sulit; dan (d) peta usulan rencana pembangunan HTR

skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000 dengan tembusan disampaikan kepada Dirjen

dan Dirjen Planologi Kehutanan. Berdasarkan tembusan tersebut, masing-masing

melaksanakan hal-hal sebagai berikut : (a) Dirjen Planologi Kehutanan melakukan

Page 77: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 65

verifikasi peta usulan lokasi HTR yang disampaikan oleh Bupati/Walikota dan

menyiapkan konsep peta pencadangan areal HTR serta hasilnya disampaikan

kepada Direktur Jenderal; (b) Direktur Jenderal melakukan verifikasi rencana

pembangunan HTR yang disampaikan oleh Bupati/Walikota dari aspek teknis dan

administratif dan menyiapkan konsep keputusan menteri tentang

penetapan/alokasi areal HTR dengan dilampiri konsep peta pencadangan areal

HTR dan mengusulkan melalui Sekjen kepada Menteri untuk ditetapkan.

Pencadangan areal HTR kemudian disampaikan kepada Bupati/Walikota atau

kepala KPHP dengan tembusan kepada Gubernur. Apabila dalam kurun waktu 2

tahun sejak diterbitkan pencadangan, Bupati/Walikota/kepala KPHP tidak

menerbitkan IUPHHK-HTR, maka ketetapan pencadangan dibatalkan oleh Menteri

dan Menteri menetapkan untuk pemanfaatan lebih lanjut. Selanjutnya kegiatan dan

pola HTR dapat dilihat pada BAB III pasal 4 sampai 6 Permenhut No. :

P.55/Menhut-II/2011

Jenis tanaman pokok yang dapat dikembangkan untuk pembangunan

UPHHK-HTR terdiri dari : (a) tanaman sejenis (tanaman hutan berkayu yang hanya

terdiri dari satu jenis (species) dan varietasnya dan (b) tanaman berbagai jenis

(tanaman hutan berkayu yang dikombinasikan dengan tanaman budidaya tahunan

yang berkayu, antara lain : karet, tanaman berbuah, bergetah, dan pohon

penghasil pangan dan energi. Tanaman budidaya tahunan paling luas 40% dari

areal kerja dan tidak didominasi oleh satu jenis tanaman.

Ijin pendirian HTR dapat diperoleh melalui perorangan atau koperasi.

Perorangan adalah warga negara Indonesia yang cakap bertindak menurut hukum

yang tinggal di sekitar hutan, sedangkan koperasi adalah koperasi dalam usaha

skala mikro, kecil, menengah dan dibangun oleh masyarakat setempat yang tinggal

di desa terdekat dari hutan, dan diutamakan penggarap lahan pada areal

pencadangan HTR. Apabila kesulitan dalam mendirikan koperasi, maka

perorangan dapat diberikan ijin IUPHHK-HTR paling luas 4 ha. Luas areal HTR

paling luas 15 ha untuk pemegang ijin perorangan dan 700 ha untuk pemegang ijin

koperasi. Untuk pemegang ijin koperasi perlu didukung dengan daftar nama

anggota koperasi yang jelas identitasnya. Lebih lanjut persayaratan permohonan

Page 78: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 66

pendirian HTR diatur pada Permenhut No.: P.55/Menhut-II/2011, BAB V

pasal 11-18.

Dalam pelaksanaan HTR perlu dilakukan pengawasan, pembinaan, dan

pengendalian. Pengawasan HTR dilakukan oleh Kepala Desa, sedangkan Kepala

Dinas Kabupaten dan Kepala KPHP melaksanakan pembinaan IUPHHK-HTR.

Kepala Dinas Provinsi dan/atau Kepala UPT melakukan pengendalian pelaksanaan

HTR dan melaporkan setiap 3 bulan kepada Direktur Jenderal, sedangkan Kepala

Pusat P2H melakukan pengendalian dan evaluasi penggunaan dana pinjaman

pembangunan HTR. Biaya pengawasan, pembinaan, dan pengendalian

dibebankan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Pada wilayah KPH Bali Barat pencadangan HTR dilakukan di RPH Grokgak

(desa Musi) seluas 375 ha (Kepmenhut No.: SK.91/Menhut-II/2009 tanggal 6 Maret

2009). Memperhatikan potensi dan kondisi hutan di provinsi Bali seluas

127.271 ha (22,59% dari luas daratan pulau Bali) dan belum seluruhnya berfungsi

optimal, maka arah dan kebijakan pembangunan kehutanan di provinsi Bali adalah

terwujudnya luas dan fungsi hutan secara optimal, aman dan lestari dengan upaya

pengelolaan berlandaskan pada aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Oleh karena

itu maka titik berat pembangunan kehutanan diarahkan pada kegiatan yang

menunjang kelestarian ekologi hutan seperti : rehabilitasi lahan kritis dan

perlindungan hutan tanpa mengesampingkan aspek sosial dan ekonomi melalui

pemanfaatan hutan secara terbatas.

Sesuai dengan potensi tersebut di atas, maka pola HTR yang dapat

dikembangkan adalah pola tumpangsari dengan tanaman pokok (tanaman

berkayu) yang tidak sejenis (50-60%), dan 40-50% tanaman budidaya berkayu.

Jenis tanaman pokok yang dapat dikembangkan antara lain adalah : mahoni,

trembesi, bentawas, panggal buaya, sawo kecik, pule dan sebagainya yang sesuai

dengan kondisi setempat. Sedangkan jenis tanaman budidaya berkayu yang dapat

dikembangkan antara lain kemiri, mangga, juwet, dan tanaman

lainnya yang sesuai dengan spesifik biofisiknya. Untuk pemanfaatan ruang di

bawah tegakan tanaman berkayu/tanaman budidaya berkayu bila tegakan

tanamannya masih kecil, maka dapat dikembangkan jenis tanaman tumpangsari

Page 79: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 67

yang tergolong jenis C3 seperti jenis kacang-kacangan, dan bila tegakan tanaman

sudah besar (umur di atas 5 tahun), maka di bawah tegakannya dapat

dikembangkan jenis empon-empon/tanaman biofarmaka.

Untuk menjaga supaya tanaman pokok dapat tumbuh dengan baik sesuai

dengan fungsi kawasan, maka penanaman perlu diatur sedemikian rupa dengan

menyelaraskan sesuai fungsi/kondisi blok dan/atau petak, yaitu : (a) pada petak

yang relatif datar dengan membuat teras-teras/baris-baris tanaman pokok seperti

pada sistem surjan dan (b) pada petak-petak yang relatif miring, penanaman

tanaman pokok/budidaya dilakukan sejajar kontur. Selanjutnya dilakukan

pengaturan antara tanaman pokok (tanaman berkayu) dengan tanaman budidaya

berkayu agar masing-masing tanaman yang diusahakan dapat tumbuh dengan

baik (tidak terjadi efek antagonis/saling menghambat). Untuk pemilihan jenis

tanaman dan pengaturan komposisi tanaman secara detil nantinya perlu lagi

dilakukan kajian teknis detil agar terpilih jenis tanaman yang benar-benar sesuai

dengan spesifik biofisik, serta sesuai dengan kondisi sosial masyarakatnya.

4.3.1.2 Wilayah Tertentu

Wilayah tertentu adalah wilayah hutan pada blok pemanfaatan yang belum

dibebani ijin dan dikelola oleh KPH. Di wilayah KPH Bali Barat wilayah tertentu

dialokasikan seluas 10.860,655 ha (pada hutan lindung seluas 5011,863 ha, dan

pada hutan produksi seluas 5.848,792). Pada saat ini pemanfaatan wilayah

tertentu telah dimanfaatkan untuk areal kayu putih seluas 400 ha di

Sumberklampok, untuk kayu perpatungan (seluas 200 ha di Grokgak dan seluas

385 ha di Candikusuma (Sombang), kebun benih 120 ha, bekas HKm 150 ha. Jadi

luas total yang belum dimanfaatkan adalah (10.860,6555 – 1.255) ha = 9.605,6555

ha. Luas kawasan yang belum dimanfaatkan tersebut perlu dibuat suatu rencana

pengelolaannya disesuaikan dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi

wilayahnya. Kemungkinan yang dapat dikembangkan adalah : untuk perluasan

areal kayu putih sampai mencapai luasan 2.500 – 3.000 ha, sehingga layak untuk

mendirikan pabrik penyulingan skala besar (di atas 2 ton per hari). Selain itu juga

memungkinkan untuk pengembangan areal kayu perpatungan. Sedangkan sisanya

Page 80: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 68

untuk sementara digunakan sebagai kawasan rehabilitasi, yang selanjutnya perlu

direncanakan kemungkinan pengembangan investasi.

Untuk wilayah tertentu yang berada pada blok pemanfaatan pada hutan

lindung dapat dikembangkan untuk pemanfaatan/pemungutan hasil hutan non

kayu dengan melibatkan masyarakat (dengan memanfaatkan ruang di bawah

tegakan dan budidaya lebah madu), pemanfaatan jasa lingkungan, ataupun

sebagai kawasan rehabilitasi bila kondisi hutannya kritis/sangat kritis (tidak

memungkinkan untuk pemanfaatan/pemungutan hasil non kayu maupun jasa

lingkungan). Sedangkan untuk wilayah yang berada pada kawasan hutan produksi

dapat dikembangkan untuk pemanfaatan produksi kayu/non kayu melalui

pengembangan kayu perpatungan dan diusahakan tetap melibatkan masyarakat

setempat dalam pengelolaanya (dengan pemanfaatan ruang di bawah tegakan),

jasa lingkungan dengan tetap menekankan pada aspek ekologi/kelestariannya,

atau sebagai kawasan rehabilitasi/reklamasi bila kondisi hutannya kritis/sangat

kritis.

a. Areal Kayu Putih

Pada kawasan ini sudah dilakukan pengelolaan hutan bersama masyarakat

melalui kegiatan tumpangsari di bawah tegakan kayu putih dengan penanaman

tanaman semusim. Hal itu dilakukan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga

diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi yang optimal.

Pemanfaatan wilayah ini dilakukan berdasarkan perjanjian secara tertulis (sesuai

surat perjanjian No 522/17.1/Dishut-3 tanggal 1 Oktober 2002) dan sudah berakhir

pada tahun 2010. Namun sampai saat ini masyarakat masih tetap memanfaatkan

wilayah tersebut untuk kegiatan tumpangsari. Untuk proyeksi ke depannya perlu

dikaji/dipertimbangkan untuk perpanjangan ijin berdasarkan evaluasi yang sudah

dilakukan.

Dalam prakteknya tumpangsari yang dilakukan di bawah tegakan kayu putih

oleh masyarakat belum mengikuti kaidah-kaidah konservasi tanah yang

benar dimana pengolahan tanah dilakukan secara intensif pada seluruh

permukaan tanah sampai pada pangkal batang tanaman pokok sehingga dapat

merusak akar tanaman pokok, melakukan pembersihan lahan dan melakukan

Page 81: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 69

pembakaran sisa-sisa tanaman yang sengaja dilakukan pada pangkal batang

tanaman pokok sehingga banyak tanaman yang mati, dan pada lahan-lahan yang

miring tidak dibuat terasering sehingga terjadi erosi yang cukup tinggi. Oleh karena

itu untuk proyeksi ke depannya perlu dilakukan penataan model tumpangsari

yang benar, yang dapat dilakukan dengan cara pembinaan dan pendampingan

(pembuatan model-model percontohan tumpangsari).

Berdasarkan laporan dari Dinas Kehutanan dan hasil penelitian yang

dilakukan oleh tim UNUD, saat ini telah terdapat tegakan kayu putih seluas 400 Ha,

dan yang telah siap untuk dimanfaatkan daunnya untuk minyak atsiri seluas

350 Ha. Berdasarkan hasil analisis rendemen dan kualitas minyaknya, memiliki

rendemen yang cukup tinggi (9-10 liter minyak dalam 1 ton daun kayu putih,

dengan kualitas minyak terutama kadar Cineol yang tinggi).

Sebagai ilustrasi dengan mengacu pada hasil studi banding ke pabrik

penyulingan minyak kayu putih di Sendangmole (daerah Gunung Kidul DIY),

perkiraan kasar besarnya pendapatan per tahun yang diperoleh dari hasil

pemanfaatan daun kayu putih seluas 350 Ha adalah sebagai berikut: dengan

taksasi 1 Ha tegakan kayu putih menghasilkan paling sedikit 2 ton daun kayu putih,

berarti luasan 350 Ha menghasilkan daun kayu putih 700 ton per tahunnya.

Ongkos petik daun Rp 100.000,-/ton (di Sendangmole saat tim melakukan

kunjungan, ongkos petik daun kayu putih hanya Rp 65.000/ton). Dengan ongkos

petik Rp 100.000/ton berarti = 700 ton x Rp 100.000 = Rp 70.000.000. Perkiraan

hasil minyak 10 liter/ton = 700 x 10 lt = 7000 lt. Harga minyak kayu putih

diperkirakan paling rendah saat ini Rp 150.000/lt = 7000 lt x Rp 150.000 =

Rp1.050.000.000. Perkiraan ongkos produksi 30% dari hasil minyak = 30% x Rp

1.050.000.000 = Rp 315.000.000. Perkiraan pendapatan kotor dari pemanfaatan

daun kayu putih seluas 350 Ha adalah Rp 1.050.000.000 – (Rp 70.000.000 + Rp

315.000.000) = Rp 665.000.000. Dengan demikian di wilayah ini sudah

dimungkinkan untuk didirikan pabrik penyulingan minyak kayu putih dengan

kapasitas 1 (satu) ton.

Untuk menjaga kesinambungan berjalannya pabrik minyak kayu putih dan

pengembangan lebih lanjut, maka perlu dilakukan pemeliharaan tanaman yang

Page 82: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 70

sudah ada dan perluasan areal penanaman sekaligus sebagai kegiatan rehabilitasi

lahan. Pemeliharaan tanaman kayu putih dapat dilakukan dengan pemangkasan

dan pemupukan ramah lingkungan. Sampai saat pemangkasan bentuk belum

dilakukan pada seluruh areal penanaman. Tim UNUD sudah melakukan contoh

pemangkasan bentuk dalam kegiatan pemeliharaan tanaman pada lokasi

kelompok Wana lestari dan pada demplot penelitian. Selain itu juga mencoba

melakukan pemangkasan pada tanaman yang sudah tua dan dianalisis rendemen

minyaknya. Pada tanaman tua rendemen minyak kayu putih jauh lebih rendah

dibandingkan dengan tanaman yang masih muda (4 liter/ton). Pertumbuhan

trubusan hasil pemangkasan bentuk baik dari tanaman yang masih muda maupun

yang sudah tua menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Dengan demikian

untuk potensi ke depan perlu dilakukan pemangkasan bentuk pada seluruh

kawasan (untuk pemelihaan dan peremajaan).

Perluasan areal kayu putih masih memungkinkan untuk dilakukan, karena

berdasarkan hasil pemantauan dan konfirmasi dengan KRPH setempat,

diperkirakan masih ada 40% lahan yang belum ditanami. Untuk itu ke depannya

kapasitas pabrik penyulingan dapat ditingkatkan.

b. Kebun Benih

Pengadaan kebun benih bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bibit

tanaman kehutanan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Di wilayah KPH Bali

Barat kebun benih berada di RPH Sumberklampok, yang terdiri dari : panggal

buaya seluas 25 ha, bentawas seluas 25 ha, pule 5 ha, dan sawo kecik 5 ha.

c. Areal Kayu Perpatungan

Pengembangan tanaman kayu perpatungan bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan kayu lokal khususnya untuk pengrajin pembuatan patung dan kerajinan

tangan lainnya. Areal kayu perpatungan di wilayah KPH Bali Barat seluas 583 ha

yang berada di desa Sombang RPH Candikusuma seluas 383 ha dan 200 ha di

RPH Grokgak. Jenis kayu yang diusahakan adalah mahoni, suar, johar, gmelina,

bentawas, pule, sonokeling, sawokecik, dan panggal buaya. Khusus di kawasan

Sombang (RPH Candikusuma) pada awalnya penanaman kayu perpatungan

dilakukan melalui kerjasaman dengan masyarakat dengan Surat Perjanjian antara

Page 83: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 71

Kabupaten Jembrana dengan masyarakat setempat, yang mana ini tidak sesuai

dengan peraturan yang berlaku (tidak ada dasar hukumnya). Dengan demikian

untuk proyeksi ke depan, mengingat tegakan sudah masak tebang dan petani

sudah menunggu ijin penebangan, maka perlu segera dibuat perjanjian ulang

sesuai dengan peraturan yang berlaku.

d. Areal bekas HKm

Areal bekas HKm seluas 150 ha tersebar di beberapa tempat: Pejarakan

50 ha, Sanggalangit 50 ha, Pemuteran 25 ha, dan Sumberklampok 25 ha. Sampai

saat ini kegiatan Hkm tidak dilanjutkan karean pada pelaksanaan di lapangan

banyak mengalami kendala. Hal ini disebabkan karena Hkm dikelola oleh

kelompok-kelompok masyarakat, sehingga sering terjadi kecemburuan bagi

kelompok yang tidak mendapatkan hak pengelolaan. Dengan demikian untuk ke

depannya wilayah bekas Hkm dialokasikan sebagai wilayah tertentu yang dikelola

KPH.

4.3.1.3 Wilayah Kelola/Wilayah Tertentu

Pemanfaatan Jasa Lingkungan.

Pemanfaatan jasa lingkungan dapat termasuk dalam wilayah kelola maupun

wilayah tertentu tergantung dari lokasinya. Potensi pengembangan jasa lingkungan

dapat dilakukan baik pada hutan lindung maupun produksi. Secara umum hutan

berfungsi sebagai enhancement of carbon stock (penyerap karbon) yang mana

hal ini sangat bermanfaat bagi kehidupan di sekitarnya atau yang sering disebut

sebagai paru-paru dunia.

Potensi pengembangan jasa lingkungan pada hutan lindung di wilayah KPH

Bali Barat untuk waktu yang akan datang cukup strategis. Pemanfaatan jasa

lingkungan yang dapat dikembangkan antara lain adalah pemanfaatan air/aliran

air, wisata alam, wisata religi, dan wisata pendidikan. Mata air di RPH Dapdap

Putih (dusun Telaga) digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air minum dan

untuk pengairan/irigasi. Sedangkan jasa pemanfaatan aliran air berupa

rafting/arung jeram pada Tukad Yeh Buah di RPH Yeh Embang. Wisata alam yang

Page 84: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 72

dapat dikembangkan di wilayah ini berupa : air terjun Yeh Mesehe di RPH Yeh

Embang, panorama indah dari tempat ketinggian di Mendoyo (RPH

Tegalcangkring) dan Pucak Bukit Rangda (RPH Antosari). Pengembangan jasa

lingkungan yang berupa wisata religi yang dikembangkan karena di wilayah ini

terdapat banyak kawasan suci yang berupa Pura yaitu : Pura Ratu Nyoman Sakti

Pengadangan (RPH Pulukan) dan tempat-tempat suci lainnya. Di kawasan ini juga

dapat dikembangkan wisata pendidikan seperti adanya monumen perjuangan di

dusun Nusamara (RPH Yeh Embang) dan kawasan hutan lindung di dusun Telaga

(RPH Dapdap Putih). Pada kawasan hutan lindung di dusun Telaga terdapat salah

satu spesies bambu yang berdasarkan hasil identifikasi dari LIPI merupakan satu-

satunya spesies bambu yang ada di dunia. Bambu tersebut tumbuhnya merambat

sampai berpuluh-puluh meter, dan dapat tumbuh melalui ruas batang sehingga

untuk menemukan pangkal batang aslinya sangat sulit.

Pemanfaatan jasa lingkungan yang dapat dikembangkan di wilayah hutan

produksi KPH Bali Bali Barat adalah berupa pemanfaatan air (mata air dan

waduk), wisata religi, wisata medis dan wisata olah raga. Pemanfaatan air terdapat

di RPH Sumberklampok dan Sumberkima yang berupa mata air, di RPH Grokgak

dan RPH Penginuman yang berupa bendungan/waduk, yaitu bendung Grokgak

dan waduk Palasari. Sedangkan wisata religi dapat dikembangkan di kawasan

suci/pura (pura Pulaki, Pabean, Melanting, Kertakawat, Pucak Manik, Pura

Taman di Desa Musi (di RPH Grokgak), Pura Bukit Mungsu di RPH Seririt, dan

kuburan Jayaprana di RPH Sumberklampok). Jasa lingkungan wisata medis

berupa permandian air panas Banyuwedang di RPH Sumberklampok dan

permandian air panas Pemuteran di RPH Sumberkima. Wisata medis ini sudah

banyak dikunjungi oleh masyarakat. Wisata alam off road telah dikembangkan di

RPH Candikusuma (Sombang), namun masih diperlukan penataan. Sedangkan

jogging track/tracking dapat dikembangkan di RPH Seririt dan Grokgak. Selain itu

di RPH Grokgak juga terdapat wisata berkuda.

Page 85: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 73

4.3.2 Penggunaan Kawasan Hutan

Penggunaan kawasan hutan merupakan penggunaan untuk kepentingan

pembangunan di luar kegiatan kehutanan, dan dapat dilakukan di dalam kawasan

hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Sesuai dengan PP No. 24 Tahun

2010 penggunaan kawasan hutan tersebut hanya dapat dilakukan untuk kegiatan

yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan, yang meliputi

kegiaan: (a) religi, (b) pertambangan, (c) instalasi pembangkit tranmisi, dan

distribus listrik, serta teknologi energi baru dan terbarukan, (d) pembangunan

jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar radio, dan stasiun relay televisi,

(e) jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api, (f) sarana transportasi yang tidak

dikatagorikan sebagai sarana transportasi umum untuk keperluan pengangkutan

hasil produksi, (g) sarana dan prasarana sumberdaya air, pembangunan jaringan

instalasi air, dan saluran air bersih dan/atau air limbah, (h) fasilitas umum,

(i) industri terkait kehutanan, (j) pertahanan dan keamanan, (k) prasarana

penunjang keselamatan umum, atau (l) penampungan sementara korban bencana

alam.

Lebih lanjut dalam PP tersebut dijelaskan bahwa penggunaan kawasan

hutan dilakukan berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan dan dapat dilakukan

dengan : (a) izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi lahan, untuk

kawasan hutan pada Provinsi yang luas kawasan hutannya < 30% dari luas DAS,

pulau, dan/atau provinsi, dengan ketentuan kompensasi lahan dengan rasio

minimal 1 : 1 untuk non komersial dan 1 : 2 untuk komersial; (b) izin pinjam pakai

kawasan hutan dengan kompensasi membayar penerimaan negara bukan pajak

penggunaan kawasan hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi

Daerah Aliran Sungai, untuk kawasan hutan pada provinsi yang luas kawasan

hutannya di atas 30% dari dari luas DAS, pulau, dan/atau provinsi, dengan

ketentuan : penggunaan untuk non komersial dikenakan kompensasi membayar

penerimaan negara bukan pajak penggunaan kawasan hutan dan melakukan

penanaman dalam rangka rehabiltasi DAS dengan rasio 1 : 1; penggunaan

untuk komersial dikenakan kompensasi membayar penerimaan negara bukan

pajak penggunaan kawasan hutan dan melakukan penanaman dalam rangka

Page 86: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 74

rahabilitasi DAS paling sedikit dengan ratio 1 : 1; (c) izin pinjam pakai tanpa

kompensasi lahan atau tanpa kompensasi membayar PNBP kawasan hutan dan

tanpa melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi dalam DAS dengan

ketentuan hanya untuk : kegiatan pertahanan negara, sarana keselamatan lalu

lintas laut atau udara, checkdam, embung, sabo, dan sarana meteorologi,

klimatologi dan geofisika; kegiatan survey dan eksplorasi.

Izin pinjam pakai kawasan hutan diberikan oleh Menteri berdasarkan

permohonan. Untuk kepentingan pembangunan fasilitas umum yang bersifat non

komersial menteri dapat melimpahkan wewenang pemberian izin pinjam pakai

kawasan hutan dengan luasan tertentu kepada Gubernur. Lebih lanjut tata cara

dan persyaratan permohonan penggunaan kawasan hutan tercantum dalam PP

No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.

Pada kawasan KPH Bali Barat, terdapat beberapa ijin penggunaan kawasan

yang digunakan oleh: Balai Meteorologi dan Geofisika/BMG, PT Telkom, PT PLN

Persero, Dinas PU, Pemda Buleleng, Diknas Kabupaten Buleleng, areal pura

(selengkapnya telah disajikan pada BAB II). Selain itu juga terdapat penggunaan

kawasan yang belum mempunyai ijin, seperti permukiman eks Tim Tim di RPH

Sumberklampok, Barak TNI di RPH Grokgak, dan jalan masuk kawasan hutan

yang dibuat oleh masyarakat di desa Mundeh Kauh (RPH Antosari). Untuk

mengantisipasi berkembangnya penggunaan kawasan oleh pihak-pihak di luar

kehutanan maka proyeksi ke depannya perlu dilakukan : (a) penggunaan

kawasan yang sudah disertai dengan ijin penggunaan kawasan harus dilakukan

pengawasan untuk menghindari kemungkinan terjadinya pelanggaran sesuai

dengan ketentuan yang sudah disepakati, (b) penggunaan kawasan yang belum

mempunyai ijin penggunaan, harus melengkapi ijin sesuai dengan peraturan yang

berlaku. Selain itu sedapat mungkin perlu dilakukan pembatasan terhadap

penggunaan lain (perlu kajian yang mendalam dengan melampirkan dokumen

amdal/UKL-UPL, sehingga luasan hutan tidak terus mengalami penurunan.

Rencana pemanfaatan kawasan hutan di wilayah KPH Bali Barat dapat

dilihat pada Tabel 4.2.

Page 87: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 75

Tabel 4.2 Rencana Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan serta

Potensi Pengembangan Jasa Lingkungan

NO. PEMANFAATAN/CORE BISNIS / PENGGUNAAN

KABUPATEN/ RPH

LUAS (HA)/LETAK

1 2 3 4

A Pemanfaatan/corebisnis

1 Hutan Desa (wilayah kelola dengan pemberdayaan masyarakat setempat)

Jembrana

Pulukan 5.515 Ha (Asah Duren: 685 Ha, Gumbrih: 660 Ha, Manggis Sari: 475 Ha, Medewi: 200 Ha, Pangyangan: 55 Ha, Pengeragoan: 1.440 Ha, Pulukan : 200 Ha)

Yeh Embang 1.680 Ha (Yeh Embang: 430 Ha, Yeh Embang Kangin: 450 ha, Yeh Embang Kauh: 600 Ha, Yeh Sumbul: 200 Ha)

Tegal Cangkring 1.665 Ha (Batu Agung: 75 Ha, Dauh Waru: 255 Ha, Pendem : 125 Ha, Mendoyo Dauh Tukad : 100 Ha, Penyaringan: 75 Ha, Pergung: 310 Ha, Poh santen : 290 ha, Tegal Cangkring: 230 Ha, Baler Bale Agung : 310 Ha.

Candikusuma 495 Ha (Manistutu : 100 Ha, Tukadaya: 295 Ha, Brangbang :100 Ha)

Buleleng

Grokgak 100 Ha

Seririt 204 Ha di Pangkung Paruk

Dapdap Putih 858 Ha (Telaga: 96 Ha, Sepang : 388 Ha, Sepang Kelod : 374 Ha)

Tabanan

Antosari 1.180 (Belatungan : 700 Ha, Munduk Temu : 60 Ha, Selabih : 190 Ha, Mundeh Kauh : 230 Ha)

2 HTR (Wilayah Kelola)

Buleleng (RPH Grokgak)

375 Ha (di Musi)

3 Areal kayu perpatungan (wilayah tertentu)

Buleleng (RPH Grokgak)

200 ha

Jembrana (RPH Candikusuma)

383 ha (di Sombang)

4 Areal Tegakan Kayu putih (wilayah tertentu)

BULELENG

Sumberklampok Areal tegakan kayu putih 400 ha

Page 88: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 76

NO. PEMANFAATAN/CORE BISNIS / PENGGUNAAN

KABUPATEN/ RPH

LUAS (HA)/LETAK

1 2 3 4

5 Kebun Benih (wilayah tertentu)

BULELENG

Sumberklampok Areal kebun benih seluas 60 ha (panggal buaya 25 ha, bentawas 25 ha, pule 5 ha dan sawo kecik 5 ha)

6 Bekas Hkm BULELENG

Sumberklampok Pejarakan 50 ha dan Sumberklampok 25 ha.

Sumberkima Sanggalangit 50 ha dan Pemuteran 25 ha

6 Wilayah tertentu yang belum dimanfaatkan

Di semua RPH kecuali RPH Antasari

9.605,6555

7 Jasa Lingkungan (wilayah kelola/wilayah tertentu)

JEMBRANA

Pulukan Wisata religi/spiritual (Pura Ratu Nyoman Sakti Pengadangan).

Yeh Embang a. Pemanfaatan aliran air (rafting) di Tukad Yeh Buah.

b. Wisata pendidikan (Monumen perjuangan) di dusun Nusamara

Tegal Cangkring Wisata alam berupa panorama yang indah dari tempat ketinggian dengan melihat mozaik tanaman dan keindahan pantai di Desa Mendoyo Dauh Tukad, Desa Batu Agung, dan Desa Pendem.

Candikusuma a. Pembuatan lintasan/jalan setapak (tracking) dari hutan produksi sampai hutan lindung

b. Wisata alam dengan rute off road.

Penginuman -

BULELENG

Sumberklampok a. Pemanfaatan air (sumber air) b. Wisata religi (Kuburan Jaya Prana)/Teluk

Terima c. Wisata medis (permandian air panas di

Banyuwedang)

Sumberkima a. Pemanfaatan air b. Wisata Spiritual (Pura Pulaki dan Pura

Melanting di Desa Banyu Poh) c. Wisata medis (permandian air panas di

Pemuteran).

Grokgak a. Pemanfaatan air (bendungan Grokgak) b. Wisata alam, jogging track c. Wisata Spiritual (Pura Taman di Desa Musi,

Pura Pulaki, Pura Pabean)

Page 89: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 77

NO. PEMANFAATAN/CORE BISNIS / PENGGUNAAN

KABUPATEN/ RPH

LUAS (HA)/LETAK

1 2 3 4

d. Wisata berkuda

Seririt a. Wisata alam, jogging track b. Wisata Spiritual (Pura Bukit Mungsu)

Dapdap putih a. Pemanfaatan air (Mata air di ds. Telaga) b. Wisata alam, jogging track, panorama hutan

lindung yang indah

e. Wisata pendidikan (pada hutan primer di

dusun Telaga)

TABANAN

Antosari Adanya panorama yang indah dari ketinggian

Di Mundeh Kauh (Pucak Bukit Rangda)

B Penggunaan Kawasan

BULELENG, JEMBRANA DAN TABANAN

Grokgak, Sumberklampok, Dapdap putih, Pulukan, Antosari

a. Yang berijin : alat sensor Telemetri (BMG) seluas 0,04 ha, Rural Area III Banyupoh (PT Telkom) pada kawasan hutan produksi seluas 0,03 ha, Jalan dan Relay microwave (PT Telkom) pada kawasan taman nasional dan hutan produksi seluas 4,69 ha, Tapak Tower Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 KV, lampu merah-Gilimanuk-Pemaron (PT PLN Persero) P3B Jawa Bali Region Jawa Timur yang menggunakan kawasan Taman Nasional, Hutan Lindung dan Hutan Produksi seluas 3,22 ha, Bronkaptering Bak Pengumpul dan sumur bor air bersih pada hutan lindung seluas 0,175 ha, Waduk Grokgak, mempergunakan hutan produksi seluas 2,58 ha, Jalan Puncak Sari – Telaga, dengan memanfaatkan hutan lindung seluas 0,0014 ha, Bangunan Sekolah Dasar Sumberklapmok dan Lapangan Olah Raga yang menggunakan hutan produksi terbatas seluas 1,0 ha, Jalan Juwuk Manis – Pangyangan yang menggunakan kawasan hutan lindung seluas 3,0 ha, dan Untuk areal Pura (tempat suci)

b. Yang tidak berijin : Relokasi permukiman eks Tim Tim di RPH Sumberklampok seluas 4 ha (sesuai yang diajukan oleh Gubernur ke Menteri), tetapi sampai saat ini sudah mencapai ± 90 ha, Barak TNI/Puslatpur di RPH Grokgak seluas 500 ha, dan jalan masuk kawasan hutan yang dibuat oleh masyarakat di desa Mundeh Kauh (RPH Antosari).

Sumber : Dinas Kehutanan provinsi Bali (2011), analisis data, dan pengamatan lapang

Page 90: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 78

4.4 Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan

Rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan,

mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya

dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga

kehidupan tetap terjaga (UU RI No. 41 Tahun 1999). Lebih lanjut dijelaskan bahwa

rehabilitasi hutan dan lahan ini diselenggarakan melalui kegiatan : reboisasi,

penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman, atau penerapan teknik

konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis dan tidak

produktif. Kegiatan rehabilitasi ini dilakukan di semua kawasan hutan kecuali cagar

alam dan zona inti taman nasional serta dilaksanakan berdasarkan kondisi spesifik

biofisik. Dalam pelaksanaannya rehabilitasi hutan dan lahan ini dilakukan dengan

pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan pemberdayaan

masyarakat.

Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan

kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal

sesuai dengan peruntukannya. Kegiatan ini meliputi : inventarisasi lokasi,

penetapan lokasi perencanaan, dan pelaksanaan reklamasi.

Dalam pemanfaatan kawasan khususnya yang berkaitan dengan kegiatan

penanaman (dalam kegiatan rehabilitasi dan reklamasi), sangat perlu

dipertimbangkan kondisi biofisik wilayah terutama iklim (curah hujan), kelerengan,

jenis tanah (kepekaan tanah terhadap erosi, dan kedalaman tanahnya), serta

pemilihan jenis tanaman yang tepat sesuai spesifik biofisiknya, sehingga tanaman

yang dikembangkan tidak hanya sekedar tumbuh, tetapi tumbuh subur dan dapat

berfungsi sebagaimana yang diharapkan.

Pelaksanaan rehabilitasi di kawasan KPH Bali Barat belum menunjukkan

tingkat keberhasilan yang optimal. Hal itu disebabkan oleh banyaknya terjadi

kegagalan reboisasi (banyak tanaman yang mati sebelum tumbuh besar).

Kegagalan tersebut disebabkan oleh : kegiatan penanaman tidak tepat musim,

kurangnya pemeliharaan lanjutan, bibit yang disiapkan kurang dapat beradaptasi

dengan lingkungan setempat, adanya gangguan dari masyarakat sekitar berupa

peneresan akar/batang tanaman, gangguan ternak dan kondisi given yang kurang

Page 91: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 79

menguntungkan terutama di RPH Sumberklampok, Sumberkima, Grokgak, dan

Seririt. Hal-hal tersebut berakibat pada rendahnya tutupan vegetasi, dan pada

gilirannya akan menyebabkan terjadinya lahan kritis. Sebaran luas lahan kritis di

dalam kawasan hutan wilayah KPH Bali Barat disajikan pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Sebaran Luas Lahan Kritis di Dalam Kawasan Hutan KPH Bali Barat

No KABUPATEN RPH KECAMATAN DESA LUAS (Ha)

1 2 3 4 5 6

1 Buleleng Dapdap Putih Busungbiu Sepang 160,21

Sepang 63,93

Tista 46,70

Seririt Seririt Pangkungparuk 2.148,81

Unggahan 382,58

Grokgak Tukad Sumaga 630.53

Pengulon 724,23

Grokgak Grokgak Banyupoh 2.208,65

Grokgak 413,96

Musi 878,41

Patas 773,38

Penyabangan 1.021,95

Sanggalangit 278,56

Tinga-Tinga 417,69

TOTAL : 26.936,81

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2011)

Berdasarkan Tabel 4.3 tersebut di atas dapat dilihat bahwa luas lahan kritis

pada wilayah KPH Bali Barat adalah : 26.936,81 ha (40,35% dari luas kawasan).

Dari luasan tersebut sudah dilakukan rehabilitasi/reboisasi secara bertahap. Dari

tahun 2004 sampai tahun 2011 realisasi penanaman pada lahan kritis di KPH Bali

Barat seluas 715 ha dan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Kegiatan Penanaman dari Tahun 2004 – 2011 pada Lahan Kritis

NO KAB/RPH LOKASI VOLUME

(Ha) KEGIATAN

SUMBER DANA

JENIS TANAMAN

1 2 3 4 5 6 7

1 Tahun 2004

Buleleng

Sumberklampok Ds. Pejarakan 100 Reboisasi ITTO Ampupu

2 Tahun 2005

Sumberkima Mdk. Kenyeri 50 Reboisasi APBD Mahoni, intaran, Johar, dan

Page 92: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 80

NO KAB/RPH LOKASI VOLUME

(Ha) KEGIATAN

SUMBER DANA

JENIS TANAMAN

1 2 3 4 5 6 7

gmelina

Sumberklampok Ds. Pejarakan 50 Pengembangan Tan. Produktif

APBD Kayu putih

3 Tahun 2006

Buleleng

Grokgak Dlm. Kaw. Hutan

25 Rehab. Htn. Produksi

APBD Kayu Putih

Jembrana

Pulukan Ds. Kaliakah 25 Bali Hijau APBD Mahoni dan Suar

4 Tahun 2006

Buleleng

Grokgak Ds. Banyupoh/Pr. Mlanting

30 Reboisasi APBD Mahoni, Johar, Gmelina, Suar

Grokgak 25 Rehab. HP APBD Kayu putih

Ds. Banyupoh 10 Bali Hijau APBD Mahoni, Albizia, Suar, gmelina, dan Intaran

Seririt Ds. Pengulon 10 Bali Hijau APBD Mahoni, Albizia, Suar, Gmelina, dan Intaran

Jembrana

Yeh Embang Ds. Yeh Embang

10 Bali Hijau APBD Mahoni, Johar, Gmelina, dan Suar

Pulukan Ds. Pangyangan

10 Bali Hijau APBD Mahoni, Johar, Gmelina, dan Suar

5 Tahun 2007

Buleleng

Sumberkima Mdk. Udeng-Udeng

40 Reboisasi APBD Mahoni, Gmelina, dan Intaran

Jembrana

Candikusuma Ds. Tukadaya 10 Bali Hijau APBD Albizia, Mahoni, Suar, dan Jati

Tahun 2009

Buleleng

Sumberkima Mdk. Udeng-Udeng

25 Reboisasi APBD Mahoni, Gmelina, Suar, Intaran, dan johar

Grokgak Ds. Banyu Poh 25 Bali Hijau PBD Mahoni dan Gmelina

Jembrana

Candikusuma Ds. Tukad Aya 25 Bali Hijau APBD Mahoni, Albizia, dan Gmelina

Page 93: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 81

NO KAB/RPH LOKASI VOLUME

(Ha) KEGIATAN

SUMBER DANA

JENIS TANAMAN

1 2 3 4 5 6 7

6 Tahun 2010

Buleleng

Sumberklampok Mdk. Tegal Muara

10 Rehabilitasi APBD Mahoni, Gmelina, dan Suar

Grokgak Mdk. Gondol 15 Rehabilitasi APBD Mahoni, Gmelina, dan Suar

Seririt Mdk. Tileh

Mdk. Slumpeng

100

100

Rehabilitasi HL (Pengkayaan)

APBN Suar, Sonokeling, Pule, Gmelina, Kemiri, dan Salam

7 Tahun 2011

Buleleng

Grokgak Ds. Grokgak 10 Rehab. Sumber mata air

APBD Mahoni, Gmelina, dan Suar

Ds. Musi 10 Rehab. Sumber mata air

APBD Mahoni, Gmelina, dan Suar

TOTAL 715

Sumber : Dinas Kehutanan, 2011

Dari Tabel 4.4 tersebut dapat dilihat bahwa rehabilitasi yang dilakukan dari

tahun 2004 sampai 2011 masih relatif rendah (715 ha/sekitar 2,65%) dan inipun

termasuk tanaman yang mati. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Dinas

Kehutanan Provinsi Bali, bahwa rata-rata tingkat keberhasilan rehabiliasi/reboisasi

adalah sebesar 68%. Dengan demikian dari kawasan yang sudah direhabilitasi

seluas 715 ha, berarti bahwa luasan yang berhasil direhabilitasi hanya seluas

486,20 ha. Untuk itu luas lahan kritis yang masih ada di wilayah KPH Bali Barat

lebih kurang sekitar 26.450,61 ha.

Dilihat dari keberadaan lahan kritis di KPH Bali Barat yang masih cukup

luas, maka untuk proyeksi kedepannya rehabilitasi dan reklamasi lahan

khususnya melalui reboisasi harus terus dilakukan secara berkelanjutan, sehingga

berkembangnya lahan kritis dapat ditekan. Selain itu supaya penanganan lahan

kritis dapat dilakukan dengan lebih cepat dan tepat sasaran, maka data tentang

luas dan sebaran lahan lahan kritis di wilayah KPH Bali Barat perlu

diupdate/diperbaharui dengan kondisi yang terkini, karena berdasarkan laporan,

pendataan terakhir tentang lahan kritis ini dilakukan pada tahun 2004. Pola

Page 94: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 82

penanganan lahan kritis yang dilakukan selama ini masih bersifat umum

menggunakan pendekatan pengolahan minimal dan memakai ukuran per satuan

hektar, sehingga keberhasilannya bersifat realisasi semu. Evaluasi yang dilakukan

hanya sampai umur 2 tahun, sehingga pemeliharaannya juga sampai pada umur

tersebut. Untuk ke depan penanganan lahan kritis disesuaikan dengan

karakteristik lokasi dengan pengelolaan optimal dan memakai ukuran per satuan

batang. Untuk evaluasi tentang tingkat keberhasilan penanaman/rehabilitasi

sebaiknya dilakukan sampai umur tanaman sekitar 5 tahun dengan harapan bahwa

pada umur tersebut tanaman sudah dapat beradaptasi dengan baik.

Kegiatan rehabilitasi dan reklamasi perlu dilakukan melalui kegiatan terpadu

dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, mulai dari penyediaan bibit,

penanaman, sampai pemeliharaan lanjutan. Untuk menghindari terjadinya

kegagalan yang terus berulang, maka kegiatan rehabilitasi dan reklamasi harus

memperhatikan : musim tanam yang tepat (awal musim hujan), cara penanaman,

penyediaan bibit (pemilihan jenis dan kualitas yang sesuai dengan spesifik

biofisiknya), sehingga keberadaannya dapat mendukung ekosistem kawasan hutan

yang direhabilitasi. Untuk mempercepat penyediaan bibit, instansi

kehutanan sudah melakukan beberapa cara, yaitu dengan membuat kebun benih

dan kebun bibit. Kebun benih terdapat di RPH Grokgak (intaran), RPH

Sumberklampok/desa Pejarakan (panggal buaya, sawo kecik, pule), dan RPH

Candikusua/desa Sombang (trembesi, gmelina dan suar). Sedangkan kebun bibit

antara lain di Penginuman (jabon, sonokeling, trembesi), Sumberklampok (mahoni,

gmelina, suar kayu putih, dan intaran). Penyediaan jumlah bibit juga dilakukan

melalui swadaya masyarakat seperti yang dilakukan di RPH Sumberklampok.

Keberhasilan rehabilitasi, selain ditentukan oleh jumlah bibit juga dipengaruhi oleh

kualitas bibit.

Peningkatan kualitas bibit bertujuan untuk meningkatkan daya adaptasi

tanaman terhadap lingkungan, sehingga daya tumbuhnya menjadi lebih tinggi.

Untuk meningkatkan daya adaptasi bibit tanaman hutan ini salah satu cara yang

murah dan mudah dilakukan adalah dengan menggunakan mikoriza. Penggunaan

mikoriza untuk budidaya hutan, selain memacu pertumbuhan tanaman, juga untuk

Page 95: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 83

mempertahankan/melestarikan keanekaragaman hayati pada ekosistem hutan.

Beberapa penelitian yang sudah dilakukan menunjukan bahwa penggunaan

mikoriza dapat memperbaiki kualitas bibit tanaman hutan. Penelitian yang telah

dilakukan oleh Husna dkk. pada tahun 2003 dan 2004, menghasilkan bahwa

respon jati Muna terhadap aplikasi mikoriza pada variabel tinggi sebesar 107%-

148% dan berat kering total semai sebesar 270% - 1.122% peningkatan bila

dibandingkan dengan kontrol pada skala persemaian.

Pemanfaatan mikoriza pada proses pembibitan tanaman hutan ini dalam

jangka panjang merupakan investasi yang berkesinambungan, pertumbuhan bibit

dapat hidup di lahan gersang, dan dari segi ekologi hutan dapat menyambung

kembali rantai makanan yang pernah putus akibat kerusakan hutan. Selain itu bibit

tanaman yang bermikoriza lebih tahan kering dibanding bibit yang tidak

bermikoriza, sehingga cocok untuk diterapkan di KPH Bali Barat terutama pada

wilayah yang beriklim kering seperti di RPH Sumberklampok, Sumberkima,

Grokgak, dan Seririt.

4.5 Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.

Perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan untuk menjaga hutan,

kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan

fungsi produksi tercapai secara optimal dan lestari. Perlindungan hutan dan

kawasan hutan merupakan usaha untuk : (a) mencegah dan membatasi kerusakan

hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia,

ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit; dan (b)

mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas

hutan, hasil hutan, investasi, serta perangkat yang berhubungan dengan

pengelolaan hutan. Dalam pelaksanaannya untuk menjamin supaya perlindungan

hutan dapat berjalan dengan sebaik-baiknya, maka masyarakat harus

diikutsertakan dalam kegiatan perlindungan hutan.

Untuk menjaga keamanan hutan dan kawasan hutan, maka setiap orang

dilarang untuk : (a) menduduki dan atau menggunakan kawasan hutan secara tidak

Page 96: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 84

sah; (b) merambah kawasan hutan; (c) melakukan penebangan pohon dalam

kawasan hutan dengan radius atau jarak : 500 m dari tepi waduk atau danau, 200

m dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa, 100 m dari kiri kanan tepi

sungai, 50 m dari kiri kanan tepi anak sungai, 2 kali kedalaman jurang dari tepi

jurang, 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai; (d)

membakar hutan; (e) menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan

di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang; (f)

menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan

atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan

hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; (g) melakukan kegiatan

penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam

kawasan hutan tanpa izin menteri; (h) mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil

hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil

hutan; (i) menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk

secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang; (j) membawa

alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan

digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin

pejabat yang berwenang; (k) membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk

menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin

pejabat yang berwenang; (l) membuang benda-benda yang dapat menyebabkan

kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan dan kelangsungan

fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan (m) mengeluarkan, membawa, dan

mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang

yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang. Di

lapangan petugas yang berwenang untuk melakukan perlindungan hutan dan

kawasan hutan adalah polisi khusus yang dalam hal ini adalah polisi hutan.

Pada kenyataannya perlindungan hutan dan kawasan hutan di wilayah RPH

Bali Barat belum berjalan secara optimal. Hal itu terbukti bahwa pada kawasan ini

masih terjadi banyak pelanggaran yang dapat menyebabkan kerusakan hutan.

Pelanggaran yang paling banyak terjadi di lapangan adalah perambahan hutan.

Perambahan hutan hampir terjadi di seluruh kawasan, bahkan di beberapa RPH

Page 97: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 85

perambahan hampir mencapai antara 80 – 90%, seperti yang terjadi di RPH

Antosasi, Pulukan, dan Yeh Embang. Selain itu juga masih adanya pencurian kayu

dan hijauan ternak, kebakaran hutan, pensertifikatan tanah hutan, dll.

Wilayah KPH Bali Barat khususnya di Kecamatan Seririt, dan Kecamatan

Grokgak merupakan daerah/kawasan yang sangat rawan terhadap bahaya

kebakaran. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, yaitu: iklim yang kering, dekat

dengan jalan besar (pembuangan puntung rokok secara sengaja/tidak disengaja),

dan kesadaran masyarakat masih rendah. Berdasarkan data rekapitulasi terakhir

kebakaran hutan di Bali (Dishut Bali 2011) antara lain: di RPH Sumberkima pada

bulan Agustus 2011 terjadi 3 kali kebakaran hutan, dan pada bulan September

2011 terjadi 1 kali kebakaran hutan, RPH Penginuman pada bulan Agustus 2011

terjadi 2 kali kebakaran hutan, RPH Grokgak pada bulan September 2011 terjadi 4

kali kebakaran hutan, dan RPH Seririt pada bulan September 2011 terjadi 1 kali

kebakaran hutan.

Persertifikatan kawasan hutan di wilayah KPH Bali Barat juga merupakan

masalah yang cukup rawan. Berdasarkan data pensertifikatan kawasan hutan di

Provinsi Bali, bahwa di wilayah KPH Bali Barat pensertifikatan tersebut terjadi pada

2 kabupaten, yaitu kabupaten Jembrana dan Buleleng (Jembrana : 1065,56 ha

dan Buleleng 126,907 ha). Pensertifikatan tersebut dilakukan oleh masyarakat dan

perorangan untuk penggunaan perkebunan, permukiman masyarakat eks

transmigrasi Tim Tim, Rindam Udayana dan kawasan suci/pura. Di kabupaten

Jembrana terjadi di RPH Pulukan (Asah Duren 15 sertifikat, Medewi 1 sertifikat),

RPH Tegalcangkring (Poh Santen 1 sertifikat); RPH Yeh Embang (Yeh Embang 5

sertifikat). Sedangkan di Kabupaten Buleleng terjadi di RPH Seririt (Pangkung

Paruk 17 sertifikat, Lokapaksa 1 sertifikat); RPH Sumberklampok (Sumberklampok

1 sertifikat); RPH Grokgak (Banyu Poh 1 sertifikat); RPH Sumberkima (Banyu Poh

6 sertifikat), dan RPH Dapdap Putih (Telaga 2 sertifikat). Untuk mengantisipasi

meluasnya pensertifikatan kawasan hutan, maka perlu dilakukan

rekonstruksi/update batas kawasan yang jelas dan melakukan kerjasama dengan

BPN yang merupakan instansi yang mengeluarkan sertifikat. Bagi yang sudah

Page 98: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 86

disertifikatkan apabila memungkinkan supaya ditempuh jalur hukum untuk

mengembalikan sebagai kawasan hutan.

Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi antara lain disebabkan oleh tingkat

kesadaran masyarakat terhadap kelestarian hutan yang masih rendah meskipun

pengetahuan tentang pentingnya kelestarian hutan telah disampaikan melalui

berbagai penyuluhan dari petugas kehutanan, perguruan tinggi, dan dharma

wecana dari sulinggih (Peranda Made Gunung). Penyebab lain terjadinya

pelanggaran juga disebabkan oleh belum optimalnya pemberdayaan masyarakat di

sekitar hutan dalam perlindungan hutan dan kawasan hutan. Selain itu juga

disebabkan oleh penegakan hukum yang belum optimal dan minimnya personil

polisi hutan.

Pemberdayaan masyarakat untuk ikut melakukan perlindungan hutan baru

dilakukan di RPH Dapdap Putih (tepatnya di desa Sepang) dan RPH Pulukan

(desa Badingkayu), yaitu dengan terbentuknya pecalang-pecalang swakarsa dan

kelompok-kelompok pemelihara serta pelestarian hutan dari masyarakat

setempat. Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan perlindungan tersebut

pemerintah telah memberikan insentif sebesar Rp 10.000.000,- pertahunnya.

Sampai saat ini pelaksanaan perlindungan hutan oleh masyarakat (Pecalang

swakarsa) yang sudah berjalan dengan efektif baru di Desa Sepang, sedangkan di

Desa Badingkayu belum berjalan seperti yang diharapkan. Dengan demikian untuk

proyeksi ke depannya usaha perlindungan hutan harus terus ditingkatkan dengan

melibatkan masyarakat sekitar hutan melalui: pembentukan kelompok-kelompok

pemerhati kelestarian hutan, dan perlu mengakomodir aturan tentang kelestarian

hutan ke dalam awig-awig desa adat yang berbatasan dengan hutan,

meningkatkan jumlah dan kualitas polisi hutan sesuai dengan luas dan kerawanan

kawasan (meningkatkan rasionalisasi antara polisi hutan dengan luas dan

kerawanan hutan). Perlindungan hutan juga perlu dilakukan dengan mengadakan

koordinasi dengan instansi terkait. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah

bahwa pelanggaran yang terjadi di lapangan, khususnya perambahan,

pensertifikatan, dan illegal logging harus diproses sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

Page 99: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 87

Mengingat luasan hutan di Propinsi Bali yang masih berada di bawah

kondisi minimal 30%, maka khusus untuk kawasan-kawasan yang tingkat

perambahannya mencapai 80 – 90% ( RPH Antosari, Pulukan, dan Yeh Embang)

perlu adanya ketegasan dalam usaha untuk mengembalikan fungsi hutan seperti

keadaan semula. Himbauan maupun aturan-aturan tertulis yang telah ada

sebelumnya nampaknya masih tetap dilanggar. Hal ini disebabkan karena yang

merambah hutan bukan lagi perorangan, tapi sebagian besar masyarakat sekitar

hutan, sehingga mereka telah merasa memiliki terhadap tanaman budidaya yang

telah mereka tanam, sehingga penegakan aturan termasuk awig-awig adat sangat

sulit diterapkan. Oleh karena itu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan

pemberdayaan masyarakat untuk ikut mengelola hutan melalui pembentukan hutan

desa, dengan melibatkan masyarakat mulai dari penyusunan rencana sampai

pada pelaksanaan kegiatan.

Berdasarkan uraian di atas, maka secara ringkas analisis dan proyeksi

pengelolaan hutan di wilayah KPH Bali Barat disajikan pada Tabel 4.5

Tabel 4.5. Analisis dan Proyeksi Pengelolaan Hutan

NO URAIAN ANALISIS

PERMASALAHAN / POTENSI

PROYEKSI

1 2 3 4

1 Managemen Pengelolaan Hutan

Tupoksi KPH Bali Barat mengikuti Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur No. 102 Tahun 2011

Sesuai dengan tupoksinya, KPH perlu membuat rencana pengelolaan hutan khususnya di wilayah tertentu. a. Pada areal kayu putih, perlu dikaji

untuk perluasan areal penanaman, melakukan pemeliharaan baik berupa pemupukan maupun pemangkasan.

b. Pada areal kebun benih perlu dilakukan pemeliharaan dan pengkayaan jenis tanaman

c. Areal kayu perpatungan perlu dioptimalkan keberadaannya

d. Di luar areal kayu putih, kebun benih dan kayu perpatungan, KPH harus membuat rencana pengelolaan sesuai dengan kondisi biofisik wilayahnya, mengembangkan peluang investasi pada pengelolaan hutan baik pada kawasan hutan lindung maupun hutan produksi.

Page 100: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 88

NO URAIAN ANALISIS

PERMASALAHAN / POTENSI

PROYEKSI

1 2 3 4

e. Menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai untu mendukung kinerja KPH

2 Tata Hutan dan Penyusunan rencana Pengelolaan Hutan

a. Tata Hutan a. Tata hutan sesuai fungsinya (hutan lindung dan hutan produksi) sudah mempunyai batas yang tegas (sudah ditetapkan batasnya)

b. Pembagian kawasan baru berdasarkan RTK dan RPH serta Blok yang masih sangat umum (Blok Perlindungan dan blok penyangga) saja sehingga belum mencerminkan suatu kesatuan managemen dan kesatuan administrasi.

a. Perlu dilakukan pengawasan secara terus menerus mengenai tapal batas

b. Pembagian kawasan ke dalam blok/petak yang lebih rinci sesuai dengan fungsi kawasan.

c. Perlu adanya penyelarasan antara

arahan pemanfaatan dengan rancangan pembagian blok/petak

b. Rencana Pengelolaan hutan

Rencana yang dibuat masih bersifat umum

Perlu dibuat rencana tentang pemanfaatan kawasan secara lebih detil sesuai dengan potensi spesifik biofisik wilayah masing-masing.

3 Pemanfaatan Hutan:

a. Pemanfaatan Hutan baik pada hutan lindung maupun hutan produksi

a. Belum dilakukan penataan tentang pemanfaatan hutan (belum ada ijin pemanfaatan hutan)

b. Banyak potensi jasa lingkungan yang belum termanfaatkan secara optimal

a. Perlu dilakukan penataan pemanfaatan berdasarkan pemanfaatan wilayah kelola (yang sudah dibebani ijin) dan wilayah tertentu (wilayah pada blok pemanfaatan yang belum dibebani ijin dan dikelola KPH)

b. Perlu dilakukan penataan pemanfaatan hutan (memproses ijin-ijin pemanfaatan)

c. Pengembangan budidaya lebah madu, budidaya tanaman obat/empon-empon, pemungutan hasil bukan kayu (madu dan buah-buahan)

d. Pengembangan pemanfaatan HTR (usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman)

e. Perlu dikembangkan pemanfaatan jasa lingkungan dengan melibatkan orang ke tiga/investor

Page 101: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 89

NO URAIAN ANALISIS

PERMASALAHAN / POTENSI

PROYEKSI

1 2 3 4

b. Pemberdayaan Masyarakat Setempat

a. Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan belum optimal

b. Di lapangan sudah banyak masyarakat yang masuk hutan dan memanfaatkannya (perambahan, pembalakan liar)

a. Pembentukan hutan desa dengan memberdayakan masyarakat setempat/sekitar hutan

c. Areal Kayuputih

a. Dilakukan dengan system tumpangsari di bawah tegakan kayu putih di RPH Sumberklampok

b. Tumpangsari belum ditata dengan baik, sehingga mengganggu kehidupan tegakan

a. Perlu dipertimbangkan perpanjangan ijin berdasarkan hasil evaluasi

b. Perlu penataan pola tumpangsari c. Perlu pemeliharaan tanaman dan

perluasan areal

c. Tumpangsari bekerjasama dengan kelompok tani (dengan surat ijin perjanjian No 522/17.1/Dishut-3 tanggal 1 Oktober 2002, dan sudah habis pada tahun 2010), namun sampai saat ini masyarakat masih melakukan penanaman di bawah tegakan kayu putih

d. Kebun Benih Pemeliharaan belum optimal

Perlu pemeliharaan dan pengkayaan jenis

e. Bekas Hkm Banyak kendala/permasalahan dalam pelaksanaan di lapangan

Program HKm tidak dilanjutkan lagi

f. Wilayah di luar a sampai e

Belum dilakukan penataan pemanfaatan secara optimal

a. KPH perlu membuat perencanaan pemanfaatan baik pada hutan lindung maupun produksi sesuai dengan kondisi biofisiknya

b. KPH harus mampu mengembangkan investasi dalam pengelolaan hutan

4 Penggunaan Kawasan

Yang sudah ada ijin Perlu dilakukan pengawasan secara berkesinambungan

Page 102: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 90

NO URAIAN ANALISIS

PERMASALAHAN / POTENSI

PROYEKSI

1 2 3 4

Yang belum mempunyai ijin : - Relokasi Eks Tim

Tim - Barak TNI - Jalan masuk

kawasan hutan yang dibuat oleh masyarakat di desa Mundeh Kauh (RPH Antosari)

a. Harus melengkapi ijin sesuai dengan peraturan yang berlaku

b. Dilakukan pengawasan secara berkesinambungan

5 Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan

a. Keberadaan lahan kritis masih cukup luas

b. Pelaksanaan rehabilitasi yang dilakukan tiap tahun luasannya masih relatif sangat kecil

a. Inventarisasi lahan kritis (pemutakhiran data) dan inventarisasi lokasi penanaman

b. Meningkatkan volume rehabilitasi/reboisasi secara terus menerus

c. Menggalakkan kebun bibit rakyat (KBR), kebun benih dan bibit swadaya dengan meningkatkan jumlah dan kualitas bibit

d. Pelaksanaannya dilakukan dengan memberdayakan masyarakat dan bekerja sama dengan stakeholder

6 Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

a. Perlindungan dan konservasi Alam belum berjalan dengan optimal

b. Banyak terjadi pelanggaran, seperti perambahan, pencurian kayu, kebakaran, dan persertifikatan tanah hutan

a. Perlindungan hutan dan kawasan hutan perlu ditingkatkan

b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas personil polisi hutan

c. Memberdayakan masyarakat dengan membentuk pecalang-pecalang swakarsa untuk pengamanan hutan dan kawasan hutan, membentuk kelompok-kelompok pemerhati kelestarian hutan

d. Memasukkan pelestarian hutan dalam awig-awig desa adat sekitar hutan

Page 103: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB V - 91

BAB V. RENCANA KEGIATAN

Penyusunan rencana kegiatan ini merupakan rencana pengelolaan jangka

panjang (10 tahun) yang disusun berdasarkan hasil analisis dan proyeksi dan dititik

beratkan pada pemanfaatan kawasan hutan dan/untuk core bisnis yang dapat

dikembangkan. Di wilayah KPH Bali Barat rencana pemanfaatan kawasan hutan

yang dapat dikembangkan adalah : pemanfaatan wilayah kelola dan pemanfaatan

wilayah tertentu pada blok pemanfaatan yang dikelola KPH. Pemanfaatan wilayah

kelola meliputi : (1) Hutan Desa (pemberdayaan masyarakat setempat), (2) HTR,

dan (3) Jasa Lingkungan; sedangkan wilayah tertentu yang dikelola KPH meliputi

areal kayu putih, kebun benih, kayu perpatungan, bekas Hkm, jasa lingkungan dan

areal di luar keduanya.

Rencana kegiatan ini merupakan rencana strategis pengelolaan hutan yang

antara lain memuat : inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutannya,

pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, pemberdayan masyarakat, pembinaan

dan pemantauan, penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi, penyelenggaraan

perlindungan hutan, penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang

ijin, koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait, penyediaan dan

peningkatan kapasitas SDM, penyediaan pendanaan, pengembangan data base,

rasionalisasi wilayah kelola, review rencana pengelolaan, dan pengembangan

investasi. Secara rinci rencana kegiatan jangka panjang dapat disajikan pada tabel

5.1. berikut.

Tabel 5.1 Rencana Kegiatan Pengelolaan KPHL dan KPHP

NO URAIAN RENCANA KERJA

1 2 3

1. Inventarisasi berkala

wilayah kelola serta

penataan hutan

a. Membuat perencanaan pemanfaatan pada

wilayah tertentu terutama yang belum

dimanfaatkan sesuai dengan kondisi bio

fisiknya (misalnya : rencana perluasan

Page 104: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB V - 92

NO URAIAN RENCANA KERJA

1 2 3

tanaman kayu putih dan kayu perpatungan,

dan lainnya).

b. Membangun/memperbaiki sarana dan

prasarana baik fisik maupun non fifik,

misalnya kantor RPH beserta sarananya,

meningkatkan kualitas sumberdaya

manusia, dsb.)

c. Melakukan inventarisasi kawasan hutan

d. Membuat blok/petak

e. Membuat peta

2. Pemanfaatan hutan

pada wilayah tertentu

a. Melakukan inventarisasi wilayah tertentu,

meliputi: tata batas, inventarisasi hutan,

dan batas kawasan

b. Membuat perencanaan pengelolaan untuk

kawasan yang belum dimanfaatkan sesuai

dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi

(yang sudah dimanfaatkan berupa kayu

putih, areal perpatungan, kebun benih, dan

bekas Hkm)

c. Untuk sementara kawasan yang belum

dimanfaatkan digunakan sebagai kawasan

rehabilitasi (harus didukung oleh bibit yang

cukup dengan kualitas yang bagus)

d. yang berada pada blok pemanfaatan pada

hutan lindung dapat dikembangkan untuk

pemanfaatan/pemungutan hasil hutan non

kayu dengan melibatkan masyarakat

(dengan memanfaatkan ruang di bawah

tegakan dan budidaya lebah madu),

Page 105: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB V - 93

NO URAIAN RENCANA KERJA

1 2 3

pemanfaatan jasa lingkungan, ataupun

sebagai kawasan rehabilitasi bila kondisi

hutannya kritis/sangat kritis (tidak

memungkinkan untuk

pemanfaatan/pemungutan hasil non kayu

maupun jasa lingkungan).

e. Sedangkan untuk wilayah yang berada

pada kawasan hutan produksi dapat

dikembangkan untuk pemanfaatan

produksi kayu/non kayu melalui

pengembangan kayu perpatungan dan

diusahakan tetap melibatkan masyarakat

setempat dalam pengelolaanya (dengan

pemanfaatan ruang di bawah tegakan),

jasa lingkungan dengan tetap menekankan

pada aspek ekologi/kelestariannya, atau

sebagai kawasan rehabilitasi/reklamasi bila

kondisi hutannya kritis/sangat kritis.

3. Pemberdayaan

masyarakat.

a. Pemerintah/Dinas Kehutanan memberikan

fasilitasi (dapat melibatkan perguruan

tinggi/lembaga penelitian dan pengabdian

masyarakat, LSM, lembaga keuangan,

koperasi, BUMN/BUMD/BUMS),

pembinaan (memberikan pedoman,

bimbingan, pelatihan, arahan, dan/atau

supervisi dan pengendalian merupakan

kegiatan monitoring dan evaluasi), dan

pemantauan.

Page 106: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB V - 94

NO URAIAN RENCANA KERJA

1 2 3

b. Meningkatkan sumberdaya manusia,

dilakukan dengan: penyuluhan, pelatihan,

percontohan, dsb.

c. Pemegang hak pengelolaan : menyusun

rencana kerja hak pengelolaan hutan desa,

melaksanakan penataan batas, melakukan

perlindungan, melaksanakan

penatausahaan hasil hutan

4. Pembinaan dan

pemantauan

pemanfaatan hutan dan

penggunaan kawasan

hutan pada areal yang

berizin.

a. Pemegang hak pengelolaan : menyusun

rencana kerja hak pengelolaan hutan,

melaksanakan penataan batas,

melaksanakan penatausahaan hasil hutan

b. Penggunaan kawasan harus dibina,

dipantau dan diawasi untuk menghindari

kemungkinan terjadinya pelanggaran

sesuai dengan ketentuan yang sudah

disepakati

c. Pembinaan dan pemantauan pemanfaatan

hutan dan penggunaan kawasan hutan

dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan

Provinsi maupun Kabupaten dan KPH.

Serta instansi terkait’

5. Rehabilitasi pada areal

kerja di luar izin.

a. Updating data lahan kritis

b. Melakukan Rehabilitasi hutan secara

berkesinambungan

c. Penyediaan bibit yang mencukupi dengan

kualitas yang memadai

d. Rehabilitasi dilakukan sesuai dengan

musim

Page 107: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB V - 95

NO URAIAN RENCANA KERJA

1 2 3

e. Melakukan pemeliharaan sampai umur 5

tahun dan dengan pendekatan batang

f. Melakukan monitoring dan evaluasi

keberhasilan rehabilitasi

g. Melibatkan masyarakat dan stakeholder

dalam rehabilitasi hutan (misalnya dengan

pelajar, mahasiswa, instansi pemerintah

dan swasta, dsb.)

6. Pembinaan dan

pemantauan rehabilitasi

dan reklamasi di dalam

areal yang berizin.

a. Pemegang izin agar secara berkelanjutan

melaksanakan rehabilitasi

b. Rehabilitasi dilaksanakan dengan pola

tanaman yang tidak sejenis.

c. Pemegang izin melaksanakan

perlindungan terhadap arealnya

d. Penggunaan kawasan harus dibina,

dipantau dan diawasi untuk menghindari

kemungkinan terjadinya pelanggaran

sesuai dengan ketentuan yang sudah

disepakati

7. Rencana

penyelenggaraan

perlindungan hutan dan

konservasi alam.

a. Melakukan perlindungan dan konservasi

alam secara berkesinambungan

b. Melakukan perlindungan baik dari tekanan

masyarakat maupun alami (perambahan,

pembalakan liar, pensertifikatan,

kebakaran)

c. Membuat pos-pos pengawasan/pos-pos

jaga

d. Memperbanyak rambu-rambu larangan ;

Page 108: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB V - 96

NO URAIAN RENCANA KERJA

1 2 3

e. Memberdayakan masyarakat dalam

perlindungan dan konservasi alam (dengan

membentuk pecalang swakarsa dan

memasukkan kelestarian hutan dalam

awig-awig/prarem desa adat)

f. Membuat embung untuk mengantisipasi

kebakaran

g. Penegakan hukum yang jelas (pemberian

sangsi yang tegas bagi yang melanggar)

h. Bagi kawasan yang disertifikatkan supaya

ditempuh jalur hukum dan berkoordinasi

dengan BPN selaku instansi yang

menerbitkan sertifikat

i. Melakukan konservasi alam : inventarisasi/

identifikasi flora dan fauna langka,

melindungi flora dan fauna langka,

melindungi sumber-sumber air

8. Rencana

penyelenggaraan

koordinasi dan

sinkronisasi antar

pemegang izin.

a. Koordinasi dan sinkronisasi antar

pemegang izin dilaksanakan oleh Dinas

Kehutanan Provinsi maupun Kabupaten

dan KPH. Serta instansi terkait

9. Koordinasi dan sinergi

dengan instansi dan

stakeholder terkait.

a. Melakukan koordinasi dengan stakeholder

terkait (Dinas Kehutanan baik provinsi

maupun kabupaten, KPH Bali Barat,

perguruan tinggi dan LSM dalam rangka

pendampingan, dengan koperasi, pasar

dalam penanganan pasca panen)

Page 109: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB V - 97

NO URAIAN RENCANA KERJA

1 2 3

10. Rencana penyediaan

dan peningkatan

kapasitas SDM.

a. Mengusulkan tambahan tenaga kehutanan

setiap tahun kepada Gubernur sampai

kekurangan tenaga bias terpenuhi.

b. Mendidik SDM yang sudah ada sesuai

dengan kebutuhan dengan mengikutkan

pada diklat-diklat yang dilaksanakan oleh

instansi terkait.

11. Penyediaan

Pendanaan.

a. Menyediakan pendanaan : untuk fasilitasi,

pembinaan dan pengendalian dibebankan

kepada dana pusat (APBN) maupun

daerah (APBD) dan dana lain yang tidak

mengikat; untuk pelaksanaan pengelolaan

hutan desa pendanaan dibebankan kepada

kas desa

12. Pengembangan

database.

a. Menyediakan database mengenai kondisi

fisik, social budaya dan ekonomi dalam

skala detail dan terkini untuk memudahkan

menyusun rencana pengelolaan hutan

dalam tingkat usaha.

b. Mengadakan pembaharuan/update

database lahan kritis untuk memperlancar

kegiatan rehabilitasi.

13. Rencana rasionalisasi

wilayah kelola.

a. Pengembangan jasa lingkungan baik di

kawasan lindung maupun di kawasan

produksi sebagaimana tertuang pada tabel

2.8. Bab II.

b. Potensi jasa lingkungan yang

dikembangkan adalah : pemanfaatan

Page 110: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB V - 98

NO URAIAN RENCANA KERJA

1 2 3

air/aliran air, wisata alam, wisata relegi,

dan wisata pendidikan.

14. Review rencana

pengelolaan.

a. Review/evaluasi rencana pengelolaan

hutan dilakukan secara periodik dan

minimum lima tahun sekali.

15. Pengembangan

Investasi.

a. Perluasan penanaman tanaman kayu putih

seluas 600 ha di kawasan hutan produksi.

b. Melaksanaan kemitraan dengan

masyarakat di sekitar kawasan hutan untuk

mengelola potensi yang ada

Page 111: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB VI - 99

BAB VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN

Pembinaan, pengawasan dan pengendalian dimaksudkan untuk menjamin

terselenggaranya pengelolaan hutan yang efektif sesuai tujuan yang ditetapkan.

Sesuai PP No. 6 Tahun 2007, bahwa :

1. Untuk tertibnya tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta

pemanfaatan hutan :

a. Menteri berwewenang membina dan mengendalikan kebijakan hutan desa

yang dilaksanakan oleh Gubernur dan/atau Bupati/Walikota

b. Gubernur berwewenang membina dan mengendalikan/mengawasi kebijakan

hutan desa yang dilaksanakan oleh Bupati/Walikota.

2. Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya melakukan

pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan hutan dan penyusunan

rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan yang dilaksanakan oleh

kepala KPH, pemanfaat hutan, dan/atau pengelola hasil hutan

Pembinaan yang dilakukan meliputi : (a) pedoman, (b) bimbingan, (c)

pelatihan, (d) arahan, dan/atau (e) supervisi. Pemberian pedoman ditujukan

terhadap pelaksanaan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,

serta pemanfaatan hutan. Pemberian bimbingan ditujukan terhadap penyusunan

prosedur dan tata kerja, sedangkan pelatihan ditujukan terhadap sumberdaya

manusia dan aparatur. Pemberian arahan mencakup kegiatan penyusunan

rencana dan program, serta supervisi ditujukan terhadap pelaksanaan tata hutan

dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan.

Pengendalian yang diberikan meliputi kegiatan : monitoring dan/atau

evaluasi. Monitoring merupakan kegiatan untuk memperoleh data dan informasi,

kebijakan, dan pelaksanaan pengelolaan hutan. Sedangkan evaluasi merupakan

kegiatan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan pengelolaan hutan lestari, yaitu :

tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan

yang dilakukan secara periodik disesuaikan dengan jenis perijinannya.

Page 112: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PEMERINTAH PROVINSI BALI

D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB VI - 100

Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dokumen

rencana pengelolaan UPT KPH Bali Barat, maka diperlukan upaya pembinaan,

pengawasan dan pengendalian secara berjenjang sesuai dengan norma, standar,

prosedur dan kriteria pengelolaan hutan KPH, sebagai berikut:

1. Menteri Kehutanan melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan

teknis atas penyelenggaraan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan

hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan

reklamasi hutan dan perlindungan hutan oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan

Lindung (KPHL).

2. Menteri dapat menugaskan Gubernur untuk melakukan pembinaan,

pengendalian, dan pengawasan teknis.

3. Gubernur menugaskan Kepala Dinas Kehutanan untuk melakukan pembinaan,

pengendalian, dan pengawasan baik teknis maupun operasional.

Page 113: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

PETA SITUASI

Page 114: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

V-1

Tabel 5.1. Matriks Rencana Kegiatan Pengelolaan KPHL Dan KPHP Pada KPH Bali Barat.

No. Program/Kegiatan Lokasi

Vol Satuan Waktu

Pelaksanaan Sumber Dana Keterangan

RPH RTK BLOK

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1. MANAGEMEN PENGELOLAAN HUTAN

a. Rasionalisasi Organisasi KPH:

Rasionalisasi luas dan Organisasi RPH. Seluruh RPH 11 RPH 2015-2020 APBD

Rasionalisasi Persaonil RPH. Seluruh RPH 11 RPH 2015-2017 APBD

Peningkatan Sarana dan Prasarana Seluruh RPH/KPH 12 Paket 2015-2023 APBD dan APBN

Peningkatan Kualitas SDM Seluruh RPH/KPH 12 Paket 2015-2023 APBD dan APBN

2 TATA HUTAN DAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN

a. Rekonstruksi Batas

Rekonstruksi tapal batas kawasan Antosari 11 dan 12 Seluruh Blok 58,71 Km 2015 APBD dan APBN

Dapdap Putih 12 Seluruh Blok 37,19 Km 2016 APBD dan APBN

Pulukan 12 dan 19 Seluruh Blok 46,72 Km 2017 APBD dan APBN

Yehembang, 19 Seluruh Blok 10,25 Km 2018 APBD dan APBN

Candi Kusuma, Penginuman

19 Seluruh Blok 59,41 Km 2019 APBD dan APBN

Tegalcangkring, 19 Seluruh Blok 27,10 Km 2020 APBD dan APBN

Sumberkelampok, Sumberkima, Gerokgak

19 Seluruh Blok 139,28 Km 2020-2021 APBD dan APBN

Seririt

19 Seluruh Blok 44,57 Km 2022 APBD dan APBN

Page 115: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

V-2

No. Program/Kegiatan Lokasi

Vol Satuan Waktu

Pelaksanaan Sumber Dana Keterangan

RPH RTK BLOK

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Seluruh Blok

b. Penyusunan Rencana Pengelolaan Tahunan

KPH Bali Barat

10 Judul 2014-2023 APBD dan APBN

3. PEMANFAATAN HUTAN

Pemanfaatan Wilayah Kelola

Hutan Desa pada hutan

lindung Pemanfaatan APBD dan APBN

Antosari 11 dan

12 Pemanfaatan 1.180 Ha 2016-2017 APBD dan APBN

Pulukan 12 dan

19 Pemanfaatan 5.515 Ha 2014-2019 APBD dan APBN

Yehembang 19 Pemanfaatan 1.680 Ha 2014-2018 APBD dan APBN

Tegal Cangkring 19 Pemanfaatan 1.665 Ha 2016-2017 APBD dan APBN

Candi Kusuma 19 Pemanfaatan 495 Ha 2014-2015 APBD dan APBN

Gerokgak 19 Pemanfaatan 100 Ha 2018 APBD dan APBN

Seririt 19 Pemanfaatan 204 Ha 2016 APBD dan APBN

Dapdap Putih 12 dan

19 Pemanfaatan 858 Ha 2015-2017 APBD dan APBN

HTR Gerokgak 19 Pemanfaatan 375 Ha 2015 APBD dan APBN

Pemanfaatan APBD dan APBN

Kayu Perpatungan

Gerokgak 19 Pemanfaatan 200 Ha 2014 APBD dan APBN

Candikusuma 19 Pemanfaatan 383 Ha 2014 APBD dan APBN

Pemanfaatan APBD dan APBN

Kayu Putih Sumberklampopk 19 Pemanfaatan 5000 Ha 2014-2018 APBD dan APBN

Pemanfaatan APBD dan APBN

Page 116: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

V-3

No. Program/Kegiatan Lokasi

Vol Satuan Waktu

Pelaksanaan Sumber Dana Keterangan

RPH RTK BLOK

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Hkm Sumberklampopk 19 Pemanfaatan 75 Ha 2015-2016 APBD dan APBN

Sumberkima 19 Pemanfaatan 75 Ha 2014-2015 APBD dan APBN

Jasa Lingkunganm

Wisata Air

Yehembang 19 Pemanfaatan 2 Obyek 2016 APBD dan APBN

Gerokgak 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2015 APBD dan APBN

Sumberkima 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2017 APBD dan APBN

Sumberklampok 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2018 APBD dan APBN

Dapdap Putih 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2019 APBD dan APBN

Wisata Alam

Candikusuma 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2017 APBD dan APBN

Tegalcangkring 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2017 APBD dan APBN

Seririt 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2020 APBD dan APBN

Sumberkima 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2019 APBD dan APBN

Dapdap Putih 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2018 APBD dan APBN

Penangkaran satwa langka dan konservasi tanaman

Candikusuma 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2016 APBD dan APBN

Tegalcangkring 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2016 APBD dan APBN

Yehembang 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2017 APBD dan APBN

Pulukan 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2018 APBD dan APBN

Page 117: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

V-4

No. Program/Kegiatan Lokasi

Vol Satuan Waktu

Pelaksanaan Sumber Dana Keterangan

RPH RTK BLOK

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Penginuman 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2017 APBD dan APBN

Wisata pendidikan

Yehembang 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2020 APBD dan APBN

Wisata Relegi

Pulukan 12

dan 19 Pemanfaatan 3 Obyek 2018-2020 APBD dan APBN

Seririt 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2021 APBD dan APBN

Gerokgak 19 Pemanfaatan 5 Obyek 2020-2023 APBD dan APBN

Sumberkima 19 Pemanfaatan 5 Obyek 2018-2021 APBD dan APBN

Dapdap Putih 19 Pemanfaatan 3 Obyek 2017-2020 APBD dan APBN

Sumberklampok 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2019 APBD dan APBN

4. REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN

a. Pembuatan kebun benih dan persemaian

Seririt 19 Pemanfaatan 1 Lokasi 2014-2023 APBD dan APBN

Gerokgak 19 Pemanfaatan 1 Lokasi 2014-2023 APBD dan APBN

Sumberkima 19 Pemanfaatan 1 Lokasi 2014-2023 APBD dan APBN

Sumberklampok 19 Pemanfaatan 1 Lokasi 2014-2023 APBD dan APBN

Penginuman 19 Pemanfaatan 1 Lokasi 2014-2023 APBD dan APBN

b. Reboisasi dan rehabilitasi hutan

Antosari 11 dan

12 Seluruh Blok 1.800 Ha 2014-2023 APBD dan APBN

Page 118: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

V-5

No. Program/Kegiatan Lokasi

Vol Satuan Waktu

Pelaksanaan Sumber Dana Keterangan

RPH RTK BLOK

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Dapdap Putih 12 Seluruh Blok 7.280 Ha 2014-2023 APBD dan APBN

Pulukan

12 dan 19

Seluruh Blok 6.665 Ha 2014-2023 APBD dan APBN

Yehembang 19 Seluruh Blok 11.850 Ha 2014-2023 APBD dan APBN

Tegal Cangkring 19 Seluruh Blok 7.740 Ha 2014-2023 APBD dan APBN

Candi Kusuma 19 Seluruh Blok 7.080 Ha 2014-2023 APBD dan APBN

Penginuman 19 Seluruh Blok 2.600 Ha 2014-2023 APBD dan APBN

Sumberkelampok 19 Seluruh Blok 1.600 Ha 2014-2023 APBD dan APBN

Sumberkima 19 Seluruh Blok 6.650 Ha 2014-2023 APBD dan APBN

Gerokgak 19 Seluruh Blok 7.950 Ha 2014-2023 APBD dan APBN

Seririt 19 Seluruh Blok 5.900 Ha 2014-2023 APBD dan APBN

5. PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

a. Operasional Pamhut Seluruh RPH 11, 12 dan 19

Seluruh Blok 12 Paket 2014-2023 APBD dan APBN

b. Penanggulangan dan pengendalian kebakaran hutan

Seluruh RPH 11, 12 dan 19

Seluruh Blok 8 Paket 2014-2023 APBD dan APBN

c. Peningkatan Sapras Pamhut Seluruk RPH 11 Unit 2014-2023 APBD dan APBN Peta Kerja

50 Unit 2014-2023 APBD dan APBN HT

RPH RTK BLOK 2 Unit 2014-2023 APBD dan APBN Mobil Patroli

50 Unit 2014-2023 APBD dan APBN Sepeda Motor

10 Paket 2014-2023 APBD dan APBN Alat Kamhut

15 Unit 2014-2023 APBD dan APBN GPS

Page 119: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG …kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_BALI_BARAT.pdfuntuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna

V-6

No. Program/Kegiatan Lokasi

Vol Satuan Waktu

Pelaksanaan Sumber Dana Keterangan

RPH RTK BLOK

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

d. Bantuan dana Pamhut ke Desa Seluruk RPH 55 Desa 2014-2023 APBD dan APBN

e. Penyuluhan kehutanan Seluruk RPH 110 Desa / Dusun

2014-2023 APBD dan APBN