242
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BUOL DINAS KEHUTANAN UPTD KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) MODEL POGOGUL Jl. Syarif Mansyur No. 127 Telp. (0445) 211423 Kel. Leok II Kec. Biau Kab. Buol RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHP MODEL POGOGUL (UNIT I) DI KABUPATEN BUOL PROVINSI SULAWESI TENGAH DISUSUN OLEH : KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL POGOGUL BUOL, 2014

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANGkph.menlhk.go.id › sinpasdok › public › RPHJP › RPHJP_POGOGUL.pdfkegiatan pokok berupa pemanfaatan, pemberdayaan masyarakat, serta pelestarian

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BUOL

    DINAS KEHUTANAN UPTD KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP)

    MODEL POGOGUL

    Jl. Syarif Mansyur No. 127 Telp. (0445) 211423 Kel. Leok II Kec. Biau Kab. Buol

    RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG

    KPHP MODEL POGOGUL (UNIT I)

    DI KABUPATEN BUOL

    PROVINSI SULAWESI TENGAH

    DISUSUN OLEH : KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL POGOGUL

    BUOL, 2014

  • BUKU RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHP MODEL POGOGUL (UNIT I)

    Digandakan dan dijilid oleh : Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional IV

    Tahun 2014

  • Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul

    ii

    HALAMAN JUDUL

    BUKU RENCANA

    PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG

    KPHP MODEL POGOGUL DI KABUPATEN BUOL

    PROVINSI SULAWESI TENGAH

  • Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul

    iii

    LEMBAR PENGESAHAN

    PENYUSUNAN RENCANA

    PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG

    KPHP MODEL POGOGUL DI KABUPATEN BUOL

    PROVINSI SULAWESI TENGAH

    Buol, Mei2014

    Disusun Oleh :

    Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi

    Model Pogogul,

    ABRAM, SP., M.Si.

    NIP 19720404 199803 1 014

    Diketahui Oleh:

    Kepala Dinas Kehutanan

    Provinsi Sulawesi Tengah

    Ir. NAHARDI, MM

    Nip. 19621231 198703 1 006

    Kepala Dinas Kehutanan

    Kabupaten Buol,

    Ir. SURIANTO DJUMIRAN

    NIP. 19651229 199603 1 001

    Disahkan Oleh :

    An. MENTERI KEHUTANAN RI

    KEPALA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN REGIONAL IV,

    Dr. Ir. M. FIRMAN, M.For.Sc

    NIP. 19590225 198603 1 002

  • Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul

    iv

    RINGKASAN EKSEKUTIF

    Rencana Pengelolaan KPHP Pogogul yang akan menjadi acuan

    rencana pengelolaan jangka pendek, diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi produksi dan jasa sumberdaya hutan dan lingkungannya, baik produksi kayu, produksi bukan kayu, maupun jasa-jasa lingkungan, melalui kegiatan pokok berupa pemanfaatan, pemberdayaan masyarakat, serta pelestarian lingkungan yang merupakan satu kesatuan kegiatan. Dengan demikian, rencana pengelolaan jangka panjang ini diharapkan dapat memberi arah pengelolaan hutan dan kawasannya, yang melibatkan semua pihak dalam upaya pengembangan KPHP Pogogul di Provinsi Sulawesi Tengah.

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang KPHP Pogogul ini di dimaksudkan agar proses pembangunannya berjalan secara sistimatis dan terarah menuju pencapaian target pembangunan KPH.Tujuannyaadalah untuk memberikan arahan kegiatan pembangunan KPHP berupa rencana kelola berjangka 10 tahun, dan juga acuan bagi penyusunan rencana pengelolaan jangka pendek pembangunan KPHP.

    Rencanapengelolanuntuksepuluhtahunmendatangadalahdiarahkan pada pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi dan pemanfaatan hutan di kawasan hutan lindung. Pemanfaatan hutan pada hutan produksi meliputi: (a) Pemanfaatan kawasan; (b) Pemanfaatan jasa lingkungan; (c) Pemanfaatan hasil hutan kayu; (d) Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; (e) Pemungutan hasil hutan bukan kayu. Selanjutnya pemanfaatan hutan di kawasan hutan lindung meliputi: (a) Pemanfaatan kawasan; (b) Pemanfaatan jasa lingkungan; (c) Pemungutan hasil hutan bukan kayu.

    KPHP Pogogul terletak pada 120° 13’ 26,87” - 120° 47’ 05,17” BT dan 00° 33’ 29,48” - 01° 12’ 52,27” LU dan memiliki luas wilayah kelola kawasan± 187,544.27 Ha, terdiri atas: Hutan Lindung (HL) seluas 42.310,38 Ha dan Hutan Produksi HPT seluas 49,789.32 dan HP seluas 95.444,57 Ha.

    Selanjutnya masing-masing kawasan kelompok hutan di bagi kedalam blok pengelolaan yaitu: KH HL Bunobogu~Dondo terdiri dari blok inti hutan lindung seluas 606.01 Ha, seluas 208.79 Ha masuk dalam blok pemanfaatan hutan lindung. KH HL Buol terdiri dari blok inti hutan lindung seluas 20,145.28 Ha, seluas 9,653.87 Ha masuk dalam blok pemanfaatan hutan lindung. KH HL S. Bunobogu dan Paleleh blok inti hutan lindung seluas 11,337.20 Ha. KH HL Paleleh terdiri dari blok inti hutan lindung seluas 138.11 Ha, seluas 221.11 Ha masuk dalam blok pemanfaatan hutan lindung. KH HP Bunobogu~Dondo terdiri dari blok pemanfatan HHK HA pada hutan produksi seluas 24,972.51 Ha, seluas 1,227.99 Ha masuk dalam blok pemanfatan HHK HT pada hutan produksi, seluas 7,774.72 Ha masuk dalam blok pemberdayaan pada hutan produksi, seluas 291.20 Ha masuk dalam blok perlindungan pada hutan produksi, seluas 2,520.91 Ha masuk dalam blok pemanfaatan kawasan pada hutan produksi. KH HP Buol terdiri dari blok pemanfaatan HHK HA seluas 61,120.36 Ha, seluas 4,650.77 Ha blok pemanfaatan HHK HT, seluas 5,739.86 Ha blok pemberdayaan, seluas 15,165.19 Ha blok perlindungan, seluas 15,174.77 Ha blok pemanfaatan kawasan. KH HP S. Bunobogu dan Paleleh blok pemanfaatan HHK HA pada hutan produksi seluas 177.21 Ha. KH HP Paleleh terdiri dari blok pemanfaatan HHK HA pada hutan produksi seluas 1,810.73 Ha, seluas 871.55 Ha blok pemanfaatan HHK HT, seluas

  • Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul

    v

    1,875.97 Ha blok pemberdayaan, seluas 1,026.75 Ha blok perlindungan, seluas 783.39 Ha blok pemanfaatan kawasan.

    Dalam pelaksanaan pengelolaan/pemanfaatan wilayah kerja KPHP Pogogul selama sepuluh tahun kedepan, UPTD KPH ini perlu didukung sarana-prasarana perkantoran yang memadai, peningkatan SDM, serta pembiayaan yang memadai baik yang bersumber dari dana-dana APBD, APBN maupun dari hasil kerjasama kemitraan. Diharapkan selama jangka waktu pengelolaan periode sepuluh tahun pertama, KPH ini sudah dapat menjadi KPH yang mandiri dan dalam bentuk kelola keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

    Rencana kelola wilayah KPHP Pogogul berjangka sepuluh tahun ini memiliki peluang adanya rasionalisasi wilayah kelola, dan review rencana kelola minimal lima tahun.

    Rencana Pengelolaan KPHP Pogogul dengan durasi waktu sepuluh tahun kedepan, maka rencana kelola perlu segera ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana tahunan KPH.

  • Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul

    vi

    PETA SITUASI

    Lokasi KPHP Model Pogogul

  • Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul

    vii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya

    sehingga naskah LaporanPenyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka

    Panjang KPHP Pogogul (Unit I) di Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi

    Tengahyang dibiayai melalui sumber dana APBN Tahun 2013 pada BPKH Palu

    ini dapat diselesaikan.

    Dokumen perencanaan ini bertujuan untuk menyajikan maksud dan tujuan serta

    rencana-rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Pogogul. Disamping

    itu, dokumenini menyajikan rencana-rencana pembinaan, pengawasan dan

    pengendlian, serta rencana pemantauan, evaluasi dan pelaporan.

    Kepada semua pihak yang berpartisipasi mulai persiapan survei hingga

    tersusunnya dokumen perencanaan ini disampaikan banyak terima kasih. Secara

    khusus disampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Tim Pakar dari

    Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako atas segala ide dan masukan

    sehingga dokumen ini menjadi lebih bermakna dan aplikatif sesuai standar-

    standar ilmiah.

    Dokumen perencanaan ini menjadi salah satu acuanutama bagi UPTD KPHP

    Pogogul dalam pelaksanaan kegiatan di wilayah kerjanya.

    Demikian dokumen perencanaan ini disusun, semoga bermanfaat adanya.

    Buol, Mei 2014

    Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Pogogul Kabupaten Buol

    Provinsi Sulawesi Tengah,

    ABRAM SP, M.si.

    NIP. 19720404 1199803 1 014

  • Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul

    viii

  • Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul

    ix

    DAFTAR ISI

    Halaman Sampul ............... i Halaman Judul ............... ii Lembar Pengesahan ............... iii Ringkasan Eksekutif ............... iv Peta Situasi ................ vi Kata Pengantar ............... vii Daftar Isi ............... viii Daftar Tabel ............... x Daftar Gambar ............... xii Daftar Lampiran ............... xiii BAB I. PENDAHULUAN ............... I-1

    A. Latar Belakang B. Maksud dan Tujuan C. Sasaran D. Ruang Lingkup E. Batasan Pengertian

    ................

    ................

    ................

    ................

    ................

    I-1 I-3 I-4 I-4 I-5

    II. DESKRIPSI WILAYAH ............... II-1

    A. Risalah Wilayah KPH B. Potensi Wilayah KPH C. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya

    Masyarakat D. Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan

    Kawasan Hutan E. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan F. Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan

    ...............

    ...............

    ...............

    ..............

    ..............

    ..............

    II-1 II-6

    II-24

    II-41 II-42 II-47

    III. VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN ............... III-1

    ............... IV. ANALISIS DAN PROYEKSI ............... IV-1

    A. Analisis Data dan Informasi KPHP Model Pogogul

    ............... IV-1

    B. Proyeksi Pengelolaan Hutan KPHP Model Pogogul

    ............... IV-5

    V. RENCANA KEGIATAN ............... V-1

    A. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola dan Penataan Hutannya

    ............... V-2

    B.Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu ............... V-25 C. Rencana Pemberdayaan Masyarakat ............... V-59 D. Penyelenggaraan Rehabilitasi Pada Areal di

    Luar Ijin ............... V-78

    E. Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Reklamasi Pada pada Areal

    ............... V-80

  • Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul

    x

    Ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan

    F. Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

    ............... V-81

    G. Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi Antar Pemegang Ijin

    ............... V-86

    H. Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Stakeholder Terkait

    ............... V-87

    I. Penyediaaan dan Peningkatan Kapasitas SDM

    ............... V-88

    J. Penyediaan Pendanaan ............... V-94 K. Pengembangan Database ............... V-97 L. Rasionalisasi Wilayah Kelola ............... V-101 M. Review Rencana Pengelolaan (Minimal 5

    tahun sekali) ............... V-102

    N. Pengembangan Investasi ............... V-103

    VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

    ............... VI-1

    A. Pembinaan Aparat Teknis dan Aparat Terkait Pengelolaan KPHP

    ............... VI-1

    B. Pengawasan dan Pengendalian ............... VI-2

    VII. PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN ............... VII-1 A. Pengukuran Kinerja KPH ............... VII-1 B. Rencana Pemantauan, Evaluasi dan

    Pelaporan ............... VII-4

    VIII. PENUTUP ............... VIII-1

    LAMPIRAN ............... LP-1

  • Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul

    xi

    DAFTAR TABEL

    Nomor Teks Halaman

    2.1. Fungsi Kawasan Hutan di Wilayah KPHP Model Pogogul 2.2. Keadaan Penduduk Wilayah Kecamatan di KPHP Unit I

    ..........

    .......... II-2

    II-26 2.3. Tekanan Penduduk Terhadap Lahan Pertanian di KPHP

    Unit I .......... II-27

    2.4. Perhitungan Nilai LQ di Wilayah KPHP Unit I .......... II-29 2.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

    Penduduk di Wilayah KPHP Unit I .......... II-30

    2.6. Luas Ketersediaan Lahan Garapan Terhadap Jumlah Penduduk di Wilayah KPHP Unit I Kabupaten Buol

    .......... II-35

    2.7. Jenis dan Jumlah Sarana dan Prasarana Perekonomian di Wilayah KPHP Unit I

    .......... II-37

    2.8. Data Kelompok Tani RHL dalam Wilayah BPDAS Palu-Poso di Kabupaten Buol

    .......... II-39

    2.9. Kegiatan RHL di Kabupaten Buol .......... II-42 4.1. Matriks SWOT .......... IV-3 5.1. Bentuk Plot Contoh untuk Kelas Perusahaan Kayu Pulp .......... V-14 5.2. Bentuk Plot Contoh untuk Kelas Perusahaan Kayu

    Pertukangan .......... V-14

    5.3. Rencana Penataan Hutan di Wilayah KPHP Model Pogogul

    .......... V-18

    5.4. Rencana Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hutan Alam/Restorasi Ekosistim dalam Hutan Alam (UPHHK-HA/RE) pada Hutan Produksi di Wilayah Tertentu KPHP Model Pogogul Periode 2014-2023

    .......... V-27

    5.5. Rencana Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (UPHHK-HTI) pada Hutan Produksi di Wilayah KPHP Model Pogogul

    .......... V-39

    5.6. Tahapan Kegiatan TPTI pada IUPHHK .......... V-42 5.7. Lokasi Rencana Pemanfaatan Jasa Lingkungan di

    Wilayah KPHP Model Pogogul .......... V-51

    5.8. Rencana Kegiatan dan Tata Waktu Pelaksanaan Pada Lokasi Pemanfaatan Wilayah Tertentu Periode 2014-2023

    .......... V-58

    5.9. Lokasi Rencana Pengembangan HKm di Wilayah KPHP Pogogul

    .......... V-63

    5.10. Lokasi Rencana Pengembangan Hutan Desa (HD) di Wilayah KPHP Pogogul

    .......... V-64

    5.11. Rencana Rehabilitasi Hutan di Wilayah KPHP Pogogul .......... V-80 5.12. Jenis Kegiatan Perlindungan Hutan di Wilayah KPHP

    Model Pogogul .......... V-84

    5.13. Rencana Blok-blok Perlindungan Hutan di Wilayah KPHP Model Pogogul

    .......... V-85

    5.14. Sistim Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Stakeholder Terkait

    .......... V-88

    5.15. Daftar Fasilitas Sarana dan Prasarana UPTD KPHP .......... V-94

  • Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul

    xii

    Model Pogogul 5.16. Taksiran Pendapatan Nominal Unit Usaha Hutan

    Tanaman (Per Hektar) .......... V-110

    5.17. Tingkat Keuntungan Unit Usaha Hutan Tanaman (Per Hektar)

    ........... V-111

    5.18. Tingkat Keuntungan Nominal Unit Usaha Hutan Tanaman (Per Hektar)

    .......... V-112

    5.19. Rencana Pembiayaan dan Tata Waktu Pelaksanaan Pengelolaan Huta di Wilayah KPHP Model Pogogul

    .......... V-115

    5.20. Analisis Finansial Unit Usaha KPHP Model Pogogul Periode Tahun 2014-2023

    .......... V-120

    5.21. Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Hutan Tanaman untuk Jenis Kayu-kayuan 100% (Nyatoh/Palapi/ Cempaka/Jabon, dll) Per Hektar pada Kawasan Hutan Produksi; Populasi Tanaman 1.100 Btg/Ha

    .......... V-122

    5.22. Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Hutan Tanaman untuk Jenis Kayu-kayuan 90% (Nyatoh/Palapi/ Cempaka/Jabon, dll), dan 10% (Kemiri dll) Per Hektar pada Kawasan Hutan Produksi; Populasi Tanaman 400 Btg/Ha

    .......... V-123

    5.23. Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Hutan Tanaman untuk Jenis Kayu-kayuan 90% (Nyatoh/Palapi/ Cempaka/Jabon, dll), dan 10% (Kemiri dll) Per Hektar pada Kawasan Hutan Produksi; Populasi Tanaman 1.100 Btg/Ha

    .......... V-124

  • Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul

    xiii

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Teks Halaman

    2.1. Peta Zonasi Curah Hujan di Wilayah KPHP Unit I .......... II-7 2.2. Peta Kelas Lereng di Wilayah KPHP Unit I .......... II-17 2.3. Peta DAS Prioritas di Wilayah KPHP Unit I .......... II-18 2.4. Peta Penutupan Lahan di Wilayah KPHP Unit I .......... II-19 2.5. Peta Erosi di Wilayah KPHP Unit I .......... II-22 2.6. Peta Kekritisan Lahan di Wilayah KPHP Unit I .......... II-23 2.7. Peta Administrasi Kecamatan di Wilayah KPHP Unit I .......... II-25

  • Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul

    xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Teks Halaman

    1. Peta Blok Pengelolaan Hutan di Wilayah KPHP Model Pogogul

    ..........

    2. Peta Kawasan HutanKPHP Model Pogogul .......... 3. Peta Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan KPHP

    Model Pogogul ..........

    4. Peta TutupanLahan KPHP Model Pogogul .......... 5. Peta Sebaran Potensi dan Aksesibilitas KPHP Model

    Pogogul ..........

    6. Peta Kelerangan KPHP Model Pogogul .......... 7. Peta Jenis Tanah KPHP Model Pogogul .......... 8. Peta Geologi KPHP Model Pogogul .......... 9. Peta Lahan Kritis KPHP Model Pogogul .......... 10. Peta Daerah Aliran Sungai KPHP Model Pogogul .......... 11. Peta Curah Hujan KPHP Model Pogogul ..........

  • HALAMAN JUDUL

    RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG

    KPHP MODEL POGOGUL (UNIT I) DI KABUPATEN BUOL

    PROVINSI SULAWESI TENGAH

    Merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari :

    KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

    Nomor : SK. 5580/Menhut-II/Reg.4-1/2014

    Tanggal : 8 September 2014

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    I-1

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan

    Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut

    tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan

    Tahun 2010-2014, implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

    kelima yaitu Pemantapan Kawasan Hutan yang dilaksanakan melalui

    Program Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan dan Program Peningkatan

    Kualitas dan Akses Informasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup.

    Kegiatan‐kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan Program Pemantapan

    Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan adalah pengukuhan dan

    penatagunaan kawasan hutan dan pembentukan wilayah pengelolaan dan

    perubahan kawasan hutan dengan kegiatan utama pembangunan KPH.

    Terwujudnya organisasi pengelolaan hutan dalam bentuk KPH akan

    lebih mendorong implementasi desentralisasi yang nyata, optimalisasi akses

    masyarakat terhadap sumberdaya hutan sebagai salah satu jalan untuk

    resolusi konflik, kemudahan dan kepastian investasi, tertanganinya wilayah

    tertentu yang “belum ada” unit pengelolanya yaitu areal hutan yang belum

    dibebani ijin, serta upaya untuk meningkatkan keberhasilan rehabilitasi dan

    perlindungan hutan.

    KPH sebagai unit operasional pengelolaan hutan dengan luas yang

    dapat dikelola dan dikontrol secara efektif dan bertanggung jawab atas

    BAB

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    I-2

    pengelolaan hutan ditingkat tapak yang responsif terhadap kebutuhan dan

    kepentingan lokal. Salah satu bagian dari wujud pembentukan KPH adalah

    merupakan serangkaian proses perencanaan/penyusunan desain kawasan

    hutan, yang didasarkan atas fungsi pokok dan peruntukannya, dalam upaya

    mewujudkan pengelolaan hutan lestari. KPH menjadi bagian dari penguatan

    sistem pengurusan hutan nasional, provinsi dan kabupaten, yang

    pembentukannya ditujukan untuk menyediakan wadah bagi terselenggaranya

    kegiatan pengelolaan hutan secara efisien dan lestari.

    Berdasarkan data dari kementerian kehutanan sampai Agustus 2011

    Kemenhut telah mengeluarkan 23 Keputusan Menteri Kehutanan tentang

    Penetapan Wilayah KPH Provinsi di 23 provinsi. Terdapat 414 unit wilayah

    KPH dengan luas 57.905.008 ha, yang terdiri atas 252 unit KPH Produksi

    seluas 37.539.047 ha, 162 unit KPH Lindung seluas 20.365.961 ha.

    Dikeluarkan pula 20 Kepmenhut tentang Penetapan Wilayah KPH Konservasi

    dengan luas 2.073.273 ha, yang terdiri atas 20 Taman Nasional yang terletak

    pada 20 provinsi. Selain itu juga telah ditetapkan 41 Kepmenhut tentang

    Penetapan KPH Model dengan luas 4.926.989 ha yang terdapat pada 25

    provinsi (Agroindonesia 2011).

    Sehubungan dengan uraian di atas, Pemerintah telah menetapkan

    KPHP Model Pogoguldi Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah. KPHP ini

    terbentuk kelembagaannya tahun 2013 melalui Peraturan Bupati Buol.

    Sebagai KPHP yang baru tebentuk kelembagaannya, hingga saat ini belum

    memiliki dokumen perencanaan. Agar pembangunan KPHP Model

    Pogoguldapat berlangsung sesuai dengan target yang ditetapkan, diperlukan

    Rencana Pengelolaan Jangka Panjang sebagai pedoman pelaksanaan, yang

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    I-3

    sekaligus sebagai standar penilaian kinerja pembangunan KPH. Rencana

    Pengelolaan KPH Jangka Panjang yang dibuat, mengakomodir strategi dan

    kelayakan pengembangan pengelolaan hutan ditinjau dari aspek kelola

    kawasan, kelola hutan, dan penataan kelembagaan.

    Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogulyang akan menjadi acuan

    rencana pengelolaan jangka pendek, diarahkan untuk mengoptimalkan

    fungsi-fungsi produksi dan jasa sumberdaya hutan dan lingkungannya, baik

    produksi kayu, produksi bukan kayu, maupun jasa-jasa lingkungan, melalui

    kegiatan pokok berupa pemanfaatan, pemberdayaan masyarakat, serta

    pelestarian lingkungan yang merupakan satu kesatuan kegiatan. Dengan

    demikian, rencana pengelolaan jangka panjang ini diharapkan dapat memberi

    arah pengelolaan hutan dan kawasannya, yang melibatkan semua pihak

    dalam upaya pengembangan KPHP Model Pogoguldi Kabupaten Buol

    Provinsi Sulawesi Tengah.

    B. Maksud dan Tujuan

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang KPHP Model

    Pogoguldi Kabupaten Buoldimaksudkan agar proses pembangunannya

    berjalan secara sistimatis dan terarah menuju pencapaian target

    pembangunan KPH.

    Tujuan penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang KPHP

    Model Pogoguldi Kabupaten Buoladalah untuk memberikan arahan kegiatan

    pembangunan KPHPberupa rencana kelola berjangka 10 tahun, dan juga

    acuan bagi penyusunan rencana pengelolaan jangka pendek pembangunan

    KPH.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    I-4

    Melalui penyusunan Rencana PengelolaanKPHP Model

    Pogoguldiharapkan akan dihasilkan rencana-rencana yang dapat

    mendukung:

    a. Peningkatan mutu dan produktifitas sumberdaya hutan di KPHP.

    b. Peningkatan kontribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian daerah

    dan nasional serta pendapatan masyarakat.

    c. Peningkatan peranserta masyarakat secara aktif dalam menjaga

    kelestarian sumberdaya hutan.

    d. Peningkatan daya dukung DAS/sub DAS di wilayah KPHP.

    C. Sasaran

    Sasaran penyusunan rencana pengelolaan KPHP Model

    PogogulTahun Anggaran 2013adalah tersusunnya rencana pengelolaan

    hutan jangka panjang KPHP Model Pogoguldi Kabupaten Buol Provinsi

    Sulawesi Tengah.

    D. Ruang Lingkup

    Ruang lingkup rencana pengelolaan hutan jangka panjang di wilayah

    KPHP Model Pogoguldiuraikan sbb.:

    Rencana Kegiatan Pengelolaan Hutan berbasis hasil inventarisasi kondisi

    biogeofisik kawasan serta kondisi sosial ekonomi dan budaya wilayah

    KPHP periode tahun 2014-2023.

    Penjelasan mengenai kondisi sumberdaya hutan dan ekosistemnya yang

    akan dikelola, status dan alokasi lahan, batas areal, kondisi sosial

    ekonomi masyarakat, dan profil wilayah kecamatan yang berbatasan

    dengan areal KPHP.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    I-5

    Rencana kegiatan inventarisasi berkala wilayah kelola dan penataaan

    hutannya, pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, dan pemberdayaan

    masyarakat.

    Rencana kegiatan penyelenggaraan rehabilitasi hutan, perlindungan hutan

    dan konservasi alam.

    Pembinaan dan pemantauan ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan

    kawasan hutan, serta rehabilitasi dan reklamasi hutan.

    Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin, serta

    koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait.

    Penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM serta pendanaan.

    Pengembangan database.

    Rasionalisasi wilayah kelola.

    Review rencana pengelolaan (minimal 5 tahun sekali).

    Pengembangan investasi.

    E. Batasan Pengertian

    Kesatuan Pengelolaan Hutan yang selanjutnya disebut KPH adalah

    wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang

    dapat dikelola secara efisien dan lestari.

    Kesatuan Pengelolaan Hutan Model adalah wujud awal KPH yang secara

    bertahap dikembangkan menuju situasi dan kondisi aktual organisasi KPH

    di tingkat tapak.

    Organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi yang selanjutnya

    disebut KPHP adalah organisasi pengelolaan hutan produksi yang

    wilayahnya sebagian besar terdiri atas kawasan hutan produksi yang

    dikelola Pemerintah Daerah.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    I-6

    Sarana adalah barang atau benda bergerak yang dapat dipakai sebagai

    alat dalam pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi meliputi peralatan

    perkantoran, peralatan transportasi dan peralatan lainnya.

    Prasarana adalah barang atau benda tidak bergerak yang dapat

    menunjang atau mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi

    antara lain tanah, bangunan, ruang kantor.

    Fasilitasi sarana dan prasarana adalah bentuk dukungan Pemerintah

    kepada KPHL dan KPHP berupa sarana dan prasarana.

    Pengurusan Hutan adalah kegiatan penyelenggaran hutan yang meliputi

    perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan

    pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan dan

    pengawasan.

    Perencanaan adalah suatu proses penentuan tindakan-tindakan masa

    depan yang tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan

    sumberdaya yang tersedia untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

    Perencanaan Kehutanan adalah proses penetapan tujuan, penentuan

    kegiatan dan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan lestari

    untuk memberikan pedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan

    penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

    yang berkeadilan dan berkelanjutan.

    Rencana Kehutanan adalah produk perencanaan kehutanan yang

    dituangkan dalam bentuk dokumen rencana spasial dan numerik serta

    disusun menurut skala geografis, fungsi pokok kawasan hutan dan jenis-

    jenis pengelolaannya serta dalam jangka waktu pelaksanaan dan dalam

    penyusunannya telah memperhatikan tata ruang wilayah dan kebijakan

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    I-7

    prioritas pembangunan yang terdiri dari rencana kawasan hutan dan

    rencana pembangunan kehutanan.

    Rencana Pengelolaan Hutan adalah rencana pada kesatuan pengelolaan

    hutan yang memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun jangka

    panjang dan pendek, disusun berdasarkan hasil tata hutan dan rencana

    kehutanan, dan memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya

    masyarakat serta kondisi lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan

    hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal

    dan lestari.

    Tata Hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan,

    mencakup kegiatan pengelompokan sumberdaya hutan sesuai tipe

    ekosistem dan potensiyang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk

    memperoleh manfaat sebesarbesarnya bagi masyarakat secara lestari.

    Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan

    penyusunan rencana pengelolaan hutan; pemanfaatan hutan;

    penggunaan kawasan hutan; rehabilitasi dan reklamasi hutan;

    perlindungan hutan dan konservasi alam.

    Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,

    memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan

    bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara

    optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga

    kelestariannya.

    Penggunaan kawasan hutan merupakan penggunaan untuk kepentingan

    pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok

    kawasan hutan.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    I-8

    Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan,

    mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga

    daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem

    penyangga kehidupan tetap terjaga.

    Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan

    kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara

    optimal sesuai dengan peruntukannya.

    Lahan Kritis adalah lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan

    hutan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau

    berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan.

    Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah

    daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungai

    yang bersifat menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal

    dari curah hujan ke danau atau laut secara alami yang batas di darat

    merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah

    perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

    Tata Air DAS adalah hubungan kesatuan individual unsur-unsur hidrologis

    yang meliputi hujan, aliran sungai, peresapan dan evapotranspirasi dan

    unsur lainnya yang mempengaruhi neraca air suatu DAS.

    Reboisasi adalah upaya pembuatan tananam jenis pohon hutan pada

    kawasan hutan rusak yang berupa lahan kosong/terbuka, alang-alang

    atau semak belukar dan hutan rawang untuk mengembalikan fungsi hutan.

    Penanaman pengkayaan reboisasi adalah kegiatan penambahan anakan

    pohon pada areal hutan rawang yang memiliki tegakan berupa anakan,

    pancang, tiang dan pohon 200-400 batang/ha, dengan maksud untuk

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    I-9

    meningkatkan nilai tegakan hutan baik kualitas maupun kuantitas sesuai

    fungsinya.

    Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama

    melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya

    alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna

    kepentingan pembanguan berkelanjutan.

    Konservasi tanah adalah upaya penempatan setiap bidang lahan pada

    penggunaan (secara vegetatif dan/atau sipil teknik) yang sesuai dengan

    kemampuan lahan tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan

    syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah sehingga

    dapat mendukung kehidupan secara lestari.

    Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi

    kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh

    perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan

    penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara,

    masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan,

    investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

    Tata Batas dalam wilayah KPH adalah melakukan penataan batas dalam

    wilayah kelola KPH berdasarkan pembagian Blok dan petak.

    Inventarisasi hutan adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk

    mengetahui keadaan dan potensi sumber daya hutan serta lingkungannya

    secara lengkap.

    Blok adalah bagian wilayah KPH yang dibuat relatif permanen untuk

    meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    I-10

    Petak adalah bagian dari blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit

    usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan atau

    silvikultur yang sama.

    Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum

    menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan usaha pemanfaatannya.

    Evaluasi adalah suatu proses untuk mengukur pencapaian suatu tujuan

    tertentu yang telah ditetapkan serta dilakukan secara sistematik dan

    teratur, hasilnya digunakan sebagai umpan balik untuk perbaikan

    pelaksanaan perencanaan selanjutnya.

    Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,

    memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan

    bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara

    optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga

    kelestariannya.

    Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang

    tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan

    manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi

    utamanya.

    Pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan

    potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan

    mengurangi fungsi utamanya.

    Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan

    mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan

    dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    I-11

    Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk

    memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu

    dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi

    pokoknya.

    Pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu adalah kegiatan untuk

    mengambil hasil hutan baik berupa kayu dan/atau bukan kayu dengan

    batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu.

    Izin pemanfaatan hutan adalah izin yang diterbitkan oleh pejabat yang

    berwenang yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha

    pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu

    dan/atau bukan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan/atau

    bukan kayu pada areal hutan yang telah ditentukan.

    Izin usaha pemanfaatan kawasan yang selanjutnya disingkat IUPK adalah

    izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan kawasan pada hutan

    lindung dan/atau hutan produksi.

    Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan yang selanjutnya disingkat IUPJL

    adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan jasa lingkungan

    pada hutan lindung dan/atau hutan produksi.

    Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang selanjutnya disingkat

    IUPHHK dan/atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang

    selanjutnya disebut IUPHHBK adalah izin usaha yang diberikan untuk

    memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan/atau bukan kayu dalam hutan

    alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan,

    pengayaan, pemeliharaan dan pemasaran.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    I-12

    IUPHHK restorasi ekosistem dalam hutan alam adalah izin usaha yang

    diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan

    produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan

    fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan

    dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan,

    penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk

    mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati

    (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli,

    sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.

    IUPHHK dan/atau IUPHHBK dalam hutan tanaman adalah izin usaha

    yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan/atau

    bukan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan

    penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan,

    dan pemasaran.

    Izin pemungutan hasil hutan kayu yang selanjutnya disingkat IPHHK

    adalah izin untuk mengambil hasil hutan berupa kayu pada hutan produksi

    melalui kegiatan pemanenan, pengangkutan, dan pemasaran untuk

    jangka waktu dan volume tertentu.

    Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu yang selanjutnya disingkat

    IPHHBK adalah izin untuk mengambil hasil hutan berupa bukan kayu pada

    hutan lindung dan/atau hutan produksi antara lain berupa rotan, madu,

    buah-buahan, getah-getahan, tanaman obat-obatan, untuk jangka waktu

    dan volume tertentu.

    Hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan

    tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    I-13

    kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi

    dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan

    baku industri hasil hutan.

    Hutan tanaman rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan

    tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat

    untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan

    menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya

    hutan.

    Hutan tanaman hasil rehabilitasi yang selanjutnya disingkat HTHR adalah

    hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun melalui kegiatan

    merehabilitasi lahan dan hutan pada kawasan hutan produksi untuk

    memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan dan hutan

    dalam rangka mempertahankan daya dukung, produktivitas dan

    peranannya sebagai sistem penyangga kehidupan.

    Sistem silvikultur adalah sistem budidaya hutan atau sistem teknik

    bercocok tanaman hutan mulai dari memilih benih atau bibit, menyemai,

    menanam, memelihara tanaman dan memanen.

    Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas

    tanah.

    Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya

    ditujukan untuk memberdayakan masyarakat.

    Hutan desa adalah hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang

    dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    I-14

    Iuran izin usaha pemanfaatan hutan yang selanjutnya disingkat IIUPH

    adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin usaha

    pemanfaatan hutan atas suatu kawasan hutan tertentu.

    Provisi sumber daya hutan yang selanjutnya disingkat PSDH adalah

    pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin sebagai pengganti nilai

    intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara.

    Dana reboisasi yang selanjutnya disingkat DR adalah dana yang dipungut

    dari pemegang IUPHHK dalam hutan alam pada hutan produksi untuk

    mereboisasi dan merehabilitasi hutan.

    Perorangan adalah Warga Negara Republik Indonesia yang cakap

    bertindak menurut hukum.

    Surat keterangan sahnya hasil hutan adalah dokumen-dokumen yang

    merupakan bukti legalitas hasil hutan pada setiap segmen kegiatan dalam

    penatausahaan hasil hutan.

    Industri primer hasil hutan kayu adalah pengolahan kayu bulat dan/atau

    kayu bahan baku serpih menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.

    Industri primer hasil hutan bukan kayu adalah pengolahan hasil hutan

    berupa bukan kayu menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.

    Pengendalian adalah suatu proses atau upaya untuk mengurangi atau

    menekan penyimpangan yang mungkin terjadi, sehingga diperoleh suatu

    hasil sesuai dengan yang telah ditetapkan melalui pemantauan,

    pengawasan dan penilaian kegiatan.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-1

    DESKRIPSI KAWASAN

    A. Risalah Wilayah KPH

    1. Letak dan Luas

    Secara geografis wilayah KPHP Model Pogogul terletak pada 120° 13’

    26,87” - 120° 47’ 05,17” BT dan 00° 33’ 29,48” - 01° 12’ 52,27” LU. Wilayah

    KPHP Model Pogogul secara administrasi termasuk ke dalam Kabupaten

    Buol yang tersebar di 11 (sebelas) Kecamatan yaitu Kecamatan Lakea,

    Kecamatan Bokat, Kecamatan Bukal, Kecamatan Bunobogu, Kecamatan

    Gadung, Kecamatan Karamat, Kecamatan Lipunoto, Kecamatan Momunu,

    Kecamatan Paleleh, Kecamatan Paleleh Barat, dan Kecamatan Tiloan.

    Luas wilayah KPHP Model Pogogul berdasarkan Keputusan Menteri

    Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.756/Menhut-II/2012 tanggal 26

    Desember 2012 seluas ± 199.534 Ha. Merujuk pada peta lampiran SK

    tersebut, wilayah KPHP Model Pogogul berada pada wilayah Kabupaten

    Buol. Kedua berkas landasan hukum KPHP Model Pogogul ini tidak selaras,

    karena konsideran SK menyatakan sebagai KPH kabupaten, tetapi peta

    lampirannya mengisyaratkan sebagai KPH lintas.

    Berdasarkan Laporan Penyiapan Penetapan Kelembagaan Kesatuan

    Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Unit I, Kabupaten Buol Provinsi

    Sulawesi Tengah (Anonim, 2012), disarankan bahwa wilayah KPHP Model

    Pogogul yang berada di wilayah administrasi Kabupaten Tolitoli dikeluarkan

    dan digabung ke wilayah KPHP Unit II. Hal ini berdasarkan hasil analisis

    SWOT dengan pertimbangan utama pada efisiensi dan efektifitas

    BAB

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-2

    kelembagaan KPH. Dengan mempertimbangkan batas administrasi tersebut,

    luas wilayah KPHP Model Pogogul setelah dideliniasi ulang adalah 190.520

    Ha. Luas inilah yang digunakan dalam penyusunan Tata Hutan dan Rencana

    Pengelolaan KPHP Model Pogogul. Senada dengan hal tersebut, perubahan

    luas wilayah ini telah diusulkan Pemerintah Kabupaten Buol ke Menteri

    Kehutanan untuk ditetapkan melalui Surat Bupati Buol Nomor:

    522.13/16.51/Dishut tanggal 31 Agustus 2013 (Surat Terlampir).

    Seiring dengan ditetapkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan

    Nomor SK.635/Menhut-II/2013 tanggal 24 September 2013 tentang

    Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan,

    Perubahan Fungsi Kawasan Hutan , dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan

    Menjadi Kawasan Hutan di Propinsi Sulawesi Tengah, luas KPHP Model

    Pogogul setelah disesuaikan dengan SK Menhut tersebut menjadi±

    187.544,27 Ha.

    Adapun rincian masing-masing unit diuraikan sbb.:Hutan Lindung (HL)

    seluas 42,310.38ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas49,789.32ha, dan

    Hutan Produksi (HP) seluas 95,444.57ha.Lebih jelasnya dapat dilihat pada

    Tabel 2.1 berikut.:

    Tabel 2.1 Fungsi Kawasan Hutan di Wilayah KPHP Model Pogogul

    No. Fungsi Hutan Luas (Ha) Persentase (%)

    1 Hutan Lindung (HL) 42.310,38 22,56

    2 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 49.789,32 26,55

    3 Hutan Produksi (HP) 95.444,57 50,89

    Jumlah 187,544.27 100

    Sumber: BPKH WilayahX VI Palu, 2013

    2. Aksesibilitas Kawasan

    Lokasi PHP Model Pogogul di Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi

    Tengah pada sebelas wilayah kecamatan yaitu: Kecamatan Lakea,

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-3

    Kecamatan Biau, Kecamatan Karamat, Kecamatan Momunu, Kecamatan

    Tiloan, Kecamatan Bokat, Kecamatan Bukal, Kecamatan Bunobogu,

    Kecamatan Gadung, Kecamatan Paleleh, dan Kecamatan Paleleh Barat.

    Aksesibilitas Kawasan Wilayah KPHP Model Pogogul belum cukup

    memadai sehingga arus transportasi antar desa dalam wilayah kecamatan

    maupun dari dan menuju desa di kecamatan yang lainnya masih sulit. Di

    samping itu sarana penunjang berupa jembatan juga belum memadai untuk

    melintasi wilayah ini. Dengan demikian keterjangkauan wilayah KPHP belum

    cukup memadai dijangkau hingga pada batas-batas luar kawasan hutan.

    3. Batas-batas KPH

    KPHP Model Pogogul,memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

    � Sebelah utara: berbatasan dengan kawasan APL di wilayah Kecamatan

    Paleleh s.d. Kecamatan Biu Kabupaten Buol.

    � Sebelah timur: berbatasan dengan kawasan APL Desa Umu Kecamatan

    Paleleh Kabupaten Buol.

    � Sebelah selatan: berbatasan dengan KPHL Unit III Kabupaten Parigi

    Moutong dan Provinsi Gorontalo.

    � Sebelah barat: berbatasan dengan KPHP Unit II Kabupaten Tolitoli.

    4. Sejarah Wilayah KPH

    KPHP Unit I yang terletak di wilayah Kabupaten Buol dan Kabupaten

    Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah terbentuk sesuai Surat Keputusan

    Menteri Kehutanan No. SK.79/MENHUT-II/2010 Tanggal 10 Februari

    2010 Tentang Penetapan Wilayah Pengelolaan KPHL dan KPHP Provinsi

    Sulawesi Tengah.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-4

    Berdasarkan sejarah pengelolaan hutan, wilayah KPHP Unit I pernah

    dikelola oleh HPH PT. PT. Regasia Jaya Nusantara hingga awal tahun

    1990-an seluas 71.700 Ha. Selanjutnya mulai tahun 2000 PT. Inhutani I

    diserahi tugas oleh Departemen Kehutanan untuk melakukan rehabilitasi

    dan pengamanan Eks HPH tersebut. Pada tahun 2000, PT. Inhutani I

    memperoleh surat rekomendasi dari Bupati Kepala Dati II Buol Tolitoli No.

    522/1296/Tapem tgl 1 Maret 2000 untuk ditetapkan sebagai areal HPH

    PT Inhutani I.

    5. Pembagian Blok Wilayah KPH

    Sesuai dengan Permenhut Nomor P.6/Menhut-II/2010 serta mengacu

    pada Peraturan Dirjen Planologi Kehutanan Nomor P.5/VII-WP3H/2012 serta

    kondisi wilayah KPHPModel Pogogul secara garis besar, blok-blok

    pengelolaan dibagi menjadi empat blok yaitu blok inti, blok perlindungan, blok

    pemanfaatan dan blok pemberdayaan masyarakat. Blok yang direncanakan

    adalah bagian wilayah KPH yang dibuat relatif permanen untuk meningkatkan

    efektifitas dan efisiensi pengelolaan.Selanjutnya berdasarkan blok-blok

    tersebut, dibagi lagi menjadi petak-petak pengelolaan.

    Petak adalah bagian dari blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit

    usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan atau

    silvikultur yang sama. Dengan demikian, pembagian petak diarahkan sesuai

    dengan peruntukan berdasarkan identifikasi lokasi dan potensi wilayah

    tertentu, antara lain: (a).wilayah yang akan diberikan izin, dan (b).wilayah

    untuk pemberdayaan masyarakat.

    Memperhatikan kondisi kawasan KPHP Model Pogogul yang terbagi

    atas tiga fungsi kawasan yaitu hutan lindung (HL), hutan produksi terbatas

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-5

    (HPT) dan hutan produksi tetap (HP) maka dalam penyusunan rencana

    pengelolaan jangka panjang diarahkan pada pemanfaatan kawasan hutan,

    penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, pemungutan

    hasil hutan bukan kayu serta pemberdayaan masyarakat.

    Wilayah KPHP Model Pogogul yang sebahagian kawasan menjadi

    daerah tangkapan air bagi wilayah bawahannya berupa daerah irigasi

    pertanian serta memperhatikan kepentingan masyarakatdan pembangunan

    wilayah maka kawasan hutan lindung dengan luas 42.310,37Ha dibagi

    kedalam dua blok yaitu blok inti, dan blok pemanfaatan.Selanjutnya pada

    kawasan hutan produksi (HPT dan HP)seluas 145.233,89Ha dibagi kedalam

    lima blok yaitu blok perlindungan, blok pemanfaatan kawasan, blok

    pemanfaatan HHK-HA, blok pemanfaatan HHK-HT dan blok pemberdayaan

    masyarakat. Adapun pembagian blok dan petak pengelolaan kawasan hutan

    wilayah KPHP Model Pogogul disajikan pada peta penataan hutan.

    Adapun blok/petak pengelolaan hutan diuraikan sbb.;

    1. Blok inti pada hutan lindung: Blok ini dapat difungsikan sebagai

    perlindungan tata air dan perlindungan lainnya. Penetapan blok inti

    didasarkan pada pertimbangan bahwa lokasi HL ini sulit untuk

    dimanfaatkan dan apabila dimanfaatkan akan membahayakan daerah

    bawahannya.

    2. Blok Perlindungan pada hutan produksi: Blok ini direkomendasikan untuk

    perlindungan tata air dan perlindungan lainnya. Blok ini direncanakan pula

    untuk tidak dimanfaatkan, kecuali untuk pemanfaatan jasa lingkungan

    berupa pengelolaan jasa aliran air. Disamping itu, pertimbangan lain

    penetapan blok perlindungan pada hutan produksi adalah untuk

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-6

    memberikan kesempatan pada hutan alam dalam meregenerasi dirinya

    secara alami dalam jangka waktu 10 tahun kedepan.

    3. Blok Pemanfaatan pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung

    Blok pemanfaatan pada hutan produksi diarahkan pada pemanfaatan hasil

    hutan kayu dalam hutan tanaman (HHK-HT), pemanfaatan hasil hutan

    kayu dalam hutan alam dalam bentuk/sistem restorasi ekosistem (HHK-

    RE), pemanfaatan jasa lingkungan seperti wisata alam/hutan, jasa aliran

    air, dan jasa karbon. Pada hutan lindung, pemanfaatan hutan diarahkan

    pada pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam (HHBK-HA)

    seperti pemungutan rotan, getah, lebah madu, buah/biji.

    4. Blok Pemberdayaan Masyarakat

    Blok pemberdayaan masyarakat ini diarahkan pada pembangunan/

    pengembangan hutan kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), dan

    Hutan Tanaman Rakyat (HTR), baik hasil hutan kayu maupun hasil hutan

    bukan kayu.

    6. Pembagian Blok Pada Wilayah Tertentu

    1. Blok Pemanfaatan pada Hutan Produksi

    Penerapan pendekatan pemanfatan hasil hutan alam (HHK-HA) pada

    hutan produksi diarahkan pada tutupan vegetasi hutan primer dan hutan

    sekunder rapat sedangkan pemanfaatan hasil hutan dengan restorasi

    ekosistem dalam hutan alam (HHK-RE) diarahkan pada tutupan vegetasi

    hutan kerapatan rendah dan sedang pada hutan produksi. Hal tersebut

    dimaksudkan untuk memprakondisikan situasi sosial ke arah yang lebih

    kondusif di sekitar wilayah KPH guna mencegah terjadinya konflik baru

    antara pengelola KPH dengan masyarakat sekitarnya. Izin Usaha

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-7

    Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem Dalam Hutan

    Alamyang selanjutnya disebut IUPHHK-RE adalah izin usaha yang

    diberikan untukmembangun kawasan dalam hutan alam pada hutan

    produksi yang memilikiekosistem penting sehingga dapat dipertahankan

    fungsi dan keterwakilannya melaluikegiatan pemeliharaan, perlindungan

    dan pemulihan ekosistem hutan termasukpenanaman, pengayaan,

    penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora danfauna untuk

    mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non

    hayati(tanah, iklim dan topografi). Sedangakan Izin usaha pemanfaatan hasil

    hutan kayu Hutan Tanaman/Hutan Tanaman Industri yang selanjutnya disingkat

    IUPHHK-HT/HTI adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil

    hutanberupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan,

    pembibitan,penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.

    2. Blok Pemanfaatan pada Hutan Lindung

    Blok Pemanfaatan pada hutan lindung dimaksudkan dalam rangka

    Penyelenggaraan usaha pemanfaatan jasa lingkungan serta Pemanfaatan

    atau pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) pada hutan lindung. di

    wilayah KPHP Model Pogogulpemanfaatan jasa lingkungandikelompokkan

    kedalam empat jenis, yaitu kelompok jenis jasa wisata alam (WA), jenis

    jasa aliran air (JAL), dan jenis jasa penyerapan/penyimpanan karbon

    (RAP- KARBON dan/atau PAN-KARBON) serta area riset/penelitian

    habitat alamnya.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-8

    B. Potensi Wilayah KPH

    1. Iklim

    Wilayah KPHP Unit I dipengaruhi oleh dua musim yang tetap yakni

    musim Barat dan musim Timur dengan iklim tropis. Dari hasil analisis Peta

    Curah Hujan RTkRHL BPDAS Palu Poso Tahun 2009, curah hujan rata-rata

    tahunan di wilayah KPHP Unit XVI berkisar 1.800 – 2.800 mm/tahun. Curah

    dominan berkisar 2.000 - 2.600 mm/tahun.

    Gambar 2.1. Peta Zonasi Curah Hujan di Wilayah KPHP Unit I

    Dari hasil analisis data curah hujan dan hari hujan Kabupaten Buol

    periode tahun 2002-2007 diketahui bahwa curah hujan rata-rata tahunan

    mencapai 1.920,43 mm/thn. Jumlah bulan basah sebanyak 11 bulan dan

    bulan kering 0 bulan. Dengan demikian tipe iklim berdasarkan klasifikasi

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-9

    Smith dan Ferguson adalah termasuk dalam tipe iklim A. Selanjutnya

    berdasarkan data curah hujan Tahun 2007 diketahui jumlah hari hujan

    sebanyak 126 hh atau rata-rata 10 hh. Rata-rata curah hujan selama tahun

    2007 adalah 187 mm/bulan, yang mana curah hujan tertinggi terjadi pada

    bulan April (430 mm) dan terendah terjadi pada bulan September (45 mm).

    Suhu udara maksimum rata-rata tertinggi di wilayah Buol dan

    sekitarnya adalah 32,45 0C pada bulan Mei dan suhu udara minimum rata-

    rata terendah adalah 23,53 0C dibulan Februari.

    Kelembaban udara rata-rata bulanan juga bervariasi, tertinggi adalah

    88,00% yang terjadi pada bulan September dengan kelembaban udara rata-

    rata terendah sebesar 82,00% yang terjadi pada bulan Oktober.

    5. Geologi, Tanah dan Geomorfologi

    Geologi:

    Berdasarkan peta Geologi Bersistem Indonesia skala 1:250.000,

    wilayah Kabupaten Buol termasuk dalam Mendala Geologi Sulawesi Barat.

    Dari sisi kompleksitas struktur geologi, bagian timur wilayah ini relatif lebih

    terpengaruhi secara tektonik dibanding bagian baratnya. Di bagian timur,

    sesar-sesar vertikal dengan dua arah utama yaitu tenggara-barat laut dan

    timur laut-barat daya. Disamping itu, terdapat sesar-sesar dekstral di

    Pegunungan Paleleh dan G. Tentalomatinan. Adapun bagian timur Buol,

    gejala struktur relatif tidak dominan, hanya terdapat dua struktur utama, yaitu

    sesar sungkup di barat Momunu dan sesar vertikal di sebelah barat Leok.

    Struktur geologi lainnya yang dijumpai adalah lipatan antiklin dan kekar-kekar

    yang banyak terdapat pada seluruh formasi batuan yang ada di wilayah ini.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-10

    Secara regional, berdasarkan Peta Geologi dan Potensi Bahan Galian

    Provinsi Sulawesi Tengah, skala 1 : 750.000 (Tahun 1995) satuan batuan

    yang menyusun geologi Kabupaten Buol terdiri atas:

    Formasi Tinombo: Litologi penyusun formasi ini berupa lava basal,

    basal spilitan, lava andesit, breksi gunung api, batupasir wake, batulanau,

    patupasir hijau, batugamping merah, batugamping kelabu dan batuan

    termetamorfosa lemah. Di Kabupaten Buol satuan ini terdapat di bagian

    selatan dengan arah memanjang relatif timur-barat relatif pada wilayah batas

    dengan kabupaten lain. Umur formasi ini diduga Eosen-Oligosen, dengan

    tebal formasi lebih dari 500 m.

    Batuan Vulkanik: Batuan gunung api umumnya bersifat andesitik,

    tersebar di banyak tempat namun tidak meluas. Ukuran kristal batuannya

    umumnya halus. Juga terdapat batuan lain berupa lava, breksi andesit dan

    basal. Sebarannya antara lain Momunu bagian barat dan selatan, sebelah

    barat Leok dan sebelah selatan Bokat yang merupakan batas dengan

    kabupaten/propinsi lain. Sebaran batuan ini masih meluas ke arah barat

    (Tolitoli) dan menyebar luas di selatan (Parigi Moutong). Satuan ini

    diperkirakan menjemari dengan Formasi Tinombo. Berumur Eosen -

    Oligosen.

    Diorit Bone: Merupakan batuan beku menengah, terdiri dari diorit,

    diorit kwarsa, granodiorit dan andesit. Penyebaran batuan ini relatif sempit

    setempat-setempat. Penyebaran terluas di Kabupaten Buol kurang dari 600

    ha. Umur batuan diperkirakan Miosen Awal sampai Miosen Tengah.

    Diorit Boliohuto: Terdiri dari diorit dan granodiorit dan tergolong dalam

    jenis batuan beku dalam yang bersifat menengah sampai asam. Di

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-11

    Kabupaten Buol batuan ini hanya terdapat di sekitar G. Tentolomatinan

    sebelah selatan Lokodako. Umur batuan adalah Miosen Tengah sampai

    Miosen Atas.

    Formasi Dolokapa: Litologi terdiri dari batupasir wake, batulanau,

    batulumpur, kongtomerat, tufa, tufa lapili, aglomerat, breksi vulkanik dan lava

    yang bersifat andesit serta basal. Penyebaran formasi ini relatif luas, relatif

    memanjang dari sebelah selatan Momunu dan Mopu ke arah ke arah timur

    laut sampai mencapai daerah Paleleh. Umur formasi adalah Miosen Tengah-

    Miosen Atas.

    Breksi Wobudu: Merupakan batuan vulkanik, terdirl dari breksi

    vulkanik, aglomerat, tufa, tufa lapili dan lava yang bersifat andesit sampai

    basal. Penyebarannya di bagian selatan Bunobogu dan wilayah yang luas

    sepanjang pegunungan Peleleh ke arah timur laut, yaitu G. Tentolomatinan

    dan G. Boondalo. Umur batuan diperkirakan Pliosen.

    Molase Celebes Sarasin dan Sarasin (Formasi Lokodidi): Formasi ini

    terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau dan batulempung, batugamping

    koral, tufa, serpih hitam dan napal. Sebagian batuan ini mengeras lemah,

    terutama batugamping dan batulempung gampingan. Secara regional,

    formasi ini tersebar tuas di Provinsi Sulawesi Tengah dan di wilayah

    Kabupaten Buol formasi ini merupakan penyusun utama wilayah Bakat,

    Momunu dan Mopu. Penyebaran setempat-setempat di Bunobogu, Taang,

    Tunggulo dan Bungalon di pesisir pantai utara. Umur formasi ini adalah

    Pliosen - Pleistosen.

    Batugamping Terumbu: Batugamping koral merupakan penyusun

    utama satuan batuan ini. Penyebaran terluas terdapat di pesisir utara Buol,

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-12

    yaitu Monolipo, Busak, Mokupo, Leok, Kasenangan, Lamolan sampai ke

    bagian utara Momunu. Penyebaran setempat-setempat dijumpai sepanjang

    pantai dari Tamit sampai Paleleh. Umur formasi Pleistosen-Holosen.

    Aluvium: Terdiri dari material pasir, lempung, lanau, lumpur, kerikil dan

    kerakal. Endapan terluas terdapat di dataran Kota Buol yang melebar ke arah

    Leok, Lamolan, Bokat dan Momunu terutarna dataran banjir S. Momunu.

    Tebal satuan beberapa meter sampai puluhan meter.

    Tanah:

    Tanah adalah hasil alih rupa (transformasi) bahan mineral dan bahan

    organik yang terjadi pada muka dataran dibawah pengaruh faktor-faktor

    lingkungan yang berlangsung selama jangka waktu yang sangat panjang, dan

    hasilnya itu berbentuk suatu tubuh dengan organisasi dan morfologi tertentu

    yang berbeda jelas dengan organisasi dan morfologi tubuh alam yang lain.

    Tanah dan landscape terus mengalami perubahan, baik secara fisik,

    kimiawi maupun biologis. Disamping itu tanah dapat berfungsi sebagai

    penerima, pengubah dan pancaran energi. Dalam proses pembentukannya

    tanah disuatu daerah dipengaruhi oleh (1) bahan induk, (2) topografi, (3) iklim,

    (4) organisme, dan waktu. Komposisi dari masing-masing faktor tersebut

    dapat menghasilkan jenis dan tingkat kesuburan tanah yang beragam.

    Disamping faktor tersebut di atas, sifat-sifat tanah disuatu daerah

    dipengaruhi oleh cara pengolahan dan pemanfaatannya. Tanah yang selalu

    dimanfaatkan untuk lahan sawah umumnya menunjukkan ciri-ciri khusus,

    seperti berwarna kelabu (gley). Keadaan ini diakibatkan oleh tidak

    sempurnanya proses oksidasi reduksi tanah.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-13

    Tanah-tanah di wilayah Kabupaten Buol terbentuk dari bahan induk

    yang bervariasi, antara lain batu gamping, estuarim marine, napal, batu

    karang, andesit, endapan, kipas aluvial, tuft, batu pasir, batu kapur, aluvium

    muda, endapan sungai, campuran endapan muara dan endapan laut. Dengan

    demikian tingkat perkembangan tanah yang ada di lapangan juga agak

    bervariasi.

    Pada daerah yang dilalui oleh jalur aliran sungai, tanah yang terbentuk

    mempunyai tingkat perkembangan sedang (muda). Hal itu erat kaitannya

    dengan proses pengendapan bahan tanah yang terus berlangsung secara

    berkala. Sedangkan pada daerah yang jauh dari sungai, terutama

    diperbukitan atau didataran berombak, tingkat perkembangan daerah itu agak

    lanjut, hal itu disebabkan oleh proses erosi dan tingkat pengolahan tanah

    terus berlangsung.

    Berdasarkan data FAO/UNESCO/Soil Survey Staff (1968), penyebaran

    jenis di wilayah Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah jenis tanah yang

    ada berdasarkan sistem soil taksonomi (Soil Survei Staff USDA,

    1999),ditemukan tiga order utama tanah diantaranya adalah Entisols,

    Inceptisols, dan Mollisols. Entisols menempati wilayah pesisir dengan variasi

    sifat-sifat kimia tanah yang cukup beragam, sedangkan Inceptisols dan

    Mollisols penyebarannya sempit dengan variasi sifat-sifat tanah yang relatif

    kecil.

    Selanjutnya berdasarkan klasifikasi tanah LPT Bogor, jenis tanah yang

    terdapat di wilayah DAS Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah

    didominasi jenis Podsolik Merah Kuning, Litosol, Rendzina, Mediteran Merah

    Kuning, dan Aluvial. Jenis tanah lainnya adalah Latosol, Hidromorf, dan

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-14

    Organosol (Sumber: Peta Lahan Kritis Kabupaten Buol, BPDAS Palu Poso,

    Tahun 2009).

    Geomorfologi:

    Secara fisiograti, wilayah Kabupaten Buol berada di antara jajaran

    vulkanik lengan utara (northern volcanic ranges) dengan wilayah pegunungan

    bagian tengah (central mountains) dari Pulau Sulawesi. Morfologi wilayah ini

    sebagian merupakan perbukitan dengan relief sedang, sebagian besar yang

    berelief tinggi terutama pada bagian selatan. Sebagian lagi berelief rendah

    yang umumnya berupa dataran alluvial dan menempati wilayah-wilayah

    pesisir pantai, atau bagian utara Kabupaten Buol.

    Wilayah bertopografi tinggi terdiri dari deretan perbukitan dan

    pegunungan dengan puncak tertinggi lebih dari 2.000 m di atas permukaan

    laut (dpl). Selain itu terdapat pula perbukitan yang sebagian berupa karst, ada

    yang menjorok hingga ke batas garis pantai dengan elevasi antara 100 - 300

    m, yaitu Tanjung Dako di Kecamatan Biau.

    Beberapa pulau yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Buol

    berupa pulau kecil dengan morfologi yang tidak rumit, diantaranya Pulau

    Busak, Pulau Raja, Pulau Boki, Pulau Panjang dan Pulau Lesman di perairan

    Laut Sulawesi.

    Berdasarkan pada proses geologi, pengelompokan umum morfologi

    laut dan daratan wilayah Kabupaten Buol, dapat dlbagi dalam:

    1) Lereng/tebing depresi, menghubungkan daerah depresi yang dalam

    dengan daerah paparan yang relatif dangkal. Pada beberapa bagian laut,

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-15

    lereng yang terbentuk berupa tebing curam Karena proses subduksi.

    Lereng depresi kedalamannya berkisar antara 10 - 200 meter.

    2) Daerah paparan; dengan kedalaman kurang dari 200 m dengan lebar dari

    pantai yang relatif bervariasi ditemui pada sepanjang dasar laut kabupaten

    ini.

    3) Dataran; terdiri dari:

    • Dataran kipas alluvial yang melereng landai, umumnya merupakan

    lahan datar pesisir yang tersebar pada sebagian besar wilayah

    terutama di wilayah Kecamatan Tiloan yang berakhir di wilayah

    Kecamatan Lipunoto.

    • Dataran Lumpur antara pasang surut, tersebar pada luasan yang

    sempit pada semua kecamatan yang ada.

    Secara umum, sebagian dari satuan morfologi ini merupakan

    permukiman yang sudah lama dibuka.

    4). Perbukitan, terdiri dari:

    • Punggung bukit sedimen asimetrik tak terorientasi. Bentukan seperti ini

    dijumpai dalam luasan yang sempit pada daerah perbukitan pesisir

    bagian selatan sepanjang wilayah Kabupaten Buol

    • Perbukitan karst (kapur) di atas batu gamping coral Bentukan bukit

    karst seperti ini dapat ditemui di wilayah Kecamatan Biau.

    • Deretan bukit sangat curam di atas batuan beku, dijumpai di bagian

    barat dan timur Kabupaten Buol seperti pada Kecamatan Biau,

    Kecamatan Tiloan dan Kecamatan Paleleh.

    5). Pegunungan, terdiri dari:

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-16

    • Punggung bukit sedimen asimetrik tertoreh melebar, sebarannya

    dijumpai di sebagian wilayah kecamatan yang ada.

    • Punggung gunung metamorfik terorientasi terjal, dijumpai pada hampir

    semua wilayah kecamatan di bagian selatan Kabupaten Buol.

    Satuan ini merupakan bagian terbesar morfologi yang terdapat di

    wilayah Kabupaten Buol. Ketinggiannya berkisar 800 - 2.500 m dpl (G.

    Malino). Wilayah-wilayah pegunungan yang termasuk dalam satuan ini

    meliputi deretan Pegunungan Malino, G. Bangkalang dan G. Tetembu serta

    G. Tentolomatinan di Pegunungan Paleleh.

    Penyebaran morfologi lahan sesuai peta RTk-RHL DAS wilayah kerja

    Palu Poso Tahun 2009 sesuai LMU-terseleksi diketahui terdapat sebanyak

    tiga kelas yaitu kelas hilir (Hi), Tengah (Tg) dan Hulu (Hu). Untuk wilayah

    Kabupaten Buol khususnya pada LMU-terseleksi diketahui sbb.: Morfologi

    hulu menempati areal seluas 22.011,20 Ha, morfologi tengah menempati

    areal seluas 11.932,07 Ha, dan morfologi hilir menempati areal seluas

    808,05 Ha.

    6. Topografi dan Lereng

    Topografi Kabupaten Buol terdiri atas topografi pegunungan,

    perbukitan dan dataran. Topografi dataran menyebar pada seluruh wilayah

    kecamatan, demikian pula topografi perbukitan. Untuk topografi pegunungan

    dominan dijumpai di wilayah Kecamatan Biau, Tiloan, Bukal, Bunobogu,

    Gadung, Paleleh barat dan Paleleh.

    Berdasarkan kondisi topografi wilayah, Kabupaten Buol terbagi

    menjadi tinggi bagian yaitu dataran tinggi dan dataran rendah. Dataran tinggi

    memanjang dari Timur ke Barat disepanjang deretan pegunungan

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-17

    perbatasan Provinsi Gorontalo, Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten

    Tolitoli. Sedangkan dataran rendah dapat dijumpai diseluruh wilayah

    kecamatan. Ketinggian tempat berkisar antara 0 m – 2.394 m di atas

    permukaan laut dimana titik terendah berada di tepian laut dan titik tertinggi

    adalah G. Malino 2.394 m.dpl. di Kecamatan Tiloan.

    Topografi di wilayah KPHP Unit I didominasi pegunungan dan

    perbukitan. Adapun topografi dataran, berombak dan bergelombang hanya

    dijumpai pada wilayah-wilayah sempit diantara perbukitan dan pegunungan.

    Namun demikian wilayah dataran terluas di jumpai di kawasan hutan produksi

    (HP dan HPT) DAS Buol, DAS Yango dan DAS Mayangato.

    Wilayah KPHP Unit I merupakan daerah berbukit dan bergunung

    terutama pada bagian tengah yang memanjang dari timur ke barat.

    Sedangkan daerah dataran rendah ditemukan pada bagian utara wilayah

    KPHP yang berbatasan dengan kawasan permukiman dan pertanian di APL.

    Ketinggian wilayah berkisar antara 80 m – 2.071 m di atas permukaan laut.

    Karena sebagian besar wilayah ini merupakan pegunungan maka

    kemiringan lahan di wilayah KPHP unit I sangat beragam, mulai kelas lereng

    datar hingga sangat curam. Namun demikian yang mendominasi wilayah

    KPHP ini adalah kelas sangat curam.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-18

    Gambar 2.2. Peta Kelas Lereng di Wilayah KPHP Unit I

    7. Hidrologi dan DAS

    Di wilayah KPHP Unit I terdapat dua DAS prioritas I yaitu DAS Kuala

    besar, Lintidu, Bodi, Lantikadigo-mulat, Lonu, Bunobogu, Buol, Lakea,

    Lakuan, dan Maraja. Sedangkan DAS lainnya termasuk dalam prioritas II dan

    III.

    Umumnya sungai-sungai utama di wilayah KPHP Unit I memiliki pola

    aliran dendritik dan paralel yang seluruh sungai utama dan anak sungainya

    mengalirkan air ke arah utara (Laut Sulawesi).

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-19

    Gambar 2.3. Peta DAS Prioritas di Wilayah KPHP Unit I

    Air sungai di wilayah KPHP ini hanya sebahagian besar

    diimanfaatkan masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan irigasi pertanian.

    Hamparan lahan sawah cukup luas terdapat di wilayah Kecamatan Biau,

    Kecamatan Tiloan, Kecamatan Momunu, dan Kecamatan Paleleh. Pada

    desa-desa lainnya umumnya air sungai dimanfaatkan penduduk untuk air,

    mandi, dan mencuci.

    Sungai-sungai penyumbang banjir dan sedimentasi terbesar di

    wilayah KPHP ini adalah Sungai Buol.

    5. Penutupan Vegetasi/Lahan

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-20

    Kondisi penutupan lahan/vegetasi di wilayah KPHPUnit I terdiri

    atas:123,79 ha hutan mangrove primer, 0,06 Ha hutan mangrove sekunder,

    145,399,99 Ha hutan primer, 41.852,59 ha hutan sekunder, 248,18

    perkebunan, 3.709,96 pertanian lahan kering, 3.999,94 pertanian lahan kering

    campur, 75,41 sawah, 4.149, 40 ha semak belukar, dan 16,79 ha tambak.

    (Dishut Sulteng, 2011).

    Gambar 2.4. Peta Penutupan Lahan di Wilayah KPHP Unit I

    6. Potensi Kayu/Non-Kayu

    KPHPUnit I adalah salah satu wilayah KPH di wilayah Provinsi Sulawesi

    Tengah yang memiliki keanekaragaman hayati (flora dan fauna) yang cukup

    tinggi. Di wilayah ini terdapat hutan pegunungan/hutan dataran tinggi, hutan

    dataran rendah, yang kaya jenis-jenis vegetasi berkayu dan vegetasi tak

    berkayu baik komersial dan non-komersial.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-21

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-22

    Jenis-jenis flora yang cukup dikenal masyarakat bernilai komersial

    tinggi di pasar Internasional maupun domestik, khususnya dari jenis kayu

    adalah Kayu Meranti (Shorea spp.), Palapi (Herriteria sp.), Nyatoh (Palaqium

    spp.), Rau (Dracontamelon mangiferum), Bintangur (Calophyllum soulatri),

    Maraula (Diospyros macrophylla), Agatis/Damar (Agathis spp.), Matoa

    (Pometia pinnata), Dao (Dracontamelon dao), Mangga hutan (Mangifera

    foetida), Binuang (Octomeles sumatrana), dll. Selanjutnya dari jenis flora

    berupa jenis non-kayu adalah Rotan (Calamus spp.), Bambu (Bambusa spp.),

    Aren (Arenga pinnata) dan jenis palma lainnya.Dari jenis flora tersebut

    beberapa jenis yang dikategorikan sebagai jenis tanaman multiguna seperti

    Agatis (penghasil kayu dan getah damar), Durian (penghasil kayu dan buah),

    Aren (penghasil nira, ijuk, pati, lidi, buah), dsb.

    Dari uraian jenis vegetasi di atas, nampak bahwa potensi hasil hutan

    berupa kayu dan bukan kayu yang cukup tersedia di kawasan hutan produksi

    dan hutan lindung dalam wilayah KPHP Unit XVI sbb.:

    (a) Hasil hutan kayu yang bernilai komersial di wilayah ini antara lain; Palapi

    (Heritiera sp), Nyatoh (Palaqium sp), Cempaka (Elmerillia sp), Agatis

    (Agathis sp), Meranti (Shorea sp), dan Jabon (Antocephalus macrophylla).

    (b) Hasil hutan bukan kayu: Rotan (Calamus sp), Bambu (Bambusa sp), dll.

    (c) Hasil hutan serbaguna (MPTS): Agatis (kayu, getah damar), Aren (nira,

    gula aren, ijuk, tepung aren, sayur), Durian (kayu, buah), Pangi (kayu,

    buah), dll.

    7. Keberadaan Flora dan Fauna Langka

    Di wilayah KPHP Unit I terdapat beberapa jenis flora dan fauna langka,

    tergolong endemik dan dilindungi.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-23

    Jenis-jenis flora/tumbuhan yang bersifat endemik (punya persebaran

    terbatas di Sulawesi) dan flora yang bersifat dilindungi. Beberapa jenis

    diantara merupakan jenis flora langka, endemik dan dilindungi seperti

    Casuarina oligodon subspec celebica, Myristica ultrabasica, Beilschmidia

    gigantocarpa, Agathis celebica, Macadamia hildebrandii, Polyathia celebica,

    Dinochloa barbata, Calamus zollingerii, Korthalsia celebica, Calamus ornatus

    var. celebicus, Dillenia celebica, Myristica ultrabasica, Gymnocranthera

    maliliensis, Gronophyllum microspadix(A), Deplancea bancana, Knema

    celebica, Timonius minahasae, Horsfieldia costulata, Beilschimidia

    gigantocarpa dan lain-lain. Untuk jenis-jenis yang dilindungi diantaranya

    adalah Pterospermum celebicum, Arenga pinnata dan lain-lain. Selanjutnya

    ditambahkan bahwa terdapat beberapa jenis flora yang bersifat

    endemik(distribusinya terbatas di Sulawesi saja) seperti Casuarina oligodon

    sbsp.celebica dan Mangifera minor serta beberapa bersifat dilindungi seperti

    Cordea subcordata, Durio zibethinus (Dilindungi, SK Mentan

    No.54/Kpts/Um/2/1972, dilarang melakukan penebangan pohon berdiameter

    di bawah 40 cm.).

    Jenis fauna langka dan endemik (jenis burung) yang terdapat di

    wilayah KPHP Unit I, yaitu: Elang bondol, Burung madu sriganti, Cekakak

    sungai, Elang hitam, Raja udang meninting, Serindit paruh merah, Kuntul

    kecil dan Walet. Ditambahkan bahwa terdapat jenis-jenis satwa liar (Mamalia,

    Reptilia dan Amphibia) baik yang bersifat endemik (penyebaran terbatas)

    ataupun yang dilindungi oleh perundang-undangan di Indonesia sbb.:Anoa

    dataran rendah (Bubbalus depresicornis), Yakis (Macaca tonkeana), Rusa

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    (Cervus timorensis), Kuskus (Ailurops ursinus), Kobra hitam (Ophiophagus

    Hannah), dan Katak hijau (Rana cancrivora).

    8. Erosi dan Kekritisan Lahan

    Wilayah KPHP Unit I memiliki kondisi erosi dan tingkat kekritisan lahan

    di setiap wilayah DAS yang ada.

    Dari hasil analisis peta RTkRHL BPDAS Palu Poso Tahun 2009,

    diketahui bahwa kondisi erosi di wilayah DAS KPHP Unit I didominasi kelas

    erosi ringan.

    Gambar 2.5. Peta Erosi di Wilayah KPHP Unit I

    Dari peta erosi diketahui penyebaran tingkat erosi sedang s.d. sangat

    berat. Kelas-kelas erosi tersebut dominan dijumpai di wilayah DAS

    Kecamatan Momunu, Bunobogu, Gadung dan Paleleh.

    KABUPATEN BUOL

    KABUPATEN

    TOLITOLI

    KABUPATEN PARIGI MOUTONG

    PROVINSI GORONTALO

    LAUT SULAWESI

    B

    S

    S

    B

    R

    S

    R

    R

    R

    R

    R

    R

    R

    #

    #

    ##

    #

    # #

    #

    #

    #

    #

    Lipunoto

    Lamadong

    Bokat BunoboguGadung PalelehTiloan

    Biau

    Karamat

    Bukal

    Paleleh Barat

    S

    30 0 30 60 Kilometers

    N

    EW

    S

    PETA KELAS EROSI WILAYAH KPHP UNIT IKABUPATEN BUOL DAN TOLITOLI

    PROVINSI SULAWESI TENGAH

    KETERANGAN:280000

    280000

    300000

    300000

    320000

    320000

    340000

    340000

    360000

    360000

    380000

    380000

    400000

    400000

    1006

    0000

    10060000

    1008

    0000

    10080000

    1010

    0000

    10100000

    1012

    0000

    10120000

    1014

    0000

    10140000

    1016

    0000

    10160000

    Sangat Berat (SB)

    Berat (B)

    Sedang (S)

    Ringan (R)

    Sumber:

    Peta RTkRHL DAS BPDAS Palu

    Poso, 2009.

    KABUPATEN BUOL PROVINSI SULAESI TENGAH

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-25

    Selanjutnya kondisi tingkat kekritisan lahan di wilayah KPHP Unit I

    terdiri atas kelas sangat kritis, kritis, agak kritis dan tidak kritis.

    Gambar 2.6. Peta Kekritisan Lahan di Wilayah KPHP Unit I

    Dari peta tingkat kekritisan lahan diketahui bahwa penyebaran kelas

    lahan sangat kritis hingga agak kritis dominan dijumpai di wilayah DAS Kuala

    Besar, Yango, Mayangato, Bunobogu, Lantikadigo-Mulat, Buol dan Lakuan.

    Dari data RTkRHL BPDAS Palu Poso tahun 2009 diketahui luas lahan kritis

    yang terdapat di wilayah KPHP unit I mencapai jumlah 2.819,02 Ha dengan

    rincian, seluas 357,57 Ha berupa kelas kritis dan seluas 2.461,45 Ha berupa

    lahan agak kritis.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-26

    9. Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam

    Di wilayah KPHP Unit l ini terdapat areal kawasan hutan yang dapat

    menjadi potensi dalam pengembangan jasa lingkungan dan wisata alam.

    Jasa lingkungan yang dapat dibina di kawasan tersebut adalah Peluang

    pengembangan wisata alam pada kawasan hutan produksi di wilayah

    Kecamatan Lipunoto tepat di Desa Kumaligon yaitu berupa sumber-sumber

    mata air dari celah bebatuan kapur.

    Selain itu dapat pula dikembangan jasa wisata alam pegunungan

    Tabong-Kokobuka. Di wilayah hulu sungai Tabong terdapat gua yang

    ditempati bersarang burung Walet.

    C.Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

    1. Kependudukan

    Secara administratif KPHP Unit I berada dalam wilayah Kecamatan

    Biau, Karamat, Lipunoto, Bukal, Bokat, Bunobogu, Gadung, Paleleh Barat

    dan Paleleh di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah. Adapun gambaran

    secara spasial administrasi kecamatan tersebut disajikan pada Gambar 2.7

    berikut.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    Gambar 2.7. Peta Administrasi Kecamatan di Wilayah KPHP Unit I

    Selanjutnya sebaran jumlah penduduk dan kepadatan penduduk pada

    tigabelas wilayah kecamatan di Kabupaten Buol disajikan pada Tabel 2.2

    berikut.

    KABUPATEN BUOL

    KABUPATEN

    TOLITOLI

    KABUPATEN PARIGI MOUTONG

    PROVINSI GORONTALO

    LAUT SULAWESI

    12

    5

    4

    13

    6

    6

    9

    #

    #

    ##

    #

    ##

    #

    #

    #

    #

    Lipunoto

    Momunu

    BokatBunobogu

    Gadung

    PalelehTiloan

    Biau

    Karamat

    Bukal

    Paleleh Barat

    11

    10

    5

    7

    8

    32

    2Gadung

    30 0 30 60 Kilometers

    N

    EW

    S

    PETA BATAS ADMINISTRASI KECAMATAN WILAYAH KPHP UNIT IKABUPATEN BUOL DAN TOLITOLI

    PROVINSI SULAWESI TENGAH

    KETERANGAN:280000

    280000

    300000

    300000

    320000

    320000

    340000

    340000

    360000

    360000

    380000

    380000

    400000

    400000

    1006

    0000

    10060000

    1008

    0000

    10080000

    1010

    0000

    10100000

    1012

    0000

    10120000

    1014

    0000

    10140000

    1016

    0000

    10160000

    Momunu (2)

    Biau (3)

    Karamat (4)

    Tiloan (5)

    Bukal (6)

    Lipunoto (1)

    Gadung (9)

    Bunobogu (8)

    Bokat (7)

    Baolan (12)

    Paleleh (11)

    Paleleh Barat (10)

    Batas Kecamatan

    Jalan Raya

    Batas Kabupaten

    #

    # Kota Kecamatan

    Kota Kabupaten

    Sumber:

    Peta RTkRHL DAS BPDAS Palu

    Poso, 2009.

    KABUPATEN BUOL PROVINSI SULAESI TENGAH

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-28

    Tabel 2.2. Keadaan Penduduk Wilayah Kecamatan di KPHP Unit I

    No. Kecamatan Luas

    Wilayah (Km²)

    Jumlah Penduduk

    (Jiwa)

    Jumlah KK

    Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km²)

    1 2 3 4 5 6

    A. Kabupaten Buol

    1 Biau 361,65 16.630 3.698 12

    2 Kramat*)

    3 Lipunoto 217,80 20.283 4.623 7

    4 Momunu 400,40 12.954 2.988 14

    5 Tiloan 1.437,70 7.450 1.961 8

    6 Bokat 196,10 11.831 2.852 14

    7 Bukal 355,52 11.875 2.956 13

    8 Bonubogu 327,15 8.287 1.826 8

    9 Gadung 160,38 10.650 2.371 9

    10 Peleleh 586,87 15.161 3.621 17

    11 Paleleh Barat*)

    Jumlah A 4.043,57 115.121 26.896 102 Sumber: Dianalisis Tahun 2012 dari Data BPS Kabupaten Buol, Tahun 2008-2010. *) masih menyatu kecamatan induk.

    **) Luas kawasan hutan (HL dan HPT) dalam wilayah KPH = 68,13 km2 dan tidak ada penduduk, lokasi

    berada di wilayah perbatasan kabupaten Buol-Tolitoli.

    Data pada Tabel 2.2 di atas, Kabupaten Buolmemiliki jumlah penduduk

    sebanyak 115.121 jiwa dan sebanyak 26.896 KK. Penduduk laki-laki

    sebanyak 58.348 jiwa dan perempuan 56.773 jiwa, sex rasio 103, rata-rata

    penduduk per RT sebanyak 4 jiwa.

    Hasil sensus penduduk BPS Kabupaten Buol tahun 2010 menunjukkan

    bahwa pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir rata-rata 3,42%

    pertahun dengan total penduduk mencapai 98.005 jiwa. Salah satu

    pendorong tingginya pertumbuhan penduduk adalah arus migrasi masuk yang

    cukup signifikan yang sebagian besar diantara mereka adalah pendatang

    yang bekerja dan mencari nafkah di daerah ini serta transmigrasi

    umum.Persebaran penduduk terbesar jumlahnya berada di Kecamatan

    Lipunoto sebesar 17,62%, diikuti Kecamatan Biau dan Peleleh.

    a. Tekanan Penduduk

    Tekanan penduduk adalah indeks yang dimaksudkan untuk

    menghitung dampak penduduk di lahan pertanian terhadap lahan tersebut.

    makin besar jumlah penduduk makin besar pula kebutuhan akan

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-29

    sumberdaya, sehingga tekanan terhadap sumberdaya juga meningkat.

    Dengan kualitas penduduk yang rendah, kenaikan tekanan terhadap

    sumberdaya akan meningkat sebanding dengan kenaikan jumlah penduduk.

    Salah satu permasalahan kependudukan adalah ledakan penduduk yang

    akan dapat berakibat timbulnya permasalahan pemukiman, lapangan kerja,

    pendidikan, pangan dan gizi, kesehatan dan mutu lingkungan. Selanjutnya,

    tekanan penduduk (TP) dihitung menggunakan rumus sbb.: (Otto

    Soemarwoto, 1984).

    Keterangan:

    Luas lahan minimal per petani untuk hidup layak = Z Proporsi petani dalam populasi = f Jumlah penduduk (KK) pada waktu t=0 = Po Tingkat pertumbuhan penduduk rerata pertahun = r Rentang waktu yang diperhitungkan (5 tahun) = t Total luas wilayah lahan pertanian = L Hasil perhitungan tersebut diinterpretasikan sbb.:

    • TP1, tekanan penduduk melebihi kapasitas lahan.

    Dari hasil perhitungan tekanan penduduk terhadap lahan pertanian,

    diketahui bahwa tingkat tekanan penduduk terhadap lahan pertanian di

    sekitar wilayah KPHP Unit I berada pada angka TP>1). Untuk jelasnya

    disajikan pada Tabel 2.3 berikut.

    Tabel 2.3. Tekanan Penduduk Terhadap Lahan Pertanian di KPHP Unit I No. Kecamatan F Po*) Z r t L fPo (1+r)^t TP

    1 Biau/Kramat 0.82 3,698 2 0.03420 5 5,872.83 3,032 1.18 0.61

    2 Lipunoto 0.60 4,623 2 0.03420 5 1,524.13 2,774 1.18 4.31

    3 Momonu 0.84 2,988 2 0.03420 5 8,035.69 2,523 1.18 0.74

    4 Tiloan 0.82 1,961 2 0.03420 5 7,666.46 1,608 1.18 0.50

    5 Bokat 0.85 2,852 2 0.03420 5 5,277.04 2,424 1.18 1.09

    6 Bukal 0.86 2,956 2 0.03420 5 8,842.56 2,542 1.18 0.68

    7 Bonubogu 0.86 1,826 2 0.03420 5 2,928.92 1,570 1.18 1.27

    8 Gadung 0.86 2,371 2 0.03420 5 3,662.22 2,039 1.18 1.32

    9 Paleleh/Paleleh

    Barat 0.86 3,621 2 0.03420 5 3,971.29 3,114 1.18 1.86

    Kabupaten 0.82 26,896 2 0.03420 5 47,781.14 22,038 1.18 1.09

    Keterangan:*) Berdasarkan Jumlah KK. Dianalisis Tahun 2012 dari data BPS Kab. Buol Tahun 2008.

    fPo (1 + r)^t TP = Z x

    L

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-30

    Dari Tabel 2.3 di atas, nampak bahwa terdapat sebanyak lima wilayah

    kecamatan di Kabupaten Buol memiliki nilai TP = 1,09.Hal ini berarti besarnya

    jumlah penduduk untuk 5 tahun mendatang di Kabupaten Buol akan melebihi

    kapasitas lahan pertanian yang ada, sehingga masyarakat khususnya petani

    dalam 5 tahun akan datang dalam mengelola lahan pertanian akan sulit untuk

    hidup layak (paling tidak dapat mampu menghasilkan sebesar 640 Kg

    ekivalen beras per tahunnya). Kecamatan dengan nilai TP>1 adalah Lipunoto,

    Bokat, Bonubogu, Gadung dan Paleleh/Paleleh Barat. Untuk wilayah

    Kecamatan Lipunoto sebagai ibu kota Kabupaten secara berangsur-angsur

    beralih kepada non-usahatani (perdagangan, jasa, dsb.).

    b. Kegiatan Dasar Wilayah

    Indeks kegiatan dasar wilayah digunakan untuk menentukan sektor

    ekonomi yang paling berpengaruh terhadap penduduk di wilayah tertentu.

    Rumus yang digunakan adalah sbb.:

    LQi = (Mi/M)/(Ri/R)

    Keterangan: LQi = Koefisien lokasi Mi = Jumlah tenaga kerja yang terlibat di dalam sektor I pada satu wilayah Pengembangan M = Jumlah tenaga kerja yang ada di satu wilayah pengamatan tersebut Ri = Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam sektor i pada seluruh wilayah pengamatan R = Jumlah tenaga kerja yang ada di seluruh wilayah pengamatan R = R1 + R2 + R3 .................+ Rn LQi dapat bernilai < 1 atau > 1, misalnya apabila LQ untuk sektor pertanian ternyata >1 berarti sektor pertanian sangat penting dan masyarakat sangat tergantung pada sektor tersebut.

    Selanjutnya disajikan data hasil analisis nilai LQ pada masing-masing

    wilayah kecamatan di wilayah KPHP Unit I seperti pada Tabel 2.4 berikut.

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-31

    Tabel 2.4. Perhitungan Nilai LQ di Wilayah KPHP Unit I

    No. Parameter Kecamatan Pertanian Perdagangan Pemerintahan Jasa dan Industri

    1 Biau/Kramat 3,032 91 126 449

    Mi/M

    0.82 0.025 0.03 0.12

    Ri/R

    0.80 0.04 0.05 0.11

    LQ

    1.02 0.58 0.73 1.14

    2 Lipunoto 2,774 555 462 832

    Mi/M

    0.60 0.120 0.10 0.18

    Ri/R

    0.80 0.04 0.05 0.11

    LQ

    0.75 2.84 2.14 1.68

    3 Momunu 2,523 95 139 231

    Mi/M

    0.84 0.032 0.05 0.08

    Ri/R

    0.80 0.04 0.05 0.11

    LQ

    1.05 0.76 0.99 0.72

    4 Tiloan 1,608 43 67 243

    Mi/M

    0.82 0.022 0.03 0.12

    Ri/R

    0.80 0.04 0.05 0.11

    LQ

    1.02 0.52 0.73 1.16

    5 Bokat 2,424 73 97 258

    Mi/M

    0.85 0.026 0.03 0.09

    Ri/R

    0.80 0.04 0.05 0.11

    LQ

    1.06 0.60 0.73 0.85

    6 Bukal 2,542 79 101 234

    Mi/M

    0.86 0.027 0.03 0.08

    Ri/R

    0.80 0.04 0.05 0.11

    LQ

    1.07 0.63 0.73 0.74

    7 Bonubogu 1,570 47 62 146

    Mi/M

    0.86 0.026 0.03 0.08

    Ri/R

    0.80 0.04 0.05 0.11

    LQ

    1.07 0.61 0.73 0.75

    8 Gadung 2,039 61 81 190

    Mi/M

    0.86 0.026 0.03 0.08

    Ri/R

    0.80 0.04 0.05 0.11

    LQ

    1.07 0.61 0.73 0.75

    9 Paleleh/Paleleh Barat 3,114 93 123 290

    Mi/M

    0.86 0.026 0.03 0.08

    Ri/R

    0.80 0.04 0.05 0.11

    LQ

    1.07 0.61 0.73 0.75

    Kabupaten Buol 21,627 1,138 1,257 2,874

    LQ

    1.02 0.86 0.91 0.95

    Dari Tabel 3.4 di atas, nampak bahwa koefisien lokasi (LQ) masing-

    masing wilayah Kecamatan dalam wilayah kabupaten Buol cukup

    bervariasi. Sesuai dengan kriteria nilai LQ (1), diketahui bahwa

    penyebaran normal ketergantungan penduduk terhadap sektor tertentu

    sangat variatif.

    Di wilayah Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah ternyata

    sektor pertanian untuk 10 kecamatan dalam lima tahun kedepan masih

    merupakan sektor penting karena termasuk kategori LQ >1 (lihat Tabel

    2.4). Sedangkan 1 kecamatan lainnya sektor pertanian akan mengalami

  • Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul

    II-32

    pergeseran ke sektor lainnya karena nilai LQ < 1. Kecamatan yang

    diperkirakan akan mengalami pergeseran dari sektor pertanian ke sektor

    perdagangan, Industri dan Jasa adalah Kecamatan Lipunoto.

    c. Matapencaharian dan Pendapatan

    Matapencaharian penduduk yang dimaksud adalah mata

    pencaharian utama (penduduk usia produktif) yang merupakan sumber

    penghidupan pokok penduduk, dimana dalam hal ini