19
i MAKALAH MODUL IV MPK AGAMA KRISTEN PROTESTAN IMAN, BUDAYA DAN IPTEKS Sains dan Iman Kristen Disusun oleh: Jonathan Ekaputra 1406566691 Nathaniel Argus 1406567845 Barneus W.S. 1406607760 Prana Batubara 1406532040 Eviana 1406556685 Fianna Utomo 1406552894 UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2015

Sains Dan Iman Kristen

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas MPK Agama Kristen

Citation preview

i

MAKALAH MODUL IV MPK AGAMA KRISTEN PROTESTAN

IMAN, BUDAYA DAN IPTEKS

Sains dan Iman Kristen

Disusun oleh:

Jonathan Ekaputra 1406566691

Nathaniel Argus 1406567845

Barneus W.S. 1406607760

Prana Batubara 1406532040

Eviana 1406556685

Fianna Utomo 1406552894

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, 2015

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya lah

kami dapat menyusun makalah ini. Makalah ini disusun sebagai tugas MPK Agama Kristen

Protestan semester 2 Fakultas Teknik Universitas Indonesia yang berisikan pembahasan

mengenai ”Sains dan Agama”. Kami merancang makalah ini dengan harapan agar makalah

ini dapat menjadi referensi bagi orang lain yang sedang mempelajari topik ini. Makalah ini

juga ditujukan untuk memberikan informasi mengenai permasalahan antara sains dengan

agama yang seringkali menjadi pergumulan yang berat pada saat ilmu pengetahuan dan iman

dihubungkan.

Kami juga ingin berterimakasih kepada Bapak Joel Betakore selaku dosen yang

membimbing kelas MPK Agama Kristen Protestan yang telah membantu kami dalam

pembuatan makalah ini.

Akhir kata, kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi orang banyak.

Depok, 25 Mei 2015

Tim penulis

iii

DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………….………………..i

KATA PENGANTAR………………………………………………………………ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………..iii

BAB 1. PENDAHULUAN………………………………………………………….1

1.1 Latar belakang 1

1.2 Tujuan 2

1.3 Rumusan masalah 2

BAB 2. ISI…………………………………………………………………………..3

2.1 Apa Itu Agama? 3

2.2 Apa Itu Sains? 7

2.3 Dominasi Agama terhadap Sains 8

2.4 Dominasi Sains terhadap Agama 10

2.5 Hubungan Seharusnya Antara Agama dan Sains 12

BAB 3. PENUTUP………………………………………………………………….15

3.1 Kesimpulan 15

3.2 Saran 15

DAFTAR PUSAKA………………………………………………………………...16

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Manusia merupakan ciptaan Allah yang paling agung. Manusia memiliki akal

budi, kreativitas, dan moral. Hal ini dapat terjadi karena sesungguhnya Allah telah

menanamkan sifat – sifat ini pada diri manusia. Kejatuhan Adam dan Hawa didalam

dosa membuat manusia kehilangan esensi dari kreativitas itu sendiri. Manusia

kehilangan bagamimana seharusnya menciptakan sesuatu tetapi tetap dalam batasan

kebebasan yang ditetapkan oleh Allah.

Kejatuhan manusia didalam dosa mempengaruhi segala aspek hidup manusia.

Mulai dari cara berpikir, berkreativitas, dan bermoral. Salah satu hasil pemikiran

manusia yang paling fenomenal adalah teori evolusi. Teori evolusi merupakan teori

yang dikemukakan oleh Charles Robert Darwin dalam bukunya yaitu “The Origin of

Species”. Dalam bukunya Darwin menjelaskan bahwa manusia berasal dari primata

atau sejenis kera. Hal ini menjadi sebuah pertentangan antara kaum agama dengan

kaum ilmuwan. Karena kaum agama khususnya islam dan kristen beranggapan bahwa

manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling agung. Merupakan suatu hal yang

tidak beretika jika beranggapan bahwa nenek moyang manusia adalah primata atau

sejenis kera.

Teori ini muncul ketika doktrin geosentris dipatahkan dengan doktrin

heliosentris. Hal ini membuat tingkat kepercayaan masyarakat akan gereja berkurang.

Timbul anggapan bahwa seseorang yang datang ke gereja bukanlah merupakan orang

dengan tingkat intelektualitas tinggi. Oleh sebab itu pada zaman teori evolusi ini

muncul banyak orang yang langsung percaya akan kebenaran akan teori Darwin,

khususnya bagi kaum atheis. Walaupun pada akhirnya Darwin sendiri mengakui

bahwa masih terlalu banyak asumsinya yang tidak dapat dibuktikan namun demikian

sudah banyak orang yang terlanjur mengerti teori evolusi sebagai kebenaran secara

ilmiah.

Pengertian tentang agama dan ilmu pengetahuan merupakan dua hal yang

memiliki peran yang sangat krusial dalam kehidupan manusia. Hubungan akan

keduanya menjadi hal yang sangat penting untuk diketahui karena mempengaruhi

cara pandang hidup manusia. Sebagai contoh pengaruh teori evolusi Darwin yang

masih dirasakan hingga saat ini. Oleh sebab itu dalam makalah ini kami akan

2

membahas tentang bagaimana hubungan dominasi baik agama dengan ilmu

pengetahuan maupun sebaliknya. Dalam makalah ini juga akan dibahas bagaimana

seharusnya hubungan agama dengan ilmu pengetahuan.

1.2 Tujuan

Makalah ini dibuat agar pembaca dapat memahami hubungan antara ilmu

pengetahuan dengan agama. Karena agama dan ilmu pengetahuan sama – sama

mempunyai dampak yang besar bagi kehidupan manusia dan tidak dapat di bantah

bahwa terdapat sebuah hubungan antara ilmu pengetahuan dan agama. Oleh sebab itu

melalui makalah ini pembaca diharapkan dapat lebih lagi memahami tentang

hubungan keduanya.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apa itu agama?

2. Apa itu sains?

3. Bagaimana dampak dominasi agama terhadap ilmu pengetahuan?

4. Bagaimana dampak dominasi ilmu pengetahuan terhadap agama?

5. Bagaimana hubungan antara agama dengan ilmu pengetahuan?

3

BAB II

ISI

2.1 Apa Itu Agama?

Agama diartikan sangat beragam oleh para ahli. Agama menurut kamus besar bahasa

Indonesia didefinisikan sebagai ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan)

dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan

pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Pendefinisian kata agama lahir dari

berbagai aspek diantaranya ritual, doa, nyanyian, tarian, sesaji, dan masih banyak aspek

penunjang lainnya.

Agama dan Kepercayaan

Agama dibedakan menjadi dua yaitu agama wahyu dan agama bumi yang biasa

disebut sebagai kepercayaan.

Tabel 1 Perbedaan Agama dengan Kepercayaan

Agama Kepercayaan

Berpokok pada konsep keesaan Tuhan Tidak harus demikian.

Sumber utama tuntunan dan ukuran

bagi baik dan buruk adalah kitab suci

yang diwahyukan.

Kitab suci yang diwahyukan tidak esensial.

Lahir di Timur Tengah. Lahir di luar area Timur Tengah

(kecuali Paganisme).

Ajarannya tegas dan jelas. Ajarannya kabur dan sangat elastik.

Ajarannya memberikan arah dan jalan

yang lengkap kepada para pemeluknya.

Pemeluknya berpegang baik pada aspek

duniawi (the worldly) atau aspek spiritual

dari hidup ini.

Taoisme menitik beratkan kepada aspek

hidup spiritual, pada Confusianisme lebih

menekankan pada aspek duniawi.

4

1. Agama Wahyu

Agama wahyu adalah agama yang datangnya dari Tuhan. Disebut sebagai

wahyu karena pengertian yang tertulis dalam kitab agama tersebut merupakan firman

yang datangnya dari Allah, bukan intuisi, imajinasi, dan khayalan. Wahyu tersebut

biasa diberikan Tuhan kepada nabi atau rasul.

2. Agama Bumi

Agama bumi tidak mengenal akan surga atau neraka. Agama ini biasa disebut

agama primitif karena kemunculannya sudah ada sejak lama sekali. R.M. Lowie

mengatakan bahwa agama primitif dipengaruhi dan ditentukan bentuknya oleh

kesadaran tentang adanya hal yang misterius, supernatural, dan sesuatu yang luar

biasa.

Tabel 2 Perbedaan Agama Wahyu dan Agama Bumi

Berikut adalah beberapa agama besar yang dianut oleh manusia :

1. Kristen Protestan

2. Kristen Katolik

3. Islam

4. Hindu

5. Budha

6. Yahudi

5

Gambar 1 Persentase agama-agama yang ada di dunia

Fungsi Agama

Agama memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan manusia. Diantaranya adalah

sebagai fungsi perdamaian, pengawasan sosial, dan transformatif. Berikut akan dijelaskan

secara singkat beberapa fungsi tersebut.

Tabel 3 Fungsi Agama

6

Agama Kristen dan Agama Lain

Banyak agama yang bermunculan dalam dunia ini. Agama yang banyak ini bukan saja

tidak sama tapi sangat berbeda. Setiap agama tentu mengandung doktrin – doktrin yang

berbeda satu dengan lainnya. Oleh sebab itu pendapat yang mengatakan semua agama sama

karena berbagai agama tersebut mengajarkan kebaikan tidak dapat diterima. Berikut akan

dijelaskan perbedaan agama kristen dengan agama lain secara konsep dasar atau prinsip.

Pengakuan terhadap Yesus Kristus

Agama kristen mempercayai bahwa Yesus Kristus merupakan penebus dosa

manusia. Yesus Kristus merupakan Allah yang rela merendahkan dirinya yang tidak

terbatas pada tubuh manusia yang terbatas untuk mati menebus dosa manusia. Tidak

ada agama lain yang memiliki juru selamat atau penebus dosa. Prinsip dari agama lain

adalah manusia yang sudah berdosalah yang bisa membayar hutang dosa tersebut.

Prinsip Kristen adalah Allah mencari Manusia

Hal ini merupakan perbedaan yang sangat mendasar yang dimiliki agama

kristen. Dalam agama kristen Tuhan yang suci mencari manusia yang berdosa. Akan

tetapi pada agama lain justru orang berdosalah yang bisa menemukan jalan kembali

kepada surga.

Thomas Arnold mengatakan

“The distinction between Christianity and all other systems of religion

consists largely in this, that in these others, men are found seeking after

God, while Christianity is God seeking after men”

Terjemahan bahasa Indonesia:

Perbedaan antara Kekristenan dan semua sistem agama lain sebagian besar

terletak di sini, yaitu bahwa dalam agama-agama lain, manusia didapati

mencari Allah, sedangkan Kekristenan adalah Allah mencari manusia

Yesus berkata pada Lukas 19:10 : “Sebab Anak Manusia datang untuk

mencari dan menyelamatkan yang hilang”

7

Keselamatan melalui Iman kepada Kristus

Dalam agama kristen manusia bisa selamat karena iman mereka terhadap

Yesus Kristus. Bukan karena kebaikan yang telah dilakukan oleh mereka. Dalam

kekristenan diajarkan bahwa manusia begitu tidak layak dihadapan Allah. Keberadaan

manusia begitu tercemar oleh dosa. Sehingga setiap perbuatan dan konsep manusia

juga sudah tercemar oleh dosa. Oleh sebab itu sebaik apapun perbuatan baik yang

dilakukan manusia tidak akan menyelamatkan orang tersebut. Sebaliknya dalam

kekristenan diajarkan bahwa manusia diselamatkan oleh karena iman dan perbuatan

baik merupakan sebuah kewajiban bukan digunakan untuk memperoleh keselamatan.

Ef 2:8-9 - “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan

hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan

ada orang yang memegahkan diri”

2.2 Apa Itu Sains?

Kata sains berasal dari bahasa Latin scientia yang berarti "pengetahuan" atau

"mengetahui". Dari kata ini terbentuk kata science (Inggris). Sains dalam pengertian

sebenarnya adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari berbagai fenomena alam sehingga

rahasia yang dikandungnya dapat diungkap dan dipahami. Dalam usaha mengungkap rahasia

alam tersebut, sains melakukannya dengan menggunakan metode ilmiah.

Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan

pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan

seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat,

ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang

dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa

penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu.

Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang

telah ada lebih dahulu.

8

1. Objektif

Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama

sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat

bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam

mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan

objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek

peneliti atau subjek penunjang penelitian.

2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan

terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara

tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani

“Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu

yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.

3. Sistematis

Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus

terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk

suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan

rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara

sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.

4. Universal

Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum

(tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal

merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar

ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam

mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat

universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.

2.3 Dominasi Agama terhadap Sains

Dominasi Agama terhadap Sains dimulai dari abad 1-10. Dimana, di zaman

Reinaissance ini, iman mendominasi ilmu pengetahuan atau sains(di abad pertengahan).

Semboyannya adalah theologi(pengajaran Alkitab menurut tokoh-tokoh gereja) menjadi

9

ukuran kebenaran untuk segala hal dalam kehidupan sehari-hari dan seharusnya mengontrol

dan menyaring perkembangan ilmu pengetahuan, contohnya dalam proses penulisan Alkitab.

Yang mempunyai semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah Acilla

Thelogia/abdi agama. Tumbuhnya dominasi iman atas ilmu pegetahuan kekristenan pada

abad pertengahan, di barat. Teologi yang menjadi acuan kehidupan iman orang kristen yang

di anggap ratu ilmu pengetahuan (queen of science).

Namun, para nabi menolak pengetahuan sekuler sehingga para tokoh gereja

menjatuhkan hukuman kepada Galileo karena dia mengatakan hal yang bertentangan, bahwa

bumilah yang mengelilingi matahari, bukan sebaliknya. Gelileo mengemukan temuan ilmu

pengetahuan, bahwa bumi mengelilingi matahari, maka gereja memegang otoritas kebenaran

teologi dan penemuan tersebut dianggap bertentangan dengan deskripsi Alkitab yang di

tafsirkan dengan literal (harfiah) yang dikenal dengan istilah Biblical Literalism. Akibatnya,

dalam zaman ini perkembangan ilmu pengetahuan menjadi lambat.

Iman berfungsi sebagai norma kebenaran atau nilai-nilai tertinggi dalam kehidupan

orang beriman. Namun, iman kadang diartikan tidak harmonis dengan ilmu pengetahuan.

Penyebabnya adalah pendekatan yang salah terhadap Alkitab karena mempergunakan

pendekatan harafiah. Untuk menghindari hal tersebut dan supaya kita memahami hubungan

yang bermakna antara iman dan ilmu pengetahuan dari sudut pandang etika Kristen, maka :

a. Alkitab tidak boleh diperlakukan atau dituntut untuk memenuhi kriteria buku teks

ilmu pengetahuan.

b. Alkitab tidak boleh dipahami secara harafiah.

c. Alkitab harus diteliti dalam konteks bahasa asli dan naskah yang mendekati.

d. Meyakini Alkitab itu ditujukan untuk orang yang terdahulu dan pada masa kini.

e. Mengetahui bahwa Alkitab dalam pembuatannya menggunakan konsep dan sarana

zaman penulisan.

Iman dan ilmu pengetahuan seharusnya saling terbuka dan saling menghormati dan

perbedaan juga persamaan diantara keduanya harus dipahami sehingga keduanya bisa saling

mengisi dalam kehidupan manusia yang berilmu dan beriman. Kita juga harus menerapkan

10

analisis dan filosofis ilmu pengetahuan terhadap data keagamaan mengingat bahwa ruang

lingkup kerja ilmu pengetahuan dan tekhnologi terbatas yaitu dimulai dan berakhir pada

pengalaman manusia dan ilmu pengetahuan tekhnologi mempunyai keterbatasan legitimasi

yang tidak selamanya yang dibicarakannya itu benar. Meskipun tekhnologi kita butuhkan

untuk hidup dan mengembangkan ilmu pengetahuan, sikap kita sebagai mahasiswa Kristen

terhadap perkembangan tekhnologi adalah tidak seharusnya orang Kristen mendewa-dewakan

tekhnologi karena tekhnologi bisa menjadi ancaman bagi kesejahteraan manusia dan kita

harus mendukungnya dengan sikap kritis, sikap yang mendukung dan harus menjunjung

tinggi harkat dan martabat manusia, serta peduli akan pendidikan agar lingkungan hidup

terpelihara dan keadilan sosial terjamin.

2.4 Dominasi Sains terhadap Agama

Orang kebanyakan menganggap bahwa sains bersifat obyektif, universal, rasional,

serta didasarkan pada bukti observasi yang kuat. Sementara itu, agama pada sisi lain bersifat

sangat subyektif, emosional, dan didasarkan pada tradisi. Pandangan tersebut membuat orang

lebih yakin kepada ilmu pengetahuan. Rasio manusia pun menjadi acuan untuk berbagai

macam hal, baik dalam bidang sains maupun dalam hal iman dan kepercayaan. Sebagai

akibatnya, para teolog mulai mencoba untuk menyesuaikan pernyataan Alkitab dengan

temuan ilmu pengetahuan, dan dengan demikian iman tunduk terhadap ilmu pengetahuan.

(Jason Lase (ed.), 2005).

Secara spesifiknya, contoh dari dominasi sains terhadap agama tersebut akan dibahas

di bawah ini dengan menggunakan teori evolusi Darwin dan tanggapan penulis buku

Bridging Science and Religion terhadap teori evolusi Darwin.

Tanggapan Teologis terhadap Teori Evolusi Darwin

Setelah diterbitkannya buku mengenai teori evolusi Darwin, timbul berbagai macam

reaksi dari komunitas teologi. Pandangan yang lazim saat itu adalah bahwa Allah telah

menciptakan dunia, lengkap dengan bentuk yang terlihat sekarang ini. Oleh karena itu, teori

Darwin dianggap bertentangan dengan pemahaman Kristen-Yahudi mengenai penciptaan.

Pada abad ke-5, Agustinus dari Hippo menulis sebuah risalah pandangan Alkitab

dengan judul On The Literal Meaning of Genesis. Salah satu perkataannya dalam karya

11

tersebut membuat pendapat bahwa tulisannya menyiratkan mengenai gagasan evolusi

(perubahan dari waktu ke waktu). Dapat disimpulkan secara sederhana bahwa paling sedikit

dalam tradisi patristik, konsep penciptaan yang masih harus disempurnakan tidak secara

intrinsik bertentangan dengan evolusi Darwin.

Pada abad ke-13, Thomas Aquinas menulis dalam Summa Theologia:

‘Pada hari-hari pertama ini Allah menciptakan segala sesuatu menurut asal atau maksud

masing-masing dan setelah menghasilkan karya ini Ia kemudian beristirahat. Tetapi sesudah

itu, dengan memerintahkan makhluk ciptaan-Nya, dalam karya pengembangbiakan, “Ia tetap

berkarya sampai sekarang”.’

Gagasan ciptaan yang berkelanjutan (creatio continua) tersebut menyiratkan peran

Allah dalam teori evolusi. Menurut Thomas, melalui hukum-hukum yang mengatur

keturunan dengan modifikasi, kita dapat melihat karya Allah yang kreatif. Hal tersebut bukan

berarti karya Thomas menegaskan atau ditegaskan oleh teori Darwin, tetapi karya tersebut

bermaksud memberikan pemahaman teologis tentang alam yang tidak bertentangan dengan

teori Darwin.

Kemudian Thomas menuliskan dalam karyanya tersebut, bahwa karya Allah yang

kreatif memiliki tiga ciri: penciptaan dari kekosongan (creatio ex nihilo), pembedaan, dan

penghiasan (keduanya bersama-sama dipandangan sebagai creatio continua). Berdasarkan

ciri-ciri tersebut, evolusi tergambarkan selaras dengan pembedaan dan penghiasan.

Selain itu, Paus Yohanes Paulus II telah mengakui kekuatan dan pentingnya teori

evolusi dalam membentuk ulang penilaian teologis kita terhadap alam. Berdasarkan

pemikiran Agustinus, Thomas, dan Paus Yohanes Paulus II sebagai contoh, dapat

disimpulkan bahwa pemahaman Kristen tentang ciptaan tidak secara inheren bertentangan

dengan teori Darwin. Teolog-teolog Kristen tertentu memberikan deskirpsi penciptaan yang

dalam cara-cara fundamental sesuai dengan asumsi teori Darwin.

12

2.5 Hubungan seharusnya antara Agama dan Sains

Meskipun sering bertentangan, baik agama dan sains adalah dua aspek nilai dalam

kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Ahli fisika Ian

Barbour pernah mengusulkan beberapa tipe untuk menggolongkan hubungan antara sains dan

agama, yaitu sebagai berikut:

1. Konflik

Mencakup materialisme ilmiah dan literalisme alkitabiah. Penganut

materialisme ilmiah mengklaim bahwa dunia hanya terdiri dari materi semata, tidak

ada ruang bagi jiwa, roh atau Allah. Mereka juga mengklaim bahwa sains adalah

sebagai satu-satunya jalan untuk memperoleh pengetahuan yang sebenarnya,

sedangkan agama tidak bisa mengungkapkan segala sesuatu yang benar-benar

berharga tentang hidup manusia. Sementara itu, penganut literalis alkitabiah percaya

bahwa Alkitab harus dibaca secara harfiah, tanpa penafsiran dan bahwa Alkitab itu

sendiri memberikan pengetahuan yang benar tentang dunia, kemanusiaan, dan Allah.

Mereka sering memandang sains sebagai tantangan terhadap keyakinan alkitabiah.

2. Kemandirian

Mengukuhkan bahwa sains dan agama menggunakan metode yang berlawanan

dan bahasa yang berbeda. Disinilah sains dan agama tetap tinggal terpisah sama sekali

satu dengan yang lain. Jadi, tidak ada konflik, tetapi juga tidak ada hubungan.

Beberapa pakar berargumen bahwa sains dan agama menggunakan metode penelitian

yang sama sekali berbeda, misalnya akal lawan iman dan bahwa sains berdasarkan

fakta, sedangkan agama berdasarkan nilai. Sains objektik, sedangkan agama subjektif.

Sains dapat dipalsukan, tetapi agama tidak. Bahasa ilmiah mengacu pada gambaran

tentang dunia ini, tetapi agama menggunakan bahasa untuk menggambarkan emosi,

harapan, dan kepercayaan.

3. Dialog

Sebagai medel untuk menghubungkan sains dan agama mencakup pertanyaan-

pertanyaan seputar batas dan kesejajaran metodologi. Walaupun sains

mengungkapkan banyak hal tentang dunia, ada beberapa pertanyaan yang terletak

diujung atau batas sains, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang ditimbulkan sains, tetapi ia

sendiri tidak pernah mampu menjawabnya. Apabila alam semesta memiliki awal,

apakah yang terjadi sebelum itu? Mengapa manusia merasakan belas kasihan?

13

Mengapa alam semesta itu ada? Pihak lain mengklaim bahwa cara-cara yang

digunakan sains untuk menguji teorinya tidak seluruhnya berbeda dari yang

digunakan teologi. Keduanya menggunakan data(fakta-fakta empiris untuk sains,

kitab suci, pengalaman religius, liturgi untuk agama). Keduanya melibatkan

komunitas cendekiawan yang bekerjasama untuk menemukan apa yang benar,

keduanya menggunakan akal dan juga nilai-nilai estetika untuk memilih sekian

banyak teori yang bersaing satu sama lain( dalam teologi, teori disebut “doktrin”) dan

seterusnya.

4. Integrasi

Mencakup teologi natural, teologi tentang alam dan sintesis sistematis.

Teologi natural adalah upaya untuk memulai dengan dunia dan menemukan sesuatu

tentang Allah, bahwa Allah ada, hakikat Allah, kehendak Allah dan maksudnya.

Suatu teologi natural mulai dengan teologi dan berupaya menggabungkan kedalamnya

temuan-temuan sains. Teologi natural melibatkan perumusan ulang teologi dari sudut

temuan-temuan itu. Tujuan sintesis sistematis adalah penggabungan teologi dan sains

ke dalam suatu kerangka tunggul. Sintesis sistematis ini sering menggabungkan

keduanya dengan menggunakan sistem metafisika tunggal, misalnya metafisika

proses seperi yang berasal dari filsafat Alfred North Whitehead atau metafisika

Thomistik. Dengan cara ini, konsep-konsep seperi ruang, waktu , materi, kausalitas,

pikiran, roh, bahkan Allah digunakan dengan cara-cara serupa baik dalam teori dan

penelitian teologis maupun ilmiah.

Pada kenyataanya memang tidak bisa mencampuradukkan pola pikir sains dan agama.

Terdapat perbedaan cara pikir agama dengan sains. Agama memang mengajarkan untuk

menjalani agama dengan penuh keyakinan. Sedangkan sebaliknya dalam sains, skeptisme dan

keragu-raguan justru menjadi acuan untuk terus maju, mencari dan memecahkan rahasia

alam. Sains seharusnya memang dapat diuji dan diargumentasi oleh semua orang tanpa

memandang apapun keyakinannya. Semua penganut agama harus memahami bahwa bumi

berputar mengelilingi matahari, dan bukan sebaliknya. Semua penganut agama harus paham

bahwa sinar matahari dapat dikonversi menjadi energi. Karena hal ini memang terbukti

melalui pendekatan sains. Belajar sains adalah juga belajar untuk memahami hakekat

kehidupan manusi, dengan segala kekurangan dan keterbatasannya. Dengan belajar sains, kita

14

belajar untuk rendah hati. Oleh karena itu, pembelajaran sains seyogyanya ditujukan untuk

peningkatan harka kehidupan menusia sebagai penghuni alam semesta ini. Dan hal ini telah

secara eksplisist dikemukakan dalam semua kitab suci agama, tanpa perlu diperdebatkan atau

dikait-kaitkan dengan kaedah sains.

Sains sebenarnya dapat mempertebal keyakinan dan keimanan. Namun demikian

iman juga dapat digoyahkan oleh sains seandainya dicampuradukkan dengan pemahaman

agama. Pengkaitan fenomena alam dengan ayat-ayat suci secara serampangan bisa jadi malah

akan memberikan pemahaman yang salah. Bagi para agamawan yang kurang memahami

sains, tindakan itu akan menyesatkan. Sebaliknya, mengkaitkan sains dengan agama oleh

mereka yang tidak atau kurang dibekali agama, bisa membuat kesimpulan yang diambil

menjadi konyol dan menggelikan. Bila para ilmuwan perlu mempelajari dan mendalami

agama, para agamawan juga seharunya mempelajari ilmu pengetahuan alam. Dengan

demikian tidak terjadi benturan yang terlalu besar, atau jarak yang terlalu lebar, yang

memisahkan kedua prinsip dan sudut pandang antara sains dan agama.

Albert Einstein berkata dalam salah satu pidatonya bahwa ilmu pengetahuan tanpa

agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta. Melalui ungkapan Einstein tersebut,

tergambar bahwa sains dan agama adalah dua kajian yang berbeda, namun keduanya sama-

sama memiliki peran yang signifikan bagi kehidupan manusia. Kelahiran agamalah yang

menjadikan umat manusia memiliki keimanan sehingga menjadikan hidupnya lebih terarah,

beretika, bermoral, dan beradab. Sementara itu, sains memberikan banyak ilmu pengetahuan

bagi manusia. Dengan semakin berkembangnya sains, akan memajukan dunia dengan

berbagai penemuan yang gemilang serta memberikan kemudahan fasilitas yang sangat

menunjang keberhasilan hidup manusia.

15

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Melalui pemaparan di atas, kami menyimpulkan bahwa agama dan sains merupakan

dua hal penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Keduanya dibutuhkan

manusia untuk tetap bertahan hidup. Meskipun sering bertentangan, baik agama dan sains

adalah dua aspek nilai dalam kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan antara satu

dengan yang lain. Sains sebenarnya dapat mempertebal keyakinan dan keimanan. Namun

demikian iman juga dapat digoyahkan oleh sains seandainya dicampuradukkan dengan

pemahaman agama.

3.2 Saran

Melalui makalah ini, kami menyarankan agar para pembaca dapat terus

mempertahankan imannya di tengah dunia yang semakin memuja teknologi ini.

Perkembangan sains yang begitu pesat harus diimbangi dengan perkembangan iman (agama),

karena Tuhanlah yang memberikan manusia akal budi untuk berpikir dan dapat memahami

ilmu pengetahuan. Tanpa adanya anugerah dari Tuhan, kita tidak dapat mengembangkan

sains hingga secanggih sekarang. Seperti yang dikatakan oleh Albert Einstein bahwa “Ilmu

pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta”

16

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. ”Manusia dan Agama” staff.uny.ac.id/sites/default/files/PAI - 1 Manusia dan

Agama_0.pdf (21 Mei 2015)

Anonim. “Religiusitas”.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23300/3/Chapter%20II.pdf (21 Mei 2015).

Asali, Budi. “ Kristen dan Agama Lain”.

www.golgothaministry.org/katekisasi/katekisasi_04.htm (21 Mei 2015)

Nolanda, Angelina. Hubungan Iptek dengan Firman Allah. Diakses di http://angelinalonda-

fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-74692-agama-

Hubungan%20Iptek%20Dan%20Firman%20Allah.html#ixzz3ajcTX0Y5 pada Kamis, 21

Mei 2015 pukul 09.07

Peters, Ted dan Gaymon Bennett (eds.). 2006. Bridging Science and Religion. Cetakan ke 2.

Diterjemahkan oleh: Pattinasarany, J.C. Jakarta: Gunung Mulia

Prof. Dr. C.A. van Peursen: Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Dikutip dari buku B. Arief

Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Pustaka Sutra, Bandung 2008

Stephani, Esra. Evaluasi Halaman 317-318. Diakses di

http://esrastephani.blogspot.com/2009/11/evaluasi-hal-137-138.html pada Kamis, 21 Mei

2015 pukul 09.04

Suparman, Hendi. Makalah Ipteks dalam Konteks Kristen. Diakses di

http://hendisuparman20.blogspot.com/2012/10/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html

pada 19 Mei 2015 pukul 18.22

Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008.

Modul MPK Agama Kristen Universitas Indonesia Pokok Bahasan IV Iman, Budaya, dan

Ipteks