Upload
umi-kalsum-chzee
View
47
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
UMI KALSUM CHZEE
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN TRAUMA PADA
SALURAN KEMIH
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 3
1. UMI KALSUM
2. ZULIAH ELVIANA
3. ALEX SUMBER PANJAITAN
PROGRAM STUDY NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat
terdiagnosa karena perhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas ada di
tubuh dan anggota gerak saja, kelambatan ini dapat menimbulkan
komplikasi yang berat seperti perdarahan hebat dan peritonitis, oleh karena
itu pada setiap kecelakaan trauma saluran kemih harus dicurigai sampai
dibuktikan tidak ada.
Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ saja,
sehingga sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagai
satu kesatuan. Juga harus diingat bahwa keadaan umum dan tanda-tanda
vital harus selalu diperbaiki/dipertahankan, sebelum melangkah ke
pengobatan yang lebih spesifik.
Trauma sistem perkemihan bisa terjadi karena trauma tumpul dan
trauma tajam. Trauma tumpul sistem perkemihan lebih besar tingkat
kejadiannya 80 – 90% dibandingkan dengan trauma tajam yang mencapai
10 – 20%. Biasanya cedera saluran kemih disertai dengan trauma pada
struktur organ lain, kecuali cedera atrogenik yang umumnya merupakan
cedera tunggal.
Melihat akibat yang ditimbulkan dari trauma urinaria, maka kami dari
kelompok akan menjelaskan makalah laporan pendahuluan dan konsep
asuhan keperawatan gawat darurat pada sistem perkemihan sebagai
penunjang kegiatan perkuliahan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud dengan trauma urinaria?
b. Bagaimana tanda dan gejalanya?
c. Apa saja klasifikasi dari trauma urinaria?
d. Bagaimana komplikasinya?
e. Bagaimana asuhan keperawtan pada trauma urinaria yang salah satunya
trauma Vesika Urinaria ?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
gangguan trauma pada saluran kemih
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi dari trauma urinaria
b. Mengetahui tanda dan gejala dari trauma urinaria
c. Mengetahui klasifikasi trauma urinaria
d. Mengetahui komplikasi trauma urinaria
e. Mengetahui asuhan keperawatan pada trauma saluran perkemihan
f. Mengetahui analisis jurnal tentang trauma saluran
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI TRAUMA URINARIA
Trauma urinaria atau trauma pada saluran perkemihan merupakan
adanya benturan pada saluran perkemihan (ginjal, ureter, vesika urinaria,
uretra). Pada laki-laki dapat pula mengenai scrotum, testis dan prostat
(Muttaqin, Arif. 2011).
Trauma pada system perkemihan adalah kejadian dimana saluran
kemih mengalami gangguan bukan karena pengaruh dari dalam tubuh tetapi
adanya gangguan dari luar. Saluran kemih (termasuk ginjal, ureter, kandung
kemih dan uretra) dapat mengalami trauma karena luka tembus (tusuk),
trauma tumpul, terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala yang paling
banyak ditemukan adalah terdapatnya darah di urin (hematuria),
berkurangnya proses berkemih dan nyeri. Beberapa trauma dapat
menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan, memar, dan jika cukup berat,
dapat menurunkan tekanan darah (syok).
Limbah metabolik harus disaring dari darah oleh ginjal dan dibuang
melalui saluran kemih, karena itu setiap cedera yang mempengaruhi proses
tersebut bisa berakibat fatal. Mencegah kerusakan menetap pada saluran
kemih dan mencegah kematian tergantung kepada diagnosis dan pengobatan
yang tepat.
2.2 KLASIFIKASI TRAUMA URINARIA
2.2.1 Trauma Ginjal
Definisi Trauma Ginjal
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling
sering terjadi. Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul
atau trauma abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi
dengan trauma organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan
menimbulkan ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya. Sekitar
85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya
diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas.
Etiologi trauma ginjal :
a. Trauma tumpul ( tersering ).
Perkelahian, terjatuh, olah raga dengan kontak, kecelakaan lalu
lintas.
b. Trauma tembus
Tembakan, ruda paksa tusukan, senjata tajam.
c. Akselerasi / Deselerasi
Kecelakaan lalu lintas yang mengenai pedical ginjal.
d. Tatrogenik
Biopsi ginjal, koliktomi.
e. Ginjal patologis
Ginjal patologis lebih mudah terjadi trauma sehubungan dengan
lemahnya pertahanan ginjal ( seperti : Ginjal polikistik,
hidronefrosis, ginjal ektopik).
f. Trauma yang akibat ESWL (extracorporeal shock wave lithotripsy)
suatu prosedur rutin untuk menghancurkan batu ginjal) bisa
menyebabkan ditemukannya darah dalam air kemih yang sifatnya
sementara, tidak terlalu jelas dan akan membaik dengan sendirinya,
tanpa pengobatan khusus.
Klasifikasi Trauma Ginjal
Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang
dimodifikasi oleh Federle
a. Grade I Lesi meliputi :
Kontusi ginjal
Minor laserasi korteks dan medulla tanpa gangguan pada sistem
pelviocalices
Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang kadang)
75 – 80 % darià keseluruhan trauma ginjal
b. Grade II Lesi meliputi:
Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus
sehingga terjadi extravasasi urine
Sering terjadi hematom perinefron
Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke medulla
10 – 15 % dari keseluruhan trauma ginjal
c. Grade III Lesi meliputi:
Ginjal yang hancur
Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal 5 % dari keseluruhan
trauma ginjal
d. Grade IV Meliputi lesi yang jarang terjadi yaitu:
Avulsi pada ureteropelvic junction
Laserasi dari pelvis renal
Patofisiologi Trauma Ginjal
Ginjal merupakan organ yang banyak mengandung urine dan darah
yang terlindung oleh lapisan lemak, tulang rusuk dan otot abdomen.
Karena benturan yang keras, maka benturan ini akan diteruskan kesemua
tekanan hidrostatik dan capsula fibrosa parenkhim ginjal yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan.
Manifestasi klinis dari trauma ginjal meliputi
Rasa sakit / nyeri daerah trauma ginjal bahkan sampai syok.
Hematuri.
Hematom pada pinggang.
Teraba masa pada pinggang.
Nyeri tekan pada daerah trauma.
Pemeriksaan laboratorium / diagnostic untuk trauma ginjal
Hematokrit menurun ( karena perdarahan ).
HB menurun.
Pemeriksaan IVP : Memperlihatkan suatu daerah berwarna abu-abu
didaerah trauma karena hematom dan ekstravasi urine.
Urogram ekskresi : Memperlihatkan gangguan fungsi / ekstravasi urine
pada sisi yang terkena.
CT Scan : Untuk mendeteksi hematom retroperineal dan
konfigurasi ginjal.
Diagnosa banding:
Fraktur vertebra / iga dan hematom retroperineal.
Trauma traktus urogenitalis lain.
Penatalaksanaan:
Konservatif
1. Istirahat total.
2. Transfusi.
3. Obat-obat konservatif.
Operatif
1. Operasi untuk penjahitan suatu laserasi bila fungsi ginjal masih
baik.
2. Nefrotomi.
Komplikasi
Awal : Infeksi, perdarahan.
Lanjut : Stenosis upture dari arteri ginjal, hipertensi, hidronefrosis.
2.2.2 Trauma Ureter
Definisi
Sebagian besar trauma ureter (saluran dari ginjal yang menuju ke
kandung kemih) terjadi selama pembedahan organ panggul atau perut,
seperti histerektomi, reseksi kolon atau uteroskopi. Seringkali terjadi
kebocoran air kemih dari luka yang terbentuk atau berkurangnya produksi
air kemih. Trauma ureter jarang sekali terjadi karena struktunya fleksibel
dan terlindung oleh tulang dan otot.
Etiologi
Operasi daerah punggung dan abdomen, dimana ureter terpotong.
Tindakan kateterisasi : ujung kateter menembus dinding ureter.
Pemasukan zat alkali terlalu kuat.
Manifestasi Klinis
Anuria / oliguria berat setelah pembedahan didaerah pelvis dan
abdomen.
Nyeri daerah panggul.
Ekstravasase urine.
Drainase urine melalui luka operasi.
Ileus terus menerus.
Pemeriksaan laboratorium / upture
Tes fungsi ginjal : abnormal bila traumanya bilateral.
Urografi ekskresi : ekstravasase urine.
Urografi retrogad : menentukan sifat dan tempat trauma.
Diagnosa banding
Vesikovagina dan uretrovaginal.
Kausa upture dan anuria pre renal.
Patofisiologi
Karena fungsi ureter sebagai saluran pengaliran urine dari ginjal ke
vesika urinaria. Apabila terjadi trauma pada ureter, maka akan terjadi
gangguan aliran atau terjadinya ekstravasase urine dan manifestasi klinis
yang dihubungkan gangguan tersebut.
Komplikasi
Fistula ureter.
Infeksi retroperitoneal.
Pyelonefritis.
Obstruksi ureter karena stenosis.
Penatalaksanaan
Terapi terbaik adalah pencegahan dimana perlunya pemasangan kateter
sebelum dilakukan operasi pada daerah ginjal dan abdomen untuk
identifikasi.
Diusahakan untuk mempertahankan aliran urine dengan cara :
1. Uretro Neosistomi bila ureter masih cukup panjang, Ureter dapat
ditanamkan ke buli-buli.
2. Uretro cutanostomi yaitu muara ureter dipindahkan ke kulit.
3. Uretro ileo sistostomi bila ureter pendek diganti dengan Ileal Lopp.
Terapi konservatif berupa analgetik dan upture.
2.2.3 Trauma Vesika Urinaria
Definisi
Trauma bledder atau trauma vesica urinaria merupakan keadaan
darurat bedah yang memerlukan pelaksanaan segera. Bila tidak
ditanggulangi dengan segera dapat menimbulkan komplikasi seperti
peritoritis dan sepsis.
Cedera kandung kemih disebabkan oleh trauma tumpul atau
penetrasi. Kemungkinan cedera kandung kemih bervariasi menurut isi
kandung kemih sehingga bila kandung kemih penuh akan lebih mungkin
untuk menjadi luka daripada saat kosong (arif muttaqin : 211)
Etiologi
Trauma tumpul pada panggul yang mengenai buli-buli.
Trauma tembus.
Akibat manipulasi yang salah sewaktu melakukan operasi Trans uretral
Resection (TUR)
Patofiisiologi
Bila buli-buli yang penuh dengan urine mengalami trauma, maka
akan terjadi peningkatan tekanan intravesikel dapat menyebabkan
contosio buli-buli / buli-buli pecah. Keadaan ini dapat menyebabkan
rupture intraperitoneal.
WOC
Kandung Kemih
Kecelakaan Fraktur Tulang Trauma Tumpul Trauma Tajam
Patah Tulang Pelvis
Kontusio/buli – buli memar
Ruptur
Luka Tusuk
Trauma Bladder
Robekan Dinding Bladder
Obstruksi
Tekanan Kandung Kemih
Dx. Gangguan Rasa Nyaman
Nyeri
Anemia
Syok
Cemas
Inkontinensia
Dx. Gangguan Eliminasi Urin
Kateterisasi
Dx. Resiko Infeksi
Refluk Urine ke Ginjal
Kelainan pada Ginjal
Gangguan Keseimbangan
Asam Basa
Darah menjadi Asam
Nafas Cepat dan Dangkal Sesak Nafas
Dx. Gangguan Pola Nafas
Manifestasi Klinis
Nyeri supra pubik baik verbal maupun saat palpasi.
Hematuria.
Ketidakmampuan untuk buang air kecil.
Regiditas otot.
Ekstravasase urine.
Suhu tubuh meningkat.
Syok.
Tanda-tanda peritonitis.
Pemeriksaan Laboratorium / Diagnostik
Hematokrit menurun.
Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine, vesika urinaria dapat
pinddah atau tertekan, menunjukkan ekstravasase urine vesika urinaria
dapat pindah atau tertekan yaitu suatu prosedur di mana pewarna
radioaktif (senyawa kontras) yang dapat dilihat dengan X-ray,
disuntikkan ke dalam kandung kemih.
Prosedur selanjutnya adalah dengan melakukan CT scan atau X-ray
untuk melihat kebocoran. Sementara untuk luka kandung kemih yang
terjadi selama prosedur operasi biasanya diketahui tepat pada
waktunya sehingga rangkaian tes tersebut tidak perlu dilakukan.
Diagnosa banding
Ruptur uretra atau ginjal.
Komplikasi
Urosepsis.
Klien lemah akibat anemia.
Penatalaksanaan
Atasi syok dan perdarahan.
Istirahat baring sampai upture hilang.
Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesica urinaria
intra peritoneal dilakukan operasi upture alta yang dilanjutkan dengan
laparatomi.
2.2.4 Trauma Uretra
Definisi
Ruptur uretra bisa sebagian atau total, biasanya rupture terjadi pada
pars membranesea. Dapat juga uretra pars pandibulum, trauma lebih sering
dialami pria.
Etiologi
Umumnya disebabkan trauma langsung didaerah rupture dan pelvis.
Manifestasi Klinis
Perdarahan dari uretra.
Hematom perineal, mungkin disebabkan trauma bulbus cavernosus.
Retensio urine akibat spasme M. Spinkter uretra eksternum.
Bila buli-buli penuh terjadi ekstravasase sehingga terjadi nyeri berat
dan keadaan umum memburuk.
Klasifikasi
Trauma Grade I ( ringan )
Yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, adanya perdarahan
per uretra ( darah langsung keluar dari uretra.
Trauma Grade II ( sedang )
Yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, bulbus cavernosus
dan kemungkinan ada hematom tetapi tidak progresif.
Trauma Grade III ( berat ).
Pada tingkat ini uretra mengalami rupture, bulbus cavernosus hancur
dan vesika buck robek darah mengalir keluar, menjalar kebawah kulit,
perdarahan mula-mula pada daerah peritoneum terus ke scrotum
selanjutnya ke daerah unguinal suprapubik.
Pemeriksaan Diagnostic
Rectal Toucher
Bila upture terjadi di pars membranosa, maka prostat tidak akan teraba,
sebaliknya akan teraba rupture berupa masa lunak dan kenyal.
Uretrogram
Untuk mengetahui lokasi rupture.
Komplikasi
Penyembuhan luka dapat menyebabkan rupture ureter.
Penatalaksanaan
Konservatif berupa pemasangan DC beberapa hari disertai pemberian
antibiotika.
Jika kateter gagal dipasang, lakukan pembedahan ( operasi
perineostomi ) untuk mengeluarkan bekuan darah, kemudian dipasang
DC.
Kontrol uretra dengan menggunakan Bougie untuk mengetahui ada
tidaknya striktura.
2.2.5 Trauma Penis
Trauma pada penis yang sedang ereksi disebabkan oleh pembalut
karet atau penyempit lain yang merobek jaringan kavernosa dan dapat
menyebabkan necrosis. Kadang-kadang terjadi kerusakan jaringan penis
pada kecelakaan rupture dalam hal ini mungkin diperlukan skin graf.
2.2.6 Trauma Scrotum
Trauma pada testis jarang terjadi. Nyeri hebat, muntah dan bahkan
syok bila testis mengalami kontosio, laserasi / rupture total, mungkin
diperlukan eksplorasi scrotum. Penyembuhan setelah trauma hebat
biasanya disertai atropi testis.
2.2.7 Trauma Testis
Pada luka tembak, cedera ekstensif, luka compang-camping dan
terdapat jaringan nekrosis serta cedera ikutan pada daerah sekitarnya. Pada
rudapaksa tumpul, besarnya pembengkakan skrotum dan ekimosis bisa
berbeda. Cedera akibat rudapaksa tajam segera setelah trauma biasanya
penderita mengeluh sakit, mual, muntah, kadang sinkop. Terdapat tanda
cairan atau darah di dalam skrotum. Ditemukan testis yang membesar dan
nyeri.
BAB III
Asuhan Keperawatan Teoritis
A. PENGKAJIAN
Kaji mekanisme dari riwayat trauma pada kandung kemih. Kaji keluhan
nyeri di daerah suprasimfisis, miksibecampur draah atau mungkin pasien tidak
dapat miksi. Pemeriksaan secara umum sering didapatkan adanya syok
hipovolemik yang berhubungan dengan fraktur pelvis dan perdarahan dalam
massif. Sering didapatkan adanya tanda dan gejala sepsis peritonesis akibat
masuknya urine kedalam peritoneum.tanda-tanda klinis cedera landing kemih
relative spesipik, trias gejala (gross hematuria, nyeri suprapubik, kesulitan
ketidakmampuan untuk miksi). Inspeksi lokalis terdapat adanya tanda fraktur
pubis, hematom perivesika. Pada urine output didapatkan adanya hematuria,
penurunan jumlah urine sampai anuria. Klien terlihat nyeri saat berkemih.
Pemeriksaan abdominal distensi, guarding, rebound tenderness, hilangnya/
penurunan suara usus dan tanda-tanda iritasi Peritoneal menunjukan kemungkinan
pecahnya kandung kemih intraperitoneal. Pemeriksaan dubur harus dilakukan
untuk mengevalasi posisi prostat. Posisi prostat yang melayang atau pada posisi
anatomis normal mengidinkasikan adanya cedera kandung kemih disertai adanya
cedera kandung kemih disertai adanya ruptur pada uretra.
Pemeriksaan rigiditas cincin panggul dilakukan untuk menentukan
stabilitas panggul apabila didapatkan adanya riwayat trauma paggul.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN.
1. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) s/d Kerusakan jaringan ( trauma ) pada daerah
bladder, ditandai dengan :
Klien mengeluh nyeri pada daerah abdomen bawah yang terkena.
Adanya nyeri tekan pada daerah bladder yang terkena.
Ekspresi wajah meringis / tegang.
Intervensi :
1. Kaji skala nyeri, catat lokasi, lama, intensitas dan karakteristiknya.
Rasional : Perubahan dalam lokasi atau intensitas tidak umum tetapi dapat
menunjukkan adanya komplikasi.
2. Atur posisi sesuai indikasi, misalnya semi fowler.
Rasional : Mmemudahkan drainase cairan / luka karena gravitasi dan
membantu meminimalkan nyeri karena gerakan.
3. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya nafas dalam, tekhnik relaksasi /
visualisasi.
Rasional : Meningkatkan kemampuan koping dengan memfokuskan
perhatian pasien.
4. Kolaborasi untuk pemberian analgesik.
Rasional : Menurunkan laju metabolisme yang membantu menghilangkan
nyeri dan penyembuhan.
2. Gangguan eliminasi urine s/d trauma bladder ditandai dengan hematuria
Intervensi :
1. Kaji pola berkemih seperti frekwensi dan jumlahnya.
Rasional : Mengidentifikasi fungsi kandung kemih, fungsi ginjal dan
keseimbangan cairan.
2. Observasi adanya darah dalam urine.
Rasional : Tanda-tanda infeksi saluran perkemihan / ginjal dapat
menyebabkan sepsis.
3. Istirahat baring sekurang-kurangnya seminggu sampai hematuri hilang.
Rasional : Menurunkan metabolisme tubuh agar energi yang tersedia
difokuskan untuk proses penyembuhan pada ginjal.
4. Lakukan tindakan pembedahan bila perdarahan terus berlangsung.
Rasional : Tindakan yang cepat / tepat dapat meminimalkan kecacatan
3. Gangguan pemenuhan aktifitas s/d kelemahan fisik sekunder terhadap trauma,
ditandai dengan :
Klien tampak lemah.
Aktifitas dibantu oleh orang lain / keluarga.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan fungsional dengan skala 0 – 4.
Rasional : Untuk menentukan tingkat aktifitas dan bantuan yang diberikan
2. Ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah seluruh tubuh dan mencegah
penekanan pada daerah tubuh yang menonjol
3. Lakukan rentang gerak aktif dan pasif.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya trauma dan mempertahankan
fungsi sendi dan mencegah penurunan tonus
4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL.
Rasional : Bantuan yang memberikan sangat bermanfaat untuk menghemat
energi yang dapat digunakan untuk membantu proses penyembuhan luka.
4. Potensial syok hipovolemia s/d pemutusan pembuluh darah.
Intervensi :
1. Observasi tensi, nadi, suhu, pernafasan dan tingkat kesadaran pasien.
Rasional : Terjadinya perubahan tanda vital merupakan manifestasi awal
sebagai kompensasi hypovolemia dan penurunan curah jantung.
2. Berikan cairan IV sesuai kebutuhan.
Rasional : Perbaikan volume sirkulasi biasanya dapat memperbaiki curah
jantung.
3. Berikan O2 sesuai kebutuhan.
Rasional : Kadar O2 yang maksimal dapat membantu menurunkan kerja
jantung.
4. Kolaborasi pemberian obat-obatan anti perdarahan.
Rasional : Untuk menghentikan atau mengurangi perdarahan yang sedang
berlangsung.
5. Bila perdarahan tetap berlangsung dan KU memburuk pikirkan tindakan
bedah.
Rasional : Tindakan yang segera dapat menghindarkan keadaan yang lebih
memburuk.
BAB III
CONTOH KASUS
Tn.S datang ke RSU Sari Mutiara Medan mengeluh sakit di daerah bawah
perut setelah terjatuh dari motor. Klien memegangi perutnya, terdapat jejas
di bagian perut bawah. Dari hasil pemeriksaan urine terdapat hematuria,
TD: 100/80 mmHg , RR 25 x/menit, S: 36,5 C, N: 62 x/menit, HB : 6,5
gram/dl
4.1 PENGKAJIAN
Biodata
Nama : Tn.S
Umur : 45 th
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SD
Bahasa : Indonesia
Alamat : Amal Luhur
Tgl masuk RS : Senin, 05 Oktober 2015
Tgl pengkajian: Senin, 05 Otober 2014
No. Register :12.02.195
Diagnosa medis : Trauma Vesika Urinaria
Keluhan Utama
Px mengeluh nyeri pada perut bagian bawah, sulit berkemih.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada hari senin tanggal 05 Oktober klien hendak ke pasar dengan
mengendarai sepeda motor, namun karena menghindari kucing yang
menyebrang jalan Tn S mengerem mendadak sehingga terjatuh dari
sepeda motor (kecelakaan tunggal) perut bagian bawah klien terbentur
pembatas jalan. Sehingga klien dibawa ke RSU Sari Mutiara Medan..
Riwayat Penyakit Dahulu
Klien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Klien tidak memiliki keluarga yang memiliki penyakit menurun
Data Subjektif
a. Klien mengeluh nyeri pada perut bagian bawah (bledder) yang terkena
pembatas jalan.
b. Klien mengatakan kencingnya bercampur darah
c. Klien mengatakan ada memar pada abdomen bawah setelah dia
terjatuh.
Data obyektif
a. Nyeri pada daerah trauma
b. Hematuri
c. HT menurun
d. HB menurun
e. Pada pemeriksaan BNO :Memperlihatkan suatu daerah yang berwarna
abu-abu di daerah trauma dan memperlihatkan ekstravasase urine.
f. Urogram ekskresi : Memperlihatkan gangguan fungsi / ekstravasasi
urine pada sisi yang terkena.
g. CT Scan : Memperlihatkan adanya hematom retropenial dan
konfigurasi ginjal.
4.2 PEMERIKSAAN FISIK
Head to Too
a. Kepala
Bentuk kepala simetris, kulit kepala cukup bersih, posisi kepala
tegak dapat digelengkan ke kiri / kekanan, tidak terdapat luka
jahitan.
b. Rambut
Bentuk rambut lurus, berwarna hitam, kebersihan cukup baik.
c. Mata (Penglihatan)
Terlihat bersih (tidak ada kotoran), struktur mata simetris, fungsi
penglihatan baik, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis,
klien tidak memakai alat bantu penglihatan / kacamata.
d. Hidung (Penciuman)
Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, tidak ada perdarahan,
polip dan tidak ada peradangan, terlihat bersih (tidak ada benda
asing atau secret serta kotoran yang menempel
e. Telinga (Pendengaran)
Bentuk dan posisi simetris, fungsi pendengaran baik, tidak terdapat
luka danj klien tidak mengguanakan alat bantu pendengaran
f. Mulut dan Gigi
Mukosa bibir agak kering, lidah tampak bersih, jumlah gigi
lengkap, kebersihan gigi cukup baik, tidak tercium bau mulut,
fungsi pengecapan baik (dapat membedakan rasa) tidak ada
masalah dalam menelan tapi klien cuma kurang nafsu makan.
g. Leher
Terlihat bersih(tidak terdapat kotoran dilipatan kulit), tidak terdapat
pembesaran getah bening maupun kelenjar tiroid, dan tidak ada
keterbatasan gerak pada leher.
h. Thorax (Fungsi Pernafasan)
Bentuk simetris, frekuensi nafas 24 x/menit, tidak terlihat sesak
nafas / tidak menggunakan alat bantu pernafasan, dada teraba datar
dan tidak ada nyeri tekan dan tidak terdengar bunyi nafas tambahan
ronchi dan wheezing.
i. Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, tampak kebiruan pada perut bagian
bawah.
Auskultasi : bising usus normal 8x/m
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada abdomen bagian bawah.
j. Reproduksi
Klien berjenis kelamin laki-laki, terpasang kateter dan keluar darah
saat BAK melalui kateter.
k. Ekstremitas
Atas : Ekstremitas atas sebelah kanan terpasang infus RL 20
tetes/menit dan ekstremitas atas sebelah kiri dan kanan terdapat
luka lecet.
Bawah : Ekstremitas bawah terdapat luka lecet pada kedua
lutut dan nyeri apabila digerakkan.
l. Integument
Turgor kulit baik kembali kurang dari 2 detik, warna kulit sawo
matang, suhu 36,5 ºC, dan terdapat hematom serta lesi.
Secara khusus bagian sistem perkemihan
Inspeksi : terlihat jejas, hematom pada bagian yang terkena
pembatas jalan.
Auskultasi : terdengar suara bruit renal, serta bladder
terdengar penuh dengan urine.
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada bagian yang terkena
trauma.
Perkusi : terdapat nyeri ketika dilakukan tumbukan.
4.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agent injury d/d pasien mengeluh nyeri saat ditekan, dan
ketika tumbukan terasa nyeri, hematuria.
2. Gangguan eliminasi urine b/d pengumpulan dan pengeluaran urine d/d
pasien tidak dapat berkemih.
3. Resiko infeksi b/d urine yang menumpuk pada bladder d/d kesulitan
berkemih.
4.4 INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria
hasil (NOC)
Intervensi
(NIC)
1. Nyeri akut b/d agent
injury d/d pasien
mengeluh nyeri saat
ditekan, dan ketika
tumbukan terasa nyeri,
hematuria.
NOC:
Mengenali faktor
penyebab
Mengenali onset
(lamanya sakit)
Menggunakan
metode
pencegahan
Menggunakan
metode
nonanalgetik
untuk mengurangi
nyeri
Mengenali gejala-
gejala nyeri
Ekspresi nyeri
pada wajah
Melaporkan nyeri
sudah terkontrol
Kriteria hasil :
Klien merasakan
nyeri berkurang atau
tidak merasakan
nyeri lagi
Pasien dapat
berkemih.
NIC:
Lakukan
pengkajian
nyeri secara
konfrehensif
termasuk lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas dan
faktor
presipitasi
Ajarkan tentang
tehnik
nonfarmakologi
Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
Tingkatkan
istirahat
2. Gangguan eliminasi urine
b/d pengumpulan dan
NOC: NIC :
pengeluaran urine d/d
pasien tidak dapat
berkemih.
Identifikasi
dorongan berkemih
Mengosongkan
kandung kemih
secara tuntas
Pola eliminasi
Asupan cairan
adekuat
Manajemen
eliminasi urine
Manajemen
cairan
3. Resiko infeksi b/d urine
yang menumpuk pada
bladder d/d kesulitan
berkemih.
NOC:
Tidak didapatkan
infeksi berulang
Mendeskripsikan
tanda dan gejala
infeksi
Mendeskripsikan
penatalaksanaan
yang tepat untuk
infeksi
NIC:
Ajarkan pasien
dan keluarga
cara
mengenali
tanda dan
gejala infeksi
Ajarkan
keluarga cara
mencegah
infeksi
Ganti kateter
sesuai aturan
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Trauma pada system perkemihan adalah kejadian dimana saluran
kemih mengalami gangguan bukan karena pengaruh dari dalam tubuh tetapi
adanya gangguan dari luar. Saluran kemih (termasuk ginjal, ureter, kandung
kemih dan uretra) dapat mengalami trauma karena luka tembus (tusuk),
trauma tumpul, terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala yang paling
banyak ditemukan adalah terdapatnya darah di urin (hematuria),
berkurangnya proses berkemih dan nyeri. Beberapa trauma dapat
menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan, memar, dan jika cukup berat,
dapat menurunkan tekanan darah (syok).
Jika kita membicarakan mengenai system perkemihan, di dalamnya
terdapat beberapa organ yang kemungkinan dapat terkena trauma.
Diantaranya adlah ginjal, ureter. Kandung kemih, dan uretra.
5.2 SARAN
a. Saran kepada pendidikan: Diharapkan kepada pendidik supaya
memperlengkapi perpustakaan terutama buku buku yang membahas
tentang penyakit system perkemihan agar mempermudah proses belajar
dan mengajar.
b. Saran kepada mahasiswa: Diharapkan kepada mahasiswa untuk bisa
memahami isi makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media
Aeskulapius, FKUI
Soeparman.1998. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI
Mansjoer, Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius
FKUI, Jakarta.
http://id.scribd.com/doc/81798526/Askep-Trauma-Ginjal
http://www.slideshare.net/nufrz/dradam-trauma-urologi-dan-pelvis-as
http://caramengecilkanpaha.com/tips-menurunkan-kolesterol/
http://www.susukolostrum.com/data-penyakit/penyakit-ginjal-dan-saluran-
kemih/trauma-saluran-kemih.html
http://www.scribd.com/doc/40369056/Asuhan-Kekperawatan-Klien-
Dengban-Trauma-Sistem-Perkemihan