23
11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Potensi internet sebagai media pemasaran dan perdagangan telah banyak dibicarakan akhir-akhir ini, khususnya bagi para pemasar. Pembicaraan tersebut menghasilkan suatu pandangan mengenai e-commerce, khususnya perdagangan melalui internet, yang umumnya dikenal sebagai e-commerce, sebagai suatu bisnis dengan berbagai kemungkinan (Raghav Rao et al., 1998). Menurut pandangan ini, e-commerce menawarkan sejumlah karakteristik nilai tambah baru, misalnya disebutkan bahwa suatu saat e-commerce akan menggantikan cara melakukan bisnis konvensional secara k es eluruhan. Ramalan menunjukkan bahwa 20% dari seluruh pembelanjaan di supermarket selama dekade berikutnya akan dilakukan melalui saluran elektronik (Burke, 1997). Harga yang lebih murah juga dihasilkan melalui e-commerce, salah satu alasannya adalah misalnya penggunaan tempat yang lebih murah, yang dimungkinkan karena cara ini tidak memerlukan lokasi yang tersentralisasi. Selain itu penggunaan sejumlah perantara juga dapat diku- rangi (Peterson, 1997). Awalnya belanja melalui internet kurang diminati. Banyak alasan yang melatar belakangi yang membuat orang tidak tertarik untuk melakukan pembelian secara online diantaranya adalah faktor kepercayaan, dan keamanan.

TSA-2012-0104 BAB 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bab dua

Citation preview

  • 11

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1 Tinjauan Pustaka

    Potensi internet sebagai media pemasaran dan perdagangan telah banyak

    dibicarakan akhir-akhir ini, khususnya bagi para pemasar. Pembicaraan tersebut

    menghasilkan suatu pandangan mengenai e-commerce, khususnya perdagangan

    melalui internet, yang umumnya dikenal sebagai e-commerce, sebagai suatu bisnis

    dengan berbagai kemungkinan (Raghav Rao et al., 1998). Menurut pandangan ini,

    e-commerce menawarkan sejumlah karakteristik nilai tambah baru, misalnya

    disebutkan bahwa suatu saat e-commerce akan menggantikan cara melakukan

    bisnis konvensional secara keseluruhan. Ramalan menunjukkan bahwa 20% dari

    seluruh pembelanjaan di supermarket selama dekade berikutnya akan dilakukan

    melalui saluran elektronik (Burke, 1997). Harga yang lebih murah juga dihasilkan

    melalui e-commerce, salah satu alasannya adalah misalnya penggunaan tempat

    yang lebih murah, yang dimungkinkan karena cara ini tidak memerlukan lokasi

    yang tersentralisasi. Selain itu penggunaan sejumlah perantara juga dapat diku-

    rangi (Peterson, 1997). Awalnya belanja melalui internet kurang diminati. Banyak

    alasan yang melatar belakangi yang membuat orang tidak tertarik untuk

    melakukan pembelian secara online diantaranya adalah faktor kepercayaan, dan

    keamanan.

  • 12

    Kontribusi penelitian ini terdapat pada pengaruh informational social

    influence yang positif yang dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk

    berbelanja online. Adanya kebutuhan untuk memasukkan faktor-faktor sosial,

    seperti pengaruh sosial, dalam studi perilaku belanja online. lebih lanjut

    menunjukkan bahwa pengaruh sosial secara signifikan mempengaruhi keyakinan,

    sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

    2011) . Penelitian ini menganalisis lebih lanjut mengenai hasil penelitian empiris

    yang dari Lee et al (2011) yang menekankan peran moderasi dari pengaruh

    informasi sosial yang positif antara keyakinan dan sikap, serta sikap dan

    repurchase intention. Pesan positif dalam forum diskusi online memperkuat

    kepercayaan konsumen yang sudah ada sebelumnya pada atribut yang relevan

    dengan belanja online dan meningkatkan kepercayaan diri konsumen dalam

    berbelanja

    2.1.1 The Theory Planned Behavior

    The theory planned behavior (TPB) (Azjen, 1985, 1991) merupakan

    pengembangan dari the theory reasoned action (TRA) (Azjen and Fishbein, 1980).

    Inti dari the theory planned behavior dan the theory reasoned action, adalah niat

    individu untuk melakukan perilaku tertentu. Dalam the theory reasoned action

    dan the theory palnned behavior, sikap terhadap perilaku dan norma subyektif

    pada perilaku dinyatakan mempengaruhi niat, tapi the theory palnned behavior

    memasukkan unsur kontrol perilaku yang dirasakan dalam mempengaruhi

    perilaku sebagai faktor tambahan yang mempengaruhi niat konsumen untuk

    bertransaksi secara online.

  • 13

    Gambar 2.1 Model The Theory Plane Behavior, Azjen 1975

    Menurut the theory planned behavior, tindakan individu pada perilaku

    tertentu ditentukan oleh niat individu tersebut untuk melakukan perilaku. Niat itu

    sendiri dipengaruhi sikap terhadap perilaku, norma subyektif yang mempengaruhi

    perilaku, dan kontrol keperilakuan yang dirasakan. Menurut Azjen (1985), sikap

    terhadap perilaku merupakan evaluasi positif atau negatif dalam melakukan

    perilaku. Sikap terhadap perilaku menunjukkan tingkatan seseorang mempunyai

    evaluasi yang baik atau yang kurang baik tentang perilaku tertentu. Norma

    subyektif menunjukkan tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak

    melakukan tindakan, sedangkan kontrol keperilakuan yang dirasakan menun-

    jukkan mudahnya atau sulitnya seseorang melakukan tindakan dan dianggap

    sebagai cerminan pengalaman masa lalu disamping halangan atau hambatan yang

    terantisipasi. The theory reasoned action juga telah digunakan pada banyak

    penelitian tentang sistem informasi, kebanyakan digunakan sebagai dasar dalam

    penelitian mengenai penerimaan pengguna dan model penerimaan teknologi

    (TAM) (Davis, 1989).

    Attitudetowardbehavior

    PercievedbehaviorControl

    BehaviorIntentionSubjektifNorm

  • 14

    2.1.2 Technology Acceptance Model ( TAM )

    TAM diperkenalkan oleh Davis (1986), yang merupakan adaptasi

    dari TRA (Theory of Reasoned Action) yang disesuaikan untuk memodelkan

    penerimaan pengguna terhadap sistim informasi. Tujuan dari TAM adalah

    untuk menyediakan penjelasan mengenai penerimaan komputer secara umum,

    sehingga mampu menjelaskan perilaku pengguna meliputi cakupan dan populasi

    yang luas. Idealnya satu model dapat membantu bukan hanya untuk memprediksi

    akan tetapi juga menjelaskan, sehingga para peneliti dan praktisi dapat

    mengidentifikasi mengapa sistim tertentu bisa tidak diterima dan mengejar

    langkah-langkah perbaikan. Tujuan kunci dari TAM adalah untuk menyediakan

    sebuah dasar untuk melacak dampak dari faktor-faktor luar terhadap keyakinan

    intern, sikap, dan niat. TAM diformulasikan dalam sebuah usaha untuk

    mencapai tujuan-tujuan ini dengan mengidentifikasi sejumlah kecil variabel

    mendasar yang disarankan oleh penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan

    penentu kognitif dan penentu afektif penerimaan komputer dan menggunakan

    TRA sebagai teori latar belakang untuk memodelkan hubungan teoritikal

    diantara variabel-variabel ini. Beberapa adaptasi terhadap dasar pendekatan TRA

    dibuat, didukung oleh teori dan bukti-bukti yang tersedia, berdasarkan tujuan

    untuk TAM

    TAM berpendapat bahwa dua keyakinan tertentu, perasaan manfaat

    (Perceived Usefulness) dan kemudahan penggunaan (Ease Of Use) adalah

    relevansi utama untuk perilaku penerimaan komputer.

  • 15

    Gambar 2.2 Technology Acceptance Model

    Perasaan manfaat (U) didefinisikan sebagai kemungkinan pandangan pengguna

    bahwa menggunakan sistim aplikasi khusus akan meningkatkan kinerja dia

    dalam konteks organisasinya. Kemudahan penggunaan (EOU) mengacu pada

    derajat dimana pengguna prospektif mengharapkan target sistim yang akan

    digunakan bebas upaya / masalah. Sebagaimana akan dibahas lebih

    lanjut, beberapa penelitian telah menemukan variabel yang sama dan bisa

    dikaitkan dengan sikap dan penggunaan. Selain itu, analisis faktor

    menyarankan bahwa U dan EOU secara statistic berada di dimensi yang

    berbeda (Swanson, 1974).

    Menurut penelitian, telah ditemukan kaitan antara sikap

    pengguna terhadap penerimaan akan teknologi baru. (Venkatesh & Davis,

    1996). Dan para peneliti telah mencoba untuk menemukan faktor yang

    mempengaruhi penerimaan individual terhadap teknologi informasi (IT)

    dengan tujuan untuk meningkatkan pengguannya. TAM adalah salah model

    yang paling banyak digunakan dalam penelitian dalam penerimaan teknologi

    informasi (Gahtani, 2001) dan telah dibuktikan mampu untuk menjelaskan

    keinginan dan sikap terhadap sistim informasi dibandingan dengan teori

  • 16

    penerimaan teknologi lainnya seperti TRA (Theory of Reasoned Action)

    dan TPB (Theory of Planned Behaviour) (Mathieson, 1991).

    Pada penelitian mengenai pengukuran penerapan ERP di perusahaan

    (Gyampah & Salam, 2003), TAM digunakan karena merupakan model

    penerapan teknologi yang sudah cukup mapan dibandingkan dengan model

    penerapan teknologi yang lain.

    Contoh yang lebih detail mengenai penggunaan TAM dalam mengukur

    bagaimana penerimaan sebuah teknologi dijelaskan pada gambar dibawah ini

    (Al- Somali, Gholami, & Clegg, 2009) :

    Gambar 2.3. Extended Technology Acceptance Model

    Pada gambar, terdapat beberapa faktor yang diduga mempengaruhi Perceived

    Ease of Use ( PEOU), Perceived Usefulness (PU) dan Attitude Toward Use

    (ATT), sehingga faktor ini yang menjadi sasaran untuk meningkatkan

    penerimaan terhadap teknologi.

  • 17

    2.1.3 Perceived Value

    Menurut Wooduff (1997), konsep perceived value dapat berbeda

    keadaannya tergantung pemikiran customer tentang value. Pada penelitian ini,

    customer dapat mempertimbangkan value di waktu yang berbeda, seperti saat

    keputusan pembelian atau saat sebelum/sesudah menggunakan suatu produk. Lalu

    digambarkan juga, customer dapat berimajinasi mengenai apa yang mereka

    inginkan (nilai yang dikehendaki). Customer belajar untuk berpikir tentang value

    dalam bentuk pilihan dan kinerja yang dikehendaki, konsekuensi atau resiko dari

    penggunaan produk dalam sebuah situasi dan pendapat mereka atau perasaan

    tentang experience value (nilai pengalaman) dalam menggunakan sebuah produk

    (nilai yang diterima).

    Menurut Kotler (2008), nilai yang dipikirkan pelanggan (perceived value)

    adalah selisih antara evaluasi calon pelanggan atas semua manfaat serta semua

    biaya tawaran tertentu dan alternatif-alternatif lain yang dipikirkan. Nilai

    pelanggan total (total customer value) adalah nilai moneter yang dipikirkan atas

    sekumpulan manfaat ekonomis, fungsional, dan psikologis, yang diharapkan oleh

    pelanggan atas tawaran pasar tertentu. Sedangkan biaya pelanggan total (total

    customer cost) adalah sekumpulan biaya yang harus dikeluarkan pelanggan untuk

    mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan, dan membuang tawaran pasar

    tertentu, termasuk biaya moneter, waktu, energi, dan psikis. Proses evaluasi

    tersebut melibatkan suatu pertukaran antara apa yang diterima untuk konsumen

    (yaitu customer total value, product value, service value, employees value dan

    image value) dan apa yang telah dikorbankan (yaitu customer total cost, monetary

  • 18

    cost dan non-monetary cost yang mencakup biaya waktu, biaya energi dan biaya

    mental).

    Jika dilihat dari sudut pandang konsumen, memperoleh value yang tinggi

    adalah tujuan dasar dan titik tumpuan untuk segala transaksi jual beli (Hollbrook,

    1994 pada Patterson, 1997). Untuk itu, penting bagi para manajer jasa untuk

    memahami keinginan konsumen serta memberikan pelayanan jasa yang

    berkualitas sehingga jasa yang diberikan dapat menghasilkan value yang positif.

    Menurut Vargo dan Luschs (2004), nilai (value) yang digunakan adalah

    evaluasi dari suatu pengalaman pelayanan, yaitu penilaian dari individu atau

    konsumen dari seluruh total fungsional dan hasil pengalamam emosional. Value

    tidak dapat ditetapkan dari operator selular, tetapi value merupakan definisi atau

    persepsi dari konsumen pengguna layanan.

    Zeithaml (1988) telah menyelidiki konsep mengenai value, dan

    mengemukakan empat definisi konsumen mengenai product value, yaitu: 1).

    Value berarti produk yang memiliki harga rendah, 2). Value berarti apapun yang

    konsumen inginkan ada di dalam produk, 3). Value berarti kualitas yang

    konsumen dapat dari harga yang mereka bayar, 4). Value berarti apa yang

    konsumen dapat dari apa yang telah mereka berikan. Jadi, perceived value dapat

    didefinisikan sebagai penilaian konsumen secara keseluruhan terhadap kegunaan

    suatu produk, berdasarkan persepsi atas apa yang telah dirasakan dan apa yang

    telah konsumen berikan (Caruana and Fenech, 2005).

    Menurut Sheth et al. (1991) dalam Cheng et al. (2009), consumption value

    didefinisikan sebagai faktor yang menjelaskan atau menyatakan alasan konsumen

    dalam memilih suatu produk atau jasa dan menggunakannya. Lima kategori

  • 19

    consumption value: functional, social, emotional, epistemic, dan conditional value

    yang mempengaruhi customer choice behavior (perilaku pilihan konsumen).

    Namun dalam penelitian ini conditional value tidak digunakan, karena dianggap

    sudah mewakili teori atau kasus keempat nilai lainnya. Sweeney dan Soutar

    (2001) mengembangkan model perceived value untuk memahami persepsi

    konsumen dengan lebih baik mengenai nilai yang dirasakan atas barang dan jasa

    yang dibeli melalui empat dimensi, yaitu:

    1. Customer Perceived Sacrifices (pengorbanan yang dirasakan) mengacu

    pada hasil yang diperoleh dari barang atau jasa yang dikonsumsi dalam

    kaitannya dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan.

    2. Emotional Value (Nilai Emosional)

    Nilai yang mengacu pada kegunaan yang diperoleh dari perusahaan yang

    menghasilkan produk atau jasa tersebut dan melibatkan hal-hal yang

    terkait dengan tingkatan emosi yang dirasakan secara langsung, seperti

    timbulnya perasaan senang dan bahagia selama mengkonsumsi barang

    atau jasa tersebut.

    3. Functional Value ( Nilai Fungsional)

    Nilai yang mengacu pada kegunaan yang diperoleh dari kualitas yang

    dirasakan dan kinerja yang diharapkan dari produk atau jasa.

    4. Social Value (Nilai Sosial)

    Nilai yang mengacu pada kegunaan social yang diperoleh dari produk atau

    jasa, misalnya adanya persepsi dan kesan yang baik yang ditimbulkan dari

    penggunaan barang atau jasa tersebut serta keberadaan perusahaan

    penghasil barang atau jasa tersebut diakui secara baik oleh masyarakat.

  • 20

    Pada akhirnya sampailah pada satu kesimpulan, nilai yang dipikirkan atau

    dirasakan oleh konsumen diperoleh dari pemikiran konsumen apakah yang

    diberikannya sesuai dengan apa yang telah diterimanya. Persepsi nilai dari

    masing-masing konsumen berbeda-beda, karena masing-masing konsumen

    mempunyai harapan atau keinginan yang berbeda-beda dari suatu produk.

    2.1.4 Perceived usefulness

    Perceived usefulness merupakan salah satu faktor dari Technology

    Acceptance Model (TAM). TAM dikembangkan berdasarkan pada Theory of

    Reasoned Action (TRA) yang dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein (1980;

    Fishbein dan Ajzen, 1975). Theory of Reasoned Action (TRA) merupakan model

    yang sangat berpengaruh di bidang psikologi sosial mengasumsikan bahwa

    pembentukan behavioral intention (yang menentukan terjadinya perilaku nyata)

    dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku dan norma-norma subyektif. Sikap

    terhadap perilaku mengacu pada kepercayaan bahwa suatu perilaku membawa

    pada suatu hasil tertentu. Contohnya, memakai telepon genggam bisa membuat

    seseorang mudah berkomunikasi dengan orang lain. Norma subyektif

    menggambarkan kepercayaan individu akan opini orang lain ataupun pengaruh

    orang lain yang mendorong untuk melakukan suatu perilaku.

    Perceived usefulness pada model Technology Acceptance Model (TAM)

    merujuk pada kesadaran dan pandangan subjektif individu terhadap manfaat yang

    didapatkan dengan menggunakan sebuah teknologi baru. Dengan demikian,

    perceived usefulness didefinisikan sebagai derajat keyakinan individu bahwa

    penggunaan teknologi baru akan meningkatkan produktivitas, performa, tingkat

    efektivitas kerja (Davis, 1989).

  • 21

    2.1.5 Perceived ease of Use

    Perceived ease of use merupakan salah satu faktor dari Theory Acceptance

    Model (TAM). Theory Acceptance Model (TAM) dikembangkan berdasarkan

    pada Theory of Reasoned Action (TRA) yang dikembangkan oleh oleh Ajzen dan

    Fishbein (1980; Fishbein dan Ajzen, 1975). Theory of Reasoned Action (TRA)

    yang merupakan model yang sangat berpengaruh di bidang psikologi sosial

    mengasumsikan bahwa pembentukan behavioral intention (yang menentukan

    terjadinya perilaku nyata) dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku dan norma-

    norma subyektif. Sikap terhadap perilaku mengacu pada kepercayaan bahwa suatu

    perilaku membawa pada suatu outcome tertentu. Contohnya, memakai handphone

    bisa membuat seseorang mudah berkomunikasi dengan orang lain. Norma

    subyektif menggambarkan kepercayaan individu akan opini orang lain ataupun

    pengaruh orang lain yang mendorong untuk melakukan suatu perilaku.

    Penyederhanaan yang dilakukan membuat model Theory Acceptance

    Model (TAM) yang dihasilkan menjadi sangat umum dan terbatas kemampuannya

    dalam menjelaskan pendapat dan perilaku terhadap suatu sistem informasi atau

    teknologi baru (Davis, Bagozzi, Warshaw., 1989). Lebih dari itu, model ini

    kurang bermanfaat dalam konteks penerimaan terhadap teknologi dalam

    masyarakat luas, dimana faktor-faktor yang mempengaruhi lebih banyak dan lebih

    kompleks.

    2.1.6 Trust

    Lau dan Lee (1999) mendefinisikan kepercayaan sebagai kesediaan

    individu untuk menggantungkan dirinya pada pihak lain dengan resiko tertentu.

    Kesediaan ini mencul karena adanya pemahaman individu tentang pihak lain yang

  • 22

    didasarkan pada masa lalunya, adanya harapan piha lain akan memberikan

    sumbangan yang positif (walaupun ada juga kemungkinan pihak lain memberikan

    sumbangan yang negatif). Literatur kepercayaan di identifikasi dari berbagai

    dimensi. Dari dimensi ini rasa kejujuran (kredibilitas) mengindikasikan kepastian

    konsumen dalam bisnis, ketulusan, kenyataan, dan janji (Gundlach dan Murphy,

    1993). Gefen (2002) mendefinisikan kepercayaan sebagai kesediaan untuk

    membuat dirinya peka kedalam tindakan yang diambil oleh pihak yang dipercaya

    yang didasarkan pada keyakinan. Kepercayaan suatu multidimensi yang kompleks

    dan spesifik (McKnight dan Chervany, 2002). Sebagai tambahan manfaat untuk

    bisnis secara umum, kepercayaan telah ditunjukan untuk mempunyai arti penting.

    Sebagai contoh kepercayaan adalah stau faktor kritis dalam stimulant transaksi

    secara online.

    Kepercayaan muncul hanya ketika mereka yang terlibat dipastikan oleh

    pihak lainnya, mau dan bisa memberikan kewajibannya". Banyak konsumen tidak

    cukup mempercayai situs yang ada, untuk memberikan informasi pribadi mereka,

    dalam rangka melakukan transaksi (Hoffman et al., 1999). Kepercayaan telah

    digambarkan sebagai suatu tindakan kognitif (misalnya, bentuk pendapat atau

    prediksi bahwa sesuatu akan terjadi atau orang akan berperilaku dalam cara

    tertentu), afektif (misalnya masalah perasaan) atau konatif (misalnya masalah

    pilihan atau keinginan). Mereka yang setuju bahwa termasuk kognifit, tidak setuju

    jika kepercayaan adalah perhitungan rasional berbasis bukti yang tersedia, atau

    praktek/perilaku di luar alasan bersama-sama (Alpern, 1997). Banyak definisi

    yang ternyata tidak akurat. Kepercayaan jelas tidak hanya kepercayaan dimana

    suatu pihak memiliki keyakinan (walaupun setiap kepercayaan mungkin memiliki

  • 23

    elemen kepercayaan seperti halnya kecenderungan orang untuk menempatkan

    tingkat keyakinan yang tinggi pada kepercayaannya).

    2.1.7 Niat Bertransaksi secara online

    E-commerce di dalam penelitian ini digambarkan sebagai hubungan

    pertukaran secara online antar konsumen dan toko online, atau web vendor.

    Penelitian ini mempertimbangkan niat untuk bertransaksi secara online, yaitu

    membeli barang atau jasa secara online, demikian memanfaatkan Business ke

    Consumer (B2C) model e-commerce.

    Satu hal penting dalam penelitian sistem informasi bagaimana dan

    mengapa individu menerima dan mengadopsi teknologi informasi baru (Agarwal

    dan Karahanna 2000). Pada tingkatan individu, pemakaian informasi teknologi

    dipelajari dengan meneliti peran niat sebagai peramal perilaku (Liu et al. 2004;

    Malhotra et al., 2004). Penelitian ini fokus pada faktor penentu niat seperti sikap,

    dan pengaruh sosial. Penelitian ini didasarkan pada model psikologi sosial seperti,

    the theory reasoned action (Ajzen dan Fishbein 1980) dan the theory planned

    behavior (Ajzen 1985; Ajzen 1991). Niat, sebagai faktor penentu perilaku telah

    ditetapkan di dalam acuan sistem informasi dan disiplin lain (Ajzen 1991; Taylor

    dan Todd 1995). Menurut the theory reasoned action, niat meramalkan perilaku.

    Niat dibentuk oleh sikap dan norma subjektif, yang pada gilirannya adalah

    membentuk kepercayaan. The theory reasoned action berdasarkan model untuk

    meramalkan aktivitas perilaku yang di bawah kendali volitional. Volitional

    mengendalikan alat-alat yang digunakan secara penuh mampu mengendalikan

    capaian dari suatu aktivitas. Dalam hal nonvolitional mengendalikan aktivitas, the

    theory reasoned action cocok karena mempunyai komponen tambahan dari

  • 24

    kendali tingkah laku dirasa sebagai faktor penentu niat. Model penerimaan

    teknologi (TAM) suatu adaptasi theory reasoned action menjadi populer di antara

    peneliti sistem inormasi untuk menentukan antecedent pemakaian sistem melalui

    kepercayaan tentang dua faktor: penggunaan, dan kemudahan suatu sistem

    informasi (Davis 1989). Awal Penelitian adopsi E-Commerce secara luas

    menggunakan technology acceptance model (Gefen et al. 2003; Liu et al. 2004;

    dan Malhotra et al. 2004).

    2.1.8 Konsep Repurchase Behavior

    Hawkins (2004) berpendapat bahwa pelanggan yang melakukan pembelian

    ulang berlanjut untuk terus membeli merek yang sama walaupun mereka tidak

    memiliki keterikatan emosi terhadap merek tersebut. Lebih lanjut, Hawkins

    (2004) mengungkapkan bahwa pelanggan yang melakukan pembelian ulang

    memang diinginkan, hanya saja pelanggan yang melakukan pembelian ulang

    tersebut rawan terhadap tindakan kompetitor. Hal ini dikarenakan mereka

    membeli merek tertentu hanya dikarenakan suatu kebiasaan atau karena merek

    tersedia di toko tempat mereka membeli. Pelanggan seperti ini tidak memiliki

    komitmen terhadap merek. Mereka bukan pelanggan yang loyal terhadap merek.

    Dengan kata lain, seperti yang dikemukakan Mowen dan Minor (1998), perilaku

    pembelian ulang berarti konsumen hanya membeli barang secara berulang tanpa

    ada perasaan tertentu terhadap barang tersebut. Akan tetapi, Aaker (1991)

    berpendapat bahwa para pemasar perlu mengetahui tingkat pembelian ulang para

    pelanggannya yang dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk

    menentukan loyalitas.

  • 25

    2.1.9 Konsep Repuchase Intention

    Menurut Hume et al (2006) definisi niat pembelian ulang (repurchase

    intention) adalah keputusan konsumen untuk terlibat dalam aktivitas di masa

    depan dengan seorang penyedia jasa dan bentuk aktivitas tersebut di masa depan.

    Lebih lanjut, Hume dkk (2006) berpendapat bahwa niat pembelian ulang

    merupakan hasil dari sikap (attitude) konsumen terhadap performa jasa yang

    dikonsumsinya. Dari penelitian Hume dkk (2006) diketahui pada konsumen yang

    memiliki kebutuhan yang kuat terhadap kebutuhan emosional terhadap suatu jasa,

    maka kebutuhan emosionalnya tersebut akan menjadi kunci pendorong terhadap

    pembelian ulang dan frekuensinya melakukan pembelian ulang. Hume dkk (2006)

    berdasarkan penelitiannya menyatakan bahwa kunci pendorong dari pembelian

    ulang konsumen adalah kepuasan dan persepsi konsumen terhadap nilai-nilai

    (values).

    2.2 Internet

    Menurut sejarah keberadaan internet pertama kali berasal dari ARPA

    (United States Department of Defense Advanced Research Projects Agency) pada

    tahun 1963 yang merupakan jaringan eksperimen milik pemerintah Amerika

    Serikat berbasis komunikasi data paket. Jaringan ini dinamakan ARPANET

    dengan tujuan diciptakan untuk menhubungkan para periset ke pusat-pusat

    komputer di departemen tersebut sehingga mereka dapat bersama-sama

    memanfaatkan sarana komputer seperti disk space, data base, serta fungsi lainnya.

    Dengan terus berkembangnya zaman dan teknologi, jaringan yang tadinya dikenal

  • 26

    dengan nama ARPANET berganti menjadi Interconnection Networking atau yang

    biasa kita sebut dengan Internet.

    Internet merupakan sebuah jaringan komputer yang terdiri dari berbagai

    macam jaringan komputer yang terdapat di seluruh dunia yang menghubungkan

    jaringan yang satu dengan jaringan lainnya dan komputer yang satu dengan

    komputer lainnya (Hornby, 2000, pp.680). Internet saat ini merupakan

    sumberdaya informasi terbesar di dunia yang berisikan berbagai macam bentuk

    terobosan dalam komunikasi, interaksi sampai berbisnis sehingga secara langsung

    perkembangan internet telah mempengaruhi perkembangan ekonomi saat ini.

    Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa dilakukan konvensional

    atau tatap muka, kini sangat mudah dan sering dilakukan secara online melalui

    internet. Transaksi jual beli yang dilakukan secara online ini disebut e-commerce.

    2.2.1 Website

    Website adalah kumpulan file World Wide Web (WWW) yang merupakan

    kumpulan situs-situs internet secara global yang terdapat pada halaman utama

    suatu web browser. Sederhananya adalah website merupakan kumpulan halaman

    informasi yang disediakan melalui jalur internet sehingga bisa diakses di seluruh

    dunia selama kita terkoneksi dengan jaringan internet. Komponen dari website ini

    terdiri dari gambar-gambar, teks, animasi ataupun suara-suara yang biasanya

    dikemas secara menarik yang bertujuan untuk menarik perhatian para pengguna

    internet agar mengunjungi situs tersebut. Pada dasarnya situs internet berfungsi

    sebagai media untuk menyampaikan suatu informasi baik berupa berita, ekspresi

    kreatifitas, maupun info-info komersil. Penggunaan situs internet sebagai media

  • 27

    promosi suatu produk barang/jasa menjadi pilihan yang sangat baik saat ini yang

    dimana perkembangan teknologi informasi terus meningkat setiap tahunnya.

    2.2.2 Teknologi Web

    Teknologi web diawali dengan web 1.0 merupakan teknologi yang pertama

    kali digunakan pada aplikasi World Wide Web. Pada awalnya teknologi ini hanya

    berupa web statis menggunakan Hyper Text Markup Language (HTML) yang

    bersifat kaku, satu arah dan tidak interaktif yang sangat berbeda dengan berbagai

    web yang sedang berkembang saat ini.

    Teknologi web yang kita rasakan saat ini adalah teknologi web 2.0 yang

    dimana merupakan generasi ke-2 dari generasi web sebelumnya. Dalam Maness

    (2008) istilah web 2.0 pertama kali dicetuskan dan diperkenalkan oleh Tim

    OReilly dan Dale Dougherty pada tahun 2004 untuk menggambarkan model tend

    dan bisnis yang bertahan dari kehancuran pasar sektor teknologi pada masa tahun

    1990an. Sedangkan Fountain dan Constantinides (2008) mendefinisikan web 2.0

    kepada sekumpulan aplikasi open-source, interaktif dan aplikasi usercontrolled

    online yang memperluas pengalaman, pengetahuan dan kekuatan pasar dari para

    pengguna sebagai peserta dalam proses bisnis dan sosial. Pada intinya teknologi

    web 2.0 membuat kita sebagai user dapat berinteraksi dengan apa yang sedang

    kita kerjakan didalam browser secara langsung dan dapat disampaikan secara

    realtime kepada pengguna lainnya. Beberapa contoh website yang menggunakan

    teknologi web 2.0 saat ini seperti, Youtube, Wikipedia, Facebook, Myspace,

    Scribd, dan Twitter.

    Teknologi web yang selanjutnya akan kita masuki adalah teknologi web

    3.0 yang biasa disebut juga dengan web semantic. Web semantic adalah

  • 28

    sekelompok metode dan teknologi yang memungkinkan mesin untuk mengerti

    makna (semantic) informasi pada world wide web. Konsep ini pertama kali

    ditemukan oleh Tim Barners-Lee sang penemu World Wide Web pada tahun 2001.

    Saat itu Tim Barners-Lee menggambarkan web 3.0 sebagai mesin yang dapat

    memiliki kemampuan membaca web sama seperti layaknya yang dilakukan

    manusia saat ini. Walaupun masih belum sepenuhnya terealisasi, web 3.0 telah

    memiliki beberapa standar operasional untuk bisa menjalankan fungsinya dalam

    menampung metadata seperti Resource Description Framework (RDF) dan Web

    Ontology Language (OWL).

    2.3 E-commerce

    2.3.1 Definisi E-commerce

    E-commerce merupakan konsep dagang berupa prosedur dan mekanisme

    jual-beli yang terdapat pada internet. Menurut definisinya, e-commerce

    merupakan suatu konsep yang menjelaskan proses pembelian, penjualan dan

    pertukaran produk, servis dan informasi melalui jaringan komputer yaitu internet

    (Turban, 2002). Menurut Kalakota, dalam Handojo (2009) e-commerce dapat

    dilihat dari 4 macam sudut pandang, antar lain :

    1. Sudut pandang komunikasi, e-commerce merupakan pengiriman barang,

    servis, informasi atau pembayaran melalui jaringan komputer.

    2. Sudut pandang bisnis proses, e-commerce merupakan aplikasi teknologi

    yang dapat melakukan transaksi bisnis dan arus kerja yang otomatis.

    3. Sudut pandang servis, e-commerce merupakan peralatan yang dapat

    memenuhi keinginan perusahaan, pelanggan dan manajemen untuk

  • 29

    memotong biaya servis selama pengembangan kualitas barang dan

    peningkatan kecepatan layanan pengiriman.

    4. Sudut pandang online, e-commerce menyediakan kemampuan untuk

    memebeli dan menjual produk dan informasi melalui internet dan layanan

    online lainnya.

    Selain itu Turban dan King (2002, menyebutkan terdapat dua sudut pandang lain

    yang dapat digunakan untuk mendefinisikan e-commerce, yaitu :

    1. Sudut pandang kolaborasi, e-commerce sebagai fasilitator yang digunakan

    untuk memungkinkan terlaksananya proses kolaborasi pada suatu

    organisasi baik antar organisasi maupun inter organisasi.

    2. Sudut pandang komunitas, e-commerce merupakan tempat berkumpul bagi

    anggota suatu komunitas untuk saling belajar, berinteraksi, bertransaksi

    dan berkolaborasi.

    2.3.2 Klasifikasi E-commerce

    E-commerce dapat diklasifikasikan kedalam beberapa aspek. Tetapi

    menurut Handojo, Yulia dan Gunadi (20009), secara umum e-commerce dapat

    diklasifikasikan kedalam tiga tipe, antara lain :

    B2C (Business to Customer), dalam tipe ini transaksi online

    berhubungan langsung antara pelaku bisnis dengan pelanggan secara

    individual, contoh : pesanan buku online, pembelian tiket pesawat

    terbang.

    B2C (Business to Business), dalam tipe ini bisnis membuat transaksi

    online dengan bisnis lainnya., contoh : layanan online, pembelian

    bahan bakar.

  • 30

    B2E (Business to Employee), dalam tipe ini informasi dan servis

    dibuat secara online untuk para pekerja, contoh : pelatihan online dan

    perbankan online.

    2.3.3. Belanja Online

    Belanja online atau belanja daring pertama kali dilakukan di Inggris pada

    tahun 1979 oleh Michael Aldrich dari Redifon Computers. Aldrich

    menyambungkan televisi berwarna saat itu dengan komputer yang mampu

    memproses transaksi secara realtime melalui sarana kabel telepon. Mulai saat itu

    Aldrich menjual sistem belanja daring yang ia temukan ke seluruh penjuru

    Inggris. Dalam jangka waktu setahun belanja daring secara luas digunakan di

    Inggris dan beberapa negara di Eropa seperti Perancis.

    Pada awal tahun 1990-an, belanja daring mulai dikenal di dunia, berberapa

    pelopor dalam internet shopping saat itu seperti Books.com, Amazon.com serta

    Pizza Hut mulai memanfaatkan internet sebagai media untuk berjualan. Dimana

    saat itu para pelanggan mulai dapat melakukan pilihan terhadap barang,

    pemesanan sampai pembayaran dapat dilakukan secara online. Pada tahun-tahun

    berikutnya sistem belanja daring memiliki beberapa peningkatan terutama pada

    sistem keamanannya yang dimana pembobolan dan pencurian digital semakin

    marak. Pada tahun 1996, eBay mulai lahir dan sampai saat ini telah berkembang

    menjadi salah satu situs transaksi online terbesar di dunia.

    Untuk awal masuknya di Indonesia, belanja daring tidak memiliki catatan

    historis yang pasti, tetapi saat ini perkembangan belanja daring mulai terasa

    disekitar kita. Berbagai pemanfaatan media di dunia maya menjadikan Indonesia

  • 31

    sebagai marketplace online yang patut diperhitungkan di mata dunia terutama

    untuk kawasa Asia Tenggara.

    Dari berbagai sejarah dan perkembangan belanja online, dapat kita tarik

    sekimpulan bahwa belanja daring merupakan suatu bentuk perdagangan

    elektronik yang dimana tempat bertemunya penjual dan calon pembeli terdapat

    dalam media internet.

    2.3.4 Social commerce

    Social commerce merupakan fenomena baru dalam dunia e-commerce.

    Dulu pada saat pertama kali muncul peran sosial media merupakan tempat untuk

    berinteraksi antar sesama pengguna internet. Tetapi kali ini peran sosial media

    dapat dimanfaatkan sebagai tempat berdagang secara online. Peleburan antara

    sosial media ini dengan e-commerce disebut social commerce. Menurut Paul

    Marsden (2010), social commerce merupakan gabungan dari social media dan e-

    commerce yang lebih kepada kegiatan e-commerce yang menggunakan peran

    sosial media, media online yang mendukung interaksi sosial dan kontribusi

    pengguna untuk meningkatkan pengalaman berbelanja online.

    Gambar 2.4. Diagram Pengertian Social commerce

  • 32

    Sederhananya konsep social commerce mengadaptasi dari konsep word of

    mouth yang telah diaplikasikan kedalam e-commerce. Pelanggan saat ini mencari

    cara untuk memanfaatkan keahlian masing-asing, memahami apa yang mereka

    beli, dan membuat lebih banyak menerima informasi yang akurat untuk keputusan

    pembelian. Sebagaimana penggunaan internet yang telah berkembang, pembeli

    telah meningkatkan ekspektasi mereka dari pengalaman interaksi ritel ( Dennison,

    Bourdage-Braun, Chetuparambil, 2009). Karena itu, para pembeli saat ini mencari

    keterbukaan dari para penjual. Memberikan kesempatan untuk berbagi

    pengalaman, wawasan, pikiran dan opini untuk memastikan bahwa penjual

    menampilkan lebih pada pengalaman sosial dan menambah kredibilitas yang

    signifikan untuk website tersebut.

    Menurut DR. Paul Marsden (2010), terdapat 6 dimensi dari social

    commerce, yaitu :

    1. Social Shopping

    Sosial shopping tools memberikan kemudahan bagi orang-orang untuk

    membagi/menyebarkan tindakan mereka untuk berbelanja online bersama

    (synchronous shopping).

    2. Ratings & Reviews

    Merupakan alat social commerce sesungguhnya, rating dan review

    memberikan kemudahan bagi orang-orang untuk saling bertukar informasi

    produk serta memberikan informasi kepada orang lain dengan pandangan

    dan pengalaman kita terhadap produk tersebut.

  • 33

    3. Recommendation & Referrals

    Berbeda dengan rating dan review yang disajikan untuk semua, dari segi

    kebaikan suatu produk ataupun kekurangannya, recommendation dan

    refferal lebih kepada mengarahkan orang lain dengan nilai positif baik

    pengalaman berbelanja maupun produk tersebut sehingga orang dapat

    menilai ukuran keuntungan dari berbelanja online.

    4. Forum & Communities

    Merupakan pioneer dari sosial media, forum sangatlah populer, berguna

    dan efektif. Forum terkair dengan e-commerce platform membantu

    menelusuri produk, pemilihan dan rujukan dengan menyediakan

    lingkungan yang moderat pada berbagai kategori yang ada.

    5. SMO (Social Media Optimization)

    Toolset yang dirancang dalam konteks social commerce untuk menarik

    pengunjung ke tujuan e-commerce dengan mempromosikan dan

    mempublikasikan tujuan dan kontennya melalui sosial media.

    6. Social Ads & Apps

    Paid-for ads pada platform sosial media atau berupa aplikasi promosi atau

    widget yang terdapat pada sosial media tersebut. dalam hal social

    commerce mengarahkan orang-orang kepada e-commerce