70
Presentasi Kasus PASIEN LAKI-LAKI USIA 70 TAHUN DENGAN PPOK EKSASERBASI AKUT DISERTAI CAP PORT 90KR IV GRADE III DENGAN MASALAH HIPERGLIKEMIK DAN HIPOKALEMI Oleh: Shelly Lavenia S. G99141127 Clarissa Rayna S. P. G99141128 Rizky Saraswati I. G99141129 Rizky Mas’ah G99141130 Muhammad AlfianG99141131 Daniel Purbo Rinanto G99141132 Mifta Wiraswesti G99141133 Silvia Imnatika F.I. G99141134 Muh. Luthfiyanto G99141135

TUMPAR PRESKES PARU1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aaa

Citation preview

Presentasi KasusPASIEN LAKI-LAKI USIA 70 TAHUN DENGAN

PPOK EKSASERBASI AKUT

DISERTAI CAP PORT 90KR IV GRADE IIIDENGAN MASALAH HIPERGLIKEMIK DAN HIPOKALEMI

Oleh:

Shelly Lavenia S.G99141127

Clarissa Rayna S. P.G99141128

Rizky Saraswati I.G99141129

Rizky MasahG99141130

Muhammad AlfianG99141131

Daniel Purbo RinantoG99141132

Mifta Wiraswesti

G99141133

Silvia Imnatika F.I.G99141134

Muh. Luthfiyanto

G99141135Diah Nahdliana

G99141136Pembimbing:

Dr. Reviono, dr., Sp.P (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN PARUFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDIS U R A K A R T A

2014BAB I

STATUS PENDERITA

A. ANAMNESIS

1. Identitas Pasien

Nama Pasien

: Tn. KUsia

: 62 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Kuli panggulAgama

: Islam

Alamat: Sono RT/RW 01/08 Ngadipiro, Wonogiri, Jawa Tengah

Tanggal Masuk

: 29 September 2014Tanggal Pemeriksaan: 29 September 2014

No. RM

: 01-26-23-962. Keluhan Utama

Batuk3. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang dengan keluhan batuk +/- 2 minggu, batuk berdahak (+), warna putih kental, batuk darah (-), sesak napas (-), nyeri punggung sejak +/- 2 bulan yang lalu. Nyeri punggung terasa saat pasien dalam posisi berbaring. Pasien masih dapat duduk dan berjalan seperti biasa. Nyeri punggung seperti ditusuk-tusuk menetep, terus-menerus. Nyeri dada (-), demam (-), demam sumer-sumer (-), mual (-),muntah (-), penurunan nafsu makan (+), penurunan berat badan (+), keringat malam (-), BAK (+), BAB (+) normal, batuk terasa 3 bulan hilang timbul.4. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat OAT

: (-)

Riwayat Hipertensi

: disangkalRiwayat Diabetes Melitus

: disangkal

Riwayat Alergi

: disangkal

Riwayat PenyakitJantung

: disangkal

Riwayat Mondok: (+) pasien pernah berobat ke poli oleh karena batuk dan didiagnosa asma, lalu pasien pernah mondok di RS Wonogiri selama 8 hari oleh karena nyeri punggung5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Sesak Napas

: disangkal

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat Penyakit Jantung

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat Asma

: disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan

: disangkal6. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Riwayat Merokok

: (+) 47 x 20 batang/hari = 940 batang (IB Berat)Riwayat Minum alkohol

: disangkal

Riwayat Olahraga

: disangkal

7. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang kuli panggul. Pasien berobat menggunakan pelayanan jamkesmas.B. PEMERIKSAAN FISIK1. Status GeneralisKeadaan umum sakit sedang, Compos Mentis E4V5M6, gizi kesan kurang.2. Tanda Vital

T. darah:123/70 mmHg

Nadi:88x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur

Respirasi:20 x/menit, irama tidak teratur, tipe thorakal

Suhu:37oC per aksiler

SiO2:99 % dengan O2 ruang3. Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-), spidernaevi (-),hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).4. Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (+)5. Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak langsung (+/+), pupil isokor, oedem palpebra (-/-), sekret (-/-).

6. Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).7. Telinga

Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).8. Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor (-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-),stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).9. Leher

Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat,limfonodi tidak membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

10. Thoraks

Retraksi (-) suprasternala. Jantung Inspeksi :Ictus Cordis tidak tampak. Palpasi:Ictus Cordis tidak kuat angkat. Perkusi:Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi:Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler, bising (-).b. Paru (anterior) Inspeksi statis:dinding dada kanan = kiri

Inspeksi dinamis:pengembangan dada kanan = kiri Palpasi:fremitus raba kanan = kiri Perkusi:sonor/sonor Auskultasi:Suara dasar (+/+) vesikuler, suara tambahan (+/+), RBK (+/+), Wheezing (+/+)Paru (posterior) Inspeksi statis:dinding dada kanan = kiri.

Inspeksi dinamis:pengembangan dada kanan = kiri. Palpasi:fremitus raba kanan = kiri Perkusi:sonor/sonor. Auskultasi

:Suara dasar (+/+) vesikuler, suara tambahan (+/+), RBK (+/+), Wheezing (+/+)11. Trunk

Inspeksi: deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-).

Palpasi

: massa (-), nyeritekan (-), oedem (-).

Perkusi

: nyeri ketok kostovertebra (-).12. Abdomen

Inspeksi

: dinding perut sejajar dinding dada.Auskultasi: peristaltik usus (+) normalPerkusi

: tympani.Palpasi

: supel, nyeritekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

13. Ekstremitas

Oedem _ _ Akral dingin _ _C. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Hasil Laboratorium 29 September 2014

Hematologi Rutin

Hemoglobin

: 12,2 gr/dl

(13,5-17,5)

Hematokrit

: 37 %

(33-45)

Antal Eritrosit

: 4,14 x 103/uL

(4,5-5,9)

Antal Leukosit

: 7,3 x 103/uL

(4,5-11,0)

Antal Trombosit

: 253 x 103/uL

(150-450)

Kimia Klinik

GDS

: 85 mg/dL

(60-140)

SGOT

: 15 u/l

( 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda-tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :

Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT )

Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.Alat bantu pemberian oksigen: Nasal kanul

Sungkup venturi

Sungkup rebreathing

Sungkup nonrebreathing

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.d. Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.

e. Nutrisi

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.

Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings)dengan pipa nasogaster.

Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :

Hipofosfatemi

Hiperkalemi

Hipokalsemi Hipomagnesemi

Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.f. Rehabilitasi PPOK

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK.B. PNEUMONIA

1. Definisi PneumoniaPneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (PDPI, 2014).

Sedangkan pneumonia komunitas adalah peradangan akut pada parenkim paru yang didapat di masyarakat. Pneumonia komunitas sering terjadi dan biasanya serius, berhubungan dengan angka kesakitan dan kematian, khususnya usia lanjut dan pasien dengan komorbid (File et al, 2013).2. Etiologi Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamurdan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif (PDPI, 2014).Pada pasien penyakit paru kronik seperti bronkiektasis, fibrosis kistik dan PPOK bila terjadi infeksi biasanya berhubungan dengan kuman Gram negative seperti Pseudomonas aeruginosa. Faktor risiko yang berkaitan dengan infeksi pseudomonas menurut ATS/IDSA 2007 adalah pemakaian kortikosteroid 10mg perhari, riwayat penggunaan antibiotic spectrum luas 7 hari pada bulan sebelumnya dan malnutrisi. Factor risiko yang berhubungan dengan infeksi Gram negative lainnya adalah keganasan, penyakit kardiovaskular dan merokok (File et al,2013).3. Patogenesis Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :a. Inokulasi langsung

b. Penyebaran melalui pembuluh darahc. Inhalasi bahan aerosol

d. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orangnormal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama (PDPI, 2014).4. Patologi

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu :

1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.

2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah.

3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak.

4. Zona resolusi E : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.

Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan 'Gray hepatization' ialah konsolodasi yang luas.

5. Klasifikasi Pneumoniaa. Berdasarkan klinis dan epideologis :

1) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)

2) Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia).

3) Pneumonia aspirasi.

4) Pneumonia pada penderita Immunocompromised pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.

b. Berdasarkan bakteri penyebab

1) Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.

2) Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia.

3) Pneumonia virus.

4) Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).

c. Berdasarkan predileksi infeksi

1) Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan.

2) Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.

3) Pneumonia interstisial.

6. Diagnosisa. Gambaran klinis

1) Anamnesis

Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas, dan nyeri dada.

2) Pemeriksaan fisik

Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

b. Pemeriksaan penunjang

1) Gambaran radiologis

Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

2) Pemeriksaan labolatorium

Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :

Batuk-batuk bertambah

Perubahan karakteristik dahak / purulen

Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam

Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki

Leukosit > 10.000 atau < 4500

Penilaian Derajat Keparahan penyakit

Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komuniti dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di bawah ini :

Karakteristik penderitaJumlah point

Faktor demografi Usia :laki-laki

perempuan Perawatan di rumah Penyakit penyerta Keganasan Penyakit hati Gagal jantung kongestif Penyakit serebrovaskuler Penyakit ginjalPemeriksaan fisis Perubahan status mental Pernapasan>30 kali/menit Tekanan darah sistolik40oC - Nadi>125 kali/menitHasil laboratorium / radiologi - Analisa gas darah arteri : pH < 7,35 - BUN > 30 mg/dL - Natrium < 130 mEq/liter - Glukosa> 250 mg/dL - Hematokrit < 30% - PO2 30/menit

Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg

Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

Tekanan sistolik < 90 mmHg

Tekanan diastolik < 60 mmHg

Kriteria mayor :

Membutuhkan ventilasi mekanik

Infiltrat bertambah > 50%

Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)

Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis

Berdasarkan kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah :

1. Skor PORT lebih dari 70

2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini.

Frekuensi napas > 30/menit

Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg

Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

Tekanan sistolik < 90 mmHg

Tekanan diastolik < 60 mmHg

3. Pneumonia pada pengguna NAPZA

Kriteria perawatan intensif

Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu [membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam (syok septik)] atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif.7. Penatalaksanaan

Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinisbaik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktormodifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogenyang spesifik misalnya S. pneumoniae yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktormodifikasis adalah:a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin

Umur lebih dari 65 tahun Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir Pecandu alkohol Penyakit gangguan kekebalan Penyakit penyerta yang multipel

b. Bakteri enterik gram negatif

Penghuni rumah jompo Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru Mempunyai kelainan penyakit yang multipel Riwayat pengobatan antibiotik Pseudomonas aeruginosa Bronkiektasis Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir Gizi kurang

Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:

Evaluasi pengobatan

Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24 - 72 jam tidak ada perbaikan, kita harusmeninjau kernbali diagnosis, faktor-faktor penderita, obat-obat yang telah diberikan dan bakteri penyebabnya.

8. Prognosis

Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab danpenggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangatmempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian penderitapneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang dirawatdi rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease Society Of America (IDSA) angka kematianpneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% danpada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkanbahwa meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas.Di RS Persahabatan pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 35%.9. Pencegahan

Pola hidup sebut termasuk tidak merokok Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza). Sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya.BAB III

ANALISA KASUS

Pada kasus ini pasien didiagnosis sebagaiPPOK eksaserbasi akut. Adapun dasar diagnosis pasien ini adalah :

1. Anamnesis:

Dari anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan utama sesak nafas yang dirasakan sejak 20 tahun yang lalu. Sesak nafas dirasakan semakin bertambah berat dan mengganggu aktivitas mulai tahun 2000. Pasien mulai memeriksakan sesak nafasnya pada tahun 2006 ke RSDM. Pasien rutin mengontrol sesaknya ke RSDM setiap obat habis.

Pasien merasakan sesak yang semakin berat 3 hari SMRS. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca dan waktu. Sesak tidak berkurang dengan istirahat. Pasien juga merasakan batuk yang bertambah sering akhir-akhir ini, berdahak (+) warna kuning kental. Demam (-), penurunan berat badan (-),penurunan nafsu makan (-), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK dbn.

2. Pemeriksaan Fisik :

a. Tekanan darah: 165/100 mmHgb. Nadi: 112x/menit, isidantegangancukup, iramateraturc. Respirasi: 32 x/menit, iramatidak teratur, tipe thorakald. Suhu: 36,7oC per aksilere. Saturasi : 88 % dengan O2 3 lpmPada pemeriksaan pulmo : Paru (anterior ) Inspeksi statis:Dinding dada kanan = kiri

Inspeksi dinamis:Pengembangan dada kanan = kiri Palpasi:Fremitus raba kanan = kiri Perkusi:Sonor/sonor Auskultasi:Suara dasar vesikuler (+/+),suara tambahan (+/+), RBK (+/+), Wheezing (+/+) Paru (posterior ) Inspeksi statis:Dinding dada kanan = kiri.

Inspeksi dinamis:Pengembangan dada kanan = kiri. Palpasi:Fremitus raba kanan = kiri Perkusi:Sonor/sonor. Auskultasi:Suara dasar vesikuler (+/+),suara tambahan (+/+), RBK (+/+), Wheezing (+/+).3. Pemeriksaan Penunjang :

Pemeriksaan rontgen thorax :

Hasil pemeriksaan foto thorax PA Lateral, 17 September 2014 :

Foto dengan identitas Tn.AS70 tahun. Foto diambil di ruang radiologi RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Foto thorax dengan proyeksi PA dan lateral. Kekerasan cukup, simetris.Trakea terletak di tengah. Sistema tulang baik.

Cor : Besar dan dalam bentuk normal

Pulmo : Tampak honey comb appearance dengan infiltrat di sekitar kedua lapang paru. Sinus costophrenicus kanan kiri anterior posterior tumpul. Retrosternal space dan retrocardiac space dalam batas normal. Hemidiafragma kanan scaloping, kiri normal.Kesan: Bronchiectasis dengan sekunder infeksi, pleural reaction bilateral.PPOK Eksaserbasi Akut

Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan kecil bahkan unit respiratori terminal. Secara umum, terdapat kondisi pada PPOK yang menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi mukus dan emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang ada, mulai dari distal bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang nyata. Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini justru akan merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana CD8+ dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos.

Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang terdapat pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidakseimbangan pada protease dan anti protease serta defisiensi -1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum, perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok. Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan memperberat keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam sitokin dan mediator yang berperan dalam proses penyakit, diantaranya adalah leukotrien B4, chemotactic factors seperti CXC chemokines, interleukin 8 dan growth related oncogene , TNF , IL-1 dan TGF. Selain itu ketidakseimbangan aktifitas protease atau inaktifitas antiprotease, adanya stres oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan memacu proses inflamasi seperti produksi netrofil dan makrofag serta aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear factor sehingga terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya telah ada.

Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi silier mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang kecil dengan diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan berlanjut kepada abnormalitas perbandingan ventilasi : perfusi yang pada tahap lanjut dapat berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia. Progresifitas ini berlanjut kepada hipertensi pulmonal dimana abnormalitas perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi arteri pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri pulmonalis (hipertropi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi Pulmonary capillary bad menjadi faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal.

DAFTAR PUSTAKAATS Statement. Standars for the diagnostic and care of patient with chronic obstructive disease. Am J Respir crit Care Med 1995; 152:S77-120.

BTS. Guidelines for the management of chronic obstructive pulmonary disease. Thorax 1997;52:S1-25.

COPD International. COPD Statistical Information. 2004.COPD: Working towards a greater understanding. Chest 2000;117:325S-01S.

Mechanisme and management of COPD. Chest 1998;113;233S-87S.

COPD:Clearing the air. Chest 2000;117:1S-69S.

Snow V,Lascher S. Pilson CH. The evidence base for management of acute exacerbations of COPD. Chest 2001;119:118-9.

Global Initiative for Chronic obstructive lung Disease (GOLD). Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. National Institute of health. National Heart, Lung, and Blood Insitute, Update 2003.

Global Initiative for Chronic obstructive lung Disease (GOLD). Pocket guide to COPD diagnosis, management and prevention. . National Institute of health. National Heart, Lung, and Blood Insitute, Update July, 2003.

Global Initiative for Chronic obstructive lung Disease (GOLD). Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. National Institute of health. National Heart, Lung, and Blood Insitute, Update 2009.

File TM, Bartlett JG, Thomer A. Treatment of Community-aqcuired pneumonia in adults who require hospitalization 2013,diunduh dari http://www.uptodate.com/contents/treatment-of-community-acquired-pneumonia-in-adults-who-require-hospitalization pada tanggal 21 September 2014.

PDPI. 2014. Pneumonia Komunitas Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.Ed 2. Jakarta : PDPI14