34
MAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM, M.Kes Disusun oleh : Nama : Siti Aminatuz Zuhriyah NIM : D11.2016.02231 Kelas : D11.52 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

MAKALAH SURVEILANS DBD

(DEMAM BERDARAH DENGUE)

Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM, M.Kes

Disusun oleh :

Nama : Siti Aminatuz Zuhriyah

NIM : D11.2016.02231

Kelas : D11.52

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTOROSEMARANG

2018

Page 2: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Hemrrhagic Fever (DHF) ialah penyakit

yang disebabkan virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegyti dan Aedes

albbopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali

ditempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Ginanjar, 2008).

Musim hujan tiba maka perlu diwaspadai adanya genangan – genangan air yang terjadi

pada selokan yang buntu, gorong – gorong yang tidak lancar serta adanya banjir yang

berkepanjangan, perlu diwaspadai adanya tempat reproduksi atau berkembangbiaknya nyamuk

pada genangan – genangan tersebut sehingga dapat mengakibatkan musim nyamuk telah tiba

pula, itulah kata-kata yang melakat pada saat ini. saatnya kita melakukan antisipasi adanya

musim nyamuk dengan cara pengendalian nyamuk dengan pendekatan perlakukan sanitasi

lingkungan atau non kimiawi yang tepat sangat diutamakan sebelum dilakukannya pengendalian

secara kimiawi.

            Selama ini semua manusia pasti mengatahui dan mengenal serangga yang disebut

nyamuk. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup berdampingan bahkan nyaris tanpa

batas. Namun, berdampingannya manusia dengan nyamuk bukan dalam makna positif. Tetapi

nyamuk dianggap mengganggu kehidupan umat manusia. Meski jumlah nyamuk yang dibunuh

manusia jauh lebih banyak daripada jumlah manusia yang meninggal karena nyamuk, perang

terhadap nyamuk seolah menjadi kegiatan tak pernah henti yang dilakukan oleh manusia.

            Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue

Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan

melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan

gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga

mengakibatkan perdarahan-perdarahan.Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti

Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-

tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Hal ini disebabkan karena

penyakit ini telah merenggut banyak nyawa. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI

Page 3: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

terdapat 14 propinsi dalam kurun waktu bulan Juli sampai dengan Agustus 2005 tercatat jumlah

penderita sebanyak 1781 orang dengan kejadian meninggal sebanyak 54 orang.

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati

dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan

pasien jatuh syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. DBD merupakan suatu penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue yang penularannya dari satu penderita ke penderita lain disebarkan

oleh nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah

penyebaran DBD adalah dengan memotong siklus penyebarannya dengan memberantas nyamuk

tersebut. Salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti adalah dengan melakukan

Fogging. Selain itu juga dapat dilakukan pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan abatisasi

untuk memberantas jentik nyamuk.

Berbagai upaya pengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah

dilaksanakan meliputi : promosi kesehatan tentang pemberantasan sarang nyamuk, pencegahan

dan penanggulangan faktor resiko serta kerja sama lintas program dan lintas sector terkait sampai

dengan tingkat desa /kelurahan untuk pemberantasan sarang nyamuk. Masalah utama dalam

upaya menekan angka kesakitan DBD adalah belum optimalnya upaya pergerakan peran serta

masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue. Oleh karena itu

partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD tersebut perlu di tingkatkan

antara lain pemeriksaan jentik secara berkala dan berkesinambungan serta menggerakan

masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan penyakit demam berdarah dengue?

2. Apakah penyebab dari penyakit DBD?

3. Bagaimana cara penularan penyakit demam berdarah dan siklus hidup vektor penular

penyakit DBD?

4. Bagaimana tanda dan gejala DBD?

5. Seperti apa patofisologi DBD?

6. Bagaiman diagnosa penyakit DBD?

Page 4: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

C. TUJUAN

1. Memberi pengetahuan mengenai penyakit demam berdarah dengue.

2. Memberi pengetahuan tentang cara penularan DBD.

3. Memberi pengetahuan tentang penyebab DBD.

4. Memberi pengetahuan tentang tanda dan gejala DBD.

5. Memberi pengetahuan tentang patofisiologi DBD.

6. Memberi pengetahuan tentang diagnosa DBD.

Page 5: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue

Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan

melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan

gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga

mengakibatkan perdarahan-perdarahan.

Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil,

Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari

1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seperti Bidan dan

Pak Mantri ;-) seringkali salah dalam penegakkan diagnosa, karena kecenderungan gejala awal

yang menyerupai penyakit lain seperti Flu dan Tipes (Typhoid).

2. PENULARAN DBD

Demam berdarah ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk betina Aedes yang terinfeksi

virus dengue. Penyakit ini tidak dapat ditularkan langsung dari orang ke orang. Penyebar utama

virus dengue yaitu nyamuk Aedes aegypti, tidak ditemukan di Hong Kong, namun virus dengue

juga dapat disebarkan oleh spesies lain yaitu Aedes albopictus.

3. PENYEBAB DBDDemam berdarah disebabkan oleh virus Dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan

Aedes albopictus. Virus tersebut akan masuk ke aliran darah manusia melalui gigitan nyamuk.

Biasanya, jenis nyamuk ini menggigit di pagi hari sampai sore menjelang petang.

Penularan virus Dengue terjadi bila seseorang yang terinfeksi digigit oleh nyamuk perantara.

Virus dari orang yang terinfeksi akan dibawa oleh nyamuk, dan menginfeksi orang lain yang

digigit nyamuk tersebut. Virus Dengue hanya menular melalui nyamuk, dan tidak dari orang ke

orang.

Page 6: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

Virus Dengue terbagi menjadi empat tipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. Ketika

seseorang terinfeksi salah satu tipe virus Dengue dan berhasil pulih, maka tubuhnya akan

membentuk kekebalan seumur hidup terhadap tipe virus tersebut. Akan tetapi, kekebalan

terhadap salah satu virus tidak menutup kemungkinan terjadinya infeksi oleh tipe virus Dengue

yang lain. Bahkan, seseorang yang pernah terinfeksi virus Dengue lebih berisiko terinfeksi untuk

kedua kalinya. Selain pernah mengalami infeksi virus Dengue, faktor lain yang dapat

meningkatkan risiko seseorang terkena demam berdarah adalah tinggal atau bepergian ke daerah

tropis. Demam berdarah juga lebih berisiko dialami oleh bayi, anak-anak, lansia, dan orang

dengan kekebalan tubuh lemah.

DBD disebabkan virus dengue yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor

utama. Selain itu, masih ada nyamuk Aedes albopictus sebagai vektor sekunder. Penyakit ini

biasanya mencapai puncak pada akhir musim penghujan atau awal musim kemarau. Umumnya,

terjadi pada bulan Maret atau Desember. HIngga kini, belum ada obat atau vaksin bagi penyakit

ini. Pencegahan DBD saat ini hanya dilakukan dengan menghindari nyamuk penyebar penyakit,

misalnya dengan membersihkan lingkungan dan pengasapan. Spesialis penyakit dalam dari

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Jakarta, dr.Gustan Syahri. Sp.PD menuturkan, ada

4 jenis (serotipe) berbeda virus dengue yang menjadi penyebab DBD yaitu virus dengue-1

(DEN-1), DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Serotipe DEN-3 diketahui merupakan tipe yang paling

ganas menyerang. Namun sampai saat ini, belum ada hasil penelitian serulogi, untuk mengetahui

dampak serangan dan ciri khusus DEN-3.

4. GEJALA DAN TANDA DBD

Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue Masa tunas / inkubasi selama 3 –

15 hari sejak seseorang terserang virus dengue, Selanjutnya penderita akan menampakkan

berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut :

1.      Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 – 40 derajat Celsius).

2.      Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan.

Page 7: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

3.      Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan (Epitaksis),

Buang air besar dengan kotoran (Peaces) berupa lendir bercampur darah (Melena), dan lain-

lainnya.

4.      Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).

5.      Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.

6.      Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 – 7 terjadi penurunan trombosit dibawah

100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai

normal (Hemokonsentrasi).

7.      Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu

makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.

8.      Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.

9.      Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian.

10.  Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

Masa inkubasi DBD (Demam Berdarah Dengue) bervariasi antara 3-15 hari. Pada

umumnya adalah 4 hari. Masa inkubasi terjadi setelah Anda mendapat gigitan nyamuk

yang membawa virus penyakit DBD hingga muncul tanda dan gejala yang menunjukkan

bahwa Anda mengidap DBD.

5. PATOFISIOLOGI DBD

Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan demam berdarah

dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permeabilitas dinding pembuluh darah,

menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diabetes hemoragik.

Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa

renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang

rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai hematokrit.

Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam

Page 8: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar menganut "the

secondary heterologous infection hypothesis" yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi

apabila seseorang setelahinfeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus

dengue yang berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan

sampai 5 tahun. Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan hipotese infeksi sekunder dicoba

dirumuskan oleh Suvatte dan dapat dilihat pada gambar

Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang penderita dengan kadar

antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi anamnestik yang akan terjardi dalam

beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit imun dengan menghasilkan

antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Replikasi virus dengue terjadi dengan akibat terdapatnya

virus dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya akan mengakibatkan terbentuknya

kompleks antigen antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan

C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5 menyebabkan meningginya permeabilitas dinding

Page 9: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada

penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan

berlangsung selama 24 - 48 jam.

Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis

metabolik dan kematian.

6. DIAGNOSA DBD

1. Klinis

Gejala klinis berikut harus ada, yaitu:

Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7

hari

Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:

o uji bendung positif

o petekie, ekimosis, purpura

o perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

o hematemesis dan atau melena

Pembesaran hati

Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan tekanan nadi ( 20

mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, capillary

refill time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah.

2. Laboratorium

Trombositopenia (100 000/μl atau kurang)

Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan manifestasi

sebagai berikut:

o Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar

o Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan

o Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.

Page 10: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya

peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan Diagnosis Kerja DBD.

Derajat Penyakit

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah ditemukan

trombositopenia dan hemokonsentrasi)

Derajat

I

Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan ialah uji bendung.

Derajat

II

Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau

perdarahan lain.

Derajat

III

Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,

sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak

gelisah.

Derajat

IV

Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan

darah tidak terukur.

Page 11: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

Perlu mendapat perhatian bahwa yang disebut mendadak adalah tidak didahului oleh demam

ringan, seperti misalnya anak pulang sekolah belum demam, kemudian tidur, bangun tidur anak

menderita demam tinggi di atas 38,5 C. Demam bersifat terus-menerus berarti perbedaan suhu⁰

terendah dengan suhu tertinggi kurang dari 1 C.⁰

Masalah yang timbul dalam menilai pola demam ini adalah tidak selalu orang tua mengukur

tingginya demam dan pengaruh pemberian obat penurun panas oleh orang tua. Tingginya demam

dapat diperkirakan melalui pertanyaan mengenai akibat demam terhadap pasien, seperti anak

rewel/gelisah, kulit kemerahan terutama pada wajah (flushing) dan fotofobia.

Efek obat penurun panas, pada umumnya hanya sebentar, paling lama sesuai dengan masa kerja

obat, setelah itu demam kembali meningkat tinggi. Adanya epistaksis pada anak yang biasa

mengalami epistaksis, harus dicari petunjuk lain, misalnya pemeriksaan uji tourniquet atau tanda

dan gejala manifestasi perdarahan lain.

Diagnosis Klinis Demam Berdarah DengueTanda dan gejala demam berdarah dengue pada fase awal sangat menyerupai demam dengue,

tanda dan gejala yang karakteristik berupa tanda kebocoran plasma baru timbul beberapa hari

kemudian.

Oleh karena itu pada pasien dengan diagnosis klinis demam dengue yang ditegakkan pada saat

masuk, baik yang kemudian diperlakukan sebagai pasien rawat jalan maupun rawat inap, masih

perlu dievaluasi lebih lanjut apakah hanya demam dengue atau merupakan demam berdarah

dengue fase awal.

Pasien demam berdarahan dengue memiliki risiko untuk mengalami syok, sehingga harus

menjalani rawat inap dengan tatalaksana yang berbeda dari demam dengue.

Page 12: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

TAHAP PERSIAPAN

Tahap persiapan dalam survailens epidemiologi penyakit demam berdarah merupakan

identifikasi faktor risiko DBD untuk menggambarkan tingkat risiko suatu wilayah, yang telah

diambil sebelum musim penularan DBD hingga mulai terjadinya kasus melalui kegiatan survey

cepat. Materi faktor risiko dibatasi pada faktor perilaku dan lingkungan, sedangkan faktor vector

(nyamuk) misalnya jarak terbang nyamuk, jenis nyamuk dan kepadatan nyamuk tidak

Page 13: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

dimasukkan sebagai variable mengingat tingginya tingkat mobilitas penduduk memungkinkan

seseorang menderita DBD dari penularan nyamuk di daerah lain. Pada tahap pertama dihasilkan

peta stratifikasi faktor risiko DBD untuk masing-masing desa. Hasil dari tahap ini digunakan

untuk intervensi guna pengendalian faktor risiko sesuai hasil survey cepat.  Materi penelitian

dianalisis berdasarkan unsur–unsure epidemiologi yaitu  orang, tempat dan waktu, yang

ditampilkan dalam bentuk peta faktor risiko.

Implementasi

Dilakukan pendataan faktor risiko DBD melalui Rapid Survey pada saat menjelang

musim penularan untuk mendapatkan data terbaru untuk menentukan jenis intervensi sehingga

dapat dihasilkan peta faktor risiko, peta kasus dan peta kegiatan lain, dan dengan teknik over

layer dapat dilakukan perencanaan maupun evaluasi program pemberantasan.

TAHAP PENGUMPULAN DATA

Berdasarkan Ditjen PPM & PL Depkes RI (2005) dalam Leviana Erdiati (2009) bahwa

Pengumpulan dan pencatatan data dapat dilakukan yaitu :

1)      Pengumpulan dan pencatatan dilakukan setiap hari, bila ada laporan tersangka DBD dan

penderita DD, DBD, SSD. Data tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD yang diterima

puskesmas dapat berasal dari rumah sakit atau dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas

sendiri atau puskesmas lain (cross notification) dan puskesmas pembantu, unit pelayanan

kesehatan lain (balai pengobatan, poliklinik, dokter praktek swasta, dan lain – lain), dan hasil

penyelidikan epidemiologi (kasus tambahan jika sudah ada konfirmasi dari rumah sakit / unit

pelayanan kesehatan lainnya).

2)      Untuk pencatatan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD menggunakan ‘Buku catatan

harian penderita DBD’ yang memuat catatan (kolom) sekurang – kurangnya seperti pada form

DP-DBD ditambah catatan (kolom) tersangka DBD.

Berdasarkan penelitian sitepu dkk (2010) Pengumpulan data yang dilakukan dalam pelaksanaan 

sistem surveilans DBD, yaitu  Petugas di DKK Singkawang mengumpulkan. data kasus DBD

dari rumah sakit (RS) dengan cara dijemput langsung. Laporan dari RS akan ditabulasi untuk

Page 14: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

diteruskan kepada masing-masing petugas di tingkat Puskesmas agar segera dilakukan

Penyelidikan Epidemiologi (PE).

Petugas surveilans lebih aktif dalam  mengumpulkan data kasus DBD d a n  menginformasikan

kepada petugas Puskesmas Petugas puskesmas melaksanakan active case  finding di masyarakat

di sekitar tempat tinggal kasus.

TAHAP ANALISIS DAN INTERPRETASI

a. Analisis Data 

Data yang terkumpul dari kegiatan surveilans epidemiologi diolah dan disajikan dalam

bentuk tabel situasi demam berdarah tiap puskesmas, RS maupun daerah. serta tabel endemisitas

dan grafik kasus DBD per minggu/bulan/tahun. Analisis dilakukan dengan melihat pola

maksimal-minimal kasus DBD, dimana jumlah penderita tiap tahun ditampilkan dalam bentuk

grafik sehingga tampak tahun dimana terjadi terdapat jumlah kasus tertinggi (maksimal) dan

tahun dengan jumlah kasus terendah (minimal). Kasus tertinggi biasanya akan berulang setiap

kurun waktu 3–5 tahun, sehingga kapan akan terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat

diperkirakan. Analisis juga dilakukan dengan membuat rata–rata jumlah penderita tiap bulan

selama 5 tahun, dimana bulan dengan rata–rata jumlah kasus terendah merupakan bulan yang

tepat untuk intervensi karena bulanberikutnya merupakan awal musim penularan.

Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan dipergunakan

untuk perencanaan,monitoring dan evaluasi serta tindakan pencegahan dan penanggulangan

penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuran-ukuran epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan

lain-lain untuk mengetahui situasi, estimasi dan prediksi penyakit.

Dalam program pemberantasan DBD dikenal beberapa indikator yang diperoleh dari hasil

analisis data yaitu:

·    Angka kesakitan / CFR (Case Fatality Rate) merupakan  jumlah  kasus  DBD  disuatu 

wilayah tertentu selama 1 tahun tiap 100ribu penduduk.

·         Angka kematian / IR (Insidence Rate) adalah banyaknya penderita DBD yang meninggal dari

seluruh penderita DBD di suatu wilayah.

·         ABJ (Angka Bebas Jentik)/  Case fatality rate didefinisikan sebagai prosentase rumah  yang

bebas dari jentik dari seluruh rumah yang diperiksa.

Page 15: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas kesehatan

Propinsi dan Ditjen PPM&PL Depkes berperan dalam penyelenggaraan Surveilans Terpadu

Penyakit bersumber data Puskesmas (STP Puskesmas), Rumah Sakit (STP Rumah Sakit) dan

Laboratorium (STP Laboratorium).

-          Unit surveilans Puskesmas

-          Unit surveilans Rumah Sakit

-          Unit surveilans Laboratorium

-          Unit surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

-          Unit surveilans Dinas Kesehatan Propinsi

-          Unit surveilans Ditjen PPM&PL Depkes

b. Interpretasi

Disamping menghasilkan informasi untuk pihak puskesmas dan DKK, informasi juga

harus disebarluaskan kepada stakeholder yang lain seperti Camat dan lurah,lembaga swadaya

masyarakat, Pokja/Pokjanal DBD dan lain-lain. Penyabarluasan informasi dapat berbentuk

laporan rutin mingguan wabah dan laporan insidentil bila terjadi KLB.

Implementasi

Data surveilans DBD didapatkan dari Ditjen PP & PL Depkes RI tahun 2009 yang

disajikan dalam bentuk tabel, grafik yang menjelaskan penyebaran penyakit DBD di Indonesia.

Penyebaran kasus DBD dilihat dari  tahun 1968 – 2009 di seluruh provinsi di Indonesia yang

disajikan dalam bentuk tabel. Dari data surveilans tersebut juga dapat dilihat Angka Insiden

( AI ) / Insident Rate ( IR ) berdasarkan 100.000 penduduk dari tahun 1968 – 2009. JIka terjadi

peningkatan kasus DBD tiap tahunnya maka harus dilakukan program pengendalian DBD dan

menjadi perhatian utama pada tingkat Kota/Kabupaten maupun Puskesmas.

Selain itu, dengan menggunakan data surveilans, Angka Insiden pada tahun 2009 di

setiap Provinsi dapat diketahui. Hasil analisi ini dapat disajikan menggunakan grafik sehingga

dapat diketahui Provinsi mana saja yang mengalami kasus DBD tertinggi maupun terendah.

Selain Analisis data surveilans DBD menurut tempat dan waktu, analisis juga dilakukan menurut

orang dengan menghitung Angka Insiden berdasarkan kelompok umur dan  Jenis Kelamin. Dari

Page 16: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

data yang ada, dapat dihitung pula Angka Kematian /  Case Fatality Rate ( CFR ) berdasarkan

provinsi di Indonesia.

Jika data surveilans didapatkan dari laporan kasus rawat inap dan kasus rawat jalan

pasien DBD di RS dari tahun 2004-2008 dan tidak diketahui jumlah rumah sakit yang

melaporkan dari tahun ke tahun, sehingga sulit menganalisis atau menginterpretasi data tersebut.

Dari data ini tampak cukup banyak pasien DBD yang di rawat jalan, sehingga perlu dilakukan

validasi data apakah pasien rawat jalan adalah pasien kontrol pasca rawat inap saja atau pasien

lama diitambah dengan pasien baru.

Selain laporan dari Puskesmas, RS, Dinkes dll. Analisis juga dapat menggunakan faktor-

faktor yang mempengaruhi kejadian DBD seperti perubahan iklim dapat memperpanjang masa

penularan penyakit yang ditularkan melalui vektor dan mengubah luas geografinya, dengan

kemungkinan menyebar ke daerah yang kekebalan populasinya rendah atau dengan infrastruktur

kesehatan masyarakat yang kurang. Selain perubahan iklim faktor risiko yang mungkin

mempengaruhi penularan DBD adalah faktor lingkungan, urbanisasi, mobilitas penduduk,

kepadatan penduduk dan transportasi.

Selain itu, laporan KLB yang didapatkan dari Puskesmas, RS, Dinkes dll dapat digunakan untuk

analisis hubungannya dengan IR maupun CFR pada setiap provinsi. Yang kemudian hasil

analisis ini  dapat digunakan sebagai landasan atau acuan Puskesmas, RS, Dinkes dll. Untuk

membuat upaya program pencegahan DBD.

TAHAP DISEMINASI DAN ADVOKASI

Tahap Diseminasi

Tahap disseminasi yakni melakukan penyiapan bahan perencanaan, monitoring & evaluasi,

koordinasi kajian, pengembangan dan diseminasi, serta pendidikan dan pelatihan bidang

surveilans epidemiologi (BBTKLPP, 2013). Yang mana hasil analisis dan interpretasi

didiseminasikan kepada orang-orang yang berkepentingan dan sebagai umpan balik (feedback)

agar pengumpulan data di masa yang akan datang menjadi lebih baik. Diseminasi berguna

kepada orang-orang yang mengumpulkan data, decision maker, orang-orang tertentu (pakar) dan

masyarakat. Pelaksanaan diseminasi dapat berupa buletin dan laporan, seminar, symposium serta

laporan (Isna, 2013).

Page 17: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

Contohnya seperti yang tertera pada Buletin Jendela Epidemiologi tahap disseminasi

informasi  yang telah dilakukan yaitu :

·         Buletin Jendela Epidemiologi Vol.2 yang diterbitkan pada Agustus 2010 merupakan salah satu

bentuk disseminasi informasi surveilans epidemiologi pada penyakit DBD yang diterbitkan oleh

Kementerian Kesehatan RI.

·         Laporan data berupa grafik dan tabel mengenai kejadian DBD yang bersumber dari penelitian,

Depkes RI dan WHO.

·         Metode komunikasi/penyampaian informasi/pesan pada perubahan perilaku dalam pelaksanaan

PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) melalui pendekatan sosial budaya setempat yaitu Metode

Communication for Behavioral Impact (COMBI).

Tahap Advokasi

            Tahap advokasi yakni melakukan penyiapan bahan perencanaan, monitoring & evaluasi,

koordinasi pelaksanaan advokasi dan fasilitasi kejadian luar biasa, serta wabah dan bencana

(BBTKLPP, 2013). Advokasi dilakukan kepada Bupati / Walikota dan DPRD.

Contohnya seperti yang tertera pada Buletin Jendela Epidemiologi tahap advokasi yang telah

dilakukan yaitu :

·         Pengendalian vektor melalui surveilans vektor diatur dalam Kepmenkes No.581 tahun 1992,

bahwa kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dilakukan secara periodik oleh masyarakat

yang dikoordinir oleh RT/RW dalam bentuk PSN dengan pesan inti 3M plus.

·         Pada provinsi yang belum mencapai target dalam menurunkan AK maka dilakukan pelatihan

manajemen  kasus  terhadap  petugas,  penyediaan  sarana  dan  prasarana  untuk  deteksi  dini 

dan  penanganan yang tepat dan cepat.

TAHAP EVALUASI

Tahap evaluasi system surveilans merupakan suatu tahapan dalam surveilans yang

dilakukan secara sistematis untuk menilai efektivitas program. Hasil evaluasi terhadap data

system surveilans selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan, penanggulangan khusus serta

program pelaksanaannya, untuk kegiatan tindak lanjut (follow up), untuk melakukan koreksi dan

Page 18: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

perbaikan-perbaikan program dan pelaksanaan program, serta untuk kepentingan evaluasi

maupun penilaian hasil kegiatan.

Setiap program surveilans sebaiknya dinilai secara periodic untuk mengevaluasi

manfaatnya. Sistem atau program tersebut dikatakan dapat berguna apabila secara memuaskan

memenuhi paling tidak salah satu dari pernyataan berikut :

-          apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi kecenderungan yang mengidentifikasi perubahan

dalam kejadian kasus penyakit,

-          apakah program surveilans dapat mendeteksi epidemic kejadian penyakit di wilayah tersebut,

-          apakah kegiatan surveilans dapat memberikan informasi tentang besarnya morbiditas dan

mortalitas yang berhubungan dengan kejadian penyakit di wilayah tersebut,

-          apakah program surveilans dapat mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang berhubungan

dengan kejadian penyakit, dan

-          apakah program surveilans tersebut dapat menilai efek tindakan pengendalian (Arias, 2010).

Seperti contoh kasus DBD, surveilans epidemiologi untuk kasus DBD ini juga memiliki

tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya. Hingga diakhir tahapan dilakukannya evaluasi dari

system surveilans epidemiologi DBD tersebut.

Berdasarkan pemaparan pada bulletin Jendela Epidemiologi DBD tersebut, data hasil

surveilans DBD seperti angka kejadian DBD tertinggi tahun 2009 terdapat pada daerah DKI

Jakarta. Sehingga, perlu dilakukannya evaluasi serta peningkatan yang lebih signifikan lagi

dalam program-program pemberantasan kasus DBD di provinsi tersebut. Seperti, program

pengendalian vektor DBD. Program tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode yakni :

é     Pengendalian Biologis (pengendalian jumlah predator vector untuk mengendalikan jumlah vektor

DBD)

é     Pengendalian kimiawi (melalui penggunaan insektisida)

é     Perlindungan individu (penggunaan repellent, penggunaan pakaian yang menguran gigigitan

nyamuk)

é      Partisipasi masyarakat

é     Peraturan Perundangan (bahwa pengendalian DBD juga memerlukan peran serta masyarakat

bukan hanya dari sector kesehatan).

Page 19: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

Dengan adanya evaluasi program-program kesehatan yang telah dilakukan diharapkan dapat

lebih mengefektifkan serta mengefisienkan program pengendalian kasus DBD. Sehingga,

program pengendalian yang dilakukan tidak hanya sia-sia dan dapat bermanfaat khususnya

dalam menurunkan jumlah kejadian kasus DBD di daerah setempat.

CONTOH SAJIAN DATA SURVEILANS DBD

Angka Insiden

Dari Gambar di bawah ini tampak siklus epidemik terjadi setiap sembilan-sepuluh tahunan,

hal ini terjadi kemungkinan karena adanya perubahan iklim yang berpengaruh terhadap

kehidupan vektor, di luar faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor perilaku dan

partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang

sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD

semakin mudah dan semakin luas.

Page 20: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

Dalam lima tahun terakhir (2005-2009) 5 provinsi dengan AI tertinggi dapat dilihat pada

Gambar. Provinsi DKI dan Kalimantan Timur selalu berada dalam 5 provinsi AI tertinggi dengan

DKI Jakarta selalu menduduki AI yang paling tinggi setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena

pengaruh kepadatan penduduk, mobilitas penduduk yang tinggi dan sarana transportasi yang

lebih baik disbanding daerah lain, sehingga penyebaran virus menjadi lebih mudah dan lebih

luas. Berbeda dengan Kaltim yang penduduknya tidak terlalu padat, menurut SUPAS 2005

kepadatan penduduk Kalimantan Timur hanya 12 orang/km2 (DKI Jakarta 13.344 orang/km2).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian DBD di Kalimantan Timur, kemungkinan

adalah karena curah hujan yang tinggi sepanjang tahun dan adanya lingkungan biologi yang

menyebabkan nyamuk lebih mudah berkembang biak.

Berdasarkan AI suatu daerah dapat dikategorikan termasuk dalam risiko tinggi, sedang dan rendah yaitu risiko tinggi bila AI > 55per 100.000 penduduk, risiko sedang bila AI 20-55 per 100.000 penduduk danrisiko rendah bila AI <20 per 100.000 penduduk. Dari Gambar 3 di atas terlihat dari tahun 2005 hingga 2009, jumlah provinsi yang berisiko tinggi (high risk) meningkat dan terjadi perubahan. Misalnya pada tahun 2007 seluruh provinsi di pulau Jawa dan Bali masuk sebagai daerah risiko tinggi dimana pada tahun ini terjadi epidemik (Gambar 1). Tetapi pada tahun 2009 terjadi perubahan dimana provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masuk dalam resiko tinggi.

Angka Kematian

Contoh sajian data angka kematian akibat penyakit DBD di setiap Provinsi pada tahun 2009

Page 21: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

Dari grafik di atas pada tahun 2009, provinsi dengan Angka Kematian tertinggi karena DBD

adalah Bangka Belitung (4,58%), Bengkulu (3,08%) dan Gorontalo (2,2%). Provinsi yang angka

kematian tidak ada adalah Sulawesi Barat. Tetapi sebagian besar provinsi atau 19 provinsi

(61,3%) belum mencapai target CFR < 1%, maka dari itu setiap pemerintah provinsi harus lebih

mencanangkan penanggulangan dan pemberantasan penyakit DBD.

Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD

Jumlah kasus KLB DBD yang dilaporkan pada tahun 1998 – 2009 tampak berfluktuasi.

Demikian juga dengan jumlah provinsi dan kabupaten yang melaporkan KLB DBD dari tahun

1998 – 2009 tampak berfluktuasi. Tampak pada tahun 1998 dan 2004 jumlah kab/kota

melaporkan kejadian KLB DBD paling tinggi yaitu 104 kab/kota dan 75 kab/kota. Pada tahun

tersebut juga dilaporkan jumlah kasus DBD mengalami peningkatan. Tahun 1998 kasus KLB

menyumbang 58% (41.843/72.133) dari total laporan kasus DBD, sedangkan tahun 2004 kasus

KLB hanya menyumbang 9,5% (7.588/79.462) dari kasus DBD. Setelah tahun 2004 AI dan

kasus absolut DBD terus meningkat namun laporan kasus KLB dan jumlah kab/kota yang

melaporkan KLB terus menurun. Hal ini apakah karena adanya keengganan melaporkan

terjadinya KLB DBD oleh pemerintah daerah atau karena lemahnya sistem pelaporan KLB,

untuk mengetahuinya perlu diteliti lebih lanjut.

Page 22: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

Pada Gambar di bawah ini, tampak AK pada KLB setelah tahun 1999 mulai tampak mengalami

penurunan, namun umumnya masih diatas 1 persen, kecuali pada tahun 2002, 2007 dan 2008.

Pada tahun 2009 AK  meningkat di atas 1 persen, setelah mengalami penurunan yang signifikan

pada tahun 2008, sedangkan pada tahun 2009 jumlah kasus KLB yang dilaporkan lebih rendah

dari tahun 2008 (lihat Gambar). Hal ini perlu menjadi perhatian dan diteliti faktor-faktor yang

mempengaruhi, sehingga dapat diketahui upaya pencegahannya dan dilakukan tindak lanjut.

Page 23: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

Sajian Data di Rumah Sakit

Laporan kasus rawat inap dan kasus rawat jalan pasien DBD di RS dari tahun 2004-2008

tidak diketahui jumlah rumah sakit yang melaporkan dari tahun ke tahun, sehingga sulit

menganalisis atau menginterpretasi data tersebut. Dari data ini tampak cukup banyak pasien

DBD yang di rawat jalan, sehingga perlu dilakukan validasi data apakah pasien rawat jalan

adalah pasien kontrol pasca rawat inap saja atau pasien lama diitambah dengan pasien baru. Dari

data ini tampak peringkat kematian DBD (menurut 50 peringkat kematian), tidak termasuk

dalam 10 besar penyebab kematian. Berdasarkan laporan yang bersumber dari Ditjen.PP&PL

dan laporan yang bersumber dari Ditjen.Yanmed tampak perbedaan jumlah kasus DBD yang

dilaporkan. Hal ini kemungkinan karena sistem laporan DBD belum terintegrasi dan belum ada

mekanisme tukar menukar (sinkronisasi) antara data Puskesmas dan data RS di Kab/Kota.

No Tahun Rawat  jalan Rawat inap 50 peringkat kematian

Lk Pr Total Lk Pr Total

1 2004 13.960 12.536 26.496 26.420 23.321 49.741 192 2005 23.041 19.866 42.907 40.913 36.626 77.539 303 2006 22.699 20.905 43.604 42.312 39.080 81.392 204 2007 27.226 28.120 55.346 42.603 38.172 80.775 275 2008   4.467 4.214   8.681 47.334 43.132 90.466

1. Suspek Infeksi Dengue ditegakkan bila terdapat 2 kriteria yaitu:    a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung selama 2-7 hari, dan    b. Adanya manifestasi perdarahan : sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif.2. Demam Dengue ialah demam disertai 2 atau lebih gejala penyerta seperti sakit kepala, nyeri di belakang bola mata, pegal, nyeri sendi (athralgia), ruam (rash). Adanya manifestasi perdarahan, leucopenia (lekosit < 5000/mm3) jumlah trombosit < 150.000/mm3 dan peningkatan hematokrit 5-10%.3. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam 2-7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, jumlah trombosit < 100.000/mm3, adanya tanda-tanda kebocoran plasma (peningkatan hematokrit > 20% dari nilai normal, dan atau efusi pleura, dan atau ascites, dan atau hypoproteinemia/hipoalbuminemia).4. Sindrom Renjatan Dengue (SRD/DSS) adalah kasus DBD yang masuk dalam derajat III dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi (< 20 mmHg) atau hipotensi yang ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah sampai terjadi syok/renjatan berat (tidak terabanya denyut nadi maupun tekanan darah).5. Expanded Dengue Syndrom (EDS) adalah demam dengue yang disertai manifestasi klinis yang tidak biasa (unusual manifestation) yang ditandai dengan kegagalan organ berat seperti hati, ginjal, otak dan jantung.

Page 24: student.blog.dinus.ac.idstudent.blog.dinus.ac.id/.../11/MAKALAH-SURVEILANS-DBD.docx · Web viewMAKALAH SURVEILANS DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) Dosen Pengampu : Sri Handayani S.KM,

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A.       Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan masalah yang telah dibuat, dapat diambil kesimpulan bahwa

fogging merupakan salah satu upaya untuk memberantas nyamuk yang merupakan vektor penyakit

demam berdarah sehingga rantai penularan penyakit dapat diputuskan. Selain fogging juga dapat

dilakukan abatisasi, yaitu penaburan abate dengan dosis 10 gram untuk 100 liter air pada tampungan air

yang ditemukan jentik nyamuk. Penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam PSN ( Pemberantasan

Sarang Nyamuk ) dengan 3M, yaitu :

·         Menguras

·         Menutup tampungan air, dan

·         Mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk juga dapat menjadi cara untuk memberantas DBD.

Banyak cara yang dapat dilakukan dalam mengobati penyakit DBD diantaranya yaitu:

·         Mengatasi perdarahan.

·         Mencegah keadaan syok.

·         Menambah cairan tubuh dengan infus.

Untuk mencegah DBD, dapat dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk pada waktu

pagi hingga sore hari dengan cara mengoleskan lotion anti nyamuk.