Zat Psikoaktif

Embed Size (px)

DESCRIPTION

zat psikoaktif

Citation preview

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    1/21

    1

    Adiksi dan Permasalahannya

    I. PendahuluanFenomena penyalahgunaan zat banyak berdampak pada penelitian otak

    dan psikiatri klinis. Beberapa zat dapat mempengaruhi baik keadaan mental yang

    dirasakan secara internal, seperti mood, maupun aktivitas yang dapat diamati

    secara eksternal, seperti perilaku. Zat dapat menyebabkan gejala neuropsikiatri

    yang tidak dapat dibedakan dengan gejala gangguan psikiatri umum tanpa kausa

    yang diketahui (contohnya skizofrenia dan gangguan mood), dan oleh karena itu,

    gangguan psikiatri primer dan gangguan yang melibatkan penggunaan zat

    mungkin berkaitan. Bila gejala depresi yang tampak pada beberapa orang yang

    tidak mengonsumsi zat yang dapat mengubah otak tidak dapat dibedakan dengan

    gejala depresi pada orang yang pernah mengonsumsi zat yang dapat mengubah

    otak, mungkin terdapat kesamaan berbasis otak antara perilaku mengonsumsi zat

    dengan depresi. Adanya zat yang dapat mengubah otak merupakan petunjuk

    mendasar untuk mengetahui cara otak berkerja baik pada keadaan normal maupun

    abnormal.1

    Zat psikoaktif, kini sering disebut dengan NAPZA, yaitu singkatan dari

    narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain. Sebutan yang mirip di masyarakat

    adalah narkoba, yang merupakan akronim dari narkotika, psikotropika, dan

    bahan-bahan (atau obat-obatan, zat adiktif lain) berbahaya.2

    Who (world Health Organization) technical Report series,no. 516 sejak tahun

    1973 telah menggolongkan zat-zat tersebut dengan istilah dependence-producing

    drugssebagai berikut:2

    1. Alcohol-barbiturate type-e.g., ethanol, barbiturates, and certain othersdrugs with sedative effects, such as chloral hydrate, chlordiazepoxide,

    diazepam, meprobamate, and metaqualone.

    2. Amphetamine type-e.g., amptehtamine, dexamphetamine, methampheta-mine, methylphenidate, and phenmetrazine;

    3. Canabis type-e.g., preparation of Cannabis sativa L, such as marihuana(bhang, dagga, kif, maconha), ganja, and hashish (charas);

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    2/21

    2

    4. Cocaine type-e.g., cocaine and coca leaves;5. Khat type-e.g., preparations of Catha edulis Forssk;6. Opiate (morphine) type-e.g., opiates such as morphine, heroin, and

    codeine, and synthetics with morphine-like effects, such as methadone and

    pethidine; and

    7. Volatile solvent (inhalant) type-e.g., toluene, acetone, and carbontetrachloride.

    Dewasa ini beberapa ahli juga mencantumkan nikotin, kafein dan analgetik

    sebagai zat yang mendatangkan ketergantungan. Synder (1983) menyebutkan,

    setiap zat yang berpengaruh terhadap susunan saraf pusat tersebut sebagai:

    psychoactive drugs(zat psikoaktif) yang membaginya atas golongan:2

    Opiat atau opioid, misalnya morfin dan heroin Neuroleptik (antipsikotik), misalnya khlorpromazin, haloperidol Stimulans, seperti amfetamin dan kokain Anti-ansietas, seperti diazepam, khlordiazepoksid Anti-depresan, seperti amitripilin, imipramin Psikedeliks, seperti LSD, meskalin Sedatif-hipnotik, seperti fenobarbitol, kloralhidrat.

    II. EpidemiologiDewasa ini diperkirakan di Indonesia terdapat lebih dari 3,5 juta pengguna

    zat psikoaktif (Badan Narkotika Nasional, 2006). Dalam jumlah tersebut, hanya

    kurang dari 10 ribu orang yang tersentuh layanan terapi: 1000 orang dalam

    terapi substitusi metadon, 500 orang terapi substitusi buprenorfin, kurang dari

    1000 orang dalam rehabilitasi (pesantren, theraupetic communities, kelompok

    bantu diri/self-help group), 2000 orang dalam layanan medis lain dan sekitar 4000

    orang menjadi penghuni lembaga pemasyarakatan dan tahanan polisi. Sedangkan

    hasil penelitian BNN bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas

    Indonesia (puslitkes-UI) pada tahun 2008 menunjukkan angka prevalensi pecandu

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    3/21

    3

    narkoba di Indonesia sebesar 1,9% atau sekitar 3,1-3,5 juta jiwa. Di tahun 2011

    angka prevalensi itu naik menjadi 2,2% atau sekitar 3,7-4,7 juta orang.2,3

    III. DefenisiAdiksi berasal dari bahasa Inggris addictionyang berarti ketagihan atau

    kecanduan (Echols & Shadily, 1975). Istilah adiksi banyak dicantumkan sebagai

    salah satu diagnosis. Adiksi membuat seseorang, baik secara fisik maupun

    psikologis mengurangi kapasitasnya sebagai manusia untuk berfungsi

    sebagaimana mestinya, sehingga membuatnya mengalami perubahan perilaku,

    menjadi obsesif kompulsif (dalam menggunakan zat), sehingga mengganggu

    hubungannya dengan orang lain. Salah satu cabang ilmu psikiatri yang

    memfokuskan studi dalam bidang adiksi disebut Psikiatri Adiksi.2

    Secara prinsip, Santrock (1999), menyebutkan jenis ketergantungan secara

    psikologis (psychological dependent) dan ketergantungan fisiologis (physiological

    dependent.4

    1. Ketergantungan psikologis adalah kondisi ketergantungan yangditandai dengan stimulasi kognitif dan efektif yang mendorong kognitif

    (perilaku) seseorang untuk selalu mengonsumsi narkoba. Stimulasi

    kognitif tampak pada individu yang selalu membayangkan,

    memikirkan, dan merencanakan untuk dapat menikmati narkoba.

    Sementara itu, stimulasi afektif adalah rangsangan emosi yang

    mengarahkan individu untuk merasakan kepuasan yang pernah dialami

    sebelumnya. Orang yang memiliki stimulasi afektif cenderung akan

    mengulang-ulang kenikmatan dari pengonsumsian narkoba

    sebelumnya. Sementara itu, kondisi konatif merupakan hasil kombinasi

    dari stimulasi kognitif ataupun stimulasi afektif, berupa perilaku nyata

    (real behavior)dalam bentuk penggunaan narkoba yang sesunguhnya.

    Dengan demikian, ketergantungan psikologis ditandai dengan

    ketergantungan pada aspek-aspek pemikiran (kognitif), emosi-perasaan

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    4/21

    4

    (afektif) untuk selalu tertuju pada narkoba, dan berusaha sungguh-

    sungguh untuk mengonsumsinya.

    2. Ketergantungan fisiologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandaidengan kecenderungan sakaw (lapar/haus akan narkoba). Sensasi rasa

    lapar atau haus mendorong individu untuk segera mengonsumsi

    narkoba. Kondisi sakaw sering kali tak mampu dihambat atau

    dihalangi pecandu. Karena itu, mau tak mau ia harus memenuhinya.

    Tidak terpenuhinya rasa sakaw akan menyebabkan suatu penderitaan

    (kelaparan/kehausan). Dengan demikian, orang yang mengalami

    ketergantungan secara fisiologis terhadap narkoba, akan sulit

    dihentikan atau dilarang untuk mengonsumsi. Semakin keras dilarang,

    semakin keras pula ia berupaya bagaimana memperoleh dan dapat

    mengonsumsi narkoba tersebut. Apakah dengan cara halal atau tidak,

    seseorang tidak memedulikan lagi norma-norma etika yang ada dalam

    lingkungan sosial.

    Sehubungan dengan beragamnya golongan NAPZA, maka sesuaisebutannya dikenal: adiksi tembakau, adiksi ganja, adiksi heroin (heroin

    addiction), adiksi alkohol (alcohol addiction), adiksi kokain (cocaine addiction),

    adiksi shabu (methamphetamine addiction), adiksi ecstasy (Methylemedioxy

    Methamphetamine-addiction), benzodiazepine addiction, steroid addiction dan

    lain-lain. Sebetulnya perilaku adiksi tidak hanya berkait dengan penggunaan

    NAPZA, namun dikenal pula beberapa bentuk adiksi lain seperti: adiksi seksual

    (sexual addiction), adiksi judi (gambling), adiksi makanan (food addiction), adiksi

    berbelanja (shopping addiction), adiksi internet (cybernet addiction), adiksi

    telepon seluler (mobile phone addiction) dan lain-lain.2

    Ketergantungan dan penyalahgunaan NAPZA adalah istilah kedokteran.

    Seseorang disebut ketergantungan dan mengalami penyalahgunaan NAPZA, bila

    memenuhi kriteria diagnostik tertentu. Menurut PPDGJ-III, Gangguan

    Penggunaan NAPZA terdiri atas 2 bentuk:2

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    5/21

    5

    1. Penyalahgunaan, yaitu yang mempunyai harmful effects terhadapkehidupan orang, menimbulkan problem kerja, mengganggu hubungan

    dengan orang lain (relationship) serta mempunyai aspek legal

    2. Adiksi atau ketergantungan, yaitu yang mengalami toleransi, putus zat,tidak mampu menghentikan kebiasaan menggunakan, menggunakan dosis

    NAPZA lebih dari yang diinginkan.

    Kriteria DSM-IV-TR untuk penyalahgunaan Zat yaitu:1

    A. Suatu pola maladaptif penggunaan zat yang menimbulkan hendaya ataupenderitaan yang secara klinis signifikan, seperti dimanifestasikan oleh

    satu (atau lebih) hal berikut yang terjadi dalam periode 12 bulan:

    1. Penggunaan zat berulang mengakibatkan kegagalan memenuhikewajiban peran utama dalam pekerjaan, sekolah, atau rumah (cth.,

    absen berulang atau kinerja buruk dalam pekerjaan yang berhubungan

    dengan penggunaan zat; absen, skors, atau dikeluarkan dari sekolah

    terkait zat; penelantaran anak atau rumah tangga)

    2. Penggunaan zat berulang pada situasi yang secara fisik berbahaya(cth., mengendarai mobil atau mengoperasikan mesin saat sedang

    mengalami hendaya akibat penggunaan zat)

    3. Masalah hukum berulang terkait zat (cth., penahanan karena perilakukacau terkait zat)

    4. Penggunaan zat berlanjut meski memiliki masalah sosial atauinterpersonal yang persisten atau rekuren yang disebabkan atau

    dieksaserbasi oleh efek zat (cth., berselisih dengan pasangan tentang

    konsekuensi intoksikasi, perkelahian fisik)

    B. Gejala tidak memenuhi kriteria ketergantungan Zat untuk kelas zat iniKriteria DSM-IV-TR untuk ketergantungan zat

    1

    Suatu pola maladaptif penggunaan zat, yang menimbulkan hendaya atau

    penderitaan yang secara klinis signifikan, yang dimanifestasikan oleh tiga (atau

    lebih) hal berikut, terjadi dalam periode 12 bulan yang sama:

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    6/21

    6

    1. Toleransi, seperti didefenisikan salah satu di bawah ini:a. Kebutuhan untuk terus meningkatkan jumlah zat untuk mencapai

    intoksikasi atau efek yang diinginkan

    b. Penurunan efek yang sangat nyata dengan berlanjutnyapenggunaan zat dalam jumlah yang sama

    2. Putus zat, seperti didefenisikan salah satu di bawah ini:a. Karakteristik sindrom putus zat untuk zat tersebut (mengacu

    kriteria A dan B untuk keadaan purus zat dari suatu zat spesifik)

    b. Zat yang sama (atau berkaitan erat) dikonsumsi untuk meredakanatau menghindari gejala putus zat

    3. Zat sering dikonsumsi dalam jumlah lebih besar atau dalam periodeyang lebih lama dari seharusnya

    4. Terdapat keinginan persisten atau ketidakberhasilan upaya untukmengurangi atau mengendalikan aktivitas penggunaan zat

    5. Menghabiskan banyak waktu melakukan aktivitas yang diperlukanuntuk memperoleh zat (cth., mengunjungi banyak dokter atau

    berkendara jarak jauh), menggunakan zat (cth., merokok seperti kereta

    api), atau untuk pulih dari efeknya

    6. Mengorbankan atau mengurangi aktivitas reaksional, pekerjaan, atausosial yang penting karena penggunaan zat

    7. Penggunaan zat berlanjut meski menyadari masalah fisik ataupsikologis rekuren yang dialami mungkin disebabkan atau

    dieksaserbasi zat tersebut (cth., saat ini menggunakan kokain walau

    menyadari adanya depresi terinduksi kokain atau minum berkelanjutan

    meski mengetahui bahwa ulkus akan menjadi lebih parah dengan

    mengonsumsi alkohol)

    Kriteria PPDGJ-III untuk Sindrom ketegantungan:5

    a. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi)untuk menggunakan zat psikoaktif

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    7/21

    7

    b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuksejak mulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat sedang

    menggunakan

    c. Keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian penggunaanzat atau pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat yang

    khas atau orang tersebut menggunakan zat atau golongan zat yang

    sejenis dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari

    terjadinya gejala putus zat

    d. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktifyang diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya

    diperoleh dengan dosis lebih rendah (contoh yang jelas dapat

    ditemukan pada individu yang ketergantungan alkohol dan opiad yang

    dosis hariannya dapat mencapai taraf yang dapat membuat tak berdaya

    atau mematikan bagi pengguna pemula)

    e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minta laindisebabkan penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu

    yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan zat atau untuk

    pulih dari akibatnya

    f. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yangmerugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum

    alkohol yang berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu

    periode penggunaan zat yang berta, atau hendaya fungsi kognitif

    berkaitan dengan penggunaan zat; upaya perlu diadakan untuk

    memastikan bahwa pengguna zat sungguh-sungguh, atau dapat

    diandalkan, sadar akan hakekat dan besarnya bahaya.

    Dalam konsep kedokteran, ketergantungan NAPZA merupakan gangguan

    yang menunjukkan adanya perubahan dalam proses kimiawi otak sehingga

    memberikan efek ketergantunagn (craving, withdrawal, tolerance). Sedang

    penyalahgunaan dikaitkan dengan tingkah laku bereksperimentasi, mengalamsi

    rasa kecewa, perilaku membangkang, masalah keuangan dan self medication.

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    8/21

    8

    Dalam masyarakat, kedua istilah tersebut sering disalahtafsirkan. Pada umumnya

    seseorang mengalami penyalahgunaan NAPZA, belum tentu menderita

    ketergantungan.2

    IV. Jenis-jenis NAPZA dan EfeknyaKarena potensi ketergantungan yang sangat besar, opioid selalu dianggap

    sebagai tolok ukur dalam pembicaraan masalah NAPZA menyangkut terapi,

    prevalensi dan lain-lainnya.2

    1. AlkoholUmumnya digunakan dalam bentuk minuman beralkohol. Di

    indonesia, terutama di daerah Indoneisa Timur dan beberapa tempat di

    daerah Sumatera, terdapat antara 2-3 juta orang yang menggunakan

    minuman alkohol dari ringan sampai berat. Di Amerika Serikat terdapat

    12-18 juta orang mengalami adiksi alkohol dan problem drinkers.

    Penyalahgunaan alkohol di kalangan remaja sukar dicegah karena kurang

    sempurnanya pengawasan. Di banyak negara berkembang, pemerintahumumnya dirasakan bersifat ambivalen, sebab sebagian besar anggaran

    belanjanya diambil dari pajak industri minuman beralkohol. Sebagian

    remaja sampai usia dewasa cukup bebas dan berkesempatan

    menggunakan minuman beralkohol, laki-laki lebih banyak dari perempuan

    tetapi populasi peminum perempuan meningkat dan menggunakan alkohol

    usia dewasa lebih stabil menggunakannya secara berkelanjutan.

    Jenis-jenis minuman beralkohol di Indonesia sangat bervariasi

    (dari tradisional sampai fermentasi buatan, dari berkadar tinggi hingga

    rendah). Minuman beralkohol memberikan berbagai gambaran klinis,

    antara lain:

    Intoksikasi: euforia, cadel, nistagmus, bradikardia, hipotensi,kejang, koma. Pada keadaan intoksikasi berat, reflek menjadi

    negatif.

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    9/21

    9

    Keadaan Putus Alkohol: halusinasi, ilusi (bad dream), kejang,Delirium Tremens, gemetar, keluhan gastrointestinal, muka merah,mata merah dan hipertensi.

    Gangguan fisik: mulai dari radang hati sampai kanker hati,gastritis, ulkus peptikum, pneumonia, gangguan vaskuler dan

    jantung, defeisiensi vitamin,fetal alcohol syndrom.

    Gangguan mental: depresi hingga skizofrenia Gangguan lain: kecelakaan lalu lintas, perkelahian, problem

    domestik dan tindak kekerasan.

    2. OpioidMerupakan salah satu golongan NAPZA yang sangat kuat potensi

    ketergantungannya, sehingga disebut dengan julukan horror drug.

    Termasuk golongan opioid adalah: morfin, petidin, heroin, metadon,

    kodein. Golongan opioid yang paling sering disalahgunakan adalah:

    heroin. Heroin di Indonesia disebut: putaw (atau pete, hero atau

    petewe). Heroin merupakan opioid semisintetik yang yang berasal dari

    morfin. Bentuk heroin: kristal putih yang larut dalam air. Bila heroin

    berwarna berarti berasal dari kontaminannya.

    Di Indonesia, sekurangnya terdapat 300-500 ribu orang dengan

    adiksi heroin (di AS, sekurangnya 810.000 orang menjadi adiksi heroin ).

    Studi menunjukkan bahwa jumlah pengguna lama agak menurun selama

    setahun terakhir, tetapi pengguna pemula terutama remaja terus bertambah

    meski tidak bermakna, purity makin rendah (paket murah)dengan

    sasaran populasi sosial ekonomi rendah, komplikasi makin marah

    (HIV/AIDS, hepatits, TB). Kenapa heroin populer? Awitan cepat, euforia

    kuat, dengan penggunaan dragon dapat terjadi rush (atau abadi) atau

    penggunaan secara intra-venous merupakan pilihan utama adiksi.

    Akibat penyalahgunaan opioid adalah:

    1. Problem fisik Abses pada kulit sampai septickemia Infeksi karena emboli, dapat sampai stroke

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    10/21

    10

    Endokarditis

    Hepatitis (B dan C) HIV/AIDS Injeksi menyebabkan trauma pada jaringan saraf lokal Opiate neonatal abstinence syndrome

    2. Problem psikiatri Gejala withdrawal menyebabkan perilaku agresif Suicide Depresi berat sampai skozofrenia

    3. Problem sosial Gangguan interaksi di rumah tangga sampai lingkungan

    masyarakat

    Traffic accidents Perilaku kriminal sampai tindak kekerasan Gangguan perilaku sampai antisosial (mencuri, mengancam,

    menodong, membohong, menipu sampai membunuh)4. Sebab-sebab kematian:

    Reaksi heroin akut menyebabkan kolaps-nya kardiovaskulardan akhirnya meninggal

    Overdose, karena heroin menekan susunan saraf pusat, sukarbernafas dan menyebabkan kematian.

    Tindak kekerasan Bronkhopneumonia Endokarditis.

    3. GanjaDaun ganja (juga kembangnya) berasal dari tanaman perdu

    Cannabis sativa. Bahan aktifnya berasal dari tanaman ganja yang bersifat

    adiktif, disebut delta tetra hidrokannabinol (THK) yang hanya larut dalam

    lemak. Karena tidak dapat larut dalam air, THK tinggal lama didalam

    lemak jaringan (termasuk jaringan lemak otak, sehingga menyebabkan

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    11/21

    11

    brain damage). Gambaran klinis disebakan ganja tergolongan kombinasi

    antara CNS-depresant, stimulansia dan halusinogenik. Di Indonesia, ganja

    disebut dengan cimek, gelek, maribuana, hashish. Bentuk umumnya:

    serpihan daun atau kembang ganja yang diperjual belikan-belikan bentuk

    lintingan, gram-graman, kilo-kiloan hingga berton-ton. Dikenal juga

    bentuk lain yaitu : budha stickdan minyak ganja.

    4. KokainKokain adalah sejenis stimulansia yang di Indonesia saat ini belum

    begitu populer. Namun bertambahnya sitaan kokain secara ilegal dan

    meningkatnya kasus-kasus penggunaan kokain akhir-akhir ini, bukan tidak

    mungkin epidemi akan merajai pasaran peredaran NAPZA dalam masa-

    masa mendatang.

    Kokain dihasilkan dari daun tumbuhan yang disebut Erythroxylon

    coca. Tanaman tersebut tumbuh subur di sebelah timur pegunungan Andes

    di Amerika Selatan.

    Bentuk kokain yang diperjualbelikan di Indonesia dalam bentuk

    bubuk putih. Harga 1 gram sekitar sejuta dua ratus ribu rupiah (lebih

    mahal dari heroin).

    Umumnya pengguna kokain memulai kebiasaannya dengan cara

    snorting dan berakhir dengan menyuntik intravenous atau dengan cara

    merokok.

    Akibat penyalahgunaan kokain adalah:

    1. Problem fisik: Dengan penggunaan snorting dapat terjadi komplikasi: pilek

    terus menerus, sinusitis, epistaksis, luka-luka pada rongga

    hidung, perforasi septum nasi.

    Dengan suntikan dapat menyebabkan: infeksi lokal pada kulitsampai sistemik (virus, bakteri, parasit atau jamur), abses

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    12/21

    12

    daerah kulit, endokarditis bakteri, hepatitis (B dan C),

    HIV/AIDS

    Inhalasi melalui merokok dapat menyebabkan radangtenggorokan, melanoptysis atau sputum bercak-bercak darah,

    bronkhitis kronik sampai pneumonia

    Cocain baby (retardasi pertumbuhan intra-uterine, bayi lahirlebih kecil sampai prematur yang diikuti kelainan mental:

    irritable, gangguan tidur, kesukaran makan)

    2. Problem psikiatri Toleransi dan ketergantungan: sifat toleransi tubuh terhadap

    kokain sangat cepat, kendati pengguna tidak menyadari dosis

    yang digunakan kian meningkat. Akibatnya, ia tidak mampu

    mengendalikan diri, dan untuk mencukupi kebutuhannya ia

    mengonsumsi kokain dengan mencampurinya dengan zat

    adiktif lain (speedball) untuk mendapatkan efek yang

    diinginkan.

    Gejala fisik putus zat kurang dikenal. Namun secara mentalsangat merugikan, berupa: agitasi, depresi, fatigue, high

    craving, cemas, marah meledak-ledak, gangguan tidur, mimpi

    aneh, makan berlebihan, mudah tersinggung, mual, otot-otot

    pegal hingga lethargy

    3. Proble sosial: Problem interpersonal: separasi perkawinan sampai perceraian,

    pertengkaran dalam rumah tangga

    Problem finansial: toleransi karena penggunaan kokainmenyebabkan besarnya biaya penyediaan kokain, terbatasnya

    penghasilan menyebabkan hutang yang menumpuk.

    Problem pekerjaan: kehilangan pekerjaan karena hilangnyaproduktivitas diri, angka absen yang meningkat, kehilangan

    proffesional licence atau certificate

    Problem legal: ditahan, dihukum hingga pidana

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    13/21

    13

    4. Sebab-sebab kematian

    Umumnya karena overdosis (lebih dari 1,2 sampai 1,5 grambubuk kokain asli)

    Penyebab kematian karena: kelumpuhan alat pernapasan,aritmia kordis, kejang berulang kali, mati lemas karena merasa

    seperti dicekik, reaksi alergi, stroke (karena naiknya tekanan

    darah secara mendadak), kehamilan (pendarahan antepartum,

    aborsi)

    Pada bayidapat terjadi Sudden Infant Death Syndrome.5. Amfetamin dan turunannya

    Adalah senyawa kimia yang bersifat stimulansia (lebih sering

    dikena denganAmphetamine Type Stimulantsatau ATS). Dewasa ini oleh

    sindikat psikotropik ilegal, derivat amfetamin dipasarkan di Indonesia

    dalam bentuk: ecstasy dan shabu.

    Akibat penyalahgunaan amfetamin (termasuk ecstasy dan shabu) adalah:

    1. Problem Fisik Malnutrisi akibat defisiensi vitamin, kehilangan nafsu makan Denyut jantung meninggi sehingga menbahayakan bagi mereka

    yang pernah mempunyai riwayat penyakit jantung

    Gangguan ginjal, emboli paru dan stroke Hepatitis HIV/AIDS bagi mereka yang menggunakan suntikan

    amfetamin

    2. Problem psikiatri Perilaku agresif Confusional state, psikosis paranoid sampai skizofrenia Kondisi putus zat menyebabkan: lethargy, fatigue, exausted,

    serangan panik, gangguan tidur.

    Depresi berat sampaisuicide Halusinasi (terutama ecstacy dan shabu)

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    14/21

    14

    3. Problem sosial

    Tindak kekerasan (berkelahi) Kecelakaan lalu lintas Aktivitas kriminal

    4. Sebab kematian Suicide Serangan jantung

    Tindak kekerasan, kecelakaan lalu lintas Dehidrasi, sindrom keracunan air

    6. BenzodiazepinDerivat benzodiazepin dikenal dalam bentuk tablet dan suntikan.

    Dalam bentuk suntikan umumnya menggunakan injeksi diazepam.

    Sedang dalam bentuk tablet cukup bervariasi: nitrazepam,

    flunitrazepam, flurazepam, bromazepam, dan diazepam.

    Akibat penyalahgunaan benzodiazepin menimbulkan:

    1. Problem fisik Penggunaan suntikan dapat menyebabkan abses, infeksi sitemik

    dan hepatitis, HIV/AIDS

    Gangguan gastrointestinal Gangguan neurologik malnutrisi

    2. Problem psikiatri Perilaku agresif terutama dalam keadaan intoksikasi Ansietas, panik, confusional state Withdrawal state menimbulkan perilaku agresif dan violance

    3. Problem sosial Mengganggu interaksi dalam rumah tangga dan lingkungan

    masyarakat

    Prombem marital

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    15/21

    15

    Tinggal kelas, dikeluarkan dari sekolah karena tingkah lakumengganggu teman siswa sekelas

    Berkelahi Tindak pidana dan terlibat hukum Penggunaan finansial terganggu (boros dan tidak menentu)

    4. Kematian disebabkan: Kecelakaan lalu lintas Infeksi sistemik membawa kematian

    Depresi berat sampaisuicide Dehidrasi, malnutrisi

    V. EtiologiTerdapat berbagai alasan seseorang terjerumus dalam dunia narkoba.

    Alasan-alasan tersebut merupakan faktor penyebab seseorang terjerumus dalam

    hitamnya dunia narkoba. Badan Narkotika Nasional memberikan penjelasan

    bahwa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terjerumus dunia narkoba

    terbagi dalam tiga bagian utama yakni:6

    1. Faktor diri/pribadi seseorangPenyalahgunaan obat dipengaruhi oleh keadaan mental, kondisi fisik dan

    psikologis seseorang. Kondisi mental seperti gangguan kepribadian, depresi,

    dapat memperbesar kecenderungan seseorang untuk menyalahgunakan

    narkoba. Faktor individu pada umumnya ditentukan oleh dua aspek:

    a. Aspek biologis:Secara biologis, seseorang dapat masuk ke dalam penyalahgunaan

    narkoba disebabkan antara lain karena ingin menghilangkan rasa sakit

    atau keletihan.

    b. Faktor psikologisSebagian besar penyalahgunaan obat dimulai pada masa remaja.

    Seseorang dapat terjerumus dalam pemakaian narkoba karena beberapa

    alasan antara lain:

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    16/21

    16

    - Ingin meningkatkan semangat dan gairah kerja atau juga inginmeningkatkan keperkasaan atau percaya diri.

    - Ingin melepaskan diri dari berbagai beban hidup yang menimpanya- Ingin melepaskan diri dari kesunyian, kehampaan, atau ingin

    mencari hiburan

    - Ingin diterima sebagai anggota suatu kelompok karena menganggapbahwakelompok yang ingin dimasukinya mempunyai tren yang patut

    diikuti

    - Ingin coba-coba atau ingin mencari pengalaman baru- Merasa dijauhkan atau diasingkan atau tidak dicintai atau merasa

    tidak dihargai.

    Pribadi yang lemah atau mudah goyah akan mudah terjerumus dalam

    lingkaran peredaran narkoba, karena itu pengenalan dan pengetahuan

    tentang bahaya narkoba akan menjadi sangat penting untuk menjauhkan

    seseorang dari penyalahgunaan narkoba.

    2. Faktor LingkunganDari sudut pandang lingkungan, seseorang dapat terjerumus dalam

    pemakaian dan pengedaran narkoba karena keadaan sebagai berikut:

    - Keluarga yang kurang komunikatif, kurang perhatian, kurang membagikasih sayang dan kurangnya penghargaan terhadap sesama anggota

    keluarga

    - Keluarga yang kurang pengawasannya terhadap sesama anggota keluarga- Lingkungan sosial yang tidak harmonis dan tidak terikat dengan berbagai

    norma seperti norma hukum, agama, susila, dan lain-lain

    - Lingkungan yang kurang disiplin, tidak mempunyai tata tertib, tidakmempunyai sistem pengawasan yang memadai, dan kurangnya sistem

    pengamanan lingkungan baik lingkungan pendidikan, lilngkungan kerja,

    atau tempat tinggal.

    - Pergaulan sebaya yang tidak sehat

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    17/21

    17

    - Peraturan atau undang-undang yang tidak tegas sehingga tidakmembuatjera para pelaku peredaran narkoba

    - Lemahnya penegakan hukum oleh para penegak hukum seperti polisi,hakim, jaksa, bea cukai, dan lain-lain

    - Pandangan yang keliru tentang masalah penanggulangan narkoba bahwamasalah narkoba adalah urusan pemerintah saja

    - Fasilitas pelayanan dan rehabilitasi yang mahal bagi korban narkoba

    3. Faktor Keberadaan NarkobaKeberadaan dan ketersediaan narkoba menjadi sangat strategis dalam

    menjeruskan seseorang ke dalam dunia narkoba. Seseorang dapat saja

    memakai narkoba karena ketersediaan narkoba itu sendiri:

    - Narkoba semakin mudah atau dapat dibeli- Harga narkoba yang semakin murah dan semakin dijangkau oleh

    masyarakat. Hal ini terjadi juga karena adanya paket hemat dari

    kemasan narkoba itu sendiri

    - Narkoba semakin banyak baik jenis, cara pemakaian, atau pun bentukkemasannya.

    - Modus operansu para pelaku tindak pidana narkoba semakin jeli danlicik sehingga sulit diungkap oleh aparat penegak hukum

    - Semakin mudahnya akses internet yang menginformasikan tentangkeberadaan, pembuatan atau peredaran narkoba.

    - Perdagangan narkoba dikendalikan oleh sindikat yang kuat danprofesional

    VI. Memahami Adiksi sebagai gangguan otakZat psikoaktif, khususnya NAPZA, memiliki sifat-sifat khusus terhadap

    jaringan otak: bersifat menekan aktifitas fungsi otak (depresan), merangsang

    aktifitas fungsi otak (stimulansia) dan mendatangkan halusinasi (halusinogenik).

    Karena otak merupakan sentra perilaku manusia, maka interaksi antara NAPZA

    (yang masuk ke dalam tubuh manusia) dengan sel-sel saraf otak dapat

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    18/21

    18

    menyebabkan terjadinya perubahan perilaku manusia. Perubahan-perubahan

    perilaku tersebut tergantung sifat-sifat dan jenis zat yang masuk ke dalam tubuh.

    Otak sendiri dibagi atas daerah-daerah yang memiliki fungsi khusus.2

    Otak terdiri atas bermilyar-milyar sel saraf yang disebut neuron. Neuron

    tidak hanya berpusat pada jaringan otak, tetapi juga menyebar pada sistem

    jaringan saraf tepi atau perifer di seluruh tubuh kita. Neuron memiliki banyak

    cabang. Cabang-cabang neuron yang bertugas menerima pesan disebut dendrit

    dan yang bertugas mengirim pesan disebut axon. Bila pesan mencapai ujung

    akson, maka akan menyebabkan lepasnya sejenis zat kimiawi yang disebut

    neurotransmiter. Neurotransmiter berjalan melalui sebuah celah kecil (disebut

    celah sinaptik) menuju ke reseptor di ujung saraf dendrit.2

    Otak memiliki puluhan neurotransmiter yang masing-masing bertugas

    menghantarkan pesan sensasi khusus. Misalnya neurotransmiter Dopamin (DA)

    menghantarkan pesan sensasi rasa nikmat (senang, enak, euforia, dan gembira).

    DA setelah lepas dalam celah sinaptik akan mengikat diri (binding) pada reseptor

    khusus yang disebut reseptor Dopamin sehingga orang tersebut merasakan sensasi

    rasa nikmat. Di dalam otak terdapat puluhan reseptor-reseptor khusus yang baru

    ditemukan dalam bidang kedokteran. Salah satu diantaranya adalah reseptor

    opioid. Tubuh manusia sendiri dapat menghasilakn sejenis protein

    neurotransmiter yang disebut endorphin. Endorfin mengikat diri pada reseptor

    opioid yang kemudian mengirinkan sinyal kepada terminal untuk melepaskan DA.

    DA yang lepas akan mengikat diri pada reseptor dopamin sehingga membawa

    pesan kenikmatan. Reseptor-reseptor yang berkait pada kenikmatan terdapat pada

    area otak yang disebut sentra kenikmatan yang terdapat pada daerah otak yang

    bernama nucleus accumbens (NA)-ventral tegmental area (VTA) dan NA-frontal

    cortex cerebri. Area tersebut sering dikaitkan dengan sebutan reward pathway.2

    Beberapa jenis NAPZA menyusup ke dalam otak karena mereka memiliki

    ukuran dan bentuk yang sama dengan natural neurotransmitter. Di dalam otak,

    dengan jumlah atau dosis yang tepat, NAPZA tersebut dapat mengunci dari dalam

    reseptor dan memulai membangkitkan suatu reaksi berantai pengisian pesan listrik

    yang tidak alami yang menyebabkan neuron melepaskan sejumlah besar

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    19/21

    19

    neurotransmitter miliknya. Beberapa jenis NAPZA lain mengunci melalui neuron

    dengan bekerja mirip pompa sehingga neuro melepaskan lebih banyak

    neurotransniter. Ada jenis NAPZA yang menghadang reabsorbsi atau reuptake

    sehingga menyebabkan kebanjiran yang tidak alami dari neurotransmiter.2

    NAPZA memiliki neurotransmiter yang memiliki sifat khusus sehingga

    penggunaan sekaligus berbagai jenis NAPZA dapat mendatangkan kekacauan di

    dalam celah sinaptik. Beberapa jenis neurotransmiter tersebut adalah: dopamin

    (amfet, kokain, alkohol), serotonin (LSD, alkohol), endorfin (opiat, alkohol),

    glutamate (alkohol) dan asetilkholin (nikotin, alkohol).2

    Seperti telah disebutkan, riset menunjukkan penggunaan NAPZA yang

    lama dan berulang-ulang menyebabkan terjadinya gangguan mekanisme kimiawi

    dan fungsi otak (brain chemistry and function) yang bermakna bertanggung

    jawab terhadap fungsi generasi, modulasi dan pengendalian perilaku kognitif,

    emosional, dan sosial. Penyalahgunaan NAPZA dapat mengintervensi fungsi otak

    sehingga terjadi gangguan mental-emosional dan perilaku.2

    VII. Penanganan dan RehabilitasiPendekatan penanganan untuk zat yang tercakup dalam bagian ini

    bervariasi menurut zatnya, pola penyalahgunaan, ketersediaan sistem pendukung

    psikososial, dan gambaran individu pasien. Dua tujuan utama penanganan

    penyalahgunaan zat telah ditentukan: yang pertama adalah abstinensi zat dan yang

    kedua adalah kesejahteraan fisik, psikiatri, serta psikososial pasien. Pada beberapa

    kasus, mungkin perlu memulai terapi di unit rawat inap. Meski situasi rawat jalan

    lebih disukai dibanding situasi rawat inap, godaan yang tersedia bagi pasien rawat

    jalan untuk menggunakan secara berulang mungkin menjadi rintangan yang

    terlalu berat untuk memulai terapi. Penanganan rawat inap juga diindikasikan

    pada kasus gejala medis atau psikiatri berat, riwayat gagalnya penanganan rawat

    jalan, kurangnya dukungan psikososial, atau riwayat penyalahgunaan zat jangka

    panjang atau sangat berat. Setelah periode awal detoksifikasi, pasien memerlukan

    periode rehabilitas terus-menerus. Sepanjang penanganan, terapi individu,

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    20/21

    20

    kelompok, atau keluarga bisa jadi efektif. Edukasi tentang penyalahgunaan zat

    serta dukungan terhadap upaya pasien adalah faktor eksternal dalam penanganan.1

  • 5/24/2018 Zat Psikoaktif

    21/21

    21

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Sadock BJ, Sadock VA, Gangguan Terkait Zat edited by Muttaqin H,Sihombing Retna NE. in Kaplan&Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis, 2nd

    ed. ECG: Jakarta. 2012, p. 86-146

    2. Husain AB, Gangguan Penggunaan Zat. in Buku Ajar Psikiatrik edited byElvira SD, Hadisukanto G. Badan Penerbit FKUI: Jakarta. 2010, p. 138-69

    3. Humas bnn. Rehabilitasi Adiksi Berbasis Masyarakat Dalam RangkaDukungan Penguatan Lembaha Rehabilitasi Komponen

    Masyarakat[online] 2013. Cited. 2013 Augs.26. Available from

    URL:www.bnn.go.id/

    4. Dariyo A, Penyalagunaan narkoba. in Psikologi Perkembangan DewasaMuda. Gramedia widiasarana Indonesia: Jakarta. 2004, p. 23-34.

    5. Maslim R, ed. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat. inPPDGJ-III. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK-Unika Atmajawa: Jakarta.

    2001, p. 36-43

    6. Darman F ,ed. Sekilas tentang Narkoba. in Mengenal Jenis dan EfekBuruk Narkoba. Visimedia: Jakarta. 2006, p. 13-24