ACARA I
TETAPAN KALORIMETER DAN KALOR PENETRALAN
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan Praktikum :
1. Menentukan kalor jenis/ panas jenis calorimeter.
2. Menentukan kalor penetralan pada reaksi asam asetat dan NaOH.
Waktu Praktikum :
Rabu, 16 November 2011
Tempat Praktikum :
Laboratorium Kimia, Lantai III, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Kalor marupakan salah satu bentuk energi, dan perubahan bentuk akibat panas
akan sama dengan yang diakibatkan oleh kerja. Sebagaimana tarikan gravitasi
potensial listrik kalor yang mengalir dari temperatur yang tinggi ke yang rendah,
kecuali jika kerja dilakukan terhadap sistem. Tanda yang digunakan disini yaitu
Q(kalor) adalah positif jika panas diabsorpasi oleh sistem disekelilingnya. Kalor reaksi
yang melibatkan netralisasi asam dan basa dikenal sebagai kalor netralisasi asam kuat
dan basa kuat yaitu -55,9 kJ/mol karena asam kuat dan basa kuat terdisosiasi sempurna
(Dogra,1984:296).
Panas reaksi pada P tetap sama dengan perubahan entalpinya(ΔH). Besarnya
panas reaksi tergantung pada jenis reaksi. Keadaan fase-fase zat dalam reaksi
dinyatakan dalam mol sedangkan panasnya dalam kkal. Untuk reaksi netralisasi :
HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H₂O(l) -13,7 kkal. Panas atau kalor netralisasi
ialah panas reaksi pada rembukan 1 mol H₂O dari asam dan basa kuat yang encer
(Sukardjo,1984:190).
Jumlah perubahan kalor sebagai hasil reaksi kimia dapat diukur dengan suatu
kalorimeter (yang diukur adalah suhunya). Jumlah kalor yang diserap kalorimeter
untuk menaikkan suhunya sebesar 1°C disebut tetapan kalorimeter. Karena
kalorimeter terdiri atas suatu tabung yang dibuat sedemikian rupa sehingga tidak ada
pertukaran kalor dengan lingkungannya, atau kalaupun ada pertukaran kalor tersebut
sekecil mungkin sehingga biasa diabaikan, sehingga kalorimeter juga menyerap kalor.
1
Kalor yang diserap kalorimeter adalah selisih kalor yang diberikan air panas dengan
air dingan. Harga tetapan kalorimeter diperoleh dengan membagi jumlah kalor yang
diserap kalorimeter dengan perubahan temperaturnya pada kalorimeter dengan satuan
J/K (Dedy,2006:10-11).
Bila dua benda disentuhkan maka energi akan berpindah dari benda yang
suhunya lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah. Dimana banyak kalor (Q) yang
diperlukan untuk menaikkan suhu suatu benda sebanding dengan kapasitas kalor (C)
dan sebanding dengan perubahan suhunya (ΔT). Banyaknya kalor yang dibutuhkan
untuk menaikkan suhu 1°K pada benda disebut kapasitas kalor (Darjanto,1987:201).
Perubahan entalpi yang mengikuti perubahan fisika dapat diukur dengan
calorimeter. Pengukuran itu dilakukan dengan memantau perubahan temperature yang
mengikuti proses yang terjadi pada tekanan tetap. Perubahan temperature ∆ T dan
calorimeter yang dihasilkan dari reaksi sebanding dengan reaksi/ energy yang
dibebaskan atau diserap sebagai kalor. Oleh karena itu, dengan mengukur ∆ T kita
dapat menentukan Q, sehingga kita bisa menghitung ∆ H . Konversi dari ∆ T menjadi
Q tidak bisa lepas dari kapasitas kalor C dari calorimeter. C adalah koefisien
perbandingan antara energy yang diberikan sebagai kalor dan kenaikan suhu/
temperature yang disebabkannya ( Atkins, 1996: 43).
CH3COOH adalah asam lemah, dalam air tidak terionisasi sempurna akan
tetapi hanya terurai sebagian menjadi ion-ionnya sehingga masih ada yang tersisa/
terurai CH3COOH dalam air. CH3COOH adalah asam lemah, di dalam air akan
terionisasi sebagian menjadi ion H+ dan ion CH3COO- dan masih ada molekul
CH3COOH yang tidak terurai ( Khairot, 2003).
Kalor dapat dipikirkan sebagai energy yang dipindahkan karena perbedaan
suhu. Energi sebagai kalor mengalir dari benda yang lebih panas (suhu tinggi) ke
benda yang suhunya rendah. Banyaknya kalor yang bertanda positif menyatakan
bahwa kalor yang hilang ketika suatu suhu zat meningkat. Banyaknya kalor yang
bertanda negative menyatakan bahwa kalor yang dilepas atau hilang ketika zat itu
didinginkan di laboratorium. Di laboratorium penentuan kalor reaksinya dilakukan
dengan alat calorimeter bom. System termodinamikanya ialah isi bom yaitu pereaksi
dan hasil reaksinya. Kalor yang dilepaskan dari reaksi sebagian besar digunakan untuk
meningkatkan suhu air di sekitar bom tersebut ( Petrucci, 1987: 45).
2
C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
Alat Praktikum
Kalorimeter
Gelas ukur 50 mL
Gelas kimia 250 mL
Gelas kimia 100 mL
Termometer 100°C
Pipet tetes
Pemanas listrik
Stopwatch
Bahan Praktikum
Aquades
Larutan CH₃COOH 2M
Larutan NaOH 2M
D. SKEMA KERJA
1. Penentuan kalor jenis kalorimeter
- dimasukkan kedalam calorimeter, dicatat suhu
- Δ air sampai suhunya ± 35°C
- 40 mL air panas tersebut dicampurkan
kedalam kalorimeter
- dicatat suhunya dari 1 menit – 10 menit
- dihitung kalor jenis kalorimeter/tetapan
kalorimeter, jika ρair = 1gr/mol ; Cair = 4,2J/gr K
Hasil
2. Penentuan kalor penetralan
3
40 mL air
40 mL CH₃COOH 2 M
- dimasukkan kedalam kalorimeter, dicatat suhunya
- disiapkan 40 mL NaOH 2M, suhunya=suhu asam
asetat (CH₃COOH)
- dicampur kedua larutan dalam kalorimeter
- dicatat suhu selama 5 menit tiap ½ menit
- dihitung ΔH reaksi penetralan jika ρlar = 1,098 gr/mL ;
Clar = 4,02 J/gr K
Hasil
E. HASIL PENGAMATAN
1. Penentuan Kalor Jenis Kalorimeter
Suhu air dingin = 29°C= 302 K
Suhu awal air panas = 35°C= 308 K
Suhu campuran dari 1 menit sampai 10 menit
No Menit ke T (℃) T (K)
1 1 33 306
2 2 33 306
3 3 33 306
4 4 33 306
5 5 33 306
6 6 33 306
7 7 32,9 305,9
8 8 32,9 305,9
9 9 32,9 305,9
10 10 32,9 305,9
4
2. Penentuan Kalor Penetralan
Suhu CH₃COOH = 29°C= 302 K
Suhu NaOH = Suhu CH₃COOH = 29°C= 302 K
Suhu campuran dalam 5 menit selang ½ menit ( °C )
No Menit ke T (℃) T (K)
1 1 40 313
2 2 39 312
3 3 38,5 311,5
4 4 38 311
5 5 37,5 310,5
6 6 38 311
7 7 38,5 311,5
8 8 38 311
9 9 38,5 311,5
10 10 38 311
F. ANALISIS DATA
1. Persamaan Reaksi
CH₃COOH(aq) + NaOH(aq) → CH₃COONa(aq) + H₂O(l)
2. Perhitungan
a. Penentuan kalor jenis kalorimeter
Diketahui : Vair dingin = 40 mL
Vair panas = 40 mL
Tair dingin (Td) = 29°C = 302 K
Tair panas (Tp) = 35°C = 308 K
ρair = 1 gr/mL
5
Kalor jenis air (Cair) = 4,2 J/gr K
Ditanya : - QL (Kalor yang dilepas air panas)
- QT (Kalor yang diterima air dingin)
- Qkalorimeter
- Ckalorimeter
Jawab :
Tcampuran = T₁ + T₂ + T₃ + T₄ + T₅ + T₆ + T₇ + T₈ + T₉ + T₁₀
10
Tcamp = 306 + 306 + 306 + 306 + 306 + 306 + 305,9 + 305,9 + 305,9 +
305,9
10
= 305,96 K
QL (kalor yang dilepas air panas)
QL = Mair × Cair × ΔT
= (ρair × V) × Cair × (Tp – Tcamp)
= (1 × 40) × 4,2 × (308 – 305,96)
= 342,72 Joule
QT (kalor yang diterima air dingin)
QT = Mair × Cair × ΔT
= (ρair × V) × Cair × (Tcamp – Td)
= (1 × 40) × 4,2 × (305,96 – 302)
= 665,28 Joule
Qkalorimeter = Mair× Cair × ΔT
= (ρair × V) × Cair × (Tp – 2 Tcamp + Td)
= (1 × 40) × 4,2 × (308 – 2(305,96) + 302)
= -322,56 Joule
Ckalorimeter = Qkalorimeter
ΔT (Tcamp – Td)
= -322,56 J
6
(305,96 K – 302 K)
= -81,45 J/K
b. Penentuan kalor penetralan
Diketahui : TCH₃COOH = TNaOH = TL = 29°C = 302 K
Ρlarutan (ρLarutan) = 1,098 gr/mL
Vcampuran = 80 mL
Kalor jenis larutan (CL) = 4,02 J/gr K
Ditanya : - Qlarutan
- Qreaksi
- ΔHreaksi penetralan
Jawab :
Tcampuran = T₁ + T₂ + T₃ + T₄ + T₅ + T₆ + T₇ + T₈ + T₉ + T₁₀
10
= 313 + 312 + 311,5 + 311 + 310,5 + 311 + 311,5 + 311 + 311,5 + 311
10
= 311,4 K
Qlarutan = mlarutan × CL × ΔT
= (ρlarutan × V) × CL × (Tcamp – TL)
= (1,098 × 80) × 4,02 × (311,4 – 302)
= 3319,30 Joule
QReaksi = - (Qkalorimeter + Qlarutan)
= - (-322,56 + 3319,30)
= -2996,74 Joule
Mol CH₃COOH = M × V
= 2 × 40
= 80 mmol
Mol NaOH = M × V
= 2 × 40
= 80 mmol
7
CH₃COOH + NaOH → CH₃COONa + H₂O
Mula-mula : 80 mmol 80 mmol
Bereaksi : 80 mmol 80 mmol 80 mmol 80 mmol
Setimbang : - - 80 mmol 80 mmol
ΔH = Qreaksi
Mol H₂O setimbang
= -2996,74 J
0,08 mol
= -37459,25 J/mol
ΔH°penetralan = 1 mol H₂O × Qlarutan
mol H₂O setimbang
= 1 × 3319,30
0,08
= 41491,25 J/mol
G. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini akan dibahas tetapan kalorimeter dan kalor penetralan
dimana praktikum ini bertujuan untuk menentukan kalor jenis/panas jenis kalorimeter
dan untuk menentukan kalor penetralan pada reaksi asam asetat dan NaOH.
Kalorimeter merupakan suatu alat untuk mencegah terjadinya perpindahan
kalor dari sistem ke lingkungan. Pada calorimeter, reaksi kimianya berlangsung pada
tekanan konstan (∆ P=0), maka perubahan kalor yang terjadi dalam system akan sama
dengan perubahan entalpinya, yakni ∆ H=qp. Dalam praktikum kali ini dilakukan
penentuan kalor jenis kalorimeter dengan menggunakan air panas dengan suhu awal
35°C atau 308 K dan dicampurkan dengan air dingin yang bersuhu awal 29°C atau
302 K. Suhu campuran untuk air dingin dan air panas setelah 10 menit adalah 305,96
K atau 32,96℃.
Pada penentuan kalor, kalor yang diterima air dingin diperoleh sebesar 665,28
Joule sedangkan kalor yang dilepas air panas sebesar 342,72 Joule. Hasil yang
didapatkan tidak sesuai dengan Azas Black yang menyatakan bahwa kalor yang
dilepas air panas sama dengan kalor yang diterima air dingin. Adanya ketidaksesuaian
dengan Azas Black ini disebabkan oleh system dalam calorimeter tidak terisolasi 8
dengan baik, sehingga perubahan kalor yang terjadi dari reaksi dalam calorimeter
tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan suhu air di dalam calorimeter, akan tetapi
dipengaruhi juga oleh perubahan suhu yang berasal dari lingkungan sekitarnya, yang
mengakibatkan adanya perbedaan yang cukup besar antara kalor yang dilepas air
panas dengan kalor yang diterima air dingin. Kalor calorimeter yang didapatkan pada
praktikum ini adalah -322,56 J. Hal ini menandakan bahwa system melepaskan kalor.
Hal ini dapat dibuktikan dari calorimeter yang terasa panas ketika proses pengadukan
dilakukan. Dari hasil perhitungan didapatkan kalor jenis calorimeter sebesar -81,45
J/K.
Untuk penentuan kalor penetralan digunakan larutan CH₃COOH (asam asetat)
yang dimasukkan kedalam kalorimeter yang sebelumnya telah diukur suhunya 29°C
atau 302 K. Larutan CH3COOH ini dicampurkan dengan larutan NaOH yang suhunya
sama. Suhu campuran kedua larutan diperoleh dalam 5 menit selang ½ menit bernilai
311,4 K. Dapat terlihat bahwa perubahan suhu dari pencampuran kedua larutan dalam
calorimeter sebesar 9,4 K. Ini merupakan perubahan nilai yang cukup besar. Hal ini
disebabkan oleh system dalam calorimeter kurang terisolasi, sehingga fungsi
calorimeter untuk mencegah terjadinya perpindahan kalor berkurang.
Setelah perhitungan diperoleh hasil Q larutan sebesar 3319,30. Nilai Q reaksi
yang didapatkan pada praktikum ini sebesar -2996,74 joule. Nilai negative pada kalor
reaksi ini menandakan bahwa dalam reaksi terjadi proses eksoterm (system
melepaskan kalor/panas). Hal ini bisa diketahui dari panas yang dihasilkan oleh
calorimeter ketika proses pengocokan. Dari hasil analisis data didapatkan ∆ H reaksi
sebesar -37459,25 J/mol. Hal ini juga menandakan terjadi proses eksoterm pada reaksi
tersebut. Berdasarkan hasil akhir setelah perhitungan diperoleh nilai ΔH°Penetralan
sebesar +41491,25 J/mol.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan, hasil pengamatan, dan analisis data dapat diambil
beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
Kalorimeter jenis/panas jenis calorimeter didapatkan sebesar -81,45 J/K.
Kalor penetralan pada reaksi asam asetat (CH3COOH) dengan basa kuat
(NaOH) yaitu +41491,25 J/mol.
9
ACARA II
PANAS PELARUTAN ASAM BENZOAT
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan Praktikum :
Untuk menetukan panas pelarutan asam benzoate melalui sifat ketergantungan
suhu pada proses pelarutan dalam air.
Waktu Praktikum :
Rabu, 12 Oktober 2011
Tempat Praktikum :
Laboratorium Kimia, Lantai III Fakultas MIPA, Universitas Mataram
B. LANDASAN TEORI
Perubahan entalpi pelarutan standar (∆ H ° So= standar entalpi of salvation)
yaitu perubahan entalpi yang dibutuhkan atau dilepaskan ketika satu mol zat melarut
dalam suatu pelarut (umumnya air) yang diukur pada keadaan standar (Sudiono,
2005:98).
Adapula yang menjelaskan entalpi pelarutan standar suatu zat sebagai
perubahan entalpi standar jika zat itu melarut di dalam pelarut dengan jumlah tertentu.
Entalpi pembatas pelarutan adalah perubahan entalpi standar jika zat melarut dalam
pelarut dengan sejumlah tak terhingga, sehingga interaksi antara 2 ion (molekul
terlarut untuk zat bukan elektrolit) dapat diabaikan. Untuk HCl: HCl(g) → HCl(aq)
∆ H ° Sol=−75,14 kj /mol. Ini berarti 75 kj energy dibebaskan sebagai kalor jika 1,0
mol HCl(g) melarut dan menghasilkan larutan yang sangat encer (Atkins, 1999:50).
Ada dua panas pelarutan, yaitu panas pelarutan integral dan panas pelarutan
differensial. Panas pelarutan integral didefinisikan sebagai perubahan entalpi jika 1
mol zat dilarutkan dalam n mol pelarut. Panas pelarutan differensial didefinisikan
sebagai perubahan entalpi jika 1 mol terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan yang
tidak terhingga, sehingga konsentrasinya tidak berubah dengan penambahan 1 mol zat
terlarut. Secara matematik didefinisikan sebagai d (m.∆H)/dlm yaitu perubahan panas
diplot sebagai jumlah mol zat terlarut dan panas larutan differensial dapat diperoleh
dengan mendapatkan kemiringan pada setiap konsentrasi. Jadi panas pelarutan
differensial tergantung pada konsentrasi larutan (Dogra, 1999 : 336-337).
10
Pada praktikum kali ini digunakan asam benzoate sebagai zat yang ditentukan
panas pelarutannya. Asam benzoate sendiri bersifat polar seperti halnya alcohol. Asam
benzoate membentuk ikatan hydrogen dengan sesamanya atau dengan molekul lain.
Adanya ikatan hydrogen juga menjelaskan sifat-sifat kelarutan air pada asam benzoate
berbobot rendah. Karena bila bobot asam benzoate tinggi (molekul asam benzoate)
menyebabkannya tidak larut dalam air (Hardjono, 2003:164).
Asam benzoate adalah padatan kristal berwarna putih dan merupakan asam
karboksilat aromatic yang paling sederhana. Nama asam ini berasal dari gum benzoin,
yang dahulunya merupakan satu-satunya sumber asam benzoate. Asam benzoate
diproduksi secara komersial dengan oksidasi parsial toluene dengan oksigen. Proses
ini dikatalisis oleh kobalt ataupun mangan naftalen. Proses ini menggunakan bahan-
bahan baku yang murah, menghasilakan rendemen yang tinggi, dan dianggap sebagai
ramah lingkungan (Anonim, 2009).
C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
1. Alat Praktikum
Erlenmeyer 100 ml
Gelas kimia 200 ml
Gelas kimia 1000 ml
Termometer
Pipet gondok 10 ml
Corong
Gelas ukur 25 ml
Statif
Buret 50 ml
Pipet tetes
Rubber bulb
Klem
2. Bahan Praktikum
Es batu
Larutan asam benzoat jenuh
Larutan NaOH 0,02 N
Indikator PP
11
Aquades
D. SKEMA KERJA
20 ml asam benzoate jenuh
- Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
- Diinkubasi pada es batu hingga suhu
masing-masing 5’C, 10’C, 20’C, 30’C
- Sesekali diaduk
Hasil I
- Diambil 10 ml
- Dimasukkan kedalam erlenmeyer
- + 3 tetes indikator PP
Hasil II
- Dititrasi dengan NaOH 0,02 N
Hasil III
( warna merah muda)
E. HASIL PENGAMATAN
No Suhu (‘C) Volume NaOH (ml)
1 5 7,7
2 10 10,9
3 20 10,5
4 30 10,5
F. ANALISA DATA
1. Persamaan Reaksi
Reaksi kesetimbangan
12
C6H5COOH(s) C6H5COOH(aq)
Reaksi asam benzoat
C6H5COOH(aq) + NaOH(aq) NaC6H5COO(aq) + H2O(l)
2. Perhitungan
1) Penentuan konsentrasi asam benzoat pada berbagai suhu
a. Pada T = 5℃
V NaOH = 7.7 ml
Konsentrasi asam benzoat yaitu :
M C6H5COOH . V C6H5COOH = M NaOH . V NaOH
M C6H5COOH . 10 = 0.02 . 7.7
M C6H5COOH = 0.02 . 7.7
10
= 0.0154 M
b. Pada T = 10°C
V NaOH = 10,9 ml
Konsentrasi asam benzoat yaitu :
M C6H5COOH . V C6H5COOH = M NaOH . V NaOH
M C6H5COOH . 10 = 0,02 . 10,9
M C6H5COOH = 0.02 . 10,9
10
= 0,0218 M
c. Pada T = 20℃
V NaOH = 10,5 ml
Konsentrasi asam benzoat yaitu :13
M C6H5COOH . V C6H5COOH = M NaOH . V NaOH
M C6H5COOH . 10 = 0,02 . 10,5
M C6H5COOH = 0.02 . 10,5
10
d. Pada T = 30℃
V NaOH = 10,5 ml
Konsentrasi asam benzoat yaitu :
M C6H5COOH . V C6H5COOH = M NaOH . V NaOH
M C6H5COOH . 10 = 0,02 . 10,5
M C6H5COOH = 0.02 . 10,5
10
2). Penentuan persamaan kurva ln S Vs 1/T
(C6H5COOH) (s) (C6H5COOH) (aq)
ln S = ln K
K = [C6H5COOH] (aq) : 1
[C6H5COOH] (s)
Karena K = [C6H5COOH ] (s) 1
Maka K = [C6H5COOH] (aq)
K = S
Jadi, ln S = ln [C6H5COOH] (aq)
a. Pada T = 5°C
ln S = ln [C6H5COOH] (aq)
= ln 0.015414
= -4,173
b. Pada T = 10°C
ln S = ln [C6H5COOH] (aq)
= ln 0.0218
= -3,826
c. Pada T = 20°C
ln S = ln [C6H5COOH] (aq)
= ln 0.021
= -3,863
d. Pada T = 30°C
ln S = ln [C6H5COOH] (aq)
= ln 0.021
= -3,863
3). Penentuan nilai 1/T dari berbagai suhu
a. Pada suhu 5°C
T = 5’C = 278 K
1 1
T 278
= 0.0036 = 3.6 . 10-3
b. Pada suhu 10°C
T = 10’C = 283 K
1 1
T 283
= 0.0035 = 3.5 . 10-3
c. Pada suhu 20°C
T = 20’C = 293 K
1 1
T 293
= 0.0034 = 3.4 . 10-3
d. Pada suhu 30°C
T = 30’C = 303 K
15
1 1
T 303
= 0.0033 = 3.3 . 10-3
4). Tabel Analog
No Suhu (℃) Suhu (K) 1/T (K-1) [C6H5COOH] Ln S
1 5 278 3.6×10-3 15,4×10-3 -4,173
2 10 283 3.5×10-3 21,8×10-3 -3,826
3 20 293 3.4×10-3 21×10-3 -3,863
4 30 303 3.3×10-3 21×10-3 -3,863
Grafik hubungan antara ln S dan 1/T
Slope
Dik : X1 = 3.4.10-3 ; Y1 = -3,863
X2 = 3.6.10-3 ; Y2 = -4,17316
3.2 3.4 3.6 3.8 4.03.00
3.20
3.40
3.60
3.80
4.00
4.20
1/T (10-3)
Slope
Slope ∆Y = Y2 – Y1
∆X X2 – X1
= -4,173 - (-3.863)
(3,6-3,4)×10-3
= -1550
Nilai ∆HS
Dik : R = 8.314 J/mol K
Slope = -∆HS
R
-∆HS = Slope x R
= (-1550) x 8,314
= 12886,7 J
G. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan untuk menentukan panas
pelarutan dari asam benzoat. Panas pelarutan sendiri didefinisikan sebagai
perubahan panas entalpi atau panas dari suatu zat jika zat tersebut melarut di
dalam suatu pelarut dengan jumlah tertentu. Adapun zat yang digunakan pada
percobaan kali ini adalah asam benzoat yang sudah dilarutkan dengan aquades
(sampai jenuh).
Asam benzoat atau larutan asam benzoat yang digunakan pada praktikum
kali ini sudah dikondisikan pada empat suhu yang berbeda-beda yaitu 5 0C, 10 0C,
20 0C dan 30 0C. Suhu sangatlah berpengaruh pada konsentrasi dari suatu zat,
maka untuk menentukan konsentrasi dari asam benzoat tersebut digunakan
suhu yang berbeda-beda digunakan larutan NaOH sebagai penitrasinya.
NaOH merupakan suatu basa yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi
asam. Asam benzoat sulit larut dalam air, alasan inilah yang menyebabkan kita
menggunakan NaOH, asam benzoat yang tidak larut dalam air akan larut dalam
NaOH dan kemudian membentuk garam (Kotz, 2006). NaOH yang digunakan
untuk menentukan konsentrasi asam benzoat dengan masaing-masing keadaan
adalah larutan NaOH dengan konsentrasi 0,02 N. Pada praktikum kali ini juga
digunakan indikator fenolftalein. Indikator PP ini akan menunujukkan warna
merah muda untuk larutan yang positif mengandung basa.
17
Berdasarkan hasil pengamatan pada percobaan ini, dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi suhu dari asam benzoat semakin banyak pula volume
NaOH yang digunakan untuk menitrasi. Dari hasil analisis data juga didapatkan
bahwa semakin tinggi suhu dari asam benzoate, maka konsentrasi asam benzoate
semakin tinggi, dengan konsentrasi NaOH yang konstan. Namun pada praktikum
kali ini terjadi sedikit penyimpangan, dimana pada suhu 20℃ dan 30℃ terjadi
penurunan volume NaOH. Hasil yang menyimpang ini dapat terjadi, karena
kondisi suhu larutan yang bisa saja berubah-ubah. Atau bisa juga dikarenakan
oleh teknik titrasi yang kurang teliti, dan kemungkinan lainnya adalah karena
terlalu banyak penambahan indicator PP. Dari hasil analisis data juga
didapatkan, bahwa dalam proses pelarutan asam benzoate, proses yang terjadi
adalah system setimbang antara asam benzoate bentuk larutan dengan asam
benzoate dalam bentuk murni (s)
Maka tetapan kesetimbangan asam benzoat tersebut adalah;
K=[ C 5 H 6COOH ](aq)[ C 6 H 5COOH ](s)
Karena fase solid dalam tetapan kesetimbangan ini tidak diperhitungkan, maka
tetapan kesetimbangan asam benzoat adalah K= [C5H6COOH](aq). Sedangkan
kelarutan asam benzoat pada reaksi tersebut adalah s= [C5H6COOH], sehingga
dapat dikatakan K=S. Nilai K sendiri diperoleh dari nilai konsentrasi dari asam
benzoat yangdiperoleh dari titrasi asm benzoat dengan NaOH.
Kita dapat menghitung panas pelarutan asam benzoate ini, dapat
dilakukan dengan membuat grafik hubungan antara ln S dengan 1/T. Dari
analisis data dan berdasarkan grafik yang dibuat, diperoleh nilai entalpi
kelarutan asam benzoate (∆ Hs) sebesar 12886,7 J.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dan analisis data, maka didapatkan kesimpulan:
18
1. Kelarutan asam benzoate berbanding lurus dengan temperaturnya. Semakin besar
temperature dari asam benzoate, kelarutannya akan semakin besar, begitu pula
sebaliknya.
2. Entalpi pelarutan (∆ Hs) asam benzoate yang diperoleh adalah 12886,7 J.
ACARA III DAN IV
19
PENGUKURAN ENTALPI, ENERGY BEBAS DAN ENTROPI
PADA SYSTEM KESETIMBANGAN IODIUM IODIDA
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan Praktikum :
Menentukan nilai perubahan entalpi, ∆ H , entalapi ∆ S dan energy bebas ∆ G
dalam system kesetimbangan melalui pengukuran kosentrasi zat saat setimbang.
Waktu Praktikum :
Rabu, 23 November 2011
Tempat Praktikum :
Laboratorium Kimia, Lantai III, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Pengertian entalpi dipakai untuk perubahan-perubahan pada tekanan tetap
H=E+PV . E
Dan PV hanya tegantung keadaan awal dan akhir system. Besarnya perubahan entalpidari
system memiliki rumus :
∆ H=H 2−H 1
Hal-hal yang perlu diperhatikanpada perubahan entropi ini adalah : (Soekardjo, 1997 : 46-
47)
1. ∆ H , ∆ E atau q positif artinya system memperoleh energy
2. W >0 , kerja yang dilakukan oleh system
3. W <0 , kerja yang dilakukan terhadap system
Telah ditentukan bahwa proses spontan ∆ G < 0 dan untuk proses non spontan
∆ G>0. Apabila ∆ G=0 , keasaan ini adalah keadaan kesetimbangan. Jika system
beada dalam setimbang, terdapat kecenderungan yang sama untuk proses kea rah kekiri
dankanan. Sekalipun ada perubahan kecil dalam percobaan (misalnya suhu atau tekanan ).
Akan mengakibatkan akan tejadinya oerubahan bersih. Sepanjang system yang setimbang
tidak diganggu, keadaannya akan tetap sama di sepanjang waktu. Perhtungan yang baru
saja dilakukan merupakan rumus umum yang dapat menjelaskan proses kesetimbngan
manapun juga (Petrocci, 1992 : 65)
20
∆ G=∆ H−T ∆ S
∆ S=∆ HT
Bila suatiu system mengalami perubahan isothermal dan reversible, maka besarnya
perubahan entropi ds di tubjukkan oleh :
sistemI
⟷ sistemII
∆ S=S2−S1 ∆ S=qrT
atau ds=dqrT
Satuan entropi sama dengan kalor per derajat, penjumlah zat yang bersangkutan, misalnya
kalor berderajat permole. Untuk proses isothermal dan reversible, perubahan etropi total
pada system dan sekelilingnya adalaj nol. Karena ∆ S=S2−S1, maka perubahan entropi
tetap sama dengan proses isothermal dan reversible (Dogra, 1990).
∆ S=qrT
Qr = panas yang diserap pada proses reversible dan isothermal untuk proses
isolasi.
Proses eksitasi electron pada kulit bagian dalam dari atom iodium. Oleh karena itu
metode XRF ini akan memberikan nilai intensitas secara total dari iodium dalam semua
bentuk senyawa baik iodat (IO3-), iodide(I-), iodium(I2), dan sebagainya. Standar yang
digunakan sebagai sumber iodium adalah larutan kalium iodat (KI), sehingga intensitas
iodium yang dihasilkan dari alat dapat dikonversi sebagai KI (Saksono, 2002).
Selain perubahan entalpi perubahan kimia maupun fisika melibatkan suatu perubahan
dalam kekacaubalauan (disorder) relative dari atom-atom, molekul-molekul atau ion-ion.
Kekacaubalauan atau keacakan suatu system disebut entropi system dus. Terkaitlah
dengan gagasan entropi adalah hokum kedua termodinamika. Banyak entropi total dalam
alam semesta dapat didefinisikan sebagai suatu system kimia tertentu yang sedang
diselidiki dan alam semesta sisanya mengitari system itu. Hukum kedua menyatakan
bahwa bila perubahan spontan apa saja berlangsung dalam suatu system tertentu, maka
akan terjadi kenaikkan entropi dalam semesta (Keenan, 1999: 496).21
Sama halnya dengan fungsi kerja, kenaikkan temperature pada tekanan konstan akan
menurunkan energy bebas. Penurunan ini lebih besar untuk gas dan lebih kecil untuk
padatan (Dogra, 1984:387).
C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
ALAT PRAKTIKUM
1. Buret
2. Statif
3. Corong pisah
4. Gelas kimia 250 mL
5. Gelas kimia 1000 mL
6. Gelas ukur 25 mL
7. Gelas ukur 100 mL
8. Erlenmeyer 250 mL
9. Corong
10. Thermometer 100oC
11. Pipet tetes
12. Klem
13. Pipet volum 5 mL
BAHAN PRAKTIKUM
1. Larutan KI 0,1 M
2. Larutan H2SO4 1 M
3. Larutan jenuh I2 dalam CCl4
4. Indicator amilum
5. Larutan KI 10%
6. Larutan Na2S2O3 0,02 M
7. Aquades
D. SKEMA KERJA
1) Proses ekstraksi
100 mL larutan KI 0,1 M
Dimasikan dalam labu takar 250 mL atau Erlenmeyer
22
+ 20 mL H2SO4 1 M
+ 20 mL Larutan jenuh I2 dalam CCl4
Ditutup
Hasil
Dilakukan ekstraksi pada suhu 20, 30, 40, 50 0C
Ekstraksi dilakukan selama 30 menit
Dibiarkan menjadi pemisahan secara sempurna (5-10 menit)
Diukur suhu larutan
Hasil
Diambil kedua fase larutan ± 20 mL
Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer untuk dititrasi
Hasil
1) Pengukuran /Analisis Kimia
a) Penetapan I2 dalam fasa air
Fasa organik (I2)
Diekatrak balik dengan 20 mL KI 10%
Dititrasi dengan Na2S2O3 0,02 M dengan indikator amilum
Hasil
b) Penetapan I3- dakam fasa air
20 mL fasa air
Dititrasi dititrasi dengan Na2S2O3 0,02 M yang dititrasi
adalah I2 dan I3 yang ada dalam fasa
Hasil
c) Penetapan I- fasa air
23
Caranya dengan menghitung selisih antara I- mula-mula dengan I- yangbereaksi
ataumembentuk I3-
2) HASILPENGAMATAN
No PercobaanVolume Na2S2O3 (mL)
20oC 30oC 40oC 50oC
1.
2.
20 mL I2 fasa organik
20 mL I2 dan I3- pada fasa air
12,82
27,48
26,1
34
15,7
33,4
8,9
31,9
PROSES HASIL PENGAMATAN
Ekstraksi Saat 100 mL KI 0,1 M ditambahkan
2 mL H2SO4 pekat warna larutan
menjadi agak kuning seperti warna
H2SO4 dan pada larutan terasa
hangat.
Dan setelah ditambahkan larutan I2
dalam CCl4 yang warna awalnya
ungu pekat larutan menjadi terbentuk
2 fase yang mana pada bagian dasar
labu takar terdapat endapan
(senyawa organic) yang berwarna
ungu tua dan bagian atas larutan
terdapat fase air yang berwarna
coklat kemerahan.
Setelah diekstraksi dan dibuka
kerannya terdapat gas yang keluar
dari corong pisah, suhu setelah
diekstraksi berturut-turut T1= 30℃,
24
T2= 30℃, T3= 31℃, dan T4= 33℃.
Pada filtrate ditambahkan 3 tetes
indicator amilum terjadi perubahan
warna menjadi coklat kemerahan
pekat untuk fase airnya, setelah
dititrasi dengan Na2S2O3 0,02 M
sampai terjadi perubahan warna
menjadi bening.
Untuk fase organic yang
ditambahkan KI berubah warna
menjadi coklat kemerahan yang
kemudian diekstraksi kembali dan
menghasilkan 2 fase, fase organic
yang diperoleh warna ungu lebih
terang + encer dari fase organic awal
setelah ditambahkan amilum
warnanya menjadi ungu pekat dan
terdapat butiran-butiran endapan
pada dinding erlenmeyer pada saat
dititrasi, endapan menghilang dan
pada titik akhir titrasi larutan
berubah menjadi bening dan terdapat
gelembung seperti minyak yang
tidak menyatu.
3) ANALISA DATA
1. Persamaan Reaksi
I2 ( aq ) + 2S2O32-
(aq) S4O62-
(aq) + 2I-(aq)
I-(aq) + I2 (aq) I3-
(aq)
2. Perhitungan
a) Penentuan nilai Kd pada berbagai suhu
T (oC) 25 38,4 49,7 68,1
25
Kd 89,9 92,6 95,5 98,6
b) GRAFIK HUBUNGAN T (oC) DENGAN Kd
Slope= Δ yΔ x
=y2− y1
x2−x2
¿ 98,6−95,568,1−49,7
¿0,202
Intersape : {x , y }
{0,85 }
Untuk T = 20oC
Kd=(slope × T )+intersape
¿(0,201× 20)+85
¿89,02
Untuk T = 30oC26
Kd=(slope × T )+intersape
¿(0,201× 30)+85
¿91,03
Untuk T = 40oC
Kd=(slope × T )+intersape
¿(0,201× 40)+85
¿93,04
Untuk T = 50oC
Kd=(slope × T )+intersape
¿(0,201× 50)+85
¿95,05
T (oC) 20 30 40 50
Kd 89 91 93 95
c) Penentuan [I2] air dari [I2] org untuk setiap T
Reaksi
Ι 2+2 S2 O32−¿⟶2 Ι−¿+S4 O3
2−¿¿¿ ¿
Untuk T = 20oC
mmol Ι 2organik=12
M 2 S32−¿ ∙ V 2 O3
2−¿ ¿¿
¿ 12
∙ 0,02∙ 12,82
¿0,1282 mmol
[ Ι 2 ]organik=mmol Ι 2 organik
V organik
¿ 0,1282 mmol15 mL
¿8,55 ∙ 10−3 M
27
[ Ι 2 ]air=[ Ι 2 ]org
Kd
¿ 8,55 ∙10−3
89
¿9,61 ∙10−5 M
Untuk T = 30oC
mmol Ι 2organik=12
M 2 S32−¿ ∙ V 2 O3
2−¿ ¿¿
¿ 12
∙ 0,02∙ 26,1
¿0,261mmol
[ Ι 2 ]organik=mmol Ι 2 organik
V organik
¿ 0,26120
¿0,01305 M
[ Ι 2 ]air=[ Ι 2 ]organik
Kd
¿ 0,0130591
¿1,43 ∙10−4 M
Untuk T = 40oC
mmol Ι 2organik=12
M 2 S32−¿ ∙ V 2 O3
2−¿ ¿¿
¿ 12
∙ 0,02∙ 15,7
¿0,157 mmol
28
[ Ι 2 ]org=mmol Ι 2 org
V org
¿ 0,15720
¿0,00785 M
[ Ι 2 ]air=[ Ι 2 ]org
Kd
¿ 0,0078593
¿8,44 ∙ 10−5 M
Untuk T = 50oC
mmol Ι 2organi k=12
M 2 S32−¿ ∙V 2 O3
2−¿¿ ¿
¿ 12
∙ 0,02∙ 8,9
¿0,089 mmol
[ Ι 2 ]org=mmol Ι 2 org
V org
¿0,08913,5
¿0,00659 M
[ Ι 2 ]air=[ Ι 2 ]org
Kd
¿ 0,0065995
¿6,94 ∙ 10−5 M
29
d) Penentuan [I3-]air untuk setiap T Untuk T = 20oC1. mmol ¿
mmol ¿
¿( 12
× 0,02 ×27,48)−(6,94 ×10−5 )
= 0,2747 mmol
2. M fase air = n fase airV fase air
= 0,2747 mmol
20 ml
=0,0137 M
3. [I3-]air = Mfase air - ¿
= 0,0137 – (6,94×10-5)
= 0,0136 M
Untuk T = 30oC1. mmol ¿
mmol ¿
¿( 12
× 0,02 ×34)−(1,43× 10−4 )
= 0,3398 mmol
2. M fase air = n f ase airV fase air
= 0,3398 mmol
20 ml
=0,0169 M
3. [I3-]air = Mfase air - ¿
= 0,0169 – (8,44×10-5)
= 0,0168 M
Untuk T = 40oC1. mmol ¿30
mmol ¿
¿( 12
× 0,02 ×33,4)− (8,44 ×10−5 )
= 0,3339 mmol
2. M fase air = n fase airV fase air
= 0,3339 mmol
20 ml
=0,0167 M
3. [I3-]air = Mfase air - ¿
= 0,0167 – (8,44×10-5)
= 0,0166 M
Untuk T = 50oC1. mmol ¿
mmol ¿
¿( 12
× 0,02 ×31,9)−(6,94 ×10−5 )
= 0,3189 mmol
2. M fase air = n fase airV fase air
= 0,3189 mmol
20 ml
=0,0159 M
3. [I3-]air = Mfase air - ¿
= 0,0159 – (6,94×10-5)
= 0,0158 Ma
e. Penentuan ¿
Untuk T = 20oC
¿
¿100 ∙10−3−0,0136
¿0,0864 M
31
Untuk T = 30oC
¿
¿100 ∙10−3−0,0168
¿0,0832 M
Untuk T = 40oC
¿
¿100 ∙10−3−0,0166
¿0,0834 M
Untuk T = 50oC
¿
¿100 ∙10−3−0,0158
¿0,0842 M
e) Penentuan Kc
Untuk T = 20oC
Kc=¿¿
¿ 0,0136
[9,61∙ 10−5 ] [ 0,0864 ]¿1637,95
Untuk T = 30oC
Kc=¿¿
¿ 0,0168
[1,43∙ 10−4 ] [0,0832 ]¿1412,05
Untuk T = 40oC
Kc=¿¿
32
¿ 0,0166
[8,44 ∙10−5 ] [0,0834]
¿2358,30
Untuk T = 50oC
Kc=¿¿
¿ 0,0158
[6,94 ∙10−5 ] [0,0842 ]¿2703,87
e). Penentuan Nilai In K dari Kc
Untuk T = 20oC
In K = In Kc
= In 1637,95
= 7,401
Untuk T = 30oC
In K = In Kc
= In 1412,05
= 7,252
Untuk T = 40oC
In K = In Kc
= In 2358,30
= 7,765
Untuk T = 50oC
In K = In Kc
= In 2703,87
= 7,902
f) Penentuan Nilai 1/T dari T (dalam K)
Untuk T = 20oC = 293 K
1T
= 1293
33
¿3,413 ∙10−3
Untuk T = 30oC = 303K
1T
= 1303
¿3,300 ∙10−3
Untuk T = 40oC = 313 K
1T
= 1313
¿3,194 ∙10−3
Untuk T = 50oC = 323 K
1T
= 1323
¿3,095 10−3
g) Tabel Analog
T (℃) T (K) 1/T (K-1) Kc Ln K
20 293 3,43×10-3 1637,95 7,401
30 303 3,30×10-3 1412,05 7,252
40 313 3,19×10-3 2358,30 7,765
50 323 3,09×10-3 2703,87 7,902
GRAFIK HUBUNGAN ANTARA In K dan 1T
34
3.00 3.10 3.20 3.30 3.40 3.50 3.607.20
7.30
7.40
7.50
7.60
7.70
7.80
7.90
8.00
8.10
1/T
ln K Slope
Slope= Δ yΔ x
=y2− y1
x2−x2
¿ 7.4−7.2
3,4 ∙10−3−3,3 ∙ 10−3
¿1000
h) Perhitungan ∆ Hdan ∆ S
R=8,314 J /mol
−∆ H=slope × R
∆ H=−slope × R
¿−1000 ×8,314
¿−8314 J /mol
∆ S=intersape× R
¿7,231 ×8,314
¿60,1185 J/k
i) Penentuan Nilai ∆ G
Untuk T = 20oC = 239 K
ΔG=Δ H −(T ∙ ∆ S )
¿−8314−(293 ∙60,1185 )
¿−25928,72 J
35
Untuk T = 30oC = 303 K
ΔG=Δ H −(T ∙ ∆ S )
¿−8314−(303 ∙60,1185 )
¿−26529,90 J
Untuk T = 40oC = 313 K
ΔG=Δ H −(T ∙ ∆ S )
¿−8314−(313 ∙60,1185 )
¿−27131,09 J
Untuk T = 50oC = 323 K
ΔG=Δ H −(T ∙ ∆ S )
¿−8314−(323 ∙60,1185 )
¿−27732,28 J
G. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini akan ditentukan perubahan entalpi, entropi,
dan energy bebas pada system keseimbangan iodium-iodium. Pada
percobaan ini, dilakukan 2 tahap yaitu tahap ekstraksi dan tahap
titirasi. Ekstraksi jenis pemisahan suatu zat bedasarkan perbedaaan
kelarutannya, sedangkan titrasi adalah suatu metode yang digunakan
untuk menentukan konsentrasi suatu zat di dalam larutan.
Pada tahap pertama yaitu tahap ekstraksi digunakan larutan KI 0,1
M. Adapun untuk membebaskan iodium dari KI tersebut, maka
digunakan larutan H2SO4 1 M. Untuk mengektraksi larutan tersebut
ditambahkan juga I2 dalam CCl4. Pada hasil pengamatan terlihat setelah
CCl4 ditambahkan pada larutan terbentuk dua fase yaitu fase organic
yang berwarna ungu dan fase air yang berwarna merah bata. Adapun
yang menyebabkan fase organic berada pada bagian bawah dan fase
air berada pada bagian atas disebabkan karena adanya perbedaan
berat jenis.
36
Setelah proses ekstraksi dilakukan, fase organic dan fase air
dipisahkan dan kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,02 M. pada proses
titrasi ini digunakan amilum sebagai indicator. Adapun pemilihan
amilum sebagi indicator dikarenakan titrasi ini termasuk dalam titrasi
iodometri, dimana pada titrasi iodometri titik ekuivalen tercapai saat
iodium habis bereaksi.
Pada fase organik perlu diekstraksi kembali sebelum dititrasi dengan
20 ml KI 10 %, karena untuk memisahkan fase air dan fase organic, KI
cenderung ke fase air.
Suhu awal larutan digunakan saat titrasi sudah dikondisikan
berbeda-beda. Perbedaan suhu ini juga ternyata mempengaruhi
volume penitrasi yang digunakan untuk menitrasi. Pada hasil
pengamatan terlihat pada fase organik dengan meningkatnya suhu,
volume Na2S2O3 yang digunakan untuk menitrasi semakin menurun
secara rata-rata. Akan tetapi pada fase air, suhu tidak berpengaruh
karena volume Na2S2O3 yang digunakan tidak menurun atau tidak
meningkat.
Dari analisis data diperoleh besarnya ∆H bernilai negative yaitu
sebesar -8314 J/mol. Tanda negative ini menandakan bahwa reaktivitas
ini merupakan reaksi eksoterm. Bila H2¿H1 , maka ∆H = H2 – H1 ¿0
proses isotermik. Namun apabila H1 = H2 , maka ∆H = H2 – H1 ¿0 proses
adiabatic.
Untuk ∆G , dari analisis data diperoleh nilai ∆G bernilai negative .
Nilai ∆G juga terus meningkat pada suhu yang terus meningkat. Nilai ∆
G yang negative ini menandakan reaksi tersebut berlangsung secara
spontan. Reaksi spontan ini juga dibuktikan dengan nilai ∆S bernilai
positif. Untuk ∆S bernilai positif, maka reaksi tersebut berlangsung
irreversible atau terjadi secara spontan. Adapun nilai ∆G dari suhu 20℃
sampai 50℃masing-masing adalah -25928,72 J, -26520,90 J, -27131,09
J, dan -27732,28 J . Nilai ∆ S yang didapatkan pada praktikum kali ini
adalah 60,1185 J/K. Nilai ∆ S diperoleh dari hubungan ∆ S=intersep× R,
dimana intersep merupakan grafik yang memotong sumbu Y.
37
Semua analisis data yang diperoleh tersebut didasarkan pada
system kesetimbangan iodium-iodida.
I2(aq) + I-(aq) → I3-(aq)
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, analisis data, dan pembahasan
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Nilai ∆ H yang didapatkan pada praktikum ini adalah -8314 J/mol.
Nilai ∆ S yang didapatkan adalah 60,1185 J/K dan nilai ∆ G yang
diperoleh pada suhu 20℃ sampai 50℃ berturut-turut adalah -
25928,72 J, -26529,90 J, -271311,09 J, dan -27732, 28 J.
38
ACARA V
ENTALPI PENGUAPAN ETER
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan Praktikum :
Menentukan perubahan entalpi peguapan eter/senyawa organic melalui
pengukuran
tekanan uap pada berbagai suhu.
Waktu Praktikum :
Rabu, 19 Oktober 2011
Tempat Praktikum :
Laboratorium Kimia, Lantai III, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Tekanan suatu sampel gas dalam sebuah wadah diukur dengan manometer
dalam bentuknya yang paling sederhana,sebuah manometer adalah pipa U yang di isi
dengan sejumlah cairan yang tidak mudah menguap(seperti minyak silikon).tekanan
gas sebanding dengan perbandingan tinggi cairan pada kedua kolom(ditambahkan
dengan tekanan luar jika satu pipa terbuka terhadap atmosfer).teknik yang lebih
canggih digunakan pada tekanan yang lebih rendah.dua versi manometer yang
digunakan untuk mengukur tekanan sampel gas(a) perbedaan tinggi(h) antara kedua
kolom dalam manometer yang pipanya tertutup langsung sebanding dengan tekanan
sampel dan P=pgh, dan p sebagai rapatan cairan.(b) perbedaan tinggi kalor pada
manometer pi langsung sebanding dengan tekanan antara sampel dengan atmosfer.
Dalam kasus ini tekanan sampel lebih rendah dari tekanan atmosfer (Atkins,1999:69).
39
Persamaan clapeyron menggambarkan variasi tekanan dengan temperatur pada
keadaan kesetimbangan atau mengghubungkan ketergantungan kuantitas dari
temperatur kesetimbangan dengan tekanan sebagai berikut:
dp = ΔS
dT ΔV
dimana ΔS adalah perubahan entropi dan ΔV adalah perubahan volume yang
menyertai perpindahan 1mol zat dari fase A ke fase B kedian dengan persamaan
diatas, sebuah grafik dapat dibuat antara tekanan dan temperatur kesetimbangan untuk
setiap tranformasi fase. Persamaan clausius - clapeyron menghubungkan variasi
tekanan pada fase terkondensasi dengan kesetimbangan uap dengan temperatur.
Hubungan tersebut dapat diturunkan dari persamaan clapeyron dengan asumsi bahwa
volume molar uap jenuh lebih besar dari pada volume molar padat, uap bersifat ideal,
sehingga persamaan(Dogra,1990:102).
d LnP = ΔT
dT RT2
Lepasnya molekul-molekul yang lebih berenergi pada waktu menguap,
mengurangi energi kinetik rata-rata molekul yang tidak menguap. Suhu cairan
menurut inilah sebabnya ada efek pendinginan yang teramati jika cairan yang mudah
menguap seperti eter atau asetan dibiarkan menguap dari kulit seseorang,
ΔH penguapan =H uap – H cair
Sebagaimana halnya dengan entropi mutlak nilainya. H cair dan H uap Tak
dapat diukur tetapi karena entalpi adalah suatu fungsi keadaan, entalpi ini mempunyai
nilai yang khas.perbedaannya atau ΔH penguapan atau ΔH uap dapat diukur. Sebagai
tambahan ΔH uap selalu positif sehingga kita dapat menyatakan bahwa ΔH uap lebih
besar dibandingkan ΔH cair. Satuan SI yang cocok unttuk entalpi (kalor) penguapan
adalah J/mol atau KJ/mol.sekalipun satuan kal/mol juga sering
dipakai(Petrucci,1992:48).
Konsep pengukuran tekanan yang paling dasar diterapkan dalam cara kerja
adalah manometer. Manometer sangat dikenal sebagai dasar dari semua system
40
pengukuran tekanan. Pada dasarnya suatu manometer bekerja berdasarkan perbedaan
tekanan dari dua ujung lengan tabung U, dimana dalam tabung telah diisi cairan,
biasanya air atau air raksa. Jika kedua ujung lengan tabung terhubung ke udara luar,
maka permukaan cairan akan sama karena kedua tekanannya sama. Jika kedua lengan
terhubung dengan udara yang tekanannya berbeda, maka pada ujung yang tekanannya
rendah permukaan cairan akan lebih tinggi dari ujung yang tekanannya tinggi
(Fariduzzaman, 2006)
C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
ALAT PRAKTIKUM
Gelas kimia 250 ml
Gelas kimia 600 ml
Tabung reaksi besar
Manometer
Termometer
Pipet volum 10 ml
Bulb
Mistar
Hot plate
Pipet tetes
Beker glas
Dongkrak
BAHAN PRAKTIKUM
Es batu
Dietileter
Air
D. SKEMA KERJA
Disusun alat seperti pada gambar
41
10mL eter
Diisi pada ujung bagian yang dihubungkan dengan
manometer dimulai dengan suhu 0° C
Alat
Diukur tinggi h1 dan h2
diulangi untuk suhu :50C, 10°C, 150C, dan 200C
E. HASIL PENGAMATAN
no T(0C) T(K) 1/T ( 10-3 ) K manometer Mm hg
h(1) h(2) Tekanan(P)
1 00C 273 3,66 0,5 5 805
2 50C 278 3,60 1 5 800
3 100C 283 3,53 3,3 2 773
4 150C 288 3,47 3,3 1,8 775
5 200C 293 3,41 4 1,1 789
F. ANALISIS DATA
1. Mencari nilai P
P = 760 mmHg + X , X = h2 – h1
42
T = 00C =273 K
h2 = 5 cm = 50 mm
h1 = 0,5 cm = 5 mm
X = h2 - h1
= 50 mm- 5mm
= 45 mm
P1 = 760 + 45
= 805 mmHg
T = 50C =278 K
h2 = 5 cm = 50 mm
h1 = 1 cm = 10 mm
X = h2 - h1
= 50 mm – 10 mm
= 40 mm
P2 = 760 + 40
= 800 mmHg
T = 100C =283 K
h2 = 2 cm = 20 mm
h1 = 3,3 cm = 33 mm
X = h2 - h1
= 20 mm – 33 mm
= - 13 mm
= 13 mm
43
P3 = 760 + 13
= 773 mmHg
T = 150C =288 K
h2 = 1,8cm = 18 mm
h1 = 3,3 cm = 33 mm
X = h2 - h1
= 18 mm – 3 mm
= -15 mm
= 15 mm
P4 = 760 + 15
= 775 mmHg
T = 200C =293 K
h2 = 1,1 cm = 11 mm
h1 = 4 cm = 40 mm
X = h2 - h1
= 11 mm – 40 mm
= -29 mm
= 29 mm
P5 = 760 + 29
= 789 mmHg
2. Mencari ln P
ln P1 = ln 805
44
= 6,690
ln P2 = ln 800
= 6,684
ln P3 = ln 773
= 6,650
ln P4 = ln 775
= 6,652
ln P5 = ln 789
= 6,670
3. Mencari nilai 1/T (K)
T = 00C =273 K
1/T = 1/273
= 3,66 x 10-3 K
T = 50C =278 K
1/T = 1/278
= 3,60 x 10-3 K
T = 100C =283 K
1/T = 1/283
= 3,53 x 10-3 K
T = 150C =288 K
1/T = 1/288
= 3,47 x 10-3 K
T = 200C =293 K
1/T = 1/293
= 3,41 x 10-3 K
45
4. Kurva perbandingan ln P Vs 1/T (K)
3.05 3.10 3.15 3.20 3.25 3.30 3.35 3.40 3.456.80
7.00
7.20
7.40
7.60
7.80
8.00
1/T
ln P
5. Mencari nilai ΔH
Slope = y2 – y1
X2 –X1
Slope = -ΔH → ΔH = - slope X R
R R = 8,314 J/mol
Slope = y2 – y1
X2 –X1
= 6,652 – 6,650
(3,53. 10-3) – (3,47. 10-3)
= 33,33
ΔH = - slope x R
= - 33,33 x 8,314
= - 277, 105 J/mol
G. PEMBAHASAN
46
Pratikum kali ini yaitu entalpi penguapan eter. Pratikum ini bertujuan untuk
menentukan perubahan entalpi penguapan eter/senyawa organik melalui pengukuran
tekanan uap pada berbagai suhu. Untuk menentukan perubahan entalpi penguapan eter
digunakkan beberapa suhu, diantaranya 0oC, 5oC,100C, 15oC dan 20oC. Pratikum ini
menggunakan monometer. Monometer adalah sebuah tabung pipa U yang berisi air raksa
yang memudahkan untuk mengukur selisih tekanan yang kecil.
Tabung reaksi berisi eter dicelupkan ke dalam gelas kimia besar yang telah diisi
es batu. Penggunaan es batu bertujuan untuk menurunkan suhu eter. Suhu awal
digunakan adalah 0oC. Pada suhu ini didapatkan nilai h1= 0,5 cm dan h2= 5 cm. Pada
suhu 5° C didapatkan nilai h1= 1 cm dan h2= 5 cm. Pada kedua suhu ini didapatkan nilai
x yang positif. Hal ini disebabkan oleh vakum pada pipa U cukup rapat. Sedangkan pada
suhu 10° C , 15° C dan20 ° C didapatkan h2<h1. Sehingga dalam analisis data didapatkan
nilai x yang negative. Hal ini disebabkan oleh vakum pada pipa U yang kurang rapat.
Adapun tekanan yang diperoleh pada suhu 0° C , 5° C , 10 °C ,15 ° C dan 20 ° C masing-
masing adalah 805 mmHg, 800 mmHg, 773 mmHg, 775 mmHg, dan 789 mmHg. Adapun
pada suhu 10° C dan 15 °C didapatkan tekanan yang hamper sama. Hal ini terjadi karena
ketidaktelitian praktikan serta vakum pada pipa U yang tidak rapat. Dari hasil analisis
data didapatkan hubungan antara nilai ln P dan 1/T. Dapat kita lihat bahwa semakin besar
nilai 1/T maka ln P semakin besar. Ini menunjukkan bahwa semakin besar suhunya maka
tekanan pada barometer semakin besar. Dapat juga dibuat grafik perbandingan antara ln P
dengan 1/T yang sudah dikonversikan ke Kelvin. Dalam grafik dapat dihitung slope.
Slope yang didapatkan pada praktikum ini adalah 33,33. Dari hasil slope tersebut
didapatkan entalpi penguapan eter dari hasil perkalian antara slope dengan tetapan R=
8,314 J/mol K, yaitu -277,105 J/mol. Tanda (-) negative menunjukkan reaksi eksotermik
yaitu system melepaskan kalor ke lingkungan.
H. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, hasil pengamatan yang
didapat, analisa data yang telah diperhitungkan serta pembahasan
yag telah dikaji, dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan entalpi
penguapan eter pada berbagai suhu adalah -277,105 J/mol.
47
ACARA VI
PENETAPAN Mr ZAT BERDASARKAN PENURUNAN TITIK BEKU
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan Praktikum :
Menentukan Mr suatu zat berdasarkan penurunan titik beku larutan.
Waktu Praktikum :
Rabu, 9 November 2011
Tempat Praktikum :
Laboratorium Kimia, Lantai III, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Kondisi kesetimbangan untuk sembarang sistem yaitu bahwa potensial kimia
dari setiap konsistituen pada seluruh sistem harus sama. Bila ada beberapa fase dari
setiap konstituen, makapotensial kimia setiap konstituen pada tiap fase harus
mempunyai nilai yang sama. Misalnya bila temperatur dan tekanan sembarang larutan
air berbeda dalam kesetimbangan dengan uap air dan es padat, maka:
µ (es) = µ H2O (l) = µ H2O (uap).
Bila suatu zat terlarut yang tidak menguap dilarutkan dalam suatu pelarut , titik beku
pelarut berkurang. BerkurangnyaP a g e | 48 ∆Tf ditentukan sebagai
Jika ∆Tf tidak besar sekali dan larutan tersebut idiel. ∆ peleburan adalah panas
peleburan molar dari pelarut. X2 adalah fraksi mol zat terlarut dan Tf adalah titik beku
sebenarnya. Untuk larutan sangat encer dan yang bersifat idiel, persamaan diatas
menjadi lebih sederhana yaitu:
∆Tf = Kf m
Dimana Kf adalah konstanta penururunan titik beku molal dan dinyatakan sebagai
48
Dimana M adalah bobot molekul dan m adalah molalitas zat terlarut (Dogra, 1990:35).
Untuk setiap zat pada tekanan tertentu dan suhu tertentu dimana cairan dan zat
padatnya berada dalam keadaan setimbang. Suhu ini disebut titik beku atau titik leleh,
tergantung dari arah mana pendekatan yang ditempuh, dari suhu tinggi atau suhu
rendah. Pada titik beku atau( titik leleh) kecepatan partikel meninggalkan keadaan
padat dan memasuki keadaan cair sama dengan kecepatan partikel meninggalkan
keadaan cair dan memasuki keadaan padat. Bila panas ditambahkan, sebagian zat
padat akan meleleh sehingga lebih banyak cairan terbentuk, tetapi suhunya akan tetap
sama selagi kedua fasa masih tetap ada. Demikian juga bila sebagian panas diamati,
sedangkan cairan akan membeku, jadi zat padatnya akan lebih banyak terbentuk
(Brady, 1999:74).
Atom adalah partikel yang sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat meskipun
dengan mikroskop. Kita tidak dapat mengambil satu atau beberapa atom lalu
menimmbangnya dan juga tidak ada timbangan untuk itu. Menurut Dalton, massa
atom adalah sifat utama unsur yang membedakan satu unsur dengan yang lain. Karena
atom sangat ringan, maka tidak digunakan satuan geram dan Kg untuk massa atom
dan Harus dicari suatu atom sebagai massa standar. Perbandingan massa satu atom
dengan atom standar disebut massa atom relatif (Ar). Menurut Dalton, dua unsur
(lebih) dapat bergantung membentuk senyawa dengan perbandingan tertentu. Partikel
terkecil senyawa disebut molekul yang mempunyai massa tertentu. Perbandingan
massa molekul dengan massa standar disebut massa molekul relatif (Mr) (Syukri,
1999: 114).
Tetapan kesebandingannya Kb khas untuk setiap pelarut dan disebut dengan
penurunan titik beku molal. Kini penentuan massa molekul lebih mudah dilakukan
dengan spectrometer massa. Sebelum spectrometer massa digunakan dengan rutin,
massa molekul umumnya lebih mudah ditentukan dengan menggunakan kenaikan titik
didih atau penurunan titik beku. Untuk kedua metoda, derajat kesalahan tertentu tak
terhindarkan, dan keterampilan yang baik diperlukan agar didapatkan hasil yang
akurat ( Widya, 2011).
C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
49
Alat Praktikum
1. Timbangan analitik
2. Gelas kimia 1000 ml
3. Tabung reaksi besar
4. Gelas ukur 50 ml
5. Pipet gondok 10 ml
6. Kalorimeter
7. Batang pengaduk
8. Termometer 100° C
9. Pipet tetes
10. Pembakar spiritus ( Bunsen)
11. Stopwatch
Bahan Praktikum
1. Aquades
2. Es batu
3. Asam asetat glacial 10 ml
4. Zat X (urea) 0,5 ml
D. SKEMA KERJA
10 ml asam asetat glasial
- dimasukkan kedalam tabung reaksi besar
Hasil
Air
- dicampur es batu
- dibuat t = 17`C
- di sis ke kalorimeter / bejana plastik
50
- dimasukkan tabung reaksi berisi asam asetat
kekalorimeter
- diatur suhu sehingga asam asetat membeku
dengan penambahan es batu
Hasil (di catat suhu saat asam asetat membeku)
Tabung reaksi
- diambil
- kondisikan sehingga asam asetat mencair
kembali.
- dimasukkan 0,5 gram zat x (catat dengan tepat
sampai 4koma) kedalam asam asetat dan aduk
hingga larut
- dimasukkan kedalam kalorimeter
- diatur suhu dengan penambahan sehingga
larutan membeku
Hasil (catat suhu saat larutan tepat membeku)
E. HASIL PENGAMATAN
1. Asam asetat glasial dalam es batu (tabel analog)
No Menit ke- T (0C) T (K)
1 1 10 283
2 2 9 282
3 3 2 275
4 4 4 277
5 5 3 276
6 6 0 273
7 7 15 288
51
8 8 15 288
9 9 15 288
10 10 15 288
11 11 15 288
2. Asam asetat glacial + urea
No Menit ke- T (0C) T (K)
1 1 8 281
2 2 2 273
3 3 9 282
4 4 11 284
5 5 11 284
6 6 11 284
7 7 11 284
8 8 11 284
9 9 11 284
10 10 11 284
11 11 11 284
F. ANALISIS DATA
1. Kurva hubungan antara suhu (T) dan waktu (t/menit)
52
Kurva pada saat suhu awal asam asetat glacial
0 2 4 6 8 10 12265
270
275
280
285
290
t ( menit )
T (
K )
Kurva pada saat asam asetat glacial + zat x (urea padatan) 0,5 gram
0 2 4 6 8 10 12266268270272274276278280282284286
t (menit)
T (
K )
Penentuan nilai Mr zat X
Perumusan
Gr pelsrut = ρ asam asetat glasial x V asam asetat glasial.
Perhitungan
Gram pelarut = ρ asam asetat glasial x V asam asetat glasial
= 1,049 gr/mol x 10 ml
= 10,49 gr
53
288−284=0,5 gram ×1000 ×3,9Mr zat X × 10,49
Mr zat X=0,5 gram×1000 × 3,9(288−284 ) ×10,49
= 46,472 gr/mol
G. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini bertujuan untuk menetapkan Mr zat berdasarkan penurunan
titik beku larutan. Titik beku larutan adalah suhu tertentu dimana cairan dalam zat
padatnya dapat berada dalam keadaan setimbang.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah asam asetat glasial.
Dalam prosenya, asam asetat glacial ini dimasukkan kedalam tabung reaksi besar dan
diukur suhunya sebesar 17° C. Lalu tabung reaksi yang berisi asam asetat glasial tadi
dimasukkan kedalam calorimeter dan dihitung perubahan suhunya selama 10 menit
selang waktu 1 menit. Adanya penambahan es bertujuan untuk menurunkan suhu asam
asetat glacial, dan ini terlihat pada saat praktikum adanya penurunan suhu asam asetat
glacial. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa suhu konstan asam asetat glacial
diperoleh pada menit ke 7, 8, 9, dan 10. Besar suhu yang didapatkan adalah 15° C. Ini
tidak sesuai dengan teori, bahwa titik beku asam asetat glacial adalah 16,7° C. Hal ini
disebabkan oleh terlalu banyaknya es yang dituangkan oleh praktikan, sehingga
menyebabkan turun drastisnya titik beku asam asetat glacial.
Percobaan selanjutnya yaitu dengan penambahan zat x (urea) ke dalam asam
asetat glacial. Namun sebelumnya, asam asetat dikondisikan mencair ( yang tadinya
membeku pada suhu 15° C). Setelah adanya penambahan urea ke dalam asam asetat
glacial dan dilakukan proses yang sama dengan percobaan pertama, ternyata
didapatkan suhu yang konstan pada menit ke 4 sampai dengan 10. Besar suhu yang
didapatkan adalah 11° C. Artinya terjadi penurunan titik beku setelah adanya
penambahan urea tadi. Hal ini disebabkan oleh dengan adanya urea yang bersifat non
54
volatile, partikel-partikel urea tidak dapat menguap meninggalkan larutan. Karena
penambahan urea akan mengurangi tekanan uap, maka dibutuhkan temperature yang
lebih rendah untuk mencapai titik dimana tekanan uap liquid sama dengan tekanan
udara luar. Dari hasil perhitungan, Mr zat urea yang didapatkan adalah 46,472 gr/mol.
Mr zat urea yang sebenarnya adalah 60 gr/mol. Hal ini dapat terjadi karena beberapa
penyebab, diantaranya yaitu : perbedaan nilai TP dan TL yang sangat jauh. Selain itu
juga dikarenakan terlalu banyaknya es batu yang dituangkan pada saat proses
pembekuan.
H. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dlakukan dan pembahasan yang telah dikaji, dapat
ditarik kesimpulan bahwa Mr zat (x)/ urea yang didapatkan adalah 46, 472 gr/mol.
I. SARAN
1. Diharapkan alat dan bahan diperlengkap, agar praktikum berjalan dengan lancer.
2. Para praktikan diharapkan berhati-hati dalam melaksanakan praktikum.
55
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Asam Benzoat. Didownload pada situs http:// chemistry.org.com.
Pada tanggal 15 Oktober 2011 pukul 13.30 WITA.
Atkins. 1999. Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga.
Brady. 1989. Kimia Universitas. Jakarta: Binarupa Aksara.
Darjanto. 1987. Tehnik Fisika. Malang: Bina Aksara.
Dogra, SK. 1984. Kimia Fisika dan Soal-Soal. Jakarta: UI Press.
Dogra, SK. 1990. Kimia Fisika dan Soal-Soal. Jakarta: UI Press.
Dogra, SK. 2008. Kimia Fisika dan Soal-Soal. Jakarta: UI Press.
Fariduzzaman. 2006. Pengembangan Manometer Digital.http// www. batan. go.id./
ppin/ loka karya/ LKSIN 17/ FARIDUZZAMAN. Pdf. Didownload pada tang
gal 4 September 2011 pukul 14,30 WITA.
Hardjono. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta: UGM Press.
Khairot, Sulasmi. 2003. Kinetika Reaksi Hidrolisis Minyak Sawit dengan Metode
Katalisator Asam Asetat. (http:// khairot-022-531225-31198-Kinetika reaksi-
Hidrolisis -531252-Sulasmi/m/ 203.pdf). Diunduh pada 18 November 2011.
Keenan, dkk. 1999. Kimia Untuk Universitas Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Pangestika, Jeny Widya. 2011. Larutan. Didownload di http:// industry 18 jeny. blog.
mercubuana. ac. id/?p=179&upm_export=pdf. Pada tanggal 28 Oktober 2011,
Pukul 21.30 WITA. Mataram.
Petrucci, Ralp H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta: Erlangga.
Petrucci, Ralp H. 1992. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta: Erlangga.
Saksono, Nelson. 2002. Analisis Iodat Dalam Bumbu Dapur dengan Metode
Iodometri
dan X- Ray Fluorescense. Didownload di http:// industry 18 jeny.blog.mercubu
ana.ac.id/ ?p=179&upm.export=pdf. Pada tanggal 28 November 2011, pukul
21.30 WITA. Mataram.
Sudiono. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta: UGM Press.
Suhendra. Dedy, dkk. 2006. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Dasar 1. Mataram:
Universitas Mataram Press.
56
Recommended