BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Secara keseluruhan angka mortalitas trauma thorax adalah 10 %, dimana trauma thorax
menyebabkan satu dari empat kematian karena trauma yang terjadi di Amerika Utara. Banyak
penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan banyak kematian ini seharusnya dapat
dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan terapi. Kurang dari 10 % dari trauma
tumpul thorax dan hanya 15 – 30 % dari trauma tembus thorax yang membutuhkan tindakan
torakotomi. Mayoritas kasus trauma thorax dapat diatasi dengan tindakan teknik prosedur yang
akan diperoleh oleh dokter yang mengikuti suatu kursus penyelamatan kasus trauma thorax.
Luka dapat secara luas dibagi atas dua, yaitu yang disebabkan karena trauma tumpul atau
karena trauma tembus. Trauma toraks kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
umumnya merupakan trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebabkan oleh tikaman dan
tembakan. Di negara berkembang lebih sering disebabkan oleh luka tumpul yang sering terjadi
sebagai kecelakaan lalu lintas dan di lokasi konstruksi. Pada kebanyakan kasus, pasien tidak
ditangani dengan baik. Bantuan medis jarang tersedia. Bahkan jika memang tersedia, itupun
tidak lebih dari sekedar pertolong pertama pada kecelakaan. Satu masalah lagi adalah tempat
dimana pasien pertama kali dirujuk tidak diperlengkapi dengan kemampuan untuk mengatasi
perdarahan hebat dan kegagalan napas.
1
BAB II
ANATOMI THORAKS
Toraks adalah daerah pada tubuh manusia yang berada di antara leher dan perut
(abdomen). Toraks dapat didefinisikan sebagai area yang dibatasi di superior oleh thoracic inlet
dan inferior oleh thoracic outlet; dengan batas luar adalah dinding toraks yang disusun oleh
vertebra torakal, costae, sternum, otot, dan jaringan ikat. Rongga toraks dapat dibagi ke dalam
dua bagian utama, yaitu: paru-paru (kiri dan kanan) dan mediastinum. Mediastinum dibagi ke
dalam 3 bagian: superior, anterior, dan posterior. Mediastinum terletak di antara paru kiri dan
kanan dan merupakan daerah tempat organ-organ penting toraks selain paru-paru (yaitu: jantung,
aorta, arteri pulmonalis, vena cavae, esofagus, trakhea, dll).
Gambar 1. Anatomi Thorax
Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari
sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang
rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio dari
sternum, kartilago 7 - 10 berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi
bawah sternum. Iga pertama merupakan iga yang penting oleh karena menjadi tempat
melintasnya plexus brachialis, arteri dan vena subklavia. Cartilago costalis memperpanjang
2
costa kearah ventral dan turut menambah kelenturan dinding toraks. Hal ini berguna untuk
mencegah terjadinya fraktur pada sternum atau costae karena benturan
Sternum adalah tulang pipih yang memanjang dan membatasi bagian ventral sangkar
dada. Sternum terdiri dari tiga bagian: manubrium sterni, korpus sterni, dan processus
xyphoideus. Angulus Ludovici adalah tonjolan yang terjadi oleh karena pertemuan bagian korpus
dan manubrium sterni yang membentuk sudut. Terletak setinggi iga ke-2 dan vertebra torakal 4-
5. Setinggi angulus ini terdapat organ-organ penting: arkus aorta dan karina. Bagian terakhir
sternum adalah processus xiphoideus yang dapat diraba sebagai ujung bawah yang lunak dari
sternum; kira-kira setinggi vertebra torakal 9.
Vertebra torakalis pertama (T1)mempunyai satu persendian yang lengkap dengan iga I
dan setengah persendian dengan iga II. Selanjutnya T2-T8 mempunyai dua persendian, di atas
dan di bawah korpus vertebra (untuk iga II sampai dengan VIII). Sedang dari T9-T12 hanya
mempunyai satu persendian dengan iga. Semua ini penting untuk melepaskan iga dari korpus
vertebra pada waktu melakukan torakotomi.
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior
thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya
membentuk lapisan muskulus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus
pectoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.
Gambar 2. Depressors of the scapula. A, anterior: 1, lower segment of the
pectoralis major; 2, pectoralis minor; 3, subclavius. B, posterior: 1, latissimus
dorsi; 2, lower segment of the trapezius.
3
Rongga dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan
bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu muskulus
interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan
terhisap melalui trakea dan bronkus.
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik. Disana
terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura
visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan
mediastinum bersama – sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan
diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan
ekspansi paru – paru normal, hanya ruang potensial yang ada.
Gambar 3. Anatomi Pleura
4
Perluasan rongga pleura di atas klavicula dan di atas organ dalam abdomen penting
untuk dievaluasi pada luka tusuk. Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah
iga keenam kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian
muskuler melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari
interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut
berperan dalam ventilasi paru – paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.
5
BAB III
PEMBAHASAN
III .1 DEFINISI
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma
atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999). Trauma thorak adalah trauma yang terjadi
pada toraks yang menimbulkan kelainan pada organ-organ didalam toraks. Trauma thorax adalah
luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding
thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan
dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.
III.2 ETIOLOGI
1. Trauma Tajam
Luka Tembak
Luka Tikam / tusuk
2. Trauma tumpul
Kecelakaan kendaraan bermotor
Jatuh
Pukulan pada dada
III.3 KLASIFIKASI
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus atau tumpul:
Trauma tembus (tajam)
Biasanya disebabkan tekanan mekanikal yang dikenakan secara direk yang berlaku tiba-tiba
pada suatu area fokal. Berat ringannya cedera internal yang berlaku tergantung pada organ yang
telah terkena dan seberapa vital organ tersebut. Derajat cedera tergantung pada mekanisme dari
penetrasi dan temasuk, diantara faktor lain (kecepatan, ukuran permukaan impak, densitas
jaringan yang terpenetrasi), adalah efisiensi dari energi yang dipindahkan dari obyek ke jaringan
tubuh yang terpenetrasi. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru.
Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi.
6
Trauma tumpul
Trauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding trauma tembus, kira-kira lebih dari 90%
trauma thoraks. Dua mekanisme yang terjadi pada trauma tumpul: (1) transfer energi secara direk
pada dinding dada dan organ toraks dan (2) deselerasi deferensial, yang dialami oleh organ
toraks ketika terjadinya impak. Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush
atau blast injuries. Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru. Sekitar
<10% yang memerlukan operasi torakotomi. Trauma tumpul toraks akibat kecelakaan lalu lintas
sebagai hasil mendadaknya kontak antara dinding toraks dan batang kemudi mobil, merupakan
trauma deselerasi yang khas, yang bisa menyebabkan kontusio paru atau miokardium yang
bermakna. Mungkin ada sedikit bukti trauma luar pada pemeriksaan dinding toraks. Harus
diinspeksi cermat dinding toraks dan harus secara khusus awas untuk mendeteksi adanya fraktur
iga atau sternum, pemisahan costochondral serta flail chest. Fraktur iga pertama atau kedua
biasanya menunjukkan bahwa tenaga bermakna telah diberikan ke dinding toraks dan fraktur
demikian disertai dengan 14 persen insidens cedera vaskular bermakna.
III.4 MEKANISME
Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya perusak
berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi); sesuai dengan hukum Newton II
(Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya
perusak dari trauma tersebut).
Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan senjata
dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat
akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar
lubang masuk peluru.
Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi pada
tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada
saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera,
7
dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding
toraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.5
Torsio dan rotasi
Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi organ-
organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi, seperti isthmus
aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-
organ tersebut dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau
poros-nya.
Blast injury
Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan
penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom. Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui
penghantaran gelombang energi.
Faktor lain yang mempengaruhi
a. Sifat jaringan tubuh
Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan tetapi sangat
menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat trauma. Seperti adanya fraktur iga
pada bayi menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding bila ditemukan fraktur pada
orang dewasa. Atau tusukan pisau sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada
orang gemuk atau orang kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara dibanding
pria, dsb.
b. Lokasi
Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita
kerusakan, terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah pre-kordial.
c. Arah trauma
Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan dalam
memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi. Perlu diingat adanya efek
"ricochet" atau pantulan dari penyebab trauma pada tubuh manusia. Seperti misalnya :
trauma yang terjadi akibat pantulan peluru dapat memiliki arah (lintasan peluru) yang
berbeda dari sumber peluru sehingga kerusakan atau organ apa yang terkena sulit
diperkirakan.
8
Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma toraks. Hipoksia
jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh
karena hipovolemia (kehilangan darah), pulmonary ventilation/perfusion mismatch
(contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan dalam tekanan intratoraks
(contoh : tension pneumotoraks, pneumotoraks terbuka). Hiperkarbia lebih sering
disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intratoraks atau
penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dan
jaringan (syok).
1. Trauma Tembus
Pneumothoraks terbuka
Hemothoraks
Trauma tracheobronkial
Contusi Paru
Ruptur diafragma
Trauma Mediastinal
2. Trauma Tumpul
Tension pneumothoraks
Trauma tracheobronkhial
Flail Chest
Ruptur diafragma
Trauma mediastinal
Fraktur kosta
III.4 INSIDENSI
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44
tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.
III.5 KELAINAN AKIBAT TRAUMA THORAX .
9
TRAUMA DINDING THORAX & PARU
Fraktur iga; klavikula;sternum;
Dislokasi sendi sternoklavikular
Flail chest
Kontusio paru
Laserasi paru
Pneumothorax
Open pneumothorax
Tension pneumothorax
Hemothorax
Ruptur Diafragma
Cedera trakhea & bronkus
TRAUMA JANTUNG DAN AORTA
Tamponade jantung Kontusio miokard Trauma tumpul jantung
A. Trauma dinding thorax dan paru.
Fraktur iga.
Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang diakibatkan trauma tumpul pada
dinding dada. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan
trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga
IV-X (mayoritas terkena) . Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan
intra abdomen. Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila
terdapat fraktur pada iga VIII-XII . Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama
ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis, a/v subklavia, dsb.), bila terdapat fraktur pada
iga I-III atau fraktur klavikula.
10
Penatalaksanaan
1. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)
2. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks)
3. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks, hematotoraks,
atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:
Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)
Bronchial toilet
Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
Cek Foto Ro berkala
GAMBAR 4. Gambaran Fraktu Iga pada X-ray foto
11
Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai penyulit lain (seperti: pneumotoraks,
hematotoraks dsb.), ditujukan untuk mengatasi kelainan yang mengancam jiwa secara langsung,
diikuti oleh penanganan pasca operasi/tindakan yang adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek
lab dan ro berkala), sehingga dapat menghindari morbiditas/komplikasi. Komplikasi tersering
adalah timbulnya atelektasis dan pneumonia, yang umumnya akibat manajemen analgetik yang
tidak adekuat.
FRAKTUR KLAVIKULA
Cukup sering sering ditemukan (isolated, atau disertai trauma toraks, atau disertai trauma
pada sendi bahu ).
Lokasi fraktur klavikula umumnya pada bagian tengah (1/3 tengah)
Gambar 5. Fraktur Klavikula 1/3 tengah
12
Deformitas, nyeri pada lokasi taruma.
Foto Rontgen tampak fraktur klavikula
Gambar 6. Fraktur Klavikula tampak pada X-ray foto
Penatalaksanaan
1. Konservatif : "Verband figure of eight" sekitar sendi bahu. Pemberian analgetika.
Gambar 7. Verband figure eight
13
2. Operatif : fiksasi internal
Gambar 8. Plat and Screw pada Fraktur klavikula
Komplikasi : timbulnya malunion fracture dapat mengakibatkan penekanan pleksus
brakhialis dan pembuluh darah subklavia.
FRAKTUR STERNUM
Insidens fraktur sternum pada trauma toraks cukup jarang, umumnya terjadi pada
pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan.
Biasanya diakibatkan trauma langsung dengan gaya trauma yang cukup besar
Lokasi fraktur biasanya pada bagian tengah atas sternum
Sering disertai fraktur Iga.
Adanya fraktur sternum dapat disertai beberapa kelainan yang serius, seperti:
kontusio/laserasi jantung, perlukaan bronkhus atau aorta.
Tanda dan gejala: nyeri terutama di area sternum, krepitasi
14
Pemeriksaan
Seringkali pada pemeriksaan Ro toraks lateral ditemukan garis fraktur, atau gambaran
sternum yang tumpang tindih.
Gambar 9. Gambaran Radiologis Fraktur Sternum
Pemeriksaan EKG : 61% kasus memperlihatkan adanya perubahan EKG (tanda trauma
jantung).
Penatalaksanaan
1. Untuk fraktur tanpa dislokasi fragmen fraktur dilakukan pemberian analgetika dan
observasi tanda2 adanya laserasi atau kontusio jantung
2. Untuk fraktur dengan dislokasi atau fraktur fragmented dilakukan tindakan operatif untuk
stabilisasi dengan menggunakan sternal wire, sekaligus eksplorasi adanya perlukaan pada
organ atau struktur di mediastinum.
15
DISLOKASI SENDI STERNOKLAVIKULA
Kasus jarang
Gambar 10; 11. Anterior Dislocation of sternoclaviculer joint
Dislokasi anterior : nyeri, nyeri tekan, terlihat "bongkol klavikula" (sendi
sternoklavikula) menonjol kedepan
Gambar 12. Dislokasi sendi sternoklavikuler anterior et posterior
Posterior : sendi tertekan kedalam
Pengobatan : reposisi
16
Flail Chest
Definisi
Adalah area toraks yang "melayang" (flail) oleh sebab adanya fraktur iga multipel berturutan
≥ 3 iga , dan memiliki garis fraktur ≥ 2 (segmented) pada tiap iganya. Akibatnya adalah:
terbentuk area "flail" yang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari gerakan mekanik
pernapasan dinding dada. Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar
pada ekspirasi.
Terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan
dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga
dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen flail chest (segmen mengambang)
menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di
bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang
serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang
mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan
paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan
menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan
nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma jaringan parunya.
Gambar 13. Gambaran Flail Chest
17
Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat) dengan dinding
dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan tidak
terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang
rawan membantu diagnosisi. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga
yang multipel, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan
analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga membantu dalam
diagnosis Flail Chest. Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen
yang dilembabkan dan resusitasi cairan.
Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan kristoloid intravena harus lebih berhati-
hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru pada Flail
Chest, maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi cairan.
Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar-benar optimal.
Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi yang
cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua penderita
membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada
penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat sampai
diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara lengkap.
Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian kinerja
pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk melakukan intubasi dan
ventilasi.
Karakteristik
Gerakan "paradoksal" dari (segmen) dinding dada saat inspirasi/ekspirasi; tidak terlihat
pada pasien dalam ventilator
Menunjukkan trauma hebat
Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas)
18
Gambar 14. Paradoxical Breathing pada Flail Chest
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air movement, yang
seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest tidak
dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan
splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik
pernapasan secara keseluruhan.
Penatalaksanaan
sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-tanda kegagalan pernapasan
atau karena ancaman gagal napas yang biasanya dibuktikan melalui pemeriksaan AGD
berkala dan takipneu
pain control
stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui operasi)
bronchial toilet
fisioterapi agresif
tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet
Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest: 19
1. Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth: hematotoraks masif, dsb)
2. Gagal/sulit weaning ventilator
3. Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)
4. Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)
5. Menghindari cacat permanen
Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area "flail"
Kontusio paru
Merupakan kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan potentially lethal chest
injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak langsung
terjadi setelah kejadian, sehingga rencana penanganan definitif dapat berubah berdasarkan
perubahan waktu. Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi penderita
yang berulang-ulang. Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 < 65 mmHg atau 8,6 kPa
dalam udara ruangan, SaO2 < 90 %) harus dilakukan intubasi dan diberikan bantuan ventilasi
pada jam-jam pertama setelah trauma.
Terjadi terutama setelah trauma tumpul toraks
Dapat pula terjadi pada trauma tajam dg mekanisme perdarahan dan edema parenkim →
konsolidasi
Patofisiologi : kontusio/cedera jaringan → edema dan reaksi inflamasi → lung
compliance ↓ → ventilation-perfusion mismatch → hipoksia & work of breathing ↑
Diagnosis : ro toraks dan pemeriksaan lab (PaO2 ↓) . Manifestasi klinis dapat timbul atau
memburuk dalam 24-72 jam setelah trauma
Kondisi medik yang berhubungan dengan kontusio paru seperti penyakit paru kronis dan
gagal ginjal menambah indikasi untuk melakukan intubasi lebih awal dan ventilasi mekanik.
Beberapa penderita dengan kondisi stabil dapat ditangani secara selektif tanpa intubasi
endotrakeal atau ventilasi mekanik. Monitoring dengan pulse oximeter, pemeriksaan analisis gas
darah, monitoring EKG dan perlengkapan alat bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan
yang optimal. Jika kondisi penderita memburuk dan perlu ditransfer maka harus dilakukan
intubasi dan ventilasi terlebih dahulu.
20
Penatalaksanaan
Tujuan:
Mempertahankan oksigenasi
Mencegah/mengurangi edema
Tindakan : bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2, pain control, diuretika,
bila perlu ventilator dengan tekanan positif (PEEP > 5)
LASERASI PARU
Definisi : Robekan pada parenkim paru akibat trauma tajam atau trauma tumpul keras yang
disertai fraktur iga.
Gambar 15. Laserasi paru
Manifestasi klinik umumnya adalah : hemato + pneumotoraks
Penatalaksanaan umum : WSD
Indikasi operasi :
Hematotoraks masif (lihat hematotoraks)
Adanya contiuous buble pada WSD yang menunjukkan adanya robekan paru
Distress pernapasan berat yang dicurigai karena robekan luas
21
Pneumotoraks
Gambar 16. Gambaran Pneumothorax
Definisi : Adanya udara yang terperangkap di rongga pleura.
Pneumotoraks akan meningkatkan tekanan negatif intrapleura sehingga mengganggu
proses pengembangan paru.
Terjadi karena trauma tumpul atau tembus toraks.
Dapat pula terjadi karena perlukaan pleura viseral (barotrauma), atau perlukaan pleura
mediastinal (trauma trakheobronkhial)
22
Diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal.
Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks.
Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul.
Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya
sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan
pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru.
Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami
ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun
pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor.
Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada
pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube lpada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior
dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja,
maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD
dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi
pengembangan kembali paru-paru.
Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada
penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko
terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest
tube.
Pneumotoraks sederhana dapat menjadi life thereatening tension pneumothorax, terutama
jika awalnya tidak diketahui dan ventilasi dengan tekanan posiif diberikan. Toraks penderita
harus dikompresi sebelum penderita ditransportasi/rujuk.
Diklasifikasikan menjadi tiga : simpel, tension, open
Pneumotoraks Simpel
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang progresif.
Ciri:
Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
Tidak ada mediastinal shift
PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada ↓
23
Penatalaksanaan: WSD
Pneumothorax terbuka ( Sucking chest wound )
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat keluar dan
masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara
luar. Defek atau luka yang besar plada dinding dada yang terbuka menyebabkan pneumotoraks
terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama dengan tekanan atmosfir.
Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka udara akan cenderung
mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil dibandingkan
dengan trakea.
Akibatnya ventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Langkah
awal adalah menutup luka dengan kasa stril yang diplester hanya pada 3 sisinya saja. Dengan
penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek flutter Type Valve dimana saat inspirasi kasa
pnutup akan menutup luka, mencegah kebocoran udara dari dalam.
Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka
sesegera mungkin dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh
sisi luka akan menyebabkan terkumpulnya udara di dalam rongga pleura yang akan
menyebabkan tension pneumothorax kecuali jika selang dada sudah terpasang. Kasa penutup
sementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic Wrap atau Petrolotum Gauze, sehingga
penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan dilanjutkan dengan penjahitan luka.
Penatalaksanaan:
1. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)
2. Pasang WSD dahulu baru tutup luka
3. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.
4. Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
24
Pneumotoraks Tension
Merupakan pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama
semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan mekanisme ventil (udara
dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar).
Ciri:
Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps total paru,
mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi trakhea → venous
return ↓ → hipotensi & respiratory distress berat.
Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu, hipotensi,
JVP ↑, asimetris statis & dinamis
Merupakan keadaan life-threatening → tdk perlu Ro
Berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran udara yang berasal
dari paru-paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar
lagi (one-way-valve). Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang tidak dapat keluar
lagi, maka tekanan di intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi kolaps, mediastinum
terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena ke jantung (venous
return), serta akan menekan paru kontralateral.
Gambar 17. Gambaran Tension Pneumothorax
25
Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah komplikasi penggunaan ventilasi
mekanik (ventilator) dengan ventilasi tekanan positif pada penderita dengan kerusakan pada
pleura viseral.
Tension pneumothorax dapat timbul sebagai komplikasi dari penumotoraks sederhana akibat
trauma toraks tembus atau tajam dengan perlukaan parenkim paru tanpa robekan atau setelah
salah arah pada pemasangan kateter subklavia atau vnea jugularis interna. Kadangkala defek atau
perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan tension pneumothorax, jika salah cara
menutup defek atau luka tersebut dengan pembalut (occhusive dressings) yang kemudian akan
menimbulkan mekanisme flap-valve.
Tension pneumothorax jug adapat terjadi pada fraktur tulang belakang toraks yang
mengalami pergeseran (displaced thoracic spine fractures). Diagnosis tension pneumotorax
ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan tetapi tidak boleh terlambat oleh karena menunggu
konfirmasi radkologi. Tension pneumothorax ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distres
pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakes, hilangnya suara nafas pada satu sisi dan distensi
vena leher. Sianosisi merupakan manifestasi lanjut.
Karena ada kesamaan gejala antara tension pneumothorax dan tamponade jantung maka
sering membingungkan pada awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan hilangnya suara nafas
pada hemitoraks yang terkena pada tension pneumothorax dapat membedakan keduanya.
Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan penanggulangan awal dengan
cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis midclavicular pada
hemitoraks yang mengalami kelainan.
Tindakan ini akan mengubah tension pneumothorax menjadi plneumothoraks sederhana
(catatan : kemungkinan terjadi pneumotoraks yang bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi
ulang selalu diperlukan. Terapi definitif selalu dibutuhkan dengan pemsangan selang dada (chest
tube) pada sela iga ke 5 (garis putting susu) diantara garis anterior dan midaxilaris.
Penatalaksanaan:
1. Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-klavikula)
2. WSD
26
Gambar 18; 19. Dekompresi dan Chest tube
Hemothorax.
Definisi: Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau tembus
pada dada.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria interna. Perlu
diingat bahwa rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien
hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan
yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.
Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya perdarahan atau jumlah darah
yang terakumulasi. Perhatikan adanya tanda dan gejala instabilitas hemodinamik dan
depresi pernapasan
27
Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul.
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks.
Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi. Hemotoraks
akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang
dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura,
mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam
memonitor kehilangan darah selanjutnya.
Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap
kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik. Walaupun banyak faktor yang berperan
dalam memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita hemotoraks, status fisiologi dan
volume darah yang keluar dari selang dada merupakan faktor utama.
Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak 1.500
ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk 2 sampai 4 jam, atau jika
membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah herus dipertimbangkan.
Pemeriksaan
Ro toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil)
Terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru
Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraks
Indikasi Operasi
Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD)
Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD < 4 jam setelah
kejadian trauma.
Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut
Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut
Perdarahan > 8cc/kgBB/jam dalam 1 jam
28
Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila produksi WSD:
≥ 200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut
≥ 300 cc/jam dalam 2 jam berturut-turut
≥ 500 cc dalam ≤ 1 jam
Penatalaksanaan
Tujuan:
Evakuasi darah dan pengembangan paru secepatnya.
Penanganan hemodinamik segera untuk menghindari kegagalan sirkulasi.
Tindakan Bedah : WSD (pada 90% kasus) atau operasi torakotomi cito (eksplorasi) untuk
menghentikan perdarahan
Hemotoraks masif
Yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc di dalam rongga pleura. Hal
ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh
darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan darah
menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat, tetapi
kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai tension pneumothorax. Jarang terjadi
efek mekanik dari adarah yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong mesdiastinum sehingga
menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher.
Diagnosis hemotoraks ditegakkan dengan adanya syok yang disertai suara nafas
menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami trauma. Terapi awal hemotoraks
masif adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi
rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan
kemudian pmeberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat
dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Bersamaan dengan
pemberian inf us, sebuah selang dada (chest tube) no. 38 French dipasang setinggi puting susu,
anteriordari garis midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya.
29
Gambar 20. Hematothoraks
Ketika kita mencurigai hemotoraks masif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi. Jika
pada awalnya sudah keluar 1.500 ml, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan
torakotomi segera. Beberapa penderita yang pada awalnya darah yang keluar kurang dari 1.500
ml, tetapi pendarahan tetap berlangsung. Ini juga mamebutuhkan torakotomi. Keputusan
torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200 cc/jam dalam
waktu 2 sampai 4 jam, tetapi status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfusi darah
diperlukan selama ada indikasi untuk toraktomi.
Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan selang
dada (chest tube) dan kehilangan darah selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan
pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteri atau vena) bukan merupakan indikator yang
baik untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi.
Luka tembus toraks di daerah anterior medial dari garis puting susu dan luka di daerah
posterior, medial dari skapula harus disadari oleh dokter bahwa kemungkinan dibutuhkan
torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus dan jantung
yang potensial menjadi tamponade jantung. Torakotomi harus dilakukan oleh ahli bedah, atau
dokter yang sudah berpengalaman dan sudah mendapat latihan.
Cedera trakea dan Bronkus.
Cedera ini jarang tetapi mungkin disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tembus,
manifestasi klinisnya yaitu yang biasanya timbul dramatis, dengan hemoptisis bermakna,
hemopneumothorax, krepitasi subkutan dan gawat nafas. Empisema mediastinal dan servical
30
dalam atau pneumothorax dengan kebocoran udara masif. Penatalaksanaan yaitu dengan
pemasangan pipa endotrakea ( melalui kontrol endoskop ) di luar cedera untuk kemungkinan
ventilasi dan mencegah aspirasi darah, pada torakostomi diperlukan untuk hemothorax atau
pneumothorax.
B. TRAUMA JANTUNG DAN AORTA.
Tamponade jantung
Sering disebabkan oleh luka tembus. Walaupun demikian, trauma tumpul juga dapat
menyebabkan perikardium terisi darah baik dari jantung, pembuluh darah besar maupun dari
pembuluh darah perikard. Perikard manusia terdiri dari struktur jaringan ikat yang kaku dan
walaupun relatif sedikit darah yang terkumpul, namun sudah dapat menghambat aktivitas
jantung dan mengganggu pengisian jantung.
31
Gambar 22;23. Gambaran Tamponade Jantung
Mengeluarkan darah atau cairan perikard, sering hanya 15 ml sampai 20 ml, melalui
perikardiosintesis akan segera memperbaiki hemodinamik.
Gambar 24. Perikardiosentesis
32
Diagnosis tamponade jantung tidak mudah. Diagnosistik klasik adalah adanya Trias
Beck yang terdiri dari peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan arteri dan suara jantung
menjauh. Penilaian suara jantung menjauh sulit didapatkan bila ruang gawat darurat dalam
keadaan berisi, distensi vena leher tidak ditemukan bila keadaan penderita hipovlemia dan
hipotensi sering disebabkan oleh hipovolemia.
Pulsus paradoxus adalah keadaan fisiologis dimana terjadi penurunan dari tekanan darah
sistolik selama inspirasi spontan. Bila penurunan tersebut lebih dari 10 mmHg, maka ini
merupakan tanda lain terjadinya tamponade jantung. Tetapi tanda pulsus paradoxus tidak selalu
ditemukan, lagi pula sulit mendeteksinya dalam ruang gawat darurat.
Tambahan lagi, jika terdapat tension pneumothorax, terutama sisi kiri, maka akan sangat
mirip dengan tamponade jantung. Tanda Kussmaul (peningkatan tekanan vena pada saat inspirasi
biasa) adalah kelainan paradoksal tekanan vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya
temponade jantung. PEA pada keadaan tidak ada hipovolemia dan tension pneumothorax
harus dicurigai adanya temponade jantung. Pemasangan CVP dapat membantu diagnosis, tetapi
tekanan yang tinggi dapat ditemukan pda berbagai keadaan lain.
Pemerikksaan USG (Echocardiografi) merupakan metode non invasif yang dapat
membantu penilaian perikardium, tetapi banyak penelitian yang melaporkan angka negatif yang
lebih tinggi yaitu sekitar 50 %. Pada penderita trauma tumpul dengan hemodinamik abnormal
boleh dilakukan pemeriksaan USG abdomen, yang sekaligus dapat mendeteksi cairan di kantung
perikard, dengan syarat tidak menghambat resusitasi (lihat Bab 5, Trauma abdomen, V.F, Studi
diagnostik spesifik pada trauma tumpul).
Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila penderita dengan syok
hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi cairan dan mungkin ada tamponade jantung.
Tindakan ini menyelamatkan nyawa dan tidak boleh diperlambat untuk mengadakan
pemeriksaan diagnostik tambahan. Metode sederhana untuk mengeluarkan cairan dari perikard
adaah dengan perikardiosintesis.
Kecurigaan yang tinggi adanya tamponade jantung pada penderita yang tidak
memberikan respon terhadap usaha rsusitasi, merupakan indiksi untuk melakukan tindakan
perikardiosintesis melalui metode subksifoid. Tindakan alternatif lain, adalah melakukan operasi
jendela perikad atau torakotomi dengan perikardiotomi oleh seorang ahli bedah.
33
Prosedur ini akan lebih baik dilakukan di ruang operasi jika kondisi penderita
memungkinkan. Walaupun kecurigaan besar besar akan adanya tamponade jantung, pemberian
cairan infus awal masih dapat meningkatkan tekanan vena dan meningkatkan cardiac output
untuk sementara, sambil melakukan persiapan untuk tindakan perikardiosintesis melalui
subksifoid. Pada tindakan ini menggunakan plastic-sheated needle atau insersi dengan teknik
Seldinger merupakan cara paling baik, tetapi dalam keadaan yang lebih gawat, prioritas adalah
aspirasi darah dari kantung perikard. Monitoring Elektrokardiografi dapat menunjukkan
tertusuknya miokard (peningkatan voltase dari gelombang T, ketika jarum perikardiosintesis
menyentuh epikardium) atau terjadinya disritmia
Kontusio Miocard .
Terjadi karena ada pukulan langsung pada sternum dengan diikuti memar jantung dikenal
sebagai kontusio miocard. Manifestasi klinis cedera jantung mungkin bervariasi dari ptekie
epikardial superfisialis sampai kerusakan transmural. Disritmia merupakan temuan yang sering
timbul. Pemeriksaan Jantung yaitu dengan Isoenzim CPK merupakan uji diagnosa yang spesifik,
EKG mungkin memperlihatkan perubahan gelombang T – ST yang non spesifik atau disritmia.
Adapun penatalaksanaan berupa suportif.
Trauma tumpul jantung
Dapat menyebabkan kontusio otot jantung, ruptur atrium atau ventrikel, ataupun kebocoran
katup. Ruptur ruang jantung ditandai dengan tamponade jantung yang harus diwaspadai saat
primary survey. Kadang tanda dan gejala dari tamponade lambat terjadi bila yang ruptur adalah
atrium. Penderita dengan kontusio miokard akan mengeluh rasa tidak nyaman pada dada tetapi
keluhan tersebut juga bisa disebabkan kontusio dinding dada atau fraktur sternum dan/atau
fraktur iga. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan inspeksi dari miokard yang
mengalami trauma.
Gejala klinis yang penting pada miokard adalah hipotensi, gangguan hantaran yang jelas ada
EKG atau gerakan dinding jantung yang tidak normal pada pemeriksaan ekokardiografi dua
dimensi. Perubahan EKG dapat bervariasi dan kadang menunjukkan suatu infark miokard yang
jelas. Kontraksi ventrikel perematur yang multipel, sinus takikardi yang tak bisa diterangkan,
34
fibrilasi atrium, bundle branch block (biasanya kanan) dan yang paling sering adalah perubahan
segmen ST yang ditemukan pada gambaran EKG.
Elevasi dari tekanan vena sentral yang tidak ada penyebab lain merupakan petunjuk dari
disfungsi ventrikel kanan sekunder akibat kontusio jantung. Juga penting untuk diingat bahwa
kecelakaannya sendiri mungkin dpat disebabkan adanya serangan infak miokard akut.
Penderita kontusio miokard yang terdiagnosis karena adanya kondusksi yang abnormal
mempunyai resiko terjadinya disrtimia akut, dan harus dimonitor 24 jam pertama, karena setelah
interval tersebut resiko disritmia kaan menurun secara bermakna.
III.6 PATOFISIOLOGI
Dada merupakan organ besar yang membuka bagian dari tubuh yang sangat mudah
terkena tumbukan luka. Karena dada merupakan tempat jantung, paru dan pembuluh darah besar.
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga thorak dan
isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk
pertukaran udara dan osigen darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya
berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ.
Luka dada dapat meluas dari benjolan yang relatif kecil dan goresan yang dapat
mengancurkan atau terjadi trauma penetrasi. Luka dada dapat berupa penetrasi atau non penetrasi
( tumpul ). Luka dada penetrasi mungkin disebabkan oleh luka dada yang terbuka, memberi
keempatan bagi udara atmosfir masuk ke dalam permukaan pleura dan mengganggua mekanisme
ventilasi normal. Luka dada penetrasi dapat menjadi kerusakan serius bagi paru, kantung dan
struktur thorak lain.
III.7 . GEJALA KLINIS
Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak :
1. Ada jejas pada thorak
2. Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
3. Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
4. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
5. Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
35
6. Penurunan tekanan darah
7. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher
8. Bunyi muffle pada jantung
9. Perfusi jaringan tidak adekuat
10. Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan pernapasan
) dapat terjadi dini pada tamponade jantung )
III.8. PENANGANAN
Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum (primary
survey - secondary survey). Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif
(berturutan).
Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah:
portable x-ray, portable blood examination, portable bronkoskopi. Tidak dibenarkan melakukan
pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.
Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk
menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan nyawa.5
Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau
setelah melakukan prosedur penanganan trauma. Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya
dilakukan oleh tim yang telah memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life
Support).
Primary Survey
- Airway
Assessment:
º Perhatikan patensi airway
º Dengar suara napas
º Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada.
Management:
º Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust,
hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
36
º Reposisi kepala, pasang collar-neck
º Lakukan krikotirotomi atau trakeostomi atau intubasi (oral/ nasal)
- Breathing
Assessment:
º Periksa frekuensi napas
º Perhatikan gerakan respirasi
º Palpasi toraks
º Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Management:
º Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
º Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks, open
pneumotoraks, hemotoraks, flail chest
º Tutup luka trauma toraks yang terbuka
- Circulation
Assessment
º Periksa frekuensi denyut jantung dan denyut nadi
º Periksa tekanan darah
º Pemeriksaan pulse oxymetri
º Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Management
º Stop perdarahan
º Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines besar (14G atau 16G)
º Torakotomi emergency bila diperlukan
º Operasi Eksplorasi vaskular emergency
- Disability
Dilakukan juga penilaian terhadap GCS (Glasgow Coma Scale), untuk menentukan
fungsi neurologis yang berguna untuk triage dan penentuan prognosis. Evaluasi
neurologis perlu dilakukan, perubahan status mental pasien dapat disebabkan hipoksia,
hiperkarbia, hipovolemi, atau merupakan tanda awal dari peningkatan tekanan intra
37
kranial, oleh karena itu segera lakukan reevaluasi pada ABC dan pertimbangkan adanya
cedera pada sistem saraf pusat.
Selain menggunakan GCS, pemeriksaan neurologis dapat dengan cepat dinilai
menggunakan AVPU (Awake, Verbal Response, Pain Response, Unresponsive).17
- Exposure
Buka pakaian pasien untuk mencari cedera. Selain itu harus menjaga suhu tubuh pasien.
Monitoring
- Saturasi oksigen
Dengan menggunaka oksimeter, saturasi oksigen hemoglobin arteri dipantau secara
kontinyu dan non-invasif. Pemantauan saturasi oksigen harus dilakukan pada semua
pasien resusitasi.
- End-tidal carbon dioxide (ETCO2)
Untuk semua pasien trauma yang diintubasi. ETCO2 juga dapat digunakan untuk
memperkirakan level PaCO2, yang mana penting untuk pasien-pasien dengan ventilator
dan tanda vital pasien dengan cedera kepala.
Secondary Survey 18
Lebih terperinci-dari kepala sampai ujung kaki-dan dilakukan pemeriksaan secara
lengkap, baik pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang, dengan tujuan untuk
mencari cedera dan merencanakan pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut.
- Pemeriksaan Fisik
º Inspeksi
o Menentukan laju pernapasan dan kedalaman pernafasan
o Melihat dinding dada: asimetri? Gerakan paradoks dinding dada
o Luka memar, jejas seatbelt, jejas stir, luka tusuk, dll
º Palpasi
o Deviasi trakea
o Gerakan dinding dada: adekuat dan simetris
38
o Nyeri tekan atau krepitasi pada dinding dada atau iga mengindikasikan fraktur
iga
o Emfisema subkutis: ada atau tidak
º Perkusi
o Dengarkan suara perkusi: sonor di kedua paru? Pekak? Hipersonor?
º Auskultasi
o Bunyi suara napas normal, keras kiri dan kanan sama. Terutama di apex,
axilla dan punggung.
III.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Hemoglobin : mungkin menurun.
4. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
5. Pa O2 normal / menurun.
6. Saturasi O2 menurun (biasanya).
7. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
8. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik,
observasi.
9. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura
dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
10. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan
thorakotomi
11. Pada hematotoraks yang massive (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc
segera thorakotomi.
12. CT scan
39
III.10 . KOMPLIKASI
1. Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
2. Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.
3. Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep
jantung.
4. Pembuluh darah besar : hematothoraks.
5. Esofagus : mediastinitis.
6. Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson,
1990).
III.11 THERAPI
Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
WSD (hematotoraks).
Pungsi.
Torakotomi.
Pemberian oksigen.
Antibiotika.
Analgetika.
Expectorant.
III.12 Water Sealed Drainage
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat
ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam
shock.
b. Terapi :
40
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat
kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udara atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
"mechanis of breathing" tetap baik.
2. Perawatan WSD dan pedoman latihannya :
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari
sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya
slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat
akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak
terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian
masuknya slang dapat dikurangi.
Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil
dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan
perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh
bantal di bawah lengan atas yang cedera.
d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
Latihan napas dalam.
Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk
waktu slang diklem.
Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
41
e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika
perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi.
Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara
bersamaan keadaan pernapasan.
f. Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2
jam selama 24 jam setelah operasi.
Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna
muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika
suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2
terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di
cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang
bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena
perlekatanan di dinding paru-paru.
g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
o Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang
keluar kalau ada dicatat.
o Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya
gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
o Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu
meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
o Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan
slang harus tetap steril.
o Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri,
dengan memakai sarung tangan.
o Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada,
misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
h. Dinyatakan berhasil, bila :
42
o Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
o Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
o Tidak ada pus dari selang WSD.
Gambar 25. Cara Pemasangan WSD
43
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Trauma toraks mencakup area anatomis leher dan toraks serta dapat menyebabkan
kelainan pada sistem respirasi, sistem sirkulasi, dan sistem pencernaan. Menurut salah
satu buku rujukan disebutkan angka mortalitas pada trauma toraks mencapai 10%. Akan
tetapi kematian akibat trauma toraks merupakan 1/4 jumlah kematian total akibat kasus-
kasus trauma.
Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum (primary
survey - secondary survey) .
Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif (berturutan)
Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah :
portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope.
Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang
emergency.
Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk
menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan
nyawa.
Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau
setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah memiliki
sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).
Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing, circulation)
merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Toraks Kardiovaskular.
sebaiknya setiap RS yang memiliki trauma unit/center memiliki konsultan bedah toraks
kardiovaskular.
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
2. FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
3. Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
4. Mowschenson, Peter M. 1990. Segi Praktis Ilmu Bedah Untuk pemula. Edisi 2.
Binarupa Aksara : Jakarta.
5. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth
Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
6. Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC :
Jakarta.
7. www.iwansain.wordpress.com
8. Himpunan Bedah Thorax Kardio Vaskular Indoesia, www.tkv.com
9. Trauma Thorax, www.dokterfoto.com
10. Menuju Indonesia Sehat, Trauma Thorax, www.klikdokter.com
11. Trauma Thorax, www.shvoog.com
12. Seputar Kedokteran dan Linux, Trauma Thorax, www.medlinux.blogspot.com
13. SoedjatmikoH, http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13_TraumaToraks.pdf.
45
46
Recommended