21
1 Ushul fiqh Ta’wil dan Nasakh

Ta'wil dan nasakh

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Ta'wil dan nasakh

Ushul fiqhTa’wil dan Nasakh

Page 2: Ta'wil dan nasakh

2

Kelompok 6

Faujiah Rahmah (1152100020)

Hafidzotul Millah (1152100024)

Iis Azzahra (1152100028)

Iis Mustika (1152100030)

Kamila Nur (1152100031)

Page 3: Ta'wil dan nasakh

3

Pengertian ta’wil dan nasakh

Syarat-syarat ta’wil dan

nasakh

Macam-macam

ta’wil dan nasakh

Material

Page 4: Ta'wil dan nasakh

4

Pengertian ta’wil dan nasakh.

Page 5: Ta'wil dan nasakh

5

Pengertian ta’wil .

Ta’wil, ialah memindahkan sesuatu perkataan dari makna yang tidak terang (lemah) karena ada sesuatu dalil yang menyebabkan makna yang kedua tersebut harus dipakai.

يؤو– أول

kembali.

bahasa

راجحا ره يصي بدليل يحتمله معنى الى ظهره من م الكال صرف اويل الت

ta’wil ialah membelokkan kalimat dari zhahir nya pada arti lain yang lain inilah yang dianggap lebih sesuai

istilah

Page 6: Ta'wil dan nasakh

6

Pengertian nasakh

“Membatalkan pelaksanaan hukum dengan hukum yang datang “

ابدليل حكماشرعي ارع الش رفعمتواج

Page 7: Ta'wil dan nasakh

7

nasakh

mansukh

nasikh

Page 8: Ta'wil dan nasakh

8

Membatalkan pelaksanaan hukum

dengan hukum yang datang

Page 9: Ta'wil dan nasakh

9

Menghapus (hukum yang datang

kemudian)

Page 10: Ta'wil dan nasakh

10

artinya yang dihapus (hukum

lama).

Page 11: Ta'wil dan nasakh

11

Syarat-syarat ta’wil dan nasakh

Page 12: Ta'wil dan nasakh

12

Syarat-syarat ta’wil

Sesuai dengan ilmu bahasa/kesustraan

Dapat digunakan sesuai dengan pengertian bahasa

Sesuai dengan ketentuan-ketentuan syara’ dan istilah –istilah syara’ yang ada.

Menunjukkan dalil (alasan tentang ta’wilnya itu).

Apabila berdasarkan qiyas, haruslah memakai qiyas yang terang dan kuat.

Lafal itu dapat menerima ta’wil lafal zahir dan lafal nash serta tidak berlaku untuk muhkam dan mufassar.

Lafal itu mengandung kemungkinan untuk dita’wilkan karena lafal tersebut memiliki jangkauan yang luas dan dapat diartikan untuk dita’wil,serta tidak asing dengan pengalihan kepada makna lain tersebut

Ta’wil itu harus mempunyai sandaran kepada dalil dan tidak bertentangan dengan dalil yang ada.

Page 13: Ta'wil dan nasakh

13

Syarat-syarat nasakh

1. • . Nasikh harus berpisah dari mansukh. Jika tidak berpisah, seprti sipat dan istisna, maka tidak dikatakan nasakh.

2. • . Nasikh harus lebih kuat atau sama kuatnya dengan mansukh. Karena itu qur’an bisa dinasakh dengan qur’an dan hadis mutawatir. Demikian pula hadis mutawatir dinasakh dengan qur’an dan hadis mutawatir pula.

3. • . Nasikh harus berupa dalil-dalil syara’. Kalau nasikh bukan dalil syara’, seperti mati, maka tidak disebut nasakh. Tidak adanya hukum terdapat orang yang sudah mati dapat diketahui akal tanpa petunjuk syara’.

4. • . Mansukh tidak dibataskan kepada sesuatu waktu.

5. • Mansukh harus hukum-hukum syara’. Yang bisa dibatalkan (mansukh) harushukum-hukum syara’.

Page 14: Ta'wil dan nasakh

14

Macam-macam ta’wil dan nasakh

Page 15: Ta'wil dan nasakh

15

Macam-macam ta’wil

Ta’wil Al-qur’an atau hadis Nabi yang diduga mengandung bentuk penyamaan sifat Tuhan dengan apa yang berlaku di kalangan manusia, padahal kita mengetahui bahwa Allah itu tidak ada yang menyamahi-Nya.

• ================================================

Ta’wil bagi nash yang khusus berlaku dalam hukum taklifi yang terdorong oleh usaha mengkompromikan antara hokum-hukum dalam ayat Al-qur’an atau hadis Nabi yang kelihatan menurut lahirnya bertentangan.

Page 16: Ta'wil dan nasakh

16

Macam-macam nasakh

Al-qur’an di nasakh oleh al-

qur’an

Al-qur’an yang di nasakh oleh As-sunnah

As-Sunnah di nasakh oleh Al-qur’an

As-Sunnah di nasakh oleh As-Sunnah

Khalid Ramdhan hasan

Mu’kjam fi Ushul Fiqih

Page 17: Ta'wil dan nasakh

17

(QS.al-Baqarah/2: 240)

Di nasakh

(QS.al-Baqarah/2:234).

Page 18: Ta'wil dan nasakh

18

Naskh al-Qur`an dengan Hadits Ahad

• ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Naskh al-Qur`an dengan Hadits Mutawatir

Page 19: Ta'wil dan nasakh

19

Naskh ini dibolehkan oleh jumhur ulama . Misalnya masalah menghadap ke Baitul Maqdis yang ditetapkan

dengan sunnah dan di dalam al-qur`an tidak terdapat dalil yang menunjukkannya. Ketetapan itu dinaskh oleh al-

qur`an dengan firmannya :

Artinya : “ Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai .

Palingkanlah mukamu kea rah masjidil haram . Dan di mana saja kamu berada , palingkanlah mukamu ke

arahnya. Dan sesungguhnya orang orang (yahudi dan nasrani) yang diberi al-Kitab (taurat dan injil) memang

mengetahui, bahwa berpaling ke masjidil haram itu adalah benar dari tuhannya dan Allah sekali kali tidak lengah dari

apa yang mereka kerjakan (QS. Al-Baqarah/2: 144)

Page 20: Ta'wil dan nasakh

20

Sunnah mutawatir dengan sunnah mutawatir

. Sunnah ahad dengan sunnah ahad

. Sunnah ahad dengan mutawatir

. Sunnah ahad dengan mutawatir

Page 21: Ta'wil dan nasakh

21

Discuss time

! ! ! ! !