Upload
widya-amalia
View
2.808
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
PERSENTASI KASUS
Pneumothorax
Disusun Oleh :
Widya Amalia Swastika
1102011290
Pembimbing :
dr. Eddy Kurniawan Sp, P
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD ARJAWINANGUN
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabilalamin segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Terimakasih kepada dr. Eddy Kurniawana Sp,P
selaku pembimbing kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam Bagian Paru, atas kesediaan waktu dan
segala bantuan yang diberikan. Terimakasih kepada rekan-rekan kepanitraan ilmu penyakit
dalam atas motivasi dan kerjasama yang baik dan bantuan material maupun spiritual.
Persentasi kasus ini berjudul “Pneumothorax”. Disusun untuk memenuhi tugas
kepanitraan bagian ilmu penyakit dalam RSUD Arjawinangun sebagai salah satu prasyarat
kelulusan. Penulis menyadari bahwa persentasi kasus ini jauh dari kata sempurna. Kritik dan
saran yang membangun diharapkan demi perbaikan laporan kasus ini.
Semoga tulisan ini berguna bagi semua pihak yang terkait.
Wassalamualaikum wr.wb
Arjawinangun, Oktober 2015
Penyusun
BAB I
Tinjauan Pustaka
I.1. Definisi
Pneumothoraks adalah keadaan dimana terdapatnya udara bebas dalam cavum pleura,
maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak mengembang
dengan maksimal.
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.
I.2 Epidemiologi
Didapatkan dari literatur lain Pneumothorax lebih sering terjadi pada penderita dewasa
yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki leih sering daripada wanita. Pneumothorax sering
dijumpai pada musim penyakit batuk.
Di RSUD Dr. Soetomo, leih kurang 55% kasus pneumothorax disebabkan oleh penyakit
dasar seperti tuberculosis paru aktif, tuerkulosis paru disertai fibrosis atau emfiesema local,
bronkotis kronis dan emfiesema. Selain karena penyakit tersebut di atas, pneumothorax pada
wanita dapat terjadi saat menstruasi dan sering berulang. Keadaan ini disebut pneumothorax
katamenial yang disebabkan oleh endometriosis di pleura. Kematian akibat pneumothorax lebih
kurang 12%.
I.3. Etilogi
Etiologi trauma thorax kebanyakan diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebakan oleh tikaman dan tembakan.
Trauma pada bagian ini juga sering disertai dengan cedera pada tempat lain misalnya abdomen,
kepala, dan ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk. Tersering disebabkan oleh ruptur
spontan pleura visceralis yang menimbulkan kebocoran udara ke rongga thorax. Pneumothorax
dapat terjadi berulang kali. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh:
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan
memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai closed pneumothorax.
Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk
saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya,
udara semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah
kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumothorax.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum
pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter
trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut disbanding traktus
respiratorius yang seharusnya. Sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat
lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsi lateral. Saat ekspirasi, tekanan
rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang
tersebut, kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax.
I.4. Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat
diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba
tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari
oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik,
penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi
maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena
jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis
dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan
untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum
era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga jenis, yaitu :
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding
dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura
awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap
oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-
ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah
kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura
tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan
bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada
pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan
menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi
pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking
wound).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama
makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada
waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan
selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di
dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura
makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam
rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (<
50% volume paru).
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50%
volume paru).
I.4. Pathogenesis
Secara garis besar kesemua jenis pneumothorax mempunyai dasar patofisiologi yang
hampir sama.
Pneumothorax spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura visceralis.
Apabila dinding alveolus dan pleura visceralis yang lemah ini pecah, maka aka nada fistel yang
menyebabkan udara masuk ke cavum pleura. Mekanismenya pada saat inpirasi rongga dada
mengembang, disertai pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa
ikut mengembang seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan tekanan
intraaveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada pneumothorax spontan, paru-paru
kolaps, udara inspirasi bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif.
Pada saat ekspirasi mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi
ke posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter.
Pneumothorax ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi sebaliknya
masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan sempurna.
Terjadinya hipereksansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau shock dikenal
dengan simple pneumothorax. Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan tidak adanya
hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed pneumothorax. Pada saat ekspirasi,
udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak
bekerja sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hipereksansi cavum pleura
pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada
paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup terjadilah penekanan vena cava,
shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbullah gejala
pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension
pneumothorax.
Pada open pneumothorax terdapat hubungan antara cavum pleura dengan lingkungan
luar. Open pneumothorax dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat inkomplit (sebatas
pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan visceralis). Bilamana terjadi open
pneumothorax inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan masuk kedalam kavum pleura.
Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan 10 intrapleural tidak negatif. Efeknya
akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat
ekspirasi mediastinal bergerser kemediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter.
Bilamana open pneumothorax komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum
pleura mendesak mediastinal kearah yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum
pleura dan paru karena luka yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena
cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan nafas. Akibatnya dapat timbullah
gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava, yang dapat menyebabkan tension
pneumothorax.
I.5. Manifestasi Klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,
dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang
sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis
pneumotoraks spontan primer.
Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut, (2):
1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat
3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada
tidaknya jalan napas.
4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila penderita
mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang
kurang.
I.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding
Dari anamnesis di dapatkan gejala yang sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang
masuk ke cavum pleura, gejalanya bisa berupa :
a. Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita
b. menarik nafas dalam atau terbatuk
c. Sesak nafas
d. Dada terasa sempit
e. Mudah lelah
f. Denyut jantung yang cepat
g. Warna kulit menjadi keiruan akibat kekurangan oksigen
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi :
dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi pada dada), pada waktu
respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal, trakea dan jantung terdorong ke sisi
yang sehat, deviasi trakea, ruang intercostals yang melebal.
b. Palpasi :
pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar, iktus jantung terdorong
ke sisi thorax yang sehat, fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit.
c. Perkusi :
suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar, batas jantung
terdorong kearah thorax yang sehat, apabila tekanan intrapleural tinggi, pada tingkat yang
berat terdapat gangguan respirasi sianosis, gangguan vaskuler syok.
d. Aukustalsi :
pada bagian yang sakit , suara nafas melemah sampai mengilang, suara vocal melemah
dan tidak menggetar serta bronkofoni negative.
3. Pemeriksaan radiologi :
1. Foto rontgen gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus pneumothorax
antara lain :
a. Bagian pneumothorax akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak
garis-garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, akan tetapi berentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radiooaque yang berada di
daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps
paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak nafas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostalis
melear, diafragma mendatar dan tertekan kebawah. Apabila ada pendorongan jantung
atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumothorax
ventil dengan tekanan intrapleura yang tinggi.
Gambar 1. foto Pneumothorax dengan bayangan udara dalam cavum pleura memberikan
bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern).
Gambar 2. Tension Pneumothorax total kiri dengan cairan (hidropneumothorax) mendorong
jantung, trakea, ke kontralateral
.
Gambar 3. Pneumothorax pada sisi sebelah kiri dengan kolaps pada sebagian pada paru kiri.
Lapangan paru luar terlihat hitam.
Gambar 4. Pneumothorax bilateral pada arah panah tebal dan pneumomediastinym pada arah
panah yang tipis.
2. CT-scan thorax
Pada pemeriksaan CT-scan pneumotoraks tension didapatkan adanya kolaps paru,
udara di rongga pleura, dan deviasi dari struktur mediastinum. Pemeriksaan CT-scan
lebih sensitif daripada foto toraks pada pneumotoraks yang kecil walaupun gejala
klinisnya masih belum jelas. Penggunaan USG untuk mendiagnosis pneumotoraks masih
dalam pengembangan.
Gambar 5. Pneumothorax ct scan potongan axial Tampak udara dan colaps paru.
Gambar 6. Pneumothorax potongan axial tampak udara dan terjadinya colaps paru.
I.7. Tatalaksana
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari
rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Primary survey dengan
memperhatikan :
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumothorax yang luasnya >15%.
Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intrapleura dengan membuat
hubungan antara cavum pleura dengan udara luar dengan cara :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura akan berubah
menjadi negative karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Mempuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1. Dapat memakai infuse set jarum ditusukkan ke dinding dada sampai kedalam rongga
pleura, kemudian infuse set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air.
2. Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah
jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding thorax sampai menebus ke cavum
pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan
dengan pipa plastic infuse set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang
berisi air .
3. Pipa water sealed drainage (WSD) pipa khusus (thorax kateter) steril, dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjempit.
Setelah troakar masuk, maka thorax kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan
kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter thorax yang masih tertinggal di
rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter thorax yang ada di dada dan di pipa kaca
WSD dihubungkan melalui pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastic lainnya.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleural tetap positif,
Penghisapan ini dilakukan denganmemberi tekanan negative sebesar 10-20 cm H2O.
I.8. Komplikasi
1. Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari
basis sampai ke apeks
2. Emfiesema subkutan, biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum.
Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju
daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan
ikat yang mudah ditembus udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup
banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada
dan belakang.
3. Piopneumothorax : Berarti terdapatnya pneumothorax disertai emfiesema secara
bersamaan pada satu sisi paru.
4. Pneumothorax kronik : menetap selama lebih dari 3bulan. Terjadi bila fistula
bronkopleura tetap membuka.
5. Hidro-pneumothorax : ditemukan adanya cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya
bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah).
I.9. Prognosis
Hasil dari pneumothorax tergantung pada luasnya dan tipe dari pneumothorax.
Spontaneous pneumothorax akan umumnya hilang dengan sendirinya tanpa perawatan.
Secondary pneumothorax yang berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya, bahkan ketika
kecil, adalah jauh lebih serius dan membawa angka kematian sebesar 15%. Secondary
pneumothorax memerlukan perawatan darurat dan segera. Mempunyai satu pneumothorax
meningkatkan risiko mengembangkan kondisi ini kembali. Angka kekambuhan untuk keduanya
primary dan secondary pneumothorax adalah kira-kira 40%; kebanyakan kekambuhan terjadi
dalam waktu 1,5 sampai 2 tahun.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Laki – Laki
Alamat : Cirebon
Agama : Islam
Status : Menikah
Suku : Jawa
Masuk RS : 22-10-2015
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak sejak 5 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak sejak 5 hari SMRS.
Sesak dirasakan semakin memburuk, Pasien juga mengalami mual, muntah dan batuk.
Dulunya pasien seorang perokok aktif.
Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat DM (-)
• Riwayat Hipertensi (-)
• Riwayat batuk > 2minggu, sesak nafas, penurunan berat badan, dan keringat malam
Riwayat Penyakit Keluarga
• Tidak ada anggota keluarga pasien dengan keluhan keluhan seperti yang pasien
rasakan
Riwayat Pengobatan
• Pengobatan TB Paru (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : CM
Keadaan sakit : sakit berat
Kesadaran/GCS : compos mentis / E4V5M6.
Tekanan Darah : 110/70 mmHg.
Nadi : 120 kali per menit, reguler
Pernafasan : 44 kali per menit, cepat dan dalam
Suhu : 36,4 oC.
Status Lokalis
• Kepala :
- Normochepal, rambut hitam
Mata :
- Eksopthalmus (-), Endopthalmus (-/-)
- Konjungtiva anemis (-/-), Hiperemis (-/-)
- Skleras ikterik (-/-)
Telinga :
- Normotia
- Lubang telinga : normal, secret (-/-).
- Nyeri tpekan (-/-).
- Peradangan pada telinga (-)
- Pendengaran : normal.
Hidung :
- Simetris, deviasi septum (-/-).
- Napas cuping hidung (-/-).
- Perdarahan (-/-), secret (-/-).
- Penciuman normal.
Mulut :
- Simetris.
- Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-).
- Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
- Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan di pinggir
(-), tremor (-), lidah kotor (-).
- Gigi : caries (-)
- Mukosa : normal.
• Leher :
- Pembesaran KGB (-).
- Trakea : di tengah, tidak deviasi
• Thorax
Pulmo :
Inspeksi : statis & dinamis, pergerakan dinding dan bentuk dada tidak simetris
kanan dan kiri, dada kanan terlihat lebih cembung
Palpasi : fremitus taktil dada kanan tertinggal dan fremitus vokal getaran dada
sebelah kiri lebih dominan, nyeri tekan (-), edema (-), krepitasi (-).
Perkusi : pada bagian dada kanan hipersonor
Auskultasi : bronkial (+), vesikular (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-)
Cor :
Inspeksi : Iktus cordis tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba ICS V linea midklavikula sinistra
Perkusi : batas kanan jantung : ICS IV linea parasternal dextra.
batas kiri jantung : ICS IV linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-).
• Abdomen
Inspeksi : tampak datar, tidak ada kelainan
Auskultasi : Bising usus (+) normal, metallic sound (-), bising aorta (-).
Palpasi : Nyeri tekan (+), Balotement (-)
Perkusi : Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen, Shifting dullness (-), nyeri
ketok CVA (-)
• Extremitas :
Ekstremitas atas :
Akral hangat : +/+, Deformitas : -/-, Edema: -/-, Sianosis : -/-
Ekstremitas bawah :
Akral hangat : +/+, Deformitas : -/-, Edema: -/-, abses pedis dektra
• Genitourinaria :
Tidak dievaluasi.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin
Tanggal WBC
[10^3/ µL]
HGB
g/dL
HCT
[%]
PLT
[10^3/ µL]
22/10/2015 11,980 16,3 43,6 460,000
Pemeriksaan Dex Eritrosit
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
MCV 76,8 79 – 99 fl
MCH 28,7 27 – 31 pg
MCHC 37,4 33 – 37 g/dl
RDW 15,2 33 – 47 fl
MPV 7,9 7,9 – 11,1 fl
PDW 46,7 9,0 – 13,0 fl
Hitung Jenis ( DIFF)
Eosinofil 0,5 0 – 3 %
Basofil 1,0 0 – 1 %
Neutrofil 75,7 25 – 70 %
Limfosit 17,0 20 – 40 %
Monosit 4,1 0 – 9 %
Stab 1,7 35 – 47 %
Kimia Klinik
GDS 109 70 - 140 mg/dl
V. RESUME
Laki – laki 30 tahun datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak sejak
5 hari SMRS. Sesak dirasakan semakin memburuk, Pasien juga mengalami mual, muntah
dan batuk. Dulunya pasien seorang perokok aktif. Riwayat batuk > 2minggu, sesak nafas,
penurunan berat badan, dan keringat malam. Tekanan darah 110/70 mmHg. Takikardi
(120 kali per menit, reguler). Frekuensi nafas cepat ( 44 kali per menit). Suhu tubuh (
36,4 oC). Pada pemeriksaan fisik inspeksi di temukan pergerakan dinding dan bentuk
dada tidak simetris kanan dan kiri, dada kanan terlihat lebih cembung, pada palpasi
fremitus taktil dada kanan tertinggal dan fremitus vokal getaran dada sebelah kiri lebih
dominan, pada perkusi dada bagian kakan hipersonor, dan auskultasi terdengar ronkhi
+/+. Pada Foto Rontgen terdapat bayangan lusen tanpa corakan paru lateral tengah dan
bawah pada hemithorax kanan dan dikelilingi oleh bayangan opak berawan.
VI. DAFTAR MASALAH
- Pneumothorak
- TB Paru aktif
PENGKAJIAN
1. Pneumothorax
Atas dasar : sesak nafas, dada terasa sempit, batuk, denyut jantung cepat, pada
pemeriksaan fisik inspeksi di temukan pergerakan dinding dan bentuk dada
tidak simetris kanan dan kiri, dada kanan terlihat lebih cembung, pada palpasi
fremitus taktil dada kanan tertinggal dan fremitus vokal getaran dada sebelah
kiri lebih dominan, pada perkusi dada bagian kakan hipersonor, dan auskultasi
terdengar ronkhi +/+
Assesment : Pneumothorax
Planning :
Diagnosis : Pemeriksaan Rontgen, dan CT – scan
Treatment : WSD
2. TB Paru
Atas dasar : Riwayat batuk > 2 minggu, berkeringat malam hari, BB terasa
menurun, sesak nafas
Assesment : TB paru
Planning :
Diagnosis : Foto Rontgen dan BTA
Treatment : Kategori 1 : 2 RHZE / 4 RH
Follow Up
Tanggal 22/10/15 23/10/15
Keluhan Sesak, batuk, mual, muntah, keringat
dingin pada malam
hari
Sesak, mual (-), muntah (-)
KU/ Kesadaran Sakit berat / CM Sakit sedang / CM
Tensi 120/80 120/80
Nadi 88 108
Respirasi 30 37
Suhu 36,4 37,0
Kepala CA -/- SI-/- CA -/- SI-/-
Leher KGB TTM KGB TTM
Cor BJ I/II Reg M(-) G(-)
BJ I/II Reg M(-) G(-)
Pulmo VBS ka=ki
Rh -/- Wh -/-
VBS ka=ki
Rh -/- Wh -/-
Abdomen BU (+) NT (-) BU (+) NT (-)
Ekstremitas Superior :
Akral hangat +/+ Edema -/-
Inferior :
Akral hangat +/+ Edema -/-
Superior :
Akral hangat +/+ Edema -/-
Inferior :
Akral hangat +/+ Edema -/-
Daftar Pustaka
Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.
Prabowo, A.Y.(2010, Desember 20). Water Seal Drainage Pada Pneumothorax Post Trauma
Dinding Thorax. Bagian Ilmu Penykit Dalam. RSUD Panembahan Senopati Bantul; 2010.
Diakses 22 Maret 2011. http://www.fkumycase.net/.
Anonim, Medicastore. Kolaps Paru-Paru (Pneumothorax). Diakses 23 Oktober 2015.
http://www.medicastore.com
Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2015 october 23;.
Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551
Srillian, Vera (2011). Pneumothorax. Diakses 23 oktober 2015.
http://ad.z5x.net/...,http://scribd.com/doc/48405598/pneumotorax
Fajrin (2008, Agustus 23), Pneumothorax. Diakses 23 oktober 2015 dari The Power of Muslim
Doctor’s : http://dokterkharisma.blogspot.com/2008/08/pneumothorax.html