16
BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. PENDAHULUAN Menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) Traumatologi Forensik Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan, sedangkan yang dimaksudkan dengan luka adalah suatu keadaan terjadinya diskontinuitas jaringan tubuh akibat kekerasan. (1) Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat: 1, 2 · Mekanik :

@6. BAB III Tinjauan Pustaka

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kasus luka tertutup

Citation preview

Page 1: @6. BAB III Tinjauan Pustaka

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN

Menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)

Traumatologi Forensik

Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera

serta hubungannya dengan berbagai kekerasan, sedangkan yang

dimaksudkan dengan luka adalah suatu keadaan terjadinya diskontinuitas

jaringan tubuh akibat kekerasan. (1)

Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan

atas kekerasan yang bersifat:1, 2

· Mekanik :

- Kekerasan benda tajam

- Kekerasan benda tumpul

- Tembakan senjata api

Page 2: @6. BAB III Tinjauan Pustaka

· Fisika :

- Suhu

- Listrik dan petir

- Perubahan tekanan udara

- Akustik

- Radiasi

· Kimiawi :

- Asam atau basa kuat

B. KEKERASAN BENDA TAJAM

· Trauma benda tajam

Trauma tajam ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada

permukaan tubuh oleh benda-benda tajam. Ciri-ciri umum dari luka benda

tajam adalh sebagai berikut :

- Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan sudutnya runcing

- Bila ditautkan akan mejadi rapat (karena benda tersebut hanya

memisahkan , tidak menghancurkan jaringan) dan membentuk garis

lurus dari sedikit lengkung.

- Tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan.

- Daerah di sekitar garis batas luka tidak ada memar.

Trauma tajam dikenal dalam tiga bentuk pula yaitu luka iris atau luka

sayat (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus punctum) dan luka bacok

(vulnus caesum).

i. Luka sayat (Cuts or incised wound)

Luka sayat ialah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya

luka oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relativ ringan

kemudian digeserkan sepanjang kulit sehingga syok traumatic tidak

terjadi kecuali ditimbulkan oleh factor – factor yang lain seperti

perdarahan. Komplikasi fatal dari luka iris yang paling sering terjadi

adalah perdarahan sepsis.

Luka iris pada kasus bunuh diri paling sering terjadi di

kerongkongan dan pergelangan tangan dan lengan bawah sisi fleksor.

Page 3: @6. BAB III Tinjauan Pustaka

Seseorang biasanya memegang senjata dengan tangan kanannya

dan memulai irisan dari sisi kiri ke sisi kanan, atau mungkin dia

mengiris dari sisi kanan leher ke depan dan ke bawah. Seseorang

yang kidal akan mengiris dirinya dengan cara yang sama , pada

umumnya memulai irisan dari sisi kanan leher.

Ciri luka sayat :

- Pinggir luka rata

- Sudut luka tajam

- Rambut ikut terpotong

- Jembatan jaringan ( - )

- Biasanya mengenai kulit, otot, pembuluh darah, tidak sampai

tulang

ii. Luka tusuk (stab wound)

Luka tusuk ialah luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata

tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau

serong pada permukaan tubuh.

Efek yang terjadi pada luka tusuk tergantung dari lokasinya pada

tubuh. Luka dapat terjadi pada dada, abdomen tulang belakang, leher,

kepala dan ekstremitas.

Contoh:

Page 4: @6. BAB III Tinjauan Pustaka

-Belati, bayonet, keris

-Clurit

-Kikir

-Tanduk kerbau

Ciri luka tusuk (misalnya senjata pisau / bayonet) :

- Tepi luka rata

- Dalam luka lebih besar dari panjang luka

- Sudut luka tajam

- Sisi tumpul pisau menyebabkan sudut luka kurang tajam

- Sering ada memar / echymosis di sekitarnya

iii. Luka bacok (chop wound)

Luka bacok ialah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata

tajam atau agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai

tenaga yang cukup besar. Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling

kapal.

Page 5: @6. BAB III Tinjauan Pustaka

Ciri luka bacok :

- Luka biasanya besar

- Pinggir luka rata

- Sudut luka tajam

- Hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, dapat

memutuskan bagian tubuh yang terkena bacokan

- Kadang-kadang pada tepi luka terdapat memar, aberasi

C. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN

Diagnosis dibuat berdasarkan dari hasil anamnesis dan

pemeriksaan yang dilakukan, setelah data – data yang dibutuhkan

didapatkan kemudian dicoba untuk ditarik satu kesimpulan atau beberapa

assessment untuk membantu terapi yang lebih efektif yang dibutuhkan

oleh pasien.(1)

Pada pasien ini diagnosis didapatkan dari anamnesis pada pasien

mengenai kronologi kejadian dan bagaimana pasien mendapat luka

tersebut, dimana pasien mengakui bahwa pasien dibusur oleh sekelompok

orang pelaku sehingga pasien mendapat luka tersebut. Pemeriksaan yang

dilakukan pada pasien hanyalah pemeriksaan fisik luar saja tanpa

pemeriksaan penunjang lainnya, hal ini disebabkan karena luka pada

tubuh pasien tidak ada yang membutuhkan pemeriksaan penunjang lain

seperti foto x-ray dan sebagainya. Dari hasil gabungan antara anamnesis

dan pemeriksaan fisik ditariklah beberapa kesimpulan antara lain luka

pada pasien didapatkan karena trauma benda tajam dan didapatkan

assessment yaitu luka tusuk pada bagian paha kiri.

Page 6: @6. BAB III Tinjauan Pustaka

D. PENATALAKSANAAN

Rawat luka terbuka dengan membersihkan kawasan luka mengunakan larutan

NaCl 0,9%, penjahitan luka, pemberian obat anti nyeri, anti biotik dan tetanus

toxoid.

E. KOMPLIKASI

Komplikasi dari luka tusuk sendiri bisa terjadi jika perdarahan dalam

yang dialami pasien cukup massive yang dapat mengakibatkan kegagalan

sirkulasi, contohnya jika luka tusuk mengenai organ dalaman abdomen akan

menyebabkan perdarahan massive atau mengenai organ pernafasan yang

menyebabkan tergangunya system pernafasan.

Pada pasien ini tidak didapatkan adanya komplikasi.

F. PROGNOSIS

Luka tusuk tergantung lokasi dan kedalaman dan juga organ yang

bersangkutan dalam menentukan prognosis. Sebagai contoh jika luka tusuk

yang terjadi pada extremitas tentunya prognosisnya lebih baik dibandingkan

jika luka tusuk yang terjadi pada thorax, abdomen dan organ organ vital

yang memberi gambaran penurunan kesadaran.

Prognosis bagi pasien ini baik.

G. ASPEK MEDIKOLEGAL

Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban hidup adalah

untuk mengetahui penyebab luka atau sakit dan derajat parahnya luka atau

sakit tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi rumusan delik dalam

Undang-Undang. Maka jelaslah disini bahwa pemeriksaan kedokteran

forensik tidak ditujukan untuk pengobatan.(1)

Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah

sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut

berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap

kesehatan dan jiwa manusia. VeR menguraikan segala sesuatu tentang

Page 7: @6. BAB III Tinjauan Pustaka

hasil pemeriksaan medic yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang

karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.(1)

Penentuan Derajat Luka

Salah satu yang harus diungkapkan dalam kesimpulan sebuah VeR

perlukaan adalah derajat luka atau kualifikasi luka. Dari aspek hukum, VeR

dikatakan baik apabila substansi yang terdapat dalam VeR tersebut dapat

memenuhi delik rumusan dalam KUHP. Penentuan derajat luka sangat

tergantung pada latar belakang individual dokter seperti pengalaman,

keterampilan, keikutsertaan dalam pendidikan kedokteran berkelanjutan dan

sebagainya. Suatu perlukaan dapat menimbulkan dampak pada korban dari

segi fisik, psikis, sosial dan pekerjaan, yang dapat timbul segera, dalam

jangka pendek, ataupun jangka panjang. Dampak perlukaan tersebut

memegang peranan penting bagi hakim dalam menentukan beratnya sanksi

pidana yang harus dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan.(4)

Untuk memahami yang dimaksud dengan kualifikasi derajat luka

sebaiknya mempelajari terlebih dahulu pasal-pasal dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana, yang bersangkutan dengan penganiayaan.(5,6)

Pasal-pasal tersebut antara lain:

Pasal 351(6)

1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua

tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus

rupiah

2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dikenakan pidana

penjara lima tahun

3. Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara tujuh tahun

4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan

5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 352(6)

1. Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan

yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan

pekerjaan jabatan atau pencaharian, diancam sebagai penganiayaan

ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan, atau denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah

Page 8: @6. BAB III Tinjauan Pustaka

sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang

yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.

2. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 353(4)

1. Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana

penjara paling lama empat tahun.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan luka – luka berat, yang bersalah

dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

3. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian yang bersalah diancam

dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.

Pasal 354(6)

1. Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena

melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama

delapan tahun.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam

dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.

Pasal 355(6)

1. Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu,

diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam

dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Hukum pidana Indonesia mengenal delik penganiayaan yang terdiri

dari tiga tingkatan dengan hukuman yang berbeda yaitu penganiayaan

ringan (pidana maksimum 3 bulan penjara), penganiayaan (pidana

maksimum 2 tahun 8 bulan), dan penganiayaan yang menimbulkan luka

berat (pidana maksimum 5 tahun). Ketiga tingkatan penganiayaan

tersebut diatur dalam pasal 352 (1) KUHP untuk penganiayaan ringan,

pasal 351 (1) KUHP untuk penganiayaan, dan pasal 352 (2) KUHP

untuk penganiayaan yang menimbulkan luka berat. Setiap kecederaan

harus dikaitkan dengan ketiga pasal tersebut. Untuk hal tersebut

Page 9: @6. BAB III Tinjauan Pustaka

seorang dokter yang memeriksa cedera harus menyimpulkan dengan

menggunakan bahasa awam, termasuk pasal mana kecederaan korban

yang bersangkutan.(4)

Rumusan hukum tentang penganiayaan ringan sebagaimana diatur

dalam pasal 352 (1) KUHP menyatakan bahwa “penganiayaan yang

tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan

pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan

ringan”. Jadi bila luka pada seorang korban diharapkan dapat sembuh

sempurna dan tidak menimbulkan penyakit atau komplikasinya, maka

luka tersebut dimasukkan ke dalam kategori tersebut.4

Selanjutnya rumusan hukum tentang penganiayaan sedang

sebagaimana diatur dalam pasal 351 (1) KUHP tidak menyatakan

apapun tentang penyakit. Sehingga bila kita memeriksa seorang korban

dan didapati “penyakit” akibat kekerasan tersebut, maka korban

dimasukkan ke dalam kategori tersebut. Akhirnya, rumusan hukum

tentang penganiayaan yang menimbulkan luka berat diatur dalam pasal

351 (2) KUHP yang menyatakan bahwa Jika perbuatan mengakibatkan

luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling

lama lima tahun”. Luka berat itu sendiri telah diatur dalam pasal 90

KUHP secara limitatif. Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan

didapati salah satu luka sebagaimana dicantumkan dalam pasal 90

KUHP, maka korban tersebut dimasukkan dalam kategori tersebut.4

Luka berat menurut pasal 90 KUHP adalah:

· Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan

sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.

· Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas, jabatan

atau pekerjaan pencarian.

· Kehilangan salah satu panca indera.

· Mendapat cacat berat.

· Menderita sakit lumpuh.

· Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih.

· Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan. (4)

Page 10: @6. BAB III Tinjauan Pustaka

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada

korban laki-laki berusia enam belas tahun. Dari hasil pemeriksaan

terdapat satu buah luka lecet pada bagian paha sebelah kiri yaitu dua

belas sentimeter dari lutut, bentuk luka teratur dengan ukuran luka

panjang satu sentimeter dan lebar nol koma lima sentimeter garis batas

luka tegas, warna pada daerah luka tampak merah kehitaman dan luka

yang didapat oleh pasien ini diakibatkan oleh trauma benda tajam di

mana terjadi diskontiniutas pada lapisan epidermis kulit, dibawah kulit

dan pembuluh darah kecil sekitar kulit.

Dari aspek medikolegal, orientasi dan paradigma yang digunakan

dalam merinci luka dan kecederaan adalah untuk dapat membantu

merekonstruksi peristiwa penyebab terjadinya luka dan memperkirakan

derajat keparahan luka. Luka lecet pada korban tidak menganggu

aktivitas dalam pekerjaan sehari-hari serta luka memar tersebut dapat

sembuh sehingga dapat digolongkan ke dalam derajat luka ringan.

Page 11: @6. BAB III Tinjauan Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu

kedokteran forensik edisi pertama. Jakarta:Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 1997;37-54.

2. Sofwan D. Ilmu kedokteran forensik pedoman bagi dokter dan penegak

hukum. Semarang:Balai Penerbit Universitas Diponegoro; 2004;67-91.

3. Nugraha A. Penyembuhan luka. 2009. Available from :

http://cupu.web.id/pengertian-luka-wound-dan-wound-healing-proses-

penyembuhan-luka/ [cited : 9 September 2015]

4. Afandi D. Visum et Repertum Perlukaan: Aspek Medikolegal dan Penentuan

Derajat Luka. Majalah Kedokteran Indon. April 2010;60(4):188-95.

5. Indris A. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Binarupa Aksara

6. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab IX pasal 90 serta Bab XX

pasal 351 dan 352.