Upload
andiyusma
View
4
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kasus luka tertutup
Citation preview
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)
Traumatologi Forensik
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera
serta hubungannya dengan berbagai kekerasan, sedangkan yang
dimaksudkan dengan luka adalah suatu keadaan terjadinya diskontinuitas
jaringan tubuh akibat kekerasan. (1)
Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan
atas kekerasan yang bersifat:1, 2
· Mekanik :
- Kekerasan benda tajam
- Kekerasan benda tumpul
- Tembakan senjata api
· Fisika :
- Suhu
- Listrik dan petir
- Perubahan tekanan udara
- Akustik
- Radiasi
· Kimiawi :
- Asam atau basa kuat
B. KEKERASAN BENDA TAJAM
· Trauma benda tajam
Trauma tajam ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh oleh benda-benda tajam. Ciri-ciri umum dari luka benda
tajam adalh sebagai berikut :
- Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan sudutnya runcing
- Bila ditautkan akan mejadi rapat (karena benda tersebut hanya
memisahkan , tidak menghancurkan jaringan) dan membentuk garis
lurus dari sedikit lengkung.
- Tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan.
- Daerah di sekitar garis batas luka tidak ada memar.
Trauma tajam dikenal dalam tiga bentuk pula yaitu luka iris atau luka
sayat (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus punctum) dan luka bacok
(vulnus caesum).
i. Luka sayat (Cuts or incised wound)
Luka sayat ialah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya
luka oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relativ ringan
kemudian digeserkan sepanjang kulit sehingga syok traumatic tidak
terjadi kecuali ditimbulkan oleh factor – factor yang lain seperti
perdarahan. Komplikasi fatal dari luka iris yang paling sering terjadi
adalah perdarahan sepsis.
Luka iris pada kasus bunuh diri paling sering terjadi di
kerongkongan dan pergelangan tangan dan lengan bawah sisi fleksor.
Seseorang biasanya memegang senjata dengan tangan kanannya
dan memulai irisan dari sisi kiri ke sisi kanan, atau mungkin dia
mengiris dari sisi kanan leher ke depan dan ke bawah. Seseorang
yang kidal akan mengiris dirinya dengan cara yang sama , pada
umumnya memulai irisan dari sisi kanan leher.
Ciri luka sayat :
- Pinggir luka rata
- Sudut luka tajam
- Rambut ikut terpotong
- Jembatan jaringan ( - )
- Biasanya mengenai kulit, otot, pembuluh darah, tidak sampai
tulang
ii. Luka tusuk (stab wound)
Luka tusuk ialah luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata
tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau
serong pada permukaan tubuh.
Efek yang terjadi pada luka tusuk tergantung dari lokasinya pada
tubuh. Luka dapat terjadi pada dada, abdomen tulang belakang, leher,
kepala dan ekstremitas.
Contoh:
-Belati, bayonet, keris
-Clurit
-Kikir
-Tanduk kerbau
Ciri luka tusuk (misalnya senjata pisau / bayonet) :
- Tepi luka rata
- Dalam luka lebih besar dari panjang luka
- Sudut luka tajam
- Sisi tumpul pisau menyebabkan sudut luka kurang tajam
- Sering ada memar / echymosis di sekitarnya
iii. Luka bacok (chop wound)
Luka bacok ialah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata
tajam atau agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai
tenaga yang cukup besar. Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling
kapal.
Ciri luka bacok :
- Luka biasanya besar
- Pinggir luka rata
- Sudut luka tajam
- Hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, dapat
memutuskan bagian tubuh yang terkena bacokan
- Kadang-kadang pada tepi luka terdapat memar, aberasi
C. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN
Diagnosis dibuat berdasarkan dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan yang dilakukan, setelah data – data yang dibutuhkan
didapatkan kemudian dicoba untuk ditarik satu kesimpulan atau beberapa
assessment untuk membantu terapi yang lebih efektif yang dibutuhkan
oleh pasien.(1)
Pada pasien ini diagnosis didapatkan dari anamnesis pada pasien
mengenai kronologi kejadian dan bagaimana pasien mendapat luka
tersebut, dimana pasien mengakui bahwa pasien dibusur oleh sekelompok
orang pelaku sehingga pasien mendapat luka tersebut. Pemeriksaan yang
dilakukan pada pasien hanyalah pemeriksaan fisik luar saja tanpa
pemeriksaan penunjang lainnya, hal ini disebabkan karena luka pada
tubuh pasien tidak ada yang membutuhkan pemeriksaan penunjang lain
seperti foto x-ray dan sebagainya. Dari hasil gabungan antara anamnesis
dan pemeriksaan fisik ditariklah beberapa kesimpulan antara lain luka
pada pasien didapatkan karena trauma benda tajam dan didapatkan
assessment yaitu luka tusuk pada bagian paha kiri.
D. PENATALAKSANAAN
Rawat luka terbuka dengan membersihkan kawasan luka mengunakan larutan
NaCl 0,9%, penjahitan luka, pemberian obat anti nyeri, anti biotik dan tetanus
toxoid.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi dari luka tusuk sendiri bisa terjadi jika perdarahan dalam
yang dialami pasien cukup massive yang dapat mengakibatkan kegagalan
sirkulasi, contohnya jika luka tusuk mengenai organ dalaman abdomen akan
menyebabkan perdarahan massive atau mengenai organ pernafasan yang
menyebabkan tergangunya system pernafasan.
Pada pasien ini tidak didapatkan adanya komplikasi.
F. PROGNOSIS
Luka tusuk tergantung lokasi dan kedalaman dan juga organ yang
bersangkutan dalam menentukan prognosis. Sebagai contoh jika luka tusuk
yang terjadi pada extremitas tentunya prognosisnya lebih baik dibandingkan
jika luka tusuk yang terjadi pada thorax, abdomen dan organ organ vital
yang memberi gambaran penurunan kesadaran.
Prognosis bagi pasien ini baik.
G. ASPEK MEDIKOLEGAL
Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban hidup adalah
untuk mengetahui penyebab luka atau sakit dan derajat parahnya luka atau
sakit tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi rumusan delik dalam
Undang-Undang. Maka jelaslah disini bahwa pemeriksaan kedokteran
forensik tidak ditujukan untuk pengobatan.(1)
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah
sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut
berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap
kesehatan dan jiwa manusia. VeR menguraikan segala sesuatu tentang
hasil pemeriksaan medic yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang
karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.(1)
Penentuan Derajat Luka
Salah satu yang harus diungkapkan dalam kesimpulan sebuah VeR
perlukaan adalah derajat luka atau kualifikasi luka. Dari aspek hukum, VeR
dikatakan baik apabila substansi yang terdapat dalam VeR tersebut dapat
memenuhi delik rumusan dalam KUHP. Penentuan derajat luka sangat
tergantung pada latar belakang individual dokter seperti pengalaman,
keterampilan, keikutsertaan dalam pendidikan kedokteran berkelanjutan dan
sebagainya. Suatu perlukaan dapat menimbulkan dampak pada korban dari
segi fisik, psikis, sosial dan pekerjaan, yang dapat timbul segera, dalam
jangka pendek, ataupun jangka panjang. Dampak perlukaan tersebut
memegang peranan penting bagi hakim dalam menentukan beratnya sanksi
pidana yang harus dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan.(4)
Untuk memahami yang dimaksud dengan kualifikasi derajat luka
sebaiknya mempelajari terlebih dahulu pasal-pasal dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana, yang bersangkutan dengan penganiayaan.(5,6)
Pasal-pasal tersebut antara lain:
Pasal 351(6)
1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah
2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dikenakan pidana
penjara lima tahun
3. Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara tujuh tahun
4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan
5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 352(6)
1. Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan
yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencaharian, diancam sebagai penganiayaan
ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan, atau denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah
sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang
yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
2. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 353(4)
1. Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan luka – luka berat, yang bersalah
dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
3. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.
Pasal 354(6)
1. Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena
melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama
delapan tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.
Pasal 355(6)
1. Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Hukum pidana Indonesia mengenal delik penganiayaan yang terdiri
dari tiga tingkatan dengan hukuman yang berbeda yaitu penganiayaan
ringan (pidana maksimum 3 bulan penjara), penganiayaan (pidana
maksimum 2 tahun 8 bulan), dan penganiayaan yang menimbulkan luka
berat (pidana maksimum 5 tahun). Ketiga tingkatan penganiayaan
tersebut diatur dalam pasal 352 (1) KUHP untuk penganiayaan ringan,
pasal 351 (1) KUHP untuk penganiayaan, dan pasal 352 (2) KUHP
untuk penganiayaan yang menimbulkan luka berat. Setiap kecederaan
harus dikaitkan dengan ketiga pasal tersebut. Untuk hal tersebut
seorang dokter yang memeriksa cedera harus menyimpulkan dengan
menggunakan bahasa awam, termasuk pasal mana kecederaan korban
yang bersangkutan.(4)
Rumusan hukum tentang penganiayaan ringan sebagaimana diatur
dalam pasal 352 (1) KUHP menyatakan bahwa “penganiayaan yang
tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan
ringan”. Jadi bila luka pada seorang korban diharapkan dapat sembuh
sempurna dan tidak menimbulkan penyakit atau komplikasinya, maka
luka tersebut dimasukkan ke dalam kategori tersebut.4
Selanjutnya rumusan hukum tentang penganiayaan sedang
sebagaimana diatur dalam pasal 351 (1) KUHP tidak menyatakan
apapun tentang penyakit. Sehingga bila kita memeriksa seorang korban
dan didapati “penyakit” akibat kekerasan tersebut, maka korban
dimasukkan ke dalam kategori tersebut. Akhirnya, rumusan hukum
tentang penganiayaan yang menimbulkan luka berat diatur dalam pasal
351 (2) KUHP yang menyatakan bahwa Jika perbuatan mengakibatkan
luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun”. Luka berat itu sendiri telah diatur dalam pasal 90
KUHP secara limitatif. Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan
didapati salah satu luka sebagaimana dicantumkan dalam pasal 90
KUHP, maka korban tersebut dimasukkan dalam kategori tersebut.4
Luka berat menurut pasal 90 KUHP adalah:
· Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.
· Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas, jabatan
atau pekerjaan pencarian.
· Kehilangan salah satu panca indera.
· Mendapat cacat berat.
· Menderita sakit lumpuh.
· Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih.
· Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan. (4)
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada
korban laki-laki berusia enam belas tahun. Dari hasil pemeriksaan
terdapat satu buah luka lecet pada bagian paha sebelah kiri yaitu dua
belas sentimeter dari lutut, bentuk luka teratur dengan ukuran luka
panjang satu sentimeter dan lebar nol koma lima sentimeter garis batas
luka tegas, warna pada daerah luka tampak merah kehitaman dan luka
yang didapat oleh pasien ini diakibatkan oleh trauma benda tajam di
mana terjadi diskontiniutas pada lapisan epidermis kulit, dibawah kulit
dan pembuluh darah kecil sekitar kulit.
Dari aspek medikolegal, orientasi dan paradigma yang digunakan
dalam merinci luka dan kecederaan adalah untuk dapat membantu
merekonstruksi peristiwa penyebab terjadinya luka dan memperkirakan
derajat keparahan luka. Luka lecet pada korban tidak menganggu
aktivitas dalam pekerjaan sehari-hari serta luka memar tersebut dapat
sembuh sehingga dapat digolongkan ke dalam derajat luka ringan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu
kedokteran forensik edisi pertama. Jakarta:Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1997;37-54.
2. Sofwan D. Ilmu kedokteran forensik pedoman bagi dokter dan penegak
hukum. Semarang:Balai Penerbit Universitas Diponegoro; 2004;67-91.
3. Nugraha A. Penyembuhan luka. 2009. Available from :
http://cupu.web.id/pengertian-luka-wound-dan-wound-healing-proses-
penyembuhan-luka/ [cited : 9 September 2015]
4. Afandi D. Visum et Repertum Perlukaan: Aspek Medikolegal dan Penentuan
Derajat Luka. Majalah Kedokteran Indon. April 2010;60(4):188-95.
5. Indris A. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Binarupa Aksara
6. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab IX pasal 90 serta Bab XX
pasal 351 dan 352.