40
19 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Desa Moahudu Desa Moahudu adalah bagian dari Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo yang berbatasan dengan sebelah Utara kecamatan Limboto Barat, sebelah Selatan Desa Tabongo Barat, sebelah Timur Desa Ilomangga, sebelah Barat Desa Limehe Barat dan Limehu. Luas wilayah Desa Moahudu yaitu 450.34 Ha yang terdiri dari pemukiman/pekarangan 27.4 Ha, persawahan 261.6 Ha, perkebunan 156 dan prasarana umum lainnya 5 Ha. Batas- batas wilayah yang dikemukakan peneliti berdasarkan data profil Desa Moahudu. Gambar 1. Pintu gerbang lokasi kerajinan keramik gerabah Foto: Erna A. Van Gobel, 2013 Penduduk Desa Moahudu sebagian besar adalah penduduk asli yang merupakan keturunan langsung dari leluhur yang lahir, besar dan juga hidup di Desa tersebut. Pada tahun 2012 masyarakat Desa Moahudu terdiri dari 548 rumah tangga dengan jumlah penduduk dewasa dan anak-anak total 1.978 jiwa yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi …eprints.ung.ac.id/799/10/2013-2-88210-544409002-bab4...19 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Desa Moahudu

Embed Size (px)

Citation preview

19

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Desa Moahudu

Desa Moahudu adalah bagian dari Kecamatan Tabongo Kabupaten

Gorontalo Provinsi Gorontalo yang berbatasan dengan sebelah Utara kecamatan

Limboto Barat, sebelah Selatan Desa Tabongo Barat, sebelah Timur Desa

Ilomangga, sebelah Barat Desa Limehe Barat dan Limehu. Luas wilayah Desa

Moahudu yaitu 450.34 Ha yang terdiri dari pemukiman/pekarangan 27.4 Ha,

persawahan 261.6 Ha, perkebunan 156 dan prasarana umum lainnya 5 Ha. Batas-

batas wilayah yang dikemukakan peneliti berdasarkan data profil Desa Moahudu.

Gambar 1. Pintu gerbang lokasi kerajinan keramik gerabah

Foto: Erna A. Van Gobel, 2013

Penduduk Desa Moahudu sebagian besar adalah penduduk asli yang

merupakan keturunan langsung dari leluhur yang lahir, besar dan juga hidup di

Desa tersebut. Pada tahun 2012 masyarakat Desa Moahudu terdiri dari 548 rumah

tangga dengan jumlah penduduk dewasa dan anak-anak total 1.978 jiwa yang

20

terdiri dari laki-laki 1.002 jiwa dan perempuan 976 jiwa. Tingkat pendidikan

terakhir penduduk Desa Moahudu sangat bervariasi seperti tampak pada tabel

berikut :

Tabel 1 Lulusan pendidikan terakhir masyarakat Desa Moahudu

No. Pendidikan

DUSUN

Jumlah

Jumlah

Tamat

Sekolah Moahudu Modelomo Ilomangga Manggulipa

1. Belum Sekolah /

Tidak Tamat 315 324 145 39 823 -

2. SD 174 139 85 34 432 432

3. SMP 144 161 118 8 431 431

4. SMA 67 91 64 38 260 260

5. D1-D3 4 5 - - 9 9

6. S1-S2 10 9 3 1 23 23

TOTAL KESELURUHAN 1.978 1.155

Sumber: Profil Desa Moahudu 2012

Dari tabel di atas dapat dilihat, bahwa sebagian besar masyarakat Desa

Moahudu menamatkan pendidikan SD 432 jiwa, dengan demikian jumlah

penduduk yang belum sekolah/ tidak tamat pendidikan SD juga sangat tinggi yaitu

823 jiwa. Melihat rendahnya pendidikan sebagian besar penduduk DesaMoahudu

yang berakibat pada terbatasnya kesempatan kerja yang bisa diraih dan kemudian

berdampak pada rendahnya pendapatan atau tingkat ekonomi masyarakat serta

lemahnya kemampuan masyarakat dalam meningkatkan mutu profesi yang

ditekuni khususnya sebagai pengrajin keramik gerabah.

21

Mengenai jenis mata pencaharian pokok penduduk Desa Moahudu secara

rinci diuraikan pada tabel berikut :

Tabel 2 Jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan kerja / usaha

No. Jenis Pekerjaan Jumlah

1. Tani 152 Orang

2. Buruh 269 Orang

3. Tukang kayu 14 Orang

4. Tukang mesel 9 Orang

5. Pedagang 21 Orang

6. Angkutan 11 Orang

8. TNI / POLRI 2 Orang

9. PNS 28 Orang

10. Tukang ojek / bentor 11 Orang

11. Jasa lainnya 26 Orang

JUMLAH TOTAL = 543 Orang

Sumber: Profil Desa Moahudu 2012

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk Moahudu

bekerja sebagai buruh, namun data yang diperoleh seperti tercatat pada tabel di

atas tidak memberikan informasi yang memuaskan terkait dengan keberadaan

pengrajin keramik gerabah di Desa Moahudu. Pada tabel tersebut, data pengrajin

keramik gerabah tidak dikemukakan secara spesifik, sementara berdasarkan hasil

wawancara peneliti dengan TPL-IKM yang bekerja sama dengan

DISKOPERINDAG Provinsi Gorontalo kerajinan keramik gerabah Desa

Moahudu sudah terdaftar dan telah diketahui oleh pemerintah, yang termasuk

pada kerajinan sentra tungku dan gerabah (wawancara, Ervin Puluhulawa 21 Juli

2013).

22

Dilihat dari jumlah angkatan kerja berdasarkan data lulusan pendidikan

terakhir masyarakat Desa Moahudu tahun 2012 pada tabel sebelumnya yaitu

mencapai 1.155 jiwa. Dari jumlah tersebut yang telah bekerja berjumlah 543 dan

yang belum bekerja sebanyak 612 jiwa termasuk usia produktif dan tidak sedang

melanjutkan pendidikan.

Dari data penduduk di atas nampaknya jumlah penduduk yang tidak

bekerja lebih besar dari pada yang bekerja, dengan demikian di Desa Moahudu

lebih banyak pengangguran dibanding yang bekerja. Pengangguran tersebut

terkait dengan kerajinan keramik gerabah, berpotensi untuk direkrut menjadi

pengrajin gerabah.

4.2 Kondisi Pengrajin Keramik Gerabah di Moahudu

Kerajinan keramik gerabah di Desa Moahudu mulai ada sejak tahun 1996

produk yang dihasilkan berupa tungku. Kemudian pada tahun 2011, dengan

diadakan pelatihan oleh DISKOPERINDAG Provinsi Gorontalo pengrajin

keramik gerabah di Desa Moahudu telah mampu menghasilkan produk fungsional

seperti vas bunga, asbak, dan tempat pembakaran bara. Pelatihan itu diadakan

selama 2 minggu dengan instruktur yang di undang langsung dari Minahasa

Sulawesi Utara. Pada pelatihan itu mereka juga diberikan bantuan alat dan usai

pelatihan tiap peserta mendapat uang duduk dengan jumlah tertentu (wawancara,

Ervin Puluhulawa 21 Juli 2013).

Dari informasi tersebut, nampaknya perkembangan keramikgerabah di

Desa Moahudu tidak lepas dari dukungan pemerintah dalam bentuk pelatihan

serta berbagai dukungan lainnya.

23

4.2.1 Jumlah, Umur, dan Pendidikan Pengrajin Gerabah di Moahudu

Menurut Sudana (2011: 25), besaran jumlah pengrajin berpengaruh

terhadap kuantitas produk yang dihasilkan, semakin besar jumlah pengrajin yang

berproduksi maka semakin banyak pula kemungkinan produk yang bisa dibuat.

Berdasarkan penelitian, kelompok pengrajin gerabah di Desa Moahudu tercatat

jumlahnya 18 orang. Namun, dari ke-18 orang itu hanya sebagian yang masih

aktif yakni 13 orang dan justru yang tidak aktif adalah para pengrajin muda.

Mereka hanya terdaftar sebagai pengrajin ketika ada pelatihan dari pemerintah

dan setelah pelatihan selesai mereka bubar dan tidak menerapkan pengetahuan

yang mereka peroleh pada produk gerabah (wawancara, Ervin Puluhulawa 21 Juli

2013).

Dari penuturan Ervin Puluhulawa sebagai Tenaga Penyuluhan Lapangan di

Desa Moahudu, nampaknya para pengrajin yang berusia mudah tersebut hanya

memanfaatkan momen pelatihan yang diadakan pemerintah karena uang

duduknya saja. Mereka tidak berkeinginan untuk menjadi seorang pengrajin yang

di mata mereka pengrajin merupakan pekerja kotor dengan penghasilan yang

sedikit khususnya pada kerajinan keramik gerabah. Sementara para pengrajin

yang usia tua, harus terus bekerja menekuni profesinya demi memenuhi

kebutuhan hidup rumah tangga.

Informasi yang diperoleh peneliti dari Ervin Puluhulawa dan hasil

penelusuran peneliti, diketahui nama, umur, dan pendidikan dari pengrajin

keramik gerabah di Desa Moahudu yang masih aktif berproduksi. Dalam

kelompok pengrajin di Moahudu tidak ada suatu pembagian kerja, karena semua

24

proses pengerjaan keramik gerabah dilakukan oleh masing-masing pengrajin,

yaitu dari penggalian atau penyediaan bahan baku tanah liat, pembentukan atau

produksi, pembakaran, finishing dan sebagai penyalur atau penjual. Dalam artian,

dengan tidak adanya pembagian kerja yang dilakukan kelompok pengrajin di Desa

Moahudu dapat dikatakan bahwa secara profesional kelompok usaha kerajinan

keramik gerabah Moahudu belum terorganisir dengan baik.

Tabel 3 Jumlah, umur dan pendidikan pengrajin

No Nama Pengrajin Jenis Kelamin Umur Pendidikan Aktif/

Tidak aktif

1 Abas Husain Laki-laki 50 Tahun SD Aktif

2 Abd. Karim Puyo Laki-laki 50 Tahun SD Aktif

3 Adam Rajak Laki-laki 31 Tahun SD Aktif

4 Adam Diku Laki-laki 47 Tahun SD Aktif

5 Ali Demolingo Laki-laki 53 Tahun SD Aktif

6 Anwar Karim Laki-laki 25 Tahun SD Tidak aktif

7 Arfan Ahmad Laki-laki 35 Tahun SD Aktif

8 Aswin Ma’ruf Laki-laki 27 Tahun SD Aktif

9 Danial Abdullah Laki-laki 23 Tahun SD Tidak aktif

10 Hamzah Rajak Laki-laki 50 Tahun SD Aktif

11 Hidun Yusuf Laki-laki 27 Tahun SD Tidak aktif

12 Muhaidin Po’u Laki-laki 25 Tahun SD Tidak aktif

13 Nasir Demolingo Laki-laki 51 Tahun SD Aktif

14 Saiful Abdul Laki-laki 50 Tahun SD Aktif

15 Susanto Abdullah Laki-laki 29 Tahun SD Tidak aktif

16 Usman Husain Laki-laki 35 Tahun SD Aktif

17 Yasin Abdul Laki-laki 50 Tahun SD Aktif

18 Wahab Monoarfa Laki-laki 24 Tahun SD Tidak aktif

Sumber: Ervin Puluhulawa (wawancara, 21 Juli 2013).

Dari tabel di atas dapat dilihat jenis kelamin pengrajin merupakan kaum

laki-laki. Dapat dikatakan bahwa kelestarian kerajinan keramik gerabah di

Moahudu memang terletak pada keterampilan tangan kaum laki-laki. Keuletan

kaum laki-laki Moahudu untuk terus mengembangkan kerajinan keramik

gerabahnya hanya dapat diterapkan pada suatu produk tungku. Meskipun

25

demikian keahlian yang mereka miliki sudah patut dihargai sebagai suatu potensi

sumber daya manusia yang bersifat alami dengan demikian rasa kekhawatiran

timbul dibenak para pengrajin akan putusnya regenerasi penerus kerajinan

keramik gerabah, karena dapat dilihat dari kenyataannya laki-laki remaja di

Moahudu hanya aktif pada saat pelatihan.

Anggapan para remaja, meskipun mereka hanya aktif saat pelatihan, tetapi

untuk melanjutkan atau terus mengembangkan kerajinan keramik gerabah di Desa

Moahudu sudah tertanam dalam hati mereka, hanya saja untuk saat ini mereka

masih ingin fokus pada profesi sebagai abang bentor demikian yang diungkapkan

oleh ketua kelompok pengrajin (wawancara, Adam Radjak 06 April 2013).

Dilihat dari segi usia, para pengrajin yang masih aktif pada sentra

kerajinan keramik gerabah Moahudu rata-rata berusia 50 tahun ke atas. Menurut

Sudana (2011: 27) dalam produktifitas untuk melakukan berbagai kegiatan atau

pekerjaan, usia sangat berpengaruh pada kekuatan fisik seseorang. Sementara jika

dihitung dari usia produktif, semakin tua umur seseorang maka semakin

berkurang produktifitasnya.

Dengan demikian, jika dilihat dari faktor usia bisa dipastikan produktifitas

pengrajin keramik gerabah di Moahudu cukup rendah dan lemah dalam

berinovasi. Jadi sangat diperlukan upaya yang sungguh-sungguh agar dapat

menarik minat generasi muda dalam menekuni bidang tersebut, yang merupakan

factor penghambat dan permasalahan yang paling serius untuk pengembangan

kerajinan keramik gerabah di masa depan.

26

Chitaru Kawasaki (dalam Sudana, 2011: 27) menyarankan, bahwa untuk

membangkitkan kembali minat generasi muda pada kerajinan tradisional pertama

yang harus dilakukan adalah menumbuhkan kebanggaan, membangun rasa

percaya diri terhadap profesi pengrajin yang ditekuni, serta memupuk kesadaran

melalui bimbingan teknis dan desain yang telaten dan menantang.

Terkait dengan tidak difungsikannya alat pembuat keramik gerabah

bantuan pemerintah, faktor usia tidak menjadi satu-satunya penyebab tidak pernah

digunakannya peralatan meja putar kaki dengan tempat duduk tinggi bantuan yang

diberikan pemerintah Provinsi Gorontalo dikatakan oleh pengrajin yaitu Aswin

Maruf sebagai salah satu pengrajin (wawancara, 12 April 2013), meskipun pada

penggunaan alat terasa mudah oleh pengrajin tetapi sulit untuk bahan bakunya.

Dari kondisi itu juga bisa dianalisis, bahwa pemberian bantuan pada

pengrajin hanya memperhatikan segi kegunaan teknis dari peralatan itu, tanpa

mempertimbangkan kondisi fisik bahan baku tanah liat. Akibatnya peralatan

tersebut menjadi mubazir karena tidak sesuai dengan kondisi fisik bahan baku

tanah liat. Oleh karena itu pengrajin malah kembali pada produk tungku yang

sudah bertahun-tahun ditekuninya.

Dari segi pendidikan pengrajin tampak dari tabel di atas bahwa rata-rata

pengrajin berpendidikan (SD) yang dapat dikatakan tergolong rendah.rendahnya

tingkat pendidikan para pengrajin aktif itulah yang kemudian telah menciptakan

citra kurang baik dikalangan generasi muda yang beranggapan menjadi seorang

pengrajin tidak memerlukan pendidikan yang tinggi. Hingga akhirnya mereka

berpandangan yakni profesi seorang pengrajin gerabah hanya merupakan

27

pekerjaan bagi orang-orang yang putus sekolah dan cenderung pada kebodohan

serta kemiskinan.

Dapat ditegaskan dengan melihat citra pengrajin gerabah tersebut sehingga

para generasi muda beralih profesi ke pekerjaan yang lain. Chitaru Kawasaki

(dalam Sudana, 2011:28) mengatakan, bahwa kurangnya pendidikan para

pengrajin tradisional menyebabkan pewaris kerajinan tradisional di Indonesia

semakin berkurang dan akhirnya hilang sama sekali. Oleh sebab itu sangat

diperlukan pendidikan yang berkualitas bagi para pengrajin penerus agar mampu

melakukan inovasi teknologi, pengembangan produk baru, dan pembukaan rute

penjualan baru.

Jadi apabila dilihat dari segi pendidikan, dapat dikatakan kondisi pengrajin

keramik gerabah Moahudu juga dalam masalah yang serius. Pengrajin yang latar

pendidikan Sekolah Dasar, bahkan ada juga yang tidak sampai tamat sekolah yang

menyebabkan kurangnya wawasan yang dimiliki pengrajin dalam menentukan

suatu arah pengembangan profesi yang mereka tekuni. Sementara agar dapat

mengembangkan kerajinan keramik gerabah tradisional dan dapat mengikuti

kontekstualisasi zaman, diperlukan insan-insan pengrajin dengan pendidikan

berkualitas dan sesuai dengan profesi yang mereka jalankan, seperti jenjang

pendidikan menengah. Rendahnya pendidikan pengrajin gerabah di Moahudu

akibatnya mereka terjebak dalam rutinitas kerja yang turun-temurun dengan

variasi produk lama, yang bentuk dan fungsinya kurang diminati konsumen.

Mereka tidak pernah memikirkan untuk melakukan perbaikan produk yang

bermutu dan inovasi untuk menarik minat konsumen.

28

Agar permasalah tersebut dapat teratasi perlu dilakukan dorongan pada

generasi muda khususnya di Desa Moahudu sehingga mereka dapat mewarisi

kerajinan keramik gerabah juga dapat menempuh pendidikan yang lebih tinggi

dan relevan yaitu melalui, beasiswa yang diberikan oleh pemerintah bagi mereka

yang memiliki bakat dan berkeinginan untuk sekolah. Tidak hanya pada

pendidikan saja tetapi juga dapat mengatasi masalah umur, dan jumlah pengrajin

yang semakin langka sehingga dengan sendirinya kita akan mampu meningkatkan

citra pengrajin yang awalnya dikenal hanya orang tua, tidak berpendidikan, dan

miskin, yang akhirnya dapat digantikan oleh generasi muda yang berpendidikan

dan memiliki masa depan dengan demikian profesi sebagai seorang pengrajin

akan lebih diminati oleh berbagai kalangan (Sudana, 2011: 29).

Dari pembahasan mengenai kondisi pengrajin keramik gerabah di Desa

Moahudu, dari jumlah, umur, dan pendidikan, telah ditemukan beberapa

permasalahan yang menyangkut jumlah pengrajin aktif sangat terbatas dan mulai

berkurang; umur pengrajin yang sudah mulai memasuki usia tua (tidak produktif);

serta pendidikan pengrajin yang tergolong rendah. Sementara potensi yang

terdapat pada pengrajin yaitu adanya semangat kerja yang tinggi meskipun

diantara mereka banyak pengrajin yang sudah berusia lanjut, dan berpendidikan

rendah dengan keterampilan mereka dapat membuat keramik gerabah yang cukup

memadai. Potensi dan permasalahan yang telah ditemui inilah yang kemudian

perlu dipertimbangkan oleh para pihak untuk peningkatan sumber daya manusia

yang dapat mendukung pengembangan sektor kerajinan keramik gerabah.

29

4.2.2 Persepsi Pengrajin tentang Profesinya

Persepsi pengrajin terkait dengan pekerjaan dan masa depannya menurut

salah satu pengrajin keramik gerabah di Desa Moahudu yaitu Nasir Demolingo

(wawancara, 01 Juni 2013) bahwa, pekerjaan yang mereka tekuni pada saat ini

hanya merupakan keterpaksaan saja melihat sempitnya lapangan pekerjaan dan

rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki pengrajin. Para pengrajin tidak pernah

memikirkan variasi produk untuk pengembangan kedepannya. Asalkan sudah

dapat membantu mencukupi kebutuhan hidup keluarga, meskipun disisi lain

penghasilan tersebut tidak mampu untuk membiayai pendidikan anak-anak

mereka. Oleh karena itu anak-anak mereka diajak ikut serta membantu dalam

memproduksi keramik gerabah mulai dari persiapan alat dan bahan sampai

dengan pembakaran.

Mengenai persepsi pengrajin di Desa Moahudu tentang profesinya untuk

membuat kerajinan keramik gerabah khususnya jenis tungku diperoleh informasi

dari ketua kelompok pengrajin yang mewakili para pengrajin lainnya bahwa,

penghasilan yang mereka peroleh rata-rata Rp. 20.000 per hari dan pengrajin

menganggap penghasilan tersebut cukup untuk kebutuhan sehari-hari (Adam

Radjak, wawancara 06 April 2013). Jika dihitung dari penghasilan pengrajin

perharinya sekitar Rp. 20.000 dan diakumulasi menjadi Rp. 600.000 perbulan.

Dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) Provinsi Gorontalo tahun

2012 sebesar Rp. 1.750.000 (http://www.hrcentro.com/umr/gorontalo), maka

penghasilan pengrajin Moahudu termasuk sangat rendah.

30

Menurut penuturan Adam Radjak 31 tahun (wawancara, 06 April 2013)

bahwa, jumlah penghasilan tersebut tidak tetap tergantung dari hasil produk yang

laku perharinya. Laku tidak laku produk tersebut mereka tetap melakukan

produksi, karena biasanya juga dalam perhari produk yang laku bisa mencapai

antara 10-20 unit. Selain itu pekerjaan yang mereka jalani saat ini hanya

merupakan suatu pelarian karena sempitnya lapangan pekerjaan bagi mereka yang

tingkat pendidikannya Sekolah Dasar. Jadi pengrajin tidak terlalu khawatir dengan

laku tidaknya produk yang mereka jual, yang penting untuk makan sehari-hari

sudah dapat terpenuhi. Oleh sebab itu, para pengrajin belum berniat untuk

meninggalkan pekerjaan mereka sebagai pengrajin keramik gerabah. Para

pengrajin hanya bisa bersyukur dengan apa yang mereka peroleh dari pekerjaan

yang mereka tekuni dengan penuh kesabaran.

Berdasarkan informasi tersebut, persepsi pengrajin mengenai penghasilan

pekerjaannya merupakan suatu nasib yang perlu disyukuri. Penghasilan yang

mereka dapat hanya digunakan untuk kebutuhan yang penting-penting saja. Oleh

karena itu mereka tetap merasa nyaman dengan pekerjaan dan penghasilan yang

demikian itu. Tetapi tidak menutup kemungkinan jika nanti ada pekerjaan yang

lebih layak dari profesi yang mereka jalankan saat ini maka mereka akan beralih

ke profesi tersebut.

Dari hasil wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa keterpaksaan

pekerjaan yang dialami pengrajin karena disebabkan tidak adanya lapangan

pekerjaan yang dapat menampung mereka yang hanya memiliki tingkat

pendidikan Sekolah Dasar. Wawasan pengrajin sangat terbatas mengenai

31

pengembangan produk yang mereka hasilkan. Mereka belum berfikir mengenai

inovasi produk yang dapat menjangkau pasar yang lebih luas. Para pengrajin juga

belum mampu mengarahkan usahanya dengan pengelolaan manajemen yang baik.

Oleh sebab itu, dalam pengembangan kerajinan keramik gerabah Desa Moahudu

harus disertai dengan perubahan persepsi pengrajin mengenai profesinya dengan

cara membekali para pengrajin dengan kemampuan menciptakan inovasi-inovasi

baru pada produk yang akan dihasilkan.

4.3 Bahan Baku Keramik Gerabah Di Desa Moahudu

Berdasarkan data dan pengamatan langsung oleh peneliti, Desa Moahudu

sebagian besar tergolong lahan basah atau lembab yang merupakan wilayah

persawahan dan perkebunan yang terdapat tanah liat, sehingga berpotensi sebagai

bahan baku keramik gerabah. Dengan demikian, dari kondisi alam Desa Moahudu

telah memberi peluang untuk tumbuhnya kerajinan keramik gerabah dan tungku

di Desa tersebut.

Telah disebutkan sebelumnya, bahwa di Desa Moahudu bahan baku tanah

liat dari awal proses penggalian tanah, pengolahan tanah yang siap dibentuk,

pengeringan dan pembakaran, serta sampai pada proses pemasaran dilakukan

secara individu oleh para pengrajin. Masing-masing tahapan proses tersebut

diuraikan sebagai berikut:

4.3.1 Pengambilan Tanah Liat

Bahan baku tanah liat yang digunakan oleh para pengrajin keramik

gerabah di Desa Moahudu terdiri dari tiga warna, yaitu coklat, putih, dan hitam

seperti yang diurai pada gambar berikut ini :

32

Gambar 2. Bahan baku tanah liat di Desa Moahudu

Foto: Erna A. Van Gobel, 2013

Pengambilan bahan baku tanah liat dilakukan di areal persawahan yang

memiliki jarak tempuh yang berbeda yaitu tanah coklat berjarak 10 m dan tanah

liat putih hitam berjarak 50 m dari tempat tinggal pengrajin. Selain jarak tempuh,

cara penggalian tanah pun berbeda. Tanah coklat diambil pada dataran tanah

bagian atas sementara tanah liat putih hitam diambil pada lapisan tanah yang

kedalamannya sekitar 20 cm. Lokasi pengambilan lapisan tanah putih dan hitam

saling berdekatan.

Gambar 3. Lapisan tanah liat putih dan tanah liat hitam

Foto: Erna A. Van Gobel, 2013

Pengambilan tanah liat dilakukan oleh pengrajin sendiri, biasanya dengan

menggunakan ranting pohon atau sekop untuk menggali tanah yang kemudian

diangkut menggunakan karung atau tas plastik sampai ketempat pengrajin

berproduksi. Dalam menentukan warna dari tanah liat tersebut, para pengrajin

Coklat Putih Hitam

33

hanya melihat warna dasar yang ada pada tanah. Penentuan kualitas tanah liat para

pengrajin hanya memijit gemburan tanah yang dikepal di telapak tangan, apabila

tanahnya tidak terlalu lengket dan tidak banyak bercampur kerikil tanah tersebut

dianggap baik untuk keramik gerabah (Adam Radjak, wawancara 12 April 2013).

Gambar 4. Persawahan lokasi pengambilan tanah liat

Foto: Erna A. Van Gobel, 2013

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, bahan baku tanah liat yang

digunakan oleh pengrajin diambil pada sawah produktif yang masih ditanami

padi. Cara pengambilannyadengan melihat kehalusan tanah dan bagian-bagian

tanah yang subur dipisahkan. Sementara untuk penggalian tanah liat sering

dilakukan pengrajin pada pinggiran-pinggiran sawah, kemudian akan membekas

menjadi suatu lekukan tanah galian yang nantinya akan kembali diurai atau

ditutupi oleh lumpur dan air hujan sehingga menjadi rata serta dapat dipergunakan

kembali (Nasir Demolingo, wawancara 01 Juni 2013).

Dari keterangan yang disebutkan pengrajin, rupanya penentuan kualitas

tanah yang baik hanya didasarkan pada pengalaman secara turun temurun. Teknik

34

pengambilan tanah liat yang dilakukan pengrajin merupakan pengetahuan alami

yang potensial untuk diturunkan pada generasi berikutnya guna mengembangkan

kerajinan keramik di Desa Moahudu.

Teknik pengambilan tanah liat yang dilakukan oleh para pengrajin tidak

menyebabkan kerusakan lingkungan atau menghilangkan kesuburan tanah,

sehingga lahan persawahan dan perkebunan, masih tetap produktif.

Menurut Suwardono (2002: 11) apabila akan menggunakan lahan sawah

atau kebun yang masih subur, sebaiknya penggaliannya diatur. Lapisan tanah

bagian atas yang merupakan lapisan tanah yang subur hendaknya

dipisahkan/disimpan dan tidak dipergunakan sebagai bahan lempung untuk

keramik. Setelah penggalian pada suatu areal dianggap habis, tubuh tanah yang

dipisahkan tadi dikembalikan atau untuk menguruk bekas galian-galian.

Sehinggaareal tersebut akhirnya tetap bisa dipergunakan sebagai lahan pertanian

atau perkebunan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, dari ketersediaan bahan baku

cukup melimpah, dan berpotensi untuk pengembangan kerajinan keramik gerabah

di Desa Moahudu, karena untuk hasil penggalian tanah tersebut tidak merusak

lingkungan dan tidak mengganggu pemukiman pengrajin. Untuk pengambilan

tanah liat oleh pengrajin, dampaknya dapat memperluas area persawahan yang

nantinya akan ditanami kembali bibit-bibit padi yang baru. Hal tersebut dapat

dibuktikan dengan bekas-bekas penggalian pengrajin yang berada pada pinggiran-

pinggiran sawah. Untuk itu dapat dikatakan bahwa dengan adanya kerajinan

keramik gerabah, potensi alam yang ada telah termanfaatkan dengan baik.

35

4.3.2 Jenis dan Karakteristik Lempung Moahudu

Telah diuraikan secara singkat di atas, bahwa lempung yang digunakan

pengrajin keramik gerabah di Desa Moahudu diambil dari persawahan. Menurut

Suwardono (2002: 21), dari tempat pengambilannya dapat dikatakan lempung

tersebut adalah jenis lempung rawa yaitu lempung yang mengendap di rawa yang

berwarna hitam. Lempung rawa Moahudu ini sangat berbeda dengan lempung

yang lainnya, misalnya lempung residual yakni lempung yang belum berpindah

dari tempat asalnya, lempung illuvial yaitu lempung yang berada tidak jauh dari

tempat asalnya, lempung alluvial (lempung endapan sungai), lempung danau, dan

lempung marin yang terdapat dipinggir laut.

Dari hasil pengujian tanah liat atau lempung yang dilakukan oleh peneliti

hanya salah satu jenis tanah yang dapat diuji keplastisan dan teksturnya yaitu

tanah liat yang warnanya coklat. Sementara untuk tanah liat yang warna hitam dan

putih lama pengendapannya sudah sampai 4 minggu airnya tidak naik ke atas dan

tanahnya tidak turun mengendap. Tanah liat dan air menyatu seperti agar-agar.

Dapat disimpulkan bahwa tanah liat yang berwarna hitam dan putih adalah jenis

tanah yang masih sangat produktif. Jadi jenis tanah liat ini tidak dapat digunakan

untuk kerajinan gerabah yang bervariasi kecuali tungku, karena masih banyak

mengandung kotoran (humus).

36

Gambar 5. Tanah liat saat diendapkan

Foto: Erna A. Van Gobel, 2013

Setelah diolah karakteristik alami lempung yang warna coklat berdasarkan

hasil eksperimen dan uji manual saat ditekan lempungnya tidak lengket dijari,

tetapi saat dipatahkan hasilnya kurang plastis. Lain halnya dengan tekstur

lempung saat diamati dan uji manual dilokasi pengambilan tanahnya yaitu bersifat

lunak, lembab dan plastis, berbentuk warna berlapis, kemudian bertekstur lembut

dan lengket ditangan.

Berdasarkan karakteristik tekstur dan keplastisan dari tanah liat Moahudu,

dari uji manual yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa: 1) tekstur tanah

bersifat halus karena saat dipotong dengan kawat atau bendrat tidak terdapat

kerikil penghambat tetapi mengandung pasir; 2) keplastisan tanah liat bersifat

“sedikit plastis”, karena tanah liat hanya dapat dibengkokkan menjadi ½ lingkaran

saja selebihnya akan terjadi keretakan atau patah. Sebab menurut Suwardono

(2002: 25) tanah liat yang baik digunakan untuk bahan keramik gerabah adalah

tanah liat yang mempunyai sifat “plastis” yaitu dapat dibengkokkan menjadi

sebuah lingkaran penuh tanpa terjadi keretakan; 3) dilihat dari kadar air tergolong

“sudah cukup”, karena dari hasil uji tanah liat saat ditekan tidak melengket pada

37

jari dan cetakannya nampak. Dari hasil pengujian kadar air tersebut sifat

keplastisan tanah liat sudah memungkinkan untuk bisa dibentuk, sebab menurut

Suwardono (2002: 24) sifat plastis timbul apabila tanah liat ditambah air pada

kadar yang tepat. Jadi jika tergolong “belum cukup air” maka saat tanah liat

ditekan tidak nampak cetakan jari dan jika tergolong “terlalu banyak air” saat

tanah liat ditekan hasil cetakan tidak beraturan serta banyak melengket dijari.

Gambar 6. Cara pengujian keplastisan tanah liat

Foto: Erna A. Van Gobel, 2013

Terkait dengan karakteristik tanah liat Moahudu yang telah diuraikan

diatas hanya merupakan sifat-sifat yang diamati secara fisik. Sementara sifat lain

yang menyangkut sifat fisika, sifat kimia, dan kandungan mineral lainnya yang

memerlukan uji laboratorium sama sekali belum terungkap. Oleh karena itu,

masih perlu penelitian selanjutnya untuk mengungkap karakteristik dan potensi

lempung Moahudu, terutama dengan melakukan uji laboratorium bahan baku

yang bersifat standar.

38

4.4 Proses dan Teknologi Produksi Keramik Gerabah Di Desa Moahudu

Proses produksi yang dilakukan oleh pengrajin keramik gerabah di Desa

Moahudu saat diamati dilapangan, setelah pengambilan tanah liat, terdiri dari

beberapa tahapan yaitu: pengolahan tanah liat, pembentukan, pengeringan,

pembakaran, pengecetan keramik gerabah serta pemasaran. Proses tahapan

tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 7. Bagan alur proses pembuatan keramik gerabah di Desa Moahudu

Pengolahan tanah liat

Tanah liat warna

hitam

Tanah liat warna

putih

Tanah liat warna

coklat

Pembentukan

Pengeringan

Pembakaran

Pengambilan bahan

baku

(tanah liat)

Teknik

Putar Teknik

Cetak

Finishing

39

4.4.1 Persiapan dan Pengolahan Bahan Baku

Pengolahan bahan baku yang dilakukan pengrajin keramik gerabah di

Desa Moahudu tergolong sangat sederhana tanpa peralatan yang memadai.

Bongkahan tanah liat kering ditumbuk menggunakan kayu pohon, kemudian

dipindahkan ke dalam wadah dengan mencampurkan sedikit demi sedikit air

sambil dipijit-pijit dan membersihkan kerikil serta kotoran lainnya. Proses

tersebut dilakukan sampai tanah liat dapat diperkirakan sudah agak plastis.

Gambar 8. Proses pengolahan bahan baku tanah liat hasil bimtek di Moahudu

Foto: Ervin Puluhulawa, 2011

Hasil pengolahan tersebut belum dapat dikatakan sudah bisa dibentuk,

karena kandungan airnya masih ada sehingga terlalu encer. Oleh karena itu, tanah

liat yang telah selesai diolah disimpan dalam plastik selama 2 hari dan

dihindarkan dari sinar matahari serta air hujan. Pengendapan tersebut bertujuan

agar tanah liat yang sudah diolah dapat menghasilkan kepadatan dan keplastisan

sehingga mudah dibentuk. Banyaknya tanah yang akan diolah tergantung pada

kebutuhan tanah yang akan pengrajin gunakan (Yasin Abdul, wawancara 07 April

2013).

40

Teknik pengolahan yang dilakukan oleh para pengrajin di Desa Moahudu

merupakan hasil bimtek pada tahun 2011. Tapi saat ini teknik tersebut sudah tidak

digunakan lagi, karena menurut mereka proses tersebut selain lama juga

merugikan waktu produksi yang sudah mereka tentukan. Akhirnya para pengrajin

kembali pada proses pengerjaan yang terdahulu yaitu pengambilan tanah liat dari

areal persawahan, kemudian pengendapan tanah yang dilakukan pada bak yang

terbuat dari susunan batu bata dan campuran semen yang berukuran 3 x 2m.

Pengendapan dilakukan selama ± 1-2 hari dan setiap jam pengendapan tersebut

diaduk menggunakan pacul atau sekop agar tanah yang diendapkan cepat larut

dalam air. Setelah tanah liat larut dengan air, tanah liat tersebut dipindahkan

sekaligus disaring pada bak selanjutnya yang bertujuan untuk membersihkan

tanah liat dari kerikil dan akar-akar tumbuhan serta kotoran lainnya. Dari hasil

saringan tanah liat tersebut, dicampur dengan abu kulit padi sisa pembakaran

keramik gerabah.

Gambar 9. Proses pengolahan bahan baku tanah liat di Moahudu

Foto: Erna A.Van Gobel, 2013

Informasi wawancara tersebut, menjelaskan bahwa pengolahan tanah liat

yang dilakukan pengrajin Moahudu merupakan proses turun temurun dan mudah

41

dikerjakan serta tidak memakan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan

proses yang mereka dapat saat bimtek. Jadi dapat dikatakan bahwa, pengrajin

Moahudu mempunyai potensi dalam penyediaan bahan baku dengan teknik

mereka sendiri, meskipun hanya dengan peralatan seadanya. Sementara

permasalahannya yaitu hasil upaya pemerintah untuk mendukung keberhasilan

kerajinan keramik gerabah melalui bimtek tidak mendapat respon yang baik dari

para pengrajin.

4.4.2 Proses Pembentukan

Para pengrajin gerabah di Desa Moahudu dalam teknik pembuatan

kerajinan keramik gerabah menggunakan teknik putar dan teknik cetak. Terkait

dengan peralatan produksi, para pengrajin memanfaatkan peralatan meja putar

sederhana.

a. Peralatan Proses Pembentukan

Peralatan pokok yang digunakan pengrajin keramik gerabah Moahudu

adalah sebagai berikut :

Tabel 4 Jenis dan fungsi peralatan pembuatan keramik gerabah

No. Jenis Peralatan Fungsi

1. Meja putar kaki Sebagai pembentuk benda bulat dan silindris.

2. Mal kayu Digunakan hanya untuk membuat tungku memasak

3. Ember Tempat air untuk membasahkan tanah dan sebagai

pencucian tangan agar benda yang dibentuk terasa halus.

4. Kawat Untuk memotong tanah liat

5. Kayu rotan Membuat cekukan pada benda gerabah.

6. Kain Pengalas tangan saat menghaluskan dan membentuk bodi

atau dinding gerabah.

7. Pisau Membuat lubang pada tungku

8. Sendok plastic Penghalus dinding tungku pada bagian dalam

9. Sendok aduk Penghalus dinding tungku pada bagian luar

Sumber: Aswin Maruf

42

Dilihat dari tabel di atas, peralatan pembentuk keramik gerabah yang

digunakan oleh para pengrajin Moahudu masih sangat sederhana yang bahannya

terbuat dari kayu tanpa menggunakan mesin otomatis, untuk digerakkan cukup

dengan menggunakan bantuan kaki saja. Dari peralatan yang sederhana tersebut

ternyata tidak menjadi suatu masalah atau kendala bagi para pengrajin keramik

gerabah untuk terus mempertahankan variasi jenis produk yang sudah lama

mereka produksi. Selama konsumen atau pasar belum terlalu menginginkan jenis

produk yang bervariasi dan berkualitas para pengrajin pun akan bertahan pada

variasi-variasi produk tertentu saja khusunya pada tungku. Dengan demikian,

kurangnya kretifitas dan pengetahuan para pengrajin mengenai pekerjaan yang

ditekuni pada bidangnya akan mudah tertinggal dengan seiring berjalannya waktu.

Pada tahun 2011 pemerintah daerah Gorontalo memberikan bantuan alat

putar melalui DISKOPERINDAG Provinsi Gorontalo. Bantuan alat yang

diberikan sangat membantu para pengrajin dalam membuat benda gerabah dengan

berbagai jenis, tetapi sebaliknya peralatan tersebut justru sudah tidak digunakan

lagi.

Gambar 10. Peralatan meja putar kaki

Foto: Erna A. Van Gobel, 2013

43

Menurut Adam Radjak, yaitu ketua kelompok pengrajin gerabah Moahudu

peralatan meja putar tersebut digunakan hanya pada saat pelatihan yang diadakan

oleh DISKOPERINDAG yang mendatangkan instruktur keramik gerabah

langsung dari Minahasa Sulawesi Utara. Setelah pelatihan selesai para pengrajin

sudah tidak membuat keramik gerabah lagi mereka malah kembali memproduksi

jenis tungku. Menurutnya, para pengrajin beralasan bahwa tanah liat atau lempung

yang mereka gunakan tidak dapat dibentuk menjadi suatu benda keramik gerabah

(wawancara, 07 Juli 2013).

Dari informasi yang disampaikan oleh Adam Radjak menunjukkan bahwa,

ketersediaan peralatan terkadang tidak secara langsung menjamin hadirnya

produk-produk berkualitas tanpa didukung oleh pengetahuan dan keterampilan

yang memadai. Sementara upaya pemerintah dalam mengusahakan bentuk

bimbingan teknis dalam bentuk pelatihan tidak menjadi suatu dorongan bagi para

pengrajin yang tidak aktif. Terkesan mereka hanya memanfaatkan uang duduk

yang didapat dari mengikuti pelatihan tersebut.

b. Tahapan Pembentukan

Terkait dengan tahap pembentukan kerajinan keramik gerabah yang ada di

Desa Moahudu, menurut Aswin Maruf (wawancara, 12 April 2013) para pengrajin

menggunakan teknik putar untuk membuat jenis gerabah yang berbentuk silinder

atau simetris seperti vas bunga, asbak, guji dan lain-lain. Sementara, untuk jenis

tungku pengrajin menggunakan teknik cetak. Padahal pembentukan produk

keramik gerabah dikenal beberapa macam teknik yaitu, 1) teknik pilin yang

merupakan cara membentuk benda keramik melalui penyusunan pilinan atau

44

gulungan-gulungan lempung yang menyerupai tali; 2) teknik pijit (pinching)

merupakan cara membentuk dengan memijit tanah menggunakan tangan sesuai

bentuk yang diinginkan; 3) teknik seleb merupakan cara membentuk benda

gerabah dengan menggunakan lempengan lempung (seleb); 4) teknik cetak

merupakan cara membentuk benda gerabah dengan menggunakan cetakan; 5)

teknik putar merupakan cara membentuk benda gerabah dengan memanfaatkan

alat putaran (tangan atau kaki, mesin atau manual). Pengaplikasian beragam

teknik pembentukan tersebut akan menghasilkan berbagai variasi bentuk gerabah

(Sudana, 2011: 49).

Dari hasil wawancara dengan Aswin Maruf tersebut, nampaknya para

pengrajin hanya menguasai dua teknik saja yaitu teknik putar dan teknik cetak.

Hal tersebut dibuktikan dengan jenis produk yang mereka hasilkan hanya berupa

vas bunga, asbak, tempayan, guci dan tungku.

Pembentukan dengan teknik putar berawal dari pengrajin menyiapkan

tanah lempung yang dibentuk menjadi bola-bola tanah atau bulatan tanah yang

disesuaikan dengan besar kecil ukuran gerabah yang akan dibuat. Proses

pengerjaannya sebagai berikut :

1. Bulatan tanah diletakkan ditengah-tengah daun putaran, daun putaran diputar

dengan tangan kiri kearah kebalikan jarum jam dan jari-jari tangan kanan

menekan bola-bola tanah pada titik pusatnya agar tetap di tengah-tengah.

Penekanan tanah diatur kekuatan tanahnya dengan ibu jari tangan kanan,

sehingga sedikit demi sedikit membentuk lubang sampai kira-kira 1 cm dari

dasar dan tarik ke atas mengikuti tangan sampai lubang menjadi besar.

45

Menurut Aswin Maruf jika tanah yang dibentuk terasa agak kering atau pecah-

pecah, teteskan sedikit air atau dengan membasahi tangan.

2. Pada bagian dinding gerabah sedikit demi sedikit ditarik ke atas dengan cara

menghimpitkan jari-jari pada bagian dalam benda gerabah yang sedang

dibentuk dan diimbangi dengan jari-jari lain di luar benda, sejajar dengan jari-

jari bagian dalam benda. Setelah itu untuk menghaluskan bagian bibir gerabah

digunakan secarik kain basah, kemudian dasarnya diratakan. Pada saat benda

gerabah yang dibuat sudah terasa agak kering maka dipotong dengan kawat

yang dapat mempermudah saat mengangkat atau memindahkan gerabah

tersebut.

Gambar 11. Pembuatan bentuk produk gerabah

Foto: Ervin Puluhulawa, 2011

3. Vas bunga diletakkan dalam keadaan terbalik, tegak lurus ditengah-tengah

daun putaran. Kemudian bentuk luar kaki dan bentuk kaki bagian dalam

disempurnakan. Setelah dibentuk, vas bunga diambil dari daun putaran untuk

diangin-anginkan dan selanjutnya dijemur sampai kering.

46

Pada proses diatas telah menjelaskan tahapan pembentukan keramik

gerabah dengan teknik putar yang menghasilkan jenis produk yang berbentuk

silinder atau simetris. Berikutnya proses pembentukan keramik gerabah jenis

tungku dengan teknik cetak :

1. Siapkan terlebih dahulu cetakkan yang akan digunakan untuk pembuatan

jenis tungku yaitu terbuat dari kayu cempaka atau kayu pohon mangga,

kemudian masukkan adonan lempung tanah liat yang telah diolah kedalam

cetakkan dan ditekan menggunakan pemberat atau batu agar hasil cetakannya

padat selama ± 3 hari.

Gambar 12. Proses pembuatan jenis tungku

Foto: Erna A. Van Gobel, 2013

2. Setelah itu keluarkan alat cetakan tersebut dan dilanjutkan dengan membuat

lubang menggunakan pisau, lalu keluarkan hasil potongan pada lubang

47

dengan sendok aduk kemudian haluskan menggunakan sendok plastik. Proses

ini dilakukan selama 1 hari penuh.

3. Proses berikutnya pengeringan yang dilakukan selama ± 2 hari dengan cara

diangin-anginkan.

Melihat serangkaian tahapan pembentukan yang dilakukan pengrajin

Moahudu ternyata mereka mampu menghasilkan jenis produk fungsional dengan

menggunakan dua teknik saja.

4.4.3 Proses Pengeringan

Proses selanjutnya setelah pembentukan adalah pengeringan.Menurut

Yasin Abdul (wawancara, 07 April 2013), pengeringan diawali dari diangin-

anginkan terlebih dahulu, kemudian dijemur dibawah sinar matahari selama ± 2-3

hari. Benda-benda keramik gerabah diatur pada halaman belakang rumah

menggunakan alas berupa papan dan karung yang mudah menyerap air.

Gambar 13. Pengeringan keramik gerabah

Foto: Ervin Puluhulawa, 2011

Proses pengeringan yang dilakukan para pengrajin di Desa Moahudu

bertujuan menurunkan kadar air agar keramik gerabah lebih padat, sehingga tidak

mudah retak dan pecah pada saat dilakukan pembakaran.

48

4.4.4 Proses Pembakaran

Proses pembakaran keramik gerabah di Desa Moahudu dapat dilihat

sebagai berikut:

a). Tungku Pembakaran

Gambar 14. Tempat pembakaran keramik gerabah

Foto: Erna A. Van Gobel, 2013

Para pengrajin keramik gerabah yang ada di Desa Moahudu biasanya

melakukan pembakaran di tempat yang terbuka seperti perkebunan atau ladang

yang ada dibelakang rumah penduduk, hal ini dilakukan karena mereka belum

memiliki tungku pembakaran yang khusus. Menurut Suwardono dalam Sudana

(2011: 56), suatu tempat pembakaran berupa tanah lapang yang sesungguhnya

tidak ada wujudnya disebut tungku ladang. Dibandingkan dengan jenis-jenis

tungku lainnya seperti tungku botol, tungku api terbalik, dan tungku bak, tungku

ladang tergolong tungku yang masih sangat primitif dan paling tradisional. Teknik

pembakaran dengan tungku ladang termasuk teknologi yang paling rendah

kualitasnya.

Dilihat dari tungku pembakarannya, hasil pembakaran keramik gerabah

Desa Moahudu tergolong berkualitas rendah, karena pembakaran yang dilakukan

49

dengan tungku ladang hanya dapat menghasilkan suhu pembakaran dibawah

500°C, sedangkan untuk dapat menghasilkan kualitas keramik gerabah yang baik

harus mencapai suhu pembakaran 900-950°C. Oleh karena itu, untuk

menghasilkan suhu yang dimaksud, para pengrajin keramik gerabah Moahudu

minimal harus mempunyai tungku bak. Jadi dalam hal tungku pembakaran,

teknologi yang diterapkan oleh pengrajin keramik gerabah Desa Moahudu masih

tergolong lemah atau bermasalah. Tapi meskipun demikian kelemahan dan

keterbatasan teknologi tidak menjadi penghambat bagi para pengrajin untuk tetap

semangat bekerja. Terkait dengan kualitas pembakaran, produk keramik gerabah

yang mereka hasilkan tidak pernah terjadi komplein dari konsumen yang

membeli, namun dengan demikian para pengrajin perlu menyediakan tungku yang

lebih baik untuk pengembangan pembakarannya nanti.

b). Bahan Bakar

Pada bahan bakar, para pengrajin Moahudu sering memanfaatkan sekam

padi. Untuk memperoleh sekam padi pengrajin harus datang ketempat orang yang

sedang panen padi kemudian mengepulnya langsung menggunakan karung,

biasanya juga langsung diantar dengan gerobak atau mobil ketempat pengrajin.

Dengan memanfaatkan sekam padi tersebut para pengrajin sudah dapat membantu

mengatasi dan mengurangi limbah yang ada disekitar masyarakat. Dari jenis

bahan bakar sekam padi ini dapat menghasilkan nyala api yang besar sehingga

mampu menghasilkan bara api yang cukup lama untuk menyimpan dan

meningkatkan suhu bakar pada keramik gerabah.

50

Gambar 15. Bahan bakar yang digunakan pengrajin gerabah Moahudu

Foto: Erna A. Van Gobel, 2013

Dilihat dari bahan bakar yang dimanfaatkan oleh pengrajin Desa Moahudu

untuk membakar gerabah hasilnya sudah cukup memadai, meskipun bahan bakar

sekam padi sudah cukup baik digunakan pada pembakaran keramik gerabah

Moahudu namun sangat penting untuk menggunakan bahan bakar lainnya seperti

minyak tanah, solar dan gas.

c). Penyusunan Gerabah yang akan dibakar

Sebelum proses pembakaran, para pengrajin Moahudu menyusun terlebih

dahulu keramik gerabah yang akan dibakar agar saat pembakaran nanti panasnya

merata, kemudian pada bagian atas keramik gerabah yang sudah disusun ditutupi

dengan sekam padi. Keramik gerabah ditempatkan secara teratur dengan jarak

5cm agar dapat memudahkan masuknya api ke celah-celah keramik gerabah yang

dibakar.

Dari cara penyusunan yang dilakukan oleh para pengrajin keramik gerabah

di Desa Moahudu, saat diamati langsung oleh peneliti memang sangat tradisional

tanpa ada pengetahuan teori yang mendasar. Mereka mampu melakukannya hanya

dengan berdasarkan teknik yang mereka ketahui.

51

d). Pembakaran

Pada pembakaran, sebelum menyalakan api terlebih dahulu gundukan kulit

padi yang telah menutupi keramik gerabah dituangkan sedikit minyak tanah

kemudian dinyalakan. Proses pembakaran berlangsung selama ± 2 jam. Selama

pembakaran berlangsung pengrajin selalu mengawasi api dan membenahi

gundukan kulit padi yang mulai menjadi bara agar bisa masuk ke celah-celah

bagian keramik gerabah yang sementara dibakar.

Menurut Yasin Abdul, seorang pengrajin yang telah berpengalaman dalam

membakar, tujuan dari mengawasi nyalanya api yaitu untuk mempertahankan bara

api agar menyala lebih lama dan dapat mempertahankan panas suhu dalam

pembakaran. Diharapkan dengan cara inilah hasil pembakaran yang dilakukan

bisa lebih baik dan merata (wawancara, 07 April 2013).

Dari penuturan Yasin Abdul, nampaknya para pengrajin mempunyai

teknik sendiri untuk meningkatkan kualitas produk yang mereka hasilkan dari

proses pembakaran. Semangat para pengrajin tersebut merupakan potensi yang

ada pada diri mereka, dan akan lebih baik lagi jika mereka mendapat pendidikan

dan pelatihan serta fasilitas yang memadai demi pengembangan usaha kerajinan

keramik gerabah di Desa Moahudu.

52

Gambar 16. Proses pembakaran keramik gerabah

Foto: Erna A. Van Gobel, 2013

Dalam melihat kematangan keramik gerabah yang dibakar, para pengrajin

mencermati dari warnanya yang agak kemerahan dan berbunyi nyaring saat

diketuk. Dari hasil wawancara peneliti saat di lapangan, ternyata mereka sangat

jarang mengalami produk yang gagal produksi atau gagal pembakaran Nasir

Demolingo (wawancara, 01 Juni 2013). Hal tersebut dapat dilihat dari meratanya

hasil pembakaran yang mereka lakukan.

4.4.5 Finishing

Proses terakhir finishing yang dilakukan para pengrajin pada pengecatan

keramik gerabah. Menurut Yasin Abdul (wawancara, 07 April 2013), pengecatan

benda keramik gerabah selain dilakukan pengrajin sendiri biasanya dibantu oleh

para istri pengrajin. Pengecatan diawali dari menggosok terlebih dahulu dinding

53

keramik gerabah dengan menggunakan amplas sampai terasa halus, kemudian

letakan di atas wadah cat atau wadah lainnya yang bertujuan untuk mempermudah

proses pengecatan, lalu mengecat menggunakan kuas yang berukuran 2-5 cm. Cat

yang digunakan pengrajin keramik gerabah di Desa Moahudu yaitu cat minyak.

Tujuan dari pengecatan yaitu untuk membuat keramik gerabah menjadi cerah dan

menarik serta melindungi dari kotoran debu.

Gambar 17. Proses finishing keramik gerabah

Foto: Erna A. Van Gobel, 2013

Pengecetan yang dilakukan para pengrajin keramik gerabah di Desa

Moahudu hanya berlaku pada saat diadakan bimbingan teknis pada tahun 2011

saja itupun hanya pada produk keramik hias sedangkan produk jenis tungku

sampai pada saat ini tidak dilakukan pengecetan, karena meskipun tidak di cat

tetap laku dipasaran (wawancara, Yasin Abdul 07 April 2013).

Dari informasi yang disampaikan oleh Yasin Abdul, nampaknya proses

pengecatan tidak menjadi suatu bagian penting untuk menghasilkan produk

54

keramik gerabah yang berkualitas di Moahudu, karena meskipun tidak di cat pun

keramik gerabah sejenis tungku tetap diminati oleh konsumen.

4.5 Jenis dan Nilai Guna Produk Keramik Gerabah Desa Moahudu

Jenis produk keramik gerabah yang dihasilkan oleh para pengrajin Desa

Moahudu dilihat dari bentuk dan fungsinya sebenarnya cukup variatif untuk

perkembangannya yaitu, tungku, tempat bara api, vas bunga dan asbak.Sangat

disayangkan saat ini mereka sudah tidak memproduksinya lagi kecuali tungku.Hal

ini disebabkan oleh kualitas tanah liat yang rendah untuk dilakukan inovasi

produk yang baru.Sementara, zaman terus berkembang tentunya selera

masyarakat yang menjadi konsumen telah jauh berubah.Hal ini yang kemudian

menjadi kesenjangan antara selera dan kebutuhan konsumen terhadap model dan

fungsi produk keramik gerabah Desa Moahudu sehingga kurang mendapat

apresiasi pasar.Berikut jenis dan fungsi produk keramik gerabah hasil produksi

para pengrajin Moahudu.

4.5.1 Tungku Dapur

Produk tungku di Desa Moahudu seperti terlihat pada gambar 17, bagian

atasnya terdapat 4 penyangga yang dibuat pada pinggiran sudut diantara lingkaran

lubang sebagai tempat keluarnya api, sedangkan penyangga tersebut bertujuan

untuk menahan belanga saat digunakan untuk memasak dan terdapat satu lubang

besar dibagian bawah yang berfungsi sebagai tempat memasukan kayu bakar dan

menyalakan api.

55

Gambar 18. Tungku dapur

Foto: Erna A. Van Gobel, 2013

Pada zaman dahulu dimana masyarakat pada umumnya belum terlalu

mengenal yang namanya kompor yang menggunakan bahan bakar minyak tanah

dan gas, tungku dari keramik gerabah pada saat itu masih sangat dibutuhkan atau

lebih jelasnya lagi telah mendapat apresiasi yang sangat baik dari masyarakat.

Tetapi setelah berlalunya zaman yang serba tradisional kemudian masuklah zaman

modern, dimana beragam kompor minyak tanah dan gas telah menguasai pasar.

Oleh karena itu dengan melihat keadaan yang ada, terdesaklah para pengrajin

mengurangi jumlah produksi tungku yang dihasilkan. Dalam hal ini hampir

dipastikan berkurangnya jumlah konsumen meskipun untuk harga jualnya tidak

pernah mengalami peningkatan.

4.5.2 Tempat Bara Api (Pulutube)

Tempat bara api atau biasa disebut dalam bahasa Gorontalo polutube yang

dibuat oleh pengrajin keramik gerabah Desa Moahudu pada dasarnya dibuat dari

bentuk bulatan. Ukurannya berdiameter sekitar 15 cm dan tingginya kurang lebih

56

20 cm. Nampak pada bagian atas bentuk bulat pada bagian tengah polutube

merupakan tempat diletakkan bara api.

Pada zaman dahulu polutube memiliki banyak kegunaan bagi konsumen,

tetapi pada masa kini produk tersebut hampir tidak dibutuhkan lagi seiring dengan

mulai berkurangnya kepercayaan-kepercayaan masyarakat terhadap tradisi-tradisi

yang menyimpang dimasa lalu seperti, dukun dan hal-hal gaib lainnya.

Gambar 19. Tempat Bara Api (Pulutube)

Foto: Erna A. Van Gobel, 2013

4.5.3 Vas Bunga

Vas bunga dengan bentuk dasar bulatan dari bawah yang berdiameter ± 15

cm dan tinggi ± 20 cm. Untuk hiasan dibuat pada bagian tengah sisi vas dan pada

bagian atas mulut vas bunga. Model gerabah ini sebenarnya memiliki peluang

pasar yang cukup baik, namun tidak dapat diproduksi dengan tanah yang ada di

Desa Moahudu. Oleh karena itu agar produk ini mampu diproduksi perlu diadakan

tanah liat yang mampu untuk diolah dan dibentuk secara variatif.

57

Gambar 20. Vas bunga

Foto: Erna A. Van Gobel, 2013

4.5.4 Asbak

Asbak yang berbentuk bulat dengan diameter ± 10 cm dan tinggi ± 5 cm.

pada bagian mulut asbak terdapat empat penyangga yang berfungsi sebagai

tempat meletakkan batangan rokok. Volume ruang pada asbak berperan penting

dalam menampung sesuatu didalamnya. Dari segi estetika, bentuk pada tepi mulut

asbak terlihat lebih sempit yang tujuannya agar dapat menampung banyaknya

sampah kecil yang dimasukkan ke asbak.

Gambar 21. Asbak

Foto: Erna A. Van Gobel, 2013

58

Dari beberapa jenis produk yang diuraikan di atas, masih ada beberapa

produk juga yang pernah dibuat oleh para pengrajin gerabah di Desa Moahudu,

seperti piring, guci, dan kuali yang memiliki nilai yang sama dengan peralatan

rumah tangga yang mereka produksi. Dilihat dari beragam produk yang mampu

dihasilkan oleh para pengrajin dengan fungsi-fungsi tertentu membuktikan bahwa

para pengrajin Moahudu memiliki kemampuan untuk membuat produk gerabah

yang variatif dan sesuai fungsinya, meskipun saat ini mereka cenderung hanya

memproduksi tungku.