37
7 BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Ada beberapa pengertian penyakit Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) menurut beberapa ahli adalah : 1. Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar prostat, memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare, 2002). 2. BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa, prostat tersebut mengelilingi uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra parsprostatika yang menyebabkan aliran kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006). 3. BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50 tahun atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada prostat yaitu prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular, pembesaran dari beberapa bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan obstruksi urine ( Baradero, Dayrit, dkk, 2007). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat yang

Benign Prostat Hyperplasia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Benign Prostat Hyperplasia

Citation preview

Page 1: Benign Prostat Hyperplasia

7

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Ada beberapa pengertian penyakit Benigna Prostate Hiperplasia (BPH)

menurut beberapa ahli adalah :

1. Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar

prostat, memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat

aliran urin dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi

ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap

(Smeltzer dan Bare, 2002).

2. BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa

majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian

periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan

menekan kelenjar normal yang tersisa, prostat tersebut mengelilingi

uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral menyebabkan obstruksi

leher kandung kemih dan uretra parsprostatika yang menyebabkan

aliran kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).

3. BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50

tahun atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada

prostat yaitu prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular,

pembesaran dari beberapa bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan

obstruksi urine ( Baradero, Dayrit, dkk, 2007).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna

Prostat Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat yang

disebabkan oleh proses penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50

tahun keatas, yang mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat

Page 2: Benign Prostat Hyperplasia

menghambat pengosongan kandung kemih dan menyebabkan gangguan

perkemihan.8

B. Tahapan Perkembangan Penyakit BPH

Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De

jong (2005) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :

Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur

ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan

sisa urin kurang dari 50 ml

Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur

dan batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-

100 ml.

Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas

prostat tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari

100ml.

Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total

C. Anatomi dan Fisiologi Prostat

1. Anatomi Prostat

Menurut Wibowo dan Paryana (2009). Kelenjar prostat terletak

dibawah kandung kemih, mengelilingi uretra posterior dan disebelah

proksimalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian

distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital

yang sering disebut sebagai otot dasar panggul. Gambar letak prostat

terlihat di gambar 2.19

Page 3: Benign Prostat Hyperplasia

Gambar 2. 1 : Letak anatomi prostat

( Hidayat, 2009 )

Prostat terdiri atas kelenjar majemuk, saluran-saluran, dan otot

polos Prostat dibentuk oleh jaringan kelenjar dan jaringan

fibromuskular. Prostat dibungkus oleh capsula fibrosa dan bagian

lebih luar oleh fascia prostatica yang tebal. Diantara fascia prostatica

dan capsula fibrosa terdapat bagian yang berisi anyaman vena yang

disebut plexus prostaticus. Fascia prostatica berasal dari fascia pelvic

yang melanjutkan diri ke fascia superior diaphragmatic urogenital,

dan melekat pada os pubis dengan diperkuat oleh ligamentum

puboprostaticum. Bagian posterior fascia prostatica membentuk

lapisan lebar dan tebal yang disebut fascia Denonvilliers. Fascia ini

sudah dilepas dari fascia rectalis dibelakangnya. Hal ini penting bagi

tindakan operasi prostat ( Purnomo, 2011).

Kelenjar prostat merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-

50 kelenjar yang terbagi atas empat lobus, lobus posterior, lobus

lateral, lobus anterior, dan lobus medial. Lobus posterior yang terletak

di belakang uretra dan dibawah duktus ejakulatorius, lobus lateral yang10

terletak dikanan uretra, lobus anterior atau isthmus yang terletak di

depan uretra dan menghubungkan lobus dekstra dan lobus sinistra,

bagian ini tidak mengandung kelenjar dan hanya berisi otot polos,

selanjutnya lobus medial yang terletak diantara uretra dan duktus

Page 4: Benign Prostat Hyperplasia

ejakulatorius, banyak mengandung kelenjar dan merupakan bagian

yang menyebabkan terbentuknya uvula vesicae yang menonjol

kedalam vesica urinaria bila lobus medial ini membesar. Sebagai

akibatnya dapat terjadi bendungan aliran urin pada waktu berkemih

(Wibowo dan Paryana, 2009).

Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah

walnut atau buah kenari besar. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm,

lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm dengan berat sekitar

20 gram. Bagian- bagian prostat terdiri dari 50 – 70 % jaringan

kelenjar, 30 – 50 % adalah jaringan stroma (penyangga) dan

kapsul/muskuler. Bagian prostat terlihat di gambar 2.2.

Gambar 2.2 : Bagian prostat

(Hidayat, 2009)11

Prostat merupakan inervasi otonomik simpatik dan

parasimpatik dari pleksus prostatikus atau pleksus pelvikus yang

menerima masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis dan

simpatik dari nervus hipogastrikus. Rangsangan parasimpatik

meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan

rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat kedalam

uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. System simpatik

memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher

Page 5: Benign Prostat Hyperplasia

buli-buli. Ditempat itu terdapat banyak reseptor adrenergic.

Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot tersebut.

Pada usia lanjut sebagian pria akan mengalami pembesaran kelenjar

prostat akibat hiperplasi jinak sehingga dapat menyumbat uretra

posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih

(Purnomo, 2011).

2. Fisiologi

Menurut Purnomo (2011) fisiologi prostat adalah suatu alat

tubuh yang tergantung kepada pengaruh endokrin. Pengetahuan

mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti. Bagian yang peka

terhadap estrogen adalah bagian tengah, sedangkan bagian tepi peka

terhadap androgen. Oleh karena itu pada orang tua bagian tengahlah

yang mengalami hiperplasi karena sekresi androgen berkurang

sehingga kadar estrogen relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat

dapat membentuk enzim asam fosfatase yang paling aktif bekerja pada

pH 5.

Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih

susu dan bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam

fosfatase, kalsium dan koagulase serta fibrinolisis. Selama pengeluaran

cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan berkontraksi bersamaan

dengan kontraksi vas deferen dan cairan prostat keluar bercampur

dengan semen yang lainnya. Cairan prostat merupakan 70% volume12

cairan ejakulat dan berfungsi memberikan makanan spermatozon dan

menjaga agar spermatozon tidak cepat mati di dalam tubuh wanita,

dimana sekret vagina sangat asam (pH: 3,5-4). Cairan ini dialirkan

melalui duktus skretorius dan bermuara di uretra posterior untuk

kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat

Page 6: Benign Prostat Hyperplasia

ejakulasi. Volume cairan prostat kurang lebih 25% dari seluruh volume

ejakulat. Dengan demikian sperma dapat hidup lebih lama dan dapat

melanjutkan perjalanan menuju tuba uterina dan melakukan

pembuahan, sperma tidak dapat bergerak optimal sampai pH cairan

sekitarnya meningkat 6 sampai 6,5 akibatnya mungkin bahwa cairan

prostat menetralkan keasaman cairan dan lain tersebut setelah ejakulasi

dan sangat meningkatkan pergerakan dan fertilitas sperma ( Wibowo

dan Paryana, 2009 ).

D. Etiologi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti

etiologi/penyebab terjadinya BPH, namun beberapa hipotesisi

menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan kadar

dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan

mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila

perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik

anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya sekitar

50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun

sekiatr 100% (Purnomo, 2011)

Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa

yang diduga menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab

BPH menurut Purnomo (2011) meliputi, Teori Dehidrotestosteron (DHT),

teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron), faktor

interaksi stroma dan epitel-epitel, teori berkurangnya kematian sel

(apoptosis), teori sel stem.13

1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)

Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat

penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis

Page 7: Benign Prostat Hyperplasia

testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT)

dalam sel prostad merupakan factor terjadinya penetrasi DHT

kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA,

sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein yang

menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian

dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan

kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim

5alfa –reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada

BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive

terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi

dibandingkan dengan prostat normal.

2. Teori hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)

Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosteron

sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi

perbandingan antara kadar estrogen dan testosterone relative

meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki peranan

dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara

meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah

kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan

terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone meningkat,

tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang lebih panjang

sehingga masa prostat jadi lebih besar.

3. Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.

Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung

dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut

Growth factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari

DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor

Page 8: Benign Prostat Hyperplasia

yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri intrakrin14

dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi

itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun sel

stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dapat menstimulasi

sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada

pasien dengan pembesaran prostad jinak. bFGF dapat diakibatkan

oleh adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.

4. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)

Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme

fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada

apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya

sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di

sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan

normal, terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan

kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada

prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang

mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat

baru dengan prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah

sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat, sehingga

terjadi pertambahan masa prostat.

5. Teori sel stem

Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru.

Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem,

yaitu sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat

ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan

hormone androgen, sehingga jika hormone androgen kadarnya

menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH

Page 9: Benign Prostat Hyperplasia

dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga

terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.15

E. Patofisiologi

Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul

fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai

dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh

dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik

terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang

jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostad terjadi secara

perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi

secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran

prostad, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostad meningkat,

serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi

atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi,

keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami

dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi

dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa

mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis

urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk

pertumbuhan bakteri ( Baradero, dkk 2007).

Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat

mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada

urin yang menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya

obstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih

(hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika

urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya

sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong

Page 10: Benign Prostat Hyperplasia

setelah berkemih yang mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih

pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien

mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri

saat berkemih /disuria ( Purnomo, 2011).

Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan

obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik16

menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal

ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu

miksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan

hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat

menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih. Batu

ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu

tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan

mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).

F. Manifestasi Klinis

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih

maupun keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda

dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah,

gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.

1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan

dikandung kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi

(sulit memulai miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten

(kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah

miksi)

b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan

ingin miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat

Page 11: Benign Prostat Hyperplasia

miksi).

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian

atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang,

benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau

demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.17

3. Gejala diluar saluran kemih

Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia

inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan

sering mengejan pada saan miksi sehingga mengakibatkan tekanan

intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang tampak pada

pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar,

kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan

muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat

terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.

G. Penatalaksanaan

1. Observasi

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien

dianjurkan untuk mengurangi minum setelah makan malam yang

ditujukan agar tidak terjadi nokturia, menghindari obat-obat

dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak

diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Pasien

dianjurkan untuk menghindari mengangkat barang yang berat agar

perdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien agar sering mengosongkan

kandung kemih (jangan menahan kencing terlalu lama) untuk

menghindari distensi kandung kemih dan hipertrofi kandung kemih.

Secara periodik pasien dianjurkan untuk melakukan control keluhan,

Page 12: Benign Prostat Hyperplasia

pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur

(Purnomo, 2011).

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut Purnomo (2011)

dapat diperkirakan dengan mengukur residual urin dan pancaran urin:

a. Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin

dapat diukur dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi

atau ditentukan dengan pemeriksaan USG setelah miksi.18

b. Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara

menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi

berlangsung (ml/detik) atau dengan alat urofometri yang

menyajikan gambaran grafik pancaran urin.

2. Terapi medikamentosa

Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang

diberikan pada penderita BPH adalah :

a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot

berelaksasi untuk mengurangi tekanan pada uretra

b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan

golongan alfa blocker (penghambat alfa adrenergenik)

c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone

testosterone/ dehidrotestosteron (DHT).

Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut

Purnomo (2011) diantaranya : penghambat adrenergenik alfa,

penghambat enzin 5 alfa reduktase, fitofarmaka.

1) Penghambat adrenergenik alfa

Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin,

doxazosin,terazosin,afluzosin atau yang lebih selektif alfa 1a

(Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin

Page 13: Benign Prostat Hyperplasia

adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik

karena secara selektif dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli

tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat

reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di

trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi

relakasi didaerah prostat. Obat-obat golongan ini dapat

memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan

menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga

gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya

pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu

setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul19

adalah pusing, sumbatan di hidung dan lemah. Ada obat-obat yang

menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu dihindari seperti

antikolinergenik, antidepresan, transquilizer, dekongestan, obatobat

ini mempunyai efek pada otot kandung kemih dan sfingter

uretra.

2) Pengahambat enzim 5 alfa reduktase

Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5

mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT

sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini

bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan manfaatnya

hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih

diperdebatkan karena obat ini baru menunjukkan perbaikan sedikit/

28 % dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila

dilakukan terus menerus, hal ini dapat memperbaiki keluhan miksi

dan pancaran miksi. Efek samping dari obat ini diantaranya adalah

libido, impoten dan gangguan ejakulasi.

Page 14: Benign Prostat Hyperplasia

3) Fitofarmaka/fitoterapi

Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat.

Substansinya misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoa

repeus dll. Afeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1-

2 bulan dapat memperkecil volum prostat.

3. Terapi bedah

Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk

dilakukan pembedahan didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya

ISK, retensio urin berulang, hematuri, tanda penurunan fungsi ginjal,

ada batu saluran kemih dan perubahan fisiologi pada prostat. Waktu

penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya

gejala dan komplikasi. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) intervensi

bedah yang dapat dilakukan meliputi : pembedahan terbuka dan

pembedahan endourologi.20

a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka

yang biasa digunakan adalah :

1) Prostatektomi suprapubik

Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi

abdomen. Insisi dibuat dikedalam kandung kemih, dan kelenjar

prostat diangat dari atas. Teknik demikian dapat digunakan untuk

kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi yang mungkin

terjadi ialah pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak

dibanding dengan metode lain, kerugian lain yang dapat terjadi

adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur

bedah abdomen mayor.

2) Prostatektomi perineal

Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu

Page 15: Benign Prostat Hyperplasia

insisi dalam perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat

berguan untuk biopsy terbuka. Pada periode pasca operasi luka

bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat

dnegan rectum. Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan

ini adalah inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.

3) Prostatektomi retropubik

Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi

abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus

pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.

Teknik ini sangat tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi

dalam pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang lebih dapat

dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi

infeksi dapat terjadi diruang retropubik.21

Gambar. 2.3 Terapi Bedah

(Smeltzer dan Bare, 2002)

b. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral

dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik diantaranya:

1) Transurethral Prostatic Resection (TURP)

Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan,

reseksi kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra

menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan

Page 16: Benign Prostat Hyperplasia

dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi TURP ialah gejala-gejala

sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gr.Tindakan

ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat terjadi dalam lobus

medial yang langsung mengelilingi uretra. Setelah TURP yang

memakai kateter threeway. Irigasi kandung kemih secara terus

menerus dilaksanakan untuk mencegah pembekuan darah.

Manfaat pembedahan TURP antara lain tidak meninggalkan atau

bekas sayatan serta waktu operasi dan waktu tinggal dirumah

sakit lebih singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak enak pada22

kandung kemih, spasme kandung kemih yang terus menerus,

adanya perdarahan, infeksi, fertilitas (Baradero dkk, 2007).

2) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)

Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini

dilakukan apabila volume prostat tidak terlalu besar atau prostat

fibrotic. Indikasi dari penggunan TUIP adalah keluhan sedang

atau berat, dengan volume prostat normal/kecil (30 gram atau

kurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan memasukan

instrument kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada

prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada

uretra dan mengurangi konstriksi uretral. Komplikasi dari TUIP

adalah pasien bisa mengalami ejakulasi retrograde (0-37%)

(Smeltzer dan Bare, 2002).

3) Terapi invasive minimal

Menurut Purnomo (2011) terapai invasive minimal dilakukan

pada pasien dengan resiko tinggi terhadap tindakan pembedahan.

Terapi invasive minimal diantaranya Transurethral Microvawe

Thermotherapy (TUMT), Transuretral Ballon Dilatation

Page 17: Benign Prostat Hyperplasia

(TUBD), Transuretral Needle Ablation/Ablasi jarum Transuretra

(TUNA), Pemasangan stent uretra atau prostatcatt.

a) Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), jenis

pengobatan ini hanya dapat dilakukan di beberapa rumah

sakit besar. Dilakukan dengan cara pemanasan prostat

menggunakan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar

prostat melalui transducer yang diletakkan di uretra pars

prostatika, yang diharapkan jaringan prostat menjadi lembek.

Alat yang dipakai antara lain prostat.

b) Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), pada tehnik ini

dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada di

prostat dengan menggunakan balon yang dimasukkan melalui

kateter. Teknik ini efektif pada pasien dengan prostat kecil,23

kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat menghasilkan perbaikan

gejala sumbatan, namun efek ini hanya sementar, sehingga

cara ini sekarang jarang digunakan.

c) Transuretral Needle Ablation (TUNA), pada teknik ini

memakai energy dari frekuensi radio yang menimbulkan

panas mencapai 100 derajat selsius, sehingga menyebabkan

nekrosis jaringan prostat. Pasien yang menjalani TUNA

sering kali mengeluh hematuri, disuria, dan kadang-kadang

terjadi retensi urine (Purnomo, 2011).

d) Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang dipasang

pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena

pembesaran prostat, selain itu supaya uretra prostatika selalu

terbuka, sehingga urin leluasa melewati lumen uretra

prostatika. Pemasangan alat ini ditujukan bagi pasien yang

Page 18: Benign Prostat Hyperplasia

tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan

yang cukup tinggi.

H. Komplikasi

Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :

1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi

2. Infeksi saluran kemih

3. Involusi kontraksi kandung kemih

4. Refluk kandung kemih

5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus

berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung

urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.

6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi

7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat

terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah

keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila

terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.24

8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada

waktu miksi pasien harus mengedan.

I. Pengkajian Fokus

Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada

penderita BPH merujuk pada teori menurut Smeltzer dan Bare (2002) ,

Tucker dan Canobbio (2008) ada berbagai macam, meliputi :

a. Demografi

Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50 tahun. Ras kulit

hitam memiliki resiko lebih besar dibanding dengan ras kulit putih.

Status social ekonomi memili peranan penting dalam terbentuknya

fasilitas kesehatan yang baik. Pekerjaan memiliki pengaruh terserang

Page 19: Benign Prostat Hyperplasia

penyakit ini, orang yang pekerjaanya mengangkat barang-barang berat

memiliki resiko lebih tinggi..

b. Riwayat penyakit sekarang

Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia,

urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi,

hesistensi ( sulit memulai miksi), intermiten (kencing terputus-putus),

dan waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi retensi urine.

c. Riwayat penyakit dahulu

Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran kemih (ISK), adakah

riwayat mengalami kanker prostat. Apakah pasien pernah menjalani

pembedahan prostat / hernia sebelumnya.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita

penyakit BPH.

e. Pola kesehatan fungsional

1) Eliminasi

Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya,

ragu ragu, menetes, jumlah pasien harus bangun pada malam hari

untuk berkemih (nokturia), kekuatan system perkemihan. Tanyakan25

pada pasien apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan

aliran kemih. Pasien ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan

seperti konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah

minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan

yang mengganggu nutrisi seperti anoreksia, mual, muntah,

penurunan BB.

Page 20: Benign Prostat Hyperplasia

3) Pola tidur dan istirahat

Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur yang berkurang karena

frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ).

4) Nyeri/kenyamanan

Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri

punggung bawah

5) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Pasien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan obatobatan,

penggunaan alkhohol.

6) Pola aktifitas

Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari – hari, aktifitas

penggunaan waktu senggang, kebiasaan berolah raga. Pekerjaan

mengangkat beban berat. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan

selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak

mengalami gangguan, dimana pasien masih mampu memenuhi

kebutuhan sehari – hari sendiri.

7) Seksualitas

Kaji apakah ada masalah tentang efek kondisi/terapi pada

kemampua seksual akibat adanya penurunan kekuatan ejakulasi

dikarenakan oleh pembesaran dan nyeri tekan pada prostat.

8) Pola persepsi dan konsep diri

Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau

dirasakan pasien sebelum pembedahan dan sesudah pembedahan26

pasien biasa cemas karena kurangnya pengetahuan terhadap

perawatan luka operasi.

f. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007) pemeriksaan

Page 21: Benign Prostat Hyperplasia

penunjang yang dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :

1) Laboratorium

a) Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting

dilakukan untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi.

Pemeriksaan kultur urin berguna untuk menegtahui kuman

penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap beberapa

antimikroba.

b) Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyulit yang menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit,

kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari

fungsin ginjal dan status metabolic.

c) Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai

dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini

keganasan. Bila nilai PSA <4ng/ml tidak perlu dilakukan biopsy.

Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah prostate

specific antigen density (PSAD) lebih besar sama dengan 0,15

maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila

nila PSA > 10 ng/ml.

2) Radiologis/pencitraan

Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis bertujuan untuk

memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi bulibuli

dan volume residu urin serta untuk mencari kelainan patologi

lain, baik yang berhubungan maupun tidak berhubungan dengan

BPH.

a) Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya

batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan

adanya bayangan buli-buli yang penuh dengan urin sebagai tanda27

Page 22: Benign Prostat Hyperplasia

adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai

tanda metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis

akbibat kegagalan ginjal.

b) Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui

kemungkinan adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang

berupa hidroureter atau hidronefrosis. Dan memperkirakan

besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan adanya

indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau

ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked

fish)/gambaran ureter berbelok-belok di vesika, penyulit yang

terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau

sakulasi buli-buli.

c) Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar

prostat, memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual

urine, menentukan volum buli-buli, mengukur sisa urin dan batu

ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli, dan mencari kelainan

yang mungkin ada dalam buli-buli.28

J. Pathways Keperawatan

Page 23: Benign Prostat Hyperplasia

K. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada penyakit BPH menurut Carpenito (2007) dan

Tucker dan Canobbio (2008) adalah :

1. Pre Operasi

a. Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik,

pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan

kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.

b. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf,

distensi kandung kemih, infeksi urinaria, efek mengejan saat miksi

sekunder dari pembesaran prostat dan obstruksi uretra.

c. Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status

kesehatan, kekhawatiran tentang pengaruhnya pada ADL atau

menghadapi prosedur bedah.

d. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi.

2. Post Operasi

a. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik: bekuan darah,

edema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi kateter.

b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi

sekunder pada pembedahan

c. Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi area bedah vaskuler (

tindakan pembedahan) , reseksi bladder, kelainan profil darah.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama

pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih.

e. Resiko terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan

impoten akibat dari pembedahan.

Page 24: Benign Prostat Hyperplasia

f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek

pembedahan30

L. Focus Intervensi dan Rasional

Intervensi keperawatan pada penyakit BPH menurut Carpenito (2007), dan

Tucker dan Canobbio (2008) adalah:

1. Pra operasi

a. Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik,

pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan

kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.

Tujuan : Tidak terjadi retensi urine

Kriteria hasil : Pasien menunjukkan residu pasca berkemih kurang

dari 50 ml, dengan tidak adanya tetesan atau

kelebihan cairan.

Intervensi :

1) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam atau bila tiba-tiba

dirasakan

Rasional : meminimalkan retensi urin distensi berlebihan pada

kandung kemih.

2) Observasi aliran urin, perhatikan ukuran dan kekuatan.

Rasional : berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan

intervensi

3) Awasi dan catat waktu tiap berkemih dan jumlah tiap berkemih,

perhatikan penurunan haluaran urin dan perubahan berat jenis.

Rasional : retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran

perkemihan atas, yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal.

Adanya deficit aliran darah keginjal menganggu kemampuanya

untuk memfilter dan mengkonsentrasi substansi.

Page 25: Benign Prostat Hyperplasia

4) Lakukan perkusi/palpasi suprapubik

Rasional : distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea

suprapubik31

5) Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari

Rasional : peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi

ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari

pertumbuhan bakteri

6) Kaji tanda-tanda vital, timbang BB tiap hari, pertahankan

pemasukan dan pengeluaran yang akurat

Rasional : kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penuruna

eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksik, dapat berlanjut

kepenuruan ginjal total

7) Lakukan rendam duduk sesuai indikasi

Rasional : meningkatkan relaksasi otot, penuruan edema, dan

dapat meningkatkan upaya berkemih.

8) Kolaborasi pemberian obat :

(1) Supositorial rectal

Rasional : supositorial dapat diabsorbsi dengan mudah

melalui mukosa kedalam jaringan kandung kemih untuk

menghasilkan relaksasi otot/menghilangkan spasme

(2) Antibiotic dan antibakteri

Rasional : digunakan untuk melawan infeksi

(3) Fenoksibenzamin (Dibenzyline)

Rasional : diberikan untuk mempermudah berkemih dengan

merelaksasi otot polos prostat dan menurunkan tahanan

terhadap aliran urine.

b. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf,

Page 26: Benign Prostat Hyperplasia

distensi kandung kemih, infeksi urinaria, efek mengejan saat miksi

sekunder dari pembesaran prostat dan obstruksi uretra.

Tujuan : nyeri hilang, terkontrol

Kriteria hasil : pasien melaporkan nyeri hilang dan terkontrol

pasien tampak rileks, mampu untuk tidur dan

istirahat dengan tepat32

Intervensi :

1) Kaji tipe nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10)

lamanya.

Rasional : memberikan informasi untuk membantu dalam

menentukan pilihan/keefektifan intervensi

2) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan

Rasional : tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama

fase retensi akut. Namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola

berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik

3) Berikan tindakan kenyamanan, distraksi selama nyeri akut

seperti, pijatan punggung : membantu pasien melakukan posisi

yang nyaman: mendorong penggunaan relaksasi/latihan nafas

dalam: aktivitas terapeutik

Rasional : meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali

perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping

4) Dorong menggunakan rendam duduk, gunakan sabun hangat

untuk perineum

Rasional : meningkatkan relaksasi otot

5) Kolaborasi pemberian obat pereda nyeri ( analgetik)

Rasional : menurunkan adanya nyeri, dan kaji 30 menit

kemudian untuk mengetahui keefektivitasnya.

Page 27: Benign Prostat Hyperplasia

c. Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status

kesehatan, kekhawatiran tentang pengaruhnya pada ADL atau

menghadapi prosedur bedah.

Tujuan : pasien tampak rileks.

Kriteria Hasil : menyatakan pengetahuan yang akurat tentang

situasi, menunjukkan rentang tepat tentang

perasaan dan penurunan rasa takut33

Intervensi :

1) Damping pasien dan bina hubungan saling percaya

Rasional : menunjukkan perhatian dan keinginan untuk

membantu.

2) Berikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan

dilakukan

Rasional : Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu

tindakan.

3) Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan

masalah/perasaan

Rasional : Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep

solusi pemecahan masalah

4) Beri informasi pada pasien sebelum dilakukan tindakan

Rasional : memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan

dan menguatkan kepercayaan pada pemberi perawatan dan

pemberian informasi.

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan

prognosisnya.

Page 28: Benign Prostat Hyperplasia

Kriteria Hasil : Melakukan perubahan pola hidup dan

berpartisipasi dalam program pengobatan

Intervensi :

1) Dorong pasien menyatakan rasa takut perasaan dan perhatian.

Rasional : Membantu pasien dalam mengalami perasaan.

2) Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien

Rasional : memberi dasar pengetahuan dimana pasien dapat

membuat pilihan terapi

3) Berikan informasi tentang penyakit yang diderita pasien34

Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien terhadap penyakit

yang dideritanya

4) Berikan penjelasan tentang tindakan/pengobatan yang akan

dilakukan

Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien terhadap tindakan

untuk menyembuhkan penyakitnya.

2. Post operasi

a. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik: bekuan

darah, edema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi kateter.

Tujuan : Pasien berkemih dengan jumlah normal tanpa

retensi

Kriteria Hasil : Menunjukkan perilaku yang meningkatkan control

kandung kemih/urinaria, pasien mempertahankan

keseimbangan cairan : asupan sebanding dengan

haluaran.

Intervensi :

1) Kaji haluaran urine dan system drainase, khususnya selama

irigasi berlangsung

Page 29: Benign Prostat Hyperplasia

Rasional : retensi dapat terjadi karena edema area bedah,

bekuan darah dan spasme kandung kemih.

2) Bantu pasien memilih posisi normal untuk berkemih

Rasional : mendorong pasase urine dan menngkatkan rasa

normalitas.

3) Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah

kateter dilepas.

Rasional : kateter biasa lepas 2-5 hari setelah bedah, tetapi

berkemih dapat berlanjut sehingga menjadi masalah untuk

beberapa waktu karena edema uretral dan kehilangan tonus.

4) Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi, batasi

cairan pada malam hari setelah kateter dilepas35

Rasional : mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal

untuk aliran urine “penjadwalan” masukan cairan menurunkan

kebutuhan berkemih/gangguan tidur selama malam hari.

5) Pertahankan irigasi kandung kemih continue (continous bladder

irrigation)/CBI sesuai indikasi pada periode pascaoperasi

Rasional : mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan

debris untuk mempertahankan patensi kateter.

b. Nyeri akut berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi

sekunder pada pembedahan, dan pemasangan kateter.

Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil :

1) Pasien mengatakan nyeri berkurang

2) Ekspresi wajah pasien tenang

3) Pasien akan menunjukkan ketrampilan

relaksasi.

Page 30: Benign Prostat Hyperplasia

4) Pasien akan tidur / istirahat dengan tepat.

5) Tanda – tanda vital dalam batas normal.

Intervensi :

1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10)

Rasional : nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih

sekitar kateter menunjukkan spasme kandung kemih.

2) Jelaskan pada pasien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.

Rasional : Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung

kemih.

3) Pertahankan patensi kateter dan system drainase. Pertahankan

selang bebas dari lekukan dan bekuan

Rasional : mempertahankan fungsi kateter dan drainase system.

Menurunkan resiko distensi/spasme kandung kemih

4) Berikan informasi yang akurat tentang kateter, drainase, dan

spasme kandung kemih

Rasional : menghilangkan ansietas dan meningkatkan kerjasama.36

5) Kolaborasi pemberian antispasmodic contoh :

(1) Oksibutinin klorida (Ditropan), supositoria

Rasional : merilekskan otot polos, untuk memberikan

penurunan spasme dan nyeri

(2) Propantelin bromide (pro-bantanin)

Rasional : menghilangkan spasme kandung kemih oleh kerja

antikolinergik.

c. Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi area bedah vaskuler

(tindakan pembedahan) , reseksi bladder, kelainan profil darah

Tujuan : Tidak terjadi perdarahan

Kriteria Hasil : 1) Pasien tidak menunjukkan tanda – tanda

Page 31: Benign Prostat Hyperplasia

perdarahan

2) Tanda – tanda vital dalam batas normal .

3) Urine lancar lewat kateter

Intervensi :

1) Jelaskan pada pasien tentang sebab terjadi perdarahan setelah

pembedahan dan tanda – tanda perdarahan .

Rasional : Menurunkan kecemasan pasien dan mengetahui

tanda – tanda perdarahan.

2) Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran

kateter .

Rasional : Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan

peregangan dan perdarahan kandung kemih

3) Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk

memudahkan defekasi .

Rasional : Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik

yang akan mengendapkan perdarahan

4) Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal

atau huknah, untuk sekurang – kurangnya satu minggu .

Rasional : Dapat menimbulkan perdarahan prostat37

5) Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan

traksi dilepas .

Rasional : Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon

ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya

dilepas 3 – 6 jam setelah pembedahan

6) Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam, masukan dan

haluaran Warna urine

Rasional : Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan

Page 32: Benign Prostat Hyperplasia

intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang

permanen.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama

pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering

Tujuan : Pasien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi

Kriteria Hasil :

1) Pasien tidak mengalami infeksi.

2) Dapat mencapai waktu penyembuhan.

3) Tanda – tanda vital dalam batas normal dan

tidak ada tanda – tanda syok.

Intervensi :

1) Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter

dengan steril.

Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi.

2) Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat

menurunkan potensial infeksi.

Rasional : Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK

dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal

3) Pertahankan posisi urinebag dibawah

Rasional : Menghindari refleks balik urine yang dapat

memasukkan bakteri ke kandung kemih.

4) Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan

demam.38

Rasional : Mencegah sebelum terjadi shock.

5) Observasi urine: warna, jumlah, bau.

Rasional : Mengidentifikasi adanya infeksi.

6) Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotic

Page 33: Benign Prostat Hyperplasia

Rasional :Untuk mencegah infeksi dan membantu proses

penyembuhan.

e. Resiko terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan

impoten akibat dari pembedahan.

Tujuan : Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun

sampai tingkat dapat diatasi

Kriteria Hasil : Menyatakan pemahaman situasional individu,

menunjukan pemecahan masalah dan menunjukkan

rentang yang tepat tentang perasaan dan penurunan

rasa takut.

Intervensi :

1) Dampingi pasien dan bina hubungan saling percaya

Rasional : Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu

2) Berikan informasi yang tepat tentang harapan kembalinya fungsi

seksual

Rasional : impotensi fisiologis terjadi bila syaraf perineal dipotong

selama prosedur radikal.

3) Diskusikan ejakulasi retrograde bila pendekatan

transurethral/suprapubik digunakan

Rasional : cairan seminal mengalir kedalam kandung kemih dan

disekresikan melalui urine, hal ini tidak mempengaruhi fungsi

seksual tetapi akan menurunkan kesuburan dan menyebabkan urine

keruh

4) Anjurkan pasien untuk latihan perineal dan interupsi/continue

aliran urin

Rasional : meningkatkan peningkatan control otot kontinensia urin

dan fungsi seksual.39

Page 34: Benign Prostat Hyperplasia

f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek

pembedahan

Tujuan : Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.

Kriteria hasil :

1) Pasien mampu beristirahat / tidur dalam

waktu yang cukup.

2) Pasien mengungkapan sudah bisa tidur

3) Pasien mampu menjelaskan faktor

penghambat tidur .

Intervensi :

1) Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan

kemungkinan cara untuk menghindari.

Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien sehingga mau

kooperatif dalam tindakan perawatan

2) Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan

mengurangi kebisingan .

Rasional : Suasana tenang akan mendukung istirahat

3) Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan penyebab

gangguan tidur.

Rasional : Menentukan rencana mengatasi gangguan

4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat

mengurangi nyeri/analgetik.

Rasional : Mengurangi nyeri sehingga pasien bisa istirahat dengan

cukup .