50
BAB I PENDAHULUAN Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) / pembesaran prostat jinak adalah diagnosa histologis yang mengacu pada proliferasi otot polos dan sel-sel epitel dalam zona transisional prostat. Secara makroskopik ditandai dengan pembesaran kelenjar prostat yang secara histologis disebabkan oleh hiperplasia stroma dan kelenjar sel prostat yang progresif. BPH adalah proses patologik yang berkontribusi terhadap timbulnya Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) pada pria lanjut usia. Meskipun BPH tidak mengancam jiwa, manifestasi klinis sebagai LUTS dapat menurunkan kualitas hidup pasien. LUTS terdiri dari gejala-gejala yang mengganggu seperti, dysuria, frekuensi (berkemih lebih sering dari normal), urgensi (perasaan berkemih yang sulit ditahan) ,serta nokturia (terbangun untuk berkemih beberapa kali pada malam hari), dan gejala-gejala obstruksi berkemih seperti, aliran lambat, keragu-raguan (sulit untuk memulai proses berkemih), intermitten, mengedan saat berkemih, rasa tidak puas berkemih, dan menetesnya urine di akhir berkemih. Pada lelaki usia 50 tahun, angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut di atas akan menyebabkan gejala dan tanda klinis. 1,5

Benign Prostatic Hyperplasia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

BPH

Citation preview

Page 1: Benign Prostatic Hyperplasia

BAB I

PENDAHULUAN

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) / pembesaran prostat jinak adalah

diagnosa histologis yang mengacu pada proliferasi otot polos dan sel-sel epitel

dalam zona transisional prostat. Secara makroskopik ditandai dengan pembesaran

kelenjar prostat yang secara histologis disebabkan oleh hiperplasia stroma dan

kelenjar sel prostat yang progresif. BPH adalah proses patologik yang

berkontribusi terhadap timbulnya Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) pada

pria lanjut usia. Meskipun BPH tidak mengancam jiwa, manifestasi klinis sebagai

LUTS dapat menurunkan kualitas hidup pasien. LUTS terdiri dari gejala-gejala

yang mengganggu seperti, dysuria, frekuensi (berkemih lebih sering dari normal),

urgensi (perasaan berkemih yang sulit ditahan) ,serta nokturia (terbangun untuk

berkemih beberapa kali pada malam hari), dan gejala-gejala obstruksi berkemih

seperti, aliran lambat, keragu-raguan (sulit untuk memulai proses berkemih),

intermitten, mengedan saat berkemih, rasa tidak puas berkemih, dan menetesnya

urine di akhir berkemih. Pada lelaki usia 50 tahun, angka kejadiannya sekitar

50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut di atas

akan menyebabkan gejala dan tanda klinis. 1,5

Dalam perkembangannya, BPH dapat berkembang menjadi benign

prostatic enlargement (BPE), benign prostatic obstruction (BPO), dan lower

urinary tract symptoms (LUTS).1

Page 2: Benign Prostatic Hyperplasia

BAB II

PEMBAHASAN

I. ANATOMI PROSTAT

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di

sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk

seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang

mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini

menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar

dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2

cm dan panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram.3

Gambar 1. Alat Reproduksi Pria

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 4

a. Lobus medius

b. Lobus lateralis (2 lobus)

c. Lobus anterior

d. Lobus posterior

Pada kelenjar prostat juga dibagi dalam 5 zona :

a. Zona Anterior atau Ventral .

Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma

fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat. 3

2

Page 3: Benign Prostatic Hyperplasia

b. Zona Perifer

Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar

prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal

karsinoma terbanyak. 3

c. Zona Sentralis.

Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah

meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi. 3

d. Zona Transisional.

Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai

kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang

lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior

menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH). 3

e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra

Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif

tersebar sepanjang segmen uretra proksimal. 3

Gambar 2. Zona Kelenjar Prostat3

II. FISIOLOGI PROSTAT

Fisiologi prostat adalah suatu alat tubuh yang tergantung kepada pengaruh

endokrin. Pengetahuan mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti. Bagian

yang peka terhadap estrogen adalah bagian tengah, sedangkan bagian tepi peka

terhadap androgen. Oleh karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang

3

Page 4: Benign Prostatic Hyperplasia

mengalami hiperplasi karena sekresi androgen berkurang sehingga kadar estrogen

relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat dapat membentuk enzim asam fosfatase

yang paling aktif bekerja pada pH 5. 3

Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan

bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan

koagulase serta fibrinolisis. Selama pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar

prostat akan berkontraksi bersamaan dengan kontraksi vas deferen dan cairan

prostat keluar bercampur dengan semen yang lainnya. Cairan prostat merupakan

70% volume cairan ejakulat dan berfungsi memberikan makanan spermatozon dan

menjaga agar spermatozon tidak cepat mati di dalam tubuh wanita, dimana sekret

vagina sangat asam (pH: 3,5-4). Cairan ini dialirkan melalui duktus skretorius dan

bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen

yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat kurang lebih 25% dari

seluruh volume ejakulat. Dengan demikian sperma dapat hidup lebih lama dan

dapat melanjutkan perjalanan menuju tuba uterina dan melakukan pembuahan,

sperma tidak dapat bergerak optimal sampai pH cairan sekitarnya meningkat 6

sampai 6,5 akibatnya mungkin bahwa cairan prostat menetralkan keasaman cairan

dan lain tersebut setelah ejakulasi dan sangat meningkatkan pergerakan dan

fertilitas sperma. 3

III. DEFINISI

Hiperplasia Prostat Benigna sebenarnya adalah suatu keadaan dimana

kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan

prostat yang asli ke perifer. Selain itu, BPH merupakan pembesaran kelenjar

prostat yang bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada

usia pertengahan atau lanjut. 5

4

Page 5: Benign Prostatic Hyperplasia

Gambar 3. Benign Prostat Hyperplasia5

IV. ETIOLOGI

`Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya

hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia

prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan

proses aging (menjadi tua) . Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab

timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2)

Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel

stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5)

Teori Stem sel.3,5

a. Teori Dihidrotestosteron (DHT)

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat

penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di

dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.

DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk

kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth

factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. 3,5

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak

jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,

5

Page 6: Benign Prostatic Hyperplasia

aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada

BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga

replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. 3,5

b. Ketidakseimbangan estrogen dan testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar

estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif

meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam

terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan

sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan

jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat

(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan

terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel – sel

prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa

prostat jadi lebih besar. 3

c. Interaksi stroma epitel

Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung

dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu.

Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel

stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-

sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-

sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi

sel- sel epitel maupun stroma. 3

d. Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis)

Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik

homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan

antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel

prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara

keseluruhan makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa

prostat. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses

6

Page 7: Benign Prostatic Hyperplasia

kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas

kematian sel kelenjar prostat. 3

e. Teori stem cell

Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa

pada kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga

ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat.

Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying, yang keduanya tidak

tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit

yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya

androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat

yang normal. 3

V. PATOFISIOLOGI

Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional,

sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan

kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel

kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron

(DHT) dengan bantuan enzim 5α reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara

langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis

protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat. 3

Pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat

dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh

dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama

terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya

berbeda-beda. Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga

perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal

setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah

prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul

sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi,

keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami

dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi

7

Page 8: Benign Prostatic Hyperplasia

sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria

dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi

alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.1,3,5

Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat

mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang

menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka

pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi

juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari urin yang

tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya

tidak menjadi kosong setelah berkemih yang mengakibatkan interval disetiap

berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi

pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat

berkemih /disuria. 1,3,5

Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi,

akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko

ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal

dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan

sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu

terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam

kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan

hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk

akan mengakibatkan pielonefritis. 1,3,5

Patologi Anatomi Prostat Hiperplasia:

BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan

stroma di prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir

murni, meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous

hyperplasia.

8

Page 9: Benign Prostatic Hyperplasia

Gambar 4. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat

Hiperplasia

VI. MANIFESTASTASI KLINIK

a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)

Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi :

Obstruksi Iritasi

Hesistansi

Pancaran miksi lemah

Intermitensi

Miksi tidak puas

Distensi abdomen

Terminal dribbling (menetes)

Volume urine menurun

Mengejan saat berkemih

Frekuensi

Nokturi

Urgensi

Disuria

Urgensi dan disuria jarang

terjadi, jika ada disebabkan

oleh ketidakstabilan detrusor

sehingga terjadi kontraksi

involunter.

Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia1,3,5

Gejala pertama dan yang paling sering dijumpai adalah penurunan kekuatan

pancaran dan kaliber aliran urine, oleh karena lumen urethra mengecil dan

tahanan di dalam urethra mengecil dan tahanan di dalam urethra meningkat,

sehingga kandung kemih harus memberikan tekanan yang lebih besar untuk dapat

mengeluarkan urine. 1,3,5

• Sulit memulai kencing (hesitancy) menunjukan adanya pemanjangan periode

laten, sebelum kandung kemih dapat menghasilkan tekanan intra-vesika yang

cukup tinggi. 1,3,5

9

Page 10: Benign Prostatic Hyperplasia

• Diperlukan waktu yang lebih lama untuk mengosongkan kandung kemih, jika

kandung kemih tidak dapat mempertahankan tekanan yang tinggi selama

berkemih, aliran urine dapat berhenti dan dribbling (urin menetes setelah

berkemih) bisa terjadi. Untuk meningkatkan usaha berkemih pasien biasanya

melakukan valsava manouver sewaktu berkemih. 1,3,5

• Otot-otot kandung kemih menjadi lemah dan kandung kemih gagal

mengosongkan urine secara sempurna, sejumlah urine tertahan dalam kandung

kemih sehingga menimbulkan sering berkemih (frequency) dan sering berkemih

malam hari (nocturia). 1,4

• Infeksi yang menyertai residual urine akan memperberat gejala, karena akan

menambah obstruksi akibat inflamasi sekunder dan oedem. Residual urine juga

dapat sebagai predisposisi terbentuknya batu kandung kemih. 1,3,5

• Hematuria sering terjadi oleh karena pembesaran prostat menyebabkan

pembuluh darahnya menjadi rapuh. 1,3,5

• Bladder outlet obstruction ataupun overdistensi kandung kemih juga dapat

menyebabkan refluk vesikoureter dan sumbatan saluran kemih bagian atas yang

akhirnya menimbulkan hydroureteronephrosis. 1,3,5

• Bila obstruksi cukup berat, dapat menimbulkan gagal ginjal (renal failure) dan

gejala-gejala uremia berupa mual, muntah. 1,3,5

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih

tergantung tiga faktor, yaitu:1

1. Volume kelenjar periuretral

2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Kekuatan kontraksi otot detrusor

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli

untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan

(fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam

bentuk retensi urin akut.3,6

10

Page 11: Benign Prostatic Hyperplasia

Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh faktor pencetus antara lain :

1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang

mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)

2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi

prostat)

3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot

detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic-α)3

Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan

penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan

BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem

skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang

diambil berdasarkan skor American Urological Association (AUA). Skor AUA

terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan

obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-

35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.3

Tabel 2. Skor International Prostate Skoring System (IPSS)4,5

11

Page 12: Benign Prostatic Hyperplasia

b. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara

lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/

urosepsis).3

c. Gejala di luar saluran kemih

Keluhan pada penyakit hernia/ hemoroid sering mengikuti penyakit

hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada

saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal.3

Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia,

mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth,

2001). Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:5

12

Page 13: Benign Prostatic Hyperplasia

Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok dubur)

ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.

Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih

menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi

kurang dari 100 ml.

Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa

urin lebih dari 100 ml.

Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.5

VII. PEMERIKSAAN FISIK

Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra

simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu

menetes yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. 5

1. Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )

Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat

memberikangambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain

sepertibenjolan di dalam rektum dan tentu saja meraba prostat. Pada perabaan

prostat harus diperhatikan :

Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal

Adakah asimetri

Adakah nodul pada prostat

Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat diraba

biasanya besar prostat diperkirakan <60 gr. 5

13

Page 14: Benign Prostatic Hyperplasia

Gambar 5. Pemeriksaan Colok Dubur5

Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal,

permukaan licin dan konsistensi kenyal. Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi

kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan

apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok

pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total,

buli-buli penuh (ditemukan massa supra pubis) yang nyeri dan pekak pada

perkusi. Daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya

hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya

kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti

batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis,

condiloma di daerah meatus. 5

Tabel 3. Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan klinis5

14

Page 15: Benign Prostatic Hyperplasia

b. Derajat berat obstruksi

Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin

setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih

dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan

melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari

100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi

pada hipertrofi prostat.Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan

mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri.

Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran

maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran

menurun antara 6 – 8 ml/detik, sedangkan maksimal pancaran menjadi 15

ml/detik atau kurang. 5

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium:

a. Sedimen urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada

saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau

glukosa. 3

b. Kultur urin

Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus

menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. 3

c. Faal ginjal

Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih

bagian atas. Elektrolit, kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal kronis pada

pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi. 3

d. Gula darah

Mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat

menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik) 3

15

Page 16: Benign Prostatic Hyperplasia

e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)

Prostat Spesifik Antigen (PSA) adalah enzim proteolitik yang dihasilkan

oleh epitel prostat dan dikeluarkan bersamaan dengan cairan semen dalam

jumlah yang banyak. Prostat Spesifik Antigen memiliki nilai normal ≤

4ng/ml. Pemeriksaan PSA sangat baik digunakan bersamaan dengan

pemeriksaan DRE dan TRUSS dengan biopsy. Peningkatan kadar PSA bisa

terjadi pada keadaan Benign Prostate Hyperplasya (BPH), infeksi saluran

kemih dan kanker prostat sehingga dilakukan penyempurnaan dalam

interpretasi nilai PSA yaitu PSA velocity atau perubahan laju nilai PSA,

densitas PSA dan nilai rata – rata PSA, yang nilainya bergantung kepada

umur penderita.2,7

Tabel 4. Rata-rata nilai normal Prostat Spesifik Antigen menurut umur2,7

Umur (tahun) Rata – Rata Nilai Normal PSA (ng/mL)

40 – 49 0.0 – 2.5

50 – 59 0.0 – 3.5

60 – 69 0.0 – 4.5

70 – 79 0.0 – 6.5

Pasien yang memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/mL biasanya menderita

kanker prostat. Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa hanya 2% laki – laki

yang menderita BPH yang memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/mL. Sedangkan

dari 103 pasien dengan semua stadium kanker prostat, 44% memiliki kadar PSA

lebih dari 10 ng/mL . 2,7

2. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:

Pencitraan prostat dilakukan untuk menilai; ukuran prostat, bentuk

prostat, karsinoma, dan karakterisasi jaringan. Pilihan modalitas pencitraan

prostat dapat menggunakan:

16

Page 17: Benign Prostatic Hyperplasia

a. Foto polos abdomen

Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya

batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli

yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi urine.3

b. Intravenous Pyelogram Intravenous pyelogram (IVP)

Adalah pemeriksaan x-ray ginjal, ureter dan kantung kemih yang

menggunakan material kontras iodine yang diinjeksi ke dalam vena.

Pembesaran signifikan dari kelenjar prostat dapat menyebabkan dasar

vesika urinaria elevasi dengan gambaran “J-ing” atau “Fish hooking”

pada ureter distal.3,4

17

Gambar 6. Gambaran vesika urinaria yang mengalami peradangan (cystitis) akibat retensi urin padapenderita3

Gambar 7. Tampak gambaran “J-ing” atau “fish hooking” pada ureter distal dan elevasi pada vesika urinaria. 3

Page 18: Benign Prostatic Hyperplasia

c. Ultrasonografi trans abdominal

Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan

pembesaran bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic

dibanding zona perifer. Zona transisi hipoekoik cenderung menekan

zona central dan perifer. Batas yang memisahkan hyperplasia dengan

zona perifer adalah “surgical capsule”.8

USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis

ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama. 4

Gambar 8. Gambaran Sonografi Prostat Normal4

Gambar 9. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia4

d. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)

Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe

dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara di prostat.

Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada

layar tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal

tampak memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk

18

Page 19: Benign Prostatic Hyperplasia

memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan

beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan mikroskop.

Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki

keganasan prostat.1,8

Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk

pengukur volume prostat, caranya antara lain :

Metode “step planimetry”. Yang menghitung volume rata-rata area

horizontal diukur dari dasar sampai puncak.

Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi

(H/height), lebar (W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : ½

(H x W x L) 1,8

e. Sistoskopi

Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui

pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi

numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung,

disebut sebuah “cystoscope” , berisi lensa dan sistem cahaya yang

membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes

ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan

mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.8

Gambar 10. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia

3. Pemeriksaan lain:

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara

mengukur:

19

Page 20: Benign Prostatic Hyperplasia

Residual urin :

Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG

setelah miksi3

Pancaran urin/flow rate :

Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung

(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik

pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang

lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin.

Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung

kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum menunjukkan

pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100 sampai 200

ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk buang air

kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi. 3,5

Gambar 11. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH3

Keterangan :

Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih

dari 15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.

Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat,

terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s,

pasien ini urin residunya 100 mL.3

IX. KOMPLIKASI

Komplikasi BPH adalah :

1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi

20

Page 21: Benign Prostatic Hyperplasia

2. Infeksi saluran kemih

3. Involusi kontraksi kandung kemih

4. Refluk kandung kemih

5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus

berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin

yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.

6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi

7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk

batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu

tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat

mengakibatkan pielonefritis.

8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu

miksi pasien harus mengedan.5

Hiperplasia Prostat3

↓Penyempitan lumen uretra posterior

↓ Tekanan intravesika meningkat ↓ ↓Buli-buli: Ginjal dan ureter:

Hipertrofi otot detrusor Refluks VUTrabekulasi Hidroureter Selula Hidronefrosis

Divertikel buli-buli Gagal ginjal

21

Hidronefrosis

Hidroureter

Hipertofi otot detrusor

Benigna prostat hiperplasia

Page 22: Benign Prostatic Hyperplasia

Gambar 12. Komplikasi pada BPH3

Bagan 1. Komplikasi pada BPH3

X. PENATALAKSANAAN

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.

Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa

mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang

membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena

keluhannya semakin parah.3

Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi,

(2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)

mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume

residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat

dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang

kurang invasif.1,3

Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimal

Watchful

waiting

Penghambat

adrenergik α

Prostatektomi terbuka TUMT

TUBD

Stent uretra

TUNA

Penghambat

reduktese α

Endourologi

Fitoterapi 1. TURP

2. TUIP

3. TULP

Elektovaporasi

Tabel 5. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna1,3

22

Page 23: Benign Prostatic Hyperplasia

Bagan 2. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia1,3

23

RiwayatPemeriksaan fisik & DREUrinalisaPSA (meningkat/tidak)

Indeks gejala AUA

Gejala ringan (AUA≤7)/tdk ada

Gejala sedang

Retensi urinaria+gejala yang berhubungan dg BPHHematuria persistentBatu buliInfeksi saluran urinaria berulangInsufisiensi renal

Operasi

Tes diagnosticUroflowResidu urin postvoid

Pilihan terapi

Terapi non-invasif Terapi invasif

Tes diagnosticPressure flowUretrosistoskopiUSG prostat

Watchful waiting Terapi medis

Terapi minimal invasif Operasi

Page 24: Benign Prostatic Hyperplasia

Penatalaksanaan Nilai indeks gejala

BPH

Efek samping

Wactfull waiting Gejala hilang/timbul Risiko kecil , dapat terjadi

retensi urinaria

Penatalaksanaan medis

Alpha-blockers Sedang 6-8 Gaster/usus halus-11%

Hidung berair-11%

Sakit kepala-12%

Menggigil-15%

5 alpha-reductase

inhibitors

Ringan 3-4 Masalah ereksi-8%

Kehilangan hasrat sex-5%

Berkurangnya semen-4%

Terapi kombinasi Sedang 6-7 kombinasi

Terapi invasi minimal

Transuretral microwave

heat

Sedang-berat 9-11 Urgensi/frekuensi-28-74%

Infeksi-9%

Prosedur kedua dibutuhkan-

10-16%

TUNA Sedang 9 Urgensi/frekuensi-31%

Infeksi-17%

Prosedur kedua dibutuhkan-

23%

Operasi

TURP, laser & operasi

sejenis

Berat 14-20 Retensi urinaria-1-21%

Urgensi&frekuensi-6-99%

24

Page 25: Benign Prostatic Hyperplasia

Gangguan ereksi-3-13%

Operasi terbuka Berat Inkontinensia 6%

Tabel 6. Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat

Hiperplasia1,3

a. Watchful waiting

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS

dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.

Pasien tidak mendapat terapi namun hanya diberi penjelasan mengenai

sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya jangan

menahan kencing terlalu lama. 1,3

Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya

keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku),

disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau

uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya,

mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain. 1,3

b. Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi

resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi

infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa

blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan

cara menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT)

melalui penghambat 5α-reduktase. 1,3

1) Penghambat reseptor adrenergik α.

Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang

membantu untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh

pembesaran prostat di BPH. 1,2

Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.

Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax),

25

Page 26: Benign Prostatic Hyperplasia

alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin

(Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan

pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa

minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat. 1,3

Gambar 13. Lokasi Reseptor 1-Adrenergik (1-ARs)6

2) Penghambat 5 α reduktase

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan

dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5

α reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan

sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Dilaporkan bawa

pemberian obat finasteride 5 mg/24 jam yang diberikan sekali setelah 6

bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%, hal ini

memperbaiki keluhan miksi dan panaran miksi. Pembesaran prostat di

BPH secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini

menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6

sampai 12 bulan.3,5

c. Terapi Invasif Minimal

Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap

pembedahan.

1) Microwave transurethral.

26

Page 27: Benign Prostatic Hyperplasia

Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan

gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat

yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy

transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui

kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111

derajat Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih

selama prosedur.1

Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan

secara rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan

menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi

microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi

kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.1

Gambar 14. Microwave Transurethral1

2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui

transurethral jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk

pengobatan BPH yaitu teknik efektif untuk moderat dan severe LUTS

pada BPH. Sistem TUNA memberikan energy radiofrekuensi tingkat

rendah melalui jarum kembar untuk region prostat yang membesar.

Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA

meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping

yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan resektransurethral dari

prostat (TURP).1

27

Page 28: Benign Prostatic Hyperplasia

Gambar 15. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal1

3) Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas untuk

menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter

mengandung beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga

balon pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah komputer

mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon dan memanaskan

jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di

wilayah yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra dan

kandung kemih dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui

urin.1

Gambar 16. Thermotherapy dengan Air1

d. Bedah

1) Operasi transurethral.

Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah

memberikan anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan

instrumen melalui uretra.3

Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP)

digunakan untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk

28

Page 29: Benign Prostatic Hyperplasia

BPH. Dengan TURP, alat yang disebut resectoscope dimasukkan

melalui penis. The resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci dan

diameter 1 / 2 inci, berisi lampu, katup untuk mengendalikan cairan

irigasi, dan loop listrik yang memotong jaringan dan segel pembuluh

darah.3

Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades

adalah sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi

sistemik dan menyebabkan hipotermia relative atau gejala intoksikasi

air yang dikenal dengan sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang

mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat dan terdapat

bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak

dan jatuh ke dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma

TURP operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi

lebih dari 1 jam dan baru memasang sistostomi terlebih dahulu sebelum

reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sistemik.3,5

Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat

resectoscope untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada

suatu waktu. Potongan-potongan jaringan dibawa oleh cairan ke

kandung kemih dan kemudian dibuang keluar pada akhir operasi.

Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka

dan memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek

samping yang mungkin TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke

belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir mundur ke dalam

kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra.3,5

Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut

Perdarahan Perdarahan Inkontinensi

Sindrom TURP Infeksi

lokal/sistemik

Dinsfungsi ereksi

Perforasi Ejakulasi retrograde

Striktur uretra

29

Page 30: Benign Prostatic Hyperplasia

Tabel 7. Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan3,7

Gambar 17. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika

pasca TURP3

Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP),

prosedur ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher

kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada

hiperplasi prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius

dan pada pasen yang umurnya masih muda.3,7

2) Open surgery`

30

(a)(b)

(c)

Page 31: Benign Prostatic Hyperplasia

Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak

dapat digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat

digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar

(>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak

dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan

suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin).

Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia urin (3%), impotensia (5-

10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%).

Perbaikan gejala klinis 85-100%. 1,7

3) Operasi laser

Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan

pada suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser

menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan

terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh

jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation),

sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung

sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak

flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke

dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan beberapa

semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser

menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.1,3

Gambar 18. Operasi Laser pada Prostat1

a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi

laser interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan

prostat untuk menghancurkannya.1

31

Page 32: Benign Prostatic Hyperplasia

Gambar 19. Interstitial laser coagulation1

b) Potoselectif vaporisasi przostat (PVP).

PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan

prostat. Cara sama dengan TURP, hanya saja teknik ini

memakai roller ball yang spesifik dengan mesin diatermi yang

cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar

prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan

pada saat operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada

prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan

waktu operasi yang lebih lama.1

Gambar 20. Potoselectif vaporisasi prostat1

e. Kontrol berkala

Watchfull waiting

Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah

terdapat perbaikan klinis

Pengobatan penghambat 5α-reduktase

Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6

Pengobatan penghambat 5α-adrenegik

Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan

melakukan pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi

Terapi invasive minimal

32

Page 33: Benign Prostatic Hyperplasia

Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian

skor miksi, juga diperiksa kultur urin

Pembedahan

Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan

penyulit.3

BAB III

KESIMPULAN

Hiperplasia kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna

pada populasi pria lanjut usia. Dengan bertambah usia, ukuran kelenjar dapat

bertambah karena terjadi hiperplasia jaringan fibromuskuler dan struktur epitel

kelenjar (jaringan dalam kelenjar prostat). Gejala dari pembesaran prostat ini

terdiri dari gejala obstruksidan gejala iritatif.3,9

Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi

bedah konvensional, dan terapi minimal invasif. Prognosis untuk BPH berubah-

ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung

meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang

buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat. 3,9

33

Page 34: Benign Prostatic Hyperplasia

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. McVary, Kevin T. American Urological Association Guideline:

Management of Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). American

Urological Association Education and Research, Inc. 2010.

2. Edwards, Jonathan L. Diagnostic and Management of Benign Prostatic

Hyperplasia. Ohio: American Family Physician; 2008. 1403-1410

3. Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta :

Sagung Seto. 2011.

4. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartz’s Principles of Surgery

8th Edition. Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005

5. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar

Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997; 2008. 1058-64.

6. Sarma. Aruna V. Benign Prostatic Hyperplasia and Lower Urinary Tract

Symptoms. The Department of Urology, University of Michigan, Ann

Arbor. 2012.

7. Senagore, Anthony J. The Gale Encyclopedia of Surgery Vol. 2. USA:

Gale; 2004. 1041-1045

8. Rahardjo, J. Rahardjo, J. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu

Bedah. Binarupa aksara, Jakarta ; 2005.160-169.

9. Lepor, Herbert. Pathophysiology, Epidemiology, and Natural History of

Benign Prostatic Hyperplasia. US: PMC. 2004.

34

Page 35: Benign Prostatic Hyperplasia

35