Upload
dhian-karina
View
220
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
BPH
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) / pembesaran prostat jinak adalah
diagnosa histologis yang mengacu pada proliferasi otot polos dan sel-sel epitel
dalam zona transisional prostat. Secara makroskopik ditandai dengan pembesaran
kelenjar prostat yang secara histologis disebabkan oleh hiperplasia stroma dan
kelenjar sel prostat yang progresif. BPH adalah proses patologik yang
berkontribusi terhadap timbulnya Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) pada
pria lanjut usia. Meskipun BPH tidak mengancam jiwa, manifestasi klinis sebagai
LUTS dapat menurunkan kualitas hidup pasien. LUTS terdiri dari gejala-gejala
yang mengganggu seperti, dysuria, frekuensi (berkemih lebih sering dari normal),
urgensi (perasaan berkemih yang sulit ditahan) ,serta nokturia (terbangun untuk
berkemih beberapa kali pada malam hari), dan gejala-gejala obstruksi berkemih
seperti, aliran lambat, keragu-raguan (sulit untuk memulai proses berkemih),
intermitten, mengedan saat berkemih, rasa tidak puas berkemih, dan menetesnya
urine di akhir berkemih. Pada lelaki usia 50 tahun, angka kejadiannya sekitar
50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut di atas
akan menyebabkan gejala dan tanda klinis. 1,5
Dalam perkembangannya, BPH dapat berkembang menjadi benign
prostatic enlargement (BPE), benign prostatic obstruction (BPO), dan lower
urinary tract symptoms (LUTS).1
BAB II
PEMBAHASAN
I. ANATOMI PROSTAT
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk
seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang
mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini
menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar
dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2
cm dan panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram.3
Gambar 1. Alat Reproduksi Pria
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 4
a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior
Pada kelenjar prostat juga dibagi dalam 5 zona :
a. Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat. 3
2
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar
prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal
karsinoma terbanyak. 3
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi. 3
d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai
kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang
lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior
menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH). 3
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal. 3
Gambar 2. Zona Kelenjar Prostat3
II. FISIOLOGI PROSTAT
Fisiologi prostat adalah suatu alat tubuh yang tergantung kepada pengaruh
endokrin. Pengetahuan mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti. Bagian
yang peka terhadap estrogen adalah bagian tengah, sedangkan bagian tepi peka
terhadap androgen. Oleh karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang
3
mengalami hiperplasi karena sekresi androgen berkurang sehingga kadar estrogen
relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat dapat membentuk enzim asam fosfatase
yang paling aktif bekerja pada pH 5. 3
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan
bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan
koagulase serta fibrinolisis. Selama pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar
prostat akan berkontraksi bersamaan dengan kontraksi vas deferen dan cairan
prostat keluar bercampur dengan semen yang lainnya. Cairan prostat merupakan
70% volume cairan ejakulat dan berfungsi memberikan makanan spermatozon dan
menjaga agar spermatozon tidak cepat mati di dalam tubuh wanita, dimana sekret
vagina sangat asam (pH: 3,5-4). Cairan ini dialirkan melalui duktus skretorius dan
bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen
yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat kurang lebih 25% dari
seluruh volume ejakulat. Dengan demikian sperma dapat hidup lebih lama dan
dapat melanjutkan perjalanan menuju tuba uterina dan melakukan pembuahan,
sperma tidak dapat bergerak optimal sampai pH cairan sekitarnya meningkat 6
sampai 6,5 akibatnya mungkin bahwa cairan prostat menetralkan keasaman cairan
dan lain tersebut setelah ejakulasi dan sangat meningkatkan pergerakan dan
fertilitas sperma. 3
III. DEFINISI
Hiperplasia Prostat Benigna sebenarnya adalah suatu keadaan dimana
kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan
prostat yang asli ke perifer. Selain itu, BPH merupakan pembesaran kelenjar
prostat yang bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada
usia pertengahan atau lanjut. 5
4
Gambar 3. Benign Prostat Hyperplasia5
IV. ETIOLOGI
`Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan
proses aging (menjadi tua) . Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2)
Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel
stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5)
Teori Stem sel.3,5
a. Teori Dihidrotestosteron (DHT)
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di
dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.
DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk
kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth
factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. 3,5
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak
jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
5
aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada
BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga
replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. 3,5
b. Ketidakseimbangan estrogen dan testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif
meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan
jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan
terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel – sel
prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
prostat jadi lebih besar. 3
c. Interaksi stroma epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung
dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu.
Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel
stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-
sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-
sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi
sel- sel epitel maupun stroma. 3
d. Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis)
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan
antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel
prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara
keseluruhan makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa
prostat. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses
6
kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas
kematian sel kelenjar prostat. 3
e. Teori stem cell
Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa
pada kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga
ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat.
Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying, yang keduanya tidak
tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit
yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya
androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat
yang normal. 3
V. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional,
sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan
kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel
kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron
(DHT) dengan bantuan enzim 5α reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara
langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis
protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat. 3
Pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat
dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh
dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama
terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya
berbeda-beda. Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga
perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal
setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah
prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul
sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi,
keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi
7
sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria
dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi
alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.1,3,5
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat
mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang
menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka
pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi
juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari urin yang
tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya
tidak menjadi kosong setelah berkemih yang mengakibatkan interval disetiap
berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi
pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat
berkemih /disuria. 1,3,5
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi,
akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko
ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal
dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan
sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu
terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam
kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk
akan mengakibatkan pielonefritis. 1,3,5
Patologi Anatomi Prostat Hiperplasia:
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan
stroma di prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir
murni, meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous
hyperplasia.
8
Gambar 4. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat
Hiperplasia
VI. MANIFESTASTASI KLINIK
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)
Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi :
Obstruksi Iritasi
Hesistansi
Pancaran miksi lemah
Intermitensi
Miksi tidak puas
Distensi abdomen
Terminal dribbling (menetes)
Volume urine menurun
Mengejan saat berkemih
Frekuensi
Nokturi
Urgensi
Disuria
Urgensi dan disuria jarang
terjadi, jika ada disebabkan
oleh ketidakstabilan detrusor
sehingga terjadi kontraksi
involunter.
Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia1,3,5
Gejala pertama dan yang paling sering dijumpai adalah penurunan kekuatan
pancaran dan kaliber aliran urine, oleh karena lumen urethra mengecil dan
tahanan di dalam urethra mengecil dan tahanan di dalam urethra meningkat,
sehingga kandung kemih harus memberikan tekanan yang lebih besar untuk dapat
mengeluarkan urine. 1,3,5
• Sulit memulai kencing (hesitancy) menunjukan adanya pemanjangan periode
laten, sebelum kandung kemih dapat menghasilkan tekanan intra-vesika yang
cukup tinggi. 1,3,5
9
• Diperlukan waktu yang lebih lama untuk mengosongkan kandung kemih, jika
kandung kemih tidak dapat mempertahankan tekanan yang tinggi selama
berkemih, aliran urine dapat berhenti dan dribbling (urin menetes setelah
berkemih) bisa terjadi. Untuk meningkatkan usaha berkemih pasien biasanya
melakukan valsava manouver sewaktu berkemih. 1,3,5
• Otot-otot kandung kemih menjadi lemah dan kandung kemih gagal
mengosongkan urine secara sempurna, sejumlah urine tertahan dalam kandung
kemih sehingga menimbulkan sering berkemih (frequency) dan sering berkemih
malam hari (nocturia). 1,4
• Infeksi yang menyertai residual urine akan memperberat gejala, karena akan
menambah obstruksi akibat inflamasi sekunder dan oedem. Residual urine juga
dapat sebagai predisposisi terbentuknya batu kandung kemih. 1,3,5
• Hematuria sering terjadi oleh karena pembesaran prostat menyebabkan
pembuluh darahnya menjadi rapuh. 1,3,5
• Bladder outlet obstruction ataupun overdistensi kandung kemih juga dapat
menyebabkan refluk vesikoureter dan sumbatan saluran kemih bagian atas yang
akhirnya menimbulkan hydroureteronephrosis. 1,3,5
• Bila obstruksi cukup berat, dapat menimbulkan gagal ginjal (renal failure) dan
gejala-gejala uremia berupa mual, muntah. 1,3,5
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih
tergantung tiga faktor, yaitu:1
1. Volume kelenjar periuretral
2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli
untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan
(fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam
bentuk retensi urin akut.3,6
10
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh faktor pencetus antara lain :
1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang
mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)
2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi
prostat)
3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot
detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic-α)3
Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan
penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan
BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem
skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang
diambil berdasarkan skor American Urological Association (AUA). Skor AUA
terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan
obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-
35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.3
Tabel 2. Skor International Prostate Skoring System (IPSS)4,5
11
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara
lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/
urosepsis).3
c. Gejala di luar saluran kemih
Keluhan pada penyakit hernia/ hemoroid sering mengikuti penyakit
hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada
saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal.3
Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia,
mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth,
2001). Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:5
12
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok dubur)
ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi
kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa
urin lebih dari 100 ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.5
VII. PEMERIKSAAN FISIK
Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra
simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu
menetes yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. 5
1. Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat
memberikangambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain
sepertibenjolan di dalam rektum dan tentu saja meraba prostat. Pada perabaan
prostat harus diperhatikan :
Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal
Adakah asimetri
Adakah nodul pada prostat
Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat diraba
biasanya besar prostat diperkirakan <60 gr. 5
13
Gambar 5. Pemeriksaan Colok Dubur5
Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal,
permukaan licin dan konsistensi kenyal. Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi
kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan
apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok
pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total,
buli-buli penuh (ditemukan massa supra pubis) yang nyeri dan pekak pada
perkusi. Daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya
hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya
kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti
batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis,
condiloma di daerah meatus. 5
Tabel 3. Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan klinis5
14
b. Derajat berat obstruksi
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin
setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih
dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan
melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari
100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi
pada hipertrofi prostat.Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan
mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri.
Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran
maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran
menurun antara 6 – 8 ml/detik, sedangkan maksimal pancaran menjadi 15
ml/detik atau kurang. 5
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium:
a. Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada
saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau
glukosa. 3
b. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. 3
c. Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih
bagian atas. Elektrolit, kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal kronis pada
pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi. 3
d. Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik) 3
15
e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Prostat Spesifik Antigen (PSA) adalah enzim proteolitik yang dihasilkan
oleh epitel prostat dan dikeluarkan bersamaan dengan cairan semen dalam
jumlah yang banyak. Prostat Spesifik Antigen memiliki nilai normal ≤
4ng/ml. Pemeriksaan PSA sangat baik digunakan bersamaan dengan
pemeriksaan DRE dan TRUSS dengan biopsy. Peningkatan kadar PSA bisa
terjadi pada keadaan Benign Prostate Hyperplasya (BPH), infeksi saluran
kemih dan kanker prostat sehingga dilakukan penyempurnaan dalam
interpretasi nilai PSA yaitu PSA velocity atau perubahan laju nilai PSA,
densitas PSA dan nilai rata – rata PSA, yang nilainya bergantung kepada
umur penderita.2,7
Tabel 4. Rata-rata nilai normal Prostat Spesifik Antigen menurut umur2,7
Umur (tahun) Rata – Rata Nilai Normal PSA (ng/mL)
40 – 49 0.0 – 2.5
50 – 59 0.0 – 3.5
60 – 69 0.0 – 4.5
70 – 79 0.0 – 6.5
Pasien yang memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/mL biasanya menderita
kanker prostat. Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa hanya 2% laki – laki
yang menderita BPH yang memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/mL. Sedangkan
dari 103 pasien dengan semua stadium kanker prostat, 44% memiliki kadar PSA
lebih dari 10 ng/mL . 2,7
2. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:
Pencitraan prostat dilakukan untuk menilai; ukuran prostat, bentuk
prostat, karsinoma, dan karakterisasi jaringan. Pilihan modalitas pencitraan
prostat dapat menggunakan:
16
a. Foto polos abdomen
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli
yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi urine.3
b. Intravenous Pyelogram Intravenous pyelogram (IVP)
Adalah pemeriksaan x-ray ginjal, ureter dan kantung kemih yang
menggunakan material kontras iodine yang diinjeksi ke dalam vena.
Pembesaran signifikan dari kelenjar prostat dapat menyebabkan dasar
vesika urinaria elevasi dengan gambaran “J-ing” atau “Fish hooking”
pada ureter distal.3,4
17
Gambar 6. Gambaran vesika urinaria yang mengalami peradangan (cystitis) akibat retensi urin padapenderita3
Gambar 7. Tampak gambaran “J-ing” atau “fish hooking” pada ureter distal dan elevasi pada vesika urinaria. 3
c. Ultrasonografi trans abdominal
Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan
pembesaran bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic
dibanding zona perifer. Zona transisi hipoekoik cenderung menekan
zona central dan perifer. Batas yang memisahkan hyperplasia dengan
zona perifer adalah “surgical capsule”.8
USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis
ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama. 4
Gambar 8. Gambaran Sonografi Prostat Normal4
Gambar 9. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia4
d. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)
Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe
dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara di prostat.
Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada
layar tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal
tampak memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk
18
memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan
beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan mikroskop.
Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki
keganasan prostat.1,8
Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk
pengukur volume prostat, caranya antara lain :
Metode “step planimetry”. Yang menghitung volume rata-rata area
horizontal diukur dari dasar sampai puncak.
Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi
(H/height), lebar (W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : ½
(H x W x L) 1,8
e. Sistoskopi
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui
pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi
numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung,
disebut sebuah “cystoscope” , berisi lensa dan sistem cahaya yang
membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes
ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan
mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.8
Gambar 10. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia
3. Pemeriksaan lain:
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara
mengukur:
19
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG
setelah miksi3
Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung
(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik
pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang
lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin.
Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung
kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum menunjukkan
pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100 sampai 200
ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk buang air
kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi. 3,5
Gambar 11. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH3
Keterangan :
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih
dari 15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat,
terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s,
pasien ini urin residunya 100 mL.3
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi BPH adalah :
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
20
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus
berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin
yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk
batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu
tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat
mengakibatkan pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu
miksi pasien harus mengedan.5
Hiperplasia Prostat3
↓Penyempitan lumen uretra posterior
↓ Tekanan intravesika meningkat ↓ ↓Buli-buli: Ginjal dan ureter:
Hipertrofi otot detrusor Refluks VUTrabekulasi Hidroureter Selula Hidronefrosis
Divertikel buli-buli Gagal ginjal
21
Hidronefrosis
Hidroureter
Hipertofi otot detrusor
Benigna prostat hiperplasia
Gambar 12. Komplikasi pada BPH3
Bagan 1. Komplikasi pada BPH3
X. PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.
Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena
keluhannya semakin parah.3
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi,
(2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume
residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat
dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang
kurang invasif.1,3
Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimal
Watchful
waiting
Penghambat
adrenergik α
Prostatektomi terbuka TUMT
TUBD
Stent uretra
TUNA
Penghambat
reduktese α
Endourologi
Fitoterapi 1. TURP
2. TUIP
3. TULP
Elektovaporasi
Tabel 5. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna1,3
22
Bagan 2. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia1,3
23
RiwayatPemeriksaan fisik & DREUrinalisaPSA (meningkat/tidak)
Indeks gejala AUA
Gejala ringan (AUA≤7)/tdk ada
Gejala sedang
Retensi urinaria+gejala yang berhubungan dg BPHHematuria persistentBatu buliInfeksi saluran urinaria berulangInsufisiensi renal
Operasi
Tes diagnosticUroflowResidu urin postvoid
Pilihan terapi
Terapi non-invasif Terapi invasif
Tes diagnosticPressure flowUretrosistoskopiUSG prostat
Watchful waiting Terapi medis
Terapi minimal invasif Operasi
Penatalaksanaan Nilai indeks gejala
BPH
Efek samping
Wactfull waiting Gejala hilang/timbul Risiko kecil , dapat terjadi
retensi urinaria
Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers Sedang 6-8 Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
Menggigil-15%
5 alpha-reductase
inhibitors
Ringan 3-4 Masalah ereksi-8%
Kehilangan hasrat sex-5%
Berkurangnya semen-4%
Terapi kombinasi Sedang 6-7 kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral microwave
heat
Sedang-berat 9-11 Urgensi/frekuensi-28-74%
Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-
10-16%
TUNA Sedang 9 Urgensi/frekuensi-31%
Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan-
23%
Operasi
TURP, laser & operasi
sejenis
Berat 14-20 Retensi urinaria-1-21%
Urgensi&frekuensi-6-99%
24
Gangguan ereksi-3-13%
Operasi terbuka Berat Inkontinensia 6%
Tabel 6. Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat
Hiperplasia1,3
a. Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pasien tidak mendapat terapi namun hanya diberi penjelasan mengenai
sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya jangan
menahan kencing terlalu lama. 1,3
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku),
disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau
uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya,
mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain. 1,3
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi
resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa
blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan
cara menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT)
melalui penghambat 5α-reduktase. 1,3
1) Penghambat reseptor adrenergik α.
Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang
membantu untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh
pembesaran prostat di BPH. 1,2
Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax),
25
alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin
(Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan
pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa
minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat. 1,3
Gambar 13. Lokasi Reseptor 1-Adrenergik (1-ARs)6
2) Penghambat 5 α reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5
α reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan
sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Dilaporkan bawa
pemberian obat finasteride 5 mg/24 jam yang diberikan sekali setelah 6
bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%, hal ini
memperbaiki keluhan miksi dan panaran miksi. Pembesaran prostat di
BPH secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini
menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6
sampai 12 bulan.3,5
c. Terapi Invasif Minimal
Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap
pembedahan.
1) Microwave transurethral.
26
Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan
gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat
yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy
transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui
kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111
derajat Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih
selama prosedur.1
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan
secara rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan
menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi
microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi
kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.1
Gambar 14. Microwave Transurethral1
2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui
transurethral jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk
pengobatan BPH yaitu teknik efektif untuk moderat dan severe LUTS
pada BPH. Sistem TUNA memberikan energy radiofrekuensi tingkat
rendah melalui jarum kembar untuk region prostat yang membesar.
Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA
meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping
yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan resektransurethral dari
prostat (TURP).1
27
Gambar 15. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal1
3) Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas untuk
menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter
mengandung beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga
balon pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah komputer
mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon dan memanaskan
jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di
wilayah yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra dan
kandung kemih dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui
urin.1
Gambar 16. Thermotherapy dengan Air1
d. Bedah
1) Operasi transurethral.
Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah
memberikan anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan
instrumen melalui uretra.3
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP)
digunakan untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk
28
BPH. Dengan TURP, alat yang disebut resectoscope dimasukkan
melalui penis. The resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci dan
diameter 1 / 2 inci, berisi lampu, katup untuk mengendalikan cairan
irigasi, dan loop listrik yang memotong jaringan dan segel pembuluh
darah.3
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades
adalah sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi
sistemik dan menyebabkan hipotermia relative atau gejala intoksikasi
air yang dikenal dengan sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang
mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat dan terdapat
bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak
dan jatuh ke dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma
TURP operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi
lebih dari 1 jam dan baru memasang sistostomi terlebih dahulu sebelum
reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sistemik.3,5
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat
resectoscope untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada
suatu waktu. Potongan-potongan jaringan dibawa oleh cairan ke
kandung kemih dan kemudian dibuang keluar pada akhir operasi.
Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka
dan memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek
samping yang mungkin TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke
belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir mundur ke dalam
kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra.3,5
Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut
Perdarahan Perdarahan Inkontinensi
Sindrom TURP Infeksi
lokal/sistemik
Dinsfungsi ereksi
Perforasi Ejakulasi retrograde
Striktur uretra
29
Tabel 7. Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan3,7
Gambar 17. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika
pasca TURP3
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP),
prosedur ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher
kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada
hiperplasi prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius
dan pada pasen yang umurnya masih muda.3,7
2) Open surgery`
30
(a)(b)
(c)
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak
dapat digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat
digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar
(>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak
dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan
suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin).
Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia urin (3%), impotensia (5-
10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%).
Perbaikan gejala klinis 85-100%. 1,7
3) Operasi laser
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan
pada suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser
menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan
terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh
jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation),
sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung
sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak
flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke
dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan beberapa
semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser
menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.1,3
Gambar 18. Operasi Laser pada Prostat1
a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi
laser interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan
prostat untuk menghancurkannya.1
31
Gambar 19. Interstitial laser coagulation1
b) Potoselectif vaporisasi przostat (PVP).
PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan
prostat. Cara sama dengan TURP, hanya saja teknik ini
memakai roller ball yang spesifik dengan mesin diatermi yang
cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar
prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan
pada saat operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada
prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan
waktu operasi yang lebih lama.1
Gambar 20. Potoselectif vaporisasi prostat1
e. Kontrol berkala
Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah
terdapat perbaikan klinis
Pengobatan penghambat 5α-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6
Pengobatan penghambat 5α-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan
melakukan pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi
Terapi invasive minimal
32
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian
skor miksi, juga diperiksa kultur urin
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan
penyulit.3
BAB III
KESIMPULAN
Hiperplasia kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna
pada populasi pria lanjut usia. Dengan bertambah usia, ukuran kelenjar dapat
bertambah karena terjadi hiperplasia jaringan fibromuskuler dan struktur epitel
kelenjar (jaringan dalam kelenjar prostat). Gejala dari pembesaran prostat ini
terdiri dari gejala obstruksidan gejala iritatif.3,9
Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi
bedah konvensional, dan terapi minimal invasif. Prognosis untuk BPH berubah-
ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung
meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang
buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat. 3,9
33
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. McVary, Kevin T. American Urological Association Guideline:
Management of Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). American
Urological Association Education and Research, Inc. 2010.
2. Edwards, Jonathan L. Diagnostic and Management of Benign Prostatic
Hyperplasia. Ohio: American Family Physician; 2008. 1403-1410
3. Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta :
Sagung Seto. 2011.
4. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartz’s Principles of Surgery
8th Edition. Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005
5. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar
Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997; 2008. 1058-64.
6. Sarma. Aruna V. Benign Prostatic Hyperplasia and Lower Urinary Tract
Symptoms. The Department of Urology, University of Michigan, Ann
Arbor. 2012.
7. Senagore, Anthony J. The Gale Encyclopedia of Surgery Vol. 2. USA:
Gale; 2004. 1041-1045
8. Rahardjo, J. Rahardjo, J. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu
Bedah. Binarupa aksara, Jakarta ; 2005.160-169.
9. Lepor, Herbert. Pathophysiology, Epidemiology, and Natural History of
Benign Prostatic Hyperplasia. US: PMC. 2004.
34
35