48
CA LAMBUNG Kanker harus semakin diwaspadai mengingat jumlah penderitanya yang terus bertambah. Jenis kanker pun semakin banyak dan hampir semua organ tubuh bisa terkena. salah satunya adalah kanker lambung. Penyakit ini, memang jumlah penderitanya di Indonesia masih sangat kecil, tetapi seperti jenis kanker lainnya, kanker lambung sulit untuk disembuhkan. Tumor jinak di lambung tidak menimbulkan gejala atau masalah medis. Tetapi kadang-kadang, beberapa mengalami perdarahan atau berkembang menjadi kanker. Sekitar 99% kanker lambung adalah adenokarsinoma. Kanker lambung lainnya adalah leiomiosarkoma (kanker otot polos) dan limfoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia lanjut. Kurang dari 25 % kanker tertentu terjadi pada orang di bawah usia 50 tahun. Di Cina, Jepang, Cili dan Iceland, kanker lambung sering sekali ditemukan. Di AS, lebih sering terjadi pada orang miskin, orang kulit hitam dan orang yang tinggal di utara. Dan merupakan penyebab kematian no. 7, yang terjadi pada sekitar 8 dari setiap 100.000 orang ( Rudi Prasetyo,2008). Ca lambung merupakan neoplasma maligna yang ditemukan dilambung. Kanker lambung sering dimulai pada sisi dimana lapisan lambung meradang. Tetapi banyak ahli yakin bahwa peradangan adalah akibat dari kanker lambung, bukan sebagai penyebab kanker. ( Khaidir Muhaj,2009 ).

CA Lambung

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: CA Lambung

CA LAMBUNG

Kanker harus semakin diwaspadai mengingat jumlah penderitanya yang terus bertambah.

Jenis kanker pun semakin banyak dan hampir semua organ tubuh bisa terkena. salah satunya

adalah kanker lambung. Penyakit ini, memang jumlah penderitanya di Indonesia masih sangat

kecil, tetapi seperti jenis kanker lainnya, kanker lambung sulit untuk disembuhkan.

Tumor jinak di lambung tidak menimbulkan gejala atau masalah medis. Tetapi kadang-

kadang, beberapa mengalami perdarahan atau berkembang menjadi kanker. Sekitar 99% kanker

lambung adalah adenokarsinoma. Kanker lambung lainnya adalah leiomiosarkoma (kanker otot

polos) dan limfoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia lanjut. Kurang dari 25 %

kanker tertentu terjadi pada orang di bawah usia 50 tahun. Di Cina, Jepang, Cili dan Iceland,

kanker lambung sering sekali ditemukan. Di AS, lebih sering terjadi pada orang miskin, orang

kulit hitam dan orang yang tinggal di utara. Dan merupakan penyebab kematian no. 7, yang

terjadi pada sekitar 8 dari setiap 100.000 orang ( Rudi Prasetyo,2008).

Ca lambung merupakan neoplasma maligna yang ditemukan dilambung. Kanker lambung

sering dimulai pada sisi dimana lapisan lambung meradang. Tetapi banyak ahli yakin bahwa

peradangan adalah akibat dari kanker lambung, bukan sebagai penyebab kanker. ( Khaidir

Muhaj,2009 ).

Tumor jinak di lambung agaknya tidak menimbulkan gejala atau masalah medis. Tetapi

kadang-kadang, beberapa mengalami perdarahan atau berkembang menjadi kanker.

Sekitar 99% kanker lambung adalah adenokarsinoma. Kanker lambung lainnya adalah

leiomiosarkoma (kanker otot polos) dan limfoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia

lanjut. Kurang dari 25 % terjadi pada orang di bawah usia 50 tahun.

Di Cina, Jepang, Cili dan Iceland, kanker lambung sering sekali ditemukan. Di AS, lebih

sering terjadi pada orang miskin, orang kulit hitam dan orang yang tinggal di utara. Dan

merupakan penyebab kematian no 7, yang terjadi pada sekitar 8 dari setiap 100.000 orang

( Admin,2010 ).

Kanker lambung merupakan neoplasma maligna yang ditemukan di lambung, biasanya

adenokarsinoma, meskipun mungkin merupakan limfoma malignansi. Diketahui bahwa cancer

lambung 2 kali lebih umum terjadi pada pria daripada wanita dan lebih sering terjadi pada klien

yang mengalami anemia pernisiosa.

Page 2: CA Lambung

Meskipun tidak ada faktor etiologi khusus yang dihubungkan dengan ca lambung, banyak

faktor yang tampak berhubungan dengan perkembangan penyakit ini seperti inflamasi lambung

kronik, anemia pernisiosa, ulkus lambung, bakteri Helicobacter Pylori dan faktor keturunan (Ns

Nurhayati, S.Kep ).

Neopasma ialah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus-

menerus secara tak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna

bagi tubuh (Patologi, dr. Achmad Tjarta,2002).

Karsinoma Gaster ialah suatu neoplasma yang terdapat pada Gaster (R. Simadibrata,

2000).

B. ETIOLOGI

Beberapa ahli berpendapat, ulkus gastrikum bisa menyebabkan kanker. Tapi kebanyakan

penderita ulkus dan kanker lambung, kemungkinan sudah mengidap kanker yang tidak terdeteksi

sebelum tukaknya terbentuk. Helicobacter pylori, kuman yang memegang peranan penting dalam

ulkus duodenalis, juga bisa berperan dalam terjadinya kanker lambung. Penyebab kanker

lambung adalah bakteri Helicobacter Pylori yang ditemukan oleh dua warga Australia peraih

hadiah Nobel Kedokteran pada tahun 2005, yakni J. Robin Warren dan Barry J. Marshall.

Kebanyakan penderita kanker lambung datang ke dokter sudah dalam kondisi stadium akhir.

Bahkan di Amerika Serikat, hanya 10-20 persen penderita yang diketahui datang ke dokter pada

stadium awal. Akan tetapi, penyebab keberadaan bakteri Helicobacter Pylori di dalam lambung

masih belum diketahui dengan pasti. Banyak hal yang menjadi penyebabnya. Misalnya pola

makan yang tidak sehat, seperti kurang mengkonsumsi buah dan sayur. Juga gaya hidup tidak

sehat, seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, dan makan makanan yang dibakar (barbeque).

Polip lambung, suatu pertumbuhan jinak yang berbentuk bundar, yang tumbuh ke dalam rongga

lambung, diduga merupakan pertanda kanker dan oleh karena itu polip selalu diangkat.

Kanker mungkin terjadi bersamaan dengan jenis polip tertentu, yaitu polip yang lebih

besar dari 1,8 cm atau polip yang jumlahnya lebih dari 1. Faktor makanan tertentu diperkirakan

berperan dalam pertumbuhan kanker lambung. Faktor-faktor ini meliputi :

a.       asupan garam yang tinggi.

b.      asupan karbohidrat yang tinggi.

Page 3: CA Lambung

c.       asupan bahan pengawet (nitrat) yang tinggi.

d.      asupan sayuran hijau dan buah yang kurang.

e.       ada kaitannya dengan : diet, genetic, komposisi tanah, lambung kronis.

Namun para penyelidik berpendapat bahwa komposisi makanan merupakan faktor

penting dalam kejadian karsinoma Gaster. Makanan tersebut seperti ;

f.       Gastritis kronis.

g.      Faktor infeksi (oleh kuman H. Pylory).

h.      Herediter.

i.        Sering Makan daging hewan dengan cara dipanggang atau dibakar atau diasapkan.

j.        Sering makan makanan yang terlalu pedas.

k.      Kurang makanan yang mengandung serat.

l.        Makan makanan yang memproduksi bahan karsinogenik

Ada yang timbul sebagai hubungan dengan konsumsi garam yang meningkat. Ingesti

nitrat dan nitrit dlam diet tinggi protein telah memberikan perkembangan dalam teori bahwa

senyawa karsinogen seperti nitrosamine dan nitrosamide dapat dibentuk oleh gerak pencernaan.

Penurunan kanker lambung di USA pada decade lalu dipercaya sebagai hasil pendinginn

yang meningkat yang mnyebabkan terjadinya bermacam-macam makanan segar termasuk susu,

sayuran, buah, juice, daging sapid an ikan, dengan penurunan konsumsi makanan yang

diawetkan, garam, rokok, dan makanan pedas. Jadi dipercaya bawha pendinginan dan vit C (dlm

buah segar dan sayuran) dapat menghambat nitrokarsinogen.

Factor genetic mungkin memainkan peranan dalam perkembangan kanker lambung.

Frekuensi lebih besar timbul pada individu dgn gol.darah A. Riwayat keluarga meningkatkan

resiko individu tetapi minimal, hanya 4% dari organ dgn karsinoma lambung mempunyai

riwayat keluarga.

C. KLASIFIKASI

Early gastric cancer (tumor ganas lambung dini). Berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi,

gastroskopi dan pemeriksaan histopatologis dapat dibagi atas :

1.      Tipe I (pritrured type)

Page 4: CA Lambung

Tumor ganas yang menginvasi hanya terbatas pada mukosa dan sub mukosa yang berbentuk

polipoid. Bentuknya ireguler permukaan tidak rata, perdarahan dengan atau tanpa ulserasi.

2.      Tipe II (superficial type)

Dapat dibagi atas 3 sub tipe.

a.       Tipe II.a. (Elevated type)

Tampaknya sedikit elevasi mukosa lambung. Hampir seperti tipe I, terdapat sedikit elevasi dan

lebih meluas dan melebar.

b.      Tipe II.b. (Flat type)

Tidak terlihat elevasi atau depresi pada mukosa dan hanya terlihat perubahan pada warna

mukosa.

c.       Tipe II.c. (Depressed type)

Didapatkan permukaan yang iregular dan pinggir tidak rata (iregular) hiperemik / perdarahan.

3.      Tipe III. (Excavated type)

Menyerupai Bormann II (tumor ganas lanjut) dan sering disertai kombinasi seperti tipe II c dan

tipe III atau tipe III dan tipe II c, dan tipe II a dan tipe II c.

Advanced gastric cancer (tumor ganas lanjut). Menurut klasifikasi Bormann dapat dibagi atas :

1.      Bormann I.

Bentuknya berupa polipoid karsinoma yang sering juga disebut sebagai fungating dan mukosa di

sekitar tumor atropik dan iregular.

2.      Bormann II

Merupakan Non Infiltrating Carsinomatous Ulcer dengan tepi ulkus serta mukosa sekitarnya

menonjol dan disertai nodular. Dasar ulkus terlihat nekrotik dengan warna kecoklatan, keabuan

dan merah kehitaman. Mukosa sekitar ulkus tampak sangat hiperemik.

3.      Bormann III.

Berupa infiltrating Carsinomatous type, tidak terlihat bats tegas pada dinding dan infiltrasi difus

pada seluruh mukosa.

4.      Bormann IV

Berupa bentuk diffuse Infiltrating type, tidak terlihat batas tegas pada dinding dan infiltrasi difus

pada seluruh mukosa.

Page 5: CA Lambung

D. MANIFESTASI KLINIK

Gejala awal dari kanker lambung sering tidak nyata karena kebanyakan tumor ini

dikurvatura kecil, yang hanya sedikit menyebabkan ggn fungsi lambung. Beberapa penelitian

telah menunjukkan bahwa gejala awal seperti nyeri yg hilang dgn antasida dapat menyerupai

gejala pd pasien ulkus benigna. Gejala penyakit progresif dapat meliputi tidak dapat makan,

anoreksia, dyspepsia, penurunan BB, nyeri abdomen, konstipasi, anemia dan mual serta muntah (

Harnawati,2008 ).

a.             Bercak darah dalam tinja merupakan salah satu tanda-tanda menderita kanker perut Adanya

darah saat membagikan feses juga disebabkan oleh kondisi lain,. Tapi untuk kanker perut itu

adalah salah satu gejala yang paling indikatif. Juga, itu adalah gejala yang dihubungkan ke

beberapa jenis kanker. Ketika ada tumor hadir di perut, mungkin menyebabkan darah mengalir

keluar melalui tinja.

b.            Penderitaan dari rasa sakit konstan dalam perut merupakan gejala dari kanker lambung. Hal

ini bisa apa saja dari rasa sakit ringan sampai nyeri kram parah. Jenis rasa sakit biasanya ada di

daerah atas perut.

c.             Konstan dengan mual muntah, terutama setelah Anda makan adalah tanda kanker lambung.

mual mungkin gigih dan hadir untuk jangka waktu yang panjang. Hal ini pernah berhubungan

dengan demam atau sakit kepala. Jenis mual sering menunjukkan masalah kesehatan serius.

d.            Kehilangan nafsu makan tanpa alasan adalah tanda lain yang cukup sering terlihat pada orang

yang menderita dari kanker terdiagnosis dalam lambung. Beberapa orang mungkin mengalami

kembung di daerah perut bahkan jika mereka tidak makan apa-apa. Kebiasaan usus dapat

berubah drastis.

Pada stadium awal kanker lambung, gejalanya tidak jelas dan sering tidak dihiraukan. Jika

gejalanya berkembang, bisa membantu menentukan dimana lokasi kanker lambung tersebut.

Sebagai contoh, perasaan penuh atau tidak nyaman setelah makan bisa menunjukkan adanya

kanker pada bagian bawah lambung.

Penurunan berat badan atau kelelahan biasanya disebabkan oleh kesulitan makan atau

ketidakmampuan menyerap beberapa vitamin dan mineral. Anemia bisa diakibatkan oleh

perdarahan bertahap yang tidak menyebabkan gejala lainnya. Kadang penderita juga bisa

Page 6: CA Lambung

mengalami muntah darah yang banyak (hematemesis) atau mengeluarkan tinja kehitaman

(melena).

Bila kanker lambung bertambah besar, mungkin akan teraba adanya massa pada dinding perut.

Pada stadium awal, tumor lambung yang kecil bisa menyebar (metastasis) ke tempat yang jauh.

Penyebaran tumor bisa menyebabkan pembesaran hati, sakit kuning (jaundice), pengumpulan

cairan di perut (asites) dan nodul kulit yang bersifat ganas. Penyebaran kanker juga bisa

menyebabkan pengeroposan tulang, sehingga terjadi patah tulang ( Admin,2010 ).

E. PENATALAKSANAAN

1.      Pencegahan

Kanker lambung dapat dicegah dengan cara-cara di bawah ini, untuk mengurangi risiko kanker

perut dengan membuat perubahan kecil kehidupan sehari-hari Anda. Sebagai contoh, cobalah

untuk:

a.       Makan lebih banyak buah dan sayuran. Cobalah untuk memasukkan lebih banyak buah dan

sayuran ke dalam makanan setiap hari. Memilih berbagai jenis buah-buahan dan sayuran

berwarna.

b.      Mengurangi jumlah makanan diasap dan asin yang anda makan. Lindungi perut Anda dengan

membatasi makanan ini. Coba dengan bumbu dan cara lain untuk penyedap makanan yang tidak

menambahkan natrium.

c.       Berhenti merokok. Jika Anda merokok, berhenti. Jika Anda tidak merokok, jangan mulai.

Merokok meningkatkan risiko kanker perut, dan juga banyak jenis kanker lainnya. Berhenti

merokok bisa sangat sulit, sehingga mintalah bantuan dokter.

d.      Tanyakan kepada dokter Anda tentang risiko kanker perut. Beberapa kondisi medis yang

meningkatkan risiko kanker perut, seperti anemia, maag dan perut polip. Jika Anda telah

didiagnosa dengan salah satu kondisi tersebut, tanyakan kepada dokter bagaimana ini

mempengaruhi risiko kanker perut. Bersama Anda dapat mempertimbangkan periodik endoskopi

untuk mencari tanda-tanda kanker perut. Tidak ada pedoman untuk menentukan siapa yang harus

menjalani skrining untuk kanker lambung di Amerika Serikat. Tetapi dalam beberapa kasus,

Anda dan dokter Anda dapat memutuskan risiko Anda cukup tinggi bahwa manfaat dari skrining

lebih besar daripada potensi resiko.

Page 7: CA Lambung

2.      Pengobatan

a.       Kemoterapi dan terapi radiasi

Bila karsinoma telah menyebar ke luar dari lambung, tujuan pengobatannya adalah untuk

mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup. Kemoterapi dan terapi penyinaran bisa

meringankan gejala.

Hasil kemoterapi dan terapi penyinaran pada limfoma lebih baik daripada karsinoma. Mungkin

penderita akan bertahan hidup lebih lama bahkan bisa sembuh total.

b.      Reseksi bedah.

Jika penyakit belum menunjukkan tanda penyebaran, pilihan terbaik adalah pembedahan.

Walaupun telah terdapat daerah sebar, pembedahab sudah dapat dilakukan sebagai tindakan

paliatif. Reaksi kuratif akan berhsil bila tidak ada tanda metastasis di tempat lain, tidak ada sisa

Ca pada irisan lambung, reseksi cairan sekitar yang terkena, dari pengambilan kelenjar limfa

secukupnya.

c.       Obat multiple (fluorosil, mitomisin C dan doksorubisin)

Di antara obat yang di gunakan adalah 5 FU, trimetrexote, fluorosil, mitomisin C, doksorubisin,

hidrourea, epirubisin dan karmisetin dengan hasil 18 – 30 %.

d.      Hiperalimentasi (nutrisi intravena).

Nutrisi intravena yag disuntikan melalui intravena yang berfunsi untuk menggantikan nutrisi

karena kanker lambung ini. Karena kanker lmbung ini proses penyerapan nutrisi yang terjadi di

lambung terganggu dan mengakibatkan kekurangan nutrisi dari kebutuhan yang diperlukan.

Maka diberikan hiperalimentasi ini.

3.      Perawatan

a.       Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus tetap

berbaring sampai beberapa hari setelah tanda dan gejala terjadi, dan 7 hari setelah dilakukan

operasi untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.

b.      Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan2 posisi berbaring untuk

menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.

4.      Diet

a.       Pada mulanya klien diberikan makanan diet cair atau bubur saring kemudian bubur kasar

untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus.

Page 8: CA Lambung

GastritisGastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti

inflamasi/peradangan. Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis adalah proses

inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme

protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Secara hispatologi dapat

dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Lindseth dalam Prince (2005:

422), gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat

bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.

Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh

ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu

berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau

terapi radiasi (Brunner, 2000 : 187).

Dari defenisi-defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan

atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan

ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, cepat, makan

makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya

gastritis.

Gastritis berarti peradangan mukosa lambung. Peradangan dari gastritis dapat hanya

superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung, dan pada kasus-kasus

yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung yang hampir lengkap. Pada

beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan berat, dengan ekskoriasi ulserativa

mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri (Guyton, 2001).

Secara garis besar, gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan pada

manifestasi klinis, gambaran hispatologi yang khas, distribusi anatomi, dan kemungkinan

patogenesis gastritis. Didasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan

kronik. Harus diingat, bahwa walaupun dilakukan pembagian menjadi akut dan kronik, tetapi

keduanya tidak saling berhubungan. Gastritis kronik bukan merupakan kelanjutan gastritis akut

(Suyono, 2001).

1.1  Gastritis Akut

Page 9: CA Lambung

Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan

sembuh sempurna (Prince, 2005: 422). Gastritis akut terjadi akibat respons mukosa lambung

terhadap berbagai iritan lokal. Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus

merupakan penyakit yang ringan.

Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat, yang

dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat

terjadi yang mengakibatkan obstruksi pylorus (Brunner, 2000).

Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang

berat adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada

penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi drosi

yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi

pada mukosa lambung tersebut (Suyono, 2001: 127).

1.1.1  Gastritis Akut Erosif

Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis akut erosif adalah suatu peradangan

permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Disebut erosi apabila

kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di

klinik, sebagai akibat efek samping dari pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit-penyakit lain

atau karena sebab yang tidak diketahui.

Perjalanan penyakitnya biasanya ringan, walaupun demikian kadang-kadang dapat

menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran cerna bagian atas. Penderita gastritis

akut erosif yang tidak mengalami pendarahan sering diagnosisnya tidak tercapai (Suyono, 2001).

Untuk menegakkan diagnosis tersebut diperlukan pemerisaan khusus yang sering dirasakan

tidak sesuai dengan keluhan penderita yang ringan saja. Diagnosis gastritis akut erosif,

ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi

biopsi mukosa lambung (Suyono, 2001).

2.1.1.2  Gastritis Akut Hemoragik

Ada dua penyebab utama gastritis akut hemoragik; Pertama diperkirakan karena minum

alkohol atau obat lain yang menimbulkan iritasi pada mukosa gastrik secara berlebihan (aspirin

atau NSAID lainnya). Meskipun pendarahan mungkin cukup berat, tapi pendarahan pada

kebanyakan pasien akan berhenti sendiri secara spontan dan mortalitas cukup rendah. Kedua

adalah stress gastritis yang dialami pasien di Rumah Sakit, stress gastritis dialami pasien yang

Page 10: CA Lambung

mengalami trauma berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit berat lainnya

(Suyono, 2001).

Erosi stress merupakan lesi hemoragika pungtata majemuk pada lambung proksimal yang

timbul dalam keadaan stress fisiologi parah dan tak berkurang. Berbeda dengan ulserasi

menahun yang lebih biasa pada traktus gastrointestinalis atas, ia jarang menembus profunda ke

dalam mukosa dan tak disertai dengan infiltrasi sel radang menahun. Tanpa profilaksis efektif,

erosi stress akan berlanjut dan bersatu dalam 20% kasus untuk membentuk beberapa ulserasi

yang menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atas dari keparahan yang mengancam nyawa.

Keadaan ini dikenal sebagai gastritis hemoragika akuta (Sabiston, 1995: 525).

1.2  Gastritis Kronik

Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina propria

dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan sel

plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan jumlah limfosit dan

sel plasma pada mukosa lambung. Derajat paling ringan gastritis kronis adalah gastritis

superfisial kronis, yang mengenai bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang

lebih parah juga mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya

berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia intestinal

(Chandrasoma, 2005 : 522).

Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari dua tipe, yaitu tipe A yang

merupakan gastritis autoimun yang terutama mengenai tubuh dan berkaitan dengan anemia

pernisiosa; dan tipe B yang terutama meliputi antrum dan berkaitan dengan infeksi Helicobacter

pylori. Terdapat beberapa kasus gastritis kronis yang tidak tergolong dalam kedua tipe tersebut

dan penyebabnya tidak diketahui (Chandrasoma, 2005 : 522).

Gastritis kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung pada kelainan histologi,

topografi, dan etiologi yang menjadi dasar pikiran pembagian tersebut (Suyono, 2001).

Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 128), klasifikasi histologi yang sering digunakan

membagi gastritis kronik menjadi :

1.             Gastritis kronik superficial

Apabila dijumpai sebukan sel-sel radang kronik terbatas pada lamina propria mukosa

superfisialis dan edema yang memisahkan kelenjar-kelenjar mukosa, sedangkan sel-sel kelenjar

tetap utuh. Sering dikatakan gastritis kronik superfisialis merupakan permulaan gastritis kronik.

Page 11: CA Lambung

2.             Gastritis kronik atrofik

Sebukan sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam disertai dengan distorsi dan destruksi

sel kelenjar mukosa lebih nyata. Gastritis atrofik dianggap sebagai kelanjutan gastritis kronik

superfisialis.

3.             Atrofi lambung

Atrofi lambung dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik. Pada saat itu struktur

kelenjar menghilang dan terpisah satu sama lain secara nyata dengan jaringan ikat, sedangkan

sebukan sel-sel radang  juga menurun. Mukosa menjadi sangat tipis sehingga dapat menerangkan

mengapa pembuluh darah menjadi terlihat saat pemeriksaan endoskopi.

4.             Metaplasia intestinal

Suatu perubahan histologis kelenjar-kelenjar mukosa lambung menjadi kelenjar-kelenjar

mukosa usus halus yang mengandung sel goblet. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi

secara menyeluruh pada hampir seluruh segmen lambung, tetapi dapat pula hanya merupakan

bercak-bercak pada beberapa bagian lambung.

Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), distribusi anatomis pada gastritis kronik dapat

dibagi menjadi tifa bagian, yaitu :

1.             Gastritis Kronis Tipe A

Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya

autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik, dan berkaitan dengan

tidak adanya sel parietal dan chief cell, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan

tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan sangat berat, tidak terjadi produksi faktor intrinsik.

Anemia pernisiosa seringkali dijumpai pada pasien karena tidak tersedianya faktor intrinsik

untuk mempermudah absorpsi vitamin B12 dalam ileum (Prince, 2005: 423).

Jadi, anemia pernisiosa itu disebabkan oleh kegagalan absorpsi vitamin B12 karena

kekurangan faktor intrinsik akibat gastritis kronis autoimun. Autoimunitas secara langsung

menyerang sel parietal pada korpus dan fundus lambung yang menyekresikan faktor intrinsik dan

asam (Chandrasoma, 2005 : 522).

Reaksi autoimun bermanifestasi sebagai sebukan limfo-plasmasitik pada mukosa sekitar

sel parietal, yang secara progresif berkurang jumlahnya. Netrofil jarang dijumpai dan tidak

didapati Helicobacter pylori. Mukosa fundus dan korpus menipis dan kelenjar-kelenjar

dikelilingi oleh sel mukus yang mendominasi. Mukosa sering memperlihatkan metaplasia

Page 12: CA Lambung

intestinal yang ditandai dengan adanya sel goblet dan sel paneth. Pada stadium akhir, mukosa

menjadi atrofi  dan sel parietal menghilang (gastritis kronis tipe A) (Chandrasoma, 2005 : 522).

2.             Gastritis Kronis Tipe B

Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena umumnya mengenai

daerah antrum lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan gastritis kronis tipe A.

Gastritis kronis tipe B lebih sering terjadi pada penderita yang berusia tua. Bentuk gastritis ini

memiliki sekresi asam yang normal dan tidak berkaitan dengan anemia pernisiosa. Kadar gastrin

yang rendah sering terjadi. Penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah infeksi kronis oleh

Helicobacter pylori. Faktor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang

berlebihan, merokok, dan refluks empedu kronis dengan kofaktor Helicobacter pylori (Prince,

2005: 423).

Gastritis kronis tipe B secara maksimal melibatkan bagian antrum, yang merupakan tempat

predileksi Helicobacter pylori. Kasus-kasus dini memperlihatkan sebukan limfoplasmasitik pada

mukosa lambung superfisial. Infeksi aktif Helicobacter pylori hampir selalu berhubungan

dengan munculnya nertrofil, baik pada lamina propria ataupun pada kelenjar mukus antrum.

Pada saat lesi berkembang, peradangan meluas yang meliputi mukosa dalam dan korpus

lambung. Keterlibatan mukosa bagian dalam menyebabkan destruksi kelenjar mukus antrum dan

metaplasia intestinal (gastritis atrofik kronis tipe B) (Chandrasoma, 2005 : 523).

Pada 60-70% pasien, didapatkan Helicobacter pylori pada pemeriksaan histologis atau

kultur biopsi. Pada banyak pasien yang tidak didapati organisme ini, pemeriksaan serologisnya

memperlihatkan antibodi terhadap Helicobacter pylori, yang menunjukkan sudah ada infeksi

Helicobacter pylori sebelumnya (Suyono, 2001).

Helicobacter pylori adalah organisme yang kecil dan melengkung, seperti vibrio, yang

muncul pada lapisan mukus permukaan yang menutupi permukaan epitel dan lumen kelenjar.

Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang menyerang sel permukaan, menyebabkan

deskuamari sel yang dipercepat dan menimbulkan respon sel radang kronis pada mukosa

lambung. Helicobacter pylori ditemukan lebih dari 90% dari hasil biopsi yang menunjukkan

gastritis kronis.  Organisme ini dapat dilihat pada irisan rutin, tetapi lebih jelas dengan

pewarnaan perak Steiner atau Giemsa. Keberadaan Helicobacter pylori berkaitan erat dengan

peradangan aktif dengan netrofil. Organisme dapat tidak ditemukan pada pasien gastritis akut

inaktif, terutama bila terjadi metaplasia intestinal (Chandrasoma, 2005 : 524).

Page 13: CA Lambung

3.             Gastritis kronis tipe AB

Gastritis kronis tipe AB merupakan gastritis kronik yang distribusi anatominya menyebar

keseluruh gaster. Penyebaran ke arah korpus tersebut cendrung meningkat dengan bertambahnya

usia (Suyono, 2001: 130).

2.2  Fisiologi Lambung

Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti kantung,

dapat berdilatasi, dan berfungsi mencerna makanan dibantu oleh asam klorida (HCl) dan enzim-

enzim seperti pepsin, renin, dan lipase. Lambung memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi

pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi, yaitu pencernaan protein

oleh pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan,

sekresi mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung serta sebagai pelumas

sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama dengan sekresi gel mukus

yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin. Fungsi motorik lambung terdiri atas

penyimpanan makanan sampai makanan dapat diproses dalam duodenum, pencampuran

makanan dengan asam lambung, hingga membentuk suatu kimus, dan pengosongan makanan

dari lambung ke dalam usus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi dalam

usus halus (Prince, 2005).

Lambung akan mensekresikan asam klorida (HCl) atau asam lambung dan enzim untuk

mencerna makanan. Lambung memiliki motilitas khusus untuk gerakan pencampuran makanan

yang dicerna dan cairan lambung, untuk membentuk cairan padat yang dinamakan kimus

kemudian dikosongkan ke duodenum. Sel-sel lambung setiap hari mensekresikan sekitar 2500 ml

cairan lambung yang mengandung berbagai zat, diantaranya adalah HCl dan pepsinogen. HCl

membunuh sebagian besar bakteri yang masuk, membantu pencernaan protein, menghasilkan pH

yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta merangsang empedu dan cairan pankreas.

Asam lambung cukup pekat untuk menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada orang normal

mukosa lambung tidak mengalami iritasi atau tercerna karena sebagian cairan lambung

mengandung mukus, yang merupakan faktor perlindungan lambung (Ganong, 2001).

Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon. Sistem saraf yang bekerja

yatu saraf pusat dan saraf otonom, yakni saraf simpatis dan parasimpatis. Adapun hormon yang

bekerja antara lain adalah hormon gastrin, asetilkolin, dan histamin. Terdapat tiga fase yang

menyebabkan sekresi asam lambung. Pertama, fase sefalik, sekresi asam lambung terjadi

Page 14: CA Lambung

meskipun makanan belum masuk lambung, akibat memikirkan atau merasakan makanan. Kedua,

fase gastrik, ketika makanan masuk lambung akan merangsang mekanisme sekresi asam

lambung yang berlangsung selama beberapa jam, selama makanan masih berada di dalam

lambung. Ketiga, fase intestinal, proses sekresi asam lambung terjadi ketika makanan mengenai

mukosa usus. Produksi asam lambung akan tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur.

Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena kondisi tersebut

memudahkan lambung mengenali waktu makan sehingga produksi lambung terkontrol (Ganong,

2001).

Gambar 2.2 Phatway gastritis

Pada skema di atas, dijelaskan bahwa obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur,

stress, dan lain-lain dapat merusak mukosa lambung, mengganggu pertahanan mukosa lambung,

dan memungkinkan difusi kembali asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini

menimbulkan peradangan. Respons mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi

tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali

menghilang dengan sendirinya. Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang

dan dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif

mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung. Nekrosis dapat mengakibatkan

perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis.

Gastritis kronik dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar lambung dan keadaan

mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna abu-abu atau kehijauan (gastritis atropik).

Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya sekresi lambung dan

timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atropik boleh jadi merupakan pendahuluan untuk

karsinoma lambung. Gastritis kronik dapat pula terjadi bersamaan dengan ulkus peptikum

(Suyono, 2001).

5        Manifestasi Klinis

Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah

merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna

berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-tanda anemia pasca

Page 15: CA Lambung

perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, tanpa riwayat penggunaan obat-

obatan atau bahan kimia tertentu (Suyono, 2001).

Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi, ketidaknyamanan

abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi muntah, serta cegukan

beberapa pasien adalah asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi jika makanan pengiritasi tidak

dimuntahkan, tetapi jika sudah mencapai usus besar, pasien biasanya sembuh kira-kira dalam

sehari meskipun nafsu makan kurang atau menurun selama 2 sampai 3 hari (Ester, 2001).

6        Komplikasi Gastritis

Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), komplikasi yang timbul pada gastritis, yaitu

perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, berakhir dengan

syok hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi.

Jika dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus peptikum dan

pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko kanker

lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan

perubahan pada sel-sel di dinding lambung (Prince, 2005).

Kebanyakan kanker lambung adalah adenocarcinoma, yang bermula pada sel-sel kelenjar

dalam mukosa. Adenocarcinoma tipe 1 biasanya terjadi akibat infeksi Helicobacter pylori.

Kanker jenis lain yang terkait dengan infeksi akibat Helicobacter pylori adalah MALT (mucosa

associated lyphoid tissue) lymphomas, kanker ini berkembang secara perlahan pada jaringan

sistem kekebalan pada dinding lambung. Kanker jenis ini dapat disembuhkan bila ditemukan

pada tahap awal (Anonim, 2010).

7        Penatalaksanaan Gastritis

Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut

adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan sering. Obat-

obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2 inhibition

pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifoprotektor berupa sukralfat

dan prostaglandin.

Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko

tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat

menjadi kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida

Page 16: CA Lambung

dan antagonis H2 sehingga mencapai pH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan,

tetapi pada umumnya tetap dianjurkan.

Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis yang

berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah

dengan Misaprostol, atau Derivat Prostaglandin Mukosa.

Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek

teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si pasien

membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa mengancam

jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri gastrika

kiri atau gastrektomi. Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya atas dasar abolut (Suyono, 2001).

Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai

sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan

yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori tipe A (altrofik atau fundal) dan

tipe B (antral).

Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila

terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter Pylory.

Namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat yang

diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang

disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa

harus diberi pengobatan vitamin B12 dan terapi yang sesuai (Chandrasoma, 2005 : 522).

Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat, mengurangi

dan memulai farmakoterapi. Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan antibiotik (seperti

Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto bismol). Pasien dengan gastritis tipe A

biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12 (Chandrasoma, 2005 : 522).

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosa gastritis, dilakukan dengan berbagai  macam tes,

diantaranya :

1.      Tes Darah

Tes darah untuk melihat adanya antibodi terhadap serangan Helicobacter pylori. Hasil test

yang positif menunjukkan  bahwa seseorang pernah mengalami kontak dengan bakteri

Helicobacter pylori dalam hidupnya, tetapi keadaan tersebut bukan berarti seseorang telah

Page 17: CA Lambung

terinfeksi Helicobacter pylori. Tes darah juga dapat digunakan untuk mengecek terjadinya

anemia yang mungkin saja disebabkan oleh perdarahan karena gastritis (Anonim, 2010).

2.      Breath Test

Test ini menggunakan tinja sebagai sampel dan ditujukan untuk mengetahui apakah ada

infeksi Helicobacter pylori dalam tubuh seseorang.

3.      Stool Test

Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya Helicobacter pylori dalam sampel tinja

seseorang. Hasil test yang positif menunjukkan orang tersebut terinfeksi Helicobacter pylori.

Biasanya dokter juga menguji adanya darah dalam tinja yang menandakan adanya perdarahan

dalam lambung karena gastritis.

4.      Rontgen

Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang dapat dilihat

dengan sinar X. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum

dilakukan rontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di

rontgen.

5.      Endoskopi

Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang mungkin tidak

dapat dilihat dengan sinar X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil

yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan bagian

atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimatirasakan (anestesi), sebelum endoskop

dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam

saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari

jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini

memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh

pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang,

kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering

terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop (Anonim,2010).

Page 18: CA Lambung

ULKUS GASTER

1.DEFINISI

Ulkus merupakan defek di mukosa hingga muskularis mukosa bahkan bisa sampai lebih dalam

Ulkus peptikum merupakan ulkus dapat terjadi di setiap bagian saluran cerna yang terpajan getah asam peptik dan 98 % ada di duodenum dan lambung.

2.EPIDEMIOLOGI

Ulkus gaster lebih sering terjadi pada laki-laki Ulkus gaster biasa diderita pada dekade ke 4 dan 5 Prevalensi terjadinya lebih

Komplikasi atau penyulit:

ÞPerdarahan

Gejala yang berkaitan dengan perdarahan ulkus bergantung pada kecepatan kehilangan darah.

ÞPerforasi

Penyebab utama perforasi diperkirakan adalah disebabkan oleh berlebihnya sekresi asam dan seringkali terjadi akibat menelan NSAID, yang mengurangi jumlah sel ATP, menyebabkan rentan terhadap stress oksidan. Perbaikan dari sel yang tertunda ini yang akan menyebabkan terjadinya perforasi. Pengobatan adalah dengan melakukan pembedahan segera disertai dengan reseksi lambung atau penjahitan pada tempat perforasi, bergantung pada keadaan penderita.

ÞObstruksi

Obstruksi saluran keluar lambung akibat peradangan dan edema, pilorospasme, atau jaringan parut, terjadi pada sekitar 5% penderita ulkus peptik. Sehingga gejala yang timbul adalah anoreksia, mual, dan kembung setelah makan; serta sering terjadi penurunan berat badan. Bila obstruksi bertambah maka dapat timbul nyeri dan muntah. Pengobatan bertujuan untuk koreksi cairan dan elektrolit, dekompresi lambung dengan memasukkan tabung nasogastrik, dan koreksi pembedahan obstruksi (piloroplasti).

ÞIntraktabilitas

Penyulit ulkus peptikum yang paling sering terjadi adalah intraktabilitas, yang berarti bahwa terapi medis telah gagal mengatasi gejala secara memadai, sehingga penyakit ini sering sekali timbul. Penderita dapat mengalami gangguan tidur akibat nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, sering perlu perawatan di rumah sakit, atau hanya tidak mampu mengikuti cara pengobatan. Tindakan pembedahan diperlukan dan sering dianjurkan pada penderita intraktabilitas.

Page 19: CA Lambung

Pengobatan:

tujuan dari pengobatan ulkus peptikum sendiri adalah untuk menghambat atau membufer sekresi asam sehingga akan menghilangkan gejala dan mempermudah penyembuhan dari ulkus sendiri karena sebenarnya lambung juga mempunyai mekanisme perbaikan sendiri. Mekanisme perbaikan itu akan terganggu bila terdapat faktor-faktor lain yang memperberat, yang paling sering karena adanya sekresi asam yang berlebih. Untuk mencapai tujuan dari pengobatan tersebut, antara lain dengan:

Antasida Penatalaksanaan diet, yaitu denagn makan sedikit-sedikit tapi dengan frekuensi yang

tinggi (sering), guna menetralkan asam yang berlebih pada ulkus peptikum. AntikolinergikH menghambat saraf pascaganglion parasimpatik yang mensekresikan

asetikolin. Namun obat ini sudah jarang digunakan akibat efek lainnya yang kurang menguntungkan lambung, yaitu akan menghambat motilitas dari usus sendiri yang akan mengakibatkan perlambatan dari pengosongan lambung sendiri.

Penghambat H2 (Histamin) H karena efek dari histamin akan merangsang dari sekresi asam/Hcl dan pepsinogen. Preparat yang digunakan adalah simetidin, ranitidin, dan famotidin.

Anttimikroba/ anti bakteri, misalnya jika adanya infeksi dari Helicobacter pylori. Istirahat yang cukup, baik fisik maupun emosi.

Page 20: CA Lambung

Ulkus duodenum

A. Definisi

Ulkus duodenum atau tukak duodenum (TD) secara anatomis didefinisikan sebagai suatu defek

mukosa/ submukosa yang berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa sampai lapisan

serosa sehingga dapat terjadi perforasi. Secara klinis, suatu tukak adalah hilangnya epitel

superficial atau lapisan lebih dalam dengan diameter ≥ 5mm yang dapat diamati secara

endoskopi atau radiologis (Akil H.A.M, 2006).

B.Etiologi

Etiologi TD yang telah diketahui sebagai faktor agresif yang merusak pertaganan mukkosa

adalah Helicobacter pylori, obat anti inflamasi non-steroid, asam lambung/ pepsin dan faktor-

faktor lingkungan serta kelainan satu atau beberapa faktor pertahanan yang berpengaruh pada

kejadian TD.

C.Patogenesis

Helicobacter pylori ditularkan secara feko-oral atau oral-oral. Didalam terutama terkonsentrasi

dalam antrum, bakteri ini berada pada lapisan mukus dan sewaktuwaktu dapat menembus sel-sel

epitel/ antar epitel.

Bila terjagi infeksa H.pylori maka bakteri ini akan melekat pada permukaan epitel dangan

bantuan adhesin sehingga akan terjadi gastritis akut yang akan berlanjut maenjadi gastritis kronik

aktif atau duodenitis kronik aktif.

Bila terjadi infeksi H.pylori, host akan memberi respon untuk mengeliminasi/memusnahkan

bakteri ini melalui mobilitas sel-sel PMN/limfosit yang menginfiltrasi mukosa secara intensif

dengan mengeluarkan bermacam-macam mediator inflamasi atau sitokinin, yang bersama-sama

dengan reaksi imun yang timbul justru akan menyebabkan kerusakan sel-sel epitel

gastroduodenal yang lebih parah anmun tidak berhasil mengeliminasi bakteri dan infeksi menjadi

konik.

Page 21: CA Lambung

Penggunaan OAINS secara kronik dan reguler bukan hanya dapat menyebabkan kerusakan

struktral pada gastroduodenal, tapi juga pada usus halus dan usus besar berupa inflamasi, ulserasi

atau perforasi. OAINS bersifat asam sehingga dapat menyebabkan kerusakan epitel dalam

berbagai tingkat, namun yang paling utama adalah efek OAINS yang menghambat kerja dari

enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat, sehingga menekan produksi prostaglandin

dan prostasiklin yang berperan dalam memelihara keutuhan mukosa dengan mengatur aliran

darah mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi mukus dan bikarbonat, mengatur fungsi

immunosit mukosa serta sekresi basal asam lambung.

Faktor lingkungan yang dapat merupakan faktor resiko terjadinya TD adalah:

Merokok, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi H.pylori dengan menurunkan faktor

pertahanan dan menciptakan miliu yang sesuai untuk H.pylori.

Faktor stress, malnutrisi, makanan tinggi garam, defisiensi vitamin.

Beberapa penyakit tertentu dimana prevalensi TD meningkat, seperti eindrom Zilloninger

Elison, mastositosis sistemik, penyakit chron dan hiperparatiroidisme.

Faktor genetik.

D.Gambaran klinis

Gambaran klinik TD sebagai salah satu bentuk dispepsia organik adalah sindrom dispepsia

berupa nyeri atau rasa tidak nyaman pada epigastrium. Nyeri seperti rasa terbakar, nyeri raasa

lapar, rsa sakit/tidak nyaman yang mengganggu dan tidak terlokalisasi, biasanya terjadi setelah

90 menit sampai 3 jam post prandial dan nyeri dapat berkurang semaentara sesudah makan,

minum susu atau minum antasida.

Nyeri yang spesifik pada 75% pasien adalah nyeri tengah malam yang membangunkan pasien.

Neri yang muncul tiba-tiba dan menjalar ke punggung perlu diwaspadai adanya penetrasi tukak

ke pankreas, sedangkan nyeri yang muncul dan menetap mengenai seluruh perut dicurigai ssuatu

perforasi.

Page 22: CA Lambung

E.Diagnosis

Diagnosis pasti TD dilakukan dengan pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas dan

sekaligus dilakukan biopsi lambung untuk detiksi H.pylori atau dengan pemeriksaan foto barium

kontras ganda

Page 23: CA Lambung

DISPEPSIA

1. Definisi

Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang menunjukkan rasa nyeri atau

tidak menyenangkan pada bagian atas perut. Definisi dispepsia sampai saat ini disepakati oleh

para pakar dibidang gastroenterologi adalah kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) rasa tidak

nyaman atau nyeri yang dirasakan di daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan

lain yaitu perasaan panas di dada dan perut, regurgitas, kembung, perut terasa penuh, cepat

kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut.2

Sindroma dispepsia ini biasanya diderita selama beberapa minggu /bulan yang sifatnya hilang

timbul atau terus-menerus. (1)

Dispepsia didefinisikan sebagai nyeri kronis atau berulang atau rasa tidak nyaman

yang berpusat di perut bagian atas. Ketidaknyamanan didefinisikan sebagai perasaan negatif

subjektif yang tidak nyeri, dan dapat menggabungkan berbagai gejala termasuk cepat kenyang

atau kepenuhan perut bagian atas. Pasien dengan dominan

atau sering (lebih dari sekali seminggu) mulas atau regurgitasi asam harus dipertimbangkan

untuk memiliki gastroesophageal reflux disease (GERD) sampai terbukti sebaliknya (2)

Etiologi

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya dispepsia, yaitu pengleuaran asamb

lambung berlebih, pertahanan dindins lambung yang lemah, infeksi Helicobacter pyloriv(sejenis

bakteri yang hidup di dalam lambung dalam jumlah kecil, gangguan gerakan saluran pencernaan,

dan stress psikologis (Ariyanto, 2007).

Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya penyakit ulkus

lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia disebabkan karena kanker lambung, sehingga harus

diatasi dengan serius. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan bila terdapat salah satu

dari tanda ini, yaitu:

1. Usia 50 tahun keatas

2. Kehilangan berat badan tanpa disengaja

Page 24: CA Lambung

3. Kesulitan menelan

4. Terkadang mual-muntah

5. Buang air besar tidak lancar

6. Merasa penuh di daerah perut (Bazaldua, et al, 1999)

Secara umum dispepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan dyspepsia

nonorganik atau dispesia fungsional. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi

banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun (Richter cit Hadi, 2002). Dispepsia dapat disebut

dispepsia organik apabila penyebabnya telah diketahui secara jelas. Dispepsia fungsional atau

dispepsia non-organik, merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan

kelainan fungsi dari saluran makanan (Heading, Nyren, Malagelada cit Hadi, 2002).

2. Epidemiologi

a. Distribusi Frekuensi

Manusia

o Umur

Dispepsia terdapat pada semua golongan umur dan yang paling beresiko adalah diatas

umur 45 tahun. Penelitian yang dilakukan di Inggris ditemukan frekuensi anti

Helicobacter pylori pada anak-anak di bawah 15 tahun kira-kira 5% dan meningkat

bertahap antara 50%-75% pada populasi di atas umur 50 tahun. Di Indonesia, prevalensi

Helicobacter pylori pada orang dewasa antara lain di Jakarta 40-57% dan di Mataram

51%-66%.3

o Jenis Kelamin

Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki. Perbandingan

insidennya 2 : 1.5 Penelitian yang dilakukan Tarigan di RSUP. Adam Malik tahun 2001,

diperoleh penderita dispepsia fungsional laki-laki sebanyak 9 orang (40,9%) dan

perempuan sebanyak 13 orang (59,1%).15

o Etnik

Di Amerika, prevalensi dispepsia meningkat dengan bertambahnya usia, lebih tinggi pada

kelompok kulit hitam dibandingkan kelompok kulit putih. Di kalangan Aborigin

frekuensi infeksi Helicobacter pylori lebih rendah dibandingkan kelompok kulit putih,

Page 25: CA Lambung

walaupun kondisi hygiene dan sanitasi jelek. Penelitian yang dilakukan Tarigan di

Poliklinik penyakit dalam sub bagian gastroenterology RSUPH. Adam Malik Medan

tahun 2001, diperoleh proporsi dispepsia fungsional pada suku Batak 10 orang (45,5%),

Karo 6 orang (27,3%), Jawa 4 orang (18,2%), Mandailing 1 orang (4,5%) dan Melayu 1

orang (4,5%). Pada kelompok dispepsia organik, suku Batak 16 orang (72,7%), Karo 3

orang (13,6%), Nias 1 orang (4,5%) dan Cina 1 orang (4,5%).15

o Golongan Darah

Golongan darah yang paling tinggi beresiko adalah golongan darah O yang berkaitan

dengan terinfeksi bakteri Helicobacter pylori.13

o Tempat

Penyebaran dispepsia pada umumnya pada lingkungan yang padat penduduknya,

sosioekonomi yang rendah dan banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang

dibandingkan pada negara maju. Di negara berkembang diperkirakan 10% anak berusia

2-8 tahun terinfeksi setiaptahunnya sedangkan di negara maju kurang dari 1%.14

o Waktu

Penyakit dispepsia paling sering ditemukan pada bulan Ramadhan bagi yang

memjalankan puasa. Penelitian di Turki pada tahun 1994, ditemukan terjadi peningkatan

kasus dengan komplikasi tukak selama bulan ramadhan dibandingkan bulan lain.

Penelitian di Paris tahun 1994 yang melibatkan 13 sukarelawan yang melaksanakan

ibadah puasa membuktikan adanya peningkatan asam lambung dan pengeluaran pepsin

selama berpuasa dan kembali ke kadar normal setelah puasa ramadhan selesai.

b. Determinan

o Host/Penjamu

Penjamu adalah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor resiko

untuk terjadinya penyakit.

Umur dan Jenis kelamin

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Eddy Bagus di Unit Endoskopi

Gastroenterologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2001 diperoleh penderita

dispepsia terbanyak pada usia 30 sampai 50 tahun.

Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki. Perbandingan

insidennya 2:1.5

Page 26: CA Lambung

Stress dan Faktor Psikososial

Stres dan faktor psikososial diduga berperan pada kelainan fungsional saluran

cerna menimbulkan perubahan sekresi dan vaskularisasi. Dispepsia non ulser sebagai

suatu kelainan fungsional dapat dipengaruhi emosi sehingga dikenal dengan istilah

dispepsia nervosa.16

o Agent

Agent sebagai faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati yang

terdapat dalam jumlah yang berlebih atau kekurangan.

Page 27: CA Lambung

Helicobacter Pylori

Agent yang dapat menimbulkan dispepsia adalah Helicobacter pylori.

Helicobacter pylori dapat menginfeksi dan merusak mukosa lambung. Kerusakan ini

disebabkan ammonia, cytotosin dan zat lain yang dihasilkan oleh bakteri ini dan

bersifat merusak mukosa lambung.14,17

Obat-Obatan

Sejumlah obat-obatan dapat menyebabkan beberapa iritasi gastrointestinal

sehingga mengakibatkan mual, mual dan nyeri di ulu hati. Misalnya NSAIDs, aspirin,

potassium supplemen dan obat lainnya.16

Ketidaktoleransian Pada Makanan

Sejumlah makanan dapat menimbulkan dispepsia, diantaranya adalah jeruk,

makanan pedas, alkohol, makanan berlemak dan kopi. Mekanisme oleh makanan

yang menimbulkan dispepsia termasuk kelebihan makan, kegagalan pengosongan

gastrik, iritasi dan mukosa lambung.16

Gaya Hidup

Pada umumnya pasien yang menderita dispepsia adalah pengkonsumsi rokok,

minuman alkohol yang berlebihan, minum kopi dalam jumlah banyak dan makan

makanan yang mengandung asam.10

o Environment

Lingkungan merupakan factor yang menunjang terjadinya penyakit. Faktor ini

disebut sebagai faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan dapat berupa lingkungan fisik,

lingkungan biologis dan lingkungan sosial ekonomi.

Lingkungan Fisik

Penyebaran dispepsia pada umumnya terdapat di lingkungan yang padat penduduknya,

soioekonomi yang rendah dan banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang

dibandingkan dengan negara maju.14

o Lingkungan Sosial Ekonomi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hatono di PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar

tahun 2001-2002, diperoleh bahwa intensitas kebisingan di tempat kerja berpengaruh

sangat signifikan terhadap jumlah penderita dispepsia pada tenaga kerja di PT tersebut,

hal ini karena pengaruh bising yang dihasilkan mesin pabrik kepada stress pekerja.

Page 28: CA Lambung

3. Patofisiologi

Penyebab timbulnya gejala dispepsia sangat banyak sehingga diklasifikasikan

berdasarkan ada tidaknya penyebab dispepsia yaitu :

1. Dispepsia Organik

Dispepsia organik adalah Dispepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik sebagai

penyebabnya. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan

pada usia lebih dari 40 tahun.12 Dispepsia organik dapat digolongkan menjadi :10,13

a. Dispepsia Tukak

Keluhan penderita yang sering diajukan ialah rasa nyeri ulu hati. Berkurang atau bertambahnya

rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan

radiologi dapat menentukan adanya tukak di lambung atau duodenum.

b. Refluks Gastroesofageal

Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal, yaitu rasa panas di dada dan regurgitasi asam

terutama setelah makan.

c. Ulkus Peptik

Ulkus peptik dapat terjadi di esophagus, lambung, duodenum atau pada divertikulum meckel

ileum. Ulkus peptikum timbul akibat kerja getah lambung yang asam terhadap epitel yang

rentan. Penyebab yang tepat masih belum dapat dipastikan. Beberapa kelainan fisiologis yang

timbul pada ulkus duodenum :

Jumlah sel parietal dan chief cells bertambah dengan produksi asam yang makin

banyak.

Peningkatan kepekaan sel parietal terhadap stimulasi gastrin.

Peningkatan respon gastrin terhadap makanan

Penurunan hambatan pelepasan gastrin dari mukosa antrum setelah pengasaman isi

lambung.

Pengosongan lambung yang lebih cepat dengan berkurangnya hambatan pengosongan

akibat masuknya asam ke duodenum.

d. Penyakit Saluran Empedu

Page 29: CA Lambung

Sindroma dispepsia ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu. Rasa nyeri dimulai dari

perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar ke punggung dan bahu kanan.

e. Karsinoma

Karsinoma dari saluran makan (esophagus, lambung, pancreas dan kolon) sering menimbulkan

keluhan sindrom dispepsia. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa nyeri perut. Keluhan

bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia dan berat badan menurun.

f. Pankreatitis

Rasa nyeri timbul mendadak yang menjalar ke punggung. Perut terasa makin tegang dan

kembung.

g. Dispepsia pada sindrom malabsorbsi

Pada penderita ini di samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea, sering flatus,

kembung, keluhan utama lainnya ialah timbulnya diare yang berlendir.

h. Dispepsia akibat obat-obatan

Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak di daerah ulu hati tanpa

atau disertai rasa mual dan muntah, misalnya obat golongan NSAIDs, teofilin, digitalis,

antibiotik oral (terutama ampisilin, eritromisin dan lain-lain).

i. Gangguan Metabolisme

Diabetes Mellitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan lambung yang lambat

sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroid mungkin

menimbulkan keluhan rasa nyeri di perut dan vomitus, sedangkan hipotiroid menyebabkan

timbulnya hipomotilitas lambung.

j. Dispepsia akibat infeksi bakteri Helicobacter pylori

Helicobacter pylori adalah sejenis kuman yang terdapat dalam lambung dan berkaitan dengan

keganasan lambung. Hal penting dari Helicobacter pylori adalah sifatnya menetap seumur hidup,

selalu aktif dan dapat menular bila tidak dieradikasi. Helicobacter ini diyakini merusak

mekanisme pertahanan pejamu dan merusak jaringan. Helicobacter pylori dapat merangsang

kelenjar mukosa lambung untuk lebih aktif menghasilkan gastrin sehingga terjadi

hipergastrinemia.

4. Manifestasi klinis

Page 30: CA Lambung

Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi

dispepsia menjadi tiga tipe :

a. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan

gejala:

i. Nyeri epigastrium terlokalisasi

ii. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid

iii. Nyeri saat lapar

iv. Nyeri episodik

b. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia),

dengan gejala:

i. Mudah kenyang

ii. Perut cepat terasa penuh saat makan

iii. Mual

iv. Muntah

v. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)

vi. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

c. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas)

(Mansjoer, et al, 2007).

Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau

kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik

berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.

Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan

sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan

dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi

nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare

dan flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa

minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan

berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani

pemeriksaan.

5. Diagnosis

Page 31: CA Lambung

Diagnosis hanya bisa ditegakkan setelah dilakukan pemeriksaan

penunjang yang membuktikan tidak adanya kelainan organik (struktural dan

biokimia). Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk mengeklusi adanya

kelainan organik antara lain pemeriksaan laboratorium (gula darah, dsb), radiologi

(kontras barium, barium meal, USG), dan endoskopi. Selain itu, dilakukan pula

pemeriksaan untuk mengevaluasi mekanisme dasar dari patofisiologi gejala untuk

menentukan terapi yang paling sesuai. Misalnya pemeriksaan pH-metri untuk

menilai tingkat sekresi asam lambung, manometri untuk menilai adanya gangguan

fase III migrating factors complex, elektrografi, skintigrafi atau penggunaan pellet

radioopak untuk mengukur waktu pengosongan lambung, Helikobakter pylori dan

sejenisnya.

6. Penatalaksanaan

Karena luasnya lingkup manajemen kasus dyspepsia, penatalaksanaan pasien tidak

hanya dengan pemberian medikamentosa. Edukasi sangat penting dalam tatalaksana pasien

dyspepsia fungsioal karena kebanyakan kasus terkait dengan psikososial dan perlu ditekankan

pada pasien ketiadaan kelainan organik. Selain itu, diet perlu diperhatikan. Meski tidak ada

ketentuan baku mengenai dietetik yang tepat untuk menangani kasus pasien, perlu diperhatikan

untuk selalu enghindari makanan yang merangsang seperti makanan pedas, asam, dan tinggi

lemak. Medikamentosa adalah dengan pemberian terapi yang langsung bekerja pada mekanisme

munculnya gejala. Antara lain:

1. Antasida: bekerja dengan menetralisir asam lambung

2. Reseptor H2 inhibitor

3. PPI (proton-pump inhibitor)

4. Sitoproteksi

5. Agonis motilin (eritromisin)

Page 32: CA Lambung

Prognosis

Prognosis dyspepsia fungsional adalah baik.

Daftar pustaka

1. Ariyanto, W.L. 2007. Mencegah Gangguan Lambung. www.kiatsehat.com, 2007

2. Longstreth, George F. 2006. Functional Dyspepsia — Managing the Conundrum.

http://content.nejm.org/cgi/content/short/354/8/791, 2012

3. Fauci, Anthony S., dkk. 2008. Harrison, Principle Of Internal Medicine, 17th edition.

McGraw Hill. United States of America.

4. Keshav S. 2004. The Gastrointeastinal System at a Glance. Blackwell science.

Massachusetts