123
LAPORAN BESAR PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM Oleh : Kelompok O1 ( Lawang )

Laporan MAES LawanG FIX.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan MAES LawanG FIX.doc

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

Oleh :

Kelompok O1 ( Lawang )

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

2014

Page 2: Laporan MAES LawanG FIX.doc

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

Oleh :

1. Luqman Ainurrachman 1050402001110822. Artini 1250402001110653. Arini Yunia R. 1250402001110804. Arin Ayuningsih 1250402001111025. Aris Shodikin 1250402001111216. Aulia Rachman Jaya 1250402001112217. Hafiz Ali Nurdiansah 1250402001112238. Astinggara Yahya F. 1250402011110369. Asmidyah Dwi Rahayu 12504020111101910. Ayu Cholifah 12504020111122411. Ayunin Wenny E. 12504020111109012. Aulia Ilma Mirza S. 12504020711100113. Suredi Alhuda 135040209111002

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

2014

Page 3: Laporan MAES LawanG FIX.doc

DAFTAR ISI

Daftar Tabel............................................................................................................3

Daftar Gambar........................................................................................................4

Daftar Grafik...........................................................................................................5

KATA PENGANTAR............................................................................................6

I. PENDAHULUAN.......................................................................................7

1.1 Latar Belakang......................................................................................................7

1.2 Tujuan....................................................................................................................8

1.3 Manfaat..................................................................................................................8

II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................9

2.1 Agroekosistem Lahan Kering..............................................................................9

2.2 Agroekosistem Lahan Basah.............................................................................10

2.3 Kualitas Tanah dan Kesehatan Tanah.............................................................11

2.4 Hama dan Penyakit Penting Tanaman Pada Agroekosistem.........................12

2.4.1 Hama Penting Tanaman Pada Agroekosistem yang Diamati + Gejala dan Tanda...............................................................................................12

2.4.2 Penyakit Penting Tanaman Pada Agroekosistem yang diamati............14

2.5 Pengaruh Populasi Musuh Alami Terhadap Agroekosistem.......................17

2.6 Dampak Managemen Agroekosistem Terhadap Kualitas dan Kesehatan Tanah....................................................................................................................17

2.7 Kreteria Indikator Dalam Pengelolaan Agroekosisten yang Sehat dan bekelanjutan........................................................................................................18

III. METODE PELAKSANAAN..................................................................22

3.1 Waktu, Tempat + Deskripsi Lokasi Praktikum.............................................22

3.2 Alat, Bahan dan Fungsi.....................................................................................22

3.3 Cara Kerja Secara Umum..................................................................................23

Page 4: Laporan MAES LawanG FIX.doc

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................30

4.1 Hasil Praktikum..................................................................................................30

4.2 Hasil Pengamatan Keanekaragaman Arthropoda............................................32

2.4 Analisis Keadaan Agroekosistem Secara Umum............................................42

2.5 Rekomendasi.......................................................................................................44

V. PENUTUP..................................................................................................46

5.1 Kesimpulan..........................................................................................................46

5.2 Saran Terhadap Keberlanjutan Manajemen Agroekosistem..........................46

5.3 Saran Praktikum..................................................................................................46

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................47

Page 5: Laporan MAES LawanG FIX.doc

DAFTAR TABEL

Table 1. Hasil Pengamatan Keanekaragaman Arthropoda . Error: Reference source

not found

Table 2. Komposisi peran arthropoda dalam hamparan ..... Error: Reference source

not found

Table 3. Form Pengamatan Penyakit ................... Error: Reference source not found

Table 4. Hasil Pengukuran Ketebalan Seresah .... Error: Reference source not found

Table 5. Hasil Pengukuran BB dan BKO Seresah ........ Error: Reference source not

found

Table 6. Komponen Vegetasi Pada Plot .............. Error: Reference source not found

Page 6: Laporan MAES LawanG FIX.doc

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Agroekosistem Lahan Kering...............................................................7Gambar 2. Agroekosistem Lahan Basah.................................................................8

Page 7: Laporan MAES LawanG FIX.doc

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat, taufik dan

hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan “Laporan Akhir

Praktikum Manajemen Agroekosistem yang dilaksanakan di Desa Ngepoh Kec.

Lawang Kab. Malang” guna memenuhi tugas matakuliah Manajeman

Agroekosistem serta dapat menambah pemahaman tentang agroekosistem yang

ada di kebun percobaan Cangar.

Penyelasaian laporan akhir ini tidak akan selesai tanpa adanya pihak-

pihak yang membantu. Maka dari itu dalam kesempatan ini kami ucapkan

terimakasih kepada dosen pengajar dan asisten praktikum yang telah

memberikan kesempatan, bantuan, saran, petunjuk dan dorongan untuk

menyelesaikan laporan akhir ini dengan lancar. Dan juga rekan-rekan dalam satu

tim yang telah bkerja keras dalam penyusunan laporan akhir ini sesuai dengan

ketentuan.

Semoga dengan adannya penyusunan laporan ini, data hasil praktikum

yang kami lakukan dapat tecatat dengan rapi dan semoga laporan ini bisa

bermanfaat bagi pembaca dan juga bagi penulis untuk kepentingan proses

pembelajaran terutama dalam pengelolaan manajemen agroekosistem. Tak lupa,

bahwa dalam penyusunan laporan ini tentunya masih jauh dari sempurna. Maka

dari itu kami menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk

penyusunan laporan yang lebih baik.

Malang, 31 Mei 2014

Page 8: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Tim

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi serta pertambahan penduduk

menuntut perlunya penyediaan sumber daya untuk memenuhi konsumsi pangan

dan areal pemukiman. Untuk merealisasikannya perlu tindakan yang bijaksana

agar tidak menimbulkan dampak perubahan terhadap lingkungan. Masalah

lingkungan yang terjadi seperti erosi tanah, longsor, banjir dan kekeringan

merupakan tanda-tanda terancamnya keseimbangan ekosistem.

Agroekosistem terbentuk sebagai hasil interaksi antara sistem sosial

dengan sistem alam, dalam bentuk aktivitas manusia yang berlangsung untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dalam hal ini, saat ini masyarakat

indonesia kurang memperhatikan komponen-komponen agroekosistem itu

sendiri. Masyarakat masih terpacu untuk meningkatkan produksi guna

mencukupi kebutuhan manusia tanpa memperhatiklan kondisi lingkungan

sekitarnya.

Agroekosistem kebanyakan dipakai oleh negara atau masyarakat yang

berperadaban agraris. Kata agro atau pertanian menunjukan adanya aktifitas atau

campur tangan masyarakat pertanian terhadap alam atau ekosistem. Istilah

pertanian dapat diberi makna sebagai kegiatan masyarakat yang mengambil

manfaat dari alam atau tanah untuk mendapatkan bahan pangan, energi dan

bahan lain yang dapat digunakan untuk kelangsungan hidupnya (Pranaji, 2006).

Dalam mengambil manfaat ini masyarakat dapat mengambil secara langsung

dari alam, ataupun terlebih dahulu mengolah atau memodifikasinya. Jadi suatu

agroekosistem sudah mengandung campur tangan masyarakat yang merubah

keseimbangan alam atau ekosistem untuk menghasilkan sesuatu yang

bermanfaat.

Page 9: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Pentingnya pengamatan dan analisis untuk sistem dan perlakuan

pertanaman di suatu hamparan lahan untuk menilai seberapa besar

keseimbangan agroekosistem di lahan tersebut. Dengan mengetahui seberapa

besarnya keseimbangan agroekosistem maka akan bisa menjadi dasar dalam

perlakuan selanjutnya, baik dalam pemeliharaan, perawatan dan sebagainya.

Untuk itu dilakukan pengamatan agroekosistem pada lahan pertanaian di Desa

Sumber Ngepoh Kecamatan Lawang Kabupaten Malang yang meliputi aspek

budidaya, pengelolaan tanah, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum manajemen agroekosistem ini,

antara lain :

1. Mengetahui tingkat keseimbangan agroekosistem pada lahan di

Kasembon

2. Mengetahui agroekosistem dari aspek HPT, BP dan Tanah

3. Mengetahui dasar informasi untuk memberikan rekomendasi dalam

pencapaian keseimbangan agroekosistem

1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari pelaksanaan praktikum manajemen agroekosistem

ini, antara lain :

1. Untuk mengetahui tingkat keseimbangan agroekosistem pada lahan di

Kasembon

2. Untuk mengetahui data dan analisis agroekosistem dari aspek HPT, BP

dan Tanah

3. Untuk mengetahui dasar informasi untuk memberikan rekomendasi

dalam pencapaian keseimbangan agroekosistem

Page 10: Laporan MAES LawanG FIX.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agroekosistem Lahan Basah dan Lahan Kering

a) Agroekosistem Lahan Basah

Lahan basah atau wetland adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya

jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-

wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air

yang dangkal. Akan tetapi dalam pertanian dibatasi agroekologinya sehingga

lahan basah dapat di definisikan sebagai lahan sawah.

Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang dialiri kemudian

disawahkan atau dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat

saluran-saluran drainase. Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut

sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah

tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemukan sawah pasang surut, sedangkan

yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak.

Penggenangan selama pertumbuhan padi dan pengolahan tanah pada

tanah kering yang disawahkan, dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat

tanah, baik sifat morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain

sehingga sifat-sifat tanah dapat sangat berbeda dengan sifat-sifat tanah asalnya.

(Hardjowigno,_ dan Endang, 2007)

b) Agroekosistem Lahan Kering

Agroekosistem lahan kering dimaknai sebagai wilayah atau kawasan

pertanian yang usaha taninya berbasis komoditas lahan kering selain padi sawah.

Kadekoh (2010) mendefinisikan lahan kering sebagai lahan dimana pemenuhan

kebutuhan air tanaman tergantung sepenuhnya pada air hujan dan tidak pernah

tergenang sepanjang tahun. Pada umumnya istilah yang digunakan untuk

Page 11: Laporan MAES LawanG FIX.doc

pertanian lahan kering adalah pertanian tanah darat, tegalan, tadah hujan dan

huma. Potensi pemanfaatan lahan kering biasanya untuk komoditas pangan

seperti jagung, padi gogo, kedelai, sorghum, dan palawija lainnya.

Lahan kering mempunyai potensi besar untuk pertanian, baik tanaman

pangan, hortikultura, maupun tanaman perkebunan. Pengembangan berbagai

komoditas pertanian di lahan kering merupakan salah satu pilihan strategis untuk

meningkatkan produksi dan mendukung ketahanan pangan nasional (Mulyani

dkk, 2006). Namun demikian, tipe lahan ini umumnya memiliki produktivitas

rendah, kecuali pada lahan yang dimanfaatkan untuk tanaman tahunan atau

perkebunan. Pada usaha tani lahan kering dengan tanaman semusim,

produktivitas relatif rendah serta menghadapi masalah sosial ekonomi seperti

tekanan penduduk yang terus meningkat dan masalah biofisik (Sukmana, dalam

Syam, 2003).

2.2 Agroekosistem Tanaman Pangan Dan Hortikultura

Agroekosistem tanaman pangan yaitu meliputi komponen tanaman-

tanaman pangan pada suatu lahan pertanian dengan segala keanekaragamannya

termasuk OPT yang berinteraksi satu sama lain dalam melangsungkan hidupnya

(Reijntjes, Coen. 1992).

Hortikultura terdiri dari jenis tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman

hias, tanaman obat. Dalam proses budidaya terlibat beberapa organisme yang

hidup baik yang merusak (hama), atau membantu (polinator) dalam proses

produksi tanaman sehingga terbentuk suatu keragaman pada lahan pertanaman

(agroekosistem). (Reijntjes, Coen. 1992).

2.3 Kualitas Tanah dan Kesehatan Tanah

Menurut Doran & Parkin (1994) memberikan batasan kualitas tanah

adalah kapasitas suatu tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem untuk

melestarikan produktivitas biologi, memelihara kualitas lingkungan, serta

meningkatkan kesehatan tanaman dan hewan. Johnson et al. (1997)

mengusulkan bahwa kualitas tanah adalah ukuran kondisi tanah dibandingkan

Page 12: Laporan MAES LawanG FIX.doc

dengan kebutuhan satu atau beberapa spesies atau dengan beberapa kebutuhan

hidup manusia. Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis

indikator-indikator kualitas tanah.

Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau proses fisika, kimia

dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah (SQI, 2001).

Menurut Doran & Parkin (1994), indikator-indikator kualitas tanah harus :

a. Menunjukkan proses-proses yang terjadi dalam ekosistem,

b. Memadukan sifat fisika tanah, kimia tanah dan proses biologi tanah,

c. Dapat diterima oleh banyak pengguna dan dapat diterapkan di berbagai

kondisi lahan,

d. Peka terhadap berbagai keragaman pengelolaan tanah dan perubahan iklim

e. Apabila mungkin, sifat tersebut merupakan komponen yang biasa diamati

pada data dasar tanah.

Menurut Karlen et al. (1996) mengusulkan bahwa pemilihan indikator

kualitas tanah harus mencerminkan kapasitas tanah untuk menjalankan fungsinya

yaitu:

a. Melestarikan aktivitas, diversitas dan produktivitas biologis

b. Mengatur dan mengarahkan aliran air dan zat terlarutnya

c. Menyaring, menyangga, merombak, mendetoksifikasi bahan-bahan

anorganik dan organik, meliputi limbah industri dan rumah tangga serta

curahan dari atmosfer.

d. Menyimpan dan mendaurkan hara dan unsur lain dalam biosfer.

e. Mendukung struktur sosial ekonomi dan melindungi peninggalan arkeologis

terkait dengan permukiman manusia.

2.4 Hama dan Penyakit Penting Tanaman pada Agroekosistem yang

diamati Gejala dan Tanda

Beberapa hama dan penyakit penting pada tanaman antara lain :

1. Penyakit Bercak Coklat Pada Daun Padi

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Helmintosporium Oryzae , gejala

penyakit ini adalah adanya bercak coklat pada daun berbentuk oval yang tersebar

merata di permukaan daun dengan titik abu-abu atau putih.

Page 13: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Gambar 4. Penyakit Bercak Coklat pada Daun Padi

(anonymous a,2014)

Titik abu- abu atau putih di tengah bercak meruapakan gejala khas

penyakit bercak daun coklat di lapang. Bercak yang masih muda berwarna coklat

gelap atau keunguan berbentuk bulat.

Selain gejala di atas gejala lainnya yaitu menyerang pelepah, malai, buah

yang baru tumbuh dan bibit yang baru berkecambah. Biji berbercak-bercak coklat

tetapi tetap berisi, padi dewasa busuk kering, biji kecambah busuk dan kecambah

mati.

2. Blast

Penyebabnya jamur Pyricularia oryzae.

Gejalanya menyerang daun, buku pada malai dan ujung tangkai malai.

Serangan menyebabakan daun, gelang buku, tangkai malai dan cabang di dekat

pangkal malai membusuk. Proses pemasakan makanan terhambat dan butiran

padi menjadi hampa.

Pengendaliannya dengan membakar sisa jerami, menggenangi sawah,

menanam varitas unggul Sentani, Cimandirim IR 48, IR 36, pemberian pupuk N

di saaat pertengahan fase vegetatif dan fase pembentukan bulir, menyemprotkan

insektisida Fujiwan 400 EC, Fongorene 50 WP, Kasumin 20 AS atau Rabcide 50

WP.

Page 14: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Gambar 5. Penyakit Blast pada Padi

(anonymous a,2014)

3. Penyakit garis coklat daun (Narrow brown leaf spot,)

Penyebabnya jamur Cercospora oryzae.

Gejalanya menyerang daun dan pelepah. Tampak garis-garis atau bercak-

bercak sempit memanjang berwarna coklat sepanjang 2-10 mm. Proses

pembungaan dan pengisian biji terhambat.

Pengendaliannya denagan menanam padi tahan penyakit ini seperti

Citarum, mencelupkan benih ke dalam larutan merkuri, menyemprotkan

fungisida Benlate T 20/20 WP atau Delsene MX 200.

4. Busuk pelepah daun

Penyebabnya jamur Rhizoctonia sp.

Gejalanya menyerang daun dan pelepah daun, gejala terlihat pada

tanaman yang telah membentuk anakan dan menyebabkan jumlah dan mutu

gabah menurun. Penyakit ini tidak terlalu merugikan secara ekonomi.

Pengendaliannya dengan menanam padi tahan penyakit ini,

menyemprotkan fungisida pada saat pembentukan anakan seperti Monceren 25

WP dan Validacin 3 AS.

5. Penyakit fusarium

Penyebabnya jamur Fusarium moniliforme.

Gejalanya menyerang malai dan biji muda, malai dan biji menjadi

kecoklatan hingga coklat ulat, daun terkulai, akar membusuk, tanaman padi.

Kerusakan yang diderita tidak terlalu parah. Pengendaliannya dengan

merenggangkan jarak tanam, mencelupkan benih pada larutan merkuri.

6. Penyakit noda/api palsu

Penyebabnya jamur Ustilaginoidea virens.

Page 15: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Gejalanya malai dan buah padi dipenuhi spora, dalam satu malai hanya

beberap butir saja yang terserang. Penyakit tidak menimbulkan kerugian besar.

Pengendaliannya dengan memusnahkan malai yang sakit, menyemprotkan

fungisida pada malai sakit.

7. Penyakit kresek/hawar daun

Penyebabnya bakteri Xanthomonas campestris pv oryzae.

Gejalanya menyerang daun dan titik tumbuh. Terdapat garis-garis di

antara tulang daun, garis melepuh dan berisi cairan kehitam-hitaman, daun

mengering dan mati. Serangan menyebabkan gagal panen.

Pengendaliannya dengan menanam varitas tahan penyakit seperti IR 36,

IR 46, Cisadane, Cipunegara, menghindari luka mekanis, sanitasi lingkungan,

pengendalian kimia dengan bakterisida Stablex WP.

8. Penyakit bakteri daun bergaris/Leaf streak

Penyebabnya bakteri X. translucens.

Gejalanya menyerang daun dan titik tumbuh. Terdapat garis basah

berwarna merah kekuningan pada helai daun sehingga daun seperti terbakar.

Pengendaliannya dengan menanam varitas unggul, menghindari luka mekanis,

pergiliran varitas dan bakterisida Stablex 10 WP.

9. Penyakit kerdil

Penyebabnya virus yang ditularkan oleh serangga Nilaparvata lugens.

Gejalanya menyerang semua bagian tanaman, daun menjadi pendek,

sempit, berwarna hijau kekuning- kuningan, batang pendek, buku-buku pendek,

anakan banyak tetapi kecil. Penyakit ini sangat merugikan.

Pengendaliannya sulit dilakukan, usaha pencegahan dilakukan dengan

memusnahkan tanaman yang terserang ada memberantas vektor

10. Penyakit tungro

Penyebabnya virus yang ditularkan oleh wereng Nephotettix impicticeps.

Gejalanya menyerang semua bagian tanaman, pertumbuhan tanaman

kurang sempurna, daun kuning hingga kecoklatan, jumlah tunas berkurang,

pembungaan tertunda, malai kecil dan tidak berisi.

Pengendaliannya dengan menanam padi tahan wereng seperti Kelara, IR

52, IR 36, IR 48, IR 54, IR 46, IR 42.

Page 16: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Gambar 7. Penyakit Tungro pada Padi

(anonymous a,2014)

Hama Penting Tanaman

1. Wereng penyerang batang padi adalah wereng padi coklat (Nilaparvata

lugens), wereng padi berpunggung putih (Sogatella furcifera).. Merusak dengan

cara mengisap cairan batang padi.

Gejalanya tanaman padi menjadi kuning dan mengering, tanaman seperti

terbakar, tanaman yang tidak mengering menjadi kerdil. Pengendaliannya dengan

bertanam padi serempak, menggunakan varitas tahan wereng seperti IR 36, 48,

IR 64, Cimanuk, Progo dsb, membersihkan lingkungan, melepas musuh alami

seperti laba-laba, kepinding dan kumbang lebah, penyemportan insektisida

Applaud 10 WP, Applaud 400 FW atau Applaud 100 EC.

Gambar 8. Wereng Coklat

(anonymous a,2014)

2. Wereng penyerang daun padi, wereng padi hijau (Nephotettix apicalis dan

N. impicticep).

Page 17: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Wereng padi hijau merusak dengan cara mengisap cairan pada daun.

Gejalanya antara lain, di tempat bekas hisapan akan tumbuh cendawan jelaga,

daun tanaman kering dan mati. Tanaman padi ada yang menjadi kerdil, bagian

pucuk daun berwarna kuning hingga kuning kecoklatan. Malai yang dihasilkan

kecil-kecil.

3. Walang sangit (Leptocoriza acuta)

Menyerang buah padi yang masak susu. Gejalanya yaitu menyebabkan

buah hampa atau berkualitas rendah seperti berkerut, berwarna coklat dan gabah

tidak enak, pada daun terdapat bercak bekas isapan dan buah padi berbintik-

bintik hitam.

Gambar 9. Walang Sangit

(anonymous a,2014)

Pengendalian walang sangit bisa dilakukan dengan bertanam serempak,

peningkatan kebersihan, mengumpulkan dan memunahkan telur, melepas musuh

alami seperti jangkrik, menyemprotkan insektisida Bassa 50 EC, Dharmabas 500

EC, Dharmacin 50 WP, Kiltop 50 EC.

4. Kepik hijau (Nezara viridula)

Menyerang batang dan buah padi. Gejalanya biasanya pada batang

tanaman terdapat bekas tusukan, buah padi yang diserang memiliki noda bekas

isapan dan pertumbuhan tanaman terganggu. Pengendalian yang bisa dilakukan

mengumpulkan dan memusnahkan telur- telurnya, penyemprotan insektisida

Curacron 250 ULV, Dimilin 25 WP, Larvin 75 WP.

Page 18: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Gambar 10. Kepik Hijau(

anonymous a,2014)

5. Penggerek batang padi terdiri atas penggerek batang padi putih (Tryporhyza

innotata), kuning (T. incertulas), bergaris (Chilo supressalis) dan merah jambu

(Sesamia inferens).

Hama kepik hijau dapat menimbulkan kerugian besar. Hama ini

menyerang batang dan pelepah daun. Gejalanya pucuk tanaman layu, kering

berwarna kemerahan dan mudah dicabut, daun menjadi kering dan seluruh batang

kering. Kerusakan pada tanaman muda disebut hama “sundep” dan pada tanaman

bunting (pengisian biji) disebut “beluk”. Pengendalian hama pengerek padi

menggunakan varitas tahan, meningkatkan kebersihan lingkungan, menggenangi

sawah selama 15 hari setelah panen agar kepompong mati, membakar jerami; (2)

menggunakan insektisida Curaterr 3G, Dharmafur 3G, Furadan 3G, Karphos 25

EC, Opetrofur 3G, Tomafur 3G.

6. Hama tikus (Rattus argentiventer)

Tanaman padi akan mengalami kerusakan parah apabila terserang oleh

hama tikus dan menyebabkan penurunan produksi padi yang cukup besar. Hama

tikus menyerang batang muda (1-2 bulan) dan buah. Gejala yang timbul adanya

tanaman padi yang roboh pada petak sawah dan pada serangan hebat ditengah

petak tidak ada tanaman. Pengendalian: pergiliran tanaman, sanitasi, gropyokan,

melepas musuh alami seperti ular dan burung hantu, penggunaan pestisida

dengan tepat, intensif dan teratur, memberikan umpan beracun seperti seng fosfat

yang dicampur dengan jagung atau beras.

Page 19: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Gambar 11. Tikus

(anonymous a,2014)

7. Burung (manyar Palceus manyar, gelatik Padda aryzyvora, pipit Lonchura

lencogastroides, peking L. puntulata, bondol hitam L. ferraginosa dan bondol

putih L. ferramaya).

Menyerang padi menjelang panen, menyebabkan tangkai buah patah, biji

berserakan. Pengendaliannya dengan cara mengusir dengan bunyi-bunyian atau

orang-orangan.

Gambar 12. Burung

(anonymous a,2014)

2.5 Pengaruh Populasi Musuh Alami Terhadap Agroekosistem

Musuh alami merupakan komponen penyusun keanekaragaman hayati di

lahan pertanian. Keanekaragaman hayati di lahan pertanian (agrobiodeversity)

meliputi diversitas (keaneka ragaman) jenis tanaman yang di budidayakan,

diversitas (keanekaragaman) spesies liar yang berpengaruh dan di pengeruhi oleh

kegiatan pertanian, dan diversitas ekosistem yang dibentuk oleh populasi spesies

yang berhubungan dengan tipe penggunaan lahan yang berbeda (dari habitat

lahan pertanianintensif sampai lahan pertanian alami). Beberapa musuh alami

Page 20: Laporan MAES LawanG FIX.doc

menggunakan lahan pertanian sebagai habitat ( dari sebagian sampai yang

tergantung pada lahan pertanian secara total) atau mengguanan habitat lain tetapi

di pengaruhi oleh aktivitas pertanian. Gulma dan spesies hama merupakan

pendatang maupun yang asli ekosistem sawah tersebut, yang mempengaruhi

prosuksi pertanian dan agroekosistem (Channa.et,al. 2004).

Organisme berperan positif terhadap tanaman yang dibudidayakan

(produksi pertanian), dan berperan negatif terhadap tanaman yang dibudidayakan.

Peran positif dari musuh alami (predator, parasitoid dan patogen) dalam pertanian

yaitu sebagai berikut:

1. Musuh alami dapat mengendalikan organisme penggangu yang berupa hama

dan gulma. Dimana setiap jenis hama dikendalikan oleh musuh alami yang

meliputi predator, parasitoid dan patogen hama. Jika memakai pestisida dapat

menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan hidup

(Untung, 2006)

2. Apabila musuh alami dapat berperan sebagai pemangsa secara optimal sejak

awal, maka populasi hama dapat berada pada tingkat equilibrium positif atau

flukstuasi populasi hama dan musuh lamia menjadi seimbang shingga tidak

akan terjadi ledakan hama (O’neil,et.al. dalam Maredia,et.al.2003)

3. Pengelolaan ekosistem pertanian dapat dilakukan dengan perpaduan optimal

teknik-teknik pengendalian hama dan meminimalkan penggunaan pestisida

sintetis yang berspektrum luas. (Untung,1993).

4. Pembatas dan pengatur populasi hama yang efektif karena sifat

pengaturannya bergantung pada kepadatan (density dependent), sehingga

mampu mempertahankan populasi hama pada keseimbangan umum (general

equilibrium position) dan tidak menimbulkan kerusakan pada tanaman.

Keberadaan musuh alami  dapat meningkatkan keanekaragaman hayati,

sehingga  tercipta  keseimbangan ekosistem (ecosystem balance) (Ishak

Manti, 2012).

5. Musuh alami merupakan salah satu komponen ekosistem berperan penting

dalam proses interaksi intra-spesies dan inter-spesies. Karena tingkat

pemangsaannya berubah-ubah menurut kepadatan populasi hama, maka

musuh alami digolongkan ke dalam faktor ekosistem yang tergantung

Page 21: Laporan MAES LawanG FIX.doc

kepadatan (density dependent factors). Ketika populasi hama meningkat,

maka mortalitas yang disebabkan oleh musuh alami semakin meningkat,

begitu pula sebaliknya (Stehr 1975). Dalam (Muhammad Arifin. 2012)

6. Dengan menggunakan musuh alami lebih ekonomis, karena dapat

meminimalisir penggunaan pestisida selama proses budidaya, diman bahwa

penggunaan musuh alami bersifat alami, efektif, murah dan tidak

menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan hidup

(Untung, 2006). Dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam

meningkatkan kualitas dan kwuantitas produksi hasil panennya.

7. Musuh alami dapat meningkatkan keanekaragaman hayati dalam

agroekosistem, keanekaragaman dalam agroekosistem dapat berupa variasi

dari tanaman, gulma, anthropoda, dan mikroorganisme yang terlibat beserta

faktor-faktor lokasi geografi, iklim, edafik, manusia dan sosioekonomi.

Menurut Southwood & Way (1970), tingkat keanekaragaman hayati dalam

agroekosistem bergantung pada 4 ciri utama, yaitu:

a) Keanekaragaman tanaman di dalam dan sekitar agroekosistem

b) Keragaman tanaman yang sifatnya permanen di dalam agroekosistem

c) Kekuatan atau keutuhan manajemen

d) Perluasan agroekosistem (Maryani Cyccu Tobing. 2000).

2.6 Dampak Manajemen Agroekosistem Terhadap Kualitas dan

Kesehatan Tanah

Pengelolaan pertanian secara intensif dengan cara mengandalkan

masukan/input bahan-bahan kimia baik untuk pupuk maupun pestisidanya, dapat

berdampak dari keberlanjutan produktivitas lahannya yang sangat tidak baik,

dengan adanya input-input kimiawi yang berlebihan mengakibatkan kesuburan

tanah mulai menurun dan banyak permasalahan lainnya, diantaranya yaitu:

1. Dari Segi Kimia Tanah

a) Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan

binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali.

Page 22: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Sumber primer bahan organik tanah berasal dari seresah yang merupakan  bagian

mati tanaman berupa daun, cabang, ranting, bunga dan buah yang gugur dan

tinggal di permukaan tanah baik yang masih utuh ataupun telah sebagian

mengalami pelapukan. Dalam pengelolaan bahan organik tanah, sumbernya juga

bisa berasal dari pemberian pupuk organik berupa pupuk kandang, pupuk hijau

dan kompos, serta pupuk hayati (inokulan).

Pada pertanian yang tanahnya diolah secara intensif dengan menerapkan

sistem monokulttur biasanya bahan organiknya sedikit, karena tidak ada atau

minimnya seresah di permukaan lahan, selain itu input bahan organik yang

berasal dari pupuk organic baik pupuk kandang atau pupuk hijau minim, karena

pupuk kandang atau pupuk hijau lebih menekankan penggunaan input kimia.

Dari hal tersebut dapat diindikasikan pertanian tanpa penerapan tambahan bahan

organik pada lahan pertanain intensif merupakan pengelolaan agroekosistem

yang tidak sehat.

b) pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan Adanya Unsur Beracun

pH tanah pada sistem pertanian intensif biasanya agak masam karena

penggunaan pupuk anorganik seperti Urea yang diaplikasikan secara terus-

menerus untuk menunjang ketersediaan unsur hara dalam tanah. Tanah bersifat

asam disebabkan karena berkurangnya kation Kalsium, Magnesium, Kalium dan

Natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang lebih

bawah atau hilang diserap oleh tanaman.

pH tanah menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi

tanaman. Pada tanah asam banyak ditemukan unsur alumunium yang selain

bersifat racun juga mengikat phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh

tanaman. Tanah asam unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga

ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn dan Cu dalam jumlah yang terlalu

besar, akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.

Untuk pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda dalam suatu

agroekosistem maka lahan digunakan untuk pertanian, pemilihan jenis

tanamannya disesuaikan dengan pH tanah apakah tanaman yang diusahakan

sesuai dan mampu bertahan dengan pH tertentu.

Page 23: Laporan MAES LawanG FIX.doc

c) Ketersediaan Unsur Hara

Unsur hara digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan dan

perkembangannya dapat diperoleh dari beberapa sumber antara lain, bahan

organik, mineral alami, unsur hara yang terjerap atau terikat, dan pemberian

pupuk kimia.

Lahan dengan pengolahan secara intensif, sumber unsur hara berasal dari

input-input kimiawi berupa pupuk anorganik. Petani kurang menerapkan

tambahan bahan organic seperti aplikasi pupuk kandang dan seresah dari tanaman

yang diusahkan., sehingga petani biasanya berketergantungan dengan pupuk

kimia, padahal penggunaan pupuk kimia berlebihan dapat menyebabkan

kesuburan tanah menurun. Gejala defisiensi unsur hara pada tanaman yang

diusahakan dan petani mengatasinya dengan aplikasi pupuk kimia yang banyak

mengandung unsur hara yang kurang, misalnya tanaman kekurangan unsure N

maka petani mengaplikasikan pupuk urea sebagai penunjang ketersediaan unsurN

yang kurang tadi, begitupula dengan unsure-unsur lainnya.

2. Dari Segi Fisika Tanah

a)      Kondisi kepadatan tanah

Widiarto (2008) menyatakan bahwa, “Bahan organik dapat menurunkan

BI dan tanah yang memiliki nilai BI kurang dari satu merupakan tanah yang

memiliki bahan organik tanah sedang sampai tinggi. Nilai BI untuk tekstur

berpasir antara 1,5 – 1,8 g / m3, Nilai BI untuk tekstur berlempung antara 1,3 –

1,6 g / m3 dan Nilai BI untuk tekstur berliat antara 1,1 – 1,4 g / m3 merupakan

nilai BI yang banyak dijumpai pada tanah yang masih alami atau tanah yang

tidak mengalami pemadatan”. Bobot isi tanah di lahan dengan pengolahan

intensif biasanya memiliki nilai BI tinggi, karena tanah telah mengalami

pemadatan akibat penggunaan alat-alat berat untuk pengolahan tanahnya.

Sedangkan untuk nilai BJ tanah, menurut literature (Widiarto, 2008) menyatakan

bahwa, “Pada tanah secara umum nilainya BJ antara  2,6 – 2,7 g.cm-3, bila

semakin banyak kandungan BO, nilai BJ semakin kecil”. Pada lahan dengan

pengolahan intensif memiliki BJ bisa lebih dari 2,6 apabila pemadatan tanah yang

Page 24: Laporan MAES LawanG FIX.doc

terjadi amat tinggi. Apabila nilai BJ terlalu tinggi juga berpengaruh terhadap

penentuan laju sedimentasi serta pergerakan partikel oleh air dan angin.

b)    Kedalaman efektif tanah

Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus

oleh akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati

penyebaran akar tanaman. Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar

kasar, serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak

dijumpai akar tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan

kedalaman solum tanah (Hardjowigeno, 2007).

Gambar 13. Kedalaman Efektif Tanah

Pada lahan dengan sistem pengolahan intensif terkadang memiliki sebaran

perakaran yang cukup tinggi karena tanaman yang diusahakan dalam kurun

waktu yang lama hanya satu komoditi saja.

c)      Erosi Tanah

Erosi adalah terkikisnya tanah atau bagian tanah ke tempat lain.

Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi penutup tanah dan

kegiatan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah. Erosi

dapat mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang subur dan baik untuk

pertumbuhan tanaman. Erosi mengakibatkan terjadinya kemunduran sifat-sifat

fisik dan kimia tanah.

Di lahan pertanian dengan pengolahan intensif, khususnya penebangan

hutan untuk pembukaan lahan baru memiliki tingkat kerusakan lingkungan yang

sangat tinggi. Pembukaan hutan merupakan tindakan eksploitasi lahan yang

Page 25: Laporan MAES LawanG FIX.doc

berlebihan, perluasan tanaman, penggundulan hutan, telah berdampak pada

keberlangsungan hidup biota yang berada di bumi ini. Bila kondisi tersebut diatas

terus berlangsung dengan cara tidak terkendali, maka dikhawatirkan akan

bertambahnya jumlah lahan kritis dan kerusakan dalam suatu wilayah daerah

aliran sungai (DAS). Kerusakan ini dapat berupa degradasi lapisan tanah (erosi),

kesuburan tanah, longsor dan sedimentasi yang tinggi dalam sungai, bencana

banjir, disribusi dan jumlah atau kualitas aliran air sungai akan menurun.

Dengan vegetasi yang hanya satu macam pada satu areal lahan

menyebabkan tidak adanya tutupan lahan lain sehingga tidak dapat melindungi

tanah dari daya pukul air hujan secara langsung ke tanah, hal tersebut

mengakibatkan laju erosi cenderung tinggi.

3. Dari Segi Biologi Tanah

a) Keanekaragaman biota dan fauna tanah, ditunjukkan dengan adanya

kascing

Biota tanah memegang peranan penting dalam siklus hara di dalam tanah,

sehingga dalam jangka panjang sangat mempengaruhi keberlanjutan

produktivitas lahan. Salah satu biota tanah yang paling berperan yaitu cacing

tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah dapat meningkatkan

kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik, dan biologis tanah. Kascing

(pupuk organik bekas cacing atau campuran bahan organik sisa makanan cacing

dan kotoran cacing) mempunyai kadar hara N, P dan K 2,5 kali kadar hara bahan

organik semula, serta meningkatkan porositas tanah (pori total dan pori drainase

cepat meningkat 1,15 kali).

Gambar 14. Organisme dalam Tanah

Page 26: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Cacing jenis ‘penggali tanah’ yang hidup aktif dalam tanah, walaupun

makanannya berupa bahan organik di permukaan tanah dan ada pula dari akar-

akar yang mati di dalam tanah. Kelompok cacing ini berperanan penting dalam

mencampur seresah yang ada di atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan

meninggalkan liang dalam tanah. Kelompok cacing ini membuang kotorannya

dalam tanah, atau di atas permukaan tanah. Kotoran cacing ini lebih kaya akan

karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah di sekitarnya. (Hairiah, 2004).

Pada lahan dengan pengolahan intensif, jarang terdapat seresah pada

lahan tersebut sehingga keberadaan biota tanah seperti cacing tanah sedikit,

padahal aktifitas cacing tanah dapat memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan

biologi tanah, seperti meningkatkan kandungan unsur hara, mendekomposisikan

bahan organik tanah, merangsang granulasi tanah dan sebagainya.

Untuk menggunakan lahan pada daerah hulu secara rasional maka

diperlukan sistem penggunaan lahan yang menerapkan kaidah-kaidah konservasi,

produktif dan pemanfatan teknologi yang ramah lingkungan. Dengan demikian

akan mewujudkan sistem pertanian yang tangguh dan secara menyeluruh

menciptakan pengelolaan sumberdaya alam dalam suatu agroekosistem

berkelanjutan.

Deskripsi tersebut menggambarkan kerusakan tanah akibat pemakaian

bahan kimia yang intensif. Untuk itu perlu suatu manajemen untuk mengelola

agroekosistem untuk memperbaiki kualitas tanah. Sehingga bisa mencapai

agroekosistem yang berkelanjutan.

Agroekosistem merupakan ekosistem yang dimodifikasi dan

dimanfaatkan secara langsung atau tidak langsung oleh manusia untuk memenuhi

kebutuhan akan pangan dan atau sandang. Karakteristik esensial dari suatu

agroekosistem terdiri dari empat sifat utama yaitu produktivitas (productivity),

kestabilan (stability), keberlanjutan (sustainability) dan kemerataan (equitability).

Dengan menggunakan manajemen agroekosistem.

Page 27: Laporan MAES LawanG FIX.doc

2.7 Kriteria Indikator dalam Pengelolaan Agroekosistem yang Sehat dan

Berkelanjutan

Pengelolaan pertanian berwawasan lingkungan dilakukan melalui

pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan,

sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi

sekarang dan generasi mendatang.

Kriteria/indikator agroekosistem tersebut dikatakan sehat :

1. Dari Segi Kimia Tanah

a) Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan

binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali.

Sumber primer bahan organik tanah dapat berasal dari Seresah yang merupakan

bagian mati tanaman berupa daun, cabang, ranting, bunga dan buah yang gugur

dan tinggal di permukaan tanah baik yang masih utuh ataupun telah sebagian

mengalami pelapukan. Dalam pengelolaan bahan organik tanah, sumbernya juga

bisa berasal dari pemberian pupuk organik berupa pupuk kandang, pupuk hijau

dan kompos, serta pupuk hayati (inokulan). Bahan organic tersebut berperan

langsung terhadap perbaikan sifat-sifat tanah baik dari segi kimia, fisika maupun

biologinya, diantaranya :

o Memengaruhi warna tanah menjadi coklat-hitam

o Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah

o Meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak

berlebihan, kelembapan dan tempratur tanah menjadi stabil.

o Sumber energi dan hara bagi jasad biologis tanah terutama

heterotrofik.

b) pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan Adanya Unsur Beracun

Tanah bersifat asam dapat disebabkan karena berkurangnya kation

Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa oleh

aliran air kelapisan tanah yang lebih bawah atau hilang diserap oleh tanaman. pH

tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi

tanaman. Pada tanah asam banyak ditemukan unsur alumunium yang selain

Page 28: Laporan MAES LawanG FIX.doc

bersifat racun juga mengikat phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh

tanaman. Pada tanah asam unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga

ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn dan Cu dalam jumlah yang terlalu

besar, akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.

Tetapi dengan pH yang agak masam belum tentu kebutuhan tanaman

terhadap pH tanah tidak cocok karena itu tergantung dari komoditas tanaman

budidaya yang dibudidayakan. Untuk pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda

dalam suatu agroekosistem maka apabila suatu lahan digunakan untuk pertanian

maka pemilihan jenis tanamannya disesuaikan dengan pH tanah apakah tanaman

yang diusahakan sesuai dan mampu bertahan dengan pH tertentu.

c) Ketersediaan Unsur Hara

Unsur hara yang digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan dan

perkembangannya diperoleh dari beberapa sumber antara lain : Bahan organik,

mineral alami, unsur hara yang terjerap atau terikat, dan pemberian pupuk kimia.

Pada lahan pertanian diketahui sumber unsur hara berasal dari bahan organik,

karena pada lokasi tersebut banyak ditemukan seresah yang merupakan sumber

bahan organic selain itu aplikasi pupuk kandang juga menambah ketersediaan

unsur hara yang berfungsi ganda, diserap oleh tanaman dan memperbaiki sifat

fisik, kimia, dan biologi tanah.

2. Dari Segi Fisika Tanah

a) Kondisi kepadatan tanah

Widiarto (2008) menyatakan bahwa, “Bahan organik dapat menurunkan

BI dan tanah yang memiliki nilai BI kurang dari satu merupakan tanah yang

memiliki bahan organik tanah sedang sampai tinggi. Selain itu, Nilai BI untuk

tekstur berpasir antara 1,5 – 1,8 g / m3, Nilai BI untuk tekstur berlempung antara

1,3 – 1,6 g / m3 dan Nilai BI untuk tekstur berliat antara 1,1 – 1,4 g / m3

merupakan nilai BI yang dijumpai pada tanah yang masih alami atau tanah yang

tidak mengalami pemadatan”.

Page 29: Laporan MAES LawanG FIX.doc

b) Kedalaman efektif tanah

Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus

oleh akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati

penyebaran akar tanaman. Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar

kasar, serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak

dijumpai akar tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan

kedalaman solum tanah (Hardjowigeno, 2007).

c) Erosi Tanah

Erosi adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah ke

tempat lain. Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi

penutup tanah dan kegiatan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah

konservasi tanah. Erosi tersebut umumnya mengakibatkan hilangnya tanah

lapisan atas yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu

erosi mengakibatkan terjadinya kemunduran sifat-sifat fisik dan kimia tanah.

3. Dari Segi Biologi Tanah

a) Keanekaragaman biota dan fauna tanah

Ditunjukkan dengan adanya kascing. Biota tanah memegang peranan

penting dalam siklus hara di dalam tanah, sehingga dalam jangka panjang sangat

mempengaruhi keberlanjutan produktivitas lahan. Salah satu biota tanah yang

paling berperan yaitu cacing tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing

tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik,

dan biologis tanah.

Kascing (pupuk organik bekas cacing atau campuran bahan organik sisa

makanan cacing dan kotoran cacing) mempunyai kadar hara N, P dan K 2,5 kali

kadar hara bahan organik semula, serta meningkatkan porositas tanah (pori total

dan pori drainase cepat meningkat 1,15 kali). Cacing jenis ‘penggali tanah’ yang

hidup aktif dalam tanah, walaupun makanannya berupa bahan organik di

permukaan tanah dan ada pula dari akar-akar yang mati di dalam tanah.

Kelompok cacing ini berperanan penting dalam mencampur seresah yang ada di

atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan meninggalkan liang dalam tanah.

Page 30: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Kelompok cacing ini membuang kotorannya dalam tanah, atau di atas permukaan

tanah. Kotoran cacing ini lebih kaya akan karbon (C) dan hara lainnya dari pada

tanah di sekitarnya. (Hairiah, 2004).

2.8 Pengaruh Pemberian Pupuk yang digunakan terhadap Kesuburan

Tanaman yang diamati

Usaha untuk dapat meningkatkan produktivitas padi diantaranya dapat

dilakukan dengan pemberian pupuk, baik pupuk organik maupun pupuk

anorganik. Pemberian pupuk organik dan anorganik sebagai sumber hara

merupakan usaha yang banyak dilakukan dalam meningkatkan produktivitas

tanaman padi. Pupuk urea sebagai sumber hara N dapat memperbaiki

pertumbuhan vegetative tanaman, dimana tanaman yang tumbuh di tanah yang

cukup N, berwarna lebih hijau.

Pupuk anorganik adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara

meracik berbagai bahan kimia sehingga memiliki persentase kandungan hara

yang tinggi (Novizan, 2005). Keunggulan dari pupuk anorganik adalah

pemberian zat haranya dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman, mudah

dijumpai karena tersedia dalam jumlah yang banyak, praktis dalam tranfortasi

serta dapat langsung diaplikasikan sehingga dapat menghemat waktu. Unsur hara

yang sangat diperlukan tanamanpadi adalah ialah unsure N, P, dan K karena

ketiga unsure ini memiliki pengaruh yang vital terhadap pertumbuhan dan hasil,

apabila kekurangan unsur hara tersebut maka akan menyebabkan terhambatnya

pertumbuhan tanaman dan berkurangnya hasil tanaman.

Pemupukan menggunakan pupuk anorganik tidak begitu saja dilakukan,

harus memperhatikan berapa dosis yang dibutuhkan tanaman supaya hasil yang

akan didapat kan bisa memperoleh hasil yang optimal/ terbaik, karena dampak

dari kekurangan unsur hara dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman

terhambat dan berkurangnya hasil tanaman, sedangkan apabila kelebihan akan

menyebabkan pencucian unsur hara dan tanaman mati seperti terbakar karena

kelebihan bahan kimia.

Selama ini kebanyakan tanah sawah untuk budidaya tanaman padi

diperlakukan seperti barang tambang dimana tanah dieksploitasi secara besar-

Page 31: Laporan MAES LawanG FIX.doc

besaran untuk dapat menghasilkan padi dengan produktivitas tinggi dari musim

ke musim tanpa pengembalian jerami padi sisa panen ke dalam tanah sawahnya.

Perlakuan tersebut menyebabkan kondisi tanah semakin lama semakin tidak

mendukung lagi untuk menghasilkan hasil gabah tinggi. Gejala tersebut

diistilahkan sebagai tanah sakit. Salah satu cara untuk memulihkan tanah sakit

tersebut adalah pemberian pupuk organik atau bahan organik ke dalam tanah

sawahnya. Pupuk organik ataupun bahan organik banyak mengandung unsur

karbon (C) dalam bahan tersebut. Unsur karbon tersebut digunakan oleh

mikroorganisme tanah sebagai sumber energi untuk perkembang biakannya. Oleh

karena itu salah satu cara untuk mengetahui tanah itu subur atau tidak subur

dengan melihat populasi cacing tanah yang hidup di tanah tersebut. Semakin

tinggi populasi cacing tanahnya semakin subur kondisi tanahnya, demikian pula

sebaliknya. Cacing tanah bergerak ke atas dan ke bawah dalam lapisan tanah.

Oleh karena bergerak terus menerus tersebut menyebabkan tanah ibarat seperti

diolah dengan hasil tanah menjadi lebih remah (gembur), sirkulasi udara dalam

tanah menjadi lebih baik, air yang masuk ke dalam lapisan tanah menjadi lebih

cepat dan lain-lain. Dengan adanya mikroorganisme di dalam tanah maka proses

perombakan bahan organik menjadi lebih intensif. Hasil perombakan tersebut

dilepaskan berbagai hara yang dapat dimanfaatkan tanaman. Berdasar hasil

penelitian diperoleh informasi bahwa sumbangan hara N, P dan K dari tanah

sawah beririgasi mampu mensuplai kebutuhan hara N, P dan K tanaman sampai

60 %, 80 % dan 80 % untuk target hasil gabah sebesar 6 t/ha.. Besar sumbangan

hara N, P dan K dari tanah masing-masing sebesar 50 kg/ha, 15 kg/ha dan 80

kg/ha. Sementara itu untuk target hasil gabah 6 ton/ha diperlukan hara N, P dan K

masing-masing sebanyak 90 kg/ha, 16 kg/ha dan 90 kg/ha. Dengan demikian

tambahan hara dari luar dalam bentuk pupuk urea, SP-36 dan KCl masing-masing

sebanyak 110 kg urea/ha, 25 kg SP-36/ha dan 60 kg KCl/ha.(Daniel Suryoputro,

2009)

Untuk mendapatkan hasil gabah 1 ton, tanaman padi memerlukan hara N

sebesar 17 – 18 kg, sedangkan untuk kebutuhan P dan K masing-masing 3 kg dan

17 kg. Dengan demikian bila diharapkan hasil gabah sebesar 6 t/ha maka

banyaknya urea, SP-36 dan KCl yang diperlukan masing-masing sebesar 230 kg,

Page 32: Laporan MAES LawanG FIX.doc

115 kg dan 205 kg. Bila para petani mau mengembalikan jerami sisa panennya ke

dalam tanah sawahnya, maka mereka tidak perlu lagi memberi pupuk KCl karena

80 % hara kalium yang terserap tanaman terakumulasi pada jerami. Disamping

itu air irigasi juga mampu mensuplai hara kalium cukup tinggi. Berdasar hasil

pengukuran hara kalium terangkut pada air irigasi Tarum Timur Jawa Barat

menunjukkan bahwa pengayaan (enrichment) hara kalium sebesar 23 kg

K2O/ha/musim atau setara.38 kg KCl/ha/musim. Hara kalium terangkut air

irigasi dapat menambah hara tanah sawah yang cukup signifikan.

Semakin subur tanah sawahnya, semakin sedikit tambahan pupuk untuk

makanan tanamannya. Secara teoritis efisiensi penggunaan pupuk urea sebesar 30

– 40 % sehingga 60 – 70 % pupuk urea yang diberikan tanaman hilang ke udara

melalui proses denitrifikasi. Sementara itu efisiensi penggunaan pupuk SP-36

berkisar 20 –25 %, sisa P yang tidak terserap tanaman terakumulasi dalam

lapisan tanah. Efisiensi penggunaan pupuk KCl juga relatif rendah yaitu berkisar

30 – 40 % namun hara K yang tidak terserap tanaman tidak hilang ke udara tetapi

terakumulasi di dalam lapisan tanah. Oleh karena itu pemberian pupuk P dan K

tidak harus setiap musim namun dapat dilakukan setiap 4 musim untuk P dan 6

musim untuk K. Pemberian pupuk P dan K setiap 4 dan 6 musim sekali ditujukan

untuk menggantikan P dan K yang terangkut tanaman saat panen. Efisiensi

penggunaan pupuk urea dapat ditingkatkan melalui pemberian urea secara

split/terbagi yaitu pada waktu tanaman umur 7-10 hari setelah tanam (HST), 21

HST dan 42 HST, atau juga melalui monitoring warna daun dengan alat bagan

warna daun (BWD), atau juga dengan pemberian urea tablet yang dibenam ke

dalam tanah.

2.9 Faktor yang Mempengaruhi Kesuburan Tanaman

Kesuburan tanaman tergantung dari beberapa faktor, antara lain faktor

tanah, faktor tanaman dan faktor hama dan penyakit. Faktor utama kesuburan

tanaman adalah kesuburan tanah. Kesuburan tanah tergantung pada

keseimbangan empat faktor yaitu air, oksigen, unsur hara, kondisi fisik dan unsur

toksik (zat penghambat). Kelima factor ini tidak boleh bertindak sebagai factor

Page 33: Laporan MAES LawanG FIX.doc

pembatas yang keterlaluan, karna akan mengakibatkan ‘ke-optimuman’ faktor-

faktor yang lain jadi tidak bermanfaat lagi.

a.    Air

Sekitar 500 gram air diperlukan untuk menghasilkan 1 gram bahan

tumbuhan kering. Sekitar 5 gram atau 1 persen air ini menjadi bagian terpadu dari

tumbuhan. Sisanya hilang melalui stomata pada daun selama penyerapan

karbondioksida. Keadaan atmosfer seperti kelembaban dan suhu nisbi

memainkan peran utama dalam menentukan seberapa cepat air itu hilang dan

jumlah air yang diperlukan tumbuhan.

Karena pada hakikatnya pertumbuhan semua tanaman pertanian akan

dibatasi bila terjadi kekurangan air. Meskipun keadaannya mungkin sementara

dan tanaman tidak dalam bahaya kematian, kemampuan tanah untuk menahan air

terhadap gaya tarik bumi menjadi sangat penting kecuali jika air hujan atau

irigasi mencukupi. Keperluan akan pembuangan kelebihan air dari tanah

berkaitan dengan keperluan untuk oksigen.

Tanah yang subur akan memberikan kecukupan air yang seimbang bagi tanaman.

Karena kekurangan maupun kelebihan, keduanya akan menjadi penghambat bagi

pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

b.    Oksigen

Oksigen mutlak di butuhkan untuk proses pembakaran fisiologis atau

respirasi. Jika dalam pertumbuhannya akar kekurangan oksigen maka respirasi

akan terganggu dan penyerapan bahan-bahan organik yang berasal dari tanah

yang digunakan sebagai bahan dasar fotosintesis akan berkurang sehingga

kesehatan tanaman pun akan menurun

Akar mempunyai lubang-lubang yang disebut lentisel yang memungkinkan

pertukaran gas. Oksigen berdifusi ke dalam sel-sel akar dan digunakan untuk

pernafasan, sedangkan karbondioksida berdifusi ke dalam tanah. Pernafasan

melepaskan energy yang diperlukan tanaman untuk sintesa dan translokasi

senyawa-senyawa organic dan pengumpulan aktif ion-ion hara untuk melawan

gradient konsentrasi.

Page 34: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Beberapa tanaman, misalnya padi, dapat tumbuh dalam air tergenang karena

tanaman ini mempunyai struktur morfologi yang memungkinkan difusi intern

oksigen atmosfer ke dalam jarring-jaring akar. Produksi yang berhasil pada

kebanyakan tanaman dalam kultur air memerlukan adanya aerasi pada larutan

tersebut. Perbedaan besar yang terdapat diantara tumbuhan-tumbuhan adalah

dalam hal kemampuannya untuk toleran terhadap kadar oksigen yang rendah.

Tumbuhan yang peka mungkin layu atau mati karena penjenuhan tanah air

dengan air selama sehari. Kelayuan ini diperkirakan terjadi karena pengurangan

permiabilitas sel-sel akar terhadap air, sebagai akibat dari gangguan proses

metabolism karena kekurangan oksigen.

Mikroorganisme aerob, bakteri, aktinomicetes, dan fungi memanfaatkan oksigen

dari atmosfer tanah dan sangat bertanggungjawab terhadap perubahan hara dari

bahan organic menjadi bentuk larut yang dapat digunakan kembali oleh

tumbuhan

c.    Unsur-unsur hara yang Esensial

Unsur-unsur hara dalam tanah pun ikut berperan dalam menentukan

kesuburan tanah. Paling sedikit ada 16 unsur yang kini dianggap perlu untuk

pertumuhan tanaman berpembuluh. Karbon, hydrogen dan oksigen yang

digabungkan dalam rekasi fotosintesis, diperoleh dari udara dan air. Unsure-

unsur ini menyusun 90 persen atau lebih bahan kering. 13 unsur sisanya, sebagian

besar diperoleh dari tanah. Nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium dan

belerang diperlukan dalam jumlah besar dan disebut unsure-unsur makro. Hara

yang diperlukan dalam jumlah cukup kecil disebut unsure mikro atau perunut

(trace element) dan meliputi mangan, besi, boron, seng, tembaga, molybdenum,

dan klor.

Lebih dari 40 unsur tambahan telah ditemukan dalam tumbuhan.

Beberapa tumbuhan mengumpulkan unsure-unsur yang tidak penting tetapi

mempunyai pengaruh yang menguntungkan. Contohnya, penyerapan natrium

oleh seledri, dan hasilnya, dalam hal ini, adalah perbaikan dalam rasa.

Kebanyakan hara terdapat dalam mineral dan bahan organic, dan dalam keadaan

demikian tidak larut dan tidak tersedia bagi tumbuhan. Hara menjadi tersedia

melalui pelapukan mineral dan penguraian bahan organic. Memang jarang tanah

Page 35: Laporan MAES LawanG FIX.doc

yang mampu menyediakan semua unsure penting selama jangka waktu yang

panjang dalam jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan produk yang tinggi.

Namun tanah yang subur akan memiliki sebagian besar unsure hara yang

diperlukan oleh tanaman

2.10 Pengelolaan yang dilakukan Petani pada Lahan Tanaman yang

Diamati

Pada lahan yang diamati di Desa Sumber Ngepoh yaitu lahan organik dan

semi organik. Sebelum dilakukan pengelolaan tanaman, terlebih dahulu

dilakukan pengolahan lahan dengan menggunakan traktor. Untuk sewa traktornya

seharga Rp.400.000 per 0,5 ha. Lahan tersebut ditanamai dengan sistem

monokultur tanaman padi dengan varietas pandan wangi dan IR 64. Varietas

pandan wangi ditanam pada musim hujan sedangkan varietas IR 64 ditanam pada

musim kemarau. Benih yang digunakan merupakan benih bersertifikat putih yang

didapatkan dari kelompok tani Sumber Makmur. Jarak tanam yang digunakan

yaitu 20x20 cm dengan sistem konvensional. Jumlah benih yang digunakan

dalam 0,5 Ha lahan yaitu 20 kg. Jenis pupuk yang digunakan pada awal tanam

menggunakan pupuk organik seperti pupuk kandang, sedangkan pada pemupukan

kedua menggunakan pupuk Urea sebanyak 1 kw/0,5 ha dan pemupukan terakhir

juga menggunakan pupuk urea. Sistem pengairan yang digunakan pada semi

organik yaitu menggunakan irigasi teknis. Irigasi teknis lebih banyak digunakan

pada musim kemarau daripada musim penghujan karena kalau musim penghujan

mereka menggunakan sistem tadah hujan. Dalam satu tahun musim tanam

melakukan 3 kali rotasi tanam.

Pak Kasiadi menggunakan pola tanam monokultur dengan menanam

padi. Beliau menggunakan benih unggul yang diberikan dari kelompok tani.

Sistem tanam yang digunakan oleh Pak Kasiadi adalah sistem tanam garet

dengan jarak tanam 20 cm. Pada lahan ditanam benih sejumlah 15 kg/ha. Beliau

menggunakan pupuk organik untuk meningkatkan produksinya. Pupuk organik

yang dipakai beliau adalah campuran kotoran kambing, kotoran sapi, kotoran

ayam (dipelihara sendiri) kemudian di fermentasi selama 20 hari. Umur padi

sebelum panen yaitu 120 hari setelah tanam, 2-3 benih/lubang. Untuk pemanenan

Page 36: Laporan MAES LawanG FIX.doc

biasanya dengan cara tenaga manual dengan menggunakan sabit, karena jika

menggunakan mesin kata Pak Kasiadi kurang maksimal karena banyak bulir padi

yang rontok jadi bisa merugikan.

2.11 Hubungan antara Aspek Budidaya, Pengelolahan Tanah dan

Pengendalian Hama Penyakit Tanaman yang diamati

Aspek budidaya, pengelolaan tanah, dan hama penyakit tanaman saling

terkait satus sama lain. Pengelolaan tanah yang baik mampu mendukung

budidaya tanaman untuk menghsilkan produktifitas yanag tinggi. Tentunya dalam

budidaya tanaman juga diperlukan pengendalian hama dan penyakit tanaman

agar tetap tumbuh dengan baik. Dalam hal ini pengelolaan tanah menjadi kunci

dalam menyediakan sumber nutrisis bagi tanaman. Diperlukan pengolahan tanah

dan pemupukan yang tepat agar mencukupi unsur hara dalam tanah. Pengelolaan

tanah disini bertujuan untuk menyediakan lahan agar siap bagi kehidupan

tanaman dengan meningkatkan kondisi fisik tanah. Tanah merupakan faktor

lingkungan yang memiliki hubungantimbal balik dengan tanaman.

Dalam budidaya tanaman pengelolaan hama penyakit merupakaan faktor

organisma pengganggu tanaman (OPT) budidaya baik hama pengganggu

tanaman, gulma maupun penyakit tanaman. Tingkat dampak gangguan terhadap

tanaman budidaya menentukan produksi tanaman. Jika tingkat gangguan besar

maka, produktifitas tanaman akan menurun dan sebaliknya jika tingkat gangguan

kecil akan meningkatkan produktifitas tanaman. Untuk itu perluk dilakukan

penangannan yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pengolahan

tanah juga dapat mempengaruhi tingktan organisme dalam tanah baik yang

bersifat negatif maupun positif.

Page 37: Laporan MAES LawanG FIX.doc

BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu, Tempat dan deskripsi Lokasi Fieldtrip secara umum

Praktikum lapang mata kuliah Manajemen Agroekosistem dilaksanakan

pada hari Sabtu tanaggal 17 Mei 2014 di Desa Sumber Ngepoh Kecamatan

Lawang Kabupaten Malang Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.

Komoditas tanaman yang diamati yaitu tanaman padi. Terdapat dua

macam pertanaman di lokasi praktikum tersebut yaitu pertanaman secara organic

dan semiorganik. Untuk tanaman padi organic kira umurnya 14 hari, sedangakan

untuk tanaman padi semiorganik umurnya kira-kira 1,5 bulan. Letak lokasi

pertanian ini sangat dekat dengan sumber air sehingga irigasi tanaman dapat

dilaksanakan dengan baik. Sistem pengairan dilakukan dengan mengalirkan air

sungai ke lahan-lahan sawah.

3.2 Alat, Bahan, dan fungsi

Aspek HPT

Sweep net : untuk menangkap hama di udara

Pan trap : untuk menangkap hama di tanah

Fial film/plastic : sebagai wadah hama setelah di tangkap

Kapas : alat untuk membius hama dengan alcohol

Alcohol 70% : bahan untuk membius hama

Deterjen : untuk membius hama

Kamera : alat untuk dokumentasi

Aspek BP

Kuisioner :sebaga acuan pertanyaan kepada narasumber

(petani)

Alat tulis : untuk mencatat data informasi

Kamera : alat dokumentasi

Page 38: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Aspek TANAH

Ring : untuk mengambil sampel tanah

Kamera : alat utuk dokumentasi

Penggaris : untuk mengukur ketinggian seresah

Palu : untuk memukul ring

Plastic : sebagai wadah sampel tanah

3.3 Operasional

3.3.1 Kriteria indikator yang diamati

Praktikum manajemen agroekosistem mengacu pada tiga aspek yaitu

aspek Hama dan Penyakit Tanaman, aspek Budidaya Pertanian, aspek Tanah.

Pada aspek Hama dan Penyakit tanaman, praktikum dilakukan dengan

mengampil sampel serangga dan penyakit utama padi yang kemudian

diidentifikasi untuk mengetahui hama,penyakit dan musuh alami tanaman

budidaya tersebut. Semntara aspek Budidaya Pertanian, dilakukan pengamatan

dan wawancara kepada petani untuk mengetahui keberlanjutan pertanian di

daerah setempat dari kondisi social, ekonomi, dan budaya petani, cara budidaya

padi yang dilakukan petani, produktivitas komoditas padi yang dihasilkan, dan

masalah-masalah utama yang dihadapi petani. Sedangkan pada aspek Tanah

dilakukan pengamatan dan idetifikasi terhadap tanah dari fisik, kimia, dan biologi

tanah.

3.3.2 Parameter atau variabel yang diamati dan diukur

Aspek HPT

Hama : identifikasi hama

Penyakit : menghitung intensitas penyakit pada 10 sampel tanaman

Aspek TANAH

Fisika : pengamatan dan perhitungan berat jenis dan berat isi

Kimia : pengukuran pH dan C-organik

Biologi : seresah dan kascing

Aspek BP

Page 39: Laporan MAES LawanG FIX.doc

- Kondisi social ekonomi

- Cara budidaya tanaman padi

- Produktivitas komoditas padi yang dihasilkan

- Masalah-masalah yang dihadapi petani

3.3.3 Metode dan fungsi (output umum)

1. Aspek HPT

Pengamatan intensitas penyakit

Pengamatan intensita penyakit ini berfungsi untuk mengetahui penyakit

apa saja yang menyerang tanaman pada lahan di daerah pengamatan. Pengamatan

intensitas penyakit ini dilakukan dengan cara mengamati bagian tanaman yang

terserang enyakit, kemudian bagian tanaman tersebut diidentifikasi dan

dideskripsikan.

Pengamatan Arthropoda

Pengamatan ini berfungsi untuk mengetahui serangga apa saja yang ada di

di lahan pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan cara menangkap serangga

yang ada di sekitar tanaman. Penangkapan bisa dilakukan dengan cara membuat

jebakan dan menangkap secara langsung. Setelah ditangkap serangga

diidentifikasi dan dikelompokan peran serangga pada daerah sekitar tanaman..

2. Aspek BP

Pengamatan aspek BP dilakukan dengan cara wawancara. Wawancara

dilakukan untuk mengetahui teknik budidaya yang dilakukan oleh petani pada

lahan tersebut dan masalah-masalah yang di alami petani.

3. Aspek Tanah

Metode Frame

Metode frame ini merupakan suatu metode dengan membuat plot-plot

untuk keperluan analisis vegetasi. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1978),

yang dimaksud analisis vegetasi atau studi komunitas adalah suatu cara

mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau

masyarakat tumbuh-tumbuhan. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh

Page 40: Laporan MAES LawanG FIX.doc

informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan

(Greig-Smith, 1983).

Metode Ring Sampel

Metode yang digunakan pada praktikum untuk mengukur bobot isi, yaitu

menggunakan metode ring sampel. Pertama menentukan titik tempat

pengambilan sampel bersihkan permukaan atas tanah. Kemudian ratakan

permukaan atas dan bawah ring dengan pisau. Masukkan ring kedalam tanah

sampai permukaan ring tertutup oleh tanah. Kemudian ambil kembali ring dan

masukkan ke dalam kantong plastik dan diikat rapat agar tidak bergerak dan

untuk menjaga kondisi tanah agar sesuai dengan kondisi di lapang. Selanjutnya

sampel tanah dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis sifat fisik tanah.

Page 41: Laporan MAES LawanG FIX.doc

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Kondisi Umum Lahan

Dari hasil fieldtrip di Desa Sumber Ngepoh kecamatan Lawang

Kabupaten Lahan tersebut merupakan lahan pada dataran rendah Malang

terdapat 2 jenis macam pertanian yaitu pertanian semi organik dan organik.

Untuk kondisi pertanian organic lebih baik dari pada pertanian semi

organic. Hal ini dibuktikan dari banyaknya musuh alami di pertanian semi

organik dan hasil pertanian dari lahan organik daripada lahan semi organik.

Pada lahan organic dilakukan pengolahan tanam sampai dengan

pemeliharaan dilakukan pengolahan menggunakan pupuk dan pestisida

organic. Sedangkan untuk lahan semi organic dilakukan pepupukan organik

pada awal penananan dan selanjutnya menggunakan pupuk dan pestisida

anorganic. Pertanian organik dimulai pada tahun 1976. Peralihan pertanian

anorganik ke pertanian organik membutuhkan waktu 6-7 tahun. Untuk

kondisi air irigasi pada lahan pertanian organik lebih bersih,dikarenakan

area laham organik terletak pada hulu sungai. Sedangkan untuk pertanian

semi organik tidak diubah menjadi organik dikarenakan kondisi air irigasi

yang ada pada lahan tercemar dan masyarakat yang memiliki lahan semi

organik tidak serentak ingin merubah lahannya untuk menjaadi organik.

4.1.2 Pengelolaan Tanaman dan Tanah yang dilakukan Setiap Petani

a) Pertanian semi organik

Dari hasil wawancara dengan Pak Burhan, beliau memiliki luas

area lahan 0,5 Ha. Sebelum dilakukan pengelolaan tanaman, terlebih

dahulu dilakukan pengolahan lahan dengan menggunakan traktor. Untuk

sewa traktornya seharga Rp.400.000 per 0,5 ha. Lahan tersebut ditanamai

dengan sistem monokultur tanaman padi dengan varietas pandan wangi

dan IR 64. Varietas pandan wangi ditanam pada musim hujan sedangkan

varietas IR 64 ditanam pada musim kemarau. Benih yang digunakan

Page 42: Laporan MAES LawanG FIX.doc

merupakan benih bersertifikat putih yang didapatkan dari kelompok tani

Sumber Makmur. Jarak tanam yang digunakan yaitu 20x20 cm dengan

sistem konvensional. Jumlah benih yang digunakan dalam 0,5 Ha lahan

yaitu 20 kg. Jenis pupuk yang digunakan pada awal tanam menggunakan

pupuk organik seperti pupuk kandang, sedangkan pada pemupukan kedua

menggunakan pupuk Urea sebanyak 1 kw/0,5 ha dan pemupukan terakhir

juga menggunakan pupuk urea. Sistem pengairan yang digunakan pada

semi organik yaitu menggunakan irigasi teknis. Irigasi teknis lebih banyak

digunakan pada musim kemarau daripada musim penghujan karena kalau

musim penghujan mereka menggunakan sistem tadah hujan. Dalam satu

tahun musim tanam melakukan 3 kali rotasi tanam.

Rotasi Tanam

Komoditas Varietas

Pandan Wangi

Varietas

Pandan wangi

Varietas

Ir64

Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Tabel 1.1 Rotasi Tanam

Masalah yang dihadapi pada saat budidaya tanaman padi yaitu

mahalnya tenaga kerja, hal ini dibuktikan dengan tenaga kerja laki-laki

upahnya sebesar Rp.50.000 sedangkan untuk perempuan sebesar

Rp.30.000. Masalah lainnya yaitu kelangkaan pupuk dan tingginya

serangan hama penyakit. Hama yang menyerang tanaman padi yaitu tikus

dan walang sangit. Cara penanggulangan hama tikus ini adalah

menggunakan rodentisida merk Matador.

b) Pertanian semi organik

Petani yang kami wawancari bernama Pak Kasiadi yang memiliki

lahan 0,5 Ha. Pak Kasiadi menggunakan pola tanam monokultur dengan

menanam padi. Beliau menggunakan benih unggul yang diberikan dari

kelompok tani. Sistem tanam yang digunakan oleh Pak Kasiadi adalah

Page 43: Laporan MAES LawanG FIX.doc

sistem tanam garet dengan jarak tanam 20 cm. Pada lahan ditanam benih

sejumlah 15 kg/ha. Beliau menggunakan pupuk organik untuk

meningkatkan produksinya. Pupuk organik yang dipakai beliau adalah

campuran kotoran kambing, kotoran sapi, kotoran ayam (dipelihara sendiri)

kemudian di fermentasi selama 20 hari. Umur padi sebelum panen yaitu

120 hari setelah tanam, 2-3 benih/lubang. Untuk pemanenan biasanya

dengan cara tenaga manual dengan menggunakan sabit, karena jika

menggunakan mesin kata Pak Kasiadi kurang maksimal karena banyak

bulir padi yang rontok jadi bisa merugikan.

Pengairan sangat dekat dengan sumber jadi sangat mendukung

untuk pertanian organik. Pak Kasiadi tetap menggunakan lahannya dengan

menanam padi tetapi setelah panen, beliau hanya mengganti jenis benihnya.

Beliau menanam 3 jenis padi yang berbeda yaitu beras putih (biasa), beras

merah dan beras hitam, tetapi saat ini beliau hanya menanam padi biasa

saja. Pak Kasiadi tidak pernah mendapatkan masalah untuk memenuhi

pupuknya karena beliau membuat sendiri pupuk organik dan pupuk dari

kelompok tani. Kelebihan menggunakan pupuk organik adalah tanah tidak

terlalu padat. Hama yang ada di lahan tidak terlalu beragam, tetapi yang

paling dominan adalah serangan tikus. Beliau menngatasi hama tikus

dengan cara memberi ikan asin, tanaman gadung untuk makanan tikus agar

tikus tidak memakan padi tetapi jika sudah hama tikus meledak beliau

menggunakan racun untuk membasmi tikus. Sedangkan untuk penyakit

adalah penyakit yang disebabkan oleh sundep. Penyakit sundep

menyebabkan bercak kuning pada daun padi, yang diatasi beliau dengan

menyemprotkan hasil fermentasi selama 1 bulan dari daun dringin yang

ditambah air dan air kelapa.

4.1.3 Pemeliharaan Tanaman yang dilakukan Setiap Petani

a. Pertanian semi organik

Pemeliharaan tanaman pada semi organik untuk pemupukan yang

menggunakan pupuk organik hanya pada awal musim tanam yaitu

menggunakan pupuk kandang dengan jumlah 5 kwintal per 0,5 ha.

Page 44: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Sedangkan pada pemupukan kedua dan terakhir menggunakan pupuk urea.

Selain pemupukan, pemeliharaan yang dilakukan oleh petani salah satunya

yaitu melakukan penyemprotan MOL disaat bulir padi sudah mulai muncul.

Dalam pengendalian hama tikus menggunakan rodentisida matador

sedangkan untuk hama walang sangit menggunakan pestisida regent. Untuk

pengairannya pada saat musim kemarau menggunakan air sungai

sedangkan saat musim penghujan menggunakan sistem tadah hujan.

b. Pertanian organik

Pemeliharaan tanaman pada pertanian organik untuk

pemupukannya juga menggunakan pupuk organik dari awal tanam hingga

akhir tanam. Pengaplikasiannya dilakukan pada saat setelah tanam,

sedangkan pada saat sebelum tanam diberi jerami saat pengolahan tanah.

Dalam menanggulangi hama tikus menggunakan cara pengendalian hama

terpadu yaitu dengan memberikan tikus makanan berupa gadung dan ikan

asin. Sedangkan dalam mengendalikan penyakit, petani menggunakan daun

dringu dengan cara ditumbuk terus dicampur dengan air dan air kelapa dan

difermentasi selama 1 bulan. Pengaplikasiannya dengan cara disemprot,

dan penyait sundep ini tidak teru menerus terjadi.

4.1.4 Sistem Tanam yang diterapkan di Lahan (Sesuai Lokasi)

a.Pertanian semi organik

Sistem tanam yang digunakan yaitu monokultur tanaman padi.

Jarak tanam yang diterapkan di pertanian semi organik yaitu 20x20 cm.

Rotasi tanam dilakukan sebanyak 3 kali dalam setahun. Jumlah bibit padi

yang digunakan yaitu 20 kg/0,5 ha dengan jumlah bibit per lubang antara 2-

3 bibit.

b.Pertanian organik

Pada pertanian organik menggunakan sistem monokultur dengan

jarak tanam 20x20 cm dan jumlah bibit yang digunakan sebanyak 15 kg/0,5

Page 45: Laporan MAES LawanG FIX.doc

ha untuk jumlah bibit per lubang 2 bibit dan maksimal 3 bibit. Terdapat 3

jenis bibit yang digunakan yaitu beras putih, beras merah dan beras hitam.

Tetapi saat ini beliau hanya menggunakan bibit biasa saja.

4.1.5 Hasil Keragaman Anthropoda

Tabel2. Hasil Keragaman Anthropoda

Nama Spesies Arthropoda

Jumlah

Klasifikasi FOTO

Belalangkayu (ValanganigricornisBurn.)

Hama 2 Kingdom : Animalia Phylum : ArthropodaClass : InsectaOrder : Orthoptera Family : Acridoidea Genus : Valangaspesies : - Valanga nigricornis

Lalat bibit padi (Hydrelliaphilippina);

Hama 1 Kingdom : animaliaFilum : ArthropodaKelas : InsectaOrdo : Diptera Genus: Hydrellia Species : Hydrellia philippina

Penggerek padi putih ( Scirpophaga innotata)

Hama 1 Kingdom : animaliaFilum : ArthopodaKelas : insectOrdo : LepidopteraFamily : PyralidaeGenus : ScirpohagaSpesies : Scirpophaga innotata

Walang sangit (Leptocorixaacuta Thumb)

Hama 11 Kingdom : AnimaliaPhylum : ArthropodaKelas : InsectaOrdo : HemipteraFamili : AlydidaeGenus : LeptocorixaSpesies : L AcutaAuthor : Thunberg

Page 46: Laporan MAES LawanG FIX.doc

belalang hijau (Oxya chinensis)

Hama 2 Kingdom :AnimaliaPhylum ArthropodaClass :Insecta Ordo : Orthoptera Family :AcrididaeGenus :Oxya Species :Oxya chinensis

Laba-laba (araneus diadematus)

Musuh alami

2 Kingdom : animaliaFilum : ArthoprodaKelas : ArachnidaGenus : AraneusSpesies : Araneus diadematu

Capung (Anax jenius) Musuh alami

1 Kingdom : AnimaliaFilum : ArthropodaKelas : InsectaOrdo : odonataFamily : AeshnidaeGenus : AnaxSpesies : Anax jenius

Ngengat (Attacus atlas)

Hama 1 Kingdom : AnimaliaFilum : ArthoprodaKelas : InsectaOrdo : LepidopteraSpesies : Attacus atlas

Tabel Data Hama dan Musuh Lami

Titik Pengambilan Sampel/Agroekosistem

Jumlah Individu Persentase

Hama MA SL Total Hama MA SL

Lahan Sawah 16 3 0 19 84% 16% 0%

Page 47: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Segitiga Fiktorial

4.1.6 Hasil Perhitungan Intensitas Penyakit

Tabel Hasil Perhitungan Intensitas Penyakit

Kategori/skala kerusakan

Jumlah daun yang terserangTC 1 TC 2 TC 3 TC 4 TC 5 TC 6 TC 7 TC 8 TC 9 TC

100 20 25 23 21 35 30 25 26 31 331 5 3 7 2 2 10 2 5 2 32 3 - 2 3 3 4 3 10 3 13 5 - 5 5 5 3 5 - 2 24 5 4 6 3 7 5 2 5 5 2

Total daun 38 32 43 34 52 52 37 46 43 41TC : tanaman contoh

Rumus Perhitungan :

IP = Error: Reference source not found

IP = Persentase kerusakan atau infeksi

n = Jumlah daun dari setiap kategori

v = Harga numerik dari tiap kategori

z = Harga numerik dari kategori yang tertinggi

N = Jumlah daun yang diamati

Page 48: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Sampel 1= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found = 30,26%

Sampel 2= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found = 14,48%

Sampel 3= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found = 29,07%

Sampel 4= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found = 16,83%

Sampel 5= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found = 24,52%

Sampel 6= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found = 22,6%

Sampel 7= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found =20,95%

Sampel 8= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found =24,48%

Sampel 9= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found = 19,78%

Sampel 10= I = ∑Error: Reference source not found×100% = Error: Reference source not found =11,59%

Serangan penyakit pada lahan yang diamati termasuk sedang karena gejala

yang ditimbulkan pada kisaran dari 11,59%-30,26%. Hal ini dipengaruhi krena

kondisi lahan yang sehat dan termasuk subur karena lahan yang digunakan lahan

semi organik, di lahan tersebut diupayakan menggunakan pestisida seminimal

mungkin karena budidaya yang digunakan secara semi organik. Terbukti dalam

pengamatan banyak ditemukannya musuh alami dan serangga lain. Lahan yang

diamati dalam kondisi sudah muncul bulir-bulir tetapi belum waktunya untuk

dipanen sehingga ditemukan cukup banyak gulma, namun sebagian gulma dapat

dimanfaatkan sebagai tempat tinggal musuh alami sehingga musuh alami tetap

banyak yang digunakan untuk menekan hama.

Dugaan serangan penyakit yang didapatkan (gejala dan tanda serta

dokumentasi):

1. Blast

Page 49: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Penyebab: jamur Pyricularia oryzae.

Gejala: menyerang daun, buku pada malai dan ujung tangkai malai.

Serangan menyebabkan daun, gelang buku, tangkai malai dan cabang di dekat

pangkal malai membusuk. Proses pemasakan makanan terhambat dan butiran

padi menjadi hampa.

Pengendalian: (1) membakar sisa jerami, menggenangi sawah, menanam

varitas unggul Sentani, Cimandirim IR 48, IR 36, pemberian pupuk N di saaat

pertengahan fase vegetatif dan fase pembentukan bulir; (2) menyemprotkan

insektisida Fujiwan 400 EC, Fongorene 50 WP, Kasumin 20 AS atau Rabcide 50

WP.

4.1.7 HasilPengukuran Kondisi Tanah serta analisis Tanah

Fisika

BI (Berat Isi)

Berat Basah tanah+ring blok

Berat blok

Panjang

Lebar Tinggi Berat basah sub sampel

Berat cawan

Berat kering sub sampel

8400 gr 1852,74gr 20 cm 20 cm 10 cm 50,62 gr 10,12 gr 50,04 gr

Berat Basah tanah+ring blok

Berat blok

Panjang

Lebar Tinggi Berat basah sub sampel

Berat cawan

Berat kering sub sampel

8400 gr 1852,74gr 20 cm 20 cm 10 cm 50,62 gr 10,12 gr 50,04 gr

BI =

=

Page 50: Laporan MAES LawanG FIX.doc

=

= 1,618 gr/cm3

Tabel. Berat isi

Berat Isi

(g.cm-3)

Kelas

< 0,9 Rendah / ringan

0,9 – 1,2 Sedang / sedang

1,2 – 1,4 Tinggi / berat / mampat

> 1,4 Sangat tinggi / sangat berat/

sangat mampat

Page 51: Laporan MAES LawanG FIX.doc

BJ (Berat Jenis)

BJ =

=

=

=

=

= 2,23 g/cm3

Tabel .Klasifikasi Berat Isi Tanah

Berat Isi

(g.cm-3)

Kelas Tanah

1,3 – 1,5 Manpat

0,8 – 1,0 Porus

0,08 – 0,23 Histosol

Berat Labu Berat Labu+ Tanah

Berat Labu +tanah +aquades

55,16 gr 75,23 gr 166,23 gr

Page 52: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Sumber: 1. Tanah – tanah utama Indonesia Dr. Ir. Moch. Munir MS, 19961. Pengantar Fisika Tanah Daniel Hillel (Penerjemah Rubiyanto

Hendro Susanto dkk), 1999

Page 53: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Tabel. Klasifikasi Berat Jenis

BJ

Tanah mineral pada umumnya

BJ

Tanah organic

2,5 – 2,7 > 2,00

Sumber: Pengantar Fisika Tanah, Lab. Fisika Jurusan Tanah FP.UB.2007

Perhitungan Porositas

Porositas

=

=1-0,36 X 100% = 64 %

ASPEK KIMIA TANAH

C-Organik

Ph = 5,6

Eh = 74,4 mv (mili volt)

Page 54: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Ec = 0,22 ms

4.1.8 Teknis pemanenan, Hasil Panen dan Pemasaran

Pertanian Semi Organik

Umur padi mulai dipanen yaitu saat sudah mulai umur 30 hst. Cara

pemanenannya masih menggunakan cara manual yaitu menggunakan sabit.

Jumlah hasil panennya sekitar 3-4 ton. Untuk harganya berbeda-beda berdasrkan

varietasnya. Varietas pandan wangi harga gabah 430.000/kwintal, sedangkan

beras 8.400/kg. Varietas IR 64 420.000/kwintal. Untuk konsumsi pribadi, beliau

mengambil setengah dari hasil panennya. Keuntungan bersih yang didapat dalam

satu kali tanam yaitu 2.500.000.

Pertanian Organik

Cara pemanenan juga sama dengan pertanian organik yaitu

menggunakan sabit. Alasannya karena kalau menggunakan mesin kurang

maksimal karena banyak bulir padi yang rontok jadi bisa merugikan. Hasil

panennya dijual ke lembaga bukan langsung kepada konsumen. Harga beras

organik yaitu 4100/kg, sedangkan beras konvensioanl yaitu 3000/kg. Jadi sekali

panen beliau menghasilkan 9 juta/Ha.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisis Keadaan Agroekosistem secara Umum (Monokultur,

Tumpangsari, Agroforestry)

Kondisi agroekosistem yang ada pada daerah tersebut cukup bagus

karena seperti penanaman pohon-pohon disekitar lahan budidaya serta

dilihat dari kondisi air sungai yang bisa dibilang juga cukup bersih karena

tidak terlalu tercemar oleh bahan kimia. Kondisi hutan disekitar lahan juga

masih terjaga dengan baik meskipun sudah mengalami penurunan untuk

Page 55: Laporan MAES LawanG FIX.doc

proses produksi pertanian. Komponen penyusun agroekosistem pada lahan

terdapat 2 pengolahan yaitu pengolahan lahan organik dan pengolahan semi

organik. Untuk agroekosistem pada lahan organik lebih baik daripada

sistem anorganik. Hal ini dikarenakan penanggulangan hama dan penyakit

pada sistem anorganik masih menggunakan pestisida dan dalam

pemupukan menggunakan pupuk anorganik sehingga hal tersebut

mempengaruhi komponen agroekosistem biotik yang ada.

Sistem tanam yang digunakan disana yaitu menggunakan system

monokultur yang mana menggunakan tanaman padi. Monokultur

Dilakukan rotasi tanaman pada lahan organic dan semi organic. Pada lahan

semi organic dilakukan rotasi tanam pada musim penghujan dan pada

musim kemarau. Varietas Ir64 ditanam pada musim kemarau dikarenakan

varietas ini retan terhadap kekeringan. Menurut Nurindah (2006)

menyatakan bahwa tanaman Ir64 adalah tanaman yang memiliki umur

pendek sihingga tanaman tersebut cocok ditanam pada musim kemarau,

sedangkan varietas padan wangi ditam pada musim pengghujan

dikarenakan varietas ini membutuhkan banyak air. Untuh hasil produksi

tanaman padi hasil produksi terbanyak didapatkan pada varietas pandan

wangi. Selain untuk lahan pertanian, disana juga digunakan untuk tempat

wisata karena disana juga terdapat sumber mata air yang juga masih terjaga

kealamiannya.

4.2.2 Pembahasan Hasil Fieldtrip Setiap Aspek (HPT, TANAH) dan

dibandingkan dengan literature ataupun jurnal yang terkait.

BP

Agroekosistem di lahan padi sumberngepoh sudah mendukung

keberlanjutan meskipun bersifat kecil, dilihat dari pengendalian OPT yang

lebih ramah lingkungan yaitu memanfaatkan biopestisida dan penggunaan

pupuk organik untuk pemenuhan unsur hara. sistem budidaya yang

bersifat monokultur sebenarnya tidak begitu baik untuk areal luas, karena

dapat mengakibatkan ledakan populasi hama seperti tikus,wereng pada

tanaman padi.Cara tanam yang konvensional juga menyebabkan irigasi

Page 56: Laporan MAES LawanG FIX.doc

yang lebih banyak pada musim kemarau. meskipun menurut petani sumber

air yang tersedia cukup melimpah, dapat mengakibatkan petani kurang

siap apabila terjadi perubahan iklim di lahan tersebut, selain itu cara tanam

konvensional juga tidak efisien.

Menurut Nurindah (2006) Prinsip utama dalam pengelolaan

agroekosistem untuk pengendalian hama adalah menciptakan

keseimbangan antara herbivora dan musuh alaminya melalui peningkatan

keragaman hayati. Peningkatan keragaman vegetasi dan penambahan

biomassa, dapat meningkatkan keragam- an hayati dalam suatu

agroekosistem. Peningkatan keragaman vegetasi dilakukan melalui pola

tanam polikultur dengan pengaturan agronomis yang optimal.

Penambahan biomassa dilakukan dengan mengaplikasikan mulsa,

penambahan pupuk hijau dan pupuk kandang. Kedua metode ini ditujukan

untuk mendapatkan produktivitas lahan yang optimal dan berkelanjutan.

● Aspek HPT

Dilihat aspek hpt didapatkan bahwa keadaan agroekosistem pada lahan

pertanian masih belum stabil atau belum seimbang, dikarenakan jumlah

persentase serangga hama yang didapatkan dari sweepnet lebih besar dari musuh

alami. Sedangkan pada pan trap yang ditempatkan pada lahan didapatkan hama

serangga dan musuh alami masih seimbang. Kecilnya jumlah musuh alami yang

ditangkap di sweepnet menunjukkan bahwa banyak hama yang hidup di lahan

pertanian tersebut, keberadaan musuh alami sangat membantu dalam

pemberantasan hama di lapang, karena musuh alami terdiri dari predator

pemakan hama, dan beberapa parasit yang menginfeksi hama. Agroekosistem

dikatakan seimbang jika musuh alami, hama, dan serangga lain jumlahnya sama

didalamnya, Jika hal tersebut bisa dicapai maka akan tercipta keseimbangan

ekosistem di lahan tersebut.

Pada lahan yang kelompok kami amati , di temukan hama dan penyakit.

Hama yang di temukan ada 6 dan musuh alami ada 2. Hama yang ditemukan

adalah belalang kayu (ValanganigricornisBurn ada 2 ekor, lalat bibit padi

(Hydrelliaphilippina) ada 1ekor, Penggerek padi putih ( Scirpophaga innotata)

Page 57: Laporan MAES LawanG FIX.doc

ada 1ekor, belalang hijau (Oxya chinensis) ada 2 ekor, walangsangit

(Leptocorixaacuta Thumb) ada 11 ekor dan Ngengat (Attacus atlas) ada 1ekor.

Sedangkan musuh alami yang di temukan ada dua yaitu Laba-laba (araneus

diadematus) ada 2 ekor dan Capung (Ischnuraceruvula) ada 1 ekor. Pada lahan

yang di amati terjadi ketidak seimbangan karena diperoleh hama lebih banyak

dari pada musuh alami. Namun tidak terjadi ledakan hama yang cukup berarti.

Hama yang paling banyak menyerang tanaman padi pada lahan semi organic

adalah walang sangit, dan biasanya para petani menyemprotnya dengan pestisida

untuk mengurangi intensitas hama walang sangit.

Keadaan agroekosistem pada lahan pertanian masih belum stabil atau

belum seimbang, di karenakan jumlah persentase serangga hama yang didapatkan

di lahan lebih besar dari musuh alami. Kecilnya jumlah musuh alami yang di

tangkap menunjukkan bahwa banyak hama yang hidup di lahan pertanian

tersebut, keberadaan musuh alami sangat membantu dalam pemberantasan hama

di lapang, karena musuh alami terdiri dari predator pemakan hama, dan beberapa

parasit yang menginfeksi hama. Agroekosistem dikatakan seimbang jika musuh

alami, hama, dan serangga lain jumlahnya sama didalamnya, Jika hal tersebut

bisa dicapai maka akan tercipta keseimbangan ekosistem di lahan tersebut.

● Aspek TANAH

Aspek Fisika

BI (Berat Isi)

Berat Basah tanah+ring blok

Berat blok

Panjang

Lebar Tinggi Berat basah sub sampel

Berat cawan

Berat kering sub sampel

8400 gr 1852,74gr 20 cm 20 cm 10 cm 50,62 gr 10,12 gr 50,04 gr

BI =

Page 58: Laporan MAES LawanG FIX.doc

=

= = 1,618 gr/cm3

Tabel. Berat isi

BJ (Berat Jenis)

BJ =

=

Berat Isi

(g.cm-3)

Kelas

< 0,9 Rendah / ringan

0,9 – 1,2 Sedang / sedang

1,2 – 1,4 Tinggi / berat / mampat

> 1,4 Sangat tinggi / sangat berat/

sangat mampat

Berat Labu Berat Labu+ Tanah

Berat Labu +tanah +aquades

55,16 gr 75,23 gr 166,23 gr

Page 59: Laporan MAES LawanG FIX.doc

=

=

=

= 2,23 g/cm3

Tabel .Klasifikasi Berat Isi Tanah

Berat Isi

(g.cm-3)

Kelas Tanah

1,3 – 1,5 Manpat

0,8 – 1,0 Porus

0,08 – 0,23 Histosol

Sumber: 1. Tanah – tanah utama Indonesia Dr. Ir. Moch. Munir MS, 19961. Pengantar Fisika Tanah Daniel Hillel (Penerjemah Rubiyanto

Hendro Susanto dkk), 1997

Page 60: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Tabel. Klasifikasi Berat Jenis

BJ

Tanah mineral pada umumnya

BJ

Tanah organic

2,5 – 2,7 > 2,00

Sumber: Pengantar Fisika Tanah, Lab. Fisika Jurusan Tanah FP.UB.2007

Berdasarkan hasil data diatas menunjukkan BI (Berat Isi

Tanah) 1,618 gr/cm3 dan BJ (Berat Jenis Tanah) sebesar 2,23 g/cm3 .

Apabila BI ini diklasifikasikan, maka termasuk sangat tinggi / sangat

berat/ sangat mampat sehingga tanah ini memiliki kepadatan yang tinggi

dimana dipengaruhi oleh pengolahan tanah yang dilakukan. BJ pada tanah

ini tergolong kecil sehingga mempengaruhi Bahan Organik dalam tanah,

dikarenakan BJ sebesar 2,23 sehingga banyak mengandung Bahan

Organik. Menurut (Hardjowigeno, 2007), pada tanah secara umum

nilainya BJ antara 2,6 – 2,7 g.cm-3, bila semakin banyak kandungan BO,

nilai BJ semakin kecil. Menurut Widiarto (2008), bahan organik dapat

menurunkan BI dan tanah yang memiliki nilai BI kurang dari satu

merupakan tanah yang memiliki bahan organik tanah sedang sampai

tinggi. Selain itu, Nilai BI untuk tekstur berpasir antara 1,5 – 1,8 g / m3.

Nilai BI untuk tekstur berlempung antara 1,3 – 1,6 g / m3 dan Nilai BI

untuk tekstur berliat antara 1,1 – 1,4 g / m3 merupakan nilai BI yang

dijumpai pada tanah yang masih alami atau tanah yang tidak mengalami

pemadatan.

Berat jenis tanah dengan 2,23 gr/cm3 menunjukkan tanah

ditempat pengamatan masih kurang normal. Menurut Buck & Nyle

(1982), bobot jenis partikel untuk tanah mineral berkisar antara 2,6 –

2,75. hal ini terjadi karena akuarsa, feldspar dan koloid silikat yang

kerapatannya terdapat dalam kisaran ini, biasanya merupakan bagian

terbesar dari tanah mineral. Selain itu, karena berat bahan organik yang

lebih kecil dari berat benda padat tanah mineral yang lain dalam volume

Page 61: Laporan MAES LawanG FIX.doc

sama, jumlah bahan organik dalam suatu tanah jelas mempengaruhi bobot

jenis partikel. Akibatnya tanah permukaan biasanya memiliki bobot jenis

partikel yang lebih kecil dari subsoil. Dengan kata lain, semakin

banyaknya bahan organik yang terkandung, maka semakin kecil lah

nilai daripada bobot jenis partikel. Sedangkan, semakin banyaknya

mineral berat yang terkandung di dalam tanah, maka akan semakin

besar pula lah nilai bobot jenis partikel tanah tersebut.

Perhitungan Porositas

Porositas

=

=1-0,36 X 100% = 64 %

Porositas tanah pada kondisi di daerah praktikum lapang terdapat 64%,

dikarenakan tanah ini penggunaan lahannnya tanah sawah sehingga porositasnya

cukup besar. Sehingga ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam

satuan volume tanah dapat ditempati air dan udara, sehingga mempengaruhi

drainase dan aerasi tanah.

Ph = 5,6

Eh = 74,4 mv (mili volt)

Ec = 0,22 ms

Sedangkan pH pada tanah dilahan praktikum didapatkan 5,6, hal ini

menunjukkan tanah ini berada pada kondisi masam sehingga tanah diperlukan

pengapuran. Perbaikan pH tanah bisa dikatakan menyelesaikan 50% masalah

Page 62: Laporan MAES LawanG FIX.doc

kesuburan tanah. Salah satu cara meningkatkan pH tanah dengan pengapuran

menggunakan kapur pertanian (kaptan) atau dolomit.

Pengukuran Eh tanah tergolong cukup hal ini dipengaruhi oleh

penggenangan yang menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia

dalam tanah, antara lain: (1) penurunan Eh, (2) konvergensi pH tanah menuju

netral, serta (3) reduksi Mn4+ dan Fe3+. Pengukuran Eh ini guna mempelajari

pengaruh lama penggenangan dan penambahan bahan gambut saprik terhadap

dinamika Eh, pH serta kadar Mn2+ dan Fe2+ pada tanah dengan kadar bahan

organik awal yang rendah.

Pengukuran Ec (Electrical Conductivity) menunjukkan 0,22 ms, hal ini

sangat berpengaruh terhadap salinitas tanah, dengan Ec kecil maka salinitas yang

terjadi dalam tanah kecil pula. Salinitas tanah dapat dievaluasi di laboratorium

dengan cara mengukur daya hantar listrik (electrical conductivity; EC) larutan

yang diekstrak dari contoh tanah. Satuan umum yang dipakai untuk

mengemukakan nilai EC adalah deciSiemens per meter (dS/m). Nilai EC

meningkat sejalan dengan meningkatnya salinitas tanah.

Aspek Kimia

C-Organik

Page 63: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Bahan Organik dari hasil uji laboratorium didapatkan rendah sebesar

9,81%. Hal ini menunjukkan tanah sawah pada lahan yang diamati kesuburannya

cenderung rendah. Menurut Widiarti (2008) tanah yang sehat memiliki

kandungan bahan organik sekitar 5 %, sedangkan tanah yang tidak sehat

kandungan bahan organiknya rendah. Menurut Karama et al, (1990), peran bahan

organik akan lebih menonjol dimana kadar C organik tanah pada lahan sawah

yang telah lama diusahakan secara intensif cenderung pada level rendah, yaitu

kurang dari 2 %. Hasil penelitian di 30 lokasi tanah sawah di Indonesia yang

diambil secara acak menunjukkan bahwa 68 % diantaranya mempunyai

kandungan Corganik tanah kurang dari 1,5 %.

Aspek biologi

Kascing

Berat Kascing Jumlah Kascing

10,49 5

38,64 6

57,20 6

24,15 4

Penetrasi

Titik 1 0,3

Titik 2 0,4

Titik 3 0,5

Hasil pengamatan yang telah dilakukan vegetasi yang terdapat pada lahan

pertanian di Desa Sumberngepoh Lawang yaitu padi. Pada plot yang kami amati

tidak terdapat seresah hal ini dipengaruhi oleh kondisi tanah yang lembab,

terdapat agregat-agregat tanah dipinggir dan kondisi vegetasi yang masihi masa

Page 64: Laporan MAES LawanG FIX.doc

vegetatif sehingga sulit ditemukan seresah. Pada lahan sawah yang kami amati

terdapat cacng dan kascing dalam jumlah yang cukup dapat dianalisa juga dari

kondisi tanah yang gembur. Cacing dan kascing bisa ditemukan pada lahan

sawah karena kami menemukannya pada bedengan.

Penetrasi adalah mampunya akar tanaman untuk menembus tanah. Tanah

sawah yang diamati terbilang tanah sangat gembur dan kelmbaban tinggi,

sehingga penetrasi kecil. Tanah dengan kondisi tergenang sehingga akar tanaman

menembus tidak terlalu dalam.

Page 65: Laporan MAES LawanG FIX.doc

A. Kriteria dan Indikator manajemen agroekosistem yang

berkelanjutan dan sehat ditinjau dari aspek tanah

Kriteria/indikator agroekosistem tersebut dikatakan sehat apabila :

1. Dari Segi Kimia Tanah

a) Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa

tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan

pembentukan kembali. Sumber primer bahan organik tanah dapat

berasal dari Seresah yang merupakan bagian mati tanaman berupa

daun, cabang, ranting, bunga dan buah yang gugur dan tinggal di

permukaan tanah baik yang masih utuh ataupun telah sebagian

mengalami pelapukan. Dalam pengelolaan bahan organik tanah,

sumbernya juga bisa berasal dari pemberian pupuk organik berupa

pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos, serta pupuk hayati

(inokulan). Bahan organic tersebut berperan langsung terhadap

perbaikan sifat-sifat tanah baik dari segi kimia, fisika maupun

biologinya, diantaranya :

o Memengaruhi warna tanah menjadi coklat-hitam

o Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah

o Meningkatkan daya tanah menahan air sehingga

drainase tidak berlebihan, kelembapan dan tempratur

tanah menjadi stabil.

o Sumber energi dan hara bagi jasad biologis tanah

terutama heterotrofik.

Berdasarkan data yang didapat di lapang bahan organic cenderung

rendah, hasil uji laboratorium didapatkan rendah sebesar 9,81%. Hal

ini menunjukkan tanah sawah pada lahan yang diamati kesuburannya

Page 66: Laporan MAES LawanG FIX.doc

cenderung rendah. Meskipun, berdasarkan kriteria diatas tanah sawah

yang diamati terdapat seresah yang cukup dan penggunaan pupuk

semi-organik telah diterapkan.

b) pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan Adanya Unsur Beracun

Tanah bersifat asam dapat disebabkan karena berkurangnya

kation Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium. Unsur-unsur

tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang lebih bawah atau

hilang diserap oleh tanaman. pH tanah juga menunjukkan keberadaan

unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah asam

banyak ditemukan unsur alumunium yang selain bersifat racun juga

mengikat phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada

tanah asam unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga

ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn dan Cu dalam jumlah yang

terlalu besar, akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.

Tetapi dengan pH yang agak masam belum tentu kebutuhan

tanaman terhadap pH tanah tidak cocok karena itu tergantung dari

komoditas tanaman budidaya yang dibudidayakan. Untuk

pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda dalam suatu agroekosistem

maka apabila suatu lahan digunakan untuk pertanian maka pemilihan

jenis tanamannya disesuaikan dengan pH tanah apakah tanaman yang

diusahakan sesuai dan mampu bertahan dengan pH tertentu. PH tanah

dilapang sebesar 5,6, nilai tersebut menunjukkan bahwa tanah yang

ada di lahan praktikum cenderung masam dan perlu dilakukan agar

pH tanah menjadi netral dan sesuai bagi tanaman.

c) Ketersediaan Unsur Hara

Page 67: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Unsur hara yang digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan

dan perkembangannya diperoleh dari beberapa sumber antara lain :

Bahan organik, mineral alami, unsur hara yang terjerap atau terikat,

dan pemberian pupuk kimia. Pada lahan pertanian diketahui sumber

unsur hara berasal dari bahan organik, karena pada lokasi tersebut

banyak ditemukan seresah yang merupakan sumber bahan organic

selain itu aplikasi pupuk kandang juga menambah ketersediaan unsur

hara yang berfungsi ganda, diserap oleh tanaman dan memperbaiki

sifat fisik, kimia, dan biologi tanah

2. Dari Segi Fisika Tanah

a) Kondisi kepadatan tanah

Widiarto (2008) menyatakan bahwa, “Bahan organik dapat

menurunkan BI dan tanah yang memiliki nilai BI kurang dari satu

merupakan tanah yang memiliki bahan organik tanah sedang sampai

tinggi. Selain itu, Nilai BI untuk tekstur berpasir antara 1,5 – 1,8 g /

m3, Nilai BI untuk tekstur berlempung antara 1,3 – 1,6 g / m3 dan

Nilai BI untuk tekstur berliat antara 1,1 – 1,4 g / m3 merupakan nilai

BI yang dijumpai pada tanah yang masih alami atau tanah yang tidak

mengalami pemadatan”.

b) Kedalaman efektif tanah

Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat

ditembus oleh akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif

dilakukan dengan mengamati penyebaran akar tanaman. Banyakya

perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akar-

akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak dijumpai akar

tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman

solum tanah (Hardjowigeno, 2007).

c) Erosi Tanah

Page 68: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Erosi adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian

tanah ke tempat lain. Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh

hilangnya vegetasi penutup tanah dan kegiatan pertanian yang tidak

mengindahkan kaidah konservasi tanah. Erosi tersebut umumnya

mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang subur dan baik

untuk pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu erosi mengakibatkan

terjadinya kemunduran sifat-sifat fisik dan kimia tanah.

3. Dari Segi Biologi Tanah

a) Keanekaragaman biota dan fauna tanah

Ditunjukkan dengan adanya kascing. Biota tanah memegang

peranan penting dalam siklus hara di dalam tanah, sehingga dalam

jangka panjang sangat mempengaruhi keberlanjutan produktivitas

lahan. Salah satu biota tanah yang paling berperan yaitu cacing tanah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah dapat

meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik,

dan biologis tanah.

Kascing (pupuk organik bekas cacing atau campuran bahan

organik sisa makanan cacing dan kotoran cacing) mempunyai kadar

hara N, P dan K 2,5 kali kadar hara bahan organik semula, serta

meningkatkan porositas tanah (pori total dan pori drainase cepat

meningkat 1,15 kali). Cacing jenis ‘penggali tanah’ yang hidup aktif

dalam tanah, walaupun makanannya berupa bahan organik di

permukaan tanah dan ada pula dari akar-akar yang mati di dalam

tanah. Kelompok cacing ini berperanan penting dalam mencampur

seresah yang ada di atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan

meninggalkan liang dalam tanah. Kelompok cacing ini membuang

kotorannya dalam tanah, atau di atas permukaan tanah. Kotoran

cacing ini lebih kaya akan karbon (C) dan hara lainnya dari pada

tanah di sekitarnya. (Hairiah, 2004).

Page 69: Laporan MAES LawanG FIX.doc

B. Faktor penyebab terjadinya ketidak seimbangan status hara dalam

tanah

Ketersediaan hara bagi tanaman ditentukan oleh faktor-faktor yang

mempengaruhi  kemampuan tanah mensuplai  hara  dan faktor-faktor  yang

mempengaruhi kemampuan  tanaman  untuk menggunakan unsur hara yang

disediakan. Tujuan dari uji-tanah adalah  mengukur fakto-faktor  ini  dan

menginterpretasikan  hasil-hasilnya dalam  konteks  perlakuan penyembuhan

yang mungkin diperlukan. Beberapa faktor dapat ditentukan melalui pekerjaan

analisis laboratorium. Sedangkan faktor lainnya seperti kandungan oksigen-udara

-tanah, suhu tanah dan lainnya, harus ditentukan di lapangan.

Dalam menyarankan suatu prosedur untuk mengukur ketersediaan unsur

hara atau menginterpretasikan hasil-hasil pengukurannya,  pengetahuan tentang

berbagai reaksi yang berlangsung dan dialami oleh  unsur hara dalam tanah

sangat penting. Oleh karena itu dalam pembahasan kali ini akan dipusatkan pada

faktor-faktor yang terlibat dengan suplai hara pada permukaan akar tanaman.

C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya ketersediaan

bahan organik tanah

Faktor iklim yang berpengaruh adalah suhu dan curah hujan.

Makin ke daerah dingin, kadar bahan organik dan N makin tinggi.

Pada kondisi yang sama kadar bahan organik dan N bertambah 2

hingga 3 kali tiap suhu tahunan rata-rata turun 100C. bila kelembaban

efektif meningkat, kadar bahan organik dan N juga bertambah. Hal

itu menunjukkan suatu hambatan kegiatan organisme tanah.

Tekstur tanah juga cukup berperan, makin tinggi jumlah

liat maka makin tinggi kadar bahan organik dan N tanah, bila kondisi

lainnya sama. Tanah berpasir memungkinkan oksidasi yang baik

sehingga bahan organik cepat habis (Heru, 2012).

Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu

sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan

atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus

Page 70: Laporan MAES LawanG FIX.doc

mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor

biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961 dalam Suryani, 2007).

Menurut Miller et al (1985) dalam Suryani (2007), faktor-faktor

yang mempengaruhi jumlah bahan organik dalam tanah adalah

sifat dan jumlah bahan organik yang dikembalikan, kelembaban

tanah, temperatur tanah, tingkat aerasi tanah, topografi dan sifat

penyediaan hara.

Hairah et al. (2000) dalam Suryani (2007)

mengemukakan beberapa cara untuk mendapatkan bahan organik:

1. Pengembalian sisa panen. Jumlah sisa panenan tanaman

pangan yang dapat dikembalikan ke dalam tanah berkisar 2 – 5

ton per ha, sehingga tidak dapat memenuhi jumlah kebutuhan

bahan organik minimum. Oleh karena itu, masukan bahan

organik dari sumber lain tetap diperlukan.

2. Pemberian pupuk kandang. Pupuk kandang yang berasal dari

kotoran hewan peliharaan seperti sapi, kambing, kerbau dan ayam,

atau bisa juga dari hewan liar seperti kelelawar atau burung

dapat dipergunakan untuk menambah kandungan bahan organik

tanah. Pengadaan atau penyediaan kotoran hewan seringkali sulit

dilakukan karena memerlukan biaya transportasi yang besar.

3. Pemberian pupuk hijau. Pupuk hijau bisa diperoleh dari

serasah dan dari pangkasan tanaman penutup yang ditanam

selama masa bera atau pepohonan dalam larikan sebagai

tanaman pagar. Pangkasan tajuk tanaman penutup tanah dari

famili leguminosae dapat memberikan masukan bahan organik

sebanyak 1.8 – 2.9 ton per ha (umur 3 bulan) dan 2.7 – 5.9 ton per

ha untuk yang berumur 6 bulan.

D. Faktor yang Menyebabkan Pemadatan Tanah

Sesuai dengan pengamatan di lapang, pemadatan dipengaruhi oleh bahan

organik tanah, biota tanah, tekstur dan struktur. Widiarto (2008)

menyatakan bahwa, “Bahan organik dapat menurunkan BI dan tanah yang

Page 71: Laporan MAES LawanG FIX.doc

memiliki nilai BI kurang dari satu merupakan tanah yang memiliki bahan

organik tanah sedang sampai tinggi. Selain itu, Nilai BI untuk tekstur

berpasir antara 1,5 – 1,8 g/m3, Nilai BI untuk tekstur berlempung antara 1,3

– 1,6 g/m3 dan Nilai BI untuk tekstur berliat antara 1,1 – 1,4 g/m3

merupakan nilai BI yang dijumpai pada tanah yang masih alami atau tanah

yang tidak mengalami pemadatan”. Bobot isi tanah di lahan dengan

pengolahan intensif biasanya memiliki nilai BI tinggi karena tanah telah

mengalami pemadatan akibat penggunaan alat-alat berat untuk pengolahan

tanahnya. Sedangkan untuk nilai BJ tanah, menurut literature (Anonymous,

2010) menyatakan bahwa, “Pada tanah secara umum nilainya BJ antara 2,6

– 2,7 g.cm-3, bila semakin banyak kandungan BO, nilai BJ semakin kecil”.

Pada lahan dengan pengolahan intensif memiliki BJ bisa lebih dari 2,6

apabila pemadatan tanah yang terjadi amat tinggi. Apabila nilai BJ terlalu

tinggi juga berpengaruh terhadap penentuan laju sedimentasi serta

pergerakan partikel oleh air dan angin.

E. Upaya Yang Dapat Dilakukan Untuk Mengurangi atau Mencegah Terjadinya

Pemadatan Tanah

Upaya yang dapat dilakukan adalah:

a. Mengurangi penggunaan pupuk kimia yang berlebihan

b. Penggunaan pupuk organik karena dengan menggunakan pupuk organik dapatmemperbaiki

sifat fisik maupun kimia tanahnya

c. melakukan pengolahan tanah yang baikd. melakukan rotasi tanaman

F. Peran cacing tanah dalam mengatasi permasalahan kesehatan tanah

(terkait dengan aspek Biologi, Fisika dan Kimia tanah

a. Mempercepat pelapukan

Pelapukan adalah proses pengrusakan atau penghancuran kulit bumi

olehtenaga eksogen. Pelapukan di setiap daerah berbeda-beda tergantung

unsur-unsurdari daerah tersebut. Misalnya di daerah tropis yang pengaruh

Page 72: Laporan MAES LawanG FIX.doc

suhu dan air sangatdominan, tebal pelapukan dapat mencapai seratus meter,

sedangkan daerah subtropis pelapukannya hanya beberapa meter saja.

b. Kotoran cacing dapat meningkatkan kesuburan tanah atau kadar NPK pada

tanahyang di huninya.Kotoran yang dikeluarkan oleh cacing tanah banyak

mengandung unsur harayang dibutuhkan oleh tanaman seperti nitrogen,

fosfor, mineral, dan vitamin.Karena mengandung unsur hara yang lengkap,

apalagi nilai C/N nya kurang dari 20maka kotoran cacing yang biasa disebut

casting dapat digunakan sebagai pupuk..

c. Memperbaiki Struktur Tanah dengan cacing tanah juga dapat memperbaiki

dan mempertahankan struktur tanah.Lubang-lubang cacing dan humus secara

langsung menjadikan tanah gembur.Cacing ini memakan oarganisme hidup

yang ada di dalam tanah dengan caramenggali tanah.Kemampuannya yang

dapat menggali bermanfaat dalammenggemburkan tanah. lorong lorong yang

dibuatnya dalam tanah ( terutama padalapisan top soil ) memungkinkan

masuknya udara sehat ke dalam tanah danterdesaknya kelebihan zat CO2 ke

luar dalam tanah

4.3 Rekomendasi

4.3.1 Monokultur, Tumpangsari, dan Agroforestry

Dari hasil pengamatan yang dilakukan dilahan tersebut maka disimpulan

bahwa sumber masalah terletak pada sistem tanam monokultur yang

mengakibatkan kurangnya keseimbangan diantara hama dan musuh alami. Sistem

monokultur memiliki kelebihan yaitu menjadikan penggunaan lahan efisien

karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat dengan bantuan

mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena wajah lahan menjadi

seragam. Namun sistem monokultur juga memiliki kelemahan yaitu keseragaman

kultivar mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT, seperti

hama dan penyakit tanaman).

Pada lahan yang diamati terdapat sistem pertanaman agroforestry yaitu

terdapat pepohonan dan tanaman tahunan disekitar jalan dan pematang sawah

Page 73: Laporan MAES LawanG FIX.doc

sehingga tidak ada rekomendasi untuk pertanaman secara agroforestry karena

sudah dinilai cukup baik.

Rekomendasi yang diberikan pada pengelolaan pertanian pada lahan

tersebut adalah sistem rotasi tanaman dan juga tumpangsari. Rotasi tanaman

seperti yang diketahui yaitu menanam tanaman secara bergulir di suatu lahan

pertanian. Misalkan pada musim sekarang ditanami oleh padi maka musim

berikutnya ditanami jagung, dan musim berikutnya lagi ditanami jenis tanaman

legume, dan begitu seterusnya. Menurut hairiah (2004) rotasi tanaman setiap

tahun yang ideal adalah menanam tanaman pada MH1 tanaman padi, MH 2 bisa

padi/ palawija, dan MK1 bis tanaman palawija serta MK 2 tanaman palawija.

Rotasi tanaman memiliki beberapa kelebihan yaitu selain dari memeutus siklus

hidup hama juga memberikan kesuburan pada tanah yitu dapat membuat tanah

yang sebelumnya dalam kondisi anaerob menjadi aerob sehingga terdapat banyak

mikroorganisme didalam tanah yang dapat mengurai bahan organik dalam tanah

dan juga dapat menggemburkan tanah sehingga pori-pori tanah bisa kembali

baik.

Rekomendasi tumpangsari yang diberikan yaitu bentuk pertanaman

campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu

areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. Tanaman

ditanam secara berselang seling untuk untuk menjaga keragaman organisme.

Tanaman yang ditanam tentunya yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan

dapat bersimbiosis antara tanaman yang satu dengan yang lainnya.

4.3.2 Pengelolaan Tanah, Sistem Budidaya, dan Pengendalian Hama

Penyakit

Pada rekomendasi yang diberikan yaitu dengan sistem rotasi tanaman dan

tumpangsari mencakup beberapa keuntungan yaitu dari aspek pengelolaan tanah,

sistem budidaya, dan pengendalian hama dan penyakit. Pada tanah sistem rotasi

tanaman dapat mengembalikan kualitas tanah baik dari tingkat kesuburan, pH,

dan struktur tanah. Pada penggunaan tanaman yang berbeda pada musim

berikutnya tentunya memiliki teknik yang berbeda dalam mengolah tanah.

Contohnya tanaman padi dengan pengolahan tanah yang intensif dengan kondisi

Page 74: Laporan MAES LawanG FIX.doc

tergenang (anaerob) dan pada tanaman Jagung dengan hanya membalikkan tanah

tanpa harus tergenang (aerob) yang dapat memberikan kesempatan organisme

untuk hidup didalam tanah yang dapat menguraikan bahan-bahan organik serta

dapat menggemburkan tanah sehingga terbentuk pori-pori tanah yang dapat

memperbaiki struktur tanah.

Keuntungan pada sistem budidaya yaitu petani dapat memiliki lebih dari

satu jenis tanaman baik pada satu musim itu atau musim-musim berikutnya yang

dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Keuntungan lainnya adalah pada

sistem tumpangsari tanaman dapat bersimbiosis antara tanaman yang satu dengan

jenis tanmanan yang lainnya sehingga dapat meningkatkan produksi dan

menurunkan biaya produksi.

Selain memberikan keuntngan pada pengelolaan tanah dan sistem

budidaya, sistem rotasi tanaman dan tumpangsari juga memberikan keuntungan

dalam pengendalian hama dan penyakit. Hal ini disebabkan karena rotasi

tanaman dapat memutus siklus hidup hama dan penyakit karena tidak tersedianya

tanaman yang dapat menyuplai makanan bagi hama tersebut. Selain itu sistem

tumpangsari juga memberikan manfaat yaitu timbulnya keragaman hayati yang

diakibatkan keragaman tanaman sehingga timbul musuh alami yang dapat

membunuh/memangsa hama bagi tanaman sehingga populasi hama dapat ditekan

dan tidak terjadinya dominasi hama pada area pertanaman.

Page 75: Laporan MAES LawanG FIX.doc

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan Kegiatan Fieldtrip

Dari hasil analisisa dapat disimpulkan bahwa lahan pertanian yang

diamati sudah cukup baik yaitu dengan menggunakan bahan organik seperti

pupuk organik dan pestisida nabati hasil fermentasi daun dlingu dan penggunaan

tanaman tahunan pada daerah jalan dan pematang sawah (agroforestry) meskipun

masih terdapat beberapa masalah yaitu masih sedikit menggunakan bahan kimia

pada lahan semi organik dan terdapat dominasi serangga hama walang sangit

pada daerah pertanaman. Hal ini karena rendahnya keragaman hayati terutama

musuh alami untuk menekan jumlah populasi hama yang disebabkan oleh sistem

pertanaman monokultur.

Pada tanah, ditinjau dari beberapa komponen pengamatan yakni berat

jenis, berat isi tanah, dan pH tanah di desa Sumberngepoh kecamatan Lawang

termasuk jenis tanah yang berkategori sehat. Berat jenis yang tinggi diakibatkan

karena pengelolaan tanah dilakukan dengan penggenangan secara terus-menerus.

5.2 Saran Terhadap Keberlanjutan Agroekosistem

Konsep pertanian berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi

keberlanjutan, yaitu: keberlanjutan usaha ekonomi, keberlanjutan kehidupan

sosial manusia, dan keberlanjutan ekologi alam..

Dimensi ekonomi berkaitan dengan konsep maksimalisasi aliran

pendapatan yang dapat diperoleh dengan setidaknya mempertahankan asset

produktif yang menjadi basis dalam memperoleh pendapatan tersebut. Indicator

utama dimensi ekonomi ini ialah tingkat efisiensi dan daya saing, besaran dan

pertumbuhan nilai tambah dan stabilitas ekonomi. Dimensi ekonomi menekankan

aspek pemenuhan nebutuhan ekonomi manusia baik untuk generasi sekarang

ataupun mendatang.

Dimensi sosial adalah orientasi kerakyatan, berkaitan dengan kebutuhan

akan kesejahteraan sosial yang dicerminkan oleh kehidupan sosial yang harmonis

(termasuk tercegahnya konflik sosial).

Page 76: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Dimensi lingkungan alam menekankan kebutuhan akan stabilitas

ekosistem alam yang mencakup sistem kehidupan biologis dan materi alam.

Dalam hal ini terdapat beberapa kegiatan yang diharapkan dapat

menunjang dan memberikan kontribusi dalam keberlanjutan agroekosistem yaitu:

1. Pengendalian Hama Terpadu

Penggunaan insek, reptil atau binatang-binatang yang diseleksi untuk

mengendalikan hama atau dikenal musuh alami hama, seperti Tricogama sp.,

sebagai musuh alami dari parasit telur dan parasit larva hama tanaman,

menggunakan tanaman-tanaman penangkap hama, yang berfungsi sebagai

pemikat (atraktan), yang menjauhkan hama dari tanaman utama, menggunakan

drainase sebagai metode alami untuk menurunkan infeksi jamur, dalam upaya

menurunkan kebutuhan terhadap fungisida sintetis.

2. Sistem Rotasi tanama dan Tumpangsari

Sistem pengelolaan budidaya untuk memutus populasi pertumbuhan hama

setiap tahun, serta dapat menggunakan tanaman yang saling bersimbiosis pada

sistem tumpangsari. Selain itu, rotasi juga untuk memberikan waktu bagi

pematangan pupuk organik.

3. Penggunaan Pupuk Organik

Penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan lapisan olah permukaan

tanah, meningkatkan populasi jasad renik atau mikroorganisme tanah,

meningkatkan daya serap akar dan daya serap tanah terhadap air, memperbaiki

perembesan air, serta pertukaran udara dalam tanah, meningkatkan produksi

tanaman, menstabilkan pH tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation, kapasitas

buffer dan daya pegar air, dan dapat menyuburkan dan menggemburkan tanah.

4. Menjaga Kualitas Air

Yaitu dengan mengurangi tambahan senyawa kimia sintetis ke dalam lapisan

tanah bagian atas (top soil) yang dapat mencuci hingga muka air tanah (water

table), menggunakan jalur-jalur konservasi sepanjang tepi saluran air.

Page 77: Laporan MAES LawanG FIX.doc

5.3 Saran Terhadap Praktikum

Semoga dalam penjelasan untuk pengerjaan laporan lebih diperjelas,

karena terjadi miss communication antar aspe

Page 78: Laporan MAES LawanG FIX.doc

DAFTAR PUSTAKA

Bamualim, A. 2004. Strategi Pengembangan Peternakan pada Daerah Kering. Makalah Seminar Nasional Pengembangan Peternakan Berwawasan Lingkungan. IPB. Bogor

Channa,N.B., Bambaradeniya and Felix P.Amarasinghe. 2004. Biodiversity Associated With The Rice Field Agro – Ecosystem In Asian Countries : A Brief Review. Ghana, Pakistan, South Afrika, Srilanka, Thailand : IWMI.

Cyccu,M. 2000. Keanekaragaman hayati dan pengelolaan serangga hama dalam agroekosistem. Pengukuhan Guru besar. Universitas Sumatera Utara.

Hairiah, Kurniatun, dkk. 2004. Ketebalan Seresah sebagai Indikator Daerah Aliran Sungai (DAS) Sehat. FP-UB. Malang.

Hardjowigwno, Sarwono dkk.__. Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah. Kadekoh, I. 2010. Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Kering Berkelanjutan Dengan Sistem Polikultur.

Muhammaf arifin. 2012. http://muhammadarifindrprof.blogspot.com/2011/01/59-potensi-dan-pemanfaatan-musuh-alami . diakses tanggal 28 Mei 2014.

Maryani,A. 2000. Potensi Lahan Kering Masam untuk Pengembangan Pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 28 (2): 16-17. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Nugraheni Endang, Pangaribuan Nurmala. 2007. Pengelolaan lahan pertanian gambut secara berkelanjutan. Universitas Terbuka, Tangerang Selatan, Universitas Pajajaran, Bandung

Ishak Manti. 2012. http://ishakmanti.blogspot.com/2012/04/orasi-pengukuhan-profesor-riset-bidang_14.html. Diakses tanggal 28 Mei 2014.Southwood, T.R.E. & M.J. Way. 1970. Ecological background to pest management. Dalam Concepts of Pest Management, pp.7-13. R.L. Rabb & F.E. Guthrie, eds. North Carolina State University, Raleigh

Reijntjes, Coen, Bertus Haverkort,Ann Waters-Bayer. 1992. Pertanian Masa Depan. Kanisius. Yogyakarta.

Stehr, F.W. 1982. Parasitoids and predators in pest management. In: R.L. Metcalf and W.H. Luckmann (Eds.). Introduction to Insect Management. John Wiley and Sons, New York. pp. 135-173.

Page 79: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Untung, K., 1993. Konsep Pengendalian Hama terpadu. Andi ofset. Yogyakarta. 150 h

Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu (Edisi Kedua). Yogayakarta : Gadjah Mada University Pres.

Page 80: Laporan MAES LawanG FIX.doc

LAMPIRAN

Lampiran Cara Kerja

Lapang

Aspek HPT

Mempersiapkan alat dan bahan

Untuk sweep net

Melakukan penangkapan dengan sweep net

dengan 1 kali ayunan

Kemudian diambil serangga yang

terperangkap pada sweep net

Dan dilakukan pembiusan atau pengawetan

dengan menggunakan alcohol 70 %

Dan dilakukan pengamatan pada setiap

serangga yang di dapat

Dilakukan pengklasifikasian tiap serangga

Hasil

Untuk pan trap

Menancapkan 2 batang kayu untuk

tumpangan pan trap

Memaasang pan trap pada 2 kayu

tersebut

Pan trap di isi dengan air dengan

campuran detergen

Dan di tinggalkan selama 24 jam

Setelah 24 jam dilakukann pengamatan

pada serangga yang terjebak

Dilakukan pengklasifikasian tiap

serangga

Hasil

Page 81: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Aspek BP

Persiapkan alat dan bahan

Lakukan wawancara pada petani dengan mengacu pada kuisioner

Rekam dan catat hasil wawancara

Dokumentasikan lahan petani

Hasil

Aspek Tanah

Persiapan alat dan bahan

Fisika

Mengambil sampel tanah

Analisis di Lab

Biologi

Membuat plot

pengamatan

Menghitung cacing dan

ketebalan seresah

mengambil seresah

dan kascing

Disimpan dalam plastik

dan diberi label

Pengamatan Lab

Kimia

Mengambil

sampel tanah di

empat titik dalam

satu satuan lahan

Disimpan dalam

plastik dan diberi

label

Analisis di Lab

Page 82: Laporan MAES LawanG FIX.doc

2. Laboratorium

o Aspek Tanah

Pengujian Fisika Tanah

● BI dan BJ

Ambil sampel tanah

Taruh dalam mangkok

Timbang Berat basah sampel

Oven bahan dalam pemanas 110oC selama 24 jam

Berat Kering didapat, hitung Kadar air

Hitung Berat Isi

Ambil 20 gram sampel dari oven taruh dalam labu

Hitung berat :

Labu

Labu + Sampel

Tambah dengan air 100 ml

Page 83: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Hitung berat Labu + Sampel + Air

Hitung Berat Jenis

Hitung % Porositas

Pengujian Kimia Tanah

f. PH

Timbang 10gr komposit kasar

Masukkan kedalam fial film

Tambahkan Aquades 10 ml

Dikocok selama 1 jam

g. C-organik

Timbang komposit halus 0,5gr

Masukkan kedalam tabung erlenmeyer

Tambahkan 10 ml K2Cr2O7

Tambahkan H2SO4

Diamkan 30 menit (di ruang asam)

Page 84: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Tambahkan aquades 200ml

Tambahkan H3PO4 85% 10ml

Indikator difenilamina 30 tetes

Pengujian Biologi Tanah

h. Seresah

Timbang seresah

Bungkus dengan kertas

Masuukan kedalam oven

Oven selama 3 hari

Timbang kembali sersah kering dan catat

i. Understorey

Timbang understorey

Bungkus dengan kertas

Masukkan kedalam oven

Oven selama 3 hari

Timbang berat kering understorey

Catat hasil

j. Kascing

Timbang kascing

Page 85: Laporan MAES LawanG FIX.doc

Masukkan pada kertas

Oven selama 24 jam

Timmbang berat kering kascing

Catat hasil