Author
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
8
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media dihasilkan dan
menyampaikan pesan kemasyarakat luas dan proses dimana pesan-pesan tersebut
diperlihatkan, digunakan, dimengerti, dan dipengaruhi oleh pemirsa. Pusat dari
studi komunikasi massa adalah media. Organisasi media menyebarkan pesan-pesan
yang mempengaruhi dan mencerminkan kebudayaan masyarakat dan mereka
memberikan informasi secara bersamaan ke penonton yang beragam secara luas,
membuat media bagian dari kekuatan institusional masyarakat.
"Media" tentu saja, menyiratkan "mediasi" karena mereka muncul diantara
pemirsa dan dunia. McQuail menyarankan beberapa kiasan untuk menangkap ide
ini. Media adalah jendela yang memungkinkan kita untuk melihat lingkungan diluar
kita, penafsir yang membantu kita memahami pengalaman, landasan atau operator
yang menyampaikan informasi, komunikasi interaktif yang meliputi umpan balik
pemirsa, papan arah yang disediakan dengan petunjuk dan arahan, penyaring yang
menyaring bagian-bagian pengalaman dan fokus pada yang lain, cermin yang
memantulkan diri kita kembali kepada kita, dan hambatan yang memblokir
kebenaran. Joshua Meyrowitz menambahkan tiga tambahan kiasan media sebagai
penyalur, media sebagai bahasa, dan media sebagai lingkungan (Littlejohn, Teories
Of Human Communication 2005: 324).
9
Dari berbagai definisi di atas,bisa disimpulkan bahwa televisi adalah salah
satu media komunikasi massa yang menayangkan suatu peristiwa atau informasi
yang bisa di dengar dan dilihat melalui kabel atau melalui angkasa yang diharapkan
bisa mempengaruhi pemirsanya.Secara langsung maupun tidak langsung televisi
pasti memberikan pengaruh besar terhadap perubahan kehidupan masyarakat.
Massa dalam hal ini adalah masyarakat merupakan pihak yang berperan sebagai
komunikan sedangkan para insan pertelevisian berperan sebagai komunikator yang
memberikan pesan berupa informasi, hiburan edukasi maupun pesan - pesan
lainnya. Pesan yang disampaikan melalui televisi akan sampai ke khalayak dengan
cepat. Proses penghantaran pesan antara komunikator dan komunikan inilah yang
kita sebut sebagai arus informasi. Agar pesan bisa diterima baik oleh komunikan
dalam kasus ini yaitu masyarakat, maka diperlukan pengendalian arus informasi.
Menurut Cassata dan Asate (1979:12), bila arus komunikasi hanya dikendalikan
oleh komunikator, situasi akan menunjang persuasi yang efektif. Sebaliknya bila
khalayak dapat mengatur arus informasi, situasi komunikasi akan mendorong
belajar yang efektif.
Harold Lasswell (1948) mengidentifikasi tiga fungsi penting isi media dalam
melayani masyarakat:
1. Pemantau, isi berita adalah yang paling sesuai dengan fungsi pengawasan.
Wright (1986) menunjukkan bahwa berita menyediakan “peringatan”
tentang ancaman dan bahaya di dunia serta berguna untuk kehidupan
sehari-hari masyarakat seperti pasar saham, navigasi, dan lalu lintas udara.
10
2. Korelasi, berkaitan dengan kegiatan propaganda. Isi korelatif mungkin
sebenarnya termasuk semua isi yang menafsirkan berita, walaupun hal ini
adalah yang paling sering dianggap komunikasi yang bermaksud mencoba
untuk membujuk. Lasswell memang tidak menyebutkan periklanan, namun
pertimbangan isi yg berhubung dengan periklanan dimana memungkinkan
konsumen untuk menghubungkan respon ataupun tanggapan pada
kebutuhan.
3. Transmisi, hampir semua bentuk isi mengirimkan yang dirasakan norma
masyarakat dalam beberapa acara. Hal ini dikarenakan hampir semua
media massa melakukan fungsi ini dalam beberapa acara mereka.
4. Hiburan, fungsi ini merupakan tambahan dari fungsi yang telah disebutkan
Lasswell dan dikemukakan oleh Wright (1986). Isi hiburan biasanya
berkaitan dengan apa yang memberikan kepuasan segera, relaksasi, dan
tangguh untuk audiens dan apa yang berada di bawah kontrol dari
produsen. Isi hiburan biasanya menghadirkan pengalaman manusia tetapi
hiburan tidak dirancang untuk menyampaikan peristiwa sebenarnya.
2.2.Pengertian Televisi
Menurut Cassirer (1987) dalam Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esai
tentang Manusia, televisi merupakan pengubahan dari dunia material, dunia sosial,
dan dunia simbolik yang menjadi lingkungan manusia. Sebagaimana dikemukakan
Kuntowijoyo (1987) dalam Budaya dan Masyarakat, halaman 66, bahwa televise
mengubah dan mentransformasikan “dunia manusia” ini menjadi realitas media
11
(televisi). Media menentukan bagaimana suatu realitas diformat, dikemas dengan
trik-trik kamera dan editingyang membuat suatu “materi” tampil menarik,
membentuk ceritabaru tentang realitas: realitas televisi.Pemirsabebas memilih
acara - acara yang disukai dan dibutuhkannyamelalui beberapa stasiun yang ada.
Maka tidak heran jika disbandingkan dengan faktor lain, menurutFred Allen
dalamCross (1983), televisi adalah media komunikasi massa yang paling
menggairahkan/menggiurkan (the most seductive), paling meresap (most
pervasive), dan paling berpengaruh (the most influential). Televisi memang media
yang banyak digemari dan memberikan pengaruh yang kuat.Dewasa ini, televisi
boleh dikatakan telah mendominasi hampir semua waktu luang setiap orang.
Televisi memilikisejumlah kelebihan, terutama kemampuannya dalam meyatukan
antara fungsi audio dan fungsi visual, ditambah dengan kemampuannya dalam
memainkan warna. Selain itu televisi juga mampu mengatasi jarak dan waktu,
sehingga penonton yang tinggal di daerah terpencil dapat menikmati siaran televisi
(Mulyana, 2001).
Menurut Suangga (2004) televisi dianggap sebagai kotak ajaib yang
memiliki pengaruh besar dalam kehidupan manusia saat ini, menawarkan
kenikmatan yaitu mendapatkan hiburan dan informasi. Tetapi televisi juga
memberikan kehancuran atau kerusakan yang sangat fatal pada berbagai segi
kehidupan manusia, yaitu berubahnya nilai-nilai sosial masyarakat, moral, etika,
dan sebagainya. Selain itu, televisi memiliki posisi yang penting dalam kehidupan
manusia apabila benar-benar dimanfaatkan sebagaimana seharusnya. Televisi
menawarkan berbagai alternatif, sehingga dapat memilih informasi yang diinginkan
sesuai dengan kebutuhan. Dapat
12
pula dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyampaikan ilmu, pendidikan,
pengetahuan, dan sebagainya.
2.3. Pengertian Nilai Moral Dan Sikap
Antara pengetahuan dan tindakan ternyata tidak selalu terjadi korelasi
positif. Proses pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan menu bentuk sikap
dan tingkah laku merupakan proses kewajiban yang bersifat musikal. Seorang
individu yang waktu tertentu melakukan perbuatan tercela ternyata tidak selalu
karena ia tidak mengetahui bahwa perbuatan itu tercela, atau tidak sesuai dengan
nilai dan norma sosial. Berbuat sesuatu secara fisik adalah bentuk tingkah laku yang
mudah di lihat dan diukur. Akan tetapi, didalamnya tercakup juga sikap mental
yang tidak selalu mudah ditanggapi, kecuali diduga dapat menggambarkan sikap
mental tersebut.
Nilai-nilai adalah patokan-patokan yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna,1988:50) sopan-
santun, adat kebiasaan, dan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila adalah
nilai-nilai hidup yang menjadi pegangan seluruh warga negara indonesia. Jadi, nilai
adalah ukuran baik-buruk, benar-salah, boleh-tidak boleh, indah-tidak indah suatu
prilaku atau pernyataan yang berlaku dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat.
Oleh kerna itu, nilai mendasari sikap dan prilaku seseorang dalam kehidupan di
masyarakat.
13
2.4. Pengertian Reality Show
Pengertian Reality show genre acara televisi yang menggambarkan Segmen
yang seakan-akan benar-benar berlangsung tanpa skenario, dengan pemain yang
umumnya khayalak biasa, acara realitas umumnya menampilkan kenyataan yang
dimodifikasi, seperti menaruh partisipan di lokasi -lokasi eksotis atau situasi-situasi
yang tidak lazim, memancing reaksi tertentu dari partisipan dan melalui
penyuntingan dan teknik - teknik pasca produksi lainnya. (Imelda Bancin, Motivasi
Konsumsi Terhadap Tanyangan Reality Show Dan Pemenuhan Kebutuhan
Informasinya, Jurnal Fakultas Ilmu Social Dan Politik Depertemen Ilmu
Komunikasi Universitas Sumetera Utara Medan).
Reality Show pertunjukkan yang asli (real), tidak di rekayasa dan tidak
dibuat-buat, kejadian diambil dari keseharian kehidupan masyarakat apa adanya
Reality show merupakan salah satu gaya atau aturan dalam pertelevisian yang
menampilkan “real life” seseorang,3reality show juga tidak mengekpos kehidupan
orang , tetapi juga menjadi ajang kompotisi atau bukan program yang menjahili
orang. (Nimas A.L, Pengaruh Reality Show “Jalan Dakwah Episode Lindungan
Alam” Di Trans7 Terhadap Ahklak Remaja, Jurnal: Institut Agama Islam Negri
Sunan Ampel Surabaya)
Menurut Sony Set, Reality Show adalah jenis tayangan yang menampilkan aktivitas
nyata dari pembawa acar dan segala aspek pendukung acara (talent, objek, lokasi,
situasi, dramatika). Walaupun berbasis kenyataan, Reality show membutuhkan
14
penanganan tersendiri dari para kreatornya,memolesnya menjadi tayangan yang
menarik dan memasukkan beberapa unsure dramatis yang dikedepankan dapat
berupa rasa bahagia, takut dan senang. (Sony Set, 2008 : 185)
Menurut Morisan Program ini mencoba menyajikan sesuatu yang nyata (riil)
dengan cara yang sealamiah mungkin tanpa rekayasa. Sesuai dengan namanya,
maka program menyajikan suatu situasi seperti konflik, persaingan, atau hubungan
berdasarkan realitas yang sebenarnya.
Dari pendapat diatas dapatdisimpulkan bahwa reality show program yang
menayangkan suatu realita kehidupan sosial tanpa dibuat-buat danberdasarkan
kisah nyata yang mana dalam kehidupan sosial masyarakat memiliki perbedaan dari
status sosialnya dan di ambil dari masyarakat sehari-hari orang biasa atau orang
awam bukan selebriti.
Program tersebut juga dianggap mampu mengubah realitas publik dan
menggantinya dengan realitas yang ada dalam reality show tersebut. Sunardi dalam
Strinati (2007) mengatakan bahwa media dan konsumsi menggeser ikatan sosial
yang semula mementingkan aspek moral dan ikatan estetik. Dengan kehadiran
reality show seperti Katakan Putus dapat mengikis aspek moral yang dimiliki oleh
budaya timur. Salah satu dampak negatif tayangan-tayangan reality show ini dapat
dilihat pada tayangan reality show “Katakan Putus” yang merupakan besutan
stasiun televisi swasta Trans TV.
Tayangan ini kini menjadi fenomena baru reality show karena biasanya reality show
tidak akan mengekspos lebih jauh kehidupan orang atau privasinya namun pada
15
acara ini penonton dapat menyaksikan dan mengikuti kisah-kisah yang bisa
dibilang sangat private yang menyangkut aib seseorang. Terbukanya aib seseorang
ini, sebetulnya bukan hanya keuntungan bagi si pelapor karena akan dibantu tim
reality show dibanding kasus yang tanpa “bumbu aib”, tetapi juga kerugian bagi
dirinya karena sebetulnya akan ada pihak-pihak lain selain pelapor yang akan
dirugikan, memang menjadi dilema bagi si pelapor kepada tim Katakan Putus di
Trans TV.
2.5.Budaya Dan Norma Moral
Dalam pandangan humanistik isi media dilihat sebagai bagian integral dari
budaya yang nyata, bukan sebagai sesuatu yang terpisah dari budaya itu. Budaya
dapat diaplikasikan dalam berbagai cara termasuk salah satunya dalam isi media.
Begitu juga dengan bangsa Indonesia yang pastinya memiliki perbedaan
budaya dengan bangsa lain di dunia ini, di Indonesia dikenal adanya norma yang
mengatur kehidupan bermasyarakat meskipun mungkin setiap orang memahami
norma secara berbeda-beda namun intinya tetap sama yaitu membuat manusia
menjadi manusia yang lebih baik. Dari asal katanya saja norm, yang artinya alat
tukang kayu untuk mengukur sudut atau siku-siku. Dari sinilah kita dapat
mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan. Jadi, norma adalah sesuatu
yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma
ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Norma adalah
aturan-aturan yang bersifat memerintah dan melarang.
Menurut Sony Keraf (1991), secara umum norma dikelompokkan menjadi dua yaitu
:
16
a. Norma Khusus
Norma khusus adalah norma yang mengatur tingkah laku atau tindakan manusia
dalam kelompok atau bidang tertentu. Seperti etika medis, etika kedokteran, etika
lingkungan, aturan main catur, aturan main bola, dan lain-lain. Dimana aturan
tersebut hanya berlaku untuk bidang khusus dan tidak bisa mengatur semua bidang.
b. Norma umum
bersifat universal yang artinya berlaku luas tanpa membedakan kondisi atau situasi,
kelompok orang tertentu. Secara umum norma umum menjadi dua bagian, yaitu :
1. Norma sopan santun, norma ini menyangkut aturan pola tingkah laku dan
sikap lahiriah seperti makan, minum, tata cara bertamu, menerima tamu,
memberi sambutan, tata cara berpakaian, dan lain-lain. Norma ini lebih
berkaitan dengan tata cara lahiriah dalam pergaulan sehari-hari.
2. Norma hukum, norma ini sangat tegas dituntut oleh masyarakat. Alasan
ketegasan tuntutan ini karena demi kepentingan bersama. Dengan adanya
berbagai macam peraturan, masyarakat mengharapkan mendapatkan
keselamatan dan kesejahteraan bersama. Keberlakuan norma hukum
dibandingkan dengan norma sopan santun lebih tegas dan lebih pasti karena
disertai dengan jaminan, yakni hukuman terhadap orang yaitu yang
melanggar norma ini.
17
2.6.Pedoman Perilaku Penyiaran
Pedoman prilaku penyiaran bisadikatan pedoman hidup seseorang yang bekerja
di duniamedia massa, khususnya televisi. “Pedoman Perilaku Penyiaran adalah
ketentuan-ketentuan bagi lembaga penyiaran yang ditetapkan oleh Komisi
Penyiaran Indonesia sebagai panduan tentang batasan perilaku penyelenggaraan
penyiaran dan pengawasan penyiaran nasional”.(Pasal 1Peraturan KPI tentang
Pedoman Perilaku Penyiaran (2012: 5). Tujuan dari pedomanperilaku penyiaran
dijelaskan dalam pasal 4 Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (2012:
89) Pedoman Perilaku Penyiaran memberi arah dan tujuan agar lembaga penyiaran:
a. Menjunjung tinggi dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan Negara
KesatuanRepublik Indonesia.
b. Meningkatkan kesadaran dan ketaatan terhadap hukum dan segenap
peraturanperundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
c. Menghormati dan menjunjung tinggi norma dan nilai agama dan budaya
bangsa yangmultkultural.
d. Menghormati dan menjunjung tinggi etika profesi yang diakui oleh
peraturanperundang-undangan.
e. Menghormati dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi.
f. Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
g. Menghormati dan menjunjung tinggi hak dan kepentingan public.
h. Menghormati dan menjunjung tinggi hak anak-anak dan remaja.
i. Menghormati dan menjunjung tinggi hak orang dan/atau kelompok
masyarakattertentu.
j. Menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik.
18
2.7.Undang-Undang Penyiaran
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, pada Bab IV
Pelaksanaan Siaran, Pasal 36 mengenai isi siaran, yang dikutip Syarief (2007),
menjelaskan bahwa:
1. Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat
untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan
bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai
agama dan budaya Indonesia.
2. Isi siaran dan jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga
Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib sekurang-
kurangnya menayangkan 60% mata acara yang berasal dari dalam negeri.
3. Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada
khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata
acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan
dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
4. Isi siaran wajib dijaga netralisasinya dan tidak boleh mengutamakan
kepentingan golongan tertentu.
5. Isi siaran dilarang:
a. Memfitnah, menghasut, menyesatkan, dan/atau bohong;
b. Menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan
narkotika dan obat terlarang, atau
c. Mempertentangkan suku, agama, ras, antar-golongan.
19
2.8.Kekerasan
2.8.1 Pengertian Kekerasan
Kekerasan dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai sifat atau hal
yang keras, paksaan. Jadi, terlihat adanya unsur paksa dengan kekerasan yang
sangat dominan. Hadiwardoyo seperti dikutip Sudarsono, dalamMarliana (2006),
secara sederhana mengatakan bahwa kekerasan adalah tindakan yang memaksa
secara fisik dan psikis, sehingga dapat menimbulkan penderitaan terhadap banyak
orang yang tidak bersalah. Kekerasan disini ditekankan pada perilaku antar manusia
secara fisik dan psikis.
Menurut Surbakti (2008)kekerasan dapatlah dipahami sebagai tindakan
menyakiti, merendahkan, menghina, atau tindakan kekejaman yang bertujuan untuk
membuat obyek kekerasan tersebut menderita, baik secara psikologis maupun
fisiologis. Dengan demikian, dapat diduga bahwa tidak seorang pun manusia yang
hidup di dunia ini luput dari kekerasan. Setiap orang dalam perjalanan hidupnya
kemungkinan sekali pernah mengalami kekerasan. Bentuk kekerasan yang dialami
bermacam-macam dan intensitasnya pun berbeda-beda.
Menurut Galtung seperti dikutip Sudarsono, dalamMarliana (2006),
kekerasan terjadi ketika manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi
jasmani dan mental aktualnya berada di bawah realisasi potensialnya. Selain itu,
kekerasan juga terjadi ketika manusia terhambat potensinya sehingga tidak dapat
bertumbuh kembang secara optimal. Jadi, kekerasan tidak hanya dalam pengertian
sempit pada perlakuan fisik saja, namun juga pada mental yang terlihat maupun
tidak, yang berefek langsung maupun tidak langsung.Galtung seperti dikutip
20
Sudarsono, dalamMarliana (2006), membagi kekerasan dalam dua bentuk. Pertama,
kekerasan personal dimana pada tindak kekerasan yang terjadi ditemukan secara
jelas ada subyek (pelaku) dan obyek (korban). Bentuk yang kedua adalah kekerasan
struktural, padabentuk ini tidak ditemukan ada pelaku kekerasan secara langsung
dan nyata. Kekerasan struktural terjadi akibat adanya struktur di masyarakat yang
menekan dan menghambat masyarakat untuk tumbuh kembang secara optimal.
Kekerasan juga dapat diartikan sebagaicara untuk mengendalikan dan menekan
yang dapat mencakup segi kekuatan emosi, sosial atau ekonomi, pemaksaan
ataupenekanan, selain agresi fisik. Kekerasan dapat dilakukan secara terbuka dalam
bentuk penyerangan fisik atau mengancam seseorang dengan senjata, dan bisa
secara tertutup melalui intimidasi, ancaman tuntutan, tipuan, dan bentuk- bentuk
lain tekanan psikologis maupun sosial. Penganiayaan merupakan penyalahgunaan
kekuasaan untuk si pelaku memperoleh kendali atau keuntungan dari korban,
dengan mengganggu secara fisik atau psikologis atau dengan memicu rasa takut
melalui gangguan tersebut. Penganiayaan menghambat seseorang untuk mengambil
keputusan yang bebas, serta memaksa mereka untuk bertindak melawan
kehendaknya sendiri (Monalisa, 2005).
Dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran dijelaskan
mengenai kekerasan verbal pada pasal 24 yang berbunyi sebgai berikut:
Pasal 24
A. Program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar dan makian, baik
secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan
21
menghina ataumerendahkan martabat manusia, memiliki makna
jorok/mesum/cabul/vulgar,dan/atau menghina agama dan Tuhan.
B. Kata-kata kasar dan makian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di
atasmencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa
asing.
2.8.2. Bentuk-bentuk Kekerasan
Terdapat beberapa bentuk-bentuk kekerasan antara lain (Sunarto, 2009 :
137) :
a. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah kekerasan yang dilakukan oleh pelaku
terhadap korban dengan cara memukul, mendorong, menampar, mencekik,
menendang, melempar barang ketubuh, menginjak, melukai dengan
tangan kosong, atau dengan alat/senjata, menganiaya, menyisiksa,
membunuh serta perbuatan lain yang relevan.
b. Kekerasan Psikologis
Kekerasan psikologis adalah kekerasan yang dilakukan oleh
pelaku terhadap mental korban dengan cara membentak, menyumpah,
mengancam,
merendahkan, memerintah, melecehkan, menguntit dan memata-matai,
atau tindakan lain yang menimbulkan rasa takut (termaksuk yang
diarahkan kepada orang-orang dekat kornam, misalnya keluarga, anak,
suami, teman, atau orang tua).
22
c. Kekerasan Finansial
Kekerasan finansial adalah tindakan mengambil, mencuri uang, merugikan
keuangan, tidak memberi pemenuhan kebutuhan finansial.
d. Kekerasan Fungsional
Kekerasan fungsional adalah memaksa melalukan sesuatu
yang tidak sesuai dengan keinginan, menghalangi atau menghambat
aktivitas ataupekerjaan tertentu, memaksa kehadiran tanpa
dikehendaki, membantu tanpa dikehendaki dan lain-lain yang
relevan
e. Kekerasan Relatioanal
Kekerasan relational adalah kekerasan yang berakibat negative
pada hubungan antar personal atau hubungan sosial di tengah
masyarakat, seperti menggunjingkan, mempermalukan, menyudutkan,
melainkan tanggung jawab, dan mengutamakan kepentingan diri
sendiri.
f. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah melakukan tindakan yang mengarah
ajakan/desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium dan atau
melakukan tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki, ucapan-
ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah pada
aspek jenis
23
kelamin/seks korban, memaksa hubungan seks tanpa persetujuan
korban, memaksa melakukan aktivitas-aktivitas seksual yang tidak
disukai.
2.9. Teori Kekerasan Dalam Televisi
Program televisi yang mengandung kekerasan merupakan suatu kategori
konten media yang telah dipelajari secaa intensif. Konten semacam itu berbagi
karakter tertentu yang sama, misalnya tujuan, gaya, dan makna dengan cara
yang mirip dengan genre yang lebih dapat dikenali hingga tingkatan bermacam-
macam subgendre (misalnya perang, geng, humor, kartun, kejahatan sadis, dan
sebagainya). Tujuan utama di sini adalah untuk menunjukkan secara singkat
bagaimana karakter kunci dari kekerasan dealam televise (violent television)
telah diidentifikasi dan digambarka, utamanya dengan pandangan melindungi
anak-anak dari pengaruh yang berbahaya dan mendorong kampanye anti
kekerasan (McQuail,2011:128).
Wilson dan smith menjelaskan tentang penelitian AS yang lebih baru di
bawah dukungan National Television Violence Study telah berlangsung dengan
tradisi yang mirip dan karya tersebut memberikan sumber penggambaran tujuan
dan metode dalam tradisi arus utama. Studi ini menggambarkan kekerasan
sebagai penggambaran terbuka dari ancamaan kekerasan fisik yang nyata atau
penggunaan sesungguhnya dari kekerasan tersebut yang dimaksud untuk
menyakiti secara fisik kehidupan atau kelompok. Kekerasan juga termaksuk
24
penggambaran terbuka dari ancaman kekerasan fisik yang nyata atau
penggunaannya sesungguhnya dari kekerasan tersebut yang dimaksudkan untuk
menyakiti secara fisik dari kehidupan atau kelompok. Kekerasan juga termasuk
penggambaran tertemtu dari dampak yang secara fisik bahaya atas kehidupan
atau kelompok yang terjadi sebagai hasil tindak kekerasan yang tidak terlihat
(McQuail 2011:129).
Berdasarkan fenomena dan teori tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian analisi isi pesan dalam Reality Show Katakan Putus. Focus peneliti
adalah menganalisa pesan yang mengandung dimensi kekerasan. Metode yang
digunakan adalah analisis isi, yakni teknik yang digunakan untuk menarik
kesimpulan melalui usaha menemukan karekteristik pesan, dan dilakukan
secara obyektif dan sistematis. Dengan menggunakan metode penelitian analisa
isi deskriptif dengan pendekatan kuantitatif diharapkan dapat mengetahui
seberapa banyak frekuensi kekerasan yang ditayangkan dalam sebuah Reality
Show Katakan Putus.