Upload
christine-prita-bie
View
21
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pendahuluan Rabies
Citation preview
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anjing adalah salah satu hewan yang mudah bersosialisasi dengan
manusia. Hubungan anjing dan manusia sudah terjalin cukup lama sejak ratusan
tahun silam. Manusia primitif bahkan memanfaatkan anjing untuk teman berburu
(Hatmosrojo dan Nyuman 2003). Anjing seperti halnya hewan lain juga sangat
rentan terhadap kemungkinan terjangkit penyakit yang juga dapat berbahaya bagi
kesehatan manusia. Salah satu jenis penyakit pada anjing yang sangat berbahaya
dan bersifat zoonosis adalah rabies.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kejadian rabies
cukup tinggi (Sudardjad 1991). Menurut Judarwanto (2011), daerah di Indonesia
sampai tahun 2010 yang masih terlular rabies adalah sebanyak 24 dari 33 provinsi.
Sembilan provinsi yang dinyatakan bebas rabies adalah Bangka Belitung,
Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Nusa
Tenggara Barat, Papua Barat dan Papua. Pada tahun 2008, jumlah kasus gigitan
hewan penular rabies di Indonesia mencapai 20 926 kasus dan 104 orang
meninggal karena rabies. Pada tahun 2009, jumlah gigitan naik menjadi 42 106
kasus dengan jumlah orang yang meninggal karena rabies 137 orang. Tahun 2010
pada bulan Januari hingga Agustus, jumlah korban gigitan hewan penular rabies
adalah 40 180 kasus dengan jumlah kematian 113 orang(Judarwanto 2011).
Sumatera Barat merupakan provinsi dengan kasus rabies tertinggi di
Indonesia pada tahun 2001 (Kamil et al. 2003). Kasus rabies di Provinsi Sumatera
Barat pertama kali terjadi pada tahun 1953. Tingginya kasus rabies di Sumatera
Barat pada umumnya tidak terlepas dari kesenangan masyarakat Sumatera Barat
memelihara anjing untuk berburu babi hutan sebagai tradisi yang sejak lama sudah
dilakukan (Hardjosworo 1984). Rabies dapat terjadi pada beberapa jenis hewan.
Menurut Sosiawan dan Faizal (2000), hewan yang pernah tertular rabies di
Sumatera Barat adalah anjing 86.27%, kucing 9.82%, kera 2.67%, hewan liar
0.81%, sapi 0.17%, kambing 0.11%, kerbau 0.05% dan babi 0.05%.
2
Menurut Kamil et al. (2003), faktor-faktor yang berasosiasi dengan kejadian
rabies di Sumatera Barat adalah jumlah kepemilikan anjing, vaksinasi, tanggapan
pemilik terhadap vaksinasi, pendidikan pemilik, pendapatan pemilik, sistem
pemeliharaan, pengetahuan pemilik tentang rabies, pengalaman memelihara
anjing danaktifitas berburu.
Salah satu daerah yang berada di Provinsi Sumatera Barat dengan kasus
rabiescukup tinggi adalah Kabupaten Pasaman Barat. Berdasarkan data pada
laporan kejadian penyakit rabies Kabupaten Pasaman Barat tahun 2010, beberapa
kecamatan di Kabupaten Pasaman Barat menunjukkan angka kejadian rabies yang
cukup tinggi dari tahun ke tahun terutama di Kecamatan Pasaman. Tingginya
kasus tersebut diduga karena faktor luasnya wilayah, kurangnya pengetahuan
masyarakat terhadap penyakit menular yang berasal dari hewan, kurangnya
kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap penyakit-penyakit menular asal
hewan khususnya penyakit rabies serta kurangnya jumlah vaksin yang di
butuhkan dan kebiasaan masyarakat yang sudah membudaya yaitu berburu babi
di hutan atau perkebunan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui profil masyarakat pemelihara anjing baik
pemelihara anjing pemburu ataupun masyarakat pemelihara anjing bukan anjing
pemburuyang ada di Kabupaten Pasaman Barat, khususnya Kecamatan Pasaman.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan profil
pemeliharaan anjing baik pada masyarakat pemelihara anjing pemburu dengan
masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu dan keterkaitannya dengan
kejadian rabies di Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi
Sumatera Barat.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan informasi
mengenai kaitan antara faktor profil pemeliharaan anjing di Kecamatan Pasaman
dengan kejadian kasus rabies di daerah tersebut.