PENGARUHKEPEMIMPINANDANMOTIVASITERHADAPKINERJAPEGAWAI fix.doc

  • Upload
    nasrija

  • View
    230

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PENGARUH KEPEMIMPINAN DALAM PROSES BERUBAH DAN INOVASIOleh:

Ns.Hendra Nasrija, S.Kep

Ns.Faridah hanum, S.Kep

Ns.Safriyanti, S.Kep

(Mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan Universitas Syiah Kuala)PENDAHULUANBanyak pakar dari berbagai bidang ilmu baik keperawatan, psikologi, sosiologi, manajemen, administrasi, pemerintahan dan lainnya membahas kepemimpinan menurut perspektifnya masing-masing. Kalau dikumpulkan, ada sedikitnya 60 definisi kepemimpinan dalam berbagai literatur tersebut. Hal ini, selain menunjukkan bahwa minat terhadap studi ini sangat besar, juga menguatkan asumsi bahwa faktor kepemimpinan sangat penting dalam kehidupan manusia. Hampir bisa dipastikan bahwa dalam setiap komunitas manusia pasti ada tiga unsur yang saling mempengaruhi terjadinya interaksi di antara mereka, yaitu pemimpin yang menjalankan peran kepemimpinan, pengikut yaitu sekelompok orang yang mengikuti, dan situasi yang memungkinkan terjadinya proses interaksi antara pemimpin dan orang yang dipimpinnya.

Dari berbagai perspektif kajian mengenai kepemimpinan sebagaimana disebutkan itu, salah satu peran kepemipminan yang menonjol adalah sebagai pendorong dalam proses berubah dan dalam menghadirkan inovasi bagi para pegawai sehingga para pegawai itu mencurahkan segala sumberdaya yang dimilikinya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Selain itu, beberapa peran yang biasanya dimainkan seorang pemimpin adalah sebagai pemandu, penuntun dan pembimbing pegawai dalam melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu; sebagai pengemudi organisasi; sebagai pembangun jaringan komunikasi; sebagai supervisor yang efisien; dan sebagai pengawal para pengikutnya untuk mencapai sasaran sesuai jadwal waktu dan recana yang telah ditentukan. (Lihat: Dharman Setyawan Salim (2002:99).

Proses berubah yang direncanakan merupakan defenisi dari inovasi. Perilaku inovatif merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang dapat diamati ketika manusia itu diperhadapkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya dan mampu bersaing serta menunjukkan yang terbaik dalam panggung globalisasi saat ini. Menurut Wess & Farr (dalam De Jong & Kemp, 2003) pengertian perilaku inovatif adalah semua perilaku individu yang diarahkan untuk menghasilkan, memperkenalkan, dan mengaplikasikan hal-hal baruyang bermanfaat dalam berbagai level organisasi. Hal ini ditegaskan oleh Farr & Ford (1990) dalam De Jong & Den Hartog (2007) yang mendefinisikan perilaku inovatif diarahkan pada inisiasi dan aplikasi (dalam kerja kelompok peran, atau organisasi) ide-ide baru dan berguna, proses, produk atau prosedur. Hal itu dapat terjadi karena inovasi merupakan proses sosial, oleh sebab itu pemimpin memiliki pengaruh yang kuat dalam menciptakan inovasi ( R a n k , d k k . , 2 0 0 8 ).Makalah ini akan menguraikan tentang pengaruh kepemimpinan dalam proses berubah dan inovasi terhadap peningkatan kinerja pegawai dengan mendasarkan analisis atas beberapa teori yang relevan.

PENGERTIAN KEPEMIMPINANBeberapa literatur mengenai kepemimpinan pada hakekatnya menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan salah satu faktor terpenting dalam organisasi dan manajemen. Menurut Locke (1997:3-4) kepemimpinan didefinisikan sebagai proses membujuk (inducing) orang-orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu sasaran bersama. Dalam pandangan Locke tersebut ada 3 elemen dari kepemimipinan yaitu : (1) kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi, dalam arti kepemimpinan hanya ada dalam relasi dengan orang-orang lain; (2) kepemimpinan merupakan suatu proses; dan (3) kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil suatu tindakan.

Sedangkan menurut Siagian dalam bukunya Teori dan Praktek Kepemimpinan berpendapat bahwa, kepemimpinan merupakan: (1) Penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan; (2) Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak di luar organisasi; (3) Komunikator yang efektif; (4) Mediator yang andal, khususnya dalam hubungan ke dalam terutama dalam menangani situasi konflik; (5) Integrator yang efektif, rasional, obyektif dan netral.

Sutarto (1986:25) berpendapat bahwa seorang pemimpin adalah rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari hal tersebut itulah kepemimpinan mengandung beberapa esensi diantaranya; (1) pemimpin, yaitu seseorang yang menjalankan fungsi kepemimpinan, (2) pengikut, yaitu orang atau kelompok orang yang mengikuti (3) Situasi, yaitu keadaan yang mempengaruhi proses saling mempengaruhi.

Terhadap keanekaragaman pengertian kepemimpinan tersebut, Moedjiono(2002; 9) membuat gambaran dan pemilahan yang lebih luas mengenai esensi kepemimpinan, yang secara ringkas dapat diuraikannya kedalam 11 pengertian tentang kepemimpinan yaitu: (1) Kepemimpinan sebagai fokus proses-proses kelompok; (2) Kepemimpinan sebagai suatu kepribadian dan akibatnya; (3) Kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi orang lain; (4) Kepemimpinan sebagai pengguna pengaruh; (5) Kepemimpinan sebagai tindakan atau tingkah laku; (6) Kepemimpinan sebagai bentuk persuasi; (7) Kepemimpinan sebagai hubungan kekuasaan; (8) Kepemimpinan sebagai alat mencapai tujuan; (9) Kepemimpinan sebagai akibat dari interaksi; (10) Kepemimpinan sebagai perbedaan peran dan; (11) Kepemimpinan sebagai inisiasi struktur.

Mengingat demikian kompleksnya pengertian kepemimpinan tersebut, maka dapat disebutkan bahwa kepemimpinan sesungguhnya dapat diartikan dalam berbagai cara dan sudut pandang yang berbeda, namun keseluruhan pengertian kepemimpinan itu pada intinya tetap mengandung unsur adanya pemimpin (atasan), adanya sekelompok orang yang dipimpin (bawahan), dan adanya situasi yang mempengaruhi proses terjadinya interaksi antara atasan dan bawahan dalam rangka mencapai suatu tujuan.

KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIFSalah satu ciri kepemimpinan yang baik adalah adanya efektivitas. Kepemimpinan yang efektif akan mampu membawa organisasi (dalam konteks lebih luas, pemerintahan) ke arah good governance. Hal ini dituangkan dalam PP No. 101 tahun 2000 tentang Good Governance (kepemerintahan yang baik), antara lain di dalamnya menyebutkan ciri-ciri kepemimpinan yang baik, yaitu : (1) Profesionalitas; (2) Akuntabilitas; (3) Keterbukaan; (4) Pelayanan prima; (5) Demokrasi; (6) Efisiensi; (7) Efektivitas; (8) Supremasi hukum dan dapat diterima oleh semua masyarakat.

Secara lebih rinci, kepemimpinan yang efektif bisa dilihat dari empat pendekatan sebagaimana dikemukakan oleh Sutanto (1986), sebagai beriku:

1. Pendekatan Sifat. Para pakar pendukung teori ini terutama menekankan kepada karaktaristik personalitas dalam menentukan efektifitas kepemimpinan. Karakteristik itu meliputi umur, kedewasaan, kemampuan, bentuk fisik, pendidikan, kepribadian dan keberanian.

2. Pendekatan Perilaku. Perilaku dimaksud adalah perilaku pengikut atau bawahan sangat penting untuk mengetahui efektifitas kepemimpinan. Pada dasarnya gaya dasar dalam hubungan dengan perilaku pemimpin, ada dua jenis yang dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya, yaitu perilaku mengarahkan dan perlaku mendukung. Perilaku mengarahkan, menunjukan sejauh mana seorang memimpin melibatkan diri dalam komunikasi satu arah, antara lain dalam bentuk memberitahukan bawahan tentang apa yang harus dikerjakan, di mana melakukan, bagaimana melakukannya, kemudian melakukan pengawsana secara ketat kepada bawahannya. Perilaku Mendukung menggambarkan sejauh mana seorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi dua arah misalnya mendengar, memberikan dorongan dan mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan.

3. Pendekatan Situasional. Pendekatan ini berpendapat bahwa pada dasarnya tidak hanya satu jalan atau gaya terbaik untuk mempengaruhi orang. Variabel situasional yang penting adalah organisasi, waktu kerja, tugas pekerjaan, pengawasan, akan tetapi penekanan dalam kepemimpinan dengan pendekatan situasional ini hanyalah pada perilaku pemimpin dan bawahannya.

4. Pendekatan Terpadu. Dalam literatur Ilmu Administrasi dikenal bermacam-macam teori yang berhubungan dengan gaya, motivasi, kepemimpinan, perilaku, pengembangan organisasi, dan lain-lain. Teori-teori itu seringkali dikupas dengan pendekatan sebagai konsep yang beridiri sendiri-sendiri yang seolah-olah tidak ada hubungannya satu sama lainnya.

Pendekatan terpadu dimaksud merupakan gabungan dari berbagai teori ke dalam pendekatan kepemimpinan situasional, dengan maksud untuk lebih menunjukkan kesamaan daripada perbedaan-perbedaan di antara teori-teori itu. Hersey dan Blanchard, seperti dikutip Ahmad Gozali dan Fuaduddin (2004:51), merangkum beberapa teori yang dipadukan sebagai berikut:

1. Teori motivasi jenjang kebutuhan, teori tingkat kematangan bawahan, dengan pendekatan ssituasional.

2. Perpaduan antara teori sistem kontrol, teori tingkat kematangan bawahan, dengan pendekatan kepemimpinan situasional.

3. Perpaduan teori proses perubahan, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional.

4. Perpaduan antara teori tingkat dasar gaya dengan teori tingkat kematangan bawahan dalam pendekatan kepemimpinan situasional.

5. Perpaduan teori pertumbuhan organisasi, teori tingkat kematangan bawahan, dengan pendekatan kepemimpinan situasional. Teori tingkat kematangan bawahan/pengikut tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.1

Teorori Tingkat Kematangan Bawahan

MAMPU DANMAMPU TETAPITIDAKTIDAK

MAUTIDAK MAUMAMPUMAMPU DAN

ATAU KURANGTETAPI MAUTIDAK MAU

YAKINATAU TIDAK

YAKIN

M4M3M2M1

Sumber: Miftah Thoha (1983:73).

Kematangan dibagi menjadi empat kategori, yaitu rendah (M1), rendah ke sedang (M2), sedang ke tinggi (M3), dan tinggi (M4). Tiap tingkat kematangan menunjukkan kombinasi kemampuan dan kemauan yang berbeda. (Miftah Thoha, 1983:73).

Maka dengan mengetahui tingkat kematangan bawahan tersebut seorang pemimpin dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar berjalan efektif. Efektivitas ada hubungannya dengan memfokuskan energi organisasi ke suatu arah tertentu. Sedang efisiensi adalah segala sesuatu yang menyangkut sistem dan prosedur atau cara pekerjaan dilaksanakan (Ahmad Gozali dan Fuaduddin, 2001:52).

Kepemimpinan yang efektif juga bisa dilihat dari dua kriteria:

1. Dari segi proses: (1) interaksi antara pemimpin dengan bawahannya berlangsung dengan kewibawaan pimpinan berdasarkan kelebihan pribadinya, kesediaan berbaur dengan bawahan sehingga menimbulkan kepatuhan maksimal bawahannya; (2) kepuasan semua pihak baik pemimpin, bawahan, maupun masyarakat yang dilayaninya.

2. Dari segi hasil: (1) tercapai tujuan, keluaran yang maksimal atau produktivitas yang optimal; (2) pertumbuhan dan pengembangan dalam semua situasi. (Ahmad Gazali dan Fuaduddin, 2001:56-57).

CIRI-CIRI PEMIMPIN YANG BAIKMenurut Alex S. Nitisemito (1984 : 147) seorang pemimpin yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Dicintai dan disegani oleh bawahannya

Seorang pemimpin harus mampu mempengaruhi anak buahnya, hal ini berarti pemimpin tersebut harus dicintai dan disegani oleh bawahannya. Maka pimpinan tersebut harus mempunyai sifat-sifat antara lain : (1). Tidak egoistis; (2). Adil dalam arti memberikan sesuai haknya; (3). Jujur dalam arti tidak menyalahgunakan jabatannya; (4). Mempunyai perhatian terhadap bawahannya; (5). Keteladanan artinya memberikan contoh yang baik.

2. Kemampuan rata-ratanya lebih menonjol

Seorang pemimpin agar dia mampu menjalankan tugasnya dengan baik maka dia harus mempunyai sifat rata-rata lebih menonjol daripada bawahannya. Hal ini berarti pemimpin tersebut harus mempunyai sifat-sifat antara lain : (1). Penuh tanggung jawab; (2). Berpengalaman memadai dalam bidangnya; (3). Cerdas dalam arti kecerdasan yang tidak hanya identik dengan pendidikan saja, tapi cerdas emosionalnya, cerdas spiritualnya, dan sebagainya; (4). Penuh inisiatif dan kreatif; (5). Sehat jasmani dan rohani.

3. Mampu mengarahkan dan menggerakkan bawahanknya

Seorang pemimpin harus mampu mengarahkan dan menggerakkan bawahannya. Hal ini berarti pemimpin tersebut harus mempunyai sifat-sifat tertentu : (1). Mampu memotivasi bawahannya; (2). Mampu memilih pembantu-pembantu yang tepat dan menempatkan pada tempat-tempat yang tepat; (3). Mampu menciptakan komunikasi dua arah; (4). Pengetahuan tentang hubungan manusia cukup luas; (5). Berwibawa; (6). Mempunyai kestabilan dalam emosi.

Dari penjelasan tersebut dapat ditarik pemahaman bahwa seorang pemimpin harus memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan para pegawai lainnya. Dengan kelebihan yang dimiliki seorang pemimpin bisa berwibawa dan disegani oleh bawahannya. Kelebihan yang terpenting dari seorang pemimpin adalah kelebihan di bidang moral dan akhlak, semangat juang, ketajaman intelegensi, kepekaan, keuletan dan yang penting lainnya ialah integritas kepribadiannya, sehingga seorang pemimpin menjadi dewasa, matang, bertanggung jawab dan berakhlak mulia.

PERAN DAN FUNGSI PEMIMPINDalam kedudukannya sebagai pemimpin di dalam kelompok sosial atau organisasi, seorang pemimpin akan dituntut beberapa hal, yang meliputi sekumpulan peran yang komplek, dan demikian pula dengan fungsinya. Dalam melaksanakan perannya sebagai seorang pemimpin menurut Panji Anoraga (1995;204) ada sembilan peranan yang dilakukan oleh setiap pemimpin antara lain :

1. Pemimpin sebagai perencana

Dalam menghadapi dan mengatasi suatu masalah guna mendapatkan penyelesaian dan pencapain tujuan secara baik, perencanaan tujuan secara baik sangatlah diperlukan. Pandangan serta pertimbangan terhadap masalah yang dihadapi secara menyeluruh, dapat menentukan mutu dari perencanaan yang dibuat sehingga kemampuan dalam memahami masalah akan mendasari perencanaan tersebut.

2. Pemimpin sebagai pembuat kebijakan

Dalam kedudukan sebagai pemimpin, pengaruh keadaan sekitar tetap tidak dapat dilepaskan sama sekali, baik pengaruh dari dalam maupun dari luar kelompok atau organisasi. Atas pengaruh-pengaruh yang ada, maka dalam pembuatan kebijakan akan terdapat tiga sumber penting yaitu : (1). Dari pihak yang lebih berkuasa, termasuk di dalamnya aturan-aturan yang berada diluar kelompoknya akan tetapi tetap memberi pengaruh terhadap kehidupan kelompoknya. (2). Bersumber dari pihak bawahan. Bagaimanapun juga bawahan sebagai pengikut, tetap memegang peran yang tidak kecil dalam menentukan pencapaian tujuan bersama, sehingga pengaturan guna kelancaran pencapaian tujuan agar dapat terlaksana dengan baik terpengaruh pula oleh kedudukan pengikut. (3). Berasal dan bersumber dari dirinya sendiri selaku pimpinan sebagai seorang pemimpin maka sekali waktu otonomi dipegangnya mendapatkan keputusan mengenai suatu kebijakan yang diambilnya.

3. Pemimpin sebagai ahli

Pemimpin dituntut sebagai sumber informasi, sumber keahlian, keterampilan dan kemampuan. Berarti diharapkan seorang pemimpin mempunyai dan memiliki kemampuan dan keterampilan yang tinggi, dan pengalaman yang luas sesuai dengan bidang dari kelompok dimana ia berada.

4. Pemimpin sebagai pelaksana

Pada dasarnya seorang pemimpin haruslah mempunyai pemikiran yang positif, bahwa sesuatu harus dan akan dilakukan. Pemimpin adalah seseorang yang aktif dalam membuat hal-hal terlaksana. Ia bertugas sebagai koordinator, demikian pula fungsinya yaitu mengusahakan dan melaksanakan suatu kerja untuk mencapai tujuan bersama. Berarti secara langsung pemimpin mengarahkan, mendekati dan mengusahakan penyelesaian masalah demi tercapainya tujuan bersama.

5. Pemimpin sebagai pengendali

Lebih dari fungsi anggota lain, pemimpin mempunyai tugas untuk memimpin dan mengendalikan hal-hal detail dan spesifik juga ia mengendalikan hubungan internal didalam kelompoknya. Karena pada dasarnya dalam suatu kelompok manusia selalu mengenal akan interaksi, baik dengan benda mati mauun dengan orang-orang terlihat kelompok itu demi pencapaian tujuan bersama, pemimpin mempunyai tugas sebagai pengamat dan pengendali kelancaran hubungan yang terjadi. Melalui kelancaran dan kebaikan hubungan antar unsure, pencapaian tujuan bersama dapat terlaksana dengan lebih baik lagi.

6. Pemimpin sebagai pemberi hadiah dan hukuman

Hakekat daripada hadiah dan hukuman tidak lain untuk memperjelas dan mempertegas akan kebenaran dan kesalahan suatu tindakan. Melalui kejelasan dan ketegasan akan kebenaran dan kesalahan suatu tindakan, menentukan pula besar kecilnya hukuman atau hadiah yang diberikan. Kejelasan suatu alasan dalam pemberian hadiah atau hukumn akan menentukan tingkat efektifitasnya. Nilai efektifitas yang diharapkan tidak lain berkaitan dengan penambahan motivasi penerima hadiah atau hukuman tersebut sesuai dengan kedudukannya dalam kelompoknya.

7. Pemimpin sebagai lambang dan teladan

Melalui wewenang yang luas pemimpin mempunyai ruang gerak yang luas pula. Sorotan dan penilaian terhadap diri pemimpin dapat terjadi. Sejauh itu pula kebaikan dan keburukan yang dilakukan pemimpin menjadi perhatian pengikut. Terlepas dari baik dan buruk tentunya sikap, tindak dan cara dari seseorang pemimpin diharapkan dapat dijadikan contoh atau teladan untuk ditiru dan diikuti para pengikutnya. Tingkat penilaian yang dihasilkan oleh para pengikut, dapat mencerminkan akan kebaikan dan keburukan kelompok secara keseluruhan.

8. Pemimpin sebagai tempat menimpakan kesalahan

Tuntutan terhadap pemimpin selaku penanggung jawab secara keseluruhan, serta sorotan dan pandangan yang terarah kepadanya, maka kesalahan yang diperbuat anggota kelompok sesuai dengan tingkatannya, pada akhirnya merupakan tanggung jawab pemimpin. Berarti kesalahan anggota dalam rangkaiannya akan menjadi kesalahan pemimpin.

9. Pemimpin sebagai peran anggota lain

Sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dalam keadaan tertentu pemimpin dapat menempati dan menggantikan peran dan kedudukan yang bersangkutan. Keadaan demikian tetap dimaksudkan untuk memperoleh kelancaran dalam usaha pencapaian tujuan bersama. Kemacetan yang terjadi, baik karena ketidakhadiran atau ketidakmampuan seorang anggota demi kelancaran adalah hak pemimpin untuk pengaturannya dan mungkin pula diisi dan dilaksanakan sendiri.

Definisi-definisi tentang kepemimpinan di atas menekankan bahwa kepemimpinan merupakan fungsi dari pemimpin, pengikut dan parameter situasional. Dengan kata lain bahwa kepemimpinan sangat tergantung pada kualitas orang yang memimpin, kesediaan orang yang dipimpin dan situasi yang tengah dihadapi. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan lebih yang dimiliki oleh seseorang (baik dalam organisasi atau tidak) untuk mempengaruhi orang-orang yang ada dalam lingkungannya, agar mereka bersedia bekerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan si pemimpin.

Kedudukan kepemimpinan dalam suatu organisasi amat penting dalam usaha mencapai tujuan organisasi itu. Berhasil atau gagalnya suatu organisasi dalam mengemban misinya untuk mencapai tujuan, sebagian besar ditentukan oleh mutu kepemimpinan yang dimainkan oleh orang yang diserahi tugas-tugas kepemimpinan dalam organisasi yang bersangkutan. Dengan demikian, tugas-tugas kepemimpinan ini dapat berlaku atau ditemui dimana saja dan dalam situasi apa saja, yang tidak tergantung pada struktur atau pengangkatan resmi. Ia dapat

ditemui baik dalam organisasi yang sudah teratur rapi, maupun dalam situasi darurat atau dalam keadaan tidak normal.

Menurut Wahjusumidjo (Singodimejo dan Nurson, 2000), kepemimpinan sebenarnya mengandung makna, antara lain :

1. Kepemimpinan merupakan sesuatu yang melekat pada diri seseorang yang berupa sifat-sifat tertentu, seperti: kepribadian (personality), kemampuan (ability) dan kesanggupan (capability);

2. Kepemimpinan merupakan rangkaian kegiatan (activity) pemimpin yang tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan dan perilaku pemimpin itu sendiri;

3. Kepemimpinan merupakan proses antar hubungan atau interaksi antara

pemimpin, pengikut dan situasi.

Menurut pendapat Henry Mintzberg (Singodimejo dan Nurson, 2000), berbabagai macam perananan kepemimpinan, yaitu :

1. Peran antar manusia, meliputi :

(1). Peran selaku tokoh

Menyebabkan setiap pemimpin mempunyai kewajiban untuk melakukan kegiatan yang bersifat seremonial (upacara), seperti meresmikan proyek-proyek, membuka upacara-upacara resmi, menye-matkan tanda jasa dan lain-lain;

(2). Peran selaku pimpinan

Menyebabkan seorang pemimpin bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dilakukan bawahannya. Ia bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan para bawahannya, memotivasi dan meningkatkan semangat kerja serta berusaha menyelaraskan kebutuhan bawahan dengan kepentingan perusahaan;

(3). Peran selaku penghubung

Peran ini akan menimbulkan kewajiban pada seorang pemimpin untuk melakukan hubungan dengan atasan, teman sejawat dan bawahan serta dengan orang-orang di luar perusahaannya.

2. Peran Informatif

Peran informatif yang dilakukan oleh seorang pemimpin maksudnya, adalah peran seorang pemimpin dalam menerima dan mengirim informasi dalam rangka hubungan yang dijalankan dengan lingkungan sekitarnya .

Peran infromatif seorang pemimpin itu akan meliputi :

(1).Peran selaku Pemantau (monitor), berarti bahwa ia selaku pemimpin selalu memantau informasi dari berbagai arah untuk kepentingan unit kerja yang dipimpinnya.

(2).Peran selaku Penyebar (distributor) berarti ia kadang-kadang perlu memberi informasi yang perlu diketahui oleh bawahannya.

(3).Peran selaku Hubungan Masyarakat (Public Relation), berarti ia kadang-kadang perlu pula memberi informasi pada pihak-pihak luar (ekstern) tentang perkembangan unit kerjanya, macam program yang akan dilaksanakan, dan sebagainya.

3. Peran Pembuat Keputusan.

Peran selaku pembuat keputusan maksudnya, bahwa seorang pemimpin mempunyai kewajiban melakukan pengambilan keputusan untuk kelancaran mekanisme unit kerjanya. Keputusan yang diambil tentu saja berdasarkan informasi atau masukan (input) yang ada atau sudah dimilikinya selaku pemegang peran informatif.

Peran seorang pemimpin selaku pembuat keputusan meliputi :

(1) Peran selaku Wiraswastawan

Peran selaku wiraswastawan (entrepreneur) maksudnya, seorang pemimpin itu harusa memilki jiwa wiraswasta (bisnis) dalam memajukan unit kerjanya. Iai mempunyai inisiatif dan terobosasn-terobosan baru untuk pengembangan diri dan unit kerjanya.

(2). Peran selaku Penanggung Resiko

Peran selaku penanggung resiko dimaksudkan bahwa seorang pemimpin waktu mengambil keputusan, pelaksanaan keputusan itu belum tentu benar atau tepat 100% seperti apa yang diinginkan. Penyebabnya mungkin saja oleh hal-hal yang berada di luar jangkauan yang bersagkutan. Untuk itu sang pemimpin harus berani menanggung resiko (penyimpangan) tersebut, dan berusaha untuk menanggulanginya.

(3). Peran selaku Pembagi Sumber Daya

Peran pemimpin selaku pembagi sumber daya, berarti si pemimpin itu berkewajiban melakukan pembagian tugas, wewenag dan tanggung jawab pada bawahannya. Dalam keadaan sumber daya yang amat terbatas itu si pemimpin haruslah pandai-pandai membaginya diantara semua orang, mendelegasikan wewenang, membina bawahan agar mereka ber-kemampuan dalam melaksanakan tugas lebih efisien dan efektif.

(4). Peran selaku Perunding

Sebagai pemegang peran perunding, seorang pemimpin akan menggu-nakan banyak waktunya untuk melakuakan pendekatan (lobying) baik kedalam maupun dengan pihak luar. Semuanya ini dilakukan untuk kelancaran tugas yang diembannya sebagai pemimpin.TEORI BERUBAHTEORI KURT LEWIN (1951)Lewin (1951) mengungkapkan bahwa perubahan dapat dibedakan menjadi 3 tahapan, yang meliputi: 1) unfreezing; 2) moving; dan 3) refreezing; (Kurt Lewin, 1951 dari Lancaster, J., Lancaster, W. 1982). Perubahan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Pencairan (unfreezing)motivasi yang kuat untuk beranjak dari keadaan semula dan berubahnya keseimbangan yang ada, merasa perlu untuk berubah dan berupaya untuk berubah, menyiapkan diri, dan siap untuk berubah atau melakukan perubahan.

2. Bergerak (moving)bergerak menuju keadaan yang baru atau tingkat/tahap perkembangan baru karena memiliki cukup informasi serta sikap dan kemam-puan untuk berubah, memahami masalah yang dihadapi, dan mengetahui langkahlangkah penyelesaian yang harus dilakukan, kemudian melakukan langkah nyata untuk berubah dalam mencapai tingkat atau tahap baru.

3. Pembekuan (refreezing), motivasi telah mencapai tingkat atau tahap baru, atau mencapai keseimbangan baru. Tingkat baru yang telah dicapai harus dijaga agar tidak mengalami kemunduran atau bergerak mundur pada tingkat atau tahap perkembangan semula. Oleh karena itu, perlu selalu ada upaya untuk mendapatkan umpan balik, kritik yang konstruktif dalam upaya pembinaan (reinforcement) yang terus-menerus, dan berkelanjutan

TEORI ROGER (1962)

Roger (1962) mengembangkan teori dari Lewin (1951) tentang 3 tahap perubahan dengan menekankan pada latar belakang individu yang terlibat dalam perubahan dan lingkungan di mana perubahan tersebut dilaksanakan. Roger(1962) menjelaskan 5 tahap dalam perubahan, yaitu: kesadaran, keinginan, evaluasi, mencoba, dan penerimaan atau dikenal juga sebagai

AIETA (Awareness, Interest, Evaluation, Trial, Adoption).Roger (1962) percaya bahwa proses penerimaan terhadap perubahan lebih kompleks daripada 3 tahap yang dijabarkan Lewin (1951). Terutama pada setiap individu yang terlibat dalam proses perubahan dapat menerima atau menolaknya. Meskipun perubahan dapat diterima, mungkin saja suatu saat akan ditolak setelah perubahan tersebut dirasakan sebagai hal yang menghambat keberadaanya.

Roger mengatakan bahwa perubahan yang efektif tergantung individu yang terlibat, tertarik, dan berupaya untuk selalu berkembang dan maju serta mempunyai suatu komitmen untuk bekerja dan melaksanakannya.

TEORI LIPITTS (1973)Lippit (1973) mendefinisikan perubahan sebagai sesuatu yang direncanakan atau tidak direncanakan terhadap status quo dalam individu, situasi atau proses, dan dalam perencanaan perubahan yang diharapkan, disusun oleh individu, kelompok, organisasi atau sistem sosial yang memengaruhi secara langsung tentang status quo, organisasi lain, atau situasi lain. Lippit (1973) menekankan bahwa tidak seorang pun bisa lari dari perubahan. Pertanyaannya adalah bagaimana seseorang mengatasi perubahan tersebut? Kunci untuk menghadapi perubahan tersebut menurut Lippit (1973) adalah mengidentifikasi 7 tahap dalam proses perubahan: 1) menentukan masalah; 2) mengkaji motivasi dan kapasitas perubahan; 3) mengkaji change agent dan sarana yang tersedia; 4) menyeleksi tujuan perubahan; 5) memilih peran yang sesuai dilaksanakan oleh agen pembaharu; 6) mempertahankan perubahan yang telah dimulai; dan 7) mengakhiri.

Alasan PerubahanLewin juga (1951) mengidentifikasi beberapa hal dan alasan yang harus dilaksanakan oleh seorang manajer dalam merencanakan suatu perubahan, yaitu:

1. Perubahan hanya boleh dilaksanakan untuk alasan yang baik.

2. Perubahan harus secara bertahap.

3. Semua perubahan harus direncanakan dan tidak secara drastis atau mendadak.

4. Semua individu yang terkena perubahan harus dilibatkan dalam perencanaan perubahan. Alasan perubahan Lewin (1951) tersebut diperkuat oleh pendapat Sullivan dan Decker (1988) hanya ada alasan yang dapat diterapkan pada setiap situasi, yaitu:

5. Perubahan ditujukan untuk menyelesaikan masalah.

TAHAP PENGELOLAAN PERUBAHANPengelolaan perubahan menjadi kompetensi utama bagi manajer perawat saat ini. Ketidakefektifan penerapan perubahan akan berdampak buruk terhadap manajer, staf, dan organisasi serta menghabiskan waktu dan dana yang sia-sia. Pegawai ingin belajar perubahan dari pimpinan. Bolton et al. (1992) menjelaskan 10 tahap pengelolaan perubahan organisasi sebagaimana pada tabel di bawah ini.

PROSES TERJADINYA BERUBAHAdanya tuntutan kebutuhan yang semakin meningkat, menyebabkan perawat harus berubah secara terencana dan terkendali. Salah satu teori perubahan yang dikenal dengan teori lapangan (field theory) dengan analisis kekuatan medan (force field analysis) dari Kurt Lewin (1951) dalam Marifin, (1997), ada kekuatan pendorong untuk berubah (driving forces) dan ada kekuatan penghambat terjadinya perubahan (restraining force). Perubahan terjadi apabila salah satu kekuatan lebih besar dari yang lain.

INOVASIInovasi adalah perubahan yang direncanakan, yang bertujuan untuk memperbaiki praktek-praktek (Sklogen, 1997). Pemilihan istilah inovasi bukan suatu kebetulan. Kita dapat saja memilih untuk menggunakan kata-kata seperti pekerjaan pengembangan, pengembangan sekolah, perubahan pendidikan atau reformasi. Demi menghindari makna konotatif yang sudah melembaga dalam bidang pendidikan tradisional, kita memilih istilah inovasi. Dengan demikian kita dapat berada pada posisi yang lebih bebas untuk memberikan isi yang mandiri kepada istilah tersebut. Lebih jauh, inovasi adalah kata internasional yang telah merambah ke bahasa Norwegia dengan sangat cepat dalam berbagai bidang profesional dan keorganisasian. Penting untuk ditekankan bahwa perubahan pada praktek yang ada harus didasarkan atas fondasi profesionalisme dan tingkat keahlian yang tinggi dalam bidang yang bersangkutan.

Kata kunci dalam inovasi adalah perubahan. Perubahan dapat diimplementasikan dalam kaitannya dengan semua jenjang dan sektor di bidang yang bersangkutan.

Perubahan dapat terjadi secara kebetulan dan tidak sistematis, tetapi agar perubahan dapat disebut sebagai inovasi, perubahan tersebut harus mengandung unsur kesadaran dan perenungan yang kuat. Di sinilah kata perencanaan digunakan. Ini berarti bahwa kita harus tahu apa yang ingin kita ubah, mengapa dan bagaimana caranya. Kita harus tahu ke mana kita akan pergi atau dengan kata lain: kita harus memiliki sasaran yang sudah ditetapkan secara jelas.PERILAKU INOVATIFPerilaku inovatif didefinisikan sebagai keseluruhan tindakan individu yang mengarah pada pemunculan, pengenalan, dan penerapan dari sesuatu yang baru dan menguntungkan pada seluruh tingkat organisasi (Kleysen & Street, 2001). Sesuatu yang baru dan menguntungkan meliputi pengembangan ide produk baru atau teknologi-teknologi, perubahan dalam prosedur administrative yang bertujuan untuk meningkatkan relasi kerja atau penerapan dari ide-ide baru atau teknologi-tenologi untuk proses kerja yang secara signifikan meningkatkan efisiensi dan efektifitas mereka (Kleysen & Street, 2001).

Perilaku inovatif sering dikaitkan dengan kreativitas. Kedua hal tersebut memang berkaitan, namun konstrak perilaku inovatif dan kreativitas memiliki berbagai perbedaan (De Jong, 2007). Kreativitas dapat dinyatakan sebagai permulaan dari proses inovasi ketika masalah atau celah kinerja dikenali dan ide muncul dalam respon untuk sebuah kebutuhan akan inovasi (West, 2002 dalam De Jong, 2007). Perilaku inovatif fokus pada proses yang lebih kompleks karena perilaku inovatif membahas sampai ke penerapan ide-ide yang dihasilkan (Janssen, dkk., 2004 dalam Carmeli, dkk., 2006)

Kleysen dan Street (2001) mengungkapkan bahwa perilaku inovatif dibentu oleh lima komponen, yaitu: (1) Opportunity Exploration, yang artinya mempelajari atau mengetahui lebih banyak tentang peluang untuk berinovasi; (2) Generativity, yang mengarah pada pemunculan konsep-konsep untuk tujuan pengembangan; (3) Formative Investigation, yang artinya memberikan perhatian untuk menyempurnakan ide, solusi dan coba untuk menginvestigasikannya; (4) Championing, yang artinya praktek - praktek usaha untuk merealisasikan ide-ide; (5) Application, yang artinya mencoba untuk mengmebangkan, menguji coba, dan mengkomersialisasikan ide-ide inovatif.ANALISIS PERUBAHAN KEPEMIMPINAN DALAM PROSES BERUBAH DAN INOVASI

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKAAzwar, Saifuddin, Metode penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet. Ke-3, 2003.

Bolton et al. (1992). Ten Steps for Managing Organisational Change, Journal of Nursing Administration, 22, 14-20.

Chori, Muhammad. Faktor individu dan dan faktor lingkungan sebagai pembentuk perilaku kerja karyawan serta pengaruhnya terhadap kinerja (Studi pada PT PAL Indonesia), Tesis Program Pascasarjana Malang, 1999, tidak diterbitkan.

De Jong, J.P.J., Kemp, R. (2003). Determinants of co-worker's innovative behaviour: An investigation into knowledge intensive services. International Journal of Innovation Management. Vol. 7, No.2, 189-212.

Gozali, Ahmad dan Fuaduddin, Kepemimpinn kepala madrasah yang efektif (Modul diklat Kepemimpinan Kepala Madrasah). Jakarta : Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, 2004.Kleysen, R.F., & Street, C.T. (2001). Toward a multi-dimensional measure of individual innovative behavior. Journal of Intellectual Capital. Vol. 2, No. 3, 1469-1930.

Maarifin Husin (1999). Perubahan dan Keperawatan di Indonesia. Makalah Seminar Nasional. Jakarta.Nursalam (2007). Manajemen Keperawatan. Edisi 2. Penerapan dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Putrawan, I Made, Pengujian hipotesis dalam penelitian-penelitian sosial. Jakarta : Rineka Cipta, 1990.

Robbins, Stephen. Perilaku organisasi: konsep, kontroversi, aplikasi jilid 1;Penerjemah, Pujaatmaka. Surabaya : Lembaga Penelitian Universitas Airlangga, 1996.

Salam, Dharma Setyawan, Manajemen pemerintah Indonesia. Jakarta : Jambatan, 2002.

Siagian, Sondang P., Manajemen abad 21. Jakarta : Bumi Aksara, 2000.

-------,

Soenarno, Adi, Motivation games untuk pelatihan manajemen. Yogyakarta : Andi Offset, 2006.

Skogen, Kjell. 1997. An Introduction to the Process of Innovation. Chapter II in DSSI-

Walpole, Rhonald D., Pengantar statistika, ed. ke-3; Alih bahasa, Bambang Sumantri, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995.

Sutarto, Dasar-dasar keemimpinan administrasi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1986.

Thoha, Miftah, Kepemimpinan dalam manajemen. Jakarta : Rajawali Press, 1983.

1