Upload
nguyenthien
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……
192 | ISSN: 2356-2447-XIII
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ALTERNATIF BERBASIS
MASYARAKAT
(Studi Kasus di SMP Qaryah Thayyibah Salatiga)
H. Noor Aziz Dosen Tetap Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UNSIQ Jawa
Tengah di Wonosobo, Kandidat Doktor UIN Sunan Kalijaga
Abstrak
Pendidikan alternatif menggambarkan sejumlah pendekatan pengajaran dan
pembelajaran daripada sekolah tradisional. Pendekatan-pendekatan ini dapat
diterapkan pada seluruh siswa pada segala umur, dari masa anak-anak sampai
remaja, pada seluruh jenjang pendidikan. Dalam definisi tersebut istilah pendidikan
alternatif juga dikenal dengan pendidikan non-tradisional yang mengacu pada
pendidikan di luar pendidikan tradisional untuk seluruh kelompok dan tingkat
pendidikan, termasuk desain pendidikan berkebutuhan khusus, filosofi dan metode
alternatif.
Visi pendidikan alternatif di Indonesia adalah “menciptakan lingkungan pendidikan
yang kondusif yang dapat menghasilkan pendidikan menyenangkan dan bermutu
sehingga anak mampu membangun pribadi dan sosial budaya untuk mempersiapkan
diri dalam mengadapi hidup pada masanya.” Adapun Misi pendidikan diarahkan
pada upaya: Menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif, Mewujudkan
pendidikan yang membangun pribadi berkemampuan hidup mandiri dalam
kebersamaan dengan masyarakat, Mewujudkan pendidikan yang mampu
membangun manusia berperadaban dan berbudaya, Menciptakan pendidikan yang
mampu mengendalikan emosional, menciptakan pendidikan yang menumbuhkan
skill kognitif, afektif dan psikomotorik, Menciptakan pendidikan yang
mengembangkan kreativitas, Menciptakan pendidikan yang mengembangkan
multiple intelegensi, Mewujudkan pendidikan yang bermakna, dan Mewujudkan
sistem pendidikan yang integratif.
Kata Kunci : Pendidikan Alternatif, Masyarakat
A. Pendahuluan
Masyarakat memiliki peranan dan tanggung-jawab yang sangat besar dalam proses
pengembangan pendidikan, mengingat sekolah adalah miniatur masyarakat yang kelak
menjadi pencetak generasi penerus dalam melestarikan warisan budaya. Tulisan ini
meletakkan pola, konsep, strategi dan landasan masyarakat dalam peranannya
mengembangkan pendidikan alternatif. Sekolah alternatif memiliki latar-belakang dan
tujuan yang berbeda dengan sekolah konvensional sehingga memiliki karakteristik dan
pola pengembangan yang berbeda pula.
Era 1998 sebagai suatu masa lahirnya gerakan di Indonesia seakan menjadi cahaya
impian yang akan memberikan banyak perubahan kehidupan bagi bangsa ini, khususnya
pada wilayah pendidikan nasional. Akan tetapi yang terjadi kemudian justru pendidikan
yang ambiguitas, yang dapat digambarkan sebagai berikut;
1. Goal setting yang ingin dicapai dari sistem pendidikan nasional. Pendidikan yang
pada dasarnya bervisi utama untuk mencerdaskan anak bangsa dan
mengembangkan nalar intelektual dan nalar kreatif pada tahapan yang lebih
Nama Penulis tiap Artikel
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 193
tinggi. Namun nyatanya adalah lahirnya tipe mechanic student dimana setiap
anak diposisikan pada orientasi pasar sehingga pendidikan bukan lagi berbasis
keilmuan dan kebutuhan bakat anak didik.
2. Munculnya mitologi ruang pendidikan yang dikukuhkan dengan ritual
pendidikan. Ritual pendidikan ini merupakan perilaku pendidikan pada setiap
awal periode kalender akademik di mana anak didik selalu dihadapkan pada
ritual kompetisi, pemilihan sekolah favorit, pemakaian seragam baru dan
segudang ritual lain. Seandainya ritual ini tidak dijalankan maka mitologi
pendidikan akan memerankan perannya yakni anak akan celaka karena tidak
mempunyai ‘azimat’ dari sekolah berupa ijazah.
3. Ambiguitas kebijakan pemerintah yang sebenarnya sebagai pengelola potensi
anak bangsa, namun pemerintah justru menjadi mitos pendidikan. Pemerintah
dengan sangat percaya diri memilih posisi lebih berpihak pada kalangan elite.1
Secara eksternal dapat diamati bahwa tingkat pencapaian pendidikan di Indonesia
belum maksimal, terbukti dengan masih banyaknya angka pengangguran akibat naiknya
angka putus sekolah. Beberapa faktor penyebab meningkatnya angka putus sekolah
diakibatkan oleh biaya persekolahan yang relatif mahal. Tidak semua orang tua mampu
memenuhi biaya sekolah bagi anak-anaknya. Hanya masyarakat yang memiliki harta lebih
yang mampu meneruskan sekolah anak-anaknya.
Adanya siswa yang tidak dapat menyelesaikan pendidikan dasar selama 9 tahun
disebabkan oleh tiga kemungkinan. Pertama, adanya siswa yang mengulang kelas. Siswa
yang mengulang kelas memerlukan waktu yang lebih lama dari 9 tahun untuk
menyelesaikan pendidikan dasar. Kedua, adanya siswa putus sekolah, baik di tingkat
SD/MI maupun di SMP/MTs. Kalau siswa putus sekolah tidak ditampung pada lembaga
pendidikan alternatif lainnya, maka mereka tidak akan menyelesaikan pendidikan
dasar. Ketiga, lulusan SD/MI atau yang setara yang tidak melanjutkan ke SMP/MTs atau
yang setara. Jika lulusan tersebut tidak ditampung di lembaga pendidikan manapun,
termasuk pendidikan luar sekolah, maka mereka tidak akan dapat menyelesaikan
pendidikan dasar, terutama yang terjadi di tingkat SD/MI mejadi faktor potensial untuk
menjadi warga buta aksara, yang akan menjadi beban sosial di kemudian hari.2
Beberapa kelemahan sistem pendidikan kita saat ini dapat dikategorikan menjadi
beberapa kelompok besar, antara lain ialah:
1. Lingkungan kita belum mendidik,
2. Pendidikan kita belum memperhatikan ciri anak,
3. Siswa dibebani biaya pendidikan,
4. Belum ada integrasi sistem pendidikan antara pendidikan informal, nonformal
dan formal,
5. Pendidikan kita cenderung diskriminatif,
1 Ahmad Bahrudin, “Pengantar Redaksi”, dalam Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah (Yogyakarta:
LKIS, 2007), hal. v-vi. 2 Diknas, Rencana Strategis Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal.
(Jakarta: Dirjen PMPTP, 2006), hal. 26-27.
H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif
Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……
194 | ISSN: 2356-2447-XIII
6. Pembelajaran kita masih konvensional,
7. Pengajaran kita, belum memiliki muatan pendidikan,
8. Pola pendidikan kita belum mengarah kepada strategi membangun budaya,
9. Pendidikan kita belum menyenangkan siswa, belum memerdekakan bahkan
terasa membelenggu,
10. Belum terjadi proses pembelajaran yang bermakna,
11. Pendidikan kita didominasi oleh kegiatan mengajar,
12. Pendidikan kita cenderung berorientasi kepada intelektualitas,
13. Kita belum melakukan evaluasi hasil pendidikan,
14. Pendidikan kita pada jangka panjang harus mengintegrasikan antara ilmu dan
agama yang keduanya untuk keselamatan manusia pada umumnya.3
Selanjutnya UU Sisdiknas telah menjelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan berkesempatan
meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Masyarakat sebaiknya banyak berperan serta
dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan.
Masyarakat juga berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam
penyelenggaraan pendidikan. Respon atas kondisi pendidikan diatas pada akhirnya
melahirkan gagasan dari berbagai pihak untuk menyelenggarakan persekolahan,
pendidikan dan pembelajaran yang bersifat unggulan, sebagai alternatif pemecahan
masalah pendidikan di Indonesia.
Berdasarkan pada deskripsi di atas, menjadikan warga masyarakat Desa Kalibening
yang berada di kaki Gunung Merbabu melakukan perenungan serius atas berbagai kasus
kolektif yang menimpa sebagian besar anak mereka yang tidak mampu melanjutkan ke
jenjang pendidikan berikutnya karena alasan biaya. Disamping itu, sebagian besar
masyarakat memiliki pemahaman yang sama bahwa untuk menjadi manusia yang pintar,
cerdas dan bermanfaat tidaklah harus mendasarkan dan bersandar pada sekolah. Terlebih
lagi dengan melihat fenomena semakin pudarnya ikatan emosional terhadap kultur
masyarakat. Sementara, akar masyarakat merupakan norma yang terhitung fundamental.4
Berawal dari paguyuban petani desa yang memiliki keresahan sama itulah kemudian
muncul gagasan untuk membuat sekolah berbasis masyarakat. SMP Alternatif Qaryah
Thayyibah di Kalibening Salatiga Jawa Tengah sejajar dengan Tujuh Intellegent
Communities sebagai keajaiban dunia yang terpilih sebagai pengguna ICT terbaik di dunia
tahun 2005. Kampung Issy-Les Moulienauk di Perancis, Kecamatan Mitaka di Tokyo,
Kecamatan Pirai di Brazil, sebuah kampung di Singapura, Kampung Sunderland di
Inggris, Kota Tianjin di China, dan Kota Toronto di Canada.5
3 Djohar, Kurikulum yang Mencerdaskan Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif (Jakarta: Kompas Media
Nusantara, 2006), hal. 150-151.
4 Ahmad Musa, Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah, (Salatiga: Yayasan Qaryah Thayyibah, 2006), hal. 11.
5 Ibid., hal. 221-222.
H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif
Nama Penulis tiap Artikel
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 195
B. Kerangka Teoritik
1. Pengembangan Pendidikan Berbasis Masyarakat
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian,
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai hal
tersebut diperlukan adanya daya dukung yang maksimal dari seluruh pihak sesuai dengan
peran dan tanggung-jawab masing-masing, terutama peran aktif dari pihak masyarakat.
Rambu-rambu Pendidikan Berbasis Masyarakat dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal
55, sebagai berikut :
1. Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada
pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan
sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
2. Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksana-
kan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya
sesuai dengan standar nasional pendidikan.
3. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari
penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain
yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis,
subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.
5. Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Menurut Hamalik,6 kurikulum berbasis masyarakat yang bahan kajian dan
pelajarannya ditetapkan di daerah, perlu disesuaikan dengan keadaan lingkungan alam,
sosial, ekonomi, budaya serta kebutuhan pembangunan daerah yang perlu dipelajari oleh
siswa daerah tersebut. Hal itu berguna dalam memberikan kemungkinan pada mereka
untuk akrab dengan lingkungannya juga terhindar dari keterasingan lingkungannya.
2. Pendidikan dan Sekolah Alternatif
Pendidikan dan sekolah alternatif memiliki banyak pengertian dan pemaknaan.
Adanya kata alternatif mengundang banyak penafsiran bagi orang yang ingin
6 Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2006), hal.
131.
H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif
Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……
196 | ISSN: 2356-2447-XIII
menerjemahkan. dan dalam tinjauan ini akan disajikan beberapa pengertian pendidikan
alternatif. Definisi sekolah alternatif adalah sebuah istilah yang lebih luas dibanding
konsep sekolah umum yang diselenggarakan oleh negara atau daerah. Pendidikan
alternatif lebih sebagai bentuk sebuah inisiatif dari sekolah di daerah yaitu sekolah yang
dapat melahirkan ijazah pendidikan atau kerjasama lembaga pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan bagi siswa beresiko yang tidak mampu menyesuaikan
dengan pola sekolah tradisional.
Pendidikan alternatif menggambarkan sejumlah pendekatan pengajaran dan
pembelajaran daripada sekolah tradisional. Pendekatan-pendekatan ini dapat diterapkan
pada seluruh siswa pada segala umur, dari masa anak-anak sampai remaja, pada seluruh
jenjang pendidikan. Dalam definisi tersebut istilah pendidikan alternatif juga dikenal
dengan pendidikan non-tradisional yang mengacu pada pendidikan di luar pendidikan
tradisional untuk seluruh kelompok dan tingkat pendidikan, termasuk desain pendidikan
berkebutuhan khusus, filosofi dan metode alternatif.
Tidak ada yang perlu didefinisikan secara baku di bawah istilah pendidikan alternatif.
Yang ada sebenarnya hanyalah ekspektasi akan sebuah bentuk pendidikan yang berbeda
dari yang kita kenal (pendidikan formal/schooling) pada umumnya. Secara sosio-historis,
pendidikan direduksi fungsi dan maknanya sebagai sebuah bentuk penyekolahan semata,
sebagai akibat dari industrialisasi dan modernisasi. Arti pendidikan yang secara luas
adalah pembelajaran manusia sebagai upaya terus menerus untuk mengenal diri dan
dunianya dalam rangka memerdekakan dirinya sebagai sebuah subyek, direduksi menjadi
pembelajaran formal di dalam sekolah, dengan kebutuhan untuk melengkapi diri dengan
keahlian formal yang memungkinkan seseorang untuk kemudian ikut serta dalam
lapangan kerja.7
Menurut Jery Mintz pendidikan alternatif dapat dikategorikan dalam empat bentuk
pengorganisasian, yaitu: (1). Sekolah publik pilihan (public choice); (2). Sekolah/lembaga
pendidikan publik untuk siswa bermasalah (student at risk); (3). Sekolah/lembaga
pendidikan swasta/independen; dan (4). Pendidikan di rumah (home-based schooling).8
a. Sekolah Publik Pilihan
Sekolah Publik Pilihan; adalah lembaga pendidikan dengan biaya negara (dalam
pengertian sehari-hari disebut sekolah negeri yang menyelenggarakan program belajar dan
pembelajaran yang berbeda dengan dengan program regular/konvensional, namun
mengikuti sejumlah aturan baku yang telah ditentukan. Contoh sekolah publik pilihan
adalah sekolah terbuka/ korespondeni (jarak jauh). Kondisi sekarang adalah SMP
Terbuka, SMU Terbuka, Universitas Terbuka.Contoh lain adalah sekolah yang disebut
sekolah magnet ( magnet school) atau sekolah bibit (seed school). Disebut sekolah magnet
karena sekolah ini menawarkan program unggulan seperti dalam hal olahraga, atau seni.
7 Redaktur Wikipedia, “Wacana Pendidikan Alternatif di Indonesia”, dalam www.id.wikipedia.org/
pendidikan+alternatif & strip=1, 27 Januari 2012
8Yusufhadi Miarso, “Pendidikan Alternatif di Indonesia”, dalam http://teknologipendidikan.wordpress.com/ 2006/09/12/pendidikan-alternatif-di-indonesia/, tanggal 12-09-2006,
diambil 27 Januari 2012.
H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif
Nama Penulis tiap Artikel
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 197
Disebut sekolah bibit karena program pendidikan yang diselenggarakan menghasilkan
siswa-siswa yang mempunyai keunggulan dalam program yang ditekuni.
b. Sekolah/Lembaga Pendidikan Publik untuk Siswa Bermasalah
Sekolah/Lembaga Pendidikan Publik untuk Siswa Bermasalah; pengertian “siswa
bermasalah” di sini meliputi mereka yang: a) tinggal kelas karena lambat belajar, b) nakal
atau mengganggu lingkungan (termasuk lembaga permasyarakatan anak), c) korban
penyalahgunaan narkoba, d) korban trauma dalam keluarga karena perceraian orang tua,
ekonomi, etnis/budaya (termasuk bagi anak suku terasing dan anak jalanan dan
gelandangan), putus sekolah karena berbagai sebab, e) belum pernah mengikuti program
sebelumnya. Namun tidak termasuk di dalamnya sekolah luar biasa yang dibangun untuk
penyandang kelainan fisik dan/atau kelainan mental seperti tuna rungu, tuna netra, tuna
daksa, dan sebagainya.
c. Sekolah/Lembaga Pendidikan Swasta
Sekolah/Lembaga Pendidikan Swasta mempunyai jenis, bentuk dan program yang
sangat beragam, termasuk di dalamnya program pendidikan bercirikan agama seperti
pesantren dan sekolah minggu; lembaga pendidikan bercirikan keterampilan fungsional
seperti kursus atau magang; lembaga pendidikan dengan program perawatan atau
pendidikan usia dini seperti penitipan anak, kelompok bermain dan taman kanak-kanak.
d. Pendidikan di Rumah (Home Schooling)
Pendidikan di Rumah (Home Schooling), termasuk dalam kategori ini adalah
pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap anggota keluarganya
yang masih dalam usia sekolah. Pendidikan ini diselenggarakan sendiri oleh
orangtua/keluarga dengan berbagai pertimbangan, seperti: menjaga anak-anak dari
kontaminasi aliran atau falsafah hidup yang bertentangan dengan tradisi keluarga
(misalnya pendidikan yang diberikan keluarga yang menganut fundalisme agama atau
kepercayaan tertentu); menjaga anak-anak agar selamat/aman dari pengaruh negatif
lingkungan; menyelamatkan anak-anak secara fisik maupun mental dari kelompok
sebayanya; menghemat biaya pendidikan; dan berbagai alasan lainnya.
Ruang lingkup tentang visi, misi, strategi dan aksi pendidikan alternatif serta elemen
umum pendidikan alternatif dapat dijelaskan sebagai berikut:
3. Visi, Misi, Strategi dan Aksi Pendidikan Alternatif di Indonesia
Djoharmengemukakan visi, misi, strategi dan aksi pendidikan alternatif di Indonesia
sebagai berikut:9
a. Visi pendidikan
Visi Pendidikan alternatif di Indonesia adalah “menciptakan lingkungan pendidikan
yang kondusif yang dapat menghasilkan pendidikan menyenangkan dan bermutu sehingga
anak mampu membangun pribadi dan sosial budaya untuk mempersiapkan diri dalam
mengadapi hidup pada masanya.”
b. Misi pendidikan
Secara umum Visi pendidikan Alternatif diarahkan pada upaya
9 Djohar, Kurikulum yang Mencerdaskan, hal. 151-153.
H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif
Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……
198 | ISSN: 2356-2447-XIII
1) Menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif,
2) Mewujudkan pendidikan yang membangun pribadi berkemampuan hidup
mandiri dalam kebersamaan dengan masyarakat,
3) Mewujudkan pendidikan yang mampu membangun manusia berperadaban dan
berbudaya
4) Menciptakan pendidikan yang mampu mengendalikan emosional,
5) Menciptakan pendidikan yang menumbuhkan skill kognitif, afektif dan
psikomotorik,
6) Menciptakan pendidikan yang mengembangkan kreativitas,
7) Menciptakan pendidikan yang mengembangkan multiple intelegensi, h)
Mewujudkan pendidikan yang bermakna,
8) Mewujudkan sistem pendidikan yang integratif.
c. Strategi pendidikan
Strategi Pendidikan alternatif di Indonesia melitputi hal-hal sebagai berikut:
1) Menyelenggarakan pendidikan dengan kondisi lingkungan yang mendidik,
2) Menyelenggarakan proses pembelajaran yang kontekstual dan berbasis
lingkungan,
3) Menyelenggarakan proses pembelajaran yang faktual dan konseptual,
4) Menyelenggarakan pembelajaran yang membangun skill kognitif, efektif dan
psikomotorik, menumbuhkan kreativitas, dan membangun kemampuan untuk
pengendalian emosi,
5) Menyelenggarakan pendidikan yang membangun fungsi hati,
6) Memperbaiki sistem evaluasi pendidikan yang proporsional,
7) Menyelenggarakan pendidikan terpadu antara pendidikan informal, nonformal
dan formal,
8) Menyelenggarakan pendidikan yang dapat mengembangkan multiinteligensi.
d. Aksi pendidikan
Alternatif sebagai berikut;
1) Diciptakan lingkungan sekolah yang dapat mengembangkan diri anak,
2) Guru menciptakan sistem pembelajaran yang mendidik,
3) Guru menerjemahkan kurikulum dengan prosporsional,
4) Guru mengorganisir bahan ajar yang fungsional,
5) Guru menyiapkan objek atau persoalan belajar,
6) Guru menciptakan interaksi belajar siswa yang fungsional,
7) Guru mengembangkan pembelajaran yang demokratis,
8) Guru memonitor belajar siswa,
9) Guru mengenali ciri karakteristik siswa,
10) Guru memfasilitasi belajar siswa secara proporsional,
H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif
Nama Penulis tiap Artikel
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 199
11) Guru mengevaluasi secara proses-otentik melalui observasi.
4. Elemen Umum Sekolah Alternatif
Beberapa elemen umum dalam sekolah alternatif adalah sebagai berikut :
a. Program pendidikan alternatif dapat dilaksanakan sebagai;
1) Program afiliasi satu atau lebih sekolah-sekolah atau daerah,
2) Bagian dari sekolah alternatif induk.
b. Tempat pendidikan alternatif;
1) Bangunan-bangunan sekolah,
2) Komunitas atau pusat rekreasi,
3) Organisasi tetangga,
4) Lembaga komunitas.
c. Komponen-komponen pendidikan alternatif;
1) Pelayanan pembelajaran komunitas,
2) Intensitas monitoring akademik,
3) Partnership dengan lembaga local,
4) Pembelajaran kelompok kecil,
5) Pelatihan kecakapan hidup,
6) Pelatihan resolusi konflik,
7) Partnership dengan organisasi berbasis komunitas,
8) Kerja berbasis kesempatan belajar,
9) Penjadwalan yang fleksibel.
C. Pembahasan
Pengembangan SMP Qaryah Thayyibah sebagai Pendidikan Alternatif Berbasis
Masyarakat
Komitmen pada pemberdayaan masyarakat menjadi titik tekan gerakan pendidikan
ini. Anak dan lingkungan desanya adalah dua hal yang saling membutuhkan. Ke depan
anak akan hidup di lingkungannya maka dia mesti belajar menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Anak didorong untuk belajar bagaimana memperbaiki lingkungan dengan
agenda-agenda penguatan daya dukung sumberdaya agar kehidupan anak kelak bisa
nyaman dan tenteram. Ketika anak berkepentingan meningkatkan kapasitas diri maka
lingkungan sekitar telah menyiapkan diri sebagai sumber pembelajaran demikian juga
sebaliknya, ketika desa berkepentingan terhadap sentuhan-sentuhan pemberdayaan maka
H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif
Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……
200 | ISSN: 2356-2447-XIII
anak-anak sekarang inilah yang menjadi pertaruhan desa untuk di kemudian hari
menyelenggarakan perbaikan-perbaikan dan bukan perusakan.10
Pendidikan bebasis masyarakat adalah satu solusi lebih untuk Indonesia yang masih
kental dengan kultur kekerabatan. Ketika potensi-potensi besar anak desa diambil-alih,
dan diamanfaatkan oleh kepentingan orang atau institusi kota, maka sesungguhnya hal itu
merupakan suatu keprihatinan tersendiri. Pertanyaan kemudian; Kenapa mesti belajar ke
kota kalau sudah susah-susah invest waktu dan biaya untuk transport, pengadaan seragam,
terus sudah sudah sampai di kota (sekolah) diajari, digurui dan dijejali sejumlah pelajaran
yang sebagian besar berbeda dengan kebutuhan anak dan komunitasnya.
Di sekolah tidak terjadi proses belajar, yang terjadi lebih dominan adalah proses
mengajar dan diajar. Dengan demikian, efektivitas penyerapan pengetahuan pun akan
turun drastis sampai tinggal sekitar beberapa persen (banking system). Berbeda dengan
pembelajaran berbasis kebutuhan. Kalau greget butuh atas pengetahuan itu sudah muncul
maka nantinya tak hanya seratus persen, sangat dimungkinkan akan melampaui itu, ketika
kebutuhan atas pengetahuan terpenuhi dapat dipastikan berkembang terus tanpa henti.
Untuk itu dirumuskan prinsip-prinsip dasar pendidikan komunitas sebagai berikut;
1) Membebaskan. Membebaskan berarti keluar dari belenggu legal formalistik yang
selama ini menjadikan pendidikan tidak kritis dan tidak kreatif.
2) Keberpihakan. Adalah ideologi pendidikan itu sendiri, di mana pendidikan dan
pengetahuan hak bagi seluruh warga.
3) Partisipatif. Mengutamakan prinsip partisipatif antara pengelola, murid, keluarga
serta masyarakat dalam merancang bangun sistem pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan.
4) Kurikulum Berbasis Kebutuhan. Belajar adalah bagaimana menjawab kebutuhan
untuk menjaga kelestarian dan memperbaiki kehidupan.
5) Kerjasama. Metodologi pembelajaran yang dibangun selalu berdasarkan
kerjasama dalam proses pembelajaran. Tidak perlu ada lagi sekat-sekat dalam
proses pembelajaran, juga tidak perlu ada dikhotomi guru dan murid, semuanya
adalah murid (orang yang berkemauan belajar). Semuanya adalah tim yang
berproses secara partisipatif.
6) Sistem Evaluasi Berpusat pada Subjek Didik. Puncak keberhasilan subjek
pembelajaran adalah ketika subjek didik menemukan dirinya, berkemampuan
mengevaluasi diri sehingga tahu persis potensi yang dimilikinya dan berikut
mengembangkannya sehingga bermanfaat bagi yang lain.
7) Percaya Diri. Pengakuan atas keberhasilan bergantung pada subjek pembelajaran
itu sendiri. Pengakuan dalam bentuk apapun (termasuk ijazah) tidak perlu dicari.
Pengakuan akan datang dengan sendirinya manakala kapasitas pribadi si subjek
didik meningkat dan bermanfaat bagi yang lain.11
10 Ahmad Bahrudin, “Pengantar; Mari Kembali ke Substansi Belajar”, dalam Pendidikan Alternatif
Qaryah Thayyibah (Yogyakarta: LKIS, 2007), hal. xii.
11 Ibid., hal. xiii-xv.
H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif
Nama Penulis tiap Artikel
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 201
Pada saat ini banyak model pendidikan yang menekankan pada reductionism (belajar
terkotak-kotak), linier thinking (bukan sistem) dan positivism (fisik yang utama), yang
membuat siswa sulit untuk memahami hubungan antara yang dipelajari disekolah dengan
kehidupannya. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem pendidikan yang mampu menyiapkan
generasi yang bisa survival di segala zaman. Diantaranya dengan menerapkan Integrated
Learning atau pembelajaran terpadu, yaitu suatu pembelajaran yang memadukan berbagai
materi dalam satu sajian pembelajaran. Inti pembelajaran ini adalah agar siswa memahami
keterkaitan antara satu materi dengan materi lainnya, antara satu mata pelajaran dengan
mata pelajaran lain. Dari integrated learning inilah muncul istilah integrated curriculum
(kurikulum terpadu). Selain memberikan pengalaman untuk memandang sesuatu dalam
perspektif keseluruhan, juga memberikan motivasi kepada siswa untuk bertanya dan
mengetahui lebih lanjut mengenai materi yang dipelajarinya.
Melalui pendidikan terpadu, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri
(learning to be). Dalam arti dapat memperoleh kebebasan psikologis, mengambil
keputusan yang baik, belajar melalui cara yang sesuai dengan dirinya, memperoleh
kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan karakter dan emosionalnya. Proses
pembelajaran menjadi tanggung jawab personal sekaligus juga menjadi tanggung jawab
kolektif, oleh karena itu strategi pembelajaran lebih diarahkan pada bagaimana mengajar
dan bagaimana orang belajar.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi
pembelajaran terpadu, diantaranya:
1. Menggunakan pendekatan pembelajaran transformatif;
2. Prosedur pembelajaran yang fleksibel;
3. Pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu,
4. Pembelajaran yang bermakna, dan
5. Pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada.12
Dalam pendidikan terpadu, peran dan otoritas guru untuk memimpin dan mengontrol
kegiatan pembelajaran hanya sedikit dan guru lebih banyak berperan sebagai sahabat,
mentor dan fasilitator. Kita bisa mengibaratkan peran guru seperti seorang teman dalam
perjalanan yang telah berpengalaman dan menyenangkan. Sekolah hendaknya menjadi
tempat peserta didik dan guru bekerja guna mencapai tujuan yang saling menguntungkan.
Konsep yang dikembangkan berangkat dari kenyataan yang ada, meliputi isu
lokalitas, rumitnya birokrasi sekolah, persoalan waktu belajar, persoalan biaya, dan
penjagaan mutu. Konsep pilihan yang diterapkan SMP Alternatif Qaryah Thayyibah:13
1. Lokalitas; Sekolah SMP alternatif ini dirancang dengan menggunakan kaidah
lokalitas.
12 Sukatno Abdullah, “Konsep Pendidikan Alternatif”, dalam http://ukhuwahpass. blogspot.com/ 2011/03
/pendidikan.html, diambil 27 Januari 2012. 13 SMP Alternatif Qaryah Thayyibah, “Konsep yang diajukan dalam SLTP Alternatif”, dalam
http://www.pendidikanalternatifsalatiga.com, diambil 20 Januari 2012.
H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif
Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……
202 | ISSN: 2356-2447-XIII
2. Murah; SMP alternatif menawarkan sebuah konsep untuk memangkas beberapa
pos pengeluaran para orang tua siswa sehingga biaya yang harus dikeluarkan
bisa ditekan atau dialokasikan pada sesuatu yang memberi nilai dan manfaat
lebih bagi kemajuan belajar.
3. Memangkas birokrasi yang terlalu rumit; SMP Alternatif menawarkan konsep
birokrasi pendidikan yang memberdayakan siswa didiknya.
4. Efisiensi biaya dan waktu; masih berkaitan dengan konsep lokalitas ada konsep
penting lainnya yang diajukan, yaitu upaya memikirkan keberlanjutan
pendidikan anak-anak.
5. Penjagaan mutu; mutu pendidikan merupakan hal yang harus diperhatikan.
6. Partisipasi aktif orang tua/wali siswa
7. Pemberdayaan; membuat usaha produktif yang berprospektif ramah lingkungan
guna peningkatan pendapatan.
SMP Qaryah Thayyibah dikatakan alternatif karena selama ini sistem pendidikan kita
masih membelenggu, dingin, birokratis, dan tidak berpihak (terutama pada kaum miskin
dan warga desa). Sebagai konsep tandingannya, Sekolah Menengah Pertama Qaryah
Thayyibah (SMPQT) menawarkan prinsip pendidikan alternatif sebagai berikut;
1. Pendidikan dilandasi semangat membebaskan, dan semangat perubahan ke arah
yang lebih baik. Membebaskan berarti keluar dari belenggu legal formalistik
yang selama ini menjadikan pendidikan tidak kritis, dan tidak kreatif, sedangkan
semangat perubahan lebih diartikan pada kesatuan belajar dan mengajar, siapa
yang lebih tahu mengajari yang belum paham.
2. Keberpihakan, adalah ideologi pendidikan itu sendiri, dimana akses keluarga
miskin berhak atas pendidikan dan memperoleh pengetahuan.
3. Metodologi yang dibangun selalu berdasarkan kegembiraan murid dan guru
dalam proses belajar mengajar, kegembiraan ini akan muncul apabila ruang
sekat antara guru-murid tidak dibatasi, keduanya adalah tim, berproses secara
partisipatif, guru sekedar fasilitator dalam meramu kurikulum.
4. Mengutamakan prinsip partisipatif antara pengelola sekolah, guru, siswa, wali
murid, masyarakat dan lingkungannya dalam merancang bangun sistem
pendidikan yang sesuai kebutuhan.14
Prinsip-prinsip inilah yang kemudian diturunkan dalam sebuah konsep pendidikan
alternatif, bagaimana guru, pengelola, siswa, sarana penunjang dan lingkungannya, saling
berinteraksi: 15
14 Ibid.
15 Muchammad Solahudin, “Pengembangan Kurikulum Berbasis Masyarakat di SMP Alternatif Qaryah Thayyibah Salatiga Jateng”,Posted 31 Oktober 2010, dalam http://hipkin.or.id/?tag=sekolah-dan-pendidikan-
alternatif, dikutip 25 Januari 2012.
H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif
Nama Penulis tiap Artikel
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 203
1. Guru
a. Sebagai syarat utama pendidikan alternatif, guru dan pengelola harus memiliki
idealisme dan komitmen tinggi untuk selalu berpihak pada kemiskinan dan
lingkungan.
b. Guru memahami metodologi pendidikan, punya kerangka berfikir yang terbuka.
c. Menguasai materi yang akan diajarkan, namun tetap menempatkan siswa sebagai
tim yang secara bersama-sama berproses dalam belajar
d. Memahami analisis sosial, sehingga kebutuhan siswa dan masyarakat di
lingkungan desanya terpenuhi
e. Memposisikan diri mengajar disertai belajar. Sehingga secara terus menerus
memperbaiki kekurangan-kekurangan.
2. Siswa
a. Pemahaman bukan hapalan, mengetahui tidak sama dengan menelan
pengetahuan mentah-mentah.
b. Kontekstual, sesuai kebutuhan, pemanfaatan lingkungan sebagai media belajar
aktif, dialami sendiri dalam kesehariannya.
c. Muncul semangat kebersamaan. Bagi yang berprestasi secara bersama-sama
disepakati diberi penghargaan, siapa yang tahu mengajari yang belum tahu,
saling mengevaluasi antar siswa.
d. Kecerdasan siswa tidak hanya diukur dari nilai (kecerdasan intelektual), tetapi
sejauh mana tingkat emosionalnya dan kecerdasan religinya.
e. Siswa selalu gembira sehingga akan muncul inovasi dan kreatifitas karena proses
belajar tidak penuh tekanan.
3. Sarana Penunjang
Sarana penunjang pendidikan alternatif tidaklah mengharapkan gedung yang hebat,
pagar tembok tinggi, seragam mewah, namun bagaimana seorang siswa berfikir global
bertindak lokal. Di antara sarana yang diprioritaskan harus ada adalah:
a. IT (Informasi dan Teknologi), lebih spesifik adalah internet, seorang siswa akan
menjelajahi pengetahuan tidak hanya sebatas buku paket, tapi ia akan lebih
banyak memahami dan mencari pengetahuannya secara terbuka dan bebas.
b. Pemanfaatan lingkungan sebagai media belajar, siswa secara langsung
bersentuhan dengan pertanian, home industri, konservasi alam, air, warung desa,
dan sebagainya.
c. Tokoh penggerak desa, ini menjadi penting karena dialah yang menjadi fasilitator
sekaligus mediator bagi lembaga sekolah, masyarakat, pemerintah lokal, dan
pihak-pihak lainnya yang terkait dengan sekolah.
4. Lingkungan Sekolah
Institusi sekolah dikelola dengan prinsip alam dan lingkungan sebagai laboratorium
raksasa, arena hidup yang nyata, plural, terus berkembang dan berubah. Prinsip inilah
H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif
Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……
204 | ISSN: 2356-2447-XIII
yang menjadi pegangan agar lembaga sekolah selalu dinamis dan progresif dalam
perjalanannya, tidak mandeg tetapi terus menyesuaikan perkembangan masyarakat. SMP
Alternatif merupakan lembaga pendidikan yang didirikan atas prakarsa masyarakat
Kalibening, kemudian didukung beberapa orang luar yang faham realita pendidikan.
D. Kesimpulan
Pengembanagn pendidikan alternatif berbasis masyarakat di SMP Alternatif Qaryah
Thayyibah dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan
melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan
pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
2. Pendidikan alternatif menggambarkan sejumlah pendekatan pengajaran dan
pembelajaran daripada sekolah tradisional. Pendekatan-pendekatan ini dapat
diterapkan pada seluruh siswa pada segala umur, dari masa anak-anak sampai
remaja, pada seluruh jenjang pendidikan.
3. Pengembangan pendidikan alternatif berbasis masyarakat yang diterapkan SMP
Alternatif Qaryah Thayyibah menekankan pengembangan pada; penggunaan
unsur-unsur lokal, murah, pemangkasan birokrasi yang terlalu rumit, efisiensi
biaya dan waktu, penjagaan mutu, partisipasi aktif orang tua dan pemberdayaan
lingkungan.
Daftar Pustaka
Bahrudin, Ahmad. Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah, Yogyakarta: LKIS, 2007.
Djohar, Kurikulum yang Mencerdaskan Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif.
Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2007.
Diknas, Rencana Strategis Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan
Nonformal. Jakarta: Dirjen PMPTP, 2006.
Hamalik, Oemar. Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung : Remaja Rosda
Karya, 2006.
Miarso, Yusufhadi. “Pendidikan Alternatif di Indonesia”, dalam
http://teknologipendidikan.wordpress.com/2006/09/12/pendidikan-alternatif-di-
indonesia/, tanggal 12-09-2006, diambil 27 Januari 2012.
Musa, Ahmad. Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah, Salatiga: Yayasan Qaryah
Thayyibah, 2006.
SMP Alternatif Qaryah Thayyibah, “Konsep yang diajukan dalam SLTP Alternatif”,
dalam http://www.pendidikanalternatifsalatiga.com, dikutip 20 Januari 2012.
Solahudin, Muchammad, “Pengembangan Kurikulum Berbasis Masyarakat di SMP
Alternatif Qaryah Thayyibah Salatiga Jateng”, Posted 31 Oktober 2010, dalam
http://hipkin.or.id/?tag=sekolah-dan-pendidikan-alternatif, dikutip 27 Januari 2012.
Sukatno Abdullah, “Konsep Pendidikan Alternatif”, dalamhttp://ukhuwahpass.
blogspot.com/ 2011/03 /pendidikan.html, diambil 27 Januari 2012.
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif