13
192 | ISSN: 2356-2447-XIII PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ALTERNATIF BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di SMP Qaryah Thayyibah Salatiga) H. Noor Aziz Dosen Tetap Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo, Kandidat Doktor UIN Sunan Kalijaga Abstrak Pendidikan alternatif menggambarkan sejumlah pendekatan pengajaran dan pembelajaran daripada sekolah tradisional. Pendekatan-pendekatan ini dapat diterapkan pada seluruh siswa pada segala umur, dari masa anak-anak sampai remaja, pada seluruh jenjang pendidikan. Dalam definisi tersebut istilah pendidikan alternatif juga dikenal dengan pendidikan non-tradisional yang mengacu pada pendidikan di luar pendidikan tradisional untuk seluruh kelompok dan tingkat pendidikan, termasuk desain pendidikan berkebutuhan khusus, filosofi dan metode alternatif. Visi pendidikan alternatif di Indonesia adalah “menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif yang dapat menghasilkan pendidikan menyenangkan dan bermutu sehingga anak mampu membangun pribadi dan sosial budaya untuk mempersiapkan diri dalam mengadapi hidup pada masanya.” Adapun Misi pendidikan diarahkan pada upaya: Menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif, Mewujudkan pendidikan yang membangun pribadi berkemampuan hidup mandiri dalam kebersamaan dengan masyarakat, Mewujudkan pendidikan yang mampu membangun manusia berperadaban dan berbudaya, Menciptakan pendidikan yang mampu mengendalikan emosional, menciptakan pendidikan yang menumbuhkan skill kognitif, afektif dan psikomotorik, Menciptakan pendidikan yang mengembangkan kreativitas, Menciptakan pendidikan yang mengembangkan multiple intelegensi, Mewujudkan pendidikan yang bermakna, dan Mewujudkan sistem pendidikan yang integratif. Kata Kunci : Pendidikan Alternatif, Masyarakat A. Pendahuluan Masyarakat memiliki peranan dan tanggung-jawab yang sangat besar dalam proses pengembangan pendidikan, mengingat sekolah adalah miniatur masyarakat yang kelak menjadi pencetak generasi penerus dalam melestarikan warisan budaya. Tulisan ini meletakkan pola, konsep, strategi dan landasan masyarakat dalam peranannya mengembangkan pendidikan alternatif. Sekolah alternatif memiliki latar-belakang dan tujuan yang berbeda dengan sekolah konvensional sehingga memiliki karakteristik dan pola pengembangan yang berbeda pula. Era 1998 sebagai suatu masa lahirnya gerakan di Indonesia seakan menjadi cahaya impian yang akan memberikan banyak perubahan kehidupan bagi bangsa ini, khususnya pada wilayah pendidikan nasional. Akan tetapi yang terjadi kemudian justru pendidikan yang ambiguitas, yang dapat digambarkan sebagai berikut; 1. Goal setting yang ingin dicapai dari sistem pendidikan nasional. Pendidikan yang pada dasarnya bervisi utama untuk mencerdaskan anak bangsa dan mengembangkan nalar intelektual dan nalar kreatif pada tahapan yang lebih

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ALTERNATIF …abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember 2014/12.pdf · remaja, pada seluruh jenjang ... meletakkan pola, konsep, ... awal periode

Embed Size (px)

Citation preview

Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……

192 | ISSN: 2356-2447-XIII

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ALTERNATIF BERBASIS

MASYARAKAT

(Studi Kasus di SMP Qaryah Thayyibah Salatiga)

H. Noor Aziz Dosen Tetap Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UNSIQ Jawa

Tengah di Wonosobo, Kandidat Doktor UIN Sunan Kalijaga

Abstrak

Pendidikan alternatif menggambarkan sejumlah pendekatan pengajaran dan

pembelajaran daripada sekolah tradisional. Pendekatan-pendekatan ini dapat

diterapkan pada seluruh siswa pada segala umur, dari masa anak-anak sampai

remaja, pada seluruh jenjang pendidikan. Dalam definisi tersebut istilah pendidikan

alternatif juga dikenal dengan pendidikan non-tradisional yang mengacu pada

pendidikan di luar pendidikan tradisional untuk seluruh kelompok dan tingkat

pendidikan, termasuk desain pendidikan berkebutuhan khusus, filosofi dan metode

alternatif.

Visi pendidikan alternatif di Indonesia adalah “menciptakan lingkungan pendidikan

yang kondusif yang dapat menghasilkan pendidikan menyenangkan dan bermutu

sehingga anak mampu membangun pribadi dan sosial budaya untuk mempersiapkan

diri dalam mengadapi hidup pada masanya.” Adapun Misi pendidikan diarahkan

pada upaya: Menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif, Mewujudkan

pendidikan yang membangun pribadi berkemampuan hidup mandiri dalam

kebersamaan dengan masyarakat, Mewujudkan pendidikan yang mampu

membangun manusia berperadaban dan berbudaya, Menciptakan pendidikan yang

mampu mengendalikan emosional, menciptakan pendidikan yang menumbuhkan

skill kognitif, afektif dan psikomotorik, Menciptakan pendidikan yang

mengembangkan kreativitas, Menciptakan pendidikan yang mengembangkan

multiple intelegensi, Mewujudkan pendidikan yang bermakna, dan Mewujudkan

sistem pendidikan yang integratif.

Kata Kunci : Pendidikan Alternatif, Masyarakat

A. Pendahuluan

Masyarakat memiliki peranan dan tanggung-jawab yang sangat besar dalam proses

pengembangan pendidikan, mengingat sekolah adalah miniatur masyarakat yang kelak

menjadi pencetak generasi penerus dalam melestarikan warisan budaya. Tulisan ini

meletakkan pola, konsep, strategi dan landasan masyarakat dalam peranannya

mengembangkan pendidikan alternatif. Sekolah alternatif memiliki latar-belakang dan

tujuan yang berbeda dengan sekolah konvensional sehingga memiliki karakteristik dan

pola pengembangan yang berbeda pula.

Era 1998 sebagai suatu masa lahirnya gerakan di Indonesia seakan menjadi cahaya

impian yang akan memberikan banyak perubahan kehidupan bagi bangsa ini, khususnya

pada wilayah pendidikan nasional. Akan tetapi yang terjadi kemudian justru pendidikan

yang ambiguitas, yang dapat digambarkan sebagai berikut;

1. Goal setting yang ingin dicapai dari sistem pendidikan nasional. Pendidikan yang

pada dasarnya bervisi utama untuk mencerdaskan anak bangsa dan

mengembangkan nalar intelektual dan nalar kreatif pada tahapan yang lebih

Nama Penulis tiap Artikel

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 193

tinggi. Namun nyatanya adalah lahirnya tipe mechanic student dimana setiap

anak diposisikan pada orientasi pasar sehingga pendidikan bukan lagi berbasis

keilmuan dan kebutuhan bakat anak didik.

2. Munculnya mitologi ruang pendidikan yang dikukuhkan dengan ritual

pendidikan. Ritual pendidikan ini merupakan perilaku pendidikan pada setiap

awal periode kalender akademik di mana anak didik selalu dihadapkan pada

ritual kompetisi, pemilihan sekolah favorit, pemakaian seragam baru dan

segudang ritual lain. Seandainya ritual ini tidak dijalankan maka mitologi

pendidikan akan memerankan perannya yakni anak akan celaka karena tidak

mempunyai ‘azimat’ dari sekolah berupa ijazah.

3. Ambiguitas kebijakan pemerintah yang sebenarnya sebagai pengelola potensi

anak bangsa, namun pemerintah justru menjadi mitos pendidikan. Pemerintah

dengan sangat percaya diri memilih posisi lebih berpihak pada kalangan elite.1

Secara eksternal dapat diamati bahwa tingkat pencapaian pendidikan di Indonesia

belum maksimal, terbukti dengan masih banyaknya angka pengangguran akibat naiknya

angka putus sekolah. Beberapa faktor penyebab meningkatnya angka putus sekolah

diakibatkan oleh biaya persekolahan yang relatif mahal. Tidak semua orang tua mampu

memenuhi biaya sekolah bagi anak-anaknya. Hanya masyarakat yang memiliki harta lebih

yang mampu meneruskan sekolah anak-anaknya.

Adanya siswa yang tidak dapat menyelesaikan pendidikan dasar selama 9 tahun

disebabkan oleh tiga kemungkinan. Pertama, adanya siswa yang mengulang kelas. Siswa

yang mengulang kelas memerlukan waktu yang lebih lama dari 9 tahun untuk

menyelesaikan pendidikan dasar. Kedua, adanya siswa putus sekolah, baik di tingkat

SD/MI maupun di SMP/MTs. Kalau siswa putus sekolah tidak ditampung pada lembaga

pendidikan alternatif lainnya, maka mereka tidak akan menyelesaikan pendidikan

dasar. Ketiga, lulusan SD/MI atau yang setara yang tidak melanjutkan ke SMP/MTs atau

yang setara. Jika lulusan tersebut tidak ditampung di lembaga pendidikan manapun,

termasuk pendidikan luar sekolah, maka mereka tidak akan dapat menyelesaikan

pendidikan dasar, terutama yang terjadi di tingkat SD/MI mejadi faktor potensial untuk

menjadi warga buta aksara, yang akan menjadi beban sosial di kemudian hari.2

Beberapa kelemahan sistem pendidikan kita saat ini dapat dikategorikan menjadi

beberapa kelompok besar, antara lain ialah:

1. Lingkungan kita belum mendidik,

2. Pendidikan kita belum memperhatikan ciri anak,

3. Siswa dibebani biaya pendidikan,

4. Belum ada integrasi sistem pendidikan antara pendidikan informal, nonformal

dan formal,

5. Pendidikan kita cenderung diskriminatif,

1 Ahmad Bahrudin, “Pengantar Redaksi”, dalam Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah (Yogyakarta:

LKIS, 2007), hal. v-vi. 2 Diknas, Rencana Strategis Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal.

(Jakarta: Dirjen PMPTP, 2006), hal. 26-27.

H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif

Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……

194 | ISSN: 2356-2447-XIII

6. Pembelajaran kita masih konvensional,

7. Pengajaran kita, belum memiliki muatan pendidikan,

8. Pola pendidikan kita belum mengarah kepada strategi membangun budaya,

9. Pendidikan kita belum menyenangkan siswa, belum memerdekakan bahkan

terasa membelenggu,

10. Belum terjadi proses pembelajaran yang bermakna,

11. Pendidikan kita didominasi oleh kegiatan mengajar,

12. Pendidikan kita cenderung berorientasi kepada intelektualitas,

13. Kita belum melakukan evaluasi hasil pendidikan,

14. Pendidikan kita pada jangka panjang harus mengintegrasikan antara ilmu dan

agama yang keduanya untuk keselamatan manusia pada umumnya.3

Selanjutnya UU Sisdiknas telah menjelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai

hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan berkesempatan

meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Masyarakat sebaiknya banyak berperan serta

dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan.

Masyarakat juga berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam

penyelenggaraan pendidikan. Respon atas kondisi pendidikan diatas pada akhirnya

melahirkan gagasan dari berbagai pihak untuk menyelenggarakan persekolahan,

pendidikan dan pembelajaran yang bersifat unggulan, sebagai alternatif pemecahan

masalah pendidikan di Indonesia.

Berdasarkan pada deskripsi di atas, menjadikan warga masyarakat Desa Kalibening

yang berada di kaki Gunung Merbabu melakukan perenungan serius atas berbagai kasus

kolektif yang menimpa sebagian besar anak mereka yang tidak mampu melanjutkan ke

jenjang pendidikan berikutnya karena alasan biaya. Disamping itu, sebagian besar

masyarakat memiliki pemahaman yang sama bahwa untuk menjadi manusia yang pintar,

cerdas dan bermanfaat tidaklah harus mendasarkan dan bersandar pada sekolah. Terlebih

lagi dengan melihat fenomena semakin pudarnya ikatan emosional terhadap kultur

masyarakat. Sementara, akar masyarakat merupakan norma yang terhitung fundamental.4

Berawal dari paguyuban petani desa yang memiliki keresahan sama itulah kemudian

muncul gagasan untuk membuat sekolah berbasis masyarakat. SMP Alternatif Qaryah

Thayyibah di Kalibening Salatiga Jawa Tengah sejajar dengan Tujuh Intellegent

Communities sebagai keajaiban dunia yang terpilih sebagai pengguna ICT terbaik di dunia

tahun 2005. Kampung Issy-Les Moulienauk di Perancis, Kecamatan Mitaka di Tokyo,

Kecamatan Pirai di Brazil, sebuah kampung di Singapura, Kampung Sunderland di

Inggris, Kota Tianjin di China, dan Kota Toronto di Canada.5

3 Djohar, Kurikulum yang Mencerdaskan Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif (Jakarta: Kompas Media

Nusantara, 2006), hal. 150-151.

4 Ahmad Musa, Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah, (Salatiga: Yayasan Qaryah Thayyibah, 2006), hal. 11.

5 Ibid., hal. 221-222.

H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif

Nama Penulis tiap Artikel

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 195

B. Kerangka Teoritik

1. Pengembangan Pendidikan Berbasis Masyarakat

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian,

pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai hal

tersebut diperlukan adanya daya dukung yang maksimal dari seluruh pihak sesuai dengan

peran dan tanggung-jawab masing-masing, terutama peran aktif dari pihak masyarakat.

Rambu-rambu Pendidikan Berbasis Masyarakat dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal

55, sebagai berikut :

1. Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada

pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan

sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.

2. Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksana-

kan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya

sesuai dengan standar nasional pendidikan.

3. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari

penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain

yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis,

subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah

dan/atau pemerintah daerah.

5. Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan

pemerintah.

Menurut Hamalik,6 kurikulum berbasis masyarakat yang bahan kajian dan

pelajarannya ditetapkan di daerah, perlu disesuaikan dengan keadaan lingkungan alam,

sosial, ekonomi, budaya serta kebutuhan pembangunan daerah yang perlu dipelajari oleh

siswa daerah tersebut. Hal itu berguna dalam memberikan kemungkinan pada mereka

untuk akrab dengan lingkungannya juga terhindar dari keterasingan lingkungannya.

2. Pendidikan dan Sekolah Alternatif

Pendidikan dan sekolah alternatif memiliki banyak pengertian dan pemaknaan.

Adanya kata alternatif mengundang banyak penafsiran bagi orang yang ingin

6 Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2006), hal.

131.

H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif

Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……

196 | ISSN: 2356-2447-XIII

menerjemahkan. dan dalam tinjauan ini akan disajikan beberapa pengertian pendidikan

alternatif. Definisi sekolah alternatif adalah sebuah istilah yang lebih luas dibanding

konsep sekolah umum yang diselenggarakan oleh negara atau daerah. Pendidikan

alternatif lebih sebagai bentuk sebuah inisiatif dari sekolah di daerah yaitu sekolah yang

dapat melahirkan ijazah pendidikan atau kerjasama lembaga pendidikan yang

menyelenggarakan pendidikan bagi siswa beresiko yang tidak mampu menyesuaikan

dengan pola sekolah tradisional.

Pendidikan alternatif menggambarkan sejumlah pendekatan pengajaran dan

pembelajaran daripada sekolah tradisional. Pendekatan-pendekatan ini dapat diterapkan

pada seluruh siswa pada segala umur, dari masa anak-anak sampai remaja, pada seluruh

jenjang pendidikan. Dalam definisi tersebut istilah pendidikan alternatif juga dikenal

dengan pendidikan non-tradisional yang mengacu pada pendidikan di luar pendidikan

tradisional untuk seluruh kelompok dan tingkat pendidikan, termasuk desain pendidikan

berkebutuhan khusus, filosofi dan metode alternatif.

Tidak ada yang perlu didefinisikan secara baku di bawah istilah pendidikan alternatif.

Yang ada sebenarnya hanyalah ekspektasi akan sebuah bentuk pendidikan yang berbeda

dari yang kita kenal (pendidikan formal/schooling) pada umumnya. Secara sosio-historis,

pendidikan direduksi fungsi dan maknanya sebagai sebuah bentuk penyekolahan semata,

sebagai akibat dari industrialisasi dan modernisasi. Arti pendidikan yang secara luas

adalah pembelajaran manusia sebagai upaya terus menerus untuk mengenal diri dan

dunianya dalam rangka memerdekakan dirinya sebagai sebuah subyek, direduksi menjadi

pembelajaran formal di dalam sekolah, dengan kebutuhan untuk melengkapi diri dengan

keahlian formal yang memungkinkan seseorang untuk kemudian ikut serta dalam

lapangan kerja.7

Menurut Jery Mintz pendidikan alternatif dapat dikategorikan dalam empat bentuk

pengorganisasian, yaitu: (1). Sekolah publik pilihan (public choice); (2). Sekolah/lembaga

pendidikan publik untuk siswa bermasalah (student at risk); (3). Sekolah/lembaga

pendidikan swasta/independen; dan (4). Pendidikan di rumah (home-based schooling).8

a. Sekolah Publik Pilihan

Sekolah Publik Pilihan; adalah lembaga pendidikan dengan biaya negara (dalam

pengertian sehari-hari disebut sekolah negeri yang menyelenggarakan program belajar dan

pembelajaran yang berbeda dengan dengan program regular/konvensional, namun

mengikuti sejumlah aturan baku yang telah ditentukan. Contoh sekolah publik pilihan

adalah sekolah terbuka/ korespondeni (jarak jauh). Kondisi sekarang adalah SMP

Terbuka, SMU Terbuka, Universitas Terbuka.Contoh lain adalah sekolah yang disebut

sekolah magnet ( magnet school) atau sekolah bibit (seed school). Disebut sekolah magnet

karena sekolah ini menawarkan program unggulan seperti dalam hal olahraga, atau seni.

7 Redaktur Wikipedia, “Wacana Pendidikan Alternatif di Indonesia”, dalam www.id.wikipedia.org/

pendidikan+alternatif & strip=1, 27 Januari 2012

8Yusufhadi Miarso, “Pendidikan Alternatif di Indonesia”, dalam http://teknologipendidikan.wordpress.com/ 2006/09/12/pendidikan-alternatif-di-indonesia/, tanggal 12-09-2006,

diambil 27 Januari 2012.

H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif

Nama Penulis tiap Artikel

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 197

Disebut sekolah bibit karena program pendidikan yang diselenggarakan menghasilkan

siswa-siswa yang mempunyai keunggulan dalam program yang ditekuni.

b. Sekolah/Lembaga Pendidikan Publik untuk Siswa Bermasalah

Sekolah/Lembaga Pendidikan Publik untuk Siswa Bermasalah; pengertian “siswa

bermasalah” di sini meliputi mereka yang: a) tinggal kelas karena lambat belajar, b) nakal

atau mengganggu lingkungan (termasuk lembaga permasyarakatan anak), c) korban

penyalahgunaan narkoba, d) korban trauma dalam keluarga karena perceraian orang tua,

ekonomi, etnis/budaya (termasuk bagi anak suku terasing dan anak jalanan dan

gelandangan), putus sekolah karena berbagai sebab, e) belum pernah mengikuti program

sebelumnya. Namun tidak termasuk di dalamnya sekolah luar biasa yang dibangun untuk

penyandang kelainan fisik dan/atau kelainan mental seperti tuna rungu, tuna netra, tuna

daksa, dan sebagainya.

c. Sekolah/Lembaga Pendidikan Swasta

Sekolah/Lembaga Pendidikan Swasta mempunyai jenis, bentuk dan program yang

sangat beragam, termasuk di dalamnya program pendidikan bercirikan agama seperti

pesantren dan sekolah minggu; lembaga pendidikan bercirikan keterampilan fungsional

seperti kursus atau magang; lembaga pendidikan dengan program perawatan atau

pendidikan usia dini seperti penitipan anak, kelompok bermain dan taman kanak-kanak.

d. Pendidikan di Rumah (Home Schooling)

Pendidikan di Rumah (Home Schooling), termasuk dalam kategori ini adalah

pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap anggota keluarganya

yang masih dalam usia sekolah. Pendidikan ini diselenggarakan sendiri oleh

orangtua/keluarga dengan berbagai pertimbangan, seperti: menjaga anak-anak dari

kontaminasi aliran atau falsafah hidup yang bertentangan dengan tradisi keluarga

(misalnya pendidikan yang diberikan keluarga yang menganut fundalisme agama atau

kepercayaan tertentu); menjaga anak-anak agar selamat/aman dari pengaruh negatif

lingkungan; menyelamatkan anak-anak secara fisik maupun mental dari kelompok

sebayanya; menghemat biaya pendidikan; dan berbagai alasan lainnya.

Ruang lingkup tentang visi, misi, strategi dan aksi pendidikan alternatif serta elemen

umum pendidikan alternatif dapat dijelaskan sebagai berikut:

3. Visi, Misi, Strategi dan Aksi Pendidikan Alternatif di Indonesia

Djoharmengemukakan visi, misi, strategi dan aksi pendidikan alternatif di Indonesia

sebagai berikut:9

a. Visi pendidikan

Visi Pendidikan alternatif di Indonesia adalah “menciptakan lingkungan pendidikan

yang kondusif yang dapat menghasilkan pendidikan menyenangkan dan bermutu sehingga

anak mampu membangun pribadi dan sosial budaya untuk mempersiapkan diri dalam

mengadapi hidup pada masanya.”

b. Misi pendidikan

Secara umum Visi pendidikan Alternatif diarahkan pada upaya

9 Djohar, Kurikulum yang Mencerdaskan, hal. 151-153.

H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif

Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……

198 | ISSN: 2356-2447-XIII

1) Menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif,

2) Mewujudkan pendidikan yang membangun pribadi berkemampuan hidup

mandiri dalam kebersamaan dengan masyarakat,

3) Mewujudkan pendidikan yang mampu membangun manusia berperadaban dan

berbudaya

4) Menciptakan pendidikan yang mampu mengendalikan emosional,

5) Menciptakan pendidikan yang menumbuhkan skill kognitif, afektif dan

psikomotorik,

6) Menciptakan pendidikan yang mengembangkan kreativitas,

7) Menciptakan pendidikan yang mengembangkan multiple intelegensi, h)

Mewujudkan pendidikan yang bermakna,

8) Mewujudkan sistem pendidikan yang integratif.

c. Strategi pendidikan

Strategi Pendidikan alternatif di Indonesia melitputi hal-hal sebagai berikut:

1) Menyelenggarakan pendidikan dengan kondisi lingkungan yang mendidik,

2) Menyelenggarakan proses pembelajaran yang kontekstual dan berbasis

lingkungan,

3) Menyelenggarakan proses pembelajaran yang faktual dan konseptual,

4) Menyelenggarakan pembelajaran yang membangun skill kognitif, efektif dan

psikomotorik, menumbuhkan kreativitas, dan membangun kemampuan untuk

pengendalian emosi,

5) Menyelenggarakan pendidikan yang membangun fungsi hati,

6) Memperbaiki sistem evaluasi pendidikan yang proporsional,

7) Menyelenggarakan pendidikan terpadu antara pendidikan informal, nonformal

dan formal,

8) Menyelenggarakan pendidikan yang dapat mengembangkan multiinteligensi.

d. Aksi pendidikan

Alternatif sebagai berikut;

1) Diciptakan lingkungan sekolah yang dapat mengembangkan diri anak,

2) Guru menciptakan sistem pembelajaran yang mendidik,

3) Guru menerjemahkan kurikulum dengan prosporsional,

4) Guru mengorganisir bahan ajar yang fungsional,

5) Guru menyiapkan objek atau persoalan belajar,

6) Guru menciptakan interaksi belajar siswa yang fungsional,

7) Guru mengembangkan pembelajaran yang demokratis,

8) Guru memonitor belajar siswa,

9) Guru mengenali ciri karakteristik siswa,

10) Guru memfasilitasi belajar siswa secara proporsional,

H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif

Nama Penulis tiap Artikel

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 199

11) Guru mengevaluasi secara proses-otentik melalui observasi.

4. Elemen Umum Sekolah Alternatif

Beberapa elemen umum dalam sekolah alternatif adalah sebagai berikut :

a. Program pendidikan alternatif dapat dilaksanakan sebagai;

1) Program afiliasi satu atau lebih sekolah-sekolah atau daerah,

2) Bagian dari sekolah alternatif induk.

b. Tempat pendidikan alternatif;

1) Bangunan-bangunan sekolah,

2) Komunitas atau pusat rekreasi,

3) Organisasi tetangga,

4) Lembaga komunitas.

c. Komponen-komponen pendidikan alternatif;

1) Pelayanan pembelajaran komunitas,

2) Intensitas monitoring akademik,

3) Partnership dengan lembaga local,

4) Pembelajaran kelompok kecil,

5) Pelatihan kecakapan hidup,

6) Pelatihan resolusi konflik,

7) Partnership dengan organisasi berbasis komunitas,

8) Kerja berbasis kesempatan belajar,

9) Penjadwalan yang fleksibel.

C. Pembahasan

Pengembangan SMP Qaryah Thayyibah sebagai Pendidikan Alternatif Berbasis

Masyarakat

Komitmen pada pemberdayaan masyarakat menjadi titik tekan gerakan pendidikan

ini. Anak dan lingkungan desanya adalah dua hal yang saling membutuhkan. Ke depan

anak akan hidup di lingkungannya maka dia mesti belajar menyesuaikan diri dengan

lingkungan. Anak didorong untuk belajar bagaimana memperbaiki lingkungan dengan

agenda-agenda penguatan daya dukung sumberdaya agar kehidupan anak kelak bisa

nyaman dan tenteram. Ketika anak berkepentingan meningkatkan kapasitas diri maka

lingkungan sekitar telah menyiapkan diri sebagai sumber pembelajaran demikian juga

sebaliknya, ketika desa berkepentingan terhadap sentuhan-sentuhan pemberdayaan maka

H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif

Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……

200 | ISSN: 2356-2447-XIII

anak-anak sekarang inilah yang menjadi pertaruhan desa untuk di kemudian hari

menyelenggarakan perbaikan-perbaikan dan bukan perusakan.10

Pendidikan bebasis masyarakat adalah satu solusi lebih untuk Indonesia yang masih

kental dengan kultur kekerabatan. Ketika potensi-potensi besar anak desa diambil-alih,

dan diamanfaatkan oleh kepentingan orang atau institusi kota, maka sesungguhnya hal itu

merupakan suatu keprihatinan tersendiri. Pertanyaan kemudian; Kenapa mesti belajar ke

kota kalau sudah susah-susah invest waktu dan biaya untuk transport, pengadaan seragam,

terus sudah sudah sampai di kota (sekolah) diajari, digurui dan dijejali sejumlah pelajaran

yang sebagian besar berbeda dengan kebutuhan anak dan komunitasnya.

Di sekolah tidak terjadi proses belajar, yang terjadi lebih dominan adalah proses

mengajar dan diajar. Dengan demikian, efektivitas penyerapan pengetahuan pun akan

turun drastis sampai tinggal sekitar beberapa persen (banking system). Berbeda dengan

pembelajaran berbasis kebutuhan. Kalau greget butuh atas pengetahuan itu sudah muncul

maka nantinya tak hanya seratus persen, sangat dimungkinkan akan melampaui itu, ketika

kebutuhan atas pengetahuan terpenuhi dapat dipastikan berkembang terus tanpa henti.

Untuk itu dirumuskan prinsip-prinsip dasar pendidikan komunitas sebagai berikut;

1) Membebaskan. Membebaskan berarti keluar dari belenggu legal formalistik yang

selama ini menjadikan pendidikan tidak kritis dan tidak kreatif.

2) Keberpihakan. Adalah ideologi pendidikan itu sendiri, di mana pendidikan dan

pengetahuan hak bagi seluruh warga.

3) Partisipatif. Mengutamakan prinsip partisipatif antara pengelola, murid, keluarga

serta masyarakat dalam merancang bangun sistem pendidikan yang sesuai

dengan kebutuhan.

4) Kurikulum Berbasis Kebutuhan. Belajar adalah bagaimana menjawab kebutuhan

untuk menjaga kelestarian dan memperbaiki kehidupan.

5) Kerjasama. Metodologi pembelajaran yang dibangun selalu berdasarkan

kerjasama dalam proses pembelajaran. Tidak perlu ada lagi sekat-sekat dalam

proses pembelajaran, juga tidak perlu ada dikhotomi guru dan murid, semuanya

adalah murid (orang yang berkemauan belajar). Semuanya adalah tim yang

berproses secara partisipatif.

6) Sistem Evaluasi Berpusat pada Subjek Didik. Puncak keberhasilan subjek

pembelajaran adalah ketika subjek didik menemukan dirinya, berkemampuan

mengevaluasi diri sehingga tahu persis potensi yang dimilikinya dan berikut

mengembangkannya sehingga bermanfaat bagi yang lain.

7) Percaya Diri. Pengakuan atas keberhasilan bergantung pada subjek pembelajaran

itu sendiri. Pengakuan dalam bentuk apapun (termasuk ijazah) tidak perlu dicari.

Pengakuan akan datang dengan sendirinya manakala kapasitas pribadi si subjek

didik meningkat dan bermanfaat bagi yang lain.11

10 Ahmad Bahrudin, “Pengantar; Mari Kembali ke Substansi Belajar”, dalam Pendidikan Alternatif

Qaryah Thayyibah (Yogyakarta: LKIS, 2007), hal. xii.

11 Ibid., hal. xiii-xv.

H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif

Nama Penulis tiap Artikel

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 201

Pada saat ini banyak model pendidikan yang menekankan pada reductionism (belajar

terkotak-kotak), linier thinking (bukan sistem) dan positivism (fisik yang utama), yang

membuat siswa sulit untuk memahami hubungan antara yang dipelajari disekolah dengan

kehidupannya. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem pendidikan yang mampu menyiapkan

generasi yang bisa survival di segala zaman. Diantaranya dengan menerapkan Integrated

Learning atau pembelajaran terpadu, yaitu suatu pembelajaran yang memadukan berbagai

materi dalam satu sajian pembelajaran. Inti pembelajaran ini adalah agar siswa memahami

keterkaitan antara satu materi dengan materi lainnya, antara satu mata pelajaran dengan

mata pelajaran lain. Dari integrated learning inilah muncul istilah integrated curriculum

(kurikulum terpadu). Selain memberikan pengalaman untuk memandang sesuatu dalam

perspektif keseluruhan, juga memberikan motivasi kepada siswa untuk bertanya dan

mengetahui lebih lanjut mengenai materi yang dipelajarinya.

Melalui pendidikan terpadu, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri

(learning to be). Dalam arti dapat memperoleh kebebasan psikologis, mengambil

keputusan yang baik, belajar melalui cara yang sesuai dengan dirinya, memperoleh

kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan karakter dan emosionalnya. Proses

pembelajaran menjadi tanggung jawab personal sekaligus juga menjadi tanggung jawab

kolektif, oleh karena itu strategi pembelajaran lebih diarahkan pada bagaimana mengajar

dan bagaimana orang belajar.

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi

pembelajaran terpadu, diantaranya:

1. Menggunakan pendekatan pembelajaran transformatif;

2. Prosedur pembelajaran yang fleksibel;

3. Pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu,

4. Pembelajaran yang bermakna, dan

5. Pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada.12

Dalam pendidikan terpadu, peran dan otoritas guru untuk memimpin dan mengontrol

kegiatan pembelajaran hanya sedikit dan guru lebih banyak berperan sebagai sahabat,

mentor dan fasilitator. Kita bisa mengibaratkan peran guru seperti seorang teman dalam

perjalanan yang telah berpengalaman dan menyenangkan. Sekolah hendaknya menjadi

tempat peserta didik dan guru bekerja guna mencapai tujuan yang saling menguntungkan.

Konsep yang dikembangkan berangkat dari kenyataan yang ada, meliputi isu

lokalitas, rumitnya birokrasi sekolah, persoalan waktu belajar, persoalan biaya, dan

penjagaan mutu. Konsep pilihan yang diterapkan SMP Alternatif Qaryah Thayyibah:13

1. Lokalitas; Sekolah SMP alternatif ini dirancang dengan menggunakan kaidah

lokalitas.

12 Sukatno Abdullah, “Konsep Pendidikan Alternatif”, dalam http://ukhuwahpass. blogspot.com/ 2011/03

/pendidikan.html, diambil 27 Januari 2012. 13 SMP Alternatif Qaryah Thayyibah, “Konsep yang diajukan dalam SLTP Alternatif”, dalam

http://www.pendidikanalternatifsalatiga.com, diambil 20 Januari 2012.

H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif

Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……

202 | ISSN: 2356-2447-XIII

2. Murah; SMP alternatif menawarkan sebuah konsep untuk memangkas beberapa

pos pengeluaran para orang tua siswa sehingga biaya yang harus dikeluarkan

bisa ditekan atau dialokasikan pada sesuatu yang memberi nilai dan manfaat

lebih bagi kemajuan belajar.

3. Memangkas birokrasi yang terlalu rumit; SMP Alternatif menawarkan konsep

birokrasi pendidikan yang memberdayakan siswa didiknya.

4. Efisiensi biaya dan waktu; masih berkaitan dengan konsep lokalitas ada konsep

penting lainnya yang diajukan, yaitu upaya memikirkan keberlanjutan

pendidikan anak-anak.

5. Penjagaan mutu; mutu pendidikan merupakan hal yang harus diperhatikan.

6. Partisipasi aktif orang tua/wali siswa

7. Pemberdayaan; membuat usaha produktif yang berprospektif ramah lingkungan

guna peningkatan pendapatan.

SMP Qaryah Thayyibah dikatakan alternatif karena selama ini sistem pendidikan kita

masih membelenggu, dingin, birokratis, dan tidak berpihak (terutama pada kaum miskin

dan warga desa). Sebagai konsep tandingannya, Sekolah Menengah Pertama Qaryah

Thayyibah (SMPQT) menawarkan prinsip pendidikan alternatif sebagai berikut;

1. Pendidikan dilandasi semangat membebaskan, dan semangat perubahan ke arah

yang lebih baik. Membebaskan berarti keluar dari belenggu legal formalistik

yang selama ini menjadikan pendidikan tidak kritis, dan tidak kreatif, sedangkan

semangat perubahan lebih diartikan pada kesatuan belajar dan mengajar, siapa

yang lebih tahu mengajari yang belum paham.

2. Keberpihakan, adalah ideologi pendidikan itu sendiri, dimana akses keluarga

miskin berhak atas pendidikan dan memperoleh pengetahuan.

3. Metodologi yang dibangun selalu berdasarkan kegembiraan murid dan guru

dalam proses belajar mengajar, kegembiraan ini akan muncul apabila ruang

sekat antara guru-murid tidak dibatasi, keduanya adalah tim, berproses secara

partisipatif, guru sekedar fasilitator dalam meramu kurikulum.

4. Mengutamakan prinsip partisipatif antara pengelola sekolah, guru, siswa, wali

murid, masyarakat dan lingkungannya dalam merancang bangun sistem

pendidikan yang sesuai kebutuhan.14

Prinsip-prinsip inilah yang kemudian diturunkan dalam sebuah konsep pendidikan

alternatif, bagaimana guru, pengelola, siswa, sarana penunjang dan lingkungannya, saling

berinteraksi: 15

14 Ibid.

15 Muchammad Solahudin, “Pengembangan Kurikulum Berbasis Masyarakat di SMP Alternatif Qaryah Thayyibah Salatiga Jateng”,Posted 31 Oktober 2010, dalam http://hipkin.or.id/?tag=sekolah-dan-pendidikan-

alternatif, dikutip 25 Januari 2012.

H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif

Nama Penulis tiap Artikel

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 203

1. Guru

a. Sebagai syarat utama pendidikan alternatif, guru dan pengelola harus memiliki

idealisme dan komitmen tinggi untuk selalu berpihak pada kemiskinan dan

lingkungan.

b. Guru memahami metodologi pendidikan, punya kerangka berfikir yang terbuka.

c. Menguasai materi yang akan diajarkan, namun tetap menempatkan siswa sebagai

tim yang secara bersama-sama berproses dalam belajar

d. Memahami analisis sosial, sehingga kebutuhan siswa dan masyarakat di

lingkungan desanya terpenuhi

e. Memposisikan diri mengajar disertai belajar. Sehingga secara terus menerus

memperbaiki kekurangan-kekurangan.

2. Siswa

a. Pemahaman bukan hapalan, mengetahui tidak sama dengan menelan

pengetahuan mentah-mentah.

b. Kontekstual, sesuai kebutuhan, pemanfaatan lingkungan sebagai media belajar

aktif, dialami sendiri dalam kesehariannya.

c. Muncul semangat kebersamaan. Bagi yang berprestasi secara bersama-sama

disepakati diberi penghargaan, siapa yang tahu mengajari yang belum tahu,

saling mengevaluasi antar siswa.

d. Kecerdasan siswa tidak hanya diukur dari nilai (kecerdasan intelektual), tetapi

sejauh mana tingkat emosionalnya dan kecerdasan religinya.

e. Siswa selalu gembira sehingga akan muncul inovasi dan kreatifitas karena proses

belajar tidak penuh tekanan.

3. Sarana Penunjang

Sarana penunjang pendidikan alternatif tidaklah mengharapkan gedung yang hebat,

pagar tembok tinggi, seragam mewah, namun bagaimana seorang siswa berfikir global

bertindak lokal. Di antara sarana yang diprioritaskan harus ada adalah:

a. IT (Informasi dan Teknologi), lebih spesifik adalah internet, seorang siswa akan

menjelajahi pengetahuan tidak hanya sebatas buku paket, tapi ia akan lebih

banyak memahami dan mencari pengetahuannya secara terbuka dan bebas.

b. Pemanfaatan lingkungan sebagai media belajar, siswa secara langsung

bersentuhan dengan pertanian, home industri, konservasi alam, air, warung desa,

dan sebagainya.

c. Tokoh penggerak desa, ini menjadi penting karena dialah yang menjadi fasilitator

sekaligus mediator bagi lembaga sekolah, masyarakat, pemerintah lokal, dan

pihak-pihak lainnya yang terkait dengan sekolah.

4. Lingkungan Sekolah

Institusi sekolah dikelola dengan prinsip alam dan lingkungan sebagai laboratorium

raksasa, arena hidup yang nyata, plural, terus berkembang dan berubah. Prinsip inilah

H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif

Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……

204 | ISSN: 2356-2447-XIII

yang menjadi pegangan agar lembaga sekolah selalu dinamis dan progresif dalam

perjalanannya, tidak mandeg tetapi terus menyesuaikan perkembangan masyarakat. SMP

Alternatif merupakan lembaga pendidikan yang didirikan atas prakarsa masyarakat

Kalibening, kemudian didukung beberapa orang luar yang faham realita pendidikan.

D. Kesimpulan

Pengembanagn pendidikan alternatif berbasis masyarakat di SMP Alternatif Qaryah

Thayyibah dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan

melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan

pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.

2. Pendidikan alternatif menggambarkan sejumlah pendekatan pengajaran dan

pembelajaran daripada sekolah tradisional. Pendekatan-pendekatan ini dapat

diterapkan pada seluruh siswa pada segala umur, dari masa anak-anak sampai

remaja, pada seluruh jenjang pendidikan.

3. Pengembangan pendidikan alternatif berbasis masyarakat yang diterapkan SMP

Alternatif Qaryah Thayyibah menekankan pengembangan pada; penggunaan

unsur-unsur lokal, murah, pemangkasan birokrasi yang terlalu rumit, efisiensi

biaya dan waktu, penjagaan mutu, partisipasi aktif orang tua dan pemberdayaan

lingkungan.

Daftar Pustaka

Bahrudin, Ahmad. Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah, Yogyakarta: LKIS, 2007.

Djohar, Kurikulum yang Mencerdaskan Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif.

Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2007.

Diknas, Rencana Strategis Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan

Nonformal. Jakarta: Dirjen PMPTP, 2006.

Hamalik, Oemar. Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung : Remaja Rosda

Karya, 2006.

Miarso, Yusufhadi. “Pendidikan Alternatif di Indonesia”, dalam

http://teknologipendidikan.wordpress.com/2006/09/12/pendidikan-alternatif-di-

indonesia/, tanggal 12-09-2006, diambil 27 Januari 2012.

Musa, Ahmad. Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah, Salatiga: Yayasan Qaryah

Thayyibah, 2006.

SMP Alternatif Qaryah Thayyibah, “Konsep yang diajukan dalam SLTP Alternatif”,

dalam http://www.pendidikanalternatifsalatiga.com, dikutip 20 Januari 2012.

Solahudin, Muchammad, “Pengembangan Kurikulum Berbasis Masyarakat di SMP

Alternatif Qaryah Thayyibah Salatiga Jateng”, Posted 31 Oktober 2010, dalam

http://hipkin.or.id/?tag=sekolah-dan-pendidikan-alternatif, dikutip 27 Januari 2012.

Sukatno Abdullah, “Konsep Pendidikan Alternatif”, dalamhttp://ukhuwahpass.

blogspot.com/ 2011/03 /pendidikan.html, diambil 27 Januari 2012.

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

H Noor Aziz, Pengembangan Pendidikan Alternatif