27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neuropati merupakan suatu penyakit saraf yang sering ditemukan di klinik, ditandai dengan gejala karakteristik berupa hilangnya serat saraf perifer secara progresif. Jenis neuropati cukup bervariasi sesuai dengan penyebab, gejala klinik, dan derajad perkembangan penyakitnya. Neuropati mulai dari yang akut hingga reversibel sampai dengan bentuk kronis dan ireversibel. 1,2 Neuropati merupakan bagian dari “tripati” yaitu bentuk komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus yang terdiri atas neuropati, retinopati dan nefropati. Angka kejadian neuropati diabetik umumnya meningkat dengan bertambahnya umur dan lamanya durasi diabetes melitus. 3,4 Neuropati diabetes adalah kelompok gangguan heterogen yang menunjukan abonrmalitas, merupakan 1

POLINEUROPATI DIABETIK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

file ini menjelaskan mengenai polineuropati diabetik

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangNeuropati merupakan suatu penyakit saraf yang sering ditemukan di klinik, ditandai dengan gejala karakteristik berupa hilangnya serat saraf perifer secara progresif. Jenis neuropati cukup bervariasi sesuai dengan penyebab, gejala klinik, dan derajad perkembangan penyakitnya. Neuropati mulai dari yang akut hingga reversibel sampai dengan bentuk kronis dan ireversibel.1,2Neuropati merupakan bagian dari tripati yaitu bentuk komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus yang terdiri atas neuropati, retinopati dan nefropati. Angka kejadian neuropati diabetik umumnya meningkat dengan bertambahnya umur dan lamanya durasi diabetes melitus.3,4Neuropati diabetes adalah kelompok gangguan heterogen yang menunjukan abonrmalitas, merupakan komplikasi jangka panjang dan sangat signifikan menghasilkan morbiditas dan mortalitas.5Diabetes sendiri merupakan penyakit kronis yang diderita seumur hidup sehingga progresifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat menimbulkan komplikasi. Diabetes Mellitus (DM) biasanya berjalan lambat dengan gejala-gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis.6Umumnya neuropati diabetik terjadi setelah adanya intoleransi glukosa yang cukup lama sehingga hiperglikemia persisten dianggap sebagai faktor primer. Walaupun demikian, faktor metabolik ini bukanlah satu-satunya faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya neuropati diabetik. Beberapa teori lain yang diterima ialah teori vaskular, autoimun dan nerve growth factor.1,2Ada beberapa manifestasi klinik neuropati termasuk diantaranya mononeuropati ataupun polineuropati. Pada pasien diabetes melitus lebih banyak ditemukan polineuropati sensoris distalis, disertai dengan gangguan serat saraf motorik dan otonom. Polineuropati merupakan jenis neuropati yang menyebabkan kelainan fungsional simetris akibat kelainan-kelainan difus yang mempengaruhi seluruh susunan saraf perifer.1,7,8Manifestasi bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik yang semua itu bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi.9Risiko yang dihadapi pasien diabetes melitus dengan polineuropati diabetes antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh dan amputasi jari/kaki.2Berdasarkan penjelasan mengenai neuropati diabetik terkhususnya polineuropati sebagai bentuk komplikasi kronis diabetes melitus yang paling sering terjadi. Maka saya tertarik untuk mengambil polineuropati diabetes sebagai referat saya. BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Polineuropati diabetes adalah suatu kondisi yang mempengaruhi berberapa saraf perifer yang disebabkan oleh degenerasi saraf perifer akibat langsung dari peningkatan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus. Istilah deskriptif yang menunjukan adanya gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang terjadi pada diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. Distribusi polineuropati umumnya bilateral simetris dan perkembangannya lambat. Polineuropati atau peripheral neuropati diidentifikasikan pada daerah distal dan dimulai dari kaki kemudian meningkat ke atas.10,112.2 Epidemiologi Studi epidemiologi menunjukan prevalensi dari peripheral neuropati berkisar antara 5% sampai 100%. Prevalensi neuropati diabetik (ND) dalam berbagai literatur sangat bervariasi. Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa 10-20 % pasien saat ditegakan Diabetes Melitus telah mengalami neuropati. Prevalensi neuropati diabetik ini akan meningkat sejalan dengan lamanya penyakit dan tingginya hiperglikemia. Diperkirakan setelah menderita diabetes selama 25 tahun, prevalensi neuropati diabetik 50 %. Kemungkinan terjadi neuropati diabetik pada kedua jenis kelamin sama.12,13,14Neuropati ditemukan pada hampir 30 % penderita diabetes melitus, angka kejadian neuropati diabetik yang disertai dengan nyeri ditemukan pada 16 % sampai dengan 26 % penderita neuropati diabetik. Lama menderita diduga sangat berkaitan dengan perkembangan dan progresivitas neuropati diabetik dan hal ini berpengaruh terhadap timbulnya nyeri neuropati pada penderita diabetes melitus.2,15Diabetes Mellitus (DM) terjadi pada sekitar 20 % populasi > 65 tahun. Penyebab Neuropati terbanyak. Prevalensi neuropati pada pasien DM sekitar 66%. Sekitar 8% sudah menderita neuropati pada saat didiagnosa DM, 50% setelah 25 tahun didiagnosa DM, 45% pada pasien NIDDM, 54% pada pasien IDDM.1,152.3 Faktor Risiko Hiperglikemia merupakan faktor risiko pada pasien DM Tipe 1 dan DM Tipe 2. Hubungan lain yang juga berperan adalah usia, lama mengalami diabetes, kualitas kontrol metabolik, berat badan, konsumsi rokok, kadar HDL dan temuan penyakit kardiovaskular.15,162.4 Patofisiologi Saraf perifer (saraf spinalis dan kranialis) untuk memelihara otot, kulit, dan pembuluh darah terdiri dari sejumlah saraf campuran yaitu saraf motorik, sensorik, dan vegetatif. Dari segi fisiologis, ketiga jenis saraf tadi dibedakan berdasarkan ukuran penampangnya, yaitu saraf tipe A (5-12 mikron), tipe B (3-4 mikron), dan tipe C (1-2 mikron). Saraf tipe A aksonnya bermielin tebal, tipe b bermielin tipis dan tipe C aksonnya tidak bermielin. Akson bermielin tebal adalah akson saraf motorik pada umumnya dan sebagian saraf sensorik untuk jenis protopatik. Akson bermielin tipis adalah sebagian akson saraf motorik dan sebagian saraf sensorik. Akson yang tidak bermielin adalah akson sensorik dan autonom.2Neuropati diabetik tidak terjadi oleh karena faktor tunggal, melainkan karena interaksi beberapa faktor, seperti faktor metabolik, vaskular dan mekanik. Faktor kausatif utama adalah gangguan metabolik jaringan saraf.1,2,12,151) Faktor metabolik Proses kejadian neuropati berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, pembentukan radikal bebas dan aktivasi Protein Kinase C (PKC), sintesis advance glycosilation end products (AGEs). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf menurun bersama rendahnya mioninositol dalam sel terjadilah neuropati diabetik. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kejadian neuropati diabetik sangat berhubungan dengan lama dan beratnya diabetes melitus.

a. Peningkatan aktivitas jalur poliolProses terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan. Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim adose-reduktase, yang mengubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisasi oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas. Salah satu kemungkinannya ialah akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan edem saraf. Peningkatan sintesis sorbitol mengakibatkan terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stress osmotik yang akan merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase c (PKC). b. Aktivasi PKC Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar na intraseluler menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam saraf sehingga terjadi gangguan tranduksi sinyal saraf. Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan nadph saraf yang merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Karena nadph merupakan kofaktor penting untuk gluthation dan nitric oxide synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi nitric oxide (NO). c. Sintesis advance glycosilation end products (AGEs).

Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia berkepanjangan akan menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs). Ages ini sangat toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, yang berakibat vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel saraf, terjadilah neuropati diabetik. Kerusakan aksonal metabolik awal masih dapat kembali pulih dengan kendali glikemik yang optimal. Tetapi bila kerusakan metabolik ini berlanjut menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan struktural akson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi. 2) Kelainan vaskular

Hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vaskular dan menetralisir NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui penebalan membran basalis; trombosit pada arteriol intraneural; peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit; berkurangnnya aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular; stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian neuropati yang didasari oleh kelainan vaskular masih bisa dicegah dengan modifikasi faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang tinggi, indeks massa tubuh, merokok dan hipertensi.3) Mekanisme Imun

Suatu penelitian menunjuikan bahwa 22% dari 120 penyandang dm tipe 1 memiliki complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% pasien dm tipe 2 memperlihatkan hasil yang positif. Hal ini menunjukan bahwa antibody tersebut berperan pada patogenesis neuropati diabetik. Bukti lain yang menyokong peran antibodi dalam mekanisme patogenik adalah antineural antibodies pada serum sebagian penyandang diabetes melitus. Autoantibodi yang beredar ini secara langsung dapat merusak struktur saraf motorik dan sensorik yang bias dideteksi dengan imunofloresens indirek. Disamping itu adanya penumpukan antibodi dan komplemen pada berbagai komponen saraf suralis memperlihatkan kemungkinan peran proses imun.4) Peran nerve growth factor (NGF).NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan derajat neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen substance p dan calcitonin-gen-regulated peptide (CGRP). Peptide ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi, mobilitas intestinal dan nosiseptif, yang semuanya mengalami gangguan pada neuropati diabetik.2.5 Manifestasi Klinis Terlihat pada 20% pasien diabetes melitus, tetapi dengan pemeriksaan elektrofisiologi pada diabetes melitus asimptomatik tampak bahwa penderita sudah mengalami neuropati subklinik. Pada kasus yang jarang, neuropati mungkin merupakan tanda awal suatu diabetes melitus.1,2,16

Gambar 2-1 Perbedaan manifestasi klinis dari neuropati diabetes (Modified from Pickup J, Williams G [eds]. Textbook of Diabetes, Vol 1. Oxford, UK, Blackwell Scientific, 1997.)5Polineuropati sensorik-motorik simetris, bentuk ini paling sering dijumpai, keluhan dapat dimulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Polineuropati biasanya memiliki karakteristik : 12,17

Gambar 2-2 Perbedaan manifestasi klinis neuropati serat besar dan kecil fibroneuropathy. ADL, activities of daily living; QOL, quality of life. (Adapted from Vinik AI, Mehrabyan A. Diabetic neuropathies. Med Clin North Am 2004;88:947-999.) 51) Tanda pertama muncul pada tungkai bawah.

2) Parestesia selalu terjadi pada jari kaki atau telapak kaki, terutama pada malam hari. Ada rasa tebal atau kesemutan, terutama pada tungkai bawah3) Sensasi sarung pada kaki seperti kaos kaki

4) Kehilangan refleks Achilles

5) Penyusutan atau kehilangan perasaan getar, dimulai dari distal.

6) Saat kondisi berkembang, terjadi paresis extensor jari kaki pada dorsum kaki.

7) Makin lama, paresis sepanjang extensor jari dan kaki.

8) Kedua kaki terkulai.9) Sensasi seperti terbakar.10) Gangguan sensoris dan kelemahan menyebar ke tungkai atas.

2.6 Diagnosis2.6.1 Diagnosis Diabetes MelitusLangkah-langkah diagnosis dm dan gangguan toleransi glukosa berdasarkan perkeni dalam konsensus diabetes melitus tipe 2 Tahun 2011 ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.13,14Untuk penentuan diagnosis, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.13 Secara ringkas kriteria diagnosis diabetes melitus untuk dewasa tidak hamil berdasarkan Perkeni Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 2-1 seperti yang tertera di bawah ini. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik diabetes melitus seperti di bawah ini :141) Keluhan klasik berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan.

2) Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.Tabel 2-1. Kriteria Diagnosis DM

No.

Kriteria diagnosis diabetes melitus

1.Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl (11,1 mmol/l). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

2.Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7.0 mmol/l). Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

3.

Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol/l). TTGO yang dilakukan dengan standar who, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

* pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ada 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.14

Keterangan gambar : GDP= glukosa darah puasa

GDS= glukosa darah sewaktu

GDPT= glukosa darah puasa terganggu

TGT= toleransi glukosa terganggu

Gambar 2-1. Langkah-Langkah Diagnostik DM

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau dm, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).13,141) TGT : diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/l).

2) GDPT : diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/l) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dl.2.6.2 Diagnosis Polineuropati DiabetesPolineuropati sensori-motor simetris distal atau distal symmetrical sensorymotor polyneuropathy (DPN) merupakan jenis kelainan yang paling sering terjadi, ditandai dengan berkurangnya fungsi sensorik secara progresif dan fungsi motorik (lebih jarang) berlangsung pada bagian distal yang berkembang ke arah proksimal.1,2Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari-hari, sangat bergantung pada ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya dengan jawaban tidak ada keluhan neuropati saja tidak cukup mengeluarkan kemungkinan adanya neuropati. Pada evaluasi tahunan, perlu dilakukan pengkajian terhadap : 1). Refleks motorik, 2). Fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotesiometer) dan rasa tekan (estesiometer dengan filament mono semmes-weinstein); 3). Fungsi serabut saraf kecil dengan sensasi suhu; 4). Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan hantar saraf dapat dikerjakan elektromiografi.2Bentuk lain yang juga sering ditemukan ialah neuropati otonom (parasimpatis dan simpatis) atau diabetic autonomic neuropathy (dan). Uji komponen parasimpatis dan dilakukan dengan 1). Tes respons denyut jantung terhadap maneuver vasalva; 2). Variasi denyut jantung selama napas dalam (denyut jantung maksimum-minimum). Uji komponen simpatis dan dilakukan dengan 1). Respons tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik); respons tekanan darah terhadap genggaman (peningkatan diastolik).182.7 TerapiStrategi pengelolaan pasien diabetes melitus dengan keluhan neuropati diabetes dibagi ke dalam 3 bagian. Strategi pengelolaan pertama adalah diagnosis nd sedini mungkin, strategi kedua yaitu dengan kendali glikemik dan perawatan kaki sebaik-baiknya, dan strategi yang ketiga yaitu pengendalian keluhan neuropati/nyeri neuropati diabetik. Selain itu pengendalian neuropati diabetik perlu melibatkan banyak seperti perawatan umum, pengendalian glukosa darah dan parameter metabolik lain.131) Perawatan umum/kaki1Jaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah trauma berulang pada neuropati kompresi.2) Pengendalian glukosa darah2Pengendalian glukosa darah dan monitor HbA1c secara berkala merupakan langkah pertama yang harus dilakukan, pengendalian faktor metabolik lain perlu dilakukan seperti hemoglobin, albumin, dan lipid sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan. Pengendalian glukosa darah mampu mengurangi komplikasi kronik diabetes termasuk neuropati.3) Terapi medikamentosa1Untuk mencegah timbulnya atau berlanjutnya komplikasi kronik diabetes melitus termasuk neuropati, saat ini sedang diteliti penggunaan obat-obat yang berperan pada proses timbulnya komplikasi kronik diabetes, yaitu :

a. Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan sorbitol dan fruktosa.

b. Penghambat ACE

c. Neurotropin : nerve growth factor, brain-derived neurotrophic factor.

d. Alpha lipoic acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal hidroksil, superoksida, dan peroksil serta membentuk kembali glutation. e. Penghambat protein kinase c

f. Gangliodes, merupakan komponen utama membrane sel.

g. Gamma linoleic acid (GLA) suatu prekusor membrane fosfolipid.

h. Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan AGEs.

i. Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki gangguan neurologik maupun non neurologik akibat penyakit autoimun.4) Pedoman pengelolaan dengan nyeri 1,2Sedangkan untuk mengatasi berbagai keluhan nyeri, sangat dianjurkan untuk memahami mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut, antara lain aktivasi reseptor n-methyl-d-aspartate (NMDA) yang berlokasi di membran post spinatik spinal cord dan pengeluaran substance p dari serabut saraf besar a yang berfungsi sebagai neuromodulator nyeri. Manifestasi nyeri dapat berupa rasa terbakar, hiperalgesia, alodinia, nyeri menjalar, dll. Pemahaman terhadap mekanisme nyeri penting agar dapat member terapi yang lebih rasional, meskipun terapi nyeri neuropati diabetik pada dasarnya bersifat simtomatis. Pengelolaan dengan nyeri yang dianjurkan ialah :

a. NSAID (ibuprofen 600 mg 4 x/hari, sulindac 200 mg 2 x/hari).b. Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150 mg malam hari, imipramin 100 ng/hari, nortriptilin 50-150 mg malam hari, paroxetine 40 mg/hari).

c. Antikonvulsan (gabapentin 900 mg 3 x/hari, karbamazepin 200 mg 4 x/hari).

d. Antiaritmia (mexilletin 150-450 mg/hari)

e. Topical : capsaicin 0,075 % 4x/hari, fluphenazine 1 mg 3x/hari, transcutaneous electrical nerve stimulation.Dalam praktek sehari-hari, jarang ada obat tunggal yang mampu mengatasi nyeri neuropati diabetes. Meskipun demikian, pengobatan nyeri umumnya dimulai dengan obat anti-depresan atau anti-konvulsan tergantung ada tidaknya efek samping. Dosis obat dapat ditingkatkan hingga dosis maksimum atau sampai efek samping muncul. Kadang-kadang kombinasi anti-depresan dan anti-konvulsan cukup efektif. Bila dengan regimen ini belum atau kurang ada perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat topikal. Bila tetap tidak atau kurang berhasil, kombinasi obat yang lain dapat dilakukan.1,22.8 KomplikasiKehilangan sensasi menyebabkan cedera pada sendi, desktruksi sendi permanen (Charcot joint), ulser pada kaki dan amputasi. Dapat menyebabkan ketidakmampuan, isolasi sosial dan kehilangan kemandirian terutama pada pasien usia tua. 192.9 Diagnosis BandingDiagnosis banding untuk neuropati perifer motorik adalah Guillain-Barr syndrome, Charcot-Marie-Tooth syndrome, porphyria, lead poisoning dan diphtheria. Sedangkan nyeri pada neuropati perifer adalah neuropati alkoholik, diabetic amyotrophy, porphyria, defisiensi vitamin B1 atau vitamin B12 dan carcinoma.162.10 Edukasi

Edukasi pasien menjadi sangat penting dalam pengelolaan nyeri. Diperlukan penjelasan tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki, pentingnya evaluasi secara teratur terhadap kemungkinan timbulnya neurpati diabetik pada pasien diabetes melitus.20,212.11 Prognosis Tipe diabetes melitus yang diderita akan mempengaruhi diagnosis neuropati diabetik. Pada NIDDM (non-insulin dependent diabetes melitus atau DM Tipe 2) memiliki prognosis yang lebih baik daripada tipe IDDM (insulin dependent diabetes melitus atau DM Tipe 1). Lama dan beratnya diabetes melitus serta lama dan beratnya keluhan neuropati yang dialami, dan apakah sudah mengenai saraf otonom, semuanya akan menentukan prognosis neuropati diabetik.1,2,21BAB III

PENUTUP3.1 KesimpulanPolineuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronik dari Diabetes Melitus. Dari 4 faktor (metabolik, vaskular, imun dan NGF) yang berperan pada mekanisme patogenik adalah hiperglikemia sebagai komponen faktor metabolik yang merupakan dasar utama patogenesis ND.

Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan polineuropati diabetik pada pasien diabetes melitus perlu diperhatikan, berdasarkan diagnosis diikuti dengan pengendalian glukosa darah. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya bersifat simtomatis, dilakukan dengan memberikan obat yang bekerja sesuai mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut. Pendekatan non-farmakologis termasuk edukasi sangat diperlukan, mengingat perbaikan total sulit untuk dicapai.11