Upload
rezna-anggara-saputra
View
202
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tentang kebidanan
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umumya dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi di
suatu negara mencerminkan tingginya resiko kehamilan dan persalinan. Seperti
yang diungkapkan oleh Menteri Kesehatan RI Dr. Siti Fadilah Supari tahun 2009
bahwa Angka Kematian Ibu mencapai 206/100.000 kelahiran hidup dan Angka
Kematian Bayi mencapai 26/1000 kelahiran hidup dan umumnya kematian terjadi
pada saat melahirkan (webugm.ac.id : 2009).
Angka kematian ibu dan bayi di Jawa Barat hingga saat ini masih cukup tinggi.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat tahun 2009 angka kematian
ibu mencapai 128 per 100.000 kelahiran hidup (www.rribandung.info, 2010). Tingginya
angka kematian ibu (AKI) di Indonesia menandakan bahwa derajat kesehatan ibu belum
seperti yang diharapkan, kematian ibu masih merupakan masalah utama yang perlu
mendapat perhatian.
Angka kematian ibu tahun 2008 di Kab. Bandung mencapai 450 per 100.000
kehamilan (Harian Umum Pikiran Rakyat, 2008). Sedangkan, Angka Kematian Bayi
(AKB) sebesar 37,36 per 1000 kelahiran hidup (www.bandungkab.go.id). Angka
kematian ibu di kabupaten Garut pada tahun 2008 adalah 55 per 100.000 dan
angka kematian bayi adalah 360 per 1000 kelahiran hidup (Diskes, 2008) Salah
satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia bahu saat proses
persalinan. Di dunia, menurut Gee & Glynn (1997) mengatakan 0,1% - 1,4% dari
kelahiran pervaginam, dan bayi berukuran normal merupakan mayoritas distosia bahu
dan 50% kasus distosia bahu tidak memiliki faktor risiko (American College of
Obstetricians and Gynecologists, 2000; Baskett and Allen, 1995; McFarland et al,
1995; Nocon et al, 1993). dengan morbiditas untuk bayi meliputi cidera umum (20%
bayi [AAFP, 2000/2001]), tetapi pada kasus berat dapat terjadi kematian. Sedangkan
morbiditas untuk ibu meliputi trauma, kehilangan darah, juga kemungkinan cedera serius
dan pada kasus berat, kematian bayinya. Hal ini sesuai dengan fenomena yang terjadi di
kabupaten Garut, tepatnya di BPS NY.”A”, angka kejadian distosia bahu dipekirakan 0,5
% per tahun.
Insidensi distosia bahu amat bervariasi tergantung kriteria diagnosis yang
digunakan. 0,9 persen dari hampir 11.000 persalinan pervaginam yang
dikategorikan sebagai mengalami distosia bahu. Meski demikian, distosia bahu
sejati yang baru didiagnosis ketika diperlukan manuver lain selain traksi ke
bawah dan episiotomi untuk melahirkan bahuhanya ditemukan pada 24 kelahiran
(0,2 persen). Trauma nyata pada janin ditemukan hanya pada distosia bahu yang
memerlukan manuver untuk melahirkan
Berkisar dari 1 per 1000 bayi dengan berat badan kurang dari 3500 gr, sampai
16 per 1000 bayi yang lahir di atas 4000 gr. Di samping banyak studi untuk
mengidentifikasi faktor predisposisi distosia bahu, lebih dari 50% kasus terjadi
tanpa adanya faktor resiko. Distosia bahu dapat menjadi salah satu dari keadaan
darurat yang paling menakutkan pada saat bersalin. Walaupun banyak faktor
telah dihubungkan dengan distosia bahu, kebanyakan kasus terjadi dengan tidak
ada peringatan.
Distosia bahu adalah persalinan yang sulit dimana kepala janin telah dilahirkan tetapi
bahu tersangkut dan tidak dapat dilahirkan. (Saifuddin, 2002: M-70). Komplikasi yang
bisa terjadi, yaitu tingginya angka kematian ibu dan besarnnya resiko akibat distosia
bahu pada saat persalinan maka fokus utama asuhan persalinan normal adalah mencegah
terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan suatu pergeseran paradigma dari sikap
menunggu dan menangani komplikasi, menjadi mencegah komplikasi yang mungkin
terjadi. Pencegahan komplikasi selama persalinan dan setelah bayi lahir akan
mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir (Depkes: 2004).
Sebagai tenaga kesehatan khususnya bidan yang dapat dilakukan adalah
mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau minimal di dampingi oleh bidan dan
pelayanan obstetrik sedekat mungkin pada ibu hamil, sehingga komplikasi dapat
terdeteksi lebih dini dan dapat ditangani sesegera mugkin.
Berdasarkan angka kejadian dan besarnya peran bidan dalam penanganan komplikasi
distosia bahu, maka penulis mengambil judul “Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin pada
Ny. S dengan Ditosia Bahu Di BPS Bidan “A” Desa Cibunar Kecamatan Tarogong
Kidul Kabupaten Garut Tahun 2011”.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Dengan memperhatikan latar belakang di atas maka identifikasi rumusan study
kasus ini adalah” Bagaimana Asuhan kebidanan Ibu bersalin pada NY. S dengan distosia
bahu di BPS Bidan ”A” Desa Cibunar Kecamatan tarogong Kidul kabupaten Garut
2011?”.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada kehamilan, persalinan, nifas dan
bayi baru lahir dengan distosia bahu di BPS. Bidan A.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan kehamilan
normal.
b. Mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan distosia bahu.
c. Mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan nifas normal.
d. Mampu memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan bayi baru
lahir normal.
D. MANFAAT
1. Bagi Penulis
Studi kasus ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan yang didapat
selama perkuliahan serta dapat mengaplikasikan dalam penanganan kasus persalinan
dengan distosia bahu.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Studi kasus ini diharapkan mampu menjadikan acuan dan berguna untuk
memberikan informasi, pengetahuan dan ilmu baru bagi kemajuan di bidang
kesehatan sebagai bahan referensi guna pengembangan ilmu pengetahuan.
3. Bagi BPS
Studi kasus ini diharapkan dapat dijadikan gambaran informasi serta bahan
untuk meningkatkan manajemen kebidanan yang diterapkan oleh BPS.
E. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup studi kasus ini adalah membahas tentang Asuhan Kebidanan Pada
Ny. S dengan Distosia Bahu di BPS Bidan “A” Desa Cibunar Kecamatan Tarogong
Kidul Kabupaten Garut Tahun 2011.
F. LOKASI DAN WAKTU
1. Lokasi
Dilaksanakan di BPS Bidan “A” Desa Cibunar kecamatan Tarogong Kidul
kabupaten Garut.
2. Waktu
Dilaksanakan dari tanggal 7 Maret 2011 sampai dengan 21 Mei 2011.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan studi kasus ini terdiri dari beberapa bab, antara lain:
BAB I : Pendahuluan: terdiri dari latar belakang masalah,
identifikasi masalah, maksud dan tujuan masalah, ruang
lingkup, lokasi dan waktu serta sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Teori: menjelaskan tentang tinjauan teori yang
relevan mengenai kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru
lahir serta asuhan-asuhan yang sesuai diberikan oleh tenaga
kesehatan kepada ibu melahirkan, nifas dan bayi baru lahir
dengan riwayat kehamilan lewat waktu. Selain itu
menjelaskan pendokumentasian yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan khususnya bidan dalam memberikan
asuhan.
BAB III : Tinjauan Kasus: merupakan hasil pengkajian berupa data
subjektif dan objektif. Dimana data tersebut diperoleh dari
anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik, data penunjang
lainnya yang didapatkan dari pemeriksaan laboratorium
yang kemudian dianalisis dan didokomentasikan dalam
bentuk SOAP.
BAB IV : Pembahasan: mengungkapkan tentang pembahasan dari
masalah asuhan kebidanan dengan kasus persalian dengan
distosia bahu disesuaikan berdasarkan teori.
BAB V : Kesimpulan dan Saran: dalam bab ini dibahas tentang
kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA : Berisi tentang referensi-referensi yang digunakan dalam
penyusunan study kasusu ini
LAMPIRAN : Berisi tentang riwayat hidup, partograf, pendidikan
kesehatan, lembar konsul.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kehamilan
2.1.1 Definisi
Kehamilan adalah di mulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya
hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) di hitung dari hari
pertama haid terakhir. Kehamilan di bagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama
di mulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan ke 4 sampai 6
bulan, triwulan ketiga dari bulan ke 7 sampai 9 bulan. (Sarwono, 2009 : 89)
2.1.2 Antenatal Care
Antenatal care menurut (Sarwono, 2009 : 90) yaitu sebagai berikut :
1. Definisi
Antenatal care adalah cara penting untuk memonitor dan
mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dalam
kehamilan normal. Kehamilan melibatkan perubahan fisik maupun
emosional dari ibu serta perubahan sosial didalam keluarga. Ibu
hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini
mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan
pelayanan atau asuhan antenatal. Pengawasan antenatal sangat
penting dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu
maupun perinatal.
1. Tujuan Asuhan Antenatal
a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang bayi.
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu
dan bayi.
c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum,
kebidanan dan pembedahan.
d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu
maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal
f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar
dapat tumbuh kembang secara normal
2. Penilaian Klinik
Penilaian klinik merupakan proses yang berkelanjutan yang dimulai pada
kontak petama antara petugas kesehatan dengan ibu hamil dan secara optimal
berakhir pada pemeriksaan 6 minggu setelah perslinan. Pada setiap kunjungan
antenatal, petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu
mengenai anamnesa, dan pemeriksaan fisik., pemeriksaan laboratorium untuk
mendapatkan diagnosa kehamilan intra uterine, serta ada tidaknya masalah atau
komplikasi.
3. Kebijakan Program
Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan
yaitu :
a. Satu kali pada triwulan pertama.
Yaitu mulai umur kehamilan 0-3 bulan atau dari 0-12 minggu.
b. Satu kali pada triwulan kedua.
Yatu dimulai dari umur kehamilan 3-6 bulan atau dari 12-24 minggu.
c. Dua kali pada triwulan ketiga.
Yaitu dimulai dari umur kehamilan 6-9 bulan atau dari 24-40 minggu.
Pelayanan / asuhan standar minimal termasuk “7” T yaitu :
a. (Timbang) berat badan.
Menimbang kemajuan berat badan dan membandingkan berat badan ibu
dengan indeks massa tubuh (IMT).
b. Ukur ( Tekanan) darah.
Mengukur tekanan darah ibu adakah hypertensi (bila sistol >140 dan diastole
> 90), atau hipotensi.
c. Ukur ( Tinggi ) fundus uteri.
Mengukur TFU dan membandingkan dengan usia kehamilan.
d. Pemberian Imunisasi ( Tetanus Toksoid ) TT lengkap.
Pemberian imunisasi TT sebanyak 2 kali selama masa kehamilan.
e. Pemberian Tablet zat besi.
Memberikan minimum 90 tablet selama kehamilan.
f. Tes terhadap penyakit menular seksual.
g. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.
Pelayanan/ asuhan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga
kesehatan profesional dan tidak dapat diberikan oleh dukun bayi. (Sarwono,
2009 : 90).
2.1.3 Kebijakan Teknis
Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi
setiap saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama
kehamilannya.
Penatalaksanaa ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-komponen
sebagai berikut:
Mengupayakan kehamilan yang sehat.
Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal
serta rujukan bila diperlukan.
Persiapan persalinan yang bersih dan aman.
Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika
terjadi komplikasi.
1. Pemberian Vitamin Zat Besi.
Dimulai dengan memberikan satu tablet sehari sesegera mungkin setelah rasa
mual hilang. Tiap tablet mgandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam
Folat 500 µg. Minimal masing-masing 90 tablet. Tablet zat besi sebaiknya tidak
diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu penyerapan.
(Prawirohardjo, 2009 : 91)
2. Imunisasi TT
a. TT1 diberikan pada kunjungan antenatal pertama.
b. TT2 diberikan 4 minggu setelah TT1, lama perlindungan 3 tahun apabila
dalam waktu 3 tahun WUS tersebut melahirkan, maka bayi yang dilahirkan
akan terlindungi dari Tetanus Neonatorum, besarnya perlindungan 80 %.
c. TT3 diberikan 6 bulan setelah TT2 lamanya perlindungan 5 tahun, besarnya
perlindungan 95 %.
d. TT4 diberikan 1 tahun setelah TT3, lama perlindungan 10 tahun besarnya
perlindungan 99 %.
e. TT5 1 tahun setelah TT4, lamanya perlindungan 25 tahun/ seumur hidup,
besarnya perlindungan 99 %.
(Prawirohardjo, 2009 : 91)
2.2 Persalinan
2.2.1 Definisi
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit.
(JNPK- KR, 2008: 37)
2.2.2 Tahapan Proses Persalinan
Adapun tahapan proses persalinan yang dilalui oleh ibu adalah :
Kala I
Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan
lengkap (10 cm)
Kala I dibagi kedalam :
a. Fase laten
Berlangsung selama 8 jam. Servik membuka sampai 3 cm.
b. Fase aktif
Berlangsung selama 7 jam. Serviks membuka dari 3 sampai
10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif.
Kala II
Dimulai dari pembukaan lengkap ( 10 cm ) sampai bayi
lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam
pada multi. (Sarwono 2009 : 100). Jika bayi belum lahir dalam waktu
2 jam meneran pada primi rujuk segera.(Affandi, 2004 : L-19)
Kala III
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta,
yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama
post partum.
(Sarwono 2009 : 100)
2.2.3 Tujuan Asuhan Persalinan
Adalah memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya
mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan
aspek sayang ibu dan sayang bayi.
2.4 Konsep Dasar Ditosia Bahu
2.4.1 Distosia
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia dapat
disebabkan karena kelainan his ( his hipotonik dan his hipertonik ), karena kelainan besar
anak, bentuk anak ( hidrocefalus, kembar siam, prolaps tali pusat ), letak anak ( letak
sungsang, letak melintang ), serta karena kelainan jalan lahir.
2.4.1.1 Distosia Karena Kelainan His
Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri
hipertonik.
a) Inersia uteri hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his
lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan
umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat
hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau
primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi
pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada kala
pengeluaran. Inertia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :
Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak
adekuat ( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga
sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu
atau belum.
Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian
pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
b) Inersia uteri hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi
normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah
uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar.
Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. Contoh misalnya "tetania uteri"
karena obat uterotonika yang berlebihan. Pasien merasa kesakitan karena his yang
kuat dan berlangsung hampir terus-menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin
karena gangguan sirkulasi uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan
ini antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang
berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainya.
Penanganannya data dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus otot,
nyeri, mengurangi ketakutan. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi. Bila
dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan section cesarea.
2.4.1.2 DISTOSIA KARENA KELAINAN LETAK
a) Letak Sungsang
Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di fundus
uteri dan bokong dibawah bagian cavum uteri.
Macam –Macam Letak Sungsang :
1. Letak bokong murni ( frank breech ) Letak bokong dengan kedua tungkai
terangkat ke atas.
2. Letak sungsang sempurna (complete breech)
Kedua kaki ada disamping bokong dan letak bokong kaki sempurna.
3. Letak sungsang tidak sempurna ( incomplete breech )
Selain bokong sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut.
Etiologi Letak Sungsang :
1. Fiksasi kepala pada PAP tidak baik atau tidak ada ; pada panggul
sempit,hidrocefalus, anencefalus, placenta previa, tumor.
2. Janin mudah bergerak; pada hidramnion, multipara, janin kecil
(prematur).
3. Gemelli
4. Kelainan uterus ; mioma uteri
5. Janin sudah lama mati
6. Sebab yang tidak diketahui.
Diagnosis Letak Sungsang :
1. Pemeriksaan luar, janin letak memanjang, kepala di daerah fundus uteri
2. Pemeriksaan dalam, teraba bokong saja, atau bokong dengan satu atau dua
kaki.
Syarat Partus Pervagina Pada Letak Sungsang :
1. janin tidak terlalu besar
2. tidak ada suspek CPD
3. tidak ada kelainan jalan lahir. Jika berat janin 3500 g atau lebih, terutama
pada primigravida atau multipara dengan riwayat melahirkan kurang dari
3500 g, sectio cesarea lebih dianjurkan.
b) PROLAPS TALI PUSAT
Yaitu tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin setelah
ketuban pecah. Bila ketuban belum pecah disebut tali pusat terdepan. Pada
keadaan prolaps tali pusat ( tali pusat menumbung ) timbul bahaya besar, tali
pusat terjepit pada waktu bagian janin turun dalam panggul sehingga
menyebabkan asfiksia pada janin. Prolaps tali pusat mudah terjadi bila pada
waktu ketuban pecah bagian terdepan janin masih berada di atas PAP dan tidak
seluruhnya menutup seperti yang terjadi pada persalinan ; hidramnion, tidak ada
keseimbangan antara besar kepala dan panggul, premature, kelainan letak.
Diagnosa prolaps tali pusat ditegakkan bila tampak tali pusat keluar dari liang
senggama atau bila ada pemeriksaan dalam teraba tali pusat dalam liang
senggama atau teraba tali pusat di samping bagian terendah janin.
Pencegahan Prolaps Tali Pusat dengan menghindari pecahnya ketuban secara
prematur.
2.4.1.3 Distosia Karena Kelainan Jalan Lahir
Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan pada
jaringan keras / tulang panggul, atau kelainan pada jaringan lunak panggul.
a. Distosia karena kelainan panggul/bagian keras dapat berupa :
o Kelainan bentuk panggul yang tidak normal gynecoid, misalnya
panggul jenis Naegele, Rachitis, Scoliosis, Kyphosis, Robert dan
lain-lain.
o Kelainan ukuran panggul. Panggul sempit (pelvic contaction).
Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1 – 2 cm kurang dari
ukuran yang normal.
b. Kelainan jalan lahir lunak
Adalah kelainan serviks uteri, vagina, selaput dara dan keadaan
lain pada jalan lahir yang menghalangi lancarnya persalinan.
1) Distosia Servisis
Adalah terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan
kelainan pada servik uteri. Walaupun harus normal dan baik,
kadang-kadang permukaan servik menjadi macet karena ada
kelainan yang menyebabkan servik tidak mau membuka.
Ada 4 jenis kelainan pada servik uteri :
¶ Servik kaku (rigid cervix)
¶ Servik gantung (hanging cervix)
¶ Servik konglumer (conglumer cervix)
¶ Edema servik