27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umumya dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi di suatu negara mencerminkan tingginya resiko kehamilan dan persalinan. Seperti yang diungkapkan oleh Menteri Kesehatan RI Dr. Siti Fadilah Supari tahun 2009 bahwa Angka Kematian Ibu mencapai 206/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi mencapai 26/1000 kelahiran hidup dan umumnya kematian terjadi pada saat melahirkan (webugm.ac.id : 2009). Angka kematian ibu dan bayi di Jawa Barat hingga saat ini masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat tahun 2009 angka kematian ibu mencapai 128 per 100.000 kelahiran hidup (www.rribandung.info,

Study Kasus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tentang kebidanan

Citation preview

Page 1: Study Kasus

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umumya dapat

digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan

pelayanan kesehatan suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi di

suatu negara mencerminkan tingginya resiko kehamilan dan persalinan. Seperti

yang diungkapkan oleh Menteri Kesehatan RI Dr. Siti Fadilah Supari tahun 2009

bahwa Angka Kematian Ibu mencapai 206/100.000 kelahiran hidup dan Angka

Kematian Bayi mencapai 26/1000 kelahiran hidup dan umumnya kematian terjadi

pada saat melahirkan (webugm.ac.id : 2009).

Angka kematian ibu dan bayi di Jawa Barat hingga saat ini masih cukup tinggi.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat tahun 2009 angka kematian

ibu mencapai 128 per 100.000 kelahiran hidup (www.rribandung.info, 2010). Tingginya

angka kematian ibu (AKI) di Indonesia menandakan bahwa derajat kesehatan ibu belum

seperti yang diharapkan, kematian ibu masih merupakan masalah utama yang perlu

mendapat perhatian.

Angka kematian ibu tahun 2008 di Kab. Bandung mencapai 450 per 100.000

kehamilan (Harian Umum Pikiran Rakyat, 2008). Sedangkan, Angka Kematian Bayi

(AKB) sebesar 37,36 per 1000 kelahiran hidup (www.bandungkab.go.id). Angka

kematian ibu di kabupaten Garut pada tahun 2008 adalah 55 per 100.000 dan

Page 2: Study Kasus

angka kematian bayi adalah 360 per 1000 kelahiran hidup (Diskes, 2008) Salah

satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia bahu saat proses

persalinan. Di dunia, menurut Gee & Glynn (1997) mengatakan 0,1% - 1,4% dari

kelahiran pervaginam, dan bayi berukuran normal merupakan mayoritas distosia bahu

dan 50% kasus distosia bahu tidak memiliki faktor risiko (American College of

Obstetricians and Gynecologists, 2000; Baskett and Allen, 1995; McFarland et al,

1995; Nocon et al, 1993). dengan morbiditas untuk bayi meliputi cidera umum (20%

bayi [AAFP, 2000/2001]), tetapi pada kasus berat dapat terjadi kematian. Sedangkan

morbiditas untuk ibu meliputi trauma, kehilangan darah, juga kemungkinan cedera serius

dan pada kasus berat, kematian bayinya. Hal ini sesuai dengan fenomena yang terjadi di

kabupaten Garut, tepatnya di BPS NY.”A”, angka kejadian distosia bahu dipekirakan 0,5

% per tahun.

Insidensi distosia bahu amat bervariasi tergantung kriteria diagnosis yang

digunakan. 0,9 persen dari hampir 11.000 persalinan pervaginam yang

dikategorikan sebagai mengalami distosia bahu. Meski demikian, distosia bahu

sejati yang baru didiagnosis ketika diperlukan manuver lain selain traksi ke

bawah dan episiotomi untuk melahirkan bahuhanya ditemukan pada 24 kelahiran

(0,2 persen). Trauma nyata pada janin ditemukan hanya pada distosia bahu yang

memerlukan manuver untuk melahirkan

Berkisar dari 1 per 1000 bayi dengan berat badan kurang dari 3500 gr, sampai

16 per 1000 bayi yang lahir di atas 4000 gr. Di samping banyak studi untuk

mengidentifikasi faktor predisposisi distosia bahu, lebih dari 50% kasus terjadi

Page 3: Study Kasus

tanpa adanya faktor resiko. Distosia bahu dapat menjadi salah satu dari keadaan

darurat yang paling menakutkan pada saat bersalin. Walaupun banyak faktor

telah dihubungkan dengan distosia bahu, kebanyakan kasus terjadi dengan tidak

ada peringatan.

Distosia bahu adalah persalinan yang sulit dimana kepala janin telah dilahirkan tetapi

bahu tersangkut dan tidak dapat dilahirkan. (Saifuddin, 2002: M-70). Komplikasi yang

bisa terjadi, yaitu tingginya angka kematian ibu dan besarnnya resiko akibat distosia

bahu pada saat persalinan maka fokus utama asuhan persalinan normal adalah mencegah

terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan suatu pergeseran paradigma dari sikap

menunggu dan menangani komplikasi, menjadi mencegah komplikasi yang mungkin

terjadi. Pencegahan komplikasi selama persalinan dan setelah bayi lahir akan

mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir (Depkes: 2004).

Sebagai tenaga kesehatan khususnya bidan yang dapat dilakukan adalah

mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau minimal di dampingi oleh bidan dan

pelayanan obstetrik sedekat mungkin pada ibu hamil, sehingga komplikasi dapat

terdeteksi lebih dini dan dapat ditangani sesegera mugkin.

Berdasarkan angka kejadian dan besarnya peran bidan dalam penanganan komplikasi

distosia bahu, maka penulis mengambil judul “Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin pada

Ny. S dengan Ditosia Bahu Di BPS Bidan “A” Desa Cibunar Kecamatan Tarogong

Kidul Kabupaten Garut Tahun 2011”.

Page 4: Study Kasus

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Dengan memperhatikan latar belakang di atas maka identifikasi rumusan study

kasus ini adalah” Bagaimana Asuhan kebidanan Ibu bersalin pada NY. S dengan distosia

bahu di BPS Bidan ”A” Desa Cibunar Kecamatan tarogong Kidul kabupaten Garut

2011?”.

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada kehamilan, persalinan, nifas dan

bayi baru lahir dengan distosia bahu di BPS. Bidan A.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan kehamilan

normal.

b. Mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan distosia bahu.

c. Mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan nifas normal.

d. Mampu memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan bayi baru

lahir normal.

D. MANFAAT

1. Bagi Penulis

Studi kasus ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan yang didapat

selama perkuliahan serta dapat mengaplikasikan dalam penanganan kasus persalinan

dengan distosia bahu.

Page 5: Study Kasus

2. Bagi Institusi Pendidikan

Studi kasus ini diharapkan mampu menjadikan acuan dan berguna untuk

memberikan informasi, pengetahuan dan ilmu baru bagi kemajuan di bidang

kesehatan sebagai bahan referensi guna pengembangan ilmu pengetahuan.

3. Bagi BPS

Studi kasus ini diharapkan dapat dijadikan gambaran informasi serta bahan

untuk meningkatkan manajemen kebidanan yang diterapkan oleh BPS.

E. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup studi kasus ini adalah membahas tentang Asuhan Kebidanan Pada

Ny. S dengan Distosia Bahu di BPS Bidan “A” Desa Cibunar Kecamatan Tarogong

Kidul Kabupaten Garut Tahun 2011.

F. LOKASI DAN WAKTU

1. Lokasi

Dilaksanakan di BPS Bidan “A” Desa Cibunar kecamatan Tarogong Kidul

kabupaten Garut.

2. Waktu

Dilaksanakan dari tanggal 7 Maret 2011 sampai dengan 21 Mei 2011.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan studi kasus ini terdiri dari beberapa bab, antara lain:

BAB I : Pendahuluan: terdiri dari latar belakang masalah,

identifikasi masalah, maksud dan tujuan masalah, ruang

lingkup, lokasi dan waktu serta sistematika penulisan.

Page 6: Study Kasus

BAB II : Tinjauan Teori: menjelaskan tentang tinjauan teori yang

relevan mengenai kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru

lahir serta asuhan-asuhan yang sesuai diberikan oleh tenaga

kesehatan kepada ibu melahirkan, nifas dan bayi baru lahir

dengan riwayat kehamilan lewat waktu. Selain itu

menjelaskan pendokumentasian yang dilakukan oleh

tenaga kesehatan khususnya bidan dalam memberikan

asuhan.

BAB III : Tinjauan Kasus: merupakan hasil pengkajian berupa data

subjektif dan objektif. Dimana data tersebut diperoleh dari

anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik, data penunjang

lainnya yang didapatkan dari pemeriksaan laboratorium

yang kemudian dianalisis dan didokomentasikan dalam

bentuk SOAP.

BAB IV : Pembahasan: mengungkapkan tentang pembahasan dari

masalah asuhan kebidanan dengan kasus persalian dengan

distosia bahu disesuaikan berdasarkan teori.

BAB V : Kesimpulan dan Saran: dalam bab ini dibahas tentang

kesimpulan.

DAFTAR PUSTAKA : Berisi tentang referensi-referensi yang digunakan dalam

penyusunan study kasusu ini

Page 7: Study Kasus

LAMPIRAN : Berisi tentang riwayat hidup, partograf, pendidikan

kesehatan, lembar konsul.

Page 8: Study Kasus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan

2.1.1 Definisi

Kehamilan adalah di mulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya

hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) di hitung dari hari

pertama haid terakhir. Kehamilan di bagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama

di mulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan ke 4 sampai 6

bulan, triwulan ketiga dari bulan ke 7 sampai 9 bulan. (Sarwono, 2009 : 89)

2.1.2 Antenatal Care

Antenatal care menurut (Sarwono, 2009 : 90) yaitu sebagai berikut :

1. Definisi

Antenatal care adalah cara penting untuk memonitor dan

mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dalam

kehamilan normal. Kehamilan melibatkan perubahan fisik maupun

emosional dari ibu serta perubahan sosial didalam keluarga. Ibu

hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini

mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan

pelayanan atau asuhan antenatal. Pengawasan antenatal sangat

penting dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu

maupun perinatal.

Page 9: Study Kasus

1. Tujuan Asuhan Antenatal

a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan

tumbuh kembang bayi.

b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu

dan bayi.

c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang

mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum,

kebidanan dan pembedahan.

d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu

maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.

e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal

f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar

dapat tumbuh kembang secara normal

2. Penilaian Klinik

Penilaian klinik merupakan proses yang berkelanjutan yang dimulai pada

kontak petama antara petugas kesehatan dengan ibu hamil dan secara optimal

berakhir pada pemeriksaan 6 minggu setelah perslinan. Pada setiap kunjungan

antenatal, petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu

mengenai anamnesa, dan pemeriksaan fisik., pemeriksaan laboratorium untuk

mendapatkan diagnosa kehamilan intra uterine, serta ada tidaknya masalah atau

komplikasi.

3. Kebijakan Program

Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan

yaitu :

Page 10: Study Kasus

a. Satu kali pada triwulan pertama.

Yaitu mulai umur kehamilan 0-3 bulan atau dari 0-12 minggu.

b. Satu kali pada triwulan kedua.

Yatu dimulai dari umur kehamilan 3-6 bulan atau dari 12-24 minggu.

c. Dua kali pada triwulan ketiga.

Yaitu dimulai dari umur kehamilan 6-9 bulan atau dari 24-40 minggu.

Pelayanan / asuhan standar minimal termasuk “7” T yaitu :

a. (Timbang) berat badan.

Menimbang kemajuan berat badan dan membandingkan berat badan ibu

dengan indeks massa tubuh (IMT).

b. Ukur ( Tekanan) darah.

Mengukur tekanan darah ibu adakah hypertensi (bila sistol >140 dan diastole

> 90), atau hipotensi.

c. Ukur ( Tinggi ) fundus uteri.

Mengukur TFU dan membandingkan dengan usia kehamilan.

d. Pemberian Imunisasi ( Tetanus Toksoid ) TT lengkap.

Pemberian imunisasi TT sebanyak 2 kali selama masa kehamilan.

e. Pemberian Tablet zat besi.

Memberikan minimum 90 tablet selama kehamilan.

f. Tes terhadap penyakit menular seksual.

g. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.

Page 11: Study Kasus

Pelayanan/ asuhan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga

kesehatan profesional dan tidak dapat diberikan oleh dukun bayi. (Sarwono,

2009 : 90).

2.1.3 Kebijakan Teknis

Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi

setiap saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama

kehamilannya.

Penatalaksanaa ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-komponen

sebagai berikut:

Mengupayakan kehamilan yang sehat.

Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal

serta rujukan bila diperlukan.

Persiapan persalinan yang bersih dan aman.

Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika

terjadi komplikasi.

1. Pemberian Vitamin Zat Besi.

Dimulai dengan memberikan satu tablet sehari sesegera mungkin setelah rasa

mual hilang. Tiap tablet mgandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam

Folat 500 µg. Minimal masing-masing 90 tablet. Tablet zat besi sebaiknya tidak

diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu penyerapan.

(Prawirohardjo, 2009 : 91)

Page 12: Study Kasus

2. Imunisasi TT

a. TT1 diberikan pada kunjungan antenatal pertama.

b. TT2 diberikan 4 minggu setelah TT1, lama perlindungan 3 tahun apabila

dalam waktu 3 tahun WUS tersebut melahirkan, maka bayi yang dilahirkan

akan terlindungi dari Tetanus Neonatorum, besarnya perlindungan 80 %.

c. TT3 diberikan 6 bulan setelah TT2 lamanya perlindungan 5 tahun, besarnya

perlindungan 95 %.

d. TT4 diberikan 1 tahun setelah TT3, lama perlindungan 10 tahun besarnya

perlindungan 99 %.

e. TT5 1 tahun setelah TT4, lamanya perlindungan 25 tahun/ seumur hidup,

besarnya perlindungan 99 %.

(Prawirohardjo, 2009 : 91)

2.2 Persalinan

2.2.1 Definisi

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar

dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia

kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit.

(JNPK- KR, 2008: 37)

2.2.2 Tahapan Proses Persalinan

Adapun tahapan proses persalinan yang dilalui oleh ibu adalah :

Kala I

Page 13: Study Kasus

Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan

lengkap (10 cm)

Kala I dibagi kedalam :

a. Fase laten

Berlangsung selama 8 jam. Servik membuka sampai 3 cm.

b. Fase aktif

Berlangsung selama 7 jam. Serviks membuka dari 3 sampai

10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif.

Kala II

Dimulai dari pembukaan lengkap ( 10 cm ) sampai bayi

lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam

pada multi. (Sarwono 2009 : 100). Jika bayi belum lahir dalam waktu

2 jam meneran pada primi rujuk segera.(Affandi, 2004 : L-19)

Kala III

Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta,

yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

Kala IV

Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama

post partum.

(Sarwono 2009 : 100)

Page 14: Study Kasus

2.2.3 Tujuan Asuhan Persalinan

Adalah memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya

mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan

aspek sayang ibu dan sayang bayi.

2.4 Konsep Dasar Ditosia Bahu

2.4.1 Distosia

Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia dapat

disebabkan karena kelainan his ( his hipotonik dan his hipertonik ), karena kelainan besar

anak, bentuk anak ( hidrocefalus, kembar siam, prolaps tali pusat ), letak anak ( letak

sungsang, letak melintang ), serta karena kelainan jalan lahir.

2.4.1.1 Distosia Karena Kelainan His

Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri

hipertonik.

a) Inersia uteri hipotonik

Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk

melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his

lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan

umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat

hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau

primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi

pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada kala

pengeluaran. Inertia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :

Page 15: Study Kasus

Inersia uteri primer

Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak

adekuat ( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga

sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu

atau belum.

Inersia uteri sekunder

Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian

pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.

b) Inersia uteri hipertonik

Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi

normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah

uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar.

Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. Contoh misalnya "tetania uteri"

karena obat uterotonika yang berlebihan. Pasien merasa kesakitan karena his yang

kuat dan berlangsung hampir terus-menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin

karena gangguan sirkulasi uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan

ini antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang

berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainya.

Penanganannya data dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus otot,

nyeri, mengurangi ketakutan. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi. Bila

dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan section cesarea.

Page 16: Study Kasus

2.4.1.2 DISTOSIA KARENA KELAINAN LETAK

a) Letak Sungsang

Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di fundus

uteri dan bokong dibawah bagian cavum uteri.

Macam –Macam Letak Sungsang :

1. Letak bokong murni ( frank breech ) Letak bokong dengan kedua tungkai

terangkat ke atas.

2. Letak sungsang sempurna (complete breech)

Kedua kaki ada disamping bokong dan letak bokong kaki sempurna.

3. Letak sungsang tidak sempurna ( incomplete breech )

Selain bokong sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut.

Etiologi Letak Sungsang :

1. Fiksasi kepala pada PAP tidak baik atau tidak ada ; pada panggul

sempit,hidrocefalus, anencefalus, placenta previa, tumor.

2. Janin mudah bergerak; pada hidramnion, multipara, janin kecil

(prematur).

3. Gemelli

4. Kelainan uterus ; mioma uteri

5. Janin sudah lama mati

6. Sebab yang tidak diketahui.

Diagnosis Letak Sungsang :

1. Pemeriksaan luar, janin letak memanjang, kepala di daerah fundus uteri

2. Pemeriksaan dalam, teraba bokong saja, atau bokong dengan satu atau dua

Page 17: Study Kasus

kaki.

Syarat Partus Pervagina Pada Letak Sungsang :

1. janin tidak terlalu besar

2. tidak ada suspek CPD

3. tidak ada kelainan jalan lahir. Jika berat janin 3500 g atau lebih, terutama

pada primigravida atau multipara dengan riwayat melahirkan kurang dari

3500 g, sectio cesarea lebih dianjurkan.

b) PROLAPS TALI PUSAT

Yaitu tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin setelah

ketuban pecah. Bila ketuban belum pecah disebut tali pusat terdepan. Pada

keadaan prolaps tali pusat ( tali pusat menumbung ) timbul bahaya besar, tali

pusat terjepit pada waktu bagian janin turun dalam panggul sehingga

menyebabkan asfiksia pada janin. Prolaps tali pusat mudah terjadi bila pada

waktu ketuban pecah bagian terdepan janin masih berada di atas PAP dan tidak

seluruhnya menutup seperti yang terjadi pada persalinan ; hidramnion, tidak ada

keseimbangan antara besar kepala dan panggul, premature, kelainan letak.

Diagnosa prolaps tali pusat ditegakkan bila tampak tali pusat keluar dari liang

senggama atau bila ada pemeriksaan dalam teraba tali pusat dalam liang

senggama atau teraba tali pusat di samping bagian terendah janin.

Pencegahan Prolaps Tali Pusat dengan menghindari pecahnya ketuban secara

prematur.

Page 18: Study Kasus

2.4.1.3 Distosia Karena Kelainan Jalan Lahir

Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan pada

jaringan keras / tulang panggul, atau kelainan pada jaringan lunak panggul.

a. Distosia karena kelainan panggul/bagian keras dapat berupa :

o Kelainan bentuk panggul yang tidak normal gynecoid, misalnya

panggul jenis Naegele, Rachitis, Scoliosis, Kyphosis, Robert dan

lain-lain.

o Kelainan ukuran panggul. Panggul sempit (pelvic contaction).

Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1 – 2 cm kurang dari

ukuran yang normal.

b. Kelainan jalan lahir lunak

Adalah kelainan serviks uteri, vagina, selaput dara dan keadaan

lain pada jalan lahir yang menghalangi lancarnya persalinan.

1) Distosia Servisis

Adalah terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan

kelainan pada servik uteri. Walaupun harus normal dan baik,

kadang-kadang permukaan servik menjadi macet karena ada

kelainan yang menyebabkan servik tidak mau membuka.

Ada 4 jenis kelainan pada servik uteri :

¶ Servik kaku (rigid cervix)

¶ Servik gantung (hanging cervix)

¶ Servik konglumer (conglumer cervix)

¶ Edema servik