1
~ibunJabar (ha'ama0CD@ (kOIOm)O~ o Senin o Selasa Rabu o Kamis o Jumat o Sabtu o Minggu 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 ~ 16 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 ------- OJul 0 Ags OSep OOkt ONov ODes .Peb o Mar OApr OMei OJun Pergeseran Mindset Upaya Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga KEKERASAN dalam rumah tangga sebagai suatu konsep bisa jadi merupakan hal baru, meskipun secara empirik, kasus- kasus kekerasan dalam rumah tangga sudah menjadi rahasia umum. Tindak kekerasan fisik, psikis, seksual maupun penelantaran rumah tangga banyak terjadi dalam lin~kup rumah tan~;ga, meski selama ini lebih banyak ditutup-tutupi karena dianggap sebagai aib dalam keluarga. Faktor budaya masyarakat yang menganggap permasalahan rumah tangga merupaKan ranah privat menyebabkan penanganan terhadap kasus-kasus ini seringkali terabaikan. Pergeseran mindset menjadi p.£p.syarat penting bagi keberhagilan pe tl<Sanaan Undang-undang No. ~ ah 2004 tentang Penghapusan T pada d ar- nya berfokus pada rekonstruksi budaya, yakni pemaknaan ulang tentang keluarga yang selama ini dipandang sebagai institusi tak tersentuh dalam hal relasi suami-istri-anak dan pekerja rumah tangga. Doktrin kultural yang meng- klasifikasikan tindakan membuka aib keluarga sebagai perbuatan yang buruk dan tidak bermartabat, serta tercela manakala turut campur urusan rumah tangga orang lain, pupus sudah. Ada transformasi pemahaman secara fundamental, urusan-urusan yang selama ini dianggap privat dan tersimpan rapi, diluluhlantakkan VU Penghapusan KDRT menjadi soal publik. Misalnya, pasal yang mengatur kekerasan seksual. Di dalamnya tidak saja soal pemerkosaan terhadap perempuan dalam rumah tangga, anak, ataupun .rekerja rumah tangga, melainkan dimungkinkan adanya kekerasan seksual terhadap istri jika memang istri tidak menghendaki hubungan seksual tersebut (Pasal 8). Dengan dernikian VU ini berupaya melakukan rekonstruksi budaya yang meletakkan posisi perempuan sebagai pelayan seksual suaminya. Selama iru secara kultural, laki-lakilah yang memiliki hak atas tindakan seksual, sementara perempuan hanya sebagai objek dari relasi yang sangat pribadi tersebut. Karena itu, .r,erlu ada upaya mensosialisasikan kesetaraan gender, agar kaum perem- puan tidak lagi merasa diposisikan sebagai subor- dinat dari kaum laki-laki. Demikian pula, anak-anak bukanlah subordinat dari orang- tuanya. Setiap anggota keluarga punya hak dan kewajiban yang dilmdungi hukum, sehingga tidak dapat diperlakukan secara sewenang-wenang dengan alasan apapun. Orangtua perlu lebih berperan dalam memberikan pendidikan seksual sejak dini. Seks jangan dianggap sebagai sesuatu hal yang tabu, sebaliknya perlu dirancang suatu metode komunikasi dan pendidikan seksual . yang diterapkan sesuai dengan usia anak agar anak sejak dini dip er- siapkan untuk mampu menjaga dan menghin- darkan dirinya dari kemungkinan perlakuan i negatif orang yang lebih C12 tua darinya. Pers juga dapatberperan mensosiafisasikan perilaku KUplng Humas Onpad 2011 referat DEDE MARIANA Guru Besar IImu Pemerintahan, Universitas Padjadjaran kekerasan dalam rumah tangga sebagai bentuk pendidikan bagi masyarakat agar nantinya masyarakat siap bertugas melakukan pemantauan terhadap kasus- kasus yang terjadi di lingkungannya. Bukan sekedar mengekspos kasus-kasus tersebut sebagai konsumsi pemberitaan yang seringkali justru memojokan korban. Upaya rekonstruksi budaya ini menjadi penting untuk dilakukan agar Undang- undang Penghapusan KDRT tidak semata menjadi "macan kertas" yang pada akhirnya tidak dapat dilaksanakan, apalagi VU ini menganut sistem delik aduan, sehingga otomatis pemerintah baru bisa bertindak bila ada pengaduan atau laporan, baik dari korban atau dari masyarakat yang men/?etahui. Selama nilai budaya "menutup aib' masih berakar di masyarakat, pemerintah akan kesulitan untuk memberikan penanganan (treatment) yang tepat bagi pelaku maupun korban. Pergeseran mindset juga diperlukan di kalangan aparat pemerintah yang berke- wajiban melaksanakan ketentuan-keten- tuan dalam UU ini. Penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga akan sangat berbeda dengan kasus-kasus pidana atau kriminal lainnya, karena akan ada kecenderungan korban untuk me- nutup diri atau menyangkal terjadinya kekerasan karena ancaman dari pelaku yang umumnya adalah pihak yang secara kultural wajib dipatuhi (se.rerti orangtua bagi anak atau suami bagi istri), Kare- nanya, aparat yang ditugasi untuk mena- ngani kasus-kasus semacam ini perlu dibekali dengan pengetahuan tentang kesetaraan gender dan memiliki keteram- pilan untuk melakukan pendekatan psikologis dengan korban, sehingga korban tidak berada dalam posisi tertekan. Pergeseran mindset, pada dasarnya keseluruhan usaha merekonstruksi kembali budaya yang melin~kupi kita. Mulai dari perumusan kembali niIai-nilai (values), kebiasaan, teknologi, sistem pendidikan, seni, bahkan bahasa ter asuk di dalamnya kata-kata sebagai cerminan dari sistem berpikir dan bertindak dikalangan ma- syarakat pendukung suatu kebudayaan tertentu. Rekonstruksi budaya hendaknya menjadi prioritas dan menjadi agenda bersama antara elite dan massa, antara pemerintah dengan rak atnya. Semoga. ***

2 3 10 11 12 13 14 16 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/02/... · .Peb oMar OApr OMei OJun OJul 0Ags OSep OOkt ONov ODes Pergeseran

  • Upload
    lyquynh

  • View
    232

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

~ibunJabar(ha'ama0CD@(kOIOm)O~

o Senin o Selasa • Rabu o Kamis o Jumat o Sabtu o Minggu

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 ~ 1618 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

-------OJul 0 Ags OSep OOkt ONov ODes.Peb oMar OApr OMei OJun

Pergeseran Mindset Upaya PenghapusanKekerasan Dalam Rumah Tangga

KEKERASAN dalam rumah tangga sebagaisua tu konsep bisa jadi merupakan halbaru, meskipun secara empirik, kasus-kasus kekerasan dalam rumah tanggasudah menjadi rahasia umum. Tindakkekerasan fisik, psikis, seksual maupunpenelantaran rumah tangga banyak terjadidalam lin~kup rumah tan~;ga, meskiselama ini lebih banyak ditutup-tutupikarena dianggap sebagai aib dalamkeluarga. Faktor budaya masyarakat yangmenganggap permasalahan rumah tanggamerupaKan ranah privat menyebabkanpenanganan terhadap kasus-kasus iniseringkali terabaikan.Pergeseran mindset menjadi p.£p.syarat

penting bagi keberhagilan pe tl<SanaanUndang-undang No. ~ ah 2004ten tang Penghapusan T pada d ar-

nya berfokus pada rekonstruksi budaya,yakni pemaknaan ulang ten tang keluargayang selama ini dipandang sebagaiinstitusi tak tersentuh dalam hal relasisuami-istri-anak dan pekerja rumahtangga. Doktrin kultural yang meng-klasifikasikan tindakan membuka aibkeluarga sebagai perbuatan yang burukdan tidak bermartabat, serta tercelamanakala turut campur urusan rumahtangga orang lain, pupus sudah.Ada transformasi pemahaman secara

fundamental, urusan-urusan yang selamaini dianggap privat dan tersimpan rapi,diluluhlantakkan VU Penghapusan KDRTmenjadi soal publik. Misalnya, pasal yangmengatur kekerasan seksual. Di dalamnyatidak saja soal pemerkosaan terhadapperempuan dalam rumah tangga, anak,ataupun .rekerja rumah tangga, melainkandimungkinkan adanya kekerasan seksualterhadap istri jika memang istri tidakmenghendaki hubungan seksual tersebut(Pasal 8). Dengan dernikian VU ini berupayamelakukan rekonstruksi budaya yangmeletakkan posisi perempuan sebagai

pelayan seksual suaminya. Selamairu secara kultural, laki-lakilahyang memiliki hak atas tindakanseksual, sementara perempuanhanya sebagai objek dari relasiyang sangat pribadi tersebut.Karena itu, .r,erlu ada upaya

mensosialisasikan kesetaraangender, agar kaum perem-puan tidak lagi merasadiposisikan sebagai sub or-dinat dari kaum laki-laki.Demikian pula, anak-anakbukanlah subordinat dari orang-tuanya. Setiap anggota keluargapunya hak dan kewajiban yangdilmdungi hukum, sehinggatidak dapat diperlakukan secarasewenang-wenang denganalasan apapun. Orangtuaperlu lebih berperan dalammemberikan pendidikanseksual sejak dini. Seksjangan dianggap sebagaisesuatu hal yang tabu,sebaliknya perludirancang suatu metodekomunikasi danpendidikan seksual .yang diterapkan sesuaidengan usia anak agaranak sejak dini dip er-siapkan untuk mampumenjaga dan menghin-darkan dirinya dari

• kemungkinan perlakuani negatif orang yang lebihC12 tua darinya.

Pers juga dapatberperanmensosiafisasikan perilaku

KUplng Humas Onpad 2011

referatDEDE MARIANAGuru Besar IImu Pemerintahan,Universitas Padjadjaran

kekerasan dalam rumah tangga sebagaibentuk pendidikan bagi masyarakat agarnantinya masyarakat siap bertugasmelakukan pemantauan terhadap kasus-kasus yang terjadi di lingkungannya.Bukan sekedar mengekspos kasus-kasustersebut sebagai konsumsi pemberitaanyang seringkali justru memojokan korban.Upaya rekonstruksi budaya ini menjadi

penting untuk dilakukan agar Undang-undang Penghapusan KDRT tidak sematamenjadi "macan kertas" yang padaakhirnya tidak dapat dilaksanakan,apalagi VU ini menganut sistem delikaduan, sehingga otomatis pemerintah barubisa bertindak bila ada pengaduan ataulaporan, baik dari korban atau darimasyarakat yang men/?etahui. Selama nilaibudaya "menutup aib' masih berakar dimasyarakat, pemerintah akan kesulitanuntuk memberikan penanganan (treatment)yang tepat bagi pelaku maupun korban.Pergeseran mindset juga diperlukan di

kalangan aparat pemerintah yang berke-wajiban melaksanakan ketentuan-keten-tuan dalam UU ini. Penanganan kasuskekerasan dalam rumah tangga akansangat berbeda dengan kasus-kasuspidana atau kriminal lainnya, karena akanada kecenderungan korban untuk me-nutup diri atau menyangkal terjadinyakekerasan karena ancaman dari pelakuyang umumnya adalah pihak yang secarakultural wajib dipatuhi (se.rerti orangtuabagi anak atau suami bagi istri), Kare-nanya, aparat yang ditugasi untuk mena-ngani kasus-kasus semacam ini perludibekali dengan pengetahuan tentangkesetaraan gender dan memiliki keteram-pilan untuk melakukan pendekatanpsikologis dengan korban, sehinggakorban tidak berada dalam posisi tertekan.Pergeseran mindset, pada dasarnya

keseluruhan usaha merekonstruksi kembalibudaya yang melin~kupi kita. Mulai dariperumusan kembali niIai-nilai (values),kebiasaan, teknologi, sistem pendidikan,seni, bahkan bahasa ter asuk di dalamnyakata-kata sebagai cerminan dari sistemberpikir dan bertindak dikalangan ma-syarakat pendukung suatu kebudayaantertentu. Rekonstruksi budaya hendaknyamenjadi prioritas dan menjadi agendabersama antara elite dan massa, antarapemerintah dengan rak atnya. Semoga. ***