338
i PENAFSIRAN AYAT-AYAT JENDER DALAM TAFSIR AL-MISHBAH DISERTASI Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor Dalam Bidang Ilmu Agama Islam Konsentrasi Tafsir Hadis Oleh ANSHORI NIM: 02.3.00.1.05.01.0021 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2006 M/1427 H

anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

i

PENAFSIRAN AYAT-AYAT JENDER DALAM TAFSIR AL-MISHBAH

DISERTASI

Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor Dalam Bidang Ilmu Agama Islam

Konsentrasi Tafsir Hadis

Oleh

ANSHORI NIM: 02.3.00.1.05.01.0021

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2006 M/1427 H

Page 2: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

ii

PENAFSIRAN AYAT-AYAT JENDER DALAM TAFSIR AL-MISHBAH

DISERTASI

Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor Dalam Bidang Ilmu Agama Islam

Konsentrasi Tafsir Hadis

Oleh

ANSHORI NIM: 02.3.00.1.05.01.0021

PROMOTOR

PROF.Dr.H.Nasaruddin Umar,MA PROF.Dr.H.Ahmad Thib Raya,MA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2006 M/1427 H

Page 3: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

iii

TIM PENGUJI DISERTASI

Disertasi ini telah diujikan pada sidang

Ujian Disertasi Tertutup Tanggal 24 Pebruari 2006

Tim Penguji Disertasi :

Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA

Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA

Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA

Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, MA

Prof. Dr. Hj. Huzaemah T.Yanggo, MA

Page 4: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

iv

PERSETUJUAN I

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al-

Mishbah” yang ditulis oleh Drs. H.Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 0501.0021,

disetujui untuk dibawa ke sidang ujian disertasi tertutup.

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A.

Tanggal:

Page 5: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

v

PERSETUJUAN I

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al-

Mishbah” yang ditulis oleh Drs. H. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 0501.0021,

disetujui untuk dibawa ke sidang ujian disertasi tertutup.

Pembimbing II

Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, M.A

Tanggal

Page 6: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

vi

PERSETUJUAN II

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al-

Mishbah” atas nama Drs.H. Anshori, MA., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir

Hadis, telah diperbaiki dan disetujui untuk dibawa pada ujian promosi

(terbuka).

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA

Tanggal:

Page 7: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

vii

PERSETUJUAN II

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al-

Mishbah” atas nama Drs.H.Anshori, MA., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir

Hadis, telah diperbaiki dan disetujui untuk dibawa pada ujian promosi

(terbuka).

Pembimbing II

Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya,MA

Tanggal:

Page 8: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

viii

KETERANGAN

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al-

Mishbah” atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir

Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada

tanggal 13 Nopember 2006. Demikian untuk dimaklumi

Anggota Tim Penguji

Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA

Tanggal:

Page 9: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

ix

KETERANGAN

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al-

Mishbah” atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir

Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada

tanggal 13 Nopember 2006. Demikian untuk dimaklumi

Anggota Tim Penguji

Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, MA

Tanggal:

Page 10: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

x

KETERANGAN

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al-

Mishbah” atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir

Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada

tanggal 13 Nopember 2006 Demikian untuk dimaklumi

Anggota Tim Penguji

Prof. Dr. H. Komaruddin Hidayat, MA

Tanggal:

Page 11: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

xi

KETERANGAN

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al-

Mishbah” atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir

Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada

tanggal 13 Nopember 2006. Demikian untuk dimaklumi

Anggota Tim Penguji

Dr. Yusuf Rahman, MA

Tanggal:

Page 12: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

xii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Anshori

NIM : 02.3.00.1. 0501.0021

Tempat/Tgl. Lahir : Indramayu, 6 April 1957

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Disertasi yang berjudul

“Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al-Mishbah” adalah benar

merupakan karya asli saya, kecuali kutipan yang disebutkan sumbernya.

Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya sepenuhnya adalah

tanggung jawab saya.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 11 Agustus 2006

Anshori

Page 13: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

xiii

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender dalam Tafsir Al-Mishbah”. Penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang bernuansa jender sering terdengar sumbang dan penuh kontroversi diantara para mufassir, baik klasik maupun kontemporer. Perbedaan pandangan tersebut, diakibatkan adanya perbedaan instrumen di antara para mufassir. Sebagian mufassir menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an berangkat dari teks ayat al-Qur’an kemudian mencari pembenaran ayat tersebut dengan menggunakan hadis dan ilmu-ilmu yang lain. Instrumen ini oleh para mufassir kontemporer disebut tekstual (sesuai dengan makna teks ayat) atau yang oleh para mufassir klasik disebut dengan al-‘ibrah bi umûm al-lafzhi lâ bi khushûsh al-sabab. Sedangkan sebahagian mufassir lain menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an berangkat dari realitas sosial masyarakat. Teks ayat hanya merupakan pendukung. Bila teks ayat bertentangan dengan realitas sosial masyarakat, maka teks ayat dianggap tidak relevan. Instrumen ini oleh para mufassir kontemporer disebut dengan kontekstual (sesuai dengan situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian) atau yang oleh para mufassir klasik disebut dengan al-‘ibrah bi khushûsh al-sabab la bi umûm al-lafdzi. Penelitian ini bertujuan untuk menyingkap pandangan Muhammad Quraish Shihab tentang ayat-ayat yang bernuansa jender dan instrumen yang digunakannya dalam menafsirkan ayat-ayat yang bernuansa jender dalam Tafsir al-Mishbah. Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mengklasifikasi ayat-ayat jender dalam al-Qur’an, lalu dibatasi pada ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia, kewarisan, persaksian, kepemimpinan, dan poligami. Kemudian dilakukan analisis terhadap Tafsir al-Mishbah yang berkaitan dengan ayat-ayat yang bernuansa jender tersebut. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pandangan Muhammad Quraish Shihab tentang jender adalah jenis kelamin. Dengan demikian, bias jender berarti penyimpangan yang dilakukan oleh setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan, muslim atau non-muslim, dan ulama atau non ulama, dari masa lalu hingga masa sekarang. Misalnya, seseorang yang memberikan hak-hak orang lain melebihi dari kodratnya, atau seseorang tidak memberikan hak-hak orang lain sesuai dengan kodratnya disebut bias jender. Pandangan Muhamad Quraish Shihab mengenai hak-hak perempuan dalam tafsirnya sama dengan para mufassir klasik, yaitu kembali kepada teks. Namun demikian, dia juga memperhatikan konteks sekarang. Itulah sebabnya dia terlihat skripturalis moderat karena sangat menekankan usaha untuk mengembalikan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat muslim kepada kitab suci al-Qur’an dengan memperhatikan konteksnya. Jadi instrumen yang digunakan Muhammad Quraish Shihab sama dengan para mufassir klasik yaitu sesuai dengan makna teks ayat, atau al-‘ibrah bi umûm al-lafzhi la bi khushûsh al-sabab. Pada prinsipnya bagi Muhamad Quraish Shihab secara kemanusiaan laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan. Namun Muhamad Quraish Shihab tidak setuju laki-laki dan perempuan disamakan secara mutlak, karena dengan menyamakan kedua jenis kelamin yang

Page 14: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

xiv

berbeda, akan melahirkan makhluk ketiga, yang bukan laki-laki dan juga bukan perempuan. Artinya perempuan ditempatkan sesuai dengan kodrat kewanitaannya, karena dengan memberikan hak wanita melebihi kodratnya atau tidak memberikan haknya sesuai kodratnya dianggap bias jender. Kemudian perbedaan antara Muhammad Quraish Shihab dengan sebahagian mufassir klasik yaitu Muhammad Quraish Shihab menafsirkan ayat al-Qur’an tidak parsial, sedangkan sebahagian mufassir klasik mereka menafsirkan ayat al-Qur’an secara parsial. Sedangkan perbedaan dengan sebahagian mufassir kontemporer yaitu disamping perbedaan instrumen juga mereka sebahagian mufassir kontemporer menafsirkan ayat secara parsial.

Page 15: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

xv

الملخص

اختلف المفسرون القدماء " تفسیر آیات الجندر فى تفسیر المصباح " هذا البحث بعنوان والمعاصرون فى تفسیر آیات الجندرمما یظهر للمالحظ أن هذه التفاسیرتتعارض فیما بینها وهذه

ن االختالفات ترجع الى اختالفهم فى اتباع وتطبیق القاعدة حیث التزم البعض بتفسیر القرآهذا االسلوب یسمیه . بالقرآن ثم یقوم بالبحث عن مسانده فى االحادیث النبویة وعلوم اخرى

العبرة بعموم اللفظ ال بخصوص "المعاصرون باسلوب منطوق النص كمایسمیه القدماء ب ون عتبریوبجانب اخر التزم بعض المفسرین فى تفسیرآیات الجندربحقائق اجتماعیة وال .السبب

بها ون برتعیتعارض مع حقائق اجتماعیة ال ت سوى تكمیلیة فقط فى حالة نصوص اآلیاتالعبرة "النهاغیرمناسبة وهذا االسلوب یسمیه المعاصرون بالواقعیة كما یسمیه القدماء

والهدف من هذا البحث هوالكشف عن رأى محمد قریش شهاب . بخصوص السبب ال بعموم اللفظلیب التى اتبعها فى تفسیراآلیات القرآنیة المتعلقة حول آیات الجندر والتعرف على االسا

والخطوات التى اتبعهاالباحث فى كتابة هذاالبحث هى تبدأ من " المصباح"بالجندرفى تفسیرهتشخیص وتبویب وبیان آیات الجندر فى القرآن الكریم ثم تحدیدها فیما یتعلق بخلق االنسان

لزوجات وبعد ذلك یقوم الباحث بتحلیل هذه اآلیات وفقا والوالیة ثم تعدد ا, والوراثة والشهادة وبعد التحلیالت و البحوث تبین للباحث أن محمد قریش شهاب . لما جاء فى تفسیر المصباح

اعتبرجندرنوعا من جنس بشرى ومن هنا رأى ان مخالفة جندریة هى كل المخالفات التى أوجاهال من ازمنة ماضیة حتى اآلن لذلك عالما , مسلما أوكافرا , ارتكبها شخص ذكرا وانثى

من مخالفة الجندر اعطاء حق الى مستحقه اكثرمن قدره او عدم اعطاء حق الى مستحقه ونعتبریومن المالحظ أن رأى محمد قریش شهاب حول المرأة وفقا لماجاء فى تفسیره .وفقا لقدره

النص وبالرغم من ذلك اال انه یتوافق مع آراء المفسرین القدماء وهو الرجوع الى" المصباح" حیث یحاول اعادة قضایا skripturalis moderatالیغفل عن الواقع لذلك انه من یبدو

المسلمین المعاصرة الى القرآن الكریم مع مراعاة واقعیتهم ومن هنا یمكننا القول بأن االسلوب فق تماما مع االسالیب التى الذى اتبعه محمد قریش شهاب فى معالجة تفسیر اآلیات القرآنیة یتوا

وبصفة عامة ال یفرق . مفسرون القدماء وهى العبرة بعموم اللفظ ال بخصوص السبب الاتبعها محمد قریش شهاب بین الرجل والمرأة فى انسانیتهما ومع ذلك یعارض اطالق المساواة بینهما

لبشر لیس بذكروالانثى وهذا وذلك الن اطالق المساواة بین الرجل والمرأة یولد نوعا آخر من ایعنى وجوب وضع المرأة وفقا النوثتها فال تستحق اكثر من حقها وفقا لقدرهااالنثویة

ویتمیزمحمد قریش شهاب من بعض . كماالیجوزمنعها من جمیع مستحقاتها وفقا لقدرهااالنثویة یتمیز من بعض المفسرین القدماء بانه یفسراآلیات القرآنیة باعتبارها جزء ال یتجزأ كما

المفسرین المعاصرین فى اسلوب معالجته لآلیات القرآنیة من ناحیة وباعتبار اآلیات القرآنیة جزء ال یتجزأ من ناحیة اخرى

Page 16: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

xvi

ABSTRACT This research paper is called “The Interpretation of Gender in al-Misbah

Interpretation”. The Al-Qur’an interpretation of gender verses often inaccurate and bias among the mufassirs, whether they are classic or contemporary. The differences of their views are caused by variance instruments among the mufassirs. Most of them justify the Al-Qur’an interpretation based on the verses text of Al-Qur’an and search for the truthful meaning by using hadists or scientific knowledge. This instrument, by contemporary mufassirs is called textual (accurate with the meaning of verses text) or by classic mufassirs is called al-‘ibrah bi umûm al-lafzhi la bi khushûsh al-sabab. For the meantime, other mufassirs interpret the Al-Qur’an verses originated from real life context. Verses text serve as sustainable supporting media, meanwhile verses text which opposite with real life context is considered irrelevant. This instrument, by contemporary mufassir is called contextual al-‘ibrah bi khushûsh al-sabab lâ bi umûm al-lafzhi. The purpose of this research is to reveal the views of Muhammad Quraish Shihab about gender verses and tools that he used in defining gender verses in al- Mishbah interpretation. The steps taken in this research are: First, to identify and clarify gender verses in Al-Qur’an. Second, restrict those verses which relate to human re-creation, heritage, witness, leadership, and polygamy.Finally, carry out a deeply analysis to al-Mishbah interpretation which relates to those gender verses. This research discovered that the view of Muhammad Quraish Shihab about gender is sexes. Therefore, gender bias is a deviation that carried out by everyone, man or woman, Moslem or non Moslem, and Ulama or non Ulama, which has been happening from the ancient times until today; for example: someone who gives the right to other people more than his destiny, or someone who does not give other people’s right as his destiny is called gender bias. Muhammad Quraish Shihab has the same point of view with classic Mufassir about woman’s rights in his interpretation, which is return to the text, he also pay attention to present context. That is why he looks as if he is a moderate scriptural since he put a lot of effort to return to the problems which is faced by Moslem people to the holly Al-Qur’an by carefully examines the context. The media used by Muhammad Quraish Shihab is the same with the classic mufassirs that is accurate with the meaning of verses text or al-‘ibrah bi umûm al-lafzhi la bi khushûs al-sabab. According to Muhammad Quraish Shihab beliefs, as a human being, there are no different between man and woman, because making a comparison between two different sexes will create the third creature, neither a man nor a woman. A woman should be positioned according to her fate, because by giving woman’s more of her civil rights other than her destiny or not giving her the rights as her destiny is considered gender bias. The outcome of this research demonstrates that Muhammad Quraish Shihab interpret Al-Qur’an verses entirely, meanwhile, the contemporary Mufassirs have been interpreting verses only partially.

Page 17: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

xvii

KATA PENGANTAR

بسم اهللا الرحمن الرحیم

والصالة و السالم على سیدنا , الحمد هللا الذى انعمنا بنعمة االیمان واالسالم وهى اعظم النعم

.خاتم النبیین وامام المتقین وعلى آله و صحبه ومن تبعه الى یوم الدین اما بعد محمد

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena

atas rahmat, taufik , dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender dalam Tafsir Al-

Mishbah”. Disertasi ini ditulis dalam rangka menyelesaikan studi jenjang S3

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selanjutnya salawat dan salam semoga selalu dilimpahkan Allah

kepada Nabi dan Rasul-Nya Muhammad saw. beserta sahabat dan keluarganya.

Keberhasilan penulisan Disertasi ini tidak terlepas dari jasa, bantuan,

dan dorongan semua pihak, antara lain para dosen Pascasarjana UIN Jakarta,

khususnya dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk

membantu dan mengarahkan penulis terhadap semua masalah yang ada dalam

proses penulisan Disertasi ini.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang secara

langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyelesaian tugas

yang mulia ini, yaitu:

Page 18: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

xviii

1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. H. Azyumardi Azra,

M.A. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti

kuliah pada Program Pascasarjana (S3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan juga telah memberikan bantuan moril dan materil.

2. Direktur Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr.

H. Komaruddin Hidayat, M.A. beserta para dosen yang dengan tulus dan

ikhlas berkenan memberikan ilmu sehingga mengantarkan penulis untuk

menyelesaikan penulisan disertasi ini.

3. Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A. sebagai promotor yang telah banyak

mengarahkan penulis dalam merumuskan dan menyelesaikan persoalan

yang dihadapi.

4. Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, M.A. sebagai promotor dan juga sebagai

ketua konsentrasi Tafsir Hadis di Program Pascasarjana UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah banyak mengarahkan penulis dalam

merumuskan dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

5. Kepala Perpustakaan Pascasarjana dan Umum UIN Syrif Hidayatullah

Jakarta, IIQ, dan perpustakaan pribadi almarhum K.H. Ibrahim Hosen,

LML.

6. Kedua orang tua penulis, ayahanda Mungtamad (almarhum) dan ibunda

Fatimah (almarhumah) yang telah mendidik penulis diwaktu kecil.

Page 19: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

xix

7. Kedua orang tua asuh penulis, Bapak Prof.K.H.Ibrahim Hosen,LML

(almarhum) dan Ibunda Zatiah Ibrahim Hosen yang telah memberikan

bantuan baik materil maupun moril selama penulis ikut dirumahnya.

8. Istri tercinta, Yesmini Hasnul dan anak tercinta Raudhatul Azhar yang telah

sabar dan rela memberikan pengorbanan waktu, memberikan kelapangan

hati bahkan memberi dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi

ini.

9. Teman, kolega, dan semua sahabat yang tidak mungkin disebutkan satu per

satu atas kebaikan dan kontribusi mereka baik dalam bentuk saran, gagasan,

bahkan ide-ide yang semuanya sangat mendukung untuk penyempurnaan

disertasi ini.

Akhirnya, penulis berdoa kepada Allah swt. semoga semua bantuan

dan partisipasi dari semua pihak tersebut, diberikan ganjaran yang berlipat

ganda dari Allah swt. Demikian pula semoga disertasi ini bermanfaat bagi

penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Amin.

Jakarta, Agustus 2006 Sya’ban 1427 Penulis

Page 20: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

xx

PEDOMAN TRANSLITERASI

Dalam penulisan disertasi ini, penulis menggunakan pedoman transliterasi sebagai berikut: A.Konsonan Arab Latin Arab Latin

dh ض ’/a أ th ط b ب zh ظ t ت ‘ ع ts ث g غ j ج f ف h ح q ق kh خ k ك d د l ل dz ذ m م r ر n ن z ز

w و s س h ه sy ش y ي sh ص

B. Vokal Pendek C. Vokal Panjang

a Contoh قرأ ditulis qara’a â Contoh قاما ditulis qâmâ

i Contoh رحم ditulis rahima î Contoh رحیم ditulis rahîm

u Contoh كتب ditulis kutub û Contoh علوم ditulis ‘ulûm

Page 21: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

xxi

PANITIA UJIAN PROMOSI

Ketua

Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, MA

Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tim Penguji Disertasi :

Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA

Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA

Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA

Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, MA

Prof. Dr. H. Komaruddin Hidayat, MA

Dr. H. Yusuf Rahman, MA

Page 22: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

xxii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………..

PROMOTOR ………………………………………………………….

TIM PENGUJI DISERTASI…………………………………………

PERSETUJUAN I .. ………….. …..…………………………………

KETERANGAN PENGUJI …………………………………………

PERSETUJUAN II ………………………………………………….

SURAT PERNYATAAN PENULIS………………………………...

ABSTRAKSI ……………………………………………………….....

KATA PENGANTAR………………………………………………..

PEDOMAN TRANSLITERASI ……………………………………

PANITIA UJIAN DISERTASI TERBUKA…………………………

DAFTAR ISI………………………………………………………….

I

ii

iii

iv

vi

ix

xi

xii

xvi

xix

xx

xxi

BAB I. PENDAHULUAN …………………...…………………….

A. Latar Belakang Masalah ……………………………….

B. Pokok Permasalahan …………………………………...

1. Identifikasi Masalah ………………………………..

2. Pembatasan dan Perumusan Masalah…....................

C. Tinjauan Kepustakaan ……………………....................

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………...

E. Kerangka Teori ………………………………………...

1

1

20

20

20

21

29

30

Page 23: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

xxiii

F. Metodologi Penelitian ………………………………….

G. Sistematika Penelitian ……………………………….....

44

49

BAB II. TAFSIR AL-MISHBAH DAN PENAFSIRNYA

A. Tafsir Al-Mishbah

1. Nama Yang Dipilih

2. Motivasi Yang Mendorong Penulisannya

3. Sumber Penafsiran Yang Dirujuk

4. Metode Penafsiran Yang Dipilih

5. Bentuk Dan Corak Tafsirnya

6. Sistematika Penulisannya

B Riwayat Hidup Muhammad Quraish Shihab

1. Latar Belakang Keluarga

2. Latar Belakang Pendidikan

3. Latar Belakang Karier dan Pengabdian

4. Karya Intelektual

50

50

50

51

52

53

54

54

55

55

56

62

65

BAB III. SEKILAS TENTANG TEORI JENDER ………………..

A. Pengertian Jender ………………………………………

B. Atribut dan Identitas Jender …………………………....

C. Biologi/Jender dan Perilaku Manusia ……………….....

D. Jender Menurut Muhammad Quraish Shihab ………….

84

84

85

87

104

BAB IV. ANALISIS PENAFSIRAN AYAT-AYAT JENDER

Page 24: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

xxiv

DALAM TAFSIR AL-MISHBAH

A. Term-Term Jender Dalam al-Qur’an …………………..

B. Ayat-Ayat Penciptaan Manusia ………………………..

C. Ayat-Ayat Kewarisan ……………… …...….................

D. Ayat-Ayat Persaksian ………………………………….

E. Ayat-Ayat Kepemimpinan …………………………….

F. Ayat-Ayat Poligami ……………………………………

109

109

135

161

175

197

251

BAB V. PENUTUP …………………………………………………

A. Kesimpulan ……………………………………………

B. Saran …………………………………………………..

289

289

299

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………... 301

Page 25: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

1

١

B A B I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Penafsiran al-Qur'an masih sering dijadikan dasar untuk menolak

kesetaraan jender. Kitab-kitab tafsir dijadikan referensi dalam mempertahan-

kan status quo dan melegalkan pola hidup patriarki, yang memberikan hak-hak

istimewa kepada laki-laki dan cenderung memojokkan perempuan.1

Kitab tafsir yang dimaksud menurut hemat penulis antara lain tafsir

Jâmi al-Bayân Fî Ta’wîl al-Qur’an karya al-Thabari, karena dia terkenal hanya

mengumpulkan hadis-hadis tanpa menyeleksi keshohehan hadis yang dia

kumpulkan, antara lain tentang hadis penciptaan perempuan yang dikutip al-

Thabari dalam tafsirnya berbunyi :

حدثنا اسباط عن السدى : اخربنا عمرو بن محاد قال : حدثىن موسى بن هرون قال وحشا ليس له زوج يسكن اليها فنام نومة اسكن آدم اجلنة فكان ميشى فيها : قال

: فاستيقظ فاذا عند رأسه امرأة قاعدة خلقها اهللا من ضلعه فسأهلا ما انت؟ قالت ٢تسكن اليها " وملا خلقت ؟ قالت : امرأة قال

Musa Bin Harun menceritakan kepada saya, dia berkata, ”Amr Bin Hamad memberitakan kepada kami, dia berkata, 'Asbath dari al-Saddi telah berkata, 'Adam bertempat tinggal di surga, lalu dia berjalan di dalam surga dalam kondisi kesepian yang tidak punya istri yang dia cenderung padanya, lalu dia tidur nyenyak, lalu bangun, tiba tiba di atas kepala dia ada seorang perempuan yang sedang duduk yang diciptakan Allah dari tulang rusuknya, lalu dia bertanya, 'Ada apa engkau?' Dia menjawab, 'saya seorang perempuan. Adam bertanya,

1 Nasaruddin Umar, Bias Jender Dalam Penafsiran al-Qur'an, (selanjutnya tertulis Bias

Jender) (Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Tafsir pada Fak.Ushuluddin IAIN Syahid Jakarta, 2002), h.1

2 Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari/Jami al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’an,(selanjutnya tertulis Tafsir al-Thabari) (Bairut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1999), Cet. III, Jilid III, h. 566

Page 26: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

2

'Untuk apa kamu diciptakan?', Dia menjawab, 'Agar kamu cenderung kepadanya ".

القى على آدم صلعم السنة : حدثنا سلمة عن ابن اسحق قال : حدثناابن محيد قال فيمابلغناعن اهل الكتاب من اهل التوراة و غريهم من اهل العلم عن عبد اهللا بن –

العباس و غريه مث اخذ ضلعا من ضالعه من شقه االيسر وألم مكانه وآدم نائم مل تعاىل من ضلعه تلك زوجته حواء فسواها امرأة يهب من نومته حىت خلق اهللا تبارك و

فيما : ليسكن اليها فلما كشفت عنه السنة وهب من نومته رآها اىل جنبه فقال ٣يزعمون واهللا اعلم حلمى و دمى و زوجىت فسكن اليها

”Ibnu Hamid telah berkata, 'Salmah dari Ibnu Ishak menceritakan kepada kami. Dia berkata, 'Adam mengantuk, di mana berita itu sampai kepada kami dari Ahlu al-Kitab dari Ahli Taurat dan Ahli Ilmu lainnya. Dari Abdillah Bin al-Abbas dan yang lainnya. Kemudian Allah mengambil salah satu tulang rusuk Adam dari sebelah kiri, di mana Adam sedang tidur, yang belum bangun dari tidurnya, Allah swt. menciptakan Istri Adam dari tulang rusuk Adam yaitu Hawa, lalu Allah menyempurnakannya menjadi seorang perempuan, agar Adam menjadi tenang hatinya kepadanya, ketika mengantuknya hilang, Adam bangun dari tempat tidurnya, dia melihat perempuan itu berada di sampingnya, lalu Adam berkata, 'Pada apa yang mereka duga Hanya Allah yang tau, dagingku, darahku dan istriku, lalu dia menjadi tentram bersamanya.'"

Dua hadis tersebut persis seperti cerita yang terdapat dalam Perjanjian

Lama yang diterbitkan oleh Lembaga Al-Kitab Indonesia Jakarta tahun 1997

ayat 21-23 yang berbunyi,

Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu, 'Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.4

3 Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari…, h. 566 4 Lembaga Al-Kitab Indonesia Jakarta, Al-Kitab (Perjanjian Lama), (Jakarta: Lembaga al-

Kitab Indonesia, 1997), Cet. Ke-155, h. 2

Page 27: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

3

Di dalam Islam ada beberapa isu kontroversi berkaitan dengan relasi

jender, antara lain tentang asal usul penciptaan perempuan, konsep kewarisan,

persaksian, poligami, hak-hak reproduksi, hak talak perempuan, serta peran

publik perempuan.5

Perbedaan laki-laki dan perempuan masih menyimpan beberapa

masalah, baik dari segi subtansi kejadian maupun peran yang diemban dalam

masyarakat. Perbedaan anatomi biologis antara keduanya cukup jelas. Akan

tetapi efek yang timbul akibat perbedaan itu menimbulkan perdebatan, karena

ternyata perbedaan jenis kelamin secara biologis (seks) melahirkan

seperangkat konsep budaya. Interpretasi budaya terhadap perbedaan jenis

kelamin inilah yang disebut jender.6

Penulis sepakat untuk meninjau kembali penafsiran ayat-ayat yang

bernuansa jender dalam rangka pemberdayaan perempuan dan sekaligus untuk

meluruskan pandangan negatif tentang perempuan yang selama ini telah

mendominasi pandangan kebanyakan masyarakat manusia. Namun kita harus

berhati-hati dalam menyimpulkan suatu penafsiran orang lain yang dianggap

keliru itu, bila kita hanya memahami ayat al-Qur’an bersifat parsial.

Bila kita memperhatikan secara cermat tentang makhluk Allah, maka

kita akan melihat semua ciptaan Allah di alam ini tidak ada yang sama,

khususnya manusia sebagai makhluk yang berakal. Pada hakikatnya manusia

tidak ada yang sama persis baik amal, rizki, IQ, tubuh, hak, dan kewajibannya

sesuai dengan fungsi dan kadar kualitas yang dimilikinya. Misalnya antara

sesama manusia mesti ada perbedaan, laki-laki berbeda dengan perempuan,

5 Nasaruddin Umar, Bias Jender…, h. 1 6 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur'an, (selanjutnya tertulis

Kesetaraan Jender) (Jakarta: Parama-dina, 2001), Cet.II., h.1

Page 28: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

4

antara sesama laki-laki satu dengan yang lain ada perbedaan, bahkan amal

yang dikerjakan oleh seorang yang sama dengan waktu yang berbeda ada

perbedaan sesuai dengan kualitas dan keikhlasan mengerjakan amal tersebut

(Q.S. al-Nisâ’/4: 32 dan Q.S. al-Nisâ’/4: 34). Contoh kongkrit dapat kita lihat adanya dua orang saudara kembar.

Secara fisik mungkin kelihatannya sama padahal bila diteliti secara cermat

suara dan sidik jari keduanya pasti berbeda.

Islam selalu menghargai sifat seorang perempuan dan menganggapnya

memainkan peran yang menyatu dengan peran laki-laki. Islam juga

menganggap laki-laki memainkan peran yang menyatu dengan peran

perempuan. Keduanya bukanlah musuh, lawan, atau saingan satu sama lain.

Justru keduanya saling menolong dalam mencapai kesempurnaannya masing-

masing sebagai laki-laki dan perempuan maupun sebagai manusia secara

keseluruhan.7

Lelaki dan perempuan memiliki kekurangan yang tidak dapat ditutup

kecuali oleh lawan jenisnya. (Q.S.al-Taubah/9:71) dan (Q.S.al-Baqarah/2:187).

Perintah Allah kepada alam semesta menjadikan adanya pasangan

dalam segala hal di dalamnya. Prinsip ini terwujud dalam kehadiran laki-laki

dan perempuan dalam dunia kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan, dan

adanya positif dan negatif dalam dunia tak hidup dengan gejala magnet, listrik,

dan sebagainya. Bahkan dalam atom terdapat muatan positif dan negatif, yakni

proton dan elektron.8 Sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur'an

)٤٩ : ٥١/ الذاريات( زوجين لعلكم تذكرونومن كل شيء خلقنا

7Yusuf al-Qardhawi, Kedudukan Wanita Dalam Islam, (selanjutnya tertulis Kedudukan Wanita) Terjemahan Melathi Adhi Damayanti dan Santi Indra Astuti, (Jakarta: PT.Global Media Publishing, 2003), h. 39 8 Yusuf al-Qardhawi, Kedudukan Wanita …, h. 39

Page 29: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

5

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah. (Q.S. al-Dzâriyât/52: 49).

Laki-laki dan perempuan seperti sebuah kaleng dengan tutupnya.

Sebuah kesatuan yang meliputi suatu benda dan suku cadangnya. Yang satu

tidak akan ada tanpa yang lain. Ketika Allah menciptakan jiwa manusia yang

pertama (Adam), Dia juga menciptakan pasangannya (Hawa), sehingga ia

dapat membangun dan menemukan kedamaian bersamanya.9

Perempuan tidak dilarang bekerja di luar rumah. Hal ini dapat dilihat

dalam kisah Nabi Musa a.s. pada saat Nabi Musa tiba di sumber air Madyan,

sebagaimana diceritakan dalam (Q.S.al-Qashash/28:23-25) : ولما ورد ماء مدين وجد عليه أمة من الناس يسقون ووجد من دونهم امرأتين تذودان قال

عالر درصى يتقي حسا لا نا قالتكمطبا خمكبري خيا شونأبلى إ. اء ووت ا ثممقى لهلى فسر فقرييخ من إلي لتزا أني لمإن باء )٢٤(الظل فقال ريتحلى اسشي عما تماهدإح هاءتفج

ا قالت إن أبي يدعوك ليجزيك أجر ما سقيت لنا فلما جاءه وقص عليه القصص قال لمن توجن فختم الظالمني٢٥-٢٣ :٢٨/القصص( القو (

Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang perempuan yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata, "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" Kedua perempuan itu menjawab, "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya". Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku". Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata, "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami". Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syuaib) dan menceritakan kepadanya

9Yusuf al-Qardhawi, Kedudukan Wanita…, h. 40

Page 30: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

6

cerita (mengenai dirinya). Syuaib berkata, "Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zhalim itu". (Q.S. al-Qashash/28: 23-25).

Ketinggian derajat seseorang tidak ditentukan berdasarkan jenis

kelaminnya, tapi berdasarkan kualitas takwanya (Q.S. al-Hujurât/49: 13).

Karya laki-laki dan perempuan di sisi Allah diberi penilaian dan balasan yang

sama dan sedikitpun tidak dibedakan. Bila melakukan kebaikan, akan

diberikan kebaikan dan jika melakukan keburukan akan dibalas dengan

keburukan. (Q. S. al-Zalzalah/99: 7-8). Siapa yang beramal saleh baik laki-laki

maupun perempuan akan mendapat surga tanpa dikurangi sedikitpun

pahalanya. (Q.S. al-Nisâ’/4: 124). Begitu pula, baik laki-laki maupun

perempuan akan memperoleh kebaikan dan keburukan dari apa yang dilakukan

tanpa dizhalimi sedikitpun. (Q.S.al-Mu'min/40: 17). Begitu juga Nabi

Muhammad saw. Telah menetapkan prinsip persamaan antara laki-laki dan

perempuan dengan menegaskan :

بن خالد اخلياط حدثنا عبد اهللا العمرى عن عبيد اهللا عن القاسم حدثنا محادحدثنا قتيبة بن سعيدعن عائشة قالت سئل رسول اهللا صلى اهللا عليه و سلم عن الرجل جيد البلل وال يذكر احتالما قال يغتسل و عن الرجل يرى أنه قد احتلم وال جيد البلل فال ال غسل عليه فقالت ام سليم املرأة ترى

١٠ نعم امنا النساء شقائق الرجال رواه ابو داود ذلك اعليها غسل قال Artinya:”Qutaibah Bin Said telah menceritakan kepada kami, Hammâd Bin Khalid al-Khayyâth telah menceritakan kepad kami, Abdullah al-‘Umari telah menceritakan kepada kami dari ‘Ubaidillah, dari al-Qâsim dari ‘Aisyah telah berkata:”Rasulullah saw. ditanya tentang seorang laki-laki menjumpai air (kebasahan) padahal dia tidak mimpi, Rasulullah menjawab dia harus mandi dan tentang laki-laki mimpi tapi tidak basah, Rasulullah menjawab dia tidak perlu mandi Ummu Sulaim berkata:”Ada seorang perempuan melihat basah,

10Abu Dawud Sulaiman Bin al-Asy’ats al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, (Bairut : Dâr al-Fikr,

1994), Jilid I., h. 66

Page 31: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

7

apakah dia harus mandi, Rasulullah menjawab dia harus mandi, bahwa perempuan adalah saudara kandung laki-laki.

Namun pada ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia,

kewarisan, persaksian, kepemimpinan, dan poligami terkesan diskriminatif

terhadap kaum perempuan, dan ayat-ayat ini pula yang sering digunakan para

mufassir klasik untuk memojokkan perempuan.

Uraian ayat-ayat di atas seolah-olah ada perbedaan satu ayat dengan

ayat yang lainnya, padahal ayat-ayat al-Qur'an itu semuanya bersumber dari

Allah yang tidak mungkin akan saling bertentangan satu ayat dengan ayat yang

lain. Jika makna suatu ayat seolah-olah bertentangan, maka perlu merujuk pada

ayat lain, sehingga tidak terkesan antara ayat itu bertentangan. Sebagaimana

firman Allah:

)٨ : ٣٥/فاطر (فإن الله يضل من يشاء ويهدي من يشاء

Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya…(Q.S. Fâthir/35: 8)

Dengan pernyataan ini seolah-olah Allah menyesatkan dan memberi

petunjuk kepada hamba-Nya secara acak tanpa sebab yang jelas. Akan tetapi

dugaan tersebut akan hilang jika membaca ayat lain yang berbunyi: اذنه ويهديهم اىل صراط يهدى به اهللا من اتبع رضوانه سبل السلم و خيرجهم من الظلمت اىل النور ب

)١٦: ٥/املائدة(مستقيم Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan dengan (kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benerang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.(Q.S.al-Mâidah/5:16)

Begitu pula pada ayat-ayat yang bernuansa jender harus dipahami tidak

parsial, salah satu contoh dalam (Q.S.al-Nisâ’/4: 11) menyatakan, bahwa

bagian waris seorang laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan. Ayat

ini nampaknya tidak adil, karena bagian anak perempuan berbeda dengan

Page 32: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

8

bagian anak laki-laki, padahal keduanya sama-sama anak kandung. Namun bila

kita memperhatikan (Q.S.al-Nisâ’/4:34) yang menyatakan bahwa kaum laki-

laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan disebabkan kaum lelaki

diberikan Allah sifat kepemimpinan dan diwajibkan memberi nafkah kepada

kaum perempuan, maka perempuan mendapat setengah dari laki-laki justru

sudah adil. Sebab laik-laki bila dia menikah, maka harta warisan yang

diperoleh dari orang tuanya akan dipergunakan untuk membayar mahar dan

nafkah istrinya bahkan bila punya anak untuk membiayai anak-anaknya,

sedangkan anak perempuan jika dia menikah, maka harta warisan yang

diperoleh dari orang tuanya tidak terpakai karena dia mendapat nafkah dari

suaminya, bahkan dia mendapat mahar dari suaminya.11

Artinya, jika ayat-ayat al-Qur'an dipahami secara seimbang,

proporsional, dan terintegrasi satu sama lain, maka semua ayat yang tercantum

dalam al-Qur'an tidak akan saling bertentangan. Begitu juga masalah ayat-ayat

yang bernuansa jender, harus dipahami secara utuh, tidak parsial.

Tapi lain halnya jika menafsirkan ayat berangkat dari konteks ayat

sebagaimana yang dikatakan oleh Husein Muhammad: Saya kira soal warisan adalah berkaitan dengan realitas dari

struktur hubungan suami istri. Selama laki-laki masih diposisikan sebagai penanggungjawab nafkah keluarga, membayar maskawin, membiayai ongkos-ongkos yang lain terhadap pihak lain yang menjadi tanggung jawabnya, mut’ah (pemberian) dan sebagainya, maka pembagian 2:1 adalah adil. Kalau relasi tersebut telah berubah, maka ketentuan warisanpun bisa berubah. Sebab ketentuan warisan merupakan logika lurus dari relasi suami istri. Justru sangat tidak adil, jika 2:1 dipertahankan, sementara relasi suami istri telah mengalami

11Lihat Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. 2, h.351, Lihat Tafsir Said

Hawa, al-Asâs Fî al-Tafsîr, Jilid II, h.1009, Lihat Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Marâghi, Jilid IV, h.196, Lihat Zamakhsyari, al-Kasysyâf, Jilid I, h.469

Page 33: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

9

perubahan yang menuju ke kesetaraan jender. Karena inti agama adalah keadilan.12

Pada tataran konsep, laki-laki dan perempuan memang sama, tapi dalam

penerapannya tidak mungkin disamakan, karena al-Qur'an sendiri tidak akan

membebankan hukum kepada seseorang kecuali sesuai dengan kodrat, fungsi

dan tugas yang dibebankan kepadanya. (Q.S. al-Baqarah/2: 286). Untuk

mengetahui sisi perbedaan dan persamaan antara laki-laki dan perempuan

tersebut seharusnya kembali kepada al-Qur'an dan Hadis. (Q.S. al-Nisâ’/4: 59).

Karena al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt. sebagai petunjuk bagi orang

yang beriman untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. (Q.S. al-

Baqarah/2: 2), sedangkan Hadis merupakan penjelasan terhadap al-Qur’an

(Q.S. al-Nahl/16: 44). Al-Qur’an sendiri merupakan kebenaran yang mutlak

(Q.S. Ali Imrân/3: 60).

Al-Qur’an sebagai petunjuk tidak ada manfaatnya jika hanya sekadar

dibaca tanpa diketahui isi kandungannya. Oleh karena itu terhadap orang-orang

Yahudi yang diberi kitab Taurat kemudian tidak mengamalkannya,

diumpamakan Allah dengan keledai yang membawa Kitab Suci/Taurat (Q.S.

al-Jumu'ah/62: 5). Begitu juga dengan orang Islam yang diberi al-Qur’an, tapi

tidak mengamalkannya, ia bagaikan keledai yang membawa al-Qur’an. Untuk

itu penafsiran al-Qur’an (kitab tafsir al-Qur'an) sangat penting peranannya

dalam memahami kemurnian ajaran Islam dan untuk menggali serta

memahami kandungan al-Qur’an untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-

hari.

Sehubungan dengan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi

manusia, para mufassir berusaha memahami dan menjelaskan isi kandungan

12Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan, (Yogyakarta:LkiS, 2004), h.129

Page 34: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

10

al-Qur’an sesuai dengan kondisi yang ada, khususnya mengenai ayat-ayat

jender.

Perempuan memang merupakan sebaik-baik perhiasan di dunia,

sebagaimana ditegaskan Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah :

عمار حدثنا عيسى بن يونس حدثنا عبد الرمحن بن زياد بن انعم عن عبد حدثناهشام بن الدنيا ا إمن:قال وسلم اهللا بن يزيد عن عبد اهللا بن عمرو ان رسول اهللا صلى اهللا عليه

اعتاوليس منميناع الدت١٣ افضل من املرأة الصاحلة رواه ابن ماجة شيئ م

Hisyam telah menceritakan kepada kami, Isa Bin Yunus telah menceritakan kepada kami, Abdurrahman Bin Ziyâd Bin An’um telah menceritakan kepada kami dari Abdullah Bin Yazîd, dari Abdullah Bin Amr, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:”Bahwa dunia merupakan perhiasan dan tidak ada sesuatu perhiasan di dunia yang lebih baik daripada perempuan yang salehah. (H.R.Ibnu Majah).

Berbicara tentang perempuan memang indah, kendati nasib perempuan

dalam perjalanan sejarah tidak seindah dirinya, bahkan sering tidak menarik.

Perjalanan perempuan yang dikenal lembut, halus, dan luwes timbul tenggelam

antara harapan dan kenyataan. Perempuan sewaktu-waktu berada dalam posisi

di atas, namun sering pula tersungkur pada posisi di bawah tanpa ada yang

menaruh belas kasihan.

Kaum perempuan pada masa jahiliyah bagaikan barang atau harta yang

bisa diwarisi oleh keluarga yang ditinggalkan. Hal ini diungkapkan oleh Husen

Muhammad Yusuf dalam bukunya yang berjudul Ahdâf al-Usrah Fî al-Islâm.

Bahwa seorang perempuan pada masa jahiliyah dapat diwariskan seperti harta warisan. Apabila suami sang istri meninggal dunia, maka anak yang bukan dari istri yang ditinggalkan (anak tiri) dapat mewarisi ibu tiri menjadi istrinya, bahkan boleh juga keluarga dekatnya yang mewarisi ibu tersebut sebagai istrinya tanpa mahar (maskawin) atau menikahkannya dengan orang lain, tapi maharnya diambil oleh keluarga

13al-Hâfizh Abu Abdullah Muhammad Bin Yasin al-Quzweni, Sunan Ibnu Majah, (al-

Qâhirah, Dâr al-Hadîs, 1998), Jilid II, h. 156

Page 35: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

11

dekatnya tersebut, bila dia ingin membiarkannya, maka dia tidak mempedulikannya dengan status tidak janda dan tidak menikah sampai dia menebus dirinya dari harta warisan suaminya yang meninggal atau dibiarkannya sampai meninggal, lalu dia mewarisi hartanya.14

Muhammad Quraish Shihab menyatakan,

Perempuan sering kali diperlakukan secara tidak wajar, baik karena tidak mengetahui kadar dirinya maupun mengetahuinya namun terpaksa menerima pelecehan. Ini terjadi dalam masyarakat modern, lebih-lebih dalam masyarakat masa lalu. Pada zaman Yunani Kuno, dimana hidup filosof-filosof kenamaan semacam Plato (427-347 SM), Aristotales (384-322 SM) dan Demosthenes (384-322 SM), martabat perempuan dalam pandangan mereka sungguh rendah. Perempuan hanya dipandang sebagai alat penerus generasi dan semacam pembantu rumah tangga serta pelepas nafsu seksual lelaki, karena itu perzinaan sangat merajalela. Socratos (470-399 SM) berpendapat bahwa dua sahabt setia, harus mampu meminjamkan istrinya kepada sahabatnya, sedangkan Demosthenes (384-322 SM) berpendapat bahwa istri hanya berfungsi melahirkan anak, filosof Arestotales menganggap perempuan sederajat dengan hamba sahaya, sedang Plato menilai kehormatan lelaki pada kemampuannya memerintah, sedangkan kehormatan perempuan menurutnya adalah pada kemampuannya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sederhana/hina sambil terdiam tanpa bicara.15

Selanjutnya Muhammad Quraish Shihab menyatakan,

Sejarah mencatat betapa suatu ketika perempuan dinilai sebagai makhluk kelas dua. Dalam masyarakat Hindu, istri harus mengabdi kepada suaminya bagaikan mengabdi kepada Tuhan. Ia harus berjalan dibelakangnya, tidak boleh berbicara dan tidak juga makan bersamanya, tetapi memakan sisanya. Bahkan sampai abad XVII, seorang istri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar, atau kalau ingin tetap hidup sang istri mencukur rambutnya, memperburuk wajahnya agar terjamin bahwa ia tidak lagi akan diminati lelaki. Di Eropa – khushusnya pada masa lalu- perempuan belum juga mendapat tempatterhormat. Pada tahun 586 M, agamawan di Prancis masih mendiskusikan apakah perempuan boleh menyembah Tuhan atau tidak ? Apakah mereka juga dapat masuk surga ? Diskusi-diskusi itu berakhir

14Husen Muhammad Yusuf, Ahdâf al-Usrah fî al-Islâm, (selanjutnya tertulis Ahdâf al-Usrah)

(Cairo: Dâr al-I'tishâm , 1977 ), h. 24 15Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, (selanjutnya tertulis Perempuan), Ciputat: Lentera

Hati, 2005), h. 102

Page 36: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

12

dengan kesimpulan bahwa perempuan memiliki jiwa, tetapi tidak kekal dan dia bertugas melayani lelaki. Pada masa silam di Eropa, hubungan seks dianggap sesuatu yang buruk walau hubungan itu didahului oleh pernikahan yang sah.16

Dia juga menegaskan:”Bahwa Parlemen Skotlandia pada tahun 1567 M.

menetapkan bahwa perempuan tidak boleh diberi sdikit wewenangpun, bahkan

pada pemerintahan Henry VIII (1491-1547 M.) di Inggris, lahir keputusan

yang melarang peremuan membaca kitab Injil (Perjanjian Baru).”17

Selanjutnya dia menyatakan, Kendati Eropa telah mengalami revolusi industri (1750 M.) dan

perbudakan telah dikumandangkan penghapusannya, namun harakah dan martabat perempuan belum juga mendapat tempatnya yang wajar. Mereka bekerja di pabrik-pabrik, namun gajinya lebih rendah daripada lelaki, bahkan di Inggris sampai dengan tahun 1805 M., perundang-undangan mereka mengakui hak suami untuk menjual istrinya. Bahkan menurut Rasyid Ridha (1865-1935 M) dalam bukunya Nidâ’ al-Jins al-Lathîf mengutif koran Inggris- di pedalaman Inggris (hingga masa itu) masih ditemukan suami yang menjual istrinya dengan harga yang sangat murah, sampai tahun 1882 M, perempuan di sana belum memiliki hak kepemilikan harta benda secara penuh, tidak juga berhak menuntut ke pengadilan. Sisa-sisa dari pandangan ini menjadikan seorang perempuan hingga masa kita ini, harus menghapus nama ayahnya yang menyertai namanya- sebelum ia menikah dan menggantinya dengan nama suaminya- begitu ia menjadi istri dari seorang lelaki.18

Dia menambahkan,

Perempuan- di masa lampau- juga dinilai tidak wajar mendapat pendidikan, Elizabeth Black Will, dokter perempuan pertama yang menyelesaikan setudinya di Geneve University pada tahun 1849 M, dibaikot oleh teman-temannya sendiri dengan dalih bahwa perempuan tidak wajar memperoleh pelajaran, bahkan ketika sementara dokter bermaksud mendirikan Institut Kedokteran Khusus perempuan di Philadelphia Amerika Serikat, ikatan dokter setempat mengancam akan membaikot semua dokter yang mengajar di Institut itu.19

16 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan,…h. 103 17 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan,… h. 104 18 Mhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 104 19 Mhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 105

Page 37: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

13

Jadi bila kita melihat dari masa ke masa, perempuan tidak mendapat

perhatian yang serius. Namun dalam ajaran Islam, justru perempuan itu

mendapatkan kedudukan yang layak dan terhormat. Di masyarakat Islam masih ada praktik-praktik yang menyalahi aturan

Islam, seperti ada orang tua memaksa mengawinkan anak perempuannya tanpa dikehendaki oleh anak tersebut. Ada juga orang tua yang membeda-bedakan anak laki-laki dan perempuan. Itu semua bukan ajaran Islam, melainkan perbuatan adat-istiadat orang dahulu. Islam adalah sesuatu dan perbuatan orang Islam adalah sesuatu yang lain.20 Jadi, kita sebagai ummat Islam harus bisa membedakan antara ajaran Islam dan perbuatan orang Islam, karena perbuatan orang Islam belum tentu sesuai dengan ajaran Islam.

Begitu juga ada sebagian orang menuntut persamaan hak secara mutlak antara laki-laki dan perempuan dan tidak mau mengikuti aturan Islam, padahal aturan Islam lebih adil daripada aturan yang dibuat oleh manusia. Karena Allah yang menciptakan laki-laki dan perempuan, dan Allah pula yang membuat peraturan untuk mereka yang tidak memihak kepada salah satu jenis laki-laki dan perempuan, tidak ada kepentingan bagi Allah, tapi Allah Maha Tahu terhadap kemaslahatan makhluk-Nya. (Q.S. al-Muluk/67: 14).21

Islam memperbaiki manusia berdasarkan kenyataan, maslahat umum bagi masyarakat. Agar semuanya bagaikan satu tangan dan satu badan, sehingga bila salah satu anggota merasakan sakit, maka seluruh anggota badan merasakan sakit. Sedangkan keadilan pada masa sekarang beragam. Adil menurut orang Timur berbeda dengan adil menurut orang Barat, begitu juga adil menurut orang Barat berbeda dengan adil menurut kaum Zionis, akan tetapi adil menurut Tuhan hanya satu, karena Allah hanya satu, maka aturan-Nya juga satu (Q.S. al-An’âm/6: 153). Islam memerintahkan bersikap adil sekalipun terhadap musuh dan memerintahkan rasa belas kasihan kepada

20 Salim al-Bahnasawi, al-Mar’ah…, h. 19 21 Salim al-Bahnasawi, al-Mar’ah …, h. 48

Page 38: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

14

mereka, jika mereka tidak mengangkat senjata melawan kaum muslimin. (Q.S. al-Mumtahanah/60: 8 ).22

Nasib perempuan baru terbela setelah al-Qur'an diturunkan. Al-Qur'an memposisikan perempuan pada tempat yang terhormat, karena al-Qur'an tidak menjadikan perempuan sebagai tirai pemisah dan tidak menjadikan rendah derajat seseorang perempuan. Al-Qur'an melihat tinggi rendahnya seseorang dari segi takwanya bukan dari segi jenis kelaminnya. (Q.S. al-Hujurât/49: 13).

Berkaitan dengan hal ini Syekh Mahmud Syaltut menegaskan:

وقد دلت هذه العناية علي املكانة اليت ينبغي ان توضع فيها املراة يف نظر االسالم ٢٣واامكانة مل حتظ املراة مبثلها يف شرع مساوي سابق وال يف اجتماع انساين

"Perhatian ini menunjukkan atas kedudukan yang selayaknya perempuan itu ditempatkan menurut pandangan Islam. Sungguh kedudukan yang diberikan Islam kepada perempuan itu merupakan kedudukan yang tidak pernah diperoleh pada syariat agama samawi terdahulu dan tidak pula ditemukan dalam masyarakat manusia manapun."

Islam datang untuk melepaskan perempuan dari belenggu-belenggu

kenistaan dan perbudakan terhadap sesama manusia. Islam memandang

perempuan sebagai makhluk yang mulia dan terhormat. Makhluk yang

memiliki beberapa hak yang telah disyariatkan oleh Allah. Di dalam Islam,

haram hukumnya berbuat aniaya dan memperbudak perempuan. Allah

mengancam orang yang melakukan perbuatan itu dengan siksa yang sangat

pedih. Dari aspek kemanusiaan, laki-laki dan perempuan adalah sama-sama

manusia (Q.S. al-Hujurât/49:13). Dari aspek mengemban keimanan keduanya

sama (Q.S. al-Burûj/85: 10). Dari aspek menerima balasan akhirat keduanya

22Salim al-Bahnasawi, al-Mar’ah …,h. 49 23Muhammad Syaltut , Al-Islâm 'Aqidatan wa Syariatan, (Beirut: Dâr al-Qalam, 1966),

h. 227

Page 39: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

15

sama (Q.S. al-Nisâ/4: 124). Dari aspek tolong-menolong keduanya sama (Q.S.

al-Taubah/9: 71), dan masih banyak hak-hak yang lainnya.24

Mahdi Mahrizi mengatakan bahwa,

Islam membagi wilayah kehidupan menjadi dua bagian, manusia dan jenis kelamin. Wilayah manusia tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan, karena wilayah ini tidak pernah mengenal jenis kelamin, tidak memperhatikan feminim atau maskulin, karena keduanya–laki-laki dan perempuan–secara aktif berusaha keras mencari dan menuju kesempurnaan. Namun pada wilayah kedua, perempuan mesti menjadi seorang perempuan, hanya melakukan aktivitas-aktivitas keperempuanan dan mematuhi kebutuhan-kebutuhan spesialnya, sebagaimana laki-laki dalam wilayah ini harus berperilaku seperti seorang laki-laki, hanya melakukan aktivitas-aktivitas kelelakiannya.25 Tak seorangpun dapat memungkiri bahwa perlu upaya keras untuk

mengenal dua makhluk Tuhan ini, laki-laki dan perempuan, sehingga mampu

mengkritisi berbagai budaya, aturan, etiket, formalitas, dan pandangan

tersebut. Dalam hal ini, kita harus benar-benar menggunakan teks-teks agama

yang qath’i (pasti) dan mutawâtir. Al-Qur’an dan as-Sunnah, disertai dengan

berbagai penyimpulan dan eksperimen intuitif serta pemikiran manusia.

Dengan kata lain, mencermati riset-riset berpengalaman dan mengenal

deduksi-deduksi pengetahuan yang tak terbantahkan, sangatlah berperan dalam

memahami teks- teks agama secara lebih baik.26

Mahdi Mahrizi menyatakan bahwa, Perempuan adalah manusia yang memiliki semua bakat untuk

berkembang, tanpa memiliki cacat atau kesalahan apapun pada esensi entitasnya. Dan kendati perempuan memiliki seluruh faktor kesempurnaan dan kemajuan, sebagaimana lelaki, namun perempuan

24 Haya Binti Mubarak al-Barik, Ensiklopedi Wanita Muslimah, Terjemahan Amir Hamzah

Fachruddin, (Jakarta: Darul Falah, 1421 H), Cet. VII, h. 11 25Mahdi Mahrizi, Wanita Ideal Menurut Islam, (selanjutnya tertulis Wanita Ideal) (Jakarta:

Madani Grafika, 2004), h. 10 26 Mahdi Mahrizi, Wanita Ideal…, h. 11

Page 40: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

16

memiliki karakter independen dan tidak pernah menjadi parasit atas orang lain. Sebab Allah menciptakan dan membagi manusia menjadi dua kelompok laki-laki dan perempuan adalah demi kelestarian mereka. Dan mengelompokkan makhluk menjadi laki-laki dan perempuan sejatinya merupakan tatanan umum di dunia materi ini. (Q.S. al-Najm/53: 45). Karena itu, kelelakian dan keperempuanan sebenarnya bukanlah semata-mata ciri khas manusia, melainkan ciri eksistensi seluruh makhluk. Dan karena ciri khas ini sama sekali tak dipandang sebagai suatu cacat atau keburukan pada segala sesuatu, demikian halnya dengan manusia pada umumnya. Kesimpulan religius ini berlaku pada banyak aspek dan respek ihwal kaum perempuan.27

Kita sebagai umat Islam harus berpedoman kepada al-Qur’an dalam

aktivitas sehari-harinya, khususnya dalam membina rumah tangga. Karena bila

kita berpedoman kepada keinginan hawa nafsu, langit dan bumi berikut isinya

akan hancur (Q.S. al-Mu'minûn/23: 71). Kenyataannya tidak semua manusia

sanggup mengambil manfaat petunjuk dari al-Qur’an, bahkan menentangnya

dan jumlahnya mayoritas. (Q.S. al-Anbiyâ/21: 24).

Al-Qur'an sendiri ada yang bersifat muhkamât atau disebut Qath'iy28 dan

ada juga yang bersifat mutasyâbihât atau disebut zhanny 29 (Q.S. Ali Imrân/3: 7).

Ayat-ayat yang bersifat muhkamât tidak berlaku bagi mujtahid untuk menafsirkan

sekehendak hatinya. Sesuai dengan kaidah ushul fikih جمال هلا لالجتهاد ال artinya

27Mahdi Mahrizi, Wanita Ideal…, h. 16

28Abdu al-Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Cairo : Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah Syabab al-Azhar,1968) , h. 35 mengatakan علي معين متعني فهمه منه وال حيتمل تتاويال وال جمال لفهم معين غريه منهمادل artinya lafazd yang menunjukkan makna tertentu yang harus dipahami darinya, tidak mengandung kemungkinan takwil serta tak ada tempat atau peluang memahaminya dengan ma'na lain selain ma'na tersebut.

29Abdu al-Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih…, h. 35 mengatakan, ان يؤولمادل علي معين ولكن حيتمل ه ويصرف عن هذا املعين و يراد منه معين غري , artinya lafadh yang menunjukkan atas suatu makna, tapi dapat

dimungkinkan untuk ditakwil dan dipalingkan dari makna tersebut dan dimaksudkan dari lafadh itu makna yang lain.

Page 41: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

17

tidak ada lapangan ijtihad terhadap ayat-ayat yang berstatus qath’iyu al-

dalâlah (ayat-ayat yang bersifat muhkamât).30

Namun penulis dalam hal ini tidak akan membahas masalah ayat-ayat

qath'iy atau zhanny secara mendetail karena penulis hanya memfokuskan pada

penafsiran ayat-ayat jender menurut Muhammad Quraish Shihab. Muhammad

Quraish Shihab sendiri cenderung untuk mengatakan bahwa, "Ayat al-Qur'an

baru disebut qath'iy bila didukung oleh ayat-ayat lain yang maksudnya sama

sehingga tidak bisa diartikan makna lain kecuali makna yang terkandung

dalam nashsh tersebut.31

Sedangkan ayat-ayat yang bersifat zhani al-dalâlah merupakan

lapangan para mujtahid untuk membahasnya. Seperti dalam al-Qur'an Surat al-

Baqarah/2 ayat 228. Para ulama tidak sepakat tentang makna qurû’ dalam ayat

tersebut. Sebagian ulama menafsirkan suci, dan sebahagian yang lain

menafsirkan haid. Kedua pendapat tersebut sifatnya zhani, maka tidak boleh

saling menyalahkan. Sesuai dengan Qâidah fiqhiyah yang dikutip oleh Ibrahim

Hosen الجتهاد ال ينقض باالجتهاد ا artinya hasil ijtihad seseorang tidak dapat

dibatalkan oleh hasil ijtihad orang lain. 32

Setiap ilmu memiliki metode yang dipergunakan oleh pengarangnya

dan setiap pengarang memiliki gaya dan sistematika tersendiri walaupun

mungkin ada sedikit kesamaan berdasarkan latar belakang pendidikan, budaya

30Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam Al-Ghazali, (Jakarta:Pustaka

Firdaus,2002), h. 177, Lihat juga Ali Ahmad al-Nadawi, al-Qawâ’id al-Fiqhiyah, (Bairut:Dâr al-Qalam, 1994), h.417

31 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1992), h. 140 32Ibrahim Hosen, Fiqih Perbandingan, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 2003), Jilid I,h.8 dan lihat

Muhammad Fauzi Faidhullah, al-Ijtihad Fi al-Syari’ah al-Islamiyah, (Kuwait: Maktabah Dâr al-Turâts, 1984), h.100

Page 42: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

18

negara, masa, dan lainnya. Begitu juga mengenai seorang mufasir tentu

mempunyai metode dan karakteristik tersendiri.

Indonesia memiliki banyak mubaligh, ulama, intelektual, dan birokrat.

Akan tetapi, yang menyatukan profesi itu pada satu kepribadian jelas tidak

banyak. Diantara yang sedikit itu adalah Muhammad Quraish Shihab. Dia

disebut muballig karena siraman rohani yang disampaikannya melalui media

televisi menyejukkan hati umatnya. Ia disebut ulama karena merupakan ahli

tafsir lulusan Universitas al-Azhar. Ia disebut intelektual karena pandangan-

pandangannya selalu didasarkan pada penalaran rasional, dan ia disebut

birokrat dan diplomat karena pernah menjabat Menteri Agama disamping

Rektor IAIN dan duta besar RI di Mesir. Setelah selesai tugas sebagai Duta

Besar RI untuk Mesir, tokoh yang dikenal santun ini mengembangkan

Lembaga Studi al-Qur'an. Satu-satunya lembaga studi swasta di Indonesia

yang secara spesifik menekuni kajian al-Qur'an sebagai fokus utamanya. 33

Perlu dicatat bahwa Muhammad Quraish Shihab merupakan orang

pertama di Asia Tenggara yang meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu al-Qur'an

dari Universitas al-Azhar Cairo. Dalam Disertasinya Muhammad Quraish

Shihab memilih untuk membahas masalah korelasi antara ayat-ayat dan surat-

surat al-Qur'an sebagai fokus penelitiannya. Sebagai kasus dia memilih kitab

Nazhm al-Durar fî Tanâsub al-âyât wa al-Suwar karangan seorang mufasir

kenamaan yang tergolong kontroversial, yaitu Ibrahim Ibnu Umar al-Biqa'i

(809 H/1406 M-885 H/1480 M). Muhammad Quraih Shihab mengatakan,

”Saya tertarik dengan tokoh ini karena dia hampir terbunuh gara-gara kitab

tafsirnya.” Al-Biqâ'i juga dinilai oleh banyak pakar sebagai ahli tafsir yang

33 Arief Subhan, Tafsir Yang Membmi, (selanjutnya tertulis Tafsir Yang Membumi) Majalah

Tsaqafah Vol. I.No.3, 2003 h. 81

Page 43: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

19

berhasil menyusun suatu karya yang sempurna dalam masalah perurutan, atau

korelasi antara ayat-ayat dan surat-surat al-Qur'an. Ada juga yang menilai

bahwa kitab tafsirnya merupakan ensiklopedi dalam bidang keserasian ayat-

ayat dan surat-surat al-qur'an.34

Muhammad Quraish Shihab menyatakan:”Mayoritas Ulama masa lalu

melupakan segi rahasia urutan lafazh, ayat-ayat dan surat-surat al-Qur’an.

Sekalipun ada seperti al-Imam Fahrurrazi, dia hanya lebih dominan

perhatiannya pada segi ilmiyah yang bersifat filosofis, sehingga belum

mencapai apa yang diharapkan.”35

Muhammad Quraish Shihab menambahkan:”Kemudian datang al-Imam

Abu Ja’far Bin al-Zabir dan al-Imam al-Suyuthi, namun keduanya terbatas

pada penjelasan munasabah surat-surat al-Qur’an, tanpa menyingkap rahasia

yang ada pada urutan ayat-ayat dan hubungannya antara lafazh-lafazh yang ada

pada surat satu dengan yang lainnya.”36

Kemudian datang Burhanuddin Abu al-Hasan Ibrahim Ibnu Umar al-

Biqa’i (809 H/1406 M-885 H/1480 M) memiliki perhatian khusus dalam

masalah korelasi antara ayat-ayat al-Qur’an, dia mengungkapkan kedetailan

rahasia urutan ayat dan lafazh al-Qur’an, hingga mencapai kesempurnaan dan

bahkan merupakan ensiklopedi yang dikhususkan dalam masalah korelasi

antara ayat-ayat al-Qur’an yang diberi judul “Nazhm al-Durar Fî Tanâsub al-

Ăyât Wa al-Suwar .37

34 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi…, h. 86 35Muhammad Quraish Shihab, Nazhm al-Durar Fi Tanâsub al-‘Ayât Wa al-Suwar ,

(selanjutnya tertulis Nazhm al-Durar Fi Tanâsub al-Ayât) sebuah Disertasi Program Doktor Universitas al-Azhar Cairo, 1982 Jilid I, h. ب

36Muhammad Quraish Shihab, Nazhm al-Durar Fi Tanâsub al-Ayât…,h.ج 37Muhammad Quraish Shihab, Nazhm al-Durar Fi Tanâsub al-Ayât…,h. د

Page 44: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

20

Muhammad Quraish Shihab berpendapat, masalah korelasi antara ayat-

ayat al-Qur'an ini layak mendapat perhatian khusus. Hal itu setidaknya

dilatarbelakangi oleh dua hal. Pertama, salah satu isu tentang al-Qur'an yang

sering terdengar sumbang. Kedua, terjadinya penafsiran al-Qur'an yang bersifat

parsial. Implikasi dari model penafsiran seperti ini, seperti terlihat dalam

sejarah Islam, telah melahirkan konflik, khususnya dalam bidang teologi yang

cenderung tidak berkesudahan. Seperti golongan Sunni dan Mu'tazilah. Kedua

golongan itu seperti diketahui mempunyai kesimpulan yang bertentangan

secara diametral padahal mereka sama-sama mendasarkan diri pada al-Qur'an

bahkan pada ayat yang sama. Jadi melalui pembahasan tentang korelasi ayat-

ayat ini akan didapatkan suatu pemahaman terhadap al-Qur'an sebagai

keutuhan yang saling terkait.38

Dalam pandangan Muhammad Quraish Shihab, masalah metodologi

penafsiran al-Qur'an merupakan lapangan yang paling mendesak untuk

diadakan semacam pembaharuan, sebab sejauh ini para ulama masih

bertengkar dalam soal ini. Menurutnya para pembaharu membawa pemahaman

baru, tetapi kebanyakan tanpa dibarengi oleh metodologi yang jelas, bahkan

terkesan dalam memahami al-Qur'an masih parsial atau tidak utuh. Guna

mendapatkan pemahaman yang lengkap, menurut Muhammad Quraish Shihab,

paling tidak dibutuhkan metode maudhûi (tematik) dalam menafsirkan al-

Qur'an. Meskipun cukup fanatik, metode ini tetap tidak bisa berdiri sendiri.

Karena sebelum diterapkan, ia membutuhkan masukan dari metode-metode

lain, seperti metode tahlîli atau tajzî’i untuk mengetahui makna, pesan-pesan

dan asbâb al-nuzûl (sebab-sebab turun ayat) masing- masing. Namun demikian

38 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi…, h. 87

Page 45: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

21

Muhammad Quraish Shihab juga mengakui bahwa metode ini bukan yang

terbaik. Akhirnya memang tergantung kebutuhan. Kalau ingin menuntaskan

topik, maka jawabannya adalah metode maudhûi tapi jika ingin menerangkan

kandungan suatu ayat, maka jawabannya adalah metode tahlîli. 39

Gagasan dan pandangan Muhammad Quraish Shihab tentang agama,

tampaknya boleh dikatakan tergolong skripturalisme moderat. Karena dia

menafsirkan ayat al-Qur’an berangkat dari teks ayat, namun dia juga selalu

memperhatikan konteks masyarakat yang ada sekarang.

Skripturalisme yang dikembangkan oleh Muhammad Quraish Shihab

jauh berbeda dengan skripturalisme yang dikembangkan oleh kalangan muslim

fundamentalis. Karena mereka hanya berpegang pada teks ayat tanpa

memperhatikan konteksnya

Skripturalisme Muhammad Quraish Shihab mengandung arti usaha

untuk mengembalikan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat Muslim

kepada kitab suci al-Qur'an. Muhammad Quraish Shihab sendiri menilai bahwa

pada masa modern sekarang ini antara kehidupan masyarakat Muslim dengan

al-Qur'an, sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupan, terbentang jarak yang

jauh. Oleh karena itu, menurutnya umat Islam tidak hanya perlu didekatkan

kembali dengan kitab sucinya, lebih dari itu juga perlu diusahakan suatu

penafsiran al-Qur'an dengan memperhatikan konteksnya. Jadi, tepatlah kiranya

menempatkan Muhammad Quraish Shihab sebagai seorang skripturalis

moderat.40

Salah satu obsesi Muhammad Quraish Shihab adalah melakukan

penafsiran al-Qur'an dengan menggunakan pendekatan multidisiplin. Karena

39 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi…, h. 88

40 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi…, h. 89

Page 46: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

22

dengan melibatkan sejumlah ilmuwan dari berbagai bidang spesialisasi ini,

menurutnya akan berhasil mengungkap lebih banyak petunjuk-petunjuk dari

dalam al-Qur'an.41

Maka tidak heran jika Muhammad Quraish Shihab dalam menafsirkan

ayat-ayat al-Qur'an, memiliki metode yang tidak dimiliki orang lain karena dia

menggabungkan berbagai metode dan ciri khasnya selalu menafsirkan ayat

dengan pendekatan bahasa dan munâsabah yaitu memulai dengan menarik

akar kata, lalu dihubungkan dengan ayat-ayat lain dan hadis Nabi serta ilmu

pengetahuan.

Diantara karya karya Muhammad Quraish Shihab adalah Tafsir al-

Mishbah yang dapat dikatakan sebagai karya monumental. Tafsir yang terdiri

dari 15 volume ini mulai ditulis pada tahun 2000 sampai 2004. Kehadiran tafsir

ini kiranya semakin mengukuhkannya sebagai tokoh tafsir Indonesia, bahkan

Asia Tenggara.

Dari latar belakang diatas penulis ingin menyingkap pandangan

Muhammad Quraish Shihab tentang ayat-ayat jender yang terdapat pada Tafsir

al-Mishbah. Untuk itu penulis ingin menulis sebuah disertasi yang

berjudul”Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir al-Mishbah”

B. Pokok Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan judul penelitian ini, yaitu "Penafsiran Ayat-Ayat Jender

Dalam Tafsir al-Mishbah," permasalahan yang akan dikembangkan dalam

disertasi ini adalah cara dan langkah-langkah yang ditempuh oleh Muhammad

41Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi…, h. 85

Page 47: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

23

Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dalam Tafsir al-

Mishbah khususnya ayat-ayat jender.

2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Ayat-ayat jender yang dimaksud dalam Disertasi ini adalah ayat-ayat

tentang perempuan yang ditafsirkan oleh sebahagian ulama tafsir tidak setara

dengan laki-laki. Melihat luasnya pembahasan ayat-ayat jender, maka penulis

membatasi pada ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia,

kewarisan, persaksian, kepemimpinan, dan poligami, karena masalah ini yang

sering disoroti oleh para pakar jender.

Dari pembatasan tersebut, maka masalah pokok dalam disertasi ini

ialah bagaimana penafsiran ayat-ayat jender yang berkaitan dengan penciptaan

manusia, kewarisan, persaksian, kepemimpinan, dan poligami, menurut

Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah? Dari pokok

permasalahan tersebut akan dikembangkan beberapa sub permasalahan sebagai

berikut :

a. Bagaimana bentuk, metode, dan corak Tafsir al-Mishbah karya

Muhammad Quraish Shihab ?

b. Instrumen apa yang digunakan Muhammad Quraish Shihab dalam

menafsirkan ayat-ayat jender dalam Tafsir al-Mishbah ?

c. Apa perbedaan dan persamaan penafsiran ayat-ayat jender antara

Muhammad Quraish Shihab dengan mufassir lain ?

Page 48: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

24

C. Tinjauan Kepustakaan

Sepanjang penelitian penulis, sudah banyak orang yang menulis tentang

penafsiran ayat-ayat jender, namun penulis berbeda dengan para penulis

terdahulu. Beberapa contoh tulisan ilmiah dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Karya Nasaruddin Umar.Hasil penelitiannya terhadap sejumlah ayat jender

mengesankan bahwa al-Qur’an cenderung mempersilahkan kepada

kecerdasan-kecerdasan manusia di dalam menata pembagian peran antara

laki-laki dan perempuan. Dengan menyadari bahwa persoalan ini cukup

penting tetapi tidak dirinci di dalam al-Qur’an, maka itu menjadi isyarat

adanya kewenangan manusia untuk menggunakan hak-hak kebebasannya

dalam memilih pola pembagian peran laki-laki dan perempuan yang saling

menguntungkan.42

Prinsip-prinsip kesetaraan jender dalam al-Qur’an antara lain

mempersamakan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai hamba

(‘âbid) Tuhan dan sebagai wakil Tuhan di bumi (khalîfah Allah fî al-ardh),

laki-laki dan perempuan diciptakan dari unsur yang sama, lalu keduanya

terlibat dalam drama kosmis, ketika Adam dan Hawa sama-sama bersalah

yang menyebabkannya jatuh ke bumi. Keduanya sama-sama berpotensi

meraih prestasi di bumi, dan sama-sama berpotensi untuk mencapai ridha

Tuhan di dunia dan akherat.43

Meskipun ditemukan sejumlah ayat yang kelihatannya lebih

memihak kepada laki-laki, seperti dalam soal kewarisan, persaksian,

poligami, dan hak-haknya sebagai suami atau sebagai ayah, ayat-ayat yang

42Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur'an, (Jakarta: Paramadina,

2001), Cet. II. 43Nasaruddin Umar, Bias Jender,…h. 306

Page 49: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

25

berbicara tentang hal tersebut semuanya turun untuk menanggapi suatu

sebab khusus (khushûsh al-sabab), meskipun redaksinya menggunakan

lafazh umum (‘umûm al-lafazh). Hampir semua ayat jender turun dalam

suatu sebab khusus, tetapi hampir semua ayat-ayat tersebut menggunakan

bentuk (shîghah) lafazh umum. Jika demikian adanya maka pertanyaan

metodologis muncul, “apakah yang dijadikan pegangan sebab khusus atau

lafazh umum?.44

Ayat-ayat jender turun secara sistematis didalam suatu lingkup

budaya yang sarat dengan ketimpangan peran jender. Dengan dipandu oleh

pribadi seorang Nabi dan Rasul maka implementasi ayat-ayat jender dapat

disosialisasikan dalam waktu yang relatif cepat. Nabi Muhamad masih

sempat menyaksikan kaum perempuan menikmati beberapa kemerdekaan

yang tidak pernah dialami sebelumnya, seperti kemerdekaan menikmati

ruang publik dan memperoleh hak-hak pribadi seperti hak warisan, hak

menuntut talak, dan berbagai hak asasi lainnya. Hanya saja sering

ditemukan unsur budaya lokal lebih dominan di dalam menafsirkan ayat-

ayat al-Qur’an. Termasuk dalam hal terjadinya maskulinisasi

epistemologis.45

Karya ini membahas kesetaraan jender dengan menggunakan

metode historical analysis (analisis sejarah), metode hermeneutical method

dan metode maudhû’i yang dipadukan dengan content analysis, disamping

metode induktif dan deduktif.46

44 Nasaruddin Umar, Bias Jender,…h. 306 45 Nasaruddin Umar, Bias Jender,…h. 309 46 Nasaruddin Umar, Bias Jender,…h. 30

Page 50: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

26

2. Karya Ahmad Junaidi Ath-Thayyibi. Hasil penelitiannya yaitu solusi yang

ditawarkan oleh Islam hanya satu yaitu kepatuhan kaum laki-laki dan

perempuan terhadap hukum syara baik berupa perintah maupun

larangannya. Berupa perintah seperti menundukkan pandangan serta

memelihara kemaluannya, agar bertaqwa, tidak melakukan maksiat,

hubungan seksual hanya bisa dilakukan melalui akad nikah, sedangkan

berupa larangan seperti, dilarang melakukan berkhalwat dan khusus

kepada perempuan dilarang bersolek secara berlebihan dengan

menampakkan perhiasan dan kecantikannya dan perempuan tidak

melakukan pekerjaan diluar kadratnya 47

3. Karya Muhammad Anas Qasim Ja'far. Dalam kesimpulannya dia

mengemukakan hal ikhwal hak politik perempuan dalam peta pemikiran

Islam dan perundang-undangan kontemporer. Dia menyatakan sudah jelas

merupakan hak perempuan, atas dasar prinsip persamaan, untuk ikut

berpartisipasi bersama laki-laki, membangun, mengubah dan

membebaskan energi-energi terendap dalam masyarakat, suatu upaya yang

wajib mengikutsertakan perempuan dalam kehidupan politik. Dalam Islam

tidak ditemukan aturan-aturan yang melarang perempuan menikmati hak-

hak tersebut, sebaliknya Islam justru mendukung perempuan untuk

memperoleh hak-haknya, sebagaimana halnya pada laki-laki. Begitu pula

hampir seluruh aturan perundang-undangan kontemporer mendukung

perempuan menggunakan hak-hak politiknya.48

47Ahmad Junaidi Ath-Thayyibi, Tata Kehidupan Wanita dalam Syari'at Islam, (Jakarta:

Wahyu Press, 2003), Cet. I, h. 129 48Muhammad Anas Qasim Ja'far, Mengembalikan Hak Hak Politik Perempuan sebuah

Perspektif Islam, (Jakarta: Daar al-Nahdhah al-Arabiyah, 2002), Cet. I, h. 154

Page 51: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

27

4. Karya Faisar Ananda Arfa. Dalam kesimpulannya ada tiga yaitu pertama,

perempuan dalam pemikiran Islam modern digambarkan sebagai makhluk

yang sama kedudukannya dengan kaum laki-laki secara teologis di

hadapan Allah dan secara sosial dalam interaksi sesama manusia. Agenda

utama yang dikembangkan oleh para pemikir Islam modern tersebut adalah

memberikan hak dan kesempatan yang sama bagi perempuan dalam segala

bidang aspek kehidupan termasuk hak berpolitik, hak memilih dan dipilih

sebagai pemimpin. Dalam masalah fiqih terutama warisan dan kesaksian

peremppuan dihargai sama dengan laki-laki, kedua , para pakar modernis

menawarkan penafsiran baru dan segar terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang

selama ini secara tradisional dipergunakan untuk mendiskriminasikan

kaum perempuan. Prinsip-prinsip yang dikembangkan, bahwa pintu ijtihad

terbuka lebar, ketiga, metode yang diterapkan adalah mereduksi kekuatan

qath’i. Artinya bila dalam pemahaman Islam tradisional ayat-ayat tersebut

bersifat muthlak dan wajib diamalkan tanpa interpretasi, maka dalam

pemikiran Islam modern, ayat-ayat tersebut ditinjau dengan

memperhatikan sebab turun ayat dengan memperhatikan kondisi sosial,

budaya dan ekonomi masyarakat ketika ayat tersebut diturunkan.49

5. Karya Istianah. Dalam kesimpulannya dia menyatakan, bahwa wawasan

al-Qur’an menggunakan metode maudhu’i (tematik), sama halnya dengan

yang ditempuh oleh al-Farmawi, namun ia agak berbeda dengan Farmawi.

Pertama, dalam menetapkan tema yang akan dibahas diprioritaskan pada

persoalan yang menyentuh dan dirasakan langsung oleh masyarakat yang

membutuhkan jawaban al-Qur’an. Kedua , menyusun runtutan ayat sesuai

49Faisar Ananda Arfa, Wanita dalam konsep Islam Modernis, (Jakarta: Pustaka Firdaus,

2004), Cet. I, h. 179

Page 52: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

28

dengan masa turunnya dan itu hanya dibutuhkan dalam upaya mengetahui

perkembangan petunjuk al-Qur’an menyangkut persoalan yang dibahas.

Bagi mereka yang bermaksud menguraikan satu kisah, atau kejadian, maka

runtutan yang dibutuhkan adalah runtutan kronologis pristiwa. Ketiga,

kesempurnaannya dapat dicapai apabila mufassir berusaha memahami arti

kosa kata dengan merujuk kepada penggunaan al-Qur’an. Kempat, tidak

mengabaikan asbâb al-nuzûl ayat, karena asbâb nuzûl ayat mempunyai

peranan yang sangat besar, yaitu sangat membantu dalam memahami suatu

ayat. Sedangkan dalam Tafsir al-Mishbah Quraish menggunakan metode

tahlîlî (runtutan ayat).50

Walaupun kedua karyanya termasuk kategori tafsir bi al-ra’yi, namun

ia tidak lepas menggunakan riwayat sebagai sumber utamanya, kalau tidak

dijumpai riwayat ia baru menggunakan nalarnya. Dalam kedua karyanya

tersebut, Quraish juga tidak lepas dari metode interteks. Yaitu selalu

mengutip pendapat dari pendahulunya seperti;Ibrahim Ibnu Umar al-

Biqa’i, Muhammad Thanthawi, Mutawalli al-Sya’rawi, Sayyid Quthub,

Muhammad Thahir Ibnu Asyur, Muhammad Husain Thabathaba’i, al-

Zamakhsyari dan beberapa pakar tafsir yang lain. Proses interteks ini

fungsinya diposisikan sebagai penguat dan melegimitasi dari

penafsirannya.51

6. Karya Istibsyarah. Dalam kesimpulannya, bahwa al-Sya’rawi lebih

moderat dalam beberapa hal, misalnya kebolehan perempuan bekerja di

luar rumah, sepanjang pekerjaan itu tidak menimbulkan fitnah, dapat

50Istianah, Metodologi Muhammad Quraish Shihab Dalam Menafsirkan al-Qur'an,

(selanjutnya tertulis Metodologi Quraish Shihab) sebuah Tesis Program Pascasarjana UIN Jakarta, 2002., h. 177

51Istianah, Metodologi Muhammad Quraish Shihab…,h.179

Page 53: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

29

memelihara prinsip-prinsip ajaran agama, kesusilaan, sopan dan dapat

menjaga diri. Perbandingan kesaksian laki-laki dan perempuan 1:2 al-

Sya’rawi menghubungkannya dengan kondisi obyektif masyarakat arab

ketika al-Qur’an diturunkan, ia melihat sebagai seruan yang bersifat

anjuran. Demikian pula konsep keterbatasan agama dan akal juga tidak

bersifat permanen dan universal. Ia memberi kesimpulan bahwa

perempuan dapat menjadi saksi sebagaimana halnya laki-laki, asal

perempuan melihat dengan mata kepala sendiri.52

Menurut al-Sya’rawi, poligami dibolehkan dalam keadaan darurat,

hak kemanusiaan laki-laki dan perempuan adalah sama dan keduanya

memang saling melengkapi satu sama lain guna memenuhi kebutuhan

hidup yang makin komplek, adanya pengakuan terhadap hak politik bagi

perempuan diantaranya jihad dan memegang jabatan, dalam rumah tangga

tidak ada yang superior dan inferior antara suami dan istri, hak

memperoleh pendidikan sama antara laki-laki dan perempuan, dalam

memilih pasangan hidup sama halnya dengan laki-laki, hak talak memang

hak laki-laki, namun perempuan dapat mengajukan gugat cerai dengan

berbagai pertimbangan yang matang.53

7. Karya Zaitunah Subhan. Inti kesimpulannya ada dua yaitu, pertama,

perbedaan kodrati (kodrat biologis) tidak punya pengaruh apapun dalam

menentukan derazat kemanusiaan, kecuali nilai iman dan taqwa. Akan

tetapi kesalah pahaman memahami kodrat perempuan akan menimbulkan

anggapan inferior (misalnya perempuan itu lemah akal dan agamanya,

52Istibsyaroh, Hak Hak Perempuan Dalam Relasi Jender Pada Tafsir al-Sya'rawi,

(selanjutnya tertulis Hak-Hak Perempuan) sebuah Disertasi Program Pascasarjana UIN Jakarta, 2004, h.286.

53Istibsyaroh, Hak Hak Perempuan…, h.287

Page 54: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

30

tempat yang pantas bagi perempuan adalah di rumah). Ini bertentangan

dengan prinsip Islam, karena Islam mengajarkan keadilan dan

keseimbangan terhadap laki-laki dan perempuan. Setatemen al-Qur’an

berangkat dari awal penciptaan segala sesuatu yang ada ini diawali dengan

berpasangan. 54

Kedua, laki-laki (suami) dan perempuan (istri) sebagai mitra dalam

sebuah rumah tangga; kemitrasejajaran bukan merupakan hubungan yang

satu mengungguli atau lebih rendah dari yang lain, bukan pula yang satu

mendominasi dan yang lain didominasi; tetapi kemitrasejajaran adalah

hubungan yang saling timbal balik. Adanya kesenjangan diakibatkan

karena pemahaman agama yang tidak proporsional dalam memberikan

makna kemitrasejajaran. Penafsiran yang ada sering kali berfungsi sebagai

penguat isu-isu yang tersebar di masyarakat. Hal ini akibat dari penafsiran

lama yang sulit diterima pada masa kini. Sumber Islam (al-Qur’an dan

hadis) tidak saja dapat dipahami secara normatif, tetapi juga harus

diperhatikan konteksnya. Oleh karena itu, pemahaman secara kontekstual

sangat diperlukan.55

8. Fathurrahman Djamil. Dia membahas pemikiran Muhammad Quraish

Shihab dari 3 sisi ;qath’i zhanni, nâsikh manshûkh dan fungsi hadis

terhadap al-Qur’an. Pertama, tentang qath’i zhanni. Suatu ayat al-Qur’an

disebut qath’i, jika ia hanya memiliki satu arti atau penafsiran tertentu, dan

disebut zdanni, jika ia terbuka untuk diberi berbagai macam makna.

Fathurrahman Djamil melihat Muhammad Quraish Shihab tidak

54 Zaitunah Subhan, Kemitrasejajaran Pria dan Wanita dalam Perspektif Islam, (selanjutnya

tertulis Kemitrasejajaran Pria dan Wanita) sebuah Disertasi Program Pascasarjana UIN Jakarta, 1998. h. 239

55 Zaitunah Subhan, Kemitrasejajaran Pria dan Wanita…, h. 240

Page 55: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

31

menyetujui adanya dikotomi ini. Kedua, nâsikh mansûkh, bila ada ayat

yang bertentangan maka salah satu ayat yang bertentangan tersebut sudah

dinyatakan tidak berlaku. Quraish dalam menyelesaikan masalah ini secara

berbeda. Dia tidak melihat bahwa satu ayat telah dinyatakan tidak berlaku

dan digantikan oleh ayat lainnya. Bagi dia yang terjadi adalah pemindahan

obyek hukum dari satu kondisi ke kondisi lain atau dengan kata penundaan

sementara berlakunya ayat tersebut. Jika kondisi yang mirip dengan

kondisi dimana ayat tersebut diturunkan kembali, ayat al-Qur’an yang

sudah diganti itu kembali berlaku. Ketiga, fungsi hadis terhadap al-Qur’an.

Apakah Nabi punya berwenang untuk menetapkan hukum baru yang tidak

ditetapkan al-Qur’an ? Dalam menjawab pertanyaan ini secara garis besar

masyarakat islam terbagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama

berpendapat, Nabi boleh membuat hukum baru, kelompok kedua

menolaknya. Quraish lebih condong pada penjelasan tambahan. Sehingga

Quraish dalam masalah hukum tidak hitam putih, tapi dia berusaha

menghadirkan keragaman pendapat, baik dari masa klasik maupun modern

dan mendorong penanya untuk memilih sendiri. Dia tidak mendasarkan

pada satu madhhab tertentu. Dia sangat menggaris bawahi pentingnya

aspek maslahah dalam penentuan hukum.56

9. Hamdani Anwar. Dalam kesimpulannya hanya membahas yang berkaitan

dengan motivasi penulisan, sumber yang digunakan, metode yang dipilih,

corak yang menjadi kecenderungan dan sistimatika yang dianut dalam

penulisannya.57

56Fathurrahman Djamil ,Setudia Islamika, Volume 6, Number 2, 1999, h.171 57Hamdani Anwar, Mimbar Agama & Budaya, Vol.X!X, NO.2. 2003, h. 188

Page 56: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

32

10. Arief Subhan. Tulisan yang dia paparkan hanya berkisar “Biografi Sosial

Intelektual Muhammad Quraish Shihab” Dia memaparkan tentang

Muhammad Quraish Shihab mulai dari kelahiran, melanjutkan studi ke

Mesir, mengulas tentang tesis dan disertasi yang ditulisnya, dan

pandangan-pandangan serta gagasan-gagasan yang diinginkannya.58

11. Herman Heizer. Dia hanya menyampaikan tentang 2 latar belakang

terbitnya tafsir al-Mishbah, pertama , keprihatinan terhadap kenyataan

bahwa ummat Islam Indonesia mempunyai ketertarikan yang besar

terhadap al-Qur’an, tapi sebahagian hanya berhenti pada pesona bacaannya

ketika dilantunkan. Seakan-akan kitab suci ini hanya untuk dibaca. Padahal

menurut Quraish Shihab bacaan al-Qur’an hendaknya disertai dengan

kesadaran akan kegunaannya. Kedua, tidak sedikit ummat Islam yang

mempunyai ketertarikan luar biasa terhadap makna-makna al-Qur’an, tapi

menghadapi berbagai kendala, terutama waktu, ilmu-ilmu pendukung dan

kelangkaan buku rujukan yang memadai dari segi cakupan informasi, jelas

dan tidak bertele-tele.

Kajian dan bahasan buku-buku di atas sekalipun membahas jender tapi

tidak menyinggung pemikiran Muhammad Quraish Shihab, dengan pendekatan

yang berbeda-beda dan hasilnya memiliki kekhususan masing- masing. Ada

lima orang penulis kutip yang menyoroti Muhammad Quraish Shihab seperti

Istianah, Fathurrahman Djamil dan Hamdani Anwar, Arief Subhan dan

Herman Heizer, namun tidak menyoroti masalah jender. Sedangkan penulis

terfokus pada penafsiran ayat-ayat jender menurut Muhammad Quraish

58Arief Subhan, Majalah Tsaqafah, Vol.1, No.3, 2003,h. 81

Page 57: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

33

Shihab. Dengan demikian, penelitian ini bukan pengulangan dari apa yang

telah ditulis oleh peneliti lain sebelumnya.

Karena itu, penelitian penulis ini diharapkan akan menghasilkan hal-hal

baru yang belum terungkap oleh peneliti lain tentang penafsiran ayat-ayat yang

bernuansa jender. Penelitian ini akan berupaya mengungkap penafsiran ayat-

ayat yang bernuansa jender menurut Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir

al-Mishbah. Untuk menghasilkan kajian yang utuh, akan dipilih pendekatan

dan analisis tertentu yang akan dijelaskan pada bagian metodologi.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapat jawaban yang jelas dan

mendalam terhadap 3 pokok masalah yang telah dikemukakan di atas. Jawaban

yang berhasil nanti, tentu akan menambah khazanah ilmu pengetahuan penulis

dalam masalah penafsiran ayat-ayat jender menurut Muhammad Quraish

Shihab dalam Tafsir al-Mishbah.

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bentuk, metode, corak, dan langkah-langkah yang

ditempuh Muhammad Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat jender

2. Ingin memberikan sumbangan kepada para pembaca, tentang pemahaman

yang disampaikan oleh Muhammad Quraish Shihab khususnya mengenai

ayat-ayat jender

3. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan penafsiran ayat-ayat jender

antara Muhammad Quraish Shihab dengan ulama klasik dan ulama

kontemporer

Page 58: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

34

4. Untuk mengetahui instrumen yang digunakan Muhammad Quraish Shihab

dalam menafsirkan ayat-ayat jender

5. Di samping itu insya Allah hasil penelitian ini, sekecil apapun dapat

menyumbangkan pemikiran bagi dunia ilmu pengetahuan, terutama dalam

bidang tafsir.

6. Kemudian dapat membuka cara pandang umat Islam agar selalu mencari

penafsiran ayat-ayat yang relevan dengan keadaan sekarang.

7. Terakhir, semoga hasil penelitian ini bisa menjadi langkah awal bagi

penelitian tentang penafsiran ayat-ayat jender menurut Muhammad

Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, dan akan dikembangkan hasil

penelitian ini pada penelitian-penilitian berikutnya.

E. Kerangka Teori

Al-Qur’an sebagai kalamullah yang terdapat di Lauh Makhfudz dengan

bentuk yang tidak dapat dijangkau oleh panca indra manusia dan tidak terbatas

dan bersifat muthlak.59 Ketika Allah menghendaki menurunkan kalamullah

kepada manusia, maka langkah awal, Allah merubah terlebih dahulu

kalamullah yang semula tidak dapat dijangkau oleh panca indra manusia

menjadi bentuk yang dapat ditangkap oleh panca indra manusia yang terbatas

dan relatif yaitu dengan bahasa arab, karena al-Qur’an diturunkan kepada Nabi

Muhammad orang arab.60 Sebagaimana Firman Allah (Q.S.al-Zukhruf/43 :3) :

)٣ : ٤٣/الزخرف(انا جعلناه قرآنا عربيالعلكم تعقلون Sesungguhnya Kami menjadikan al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahaminya.

59 Muhammad Syahrur, al-Kitâb Wa al-Qur’an Qirâ’ah Mu’âshirah (selanjutnya tertulis al-

Kitab Wa al-Qur’an), (Damaskus : al-Ahâli Li Al-Thabâ’ah Wa al-Nasyar Wa al-Tauzî’, 1990), h. 44 60 Muhammad Syahrur, al-Kitâb Wa al-Qur’an…, 152

Page 59: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

35

Kemudian al-Qur’an tersebut diturunkan sekaligus ke Samâ’u al-

Dunya (langit dunia) dengan bahasa arab yang dapat dijangkau oleh panca

indra manusia. (Q.S.Yusuf/12: 2).61 Kemudian diturunkan secara berangsur

kepada Nabi Muhammad saw. melalui Malaikat Jibril, kemudian Nabi

langsung menyampaikannya kepada manusia.62

Jadi kalamullah yang tak terbatas sebelum diubah menjadi bahasa

arab, manusia tidak dapat memahaminya, kemudia setelah diubah menjadi

bahasa arab juga mengandung ayat-ayat muhkamât dan mutasyâbihât.

Kemudian manusia yang terbatas mencoba menggali maksud ayat-ayat al-

Qur’an tersebut dengan makna qarîb (dekat/teks/dzahir) dan makna baîd

(jauh/konteks/ abstrak).

Hal ini sesuai dengan Khalid Abdurahman al-‘Ak yang mengatakan:”

Dalil yang dibentuk melalui ta’wil (penafsiran) ada yang mengutamakan

makna zhâhir atau makna qarîb dan ada yang mengutamakan makna tersirat

atau makna baîd.”63 Seperti kalimat يـد اهللا makna qarîbnya tangan Allah, tapi

makna baîdnya adalah kekuasaan Allah.

Munawir Sjadzali menyatakan, Diantara para ahli dari empat madzhab, meskipun mereka banyak

saling berbeda pendapat, namun terdapat semacam kesepakatan atau konsensus bahwa hukum islam terbagi dalam dua katergori; hukum yang bertalian dengan ibadah murni, dan hukum yang menyangkut mu’amalah duniawiyah (kemasyarakatan). Dalam hal hukum yang termasuk kategori pertama tidak banyak kesempatan bagi kita untuk mempergunakan penalaran, tetapi dalam hal hukum dari kategori kedua, lebih luas ruang gerak untuk penalaran intelektual, dengan

61 Muhammad Syahrur, al-Kitâb Wa al-Qur’an…, 152 62 Muhammad Syahrur, al-Kitâb Wa al-Qur’an…, 153

63 Khalid Abdurrahman al-‘Ak, Ushûl al-Tafsîr Wa Qawâiduhu, (Bairut : Dâr al-Nafâis, 1986), h. 60

Page 60: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

36

kepentingan masyarakat sebagai dasar pertimbangan atau tolok ukur utama.64

Berbeda dengan Quraish Shihab yang menyatakan, Bahwa ajaran yang dibebankan kewajibannya kepada seorang

mukallaf ada yang bersifat pengetahuan dan ada yang bersifat pengamalan, maka ulama Islam membagi kewajiban tersebut kepada ‘aqîdah dan syarî’ah, atau dengan kata lain, ushûl dan furû’. Sesuatu yang bersifat pengetahuan dan wajib diyakini karena berdasarkan suatu yang qath’i atau ushûl al-dîn, sedangkan yang bersifat pengamalan adalah syarî’ah. Dari sini- katanya- dapat disimpulkan, bahwa segala keyakinan yang tidak bersumber kepada sesuatu yang qath’i, bukan merupakan ushûl al-dîn, dan tidak mengakibatkan kekufuran penganutnya, betapapun besarnya perbedaan tersebut.65

Kemudian dia juga mengutip pendapat Mahmûd Syaltût, Pertama, dalam masalah akidah, penetapnnya haruslah

menggunakan argumentasi yang bersifat qath’i. Kedua , hal-hal yang tidak bersifat qath’i, dan terjadi perbedaan pendapat di dalamnya, tidak dapat dianggap sebagai masalah akidah, dan tidak pula pendapat satu kelompok tertentu dalam masalah tersebut merupakan pendapat yang pasti benar, sedangkan yang lainnya salah. Ketiga, kitab-kitab yang membahas teologi tidak semata-mata berisi masalah-masalah yang diwajibkan oleh agama untuk dianut, tetapi juga berisi disamping hal-hal tersebut, beberapa teori ilmiah yang argumentasi-argumentasinya saling bertentangan sehingga teori-teori tersebut merupakan ijtihad para ulama.66

Kemudian dia juga mengutip pendapat Isa Mannun, Ajaran-ajaran Islam yang berdasarkan argumentasi yang pasti dan

menyakinkan dan yang diterima berdasarkan tawâtur, serta dari generasi kegenarasi sejak masa Nabi saw, sehingga pengetahuan tentang hal tersebut telah demikian populer, atau yang disebut dengan istilah al-ma’lûm min al-dîn bi al-dharûrah. Penolakan terhadap masalah-masalah tersebut mengakibatkan kekufuran. Dan ketetapan-ketetapan agama yang disepakati oleh ulama-ulama (ijma’), walaupun ketetapan-ketapan tersebut belum populer. Yanng menolak hal ini ada yang menilainya kafir dan ada pula yang menilainya fasiq.67

64 Munawir Sjadzali, Kontekstualisasi Ajaran Islam, (Jakarta : PT.Temprint, 1995), h. 92 65 Muhammad Quraish Shihab, Mimbar Agama & Budaya , Vol.22, No.4, 2005, h. 354 66 Muhammad Quraish Shihab, Mimbar Agama & Budaya , Vol.22, No.4, 2005, h. 355 67 Muhammad Quraish Shihab, Mimbar Agama & Budaya, Vol.22, No.4, 2005, h. 356

Page 61: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

37

Jadi ukuran boleh menggunakan nalar akal terhadap penafsiran ayat-

ayat al-Qur’an berbeda antara Munawir Sjadzali dan Muhammad Quraish

Shihab, karena Munawir Sjadzali melihat dari sisi materinya (akidah atau

mu’amalah), sedangkan Muhammad Quraish Shihab dari sisi argumentasinya

(qath’i atau zhanninya).

Muahammad Quraish Shihab selanjutnya menyatakan, Manusia diberi kebebasan oleh Allah untuk memilih dan

menetapkan ajaran hidupnya, serta agama yang dianutnya. Tetapi kebebasan ini bukan berarti kebebasan memilih ajaran-ajaran agama pilihnnya itu, mana yang dianut dan mana yang ditolak. Karena Tuhan tidak menurunkan suatu agama untuk dibahas oleh manusia dalam rangka memilih yang dianggap-nya sesuai dan menolak yang tidak sesuai. Agama pilihan adalah satu paket, penolakan terhadap satu bagian mengakibatkan penolakan terhadap keseluruhan paket tersebut. (Q.S.al-Baqarah/2:85). Dalam hal ini, agama Islam tidak memberikan kepada seorang muslim kebebasan memilih dari keragaman pendapat yang berkembang dalam bidang ushûl al-dîn, karena masalahnya sudah demikian jelas dan pasti. Kebebasan memilih hanya diberikan dalam bidang furû’ karena argumentasinya bersifat zhanni. 68

Sedangkan Ibrahim Hosen menyatakan, Mengenai al-qur’an yang dapat kita baca dan kita dengarkan itu

adalah kalâm lafdhi yang menunjukkan kepada kalâm nafsi. Atas dasar ini maka hukum islam itu sangat luas sekali yang hanya diketahui melalui dalil, baik dalil-dalil yang disepakati kehujjahannya maupun dalil-dalil yang diper-selisihkan kehujjahannya. Atas dasar itu pula dapat diketahui bahwa hukum itu bersifah qadîm dan hanya Allahlah yang berhak menetapkan hukum. Dengan demikian maka tergambarlah bagi kita bahwa yang kita cari itu adalah hukum Allah. Jelas hal ini sangat sulit, karena hukum Allah adalah khithâb-Nya yang berupa kalâm nafsi yang tidak bersuara dan tidak berhuruf yang tidak dapat kita cerna dan kita gambarkan, yang diluar jangkauan manusia. Untuk mengetahui hal tersebut hendaklah kita mengetahui bahwa kalâmullah itu mempunyai dua indikasi. Pertama, indikasi lafdhi dan kedua, indikasi ma’nawi. Indikasi lafdhi yaitu al-Qur’an dan indikasi ma’nawi adalah hadis, ijma, qiyas dan dalil-dalil lain. Dari sini dapat diketahui

68 Muhammad Quraish Shihab, Mimbar Agama & Budaya, Vol.22, No.4, 2005, h. 357

Page 62: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

38

bahwa yang berperan itu adalah dalil hukum. Tampa dalil kita tidak dapat mengetahui hukum dan hukum tanpa dalil adalah tahakkum (membuat-buat hukum). Perbuatan ini haram dan dosanya lebih besar daripada syirik. Sebab syirik itu yang sesat hanyalah yang bersangkutan, sedangkan tahakkum, disamping pelakunya juga akan menyesatkan banyak manusia.69

Pendapat Ibrahim Hosen sama dengan Muhammad Quraish Shihab,

karena dia membagi hukum Islam kepada dua yaitu syarî’ah/ushûl yang biasa

disebut dengan hukum qath’i atau dengan kata lain yaitu mâ’ulima minaddin bi

al-dharurah dan hukum fiqh/furû yang biasa disebut hukum zhanni.

Apabila kita menemukan ayat-ayat al-qur’an yang konteks

pembicaraannya bersifat khusus terhadap kasus tertentu dan berkaitan dengan

suatu hukum maka ketentuan itu tidak terbatas pada kasus itu saja, tetapi

berlaku secara umum. Ini ditujukan kepada setiap kasus yang mempunyai

persamaan dengan kasus tersebut.70 Hal ini sesuai dengan pendapat mayoritas

ulama yang menayatakan بعموم اللفظ ال خبصوص الـسبب العربة , artinya penafsiran

ayat al-qur’an berdasarkan teks ayat, bukan dilihat dari latar belakang turun

ayat. 71

Dalam memahami kaidah diatas, yang perlu diingat ialah bahwa sebab

turunnya ayat pada hakikatnya hanyalah salah satu alat bantu berupa contoh

untuk menjelaskan makna redaksi-redaksi ayat al-qur’an, namun cakupannya

tidak terbatas pada ruang lingkup sebab turunnya suatu ayat.72

Bagaimana al-Qur’an bisa menjadi petunjuk segala zaman, bila

memahaminya hanya berlaku dalam satu kasus, tidak berlaku umum. Oleh

karena itu, menurut hemat penulis seorang mufassir yang akan menafsirkan al-

69 Ibrahim Hosen, Apakah Judi Itu ?, (Jakarta :LPPI IIQ, 1987), h. 6 70 Abdurahman Dahlan, Penafsiran al-Qur’an…, h. 91 71 Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyân Fî Ulûm al-Qur’an, (Cairo : Dâr al-Shâbuni, 1999),

h. 27 72 Abdul Rahman Dahlan,Penafsiran Al-Qur'an…, h. 91

Page 63: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

39

Qur’an harus berpegang pada ayat-ayat al-Qur’an sebagai sumber utama untuk

mengkaji ajaran Islam dan hadis Nabi saw. Sebagai sumber kedua setelah al-

Qur’an, karena salah satu fungsi hadis adalah untuk menjelaskan maksud ayat-

ayat al-Qur’an.

Namun ada pendapat ulama yang jumlahnya minoritas menyebutkan

artinya penafsiran ayat al-Qur’an berdasarkan latar العربة خبصوص السبب ال بعموم اللفـظ

belakang turunnya ayat, bukan hanya dilihat dari teks ayat.73

Pendapat ini berbeda dengan pendapat jumhur (mayoritas) ulama di

atas. Pendapat ini menggunakan pendekatan maqâsid al-syarî’ah (tujuan dari

penerapan hukum islam) yang antara lain melihatnya dari segi mashlahah

mursalah. Oleh karena itu, apabila ada pertentangan antara nash dan nalar

akal, maka nash diabaikan dan diambil nalar akal. Dengan demikian asbâb al-

nuzûl merupakan patokan utama dari teori ini.

Hal ini dapat dilihat pada pendapat tim penulis Paramadina yang

menulis buku berjudul Fiqih Lintas Agama menggunakan pendekatan

maqâshid al-syarî'ah yang mengutip pendapat al-Syathibi.

Menurutnya dalam syariat terdapat beberapa varian yang mesti dipahami secara utuh, antara lain hukum, tujuan umum, dalil, dan ijtihad. Hal ini menunjukkan bahwa syariat tidak hanya hukum belaka, karena ada varian lain yang sangat penting yaitu tujuan-tujuan utama (maqâshid al-syarî'ah)… dan inti dari maqâshid al-syarî’ah adalah kemaslahatan, yang didefinisikan sebagai mengambil yang bermanfaat dan menghindari yang rusak (jalb al-manâfi wadar'u al-mafâsid)… Selanjutnya dia menegaskan, bahwa agama tidak hanya memuat yang menekankan aspek ritual dan peribadatan (al-taabbudi), tetapi juga membawa misi kemaslahatan bagi manusia (al-mashlahah al-âmmah).74

73 Muhammad Abdul Azhim al-Zarqâni, Manâhilu al-‘Irfân Fî Ulûm al-Qur’an, (Bairut

:Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 2003), h. 75 74 Nurcholish Majid et. al., Fiqih Lintas Agama , (Jakarta: Paramadina, 2004), Cet.VI., h. 10.

Page 64: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

40

Sejalan dengan kaidah di atas, Zuhairin Misrawi memberi kata

pengantar pada buku karya Verdiansyah mengatakan,

Manakala melihat perkembangan pemikiran keagamaan di atas, sejatinya diupayakan langkah progresif guna melahirkan tafsir keagamaan yang dapat menjawab kebutuhan kontekstual, terutama menyangkut pembebasan masyarakat dari ketertindasan dan pencerahan dari dogmatisme. Tafsir atas teks-teks suci sejatinya tidak hanya dalam bingkai pembenaran terhadap teks atau pembelaan pada Tuhan semata, melainkan harus menyentuh persoalan persoalan riil dalam masyarakat, seperti pembebasan dari kemiskinan, pendidikan, pembusukan politik, dan segala bentuk penindasan.75

Tafsir emansipatoris juga sejalan dengan kaidah di atas, maka tafsirnya

tidak lagi berangkat dari teks, akan tetapi berangkat dari realitas kemanusiaan.

Dalam tafsir emansipatoris, analisis sosial merupakan alat bantu guna

memahami problem-problem sentral kemanusiaan. Ini disadari, karena agama

dalam tataran sosiologi antropologis merupakan proses akulturasi dengan

budaya. Di satu sisi agama membentuk budaya, tapi disisi lain budaya juga

membentuk agama.76

Untuk itu perlu pemetaan dalam menganalisis pemikiran atau

penafsiran Muhammad Quraish Shihab terhadap ayat-ayat jender dalam Tafsir

Al-Mishbah. Oleh karena itu penulis berpendapat, orang yang memahami al-

Qur’an berangkat dari qath’i dan zhanni, maka dalam penafsiran ayat-ayat al-

Qur’an dia cenderung pada tekstual, dan sebaliknya orang yang memahami al-

Qur’an berangkat dari akidah dan mu’amalah, maka dalam penafsiran ayat-

ayat al-Qur’an dia cenderung menafsirkan ayat al-Qur’an secara kontekstual. Kemudian perlu juga dalam analisis data ini menggunakan metodologi

tafsir yaitu :

75 Very Vedrdiansyah, Islam Emansipatoris Menafsir Agama Untuk Praksis Pembebasan, (selajutnya tertulis Islam Emansipatoris) (Jakarta: P3M, 2004), h. xxiii

Page 65: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

41

a. Metode ijmâli, yaitu metode global yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an

kepada makna gobal ( garis besar) yang berdasarkan urutan bacaan dan

susunan al-Qur'an.77

b. Metode tahlili, yaitu metode tafsir yang menjelaskan kandungan ayat-ayat

al-Qur'an dari seluruh aspeknya berdasarkan urutan ayat dalam al-Qur'an,

mulai dari mengemukakan arti kosakata, munasabah antar ayat, antar surat,

asbâb al-nuzûl, makna mufradât (kosa kata), dan lainnya.78

c. Metode maudlu'iy. Metode ini mempunyai dua pengertian. Pertama,

penafsiran menyangkut satu surat dalam al-Qur'an dengan menjelaskan

tujuan-tujuannya secara umum dan khusus serta hubungan persoalan-

persoalan yang beraneka ragam dalam surat tersebut antara satu dengan

lainnya. Dengan demikian semua persoalan tersebut kait-mengkait

bagaikan satu persoalan, sebagaimana metode yang ditempuh oleh

Muhammad Syaltut dalam kitab tafsirnya. Kedua, menghimpun ayat-ayat

al-Qur'an yang membahas masalah tertentu dari berbagai surat al-Qur'an

kemudian menjelaskan pengertian secara menyeluruh ayat-ayat tersebut

sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok pembahasannya. 79

d. Metode Muqâran (komparasi), yaitu membandingkan ayat-ayat al-Qur'an

yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi yang berbicara tentang

masalah atau kasus yang berbeda, dan yang memiliki redaksi yang berbeda

bagi masalah atau kasus yang sama atau diduga sama. Yang termasuk

dalam objek bahasan metode ini adalah membandingkan ayat-ayat al-

76 Very Vedrdiansyah, Islam Emansipatoris…, xxiii 77 Abdu al-Hay al-Farmawi, al-Bidayah Fi al-Tafsir al-Maudhu'i (selanjutnya tertulis Tafsir Maudhu’i) (Mesir: al-Hadhârah al-Arabiyah, 1977), h. 43

78 Abdu al-Hay al-Farmawi, Tafsir al-Maudhû'i…, h. 24 79 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an…, h. 117

Page 66: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

42

Qur'an dengan hadis-hadis Nabi saw. yang tampaknya bertentangan, serta

membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran

ayat-ayat al-Qur'an.80

Kerangka teori di atas akan dirujuk sebagai pisau analisis dalam

memaknai penafsiran Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah.

F. Metodologi Penelitian

1. Sumber Penelitian

Masalah yang akan dibahas dalam disertasi ini adalah penafsiran ayat-

ayat jender menurut Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah.

Untuk mendapatkan data dan fakta yang akurat dalam penelitian ini, penulis

menggunakan penelitian kepustakaan (library research).

Karena studi ini menyangkut Tafsir al-Mishbah secara langsung, maka

sumber data primernya (pokoknya) adalah Tafsir al-Mishbah mulai dari

volume 1 sampai 15 yang dicetak tahun 2000–2004 karya Muhammad Quraish

Shihab dan karya karya beliau lainnya.

Adapun sumber data sekundernya (pendukungnya) adalah: a. Buku-buku para pakar jender yang terkait dengan masalah antara lain:

"Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur'an," karya Nasaruddin

Umar, "Tata Kehidupan Wanita dalam Syari'at Islam," karya Ahmad Junaidi

Ath-Thayyibi, "Mengembalikan Hak-Hak Politik Perempuan, sebuah

Perspektif Islam," karya Muhammad Anas Qasim Ja'far,"Wanita dalam

Konsep Islam Modernis," karya Faisar Ananda Arfa, "Islam Emansipatoris

Menafsir Agama Untuk Praksis Pembebasan," karya Very Verdiansyah,

"Memahami Keadilan dalam Poligami," karya Arij Abdurrahman As-Sanan,

80 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an…, h. 118

Page 67: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

43

"Kedudukan Wanita Dalam Islam," karya Yusuf Qardhawi, "Taaddud al-

Zaujât fi al-Islâm," karya Abdullah Nashih Ulwan, "Gelombang Tantangan

Muslimah," karya Anwar Jundi, "Kiprah Muslimah dalam Keluarga Islam,"

karya Lembaga Daru al-Tauhid, "Islam Menggugat Poligami," karya Siti

Musdah Mulia, "Wanita dalam Al-Qur’an," karya Muhammad Mutawali

Sya’rawi, "Huqûq al-Mar’ah fi al-Mujtama al-Islâmy," karya Jamaluddin

Muhammad Mahmud.

b. Karya-karya yang berupa Tesis dan Disertasi yang terkait antara lain seperti,

"Metodologi Muhammad Quraish Shihab dalam Menafsirkan Al-Qur'an,"

karya Istianah, "Hak-Hak Perempuan dalam Relasi Jender pada Tafsir Al-

Sya'rawi," karya Istibsyarah, "Kemitrasejajaran Pria dan Wanita dalam

Perspektif Islam," karya Zaitunah Subhan.

c. Kitab kitab tafsir yang dianggap representatif yang terkait dengan masalah

antara lain :

1) Tafsir Jâmi' al-Bayân fi Tafsîr al-Qur'an, karya Muhammad Ibnu Jarir

Ibnu Yaziz Ibnu Katsir Ibnu Ghalib Al-Thabari (224 H/839 M-310

H/925 M.) Mazhab Syafii dan Tafsir al-Qur'an al-Azhim karya Ismail

Ibnu Katsir al-Quraisyi al-Dimasyqi (W. 774 H.) yang lebih dikenal

dengan Ibnu Katsir yang bermazhab Syafii. Kedua tafsir ini mewakili

tafsîr bi al-ma'tsûr .

2) Tafsir al-Kasysyâf 'An Haqâiq Gowâmidh al-Tanzîl Wa Uyûn al-

Aqâwil fi Wujûh al-Ta'wîl, karya Mahmud Ibnu Umar al-Zamakhsyari

(467H/1075M.- 538H/1144M.) termasuk tafsir bi al-ra'yi yang bercorak

adabi, bermazhab Hanafi dan beraliran Mu'tazilah

3) Tafsir Nuzhum al-Durar fi Tanâsub al-âyât wa al-Suwar karya Burhan

al-Din abu al-Hasan Ibrahim Ibnu Umar al-Biqa'I (809H/1406M—

Page 68: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

44

885H/1480M) termasuk tafsir bi al-ra'yi yang bercorak balaghi

bermazhab al-Asy'ari al-Syafii.

4) Tafsir al-Munîr karya Wahbah al-Zuhaily yang lahir pada 1351 H./

1932 M. termasuk tafsir al-'aqly al-ijtihâdy yang bermazhab Hanafi

5) Tafsir al-Mîzân fi Tafsîr al-Qur'an karya Muhammad Husen al-

Thabathaba'i (1321 H./1903 M. – 1402 H./1981 M.) termasuk tafsir bi

al-ra'yi bermazhab al-Syi'I al-Itsna Asyar

6) Tafsir al-Marâgi karya Ahmad Ibnu Mushthafa al-Marâgi

(1300H/1883M-1371H/1952M) termasuk tafsir bi al-ra'yi yang

bercorak adab ijtimâ'i bermazhab al-Syafi'i al-Asy'ari.

7) Tafsir al-Asâs fi al-Tafsîr karya Said Hawa (W. 1411 H./1990 M.)

termasuk tafsir bi al-ra'yi yang bercorak adab ijtimâ’i bermazhab Sunny

8) Tafsir Fî Zhilal al-Qur'an karya Sayyid Ibnu Quthub Ibnu Ibrahim

(1326 H./1908 M. – 1386 H./1936 M.) termasuk tafsir bi al-ra'yi yang

bercorak adab ijtimâ'i bermazhab sunny al-Asy'ari

9) Tafsir al-Manâr karya Muhammad Abduh (1266 H./1850 M. – 1323

H./1905 M.) dan Muhammad Rasyid Ridho (1282 H./1865 M. —1354

H./1935 M.) termasuk tafsir bi al-ra'yi yang bercorak Adabi bermazhab

Syafi'i al-Asy'ary.

10) Tafsir Shafwah al-Tafâsir karya Muhammad Ali Ibnu Jamil al-Shabuny

(1347 H./1928 M.) termasuk tafsir bi al-ra'yi yang bercorak Adabi

bermazhab al-Sunny al-Asy'ari.

Jadi sumber yang digunakan dalam penulisan ini ada dua, yaitu sumber

primer dan sekunder. Sumber primer yaitu sumber yang ditulis langsung oleh

Page 69: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

45

Muhammad Quraish Shihab sendiri seperti kitab Tafsir al-Mishbah dan karya

karya yang lainnya, sedangkan sumber sekunder yaitu sumber yang ditulis

oleh orang lain yang berkaitan dengan penulisan ini.

2. Langkah Langkah Penelitian

Setelah permasalahan dirumuskan, maka penulis melakukan beberapa

langkah yaitu:

a. Langkah awal penulis mengumpulkan ayat-ayat tentang perempuan

dengan menggunakan tiga kitab yaitu:

٨١تبويب ا ي القران الكرمي من الناحية املوضوعية ٨٢معجم الفاظ القران الكرمي

٨٣ اللفاظ القران الكرمي س املفهراملعجمDari hasil penelitian tersebut penulis menemukan 110 kata dalam 107 ayat,

terdiri dari kata امرأة sebanyak 25 ayat, dari kata النـساء /نسوة sebanyak 55 ayat

dan dari kata ــى ــاث jamaknya انث sebanyak 27 ayat. Kemudian ان

diklasifikasikan sesuai dengan topik yang ada dalam penulisan ini.

b. Kemudian untuk mengetahui ayat-ayat yang bernuansa jender yang ada

pada Tafsir al-Mishbah dapat dirujuk pada buku buku yang membahas

ayat-ayat jender.

c. Untuk mengetahui perbedaan penafsiran antara Muhammad Quraish Shihab dengan pakar lain, dapat dibandingkan antara ayat-ayat yang ada

81Ahmad Ibrahim Mahna, Tabwîb Ay al-Qur'an al-Karîm Min al-Nâhiyah al-Maudhûiyah,

Cairo: Daar al-Sya'b, t.t. ), Jilid IV. h. 85-97 82Ibrahim Madkur, Mu'jam al-Fâdh al-Qur'an al-Karîm, (Cairo: Majma' al-Lughah al-

Arabiyah al-Idârah al-‘âmah lil Mu'jamât Wa Ihya al-Turats, 1988 ), jilid I & II 83Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu'jam al-Mufahrasy li Alfâdh al-Qur'an al-Karîm,

(Cairo: Dâr al-Hadîts, 1986)

Page 70: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

46

pada Tafsir al-Mishbah dengan kitab-kitab tafsir lain dan buku-buku yang menulis tentang ayat-ayat jender.

d. Untuk mengetahui latar belakang keluarga, pendidikan, karier dan karya intelektual Muhammad Quraish Shihab dapat dirujuk melalui Tafsir al-Mishbah dan karya-karya beliau yang lain, dan wawancara tertulis dengan beliau dan mengutip tulisan orang lain yang menulis tentang riwayat hidup Muhammad Quraish Shihab.

e. Untuk mengetahui metode dan instrumen penafsiran Muhammad Quraish Shihab terhadap ayat ayat jender, dirujuk pada Tafsir Al-Mishbah yang dikaitkan dengan kitab-kitab ulum al-Qur’an.

f. Untuk mengetahui pemikiran yang murni dari Muhammad Quraish Shihab dan pemikiran yang hanya menukil atau membandingkan antara para mufasir, penulis membandingkan sedemikian rupa antara kitab Tafsir al-Mishbah dengan tafsir-tafsir yang lain.

g. Langkah terakhir adalah mengambil kesimpulan (natijah) yang berkaitan dengan rumusan masalah atau jawaban dari rumusan masalah.

Setiap ayat yang akan dianalisis diterjemahkan terlebih dahulu yang diambil dari CD ROM al-Qur'an, setelah diterjemahkan baru diperbandingkan antara kitab-kitab tafsir baik yang klasik maupun yang kontemporer dengan Tafsir al-Mishbah karya Muhammad Quraish Shihab.

G. Sistematika Penelitian

Penulisan desertasi ini mengikuti pedoman penulisan ilmiah yang

dikeluarkan oleh IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sedangkan sistematikanya

adalah sebagai berikut:

Bab pendahuluan atau bab pertama, memuat pembahasan latar belakang

masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tinjauan

Page 71: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

47

kepustakaan, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi

penelitian, dan sistematika penelitian

Bab kedua, tafsir al-Mishbah dan penafsirnya, memuat pembahasan

tafsir al-Mishbah mencakup (nama yang dipilih, motifasi yang mendorong

penulisannya, sumber penafsiran yang dirujuk, metode penafsiran yang dipilih,

corak penafsiran yang menjadi kecenderungannya dan sistematika penulisannya,

riwayat hidup Muhammad Quraish Shihab mencakup riwayat hidup Muhammad

Quraish Shihab mencakup (latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan,

latar belakang karier, dan pengabdian, dan karya-karya intelektual).

Bab ketiga, pembahasan sekilas tentang teori jender yang memuat

pengertian jender, atribut dan identitas jender, biologi/jender, perilaku

manusia dan jender menurut Muhammad Quraish Shihab

Bab keempat, analisis penafsiran ayat-ayat jender dalam tafsir al-

Mishbah yang memuat term-term jender dalam al-Qur'an, ayat-ayat penciptaan

manusia, ayat-ayat kewarisan, persaksian, ayat-ayat kepemimpinan, dan ayat-

ayat poligami.

Bab kelima yaitu bab penutup, memuat kesimpulan dari penelitian dan

saran-saran yang dianggap perlu.

Page 72: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

48

BAB II

TELAAH TENTANG TAFSIR AL-MISHBAH

A. Tafsir Al-Mishbah

Diantara karya-karya Muhammad Quraish Shihab adalah Tafsir al-

Mishbah yang dapat dikatakan sebagai karya monumental. Tafsir yang terdiri

dari 15 volume ini mulai ditulis pada tahun 2000 sampai 2004. Dengan

terbitnya tafsir ini, semakin mengukuhkan Muhammad Quraish Shihab sebagai

tokoh tafsir Indonesia, bahkan Asia Tenggara. Dalam tafsir tersebut penulis

ingin memaparkan beberapa hal antara lain :

1. Nama Yang Dipilih

Adapun penamaan tafsirnya dengan al-Mishbah, bila dilihat dari kata

pengantarnya ditemukan penjelasan yaitu al-Mishbah berarti lampu, pelita,

lentera atau benda lain yang berfungsi serupa, yang memberi penerangan bagi

mereka yang berada dalam kegelapan. Dengan memilih nama ini, dapat diduga

bahwa Muhammad Quraish Shihab dalam tafsirnya berharap dapat

memberikan penerangan dalam mencari petunjuk dan pedoman hidup terutama

bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam memahami makna al-Qur’an

secara langsung karena kendala bahasa.

Hamdani Anwar menyatakan: Bahwa ada dua hal yang dapat dikemukakan sebagai alasan dari

pemilihan nama tersebut. Pertama, dari segi fungsinya yaitu al-Mishbah berarti lampu yang gunanya untuk menerangi kegelapan. Dengan memilih nama ini, penulisnya berharap agar karyanya itu dapat dijadikan sebagai penerang bagi mereka yang berada dalam suasana kegelapan dalam mencari petunjuk yang dapat dijadikan pedoman hidup. Kedua, didasarkan pada awal kegiatan Muhammad Quraish Shihab dalam hal tulis menulis di Jakarta. Pada saat dia tinggal di Ujung

48

Page 73: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

49

Pandang, dia sudah aktif menulis dan banyak karya yang dihasilkannya, namun produktifitasnya sebagai penulis dapat dinilai mulai mendapat momentumnya setelah ia bermukim di Jakarta. Pada tahun 1980-an ia diminta untuk menjadi pengasuh dari rubrik “Pelita Hati” pada harian Pelita… pada tahun 1994 kumpulan dari tulisannya itu diterbitkan oleh Mizan dengan judul “Lentera Hati” yang ternyata menjadi best seller dan mengalami cetak ulang beberapa kali. Dari sinilah kata Hamdani Anwar tampaknya pengambilan nama al-Mishbah itu berasal, bila dilihat dari maknanya.1

2. Motivasi Yang Mendorong Penulisannya Muhammad Quraish Shihab mengatakan:

Latar belakang terbitnya tafsir al-Mishbah ini adalah diawali oleh penafsiran sebelumnya yang berjudul "Tafsir al-Qur'an al-Karim" pada tahun 1997 yang dianggap kurang menarik minat orang banyak, bahkan sebahagian mereka menilainya bertele-tele dalam menguraikan pengertian kosa kata atau kaiadah-kaidah yang disajikan. Akhirnya Muhammad Quraish Shihab tidak melanjutkan upaya itu. Disisi lain banyak kaum muslimin yang membaca surah-surah tertentu dari al-Qur'an, seperti surah yasin, al-Waqi'ah, al-Rah'man dan lain lain merujuk kepada hadis dhoif, misalnya bahwa membaca surat al-Waqi'ah mengandung kehadiran rizki. Dalam Tafsir al-Mishbah selalu dijelaskan tema pokok surah-surah al-Qur'an atau tujuan utama yang berkisar di sekeliling ayat-ayat dari surah itu agar membantu meluruskan kekeliruan serta menciptakan kesan yang benar. 2

Sedangkan menurut Herman Heizer yang dimuat pada Majalah Tsaqafah

menyebutkan: Bahwa latar belakang penulisan Tafsir al-Mishbah paling sedikit

ada dua alasan utama. Pertama, keprihatinan terhadap kenyataan bahwa ummat islam Indonesia mempunyai ketertarikan yang besar terhadap al-Qur'an, tapi sebahagian hanya berhenti pada pesona bacaannya ketika dilantunkan, seakan akan kitab suci ini hanya untuk dibaca. Padahal menurut Muhammad Quraish Shihab bacaan al-Qur'an hendaknya disertai dengan kesadaran akan keagungan-Nya disamping pemahaman dan penghayatan yang disertai dengan tadzakkur dan tadabbur. Kedua, tidak sedikit ummat islam yang mempunyai ketertarikan luar biasa

1 Hamdani Anwar, Mimbar Agama & Budaya, (selanjutnya tertulis Mimbar Agama) Vol.XIX, No.2 ,2002 , h. 176 2 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Ciputat : Lentera Hati, 2000), Vol.I, h. ix

Page 74: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

50

terhadap makna-makna al-Qur'an, tetapi menghadapi berbagai kendala, terutama waktu, ilmu-ilmu yang mendukung dan kelangkaan buku-buku rujukan yang memadai dari segi cakupan informasi, jelas, dan tidak bertele-tele.3

Jadi jelaslah bahwa latar belakang terbitnya Tafsir al-Mishbah

dikernakan adanya antusias masyarakat terhadap al-Qur'an dengan cara

membaca dan melagukannya. Namun, dari segi pemahaman terhadap al-

Qur'an masih jauh dari memadai karena faktor bahasa dan ilmu yang kurang

memadai. Sehingga tidak jarang orang membaca ayat-ayat tertentu untuk

mengusir hal-hal yang gaib sperti jin dan setan serta lainnya. Padahal yang

semestinya ayat-ayat itu harus dijadikan sebagai hudan (petunjuk) bagi

manusia.

3. Sumber Penafsiran Yang Dirujuk

Hamdani Anwar mengatakan:”Bahwa sumber penafsiran yang

dipergunakan pada tafsir al-Mishbah ada dua, pertama, bersumber dari ijtihad

penulisnya. Sedang yang kedua, adalah bahwa dalam rangka menguatkan

ijtihadnya, ia juga mempergunakan sumber-sumber rujukan yang berasal dari

pendapat dan fatwa para ulama, baik yang terdahulu maupun mereka yang

masih hidup dewasa ini.”4

Selanjutnya Hamdani Anwar mengatakan: Sementara itu, selain dari mengutip pendapat para ulama,

Muhammad Quraish Shihab juga mempergunakan ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis Nabi saw. sebagai bagian dari penjelasan dari tafsir yang dilakukannya. Biasanya rujukan dari ayat al-Qur’an dan Hadis ditulis dalam bentuk italic (miring), sebagai upaya untuk membedakannya dari rujukan yang berasal dari pendapat ulama atau ijtihadnya sendiri.5

3 Herman Heizer, Tafsir al-Mishbah, lentera bagi ummat islam Indonesia, Majalah Tsaqafah Jakarta, Vol. I. No. 3, 2003, h. 91 4 Hamdani Anwar, Mimbar Agama…, Vol.XIX, No.2 ,2002 , h. 180 5 Hamdani Anwsar, Mimbar Agama…, Vol.XIX, No.2 ,2002 , h. 181

Page 75: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

51

Tafsir al-Mishbah bukan semata-mata hasil ijtihad Muhammad Quraish

Shihab, hal ini diakui sendiri oleh penulisnya dalam kata pengantarnya

mengatakan: Akhirnya, penulis (Muhammad Quraish Shihab) merasa sangat

perlu menyampaikan kepada pembaca bahwa apa yang dihidangkan di sini bukan sepenuhnya ijtihad penulis. Hasil karya ulama-ulama terdahulu dan kontemporer, serta pandangan-pandangan mereka sungguh banyak penulis nukil, khususnya pandangan pakar tafsir Ibrahim Ibnu Umar al-Biqa’i (w.885 H/1480 M) yang karya tafsirnya ketika masih berbentuk manuskrip menjadi bahan Disertasi penulis di Universitas al-Azhar, Cairo, dua puluh tahun yang lalu. Demikian pula karya tafsir pemimpin tertinggi al-Azhar dewasa ini, Sayyid Muhammad Thanthawi, juga Syekh Mutawalli al-Sya’rawi, dan tidak ketinggalan Sayyid Quthub, Muhammad Thahir Ibnu Asyur, Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i, serta beberapa pakar tafsir yang lain.6

4. Metode Penafsiran Yang Dipilih

Metode yang dipergunakan Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir

al-Mishbah yaitu gabungan dari beberapa metode, seperti tahlîli karena dia

menafsirkan berdasarkan urutan ayat yang ada pada al-Qur’an, muqâran

(komparatif) karena dia memaparkan berbagai pendapat orang lain, baik yang

klasik maupun pendapat kontemporer dan semi maudhû’i karena dalam Tafsir

al-Mishbah selalu dijelaskan tema pokok surah-surah al-Qur’an atau tujuan

utama yang berkisar di sekeliling ayat-ayat dari surah itu agar membantu

meluruskan kekeliruan serta menciptakan kesan yang benar.

Hal tersebut dapat dilihat pada pengakuan Muhammad Quraish Shihab

dalam sambutan sekapur sirihnya menegaskan: Dalam konteks memperkenalkan al-Qur’an, dalam buku ini, penulis

berusaha dan akan terus berusaha menghidangkan bahasan setiap surah pada apa yang dinamai tujuan surat, atau tema pokok surat. Memang, menurut para pakar, setiap surat ada tema pokoknya. Pada tema itulah berkisar uraian ayat-ayatnya. Jika kita mampu memperkenalkan tema-

6 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah…, Vol.I, h. xii

Page 76: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

52

tema pokok itu, maka secara umum kita dapat memperkenalkan pesan utama setiap surah, dan dengan memperkenalkan ke 114 surah, kitab suci ini akan dikenal lebih dekat dan mudah.7

5. Bentuk Dan Corak Tafsirnya

Bentuk Tafsir al-Mishbah termasuk tafsir bi al-ra’yi karena di dalam

Tafsir al-Mishbah digunakan argumen akal disamping hadis-hadis Nabi.

Sedangkan corak (kecenderungan) dalam tafsirnya adalah sosial

kemasyarakatan (adab ijtimâ’i).

Hamdani Anwar mengatakan: Corak tafsir tafsir yang berorientasi pada kemasyarakatan akan

cenderung mengarah pada masalah-masalah yang berlaku atau terjadi di masyarakat. Penjelasan-penjelasan yang diberikan dalam banyak hal selalu dikaitkan dengan persoalan yang sedang dialami ummat, dan uraiannya diupayakan untuk memberikan solusi atau jalan keluar dari masalah-masalah tersebut. Dengan demikian, diharapkan bahwa tafsir yang telah ditulisnya mampu memberikan jawaban terhadap segala sesuatu yang menjadi persoalan ummat, dan ketika itu dapat dikatakan bahwa al-Qur’an memang sangat tepat untuk dijadikan sebagai pedoman dan petunjuk.”8

6. Sistimatika Penulisannya

Setiap mufassir pada umumnya memiliki sistem atau pola penulisan

yang dipaparkannya. Hal ini untuk mempermudah para pembacanya. Dari data

yang berhasil dihimpun, dapat disebutkan bahwa Muhammad Quraish Shihab

dalam menulis tafsirnya menggunakan sistematika sebagai berikut :

a. Dimulai dengan penjelasan surat secara umum

b. Pengelompokkan ayat sesuai tema-tema tertentu lalu diikuti dengan

terjemahannya

c. Menguraikan kosakata yang dianggap perlu dalam penafsiran makna ayat

7 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah…, Vol.I, h.ix 8 Hamdani Anwar, Mimbar Agama…, Vol.XIX, No.2 ,2002 , h. 184

Page 77: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

53

d. Penyisipan kata penjelas sebagai penjelasan makna atau sisipan tersebut

merupakan bagian dari kata atau kalimat yang digunakan al-Qur’an

e. Ayat al-Qur’an dan sunnah Nabi saw. yang dijadikan penguat atau bagian

dari tafsirnya hanya ditulis terjemahannya saja

f. Menjelaskan munasabah antara ayat-ayat al-Qur’an

B. Riwayat Hidup Muhammad Quraish Shihab

1. Latar Belakang Keluarga

Muhammad Quraish Shihab berasal dari keluarga keturunan Arab yang

terpelajar. Ayahnya bernama Abdurrahman Shihab (1905-1986 M.). Beliau

adalah tamatan Jami'at al-Khair Jakarta, yaitu sebuah lembaga pendidikan

Islam tertua di Indonesia yang ikut meletakkan fondasi modernisme Islam di

Indonesia. Jalinan kerjasama lembaga pendidikan ini dengan pusat-pusat

keilmuan Islam di Timur Tengah, baik Hadramaut, Haramain, maupun Cairo,

membawanya pada posisi penting dalam gerakan Islam di Indonesia. Lembaga

inilah yang mengundang guru-guru dari kawasan Timur Tengah untuk

mengajar. Diantaranya—yang kemudian sangat berpengaruh terhadap

perkembangan Islam di negeri ini—adalah Syekh Ahmad Syurkati, ulama asal

Sudan Afrika Utara, pendiri al-Irsyad sebuah organisasi sosial keagamaan yang

memiliki banyak pengaruh di kalangan keturunan Arab di Indonesia.9

Abdurahman Shihab pernah menjabat rektor IAIN Alaudin Makasar,

perguruan tinggi Islam yang mendorong tumbuhnya Islam moderat di

9 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi, (selanjutnya tertulis Tafsir Yang Membumi) Majalah Tsaqafah, Jakarta Vol. I. No.3, 2003, h. 82

Page 78: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

54

Indonesia. Ia juga salah seorang penggagas berdirinya UMI (Universitas

Muslim Indonesia), yaitu universitas Islam swasta terkemuka di Makasar.10

Ayah Muhammad Quraish Shihab juga dikenal sebagai ahli tafsir,

keahlian yang mensyaratkan kemampuan yang memadai dalam bahasa Arab.

Muhammad Quraish Shihab sendiri mengaku bahwa dorongan untuk

memperdalam studi al-Qur'an—terutama tafsir—datang dari ayahnya.

Ayahnya senantiasa menjadi motivator bagi Muhammad Quraish Shihab untuk

melanjutkan pendidikan lebih lanjut.11

Mengenang ayahnya Muhammad Quraish Shihab menuturkan:"Beliau

adalah pencinta ilmu. Walau sibuk berdagang, beliau selalu menyempatkan diri

untuk berdakwah dan mengajar. Bahkan beliau juga mengajar di mesjid.

Sebagaian hartanya benar-benar dipergunakan untuk kepentingan ilmu. Beliau

menyumbangkan buku-buku bacaan dan membiayai lembaga-lembaga

pendidikan Islam di wilayah Sulawesi."12

2. Latar Belakang Pendidikan

Muhammad Quraish Shihab adalah putra kelima dari dua belas

bersaudara. Dia lahir di Rappang Sulawesi Selatan, pada tanggal 16 Februari

1944. Kemudian Muhammad Quraish Shihab bercerita, "Sejak kecil, kira-kira

sejak umur 6-7 tahun saya sudah harus ikut mendengar ayah mengajar al-

Qur'an. Pada saat-saat seperti itu, selain menyuruh mengaji (belajar membaca

al-Qur'an), ayah juga menjelaskan secara sepintas kisah-kisah dalam al-

Qur'an."13

10 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi..., h. 83 11 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi…, h. 83 12 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi…, h. 83 13 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi…, h. 83

Page 79: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

55

Dari sinilah benih kecintaan kepada studi al-Qur'an mulai tumbuh.

Dengan latar belakang seperti itu, tak heran jika minat Muhammad Quraish

Shihab terhadap studi Islam, khususnya al-Qur'an sebagai area of concern

mendapatkan lahan subur untuk tumbuh. Hal ini selanjutnya terlihat dari

pendidikan lanjutan yang dipilihnya.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung Pandang, dia

melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, sambil "nyantri" di Pondok

Pesantren Darul Hadits al-Fâqihiyah. Pada tahun 1958 dalam usia 14 tahun,

dia berangkat ke Kairo Mesir dan diterima di kelas II Tsanawiyah al-Azhar dan

pada tahun 1967, dia meraih gelar Lc (S1) pada Fakultas Ushuluddin jurusan

Tafsir dan Hadis Universitas al-Azhar. Kemudian dia melanjutkan

pendidikannya di fakultas yang sama, dan pada tahun 1969 dia meraih gelar

M.A. untuk spesialisasi bidang Tafsir al-Qur'an dengan tesis berjudul Al-I'jâz

al-Tasyrî'iy li al-Qur'an al-Karîm.14

Pilihannya untuk menulis tesis mengenai mukjizat al-Qur'an ini bukan

sesuatu yang kebetulan, tetapi memang didasarkan pada hasil bacaan

Muhammad Quraish Shihab terhadap realitas masyarakat Muslim yang

diamatinya. Menurutnya, gagasan tentang kemukjizatan al-Qur'an di kalangan

masyarakat Muslim telah berkembang sedemikian rupa sehingga sudah tidak

jelas lagi mana yang mukjizat dan mana yang hanya merupakan keistimewaan.

Mukjizat dan keistimewaan menurut Muhammad Quraish Shihab merupakan

dua hal yang berbeda. Tetapi keduanya masih sering dicampuradukkan, bahkan

oleh kalangan ahli tafsir sekalipun.15

14 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, (selanjutnya tertulis

Membumikan al-Qur’an) (Bandung : Mizan, 1992), h. 6 15 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi …, h. 84

Page 80: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

56

Menurut Muhammad Quraish Shihab, mukjizat itu tidak ditujukan

kepada kaum Muslimin yang memang sudah percaya (iman). Mukjizat

merupakan bukti yang membungkamkan lawan, sebab tujuan mukjizat adalah

mengantarkan orang menjadi percaya. Mukjizat al-Qur'an pada masa modern

sekarang ini, menurut Muhammad Quraish Shihab ialah jika para pakar al-

Qur'an mampu menggali dari al-Qur'an petunjuk-petunjuk yang bisa menjadi

alternatif guna memecahkan problem masyarakat. Hal ini sebenarnya sekaligus

menjadi tantangan bagi kaum Muslimin, terutama tertuju kepada kalangan

cendekiawan. Jadi mereka harus mampu merespon problematika masyarakat

modern sekaligus memberikan solusinya berdasarkan petunjuk-petunjuk dari

al-Qur'an. Di sinilah juga letak pentingnya ilmu-ilmu al-Qur'an itu.16

Mukjizat al-Qur'an harus mampu membungkam lawan dan membuat

mereka percaya. Dari pendapatnya ini dapat disimpulkan bahwa konsep

mukjizat merupakan sesuatu yang berkembang dan terus berkembang. Sesuatu

yang dulu merupakan mukjizat, sekarang dalam waktu dan konteks yang

berbeda hanya menjadi keistimewaan al-Qur'an. Muhammad Quraish Shihab

menunjuk bahasa al-Qur'an sebagai salah satu contohnya. Gagasan mukjizat

semacam itu, menurut Muhammad Quraish Shihab sejalan dengan klaim

universalitas al-Qur'an.17

Keinginan Muhammad Quraish Shihab belajar ke Kairo Mesir ini

terlaksana atas bantuan beasiswa dari pemerintah daerah Sulawesi (waktu itu

wilayah Sulawesi belum dibagi menjadi Sulawesi Utara dan Selatan). Mesir

dengan Universitas al-Azhar, seperti diketahui, selain merupakan pusat

gerakan pembaharuan Islam, juga merupakan tempat yang tepat untuk studi al-

16 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi …, h. 84 17 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi …, h. 84

Page 81: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

57

Qur'an. Sejumlah tokohnya, seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho

adalah Mufasir kenamaan. Pelajar Indonesia yang melanjutkan studinya ke

Mesir cukup banyak. Mesir bahkan menjadi saingan Haramain dalam studi

Islam.18

Sejak di Indonesia minat Muhammad Quraish Shihab adalah studi al-

Qur'an. Oleh karena itu, ketika nilai bahasa Arab yang dicapai di tingkat

menengah dianggap kurang dan tak diizinkan melanjutkan ke Fakultas

Ushuluddin jurusan Tafsir dan Hadits Universitas al-Azhar, Muhammad

Quraish Shihab bersedia mengulang satu tahun. Padahal dengan nilai yang

dicapainya itu, sejumlah jurusan lain di lingkungan al-Azhar bersedia

menerimanya. Bahkan menurut penuturannya, dia juga diterima di Universitas

Cairo (Darul Ulum). Belakangan Muhammad Quraish Shihab mengakui bahwa

pilihannya itu ternyata tepat. Selain merupakan minat pribadi, pilihan untuk

mengambil bidang studi al-Qur'an rupanya sejalan dengan besarnya

"kebutuhan umat manusia akan al-Qur'an dan penafsiran atasnya."19

Setelah meraih gelar magister untuk spesialisasi tafsir al-Qur’an, dia

kembali ke tanah air Indonesia dan langsung diberi kepercayaan untuk

menduduki berbagai jabatan.

Meskipun sudah menduduki sejumlah jabatan, semangat Muhammad

Quraish Shihab untuk melanjutkan pendidikannya tetap tinggi, karena ayahnya

selalu berpesan agar anaknya berhasil mencapai gelar doktor.20

Oleh karena itu ketika ada kesempatan untuk melanjutkan studi,

tepatnya pada tahun 1980, Muhammad Quraish Shihab kembali ke Kairo dan

18 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi …, h. 82 19 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi …, h. 83 20 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi …, h.86

Page 82: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

58

melanjutkan pendidikannya di almamaternya yang lama, Universitas Al-Azhar.

Pada tahun 1982, dengan disertasi berjudul "Nazhm al-Durar li al-Biqâ'iy,

Tahqîq wa Dirâsah," dia berhasil meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu al-

Qur'an dengan yudisium summa cum laude, disertasi penghargaan tingkat I

(mumtâz ma'a martabat al-syaraf al-‘ûla).21

Muhammad Quraish Shihab menulis judul tersebut karena dia tertarik

dengan seorang tokoh yang bernama Ibrahim Ibnu Umar al-Biqa'i, pengarang

Tafsir Nazhm al-Durar fî Tanâsub al-âyat wa al-Suwar. Alasannya karena

tokoh ini hampir terbunuh gara-gara kitab tafsirnya tersebut. Tokoh tersebut

dinilai oleh banyak pakar sebagai ahli tafsir yang berhasil menyusun suatu

karya yang sempurna dalam masalah perurutan atau korelasi antar ayat dan

surat-surat al-Qur'an. Sementara ahli tafsir bahkan menilai bahwa kitab

tafsirnya itu merupakan ensiklopedi dalam bidang keserasian ayat-ayat dan

surat-surat al-Qur'an.22

Melihat dari latar belakang penulisan disertasi di atas, maka sedikit

banyak Muhammad Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an

tentunya dipengaruhi oleh tokoh yang dia kaguminya, yaitu Ibrahim Ibnu

Umar al-Biqa'i. Oleh karena itu tidak heran jika Tafsir al-Mishbah mempunyai

kemiripan dengan Tafsir Nazhm al-Durar fî Tanâsub al-âyat wa al-Suwar .

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh tafsir tersebut terhadap penafsiran

Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, penulis akan

mencermati dan menganalisisnya.

Di Mesir Muhammad Quraish Shihab tidak banyak melibatkan diri

dalam aktivitas kemahasiswaan. Namun demikian, dia sangat aktif memperluas

21 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an …, h. 6 22 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi …, h. 86

Page 83: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

59

pergaulannya, terutama dengan mahasiswa-mahasiswa dari negara-negara lain.

Karena dengan bergaul dengan mahasiswa asing ada dua manfaat yang dapat

diambil. Pertama dapat memperluas wawasan, terutama mengenai kebudayaan

bangsa-bangsa lain, dan kedua memperlancar bahasa Arab. 23

Belajar di Mesir, sangat menekankan aspek hafalan. Hal ini juga di

alami oleh Muhammad Quraish Shihab. Ia mengakui bahwa jika jawaban ujian

tidak persis dengan catatan (buku muqarrar), nilainya akan kurang. Fenomena

belajar di Mesir, dalam pengamatan Muhammad Quraish Shihab cukup unik.

Pada musim ujian, banyak orang yang belajar sambil berjalan-jalan. Suatu

fenomena unik yang tak ditemukan di Indonesia. Selain harus memahami teks

yang sedang dipelajari, mereka juga harus menghafalnya. Malam hari

membaca dan memahami teks, dan siang harinya menghafalnya. Hal yang

sama juga dilakukan Muhammad Qurash Shihab. Biasanya, setelah shalat

subuh dia memahami teks, selanjutnya berusaha menghafalnya sambil

berjalan-jalan.

Muhammad Quraish Shihab sangat mengagumi kuatnya hafalan orang-

orang Mesir, khususnya dosen-dosen al-Azhar. Dalam pandangan Muhammad

Quraish Shihab, belajar dengan cara menghafal semacam itu bernilai positif,

meskipun banyak mendapat kritik dari para ahli pendidikan modern. Bahkan

menurut dia nilai positif ini akan bertambah jika kemampuan hafalan itu

dibarengi dengan kemampuan analisis. Masalahnya adalah bagaimana

menggabungkan kedua hal ini.24

Muhammad Quraish Shihab juga pernah mengikuti pelatihan “Training

Program In Strategic Management For Upper Level Government Officials,

23 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi …, h. 83 24 Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi …, h. 83

Page 84: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

60

Pada The Institute For Training And Development, Amherst Massachussets,

Amerika Serikat.

3. Latar Belakang Karier dan Pengabdian

Sekembalinya dari Mesir ke Ujung Pandang (1970), Muhammad

Quraish Shihab dipercayakan untuk menjabat wakil rektor bidang akademis

dan kemahasiswaan pada IAIN Alaudin, Ujung Pandang (1974-1980). Selain

itu dia juga diserahi jabatan-jabatan lain, baik di dalam kampus seperti

Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII Indonesia Bagian Timur

(1967-1980), maupun di luar kampus seperti pembantu pimpinan kepolisian

Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental (1973-1975). Selama di

Ujung Pandang ini, dia juga sempat melakukan berbagai penelitian antara lain,

penelitian dengan tema "Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia

Timur"(1975) dan "Masalah Wakaf Sulawesi Selatan" (1978).25 Kemudian dia

kembali lagi ke Mesir untuk meneruskan studinya hingga meraih gelar Doktor

di bidang Tafsir.

Sekembalinya ke Indonesia setelah meraih Doktor dari Al-Azhar sejak

tahun 1984 Muhammad Quraish Shihab di tugaskan di Fakultas Ushuluddin

dan Fakultas Pascasarjana dan ahirnya menjadi Rektor IAIN yang sekarang

menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1992-1998). Selain itu, diluar

kampus, dia juga dipercayakan untuk menduduki berbagai jabatan. Antara lain

Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) Pusat tahun (1985-1998), anggota

Lajnah Pentashhih Al-Qur'an Departemen Agama sejak tahun 1989 sampai

sekarang, anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional tahun (1988-

25 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an …, h. 6

Page 85: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

61

1996).26 Anggota MPR RI 1982-1987, 1987-2002, anggota Badan Akreditasi

Nasional (1994-1998), Direktur Pengkaderan Ulama MUI (1994-1997),

anggota Dewan Riset Nasional (1994-1998), anggota Dewan Syari’ah Bank

Mu’amalat Indonesia (1992-1999) dan Direktur Pusat Studi al-Qur’an (PSQ)

Jakarta. Beliau juga pernah meraih Bintang Maha Putra.

Dia juga banyak terlibat dalam beberapa organisasi profesional antara

lain: pengurus Perhimpunan Ilmu-Ilmu Syari'ah, pengurus Konsorsium Ilmu-

Ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang sekarang menjadi

Departemen Pendidikan Nasional, Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan

Muslim Indonesia (ICMI) dan disela-sela kesibukannya, dia juga terlibat dalam

berbagai kegiatan ilmiyah di dalam maupun luar negri.27

Yang tidak kalah pentingnya, Muhammad Quraish Shihab juga aktif

dalam kegiatan tulis menulis seperti di surat kabar Pelita. Setiap hari Rabu dia

menulis dalam rubrik "Pelita Hati" Dia juga mengasuh rubrik "Tafsir al-

Amanah" dalam majalah dua mingguan yang terbit di Jakarta yaitu majalah

Amanah. Selain itu, dia juga tercatat sebagai anggota Dewan Redaksi majlah

Ulumul Qur'an dan Mimbar Ulama, keduanya terbit di Jakarta.28

Disamping itu juga Muhammad Quraish Shihab tercatat dekat dengan

tampuk kekuasaan pada masa Orde Baru. Ketika acara tahlilan dalam rangka

memperingati meninggalnya Ibu Tien Soeharto ia ditunjuk menjadi

penceramah dan memimpin doa. Melalui relasi inilah membuatnya masuk ke

kancah politik praktis. Pada Pemilu 1997, ia disebut-sebut menjadi juru

kampanye untuk Partai Golkar. Setelah Golkar meraih kemenangan dalam

26 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an …, h. 6 27 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an …, h. 7 28 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an …, h. 7

Page 86: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

62

struktur kementrian Kabinet pembangunan VII tercantum nama Muhammad

Quraish Shihab sebagai Menteri Agama RI, sehingga dia memegang jabatan

rangkap, yaitu sekaligus menjabat rektor UIN Jakarta. Namun tidak lebih dari

dua bulan, dia jatuh pada tanggal 21 Mei 1998, sehingga jabatan menteri

agama RI tersebut lepas dari tangannya seiring dengan angin reformasi yang

melanda Indonesia.

Dalam konteks nasional, nama Muhammad Quraish Shihab agaknya

tenggelam terbawa arus keluarga cendana yang mendapat stereotif negatif di

mata rakyat Indonesia pada umumnya. Kemudian pada tahun 1999, melalui

kebijakan pemerintahan transisional Habibie, Muhammad Quraish Shihab

mendapat jabatan baru sebagai duta besar Indonesia untuk Pemerintah Mesir,

Jibuti dan Somalia. Dan disinilah dia mulai menulis karya besarnya pada

tanggal 18 Juni 1999 dan selesai secara keseluruhan pada tahun 2004.29

4. Karya Intelektual

Muhammad Quraish Shihab salah seorang intelektual yang produktif

dalam dunia keilmuan. Dia banyak menulis, baik berupa buku maupun artikel

di berbagai surat kabar dan majalah, Republika, Pelita, majalah al-Amanah,

Ulumul Qur'an, Mimbar Ulama dan sebagainya. Dia juga sibuk melakukan

dakwah di masyarakat baik secara perorangan maupun lembaga bahkan di

berbagai Media elektronika seperti RCTI, Metro dan setasiun setasiun TV

Swasta lainnya. Kemudian hasilnya dicetak menjadi buku sebagai karyanya.

Kesuksesan Muhammad Quraish Shihab dalam kariernya tidak terlepas

dari dukungan dan motivasi keluarga, belaian kasih sayang istri tercinta

29 Istianah, Metodologi Muhammad Quraish Shihab Dalam Menafsirkan al-Qur’an ,(selanjutnya tertulis Metodologi Muhammad Quraish Shihab) (Jakarta : Tesis Program Pascasarjana Jurusan Tafsir Hadis UIN Jakarta, 2002), h. 19

Page 87: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

63

(Fatmawati) yang selalu mendampingi bahtera kehidupan rumah tangganya,

demikian pula dengan keempat orang putrinya, Najela Shihab, Najwa Shihab,

Nasywa Shihab, Nahla Shihab, dan seorang putranya Ahmad Shihab yang

mereka bina, dan kesemuanya turut andil dalam menempuh semangat untuk

meraih kesuksesan.30

Karya-karyanya diterbitkan dan disebarkan secara luas, bukan hanya di

Indonesia, tapi juga di negri tetangga, seperti Malaysia dan Brunai Darussalam.

Diantara karya-karya itu adalah sebagai berikut :

a. Karya-karya beliau yang belum penulis miliki antara lain :

1) Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang:

IAIN Alaudin,1984)

2) Filsafat Hukum Islam (Jakarta : Depag, 1987)

3) Satu Islam Sebuah Dilema, (Bandung: Mizan, 1987)

4) Pandangan Islam Tentang Perkawinan Usia Muda (MUI, Unisco,

1990)

5) Tafsir al-Amanah (Jakarta:Pustaka Kartini, 1992)

6) Tafsir al-Qur’an al-Karim atas surat-surat pendek berdasarkan urutan

turunnya (Bandung :Pustaka Hidayah,1997)

7) Pengantin al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 1999)

8) Sejarah dan Ulum al-Qur’an (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1999)

9) Fatwa-Fatwa Seputar al-Qur’an dan Hadis (Bandung:Mizan, 1999)

10) Fatwa-Fatwa Seputar Ibadah dan Muamalah (Bandung:Mizan, 1999)

11) Fatwa-Fatwa Seputar Wawasan Agama (Bandung:Mizan, 1999)

12) Fatwa-Fatwa Seputar Tafsir al-Qur’an (Bandung:Mizan, 1999)

30 Istianah, Metodologi Muhammad Quraish Shihab …, h. 20

Page 88: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

64

13) Menuju Haji Mabrur (Jakarta:Pustaka, Zaman, 1999)

14) Panduan Puasa Bersama Muhammad Quraish Shihab

(Jakarta:Republika, 1999)

b. Karya-karya beliau yang sekarang ada di tangan penulis adalah sebagai

berikut :

1). Mahkota Tuntunan Ilahi; Tafsir Surah al-Fatihah

(Jakarta:Untagama,1988) Kemudian dicetak ulang dengan judul

“Hidangan Ilahi Ayat-Ayat Tahlil”(Jakarta:Lentera Hati, 1996)

Latar belakang penulisan buku ini di antaranya karena surah al-

Fatihah merupakan mahkota tuntunan Ilahi. Dia adalah ummul Qur’an

atau induk al-Qur’an. Dari nama-namanya dapat diketahui betapa besar

dampak yang dapat diperoleh bagi para permbacanya. Tidak heran jika

doa dianjurkan untuk ditutup dengan al-Hamdulillah Rabbil ‘alaimin

atau bahkan ditutup dengan surat al-Fatihah. Al-Fatihah (pembuka yang

sangat sempurna), nama ini sebagai isyarat bahwa ia adalah pembuka al-

Qur’an dan juga pembuka yang amat sempurna bagi segala macam

kebajikan. Surat ini dinamai pula al-Syâfiah (penyembuh) dan al-

Ruqyah (mantera), sebagai isyarat bahwa pembacaan dan pengamalan

kandungannya dapat mengantarkan kepada kesembuhan dan dapat

dijadikan semacam mantera untuk segala persoalan. Dia juga al-Asas

(dasar), karena kandungan surah ini merupakan asas dan dasar bagi

segala sikap dan prilaku untuk meraih kebahagiaan duniawi dan

ukhrawi.31

31 Muhammad Quraish Shihab, Hidangan Ilahi (ayat-ayat tahlil), (Jakarta : Lentera Hati, 1996), h. 1

Page 89: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

65

2) Membumikan Al-Qur'an (Bandung:Mizan, 1992)

Latar belakang terbitnya buku ini adalah ketika penerbit Mizan

Bandung menyampaikan maksudnya untuk menerbitkan makalah

makalah dan ceramah ceramah tertulis yang pernah disampaikan

Muhammad Quraish Shihab dalam berbagai kesempatan. Muhammad

Quraish Shihab sendiri menyambut maksud tersebut dengan sangat

gembira. Apalagi selama ini sudah banyak kumpulan makalah

cendekiawan yang diterbitkan oleh penerbit Mizan. Tetapi ketika

langkah dimulai, tampak bahwa pekerjaan itu tidak semudah yang

dibayangkan. Makalah-makalah dan ceramah-ceramah Muhammad

Quraish Shihab yang disampaikan dalam rentang waktu antara 1975

hingga sekarang (sebelum terbit buku), kemudian diseleksi. Dari

penyeleksian itu tampak bahwa sekian bahan yang dihimpun itu masih

harus disempurnakan, sekian catatan kaki yang kurang lengkap, dan

yang belum tercatat sama sekali, harus dirujuk ulang. Selain itu gaya

bahasa makalah-makalah dan ceramah- ceramah itu, banyak yang

menggunakan bahasa lisan, sehingga harus diluruskan. Masih banyak

lagi kesulitan lainya. Namun demikian, meskipun tidak sempurna secara

keseluruhan, ahirnya kesulitan kesulitan itu pun dapat diatasi sehingga

terbitlah buku ini.32

Buku tersebut terdiri dari dua bagian. Pertama, tentang gagasan

al-qur'an terdiri dari empat bab. Bab I tentang bukti kebenaran al-qur'an,

Bab II tentang sejarah perkembangan tafsir, Bab III tentang ilmu tafsir

dan problematiknya, Bab IV mengenai gagasan al-Qur'an tentang

32 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1992), h. 13

Page 90: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

66

pembudayaannya. Kedua, tentang amalan al-qur'an terdiri dari empat

bab. Bab I tentang agama dan problematiknya, Bab II tentang islam

dan kemasyarakatan, Bab III tentang islam dan tuntunan ibadah, Bab IV

tentang islam dan peran ulama.

3) Lentera Hati Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung: Mizan,

1994)

Buku ini berisikan tulisan-tulisan pilihan Muhammad Quraish

Shihab yang pernah dimuat di harian Pelita, sejak tahun 1990 hingga

awal 1993. Tulisan-tulisan tersebut dimaksudkan sebagai lentera yang

menerangi pembacanya sehubungan dengan berbagai masalah aktual

yang dihadapi masyarakat pada saat rubrik tersebut dihidangkan. "Pelita

Hati" demikian nama rubrik yang dipilih oleh harian Pelita untuk

menampung tulisan-tulisan ini, dan juga tulisan teman-teman lain yang

ikut memperkaya rubrik "Pelita Hati".

Kata “Hati” sifatnya seperti yang diisyaratkan oleh kata

padanannya, "kalbu". “Kalbu” berasal dari bahasa arab yang berakar

dari kata kerja Qalaba yang artinya membalik berpotensi untuk

berbolak-balik yaitu di suatu saat merasa senang, di saat lain merasa

susah, suatu kali mau menerima dan suatu kali menolak. Memang hati

tidak konsisten kecuali yang mendapat bimbingan cahaya Ilahi. Dari

sinilah, lentera dibutuhkan bagi hati manusia. (Sekalipun tidak sama

dengan lentera Ilahi).33

Buku ini terbagi dalam tujuh bagian. Pertama, memahami

petunjuk agama. Kedua, memahami taqdir Allah. Ketiga, memahami

33 Muhammad Quraish Shihab, Lentera Hati, (Bandung : Mizan, 1994), h. 7

Page 91: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

67

makna sholat. Keempat, memahami potensi ruhaniyah manusia. Kelima,

memahami masalah- masalah di sekitar kita. Keenam, memahami

kecendekiawanan dan kepemimpinan. Ketujuh, memahami kesatuan

sumber agama.

4) Studi Kritis Tafsir al-Manar Karya Muhammad Abduh dan

M.Rasyid Ridha (Bandung : Pustaka Hidayah, 1994)

Buku yang ada pada tangan pembaca ini kata Muhammad Quraish

Shihab, berusaha mengetengahkan dua tokoh di bidang tafsir al-Qur’an,

metode dan prinsip-prinsip penafsirannya serta keistimewaan dan

kelemahan masing-masing, dengan harapan kiranya hasil-hasil

pemikiran mereka yang baik dapat lebih dipahami dan dimanfaatkan.

Muhammad Quraish Shihab tidak mengklaim bahwa apa yang

dikemukakan dalam buku ini merupakan hasil temuan atau analisisnya.

Catatan-catatan kaki yang menghiasi buku ini kiranya cukup berbicara

bahwa ia adalah kumpulan dari informasi dan analisis sekian pakar

terdahulu yang Muhammad Quraish Shihab upayakan untuk

diperkaya.34

Al-Manar adalah salah satu kitab tafsir yang berorientasi pada

sastra budaya dan kemasyarakatan; suatu corak penafsiran yang

menitikberatkan penjelasan ayat al-Qur’an pada segi-segi ketelitian

redaksionalnya, kemudian menyusun kandungan ayat-ayatnya dalam

suatu redaksi yang indah dengan penonjolan tujuan utama turunnya al-

Qur’an yakni membawa petunjuk dalam kehidupan kemudian

merangkaikan pengertian ayat tersebut dengan hukum-hukum alam yang

34 Muhammad Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir al-Mannâr, (selanjutnya tertulis Tafsir al-

Mannâr) (Bandung : Pustaka Hidayah, 1994), h.10

Page 92: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

68

berlaku dalam masyarakat dan pembangunan dunia. Tokoh utama corak

penafsiranm ini serta yang berjasa meletakkan dasar-dasarnya adalah

Syaikh Muhammad Abduh, yang kemudian dikembangkan oleh murid

sekaligus sahabatnya, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, dan dilanjutkan

oleh ulama-ulama lain, terutama Muhammad Mustafa al-Maraghi.35

5) Untaian Permata Buat Anakku ; Pesan al-Qur'an untuk mempelai

(Bandung: al-Bayan, 1995)

Latar belakang terbitnya buku ini adalah permintaan dari anak

putri Muhammad Quraish Shihab yang akan melangsungkan

pernikahannya. Anak putrinya mengharapkan agar ayahnya

menggoreskan untuk mereka nasehat dan petuah yang berkaitan dengan

pristiwa bahagia yang mereka hadapi. Bahkan Muhammad Quraish

Shihab mengutip kata-kata putrinya secara langsung. Abi, begitu mereka memanggil saya, tuliskanlah nasehat untuk

kami, agar menjadi bekal dan kenangan, dan biar didengar dan dibaca orang banyak, sehingga ia semakin terpatri di hati kami." Tentu saja harapan mereka tidak wajar saya abaikan, lebih lebih karena sebentar lagi mereka akan mandiri. Bahkan bagaimana saya abaikan, bukankah nasehat bisa lebih berharga daripada materi ? Apalagi kandungan nasehat ini tidak lain kecuali petunjuk Ilahi yang tersurat atau tersirat dalam al-Qur'an dan petuah petuah Nabi saw yang bertaburan di kitab kitab hadis. Dua sumber yang tidak pernah kering, tidak lekang oleh panas, tidak lapuk oleh hujan, tidak pula tersesat yang mengikutinya… Kami penuhi harapan mereka, sambil mempersembahkannya kepada semua yang berkesempatan membacanya, terbuka pula pintu pintu rahmat serta mengalir doa restu, bukan saja untuk anak anak kami, tetapi untuk semua yang telah, sedang dan akan memasuki mahligai pernikahan.36

35 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mannâr …, h. 11

36 Muhammad Quraish Shihab, Untaian Permata Buat Anakku; Pesan al-Qur'an Untuk Mempelai, (Bandung : Mizan, 1998), Cet. IV.,h. 5

Page 93: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

69

6) Wawasan al-Qur'an (Bandung:Mizan, 1996)

Buku ini sebagian besar merupakan kumpulan makalah yang

disajikan Muhammad Quraish Shihab dalam "pengajian istiqlal untuk

para eksekutif". Pengajian yang dilaksanakan sebulan sekali itu

dirancang untuk diikuti oleh para pejabat, baik yang berasal dari

kalangan pemerintah maupun swasta. Namun demikian tidak tertutup

bagi siapapun yang berminat, sebagaimana kenyataannya dalam setiap

kali pengajian berlangsung. Mengingat tujuan pengajian seperti yang

dikemukakan diatas dan menyadari pula kesibukan para pejabat yang

tentunya tidak memiliki cukup waktu untuk menerima aneka informasi

tentang berbagai disiplin ilmu keislaman, maka dipilihlah al-Qur'an

sebagai subyek kajian. Alasannya, karena kitab suci ini merupakan

sumber utama ajaran islam yang telah melahirkan sekian banyak disiplin

ilmu keislaman, sekaligus menjadi rujukan untuk penetapan bahkan

pembenaran sekian rincian ajaran.37

Buku tersebut berisi lima bagian. Pertama, wawasan al-qur'an

tentang pokok pokok keimanan. Kedua, wawasan al-qur'an tentang

kebutuhan pokok manusia dan soal-soal muamalah. Ketiga, wawasan al-

qur'an tentang manusia dan masyarakat. Keempat, wawasan al-qur'an

tentang aspek-aspek kegiatan manusia. Kelima, wawasan al-qur'an

tentang soal-soal penting ummat.

7) Mukjizat Al-Qur'an (Bandung :Mizan, 1997)

Ditulisnya buku ini bermula dari saran-saran dari sekian banyak

rekan agar Muhammad Quraish Shihab menulis buku yang mudah

37 Muhammad Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1996), h. xi

Page 94: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

70

dicerna menyangkut mukjizat dan keistimewaan al-Qur'an. Setiap saran

tersebut disampaikan, Muhammad Quraish Shihab selalu menyambutnya

dengan berkata:"Insya Allah pada waktunya akan saya penuhi."

Sebelumnya Muhammad Quraish Shihab maju mundur untuk

menyelesaikan penulisan buku ini.

Pada awal tahun 1995 serta bertepatan dengan bulan suci

Ramadhan 1415 H. Muhammad Quraish Shihab dan beberapa temannya

ditugaskan mengikuti studi dan latihan strategic management selama

sepuluh minggu di satu kota kecil, Amhers, di wilayah Massachussets,

Amerika Serikat. Untuk mengobati kerinduan kepada keluarga beliau

mengobati dengan cara membaca ayat-ayat al-Qur'an di malam hari.

Nikmat membaca ayat-ayat al-Qur'an serta ketenangan batin yang

dihasilkannya, mengingatkan kembali tentang saran rekan-rekannya di

atas. Setiap lidah membaca ayat yang demikian indah susunan, gaya, dan

nadanya, atau setiap nalar menampilkan keistimewaan dan atau mukjizat

al-Qur'an baik yang pernah penulis pelajari maupun yang lahir ketika itu,

setiap itu pula nalar dan hati bersepakat mendorong untuk menulis dan

menulis. Maka pada bulan suci Ramadhan itu mengalirkan ingatan dan

ide yang melahirkan puluhan halaman dari karya ini. Waktu itu masih

belum dalam bentuknya yang sekarang, karena ketika itu tidak ada

literatur yang dapat penulis jadikan rujukan konfirmasi atau pengayaan

materi kecuali" Mushhaf saku" al-Qur'an yang tercetak pula bersamanya

tafsir Jalalain, asbab al-Nuzul, dan mu'jam ayat ayatnya.

Sekembalinya ke tanah air, kesibukan sehari-harinya menghalangi

penyelesaian buku ini. Hingga ahirnya pada bulan Ramadhan 1417

Page 95: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

71

H/1997M, kembali hati Muhammad Quraish Shihab tergugah bahkan

meronta agar tulisan ini segera diselesaikan. Maka penulis membuka

kembali lembaran-lembaran yang lama, melanjutkan apa yang pernah

ditulis sebelumnya. Pada tahun 1997 ahirnya buku ini terbit.38

8) Sahur Bersama Muhammad Quraish Shihab di RCTI

(Bandung:Mizan 1997)

Latar belakang terbitnya buku tersebut diungkapkan oleh

Muhammad Quraish Shihab: Bahwa pada bulan Ramadhan 1417 H/1997 M. Saya bersama

saudara Dr. Arief Rahman mengasuh acara yang oleh Rajawali Citra Televisi Indonesia dinamai Sahur Bersama M.Quraish Shihab. Acara ini dinamakan demikian karena acara tersebut ditayangkan pada saat kaum Muslimin menikmati sahur. Acara tersebut rupanya mendapatkan sambutan positif dari berbagai pihak dan tingkat masyarakat, mulai dari Ibu rumah tangga, pelajar, mahasiswa, dan karyawan hingga pejabat tinggi. Itu antara lain tercermin melalui penyampaian tertulis maupun lisan yang kami terima dan yang diterima oleh RCTI. Ketika itu, tidak jarang yang meminta rekaman kaset video atau mengusulkan penerbitan uraian tersebut secara tertulis. Usul terahir ini, kami sambut dan disambut juga oleh RCTI, Alhamdulillah, Yayasan Wakaf Paramadina mengambil langkah selanjutnya untuk merealisasi-kannya.39

Buku ini memuat 20 topik yang semuanya berkaitan dengan puasa

dan dikemas dengan metode dialog

9) Haji Bersama Muhammad Quraish Shihab (Bandung:Mizan, 1998)

Buku ini terbit berdasarkan pengalaman Muhammad Quraish

Shihab saat berkali-kali pergi haji dan umrah serta berkali-kali pula

membimbing para jamaah haji dan bersama mereka pula melaksanakan

38 Muhammad Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1997), Cet. I., h. 7 39 Muhammad Quraish Shihab, Sahur Bersama M.Quraish Shihab, (Bandung : Mizan, 1997), h. 5

Page 96: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

72

rukun islam kelima itu. Banyak pengalaman yang Muhammad Quraish

Shihab lihat dan rasakan Muhammad Quraish Shihab bersama mereka,

dan banyak juga pertanyaan atau tanggapan yang diterimanya.40

Buku ini terdiri dari empat bagian. Pertama, pengertian

memahami makna kunjungan. Kedua , ibadah haji. Ketiga, tuntunan

praktis mengenai haji. Keempat, amalan setelah haji.

10) Menyingkap Tabir Ilahi (Asma al-Husna dalam Perspektif al-

Qur'an) (Jakarta: Lentera Hati, 1998)

Later belakang terbitnya buku ini adalah ada seorang teman yang

meminta kepada Muhammad Quraish Shihab untuk menguraikan Asma

al-Husna di layar kaca secara berturut turut hingga tuntas. Permintaan

itulah yang menggerakkan pena penulis menggoreskan uraian ini.

Kandungan buku ini telah dipersiapkan oleh Muhammad Quraish

Shihab jauh sebelum tayangan di layar kaca yang sebetulnya singkat

dan sederhana.

Motifasi penulisannya pun berbeda. Pertama, adanya kesan umum

yang dirasakan oleh Muhammad Quraish Shihab dan agaknya juga oleh

banyak orang adalah bahwa Allah Dzat yang cinta-Nya merupakan

samudra yang tidak bertepi, yang anugrah-Nya langit yang tidak

berujung, yang amarah-Nya dikalahkan oleh rahmat-Nya, serta pintu

ampunan-Nya terbuka lebar sepanjang saat. Kedua, karena selama ini

terkesan bahwa keberagaman sebagian kita, tidak sejalan dengan sifat-

sifat Allah, padahal keberagaman adalah upaya meneladani Tuhan

40 Muhammad Quraish Shihab, Haji Bersama Muhammad Quraish Shihab, (Bandung : Mizan, 1998), h. 5

Page 97: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

73

dalam sifat-sifat-Nya. Seperti yang diucapkan oleh sementara pakar

bahwa ummat beragama tidak lagi menyembah Tuhan, tapi menyembah

agama. Mereka mempertuhankan agama, tidak mempertuhankan

Allah.41 Isi buku ini khusus menjelaskan pengertian Asma al-Husna

yang jumlahnya 99

11) Mahkota Tuntunan Ilahi; Tafsir Surah al-Fatihah (Jakarta :

Untagama, 1998)

Latar belakang terbitnya buku ini antara lain karena surah al-

Fatihah sebagai ummu al-Qur'an yang mengandung pengakuan tauhid,

pengakuan atas ke Esaan Allah swt, pengakuan akan adanya hari

kemudian, dan semua pengabdian hanya tertuju kepada Allah swt.

Disamping itu al-Fatihah juga merupakan pembukaan yang sempurna

bagi segala macam kebaikan serta memuat pesan dan tuntunan yang

sangat berguna sebagai bekal di dalam kehidupan di dunia dan aherat.

Pengahayatan dan pengamalannya lebih mendalam untuk diserap,

mendorong hati ummat islam untuk menghayati dan mengamalkannya.42

Buku ini berupa tafsir surah al-Fatihah yang disajikan dengan metode

tahlili (analisis)

12) Fatwa Fatwa Seputar Ibadah Mahdah (Bandung: Mizan, 1999)

Buku ini merupakan hasil dari kumpulan jawaban atas pertanyaan

yang diajukan oleh pembaca harian Republika melalui rubrik "Dialog

41 Muhammad Quraish Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi (Jakarta : Lentera Hati, 1998), h.viii 42 Muhammad Quraish Shihab, Mahkota Tuntunan Ilahi, (Jakarta : Untagama, 1998), Cet.I, h. 1-2

Page 98: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

74

Jum'at" yang hadir sejak tahun 1992. 43 Buku tersebut berisi tentang

shalat, puasa, zakat, dan haji.

13) Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama al-Qur'an (Bandung:

Mizan, 1999)

Buku ini merupakan rangkuman dari ceramah-ceramah

Muhammad Quraish Shihab pada pengajian yang diselenggarakan di

Departemen Agama, Masjid Istiqlal, dan Forum Konsultasi dan

Komunikasi Badan Pembinaan Rohani Islam (FOKUS BAPINROHIS)

tingkat pusat untuk para eksekutif.44

14) Yang Tersembunyi : Jin, Iblis, Setan, dan Malaikat (Jakarta:

Lentera Hati, 1999)

Ide ditulisnya buku ini muncul ketika Muhammad Quraish Shihab

mengikuti training tentang manajemen di Amerika Serikat. Pada waktu

luang Muhammad Quraish Shihab diminta untuk memberikan ceramah

di hadapan mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat dan dilanjutkan

dengan diskusi menyangkut agama dan kehidupan. Dalam diskusi

tersebut timbul permintaan dari sebahagian mahasiswa di Boston agar

penulis berbicara tentang pandangan Islam menyangkut makhluk halus

khususnya jin, iblis, dan setan.45

43 Muhammad Quraish Shihab, Fatwa Fatwa Seputar Ibadah Mahdah, (Bandung : Mizan, 1999),h.vii 44 Muhammad Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi :Hidup Bersama al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1999), h. 45 Muhammad Quraish Shihab, Yang Tersembunyi: Jin, Iblis, Setan, dan Malaikat, (Jakarta : Lentera Hati, 1999), Cet. I, h. vii

Page 99: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

75

15) Tafsir al-Mishbah (Jakarta:Lentera Hati, 2000)

Penulisan tafsir ini diawali di Cairo pada tanggal 18 Juni 1999.

Acara peluncurannya diselenggarakan pada tanggal 29 Maret 2000 di

hotel Mandarin Jakarta. Tampil sebagai pembicara adalah Nurcholish

Majid dan Mar'i Muhammad.46 Tafsir ini baru dapat diselesaikan

sebanyak 15 Volume secara keseluruhan pada tahun 2004

Muhammad Quraish Shihab mengatakan:

Latar belakang terbitnya tafsir al-Mishbah ini adalah diawali oleh penafsiran sebelumnya yang berjudul "Tafsir al-Qur'an al-Karim" pada tahun 1997 yang dianggap kurang menarik minat orang banyak, bahkan sebahagian mereka menilainya bertele-tele dalam menguraikan pengertian kosa kata atau kaiadah-kaidah yang disajikan. Akhirnya Muhammad Quraish Shihab tidak melanjutkan upaya itu. Disisi lain banyak kaum muslimin yang membaca surah-surah tertentu dari al-Qur'an, seperti surah yasin, al-Waqi'ah, al-Rah'man dan lain lain merujuk kepada hadis dhoif, misalnya bahwa membaca surat al-Waqi'ah mengandung kehadiran rizki. Dalam Tafsir al-Mishbah selalu dijelaskan tema pokok surah-surah al-Qur'an atau tujuan utama yang berkisar di sekeliling ayat-ayat dari surah itu agar membantu meluruskan kekeliruan serta menciptakan kesan yang benar. 47

16) Perjalanan Menuju Keabadian, Kematian, Surga dan Ayat ayat

Tahlil (Jakarta:Lentera Hati, 2001)

Latar belakang terbitnya buku ini berawal dari ide seseorang yang

dicintai (tidak disebutkan namanya). Buku Hidangan Ilahi dilengkapi

dan disempurnakan dengan uraian tentang doa-doa yang dibaca dalam

acara tahlilan, bahkan dilengkapi dengan uraian tentang maut.48

46 Istianah, Metodologi Muhammad Quraish Shihab …, h. 38 47 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Ciputat : Lentera Hati, 2000), h. viii 48 Muhammad Quraish Shihab, Perjalanan Menuju Keabadian Kematian, Surga, dan Ayat

Ayat Tahlil, (selanjutnya tertulis Ayat-Ayat Tahlil) (Jakarta : Lentera Hati, 2001), Cet. I., h. vi

Page 100: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

76

Buku ini mengajak pembaca untuk membayangkan perjalanan

menuju keabadian dan menjelaskannya, tanpa menakut-nakuti, atau

melebih-lebihkan. Memang, hidup dan mati adalah wewenang muthlak

Allah swt. Apalagi dibalik kematian terdapat apa yang belum pernah

dilihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan terjangkau oleh nalar.

Buku ini berbicara tentang alam sesudah adanya kematian, dan

mengajak pembaca untuk membayangkan perjalanan manusia menuju

keabadian yang dimulai dengan kamatian. Selain itu juga menguraikan

pesan ayat-ayat serta doa-doa tahlil.49

17) Menjemput Maut (Jakarta: Lentera Hati, 2002)

Terbitnya buku ini diilhami oleh buku "bekal Perjalanan" yang

ditulis oleh Muhammad Quraish Shihab sendiri dalam rangka

peringatan wafatnya ayah salah seorang sahabatnya. Dalam buku ini ada

penambahan beberapa artikel guna lebih melengkapi bekal menuju

Allah swt. 50

18) Mistik Seks dan Ibadah (Jakarta: Republika, 2004)

Latar belakang terbitnya buku ini adalah karena keterlibatan

Muhammad Quiraish Shihab sebagai penulis di Harian Umum

Republika sejak awal berdirinya harian tersebut. Kegiatan tersebut terus

berlangsung hingga kini, bahkan disela-sela kesibukannya sebagai

rektor IAIN Syarif Hidayatullah, menteri agama atau duta besar di

Mesir, Muhammad Quraish Shihab masih menyempatkan untuk

49 Muhammad Quraish Shihab, Ayat-Ayat Tahlil,… h. viii 50 Muhammad Quraish Shihab, Menjemput Maut (Jakarta : Lentera Hati, 2002 ), h. vi

Page 101: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

77

menulis dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dikirim ke redaksi

harian Republika.

Setelah penerbitan dua bukunya yang berjudul Panduan Puasa

dan Panduan Sholat mendapat sambutan yang sangat baik, terbitlah

buku ketiga yang diberi judul "Mistik Seks dan Ibadah" Judul ini

diambil mengingat begitu beragamnya pertanyaan yang diajukan dan

melihat ketika masalah tersebut (Mistik, Seks dan Ibadah ) selalu

menjadi pembicaraan yang tidak kunjung habis habisnya.51

19) Jilbab Pakaian Wanita Muslimah (Jakarta : Lentera Hati, 2004)

Latar belakang terbitnya buku ini adalah karena adanya

keinginan bahkan desakan untuk menulis persoalan ini yang sudah lama

terbetik dalam benak penulis. Desakan itu lahir bukan saja dari

banyaknya pertanyaan yang diajukan kepada penulis menyangkut jilbab

yang merupakan busana muslimah ini, baik melalui media masa

maupun secara langsung dalam pertemuan dan ceramah agama. Selain

itu juga karena ada yang menyalahpahami pandangan Muhammad

Quraish Shihab menyangkut persoalan ini. Padahal yang selama ini

dikemukakan hanyalah aneka pendapat pakar tentang persoalan jilbab

tanpa menetapkan satu pilihan. Sampai terbitnya buku inipun

Muhammad Quraish Shihab belum mentarjih dari berbagai pendapat

tentang jilbab tersebut.52

51 Muhammad Quraish Shihab, Mistik, Seks dan Ibadah, (Jakarta : Penerbit Republika, 2004), h.vii 52 Muhammad Quraish Shihab, Jilbab Pakean Wanita Muslimah, (Jakarta : Lentera Hati, 2004), h.4

Page 102: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

78

20) Dia Dimana Mana (Jakarta: Lentera Hati, 2004)

Muhammad Quraish Shihab setiap menulis buku selalu

menjelaskan latar belakang penulisannya. Namun, dalam buku yang

berjudul "Dia Dimana mana" dia tidak menyebutkan latar belaknag

penulisannya. Namun demikian, pada halaman sekapur sirih Quraish

Shihab mengatakan:"Kalau kita merenung dan berfikir secara tulus dan

benar, pasti kita akan menyadari bahwa Allah hadir dimana mana. Kita

dapat menemukan-Nya setiap saat dan di semua tempat. Pengetahuan

manusia dapat mengantarnya kepada pengakuan tentang wujud dan

kuasa-Nya. 53

21) Perempuan (Jakarta : Lentera Hati, 2005)

Dalam buku ini dijelaskan berbagai persoalan yang menjadi

bahan pembicaraan dan diskusi tentang perempuan. Muhammad

Quraish Shihab mengharap kiranya buku ini merupakan sumbangsih

yang dapat menyingkap sebagian kekhilafan atau kesalahpahaman yang

dulu dan sekarang terdengar menyangkut perempuan, khususnya dalam

kaitannya dengan ajaran islam. Dalam buku tersebut Muhammad

Quraish Shihab juga memohon taufik dan hidayah-Nya sambil berharap

kiranya jika terdapat manfaat dari tulisan ini. Dia juga berharap semoga

ganjaran yang diperoleh ibu bersama ayah penulis melebihi ganjaran

yang diperoleh. Selain itu juga akan semakin bertambah kesyukuran,

kekaguman dan kecintaannya kepada istri dan anak-anak 54

53 Muhammad Quraish Shihab, Dia Dimana Mana, (Ciputat : Lentera Hati, 2004), Cet.I, h. ix 54 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta : Lentera Hati, 2005), h. xiii

Page 103: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

79

22) 40 Hadits Qudsi Pilihan (Jakarta :Lentera Hati, 2005)

Buku ini merupakan terjemahan Muhammad Quraish Shihab dari

buku yang berjudul االربعـون القدسـية yang diambil dari judul asli “Forty

Hadith Qudsi” karya Ezzeddin Ibrahim.

23) Logika Agama (Jakarta : Lentera Hati, 2005)

Buku ini berasal dari satu karya Muhammad Quraish Shihab

yang berjudul al-Khawâthir dikala dia sedang belajar pada Fakultas

Ushuluddin Universitas al-Azhar Kairo. Karya ini ditulis dengan bahasa

Arab, kemudian beberapa teman dan juga anak-anak beliau

menganjurkan agar karya lama itu diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia, karena menurut mereka kandungannya masih sangat relevan

pada masa kini, disebabkan perubahan yang melanda seluruh dunia

dengan membawa nilai-nilai baru dan menjungkirbalikkan banyak nilai

lama. Tidak sedikit orang yang menuntut perubahan segala hal,

termasuk nilai-nilai dasar agama. Padahal tidak semua hal berubah.

Sekian banyak hal yang tetap langgeng walau telah lama tetapi belum

usang bahkan belum atau tidak ada gantinya yang sepadan sehingga

masih harus dipertahankan. Karya Muhammad Quraish Shihab ini-

menurut sebahagian temannya- walau telah lama tetapi ia

membicarakan masalah yang kini sedang ramai diperbincangkan,

disamping karya ini berbicara tentang hubungan agama dengan akal. 55

Mendudukkan persoalan agama dengan akal dewasa ini sangat

penting, karena penggunaan rasio dan pengaguman terhadap akal

demikian besarnya sehingga bukan saja terjadi desakralisasi tetapi juga

55 Muhammad Quraish Shihab, Logika Agama, (selanjutnya tertulis Logika Agama) (Jakarta : Lentera Hati, 2005), h. 11

Page 104: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

80

melampaui sehingga muncul despiritualisasi yang mengingkari atau

paling sedikit merasionalkan yang supra-rasional dan mengabaikan atau

paling tidak sangat meminggirkan peranan kalbu manusia. Rasio kini

telah mengambil tempat melebihi porsinya, sehingga kalbu terpojok,

metafisika tersingkirkan, bahkan Tuhan pun nyaris terabaikan, kalau

enggan berkata seperti Nietzsche (1844-1900) “Tuhan telah mati” yang

juga dikenal sebagai filosof yang bertujuan melahirkan “Superman”

Rasio yang diberi peranan melebihi fungsinya dapat membinasakan

manusia, karena itu dari waktu ke waktu mereka harus diingatkan.

Begitulah beberapa teman Muhammad Quraish Shihab berusaha

meyakinkan Muhammad Quraish Shihab untuk menerbitkan buku ini.

Kemudian ahirnya buku ini diterbitkan pada bulan Oktober 2005 56

Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan, bahwa

Muhammad Quraish Shihab adalah seorang yang produktif dalam tulis

menulis dan konsisten menekuni ilmu al-Qur’an sejak kecil hingga

sekarang. Hal ini dapat dilihat dari karya-karyanya dan juga pendidikan

yang beliau pedroleh, dan pengabdian yang beliau tekuni seperti

mendirikan Pusat Setudi al-Qur’an (PSQ) yang dibangun dua lantai di

daerah Ciputat.

56 Muhammad Quraish Shihab, Logika Agama …, h. 13

Page 105: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

٨١

BAB III

SEKILAS TENTANG TEORI JENDER

A. Pengertian Jender

Kata "jender" diambil dari bahasa Inggris yaitu gender yang berarti

jenis kelamin.1 Menurut Nasaruddin Umar arti ini kurang tepat, karena dengan

demikian gender disamakan pengertiannya dengan sex yang berarti jenis

kelamin. Persoalannya karena kata jender termasuk kosa kata baru sehingga

pengertiannya belum ditemukan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.2

Siti Musda Mulia menegaskan bahwa, "Jender adalah seperangkat sikap,

peran, tanggung jawab, fungsi, hak dan perilaku yang melekat pada diri laki-

laki dan perempuan akibat bentukan budaya atau lingkungan masyarakat

tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan.” 3

Kemudian Siti Musda Mulia menyimpulkan bahwa, "Jender adalah

suatu konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki

dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat diubah sesuai

dengan perubahan zaman.”4

Sedangkan Nasaruddin Umar menyimpulkan bahwa, "Jender adalah

suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan

perempuan dilihat dari segi sosial budaya."5

1 John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia,

1994), Cet. XIII, h. 265 2 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur'an, (selanjutnya tertulis

Kesetaraan Jender) (Jakarta: Paramadina, 2001), Cet. II., h. 33 3 Siti Musdah Mulia at. al Keadilan Kesetaraan Gender Perspektif Islam, (selanjutnya

tertulis Keadilan Jender) (Jakarta: LKAJ, 2003), Cet. II, h. viii 4 Siti Musdah Mulia at. al Keadilan Jender…, h. ix 5 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender …, h. 35

Page 106: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

82

Dari beberapa pengertian jender di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

jender adalah kedudukan laki-laki dan perempuan ditinjau dari segi sosial

budaya, ekonomi, politik dan kebijakan suatu negara, bukan dari segi jenis

kelamin atau ajaran agama. Maka seks dan jender tentu tidak sama, karena

seks adalah ketentuan Allah yang tidak bisa diubah karena sudah merupakan

kodrat, sedangkan jender dibuat oleh kesepakatan masyarakat setempat yang

sewaktu-waktu akan berubah.

B. Atribut dan Identitas Jender

Sejak seorang anak dilahirkan, maka seorang anak itu sudah dapat

diketahui identitasnya. Jika anak yang dilahirkan memiliki alat kelamin penis,

maka disebut anak laki-laki, dan jika memiliki alat kelamin vagina, maka

disebut anak perempuan.

Setelah identitas seorang anak diketahui, maka masyarakat langsung

memberikan atribut yang melekat pada identitas kelaminnya. Orang tuanya

mulai membentuk sifat-sifat yang harus dimiliki oleh anaknya sesuai jenis

kelaminnya. Jika yang dilahirkan anak laki-laki maka orang tuanya setelah

anak mulai mau bermain akan membelikan mobil-mobilan, sedangkan

perempuan orang tuanya akan membelikan boneka.

Masyarakat memandang bahwa segala kelembutan dan kesabaran

adalah kodrat yang harus dijalani seorang perempuan. Anak perempuan yang

main tembak-tembakan atau memanjat pohon dikatakan menyimpang.

Demikian pula dengan laki-laki, orang tua selalu mewanti-wanti pada mereka

untuk tidak gampang menangis, walaupun ditimpa kesedihan atau kekesalan

seberat apapun. Penampilan anak laki-laki harus pemberani, kuat, tidak

Page 107: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

83

cengeng, rasional, dan selalu harus ada di depan, karena anak laki-laki kelak

akan menjadi seorang pemimpin.6

Begitu seorang anak dilahirkan, maka pada saat yang sama ia

memperoleh tugas dan beban jender (gender assignment) dari lingkungan

budaya masyarakatnya. Jadi beban jender seseorang tergantung dari nilai-nilai

budaya yang berkembang di dalam masyarakatnya. Dalam masyarakat

patrilineal dan androsentris, sejak awal beban jender seorang anak laki-laki

lebih dominan dibanding anak perempuan.7

Perbedaan jender telah melahirkan perbedaan peran sosial. Kadangkala

peran sosial tersebut dibakukan oleh masyarakat, sehingga tidak ada

kesempatan bagi perempuan atau laki-laki untuk berganti peranan.8

Dari sini kita dapat melihat tradisi orang arab Saudi Arabia yang

membatasi peran perempuan hanya di rumah, sehingga seluruh kehidupannya

habis untuk melayani suami dan anak-anaknya di rumah bahkan belanja ke

pasarpun dilakukan oleh kaum laki-laki atau suami.

Beban kerja yang berat dan jam kerja yang banyak semakin dirasakan

oleh perempuan, jika suaminya gagal memperoleh pekerjaan tetap atau

diberhentikan dari pekerjaan tetapnya. Suami tidak dapat menjalankan

perannya sebagai pencari nafkah, padahal kelangsungan rumah tangga harus

tetap di jaga (dapur harus ngebul). Kondisi ini telah memaksa banyak

perempuan mengambil alih tugas sebagai pencari nafkah. Namun celakanya

alih tugas ini bukan berarti alih tanggung jawab tugas-tugas rumah tangga

6 Siti Musdah Mulia at. al Keadilan Jender…, h. 56 7 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender …, h. 37 8 Siti Musdah Mulia at. al Keadilan Jender…, h. 60

Page 108: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

84

(tidak mengerjakan urusan rumah tangga), karena tugas-tugas ini tetap menjadi

beban perempuan.9

Selanjutnya Siti Musda Mulia juga mengakui bahwa "Sumber-sumber

ketidakadilan terhadap perempuan dalam masyarakat Islam tidak berasal dari

ajaran dasar agama, tetapi lebih pada salah tafsir terhadap agama, seperti yang

diperlihatkan sebahagian besar ulama Islam selama berabad abad."10

Penulis sependapat bahwa bias jender itu bukan diakibatkan oleh teks

al-Qur'an, tapi akibat penafsiran seorang mufasir. Karena seorang mufasir akan

dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, budaya, sosial, politik, ekonomi

dan lingkungannya.

Namun demikian tidak semua mufasir klasik keliru menafsirkan ayat-

ayat al-Qur'an, sekalipun menurut para mufasir kontemporer sebagian mufasir

klasik dianggap bias jender.

C. Biologi, Jender, dan Perilaku Manusia

Setiap makhluk hidup dapat dikelompokkan pada dua jenis yaitu laki-

laki dan perempuan, termasuk didalamnya buah-buahan sebagaimana diungkap

dalam (Q.S.al-Ra’d/13:3)

وهو الذي مد الأرض وجعل فيها رواسي وأنهارا ومن كل الثمرات جعل فيها زوجـين ) ٣ : ١٣/الرعد( اثنين يغشي الليل النهار إن في ذلك لآيات لقوم يتفكرون

Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.(Q.S.al-Ra'd/13:3).

9 Siti Musdah Mulia at. al Keadilan Jender…, h. 62 10 Siti Musdah Mulia at. al Keadilan Jender…,h. 89

Page 109: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

85

)٤٩ : ٥١/الذاريات( من كل شيء خلقنا زوجين لعلكم تذكرونوDan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah. (Q.S. al-Dzariyat/51: 49)

)٤٥ : ٥٣/النجم( نثىوأنه خلق الزوجين الذكر والأDan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan. (Q.S. al-Najm/53: 45) Berdasarkan ayat-ayat di atas Muhammad Quraish Shihab mengatakan

bahwa, ”Allah swt. menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan.

Keberpasangan mengandung persamaan sekaligus perbedaan. Persamaan dan

perbedaan itu harus diketahui agar manusia dapat bekerja sama menuju cita-

cita kemanusiaan."11

Lelaki dan perempuan keduanya berkewajiban menciptakan situasi

harmonis dalam masyarakat. Tentu saja situasi ini harus sesuai dengan kodrat

dan kemampuan masing-masing. Ini berarti bahwa kita dituntut untuk

mengetahui keistimewaan dan kekurangan masing-masing, serta perbedaan

keduanya. Karena tanpa mengetahui hal-hal tersebut, maka orang bisa

mempersalahkan dan menzalimi banyak pihak. Dia bisa mempersalahkan

interpretasi agama dan menganiaya perempuan karena mengusulkan hal-hal

yang justru bertentangan dengan kodratnya.12

Dalam suasana maraknya tuntutan hak asasi manusia serta seruan

keadilan dan persamaan, sering kali tanpa disadari, hilang hak asasi dan sirna

keadilan lagi kabur makna persamaan yang dituntut itu.13

Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Anis Manshur yang

menyatakan bahwa, ”Tidak ada satu masyarakat di seluruh persada dunia ini

11 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, (selanjutnya tertulis Perempuan) (Jakarta : Lentera Hati, 2005), h. 2

12 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan,…, h. 3 13 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 3

Page 110: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

86

yang mempersamakan lelaki dan perempuan dalam segala hal, tidak pada

masyarakat yang sangat maju, tidak juga pada masyarakat yang sangat

terbelakang. Memang, lelaki dan perempuan masing-masing mempunyai lima

indera, tetapi terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat jelas, dalam dan

tajam.”14

Ada tidaknya pengaruh biologi terhadap perilaku manusia para pakar

berbeda pendapat, antara lain Nasaruddin Umar mengutip pendapat Unger

tentang perbedaan emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan

sebagai berikut :

Laki-laki Perempuan • Sangat agresif • Independen • Tidak emosional • Dapat menyembunyikan emosi • Lebih objektif • Tidak mudah terpengaruh • Tidak submisif • Sangat menyukai penget. eksakta • Tidak mudah goyah terhadap krisis • Lebih aktif • Lebih kompetitif • Lebih logis • Lebih mendunia • Lebih terampil berbisnis • Lebih berterus terang • Memahami perkembangan dunia • Berperasaan tak mudah tersinggung • Lebih suka berpetualang • Mudah menghadapi persoalan • Jarang menangis • Umumnya terampil memimpin • Penuh rasaperscaya diri • Lebih banyak mendukung sikap

• Tidak terlalu agresif • Tidak terlalu independen • Lebih emosional • Sulit menyembunyikan emosi • Lebih subjektif • Mudah terpengaruh • Lebih submisip • Kurang menyukai eksakta • Mudah goyah menghadapi krisis • Lebih pasif • Kurang kompetitif • Kurang logis • Berorientasi ke rumah • Kurang terampil berbisnis • Kurang berterus terang • Kurang memahami perkemb.dunia • Berperasaan mudah tersinggung • Kurang suka berpetualang • Sulit mengatasi persoalan • Lebih sering menangis • Tidak umum terampil memimpin • Kurang percaya diri • Kurang senang terhadap sikap

14 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 5

Page 111: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

87

Agresif • Lebih ambisi • Lebih mudah membedakan antara rasa dan rasio • Lebih merdeka • Tidak canggung dalam penampilan • Pemikiran lebih unggul • Lebih bebas berbicara

agresif • Kurang ambisi • Sulit membedakan antara rasa dan rasio • Kurang merdeka • Lebih canggung dalam penampilan • Pemikirang kurang unggul • Kurang bebas berbicara 15

Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Murtadha Muthahari,

seorang ulama terkemuka Iran dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Abu

al-Zahra al-Najafi ke dalam bahasa Arab dengan judul Nizhâm Huqûq al-

Mar’ah yang intinya adalah bahwa lelaki secara umum lebih besar dan lebih

tinggi dari perempuan, suara lelaki dan telapak tangannya kasar, berbeda

dengan suara dan telapak tangan perempuan,… pertumbuhan perempuan lebih

cepat dari laki-laki. Namun perempuan lebih mampu membentengi diri dari

penyakit dibanding lelaki Lebih cepat berbicara bahkan dewasa dari lelaki.

Rata-rata bentuk kepala lelaki lebih besar dari perempuan, tetapi jika

dibandingkan dari segi bentuk tubuhnya, maka sebenarnya perempuan lebih

besar. Kemampuan paru-paru lelaki menghirup udara lebih besar/banyak dari

perempuan, dan denyut jantung perempuan lebih cepat dari denyut lelaki.16

Kemudian Quraish Shihab menjelaskan perbedaan laki-laki dan

perempuan dari segi psikis.

Secara umum, lelaki lebih cenderung kepada olah raga, berburu, dan pekerjaan yang melibatkan gerakan dibanding perempuan. Lelaki secara umum cenderung kepada tantangan dan perkelahian, sedangkan perempuan cenderung kepada kedamaian dan keramahan, lelaki lebih agresif dan suka ribut, sementara perempuan lebih tenang dan tentram. Perempuan menghindari penggunaan kekerasan terhadap dirinya atau orang lain, karena itu jumlah perempuan yang bunuh diri lebih sedikit

15 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 43 16 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (selanjutnya tertulis al-Mishbah Vol. 2)

(Ciputat: Lentera Hati, 2000) Vol. 2, h. 405

Page 112: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

88

dari jumlah lelaki. Caranyapun berbeda, biasanya lelaki menggunakan cara yang lebih keras—pistol, tali gantungan, atau meloncat dari ketinggian—sementara perempuan menggunakan obat tidur, racun, dan semacamnya.17

Perasaan perempuan lebih cepat bangkit dari lelaki, sehingga sentimen

dan rasa takutnya segera muncul, berbeda dengan lelaki yang biasanya lebih

berkepala dingin. Perempuan biasanya lebih cenderung kepada upaya

menghiasi diri, kecantikan, dan mode yang beraneka ragam, serta berbeda

bentuk. Di sisi lain, perasaan perempuan secara umum kurang konsisten

dibanding dengan lelaki. Perepmuan lebih berhati-hati, lebih tekun beragama,

cerewet, takut, dan lebih banyak berbasa-basi. Perasaan perempuan lebih

keibuan, ini jelas tampak sejak anak-anak. Cintanya kepada keluarga serta

kesadarannya tentang kepentingan lembaga keluarga lebih besar dari lelaki.18

Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Prof. Reek, pakar

psikologi Amerika, yang telah bertahun-tahun melakukan penelitian tentang

lelaki dan perempuan menguraikan keistimewaan lelaki dan perempuan dari

segi kejiwaannya, antara lain sebagai berikut:

1. Lelaki biasanya merasa jemu untuk tinggal berlama-lama di samping kekasihnya. Berbeda dengan perempuan, ia merasa nikmat berada sepanjang saat bersama kekasihnya.

2. Pria senang tampil dalam wajah yang sama setiap hari. Berbeda dengan perempuan yang setiap hari ingin bangkit dari pembaringannya dengan wajah yang baru. Itu sebabnya mode rambut dan pakaian perempuan sering berubah, berbeda dengan lelaki.

3. Sukses di mata lelaki adalah kedudukan sosial terhormat serta penghormatan dari lapisan masyarakat, sedangkan bagi perempuan adalah menguasai jiwa raga kekasihnya dan memilikinya sepanjang hayat. Karena itu, lelaki—disaat tuanya—merasa sedih, karena sumber kekuatan mereka telah tiada, yakni kemampuan untuk

17 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2…, h. 406 18 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2…, h. 406

Page 113: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

89

bekerja, sedang perempuan merasa senang dan rela karena kesenangannya adalah di rumah bersama suami dan anak cucu.

4. Kalimat yang paling indah didengar oleh perempuan dari lelaki, menurut Prof. Reek adalah ”Kekasihku, sungguh aku cinta padamu.” Sedang kalimat yang indah diucapkan oleh perempuan kepada lelaki yang dicintainya adalah ”Aku bangga padamu.”.19

Kemudian M.Quraish Shihab mengutip pendapat Psikolog perempuan,

Cleo Dalon, yang menemukan dua hal penting pada perempuan sebagaimana

dikutip oleh Murtadha Muthahari dalam bukunya Nizhâm Huqûq al-Mar’ah : . Pertama , perempuan lebih suka bekerja di bawah pengawasan

orang lain. Kedua, perempuan ingin merasakan bahwa ekspresi mereka mempunyai pengaruh terhadap orang lain serta menjadi kebutuhan orang lain. Kemudian Psikolog perempuan itu menyatakan bahwa Menurut hemat saya, kedua kebutuhan psikis ini bersumber dari kenyataan bahwa perempuan berjalan di bawah pimpinan perasaan, sedang lelaki di bawah pertimbangan akal, walaupun kita sering mengamati bahwa perempuan bukan saja menyamai lelaki dalam hal kecerdasan, bahkan terkadang melebihinya. Kelemahan utama perempuan adalah pada perasaannya yang sangat halus. Lelaki berpikir secara praktis, menetapkan, mengatur, dan mengarahkan. Perempuan harus menerima kenyataan bahwa mereka membutuhkan kepemimpinan lelaki atasnya.20

Menurut Muhammad Quraish Shihab:”Ada perbedaan tertentu antara

lelaki dan perempuan baik fisik maupun psikis. Mempersamakannya dalam

segala hal berarti melahirkan jenis ketiga, bukan jenis laki-laki dan bukan juga

perempuan.”21

Muhammad Quraish Shihab selanjutnya menjelaskan:

Kita perlu menggarisbawahi bahwa laki-laki dan perempuan keduanya adalah manusia yang sama, karena keduanya bersumber dari ayah dan ibu yang sama. Keduanya berhak memperoleh penghormatan sebagai manusia. Tetapi akibat adanya perbedaan, maka persamaan dalam bidang tertentu tidak menjadikan keduanya sepenuhnya sama.

19 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2…, h. 406 20 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2…, h. 407 21 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2…, h. 407

Page 114: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

90

Namun ketidaksamaan ini tidak mengurangi kedudukan satu pihak dan melebihkan yang lain. Maka persamaan di sini harus diartikan kesetaraan, dan bila kesetaraan dalam hal tersebut telah terpenuhi, maka keadilan pun telah tegak, karena keadilan tidak selalu berarti persamaan. Anda telah berlaku adil terhadap dua anak yang berbeda umur, jika anda memberikan keduanya bahan baju yang sama dalam kualitasnya, walau ukurannya berbeda akibat perbedaan badan mereka.22

Di sisi lain, tidaklah adil bila anda menugaskan seorang anak yang masih kecil untuk menyelesaikan pekerjaan yang hanya dapat diselesaikan oleh orang dewasa. Tidak juga adil bila anda menuntut dari seorang dokter untuk membangun jembatan, dan dari seorang petani untuk membelah pasien. Yang adil adalah menugaskan masing-masing sesuai kemam-puannya.23

Perbedaan-perbedaan yang ada itu dirancang Allah swt. agar tercipta

kesempurnaan kedua belah pihak, karena masing-masing tidak dapat berdiri

sendiri dalam mencapai kesempurnaannya tanpa keterlibatan yang lain.24

Muhammad Quraish Shihab lebih lanjut mengutip pernyataan Anis

Manshur yang mengatakan:”Bahwa apakah perbedaan-perbedaan itu adalah

dampak perlakuan masyarakat atau memang lahir dari tabiat masing-masing

jenis kelamin laki-laki dan perempuan? Ada pendapat, di Taman Kanak-

Kanak, anak laki-laki dan perempuan umumnya dididik oleh perempuan,

karena hampir semua guru TK adalah perempuan.”25 Ini merupakan indikator,

bahwa perbedaan-perbedaan tersebut lahir dari tabiat masing-masing.

Nasaruddin Umar menyatakan:”Bahwa kalangan feminis dan ilmuan

Marxis menolak anggapan di atas dan menyebutnya hanya sebagai bentuk

stereotip jender. Mereka membantah adanya skematisasi perilaku manusia

berdasarkan perbedaan jenis kelamin.”26

22 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 5 23 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 6 24 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 7 25 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 18 26 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 44

Page 115: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

91

Kalangan feminis dan Marxis berkeyakinan bahwa perbedaan jender

tersebut bukan karena kodrat atau faktor biologis (divine creation), tetapi

karena faktor budaya (cultural contruction).27

Faisar Ananda Arfa mengatakan:”Bila kita membuka teks book

sosiologi apa saja pada saat sekarang ini, maka akan ditemukan bagaimana

lapangan sosiologi terbagi kepada dua kubu yang berbeda yakni teori

fungsionalis dan teori konflik. Kedua teori tersebut—teori struktural fungsional

dan teori sosial konflik—kelihatannya juga diterapkan dalam kajian

perempuan.”28

1. Teori Struktural Fungsional

Faisar Ananda Arfa mengutip pendapat Soerjono Soekanto yang

mengatakan:

Pendekatan struktural fungsional ini mengakui adanya keragaman di dalam kehidupan sosial yang merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan keragaman pada fungsi sesuai dengan posisi seseorang pada struktur sebuah sistem. Metode fungsionalisme bertujuan untuk meneliti kegunaan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan struktur sosial di masyarkat. Metode ini berprinsip bahwa unsur-unsur yang membentuk masyarakat mempunyai hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi; masing-masing mempunyai fungsi tersendiri terhadap masyarakat. 29

Selanjutnya Faisar Ananda Arfa mengutip pendapat August Comte yang

menyatakan:”Bahwa perempuan secara konstitusional bersifat inferior

terhadap laki-laki, sebab kedewasaan mereka berakhir pada masa kanak-kanak.

Oleh sebab itu August Comte percaya bahwa perempuan menjadi subordinat

27 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 44 28 Faisar Ananda Arfa, Wanita dalam Konsep Islam Modernis, (selanjutnya tertulis Wanita

Islam Modernis) (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004) , h. 42 29 Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis…, h. 43

Page 116: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

92

laki-laki begitu mereka menikah. Perempuan tidak punya hak untuk bercerai,

sebab mereka adalah semata mata budak laki-laki manja.”30

Berkaitan dengan hal ini, Nasaruddin Umar berpendapat:”Bahwa,teori

ini berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian

yang saling mempengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang

berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap unsur,

dan menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur tersebut di dalam

masyarkat."31

Walaupun penulis kurang sependapat dengan teori ini untuk dijadikan

sebagai tolok ukur perbedaan dan persamaan laki-laki dan perempuan, namun

penulis setuju dari segi bahwa fungsi yang berbeda, tentu tugasnyapun

berbeda.

Hal ini sejalan dengan Muhammad Quraish Shihab yang mengatakan,

Sangat sulit untuk menyatakan bahwa perempuan sama dengan laki-laki, baik atas nama ilmu pengetahuan maupun agama. Adanya perbedaan antara kedua jenis manusia itu harus diakui, suka atau tidak. Mempersamakan hanya akan menciptakan jenis manusia baru, bukan laki-laki dan bukan perempuan. Kaidah yang menyatakan fungsi/peranan utama yang diharapkan menciptakan alat' masih tetap relevan untuk dipertahankan. Tajamnya pisau dan halusnya bibir gelas, karena fungsi dan peranan yang diharapkan darinya berbeda. Kalau merujuk kepada teks keagamaan baik al-Qur'an maupun Sunnah ditemukan tuntunan dan ketentuan hukum yang disesuaikan dengan kodrat, fungsi dan tugas yang dibebankan kepada mereka.32

Pernyataan di atas sejalan dengan Q.S.Ali Imrân/3:36 : فلما وضعتها قالت رب إني وضعتها أنثى والله أعلم بما وضعت وليس الذكر كالـأنثى

) ٣٦ : ٣/ال عمران(يذها بك وذريتها من الشيطان الرجيم وإني سميتها مريم وإني أع

30 Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis…, h. 43 31 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 51 32 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah Vol. 2…, h. 351

Page 117: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

93

Maka tatkala istri Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk."

Begitu juga mencari akhirat banyak jalan yang harus ditempuh sesuai

dengan apa yang Allah berikan padanya. Orang kaya dengan kekayaannya,

orang berilmu dengan ilmunya, pejabat dengan jabatannya, kaum buruh

dengan tenaganya, dan lain lain. Hal ini sesuai dengan Firman Allah

)٧٧ : ٢٨/القصص(وابتغ فيما ءاتاك الله الدار الآخرة Artinya: "Carilah akhirat dengan apa yang Allah berikan pada kamu…" (Q.S. al-Qashash/28 : 77).

Jadi perbedaan peran diantara manusia tidak mengurangi kesempatan

untuk memperoleh pahala di akhirat. Untuk itu kaum perempuan tidak perlu

iri hati terhadap kaum laki-laki apabila perannya berbeda dengannya.

2. Teori Konflik

Nasaruddin Umar menegaskan bahwa,

Dalam soal jender, teori konflik terkadang diidentikkan dengan teori Marx karena begitu kuatnya pengaruh Karl Marx di dalamnya. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa dalam susunan di dalam suatu masyarakat terdapat beberapa kelas yang saling memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Siapa yang memiliki dan menguasai sumber-sumber produksi dan distribusi merekalah yang memiliki peluang untuk memainkan peran utama di dalamnya. 33

Lebih lanjut dijelaskan bahwa teori konflik ini menjadi anutan dari

feminisme radikal yang melihat tidak ada perbedaan antara tujuan personal dan

politik, unsur-unsur seksual atau biologis, sehingga dalam melaksanakan

33 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 61

Page 118: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

94

analisis tentang penyebab penindasan terhadap kaum perempuan oleh laki-laki,

mereka beranggapan berasal dari idiologi partriarki jenis kelamin. Karena itu

secara biologis dan politis laki-laki merupakan bagian dari permasalahan. 34

Dalam penjelasan berikutnya Nasarudin Umar menjelaskan:”Bahwa

aliran ini juga beranggapan penguasaan laki-laki terhadap fisik perempuan

dalam bentuk hubungan seksual, misalnya merupakan bentuk dasar dari

penindasan terhadap perempuan, sehingga partriarki merupakan dasar idiologi

dari penindasan yang merupakan sistem hirarki seksual ketika laki-laki

memiliki kekuasaan superior dan keistimewaan ekonomi.”35

Faisar Ananda Arfa mengatakan:”Bahwa Feminisme Marxis juga

menganut teori konflik, namun mereka menolak biologi adalah dasar

pembedaan jender. Menurut mereka, penindasan perempuan adalah bagian

penindasan kelas dalam hubungan produksi. Persoalan perempuan kerap

diletakkan pada kerangka kritik atas kapitalisme.”36

Letak perbedaan kedua teori tersebut yaitu bahwa teori struktural

fungsional melihat bahwa setiap unsur harus berfungsi menurut fungsinya,

sehingga laki-laki dan perempuan masing masing harus menjalankan perannya

masing masing. Sedangkan teori konflik menekankan pada pembagian kelas

berdasarkan ekonomi bukan berdasarkan biologis.

Pada prinsipnya penulis kurang sependapat bahwa menafsirkan al-

Qur'an sebagai kebenaran mutlak menggunakan kedua teori tersebut yang

sifatnya relatif. Bila penafsiran ayat tidak diketemukan dalam hadis Nabi, baru

boleh berijtihad yang instrumennya juga menggunakan ayat al-Qur'an dan

34 Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis…, h. 54 35 Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis…, h. 55 36 Faisar Ananda Arfa, WanitaIslam Modernis…, h. 55

Page 119: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

95

hadis. Karena bila kebenaran mutlak mengikuti keinginan manusia, maka

langit dan bumi berikut isinya akan hancur. Sesuai firman Allah

ومن فيهن بل أتيناهم بذكرهم فهم هم لفسدت السموات واالرض ولو اتبع الحق أهواء )٧١ :٢٣/املؤمنون(عن ذكرهم معرضون

Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (Q.S. al-Mu’minûn/23: 71)

Sedangkan menafsirkan ayat dengan hadis karena hadis sebagai tibyân

(penjelasan) terhadap ayat-ayat al-Qur'an. Sesuai firman Allah

)٤٤ : ١٦/النحل(وأنزلنا إليك الذكر لتبين للناس ما نزل إليهم ولعلهم يتفكرون

Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (Q.S. al-Nahl/16: 44)

Selain merupakan penjelasan dari ayat-ayat al-Qur'an, hadis juga

memiliki posisi kedua setelah al-Qur'an. Sesuai dengan ayat al-Qur'an

مر منكم فإن تنازعتم فـي شـيء االالذين ءامنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي يايهاـ ت نـسأحو ريخ م الآخر ذلكواليون بالله ومنؤت متول إن كنسالرإلى الله و وهديال وأفر

) ٥٩ : ٤/النساء(

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. al-Nisâ’/4: 59)

Kemudian ditegaskan pula pada ayat-ayat lain seperti surat al-Nisâ’/4

ayat 69-80 dan Ali Imrân/3 ayat 32-132, dan masih banyak ayat yang lain yang

menjelaskan tentang posisi hadis sebagai posisi kedua setelah al-Qur'an.

Page 120: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

96

Selain kedua teori di atas, Nasaruddin Umar menyatakan bahwa dalam

studi jender dikenal beberapa teori yang cukup berpengaruh dalam

menjelaskan latar belakang perbedaan dan persamaan peran jender laki-laki

dan perempuan antara lain sebagai berikut :

1. Teori Psikoanalisa/Identifikasi

Menurut Nasaruddin Umar:”Bahwa teori ini pertama kali

diperkenalkan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Teori ini mengungkapkan

bahwa perilaku dan kepribadian laki laki dan perempuan sejak awal ditentukan

oleh perkembangan seksualitas. Freud menjelaskan bahwa kepribadian

seseorang tersusun di atas tiga struktur yaitu id, ego, dan super ego. Tingkah

laku seseorang menurut Freud ditentukan oleh interaksi ketiga struktur itu.”37

Pertama, id sebagai pembawaan sifat-sifat fisik biologis seseorang

sejak lahir, termasuk nafsu seksual dan insting yang cenderung selalu agresif.

Kedua ego bekerja dalam lingkup rasional dan berupaya menjinakkan

keinginan agresif dari id. Ketiga super ego berfungsi sebagai aspek moral

dalam kepribadian, berupaya mewujudkan kesempurnaan hidup, lebih dari

sekedar mencari kesenangan dan kepuasan. Super ego juga selalu

mengingatkan ego agar senantiasa menjalankan fungsinya mengontrol id.38

Nasaruddin selanjutnya mengatakan:”Bahwa menurut Freud sejak

tahap phallic, yaitu anak usia antara 3-6 tahun, perkembangan kepribadian

anak laki- laki dan anak perempuan mulai berbeda. Perbedaan ini melahirkan

37 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 45 38 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 46

Page 121: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

97

pembedaan formasi sosial berdasarkan identitas jender, yakni bersifat laki-laki

dan perempuan.”39

Tentu saja pendapat Freud tersebut menimbulkan protes keras dari

kalangan feminis, terutama karena tanpa rasa malu ia mengungkapkan

kekurangan alat kelamin perempuan.40

2. Teori-Teori Feminis

Nasaruddin Umar mengatakan bahwa:"Dalam dua dekade terakhir

kelompok feminis memunculkan beberapa teori yang secara khusus menyoroti

kedudukan perempuan dalam kehidupan masyarakat. Kelompok feminis

berupaya menggugat kemapanan patriarki dan berbagai bentuk stereotip jender

lainnya yang berkembang luas di dalam masyarakat.”41

Adapun teori-teori yang lahir dari kelompok-kelompok feminis

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Feminisme Liberal

Dasar pemikiran kelompok ini adalah semua manusia, laki-laki dan

perempuan, diciptakan seimbang dan serasi dan mestinya tidak terjadi

penindasan antara satu dengan lainnya.42

Meskipun dikatakan feminisme liberal, kelompok ini tetap menolak

persamaan secara menyeluruh laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa hal—

terutama yang berhubungan dengan fungsi reproduksi—aliran ini masih tetap

memandang perlu adanya pembedaan (distinction) laki-laki dan perempuan.

39 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 47 40 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 50 41 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 64 42 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 64

Page 122: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

98

Bagaimanapun juga, fungsi organ reproduksi bagi perempuan membawa

konsekwensi logis di dalam kehidupan bermasyarakat.43

b. Feminisme Marxis Sosialis

Aliran ini mulai berkembang di Jerman dan di Rusia dengan

menampilkan beberapa tokohnya, seperti Clara Zetkin (1857-1933) dan Rosa

Luxemburg (1871-1919). Aliran ini berupaya menghilangkan struktur kelas

dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin dengan melontarkan isu bahwa

ketimpangan peran antara kedua jenis kelamin itu sesungguhnya lebih

disebabkan oleh faktor budaya alam. Aliran ini menolak anggapan tradisional

dan para teolog bahwa status perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena

faktor biologis dan latar belakang sejarah.44

c. Feminisme Radikal

Menurut kelompok ini, perempuan tidak harus tergantung kepada laki-

laki, bukan saja dalam hal pemenuhan kepuasan kebendaan tetapi juga

pemenuhan kebutuhan seksual. Perempuan dapat merasakan kehangatan,

kemesraan dan kepuasan seksual kepada sesama perempuan. Kepuasan seksual

dari laki-laki adalah masalah psikologis. Melalui berbagai latihan dan

pembiasaan kepuasan itu dapat terpenuhi dari sesama perempuan.45

Aliran ini mendapat tantangan luas, bukan saja dari kalangan sosiolog

tetapi juga di kalangan feminis sendiri. Tokoh feminis liberal yang banyak

berpikir realistis tidak setuju sepenuhnya dengan pendapat ini. Persamaan

secara total pada akhirnya akan merepotkan dan merugikan perempuan itu

43 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 64 44 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 65 45 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 67

Page 123: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

99

sendiri. Laki-laki yang tanpa beban organ reproduksi secara umum akan sulit

diimbangi oleh perempuan.46

Mastuhu mengutip surat kabar Easter Mail yang terbit di Kopenhagen

Denmark, Mei 1975 yang memuat protes keras mahasiswi Universitas

Kopenhagen terhadap pernyataan pemerintah Denmark yang menghina dan

menjatuhkan derajat perempuan. Mereka (para mahasiswi) mengatakan, "Kami

tak mau dijadikan barang-barang. Kami ingin tetap berdiam di rumah.

Kembalikan sifat-sifat kewanitaan kami. Kami menolak hidup bebas tanpa

kendali."47 Mastuhu selanjutnya mengutip Abdurahman al-Baghdadi (1990)

menyatakan bahwa

Ana Rode seorang penulis perempuan Denmark berkomentar, Masyarakat saat ini selalu menuntut mode dan hidup dengan mode tersebut. Aku tak sudi menuntut mode, aku ingin menjadi perempuan, bukan sebagai benda…. Sesungguhnya, aktivitas-aktivitas yang menjengkelkanku saat ini adalah apa yang menamakan diri sebagai gerakan kebebasan perempuan. Padahal gerakan-gerakan semacam itu tak akan berhasil mengubah suatu kenyataan. Laki-laki selamanya tetap laki-laki dan perempuan selamanya tetap perempuan.48

Sedangkan konsep Islam tentu sangat berbeda dengan konsep-konsep

yang lainnya karena Islam menempatkan posisi perempuan pada tempat yang

terhormat, seperti aurat perempuan berbeda dengan laki-laki, sehingga

pakaiannyapun tentu harus berbeda. Namun dari segi lain banyak

kesamaannya, seperti melaksanakan shalat, puasa, zakat, menuntut ilmu,

berdakwah, berdagang, menjadi pejabat pemerintahan seperti menjadi hakim,

dan lainnya.

46 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 67 47 Mastuhu, Peran Serta IIQ dalam Membentuk Ulama Wanita Menyongsong Abad XXI,

(selanjutnya tertulis Peran Serta IIQ Dalam Membentuk Wanita) Majalah al-Furqan, h. 6 48 Mastuhu, Peran Serta IIQ dalam Membentuk Wanita…, h. 7

Page 124: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

100

3. Teori Sosio Biologis

Nasaruddin Umar menyatakan: Teori ini dikembangkan oleh Pierre Van dan Berghe, Lionel Tiger,

dan Robin Fox. Teori ini intinya menyatakan bahwa semua pengaturan peran jenis kelamin tercermin dari biogram dasar yang diwarisi manusia modern dari nenek moyang primat dan hominid mereka. Intensitas keunggulan laki-laki tidak saja ditentukan oleh faktor biologis tetapi oleh elaborasi kebudayaan atas biogram manusia. Teori ini disebut bio sosial karena melibatkan faktor biologis dan sosial dalam menjelaskan relasi jender.49

Kemudian Nasaruddin Umar mengutip pendapat J.C. Friedrich yang

menggambarkan secara jelas pengaruh sindrom menjelang menstruasi (pre

menstruation syndrome), yaitu suatu masa menjelang menstruasi seorang

perempuan senantiasa mengalami depresi dan berbagai bentuk stres.50

Sedangkan kita semua sama-sama mengetahui bahwa semua perempuan

akan mengalami menstruasi, maka bila pendapat di atas itu benar, tentu laki-

laki tidak bisa disamakan perannya dengan perempuan. Dan sekaligus

memperkuat anggapan bahwa faktor biologis dapat berpengaruh pada perilaku

manusia.

Pada prinsipnya Islam menyamakan antara laki-laki dan perempuan

dalam kemanusiaan, sesuai dengan al-Qur'an Surat al-Nisâ/4 ayat 1. Namun

tidak dapat dipungkiri bahwa dalam sejarah sejak Adam hingga sekarang

terdapat perbedaan-perbedaan diantara manusia seperti ada yang kaya dan ada

yang miskin, ada yang rajin dan ada yang malas, ada yang kuat dan ada yang

lemah, ada yang sehat dan ada yang sakit. Perbedaan semacam ini memiliki

pengaruh perbedaan, karena Allah yang menciptakan kesemuanya itu dan Dia

mengetahui karakter, watak, dan kemampuan makhluknya. Untuk itu Allah

49 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 68 50 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 69

Page 125: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

101

membuat aturan sesuai dengan fitrah dan kemampuannya. Perbedaan diantara

manusia, dijadikan Allah agar saling mengenal dan saling ketergantungan

(Q.S. al-Hujurât/49: 13). Perbedaan ini seharusnya tidak menjadikan sebab

yang satu merasa lebih tinggi daripada yang lain, dan tidak menjadikan adanya

kelas-kelas atau tingkat-tingkat keistimewaan di masyarakat, karena

keistimewaan itu hanya terletak pada ketakwaan seseorang. (Q.S. al-

Hujurât/49: 13). Keunggulan seseorang tidak terlepas dari perbedaan hak dan

kewajiban, bahkan keunggulan tersebut merupakan dasar tanggung jawab.

Perbedaan harta, menyebabkan perbedaan kemampuan, maka tidak mungkin

orang yang rajin disamakan dengan orang malas.51

Allah telah membedakan rizki seseorang satu dengan yang lainnya (Q.S.

al-Nahl/16: 71). Tetapi keunggulan ini yang menyebabkan perbedaan

kewajiban dan tanggung jawab antara yang kaya dengan yang miskin. Orang

kaya wajib zakat sedangkan yang miskin wajib menerima zakat.

Perbedaan laki-laki dan perempuan disebabkan oleh adanya perbedaan

fungsi, misalnya laki-laki berfungsi menjadi pemimpin dan memberi nafkah

dalam keluarga. Fungsi ini tidak lahir dari kesepakatan kedua belah pihak, tapi

sudah ditetapkan Allah (Q.S. al-Nisâ/4: 34). Untuk itu laki-laki dan perempuan

tidak boleh saling iri (Q.S. al-Nisâ/4: 32).

D. Jender menurut Muhammad Quraish Shihab

Kata jender menurut bahasa diambil dari bahasa Inggris yaitu gender

yang berarti jenis kelamin.52 Sedangkan bias artinya menyimpang tata nilai,

51 Salim al-Bahnasawi, al-Mar’ah Baina al-Islâm wa al-Qawânîn al-‘âlamiyah, (selanjutnya

tertulis al-Mar’ah Baina al-Islâm) (Kuwait: Daar al-Wafa, 2001), h. 143 52 John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia…, h. 265

Page 126: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

102

ukuran dari yang sebenarnya.53 Jadi bias jender menurut istilah adalah

penyimpangan hak disebabkan perbedaan jenis kelamin.

Sedangkan bias jender menurut istilah Muhammad Quraish Shihab

berarti penyimpangan terhadap kaum perempuan dan kaum laki-laki. Hal ini

sesuai dengan pernyataannya,

Tidak dapat disangkal juga adanya bias terhadap perempuan oleh lelaki dan perempuan, Muslim atau non-Muslim, ulama, cendekiawan maupun bukan, dari masa lalu hingga masa kini. Bias tersebut bukan saja mengakibatkan peremehan terhadap perempuan, karena mempersamakan mereka secara penuh dengan lelaki, menjadikan mereka menyimpang dari kodratnya, dan ini adalah pelecehan. Sebaliknya, tidak memberi hak-hak mereka sebagai manusia yang memiliki kodrat dan kehormatan yang tidak kalah dengan apa yang dianugerahkan Allah kepada lelaki, juga merupakan pelecehan.54

Yang tidak memberi perempuan hak-haknya sebagai mitra yang sejajar

dengan lelaki, dan meremehkannya- tidak jarang menggunakan dalih

keagamaan serta memberi interpretasi terhadap teks—interpretasi yang lahir

dari kesan atau pandangan lama ketika perempuan masih dilecehkan oleh

dunia masa lalu.55 Sebaliknya yang memberi hak-hak yang melebihi kodrat mereka,

tidak jarang juga mengalami bias ketika berhadapan dengan teks-teks keagamaan dengan menggunakan logika baru yang keliru lagi tidak sejalan dengan teks, atau jiwa dan tuntunan agama. Memang sementara orang, bahkan ulama atau cendekiawan karena menggebu–gebunya meluruskan kekeliruan, kesalah pahaman dan pengalaman umat tentang ajaran agama – sementara mereka – sering kali melampaui batas, sehingga lahir pandangan yang justru tidak sejalan dengan ajaran agama. Mereka beralih dari satu kesalahan ke kesalahan yang lain, dan berpindah dari satu ekstrem ke ekstrem yang lain.56

53 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1990) Cet. III, h. 113 54 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 31 55 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 32 56 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 32

Page 127: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

103

Lebih lanjut Muhammad Quraish Shihab menjelaskan bahwa ada dua

kelompok yang sangat rawan melakukan bias dan pelecehan terhadap

perempuan. Kelompok pertama dari yang telah ada sejak masa lalu. Ini tidak

terbatas dalam masyarakat Arab pada masa Jahiliyah saja, tetapi menyeluruh di

seluruh penjuru dunia di Timur dan Barat, dan bekas-bekasnya masih terasa

hingga kini. Sedang kelompok kedua adalah yang menggebu-gebu menampik

bias masa lalu itu, sehingga terjerumus pula dalam bias baru, yang belum

dikenal kecuali masa kini."57

Muhammad Quraish Shihab juga mengakui bahwa dalam literatur

agama ditemukan sekian banyak riwayat atau interpretasi dan pandangan yang

dinilai lahir dari sisa-sisa pandangan lama terhadap perempuan. Sekian banyak

riwayat yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad saw. atau Sahabat-sahabat

beliau yang diterima sebagai kebenaran, padahal Nabi dan sahabatnya tidak

pernah bermaksud seperti apa yang mereka pahami. Boleh jadi riwayat dan

pandangan-pandangan sementara ulama itu diterima secara luas dan dianggap

benar, karena ia sejalan dengan apa yang terdapat di bawah sadar masyarakat

yang belum lagi terkikis habis.58

Muhammad Quraish Shihab menyatakan: Memang apa yang dinisbatkan kepada Nabi dan sahabatnya terdapat

ratusan ribu riwayat yang nilainya beragam, ada yang sahih, hasan, dan ada yang dhaif. Bermacam-macam pula motif para periwayatnya. Ada yang baik, dan ada diantara mereka yang sengaja membuat-buat riwayat mengatasnama kan Nabi saw. atau sahabat guna mendorong orang lain melakukan kebaikan, atau mencegah terjerumus dalam kedurhakaan. Ada juga yang motifnya buruk, yakni untuk kepentingan pribadi atau kelompok, bahkan untuk menodai agama Islam.59

57 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 36 58 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 37 59 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 38

Page 128: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

104

Di sisi lain kata Quraish: Bahwa kualitas pengetahuan dan ingatan para perawipun

bertingkat-tingkat. Diperparah lagi dengan adanya sikap sementara ulama yang merasa hanya bertugas menghimpun riwayat yang didengar/dibacanya tanpa menyeleksinya, lalu menyerahkan kepada pembaca atau pendengarnya untuk menyeleksi sendiri kebenarannya. Imam al-Thabari (w. 923 H.) salah seorang ulama yang menempuh cara ini dan mengakuinya ketika menulis Tarikhnya. Begitu juga Imam Jalaluddin al-Suyuthi (1445 – 1505 M).60

Adapun sebagian contoh bias jender ulama dahulu yang disampaikan

Muhammad Quraish Shihab adalah :

خالفوا النساء فان ىف خالفهن بركةBerbeda pendapatlah dengan perempuan, karena dalam perbedaan dengan mereka terdapat keberkahan. (HR.al-Askari melalui Umar ra.)

طاعة النساء ندامةMenaati saran perempuan berahir dengan penyesalan. (HR.al-Ajluni)

ضياع العلم بني فخذى النساء Ilmu hilang di antara kedua paha perempuan. (HR. Al-Ajluni dan Ibnu Thulun)

Muhammad Quraish Shihab menilai riwayat- riwayat di atas dan

semacamnya sangat lemah, baik dari segi sanad, lebih-lebih matan (kandungan

informasinya). Bukankah dalam al-Qur’an diuraikan bahwa putri Nabi Syu’aib

as. mengajukan saran kepada ayahnya yang Nabi itu, dan sarannya diterima,

bahkan diabadikan oleh al-Qur’an sebagai petunjuk dan pelajaran bagi ummat

manusia (Q.S.al-Qashash/28:26). Bukankah Nabi Muhammad saw. sendiri

sering kali berdiskusi dan menerima saran-saran dari istri-istri beliau.61 Sementara itu ada juga karena terdorong oleh semangat yang

menggebu-gebu telah melahirkan pemikiran-pemikiran baru, tetapi perlu untuk didiskusikan, bahkan disempurnakan agar benar-benar sejalan dengan ajaran

60 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 38 61 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 46

Page 129: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

105

Islam serta sesuai dengan kodrat perempuan. Mereka itu terkesan berupaya untuk mempersamakan perempuan dengan laki-laki secara mutlak, padahal upaya mempersamakan kedua jenis kelamin yang berbeda itu, tidak akan melahirkan apa-apa kecuali jenis makhluk ketiga, yang bukan laki-laki dan bukan juga perempuan.62

Mereka menemukan sekian banyak riwayat yang sebenarnya sahih, tetapi karena kandungan teksnya mereka rasakan tidak adil, atau karena penafsirannya yang populer selama ini tidak menggambarkan persamaan mutlak tersebut, maka teks itu mereka abaikan. Bahkan mereka menilai Islam telah melecehkan perempuan melalui teks-teks tersebut. Persoalan-persoalan yang mereka ketengahkan antara lain adalah:

1. Bagian anak lelaki dalam warisan dua kali bagian anak perempuan 2. Kesaksian perempuan setengah dari kesaksian lelaki 3. Keharusan adanya wali bagi perempuan dalam pernikahan 4. Kewajiban iddah bagi perempuan 5. Izin memukul istri 6. Hak perceraian berada di tangan suami 7. Kewajiban nafkah hanya atas suami.63 Jadi, jender menurut Muhammad Quraish Shihab adalah seks (jenis

kelamin) yang berpijak dari sifat kelelakian dan keperempuanan. Lalu dari perbedaan sifat tersebut menimbulkan perbedaan peran dan status laki-laki dan perempuan yang pada ahirnya terjadi perbedaan hak dan kewajiban keduanya sesuai dengan kodrat masing-masing. Oleh karena itu wajar jika laki-laki karena tanggungjawabnya lebih besar mendapat fasilitas yang lebih daripada perempuan. Seperti bagian waris laki-laki dua kali bagian perempuan dalam beberapa kondisi.

62 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 257 63 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 258

Page 130: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

BAB IV

ANALISIS PENAFSIRAN AYAT-AYAT JENDER

DALAM TAFSIR AL-MISHBAH

A. Term-Term Jender dalam Al-Qu’an

Term menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya istilah.1 Jadi term

term jender dalam al-Qur'an artinya istilah-istilah yang berkaitan dengan jender

dalam al-Qur'an.

Istilah-istilah jender yang dimaksud dalam karya tulis ini, yaitu simbol-

simbol kalimat dalam al-Qur'an yang dijadikan ukuran oleh para pakar jender.

Atau dengan kata lain membahas shigah mudzakar (kata untuk makna laki-

laki) dan mu'annats (kata untuk makna perempuan) dalam al-Qur'an.

Adapun shigah-shigah mudzakar dan mu'annats yang biasa digunakan

oleh para pakar jender dalam al-Qur'an sangat banyak antara lain dapat

diidentifikasi sebagai berikut :

1. Istilah-Istilah yang Menunjuk kepada Laki-Laki dan Perempuan

Beberapa istilah yang menunjuk kepada laki-laki dan perempuan dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Kata al-Rijâl dan al-Nisâ’

Kata al-rijâl merupakan bentuk jamak dari kata al-rajul yang diambil

dari akar kata ر ج ل kemudian membentuk beberapa makna seperti رجله رجـال artinya اصاب رجله melukai kakinya. رجل الشاة artinya عقلها برجليها mengikat kedua

kaki kambing. ة و لدها أملرارجلت artinya سـه وضعته حبيث خرجـت رجـاله قبـل رأ seorang

1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (selanjutnya

tertulis Kamus Bahasa Indonesia) (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 938

Page 131: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

108

perempuan melahirkan anaknya dimana kedua kakinya lebih dahulu daripada

kepalanya. رجل artinya مشي على رجليـه berjalan dengan kedua kakinya atau

diartikan , قوي على املشي kuat berjalan, شكا رجله mengeluh terhadap kakinya. binatang itu salah satu dari kedua كان ىف احدى رجليه بيـاض artinya رجل احليوان

kakinya ada warna putih. رجل الشعر artinya كان بني السبوطة و اجلعودة rambutnya

antara lurus dan keriting.2

Abu Husen Ahmad bin Faris bin Zakaria dalam kamusnya

menyatakan:

مقاء الا ال تنبت اال ىف مسيل مـاء و قـال الرجلة هى الىت يقال هلا البقلة احلمقاء قالوا وامنا مسيت احل ٣. مسايل املاء واحدا رجلة قوم بل الرجل

Kata al-rijlah disebut al-baqalah al-hamqâ’, mereka mengatakan, "Disebut al-hamqâ’, karena sayuran itu hanya tumbuh pada aliran air." Bahkan satu kaum mengatakan, "Kata al-rijalu yang artinya sayuran yang ada pada aliran air mufradnya rijlah."

Sedangkan kata الرجـل dibaca fathah huruf ر dan dibaca dhommah

huruf seorang laki laki yang baligh dari الـذكر البـالغ مـن بـىن ادم artinya ج

keturunan Nabi Adam. Sedangkan kalimat الراجل خالف الفارس artinya pejalan kaki bukan penunggang kuda sebagaimana yang ditegaskan al-Qur'an.4

: ٢ /البقـرة ( فان خفتم فرجالا أو ركبانا فإذا أمنتم فاذكروا الله كما علمكم ما لم تكونوا تعلمـون

٢٣٩(

Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Q.S. al-Baqarah/2: 239)

2 Ibrahim Anis at. al., al-Mu'jam al-Wasîth, (selanjutnya tertulis al-Wasîth) (Mesir: Majma

al-Lughah al-Arabiyah, 1980), Jilid I, h. 332 3 Abu Husen Ahmad Bin Faris Bin Zakaria, Mu'jam al-Maqâyis fî Lughah, (selanjutnya

tertulis al- Maqâyis fî Lughah) (Bairut: Dâr al-Fikr, 1994), h. 444 4 Ibrahim Anis at, .al, al-Wasith …, jilid I, h. 332

Page 132: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

109

Kemudian kata رجــال dan ــة sebagai kata jamak, kemudian رجل

dijamakkan lagi yang biasa disebut مجع اجلمـع menjadi رجـاالت yang artinya

orang-orang terhormat. Ketika kalimat ة رجلـة أ امـر maka artinya berubah

menjadi ي و املعرفـة أ تشبهت بالرجال ىف الر seorang perempuan yang menyerupai

laki laki dalam pikirannya dan pengetahuannya. Hal ini sesuai dengan hadis

Nabi يأ الـر كانت عائشة رضي اهللا عنها رجلـة Aisyah r.a. pikirannya menyerupai

laki-laki. Sedangkan kata الرجولة و الرجو ليـة artinya sifat yang sempurna yang

terdapat pada seorang laki-laki. 5 Jadi kata Rajul kesemuanya menunjukkan arti

kuat, perkasa dan memiliki ketangguhan.

Dari pengertian di atas, Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa, "Semua

orang yang masuk dalam kategori al-rajul termasuk juga kategori al-dzakar

tetapi tidak semua al-dzakar masuk dalam kategori al-rajul. Kategori al-rajul

menuntut sejumlah kriteria tertentu yang bukan hanya mengacu kepada jenis

kelamin, tetapi juga kualifikasi budaya tertentu, terutama sifat-sifat kejantanan

(masculinity)."6

Akar kata ر ج ل dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 73 kali

dalam al-Qur'an.7 Namun kata al-rajul jamaknya al-rijâl yang artinya kaum

laki-laki terdapat 55 kali disebut dalam al-Qur'an, yaitu 24 kali dalam bentuk

mufrad (makna tunggal), 5 kali dalam bentuk mutsanna (makna dua) dan 26

kali dalam bentuk jamak (banyak).

Dari 55 kata tersebut Nasaruddin Umar membagi ke dalam 5

kecenderungan pengertian dan maksud sebagai berikut:

5 Ibrahim Anis at al, al-Wasith…,Jilid I h. 332 6 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur'an, (selanjutnya tertulis

Kesetaraan Jender) (Jakarta: Paramadina, 2001), Cet.II, h. 145 7 Ibrahim Madkur, Mu'jam alfâdh al-qur'an al-karîm, (selanjutnya tertulis Al-fâdh al-

Qur’an) (Cairo: Majma al-lughah al-arabiyah al-Idârah al-âmmah lil Mu'jamât wa Ihya al-Turâts, 1988), Jilid. I, h. 477-479

Page 133: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

110

1) Al-Rajul dalam arti jender laki-laki seperti terdapat pada surat al-

Baqarah/2: 282, 228, surat al-Nisâ’/4: 34, 32.

2) Al-Rajul dalam arti orang, baik laki-laki maupun perempuan seperti

terdapat pada surat al-A'râf/7: 46, al-Ahzâb/33: 23.

3) Al-Rajul dalam arti nabi atau rasul seperti terdapat pada surat al-

Anbiyâ/21: 7, Saba/34: 7.

4) Al-Rajul dalam arti tokoh masyarakat antara lain terdapat pada surat

Yâsîn/36: 20, al-A'râf/7: 48, alQashash/28: 20, al-Mu'min/40: 28, Al-

A'râf/7: 48, 155, al-Kahfi/18: 32, 37, al-Qashash/28: 15, al-Jin/72: 6, dan

al-Ahzâb/33: 40, 23, al-Nahl/16: 76

5) Al-Rajul dalam arti budak seperti terdapat pada surat al-Zumar/39: 29, al-

Nisâ’/4: 1, dan al-Naml/27: 55.8

Sedangkan kata al-nisâ’ menurut etimologi diambil dari kata nasia

yang artinya ada dua yaitu melupakan sesuatu dan meninggalkan (ن س ي )

sesuatu.9 Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah :

) ٦٧ : ٩/التوبة... (نسوا اهللا فنسيهم Mereka melupakan Allah, maka Allah melupakan mereka…(Q.S. at-Taubah/9: 67)

Begitu juga terdapat dalam firman Allah

)١١٥ : ٢٠/طه( ولقد عهدنا إلى ءادم من قبل فنسي ولم نجد له عزما

Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat. (Q.S. Taha/20: 115)

١٠.تاخر حيضها عن وقته فرجى اا حبلى : نسئت املراة

8 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 147-158 9 Abu Husen Ahmad Bin Faris Bin Zakaria, al-Maqâyis fî Lughah… h. 1024 10 Abu Husen Ahmad Bin Faris Bin Zakaria, al-Maqâyis fî Lughah… h. 1025

Page 134: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

111

Seorang perempuan tertunda haidnya pada waktunya, maka diharap bahwa perempuan itu hamil.

Dan terdapat pula dalam ayat yang lain

ضل به الذين كفروا يحلونه عاما ويحرمونه عاما ليواطئـوا نما النسيء زيادة في الكفر ي إ مـدي القـوهلـا ي اللـهو الهمموء أعس مله نيز الله مرا ححلوا مفي الله مرا حة معد

٣٧ : ٩/التوبة(الكافرين(

Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (setan) menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Q.S. al-Taubah/9: 37)

Sedangkan Ibnu Mandur dalam kamus Lisân al-Arab menyatakan:

١١.نسوا اهللا فانساهم انفسهم : الترك للعمل كما قال اهللا تعاىل :النسوة

Kata niswah artinya meninggalkan untuk bekerja, sebagaimana yang ditegaskan dalam firman Allah: "Mereka melupakan Allah, maka Allah melupakan mereka terhadap diri mereka."

Jadi kata al-Nisâ’ memiliki arti lemah, menunda, lupa, meninggalkan

dan mengulur-ulur waktu. Sedangkan menurut terminologi kata al-nisâ’, al-

niswan, dan al-niswah merupakan kata jamak dari kata al-mar'ah (perempuan)

yang bukan dari lafadhnya seperti kata al-kaum merupakan jamak dari kata al-

mar'u.12 Sebagaimana ditegaskan Allah dalam firman-Nya

11 Ibnu Manzhûr, Lisân al-Arab, (selanjutnya tertulis Lisân al-Arab) (Mesir: Daar al-Fikr,

t.t.) Jilid. VI, h. 4417 12 Al-Raghib al-Ashfihani, Mu'jam Mufradât al-Fâdh al-Qur'an, (selanjutnya tertulis

Mufradât al-fâdh al-Qur’an) (Bairut: Daar al-Fikr, t.t.), h.513

Page 135: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

112

يايها الذين ءامنوا لا يسخر قوم من قوم عسى أن يكونوا خيرا منهم ولا نساء من نـساء ب وقالفس مالاس وا بالألقاب بئسزابنلا تو كمفسوا أنلمزلا تو نها منريخ كنى أن يسع دع

)١١ :٣٣/احلجرات(الإميان ومن لم يتب فأولئك هم الظالمون

Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula kaum perempuan (mengolok-olok) kaum perempuan lain (karena) boleh jadi kaum perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Q.S. al-Hujurat/33: ayat 11).

Kata al-nisâ’ menurut Nasaruddin Umar berarti jender perempuan,

sepadan dengan kata al-rijâl yang berarti jender laki-laki.13 Kata al-nisâ’

dalam berbagai bentuknya terdapat dalam 55 ayat dan terulang sebanyak 59

kali dalam al-Qur'an. Dari 59 kata al-nisâ’ menurut Nasaruddin Umar

memiliki kecenderungan pengertian dan maksud sebagai berikut:

1) Al-nisâ’ dalam arti jender perempuan terdapat dalam al-Qur'an

للرجال نصيب مما ترك الوالدان والأقربون وللنساء نصيب مما ترك الوالدان والأقربون مما قل )٧ : ٤/النساء(منه أو كثر نصيبا مفروضا

Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. (Q.S. al-Nisâ’/4: 7)

Begitu juga terdapat dalam ayat yang lain

13 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender …, h. 159

Page 136: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

113

ونمتلا تاء وسللنوا وبسا اكتمم صيبال نجض للرعلى بع كمضعبه ب ل اللها فضا م : ٤/النساء( نصيب مما اكتسبن واسألوا الله من فضله إن الله كان بكل شيء عليما

٣٢(

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. al-Nisâ’/4: 32)

Kata al-nisâ’ menurut Nasaruddin Umar menunjukkan jender

perempuan. Porsi pembagian hak dalam ayat ini tidak semata-mata

ditentukan oleh realitas biologis sebagai perempuan atau laki-laki,

melainkan berkaitan erat dengan realitas jender yang ditentukan oleh

faktor budaya yang bersangkutan. Ada atau tidaknya warisan ditentukan

oleh keberadaan seseorang. Begitu seseorang lahir dari pasangan muslim

yang sah, apapun jenis kelaminnya, dengan sendirinya langsung menjadi

ahli waris. Sementara itu besar kecilnya porsi pembagian peran ditentukan

oleh faktor eksternal, atau menurut istilah ayat ini ditentukan oleh usaha

yang bersangkutan.14

2) Al-nisâ’ dalam arti istri-istri, seperti terdapat dalam al-Qur'an

تأذى فاع وحيض قل هن المع كألونسيحيض واء في المسن زلوا النـرطهى يتح نوهبقرلا تو : ٢/البقـرة ( التوابني ويحب المتطهرينب الله يحفإذا تطهرن فأتوهن من حيث أمركم الله إن

٢٢٢(

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari perempuan di waktu haidh, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesung-guhnya Allah menyukai

14 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender …, h. 161

Page 137: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

114

orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Q.S. al-Baqarah/2: 222)

Dalam ayat yang lain juga disebutkan

لاقوهم كموا أنلماعو قوا اللهاتو فسكموا لأنمقدو مى شئتأن ثكمروا حفأت ث لكمرح كماؤنسمننيؤر المشب٢٢٣ : ٢/البقرة(و(

Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (Q.S. al-Baqarah/2: 223 )

Kata al-nisâ’ dalam kedua contoh di atas diartikan dengan istri-istri,

sebagaimana halnya kata al-mar'ah sebagai bentuk mufrad dari kata al-

nisâ’, hampir seluruhnya berarti istri. Misalnya imra'ah Lûth (Q.S. al-

Tahrîm/66:10) imra'ah Fir'aun (Q.S. al-Tahrîm/66: 11) dan imra'ah Nûh

(Q.S. al-Tahrîm/66: 10). Kata al-nisâ’ yang berarti istri-istri ditemukan

pada sejumlah ayat. (Q.S. al-Baqarah/2: 187, 223, 226, 231, dan 236;

Q.S. al-Nisâ’/4: 15; dan 23, Q.S. al-Ahzâb/33:30, 32, dan 52; Q.S. Ali

Imrân/3: 61; Q.S. al-Thalaq/65: 4; Q.S. al-Mujâdilah/58: 2 dan 3).15

b. Al-Dzakar dan al-Untsa

Menurut kamus al-Maqâyis fî al-Lugah, bahwa kata dzakar berasal

dari akar kata ذ ك ر yang secara harfiyah/etimologi artinya ingat lawan dari

lupa seperti ذكرت الشئ artinya (aku telah mengingat sesuatu).16

Sedangkan menurut kamus al-Wasîth, bahwa kata ذكر mashdarnya ذكراو تذكارا , ذكرى , ذكرا , artinya حفظه (menghafalnya/ menjaganya). Dapat juga

diartikan meminang seperti dalam hadis Ali yang berbunyi عليا يذكر فاطمةان

15 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender …, h.163 16 Abu Husen Ahmad Bin Faris Bin Zakaria, al-Maqâyis fî Lughah…, h. 388

Page 138: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

115

(Bahwa Ali melamar Fatimah). Juga bisa diartikan memuji seperti ذكر اهللا اي اثىن artinya seseorang ذكر النعمة juga bisa diartikan mensyukuri seperi kalimat عليه

telah mensyukuri nikmat. Bisa juga diartikan menyerupai seperti ذكرت فالنة اي artinya Fulanah menyerupai laki-laki dalam تشبهت ىف مشائلها بالرجل

perangainya."17

Sedangkan menurut terminologi kata al-dzakar artinya lawan dari kata

al-untsâ (perempuan) yang dikaitkan dengan kelamin.18 Sebagaimana

ditegaskan dalam al-Qur'an

فلما وضعتها قالت رب إني وضعتها أنثى والله أعلم بما وضعت وليس الذكر كالأنثى )٣٦ : ٣/ال عمران(ريتها من الشيطان الرجيموإني سميتها مريم وإني أعيذها بك وذ

Maka tatkala istri Imran melahirkan anaknya, diapun berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan, dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu, dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada setan yang terkutuk." (Q.S. Ali Imran/3: 36) Adapun kata al-untsâ diambil dari akar kata انث yang berarti lembut,

lunak dan halus. Sedangkan kata al-untsâ (perempuan) adalah lawan dari kata

al-dzakar (laki-laki) dari segala jenis (binatang, tumbuh-tumbuhan dan

manusia). Sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Manzhur dalam kamus Lisân al-

Arab :

. و اجلمع اناث و انث مجع اناث كحمار و محر شئ االنثى خالف الذكر من كل :انث ١٩.مسيت املراة انثى للينها

Kata al-untsâ (perempuan) diambil dari kata anatsa yang artinya lawan dari laki-laki dari segala jenis (binatang, tumbuh tumbuhan dan

17 Ibrahim Anis at. al., al-Wasîth…, h. 313 18 Ibrahim Anis at. al., al-Wasîth…, h. 213

19 Ibnu Manzhur, Lisan al –Arab…, Jilid I, h. 145

Page 139: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

116

manusia) dan jama dari kata al-untsâ adalah inâts. Dan unuts jamak dari kata inâts seperti kata humur jamanya himâr, kata al-mar'ah disebut untsâ karena lembut dan halusnya.

Sedangkan al-Raghib al-Ashfihani dalam kamusnya menyatakan

٢٠ .را بالفرجنياالنثى خالف الذكر ويقاالن ىف االصل اعتبا: انث

Kata al-untsâ (perempuan) diambil dari kata unuts yang artinya lawan dari laki-laki dan keduanya (kata al-dzakar dan al-untsâ) pada mulanya digunakan untuk makna dua jenis kelamin.

Hal ini sesuai dengan firman Allah:

لصالحات من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فأولئك يدخلون الجنة ولا يظلمون ومن يعمل من ا )١٢٤ : ٤/النساء(نقريا

Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun. (Q.S. al-Nisâ’/4: 124)

Kemudian dalam kamus Al-Maurid disebutkan:

٢١ .الذكر و االنثى من االنسان او احليوان او النبات

Kata al-dzakar dan al-untsâ dipergunakan untuk jenis manusia, binatang, dan tumbuh tumbuhan.

Sedangkan kata al-rajul, al-nisâ dan al-mar'ah dalam al-Qur'an hanya

dipergunakan untuk manusia. Kata al-untsâ dalam berbagai bentuknya dalam

al-Qur'an terulang sebanyak 30 kali kesemuanya diartikan jenis kelamin

perempuan.22

c. Al-Mar'u/al-Imru'u dan al-Mar'atu/al-Imra'atu

20 Al-Raghib al-Ashfihani, Mufradât al-Fâdh al-Qur'an…, h.23 21 Munir al-Ba’labakka, al-Maurid, (Bairut: Dâr al-Ilmi Lilmalayin,1986), h. 553 22 Majma' al-Lughah al-Arabiyah al-Idârah al-âmmah li al-Mu'jamât wa Ihya al-Turâts,

Mu'jam alfâdh al-Qur'an al-Karîm, (selanjutnya tertulis alfâdh al-Qur’an al-Karîm) (Cairo: Majma al-Lughah al-Arabiyah, 1988), h. 93

Page 140: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

117

Kata al-Imru'u/al-Mar'u terulang dalam al-Qur'an sebanyak 11 kali

yang diartikan seorang laki-laki atau seseorang.23 Kata al-imru'u/al-mar'u

diambil dari kata أمر yang artinya baik, bermanfaat, dan lezat.24 Kemudian

dibentuk shîgah mubâlagah yang artinya sangat baik atau sangat lezat

sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur'an

٤/النساء(سا فكلوه هنيئا مريئاوءاتوا النساء صدقاتهن نحلة فإن طبن لكم عن شيء منه نف :٤(

Berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (Q.S. al-Nisâ’/4: 4)

Sedangkan al-Ragib al-Ashfihani dalam kamusnya menegaskan

٢٥.ة أة و امرؤ وامرأ يقال مرء و مرأمر"Kata mar'un, mar'atun, imru'u, dan imra'atun diambil dari satu akar kata yaitu أمر ."

Kemudian kata al-mar'u dan imru'un berarti laki-laki atau seseorang

(laki-laki atau perempuan) sedangkan kata mar'ah dan imra'ah artinya

perempuan. Kata imra'ah dalam al-Qur'an terulang sebanyak 26 kali, 4 kali

diartikan seorang perempuan dan 22 kali diartikan istri.26

2. Gelar Status yang Berhubungan dengan Jenis Kelamin

23 Majma' al-Lughah al-Arabiyah al-Idârah al-âmmah li al-Mu'jamât wa Ihya al-Turâts,

alfâdh al-Qur'an al-Karîm…, h. 1038 24 Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka

Progresif, 1997), h. 1322 25 Al-Raghib al-Ashfihani, Mufradât al-Fâdh al-Qur'an…, h. 485 26 Majma' al-Lughah al-Arabiyah al-Idârah al-âmmah li al-Mu'jamât wa Ihya al-Turâts,

alfâdh al-Qur'an al-Karîm…, h. 1039

Page 141: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

118

Gelar status yang berhubungan dengan jenis kelamin dapat disebutkan

antara lain:

a. Suami (al-Zawj) dan istri (al-Zawjah)

Menurut Abu Husen Ahmad Ibnu Faris Ibnu Zakaria dalam kamusnya

menyatakan :

ة أالزوج زوج املر(الزاء و الواو واجليم اصل يدل على مقارنة شئ لشئ من ذ لك : زوج ٢٧. ة زوج بعلها أو املر

Kata zawj yang terdiri dari huruf za, wawu, dan jim asalnya menunjukkan kepada pendamping sesuatu terhadap sesuatu seperti, suami pendamping istri, dan istri pendamping keluarganya.

Sesuai dengan ayat al-Qur'an وقلنا ياآدم اسكن أنت وزوجك الجنة وكلا منها رغدا حيث شئتما ولا تقربا هذه الشجرة

الظالمني ا منكون٣٥: ٢/البقرة(فت(

Dan Kami berfirman, "Hai Adam diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zhalim. (Q.S. al-Baqarah/2: 35)

Dan ayat yang lain

دم اسكن أنت وزوجك الجنة فكلا من حيث شئتما ولا تقربا هذه الشجرة فتكونا ويا آالظالمني ١٩ : ٧/االعراف(من(

(Dan Allah berfirman), "Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan istrimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zhâlim". (Q.S.al-A'râf/7: 19)

Sedangkan al-Ragib al-Ashfihani dalam kamusnya menyatakan:

27 Abu Husen Ahmad Bin Faris Bin Zakaria, al-Maqâyis fî Lughah…, h. 464

Page 142: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

119

لكل واحد من القرينني من الذكر و االنثى ىف احليوانات املتزوجة زوج ولكل زوج يقالقرينني فيها وىف غريها زوج كاخلف و النعل ولكل ما يقترن باخر مماثال له او مضاد زوج

.٢٨

Kata zawj ada yang mengatakan artinya setiap patner/ pasangan laki-laki dan perempuan dalam jenis binatang yang berkawin adalah zawj dan setiap pasangan dalam binatang dan selainnya disebut juga zawj seperti sepasang sepatu, sepasang sandal, dan setiap pasangan satu dengan yang lain baik sejenis atau lawannya juga disebut zawj."

Seperti dalam al-Qur'an

)٣٩ : ٧٥/القيامة(فجعل منه الزوجين الذكر والأنثى

Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki laki dan perempuan. (Q.S. al-Qiyâmah/75: 39)

Sedangkan menurut Ibnu Manzhur dalam kamus Lisân al-Arab

dinyatakan ٢٩.الزوج خالف الفرد (Kata zawj/pasangan beda dengan tunggal).

Kemudian dia menjelaskan, bahwa kata zawj bisa diartikan pasangan, baik dua

laki-laki, atau dua perempuan, kanan kiri, dua jenis yang berbeda seperti putih

hitam, manis masam, langit bumi, musim panas dan dingin, malam, dan

siang.30

Sedangkan kata zawjah dalam kamus Arab hanya digunakan untuk

makna perempuan, sebagaimana dinyatakan oleh Ibrahim Anis dalam kamus

al-Wasîth ٣١.ة الرجل أامر: الزوجة (zawjah adalah istri seorang laki-laki). Konsep berpasang-pasangan dalam al-Qur'an menurut Nasaruddin

Umar adalah "lebih bersifat fungsional, holistik, sakral, dan didasari oleh

kasih sayang yang penuh rahmat (mawaddah wa rahmah)."32

28 Al-Raghib al-Ashfihani, Mufradât al-Fâdh al-Qur'an…, h. 220 29 Ibnu Manzhur, Lisân al-Arab…, h. 1884 30 Ibnu Manzhur, Lisân al-Arab…, h. 1885 31 Ibrahim Anis at. al., al-Wasîth…, h. 406 32 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 179

Page 143: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

120

b. Ayah (al-Ab) dan Ibu (al-Umm)

Kata االب diambil dari kata ابو yang artinya pendidikan dan makanan.

Seperti kalimat ابوت الشئ artinya saya telah memakan sesuatu. Kemudian kata

33. اباء وابوة diartikan ayah dan jamaknya االب

Al-Ragib al-Ashfihani mendefinisikan kata االب yaitu:

الوالد ويسمى كل من كان سببا ىف اجياد شئ او اصالحه او ظهوره ابا ولذالك = االب ٣٤.يسمى النىب صلعم ابا املؤمنني

"Kata االب diartikan ayah, dan semua orang yang menjadi sebab terwujudnya sesuatu atau memperbaiki sesuatu, atau menampakkannya disebut ayah. Untuk itu Nabi Muhammad saw. disebut ayah orang-orang beriman."

Ada juga yang mengatakan:

ومسى معلم ... ويسمى العم مع االب ابوين وكذلك االم مع االب وكذلك اجلد مع االب ٣٥.االنسان اباه

Paman dan ayah, Ibu dan ayah, kake dan ayah disebut ابوين (dua orang tua)… dan pendidik manusia disebut juga ayah manusia.

Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah

)٢٢ :٤٣/الزخرف(بل قالوا إنا وجدنا ءاباءنا على أمة وإنا على ءاثارهم مهتدون

Bahkan mereka berkata, "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka." (Q.S. al-Zukhruf/43: 22)

Dalam kamus Lisân al-Arab disebutkan:

مجعه اباء مثل قفاء اقفاء ورحى ارحاء فالذاهب منه واو االب اصله ابو بالتحريك الن ٣٦. النك تقول ىف التثنية ابوان

33 Abu Husen Ahmad Bin Faris Bin Zakaria, al-Maqâyis fî Lughah…, h. 53 34 Al-Raghib al-Ashfihani, Mufradât al-Fâdh al-Qur'an…, h. 3 35 Al-Raghib al-Ashfihani, Mufradât al-Fâdh al-Qur'an…., h. 3

Page 144: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

121

Kata االب asalnya dari kata ابو dengan memfathahkan huruf ba karena jamaknya اباء seperti kata ورحى وارحاء, قفا واقفاء maka yang dibuang adalah huruf wawu karena ketika kamu membuat kata itu menjadi mutsanna (makna dua) menjadi ابوان .

Kata االب dengan berbagai bentuknya dalam al-Qur'an menurut kamus

alfâzh Al-Qur'an Al-Karîm terulang 117 kali.37 Kata االب mengandung

beberapa makna antara lain:

1) Mengandung makna orang tua, kakek, atau paman terulang 64 kali yaitu

dalam al-Qur'an Surat al-Baqarah/2: 133, 170, 170, 200; al-Nisâ’/4:11, 22;

al-Mâidah/5: 104, 104; al-An'âm/6: 87, 91, 148; al-A'râf/7: 28, 70, 71, 95,

173; al-Taubah/9: 23, 24, Yûnus/10: 78; Hûd/11: 62, 87, 109; Yûsuf/12:

38, 40; al-Ra'du/13: 23; Ibrahîm/14: 10; al-Nahl/16: 35; al-Kahfi/18: 5; al-

Anbiyâ’/21: 44, 53, 54; al-Mu'minûn/23: 24, 68, 83; al-Nûr/24: 31, 31, 61;

al-Furqân/25:18; al-Syu'arâ’/26: 26, 74, 76); al-Naml/27: 67, 68; al-

Qashash/28: 36; Lukmân/31: 21; al-Ahzâb/33: 5, 5, 55; Saba/34: 43;

Yâsîn/36: 6; al-Shafât/37: 17, 69, 126; Gâfir/40: 8; al-Zukhruf/43: 22, 23,

24, 29; al-Dukhân/44: 8, 36; al-Jâsyiah/45: 25; al-Najm/53: 23; al-

Wâqi'ah/56: 48; al-Mujâdalah/58: 22. 38

2) Diartikan ayah kandung terulang 27 kali yaitu dalam al-Qur'an Surat

Yûsuf/12: 4, 8, 9,11,16, 17,59, 61, 63, 65, 78, 80,80, 81, 81, 93, 97, 100;

Maryam/19: 42, 43, 44, 45; al-Syu'arâ/26: 86; al-Qashash/28: 25,26; al-

Ahzâb/33: 40; al-Shafât/37: 102.39

3) Diartikan Adam dan Hawa pada al-Qur'an Surat al-A'râf/7: 27

36 Ibnu Manzhur, Lisân al-Arab…, h.15 37 Ibrahim Madkur, alfâdh al-qur'an…, h.4-7 38 Ibrahim Madkur, alfâdh al-qur'an …, h. 4-5 39 Ibrahim Madkur, alfâdh al-qur'an…, h. 5-7

Page 145: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

122

4) Sebagai kunyah (panggilan) untuk Abdu al-Uzza paman Nabi yaitu Abu

Lahab yang tercantum dalam al-Qur'an Surat al-Lahab/111: 1

5) Diartikan kakek terdapat pada al-Qur'an Surat al-An'âm/6: 74; al-

Taubah/9: 114; Yûsuf/12: 4, 8, 63; Maryam/19: 42; al-Anbiyâ’/2: 52; al-

Haj/22: 78; al-Syuarâ/26: 70; al-Shafât/37: 85; al-Zukhruf/43: 26, al-

Mumtahinah/60: 4; Abasa/80: 35.

6) Bila dijadikan mutsannâ (makna dua) diartikan ayah dan ibu, terulang 11

kali yaitu pada al-Qur'an Surat al-Nisâ/4:11; Yûsuf/12: 6, 68, 94, 99, 100;

al-Kahfi/18: 80, 82; Maryam/19: 28; al-Qashash/28: 23).40

Dari klasifikasi makna di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

kata االب yang berbentuk mufrad diartikan ayah kandung, sedangkan bila

berbentuk jamak diartikan orang tua, nenek moyang (kakek), atau paman.

Sedangkan bila bentuk mutsanna (makna dua) diartikan ayah dan ibu,

atau paman dan ayah atau ayah dan kakek. Kecuali dalam al-Qur'an Surat al-

A'râf/7 ayat 27 diartikan Adam dan Hawa, dan di dalam al-Qur'an Surat al-

Lahab/111 ayat 1 diartikan kunyah (sebutan) untuk Abdu al-Uzza paman Nabi

dengan sebutan Abû Lahab.

Menurut Nasaruddin Umar, bahwa hampir semua kata االباء bentuk

jamak dari kata االب menunjuk kepada pengertian nenek moyang atau leluhur.

Kata االب dalam arti nenek moyang atau leluhur tidak mesti harus mengambil

jalur laki laki, tetapi juga pada jalur perempuan. Sehingga istilah nenek

moyang االباء lebih cenderung menekankan pada kualitas jender daripada

identitas jenis kelamin. Berbeda dengan kata الوالد (ayah) yang cenderung

menekankan aspek jenis kelamin (sex).41

40 Ibrahim Madkur, alfâdh al-qur'an…, h. 6-7 41 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 181

Page 146: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

123

Sedangkan kata مألا bisa juga digunakan dengan kata الوالدة sebagaimana diungkapkan dalam al-Qur'an

لود لهولى المعة واعضالر تمأن ي ادأر نن لمن كامليليوح نهلادأو نضعري اتالدالووة بوالدو ارضا لا تهعسإلا و فسن كلفوف لا ترعبالم نهتوكسو نقهرز له لودولا ما ولده

بولده وعلى الوارث مثل ذلك فإن أرادا فصالا عن تراض منهما وتشاور فلا جناح عليهما م متلمإذا س كمليع احنفلا ج كملادوا أوضعرتسأن ت متدإن أروف ورعبالم متيا ءات

صريلون بمعا تبم وا أن اللهلماعو قوا اللهات٢٣٣ : ٢/البقرة(و (

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Baqarah/2: 233)

Kata مألا dalam al-Qur'an terulang 35 kali yaitu 24 kali bentuk mufrad

dan 11 kali berbentuk jamak.42 Dari 35 kata tersebut tidak selalu artinya Ibu,

tapi mempunyai makna yang berbeda antara lain:

1) Kata مألا disandarakan kepada القرى artinya kota Mekkah yang terulang

dua kali (Q.S. al-An'âm/6 : 92; dan Q.S. al-Syu'arâ/26: 7)

2) Kata مألا yang disandarkan kepada الكتاب artinya inti/pokok kitab yang

terulang 3 kali (Q.S. Ali Imrân/3 : 7; Q.S. al-Ra'du/13 : 39; dan Q.S. al-

Zukhruf/43: 4)

42 Muhammad Fuad Abdu al-Baqi, Mu’jam al-Mufahrasy Li alfâdh al-Qur’an al-Karîm,

(selanjutnya tertulis al-Mufahrasy Li alfâdh al-Qur’an) (Cairo : Dâr al-Hadîts, 1986), h. 79

Page 147: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

124

3) Kata مألا disandarkan kepada موسى artinya Ibu Musa yang terulang 2 kali

(Q.S. al-Qashash/28 : 7 dan 10)

4) Diartikan tempat kembali atau tempat tinggal (Q.S. al-Qâri'ah/101 : 9)

5) Diartikan ibu kota (Q.S. al-Qashash/28 : 59)

6) Diartikan orang yang tidak pandai tulis baca terulang 6 kali (Q.S. al-

A'râf/7: 157, 158: Q.S. al-Baqarah/2: 78; Q.S. Ali Imrân/3: 20, 75; dan

Q.S. al-Jumu'ah/62: 2).43

Sedangkan 20 kata yang lainnya bisa diartikan ibu kandung dan makna

lainnya. Nasaruddin Umar mengatakan, "Adapun dalam bentuk jama ( مهاتأ )

di dalam al-Qur'an pada umumnya digunakan khusus untuk pengertian ibu-ibu.

Hanya saja ada dalam pengertian ibu dalam garis lurus ke atas mencakup

nenek, ibu susuan, dan ibu dari istri (al-Nisâ’/4 : 23). 44

Kata أمهات juga digunakan untuk menyebut istri-istri Nabi sebagai

"ibu kehormatan umat Islam yang tidak dibenarkan untuk dikawini (Q.S. al-

Ahzâb/33: 6).45

Kata االب dan مألا tidak selamanya menjadi simbul identitas jender

sebagaimana yang lazim ditemukan dalam kitab fikih yang berarti bapak atau

ibu. Bapak dan ibu masing-masing mempunyai peran penting dalam

pembinaan anak. Urusan keamanan dan tanggung jawab sosial ekonomi lebih

banyak diperankan ayah (االب ), seperti tercermin dalam kisan Nabi Yusuf

bersaudara dengan ayahnya (Ya'qub), Nabi Ismail dan Nabi Ishaq dengan

ayahnya, Ibrahim. Adapun ibu ( مألا ) dalam arti ibu lebih banyak dihubungkan

dengan tanggung jawab reproduksi dan pembinaan internal rumah tangga

43 Ibrahim Madkur, alfâdh al-qur'an…, h. 82 44 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 188 45 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 189

Page 148: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

125

seperti mengandung bayi (Q.S. Luqmân/31: 14) dan menyusui bayi (Q.S. al-

Qashash/28: 7).46

c. Anak Laki-Laki (االبن ) dan Anak Perempuan (البنت ) Kata االبن diambil dari kata بنو diartikan oleh abu Husen Ahmad bin

Faris Bin Zakaria dalam kamus Al-Maqâyis fî al-Lugah :

٤٧. وهو الشئ يتولد عن الشئ كابن االنسان و غريه"Sesuatu yang dilahirkan dari sesuatu seperti anak manusia dan lainnya."

Sedangkan menurut al-Ragib al-Ashfihani dalam kamus Mufradât

alfâzh al-Qur'an mengatakan:

ومسى بذلك لكونه بناء لالب فان ... ابن اصله بنو لقوهلم اجلمع ابناء و ىف التصغري بىن عله اهللا بناء ىف اجياده و يقال لكل ماحيصل من جهة شيئ او من االب هوالذى بناه و ج

تربيته او بتفقده او كثرية خدمته له او قيامه بامره هو ابنه حنو فالن ابن حرب وابن السبيل ٤٨.للمسافر وابن الليل وابن العلم

Kata ابن diambil dari kata بنو lalu mereka mengatakan bahwa jama dari kata ن اب adalah ابناء dan tashgirnya بىن … dinamakan demikian karena anak itu dibentuk/ dididik oleh ayah, maka ayah yang mendidik anaknnya dan Allah menjadikan ayah sebagai pendidik dalam memperbaiki anak. Dan ada yang mengatakan, "Seluruh yang dihasilkan dari pengarahan, pendidikan terhadap sesuatu, atau hasil dari pencarian sesuatu, atau hasil dari banyak pelayanan terhadap sesuatu, atau dari hasil melakukan urusan sesuatu disebut anaknya. Seperti فالن ابن حرب (Fulan adalah seorang pemberani), ابن السبيل (seorang yang melakukan perjalanan jauh), ابن الليل (seorang pencuri), ابن العلم (seorang pelajar)."

Sedangkan menurut kamus Al-Wasîth, kata ابن artinya anak laki-laki,

tapi orang arab menjadikan kata ابن menjadi kunyah (sebutan) terhadap

46 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender…, h. 190 47 Abu Husen Ahmad Bin Faris Bin Zakaria, al-Maqâyis fî Lughah…, h. 156 48 Al-Raghib al-Ashfihani, Mufradât al-Fâdh al-Qur'an…., h. 60

Page 149: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

126

sesuatu. Seperti احلربابن digunakan untuk seorang pembrani, ابن الطريق او ابن digunakan untuk seorang yang ابن السبيل ,digunakan untuk seorang pencuri الليل

melakukan perjalanan jauh. Adapun jama dari kata ابن ada dua yaitu ابناء dan

49 . بنون

Kata البنت artinya anak perempuan, jamaknya بنات nasabnya بنىت atau بىنا dan tashgirnya بنية namun orang arab menggunakan kata بنت untuk kunyah

(sebutan) seperti بنات الصدر digunakan untuk orang kesusahan, بنات الدهر digunakan untuk orang yang sangat susah, بنات نعش ىف الفلك digunakan untuk

dua kelompok bintang yang satu kecil dan yang satunya besar, بنات االرض digunakan untuk tempat persembunyian pengembala, dan بنات الليل digunakan

untuk wanita pelacur. 50

Al-Ragib al-Ashfihani menyebutkan, bahwa kata ابن dijadikan makna

perempuan menjadi ابنة atau بنت dan jamaknya menjadi 51. بنات Dari pengertian

pengertian diatas, maka Nasaruddin Umar menyatakan:"Bahwa bentuk jama

dari kata ابن yakni ابناء atau بنني, بنون menunjuk kepada pengertian anak-anak

atau anak cucu tanpa dibedakan jenis kelamin, laki-laki atau perempuan.52

Sebagaimana terdapat dalam al-Qur'an

دم قد أنزلنا عليكم لباسا يواري سوآتكم وريشا ولباس التقوى ذلك خير ذلك من آيابني )٢٦ :٧/االعراف( يات الله لعلهم يذكرونآ

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi `auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. (Q.S. al-A'râf/7: 6)

49 Ibrahim Anis at. al., al-Wasîth…, h. 72 50 Ibrahim Anis at. al., al-Wasîth…, h. 72 51 Al-Raghib al-Ashfihani, Mufradât al-Fâdh al-Qur'an…., h. 60 52 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender …, h. 192

Page 150: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

127

Begitu juga kata الولد yang jamaknya اوالد kadang-kadang diartikan

anak laki-laki dan kadang-kadang juga menunjukkan kepada pengertian anak

tanpa membedakan anak laki-laki dan perempuan dan ini yang lebih banyak

diungkap dalam al-Qur'an. 53 Seperti dalam al-Qur'an

موالكم ولا أولادكم بالتي تقربكم عندنا زلفى إلا من ءامن وعمل صالحا فأولئك لهم وما أ )٣٧ : ٣٤/سبا( جزاء الضعف بما عملوا وهم في الغرفات ءامنون

Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga). (Q.S.Saba/34: 37)

Berbeda dengan bentuk jamak kata بنت yakni بنات yang secara khusus

menunjuk kepada anak-anak perempuan. Seperti terdapat dalam al-Qur'an al-

Nisâ/4 ayat 23 dan Surat al-Ahzâb/33 ayat 59.54

3. Kata Ganti (Dhomir) Berkaitan Dengan Jenis Kelamin

Dhomir menurut Fuad Ni’mah adalah ٥٥ . مبين يدل علي متكلم او خماطب او غائبالضمري اسم

”Kata ganti adalah isim (kata) yang mabni (tidak berubah) yang menunjukkan pada orang pertama, kedua atau ketiga.”

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata ganti dalam bahasa

Arab sama halnya dengan bahasa Indonesia, ada tiga macam.

a. Kata ganti untuk orang pertama

53 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender …, h. 193 54 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender …, h. 192 55 Fuad Ni’mah, Mulakhash Qowaid al-Lughah al-Arabiyah, (Bairut: Daar al-Tsaqafah al-

Islamiyah, t.t. ), h. 113

Page 151: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

128

Kata ganti untuk orang pertama ada dua yaitu:

1) Kata ganti orang pertama tunggal dengan menggunakan انا (saya)

digunakan untuk laki-laki dan perempuan. Sebagaimana dalam firman

Allah dalam al-Qur'an yang berbunyi

اءكموأه بعون الله قل لا أتد ون منعدت الذين دبأن أع هيتي نا قل إنا أنمإذا و للتض قد )٥٦ : ٦/االنعام( من المهتدين

Katakanlah, "Sesungguhnya aku dilarang menyembah tuhan-tuhan yang kamu sembah selain Allah". Katakanlah, "Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.S. al-An’âm/6: 56)

2) Kata ganti untuk orang pertama lebih dari satu dengan menggunakan حنن

(kami) dapat digunakan untuk laki-laki dan perempuan. Sebagaimana

ditegaskan dalam firman Allah di dalam al-Qur'an

) ١٣٨ : ٢/البقرة( صبغة الله ومن أحسن من الله صبغة ونحن له عابدون

Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah. (Q.S. al-Baqarah/2:138).

b. Kata ganti untuk orang kedua

Kata ganti untuk orang kedua ada 5 yaitu:

1) Kata ganti orang kedua tunggal untuk laki-laki menggunakan kata انت (kamu) dengan memfathahkan huruf ta-nya (kamu seorang laki-laki)

atau huruf ك yang dibaca fathah. Seperti firman Allah di dalam al-

Qur'an Surat al-Mâidah/5 ayat 116 yang berbunyi:

ي وأمي إلهين من دون الله قال وإذ قال الله ياعيسى ابن مريم ءأنت قلت للناس اتخذونسبحانك ما يكون لي أن أقول ما ليس لي بحق إن كنت قلته فقد علمته تعلم ما في نفسي

)١١٦ : ٥/املائدة(ولا أعلم ما في نفسك إنك أنت علام الغيوب

Page 152: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

129

Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, 'Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?' Isa menjawab, "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib."

2) Kata ganti orang kedua tunggal untuk perempuan menggunakan kata انت dengan mengkasrahkan huruf ta (kamu seorang perempuan) atau

menggunakan kata ك yang dibaca kasrah. Seperti firman Allah dalam al-

Qur'an yang berbunyi:

أس شأولو بة وأولو قو نحقالوا نرينأماذا تظري مك فانإلي رالأم٣٣ : ٢٧/النمل(ديد و(

Mereka menjawab, "Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada di tanganmu, maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan". (Q.S. al-Namal/27: 33)

3) Kata ganti orang kedua untuk dua orang laki-laki atau dua orang

perempuan menggunakan kata كما( انتما( (kamu dua orang laki-laki atau

dua perempuan) seperti dalam al-Qur'an yang berbunyi:

نا قال سكمعبن اتما ومتا أناتنا بآيكمصلون إليا فلا يلطانا سل لكمعجنو بأخيك كدضع دش )٣٥ : ٢٨/القصص(الغالبون

Allah berfirman, "Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang menang." (Q.S. al-Qashosh/28: 35)

4) Kata ganti orang kedua lebih dari dua orang untuk laki-laki digunakan

kata انتم(كم( (kalian laki-laki) seperti firman Allah dalam Al-Qur'an

Surat Ali Imrân/3 ayat 71 yang berbunyi:

)٧١ : ٣/ال عمران(ياأهل الكتاب لم تلبسون الحق بالباطل وتكتمون الحق وأنتم تعلمون

Page 153: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

130

Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui?

5) Kata ganti orang kedua lebih dari dua orang untu perempuan digunakan

kata اننت atau كن (kalian perempuan) seperti firman Allah dalam al-

Qur'an yang berbunyi:

الله نأطعكاة والز ءاتنيلاة والص نأقمة الأولى واهليالج جربت نجربلا تو وتكنين في بقروت كمرطهيت ويل البأه سجالر كمنع ذهبلي الله ريدا يمإن ولهسرا طولى هريتا ين ماذكرو

) ٣٤-٣٣ : ٣٣/االحزاب( في بيوتكن من ءايات الله والحكمة إن الله كان لطيفا خبريا

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui. (Q.S. al-Ahzâb/33: 33 -34)

c. Kata ganti orang ketiga

Kata ganti orang ketiga ada 5 macam yaitu :

1) Kata ganti orang ketiga tunggal untuk laki laki, digunakan kata هو atau

huruf ha (dia laki laki) seperti firman Allah di dalam al-Qur'an yang

berbunyi:

وإن خفتم شقاق بينهما فابعثوا حكما من أهله وحكما من أهلها إن يريدا إصلاحا يوفق هنيب االلهبريا خليمكان ع ا إن الله٣٥ : ٤/النساء(م(

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. al-Nisâ’/4 : 35)

Page 154: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

131

2) Kata ganti orang ketiga tunggal untuk perempuan digunakan kata هى atau ها (dia perempuan) seperti firman Allah di dalam al-Qur'an Surat

al-Tahrîm/66 ayat 12 yang berbunyi:

ومريم ابنت عمران التي أحصنت فرجها فنفخنا فيه من روحنا وصدقت بكلمات ربها القانتني من تكانبه وكت١٢ : ٦٦/التحرمي(و(

Dan Maryam puteri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat.

3) Kata ganti orang ketiga untuk dua orang baik laki-laki maupun

perempuan digunakan kata yang sama yaitu مها (dia laki laki atau dia

perempuan) seperti firman Allah dalam al-Qur'an yang berbunyi:

كيمح زيزع اللهالله و كالا منا نبا كساء بمزا جمهديوا أيارقة فاقطعالسو ارقالسو )٣٨ : ٥/املائدة(

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. al-Mâidah/5: 38)

4) Kata ganti orang ketiga lebih dari dua orang untuk laki laki digunakan

kata هم (mereka laki laki) seperti firman Allah dalam al-Qur'an Surat

al-Ahzâb/23 ayat 12 yang berbunyi:

وإذ يقول المنافقون والذين في قلوبهم مرض ما وعدنا الله ورسوله إلا )١٢ : ٣٣/االحزاب(غرورا

Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata, "Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya."

5) Kata ganti orang ketiga lebih dari 2 orang untuk perempuan digunakan

kata هن (mereka kaum perempuan) seperti firman Allah dalam al-

Qur'an yang berbunyi:

Page 155: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

132

يايها الذين ءامنوا لا يحل لكم أن ترثوا النساء كرها ولا تعضلوهن لتذهبوا ببعض ما نوهاشرعة ونيبة مبفاحش أتنيإلا أن ي نوهمتيى أن ءاتسفع نوهمتوف فإن كرهرعبالم

)١٩ : ٤/النساء( تكرهوا شيئا ويجعل الله فيه خيرا كثريا

Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (Q.S. al-Nisâ’/4: 19)

Sekalipun penjelasan mengenai dhamîr sudah dipaparkan di atas,

namun demikian perlu memperhatikan catatan mengenai masalah dhamîr

(kata ganti) baik munfashil (terpisah), muttashil (bersambung), maupun

mustatirah (tersembunyi), karena menurut kaidah bahasa Arab bahwa bila

terkumpul mudzakar dan muannats maka cukup digunakan dengan dhamîr

mudzakar dan tidak sebaliknya.

Nasaruddin Umar mengutip pendapat ulama dari golongan Mu'tazilah:

ان مرادهم بذلك ان االنسان اذا اراد التعبري عن الؤنث و املذكر بلفظ وجب ان : واجلواب علي ان اللفظ يفيد ظاهره املؤنث يعرب عنه بلفظ املذكر ال مؤنث و ليس يف هذا مايدل

"Jawabnya, 'Sesungguhnya yang dimaksud masalah tersebut ialah jika yang dikehendaki seseorang adalah penyebutan perempuan dan laki-laki di dalam satu lafazh, maka harus menggunakan lafazh mudzakar , bukannya lafazh muannats. Dan tidak berarti bahwa zhâhîr lafazh itu menunjukkan muannats.'"56

B. Ayat-Ayat Penciptaan Manusia

56 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender …, h. 204

Page 156: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

133

Sampai saat ini ada sebagian orang yang mempercayai teori evolusi

Darwin yang menyebutkan bahwa manusia itu berasal dari kera. Padahal teori

ini bertentangan dengan firman Allah

والله خلق كل دابة من ماء فمنهم من يمشي على بطنه ومنهم من يمشي على رجلين ء قديريلى كل شع اء إن اللهشا يم الله لقخع يبلى أرشي عمي نم مهمن٤٥ : ٢٤/النور( و(

Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Q.S. al-Nur/24: 45)

Dari ayat ini jelaslah bahwa Allah sudah membedakan antara satu

makhluk dengan makhluk lainnya, khususnya manusia dengan kera. Keduanya

tentu berbeda karena manusia berjalan dengan kedua kakinya, sedangkan kera

berjalan dengan empat kakinya.

Begitu juga bertentangan dengan firman Allah

وإذ قال ربك للملائكة إني جاعل في الأرض خليفة قالوا أتجعل فيها من يفسد فيها سن نحناء ومالد فكسيونولمعا لا تم لمي أعقال إن لك سقدنو دكمبح ح٢/البقرة( ب :

٣٠(

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Q.S.al-Baqarah/2 :30)

Manusia pada hakikatnya diciptakan dari tanah dan al-Qur'an telah

menceritakan kepada kita tentang asal kejadian manusia sejak Nabi Adam

sampai saat kita sekarang ini. Hal ini banyak disebutkan pada beberapa ayat al-

Page 157: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

134

Qur'an (Q.S.al-Sajadah/32: 7; Q.S.al-Rahmân/55:14; Q.S.al-Hajar/15 :26; Q.S.

al-Mu'minûn/23:12; Q.S. al-An'âm/6: 2; Q.S. al-Shâfât/37: 11; Q.S. Shâd/38:

71; Q.S. al-Haj/22: 5; dan Q.S. al-Rûm/30: 20). 57

Penciptaan manusia pada dasarnya dibagi pada dua tahap yaitu:

1. Penciptaan manusia pertama (Adam dan Hawa)

Penciptaan manusia pertama dapat dirujuk pada firman Allah

يايها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثريا ونساء واتقوا الله الذي تساءلون به والأرحام إن الله كان عليكم رقيبا

)١ : ٤/نساءال(

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S. al-Nisâ’/4: 1)

Muhammad Quraish Shihab menjelaskan bahwa surat al-Nisâ’

mengajak agar senantiasa menjalin hubungan kasih sayang antara seluruh

manusia. Karena itu ayat ini walau turun di Madinah yang biasanya panggilan

ditujukan kepada orang beriman, ( يايها الذين امنوا ), namun demi persatuan dan

kesatuan, ayat ini mengajak semua manusia yang beriman dan yang tidak

beriman. (Lebih lanjut lihat Tafsir al-Mishbah, Vol.2, h.313.58

57 Amir Abdul Aziz, al-Insan fi al-Islam, (Bairut: Daar al-Furqan, 1986), h. 11 58 Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan kamu yang telah menciptakan kamu

dari yang satu, yakni Adam atau jenis yang sama, tidak ada perbedaan dari segi kemanusiaan antara seorang manusia dengan yang lain, dan Allah menciptakan darinya, yakni dari diri yang satu itu pasangannya, dan dari keduanya yakni dari Adam dan istrinya. Allah memperkembangbiakkan laki-laki yang banyak dan perempuanpun demikian. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan pelihara pula hubungan silaturahim. Jangan putuskan hubungan tersebut, karena apapun yang terjadi. Sesungguhnya Allah terus menerus sebagaimana dipahami dari kata (كان ) Maha pengawas terhadap kamu.

Page 158: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

135

Ketika Muhammad Quraish Shihab menerjemahkan kata من نفس واحدة beliau memaparkan pendapat para ulama tafsir. Menurutnya bahwa mayoritas

ulama memahaminya dalam arti Adam a.s. Ada juga pendapat minoritas yang

memahaminya dalam arti jenis manusia lelaki dan perempuan, seperti

Muhammad Abduh, al-Qasimi dan beberapa ulama kontemporer lainnya,

sehingga ayat ini sama dengan maksud firman Allah dalam al-Qur'an Surat al-

Hujurât/49 ayat 13 yang intinya berbicara tentang asal kejadian manusia yang

sama dari seorang ayah dan ibu, yakni seperma ayah dan ovum/indung telur

ibu. Tapi tekanannya pada persamaan hakikat kemanusiaan orang perorang,

karena setiap orang walau berbeda-beda ayah dan ibunya, tetapi unsur dan

proses kejadian mereka sama. Oleh karena itu tidak wajar seseorang menghina

atau merendahkan orang lain.59

Selanjutnya Muhammad Quraish Shihab menjelaskan bahwa

memahami kata نفس و احدة sebagai Adam a.s. Menjadikan kata زوجها yang

secara harfiyah bermakna pasangannya, adalah istri Adam a.s. Yang populer

bernama Hawa. Agaknya karena ayat itu menyatakan bahwa pasangan itu

diciptakan dari نفس واحدة yang berarti Adam a.s., maka para ulama tafsir

terdahulu memahami bahwa istri Adam a.s. diciptakan dari Adam sendiri.

Pandangan ini kemudian melahirkan pandangan negatif terhadap perempuan

dengan menyatakan bahwa perempuan adalah bagian dari lelaki. 60

Banyak penafsir menyatakan bahwa pasangan Adam itu diciptakan

dari tulang rusuk Adam sebelah kiri yang bengkok, kemudian Muhammad

Quraish Shihab mengutip pendapat Qurthubi dalam tafsirnya. ”Oleh karena itu

59 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 2. h. 314 60 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 2. h. 315

Page 159: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

136

perempuan bersifat عوجاء artinya bengkok. Pandangan ini mereka perkuat

dengan hadis Rasul saw. yang menyatakan:

حدثنا أبو كريب وموسى بن حزام قالا حدثنا حسين بن علي عن زائدة عن ميسرة هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه الأشجعي عن أبي حازم عن أبي

وسلم استوصوا بالنساء فإن المرأة خلقت من ضلع وإن أعوج شيء في الضلع أعلاه فإن إن تو هتركس هقيمت تباءذهسوا بالنصوتفاس جول أعزي لم هكت٦١ رواه البخارى ر

"Abu Kuraib dan Musa Ibnu Hizam menceritakan kepada kami, keduanya berkata, "Husain Ibnu Ali menceritakan kepada kami dari Zaidah, dari Maisarah al-Asyja’i, dari Abi Hazim, dari Abi Hurairah r.a. Berkata, 'Rasulullah saw. telah bersabda, 'Berwasiatlah kepada para perempuan. Sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah tulang rusuk yang ada paling atas, jika kamu ingin meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya, dan jika kamu biarkan, maka tulang rusuk itu tetap bengkok, maka berwasiatlah kepada para perempuan." (H.R. Bukhari)

Hadis ini dipahami oleh ulama-ulama terdahulu dalam arti harfiyah,

namun tidak sedikit ulama kontemporer memahaminya dalam arti metafora,

bahkan ada yang menolak kesahehan hadis tersebut. Yang memahami secara

metafora menyatakan bahwa hadis itu mengingatkan para laki-laki agar

menghadapi perempuan dengan bijaksana, karena ada sifat dan kodrat bawaan

mereka yang berbeda dengan laki-laki, sehingga bila tidak disadari akan

mengantar laki-laki bersikap tidak wajar. Tidak ada yang mampu mengubah

kodrat bawaan itu. Kalaupun ada yang berusaha, maka akibatnya akan fatal

seperti upaya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.62 Kemudian Quraish Shihab mengutip Thabathaba’î dalam tafsirnya

yang menyatakan, ”Perempuan (istri Adam a.s.) diciptakan dari jenis yang

61 CD Program Hadits ‘Mausu’ah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tis’ah Versi, 2.00 Kitab

al-Bukhari, Nomor. 3084

Page 160: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

137

sama dengan Adam. Ayat tersebut sedikitpun tidak mendukung paham yang

beranggapan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam. Memang

tidak ada petunjuk dari al-Qur’an yang mengarah ke sana, atau bahkan

mengarah kepada penciptaan pasangan Adam dari unsur yang lain."63

Muhammad Quraish Shihab juga mengutip pendapat Sayyid

Muhammad Rasyid Ridho, bahwa hal tersebut timbul dari apa yang termaktub

dalam Perjanjian Lama (Kejadian II:21-22) yang menyatakan, ”Bahwa ketika

Adam tidur lelap, maka diambil oleh Allah sebilah tulang rusuknya, lalu

ditutupkannya pada tempat itu dengan daging. Maka dari tulang yang telah

dikeluarkan dari Adam itu, dibuat Tuhan seorang perempuan.” Rasyid Ridha

menjelaskan, ”Seandainya tidak tercantum kisah kejadian Adam dan Hawa

dalam Perjanjian Lama seperti redaksi di atas, niscaya pendapat yang

menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam tidak pernah

akan terlintas dalam benak seorang muslim.”64

Muhammad Quraish Shihab mengatakan

Perlu dicatat sekali lagi bahwa pasangan Adam itu diciptakan dari tulang rusuk Adam, maka itu bukan berarti bahwa kedudukan kaum perempuan selain Hawa demikian juga, atau lebih rendah dibanding dengan lelaki. Ini karena semua laki-laki dan perempuan anak cucu Adam yang lahir dari gabungan antara laki-laki dan perempuan. Sebagaimana bunyi surah al-Hujurât di atas, dan sebagaimana penegasan-Nya, ”Sebagian kamu dari sebagian yang lain” (Q.S.Ali Imrân/3: 195). Lelaki lahir dari pasangan laki-laki dan perempuan, begitu juga perempuan.

62 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah …,Vol. 2. h. 315 63 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 2. h. 315 64 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 2. h. 315

Page 161: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

138

Karena itu, tidak ada perbedaan dari segi kemanusiaan antara keduanya, kekuatan lelaki dibutuhkan oleh perempuan dan kelemahlembutan perempuan didambakan oleh laki-laki. Jarum harus lebih kuat dari kain, dan kain harus lebih lembut dari jarum. Kalau tidak, jarum tidak akan berfungsi, dan kain pun tidak akan terjahit. Dengan berpasangan, akan tercipta pakaian yang indah, serasi dan nyaman.65

Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul

Membumikan Al-Qur’an justru agak jelas sikapnya tentang hadis yang

menjelaskan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam, dia

menegaskan, ”Al-Qur’an menolak pandangan-pandangan yang membedakan

(lelaki dan perempuan) dengan menegaskan bahwa keduanya berasal dari satu

jenis yang sama dan bahwa dari keduanya secara bersama-sama Tuhan

mengembangbiakan keturunannya baik yang lelaki maupun yang perempuan."

Memang Muhammad Quraish Shihab tidak mengingkari adanya hadis

yang artinya ”Saling memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan,

karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Karena

diriwayatkan oleh Bukhori, Muslim dan Tirmidzi dari Sahabat Abu Hurairah.

Namun tulang rusuk yang bengkok harus dipahami dalam pengertian majazi

(kiasan). 66

Penegasan-Nya bahwa خلق منها زوجها Allah menciptakan darinya yakni

dari نفس واحدة itu pasangannya mengandung makna bahwa pasangan suami

istri hendaknya menyatu sehingga menjadi diri yang satu, yakni menyatu

dalam perasaan dan pikirannya, dalam cita dan harapannya, dalam gerak dan

langkahnya, bahkan dalam menarik dan menghembuskan nafasnya. Itu

sebabnya perkawinan dinamai زواج yang berarti keberpasangan di samping

65 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 2. h. 316 66 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (selanjutnya tertulis Membumikan

al-Qur’an) (Bandung: Mizan, 1992), h. 270

Page 162: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

139

dinamai نكاح yang berarti penyatuan ruhani dan jasmani. Suami dinamai زوج dan istri pun demikian.67

Beberapa pakar tafsir yang belum disebut dalam tafsir al-Mishbah,

tampaknya telah disebut oleh Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya

Wawasan Al-Qur'an yang menyatakan, "Banyak sekali pakar tafsir yang

memahami kata nafs dengan Adam, seperti Jalaluddin As-Suyuthi, Ibnu Katsir,

Al-Qurthubi, Al-Biqa'i , Abu As-Su'ud, dan lain lain. Bahkan At-Tabarsi, salah

seorang ulama tafsir bermazhab Syi'ah (Abad ke-6 H.) mengemukakan dalam

tafsirnya bahwa seluruh ulama tafsir sepakat mengartikan kata tersebut dengan

Adam."68

Dalam buku karya terbaru Muhammad Quraish Shihab yang berjudul

Perempuan, dia mengakui ada bias jender bagi mufasir klasik seperti yang

disebutkannya,

Bahwa asal kejadian perempuan berbeda dari asal kejadian lelaki. Pandangan ini bersumber dari hadis yang diriwayatkan oleh Bukhori, Muslim dan al-Turmudzi melalui Abu Hurairah yang intinya, ”Saling memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok.” Hadis ini dipahami oleh ulama terdahulu secara harfiah, namun tidak sedikit ulama kontemporer memahaminya secara metaforis, bahkan ada yang menolak kesahehannya.69

Dalam buku ini sikap Muhammad Quraish Shihab persis sama seperti

yang diungkapkan dalam buku Membumikan Al-Qur’an dan juga dalam Tafsir

al-Mishbah. Dari sini kita dapat melihat bahwa Muhammad Quraish Shihab

menggunakan metode muqaran yaitu membandingkan antara para mufasir

67 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 2. h. 316 68 Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an, (selanjutnya tertulis Wawasan al-

Qur’an ) (Bandung: Mizan, 1996), h. 299 69 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, (selanjutnya tertulis Perempuan) (Ciputat:

Ledntera Hati, 2005), h. 40

Page 163: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

140

klasik dan kontemporer, lalu dia cenderung pada penafsiran mufasir

kontemporer, walaupun dia tetap mengakui hadis penciptaan perempuan

tersebut. Artinya Muhammad Quraish Shihab mengakui adanya penyimpangan

penafsiran ayat-ayat jender, tapi bukan berarti ayat-ayat al-Qur’an itu bias

jender, tapi mufasirnya yang bias jender.

Penulis setuju dengan pernyataan Rasyid Ridha yang dikutip oleh

Muhammad Quraish Shihab di atas, karena antara hadis tentang penciptaan

perempuan dari tulang rusuk Adam, mirip dengan cerita yang terdapat dalam

Perjanjian Lama dalam Kitab Kejadian II ayat 21-22 di atas.

Namun, penulis melihat Muhammad Quraish Shihab kurang tegas

sikapnya terhadap hadis yang menyatakan bahwa Hawa diciptakan dari tulang

rusuk Adam. Dari satu sisi dia menolak dengan merujuk pendapat Sayyid

Muhammad Ridho di atas, dari sisi lain dia menerima hadis yang menyatakan

bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Namun demikian, dia tidak

setuju dengan penafsiran secara harfiyah, tapi dia menghendaki dengan

penafsiran metaforis.

Kemudian penulis mencoba merujuk kitab Perjanjian Lama yang

diterbitkan oleh Lembaga Al-Kitab Indonesia Jakarta tahun 1997 ayat 21-23

yang berbunyi,

Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu, 'Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.70

70 Lembaga Al-Kitab Indonesia Jakarta, Al-Kitab (Perjanjian Lama), (Jakarta: Lembaga al-

Kitab Indonesia, 1997), Cet. Ke-155, h. 2

Page 164: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

141

Cerita tersebut mirip dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Thabari

dalam kitab tafsirnya: حدثنا اسباط عن السدى : اخربنا عمرو بن محاد قال : حدثىن موسى بن هرون قال

اسكن آدم اجلنة فكان ميشى فيها وحشا ليس له زوج يسكن اليها فنام نومة : قالامرأة : قالت فاستيقظ فاذا عند رأسه امرأة قاعدة خلقها اهللا من ضلعه فسأهلا ما انت؟

٧١تسكن اليها " وملا خلقت ؟ قالت : قال Musa Bin Harun menceritakan kepada saya, dia berkata, ”Amr Bin Hamad memberitakan kepada kami, dia berkata, 'Asbath dari al-Saddi telah berkata, 'Adam bertempat tinggal di surga, lalu dia berjalan di dalam surga dalam kondisi kesepian yang tidak punya istri yang dia cenderung padanya, lalu dia tidur nyenyak, lalu bangun, tiba tiba di atas kepala dia ada seorang perempuan yang sedang duduk yang diciptakan Allah dari tulang rusuknya, lalu dia bertanya, 'Ada apa engkau?' Dia menjawab, 'saya seorang perempuan. Adam bertanya, 'Untuk apa kamu diciptakan?', Dia menjawab, 'Agar kamu cenderung kepadanya ".

–القى على آدم صلعم السنة : حدثنا سلمة عن ابن اسحق قال : حدثناابن محيد قال فيمابلغناعن اهل الكتاب من اهل التوراة و غريهم من اهل العلم عن عبد اهللا بن العباس و غريه مث اخذ ضلعا من ضالعه من شقه االيسر وألم مكانه وآدم نائم مل يهب من نومته

تعاىل من ضلعه تلك زوجته حواء فسواها امرأة ليسكن اليها فلما حىت خلق اهللا تبارك و فيما يزعمون واهللا اعلم حلمى : رآها اىل جنبه فقال كشفت عنه السنة وهب من نومته

٧٢ و دمى و زوجىت فسكن اليها”Ibnu Hamid telah berkata, 'Salmah dari Ibnu Ishak menceritakan kepada kami. Dia berkata, 'Adam mengantuk, di mana berita itu sampai kepada kami dari Ahlu al-Kitab dari Ahli Taurat dan Ahli Ilmu lainnya. Dari Abdillah Bin al-Abbas dan yang lainnya. Kemudian Allah mengambil salah satu tulang rusuk Adam dari sebelah kiri, di mana Adam sedang tidur, yang belum bangun dari tidurnya, Allah swt. menciptakan Istri Adam dari tulang rusuk Adam yaitu Hawa, lalu Allah menyempurnakannya menjadi seorang perempuan, agar Adam

71 Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari/Jami al-Bayân fî Ta’wîl

al-Qur’an,(selanjutnya tertulis Tafsir al-Thabari) (Bairut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1999), Cet. III, Jilid III, h. 566

72 Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari…, h. 566

Page 165: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

142

menjadi tenang hatinya kepadanya, ketika mengantuknya hilang, Adam bangun dari tempat tidurnya, dia melihat perempuan itu berada di sampingnya, lalu Adam berkata, 'Pada apa yang mereka duga Hanya Allah yang tau, dagingku, darahku dan istriku, lalu dia menjadi tentram bersamanya.'"

Berdasarkan cerita yang terdapat dalam Perjanjian Lama dengan hadis

tentang penciptaan perempuan khususnya yang diriwayatkan oleh al-Thabari di

atas, penulis mencoba untuk mengkritisi hadis-hadis tentang penciptaan

perempuan.

Muhammad Abduh dan Abu Muslim mengkritik hadis-hadis tentang

perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam dengan mengatakan, ”Bahwa

Allah mampu menciptakan Adam dan Hawa dari tanah, lalu apa manfaatnya,

bahwa Hawa diciptakan dari salah satu tulang rusuk Adam.73 Semestinya Muhammad Quraish Shihab mengkritisi hadis-hadis tentang

penciptaan perempuan, atau karena hadis itu diriwayatkan oleh Bukhori yang

terkenal ketat dalam persyaratan kesahihan hadis sehingga para ulama hadis

menilai kitab Bukhori sebagai peringkat pertama dalam kitab-kitab hadis sahih,

sehingga Muhammad Quraish Shihab menganggap tidak perlu diteliti.

Namun demikian seyogyanya dia harus membandingkan antara hadis-

hadis sahih yang berkaitan dengan penciptaan perempuan. Karena banyak

hadis- hadis sahih yang maknanya berbeda dalam satu masalah, seperti tentang

penulisan hadis. Dalam satu riwayat Nabi melarang menulis hadis, sedangkan

pada riwayat lain Nabi memerintahkan untuk menulis hadis. Dalam ilmu hadis

hal seperti ini disebut Mukhtalaf al-Hadis. Begitu juga hadis tentang

penciptaan perempuan beragam redaksinya dan berbeda maknanya. Contoh

73 Al-Imam Muhammad Rasyid Ridho, Tafsir al-Qur'an al-Hakim (Tafsir al-Mannar),

(Bairut: Daar al-Ilmiyah, 1999), Cet. I, Jilid 4, h. 270

Page 166: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

143

hadis-hadis sahih yang maknanya menyebutkan bahwa perempuan diciptakan

dari tulang rusuk Adam yaitu:

حدثنا أبو كريب وموسى بن حزام قالا حدثنا حسين بن علي عن زائدة عن ميسرة ي حازم عن أبي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه الأشجعي عن أب

وسلم استوصوا بالنساء فإن المرأة خلقت من ضلع وإن أعوج شيء في الضلع أعلاه فإن هقيمت تباءذهسوا بالنصوتفاس جول أعزي لم هكترإن تو هتر٧٤ رواه البخارى كس

"Abu Kuraib dan Musa Ibnu Hizam menceritakan kepada kami, keduanya berkata, "Husain Ibnu Ali menceritakan kepada kami dari Zaidah, dari Maisarah al-Asyja’i, dari Abi Hazim, dari Abi Hurairah r.a. Berkata, 'Rasulullah saw. telah bersabda, 'Berwasiatlah kepada para perempuan. Sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah tulang rusuk yang ada paling atas, jika kamu ingin meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya, dan jika kamu biarkan, maka tulang rusuk itu tetap bengkok, maka berwasiatlah kepada para perempuan." (H.R. Bukhari)

حدثنا عمرو الناقد وابن أبي عمر واللفظ لابن أبي عمر قالا حدثنا سفيان عن أبي الزناد قت من عن الأعرج عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن المرأة خل

تبإن ذهو جا عوبها وبه تعتمتا اسبه تعتمتلى طريقة فإن اسع لك قيمتست ضلع لن ٧٥ تقيمها كسرتها وكسرها طلاقها رواه مسلم

”Amr al-Naqid dan Ibnu Abi Umar menceritakan kepada kami sedangkan lafazhnya dari Ibnu Abi Umar keduanya telah berkata, ”Sufyan telah menceritakan kepada kami dari Abi al-Zinad dari al-‘Araj dari Abi Hurairah telah berkata, Rasulullah saw. telah bersabda, ”Bahwa perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok yang kamu tidak akan bisa meluruskannya hanya dengan satu cara, maka jika kamu meminta untuk menikmati perempuan itu, maka kamu dapat menikmatinya dengan kondisi bengkok, dan jika kamu berusaha meluruskan tulang rusuk yang bengkok itu, maka kamu akan

74 CD Program Hadits ‘Mausu’ah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tis’ah Versi, 2.00 Kitab

al-Bukhari, Nomor. 3084 75 CD Program Hadits ‘Mausu’ah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tis’ah Versi, 2.00 Kitab

Muslim, Nomor. 2670

Page 167: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

144

mematahkannya, mematahkan tulang rusuk artinya menceraikan perempuan itu." (H.R. Muslim)

نج عرن الأعاد عنأبي الز نان عفيا سنربأخ ارين الذممحد الربع نلك بالم دبا عثندحى الله عليه وسلم قال إن النساء خلقن من ضلع لا يستقمن على أبي هريرة أن النبي صل

٧٦ خليقة إن تقمها تكسرها وإن تتركها تستمتع بها وفيها عوج رواه امحد Artinya: ”Abdu al-Malik Ibnu Abdi al-Rahman al-Dimari menceritakan kepada kami, Sufyan memebritahukan kepada kami dari Abi al-Zinad, dari al-‘Araj dari Abi Hurairah, bahwa Nabi saw. telah bersabda, ”Bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok yang tidak dapat diluruskan sesuai dengan bentuknya, jika kamu berusaha meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya, dan jika kamu biarkannya, maka kamu akan menikmatinya dalam kondisi bengkok." (H.R.Ahmad)

نلاء عأبي الع نع رييرا الجثندارث حالو دبا عثندح قاشيد الله الربع نب دمحا منربأخ خلقت من نعيم بن قعنب عن أبي ذر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إن المرأة

٧٧ ضلع فإن تقمها كسرتها فدارها فإن فيها أودا وبلغة رواه الدارمى ”Muhammad Bin Abdullah al-Raqasyi telah memberitakan kepada kami, Abdu al-Warits menceritakan kepada kami, al-Jurairiy menceritakan kepada kami dari Abi al-‘Ala, dari Nuaim Bin Qa’nab, dari Abi Dar, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, ”Bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, jika kamu meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya, maka biarkanlah dia, sesungguhnya kebengkokan itu sudah melekat padanya." (H.R. Darimi)

Keempat hadis tersebut dan juga hadis hadis sahih lainya yang

berkaitan dengan penciptaan perempuan tidak ada satu hadispun menyebut

langsung tulang rusuk Adam, tapi hanya menyebut tulang rusuk, dan tidak ada

76 CD Program Hadits ‘Mausu’ah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tis’ah Versi, 2.00 Kitab

Musnad Ahmad Bin Hanbal , Nomor. 10044 77 CD Program Hadits ‘Mausu’ah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tis’ah Versi, 2.00 Kitab

al-Dârimi, Nomor. 2124

Page 168: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

145

satu hadispun tentang penciptaan perempuan menyebutkan nama Hawa, tapi

hanya menyebut kata املرأة Begitu juga tidak ada petunjuk al-Qur’an yang mengarah kepada

tulang rusuk Adam, bahkan penulis menemukan beberapa hadis sahih yang

redaksinya berbeda dengan hadis yang biasa disampaikan para ulama selama

ini yaitu:

حدثنا عبد العزيز بن عبد الله قال حدثني مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي رقال الم لمسه وليع لى اللهول الله صسة أن رريرإن ها وهترا كسهتلع إن أقمأة كالض

جا عوفيها وبه تعتمتا اسبه تعتمت٧٨ )رواه البخارى ( اس ”Abdul Aziz bin Abdullah menceritakan kepada kami, dia berkata:”Malik menceritakan kepada saya dari Abi al-Zinad dari al-‘Araj dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw telah bersabda, ”Perempuan itu bagaikan tulang rusuk yang bengkok, jika kamu luruskan tulang rusuk itu, maka kamu akan mematahkannya, dan jika kamu meminta untuk menikmatinya, maka kamu akan menikmatinya perempuan itu dalam kondisi bengkok." (H.R.al-Bukhari)

و حدثني حرملة بن يحيى أخبرنا ابن وهب أخبرني يونس عن ابن شهاب حدثني ابن المسيب عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن المرأة

بلع إذا ذهثنيه كالضدو ح جا عوفيها وبه تعتمتا اسهكترإن تا وهترا كسهقيمت تزهير بن حرب وعبد بن حميد كلاهما عن يعقوب بن إبراهيم بن سعد عن ابن أخي

نذا الإسه بهمع نع ريهاءالزوس ٧٩ )رواه مسلم (اد مثله ”Harmalah Bin Yahya telah menceritakan kepada saya, Ibnu Wahab telah memberitahukan kepada kami, Yunus telah memberitakan kepada saya dari Ibnu Syihab, Ibnu Musayyab menceritakan kepada saya dari Abi Hurairah telah berkata, Rasulullah saw. telah bersabda, ”Bahwa perempuan itu bagaikan tulang rusuk yang bengkok, jika

78 CD Program Hadits ‘Mausu’ah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tis’ah Versi, 2.00 Kitab

al-Bukhari , Nomor. 4786 79 CD Program Hadits ‘Mausu’ah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tis’ah Versi, 2.00 Kitab

Shaheh Muslim, Nomor. 2669

Page 169: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

146

kamu berusaha meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya, jika kamu biarkannya, maka kamu akan menikmati perempuan itu dalam kondisi bengkok. Dan Zuhair Bin Harb dan Abdu Bin Humaid keduanya menceritakan kepada saya dari Ya’qub Bin Ibrahim Bin Saad dari anak saudaraku yaitu al-Zuhri dari pamannya dengan sanad yang sama.'" (H.R.Muslim)

حدثنا عبد الله بن أبي زياد حدثنا يعقوب بن إبراهيم بن سعد حدثنا ابن أخي ابن شهاب م عن عمه عن سعيد بن المسيب عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسل

إن المرأة كالضلع إن ذهبت تقيمها كسرتها وإن تركتها استمتعت بها على عوج قال نسديث حة حريرديث أبي هى حو عيسة قال أبائشعة ورمسو أبي ذر ناب عفي البو

٨٠ )رواه الترمذى ( ب من هذا الوجه وإسناده جيدصحيح غري

”Abdullah Bin Abi Ziyad telah menceritakan kepada kami, Ya’qub Bin Ibrahim Bin Saad telah menceritakan kepada kami, anak saudaraku Ibnu Syihab menceritakan kepada kami dari pamannya, dari Sa’id Bin al-Musayyab dari Abi Hurairah telah berkata, Rasulullah saw. telah bersabda, ”Bahwa perempuan bagaikan tulang rusuk yang bengkok, jika kamu meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya, jika kamu biarkannya, kamu akan menikmatinya dalam kondisi bengkok. Dia mengatakan pada suatu bab dari Abi Dar, Samrah, dan Aisyah. Abu Isa mengatakan, 'Hadis Abu Hurairah ini termasuk hadis hasan shohih garib dari segi ini, dan sanadnya jayyid.'" (H.R.al-Turmudzi)

حدثنا يحيى عن ابن عجلان قال سمعت أبي يحدث عن أبي هريرة قال قال رسول الله ه صلى الله عليه وسلم المرأة كالضلع فإن تحرص على إقامته تكسره وإن تتركه تستمتع ب

جفيه عو٨١ )رواه امحد (و ”Yahya menceritakan kepada kami dari Ibnu ‘Ajlan telah berkata:”Saya telah mendengar Ayahku menceritakan dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. telah bersabda, perempuan itu bagaikan tulang rusuk yang bengkok, jika kamu berusaha keras untuk meluruskannya, kamu akan mematahkannya, jika kamu biarkannya,

80 CD Program Hadits ‘Mausu’ah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tis’ah Versi, 2.00 Kitab

Sunan al-Turmudzi , Nomor. 1109 81CD Program Hadits ‘Mausu’ah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tis’ah Versi, 2.00 Kitab

Musnad Ahmad Bin Hanbal , Nomor. 9159

Page 170: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

147

maka kamu akan dapat menikmatinya dalam kondisi bengkok.'" (H.R. Ahmad)

بي هريرة قال قال أخبرنا خالد بن مخلد حدثنا مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أ

تعمتسإن تا وهكسرا تهقملع إن تأة كالضرا الممإن لمسه وليع لى اللهول الله صسرجا عوفيهو تعمتس٨٢ )الدارمىرواه (ت

”Khalid Bin Makhlad telah menceritakan kepada kami, Malik telah menceritakan kepada kami dari Abi al-Jinad, dari al-‘Araj dari Abi Hurairah telah berkata, Rosulullah saw. telah bersabda, Bahwa perempuan itu bagaikan tulang rusuk, jika kamu meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya, dan jika kamu meminta untuk menikmatinya, maka kamu akan menikmatinya dalam kondisi bengkok.'" (H.R. Darimi).

Kelima hadis di atas semuanya hadis sahih, karena para perawinya

cukup berkualitas dan tidak ada yang jarh (cacat), kemudian sanadnya

bersambung sampai Rasulullah, karena tidak ada yang putus.

Kelima hadis tersebut tidak menyebutkan, bahwa perempuan (Hawa)

diciptakan dari tulang rusuk Adam, tapi hanya menyebutkan, bahwa

perempuan bagaikan tulang rusuk. Artinya bahwa perempuan itu memiliki

sifat-sifat yang ada pada tulang rusuk. Karena 5 hadis tersebut dalam ilmu

bahasa disebut tasybîh (penyerupaan). Sedangkan tasybîh menurut ilmu

balaghah adalah

تشبيه اصطالحا عقد مماثلة بني امرين او اكثر قصد اشتراكهما ىف صفة او اكثر بأداة لا 83 لغرض يقصده املتكلم

”Tasybih menurut istilah adalah melakukan penyerupaan antara dua hal atau lebih, dimaksudkan ada kesamaan diantara keduanya dalam

82CD Program Hadits ‘Mausu’ah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tis’ah Versi, 2.00 Kitab

Sunan al-Dârimi , Nomor. 2125 83 Ahmad al-Hasyimi, Jawâhir al-Balâghah Fî al-Ma’âni Wa al-Bayân Wa al-Badî’,

(Bairut: Dâr al-Fikr, 1994), h. 214

Page 171: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

148

satu sifat atau lebih dengan menggunakan huruf tasybih untuk tujuan yang dikehendaki oleh orang yang berbicara."

Jadi, penulis sangat setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa

"Hadis yang mengatakan, bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk,

harus diartikan secara metaforis, bukan makna hakiki. Bahkan hadis-hadis

tentang penciptaan perempuan dari tulang rusuk Adam dianggap kurang tepat

matannya ."

Karena hadis tersebut termasuk mukhtalaf al-hadîst, sehingga para

ulama hadis, jika menemukan dua atau lebih hadis sahih yang berbeda

matannya, maka harus ditempuh 4 cara yaitu:

1. Jika mungkin dapat dikompromikan, maka perlu dikompromikan dan

keduanya dapat diterapkan.

2. Jika dapat diketahui mana yang dahulu dan mana yang belakangan, maka

yang datang belakangan dapat menghapus hukum sebelumnya.

3. Jika tidak diketahui mana yang dahulu dan mana yang belakangan, maka

dapat dilakukan tarjîh

4. Jika tidak dapat dilakukan dengan tiga cara tersebut, maka kita tawaqquf

(tidak diamalkan keduanya). 84

Mengenai hadis-hadis penciptaan perempuan di atas, penulis

cenderung untuk mentarjîh, yaitu perempuan tidak diciptakan dari tulang rusuk

Adam, melainkan perempuan diciptakan bagaikan tulang rusuk. Karena bila

keempat hadis di atas diartikan dengan harfiah (teks), maka kelima hadis di

atas tidak dapat diterapkan, tapi bila diartikan secara metaforis, maka antara

keempat dan kelima hadis tersebut dapat diterapkan.

84 Mahmud al-Thahhan, Taisîr Mushthalah al-Hadîs, (Bairut: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 47

Page 172: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

149

Hal ini sejalan dengan Abdulkarim al-Khathab yang menyatakan,

”Manusia baik yang ada sekarang maupun yang akan muncul adalah buah dari

benih yang satu. Kemudian Allah meniupkan ruh pada benih tersebut, lalu

benih itu menumbuhkan buah yang banyak yang bermacam-macam bentuk.

Dari benih atau materi yang sama diciptakan istrinya untuk Adam dalam

rangka menyempurnakan keberadaan Adam.85

Sebuah cerita yang mengatakan bahwa, ”Hawa diciptakan dari tulang

rusuk Adam adalah cerita fiktif, namun sebahagian besar ulama tafsir

mengutipnya, lalu mereka memahami ayat ini dari cerita tersebut. Padahal ayat

itu tidak memberi pemahaman ini."

Bila kita melihat kata وخلق منها زوجها maka kita akan menjumpai dhamir

(kata ganti) pada kata منها yang menunjuk pada kata نفس واحدة tidak bermaksud

bentuk manusia seperti Adam, melainkan merujuk pada materi yang tersedia

untuk menciptakan manusia. Dari materi itu Adam diciptakan dan dari materi

itu juga istrinya Hawa diciptakan untuk menyempurnakan keberadaan Adam

(Q.S. al-Naba/78: 8).

Hal ini bukan hanya menciptakan manusia semata, melainkan untuk

menciptakan makhluk hidup semuanya, seperti binatang dan tumbuh-

tumbuhan, dan siapa tahu juga untuk menciptakan benda mati (Q.S.al-

Dzâriyât/51: 49 dan Q.S. al-Qaf/50: 7)… Apakah dari tulang rusuk laki-laki

perempuan diciptakan, tentu tidak masuk akal. Sesungguhnya ayat al-Qur’an

yang berbicara tentang laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan asal

penciptan diantara keduanya, bahkan menjadikan keduanya satu tabiat. Seperti

dipahami dari al-Qur'an Surat Ali Imrân/3 ayat 195 dan al-Qur'an Surat al-

Qiyâmah/75 ayat 36-39. Ini isyarat yang nyata, bahwa manusia pada

85 Abdulkarim al-Khaththab, al-Tafsir al-Qur’an Li al-Qur’an, (selanjutnya tertulis al-

Tafsir al-Qur’an) (Bairut: Daar al-Fikr, t.t.), Jilid II., h 682

Page 173: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

150

bentuknya diberi tabiat laki-laki dan perempuan artinya materi yang sama

untuk menciptakan laki-laki dan perempuan.86

Di atas terbaca kata lelaki disusul dengan kata banyak, sedang

perempuan tidak disertai dengan kata banyak. Aneka ragam kesan yang

diperoleh ulama dari redaksi itu. Kemudian Muhammad Quraish Shihab

mengutip Al-Biqa’i yang menyatakan bahwa, "Walaupun sebenarnya

perempuan lebih banyak dari laki-laki, tetapi kata banyak yang menyusul kata

lelaki itu untuk mengisyaratkan bahwa lelaki memiliki derajat lebih tinggi.

(Lebih lanjut lihat Tafsir al-Mishbah Vol.2, h.317)."87

Kemudian Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat

Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi, ”Sedang perempuan tinggal di rumah dan

mengurusnya agar rumah menjadi tempat yang tenang, sedang lelaki yang giat

bergerak di bumi ini, dan dengan demikian perempuan telah melaksanakan

tugasnya."88 Hal ini juga yang memperkuat bahwa kepemimpinan rumah

tangga ada di tangan suami yang akan dibicarakan pada sub bab berikutnya.

Memang kata بـث telah mengandung makna banyak, sehingga wajar

apabila dipertanyakan mengapa ada lagi kata banyak dan hanya dirangkaikan

dengan lelaki, tetapi kesan yang diperoleh oleh para ulama itu—sebagaimana

86 Abdulkarim al-Khaththab, al-Tafsir al-Qur’an …,Jilid.II h. 682 87 Mereka lebih kuat dan lebih jelas kehadirannya di tengah masyarakat dibanding

perempuan. Kemudian Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Fakhruddin al-Razi, sebelum al-Biqa’i juga berpendapat serupa. Kata banyak yang menyifati lelaki- dan bukan kata wanita- karena lelaki lebih populer, sehingga jumlah banyak mereka lebih jelas. Ini juga memberi peringatan tentang apa yang wajar bagi lelaki yaitu keluar rumah menampakkan diri dan menjadi populer, sedang yang wajar buat wanita adalah ketersembunyian dan kelemahlembutan. Begitu tulis al-Razi dan dikutip juga oleh Muhammad Sayyid Thantawi. Kemudian Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Syekh Muhammad Mutawali al-Sya’rawi mempertegas pendapat di atas. Tulisnya, ”Penyebaran di bumi seharusnya hanya khusus buat lelaki, karena Allah berfirman

)١٠: ٦٢/اجلمعة (فاذا قضيت الصالة فانتشروا ىف االرض وابتغوا من فضل اهللا واذكروا اهللا كثريا لعلكم تفلحون Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah

karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung (Q.S. al-Jumu’ah/62: 10) 88 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah …, Vol.2. h. 317

Page 174: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

151

halnya semua kesan—bersifat subjektif. Kita dapat menerima atau

menolaknya, apabila pakar-pakar bahasa menetapkan bahwa al-Qur’an

cenderung kepada penyingkatan redaksi. Karena kata mereka, walau di sini

tidak disebut kata banyak setelah penyebutan perempuan, tetapi sebenarnya

mereka pun banyak. Bahwa lelaki yang disifati demikian, karena lelaki yang

terlebih dahulu disebut. Penyebutannya lebih dahulu adalah wajar, karena dia

yang tercipta lebih dahulu, dan jenis kelamin anak cucunya akibat

pengembang-biakan itu ditentukan oleh gen lelaki. Baca tafsir ayat berikut:89

فأتوا حرثكم أنى شئتم وقدموا لأنفسكم واتقوا الله ساؤكم حرث لكمنمننيؤر المشبو لاقوهم كموا أنلماع٢٢٣: ٢/ البقرة( و(

Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (Q.S. al-Baqarah/2: 223).

Zaitunah Subhan menyatakan,

Dari beberapa pandangan mufasir atau intelektual kontemporer di atas dapat dianalisis bahwa pandangan pertama sepakat menyatakan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam karena berdasarkan kata nafsun wahidah yang diyakini dengan makna Adam, sehingga kata minha kembali pada kata ganti (dhomir) ha kepada Adam. Demikian pula kata zaujaha , diyakini sebagai istri Adam yaitu Hawa, sedangkan Adam sebagai penciptaan pertama. Walaupun dari segi bahasa kata nafsun bersifat umum (bisa pria dan wanita). Jenis kata nafs ini, termasuk muannats (dengan sifat yang muannats yaitu wahidah). Dhomir ha yang merujuk muannats (artinya wanita), mengapa kembali ke Adam yang diyakini pria.90

89 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah …,Vol. 2. h. 317 90 Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian Studi Bias Gender dalam Tafsir Qur’an, (selanjutnya

tertulis Tafsir Kebencian) (Yogyakarta: LKIS, 1999),h. 49

Page 175: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

152

Pertanyaan Zaitunah Subhan adalah mengapa kembali ke Adam yang

diyakini pria, kurang tepat alasannya, karena ha dhamir itu memang tidak

langsung kepada Adam, tapi kepada kata nafs yang semua orang ahli bahasa

sepakat bahwa kata tersebut adalah muannats majâzi. Tentu tidak salah ha

dhamir tersebut kembali kepada kata nafs. Namun, jika yang dimaksud dengan

kata nafs itu adalah jiwa Adam, hal itu tidak terlalu salah, karena ha dhamir

pada kata zaujaha menunjuk kepada Adam, sebab para ulama sepakat bahwa

Hawa adalah istri Adam.

Analisis Zaitunah terhadap hadis Bukhari tentang Hawa diciptakan

dari tulang rusuk Adam tidak harus dipahami secara harfiah, dapat penulis

terima. Tetapi ketika dia menyatakan bahwa matan hadis Bukhari belum tentu

qath’iy wurud dalalahnya sehingga dia menolak hadis tersebut, juga kurang

bijaksana karena dia baru menduga tapi belum menelitinya.

Penulis menyimpulkan bahwa penafsiran Quraish Shihab tentang kata

cenderung pada pendapat minoritas ulama yang menyatakan bahwa نفس واحدة

kata نفس واحدة, adalah Adam dan kata زوجها adalah Hawa. Tetapi dia tidak

sepakat bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam diartikan secara

harfiah, melainkan harus dipahami secara metaforis. Kemudian dia

menggunakan metode muqâran dengan memaparkan para ulama tafsir, baik

ulama klasik maupun ulama kontemporer. Dia juga menilai pendapat yang

menyatakan bahwa Hawa diciptakan dari diri Adam adalah pendapat mayoritas

ulama, sedangkan yang berpendapat, bahwa Hawa diciptakan dari jenis yang

sama dengan Adam adalah pendapat minoritas. Kemudian dia juga

mengingatkan kepada pembaca, bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk

Adam, bukan berarti bahwa kedudukan kaum perempuan selain Hawa lebih

Page 176: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

153

rendah dibanding lelaki, karena semua laki-laki dan perempuan lahir dari

gabungan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa Quraish

Shihab tidak menafikan hadis sahih tersebut, walaupun ada catatan-catatan.

Seperti tidak sependapat terhadap pernyataan, bahwa perempuan bagian dari

laki-laki, juga tidak sependapat bila hadis tersebut diartikan secara harfiah.

Ditinjau dari segi kemanusiaan lelaki dan perempuan tidak ada

bedanya. Tetapi Quraish Shihab memandang bahwa keduanya berbeda dari

segi fungsinya. Oleh karena itu Quraish Shihab menggambarkan lelaki dan

perempuan bagaikan jarum dan kain. Jarum harus lebih kuat dari pada kain dan

kain harus lebih lembut daripada jarum, agar kain dapat terjahit dengan baik.

Kemudian penulis mencoba membandingkan dengan tafsir yang belum

dirujuk oleh Quraish Shihab antara lain:

a. Tafsir al-Kasysyâf karya Zamakhsyari yang terkenal rasional dan beraliran

Mu'tazilah. Dia cenderung menafsirkan kata نفس واحدة adalah Adam dan

Adam diciptakan dari tanah, sedangkan Allah menciptakan istrinya (Hawa)

dari tulang rusuk Adam.91

b. Tafsir al-Asâs fî al-Tafsîr karya Said Hawa sama halnya dengan pendapat

Zamakhsyari yang menafsirkan kata نفس واحدة yaitu Adam, sedangkan

Hawa, istri Adam, diciptakan dari tulang rusuk kiri Adam ketika Adam

sedang tidur. Pada saat Adam bangun, Adam melihat Hawa yang membuat

Adam kagum. Lalu Adam dan Hawa menjalin cinta kasih sehingga

melahirkan laki laki dan perempuan yang banyak.92

91 Abu al-Qaasim Jaru Allah Mahmud Bin Umar Bin Muhammad al-Zamakhsyari, al-

Kasysyâf, (selanjutnya tertulis al-Kasysyâf) (Bairut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1995), Jilid I., h.451 92 Said Hawa , al-Asâs Fî al-Tafsîr, (selanjutnya tertulis al-Asâs Fî al-Tafsîr) (Cairo: Dâr

al-Salam, 1985), Jilid II., h. 984

Page 177: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

154

c. Tafsir al-Marâghi karya Ahmad Mushthafa al-Maraghi tidak sejalan

dengan Zamakhsyari dan Said Hawa. Al-Maraghi mengutip pendapat

jumhur bahwa kata فس واحدةن adalah Adam. Mereka tidak mengambil ayat

ini, akan tetapi didasarkan pada pemahaman bahwa Adam adalah Abu al-

Basyar (bapak manusia)…Dia juga mengutip pendapat al-Ustadz al-Imam

(Muhammad Abduh), ”Bahwa zahir ayat menolak maksud kata نفس واحدة adalah Adam dengan dua alasan. Pertama, pembahasan ilmiyah dan

sejarah bertentangan dengan pendapat tersebut. Kedua, bahwa Allah

menyebutkan kata رجاالكثريا و نساء tidak mengatakan والنساء لرجالا , akan

tetapi al-Qur’an tidak menafikan keyakinan ini dan tidak menetapkan

secara pasti tanpa adanya jalan takwil.93

Kemudian al-Maraghi mengambil kesimpulan, bahwa Allah telah

memperbanyak kalian dari satu jenis yang Allah ciptakan dari tanah dan

diciptakan dari tanah itu istrinya bernama Hawa. Hal ini didukung oleh

pendapat Abu Muslim al-Ashfihani, ”Bahwa makna منها adalah dari jenis

yang sama sebagaimana terdapat dalam Q.S. al-Rûm/30 ayat 21; Q.S. al-

Taubah/9: 128; dan Q.S.Ali Imrân/3: 164. Oleh karena itu tidak ada

perbedaan antara uslub-uslub ayat ini dan uslub-uslub ayat-ayat lain karena

makna semuanya adalah sama yaitu dari jenis yang sama. Orang yang

menetapkan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam bukan

bersumber dari al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 1 dan ayat yang lainnya.94 d. Al-Tafsîr al-Munîr karya Wahbah al-Zuhaily. Al-Zuhaily sejalan dengan

para mufasir sebelumnya. Dia menjelaskan bahwa, ”Kata نفس واحدة

93Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsîr al-Marâghî (selanjutnya tertulis Tafsir al-Maraghii)

(Mesir: Syarikah Maktabah wa Mathba’ah Mushthafa al-Halabi wa Awlâdih, 1974), Jilid IV, h. 175 94 Ahmad Mushthafa al-Maraghi, al-Tafsîr al-Marâghî…, Jilid.IV. h. 177

Page 178: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

155

adalah hanya Adam yang satu. Jika ada pendapat ada Adam-Adam yang

lain tentu bertentangan dengan al-Qur’an. Begitu juga maksud kata زوجها adalah Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk kiri Adam."95

Orang yang menganggap Hawa diciptakan dari jenis yang sama

bertentangan dengan hadis sahih, karena Allah mampu menciptakan

makhluk hidup dari makhluk hidup tanpa melalui proses kelahiran

sebagaimana Allah mampu menciptakan makhluk hidup dari benda mati

(tanah).96

e. Tafsir Nazhm al-Durar fî Tanâsub al-âyât Wa al-Suwar karya

Burhanuddin Abu Hasan Ibrahim Bin Umar al-Biqa’i. Al-Biqa'i tidak

sejalan dengan al-Maraghi. Dia menyatakan bahwa, ”Kata نفس واحدة adalah Adam sebagai jenis laki-laki yang diciptakan tanpa laki-laki dan

perempuan, kemudian kata زوجها adalah Hawa sebagai jenis perempuan

yang diciptakan dari laki-laki tanpa perempuan, dan Isa dilahirkan dari

perempuan tanpa laki-laki."97

2. Penciptaan manusia setelah Adam dan Hawa

Penciptaan manusia setelah Adam dan Hawa dapat dirujuk pada

firman Allah

ثم جعلناه نطفة في قرار )١٢(ولقد خلقنا اإلنسان من سلالة من طنية فخلقنا العلقة مضغة فخلقنا المضغة عظاما ثم خلقنا النطفة علق)١٣(مكني

95 Wahbah al-Zuhaily, al-Tafsîr al-Munîr, (selanjutnya tertulis al-Munîr) (Bairut: Dâr al-

Fikr al-Mu’âshir, 1998), Juz 5, h. 223 96 Wahbah al-Zuhaily, al-Munîr…, Juz 5. h. 224 97 Burhanuddin Abu Hasan Ibrahim Bin Umar al-Biqa’i , Nudzum al-Durar fî Tanâsub al-

âyât wa al-Suwar, (selanjutnya tertulis Nudzum al-Durar) (Bairut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1995), Juz 2, h. 206

Page 179: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

156

القنيالخ نسأح الله كاربفت رلقا ءاخخ اهأنشأن ا ثمملح ا العظامنوفكس )١٤ -١٢: ٢٣/املؤمنون(

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (Q.S.al-Mu'minûn/23:12-14) :

Berdasarkan ayat-ayat tersebut, Quraish Shihab menyebutkan ada

tujuh tahap proses kejadian manusia sehingga ia lahir di pentas bumi ini. Ayat

ini lebih kurang menyatakan bahwa,

Dan sesungguhnya Kami bersumpah bahwa Kami telah menciptakan manusia, yakni jenis manusia yang kamu saksikan. Bermula dari suatu saripati yang berasal dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya yakni saripati itu nuthfah yang disimpan dalam tempat yang kokoh yakni rahim ibu. Kemudian Kami ciptakan yakni jadikan nuthfah itu 'alaqah lalu Kami ciptakan yakni jadikan 'alaqah itu mudhgah yang merupakan sesuatu yang kecil sekerat daging, lalu Kami ciptakan yakni jadikan mudhghah itu tulang belulang, lalu Kami bungkus tulang-belulang itu dengan daging, kemudian Kami mewujudkannya yakni tulang yang terbungkus daging itu menjadi—setelah Kami meniupkan ruh ciptaan Kami kepadanya—makhluk lain daripada yang lain yang sepenuhnya berbeda dengan unsur-unsur kejadiannya yang tersebut diatas bahkan berbeda dengan makhluk-makhluk lain. Maka Maha banyak lagi mantap keberkahan yang tercurah dari Allah, Pencipta Yang Terbaik. Kemudian sesungguhnya kamu wahai anak cucu Adam sekalian sesudah itu, yakni sesudah melalui proses tersebut dan ketika kamu berada di pentas bumi ini dan melalui lagi proses dari bayi, anak kecil, remaja, dewasa, tua, dan pikun, benar-benar kamu akan mati baik pada masa pikun maupun sebelumnya. Kemudian setelah kamu mati dan dikuburkan, sesunguhnya kamu sekalian pada hari kiamat nanti akan dibangkitkan dari kubur kamu untuk dimintai pertanggungjawaban, lalu masing-masing Kami beri balasan dan ganjaran.98

98 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. IX., h. 165-166

Page 180: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

157

Kemudian Quraish Shihab menjelaskan bahwa,

Berbeda-beda pendapat ulama tentang siapa yang dimaksud kata االنسان pada ayat 12 di atas. Banyak yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah Adam. Memang ayat selanjutnya menyatakan Kami menjadikannya nuthfah, bukan Kami menjadikan keturunannya nuthfah. Ini—menurut penganut pendapat diatas—tidak menjadi halangan, karena sudah demikian populer bahwa anak keturunan Adam meliputi proses nuthfah, bagi yang tidak menerima pendapat di atas, ada yang menyatakan bahwa kata االنسان dimaksud adalah jenis manusia. Al-Biqa’i misalnya menulis bahwa kata adalah saripati dari tanah, merupakan tanah yang menjadi bahan ساللة من طني

penciptaan Adam. Thaba Thaba’i juga berpendapat bahwa yang dimaksud dengan االنسان tidak mungkin Adam. Sedangkan Thahir Ibnu Asyur, walaupun membuka kemungkinan memahami kata االنسان dalam arti Adam, cenderung berpendapat bahwa kata االنسان yang dimaksud adalah putra putri Adam as.Sari pati dari tanah itu menurutnya adalah apa yang diproduksi oleh alat pencernaan dari bahan makanan yang kemudian menjadi darah, yang kemudian berproses hingga ahirnya menjadi sperma ketika terjadi hubungan seks. Nah, inilah yang dimaksud dengan saripati tanah karena ia berasal dari makanan manusia—baik tumbuhan maupun hewan yang bersumber dari tanah.99

Lebih lanjut Quraish Shihab menjelaskan bahwa,

Apapun pendapat yang anda kuatkan, yang jelas kata ساللة terambil dari kata سل yang antara lain berarti mengambil, mencabut. Patron kata ini mengandung makna sedikit, sehingga kata ساللة berarti mengambil sedikit dari tanah dan yang diambil itu adalah saripatinya. Kemudian kata نطفة dalam bahasa Arab berarti setetes yang dapat membasahi. Ada juga yang memahami kata itu dalam arti hasil pertemuan seperma dan ovum. Penggunaan kata ini menyangkut proses kejadian manusia sejalan dengan penemuan ilmiah yang menginformasikan bahwa pancaran mani yang menyembur dari alat kelamin laki-laki mengandung sekitar dua ratus juta benih manusia, sedangkan yang berhasil bertemu dengan indung telur perempuan hanya satu saja. Kata علقة terambil dari kata علق dalam kamus-kamus bahasa, kata itu diartikan dengan (a) segumpal darah yang membeku, (b) sesuatu yang seperti cacing berwarna hitam, terdapat dalam

99 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. IX., h. 166

Page 181: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

158

air, yang bila air itu diminum, cacing tersebut menyangkut di kerongkongan, dan (c) sesuatu yang bergantung atau berdempet.100

Quraish Shihab juga menjelaskan bahwa,

Dahulu kata tersebut dipahami dalam arti segumpal darah, tetapi setelah kemajuan ilmu pengetahuan serta maraknya penelitian, para embriolog enggan menafsirkannya dalam arti tersebut. Mereka lebih cenderung memahaminya dalam arti sesuatu yang bergantung atau berdempet di dinding rahim. Menurut mereka, setelah terjadi pembuahan (nuthfah yang berada dalam rahim itu), maka terjadi proses di mana hasil pembuahan itu menghasilkan zat baru, yang kemudian terbelah menjadi dua, lalu yang dua menjadi empat, empat menjadi delapan, demikian seterusnya berkelipatan dua, dan dalam proses itu, ia bergerak menuju ke dinding rahim dan ahirnya bergantung atau berdempet di sana. Nah, inilah yang dinamai 'alaqah oleh al-Qur'an. Dalam priode ini—menurut para pakar embriologi—sama sekali belum ditemukan unsur-unsur darah, dan karena itu tidak tepat menurut mereka, mengartikan 'alaqah atau 'alaq dalam arti segumpal darah. Kata مضغة terambil dari kata مضغ yang berarti mengunyah. adalah sesuatu yang kadarnya kecil sehingga dapat مضغةdikunyah.101

Lebih lanjut Quraish Shihab juga menjelaskan bahwa,

Kata كـسونا terambil dari kata كـسى yang berarti membungkus. Daging diibaratkan pakaian yang membungkus tulang. Sayyid Qutub menulis bahwa di sini seseorang berdiri tercengang dan kagum di hadapan apa yang diungkap al-Qur’an menyangkut hakekat pembentukan janin yang tidak diketahui secara teliti kecuali baru-baru ini setelah kemajuan yang dicapai oleh Embriologi. Kekaguman itu lahir antara lain setelah diketahui bahwa sel-sel daging berbeda dengan sel-sel tulang dan juga setelah terbukti bahwa sel-sel tulang tercipta sebelum sel-sel daging, dan bahwa tidak terdeteksi adanya satu sel daging sebelum terlihat sel-sel tulang, persis seperti yang diinformasikan ayat di atas, ”Lalu Kami ciptakan mudhgah itu tulang-belulang, lalu Kami bungkus tulang-belulang itu dengan daging. Maha suci Allah Yang Maha Mengetahui yang umum dan yang rinci.102

100 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. IX., h. 166 101 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. IX., h. 167 102 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 9, h. 167

Page 182: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

159

Dalam hal ini Muhammad Quraish Shihab mengacu kepada akar kata

bahasa, lalu dibandingkan dengan ilmu pengetahuan melalui pendapat pakar

Embriologi. Mengingat metode tafsir al-Mishbah itu berbentuk tahlîli, maka

untuk mengetahui penafsiran ayat-ayat jender yang ada padanya harus

membaca tafsirnya secara keseluruhan, sehingga memahaminya tidak parsial

yang memang dianjurkan penulisnya.

C. Ayat Ayat Kewarisan

Untuk membahas masalah kewarisan dapat merujuk kepada firman

Allah

لذكر مثل حظ الأنثيين فإن كن نساء فوق اثنتين فلهن ثلثا يوصيكم الله في أولادكم لما ترك وإن كانت واحدة فلها النصف ولأبويه لكل واحد منهما السدس مما ترك إن

كني فإن لم لدو ه كان لهة فلأموإخ ه الثلث فإن كان لهفلأم اهوأب رثهوو لدو له لكم بأقر مهون أيردلا ت كماؤنأبو كماؤن ءابيد ا أووصي بهة يصيد وعب من سدالس

)١١ : ٤/النساء(ا الله كان عليما حكيمنفعا فريضة من الله إن

Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan. Jika yang meninggal itu mempunyai anak. Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. al-Nisâ’/4: 11)

Page 183: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

160

Muhammad Shahrur memandang ayat di atas bias jender. Dia

menyatakan bahwa, "Ayat ini dianggap bersifat kondisional, karena menurut

dia Allah menunjukkan bahwa jatah laki-laki menjadi dua kali lipat dari jatah

perempuan dalam satu kasus saja, yaitu ketika adanya dua perempuan

berbanding dengan satu laki-laki. Hal ini berarti bahwa dalam wilayah

himpunan, jatah laki laki adalah dua kali lipat jatah perempuan ketika jumlah

perempuan dua kali lipat jumlah laki laki."103 Begitu juga dalam buku Keadilan Kesetaraan Gender Perspektif Islam

yang disusun oleh Tim Lembaga Kajian Agama dan Jender tersirat bahwa ayat

tersebut bias jender. Dengan mengutip seorang mufasir dari anak benua India,

Parves, dalam buku tersebut dijelaskan, "Anak perempuan memperoleh separo

dari laki-laki setelah ayahnya meninggalkan wasiat dan memberi anak

perempuannya sebanyak yang ia sukai… sehingga mereka mendapat bagian

yang sama dengan saudara laki-lakinya. Hukum waris Islam baru bisa

dilaksanakan ketika wasiatnya tersebut telah dilaksanakan secara benar."104

Penulis tidak sependapat dengan Muhammad Shahrur dan Siti Musdah

Mulia diatas, karena tidak ada petunjuk al-qur’an dan hadis yang diungkapkan

oleh kedua orang tersebut, bahkan yang ada adalah wasiat Allah untuk

membagi waris sesuai dengan ketentuan Allah (Q.S.al-Nisâ’/4:11)

Para mufasir pada umumnya berbeda dengan pendapat Muhammad

Syahrur dan Siti Musdah Mulia. Said Hawa misalnya, menyatakan :”Bahwa

Q.S.al-Nisâ’/4:11 Allah memerintahkan untuk berbuat adil pada anak laki-laki

103 Muhammad Syahrur, Dirâsah Islâmiyah Mu'âshirah Nahwa Ushûl Jadîdah lil Fiqhi al-

Islâmi, yang diterjemahkan oleh Sahiron Syamsudin yang diberi judul Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, (selanjutnya tertulis Metodologi Fiqih) (Jakarta: ELSAQ Press, 2004), h. 342

104 Siti Musdah Mulia at.al., Keadilan dan Kesetaraan Gender Perspektif Islam, (selanjutnya tertulis Keadilan Jender) (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender, 2003), Cet. II, h. 102

Page 184: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

161

dan perempuan dalam asal waris walaupun berbeda jumlah bagian dari

masing-masing, seperti laki-laki dua kali bagian perempuan karena laki-laki

diwajibkan memberi nafkah dan diberi beban untuk usaha."105

Ahmad Mushthafa al-Maraghi menjelaskan bahwa,

Kaum laki-laki mendapat dua bagian perempuan, tidak menggunakan perempuan setengah dari laki-laki apabila ada laki-laki dan perempuan…. Hikmah dari laki-laki mendapat dua bagian perempuan, karena laki-laki memerlukan untuk membayar nafkah pada dirinya dan pada istrinya, maka dia mendapat dua bagian, sedangkan perempuan dia hanya membayar nafkah untuk dirinya sendiri, bahkan bila dia kawin, maka nafkah dirinya ditanggung suaminya.106

Zamakhsyari (467-538 H.) berpendapat bahwa,

Jika kamu bertanya apakah laki-laki mendapat dua bagian perempuan, maka jawabannya adalah karena laki-laki mempunyai keutamaan…. Ini jika terkumpulnya laki-laki dan perempuan, sedangkan jika terjadi hanya satu jenis saja, seperti seorang anak laki-laki, maka anak laki-laki itu mengambil harta warisan secara keseluruhan, sedangkan jika hanya dua perempuan, maka keduanya mengambil 2/3 harta warisan.107

Sehubungan dengan hal ini Muhammad Quraish Shihab menjelaskan

bahwa ayat tersebut tidak bias jender bila mufasir menerjemahkan ayat-ayat al-

Qur'an secara utuh, tidak secara parsial. Oleh karena itu ketika menafsirkan

ayat tersebut (Q.S. al-Nisâ’/4: 13-14) Quraish Shihab menegaskan, "Setelah

Allah menjelaskan rincian bagian untuk masing-masing ahli waris, kedua ayat

di atas memberi dorongan, peringatan, janji dan ancaman dengan menegaskan

bahwa bagian-bagian yang ditetapkan di atas, itu adalah batas-batas Allah,

105 Said Hawa , al-Asâs Fî al-Tafsîr …, Jilid. II., h. 1009 106 Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi…, Jilid.IV. h. 196 107 Abu al-Qaasim Jaru Allah Mahmud Bin Umar Bin Muhammad al-Zamakhsyari, al-

Kasysyaf…, Jilid.I, h.469

Page 185: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

162

yakni ketentuan ketentuan-Nya yang tidak boleh dilanggar. (Lebih lanjut lihat

Tafsir al-Mishbah, Vol.2, h. 350).108

Perlu dicatat bahwa setiap peradaban menciptakan hukum sesuai dengan

pandangan dasarnya tentang wujud, alam, dan manusia. Setiap peradaban

membandingkan sekian banyak nilai kemudian memilih atau menciptakan apa

yang dinilainya terbaik. Oleh karena itu, merupakan kekeliruan besar

memisahkan antara satu hukum syara’ yang bersifat juz'i dengan pandangan

dasarnya yang menyeluruh. Siapa yang menafsirkan satu teks keagamaan atau

memahami ketentuan hukum agama terpisah dari pandangan menyeluruh

agama itu tentang Tuhan, alam, dan manusia—laki-laki dan perempuan—pasti

akan terjerumus dalam kesalahpahaman penilaian, dan ketetapan hukum

parsial yang keliru. Termasuk dalam hal ini pandangan Islam tentang waris,

khususnya menyangkut hak laki-laki dan perempuan.109

Sangat sulit untuk menyatakan bahwa perempuan sama dengan laki-

laki, baik atas nama ilmu pengetahuan maupun agama. Adanya perbedaan

antara kedua jenis manusia itu harus diakui, suka atau tidak.

Mempersamakannya hanya akan menciptakan jenis manusia baru, bukan laki-

laki dan bukan perempuan. Kaidah yang menyatakan bahwa fungsi/peranan

utama yang diharapkan menciptakan alat, masih tetap relevan untuk

dipertahankan. Tajamnya pisau dan halusnya bibir gelas, karena fungsi dan

108 Siapa yang taat kepada Allah dan Rasulnya dengan mengindahkan batas batas itu,

niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalannya sungai-sungai, sedangkan mereka kekal di dalamnya, dan itulah keberuntungan yang besar. Dan siapa yang mendurhakai Allah dan Rasulnya dengan mempersekutukan-Nya dan melanggar ketentuan ketentuan-Nya di atas, niscaya Allah memasukkanya ke dalam api neraka, sedangkan ia kekal di dalamnya, dan yang mendurhakai Allah tapi tidak mempersekutukan-Nya, maka baginya siksa yang menghinakan, setimpal dengan sikap mereka melecehkan ketentuan Allah dan meremehkan orang orang yang mereka halangi hak haknya.

109 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol.2. h. 351

Page 186: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

163

peranan yang diharapkan darinya berbeda! Kalau merujuk kepada teks

keagamaan—baik al-Qur'an maupun Sunnah—ditemukan tuntunan dan

ketentuan hukum yang disesuaikan dengan kodrat, fungsi, dan tugas yang

dibebankan kepada mereka.110

Laki-laki dibebankan oleh agama membayar mahar, membelanjai istri,

dan anak-anaknya, sedangkan perempuan tidak demikian. Maka bagaimana

mungkin, al-Qur'an dan Sunnah akan mempersamakan bagian mereka?

Bahkan—boleh jadi—tidak keliru pendapat asy-Sya'rawi yang menyatakan

bahwa jika berbicara tentang kepemihakan, maka sebenarnya al-Qur'an lebih

berpihak kepada perempuan yang lemah itu daripada lelaki (lebih lanjut lihat

Tafsir al-Mishbah Vol.2,h. 352).111

Dalam hal waris, Muhammad Quraish Shihab tetap berpedoman pada

instrumen العربة بعموم اللفظ ال خبصوص السبب, artinya ayat tersebut berlaku umum

tidak kondisional. Sedangkan sebagian mufasir menggunakan instrumen العربة artinya ayat ini bersifat kondisional tidak berlaku , خبصوص السبب ال بعموم اللفظ

secara umum. Kelompok kedua ini beranggapan bahwa waris mewaris itu

termasuk mu’âmalat, maka tidak harus mengikuti teks ayat. Sedangkan

kelompok pertama beranggapan, bahwa ayat waris mewaris termasuk ayat-ayat

110 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol.2. h. 351 111 Lelaki membutuhkan istri tetapi dia yang harus membiayainya. Wanita juga

membutuhkan suami tetapi dia tidak wajib membelanjainya, bahkan dia yang harus dicukupi kebutuhannya. Kalau kita berkata bahwa lelaki harus membelanjai wanita sebenarnya ditetapkan Allah untuk dirinya dan istrinya. Seandainya ia tidak wajib membelanjainya maka setengah dari yang seharusnya ia terima itu dapat mencukupinya. Di sisi lain, bagian wanita yang satu itu, sebenarnya cukup untuk dirinya sebagaimana kecukupan satu bagian buat pria seandainya dia tidak kawin. Tetapi jika wanita itu kawin, maka keperluan hidupnya ditanggung oleh suami, sedang bagiannya yang satu dia dapat simpan tanpa dia belanjakan. Nah siapakah yang habis dan siapa pula yang utuh bagiannya jika dia kawin? Jelas lelaki akan habis, karena dua bagian yang dimilikinya harus dibagi dua, sedang apa yang dimiliki oleh wanita tidak digunakannya sama sekali. Jika demikian–dalam soal waris mewarisi ini—keberpihakan Allah kepada perempuan lebih berat daripada keberpihakan-Nya kepada lelaki.

Page 187: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

164

qath’i, maka sekalipun ayat-ayat waris itu termasuk mu’âmalat, maka wajib

diikuti tidak boleh dilanggar dan yang melanggarnya akan berdosa besar

bahkan dikatakan kafir.

Muhammad Quraish Shihab menyatakan dalam bukunya yang berjudul “Perempuan” ,

Ayat di atas berbicara tentang hak anak perempuan dan lelaki dalam kewarisan, bukan hak semua perempuan atau semua lelaki, dan bukan dalam segala persoalan. Hal ini perlu digarisbawahi, karena tidak semua ketentuan agama dalam bidang kewarisan membedakan antara perempuan dan lelaki. Ibu dan ayah apabila ditinggal mati oleh anaknya, sedang sang anak meninggalkan juga anak-anak lelaki atau anak-anak lelaki dan perempuan, maka ketika itu sang ayah dan ibu masing-masing memperoleh bagian yang sama, yakni 1/6 (baca lanjutan ayat di atas).112

Bahkan Muhammad Quraish Shihab tidak dapat menerima pendapat

sementara pemikir kontemporer yang menduga bahwa ketetapan warisan

tersebut bukan ketetapan final. Maka ia dapat saja direvisi dan dikembangkan

dengan menetapkan kesamaan bagian anak perempuan dengan anak lelaki

dalam perolehan hak waris. Pendapat yang antara lain dikemukakan oleh Nashr

Abu Zaid ini, sulit diterima karena bukankah Allah telah menetapkan

kesempurnaan agama, dalam arti tuntunan-Nya telah final (Q.S. al-Mâidah/5:

3), dan bukankah setelah menjelaskan rincian perolehan masing-masing ahli

waris dinyatakan-Nya, bahwa siapa yang taat pada Allah dan Rasul-Nya, akan

mendapat surga, dan siapa yang mendurakai Allah dan Rasul-Nya, akan

dimasukkan ke neraka. (Q.S. al-Nisâ’/4: 13-14).113 Selanjutnya Quraish Shihab menyatakan:

Bila ada orang tua merasa bahwa ketetapan Tuhan di atas tidak adil apabila dia telah memenuhi banyak kebutuhan anak laki-lakinya. Untuk

112 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 261 113 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 264

Page 188: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

165

kasus semacam ini, Muhammad Quraish Shihab memberi solusi dengan cara memberi anak perempuan—semasa hidup sehatnya—sejumlah yang dianggapnya dapat menghasilkan keadilan di antara anak-anaknya. Karena Allah telah memberi wewenang kepada siapapun untuk menghadiahkan hartanya selama yang bersangkutan masih sehat, tetapi begitu dia sakit-sakitan, maka wewenangnya dalam menghibahkan hartanya tinggal sepertiga. Bila dia meninggal dunia, maka ia tidak lagi memiliki wewenang dan harta tersebut kembali menjadi milik Allah. Hanya Dialah yang berwenang penuh membaginya sebagaimana ditetapkan-Nya dalam ketentuan hukum waris.114 Hal tersebut sejalan dengan pendapat Mahmud Syaltut yang

mengatakan, ”Bagian perempuan setengah dari bagian laki-laki dalam masalah

waris. Islam tidak menjadikan dasar bahwa kemanusiaan perempuan lebih

sedikit daripada kemanusiaan laki-laki, tapi dikarenakan faktor lain yaitu

suami dibebani memberi nafkah keluarga, yaitu istri, anak dan keluarga dekat,

begitu juga dibebani membayar mahar kepada istri sebagai tanda kecintaan

suami pada istrinya. Sedangkan istri dibebani untuk mengatur rumah dan

urusan hamil, melahirkan, mengasuh anak-anaknya."115

Begitu juga ketika perempuan itu dicerai, maka perempuan itu berhak

mendapatkan nafkah iddah sebagaimana layaknya hidup suami-istri, dan

berhak mendapat hadiah selain nafkah iddah. Sebagaimana ditegaskan dalam

al-Qur'an Surat al-Baqarah/2 ayat 241. Sedangkan suami dituntut membiayai

dirinya, anak-anaknya, dan istrinya yang baru, bahkan kedua orang tuanya dan

keluarga dekatnya yang miskin.116

Ketika menafsirkan al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 32, Muhammad

Quraish Shihab juga menegaskan:”Bahwa ayat ini berpesan agar tidak

berangan-angan dan berkeinginan yang dapat mengantar kepada pelanggaran-

114 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 266 115 Mahmud Syaltut, al-Islâm Aqîdah wa al-Syarî’ah, (selanjutnya tertulis Aqîdah Wa al-

Syarî’ah) (Bairut: Daar al-Qalam, 1966), h. 247 116 Mahmud Syaltut, Aqîdah wa al-Syarî’ah…, h. 248

Page 189: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

166

pelanggaran ketentuan-ketentuan Allah, termasuk ketentuan-Nya menyangkut

pembagian waris, yang menetapkan bahwa laki-laki mendapat bagian lebih

banyak dari perempuan.”117 Dapat juga dikatakan bahwa lelaki dan perempuan, masing-masing telah

mendapatkan bagian dari ganjaran Ilahi berdasarkan amal mereka. Maka tidak

ada gunanya perempuan berangan-angan untuk melakukan pekerjaan-

pekerjaan yang ditetapkan Allah buat lelaki, dan sebaliknya pun demikian,

karena ganjaran bukannya terbatas pada amalan tertentu saja. Banyak cara

untuk memperoleh ganjaran, sehingga tidak pada tempatnya perempuan iri hati

dan merasa tidak senang terhadap laki-laki dalam warisan dua kali lipat dari

perolehan anak perempuan. Mereka tidak perlu iri hati, karena perolehan

perempuan bukan hanya bersumber dari harta warisan, tetapi juga dari

suaminya yang harus membayar mahar dan mencukupkan kebutuhan

hidupnya.118 Kemudian ketika M.Quraish Shihab menafsirkan al-Qur'an Surat al-

Nisâ’/4 ayat 34 dia juga menegaskan bahwa, "Ayat ini menjelaskan

keistimewaan yang dianugerahkan Allah itu antara lain karena masing-masing

mempunyai fungsi yang harus diembannya dalam masyarakat sesuai dengan

potensi dan kecenderungan jenisnya. Karena itu pula, surat al-Nisâ’ ayat 32

mengingatkan bahwa Allah telah menetapkan bagian masing-masing

menyangkut harta warisan, yang di dalamnya terlihat adanya perbedaan antara

laki-laki dan perempuan. Kini, fungsi dan kewajiban masing masing jenis

kelamin, serta latar belakang perbedaan itu disinggung oleh ayat ini dengan

menyatakan bahwa para lelaki yakni jenis kelamin laki-laki atau suami adalah

117 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol.2. h. 396 118 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol.2. h. 398

Page 190: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

167

Qawwâmûn, pemimpin dan penanggung jawab atas para perempuan. Oleh

karena itu, Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain

dan karena mereka yakni laki-laki secara umum atau suami telah menafkahkan

sebagian dari harta mereka untuk membayar mahar dan biaya hidup untuk istri

dan anak-anaknya." 119

Jadi Islam membagikan warisan kepada perempuan setengah dari

bagian laki-laki. Ini sesuai dengan kehormatannya, yakni ia lepas dari

tanggung jawab untuk memberikan nafkah. Dari bagian itu, ia tidak

berkewajiban untuk mengeluarkan nafkah sekalipun untuk dirinya sendiri

ataupun untuk anak- anaknya, melainkan hartanya itu menjadi miliknya

sendiri.120 Muhammad Mutawalli Sya’rawi sejalan dengan Muhammad Quraish

Shihab, mengatakan bahwa

Apabila kita membahas suatu masalah yang sukar dicari penyelesaiannya oleh akal, sebaiknya kita mencari hal-hal yang ada persamaannya sebagai bahan perbandingan. Seperti perempuan dan laki-laki, di mana persamaan dan perbedaannya? Persamaannya adalah bahwa keduanya sama-sama manusia. Perbedaannya adalah bahwa yang satu berjenis perempuan dan yang satu lagi berjenis lelaki. Pembagian jenis itu semata-mata hanyalah pembagian tugas, karena setiap jenis punya kekhususan, punya fungsi, kedudukan dan tugas masing-masing. Apabila tugas dan kepentingan keduanya sama tentu cukup hanya satu jenis saja.121

Sebagai contoh, waktu dan zaman yang meliputi malam dan siang yang

sebagian orang mengira bahwa malam dan siang adalah berlawanan. Yang satu

terang dan yang satu lagi gelap. Bukan begitu, kata Sya’rawi. Keduanya tidak

119 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol.2. h. 402 120 Anwar Jundi, Gelombang Tantangan Muslimah, Terjemahan Ahsin Wijaya,

(selanjutnya tertulis Tantangan Muslimah) (Solo: CV Pustaka Mantiq, 1989), Cet.III, h. 36 121 Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Wanita Dalam al-Qur’an, terjemahan Abu Abdillah

al-Mansur, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 8

Page 191: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

168

berlawanan. Siang bukan untuk melawan malam begitu juga sebaliknya.

Keduanya tidak bisa dicari perbandingannya. Masing-masing melaksanakan

tugas yang tidak bisa dilakukan oleh yang lain. Keduanya punya tugas sendiri,

ada tugas siang hari dan ada yang tugas malam hari.122

Hal ini sesuai dengan Firman Allah

هو الذي جعل لكم الليل لتسكنوا فيه والنهار مبـصرا إن فـي ذلـك لآيـات لقـوم )٦٧ : ١٠/يونس(يسمعون

Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar. (Q.S.Yûnus/10: 67)

Dari sini jelas, bila kita memaksakan untuk menyamakan dua jenis laki-

laki dan perempuan, berarti kita mengabaikan tugas pokok dari kedua jenis

tersebut.

Ketetapan Allah yang menjadikan siang dan malam adalah persoalan

semesta yang tidak bisa dicampuri oleh manusia. Ketentuan itu mirip dengan

adanya laki-laki dan perempuan, tidak ada makhluk yang dapat menentang

kehendak Allah swt.123

Hal ini sesuai dengan Firman Allah

شغل إذا يالليلى ىوجار إذا تهالنا ومثى والأنو الذكر لقى ختلش كميع٩٢/الليل (إن س :٤-١ (

Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan, sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. (Q.S. al-Lail/92: 1- 4)

122 Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Wanita Dalam al-Qur’an…, h. 8 123 Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Wanita Dalam al-Qur’an…, h. 11

Page 192: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

169

Allah juga memperingatkan kepada semua manusia agar tidak saling iri

satu dengan yang lainnya (Q.S. al-Nisâ’/4: 32) Perbedaan jenis tentu

dimaksudkan agar tidak terjadi benturan kepentingan. Sebab bila keduanya

berebut fungsi dan tugas, maka akan merusak kelestarian alam semesta.

Terhadap ayat tersebut Ibnu Katsir berkomentar,

Allah memerintahkan kepada kalian untuk berbuat adil pada mereka, karena orang-orang jahiliyah dahulu menjadikan seluruh warisan hanya untuk kaum laki-laki, sedangkan kaum perempuan tidak mendapatkan sama sekali, lalu Allah memerintahkan untuk menyamakan di antara mereka dalam masalah asal waris, walaupun kedua belah pihak berbeda jumlah penerimaannya, seperti laki-laki mendapat dua bagia perempuan, hal itu disebabkan laki-laki diberi beban membari nafkah.124

Al-Syanqithi berpendapat bahwa, "Dalam ayat tersebut tidak disebutkan

hikmah laki-laki lebih banyak dari perempuan dalam menerima waris, padahal

keduanya sama dalam kedekatannya. Namun hal itu ada isyarat pada ayat lain

yaitu al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 34, yaitu karena laki-laki mempunyai

kelebihan fisik dan memberi nafkah."125

Menurut Muhammad Imarah, bahwa dalam al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4

ayat 11 yang menyatakan bahwa,

Laki-laki mendapat dua bagian perempuan, bukan kaidah yang diperlakukan semua keadaan dalam masalah waris, melainkan diperlakukan pada hal-hal tertentu dan terbatas. Perbedaan penerimaan waris tidak mengacu kepada ukuran laki-laki dan perempuan, tapi mengacu pada kondisi penerima waris, seperti kedekatan hubungan antara pewaris dengan yang meninggal, kedudukan generasi pewaris yang masih panjang menerima beban hidup, menerima beban materi yang diharuskan oleh syar’i.126

124 Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzîm, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1992), Jilid I, h. 565. Lihat

Muhammad al-Razi, Tafsir al-Fakhru al-Razi, (Bairut: Dâr al-Fikr,t.t.), jilid IX, h.213 Lihat Abdulkarim al-Khaththab, Tafsir al-Qur’an Li al-Qur’an, (Bairut: Dâr al-Fikr, t.t.), Jilid.II, h. 709

125 Muhammad al-Amin Ibnu Muhammad al-Mukhtar al-Jakni al-Syanqithi, Adwâ al-Bayân, (Riyadh: Mathba’ah al-Ahliyah, t.t.) Jiid. I, h. 370

126 Muhamad Imarah, al-Tahrîr al-Islâmi li al-Mar’ah, (selanjutnya tertulis Tahrîr al-Mar’ah) (Cairo: Dar al-Syuruq, 1968), h. 68

Page 193: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

170

Sedangkan Salim al-Bahnasawi menjelaskan bahwa "Perbedaan bagian

waris tidak berkaitan dengan laki-laki dan perempuan, melainkan karena

perbedaan beban materi dan semacamnya yang tidak dapat dijangkau/diketahui

oleh manusia. Hal ini dapat dilihat pada beberapa pembagian warisan menurut

al-Qur’an yaitu:

a. Bagian perempuan sama persis dengan bagian laki-laki seperti bagian

Ayah dan Ibu. Keduanya sama-sama mendapat 1/6 dari seluruh harta

warisan jika ada anak لدو إن كان له كرا تمم سدا السمهاحد منه لكل ويولأب١١ :٤/النساء (و(

Dan untuk dua orang tua (ayah dan ibu) masing-amsing mendapat 1/6 dari harta yang ditinggalkan, jika yang meningggal itu punya anak. (Q.S.al-Nisâ’/4: 11)

b. Bagian perempuan sama dengan bagian laki-laki seperti jika seorang

meninggal baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan

ayah dan juga tidak meninggalkan anak, tapi mempunyai seorang saudara

laki-laki seibu saja atau mempunyai seorang saudara perempuan seibu saja.

Bagian mereka masing-masing dari kedua jenis saudara itu mendapat 1/6

dari harta warisan. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang,

maka mereka bersekutu dalam 1/3 harta warisan.

وإن كان رجل يورث كلالة أو امرأة وله أخ أو أخت فلكل واحد منهما السدس فإن كانوا ) ١٢: ٤/النساء( أكثر من ذلك فهم شركاء في الثلث

Jika seorang meninggal baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu atau seorang saudara perempuan seibu, maka bagi mereka masing-masing laki-laki maupun perempuan mendapat 1/6 dari harta warisan. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam bagian sepertiga itu. (Q.S. al-Nisâ’/4: 12)

Page 194: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

171

c. Jika Anak itu semuanya perempuan lebih dari dua (dua ke atas) maka

mereka mendapat 2/3 dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan

itu hanya seorang saja maka ia mendapat setengah dari seluruh harta waris.

Untuk dua orang tua (ayah dan ibu) bagi mereka masing-masing mendapat

1/6 dari harta yang ditinggalkan.

ا النة فلهاحدو تإن كانو كرا تثلثا م نن فلهيتاثن قاء فونس احد فإن كنه لكل ويولأبو فصلدو إن كان له كرا تمم سدا السمه١١: ٤/النساء (من (

Dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, dan jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh setengah harta. Dan untuk dua orang tua (ayah dan ibu) masing-masing mendapat seperenam dari harta yang ditiggalkannya, jika yang meninggal itu mempunyai anak. (Q.S.al-Nisâ’/:11)

d. Anak perempuan mendapat setengah anak laki-laki.

)١١ : ٤/النساء (يوصيكم الله في أولادكم للذكر مثل حظ الأنثيين

”Allah mensyariatkan bagimu tentang pembagian waris untuk anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan.” (Q.S. al-Nisâ’/4:11)

e. Perbedaan ini mempunyai sebab yang tidak bisa dijangkau oleh

sebahagian akal manusia.127

باؤكم وأبناؤكم لا تدرون أيهم أقرب لكم نفعا فريضة من الله إن الله كان عليما حكيما آ ) ١١: ٤/النساء(

Para orang tuamu dan anak-anakmu, kalian tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S.al-Nisâ’/4 : 11)

Wahbah al-Zuhaili menjelaskan bahwa, ”Bagian waris laki-laki dua kali

lipat perempuan disebabkan laki-laki dituntut memberi nafkah, bekerja,

127 Salim al-Bahnasawi, al-Mar’ah Baina al-Islâm Wa al-Qawânîn al-Alamiyah,

(selanjutnya tertulis al-Mar’ah Wa al-Qawânîn) (Kuwait: Dâr al-Wafa, 2003), h. 185

Page 195: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

172

mencari rizki, dan membayar mahar istrinya. Sedangkan perempuan baik

anak perempuan, saudara perempuan, ibu, istri, atau bibi tidak dituntut

seperti laki-laki, kecuali jika sudah besar dia menafkahi dirinya selama

belum nikah."128

Sedangkan ayah dan ibu jika ada anak mendapatkan sama karena hanya

untuk memberikan kemuliaan kepada keduanya. Tetapi, kedua orang tua

bagiannya lebih kecil daripada anak, karena keduanya sudah tua sehingga

tidak berkewajiban untuk memberi nafkah kepada anak-anaknya

melainkan anak-anaknya yang dewasa itulah yang harus memberi nafkah

kedua orang tuanya. Sedangkan anak-anaknya masih membutuhkan nafkah

yang banyak disebabkan masih kecil, atau karena perlu biaya untuk

menikah dan banyak menanggung beban hidup ketika dewasa.129

Wahbah al-Zuhaili menentang orang yang melakukan pembagian waris

tidak dengan ketentuan Allah, bahkan berdasarkan adat istiadat masyarakat

setempat, atau dengan mengadopsi antara peraturan orang-orang Barat dan

peraturan manusia. Menurutnya, ”Tidak ada keadilan setelah keadilan

Allah, dan tidak ada rahmat di atas rahmat Allah. Hal ini sesuai dengan al-

Qur'an Surat al-Nisâ’/4:11.130

Adanya perbedaan penafsiran antara Muhammad Quraish Shihab

dengan pakar yang lain tentang al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 11, karena

adanya perbedaan instrumen masing-masing mufassir. Muhammad

Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat waris, beranjak dari teks ayat,

128 Wahbah al-Zuhaily, al-Munîr… , h. 273 129 Wahbah al-Zuhaily, al-Munîr…, h. 275 130 Wahbah al-Zuhaily, al-Munîr…, h. 280

Page 196: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

173

sedangkan para mufasir kontemporer beranjak dari konteks sosial

masyarakat.

D. Ayat-Ayat Persaksian

1. Pengertian saksi

Saksi menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

Orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu pristiwa (kejadian), orang yang diminta hadir pada suatu peristiwa untuk mengetahuinya agar suatu ketika apabila diperlukan dapat memberikan keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa itu sungguh terjadi. Orang yang memberikan keterangan di muka hakim untuk kepentingan pendakwa atau terdakwa. Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan penuntutan.131

Sedangkan saksi menurut istilah Muhammad Quraish Shihab

Saksi adalah orang yang berpotensi menjadi saksi, walaupun ketika itu dia belum melaksanakan kesaksian, dan dapat juga secara aktual telah menjadi saksi. Jika anda melihat suatu pristiwa—katakanlah tabrakan—maka ketika itu anda telah berpotensi memikul tugas kesaksian, sejak saat itu anda dapat dinamai saksi walaupun belum lagi melaksanakan kesaksian itu di pengadilan. Ayat ini dapat berarti. Janganlah orang orang yang berpotensi menjadi saksi enggan menjadi saksi apabila mereka diminta. Memang banyak orang, sejak dahulu apalagi sekarang yang enggan menjadi saksi, akibat berbagai faktor, paling sedikit karena kenyamanan dan kemaslahatan pribadinya terganggu. Karena itu mereka perlu dihimbau. Perintah ini adalah anjuran, apalagi jika sudah ada orang lain yang memberi keterangan, dan wajib hukumnya bila kesaksiannya muthlak untuk menegakkan keadilan. 132

2. Pendapat para pakar muslim tentang saksi laki-laki dan perempuan Ayat persaksian yang sering disoroti oleh para pakar jender adalah al-

Qur'an Surat al-Baqarah/2 ayat 282, yaitu

131 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia…, h. 770 132 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol.,I, h.568

Page 197: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

174

يايها الذين ءامنوا إذا تداينتم بدين إلى أجل مسمى فاكتبوه وليكتب بينكم كاتب بالعدل ليو قه الحليلل الذي عمليو بكتفلي الله هلما عكم بكتأن ي كاتب أبلا يو هبر ق اللهت

ومل هأن ي طيعتسلا ي عيفا أوض ا أوفيهس قه الحليئا فإن كان الذي عيش همن سخبلا يوا ركوني فإن لم الكمرج ن منيهيدوا شهدشتاسل ودبالع هليلل ومان فليأترامل وجن فرليج

الش ن منوضرت ناء ممداء هدهالش أبلا يى ورا الأخماهدإح ذكرا فتماهدضل إحأن تله ذلكما إلى أجكبري ا أوغريص وهبكتوا أن تأمسلا توا وعا دإذا م مأقوالله و دط عنأقس

احنج كمليع سفلي كمنيا بهونديرة تاضرة حاركون تجوا إلا أن تابترى ألا تنأدة وادهللشلا شو كاتب ارضلا يو متعايبوا إذا تهدأشا ووهبكتألا ت بكم وقفس هلوا فإنفعإن تو هيد

ليمء عيبكل ش اللهو الله كملمعيو قوا اللهات٢٨٢ : ٢/البقرة( و(

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis. Hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya. Janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu

Page 198: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

175

kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Amina Wadud berpendapat Bahwa maksud ayat tersebut adalah bahwa dua perempuan tidak

disebut saksi. Satu perempuan ditunjuk untuk mengingatkan satunya lagi dia bertindak sebagai teman kerja sama (kolaborator). Meskipun perempuan itu ada dua, masing-masing berbeda fungsinya. Kemudian dia merujuk Fazlur Rahman yang keberatan penerapan ayat ini secara harfiah dalam semua transaksi di kemudian hari… Dengan demikian, ayat ini penting bagi keadaan tertentu yang bisa, dan sudah menjadi usang.133 Pembatasan mengenai transaksi finansial ini tidak berlaku pada

persoalan lain. Permintaan akan dua perempuan dan satu laki-laki untuk

menjadi saksi perjanjian finansial bukanlah peraturan umum untuk partisipasi

perempuan, bahkan tidak untuk semua kesaksian. Permintaan lain untuk saksi

hendaknya tidak untuk jender tertentu. Jadi siapa saja yang dianggap mampu

menjadi saksi berhak menjadi saksi.134

Pendapat Aminah Wadud yang menyatakan bahwa dua orang

perempuan dalam ayat tersebut bukan sebagai saksi kurang jelas alasannya,

karena dia berangkat bukan dari teks, tapi dari kondisi sosial masyarakat.

Tampaknya Aminah Wadud menggunakan instrumen kontekstual yang

sejalan dengan tafsir emansipatoris yang mengubah strategi ala tafsir teosentris

menjadi kontekstual yang penafsirannya tidak lagi berangkat dari teks, akan

tetapi berangkat dari realitas kemanusiaan.135

133 Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan, terjemahan Abdullah Ali, (selanjutnya

tertulis Qur’an Menurut Perempuan) (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2001), h. 152 134 Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan …, h. 154 135 Zuhairi Misrawi dalam kata pengantar buku karya Very Verdiansyah, Islam

Emansipatoris Menafsir Agama Untuk Praksis Pembebasan, (Jakarta: P3M, 2004), h. xxiii

Page 199: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

176

Sedangkan para mufasir pada umumnya menafsirkan ayat al-Qur’an

mulai dari teks, lalu mencari hikmah melalui ilmu-ilmu lainnya. Perhatikan

terjemahan al-Thabari untuk terjemahan ayat berikut:

ن منوضرت نان ممأترامل وجن فرليجا ركوني فإن لم الكمرج ن منيهيدوا شهدشتاسو ) ٢٨٢ : ٢/البقرة (الشهداء

Mintalah dua saksi laki laki muslim yang merdeka, bukan budak dan orang kafir, jika tidak ada dua laki-laki, maka boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan sebagai saksi dalam utang piutang.136 (Q.S. al-Baqarah/2: 282)

Menurut Zaitunah Subhan ”Saksi merupakan salah satu alat bukti

untuk dijadikan pertimbangan hukum dalam memutuskan suatu perkara. Maka

al-Qur’an berbicara mengenai persaksian ini secara gamblang. Namun di

kalangan ulama masih ada saja perbedaan pendapat dalam masalah persaksian

ini, sebagaimana dijelaskan Zaitunah Subhan bahwa jika yang dimaksudkan al-

Qur’an bahwa dua orang perempuan diperlakukan sejajar dengan satu lelaki, di

manapun masalah kesaksian ada (muncul), al-Qur’an akan memperlakukan

perempuan dengan cara yang sama. Namun, kenyataan yang ada tidak

demikian. Dalam al-Qur’an terdapat tujuh ayat yang berkenaan dengan

pencatatan kesaksian ini, yaitu Q.S. al-Baqarah/2:282; Q.S. al-Nisâ’/4: 15;

136 Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir al-Thabari (w.310 H.), Tafsir al-Thabari, ( Bairut :

Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1999), Jilid. III, h. 123. Lihat al-Qadhi Nashir al-Din Abi Said Abdullah Bin Umar Bin Muhammad al-Syirazi al-Baidhowi, Tafsir al-Baidhowi, (Bairut: Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003), Jilid. I.,h. 144 , Lihat al-Imam Muhammad Bin Ali Bin Muhammad al-Syaukani (w.1250 H.), Fathu al-Qadir, (Bairut : Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003), Jilid. I, h. 246. Lihat Muhammad Ali al-Shabuni, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, (Cairo: Daar al-Shabuni, 1999), Jilid. I., h. 254. Lihat Abu Ali al-Fadhal Bin Hasan Bin al-Fadhal al-Thabarsyi, Majma al-Bayan Fi Tafsir al-Qur’an, (Bairut: Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1997), Jilid II., h. 172. Lihat al-Imam al-Hafidh Imaduddin Abu al-Fida Ismail Bin Katsir al-Quarasyi al-Dimasqa, Tafsir al-Qur’an al-Adhim, (Cairo: Daar al-Turats al-Arabi, t,t.), Jilid I, h. 335. Lihat Abu al-Hasan Ali Bin Muhammad Bin Habib al-Mawardi al-Bashari, al-Nikat wa al-Uyun Tafsir al-Mawardi, (Bairut : Daar al-Kutub al-Ilmiyah, t.t.), Jilid.I.h.356. Lihat Abu Qasim JarullahMahmud Bin Umar Bin Muhammad al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, (Bairut : Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1995), Jilid.I,h.321. Lihat Said Hawa, al-Asaas Fi al-Tafsir, (Cairo: Daar al-Salam, 1985), Jilid.I, h.661

Page 200: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

177

Q.S. al-Mâidah/5:106; Q.S. al-Nûr/24: 4, 6 dan 13; dan Q.S. al-Thalâq/65: 2,

tetapi tidak satupun yang menetapkan bahwa dua orang saksi perempuan

sebagai pengganti satu saksi laki-laki.137

Selanjutnya dia juga mengatakan bahwa karena lelaki dan perempuan

itu punya status yang sama, maka menjadi saksi itu boleh lelaki atau

perempuan. Formula satu lelaki dan dua perempuan merupakan suatu

pengecualian khusus untuk transaksi bisnis, tidak dapat diperluas pada

kesaksian kesaksian yang lain. Di samping juga kini sudah banyak kaum

perempuan yang ahli di bidang bisnis. Masihkah ayat ini relevan? Apakah

masih diinterpretasikan dan diterapkan seperti zaman dahulu? Kesaksian-

kesaksian yang disebutkan al-Qur’an tidak menentukan bahwa para saksi itu

harus laki-laki. Misalnya dalam al-Qur'an Surat al-Mâidah/5 ayat 106, tentang

kesaksian dalam wasiat. Kemudian al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 15, al-

Qur'an Surat al-Nûr/24 ayat 4, dan al-Qur'an Surat al-Thalâq/65 ayat 2 tentang

kesaksian dalam pembuktian perzinaan. 138

Penulis sepakat dengan pernyataan Zaitunah Subhan yang menyatakan

bahwa tidak semua persaksian dua perempuan dipersamakan dengan satu laki-

laki, tapi penulis tidak sepakat ketika Zaitunah mempertanyakan relevansi Q.S.

al-Baqarah/2: 282 dengan konteks sekarang. Karena sama halnya dengan

menolak firman Allah. Padahal Allah sudah jelas menegaskan dalam

persaksian utang-piutang itu harus 2 orang laki-laki atau satu orang laki-laki

dan 2 orang perempuan.

137 Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian …, h. 119 138 Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian …, h. 119

Page 201: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

178

Hal ini sejalan dengan pendapat Muhammad Quraish Shihab yang

menyatakan: Kata saksi yang digunakan ayat ini شهيدين bukan شاهدين Ini berarti bahwa

saksi yang dimaksud adalah benar-benar yang wajar serta telah dikenal kejujurannya sebagai saksi, dan telah berulang-ulang melaksanakan tugas tersebut. Dengan demikian tidak ada keraguan menyangkut kesaksiannya. Dua orang saksi dimaksud adalah saksi-saksi lelaki yang merupakan anggota masyarakat muslim. Atau kalau tidak ada yakni kalau bukan dua orang laki-laki, maka boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhoi, yakni yang disepakati oleh yang melakukan transaksi.139

Selanjutnya Muhammad Quraish Shihab melontarkan pertanyaan, Mengapa kesaksian dua orang laki-laki, diseimbangkan dengan

satu laki-laki dan dua orang perempuan, yakni seorang laki-laki diseimbangkan dengan dua orang perempuan? Apakah karena kemampuan intelektualnya kurang seperti diduga sementara ulama, atau karena emosinya sering tidak terkendali ? menurut Muhammad Quraish Shihab tidak ini dan tidak itu. Persoalan ini harus dilihat pada pandangan dasar Islam tentang tugas utama perempuan dan fungsi utama yang dibebankan atasnya, yaitu membina rumah tangga dan memberi perhatian besar bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwa anak-anaknya. Atas dasar itulah tuntunan di atas ditetapkan. 140

Muhammad Quraish Shihab selanjutnya menegaskan bahwa al-Qur’an

dan as-Sunah mengatur pembagian kerja antara perempuan dan lelaki, suami

dan istri. Suami bertugas mencari nafkah dan dituntut untuk memberi perhatian

utama yaitu menyediakan kecukupan nafkah untuk anak-anak dan istrinya.

Sedang tugas utama perempuan atau istri adalah membina rumah tangga dan

memberi perhatian besar bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwa anak-

anaknya.141

139 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. I . h. 566 140 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. I . h. 567 141 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. I . h. 567

Page 202: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

179

Namun perlu dicatat bahwa pembagian kerja itu tidak ketat. Hal ini

dapat dirujuk pada Tafsir al-Mishbah Vol.1 halaman 567.142 Kemudian kata

dalam al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 15 bukan berarti berzina, atau الفاحشة

orang yang melakukan homo seksual, tapi mereka yang mendatangi tempat-

tempat yang sangat buruk. Perempuan-perempuan yang mengunjungi tempat-

tempat tidak terhormat hendaknya ditahan di rumah sampai mati, atau Allah

memberi jalan keluar baginya berupa perkawinan. Perempuan ditahan

sedangkan laki-laki tidak ditahan, tapi dicemoohkan, karena perempuan tidak

berkewajiban bertebaran di bumi mencari rizki. Dengan demikian

keberadaannya di rumah tidak membawa dampak negatif bagi diri atau

keluarganya. Berbeda dengan lelaki yang harus keluar mencari rizki.143

Namun demikian Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat

mazhab Maliki dan Hanafi, Bahwa kesaksian perempuan dibenarkan dalam hal-hal yang berkaitan

dengan harta benda, tidak dalam kriminal, pernikahan, cerai dan rujuk. Mazhab Hanafi lebih luas dan lebih sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kodrat perempuan. Mereka membenarkan kesaksian perempuan dalam hal-hal yang berkaitan dengan harta, persoalan rumah tangga seperti pernikahan, talak dan rujuk bahkan segala sesuatu kecuali dalam soal kriminal.144

142 Tidak jarang istri para Sahabat Nabi Muhammad saw. ikut bekerja mencari nafkah,

karena suaminya tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga, dan tidak sedikit pula suami yang melakukan aktivitas di rumah serta mendidik anak-anaknya. Pembagian kerja yang disebut di atas, dan perhatian berbeda yang dituntut terhadap tiap-tiap jenis kelamin, menjadikan kemampuan dan ingatan mereka menyangkut objek perhatiannya berbeda. Ingatan wanita dalam soal rumah tangga, pastilah lebih kuat dari pria yang perhatiannya lebih banyak atau seharusnya lebih banyak tertuju kepada kerja, perniagaan termasuk hutang piutang. Ingatannya pasti juga lebih kuat dari wanita yang perhatian utamanya tidak tertuju atau tidak diharapkan tertuju kesana. Atas dasar besar kecilnya perhatian itulah tuntunan di atas ditetapkan. Dan karena al-Qur’an menghendaki wanita memberi perhatian lebih banyak kepada rumah tangga, atau atas dasar kenyataan pada masa turunnya ayat ini, wanita-wanita tidak memberi perhatian yang cukup terhadap hutang-piutang, baik karena suami tidak mengizinkan keterlibatan mereka maupun oleh sebab lain, maka kemungkinan mereka lupa lebih besar dari kemungkinannya oleh pria. Oleh arena itu demi menguatkan persaksian dua orang wanita di seimbangkan dengan seorang pria, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya.

143 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol.2 h. 355 144 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 1 h. 566

Page 203: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

180

Kemudian pernyataan Zaitunah bahwa formula satu lelaki dan dua

perempuan hanya berlaku khusus pada transaksi bisnis, justru pada al-Qur'an

Surat al-Nisâ’ ayat 15 tidak menyebutkan perempuan sama sekali, tapi

menyebutkan 4 saksi laki-laki. Hal ini kata Muhammad Quraish Shihab,

Terlihat dari kata اربعة dipahami, bahwa saksi itu laki-laki, karena bila yang dimaksud saksi itu perempuan, tentu menggunakan kata اربع tanpa ada huruf ta al-marbuthah , karena dalam kaidah bahasa Arab, bila yang dihitung adalah perempuan, maka bilangan harus menggunakan mudzakar (bilangan untuk makna laki-laki), dan sebaliknya jika yang dihitung adalah mudzakar, maka bilangan harus menggunakan muannats (bilangan untuk makna perempuan), sedangkan dalam ayat di atas menggunakan bilangan muannats, berarti yang dihitung adalah mudzakar (laki-laki).145

Kemudian Muhammad Quraish Shihab mengutip perkataan al-Zuhri,

”Telah berlalu masa Rasulullah saw. dan kedua khalifah sesudah beliau,

kebiasaan tidak menerima persaksian perempuan dalam sanksi-sanksi yang

bersifat hudud. Ini karena sejak semula al-Qur’an dan as-Sunnah bermaksud

menghindarkan perempuan dari tempat tempat mesum, apalagi menyaksikan

kedurhakaan yang sangat buruk."146

Begitu juga dalam al-Qur'an Surat al-Nûr/24 ayat 13 mengenai para

penyebar isu juga menggunakan kata اربعة yang tentunya saksi itu bukan

perempuan, tapi laki- laki, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

Sedangkan al-Qur'an Surat al-Mâidah/5 ayat 106 menurut sebab nuzul

ayat ini adalah kasus Tamim al-Dari dan Adi Ibnu Badda, keduanya adalah

laki-laki. Hal ini dapat dilihat pada Tafsir al-Mishbah Vol. 3 halaman 229.147

145 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 2. h. 357 146 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 2 . h. 357 147 Mereka berdua sering mondar-mandir ke Makkah. Suatu ketika mereka berdua ditemani

oleh seorang pemuda dari Bani Sahm, bernama Budail Ibnu Abi Maryam menuju ke Syam. Dalam perjalanan, pemuda itu jatuh sakit dan meninggal dunia, di suatu daerah yang tidak berpenduduk muslim. Sebelum wafatnya ia berwasiat kepada Tamim dan Adi agar menyerahkan harta

Page 204: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

181

Juga pada al-Qur'an Surat al-Nûr/24 ayat 4, mengenai tuduhan berbuat

zina menggunakan kata اربعة tidak dengan kata عارب yang berarti saksinya

adalah laki-laki. Maka menurut hemat penulis semua ayat yang diungkapkan

Zaitunah di atas tidak ada indikasi menyamakan saksi laki-laki dan perempuan,

bahkan terkesan pada ayat-ayat tersebut semua saksi itu kaum lelaki.

Sedangkan pernyataan Zaitunah di atas dia masih bimbang. Dari satu

sisi dia meralat pernyatannya di atas, tetapi dari sisi lain meyakini adanya

perbedaan laki-laki dan perempuan dalam persaksian walaupun hanya

memberlakukan dalam masalah transaksi bisnis. Tetapi dalam kesimpulannya

tetap dia mempertanyakan relevan dan tidaknya surat al-Baqarah/2 ayat 282

untuk diterapkan seperti dahulu kala.

Penulis meragukan pernyataan Zaitunah yang membingungkan karena

dia masih mempertanyakan relevansi ayat tersebut dengan kondisi sekarang,

tapi tidak didukung dengan argumen yang kuat. Penulis justru khawatir bila

kebenaran mutlak itu diukur dengan hawa nafsu (keinginan seseorang) bukan

mengacu kepada al-Qur’an, sebagaimana ditegaskan Allah dalam firman-Nya

مفه بذكرهم ماهنيل أتب فيهن نمو ضالأرو اتومت السدلفس ماءهوأه قالح عبلو اتو ) ٧١ :٢٣/املؤمنون.(عن ذكرهم معرضون

Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya

peninggalannya kepada keluarganya, dengan menyertakan sepucuk surat yang menjelaskan barang barang yang ditinggalkannya. Salah satu diantaranya adalah wadah yang terbuat dari ukiran perak berwarna-warni. Tamim dan Adi yang tidak mengetahui tentang surat itu menjual wadah tersebut dan menyerahkan sisa harta wasiat Budail kepada keluarganya. Ketika keluarga Budail menanyakan tentang wadah yang terbuat dari perak itu, Tamim dan Adi mengingkarinya, maka Nabi saw. menyumpah keduanya. Tidak lama kemudian yang hilang itu ditemukan pada seorang yang mengaku membelinya dari Tamim dan Adi. Keluarga Budail datang kepada Nabi saw. dan bersumpah bahwa kesaksian mereka lebih wajar diterima dari sumpah Tamim dan Adi. Maka Rasul saw. membenarkan dan memberi wadah tersebut kepada keluarga yang meninggal itu. Dalam riwayat lain diinformasikan bahwa Adi mengembalikan uang harga wadah yang dijualnya kepada ahli waris yang berhak menerimanya.

Page 205: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

182

Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (Q.S. al-Mukminûn/23: 71)

Memang dalam teks para ahli fikih terdapat permasalahan yang cukup

hanya disaksikan oleh seorang perempuan, seperti masalah yang tidak boleh

dilihat oleh kaum lelaki seperti melahirkan anak, keperawanan perempuan dan

aib-aib perempuan yang lainnya yang tidak bisa dilihat oleh kaum lelaki.148

Ada juga yang mempersamakan kesaksian laki-laki dan perempuan,

seperti persaksian dalam masalah li’an sebagaimana firman Allah والذين يرمون أزواجهم ولم يكن لهم شهداء إلا أنفسهم فشهادة أحدهم أربع شهادات

الص لمن هبالله إن٦(ادقني(الكاذبني ه إن كان منلية الله عنة أن لعامسالخو)ا )٧هنأ عرديوالكاذبني لمن هات بالله إنادهش عبأر دهشأن ت ذابا )٨(العهليالله ع بة أن غضامسالخو

إن كان منادقني٩-٦ : ٢٤/النور( الص (

Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima, bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta, dan (sumpah) yang kelima, bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar. (Q.S. al-Nûr/24 ayat 6-9)

Kemudian Zaitunah Subhan mengatakan, ”Jika kita melihat dari segi

penggunaan bahasa, kata mudzakar tidak secara otomatis menunjuk pria, tanpa

adanya pengkhususan, karena dalam bahasa Arab kata mudzakar berlaku untuk

lelaki dan perempuan."149

148 Mahmud Syaltut, Aqîdah wa al-Syarî’ah…, h. 250 149 Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian …, h. 120

Page 206: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

183

Tapi sayangnya Zaitunah tidak mencontohkan kata mudzakar yang

berkaitan dengan kesaksian yang diartikan perempuan, karena dalam tata

bahasa Arab semua kata mudzakar hanya dipergunakan untuk makna laki-laki,

begitu juga setiap kata dzakar hanya diartikan lelaki. Lain halnya dengan kata

memang bisa diartikan dengan tokoh atau nenek moyang yang tidak رجل

terbatas pada laki-laki, melainkan bisa juga perempuan.

Zaitunah menyimpulkan pendapat tiga tafsir/mufassir (Hamka,

Mahmud Yunus, dan Tafsir Depag) mengenai kesaksian yang ada pada surat

al-Baqarah/2 ayat 282 dengan format satu laki-laki dibanding dua perempuan,

ada 3 kategori penyebab yaitu:

a. Sebab yang bersifat kodrati, yaitu perempuan pelupa, emosional,

pemikirannya kurang daripada laki-laki

b. Sebab yang ada pada diri perempuan, yaitu kemungkinan adanya kekuatan

luar yang akan memaksanya untuk memberikan kesaksian palsu

c. Kurang berpengalaman dalam transaksi bisnis.150

Penulis juga kurang sependapat bila format satu laki-laki dibanding

dua perempuan disebabkan tiga faktor tersebut, karena tidak ada penyebutan

tiga faktor itu dalam ayat al-qur’an, tapi penulis sependapat bila ketiga faktor

itu hanya sebagai pembenaran ketika ayat itu turun, untuk meyakinkan

kebenaran mutlak, yaitu al-Qur’an Surat al-Baqarah/2 ayat 282.

Anwar Jundi mengatakan bahwa, "Persaksian dua perempuan sama

dengan persaksian satu orang laki-laki. Hal ini karena mempertimbangkan sifat

kewanitaannya yang lemah-lembut dan halus.”151

150 Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian …, h. 120 151 Anwar Jundi, Tantangan Muslimah…, h. 36

Page 207: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

184

Muhammad Quraish Shihab belum mengambil sikap yang tegas,

walaupun ada kecenderungan tidak mempermasalahkan menyamakan

kesaksian perempuan dalam masalah transaksi bisnis, karena baru

membanding-bandingkan pendapat para ulama baik klasik maupun

kontemporer.

Adapun saksi dalam masalah rujuk dan cerai, sikap Muhammad

Quraish Shihab cukup jelas, dia menyatakan:”Bahwa printah mempersaksikan

dua orang saksi dalam masalah rujuk atau cerai diperselisihkan oleh para

ulama. Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i –dalam satu riwayat-

memahaminya printah itu sunnah. Sementara ulama kontemporer dari

golongan sunni secara tegas menyatakannya wajib bahkan menjadikannya

syarat. Pendapat Abduh sejalan dengan pendapat aliran syi’ah sebagaimana

dikemukakan oleh al-Thabarsi dalam tafsirnya dan pendapat inilah yang

diberlakukan oleh Undang-Undang perkawinan di Indonesia.152

Setelah penulis membaca karya Muhammad Quraish Shihab yang

terbaru berjudul Perempuan penulis mulai menemukan titik terang. Dia

mengatakan,

Al-Qur'an Surat al-Baqarah/2 ayat 282 berbicara tentang persaksian di bidang keuangan. Karena ayat ini berbicara tentang utang-piutang, dalam sekian bidang lainnya, kesaksian seorang perempuan dinilai sama dengan kesaksian seorang lelaki. Misalnya kesaksiannya dalam melihat bulan guna menentukan awal Ramadhan dan Syawal, dalam hal penyusuan anak, kelahiran, atau hal-hal yang biasanya diketahui secara jelas oleh perempuan.153

Jika demikian halnya, maka yang perlu dibahas adalah mengapa

kesaksian perempuan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan keuangan

152 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah…, Vol.14, h. 296

153 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 266

Page 208: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

185

dinilai setengah dari kesaksian seorang lelaki? Secara umum dapat dikatakan

bahwa ketika turunnya ayat ini, keterlibatan perempuan dalam persoalan-

persoalan perdagangan belumlah sepesat dewasa ini. Lebih-lebih jika

dikatakan bahwa ayat ini turun menyangkut tuntunan dalam perjalanan, seperti

terbaca pada lanjutan ayat di atas. 154

Dengan demikian, jika pesan ayat ini merupakan bagian dari lapangan

ijtihad dan apa yang diungkapkan oleh Muhammad Quraish Shihab di atas

merupakan ‘illat (motif penetapan hukum), maka bisa saja kini—kata

Muhammad Quraish Shihab—kesaksian perempuan yang terlibat langsung

dalam bidang keuangan, dinilai sama dengan kesaksian lelaki, yakni kesaksian

seorang perempuan yang telah terlibat begitu banyak dalam soal keuangan

sama dengan kesaksian seorang lelaki.155

Persoalan di atas, jika demikian, maka di sini kita bertemu dengan

aneka pendapat yang berbeda walau semua sepakat menggunakan kaidah yang

menyatakan bahwa, ”Ketetapan hukum berkisar pada 'illatnya; selama ‘illat itu

ada, maka hukum tetap berlaku, dan bila ‘illat telah tiada, maka gugur pula

keberlakuan hukum.”156

Permasalahannya adalah, apakah ‘illat itu permanen atau tidak?

Karena tugas pokok perempuan adalah di rumah, sedangkan tugas pokok

Adam, sebagaimana diisyaratkan dalam al-Qur'an Surat Thâha/20 ayat 117

adalah sebagai suami yang memenuhi kebutuhan keluarganya. Tugas utama

perempuan atau istri adalah membina rumah tangga dan memberi perhatian

besar bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwa anak-anaknya. ‘illat

154 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 267 155 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 268 156 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 268

Page 209: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

186

semacam ini dianggap oleh sebagian ulama merupakan ‘illat yang permanen

yang tidak bisa diubah-ubah dalam kondisi apapun.157

Pertanyaannya kemudian adalah apakah pandangan menyangkut

pembagian kerja di atas merupakan pandangan dasar yang mengantar kepada

tidak direstuinya perempuan untuk terlalu banyak berkecimpung dalam bidang

perniagaan dan keuangan dan dengan demikian, tidak pula wajar menyamakan

kesaksian perempuan dalam bidang keuangan sama dengan laki-laki?

Sementara pakar berpendapat demikian, dan membuktikan betapa kerja

perempuan telah berdampak negatif terhadap kehidupan bermasyarkat.158

Muhammad Quraish Shihab enggan berkata demikian selama tugas-

tugas pokok mereka tidak terabaikan. Sekali lagi ini adalah lapangan ijtihad

yang dapat melahirkan aneka pandangan. Yang jelas kenyataannya pada masa

turunnya ayat ini, perempuan-perempuan tidak memberi perhatian yang cukup

terhadap utang piutang, baik karena suami tidak mengizinkan keterlibatan

mereka, maupun oleh sebab lain. Kemungkinan mereka lupa lebih besar

daripada kemungkinannya oleh lelaki. Oleh karena itu, demi menguatkan

persaksian dua orang perempuan diseimbangkan dengan seorang lelaki, supaya

jika seorang lupa, maka seorang lagi mengingatkannya.159

Dalam hal ini Muhammad Quraish Shihab tampak agak jelas sikapnya.

Namun dia masih belum tegas, karena dia menyatakan, bahwa ayat kesaksian

merupakan lapangan ijtihad yang tentu para ulama belum sepakat mengenai

status hukumnya. Untuk itu penulis lebih cenderung pada pendapat

Muhammad Imarah yang mengatakan bahwa pembicaraan di atas

157 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 270 158 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 272 159 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 272

Page 210: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

187

mencampuradukkan antara الشهادة dan kata االشهاد. Kata الشهادة adalah alat

bukti yang dijadikan pegangan oleh hakim dalam menyingkap keadilan yang

didasarkan pada alat bukti kesaksian. Untuk melepaskan tuduhan tidak bisa

alat bukti kesaksian itu ukuran diterima dan tidaknya diambil dari laki-laki atau

perempuan, melainkan ukurannya adalah terpenuhinya keyakinan hakim untuk

membenarkan bukti kesaksian itu, tanpa melihat jenis orang yang menjadi

saksi, apakah dia laki-laki atau perempuan. Demikian juga tanpa melihat

jumlah saksi. Sehingga apabila hakim sudah yakin hatinya bahwa bukti itu

sudah jelas, apakah dia berpegang pada kesaksian dua orang laki-laki, atau dua

orang perempuan, atau seorang laki dan seorang perempuan, seorang laki-laki

dan dua orang perempuan, seorang perempuan dan dua orang laki-laki, atau

seorang laki-laki atau seorang perempuan, tidak terpengaruh laki-laki atau

perempuan dalam kesaksian yang digunakan hakim, melainkan adalah bukti

yang nyata.160

Sedangkan dalam al-Qur'an Surat al-Baqarah/2 ayat 282 berbicara

tentang masalah lain. Tidak membicarakan tentang kesaksian di hadapan

hakim, melainkan berbicara tentang االشهاد memberi kesaksian pada pemilik

hutang untuk mengukuhkan ingatan atas hutangnya, bukan bukti kesaksian

yang dipegang teguh oleh hakim dalam memutuskan persengketaan kedua

belah pihak. Ayat tersebut hanya ditujukan kepada pemilik hutang, bukan

kepada hakim, bahkan tidak ditujukan kepada semua pemilik hutang dan juga

tidak mensyaratkan harus sama jumlahnya dalam segala hal utang piutang,

melainkan hanya ditujukan kepada pemilik hutang secara khusus.161

160 Muhamad Imarah, Tahrîr al-Mar’ah…, h. 71 161 Muhamad Imarah, Tahrîr al-Mar’ah…, h. 72

Page 211: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

188

Kata االشهاد memberi kesaksian dalam masalah hutang-piutang harus

dilakukan 2 orang laki-laki beriman, atau satu laki-laki dan dua orang

perempuan. Persyaratan ini tidak diminta dalam perdagangan modern.

Pemahaman yang demikian dilakukan oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H./1263-

1328 M), oleh muridnya Ibnu al-Qoyyim (691-751 H./1292-1350 M.),

Muhammad Abduh (1265-1323 H/1849-1905 M.) dan Mahmud Syaltut (1310-

1383 H./1893-1963).162

Alat bukti yang dijadikan pegangan hakim mengacu kepada hadis Nabi

saw. yang berbunyi:

على بن حجر أنبأنا على بن مسهر وغريه عن حممد بن عبيد اهللا عن عمرو بن حدثنا على املدعى شعيب عن ابيه عن جده أن النيب صلى اهللا عليه وسلم قال ىف خطبته البينة

١٦٣ واليمني على املدعى عليه رواه الترمذىAli Bin Hujr telah menceritakan kepada kami, Ali Bin Mushir dan lainnya telah memberitakan kepada kami dari Muhammad Bin ‘Ubaidillah dari Amr Bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakenya, bahwa Nabi saw. telah bersabda dalam khuthbahnya :"Bukti itu bagi orang yang menuduh dan sumpah bagi orang yang terduduh." (H.R.al-Turmudzi)

Muhammad Imarah mengutip perkataan Ibnu Taimiyah yang

menjelaskan bahwa,

Al-Qur’an tidak menyebut dua saksi laki-laki atau satu laki-laki dan dua perempuan dalam penetapan hukum yang dilakukan oleh hakim, melainkan al-Qur’an menyebutkan dua macam pembuktian (Q.S.al-Baqarah/2: 282). Dalam ayat ini Allah memerintahkan mereka dalam rangka menjaga hak mereka dengan dua cara. Pertama ditulis, dan kedua dengan cara kesaksian dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki dan dua orang perempuan.164

162 Muhamad Imarah, Tahrîr al-Mar’ah …, h. 73

163 CD Program Hadits ‘Mausu’ah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tis’ah Versi, 2.00 Kitab Sunan al-Turmudzi, Nomor. 1261

164 Muhamad Imarah, Tahrîr al-Mar’ah …, h. 74

Page 212: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

189

Semua ini merupakan nasihat untuk mereka, dan mendidik serta

petunjuk bagi mereka yang ingin menjaga hak-haknya. Menjaga hak

merupakan sesuatu dan hakim memutuskan hukum dengan sesuatu merupakan

hal yang lain pula. Maka cara memutuskan hukum lebih luas dari kesaksian

dua orang laki-laki atau dua orang perempuan.165

Seorang hakim dibolehkan memutuskan hukum dengan kesaksian

seorang laki-laki, jika seorang laki-laki itu diyakini benar dalam masalah selain

pidana. Allah mewajibkan hakim agar memutuskan hukum hanya dengan dua

saksi laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Ini bukan

berarti hakim tidak boleh memutuskan hukum dengan cara lebih sedikit dari

yang ditetapkan. Karena Rasulullah—sebagai hakim—memutuskan hukum

dengan seorang saksi laki-laki dan sumpah, bahkan dengan seorang saksi laki-

laki saja. Hal itu tidak dianggap menyalahi kitab Allah bagi yang mengerti,

karena hukum Allah dan hukum Rasulullah tidak bertentangan. Misalnya

ketika Nabi saw. menerima kesaksian seorang Baduwi melihat bulan di dalam

bulan Ramadhan (ru’yah al-hilal), begitu juga ketika Nabi saw. menerima

seorang saksi laki-laki dalam masalah perhiasan orang yang terbunuh, dan

kesaksian seorang dokter yang adil dalam masalah kena luka dapat diterima.166

Nabi saw. menerima kesaksian seorang perempuan dalam masalah

menyusui yang bersaksi atas perbuatannya sendiri dalam kasus Uqbah Ibnu al-

Haris yang mengawini Ummu Yahya Binti Abi Iahab. Lalu datang seorang

budak perempuan hitam dan berkata, "Saya telah menyusui anda berdua." Hal

itu diadukan kepada Nabi saw. Nabi meminta memaparkan kepadanya.

Mendengar hal itu Nabi bersabda, "Bagaimana dia sudah mengakui, bahwa dia

165 Muhamad Imarah, Tahrîr al-Mar’ah …, h. 75 166 Muhamad Imarah, Tahrîr al-Mar’ah…, h. 76

Page 213: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

190

telah menyusui kamu berdua."167 Nabi menerima kesaksian perempuan

tersebut.

Nabi Muhammad juga menerima kesaksian seorang perempuan dalam

masalah hudud (pidana) seperti kasus seorang perempuan diperkosa oleh

seorang laki-laki, sebagaimana ditegaskan dalam hadis riwayat Abu Dawud

yang berbunyi:

إسرائيل حدثنا سماك بن حرب حدثنا محمد بن يحيى بن فارس حدثنا الفريابي حدثنا ريدت لمسه وليع لى اللهص بيد النهلى عع تجرأة خرأبيه أن ام نائل عن وة بلقمع نع

احا فصهمن هتاجى حا فقضللهجل فتجا رلقاهلاة فتالص ل فقالتجا رهليع رفم طلقانو تإن ذاك فعل بي كذا وكذا ومرت عصابة من المهاجرين فقالت إن ذلك الرجل فعل بي

يها فأتوها به فقالت نعم هو هذا كذا وكذا فانطلقوا فأخذوا الرجل الذي ظنت أنه وقع علفأتوا به النبي صلى الله عليه وسلم فلما أمر به قام صاحبها الذي وقع عليها فقال يا رسول

غفر بي فقدا اذها فقال لههاحبا صد الله أناوو دا قال أبنسلا حل قوجقال للرلك و الله يعني الرجل المأخوذ وقال للرجل الذي وقع عليها ارجموه فقال لقد تاب توبة لو تابها

د راوو دقال أب مهة لقبل مندينل الماكأهسم نا عضر أيصن ناط ببأس اه168 و

”Muhammad bin Yahya bin Faris menceritakan kepada kami, al-Faryabi menceritakan kepada kami, Israil menceritakan kepada kami, Simak bin Harb menceritakan kepada kami dari Alqamah bin Wail dari Ayahnya, ”Bahwa seorang perempuan pada masa Nabi saw. keluar rumah untuk menunaikan shalat, lalu seorang laki-laki bertemu dengan perempuan tersebut, lalu seorang laki-laki itu memperdayakannya dan menodai perempuan tersebut, lalu perempuan itu berteriak kemudian laki-laki itu lari. Ketika laki-laki itu melewati perempuan tersebut, perempuan itu berkata, ”Bahwa orang itu yang menodai saya begini- begitu. Lalu sekelompok kaum Muhajirin lewat, maka perempuan itu mengadu kepada kaum Muhajirin tersebut, bahwa laki laki itu yang

167 Muhamad Imarah, Tahrîr al-Mar’ah…, h. 77 168 Abu Dawud Sulaiman Bin al-Asy’ats al-Sujistani al-Azadi, Sunan Abi Dawud, (Cairo:

Daar al-Hadits, 1999), Jilid IV, h. 1872

Page 214: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

191

menodai saya begini-begitu. Lalu kaum Muhajirin itu mengejar dan menagkap laki-laki yang diduga bahwa dia pelaku pemerkosaan, lalu mereka membawanya kepada perempuan tersebut, dan perempuan itu mengatakan, ”Benar bahwa dia ini pelakunya." Kemudian mereka membawanya kepada Rasulullah saw. Ketika Rasulullah memerintahkan untuk dirajam, pelaku pemerkosaan yang sebenarnya berdiri sambil mengatakan, ”Wahai Rasulullah, (bukan dia) pelakunya. Sayalah pelakunya". Lalu Rasulullah bersabda, ”Pergilah wahai-perempuan, mudah mudahan Allah mengampuni kamu," Rasulullah saw. bersabda kepada laki-laki itu, "Kamu telah mengatakan dengan baik.". Abu Dawud mengatakan, ”Yang dimaksud adalah laki-laki yang dibawa". Dan Rasulullah saw. mengatakan kepada laki-laki yang melakukan pemerkosaan, "Rajamlah dia." Lalu bersabda, ”Sungguh dia bertaubat, seandainya penduduk Madinah menerima taubatnya, maka dia akan diterima oleh mereka.” Abu Dawud mengatakan, ”Asbath bin Nashr juga meriwayatkannya dari Simak.”

Muhammad Imarah mengutip Ibnu Taimiyah yang mengomentari al-

Qur'an Surat al-Baqarah/2 ayat 282 yang intinya menjelaskan bahwa dua orang

perempuan sebagai pengganti seorang laki-laki agar jika perempuan yang satu

lupa, maka perempuan yang lain mengingatkannya. Ini bukan tabiat

perempuan secara keseluruhan dan bukan keharusan dalam segala kesaksian,

melainkan suatu masalah yang mempunyai hubungan dengan keahlian dan

akan mengalami perkembangan dan perubahan. Dengan demikian, jika seorang

perempuan memiliki keahlian dalam kesaksian tertentu, kesaksian perempuan

tidak selalu setengah dari kesaksian laki laki.169

Muhammad Imarah mengutip perkataan Muhammad Abduh yang

mengatakan bahwa,

Kesaksian dua orang perempuan, dengan alasan bahwa perempuan itu lupa, kurang tepat. Yang benar adalah karena perempuan dalam bidang bisnis pada umumnya ingatannya lemah. Lain halnya dalam bidang rumah tangga, perempuan adalah bidangnya. Perempuan lebih kuat ingatannya dalam bidang rumah tangga dibanding kaum laki-laki. Artinya bahwa

169 Muhamad Imarah, Tahrîr al-Mar’ah …., h. 78

Page 215: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

192

tabiat manusia baik laki-laki maupun perempuan, dia akan kuat ingatannya terhadap masalah yang memang bidangnya.170

Perbedaan kesaksian antara laki-laki dan perempuan dalam masalah

utang-piutang dan perdagangan (bisnis) ditegaskan dalam al-Qur'an Surat al-

Baqarah/2 ayat 282 dengan alasan tabiat perempuan dalam masalah bisnis

cepat lupa, bukan tabiat umumnya perempuan, tapi perempuan-perempuan

tertentu saja. Dan dalam permasalahan tertentu yaitu masalah bisnis, sebagai

bukti:

a. Persaksian dalam masalah bisnis terdapat dalam al-Qur'an Surat al-

Baqarah/2 ayat 282 untuk mencegah perselisihan dan persengketaan dibuat

2 sarana, yaitu ditulis dan disaksikan oleh 2 orang laki-laki atau seorang

laki-laki dan dua orang perempuan.

b. Persaksian dalam masalah selain bisnis, tidak ada perbedaan antara laki-

laki dan perempuan (Q.S. al-Thalâq/65: 2 dan Q.S. al-Mâidah/5:106).

Saksi dalam masalah talak dan wasiat tidak dipersyaratkan seperti dalam

masalah bisnis, namun dipersyaratkan adil. Sedangkan adil dalam

kesaksian mencakup laki-laki dan perempuan. Begitu juga jumlah dua

orang merupakan lafazh umum yang mencakup laki-laki dan perempuan.

c. Kesaksian dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang

perempuan dalam masalah bisnis, oleh Mahmud Syaltut merupakan

petunjuk pada waktu transaksi bisnis, bukan kapasitas sebagai saksi di

pengadilan.

d. Bahwa saksi itu hanya untuk mengukuhkan dan menjaga hak, maka ketika

tidak terpenuhi jumlah yang dikehendaki al-Qur’an, seorang saksi sudah

cukup seperti yang dilakukan Rasulullah.

170 Muhamad Imarah, Tahrîr al-Mar’ah …., h. 80

Page 216: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

193

e. Perbedaan dalam kesaksian antara laki-laki dan perempuan tidak berarti

memberikan keistimewaan kepada laki-laki, karena dalam kondisi tertentu

syariat Islam menerima kesaksian perempuan semata, seperti untuk

mengukuhkan kelahiran anak dari ibunya.

f. Perbedaan kesaksian antara laki-laki dan perempuan dalam bisnis bukan

untuk membedakan laki-laki dan perempuan. Ketika Allah menjadikan

saksi dalam masalah perzinaan adalah 4 orang laki-laki, bukan berarti

menurunkan derajat laki-laki, melainkan untuk menjaga kehormatan

perempuan dan menjaga kemuliaannya

g. Syariat Islam ketika membedakan laki-laki dan perempuan dalam

kesaksian, maka perbedaan keduanya didasarkan kepada kekhususan tabiat

masing-masing. Jika syariat Islam menyamakan laki-laki dan perempuan

dalam satu masalah, hal itu dimaksudkan untuk mewujudkan kemaslahatan

dan keadilan manusia, bukan untuk kemaslahatan perempuan saja.171

Dalam masalah persaksian, Muhammad Quraish Shihab menggunakan

instrumen العربة بعموم اللفظ ال خبصوص السبب. Hal ini dapat dilihat ketika Quraish

Shihab menafsirkan ayat persaksian. Dia menafsirkan secara tekstual tanpa

melihat dalam konteks apa ayat itu berbicara. Bahkan dia berusaha merujuk

pada para mufasir lain sebagai perbandingan yang mendukung pendapatnya.

Walaupun dalam buku terbarunya yang berjudul Perempuan, dia dapat

menerima dengan kondisi yang berbeda dapat berubah. Namun dia tetap pada

pendapatnya bahwa bila dalam kondisi seperti ayat itu turun, maka ayat itu

berlaku kembali. Sedangkan para mufasir kontemporer mereka memahami teks

melalui kekhususan sebab, bukan melalui keumuman lafazh yang biasa

171 Salim al-Bahnasawi, al-Mar’ah Wa al-Qawânîn…, h. 182-184

Page 217: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

194

disebutkan العربة خبصوص السبب ال بعموم اللفظ Mereka berpendapat bahwa bila

teks ayat itu tidak sesuai dengan kondisi realitas sosial masyarakat, maka teks

ayat itu dianggap tidak relevan dan tidak perlu diamalkannya.

Namun demikian, ada sebagian pakar kontemporer tidak menggunakan

metodologi yang benar, sehingga mereka mudah saja mengatakan ayat al-

Qur’an sudah tidak relevan, yang berarti tidak mengakui keberadaan ayat al-

Qur’an. Sementara Muhammad Quraish Shihab, menganggap semua ayat tetap

eksis sampai hari kiamat. Sebab, sekalipun ayat itu sudah tidak relevan, seperti

ayat perbudakan, mungkin saja dikemudian hari ayat itu diberlakukan kembali.

Hal ini sejalan dengan almarhum Ibrahim Hosen ketika menanggapi tulisan

almarhum Munawir Syadzali yang mengatakan bahwa, ”Umar Bin Khathab

dianggap melanggar ayat, karena menghilangkan bagian muallaf dalam

masalah zakat.”

Menurut Ibrahim Hosen Umar bin Khathab tidak melanggar ayat,

namun wadah hukum yang dianggap tidak ada oleh Umar. Sehingga jika

muallaf timbul kembali, maka bagian muallaf harus ditimbulkan kembali.

Dan berangkat dari sini pula Munawir Sjadzali berkeyakinan, bahwa al-Qur’an

terbagi dua kategori yaitu akidah dan mu’amalat. Ayat-ayat yang masuk

kategori mu’amalat boleh tidak diamalkan sebagaimana yang dilakukan oleh

Umar Bin Khaththab. Sementara Muhammad Quraish Shihab dan Ibrahim

Hosen menyatakan, bahwa Umar Bin Khaththab tidak melanggar ayat, tapi

umar tidak melaksanakannya karena obyek /wadah hukumnya yang dianggap

tidak ada.

Jadi ayat al-Qur’an menurut Quraish dan Ibrahim Hosen seluruhnya

tetap eksis, sekalipun obyek/wadah hukumnya tidak ada, maka keduanya

Page 218: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

195

membagi hukum dalam al-Qur’an kepada dua kategori yaitu qath’i dan zhanni.

Maka sekalipun ayat itu masuk dalam kategori mu’amalat, tapi jika masuk

dalam kategori qath’i, maka tidak boleh dilanggar bahkan wajib diamalkannya.

E. Ayat-Ayat Kepemimpinan

Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan hubungan satu sama

lain, kemudian membuat kelompok-kelompok, baik dalam lingkup kecil

maupun besar. Setiap kelompok apapun memerlukan seorang pemimpin. Islam

mengatur sedemikian rupa yang berkaitan dengan kepemimpinan, baik yang

berkaitan dengan kepemimpinan rumah tangga, kepemimpinan masyarakat,

kepemimpinan negara, dan sejenisnya. Untuk membahas masalah

kepemimpinan, perlu dikelompokkan kepada dua macam kepemimpinan.

1. Kepemimpinan dalam rumah tangga

Diantara ayat yang mengatur kepemimpinan rumah tangga adalah

ا مـن أمـوالهم الرجال قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض وبما أنفقو نفعظـوه نهوزـشافون نخاللاتي تو فظ اللها حب بميللغ افظاتح اتقانت اتالحفالص

ه كان عليا واهجروهن في المضاجع واضربوهن فإن أطعنكم فلا تبغوا عليهن سبيلا إن الل )٣٤ : ٤/النساء(كبريا

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka perempuan yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, janganlah

Page 219: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

196

kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Q.S. al-Nisâ’/4: 34)

Sifat kejantanan merupakan unsur pokok dalam kepemimpinan, maka

suami adalah kepala rumah tangga menurut semua peraturan yang ada di

dunia. Oleh karena itu anak-anak dinisbatkan kepada ayah walaupun seorang

ibu yang banyak dibebani oleh seorang anak sejak dalam kandungan sampai

melahirkan, bahkan sampai besar. Namun Islam berbeda dengan peraturan

yang ada di dunia, karena Islam menjadikan suami menjadi pemimpin dengan

dua alasan yaitu, karena memiliki sifat kejantanan dan memberi nafkah. (Q.S.

al-Nisâ’/4: 34).172

Jika kewajiban laki-laki memberi nafkah kepada keluarganya dijadikan

alasan bahwa laki-laki berhak menjadi pemimpin, maka bagaimana jika

perempuan yang mencari nafkah? Apakah kepemimpinan dapat berpindah

kepada sang istri? Salim al-Bahnasawi menjawab, ”Memberi nafkah semata

bukan menjadikan sebab kepemimpinan di tangan suami. Sebab yang paling

prinsip adalah fisik yang dimiliki laki-laki.”173

Muhammad Shahrur tidak sependapat bila kepemimpinan laki-laki

dikaitkan dengan faktor fisik, yakni bahwa kaum laki-laki secara alami adalah

pemimpin bagi kaum perempuan. Mereka memahami firman Allah Bimâ

faddhalallah ba’dhohum alâ ba’dhin dengan pengertian bahwa Allah telah

melebihkan kaum laki-laki di atas kaum perempuan dengan ilmu, agama, akal,

dan kekuasaan. Pendapat demikian tidak berarti sedikitpun baginya.

Seandainya Allah menghendaki arti demikian, seharusnya Allah akan

berfirman, Adzukûru qawwâmûna ‘alâ al-inâts.174

172 Salim al-Bahnasawi, al-Mar’ah Wa al-Qawânîn…, h. 2001 173 Salim al-Bahnasawi, al-Mar’ah Wa al-Qawânîn…, h. 2002 174 Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih…, h. 448

Page 220: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

197

Muhammad Shahrur berpendapat bahwa, ”Arti firman Allah Bimâ

fadhlallah ba’dhohum ‘lâ Ba’dhin mencakup laki-laki maupun perempuan

sekaligus. Karena seandainya kata ba’dhohum hanya menunjuk kaum laki-laki

saja, maka yang masuk di dalamnya adalah sebagian kaum laki-laki, bukan

seluruh kaum laki-laki. Selain itu, seharusnya firman selanjutnya adalah ‘alâ

ba’dhihinna yang menunjuk kepada sebagian kaum perempuan, bukan

seluruhnya, sehingga keseluruhannya berarti bahwa Allah telah melebihkan

sebagian kaum laki-laki di atas sebahagian kaum perempuan. Lalu apa yang

terjadi dengan bagian sisanya? Apakah sama-sama memiliki kelebihan? Di

manakah dengan kaum perempuan yang memiliki kelebihan di atas kaum laki-

laki yang ada di berbagai bidang dan zaman? Dari sinilah kami memahami

bahwa kalimat Ba’dhohum ‘alâ ba’dhin mencakup kaum laki-laki dan kaum

perempuan sekaligus, sehingga firman di atas berarti karena Allah telah

melebihkan sebagian laki-laki dan perempuan di atas sebagian laki-laki dan

perempuan yang lainnya. Arti demikian mengacu pada firman Allah 175

: ١٧/االسراء (.انظر كيف فضلنا بعضهم على بعض وللآخرة أكبر درجات وأكبر تفضيلا ٢١ (

Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya. (Q.S.al-Isrâ’/17 : 21) Kemudian Muhammad Shahrur beralih pada aspek kedua, yaitu aspek

harta benda. Dalam firman-Nya, Wabimâ anfaqû min amwâlihim, seorang

pemilik harta benda pasti memiliki kepemimpinan (al-qiwâmah) tanpa harus

melihat kecakapan dan ketinggian kesadaran dan kebudayaannya. Oleh karena

itu, seorang pemilik pabrik yang berpendidikan rendah, misalnya, bisa

175 Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih…, h. 449

Page 221: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

198

menunjuk seorang direktur yang berijazah tinggi untuk menjalankan

pabriknya. Sang direktur akan tunduk terhadap seluruh kebijakan sang pemilik

pabrik karena ia memiliki kekuasaan untuk menyalurkan harta (qiwwâmât al-

Infâq). Kekuasaan/kepemimpinan dalam bidang ekonomi ini tampak jelas pada

individu-individu, keluarga, dan negara-negara maju dan tidak berkaitan sama

sekali dengan tingkat kebudayaan dan kecakapan.176

Adapun ulama yang berpendapat bahwa kepemimpinan kaum laki-laki

atas kaum perempuan disebabkan adanya faktor alami (penciptaan) yang

dimiliki kaum laki-laki. Imam al-Suyuthi misalnya, menisbatkan pendapatnya

kepada beberapa sabda Nabi, diantaranya:

حدثنا عثمان بن اهليثم حدثنا عوف عن احلسن عن اىب بكرة قال لقد نفعين اهللا بكلمة مسعتهامن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ايام اجلمل بعد ماكدت ان احلق باصحاب

وسلم ان اهل فارس قد ملكوا اجلمل فاقاتل معهم قال ملا بلغ رسول اهللا صلى اهللا عليه ١٧٧عليهم بنت كسرى قال لن يفلح قوم و لو امرهم امرأة رواه البخاري

Usman Bin al-Haitsam telah menceritakan kepada kami, Auf telah menceritakan kepada kami dari al-Hasan, dari Abi Bakrah telah berkata, "Sungguh Allah telah memberikan manfaat kepadaku pada waktu perang jamal dengan kalimat yang saya dengar dari Rasulullah saw. setelah aku hampir bergabung dengan pasukan unta untuk bertempur bersama mereka, Abu Bakrah berkata, 'Ketika ada berita sampai kepada Rasulullah, bahwa penduduk Persi telah mengangkat putri Kisra menjadi Ratu, maka Rasulullah bersabda 'Tidak akan sukses suatu kaum jika masalah pemerintahan diserahkan kepada perempuan.'" (H.R. al-Bukhari).

Kaum perempuan adalah kurang dalam akal dan agamanya."

(Bukhari: 293), "Persaksian seorang dari kaum perempuan adalah seperti

separuh persaksian dan inilah yang dimaksud kurang akal, dan karena mereka

176 Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih…, h. 449 177 Abu Abdullah Muhammad Bin Ismail al-Bukhari, al-Bukhari, (selanjutnya tertulis al-

Bukhari) (Bairut: Dâr al-Fikr, 1995), Julid III, h. 89

Page 222: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

199

berhaid sehingga mereka dilarang melaksanakan shalat, dan itulah yang

dimaksud kurang dalam agama," dan sabda Nabi, ”Yang menggugurkan shalat

adalah perempuan, himar (keledai) dan anjing hitam.” (Turmudzi: 310).

Keseluruan hadis-hadis tersebut, bagi Muhammad Shahrur tidaklah berarti

sama sekali.178

Kaum laki-laki memiliki kekuasaan dalam kekayaan, pendidikan, budi

pekerti dan kemampuan memimpin. Kaum perempuan juga demikian. Tidak

diragukan lagi bahwa kebaikan sebuah keluarga dan masyarakat akan tercapai

jika kepemimpinan berada di tangan orang yang memiliki kelebihan, baik laki-

laki ataupun perempuan. Inilah maksud dari ayat 34 surat al-Nisâ di atas. Ayat

tersebut diawali dengan pernyataan bahwa kepemimpinan kaum laki-laki atas

kaum perempuan, Al-Rijâlu qawwâmûna 'alâ al-nisâ. Selanjutnya beralih

kepada isyarat tentang adanya kesamaan antara kaum laki-laki dan kaum

perempuan, dan tentang kelebihan yang dianugerahkan oleh Allah kepada

sebagian orang laki-laki dan perempuan atas sebagian yang lainnya. Ayat

tersebut kemudian diakhiri dengan uraian tentang kepemimpinan kaum

perempuan atas kaum laki-laki, Fa al-shâlihâtu qânitâtun, hâfidhâtun lii al-

gaibi bimâ hafizha Allahu. Kata al-hâfidhât di sini berarti bahwa kaum

perempuan yang pantas untuk memimpin, karena kepemimpinan merupakan

tema pokok dalam ayat ini.179

Dengan demikian, ayat 34 surat al-Nisâ’ di atas berisi tentang

penjelasan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang perempuan yang diberi

anugerah hak kepemimpinan, berupa kekayaan, pendidikan, ataupun kadar

intelektual. Sifat-sifat tersebut adalah patuh dan menjaga aib suami. Apabila ia

178 Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih…, h. 450 179 Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih…, h. 452

Page 223: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

200

memiliki sifat-sifat demikian, maka ia pantas untuk memimpin. Akan tetapi

jika ia tidak memiliki sifat-sifat tersebut, maka ia telah keluar dari garis

kelayakan sebagai pemimpin, yang dalam ayat di atas disebut nâsiz: wallâti

takhâfûna nusyûzahunna…(perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan

nusyuznya…) yakni keluar dari sifat rendah hati dan menjaga aib suami. 180

Sampailah kepada kesimpulan Muhammad Shahrur, bahwa nusyuz di

sini tidaklah berkaitan sama sekali baik dengan kesalehan dalam pengertian

mendirikan shalat dan puasa, maupun dengan pelanggaran etika dan

kedurhakaan yang mengharuskannya diberi pendidikan dan pukulan tangan,

sebagaimana dikemukakan oleh al-Suyuthi dan ulama lainnya. Akan tetapi,

kata tersebut berarti keluar dari garis kepemimpinan dengan kasih dan sayang,

yakni otoriter dan kesewenang-wenangan pendapat. Lawan katanya adalah

qunut yang berarti kerendahhatian, kesabaran dan berlapang dada. Sampailah

pada penghujung ayat tentang langkah-langkah yang harus dilakukan dalam

keadaan munculnya tanda-tanda nusyuz seorang perempuan yang memiliki hak

kepemimpinan, apakah ia seorang istri, saudara perempuan, anak perempuan,

ataupun seorang ibu.181

Hal di atas berkenan dengan nusyuz dan perbedaan ketika hak

kepemimpinan berada di tangan perempuan. Jika hak kepemimpinan berada di

tangan laki-laki, kemudian ia berbuat sewenang-wenang, lalim, dan nusyuz,

maka ayat 128 dalam surat yang sama memberikan penjelasan tentangnya serta

menetapkan cara penyelesaiannya. Allah berfirman 182

180 Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih…, h. 453 181 Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih…, h. 453 182 Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih…, h. 455

Page 224: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

201

ا جناح عليهما أن يصلحا بينهما صـلحا وإن امرأة خافت من بعلها نشوزا أو إعراضا فل والصلح خير وأحضرت الأنفس الشح وإن تحسنوا وتتقوا فإن الله كـان بمـا تعملـون

)١٢٨ :٤/النساء(.خبريا

Dan jika seorang perempuan khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir, Dan jika kamu bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyûz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Nisâ’/4: 128).

Menurut hemat penulis pendapat Muhammad Shahrur yang

menghendaki kepemimpinan berada pada orang yang memiliki materi baik

laki-laki maupun perempuan sekalipun dia tidak pandai dan lemah, kurang

tepat. Hal itu dikarenakan di dalam al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 34 tidak

berbicara tentang sebuah perusahaan. Ayat tersebut berbicara tentang rumah

tangga yang sudah diatur sedemikian rupa oleh Allah, yaitu bahwa

kepemimpinan dalam rumah tangga ada pada suami, karena Allah sudah

memberikan 2 hal pada seorang suami, yaitu kelebihan dari segi fisik dan

kewajiban memberi nafkah. Demikian pula Rasulullah saw. telah mengatur

masalah kepemimpinan dalam rumah tangga secara berjenjang, sebagaimana

beliau bersabda:

ابن عمر رضـىاهللا نافع عنعنحدثنا عبدان اخربنا عبد اهللا اخربنا موسى بن عقبة كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيتـه :قال صلى اهللا عليه وسلم عن النىب عنهما

ولـده بيـت زوجهـاو علىواملرأة راعية على اهل بيته و الرجل راع راع واالمري ١٨٣ )رواه البخارى (مسؤول عن رعيته وكلكم لكم راع فك

183 Abu Abdillah Muhammad Bin Ismail al-Bukhari, al-Bukhari, …, Jilid III. h. 277

Page 225: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

202

Abdân telah menceritakan kepada kami, Abdullah telah memberitahukan kepada kami, Musa Bin ‘Uqbah telah memberitahukan kepada kami dari Nâfi’ dari Ibnu Umar ra. dari Nabi saw. telah bersabda, ”Kalian semuanya adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya, seorang Raja adalah pemimpin, seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya, seorang istri adalah pemimpin dalam rumah suaminya dan anaknya maka semua kalian adalah pemimpin dan semua kalian bertanggung jawab atas kepemimpinannya.'" (H.R.Al-Bukhari)

Hal ini sejalan dengan pendapat Muhammad Quraish Shihab yang

mengatakan bahwa fungsi dan kewajiban masing-masing jenis kelamin, serta

latar belakang perbedaan itu disinggung oleh ayat ini dengan menyatakan

bahwa para lelaki yakni jenis kelamin laki-laki atau suami adalah qawwâmûn,

pemimpin dan penaggung jawab atas para perempuan, karena Allah telah

melebihkan sebagian mereka atas sebahagian yang lain, dan karena mereka

yakni laki-laki secara umum atau suami telah menafkahkan sebagian dari harta

mereka untuk membayar mahar dan biaya hidup untuk istri dan anak anaknya.

Sebab itu maka perempuan yang saleh, ialah yang taat kepada Allah dan juga

kepada suaminya, setelah mereka bermusyawarah bersama dan atau bila

perintahnya tidak bertentangan dengan perintah Allah serta tidak mencabut

hak-hak pribadi istrinya. Disamping itu, ia juga memelihara diri, hak-hak

suami dan rumah tangga ketika suaminya tidak berada di tempat, karena Allah

telah memelihara mereka. Pemeliharaan Allah terhadap para istri antara lain

dalam bentuk memelihara cinta suaminya ketika suami tidak berada di tempat

dengan cinta yang lahir dari kepercayaan suami terhadap istrinya.184

184 Muhammad .Quraish Shihab, al-Misbah…, Vol. 2, h. 402

Page 226: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

203

Kemudian Allah memberi petunjuk kepada para suami dalam rangka

mengatur dan mengantisipasi terjadinya pembangkangan para istri terhadap

suaminya. Lebih lanjut lihat Tafsir al-Mishbah Vol. 2, h. 403.185

Kata ــال ــل adalah bentuk jamak dari kata الرج yang biasa رج

diterjemahkan laki-laki. Walaupun al-Qur'an tidak selalu menggunakannya

dalam arti tersebut. Banyak ulama yang memahami kata الرجـال dalam ayat ini

dalam arti para suami. Penulis tadinya ikut mendukung pendapat itu. Dalam

buku Wawasan al-Qur'an, Muhammad Quraish Shihab mengemukakan bahwa

bukan berarti lelaki secara umum karena konsideran الرجال قوامـون علـى النـساء

pernyataan di atas, seperti ditegaskan pada lanjutan ayat, adalah karena mereka

(para suami) menafkahkan sebagian harta mereka untuk istri-istri mereka.186

Kemudian Muhammad Quraish Shihab menemukan tulisan

Muhammad Thahir Ibnu Asyur dalam tafsirnya yang mengemukakan

pendapatnya yang amat perlu dipertimbangkan yaitu bahwa kata الرجـال tidak

digunakan oleh bahasa Arab, bahkan bahasa al-Qur'an, dalam arti suami.

Berbeda dengan kata النساء atau امراة yang digunakan untuk makna istri.187

Kata قوامون adalah bentuk jamak dari kata قوام yang terambil dari kata

Kata ini berkaitan dengannya. Perintah shalat misalnya, juga menggunakan قام

akar kata itu. Perintah tersebut bukan berarti perintah mendirikan shalat, tetapi

185 Wanita-wanita yang kamu khawatirkan yakni sebelum terjadi nusyuz mereka, yaitu

pembangkangan terhadap hak hak yang dianugerahkan Allah kepada kamu, wahai para suami, maka nasihatilah mereka pada saat yang tepat dan dengan kata kata yang menyentuh, tidak menimbulkan kejengkelan, dan bila nasihat belum mengahiri pembangkangannya maka tinggalkanlah mereka bukan dengan keluar dari rumah, tetapi di tempat pembaringan kamu berdua, dengan memalingkan wajah dan membelakangi mereka. Kalau perlu tidak mengajak berbicara paling lama tiga hari berturut turut untuk menunjukkan rasa kesal dan ketidakbutuhanmu kepada mereka—ika sikap mereka berlanjut—dan kalau inipun belum mempan, maka demi memelihara kelanjutan rumah tanggamu, maka pukullah mereka, tetapi pukulan yang tidak menyakitkan agar tidak mencendrainya namun menunjukkan sikap tegas.

186 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol.2. h.403 187 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol.2. h.404

Page 227: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

204

melaksanakannya dengan sempurna, memenuhi segala syarat, rukun, dan

sunnah-sunnahnya.188

Sering kali kata الرجــال diterjemahkan dengan pemimpin. Tetapi

agaknya terjemahan itu belum menggambarkan seluruh makna yang

dikehendaki. Walaupun harus diakui bahwa kepemimpinan merupakan satu

aspek yang dikandungnya. Atau dengan kata lain, dalam pengertian

"kepemimpinan" tercakup pemenuhan kebutuhan, perhatian, pemeliharaan,

pembelaan dan pembinaan…Nah siapakah yang harus memimpin? Allah swt.

menetapkan lelaki sebagai pemimpin dengan dua pertimbangan pokok.

Pertama, مبافضل اهللا بعضهم على بعـض karena Allah melebihkan sebagian mereka

atas sebagian yang lain, yakni masing-masing memiliki keistimewaan-

keistimewaan. Tetapi keistimewaan yang dimilki lelaki lebih menunjang tugas

kepemimpinan daripada keistimewaan yang dimiliki perempuan. Di sisi lain,

keistimewaan yang dimiliki perempuan lebih menunjang tugasnya sebagai

pemberi rasa damai dan tenang kepada lelaki serta lebih mendukung fungsinya

dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya.189

Ada ungkapan yang menyatakan bahwa fungsi menciptakan bentuk,

atau bentuk disesuaikan dengan fungsi. Mengapa pisau diciptakan lancip dan

tajam? Mengapa bibir gelas tebal dan halus? Mengapa tidak sebaliknya?

Jawabannya adalah ungkapan di atas. Yakni pisau diciptakan demikian, karena

ia berfungsi untuk memotong, sedangkan gelas untuk minum. Kalau bentuk

gelas sama dengan pisau, maka ia berbahaya dan gagal dalam fungsinya. Kalau

188 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol.2. h. 404 189 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol.2. h. 404

Page 228: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

205

pisau dibentuk seperti gelas, maka sia-sialah kehadirannya dan gagal pula ia

dalam fungsinya.190

Kedua, هلممباانفقوامن اموا disebabkan karena mereka telah menafkahkan

sebagian harta mereka. Bentuk kata kerja past tense/masa lampau yang

digunakan ayat ini telah menafkahkan, menunjukkan bahwa memberi nafkah

kepada perempuan telah menjadi suatu kelaziman bagi lelaki, serta kenyataan

umum dalam masyarakat umat manusia sejak dahulu hingga kini. Sedemikian

lumrah hal tersebut, sehingga langsung digambarkan dengan bentuk kata kerja

masa lalu yang menunjukkan terjadinya sejak dahulu. Penyebutan konsideran

itu oleh ayat ini menunjukkan bahwa kebiasaan lama itu masih berlaku hingga

kini. Dalam konteks kepemimpinan dalam keluarga, alasan kedua agaknya

cukup logis. Bukankah dibalik setiap kewajiban ada hak? Bukankah yang

membayar memperoleh fasilitas? Tetapi pada hakikatnya, ketetapan ini bukan

hanya atas pertimbangan materi.191

Perempuan secara psikologis enggan diketahui membelanjai suami,

bahkan kekasihnya. Di sisi lain, lelaki malu jika ada yang mengetahui bahwa

kebutuhan hidupnya ditanggung oleh istrinya. Karena itu, agama Islam yang

tuntunann- tuntunannya sesuai dengan fitrah manusia mewajibkan suami untuk

menanggung biaya hidup istri dan anak-anaknya. Lebih lanjut lihat Tafsir al-

Misbah Vol. 2,.h. 407.192

190 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol.2. h. 405 191 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol.2. h. 407 192 Kewajiban itu diterima dan menjadi kebanggaan suami, sekaligus menjadi kebanggaan

istri yang dipenuhi kebutuhan dan permintaannya oleh suami, sebagai tanda cinta kepadanya. Dalam konteks pemenuhan kebutuhan istri secara ekstrem dan berlebihan, pakar hukum Islam, Ibnu Hazm, berpendapat bahwa wanita pada dasarnya tidak berkewajiban melayani suaminya dalam hal menyediakan makanan, menjahit, dan sebagainya. Justru sang suamilah yang berkewajiban menyiapkan untuk istri dan anak anaknya pakaian jadi, dan makanan yang siap dimakan.

Page 229: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

206

Nah dari kedua faktor yang disebutkan di atas—keistimewaan fisik

dan psikis, serta kewajiban memenuhi kebutuhan istri dan anak-anak—lahir

hak- hak suami yang harus pula dipenuhi oleh istri. Suami wajib ditaati oleh

istrinya dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama, serta

tidak bertentangan dengan hak pribadi sang istri. Ini bukan kewajiban taat

secara mutlak. Jangankan terhadap suami, terhadap ibu bapakpun kebaktian

kepada mereka tidak boleh mencabut hak- hak pribadi seorang anak.193

Selanjutnya Muhammad Quraish Shihab menyatakan perlunya digaris

bawahi bahwa kepemimpinan yang dianugerahkan Allah kepada suami tidak

boleh mengantarnya kepada kesewenang-wenangan. Al-Qur'an menganjurkan

untuk bermusyawarah dalam menyelesaikan setiap persoalan. Termasuk di

dalamnya persoalan yang dihadapi keluarga. Sepintas terlihat bahwa tugas

kepemimpinan ini merupakan keistimewaan dan derajat/tingkat yang lebih

tinggi dari perempuan. Bahkan ada ayat al-Qur'an yang menegaskan derajat

tersebut.194

امهنحفي أر الله لقا خم نمكتأن ي نحل لهلا يوء وثلاثة قر فسهنبأن نصبرتي طلقاتالموا إصلاحا ولهـن إن كن يؤمن بالله واليوم الآخر وبعولتهن أحق بردهن في ذلك إن أرادو

كيمح زيزع اللهة وجرد هنليال عجللروف ورعبالم هنلي٢٢٨ : ٢/البقرة( مثل الذي ع (

Perempuan-perempuan yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan

193 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol.2. h. 408 194 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol.2. h. 408

Page 230: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

207

kewajibannya menurut cara yang ma`ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. al-Baqarah/2: 228)

Quraish Shihab mengutip perkataan Imam Fakhruddin al-Razi yang

menyatakan bahwa keberhasilan perkawinan tidak tercapai kecuali jika kedua

belah pihak memperhatikan hak pihak lain. Tentu saja hal tersebut banyak,

antara lain adalah bahwa suami bagaikan pemerintah/pengembala, dan dalam

kedudukannya seperti itu, ia berkewajiban untuk memperhatikan hak dan

kepentingan rakyatnya (istrinya). Istripun berkewajiban untuk mendengar dan

mengikutinya. Tetapi di sisi lain, perempuan mempunyai hak terhadap

suaminya untuk mencari yang terbaik ketika melakukan diskusi.”195

Kalau titik temu tidak diperoleh dalam musyawarah, dan

kepemimpinan suami yang harus ditaati dihadapi oleh istri dengan nusyuz,

keangkuhan, dan pembangkangan, maka ada tiga langkah yang dianjurkan di

atas untuk ditempuh suami untuk mempertahankan mahligai perkawinan.

(Selanjutnya lihat Tafsir al-Mishbah Vol. 2. h. 409).196

Firman-Nya اهجروهن yang diterjemahkan dengan tinggalkanlah mereka

adalah perintah kepada suami untuk meninggalkan istri, didorong oleh rasa

tidak senang pada kelakuannya. (Lebih lanjut lihat Tafsir al-Mishbah Vol. 2

.h.409).197

195 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol.2. h. 409 196 Ketiga langkah tersebut adalah nasihat, menghindari hubungan seks, dan memukul.

Ketiganya dihubungkan satu dengan yang lain dengan menggunakan huruf wawu (و ) yang biasa diterjemahkan dengan dan. Huruf itu tidak mengandung makna perurutan, sehingga dari segi tinjauan kebahasaan dapat saja yang kedua di dahulukan sebelum yang pertama. Namun demikian, penyusunan langkah langkah itu sebagaimana bunyi teks memberi kesan bahwa itulah perurutan langkah yang sebaiknya ditempuh.

197 Ini dipahami dari kata hajar yang berarti meninggalkan tempat, atau keadaan yang tidak

baik, atau tidak disenangi menuju ke tempat dan atau keadaan yang baik atau lebih baik. Jelasnya, kata ini tidak digunakan untuk sekedar meninggalkan sesuatu, tetapi di samping itu ia juga mengandung dua hal lain. Yang pertama, bahwa sesuatu yang ditinggalkan itu buruk atau tidak disenangi, dan yang

Page 231: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

208

Kata فىاملضاجع yang diterjemahkan dengan di tempat pembaringan, di

samping menunjukkan bahwa suami tidak meninggalkan mereka di rumah,

bahkan tidak juga di kamar, tetapi di tempat tidur. (Lebih lanjut lihat Tafsir al-

Mishbah Vol. 2. h. 410).198 Kata واضربوهن yang diterjemahkan dengan pukullah

diambil dari kata ضرب yang mempunyai banyak arti.199

Sementara ulama memahami perintah menempuh langkah pertama dan

kedua di atas ditujukan kepada suami. Sedang langkah ketiga—yakni

memukul—ditujukankepada penguasa. (Lebih lanjut lihat Tafsir al-Mishbah

Vol. 2. h.172).200

kedua, ia ditinggalkan untuk menuju ke tempat dan keadaan yang lebih baik. Jika demikian, melalui perintah ini, suami dituntut untuk melakukan dua hal pula. Pertama, menunjukkan ketidaksenangan atas sesuatu yang buruk dan telah dilakukan oleh istrinya, dalam hal ini adalah nusuz dan kedua, suami harus berusaha untuk meraih di balik pelaksanaan perintah itu sesuatu yang baik atau lebih baik dari keadaan semula.

198 Ini karena ayat tersebut menggunakan kata fi ( ىف ) yang berarti di tempat tidur, bukan kata من yang berarti dari tempat tidur, yang berarti meninggalkan dari tempat tidur. Jika demikian, suami hendaknya jangan meninggalkan rumah, bahkan tidak meninggalkan kamar tempat suami-istri biasanya tidur. Kejauhan dari pasangan yang sedang dilanda kesalahpahaman dapat memperlebar jurang perselisihan. Perselisihan hendaknya tidak diketahui oleh orang lain, bahkan anak anak dan anggota keluarga di rumah sekalipun. Karena semakin banyak yang mengetahui, maka semakin sulit memperbaiki. Kalaupun kemudian ada keinginan untuk meluruskan benang kusut, boleh jadi harga diri di hadapan mereka yang mengetahuinya akan menjadi aral penghalang.

199 Bahasa, ketika menggunakan dalam arti memukul, tidak selalu dipahami dalam arti menyakiti atau melakukan sesuatu tindakan keras dan kasar. Orang yang berjalan kaki atau musafir dinamai oleh bahasa dan oleh al-Qur’an yadhribuna fi al-ardhi, yang secara harfiyah berarti memukul di bumi. Karena itu, perintah di atas dipahami oleh ulama berdasarkan penjelasan Rasul saw. bahwa yang dimaksud memukul adalah memukul yang tidak menyakitkan. Perlu dicatat bahwa ini adalah langkah terakhir bagi pemimpin rumah tangga (suami) dalam upaya memelihara kehidupan rumah tangganya.

200Memang, tidak jarang ditemukan dua pihak yang diperintah dalam satu ayat (baca

kembali penjelasan tentang ayat 229 dari surat al-Baqarah). Atas dasar ini, ulama besar Atha’ berpendapat bahwa suami tidak boleh memukul istrinya, paling tinggi hanya memarahinya.” Pemahamannya itu berdasar adanya kecaman Nabi saw. kepada suami yang memukul istrinya, seperti sabda beliau yang artinya, ”Orang orang terhormat tidak memukul istrinya.” Sejumlah ulama sependapat dengan Atha’ dan menolak atau memahami secara metafora hadis-hadis yang membolehkan suami memukul istrinya. Betapapun, kalau ayat ini dipahami sebagai izin memukul istri oleh suami, maka harus dikaitkan dengan hadis hadis Rasul saw. di atas, yang menyaratkan tidak menciderainya, tidak juga pukulan itu ditujukan kepada kalangan yang menilai pemukulan sebagai suatu penghinaan atau tindakan yang tidak terhormat. Agaknya untuk masa kini, dan di kalangan keluarga terpelajar, pemukulan bukan lagi satu cara yang tepat. Kemudian Quraish Shihab mengutip

Page 232: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

209

Bila ketiga langkah tersebut tidak berhasil, maka langkah berikut

adalah sebagaimana yang diperintahkan Allah (Q.S.Al-Nisâ’/4 : 35) :

ا إصريدا إن يلهأه ا منكمحله وأه ا منكمثوا حعا فابنهميب شقاق مإن خفتفق ووا يلاح )٣٥ : ٤/النساء( .الله بينهما إن الله كان عليما خبريا

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Berkaitan dengan kepemimpinan dalam rumah tangga, ada hal yang

menarik dari pernyataan Muhammad Quraish Shihab yang tidak dituangkan

dalam Tafsir al-Mishbah, tapi dituangkan dalam buku karya beliau yang

berjudul Perempuan.

Bila dua syarat kepemimpinan suami dalam rumah tangga yakni kemampuan qawwâmah dan kemampuan memberi nafkah tidak dimiliki oleh seorang suami, atau kemampuan istri melebihi kemampuan suami dalam hal keistimewaan—misalnya karena suami sakit—maka bisa saja kepemimpinan rumah tangga beralih kepada istri. Tetapi ini dengan syarat kedua faktor yang di sebut di atas tidak dimiliki suami. Jika suami tidak mampu memberi nafkah, namun tidak mengalami gangguan dari segi keistimewaan yang dibutuhkan dalam kepemimpinan, maka istri belum boleh mengambil alih kepemimpinan itu.201

Tapi sayangnya dalam buku Muhammad Quraish Shihab tersebut tidak

menjelaskan alasan secara rinci tentang kebolehan istri mengambil alih

kepemimpinan suaminya.

tulisan Muhamad Thahir Ibnu Asyur, ”Pemerintah, jika mengetahui bahwa suami tidak dapat menempatkan sanksi- sanksi agama ini di tempatnya yang semestinya, dan tidak mengetahui batas batas yang wajar, maka dibenarkan bagi pemerintah untuk menghentikan sanksi ini dan mengumumkan bahwa siapa yang memukul istrinya, maka dia akan dijatuhi hukuman. Ini agar tidak berkembang luas tindakan-tindakan yang merugikan istri, khususnya di kalangan mereka yang tidak memiliki moral.”200

201 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h.334

Page 233: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

210

Tampaknya Muhammad Quraish Shihab sudah mulai masuk pada

wilayah ijtihad dengan menggunakan methode ushul fiqih yang menyatakan

٢٠٢. مع عللها ال مع حكمها وجودا و عدماة تدورقرر االصوليون ان االحكام الشرعي

”Para pakar ushul al-fiqh menetapkan bahwa hukum-hukum syariat (hukum Islam) itu berputar bersama ‘illatnya, ada maupun tiadanya, bukan bersama hikmahnya.”

Suami dijadikan pemimpin dalam rumah tangga oleh Allah, karena ada

2 ‘illat (motif penetapan hukum), yaitu memiliki kelebihan fisik dan kewajiban

memberi nafkah. Oleh karena itu maka jika kedua hal tersebut tidak ada, maka

dapat diambil alih kepemimpinan rumah tangga itu oleh istrinya yang memang

memiliki kedua hal tersebut.

Wahbah al-Zuhaily dalam menafsirkan al-Qur'an Surat al-Nisâ/4 ayat

34 sejalan dengan Quraish Shihab. Dalam tafsirnya ditegaskan bahwa

penafsiran ayat di atas adalah suami/laki-laki adalah pemimpin

istri/perempuan. Suami/laki-laki sebagai kepala rumah tangga, hakim dalam

rumah tangga, dan sebagai pendidik istri bila istri menyimpang. Dia sebagai

pemelihara dan pengelola rumah tangga. Oleh karena itu dia wajib berusaha

dengan sungguh sungguh. dia berhak mendapatkan waris lebih besar dari istri

karena dia yang diberi beban untuk memberi nafkah kepada istri dan anak

anaknya. Adapun sebab seorang suami menjadi kepala rumah tangga ada dua,

yaitu:

a. Adanya kekuatan fisik. Dia sempurna fisiknya, kuat akalnya, perasaannya

stabil. Seorang suami lebih unggul daripada istri/perempuan, baik dari segi

akal, pendapat, ide, dan kekuatan fisiknya. Untuk itu Allah memberikan

risalah, kenabian, kepemimpinan, penyebaran agama kepada para laki-laki

202 Abdu al-Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Mesir: Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah

Syabab al-Azhar, 1968), h. 66

Page 234: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

211

seperti azan, iqamah, khuthbah, shalat Jumat, dan jihad. Begitu juga talak

ada di tangan mereka (suami), dan mereka dibolehkan memiliki banyak istri.

Saksi dalam pidana dikhususkan pada kaum lelaki, serta bagian waris lebih

banyak daripada wanita.

b. Wajib memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Wajib memberi

mahar, karena mahar merupakan lambang penghormatan terhadap

perempuan. Sedangkan selain tersebut di atas hak dan kewajibannya sama

antara laki laki dan perempuan.203 Ini merupakan bagian dari kebaikan Islam

sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur'an Surat al-Baqarah/2 ayat 228.

Ahmad Mushthafa al-Maraghi juga sejalan dengan Quraish Shihab. Al-

Maraghi menegaskan bahwa

Suami memimpin istri, karena suami yang melaksanakan urusan istri, dan memperhatikan untuk menjaganya, sebab suami dilebihkan daripada istri, karena dua hal. Pertama, secara alami laki-laki itu diciptakan Allah kuat dan sempurna fisiknya seperti kuat akalnya, pemandangannya jernih dalam menghadapi permasalahan sejak awal sampai ahir permasalahan. Kedua , dari segi usaha, laki-laki memiliki kekuatan untuk usaha dan mengatur segala urusan. Oleh karena itu laki-laki dibebani untuk memberi nafkah kepada istri dan melakukan kepemimpinan dalam rumah tangga.204

Begitu juga Zamakhsyari,205 Sayyid Qutub,206 Said Hawa,207

mempunyai pandangan yang sama, yaitu bahwa kepemimpinan itu berada di

tangan kaum lelaki (suami) disebabkan dua faktor. Pertama, kaum laki-laki

203 Wahbah al-Zuhaily, al-Munîr… , Juz 5, h. 54 204Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi…, Jilid. V., h. 26 Lihat Muhammad

Ali al-Shabuni, Rawâi’ al-Bayân Tafsir Ayat al-Ahkâm Min al-Qur’an, (Cairo: Dâr al-Shabuni, 1999), Jilid.I. h. 332 Lihat Abi al-Hasan Ali Muhammad Bin Habib al-Mawardi al-Bashari, al-Naktu Wa al-Uyûn Tafsir al-Mawardi, (Bairut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, t.t.), Jilid.I, h. 480 Lihat Tafsir Burhanuddin Abu Hasan Ibrahim Bin Umar al-Biqa’i , Nudzum al-Durar…, Juz 2, h. 251

205 Abu al-Qaasim Jaru Allah Mahmud Bin Umar Bin Muhammad al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf…, Jilid.I, h. 495

206 Sayyid Qutub, Fi Dhilâl al-Qur’an, (Cairo: Daar al-Syuruq, 1981), Jilid. II, h.649 207 Said Hawa , al-Asâs Fî al-Tafsîr …, Jilid. II. h. 1052

Page 235: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

212

diberi kelebihan oleh Allah seperti akal, ide, cita-cita, kekuatan fisik,

kesempurnaan puasa, shalat, kenabian, kepemimpian, menjadi imam, azan

dalam shalat, khuthbah, saksi dalam hukum pidana, qishash, mendapat waris

yang berlipat, memiliki nikah, dan talak. Kedua, disebabkan kaum lelaki

diwajibkan memberi nafkah dan mahar pada sang istrinya dan anak-anaknya.

Faisar Ananda Arfa menyimpulkan bahwa dari diskursus di atas

terlihat perbedaan interpretasi antara kelompok Islam tradisional dan modern

dalam melihat soal kepemimpinan perempuan dalam Islam. Bagi kelompok

Islam tradisional berpandangan bahwa kepemimpinan berada di tangan laki-

laki dengan asumsi bahwa Allah telah melebihkan laki-laki dari perempuan

secara fisik maupun mental yang merupakan prasyarat mutlak bagi

kepemimpinan yang baik. Pembebanan kewajiban nafkah kepada laki-laki

menambah kesan bahwa yang kuat bahwa Tuhan mempercayakan laki-laki

sebagai pemimpin. Ketentuan Allah ini merupakan harga mati yang tidak dapat

ditawar dalam kondisi dan situasi apapun.208

Sebaliknya bagi kelompok Islam modern berpandangan bahwa ajaran

Islam diklasifikasikan dalam dua bagan besar, yakni ajaran dasar dan ajaran

bukan dasar. Masalah kepemimpinan dimasukkan ke dalam bagian ajaran

bukan dasar, yang bersifat interpretatif dan karenanya sangat mungkin berubah

sesuai dangan perkembangan zaman dan perkembangan kehidupan manusia.

Mereka kelihatanya memandang bahwa kepemimpinan dalam Islam bukan

sesuatu yang given, namun merupakan ajang kompetisi terbuka yang dapat

diperebutkan baik oleh laki-laki dan perempuan. 209

208 Faisar Ananda Arfa, Wanita Dalam Konsep Islam Modernis, (selanjutnya tertulis Wanita

Modernis) (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004), h. 111 209 Faisar Ananda Arfa, Wanita Modernis…, h. 112

Page 236: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

213

Nampaknya Faisar Ananda Arfa mengikuti paradigma yang

dikembangkan oleh Munawir Sjadzali yang mengatakan, bahwa al-Qur’an

dikelompokkan pada dua kelompok yaitu aqîdah dan mu’âmalat. Ayat dalam

kategori mu’âmalat akal boleh berperan sekalipun bertentangan dengan teks

ayat al-Qur’an. Dan masalah kepemimpinan termasuk kategori mu’âmalat,

maka wajar dia menyimpulkan bahwa ayat tentang kepemimpinan bersifat

kondisional.

Hal tersebut dapat dilihat dalam pernyataannya: Ayat-ayat al-Quran tentang kepemimpinan dipandang sebagai ayat

yang bersifat kondisional, dan merupakan cerminan dari masyarakat Arab ketika ayat tersebut diturunkan. Oleh karena itu ayat-ayat itu tidak merupakan ayat yang mengikat kaum muslimin sepanjang masa dan di berbagai tempat di pelosok dunia. Jadi dasar pemikiran yang dikembangkan oleh kelompok Islam modern dalam masalah ini adalah bahwa dalam soal ajaran yang bukan dasar dan bersifat muamalah seperti soal kepemimpinan ini, Islam tidak memberikan aturan yang ketat dan kaku, namun dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman dan perubahan tempat.210

Penulis tidak sependapat dengan pernyataan Faisar Ananda Arfa yang

menyatakan bahwa perbedaan masalah kepemimpinan dalam al-Qur'an Surat

al-Nisâ’/4 ayat 34 di kelompokkan pada penafsiran para mufasir klasik dan

modern, tapi yang jadi pokok masalah adalah kepemimpinan dalam rumah

tangga atau kepemimpinan dalam masyarakat, karena kepemimpinan dalam

rumah tangga mayoritas ulama baik ulama klasik maupun modern telah

sepakat bahwa suami adalah pemimpin tertinggi dalam keluarga. Namun

terhadap masalah kepemimpinan dalam masyarkat, para ulama berbeda

pendapat dan semuanya mengacu pada al-Qur'an Surat al-Taubah/9 ayat 71.

Untuk itu dalam masalah kepemimpinan penulis membagi dalam dua hal, yaitu

210 Faisar Ananda Arfa, Wanita Modernis…, h. 112

Page 237: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

214

kepemimpinan dalam rumah tangga sebagaimana dijelaskan di atas dan

kepemimpinan dalam masyarakat/pemerintahan yang akan dijelaskan berikut

ini.

2. Kepemimpinan dalam masyarakat/pemerintahan

Hak-hak politik dianggap sebagai ukuran/barometer yang amat penting

yang harus diperhatikan ketika melihat masyarakat tertentu untuk mengetahui

kemajuan kehidupan sosial masyarakat. Sehingga individu yang mendapat

kesempatan melakukan hak-hak politik dalam masyarakat tertentu, dia akan

ikut serta dengan orang-orang lain dalam membangun masyarakat ini dan

dapat memudahkan urusan pribadinya serta perkembangannya ke tingkat yang

lebih unggul.211

Berkaitan dengan hal tersebut, ada hal yang lebih penting lagi untuk

diperhatikan yaitu hak-hak politik perempuan, yaitu hak menyatakan pendapat,

kebebasan pendapat, kebebasan sosial, hak memilih, dan dipilih untuk anggota

MPR/DPR, kebebasan menyatakan pendapat di pengadilan, dan hak menjadi

pimpinan pada lembaga pelayanan umum.212

Islam mengajak kepada kaum laki-laki maupun perempuan untuk

menyatakan pendapatnya dalam berbagai hal sebagaimana yang ditegaskan

dalam al-Qur'an, yaitu:

a. Kaum perempuan bebas berpendapat dan berfikir

Allah telah berfirman dalam beberapa ayat tentang musyawarah antara

lain:

211 Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqûq al-Mar’ah Fî al-Mujtama al-Islâm, (selanjutnya tertulis Huqûq al-Mar’ah) (Mesir: al-Haiah al-Mishriyah al-âmmah Li al-Kitâb, 1986), h. 51

212 Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqûq al-Mar’ah .., h. 52

Page 238: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

215

مهنع ففاع لكوح وا منفضا غليظ القلب لانفظ تكن لوو مله تالله لن ة منمحا رفبمال ( ي الأمر فإذا عزمت فتوكل على الله إن الله يحب المتوكلنيواستغفر لهم وشاورهم ف

)١٥٩ : ٣/عمرانMaka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Q.S. Ali Imrân/3:159)

والذين استجابوا لربهم وأقاموا الصلاة وأمرهم شورى بينهم ومما رزقناهم ينفقون )٣٨: ٤٢/الشوري(

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. (Q.S. al-Syurâ/42: 38)

Tidak ada perbedaan dalam mendiskusikan masalah-masalah umum

dalam masyarakat antara laki-laki dan perempuan. Perempuan pada permulaan

Islam selalu ikut serta dalam urusan sosial dan tidak dipencilkan/diasingkan

dari aktivitas masyarakat di tengah-tengah keberadaan Nabi saw. Begitu juga

pada masa al-Khulafa al-Rasyidin. Bahkan tidak ada seorangpun yang

mengingkari hak bersekutu bagi kaum perempuan dalam masalah-masalah

umum di masyarkat.213

Jamaluddin Muhammad Mahmud mengatakan:"Bahwa Islam

mengajak kepada semua pakar baik laki-laki maupun perempuan di masyarkat

untuk menyatakan pendapatnya demi kebaikan di masyarkat.”214 Sebagaimana

ditegaskan dalam firman Allah

213Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqûq al-Mar’ah…, h.53 214Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqûq al-Mar’ah … , h. 53

Page 239: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

216

مه أولئككر ونن المن عوهنيوف ورعون بالمرأمير ويون إلى الخعدة يأم كممن كنلتو )١٠٤ :٣/ال عمران( المفلحون

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.(Q.S. Ali Imran/3: 104)

Ayat ini mengajak untuk menyatakan pendapat dan mengambil sikap

positif dalam memperbaiki masyarakat melalui ceramah atau mengeluarkan

pendapat, baik laki-laki maupun perempuan dalam kapasitas yang sama.

Ada sekelompok perempuan pergi menghadap Nabi saw. mereka

menuntut untuk berbaiat (janji setia). Lalu Nabi membaiat mereka,

sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah

ننيزلا يو رقنسلا يئا ويبالله ش ركنشلى أن لا يع كنايعبي اتمنؤالم اءكإذا ج بيا النهاييا يعصينك في معروف ولا يقتلن أولادهن ولا يأتني ببهتان يفترينه بين أيديهن وأرجلهن ول

حيمر غفور إن الله الله نله فرغتاسو نهايع١٢ : ٦٠/املمتحنة( فب(

Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Mumtahanah/60:12)

Ayat ini merupakan bukti, bahwa perempuan dapat menyatakan hak-

haknya dalam masalah akidah, pemikiran, dan mengembangkan agama yang

dia pilihnya. Ini merupakan contoh nyata tentang kebebasan kaum perempuan

dalam akidah, menyatakan pendapat dan mengambil keputusan. Dengan

Page 240: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

217

demikian bukan hal yang aneh jika masyarakat menganut prinsip persamaan

antara laki-laki dan perempuan dalam masalah menyatakan pendapat.215

Begitu juga Nabi sebagai hakim agung, mufti yang paling alim, dan

hakim yang bijak, mau mendengar pengaduan perempuan terhadap suaminya,

sebagaimana ditegaskan Allah

قد سمع الله قول التي تجادلك في زوجها وتشتكي إلى الله والله يسمع تحاوركما إن صريب ميعس ادلة( الله١ :٥٨/ا(

Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. al-Mujâdalah/58: 1)

Ayat ini menunjukkan bahwa istri tidak dilarang mengajukan gugatan

suaminya kepada penguasa yang tertinggi dalam masyarakat. Begitu juga

perempuan tidak boleh diasingkan dari masyarakat, karena Nabi saw.

mengizinkan kaum perempuan ke luar rumah untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Begitu juga Nabi mengizinkan pergi ke masjid untuk menunaikan

shalat.

Ketika Islam meletakkan kaum perempuan di belakang kaum laki-laki

dalam shalat, bukan berarti perempuan memiliki kekurangan, tetapi sebaliknya

dalam rangka menjaga kesucian dan kehormatan perempuan itu sendiri, sebab

jika kaum perempuan diletakkan di baris depan kaum lelaki, maka kaum lelaki

akan melihat ruku dan sujud kaum perempuan sehingga akan menimbulkan

fitnah.216

Banyak diantara perempuan yang menjadi penyair seperti al-Khansa,

Rabiah al-Adawiyah. Begitu juga banyak kaum perempuan yang mengemban

215 Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqûq al-Mar’ah …, h. 54 216Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqûq al-Mar’ah…, h. 55

Page 241: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

218

amanah periwayatan hadis dari Nabi saw. seperti Aisyah, Asma Binti Abi

Bakar, Hafshah Biti Umar, Ummu Hani Binti Abi Thalib, Fathimah al-

Naisaburiyah, Nafisah Binti Hasan al-Anwar, Asma binti Asad Ibnu al-Furat

dari Qairuwan. Banyak para ulama mengambil hadis yang diriwayatkan oleh

kaum perempuan tersebut. Dari sini jelaslah bahwa perempuan pada masa awal

Islam sudah ikut serta dalam bidang sastra dan pemikiran.217

b. Kaum perempuan berhak memilih dan dipilih

Diantara peraturan yang prinsip dalam syariat Islam adalah

menetapkan prinsip musyawarah, sedangkan musyawarah harus diputuskan

oleh orang yang ahlinya (pakar), maka dalam musyawarah tidak memandang

laki-laki atau perempuan. Yang penting dia mampu dan cakap untuk

menyelesaikannya.218

Sebahagian ulama berpendapat bahwa Islam tidak mengharamkan

perempuan untuk berpolitik sebagaimana dinyatalan dalam al-Qur'an Surat al-

Baqarah/2 ayat 228 dan Surat al-Taubah/9 ayat 71. Ikut sertanya Aisyah dalam

menyelesaikan sengketa politik antara Ali dan Muawiyah dan juga peran yang

dimainkan oleh Nailah istri Usman Bin Affan, menunjukkan adanya

pengakuan ajaran Islam terhadap kebolehan perempuan untuk berpolitik,

Selain itu juga karena tidak adanya nash yang jelas yang melarang hak-hak

perempuan untuk berpolitik. Dengan bolehnya para perempuan

mengemukakan pendapat dalam musyawarah, berarti perempuan boleh

memilih dan dipilih menjadi anggota DPR/MPR.219

c. Kaum perempuan Berhak Menjdi Pemimpin dalam Masyarakat Umum

217 Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqûq al-Mar’ah …, h. 59 218 Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqûq al-Mar’ah …, h. 61 219 Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqûq al-Mar’ah …, h. 64

Page 242: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

219

Kepemimpinan laki-laki terhadap perempuan yang terkandung dalam

Q.S. al-Nisâ’/4:34 adalah kepemimpinan dalam keluarga, itu hak yang tidak

diragukan lagi, karena itu hukum syar'i dan realitas kehidupan dalam segala

zaman. Namun perempuan itu harus di rumah jangan kita menjadikan dia

selalu ada di rumah, tetapi dia harus ditujukan ke tempat pekerjaannya dan

tempat dia menyampaikan misinya yang mulia dalam kehidupan. Apabila dia

ikut serta dalam urusan masyarakat, maka dia harus keluar dari rumahnya

untuk menyempurnakan risalahnya.220

Untuk itu tidak ada yang membatasi hak perempuan dalam mengurus/

menguasai seluruh kepentingan umum. Hanya saja perlu disesuaikan dengan

kemampuan dan kehormatan perempuan itu sendiri. Untuk itu perlu

diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Perempuan yang melaksanakan pekerjaannya di luar rumah perlu menjaga

kode etik ajaran Islam yang bertujuan untuk menjaga kehormatan

perempuan, seperti menjaga kehormatan dirinya dari kaum laki-laki yang

tidak baik.

2) Perempuan seyogyanya tidak dibebani dengan pekerjaan yang berat yang

biasa dilakukan kaum laki-laki

3) Perempuan dapat menjabat sebagai karyawan biasa atau pejabat tinggi di

Pemerintahan sesuai dengan kemampuan baik fisik dan kecerdasannya.221

Perempuan dibolehkan mengendalikan urusan peradilan (menjabat

sebagai qadhi atau hakim), karena seorang qadhi bukan merupakan bagian dari

jajaran pejabat pemerintah. Qadhi adalah orang yang mengatasi persengketaan

di tengah-tengah masyarakat serta memberikan penjelasan kepada pihak-pihak

220 Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqûq al-Mar’ah …, h. 65 221 Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqûq al-Mar’ah …, h.67

Page 243: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

220

yang bersengketa tentang hukum syariat yang bersifat memaksa. Karena ada

riwayat yang menyatakan bahwa Umar Bin Khatthab pernah mengangkat

seorang perempuan bernama Syifa untuk menjabat qadhi hisbah (hakim yang

menyangkut pelanggaran terhadap hak masyarakat) di pasar. Dengan demikian

tidak menjadi masalah jika perempuan menjabat sebagai qadhi (hakim) 222

Hal ini juga sejalan dengan Ibnu Jarir yang dikutip oleh Jamaluddin

Muhammad Mahmud dalam bukunya mengatakan bahwa Ibnu Jarir atau

dikenal dengan Imam al-Thabari membolehkan perempuan memimpin

peradilan atau menjadi hakim tanpa ada batasan masalah, baik perdata,

maupun pidana.223

Ada sebagian ulama yang mengharamkan perempuan sebagai

pemimpim dengan alasan sebuah hadis riwayat Bukhari

عن اىب بكرة قال لقد نفعين اهللا بكلمة حدثنا عثمان بن اهليثم حدثنا عوف عن احلسن تهامن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ايام اجلمل بعد ماكدت ان احلق باصحاب مسع

اجلمل فاقاتل معهم قال ملا بلغ رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ان اهل فارس قد ملكوا ٢٢٤ عليهم بنت كسرى قال لن يفلح قوم و لو امرهم امرأة رواه البخاري

Usman Bin al-Haitsam telah menceritakan kepada kami, Auf telah menceritakan kepada kami dari al-Hasan, dari Abi Bakrah telah berkata, "Sungguh Allah telah memberikan manfaat kepadaku pada waktu perang jamal dengan kalimat yang saya dengar dari Rasulullah saw. setelah aku hampir bergabung dengan pasukan unta untuk bertempur bersama mereka, Abu Bakrah berkata, 'Ketika ada berita sampai kepada Rasulullah, bahwa penduduk Persi telah mengangkat putri Kisra menjadi Ratu, maka Rasulullah bersabda 'Tidak akan sukses suatu kaum jika masalah pemerintahan diserahkan kepada perempuan.'" (H.R. Bukhari).

222 Achmad Junaidi Ath-Thayyibiy, Tata Kehidupan perempuan Dalam Syariat Islam,

(Jakarta: Wahyu Press, 2003), h. 81 223 Jamaluddin Muhammad Mahmud, Huqûq al-Mar’ah…, h. 70

224 Abu Abdullah Muhammad Bin Ismail al-Bukhari, al-Bukhari…, Jilid.III, h. 89

Page 244: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

221

Jika kita menelaah hadis di atas, maka celaan Rasulullah terhadap

orang-orang yang menyerahkan urusan pemerintahannya kepada seorang

perempuan merupakan respon beliau terhadap informasi yang didengarnya,

yaitu bahwa bangsa Persia dipimpin oleh seorang perempuan. Hadis ini tentu

dikhususkan untuk topik ini, tidak terkait dengan persoalan yang lain. Artinya

tidak semua persoalan dapat digeneralisasi.

Apalagi bila dilihat dari latar belakang pengungkapan Rasulullah yang

terdapat pada kitab Imam Bukhari yaitu:

حدثنا اسحاق حدثنا يعقوب بن ابراهيم حدثنا اىب عن صاحل عن ابن شهاب قال أخربىن عبيد اهللا أن ابن عباس أخربه أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم بعث بكتابه

بحرين اىل اىل كسرى مع عبد اهللا بن حذافة السهمى فأمره ان يدفعه اىل عظيم الكسرى فلماقرأه مزقه فحسبت أن ابن املسيب قال فدعا عليهم رسول اهللا صلى اهللا

٢٢٥ عليه و سلم ان ميزقوا كل ممزق رواه البخارى

Ishaq menceritakan kepada kami, Ya’kub ibn Ibrahim menceritakan kepada kami, Bapakku menceritakan kepada kami dari Shaleh dari Ibnu syihab, ia mengatakan ‘Ubaidillah ibn ‘Abdillah menceritakan kepadaku bahwa Ibnu ‘Abbas memberi tahukannya bahwa Rasulullah SAW. telah mengirim surat kepada Kisra melalui ‘Abdillah Ibnu Khuzafah al-sahmi. Rasulullah saw. memerintahkannya untuk menyerahkan surat tersebut kepada pembesar bahrain, lalu diserahkan kepada Kisra. Ketika Kisra membaca surat tersebut, maka surat itu disobek-sobeknya. Lalu saya mengira bahwa Ibnu al-Musayyab mengatakan, ”Maka Rasulullah mendoakan agar mereka disobek-sobek seperti sobekan surat tersebut." (H.R.Bukhari) Ahmad Fudhaili mengutip perkataan al-Asqallany dalam kitab Fathu

al-Bari yang mengatakan

Kisra yang telah menyobek-nyobek surat Nabi dibunuh oleh anak laki-lakinya. Sebelum matinya, Kisra mengetahui bahwa ia dibunuh oleh

225 Abu Abdillah Muhammad Bin Ismail al-Bukhari, al-Bukhari,… Jilid.III, h. 89

Page 245: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

222

anaknya sendiri, Syairuwiyah. Maka ia memerintahkan kepada pembantunya yang setia untuk membunuh anaknya setelah ia mati. Berselang enam bulan sejak kematian bapaknya, Syairuwiyahpun mati diracun. Pada saat itu tidak ada yang menggantikan kedudukan raja, karena selain membunuh ayahnya, Syairuwiyah juga membunuh saudara-saudaranya yang lain karena ambisi untuk menduduki tahta kerajaan, kecuali anak perempuannya, Buran bint Syairuwiah ibn Kisra bin Barwiz. Anak perempuan inilah yang kemudian menduduki tahta kerajaan. Tidak lama kemudian kekuasaannya hancur berantakan, sebagaimana sumpah Nabi kepada mereka.226

Kemudian Ahmad Fudhaili mengutip perkataan Husen Muhammad

yang mengatakan, ”Dalam konteks inilah Nabi bersabda, 'Tidak akan pernah

beruntung bangsa yang diperintahkan oleh perempuan'”. Hadits ini

diungkapkan dalam kerangka pemberitahuan, hanya sebuah informasi yang

disampaikan Nabi dan bukan dalam kerangka legitimasi hukum dan tidak

memiliki relevansi hukum.227

Penulis setuju bahwa perempuan mempunyai kewenangan publik

seperti menjadi anggota parlemen (DPR), menjadi Hakim, bahkan menjadi

Presiden, selama perempuan itu memiliki kemampuan dalam hal tersebut.

Sesuai dengan salah satu riwayat yang berbunyi

فليح وحدثىن ابراهيم بن املنذر قال حدثنا حممد بن فليح احدثنا حممد بن سنان قال حدثن بينما النيب قال حدثىن اىب قال حدثىن هالل بن على عن عطاء بن يسار عن اىب هريرة قال

صلى اهللا عليه وسلم ىف جملس حيدث القوم جاءه اعرايب فقال مىت الساعة فمضى رسول ه وسلم حيدث فقال بعض القوم مسع ماقال فكره ماقال وقال بعضهم بل اهللا صلى اهللا علي

مل يسمع حىت اذا قضى حديثه قال اين اراه السائل عن الساعة قال ها انا يا رسول اهللا قال فاذا ضيعت االمانة فانتظر الساعة قال كيف اضاعتها قال اذا وسد االمر اىل غري اهله

٢٢٨ فانتظر الساعة رواه البخارى

226Ahmad Fudhaili, Perempuan di Lembaran Suci Kritik Atas Hadis-Hadis Sahih, (selanjutnya tertulis Perempuan di Lembaran Suci) (Yogyakarta: Pilar Religia, 2005), h. 228

227 Ahmad Fudhaili, Perempuan di Lembaran Suci…, h. 228 228 Abu Abdillah Muhammad Bin Ismail al-Bukhari, al-Bukhari,… Jilid.I, h.24

Page 246: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

223

Muhammad Bin Sinan telah menceritakan kepada kami dia berkata, Fulaih telah menceritakan kepada kami dan Ibrahim Bin al-Mundzir telah menceritakan kepada saya dia berkata, Muhammad Bin Fulaih telah menceritakan kepada kami dia berkata, ayahku telah menceritakan kepada saya dia berkata, Hilal Bin Ali telah menceritakan kepada saya dari ‘Atha Bin Yasar dari Abi Hurairah dia berkata, ketika Nabi saw berada di suatu majlis membicarakan suatu kaum, tiba-tiba seorang Arab Badui mendatanginya dia bertanya:”Kapan terjadi kehancuran, Rasulullah meneruskan pembicaraan itu, lalu sebahagian kaum berkata dan mendengar apa yang dikatakan Rasulullah, dia memikirkan apa yang dikatakannya dan sebahagian yang lain berkata bahkan belum pernah dia dengar sehingga apabila pembicaraan itu berlangsung Rasulullah bertanya :” Mana saya melihat orang yang bertanya tentang kehancuran, orang tersebut menjawab, saya wahai Rasulullah, Rasulullah mmenjawab:” Apabila amanat disia-siakan, maka tunggu kehancurannya, orang tersebut balik bertanya, apa yang dimaksud orang yang menyia-nyiakan amanat itu, Rasulullah menjawab:”Apabila suatu masalah diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.”(H.R.al-Bukhari)

Kemampuan untuk memimpin tidak hanya dimiliki oleh kaum laki-

laki, tapi juga kaum perempuan. Jadi tidak benar misalnya ada seorang

perempuan yang lebih pandai memimpin daripada laki-laki, lalu diangkat

seorang laki-laki yang bodoh sebagai pemimpim.

Menurut Muhamad Anas Qasim Ja’far, bahwa orang yang tidak

membolehkan perempuan sebagai pemimpin didasarkan pada argumen antara

lain: al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 34, al-Baqarah/2 ayat 228, dan al-

Ahzâb/33 ayat 33. Selain itu juga didasarkan pada hadis yang maknanya,

“Tidak akan sejahtera suatu kaum yang menyerahkan urusan pemerintahannya

kepada perempuan.” Hadis yang maknanya, “Perempuan itu kurang akal dan

agamanya.” Ijma Ulama pada kurun waktu tertentu yang tidak membolehkan

perempuan menjadi pemimpin. Qiyas yaitu upaya memasukan sesuatu perkara

yang tidak terdapat status hukumnya—baik dalam al-Qur’an, sunnah maupun

Page 247: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

224

ijma—dengan perkara yang status hukumnya telah tercatat dalam salah satu

sumber hukum tersebut karena adanya persamaan illat hukum.229

Kemudian Muhammad Anas Qasim Ja’far menanggapi alasan-alasan

di atas sebagai berikut :

Pertama, kami berpandangan, bahwa maksud hak kepemimpinan

dalam al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 34 adalah hak suami untuk memberi

pelajaran kepada istri yang membangkang. Dia menyimpulkan, bahwa ayat di

atas diturunkan dengan sebab khusus. Ia secara khusus menanggapi kejadian

tertentu, yakni urusan keluarga, dan tidak ada hubungannya dengan soal hak

politik perempuan.230

Penulis sependapat dengan pendapat Muhammad Anas Qasim Ja’far,

karena kepemimpinan dalam masyarakat tidak ada kaitan dengan kewajiban

memberi nafkah antara pemimpin dan yang dipimpin, yang ada hanya

menegakkan keadilan terhadap masyarakat yang dipimpinnya.

Kedua, begitu juga dengan maksud al-Qur'an Surat al-Baqarah/2 ayat

228 adalah derajat laki-laki tersebut bukanlah derajat keunggulan dan

keistimewaan, melainkan derajat kepemimpinan sejauh disebutkan dalam ayat

terdahulu (Q.S. al-Nisâ’/4: 34), yaitu dalam masalah rumah tangga.231

Penulis sependapat dengan Muhammad Anas Qasim Ja’far, karena

kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemimpinan dalam rumah tangga,

maka wajar kalau suami yang berhak memimpin, karena dalam rumah tangga

yang berkewajiban memberi nafkah adalah suami, begitu juga wajar bila laki-

laki memiliki derajat lebih dibanding perempuan.

229 Muhammad Anas Qasim Ja’far, Mengembalikan Hak Hak Politik Perempuan Sebuah

Perspektif Islam, (selanjutnya tertulis Hak-Hak Politik Perempuan) (Jakarta: Azan, 2001), h. 37-41 230 Muhammad Anas Qasim Ja’far, Hak Hak Politik Perempuan…, h. 42 231 Muhammad Anas Qasim Ja’far, Hak Hak Politik Perempuan…, h. 43

Page 248: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

225

Ketiga, begitu juga maksud al-Qur'an Surat al-Ahzâb/33 ayat 33.

Ayat ini mengandung makna bahwa al-Qur’an mengharuskan perempuan

selalu berada di dalam rumah. Perempuan tidak diperbolehkan ke luar rumah

untuk bergelut dengan kehidupan publik dan ikut serta dalam kehidupan

politik. Padahal ayat ini merupakan salah satu ayat yang diturunkan khusus

untuk istri-istri Nabi. Karena itu lingkup hukumnya terbatas pada istri-istri

Nabi.232

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Muhammad Quraish Shihab yang

mengatakan, ”Tidak semua apa yang dilakukan Rasul perlu diteladani,

sebagaimana tidak semua yang wajib atau terlarang bagi beliau, wajib dan

terlarang pula bagi umatnya. Bukankah beliau wajib bangun shalat malam dan

tidak boleh menerima zakat.”?233

Tentunya istri-istri nabi tidak boleh keluar rumah untuk bergelut

dengan kehidupan publik dan ikut serta dalam kehidupan politik, tidak mutlak

harus diikuti oleh istri-istri selain Nabi saw. walaupun kenyataannya ada istri-

istri Nabi yang ikut dalam kehidupan politik seperti Aisyah ketika melawan Ali

Bin Abi Thalib, ketika Ali tidak bertanggung jawab atas kematian Usman Bin

Affan.

Keempat, hadis yang menyatakan, ”Bahwa tidak akan sejahtera suatu

kaum yang menyerahkan urusan pemerintahannya kepada perempuan.” Ini

merupakan salah satu hadis yang keluar secara khusus untuk merespon

kenyataan bahwa putri Kisra, Raja Persia, memegang kepemimpinan negara.

Ini disebabkan tidak adanya laki-laki yang memimpin kerajaan akibat perang

saudara dan pristiwa bunuh-bunuhan antara kaum laki-laki satu sama lain.

232 Muhammad Anas Qasim Ja’far, Hak Hak Politik Perempuan…, h. 45 233 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 2. h. 326

Page 249: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

226

Sehingga kerajaan diserahkan kepada seorang perempuan. Hadis ini khusus

untuk masyarakat Persia akibat tidak adanya laki-laki yang layak memimpin

kerajaan. Juga khusus dalam konteks dikabulkannya doa Rasulullah saw.

ketika Kisra menyobek-nyobek surat kiriman Nabi. Ketika itu, Rasulullah saw.

berdoa kepada Allah agar dihancur leburkan kerajaan itu, dan Allah

mengabulkannya.234

Memang kita harus menyadari bahwa di antara hadis-hadis, ada yang

berasal dari Rasulullah saw. dalam kapasitas sebagai utusan Tuhan, ada juga

hadis-hadis yang berasal dari Rasulullah saw. dalam kapasitas sebagai

pemimpin dan pemegang pemerintahan komunitas Muslim. Hadis semacam ini

bukan merupakan perundang-undangan yang bersifat umum, sebab putusannya

mengacu pada kemaslahatan yang ada pada masa itu. Ia tidak menjadi

keharusan mutlak bagi seluruh umat manusia, karena terlahir dari Rasul saw.

dalam kapasitas sebagai manusia biasa, bukan sebagai utusan Allah.235

Contoh paling jelas untuk kategori ini adalah ketika peristiwa perang

Badar, ketika Nabi saw. ingin menurunkan sepasukan tentara pada suatu

tempat, lantas sebagian sahabat mengatakan, ”Apakah ini wahyu yang

diturunkan Allah kepadamu yang tidak bisa kita tawar-tawar, atau merupakan

pendapat, taktik, dan strategi perang?” Salah seorang sahabat berujar, “Ini

sesungguhnya bukanlah wahyu.” Kemudian salah seorang sahabat

mengusulkan agar pasukan diturunkan di tempat lain dengan alasan yang

dijelaskannya kepada Rasulullah. Rasulullah lalu melaksanakan usulan-usulan

itu.236

234 Muhammad Anas Qasim Ja’far, Hak Hak Politik Perempuan…, h. 48 235 Muhammad Anas Qasim Ja’far, Hak Hak Politik Perempuan…, h. 50 236 Muhammad Anas Qasim Ja’far, Hak Hak Politik Perempuan…, h. 50

Page 250: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

227

Mengingat hadis di atas ada kaitannya dengan pemerintahan Persia,

maka tentu tidak mutlak harus diikuti dalam segala zaman, sebab hadis

tersebut berkaitan dengan Ratu dari negara Persia.

Kelima, hadis yang menyatakan kaum perempuan kurang akal dan

kurang agama, jangan ditafsirkan bahwa perempuan makhluk yang tidak

sempurna, buktinya saat sekarang banyak kaum perempuan yang lebih cerdas

dari kaum laki-laki.

Keenam, ijma ulama mengenai tidak diperbolehkannya perempuan

turun berperan dalam aktivitas politik suatu negara bertentangan dengan

Rasulullah yang pernah sebelum perang mengumpulkan para sahabat untuk

bermusyawarah dan bertukar pendapat yang pada saat itu. Para Sahabat

perempuan menghadiri pertemuan-pertemuan sejenis dan turut

menyumbangkan pendapatnya. Kemudian Umar Bin al-Khatthab

mempercayakan jabatan pengawas pasar kepada seorang perempuan yang

bernama al-Syifa Binti Abdullah. Kemudian Aisyah r.a. pernah mengomandani

angkatan perang dengan 3.000 pasukan dari Makkah menuju Bashrah untuk

menuntut kematian Usman Bin Affan dan menolak Baiat terhadap Ali bin Abi

Thalib, serta menuntut dikembalikannya urusan pemerintahan melalui proses

musyawarah kaum muslimin.237

Ketujuh, pendapat yang menyatakan bahwa tidak diperbolehkannya

perempuan mengimami shalat berjamaah kaum lelaki, tidak memliki hak cerai,

dan tidak diperbolehkannya perempuan bepergian sendirian tanpa didampingi

mahram atau teman sesama jenis yang dapat dipercaya, lalu diqiyas kaum

perempuan tidak boleh menjadi pemimpin. Ini namanya qiyas al-fariq (qiyas

237 Muhammad Anas Qasim Ja’far, Hak Hak Politik Perempuan…, h.56-59

Page 251: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

228

yang tidak sepadan). Padahal, dalam qiyas disyaratkan adanya persamaan

kausa hukum (‘illat hukum) antara perkara ashal dengan perkara yang hendak

dicari hukumnya. Seperti mengqiyas masalah politik dengan masalah ibadah

keagamaan, maka tidak sah. Karena shalat memiliki syarat rukun, sedangkan

masalah politik tidak ada syarat rukunnya.238

Perselisihan sekitar masalah kebolehan perempuan menjadi anggota

DPR/MPR terfokus pada dua hal yaitu:

1) Sejauh mana adanya percampuran yang tidak Islami antara laki-laki dan

perempuan dalam parlemen. Ini sebenarnya tidak terbatas pada pekerjaan

di parlemen, percampuran yang diharamkan lebih banyak di tempat-tempat

pekerjaan selain parlemen, justru perempuan di parlemen lebih mudah

untuk menghindari berkhalwat dengan laki-laki di banding di tempat-

tempat selainnya.

2) Sejauh mana pekerjaan di parlemen itu dari segi wilayah ammah yang

memang dilarang oleh hadis.239

Namun Salim al-Bahnasawi mengomentarinya, ”Bekerja di parlemen

adalah pekerjaan yang baru yang belum pernah ada pada masa khulafa al-

rasyidun dan juga pada masa para fuqaha yang terkenal, sehingga komisi fatwa

di al-Azhar al-Syarif mengeluarkan fatwa keharaman perempuan menjadi

DPR/MPR. Kemudian komisi ini mencabut fatwanya setelah Jamal Abdu al-

Nashir memasukkan perempuan di parlemen.240

Untuk itu perlu dibedakan dua wilayah yaitu:

238 Muhammad Anas Qasim Ja’far, Hak Hak Politik Perempuan…., h. 60 239 Salim al-Bahnasawi, al-Mar’ah Wa al-Qawânîn…, h. 120 240 Salim al-Bahnasawi, al-Mar’ah Wa al-Qawânîn…, h. 120

Page 252: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

229

1) Al-Wilâyah al-khâshah, yaitu kekuasaan yang pemiliknya dapat

menerapkan dalam masalah-masalah khusus seperti masalah jual beli,

hibah, wakaf, wasiat, dan semacamnya. Dalam masalah ini tidak ada

perbedaan antara laki- laki dan perempuan.

2) Al-Wilâyah al-ammah, yaitu kekuasaan yang ditetapkan dalam urusan

kolektif, seperti menyelesaikan pertikaian, melaksanakan hukum,

kepemimpinan negara, kepemimpinan departemen, mewakili pemerintah

di luar negeri, anggota parlemen, atau dengan kata lain tiga kekuasaan

yaitu legislatif, ekskutif, dan yudikatif.241

Para ulama fikih sepakat bahwa perempuan tidak boleh menjabat

sebagai kepala negara dengan alasan hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari,

Ahmad dan al-Turmudzi, yaitu لن يفلح قوم ولوا امرهم امرأة adapun selain kepala

negara, para ulama fikih berbeda pendapat.242

Salim al-Bahnasawi mengutip pendapat Imam Hanafi, Ibnu Hazam,

dan Ibnu al-Jarir al-Thabari, ”Menurut Imam Hanafi bahwa perempuan boleh

menjabat sebagai hakim selain masalah pidana dan qishosh. Sedangkan

menurut Ibnu Hazam dan Ibnu Jarir boleh secara mutlak. Sebagian yang lain

berpendapat, bahwa perempuan berhak menjabat di berbagai bidang selain

kepala negara jika perempuan memiliki keahlian dibidang yang dia tekuni

dengan alasan hijrah para perempuan dari Makkah ke Habsyah, kemudian dari

Makkah ke Madinah, adanya kaum perempuan ikut perang di masa Rasulullah,

dan lain lain.243

241 Salim al-Bahnasawi, al-Mar’ah Wa al-Qawânîn…, h. 121 242 Salim al-Bahnasawi, al-Mar’ah Wa al-Qawânîn…, h. 121 243 Salim al-Bahnasawi, al-Mar’ah Wa al-Qawânîn…, h. 122

Page 253: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

230

Sedangkan Muhammad Imarah menyatakan, ”Jumhur ulama fikih

tidak ada perbedaan tentang al-Imâmah al-Uzhmâ dan Khilâfah al-âmmah

(kepala negara) harus laki-laki. Sedangkan fikih modern tidak membicarakan

al-Imâmah al-Uzhmâ dan Khilâfah al-âmmah, karena hal itu sudah hilang

sejak jatuhnya khilafah Usmaniyah (1342 H/1924 M) sampai sekarang."244

Pemahaman al-wilâyah al-âmmah pada masa kita sekarang sudah

berubah dengan perubahan سلطان الفرد (kekuasaan individu) kepada سـلطان yang di dalamnya ikut serta semua yang memiliki (kekuasaan kolektif) املؤسسة

kepemimpinan dan keahlian. Begitu juga hakim individu kepada hakim

kolektif yang di dalamnya terkumpul para hakim. Maka ikut serta perempuan

sebagai hakim di pengadilan, bukan karena adanya hadis yang membolehkan

perempuan menjadi hakim.Artinya karena memang sudah ada pada fikih

klasik. Sebab kepemimpinan sekarang baik laki-laki maupun perempuan di

lembaga apapun adalah kepemimpinan kolektif bukan individu.Hakim

sekarang tidak berijtihad dalam memutuskan hukum, tapi hanya sebagai

pelaksana undang- undang yang sudah dibuat oleh pemerintah secara

kolektif.245

Dengan adanya perubahan ijtihad dari individu kepada kolektif, maka

keikut sertaan perempuan dalam pengadilan, bukan karena ada hadis yang

membolehkan perempuan menjadi hakim, melainkan juga karena adanya

perubahan kepemimpinan dari kepemimpinan individu kepada kepemimpinan

kolektif.

Al-Qur’an berbicara tentang Ratu Saba, lalu al-Qur’an memuji ratu

dan kepemimpinannya dalam wilâyah âmmah (kepala negara) karena dia

244 Muhamad Imarah, Tahrîr al-Mar’ah …., h. 103 245 Muhamad Imarah, Tahrîr al-Mar’ah …., h. 104

Page 254: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

231

melakukan prinsip musyawarah, bukan prinsip individu. (Q.S. al-Namal/27:

32), dan al-Qur’an mencela Firaun, Raja Mesir, karena dia menggunakan

prinsip kekuasaan individu. (Q.S. Ghâfir/40: 29) kedua ayat itu tidak berbicara

laki-laki atau perempuan dalam wilâyah âmmah (kepala negara), tapi berbicara

tentang prinsip individu atau kolektif.246

Penulis sependapat dengan Nasaruddin Umar yang menegaskan

bahwa, ”Tampilnya Balqis dan Sulaiman adalah representasi kepemimpinan

ratu dan raja dalam al-Qur’an. Balqis dilukiskan sebagai pemilik tahta kerajaan

superpower atau Lahâ ‘arsyun ‘azhîm (Q.S. al-Namal/27: 23), Tidak pernah

ada kata lahû ‘arsyun ‘azhîm, sementara Sulaiman mempunyai beberapa

kemampuan, seperti menguasai dirgantara dengan perantaraan burung (Q.S. al-

Namal/27: 16), kemampuan melakukan mobilisasi sangat cepat, karena ia

dapat merekayasa angin (Q.S. al-Anbiyâ’/21: 81), kemampuan untuk

melakukan eksplorasi di dasar laut (S.al-Anbiyâ’/21: 82), kemampuan untuk

bekerja sama dengan jin dan burung (Q.S. al-Namal/27: 17), berkomunikasi

dengan hewan dan serangga (Q.S. al-Namal/27: 18), termasuk kemampuan

untuk menguasai setan (Q.S. al-Anbiyâ’/21: 82). Dalam menghadapi kekuatan

Balqis, Sulaiman terpaksa harus mengerahkan segenap potensi tersebut.247

Dari dua cerita kepemimpinan di atas, semestinya tidak ada perbedaan

antara kepemimpinan laki-laki dan perempuan. Namun yang perlu diperhatikan

adalah perbedaan antara kepemimpinan di rumah tangga dan kepemimpinan di

masyarakat, karena merupakan dua hal yang berbeda.

246 Muhamad Imarah, Tahrîr al-Mar’ah …., h. 105 247 Muhammad Anas Qasim Ja’far, (Kata Pengantar Nasaruddin Umar), Hak Hak Politik

Perempuan…, h. xii

Page 255: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

232

Untuk menghilangkan ketidakjelasan masalah kepemimpinan

perempuan dapat diajukan beberapa hal:

a. Perempuan menjabat sebagai hakim, merupakan buah hukum fikih, bukan

hukum agama yang diciptakan Allah. Artinya al-Qur’an maupun hadis

tidak menunjukkan hal tersebut. Sedangkan ijtihad ulama dapat berubah

disebabkan perubahan waktu, tempat, dan mashlahah mursalah. Maka

perempuan menjadi hakim merupakan masalah fiqhiyah, tentu pintu ijtihad

tidak dapat ditutup.

b. Ijtihad para ulama fikih klasik yang membicarakan masalah perempuan

menjadi hakim adalah beragam dan banyak mazhab. Ijtihad mereka dalam

masalah ini terus berlanjut dari generasi ke generasi berikutnya. Tidak ada

ijma fikih dalam masalah ini, walaupun ada ketetapan ulama-ulama

sekarang tentang adanya ijma orang-orang dahulu. Ketetapan para ulama

sekarang dengan ijma ulama-ulama dahulu adalah ijma yang bukan pada

tempatnya. Banyak ulama mengingkari kemungkinan terjadinya ijma

dalam masalah furu. Diantaranya Ahmad bin Hambal (164-241 H/780-855

M.) yang mengatakan من ادعى االمجاع فقد كذب (siapa yang mengakui ijma

berarti dia telah berdusta) maka pintu ijtihad baik sekarang, akan datang

dalam masalah ini masih terbuka, kecuali para ulama semuanya telah

sepakat, sesuai dengan kaidah ushul fiqih ا ليست من املعلوممن الـدين بـا ال yaitu masalah yang tidak akan terjadi perselisihan di antara para الـضرورة

mazhab ummat, dan para ulama serta cendekiawan Muslim.

c. Berlangsungnya adat-istiadat pada masa-masa yang lalu terhadap ketidak

bolehan perempuan menjadi hakim, bukan berarti agama mengharamkan

perempuan menjadi hakim. Ajakan perempuan untuk perang adalah

Page 256: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

233

kebiasaan yang belum dilakukan pada masa-masa Islam yang lalu. Hal itu

bukan berarti haram kalau perempuan ikut berperang dan berjihad perang

ketika diperlukan dan mampu. Diwajibkannya jihad berperang bagi setiap

Muslimah, karena perempuan melakukan dan ikut serta dalam peperangan

pada masa Nabi dan khulafah al-Rasyidun mulai dari perang uhud (3 H /

625 M) sampai perang al-Yamamah (12 H / 633 M) melawan kemurtadan

Musailamah al-Kadzdzab (12 H/633 M). Kebiasaan itu berkaitan dengan

keperluan yang berubah disebabkan perubahan kemashlahatan dan situasi,

dan ini bukan sumber halal dan haram.

d. Bahwa alasan perbedaan para ahli fikih sekitar bolehnya perempuan

menjadi hakim tanpa adanya teks agama (al-Qur’an dan hadis) yang

membahas masalah ini, maka perbedaan para ahli fiqih dalam hukum yang

mereka qiyas, yaitu perempuan boleh menjadi hakim, berarti orang yang

mengqiyas jabatan hakim itu termasuk al-imâmah al-uzhmâ yaitu al-

khilâfah al-âmmah bagi ummat Islam. Seperti para ahli fikih mazhab

Syafii, mereka melarang perempuan menjadi hakim berdasarkan ittifaq

jumhur ulama fikih—selain sebagian Khawarij—bahwa laki-laki itu

menjadi syarat dari syarat-syarat khalifah dan imam. Selanjutnya mereka

mensyaratkan laki-laki untuk menjadi hakim, adalah mengqiyas kepada

khilâfah dan imâmah al-uzhmâ. Qiyas ini merupakan qiyas hukum fikih

bukan ijma dan bukan qiyas terhadap teks qoth’i al-dalâlah.

e. Laki-laki bukan satu-satunya syarat yang masih diperselisihkan oleh para

ulama fikih bagi orang yang mau menjadi hakim. Begitu juga mereka

berselisih pada syarat hakim itu karyawan bukan semata-mata pandai

menurut hukum empat, yaitu al-qur’an, hadis, ijma dan qiyas. Hal ini

Page 257: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

234

dipersyaratkan oleh Syafii dan oleh yang lainnya tidak dipersyaratkannya.

Begitu juga Abu Hanifah mensyaratkan hakim itu harus orang Arab

Quraisy. Maka syarat laki-laki untuk menjadi hakim adalah salah satu

syarat dari syarat-syarat yang masih diperselisihkan oleh para ahli fikih,

dikarenakan sebagian mensyaratkan dalam sebagian masalah,

sedangkankan yang lain tidak. Oleh karena itu di dalamnya tidak ada ijma

.Sebagamana di dalamnya tidak ada teks agama yang melarang atau

membatasi ijtihad para mujtahid.

f. Bahwa jabatan hakim dan jabatan politik lainnya telah berubah dari

kepemimpinan individu kepada kepemimpinan kolektif. Oleh karena itu

dianggap tidak ada wilayah laki-laki dan perempuan, sebab laki-laki

merupakan bagian dari kepemimpinan kolektif. Begitu juga perempuan

merupakan bagian kepemimpinan kolektif. Dari sini permasalahan itu

menjadi baru sehingga memerlukan ijtihad baru yang dapat mengubah

seluruh jabatan antara lain perempuan menjadi hakim.248

Orang yang tidak membolehkan perempuan bekerja di luar rumah

mengacu pada firman Allah

الله نأطعكاة والز ءاتنيلاة والص نأقمة الأولى واهليالج جربت نجربلا تو وتكنين في بقرو: ٣٣/الحزاب ا( ورسوله إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهريا

٣٣( Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Q.S. al-Ahzâb/33: 33)

248 Muhamad Imarah, Tahrîr al-Mar’ah …., h. 106-110

Page 258: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

235

Kata البيت secara harfiyah berarti rumah, yaitu rumah tempat tinggal

istri-istri Nabi Muhammad saw. Rumah tersebut dibangun berdampingan

dengan masjid. Bangunan tersebut terdiri dari sembilan kamar yang sangat

sederhana.249

Ulama berbeda pendapat tentang siapa saja yang dicakup oleh ahl al-

bait pada ayat tersebut. Dengan melihat konteks ayat tersebut, maka istri-istri

Nabi Muhammad saw. termasuk di dalamnya, bahkan merekalah yang pertama

dituju oleh konteks ayat ini. Ayat ini turun di rumah Ummu Salamah, istri Nabi

saw. Ketika itu Nabi saw. memanggil Fathimah, putri beliau, bersama

suaminya, yakni Ali Ibnu Abi Thalib dan kedua putra mereka (cucu Nabi

saw.), yakni Hasan dan Husain. Nabi saw. menyelubungi mereka dengan

kerudung sambil berdoa, "Ya Allah mereka itulah ahl al-baitku, bersihkanlah

mereka dari dosa dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya." Ummu Salamah

yang melihat pristiwa ini berkata, "Aku ingin bergabung ke dalam kerudung

itu." Tetapi Nabi saw. mencegahku sambil bersabda, ”Engkau dalam

kebajikan… engkau dalam kebajikan" (H.R.Thabrani dan Ibnu Katsir melalui

Ummu Salamah ra.).250

Agaknya Nabi saw. menolak memasukkan Ummu Salamah ke dalam

kerudung itu bukan karena beliau bukan ahl al-bait, tetapi karena yang masuk

di kerudung itu adalah yang didoakan Nabi saw. secara khusus. Sedangkan

Ummu Salamah sudah termasuk sejak awal dalam kelompok ahl al-bait

melalui konteks ayat ini. Atas dasar inilah ulama-ulama salaf berpendapat

bahwa ahl al-bait adalah seluruh istri Nabi saw. bersama Fathimah, Ali Ibn

Abi Thalib, serta Hasan dan Husain. Ulama Syi’ah kenamaan, Thabathaba’i

249 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 11. h. 265 250 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 11. h. 265

Page 259: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

236

membatasi pengertian ahl al–bait pada ayat ini hanya pada lima orang yang

masuk ke dalam kerudung itu, yaitu Nabi Muhammad saw, ‘Ali Ibn Abi

Thalib, Fathimah az-Zahra, serta Hasan dan Husain. Sedang pembersihan

mereka dari dosa dan penyucian mereka dipahaminya dalam arti ‘ishmat, yakni

keterpeliharaan mereka dari perbuatan dosa.

Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa ahl al-bait adalah

semua anggota keluarga Nabi Muhammad saw. yang bergaris keturunan

sampai kepada Hasyim, yaitu ayah kakek Nabi Muhammad saw., putra

Abdullah, putra Abdul Muthtalib, putra Hasyim.251

Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Maududi, pemikir

Muslim Pakistan kontemporer yang menyatakan,

Tempat perempuan adalah di rumah, mereka tidak dibebaskan dari pekerjaan luar rumah kecuali agar mereka selalu berada di rumah dengan tenang dan terhormat, sehingga mereka dapat melaksanakan kewajiban rumah tangga. Adapun kalau ada hajat keperluannya untuk ke luar, maka boleh saja mereka ke luar rumah dengan syarat memperhatikan segi kesucian diri dan memelihara rasa malu. Terbaca bahwa Maududi tidak menggunakan kata “darurat” tetapi kebutuhan atau keperluan. Hal serupa dikemukakan oleh tim yang menyusun tafsir yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI.252

Kemudian Muhammad Quraish Shihab juga mengutip pendapat

Thahir Ibnu Asyur yang menggarisbawahi:” Bahwa perintah ayat ini ditujukan

kepada istri-istri Nabi sebagai kewajiban, sedang bagi perempuan-perempuan

muslimah selain mereka sifatnya adalah kesempurnaan. Yakni tidak wajib,

tetapi sangat baik dan menjadikan perempuan-perempuan yang

mengindahkannya, menjadi lebih sempurna.”253

251 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 11. h. 266 252 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 11. h. 266 253 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 11. h. 267

Page 260: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

237

Shahal Qazan mengutip komentar Yusuf Qardhawi yang mengatakan:”

Bahwa ayat tersebut ditujukan kepada para istri Nabi saw. Mereka memang

berhak mendapat perlakuan khusus yang tidak dilakukan kepada selain

mereka, di samping juga berlaku aturan berat yang tidak dibebankan kepada

perempuan lain. Meskipun demikian, ayat ini tidak menghalangi Aisyah ummu

al-mu’minîn, untuk pergi ke luar dalam perang Jamal dan menuntut sesuatu

yang diyakininya sebagai hal yang benar dalam masalah politik. Beliau disertai

oleh dua orang sahabat besar yang dicalonkan untuk menjadi khalifah dan

keduanya termasuk sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.254

Muhammad Quraish Shihab tampaknya sependapat dengan Yusuf

Qardhawi yang tidak setuju ayat di atas dijadikan sebagai dalil ketidakbolehan

perempuan bekerja di luar rumah dengan mengatakan, "Perintah di atas

sebagaimana terbaca ditujukan kepada istri-istri Nabi Muhammad saw. 255

Kemudian batas kebolehan bekerja menurut Muhammad Quraish

Shihab dengan mengutip pendapat Muhammad Quthub dalam bukunya

Ma'rakah al-Taqâlid adalah bahwa, "Ayat itu bukan berarti bahwa wanita tidak

boleh bekerja (ke luar rumah) karena Islam tidak melarang perempuan bekerja

(di luar rumah). Hanya saja Islam tidak senang dan tidak mendorong hal

tersebut. Islam membenarkan mereka bekerja sebagai darurat dan tidak

menjadikannya sebagai dasar."256

Kemudian Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Sa'id Hawa

yang menjelaskan bahwa, "Yang dimaksud dengan kebutuhan seperti

mengunjungi orang tua dan belajar yang sifatnya fardhu ain atau kifayah, dan

254 Shahal Qazan, Membangun Gerakan Menuju Pembebasan Perempuan, Terjemahan

Khazin Abu Fakih, (Surakarta: Era Intermedia, 2001), h. 54 255 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 11. Vol. 11, h. 266 256 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 11. h. 267

Page 261: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

238

bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup karena tidak ada orang yang dapat

menanggungnya."257

Berkaitan dengan hal ini Muhammad Quraish Shihab memaparkan

bukti kebolehan perempuan bekerja di luar rumah di masa Nabi saw. dan para

Sahabat, seperti Ummu Salamah (istri Nabi), Shafiyah, Laila al-Ghaffariyah,

Ummu Sinan al-Aslamiyah, dan lain-lain yang tercatat sebagai tokoh-tokoh

yang terlibat dalam peperangan. Di samping itu, para perempuan pada masa

Nabi saw. dan para sahabat aktif pula dalam berbagai bidang pekerjaan. Ada

yang berkerja sebagai perias pengantin seperti Ummu Salim Binti Huyay (istri

Nabi Muhammad saw.), serta ada juga yang menjadi perawat, bidan, dan

sebagainya.258

Dalam bidang perdagangan, nama istri Nabi yang pertama, Khadijah

Binti Khuwailid, tercatat sebagai seorang perempuan yang sangat sukses.

Raithah, istri Sahabat Nabi yang bernama Abdullah Ibnu Mas'ud, juga sangat

aktif bekerja, karena suami dan anaknya ketika itu tidak mampu mencukupi

kebutuhan hidup keluarga ini. Demikian juga Syifa, adalah seorang perempuan

yang pandai menulis ditugaskan oleh khalifah Umar r.a. sebagai petugas yang

menangani pasar kota Madinah.259

Anwar Jundi mengatakan bahwa Islam mengarahkan aktivitas

perempuan terutama menyangkut kepada pekerjaan-pekerjaan yang berkenaan

untuk mengatur dirinya dan keluarga. Bila perempuan terpaksa harus bekerja,

maka ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan. Diantaranya pekerjaan

tersebut harus sesuai dengan kodrat keperempuannya, pekerjaan tersebut

257 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 11. h. 267 258 Muhammad Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an…, h. 306 259 Muhammad Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an…, h. 306

Page 262: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

239

adalah untuk membantu suami, pekerjaan tersebut akan membawa

kemaslahatan bagi kehidupan rumah tangga, dan pekerjaan tersebut tidak akan

membawa fitnah bagi dirinya maupun bagi rumah tangganya.260

Kemudian Anwar Jundi mengutip perkataan Isa Abduh bahwa,

"Menyamakan pekerjaan perempuan dengan pekerjaan yang harus dilakukan

oleh seorang laki-laki merupakan penganiayaan. Hal tersebut hanya akan

mencampur adukkan ketentuan tugas yang telah diciptakan oleh al-Khaliq."261

Islam tidak melarang perempuan bekerja di luar rumah, namun Islam

membatasi pekerjaan untuk kemaslahatan perempuan pekerja itu sendiri,

keluarga, suami dan masyarakat. Untuk itu perempuan dilarang berkhalwat di

dalam pekerjaannya untuk menjaga kehormatan perempuan, keluarga, dan

masyarakat. Perempuan dilarang bekerja jika pekerjaannya itu mengganggu

kamaslahatan anak dan keluarga, atau akan menimbulkan penyimpangan

seksual atau menjadikan perempuan sebagai alat kesenangan kaum laki laki,

karena tanggung jawab nafkah adalah suami, bukan istri.262

Ketika Islam melarang perempuan bekerja, bukan berarti perempuan

bekerja itu haram, tapi dikhawatirkan akan timbul mudharat bagi perempuan,

anak, keluarga, dan masyarakat.

Kekeliruan yang dijumpai saat ini yaitu ada beberapa organisasi

perempuan melanggar aturan yang dibuat Allah, seperti:

a. Persamaan hak dengan mewajibkan perempuan bekerja

b. Persamaan hak dengan menghilangkan kewajiban nafkah bagi suami,

bahkan laki-laki wajib mendapat nafkah

260 Anwar Jundi, Tantangan Muslimah…, h. 61 261 Anwar Jundi, Tantangan Muslimah…, h. 62 262 Salim al-Bahnasawi, al-Mar’ah Wa al-Qawânîn…, h. 96

Page 263: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

240

c. Persamaan hak dengan menghilangkan peraturan perempuan berada di

rumah

d. Persamaan hak dengan cara mewajibkan perempuan menjadi militer.263

Kemudian mengenai hadis, "Tidak beruntung satu kaum yang

menyerahkan urusan mereka kepada perempuan" Perlu digarisbawahi bahwa

hadis ini tidak bersifat umum. Ini terbukti dari redaksi hadis tersebut secara

utuh:

حدثنا عثمان بن اهليثم حدثنا عوف عن احلسن عن اىب بكرة قال لقد نفعين اهللا بكلمة مسعتهامن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ايام اجلمل بعد ماكدت ان احلق باصحاب اجلمل فاقاتل معهم قال ملا بلغ رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ان اهل فارس قد ملكوا

٢٦٤لح قوم و لو امرهم امرأة رواه البخاري عليهم بنت كسرى قال لن يف Usman Bin al-Haitsam telah menceritakan kepada kami, Auf telah menceritakan kepada kami dari al-Hasan, dari Abi Bakrah telah berkata, "Sungguh Allah telah memberikan manfaat kepadaku pada waktu perang jamal dengan kalimat yang saya dengar dari Rasulullah saw. setelah aku hampir bergabung dengan pasukan unta untuk bertempur bersama mereka, Abu Bakrah berkata, 'Ketika ada berita sampai kepada Rasulullah, bahwa penduduk Persi telah mengangkat putri Kisra menjadi Ratu, maka Rasulullah bersabda 'Tidak akan sukses suatu kaum jika masalah pemerintahan diserahkan kepada perempuan.'" (H.R. Bukhari).

Dari hadis di atas, Muhammad Quraish Shihab menegaskan bahwa

hadis tersebut di atas ditujukan kepada masyarakat Persia ketika itu, bukan

terhadap semua masyarakat dan dalam semua urusan. Kita dapat

berkesimpulan bahwa tidak ditemukan satu ketentuan agama pun yang dapat

dipahami sebagai larangan keterlibatan perempuan dalam bidang politik, atau

ketentuan agama yang membatasi bidang tersebut hanya untuk kaum lelaki. Di

263 Salim al-Bahnasawi, al-Mar’ah Wa al-Qawânîn…, h. 98

264 Abu Abdullah Muhammad Bin Ismail al-Bukhari, al-Bukhari…, Jilid.III, h. 89

Page 264: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

241

sisi lain, cukup banyak ayat dan hadis yang dapat dijadikan dasar pemahaman

untuk menetapkan adanya hak-hak tersebut.265 Antara lain ditegaskan dalam

(Q.S. al-Taubah/9: 71), (Q.S. al-Syurâ’/42: 38), dan (Q.S. al-Mumtahanah/60:

12)

Kenyataan sejarah menunjukkan sekian banyak perempuan yang

terlibat pada persoalan politik praktis. Ummu Hani, misalnya dibenarkan

sikapnya oleh Nabi Muhammad saw. ketika memberi jaminan keamanan

kepada sebagian orang musyrik. Bahkan istri Nabi Muhammad saw. sendiri,

yakni Aisyah r.a. memimpin langsung peperangan melawan Ali Bin Abi

Thalib yang ketika itu menduduki jabatan kepala negara. Dan isu tersebar

dalam peperangan tersebut adalah suksesi setelah terbunuhnya Khalaifah

ketiga Usman r.a. Peperangan ini dikenal dalam sejarah islam dengan nama

Perang Unta (656 M). Keterlibatan Aisyah r.a. bersama sekian banyak sahabat

Nabi dan kepemimpinannya dalam peperangan itu, menunjukkan bahwa beliau

bersama para pengikutnya membolehkan keterlibatan perempuan dalam bidang

politik praktis sekalipun.266

Kalau kita kembali menelaah keterlibatan perempuan dalam pekerjaan

pada masa awal Islam, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Islam

membenarkan mereka aktif dalam berbagai aktivitas. Para perempuan boleh

bekerja dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya, baik secara

mandiri atau bersama orang lain, dengan lembaga pemerintah maupun swasta,

selama pekerjaan tersebut dilakukannya dalam suasana terhormat, sopan, serta

265 Muhammad Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an…, h. 314 266 Muhammad Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an…, h. 316

Page 265: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

242

selama mereka dapat memelihara agamanya dan dapat menghindari dampak-

dampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya.267

Namun kepemimpinan di rumah tangga berbeda dengan

kepemimpinan di masyarakat, karena ayatnya sudah jelas, bahwa laki laki yang

berhak memimpin karena dua alasan, yaitu kewajiban memberi nafkah dan

faktor fisik. Tetapi jangan diartikan seperti tuan dengan budaknya, karena

kepemimpinan suami di rumah tangga hanya merupakan pembagian tugas

semata.

Berkaitan dengan kebolehan perempuan menjabat sebagai kepala

negara, Muhammad Quraish Shihab—baik dalam Tafsir al-Mishbah dan

karya-karya sebelumnya—belum mengambil sikap tegas. Namun dalam tulisan

terbarunya yang berjudul Perempuan tampaknya beliau sudah mengambil

sikap yang tegas.

Hal ini dapat dilihat dari pernyataannya,

Harus diakui bahwa memang ulama dan pemikir masa lalu, tidak membenarkan perempuan menduduki jabatan Kepala Negara, tetapi hal ini lebih disebabkan oleh situasi dan kondisi masa itu, antara lain kondisi perempuan sendiri yang belum siap untuk menduduki jabatan, jangankan Kepala Negara, menteri atau kepala daerah pun tidak. Perubahan fatwa dan pandangan pastilah terjadi akibat perubahan kondisi dan situasi, dan karena itu tidak relevan lagi melarang perempuan terlibat dalam politik praktis atau memimpin negara. 268

Penulis sangat setuju dengan pernyataan Muhammad Quraish Shihab

di atas. Namun sayang beliau tidak memberikan argumen yang meyakinkan

tentang kebolehan perempuan menjadi kepala negara tersebut. Justru

Muhammad Imarah lebih jelas argumentasinya mengenai kebolehan

perempuan menjadi kepala negara, yaitu disebabkan kepemimpinan sekarang

267 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an…, h. 275 268 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 350

Page 266: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

243

ini bukan kepemimpinan individu, melainkan kepemimpinan kolektif, jadi

kepala negara yang ada saat ini bagaikan boneka yang hanya merupakan

simbol, karena semua keputusannya sudah diatur bersama.

Sekalipun perempuan boleh jadi pemimpin dalam masyarakat, namun jangan dijadikan alasan bahwa perempuan boleh menjadi imam kaum laki laki dalam shalat.

Berkaitan dengan hal ini Ali Mustafa Ya’qub mengatakan, Selama 15 abad tidak ada seorang ulama pun yang berpendapat bahwa

perempuan dibolehkan menjadi imam shalat berjamaah di mana makmumnya terdiri dari kaum laki-laki dan perempuan, kecuali Abu Tsaur (w. 240H.) murid Imam syafi’i yang kemudian mendirikan madzhab sendiri. Abu Tsaur melandaskan pendapatnya pada sebuah hadis yang diriwayatkan antara lain oleh Imam Abu Dawud, Imam Ahmad dan Imam Hakim. Hadis ini dikenal dengan hadits Ummu Waraqah, karena awalnya seorang sahabat perempuan bernama Ummu Waraqah menghadap Rasulullah saw., meminta beliau agar menunjuk seorang muadzin di rumahnya. Beliau kemudian menunjuk seorang muadzin dan memerintahkan Ummu Waraqah untuk mejadi imam shalat bagi penghuni rumahnya.269

Adapun bunyi hadis yang dimaksud adalah : حدثنا احلسن بن محاد احلضرمى حدثنا حممد بن فضيل عن الوليد بن مجيع عـن عبـد

يزورها رسول اهللا صلعمقال وكان الرمحن بن خالد عن ام ورقة بنت عبد اهللا بن احلارث ٢٧٠اهل دارها رواه ابو داود ها ان تؤم امرىف بيتها وجعل هلا مؤذنا يؤذن هلا و

Artinya:”al-Hasan Bin Hamad al-Hadhrami telah menceritakan kepada kami, Muhammad Bin Fudhail dari al-Walid Bin Jami dari Abdu al-Rahman Bin Khalad dari Umu Waraqah Bintu Abdullah Bin al-Harits telah berkata:”Pada suatu hari Rasulullah mengunjungi rumah Ummu Waraqah dan Rasulullah mengizinkan azan dan memerintahkan Ummu Waraqah untuk menjadi Imam bagi penghuni rumahnya (H.R.Abu Dawud )

Hadis ini kuwalitasnya sahih (valid), tetapi dari sisi istidlal (sumber

hukum) untuk membolehkan perempuan menjadi imam shalat secara umum di

269 Ali Mustafa Ya’qub, Imam Perempuan Dalam Perspektif Hadis,(selanjutnya tertulis

Imam Perempuan) sebuah makalah yang disampaikan pada diskusi dosen, 21 Mei 2005, h. 1 270 al- Imam al-Hâfizh Abu Dawud Sulaiman Bin al-‘Asy’ats al-Sijistani al-Azadi, Sunan Abu Dawud, (Cairo: Dâr al-Hadîts, 1999), Jilid. I, h. 284

Page 267: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

244

antara makmumnya kaum laki-laki, hal itu perlu ditinjau ulang, karena dalam

hadis tersebut tidak ada kejelasan siapa yang menjadi makmum Ummu

Waraqah. Kemungkinan semua makmumnya adalah perempuan, semuanya

laki-laki, atau campuran antara laki-laki dan perempuan. Kaidah ushul fikih

menyatakan, apabila sebuah dalil mengandung banyak kemungkinan, maka

dalil itu tidak dapat dijadikan sumber hukum. Karenanya hadis Ummu

Waraqah itu kendati sahih, ia gugur sebagai dalil.271

Sementara itu, ada pendekatan lain untuk memahami hadis tersebut,

yaitu bahwa hadis Ummu Waraqah itu bersifat umum, sementara dalam versi

lain yang diriwayatkan Imam Darulquthni dalam kitab sunannya berbunyi:

حدثنا امحد بن العباس البغوى حدثنا عمر بن شبة ابو امحد الزبريى اخربنا الوليد بن مجيع رواه دار وتؤم نساءها أذن هلا ان يؤذن هلا و يقام ن رسول اهللا صلعم قة أ عن امه عن ام ور

٢٧٢القطىن Artinya:”Ahmad Bin al-Abbas al-Baghawi telah menceritakan kepada kami, Umar Bin Syabah Abu Ahmad al-zubairi telah menceritakan kepada kami, al-Walid Bin Jami dari Ibunya, dari Umu Waraqah Bahwa Rasulullah mengizinkan Ummu Waraqah untuk menjadi Imam bagi kaum perempuan (H.R.al-Darulquthni). Berdasarkan kaidah pemahamamn hadis, jika terdapat dua buah hadis

yang masing-masing memberikan pengertian umum dan khusus, maka

pengertian yang umum harus diartikan dengan pengertian yang khusus. Atau

dengan kata lain, hadis yang memberikan pengertian umum tidak dipakai, dan

hadis yang memberian pengertian khusus itulah yang dipakai sebagai dalil.

Metode ini dikenal dengan metode takhshish.273

Dalam kasus hadis Ummu Waraqah ini, kendati riwayat yang

memberikan pengertian umum jumlahnya lebih banyak, namun karena ada

271 Ali Mustafa Ya’qub, Imam Perempuan…, h. 1

272 al-Imam al-Kabir Ali Bin Umar al-Dâr al-Quthni, Sunan Dâr al-Quthni, (Bairut : Dâr al-Fikr, 1994), Jilid.I, h. 223

Page 268: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

245

riwayat yang memberikan pengertian khusus, maka hadis yang memberikan

pengertian umum itu di-takhshish (diartikan secara khusus) dengan hadis yang

memberikan pengertian khusus. Oleh karena itu, yang berlaku adalah hadis

yang memberikan pengertian bahwa Rasulullah mengizinkan Ummu Waraqah

menjadi imam shalat bagi perempuan-perempuan yang menjadi penghuni

rumahnya.274

Pengertian ini didukung oleh hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam

Ibnu Majah yang berbunyi :

حدثا امحد بن عبدة حدثنا عبد العزيز بن حممد عن العالء عن ابيه عن اىب هريـرة وعـن خري صفوف النـساء آخرهـا و :قال رسول اهللا صلعم سهيل عن ابيه عن ايب هريرة قال

٢٧٥رواه ابن ماجههلا وشرها آخرها شرها اوهلا وخري صفوف الرجال اوArtinya:”Ahmad Bin Abdah telah menceritakan kepada kami, Abdul Aziz Bin Muhammad telah menceritakan kepada kami dari al-‘Ala dari ayahnya dari Abu Hurairah dan dari Suhail dari ayahnya dari Abu Hurairah telah berkata:”Rasulullah telah bersabda, Sebaik-baik Shaf (barisan) wanita adalah paling ahir, dan sejelek-jelek barisan wanita adalah barisan pertama, dan sebaik-baik barisan kaum lelaki adalah barisan pertama dan sejelek-jelek barisan kaum lelaki adalah barisan belakang (H.R.Ibnu Majah) Seandainya dibolehkan perempuan menjadi imam kaum laki laki,

tentunya Aisyah istri Nabi saw. pantas menjadi imam shalat berjamaah dengan

kaum laki-laki. Kenyataannya tidak ada satu riwayatpun yang menyatakan

bahwa Aisyah pernah menjadi imam shalat berjamaah bagi makmum laki laki

dan perempuan, atau makmum laki-laki saja.276

Istri-istri Nabi saw. seperti Aisyah dan Ummu Salamah pernah

menjadi imam shalat, baik shalat fardhu maupun shalat sunnah. Tapi mereka

273 Ali Mustafa Ya’qub, Imam Perempuan…, h. 2 274 Ali Mustafa Ya’qub, Imam Perempuan …, h. 2

275 al-Hâfizh Abu Abdillah Muhammad Bin Yazid al-Quzwaini , Sunan Ibnu Majah, (selanjutnya tertulis Ibnu Majah) (Cairo : Dâr al- Hadîts, 1998) Jilid I, h. 386

276 Ali Mustafa Ya’qub, Imam Perempuan …, h..2

Page 269: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

246

hanya menjadi imam untuk makmum perempuan saja. Shalat adalah bagian

dari ibadah yang acuannya harus mengikuti petunjuk dari Allah dan Rasul-

Nya. Oleh karena itu intervensi akal dalam masalah ibadah, termasuk di

dalamnya shalat, tidak dapat dibenarkan. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi

حدثنا حممد بن املثىن قال حدثنا عبد الوهاب قال حدثنا ايوب عن اىب قالبة قـال حـدثنا مالك قال اتينا اىل النىب صلى اهللا عليه وسلم وحنن شببة متقاربون فاقمنا عنده عشرين يوما

او –وليلة وكان رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم رحيما رفيقا فلما ظن انا قد اشتهينا اهلنا سألنا عمن تركنا بعدنا فاخربناه قال ارجعوا اىل اهلـيكم فـاقيموا فـيهم و –شتقنا قد ا وصلوا كما رايتموىن اصـلى – وذكر اشياء احفظها او ال احفظها –هم و مروهم علمو

٢٧٧فاذا حضرت الصالة فليؤذن لكم احدكم وليؤمكم اكربكم رواه البخارى Muhammad Bin al-Matsna telah menceritakan kepada kami dia berkata, Abdulwahab telah menceritakan kepada kami dia berkata, Ayyub telah menceritakan kepada kami dari Ayahku Qilâbah dia berkata, Malik telah menceritakan kepada kami dia berkata:”Kami telah datang kepada Nabi saw. dan kami pemuda yang dekat Rasulullah saw. kami berada disamping Rasulullah saw. selama 20 hari malam dan siang, dan Rasulullah seorang yang penyayang dan santun, ketika dia menduga bahwa kami rindu/ingin berjumpa dengan keluarga kami, dia menanyakan kepada kami tentang orang yang kami tinggalkan setelah kami, lalu kami memberitahukannya kepada Nabi saw. lalu Nabi saw. bersabda:” Pulanglah kalian untuk menjumpai keluarga kalian, dan bertempat tinggallah bersama mereka, didiklah mereka, dan printahkanlah mereka dan Nabi telah mengajarkan beberapa hal ada yang aku hafal dan ada yang tidak-dan Nabi memerintahkan :”Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat, apabila shalat telah tiba, maka salah seorang diantara kalian hendaknya adzan dan orang yang paling tua diantara kalian hendaklah menjadi Imam kalian. (H.R.al-Bukhari)

Mengapa perempuan tidak boleh menjadi imam kaum laki-laki, karena

akan timbul fitnah. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi :

277 Abu Abdullah Muhammad Bin Ismail, al-Bukhari, …Jilid I., h. 145

Page 270: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

247

اوىف حدثنا زيد بن احزم ابو طالب حدثنا معاذ بن هشام حدثنا اىب عن قتادة عن زرارة بن يقطع الصالة املـرأة :قال عن سعد بن هشام عن اىب هريرة عن النىب صلى اهللا عليه و سلم

٢٧٨ابن ماجة والكلب واحلمار رواه Zaid Bin Ahzam Abu Thalib telah menceritakan kepada kami, Mu’ad

Bin Hisyam telah menceritakan kepada kami, Ayahku telah

menceritakan kepada kami dari Qatadah dari Zararah Bin Aufa dari

Sa’ad Bin Hisyam dari Abi Hurairah, dari Nabi saw. bersabda:”Shalat

dapat terganggu oleh perempuan, anjing dan himar (H.R.Ibnu Majah)

Kemudian di dukung oleh hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah

:

عن جابر بـن نا على بن حممد حدثنا وكيع عن سفيان عن عبد اهللا بن حممد بن عقيل حدث شـرها ومقـدمها خري صفوف الرجال صلى اهللا عليه وسلم قال رسول اهللا :عبد اهللا قال

٢٧٩ابن ماجة رواه مقدمها وشرها مؤخرها وخري صفوف النساء مؤخرها Ali Bin Muhammad telah menceritakan kepada kami, Waqî’ telah menceritakan kepada kami dari Sufyan, dari Abdullah Bin Muhammad Bin ‘Aqîl dari Jabir Bin Abdullah telah berkata Rasulullah saw. telah bersabda:”Barisan dalam salat berjamaah terbaik untuk laki-laki adalah barisan pertama (depan) dan barisan terburuk bagi mereka adalah barisan terahir (belakang), sedangkan barisan terbaik untuk perempuan adalah barisan terahir (belakang) dan barisan terburuk bagi mereka adalah barisan pertama (depan).

Berdasarkan hadis-hadis tersebut diatas penulis sependapat dengan

keputusan Fatwa MUI NO:9/MUNAS VII/MUI/13/2005 yang

menyatakan:”Bahwa perempuan menjadi imam salat berjamaah yang diantara

makmumnya terdapat orang laki-laki hukumnya haram dan tidak sah, dan

perempuan menjadi imam salat berjamaah yang makmumnya perempuan,

278 al-Hafizh Abu Abdullah Muhammad Bin Yazid al-Quzweni, Ibnu Majah,… Jilid.I., h.370 279 al-Hâfizh Abu Abdullah Muhammad Bin Yazid al-Quzweni, Ibnu Majah…Jilid.I., h.386

Page 271: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

248

hukumnya mubah.” 280 Alasannya bila shalat perempuan diletakkan di depan

kaum lelaki, tentu shalat kaum lelaki tidak khusu’ bahkan timbul fitnah dan

ahirnya perempuan tidak terhormat lagi yang smestinya harus dihormati.

E. Ayat Poligami

1. Pengertian Poligami

Poligami menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “Ikatan

perkawinan yang salah satu pihak memiliki/mengawini beberapa lawan

jenisnya di waktu yang bersamaan.”281 Sedangkan poliandri adalah

”Perempuan yang memiliki suami lebih dari satu di waktu yang bersamaan.”282

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa poligami adalah suami

memiliki istri lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan. Sedangkan

poliandri adalah istri memiliki suami lebih dari satu dalam waktu yang

bersamaan.

2. Pendapat para pakar muslim tentang poligami

Ayat tentang poligami yang biasa dirujuk oleh para pakar gender adalah

ن وإن خفتم ألا تقسطوا في اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثلاث ورباع فإ )٣ :٤/النساء( تعدلوا فواحدة أو ما ملكت أيمانكم ذلك أدنى ألا تعولواخفتم ألا

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. al-Nisâ’/4: 3 )

280 MUNAS MUI VII di Jakarta tahun 2005 , h. 3

281 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia…, h. 693 282 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia…, h. 693

Page 272: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

249

Muhammad.Quraish Shihab menyatakan bahwa

Penyebutan dua, tiga, atau empat, pada hakikatnya adalah dalam rangka tuntutan berlaku adil kepada anak yatim. Redaksi ayat ini mirip dengan ucapan seorang yang melarang orang lain makan makanan tertentu, dan untuk menguatkan larangan itu dikatakannya, 'jika Anda khawatir akan sakit bila makan makanan ini, maka habiskan saja makanan selainnya yang ada di hadapan Anda.' Tentu saja perintah menghabiskan makanan lain itu hanya sekedar menekankan perlunya mengindahkan larangan untuk tidak makan makanan tertentu itu.283

Perlu digarisbawahi bahwa ayat ini tidak membuat peraturan tentang

poligami, karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh penganut

berbagai syariat agama serta adat-istiadat masyarakat sebelum turunnya ayat

ini. Sebagaimana ayat ini tidak mewajibkan poligami atau menganjurkannya,

ia hanya berbicara tentang bolehnya poligami dan itupun merupakan pintu

kecil yang hanya dapat dilalui oleh yang amat membutuhkan dan dengan syarat

yang tidak ringan. Dengan demikian, pembahasan tentang poligami dalam

pandangan al-Qur’an hendaknya tidak ditinjau dari segi ideal atau baik dan

buruknya, tetapi harus dilihat dari sudut pandang penetapan hukum dalam

aneka kondisi yang mungkin terjadi.284

Sikap Muhammad Quraish Shihab dalam masalah hukum poligami

cukup jelas yaitu mubah (boleh) tapi tidak dianjurkan dan tidak boleh ditutup

rapat, dan tidak dilihat dari sisi baik dan buruknya. Tetapi harus dilihat dari

penetapan hukum Allah dalam kondisi yang mungkin terjadi. Allah membuat

peraturan dalam al-Qur’an tentu dalam rangka mewujudkan kemaslahatan

manusia. Bahkan Muhammad Quraish Shihab dalam berbagai kesempatan

menyatakan bahwa poligami bagaikan pintu darurat yang ada pada pesawat

terbang. Pintu darurat itu dirancang karena diduga setiap pesawat akan

283 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 2 , h. 324 284 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 2 , h. 324

Page 273: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

250

mengalami kecelakaan. Pada saat terjadi kecelakaan yang tidak mungkin bagi

para penumpang hanya melalui satu pintu biasa, maka pintu darurat dapat

dimanfaatkan. Pintu darurat tidak boleh dibuka sembarang waktu.

Muhammad Quraish Shihab mengatakan,

Adalah wajar bagi suatu perundang-undangan, apalagi agama yang bersifat universal dan berlaku untuk setiap waktu dan tempat, untuk mempersiapkan ketetapan hukum yang boleh jadi terjadi pada satu ketika. Walaupun kejadian itu baru merupakan kemungkinan. Bukankah kenyataan menunjukkan bahwa jumlah lelaki bahkan jantan binatang lebih sedikit dari jumlah perempuan atau betinanya? Perhatikanlah sekeliling anda, bukankah rata-rata usia perempuan lebih panjang dari usia laki- laki, sedang potensi membuahi, lelaki lebih lama dari potensi perempuan, bukan saja karena perempuan mengalami masa haid, tetapi juga karena perempuan mengalami menopous sedang laki-laki tidak mengalami keduanya.285

Selanjutnya, Bukankah kemandulan atau penyakit parah merupakan satu

kemungkinan yang tidak aneh dan dapat terjadi di mana-mana? Apakah jalan

keluar yang dapat diusulkan kepada suami yang mengalami kasus demikian?

Bagaimanakah seharusnya ia menyalurkan kebutuhan biologisnya atau

memperoleh dambaannya pada keturunan? Poligami ketika itu adalah jalan

keluar yang paling tepat, apalagi berarti kewajiban. Seandainya ia anjuran,

pastilah Allah menciptakan perempuan lebih banyak empat kali lipat dari

jumlah laki-laki, karena tidak ada artinya anda—apalagi Allah—menganjurkan

sesuatu kalau apa yang dianjurkan itu tidak tersedia. Ayat ini hanya memberi

wadah bagi mereka yang menginginkannya, ketika menghadapi kondisi atau

285 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 2 , h. 325

Page 274: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

251

kasus tertentu, seperti yang dikemukakan contohnya di atas. (Lebih lanjut lihat

Tafsir al-Mishbah Vol.2.h.325).286

Namun penulis melihat Muhammad Quraish Shihab tidak memberi

jalan keluar, bila kondisi tersebut terjadi sebaliknya, seperti suami mandul,

laki-laki lebih banyak daripada perempuan, suami sakit parah dan

semacamnya. Sehingga kesan penulis dan para pembaca Tafsir al-Mishbah,

bahwa Muhammad Quraish Shihab hanya membela kepentingan kaum laki-

laki saja.

Menurut hemat penulis, bila terjadi sebaliknya, maka kaum perempuan

berhak melakukan seperti yang dilakukan kaum laki-laki selain poliandri,

karena poliandri haram hukumnya menurut ajaran Islam. Dia hanya bisa minta

cerai atau menggugat suami untuk memberikan talak kepada istri dengan

membayar tebusan sebagai ‘iwad kepada suami yang biasa disebut thalaq bain

shugra. Kemudian Muhammad Quraish Shihab juga mengingatkan kepada kita

semua dengan menyatakan, ”Tidak juga dapat dikatakan bahwa Rasul saw.

kawin lebih dari satu, dan perkawinan semacam itu hendaknya diteladani,

karena tidak semua apa yang dilakukan Rasul perlu diteladani. Sebagaimana

tidak semua yang wajib atau terlarang bagi beliau, wajib dan terlarang pula

bagi ummatnya." (Lebih lanjut lihat Tafsir al-Mishbah Vol.2. h.326).287

286Tentu saja masih banyak kondisi atau kasus selain yang disebut itu, yang juga merupakan

alasan logis untuk tidak menutup rapat atau mengunci mati pintu poligami yang dibenarkan oleh ayat ini dengan syarat yang tidak ringan itu. Kita tidak dapat membenarkan orang yang berkata bahwa poligami adalah anjuran, dengan alasan bahwa perintah di atas dimulai dengan bilangan dua, tiga, atau empat, baru kemudian kalau khawatir tidak berlaku adil, maka nikahilah seorang saja dengan alasan yang telah dikemukakan di atas, baik dari makna redaksi ayat, maupun dari segi kenyataan sosiologis di mana perbandingan perempuan dan laki laki tidak mencapai empat banding satu, bahkan dua banding satu.

287 Bukankah Rasul saw. antara lain wajib bangun shalat malam dan tidak menerima zakat?

Bukankah tidak batal wudu beliau bila tertidur? Bukankah ada hak-hak bagi seorang pemimpin guna

Page 275: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

252

Persyaratan dan ketentuan poligami yang dikemukakan oleh

Muhammad Quraish Shihab berbeda dengan persyaratan dan ketentuan yang

dikemukakan oleh Muhammad Shahrur. Muhammad Shahrur lebih ketat

daripada Muhammad Quraish Shihab. Muhammad Shahrur berpendapat

bahwa,

Sesungguhnya Allah swt. tidak hanya sekadar membolehkan poligami, akan tetapi Dia sangat menganjurkannya, dengan dua syarat. Pertama, bahwa istri kedua, ketiga, dan keempat adalah para janda yang memiliki anak yatim. Kedua, harus terdapat rasa khawatir tidak dapat berbuat adil kepada anak-anak yatim, sehingga perintah poligami akan menjadi gugur ketika tidak terdapat dua syarat di atas. 288

Muhammad Quraish Shihab menafsirkan ماطاب لكم من النساء dengan "maka

kawinilah apa yang kamu senangi," bukan "siapa yang kamu senangi,"

agaknya disebabkan kata tersebut bermaksud menekankan tentang sifat

perempuan, bukan orang tertentu, nama, atau keturunannya. Bukankah jika

anda bertanya, ”Siapa yang dia kawini?" Maka anda menanti jawaban tentang

perempuan tertentu, namanya, dan anak siapa dia. Sedang bila anda bertanya

dengan menggunakan kata apa, maka jawaban yang anda nantikan adalah sifat

dari yang ditanyakan itu, misalnya janda atau gadis, cantik atau tidak dan

sebagainya.289Artinya perempuan yang dikawininya tidak perlu harus janda

sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Muhammad Shahrur di atas.

Kemudian Muhammad Shahrur menegaskan,

mensukseskan misinya? Atau apakah mereka yang menyatakan itu benar benar ingin meneladani Rasul dalam perkawinannya? Kalau benar demikian, maka perlu mereka sadar bahwa semua perempuan yang beliau kawini, kecuali Aisyah r.a. adalah janda-janda, dan kesemuanya untuk tujuan mensukseskan dakwah, atau membantu dan menyelamatkan para wanita yang kehilangan suami itu, yang pada umumnya bukanlah perempuan-perempuan yang dikenal memiliki daya tarik yang memikat.

288 Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih…, h. 428 289 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 2 h. 322

Page 276: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

253

khithab perintah dalam ayat poligami tersebut ditujukan kepada orang-orang yang telah menikah dengan seorang perempuan dan memiliki anak, sehingga tidak dikatakan poligami bagi laki-laki bujangan yang mengawini janda yang memiliki anak yatim, dengan alasan bahwa ayat tersebut diawali dengan dua dan diakhiri dengan empat, berarti sudah punya satu sebelum-nya. 290

Selanjutnya Muhammad Shahrur mengatakan,

Karena konteks ayat poligami adalah berkisar tentang anak-anak yatim yang belum dewasa yang ditinggalkan ayahnya, sementara ibunya masih hidup menjanda, maka anak yang kehilangan kedua orang tuanya (yatim piatu) atau kehilangan ibunya (piatu) menjadi gugur masalah poligami, seperti suami ditinggalkan istrinya, lalu dia kawin lagi, maka istri keduanya tidak disebut poligami.291

Kemudian Muhammad Shahrur juga mengatakan, "Dia tidak

sependapat, bila adil dikaitkan dengan hubungan suami istri (senggama),

karena konteks ayat tersebut berbicara tentang poligami dalam kaitannya

dengan pemahaman sosial kemasyarakatan, bukan konsep biologis (senggama)

dan berkisar masalah anak yatim dan berbuat baik kepadanya serta berlaku adil

terhadapnya.”292

Dia juga tidak sependapat jika jumlah perempuan lebih banyak dari

laki-laki, istri mandul, syahwat laki-laki lebih besar, dan kelemahan seorang

istri menjalankan fungsi sebagai seorang istri karena sakit yang

berkepanjangan dijadikan alasan bagi suami berpoligami. Bahkan dia balik

bertanya, bagaimana bila kejadian itu menimpa sang suami.293

Muhammad Shahrur dalam mengahiri pembicaraan mengenai poligami

menyatakan, ”Suatu yang haram tidak mungkin dihalalkan, akan tetapi sesuatu

290 Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih…, h. 428 291 Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih…, h. 427 292 Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih…, h. 429

293 Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih…, h. 430

Page 277: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

254

yang halal mungkin dilarang, tapi pelarangannya tidaklah mengandung sifat

abadi dan umum. Apabila pelarangan ini mengandung sifat abadi dan umum,

berarti sesuatu yang haram, dan ia merupakan hak khusus Allah semata,

bahkan para Nabi dan Rasulpun tidak berhak untuk mengharamkannya.”294

Siti Musdah Mulia justru bertentangan pendapatnya dengan Muhammad

Shahrur dengan mengutip pendapat Muhammad Syaltut (w.1963) yang

mengatakan, ”Dia secara tegas menolak poligami sebagai bagian dari ajaran

Islam, dan juga menolak bahwa poligami diterapkan oleh syari’ah.”295

Setelah penulis merujuk kepada kitab aslinya, tampaknya kesimpulan

Musdah Mulia bertolak belakang dengan maksud Muhammad Syaltut, karena

beliau menyatakan sebagai berikut:

واالسالم مل يكن ىف شرع تعدد الزوجات وال ىف شرع اصل الزواج مبتكرا لشيئ مل يكن معروفا من قبل وهذا شأنه ىف كثري من وجوه املعامالت واالرتباطات البشرية الىت تقضى ا

معدال فيهامبا يرى من جهات طبيعة االجتماع وامناكان مقررا ماتقتضيه الطبيعة من ذلكفل الطبيعة الوقوف ىف احلدالوسط وتقيها شر االحنراف و امليل وحتفظ التهذيب الىت تك

٢٩٦.لالجتماع خري مقتضيات هذه الطبيعة

”Islam—dalam penetapan hukum poligami, dan penetapan hukum asal perkawinan—tidak menciptakan untuk sesuatu yang belum dikenal sebelumnya. Inilah peranan Islam pada umumnya dalam masalah muamalat (perdata) dan hubungan antara sesama manusia yang dikehendaki oleh watak sosial. Bahkan Islam menetapkan hal itu untuk kepentingan tabiat (watak/karakter) tersebut, untuk menyeimbangkan hal-hal yang dianggap perlu dari segi pendidikan yang dapat menjamin tabiat agar berada pada batas keadilan (moderat), dan menjaganya dari kejahatan dan kecenderungan adanya penyimpangan serta memelihara kehendak tabiat/watak yang terbaik untuk kepentingan masyarakat."

294 Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih…, h. 434 295 Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, (selanjutnya tertulis Menggugat

Poligami) (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), h.44 296 Muhammad Syaltut, Aqîdah wa al-Syarî’ah…, h. 186

Page 278: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

255

Pernyataan Mahmud Syaltut di atas menunjukkan bahwa Islam tidak

menolak poligami. Mahmud Syaltut hanya mengatakan, bahwa poligami yang

ditetapkan Islam bukan hal yang baru, tapi sudah ada sebelum Islam lahir.

Hal ini sejalan dengan Muhammad Quraish Shihab yang mengatakan,

”Poligami telah dikenal oleh masyarakat manusia, dengan jumlah yang tidak

sedikit dari perempuan yang berhak digauli. (Lebih lanjut lihat karya

Muhammad Quraish Shihab “Perempuan” h. 159)"297

Poligami—menurut Siti Musdah Mulia—pada hakikatnya adalah

selingkuh yang dilegalkan, dan karenanya jauh lebih menyakitkan perasaan

istri. Islam menuntun manusia agar menjahui selingkuh, dan sekaligus

menghindari poligami. Islam menuntun pengikutnya, laki-laki dan perempuan,

agar mampu menjaga organ-organ reproduksinya dengan benar sehingga tidak

terjerumus pada segala bentuk pemuasan syahwat yang dapat mengantarkan

pada kejahatan terhadap kemanusiaan.298

Membolehkan poligami berdasarkan kasus-kasus yang ada justru

bertentangan dengan akal sehat yang berarti juga bertentangan dengan ajaran

agama. Solusinya bukan membolehkan poligami. Sebaliknya justru melarang

poligami secara mutlak.299

Penulis tidak sependapat bila poligami dikatakan selingkuh yang

dilegalkan, karena sangat berbeda antara selingkuh dengan poligami.

297 Dalam Perjanjian Lama misalnya disebutkan bahwa Nabi Sulaiman as. memiliki tujuh

ratus istri bangsawan dan tiga ratus gundik (Perjanjian Lama, Raja-Raja I-11-4). Poligami meluas, di samping masyarakat Arab Jahiliyah, juga pada bangsa Ibrani dan Sicilia yang kemudian melahirkan sebagian besar bangsa Rusia, Lithuania, Polandia, Cekoslowakia dan Yugoslavia, serta sebahagian penduduk Jerman, Swiss, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia dan Inggris. Greja di Eropa pun mengakui Poligami hingga akhir abad XVII atau awal abad XVII. (M. Quraish Shihab, Perempuan, h. 159)

298 Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami…, h. 62 299 Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami…, h. 66

Page 279: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

256

Selingkuh sudah jelas haram hukumnya dan tidak ada seorang pun yang berhak

menghalalkannya, bahkan para Nabi sekalipun. Karena hal itu merupakan hak

preogatif Allah. Sebaliknya tidak ada seorangpun yang berhak mengharamkan

apa yang dihalalkan Allah, sebagaimana ditegaskan Allah dalam beberapa

firman-Nya

حيمر غفور اللهو اجكواة أزضرغي متبت لك ل اللها أحم مرحت لم بيا النهايي. ) ١ :٦٦\التحرمي(

Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Tahrîm/66: 1)

. المعتدينله لا يحبيايها الذين ءامنوا لا تحرموا طيبات ما أحل الله لكم ولا تعتدوا إن ال ) ٨٧ : ٥\املائدة(

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Q.S. al-Mâidah/5: 87).

Melarang poligami secara mutlak bertentangan dengan kehendak Allah

yang memang sudah dirancang hukumnya walaupun dengan persyaratan yang

ketat. Sama halnya dengan seorang arsitiktur yang merancang pintu darurat

untuk pesawat terbang. Karena kemungkinan akan terjadi di luar kemampuan

manusia bahwa pada saat terbang pesawat tersebut akan rusak, sehingga para

penumpang harus diselamatkan melalui pintu darurat. Apalagi Allah yang

memang sudah mengetahui persis akan terjadi suatu yang tidak diinginkan oleh

pasangan suami istri, maka harus menempuh pintu darurat dengan jalan

poligami. Siti Musdah Mulia selanjutnya mengatakan,

Page 280: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

257

Kalaupun dibenarkan berdalil pada satu ayat saja (meski ini sangat tidak logis), maka sesungguhnya pemahaman kelompok yang pro poligami terhadap teks ayat tersebut juga tidak utuh. Pertama, mari kita (kata Siti Musdah Mulia) lihat bunyi teksnya, 'Maka kawinilah perempuan-perempuan yang kamu senangi. Dua, tiga, empat,… Atau budak-budak perempuan yang kamu miliki.' Secara jelas teks ayat itu membolehkan perbudakan. Akan tetapi, mengapa para pendukung bunyi literal teks tersebut memegang teguh kebolehan poligami, namun mengabaikan kebolehan menggauli budak-budak perempuan? 300

Kemudian Siti Musdah Mulia mengutip perkataan Nasr Hamid Abu

Zayd yang menyatakan bahwa, "Jika perbudakan dapat dihapuskan dari

kehidupan masyarakat secara bertahap, maka poligami juga seharusnya seperti

itu."301

Menurut hemat, penulis poligami dan perbudakan sangat berbeda.

Sekalipun ayat tersebut membolehkan perbudakan dalam rangka

menghapuskan perbudakan secara bertahap sebagaimana ayat-ayat yang

lainnya, sedangkan ayat poligami tidak ada ayat lain selain al-Qur'an Suratal-

Nisâ’/4: 3).

Muhammad Quraish Shihab ketika menafsirkan potongan ayat ماملكتميانكما yang diterjemahkan dengan "budak-budak perempuan yang kamu

miliki," menunjuk kepada satu kelompok masyarakat yang ketika itu

merupakan salah satu fenomena umum masyarkat manusia di seluruh dunia.

Dapat dipastikan, Allah dan Rasul-Nya tidak merestui perbudakan, walau

dalam saat yang sama harus pula diakui bahwa al-Qur'an dan sunnah tidak

mengambil langkah drastis untuk menghapuskannya sekaligus. Al-Qur'an dan

sunnah menutup semua pintu untuk lahir dan berkembangnya perbudakan,

kecuali satu pintu yaitu tawanan yang diakibatkan oleh peperangan dalam

300 Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami…, h. 50 301 Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami…, h. 51

Page 281: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

258

rangka mempertahankan diri dan akidah. Itupun disebabkan karena ketika itu

demikianlah perlakuan manusia terhadap tawanan perangnya. Namun kendati

tawanan perang diperkenankan untuk diperbudak, tapi perlakuan terhadap

mereka sangat manusiawi. Bahkan al-Qur'an memberi peluang kepada

penguasa Muslim untuk membebaskan mereka dengan tebusan atau tanpa

tebusan. Berbeda dengan sikap umat manusia ketika itu.302

Islam menempuh cara bertahap dalam pembebasan perbudakan antara

lain disebabkan oleh situasi dan kondisi para budak yang ditemuinya. Para

budak ketika itu hidup bersama tuan-tuan mereka, sehingga kebutuhan

sandang, pangan, dan papan mereka terpenuhi. Anda dapat membayangkan

bagaimana jadinya jika perbudakan dihapus sekaligus. Pasti akan terjadi

problema sosial yang jauh lebih parah dari Pemutusan Hubungan Kerja. (Lebih

lanjut lihat Tafsir al-Mishbah Vo. 2. h. 322).303

Di sisi lain, walau perbudakan secara resmi tidak dikenal lagi oleh umat

manusia dewasa ini, namun itu bukan berarti bahwa ayat ini dan semacamnya

tidak relevan lagi. Ini karena al-Qur'an tidak hanya diturunkan untuk putra-

putri abad ini, tetapi diturunkan untuk umat manusia sejak abad ke-6 hingga

ahir zaman. (Lebih lanjut dapat dilihat dalam Tafsir al-Mishbah, Vol. 2.

h.323.)304

302 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol. 2 h. 322 303 Ketika itu—para budak bila dibebaskan— bukan saja pangan yang harus mereka siapkan

sendiri, tetapi juga papan. Atas dasar itu kiranya dapat dimengerti jika al-Qur'an dan as-Sunnah menempuh jalan bertahap dalam menghapus perbudakan. Dalam konteks ini, dapat juga kiranya dipahami perlunya ketentuan-ketentuan hukum bagi para budak tersebut. Itulah yang mengakibatkan adanya tuntutan agama baik dari segi hukum atau moral yang berkaitan dengan perbudakan. Salah satu tuntutan itu adalah izin mengawini budak perempuan. Ini bukan saja kerena mereka juga adalah manusia yang mempunyai kebutuhan biologis tetapi juga merupakan salah satu cara menghapus perbudakan.

304 Semua diberi petunjuk dan semua dapat menimba petunjuk sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zamannya. Masyarakat abad ke-6 menemukan budak budak perempuan, dan bagi merekalah tuntunan itu diberikan. Al-Qur'an akan terasa kurang oleh mereka, jika petunjuk ayat ini

Page 282: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

259

Menurut penulis Muhammad Quraish Shihab cenderung bahwa ayat itu

tetap berlaku sebagai payung hukum, kendati objek hukumnya sudah tidak ada.

namun tidak menutup kemungkinan, jika objek hukum tersebut muncul, ayat

tersebut dapat dijadikan pedoman sebagai pelaksanaan hukum. Sama halnya

dengan Umar Bin al-Khatthab yang melarang memberikan zakat pada muallaf

karena Umar Bin Khatthab menganggap muallaf tidak ada, tapi bukan berarti

Umar Bin al-Khatthab menghapus ayat tentang muallaf.

Siti Musdah Mulia menyatakan bahwa,

Setelah Allah menyuruh setiap pasangan untuk produktif membangun keharmonisan dan kedamaian dalam kehidupan keluarga melalui sikap dan perilaku yang senantiasa adil, maka pada ayat selanjutnya Allah mengecam para suami yang berpoligami dan menyatakan bahwa mereka tidak akan pernah mampu berbuat adil terhadap para istri, dalam al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 129.305

Bahkan dia menegaskan bahwa Islam sudah menutup rapat pintu

poligami melalui ayat tersebut.306

Kemudian Siti Musdah Mulia menyimpulkan bahwa, ”Menjadikan surat

al-Nisâ’/4 ayat 3 sebagai dalil pembenar bagi kebolehan poligami, seperti

dipahami di masyarakat, sesungguhnya tidak signifikan dan sangat keliru,

mengingat ayat itu bukan diturunkan dalam konteks pembicaraan poligami,

melainkan dalam konteks pembicaraan anak yatim dan perlakuan tidak adil

yang menimpa mereka."307

Menurutnya melalui ayat tersebut Allah mengingatkan kepada para

suami akan dua hal. Pertama , jangan menikahi anak yatim perempuan yang

tidak mereka temukan. Di lain segi kita tidak tahu perkembangan masyarakat pada abad-abad yang akan datang. Boleh jadi mereka mengalami perkembangan yang belum dapat kita duga dewasa ini. Ayat-ayat ini atau jiwa petunjuknya dapat mereka jadikan rujukan dalam kehidupan mereka.

305 Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami…, h. 110 306 Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami…, h. 131 307 Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami…, h. 116

Page 283: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

260

berada dalam perwalian mereka kalau tidak mampu berlaku adil. Kedua,

jangan poligami kalau tidak mampu berlaku adil. Faktanya dalam dua hal

tersebut manusia hampir-hampir mustahil dapat berlaku adil. Kesimpulannya

ayat ini lebih berat mengandung ancaman berpoligami ketimbang

membolehkannya.308

Pernyataan Siti Musdah Mulia tersebut bertentangan dengan pendapat

Muhammad Shahrur yang mengatakan bahwa

Poligami merupakan salah satu tema penting yang mendapat perhatian khusus dari Allah swt. Sehingga tidak mengherankan kalau Allah meletakannya pada awal surat al-Nisâ dalam kitab-Nya yang mulia. Seperti yang kita lihat bahwa poligami terdapat pada ayat ketiga dan merupakan satu-satunya ayat dalam al-Tanzil yang membicarakan masalah ini. Akan tetapi para mufassir dan para ahli fikih, seperti biasanya, telah mengabaikan redaksi umum ayat dan mengabaikan keterkaitan erat yang ada di antara masalah poligami dengan para janda yang memiliki anak-anak yatim.309

Sebagaimana ditegaskan Allah

وإن خفتم ألا تقسطوا في اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثلاث ورباع فإن ) ٣ : ٤/النساء (خفتم ألا تعدلوا فواحدة أو ما ملكت أيمانكم ذلك أدنى ألا تعولوا

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. al-Nisâ’/4: 3)

Sebagian masyarakat berpendapat bahwa laki-laki tidak berhak

melakukan poligami. Poligami dinilai sebagai bentuk kezaliman terhadap

perempuan (istri) karena suami tidak mungkin dapat berlaku adil terhadap para

308 Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami…, h. 116 309 Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih…, h. 425

Page 284: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

261

istrinya. Hal itu mengacu pada al-Qur'an Suratal-Nisâ’/4 ayat 3 dan al-Qur'an

Surat al-Baqarah/2 ayat 129.

Arij Abdurrahman As-Sanan mengatakan bahwa, ”Pendapat ini jelas

keliru, karena ayat pertama mewajibkan berlaku adil pada hal yang menjadi

kesanggupan suami, yaitu adil dalam bermalam, nafkah, dan pergaulan.

Sedang ayat kedua menafikan keadilan yang memang berada di luar

kesanggupan suami, yaitu cinta dan hubungan badan."310

Ada sebagian masyarakat yang menganggap poligami merupakan

penghinaan terhadap perempuan, karena dia dijadikan alat pemuas nafsu

seksual kaum laki laki. Menurut penulis justru memberikan kepuasan seksual

kaum perempuan, karena hubungan badan laki-laki dan perempuan akan sama-

sama mendapatkan kepuasan/kenikmatan kedua belah pihak.

Poligami justru merupakan pemuliaan bagi perempuan, karena

poligami menjaganya dari zina. Pernikahan adalah satu-satunya jalan yang sah

untuk menyalurkan libido seksual. Poligami menjaga laki-laki dari

penyimpangan perilaku zina, yaitu memiliki kekasih gelap atau perempuan

simpanan.311

Adapun akibat negatif dari poligami yang terjadi di masyarakat, seperti

ketidakadilan suami atas istri-istrinya, hal ini bukan lahir dari syariat poligami

itu sendiri. Tetapi diakibatkan oleh tidak diterapkannya syariat pologami itu

dengan benar.312

Ada sebagian orang berpendapat bahwa hanya Islam yang

membolehkan poligami. Pendapat ini tidak benar dan merupakan kebohongan

310 Arij Abdurrahman As-Sanan, Memahami Keadilan Dalam Poligami, (selanjutnya

tertulis Keadilan Dalam Poligami) (Jakarta: PT Global Media Cipta Publishing, 2003), h. 26 311 Arij Abdurrahman As-Sanan, Keadilan Dalam Poligami…, h. 26 312 Arij Abdurrahman As-Sanan, Keadilan Dalam Poligami…, h. 27

Page 285: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

262

sejarah. Banyak bangsa dan agama sebelum Islam yang telah mengizinkan

menikahi banyak perempuan, sepuluh, bahkan seratus tanpa persyaratan atau

pembatasan apapun. Perjanjian Lama menyebutkan bahwa Dawud memiliki

tiga ratus perempuan dan Sulaiman memiliki tujuh ratus perempuan, beberapa

diantaranya adalah istrinya, sementara lainnya Cuma gundik.313

Islam adalah kata kata terakhir dari Allah yang menyimpulkan/

menyegel seluruh pesan pesan-Nya. Oleh karena itu Islam datang dengan

hukum yang umum dan abadi untuk merangkul seluruh bangsa, usia, dan

masyarakat. Islam tidak membuat hukum untuk penduduk kota tanpa

memandang masyarakat pedesaan, juga tidak hanya untuk kawasan dingin atau

panas, atau sebaliknya dan juga tidak untuk usia tertentu dan mengabaikan

kelompok usia lainnya serta generasi-generasi lainnya. Islam menghormati

pentingnya pribadi maupun masyarakat.314 Wahbah al-Zuhaily menyimpulkan bahwa, ”Poligami dalam Islam

adalah masalah darurat, memperbaiki kerusakan dalam poligami lebih utama

daripada menghilangkan poligami. Tidak boleh seorangpun membatalkan

poligami, karena nash syar’inya secara jelas membolehkannya. Menghentikan

atau mengeluarkan nash berarti mengingkari ayat Allah dan haram menurut

syariat dan agama Allah."315

Islam membolehkan poligami karena dharurat dengan syarat mampu

memberi nafkah, adil diantara istri-istrinya, berlaku baik, atau karena suatu hal

313 Yusuf Qardhawi, Kedudukan Perempuan Islam, terjemahan Melati Adhi Damayanti,

(selanjutnya tertulis Kedudukan Perempuan) (Jakarta: PT Global Media Publishing, 2003), h. 123 314 Yusuf Qardhawi, Kedudukan Perempuan …, h. 126 315 Wahbah al-Zuhaily, al-Munir…, Juz 5. h. 244

Page 286: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

263

seperti istri mandul, jumlah perempuan lebih banyak dari kaum laki-laki, atau

fisik perempuan yang tidak dapat melayani suami karena sakit.316

Sistem poligami menurut hukum Islam adalah suatu sistem yang

manusiawi dan bermoral. Disebut bermoral karena Islam tidak membolehkan

laki-laki untuk melakukan hubungan seksual dengan perempuan manapun

yang dikehendakinya pada waktu kapanpun ia kehendaki tanpa melalui

pernikahan yang sah. Laki-laki juga tidak diizinkan untuk melakukan

hubungan seksual dengan lebih dari tiga perempuan di samping istri

pertamanya. Poligami tidak dapat dilakukan secara sembunyi-sembunyi,

melainkan harus dilangsungkan dengan sebuah akad nikah dan diumumkan

walau di antara khalayak terbatas.317

Sedangkan al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 129 yang dijadikan

argumen oleh orang orang yang menolak poligami karena manusia tidak akan

mampu berbuat adil pada para istri sekalipun berusaha keras. Wahbah al-

Zuhaily justru memandang ayat ini sebagai dukungan terhadap ayat poligami

di atas. Karena adil yang dituntut oleh para istri adalah adil dalam masalah

materi seperti giliran (tidur bersamanya), nafkah, pakaian, dan tempat tinggal.

Sedangkan keadilan dalam masalah nonmateri (masalah hati), seperti cinta

Allah tidak menuntut kecuali sesuai dengan kemampuan, karena cinta memang

sulit untuk disamakan. Oleh karena itu adalah sesuatu yang bisa dipahami jika

Rasulullah mencintai Aisyah lebih besar dibanding pada istri selainnya.318

Ironisnya, sementara kalangan menghendaki berkembangnya paham

Barat di negara-negara Arab, dan Islam lainnya telah memanfaatkan apa yang

316 Wahbah al-Zuhaily, al-Munir…, Juz 5. h 242 317 Wahbah al-Zuhaily, al-Munir…, Juz 5. h. 129 318 Wahbah al-Zuhaily, al-Munir…, Juz 5. h. 302

Page 287: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

264

terjadi akibat pelanggaran yang dilakukan beberapa orang Islam. Mereka

makin gigih menyuarakan agar poligami dihapuskan sepenuhnya. Siang dan

malam kelemahan poligami terus diulas sementara mereka justru membisu jika

menyangkut akibat merugikan perzinahan dan perselingkuhan, yang sayangnya

dibolehkan oleh hukum setempat yang mengatur negara-negara Muslim

dewasa ini.319

Bila ada orang mengatakan bahwa poligami lebih banyak mudharatnya

daripada kemaslahatannya, jangan lalu disalahkan ayat al-Qur’annya, tapi

orang yang melakukan poligami itu sendiri. Karena al-Qur’an telah melarang

orang yang berpoligami yang tidak mengikuti tuntunan al-Qur’an yaitu berbuat

adil. Islam juga melarang sesuatu yang akan menjadikan mudharat kepada diri

sendiri dan orang lain. Sebagaimana ditegaskan dalam Firman-Nya

يالأم بيول النسون الربعتي الذين مهرأمجيل يالإناة وروفي الت مهدا عنوبكتم هونجدالذي ي مهنع عضيائث وبالخ همليع مرحيات وبالطي محل لهيكر ونن المع ماههنيوف ورعبالم

انت عليهم فالذين ءامنوا به وعزروه ونصروه واتبعوا النور الذي إصرهم والأغلال التي ك )١٥٧ : ٧/االعراف(أنزل معه أولئك هم المفلحون

(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma`ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Q.S. al-Baqarah/2: 219)

319 Wahbah al-Zuhaily, al-Munir…, Juz 5. h. 134

Page 288: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

265

Dalam ajaran Islam, semua yang dilarang al-Qur’an pasti lebih banyak

kerugian daripada keuntungannya. Demikian pula sebaliknya segala yang

diperintahkan dalam al-Qur’an pasti lebih banyak keuntungannya

dibandingkan kerugiannya. Seperti mengenai khamar dan judi Allah berfirman

يسألونك عن الخمر والميسر قل فيهما إثم كبري ومنافع للناس وإثمهما أكبر من نفعهما : ٢/لبقرة ا(ويسألونك ماذا ينفقون قل العفو كذلك يبين الله لكم الآيات لعلكم تتفكرون

٢١٩(

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (Q.S. al-Baqarah/2 : 219) Ahmad Mushthafa al-Maraghi senada dengan Wahbah al-Zuhaili

mengatakan bahwa poligami dibolehkan karena dharurat dengan syarat dia

yakin dapat menegakkan keadilan. Namun keadilan yang sesuai dengan

kemampuan manusia adalah yang bersifat materi seperti tempat tinggal,

pakaian dan semacamnya. Sedangkan yang bersifat nonmateri seperti cinta

sulit untuk menyamakannya, maka manusia tidak dituntut maksimal

sebagaimana Nabi mencintai Aisyah melebihi cintanya pada istri-istri yang

lainnya.320 Begitu juga Said Hawa,321 Sayyid Qutub, Jalaluddin Muhammad Bin

Ahmad dan Jalaluddin Abdu al-Rahman Bin Abi Bakar al-Suyuthi, 322 ketiga

mufasir tersebut memandang poligami itu adalah rukhshah (dispensasi) yang

320 Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi…, Jilid IV.h.180 321 Said Hawa, Al-Asâs Fî al-Tafsîr…, Jilid.II, h.992 322 Jalaluddin Muhammad Bin Ahmad dan Jalaluddin Abdu al-Rahman Bin Abi Bakar al-

Suyuthi, Tafsir al-Jalâlain, (Bandung: Syarikah al-Ma’arif Bandung Indonesia, t.t.), Jilid. I., h.70

Page 289: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

266

memang tidak dapat dihindari di dalam kehidupan manusia, dengan syarat

tidak lebih dari empat dan berlaku adil. Karena Islam adalah undang-undang

untuk kepentingan manusia, maka undang-undangnya harus sesuai dengan

fitrah manusia, sesuai dengan realitas kehidupan manusia yang berubah dalam

berbagai tempat, waktu, dan keadaan.323

Sedangkan Muhammad al-Shabuni dan Ibnu Katsir menjelaskan

bahwa,

Al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 3 menegaskan, jika ada anak yatim berada dalam naungan seseorang, dan dia takut tidak dapat membayar mahar mitsli, maka dia tidak boleh mengawini anak yatim tersebut. Kawinilah perempuan selain anak yatim tersebut, karena perempuan selain anak yatim masih banyak. Alasan tidak boleh mengawini anak yatim, karena anak yatim itu lemah sehinga perlu perhatian dan bimbingan, sedangkan orang yang berbuat aniaya pada orang lemah merupakan dosa besar di sisi Allah. Untuk itu Allah memerintahkan untuk mengawini perempuan selain anak yatim dua, tiga, atau emapat. Namun jika khawatir tidak dapat berbuat adil diantara istri-istrinya, maka cukup seorang istri saja atau menikahi budak, karena dengan hanya seorang baik perempuan biasa atau budak lebih mendekati tidak berbuat aniaya. 324

Kemudian kedua mufasir tersebut ketika menerjemahkan al-Qur'an

Surat al-Nisâ’/4 ayat 129 menjelaskan bahwa,

Kalian wahai laki-laki tidak akan dapat merealisasikan keadilan dalam masalah cinta dan seksual, walaupun kalian sudah berusaha maksimal, karena menyamakan cinta dan kecenderungan hati di luar kemampuan manusia. Namun jangan karena perbedaan kecenderungan lalu tidak berbuat adil dalam masalah lainnya yang dapat diukur oleh kemampuan manusia.325

323 Sayyid Quthub, Fi Dhilâl al-Qur’an, (Cairo: Daar al-Syuruq, 1982), Jilid.1, h.579 324 Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwah al-Tafâsir, (Bairut: Dâr al-Qur’an al-Karîm,

1981), Juz 4 , h. 259 Lihat Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzîm, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1992), Juz 1, h. 555

Page 290: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

267

Istibsyarah menyatakan bahwa adanya persyaratan berlaku adil kepada

istri-istri sebenarnya merupakan suatu tekanan psikologis terhadap laki-laki

yang berpoligami pada masa itu, agar tidak seenaknya saja melakukan

poligami yang dapat berakibat pada buruknya perlakuan terhadap istri-istri

mereka. Hal ini diperkuat dengan al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 129. Ayat ini

menurutnya dapat dipahami sebagai penolakan terhadap poligami atau

setidaknya lebih memperketat pelaksanaan poligami, karena syarat dari

poligami adalah kesanggupan berlaku adil. Sedangkan ayat ini menegaskan

ketidakmampuan seseorang berlaku adil terhadap istri-istrinya.326

Kemudian dia mengutip pendapat al-Sya’rawi yang mengatakan bahwa,

Adil dalam hal kecenderungan kepada salah satu istrinya merupakan beban yang tidak akan dapat ditanggung oleh manusia, karena hal ini berkaitan erat dengan hati. Islam tidak mensyaratkan berlaku adil dalam hal yang berkaitan dengan hati, tapi hanya mensyaratkan bersikap adil dalam pelaksanaan hak dan kewajiban. Islam membolehkan praktik poligami ketika pihak laki-laki yakin bahwa dirinya tidak akan memarjinalkan dan menyepelekan perempuan.327

Menurut hemat penulis kutipan Istibsyaroh dari al-Sya’rawi

menggugurkan pendapatnya sendiri yang mengatakan bahwa al-Qur'an Surat

al-Nisâ’/4 ayat 129 merupakan penolakan terhadap poligami. Menurut al-

Sya’rawi ayat itu justeru dijadikan sebagai pendukung kebolehan poligami. Begitu juga dengan kutipannya dari Ahmad Mushthafa al-Maraghi

membatalkan pendapatnya sendiri. Seperti dikatakannya,

Memang ada sebagian penafsir, seperti al-Maraghi, yang memahami potongan ayat فالمتيلوا كل امليل sebagai penolakan pemustahilan poligami. Menurutnya, bagian ayat tersebut seolah-olah ditujukan kepada mereka yang tidak mampu berlaku adil. Sedangkan mereka yang mampu berlaku

325 Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwah al-Tafâsir…, h. 308, Lihat Ibnu Katsir, Tafsir al-

Qur’an…, jilid. 1, h. 696 326 Istibsyaroh, Hak Hak Perempuan Dalam Relasi Jender Pada Tafsir Al-Sya’rawi,

(selanjutnya tertulis Hak-Hak Perempuan) (Disertasi Program Pascasarjana UIN Jakarta, 2004), h. 210 327 Istibsyaroh, Hak Hak Perempuan …, h. 211

Page 291: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

268

adil dengan sendirinya potongan ayat ini tidak berlaku. Jadi potongan ayat ini memberikan penjelasan terhadap potongan ayat sebelumnya yang mengeliminir kemampuan berlaku adil terhadap perempuan, dan dengan demikian penjelasan ini menafikan pemustahilan untuk berpoligami.328

Nasaruddin Umar mengutip pernyataan Muhammad Ali al-Shabuni

dalam tafsir ayat ahkam yang menafsirkan al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 3

sebagai berikut

Ayat ini menggunakan shigah umum, yaitu menggunakan kata ganti jamak ( خفتم و تعولوا, تقسطوا , فانكحوا , اميانكم ) padahal ayat ini turun untuk menanggapi suatu sebab khusus, yaitu Urwah Bin Zubair, sebagaimana hadis yang diriwayatkan Bukhari yang bersumber dari Aisyah, bahwa ia mempunyai seorang anak yatim yang hidup di dalam pengawasannya. Selain cantik anak yatim itu juga memiliki harta sehingga Urwah bermaksud mengawininya, maka ayat ini menjadi petunjuk bagi Urwah dalam melangsungkan niatnya.329

Metode tahlîli menyimpulkan bahwa teks ayat tersebut (Q.S.al-

Nisâ’/4: 3) di atas mengizinkan poligami, yaitu seorang laki-laki boleh kawin

lebih dari satu sampai empat, asal yang bersangkutan mampu berlaku adil.

Akan tetapi metode maudhûi bisa menyimpulkan lain, karena adanya ayat di

tempat lain yang seolah-olah memustahilkan syarat adil itu dapat dilakukan

manusia sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 129.

Ayat ini kata Nasaruddin Umar dapat diartikan menolak poligami, atau paling

tidak lebih memperketat pelaksanaan poligami. Syarat poligami adalah

kesanggupan untuk berlaku adil, sementara ayat ini menegaskan

ketidakmampuan seseorang berlaku adil di antara istri-istrinya. Kata فال متيلوا كل

dalam ayat (janganlah kalian terlalu cenderung pada setiap kecenderungan) امليل

328 Istibsyaroh, Hak Hak Perempuan …, h. 213 329 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender …, h. 282

Page 292: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

269

di atas dipahami oleh sebagian mufasir sebagai penolakan pemustahilan

berpoligami.330

Menurut hemat penulis kurang tepat bila al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4

ayat 129 dijadikan alasan untuk menolak poligami karena yang dimaksud

bahwa kalian tidak akan dapat berbuat adil diantara istri-istri sekalipun kalian

berusaha keras, adalah adil dalam masalah mahabbah (cinta) yang memang

tidak perlu harus sama persis, karena sulit mengukurnya. Hanya saja tidak

boleh karena perbedaan kecintaan kepada satu istri mengakibatkan perbedaan

dalam nafkah, pakaian, dan giliran pada istri yang lainnya. Kemudian penulis

tidak sependapat bila kata كل امليل diartikan segala/setiap kecenderungan, karena

kata كل yang disandarkan kepada mashdar fiilnya disebut nâib mafûl muthlaq

(pengganti mafûl muthlaq) yang diartikan untuk menta’kidkan/menguatkan

makna fiilnya, maka kata كل امليل harus diartikan betul-betul cenderung/sangat

cenderung, bukan segala kecenderungan.

Muhammad Quraish Shihab justru mengkritik orang yang tidak

merestui poligami, sebagaimana katakannya

Ayat ini sering dijadikan alasan oleh sementara orang yang tidak mengerti bahwa Islam tidak merestui poligami, karena kalau izin berpoligami bersyarat dengan berlaku adil berdasar firman-Nya, “Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang, atau budak budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (Q.S.al-Nisâ’/4:3). Sedangkan di sini dinyatakannya bahwa kamu sekali kali tidakakan dapat berlaku adil di antara istri-istri kamu walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, maka hasilnya—kata mereka—adalah bahwa poligami tidak mungkin direstui. Pendapat ini tidak dapat diterima, bukan saja karena Nabi saw. dan sekian banyak sahabat beliau melakukan poligami, tetapi juga karena ayat ini tidak berhenti di tempat para penganut pendapat ini berhenti, tetapi berlanjut dengan menyatakan karena itu janganlah kamu terlalu

330 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender …, h..283

Page 293: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

270

cenderung (kepada yang kamu cintai). Penggalan ayat ini menunjukkan kebolehan poligami walau keadilan mutlak tidak dapat diwujudkan.331

Seperti terbaca di atas, keadilan yang tidak dapat diwujudkan itu

adalah dalam hal cinta. Bahkan cinta atau suka pun dapat di bagi, yakni suka

yang lahir atas dorongan perasaan dan suka yang lahir atas dorongan akal.

Obat yang pahit tidak disukai oleh siapapun. Ini berdasarkan perasaan setiap

orang. Tetapi obat yang sama akan disukai, dicari, dan diminum karena akal si

sakit mendorongnya menyukai obat itu walau ia pahit. Demikian juga suka

atau cinta dalam diri seseorang dapat berbeda. (Lebih lanjut dapat dilihat pada

Tafsir al-Mishbah Vol.2, h.582).332

Istibsyaroh mengutip beberapa hadis sebagai dasar untuk mengurangi

terjadinya poligami secara pelan-pelan.333 Adapun hadis yang dikutip adalah:

حد ثنا هناد حدثنا عبده عن سعيد بن ايب عربة عن معمر عن الزهرى عن سامل بن عبد اهللا عن ابن غمر ان غيالن بن سلمة الثقفى اسلم وله عشر نسوة ىف اجلاهلية فاسلمن معه فامره

٣٣٤ النىب صلى اهللا عليه و سلم ان يتخري اربعا منهن رواه الترمذيArtinya: Hunad menceritakan kepada kami, Abduh menceritakan kepada kami dari Said Bin Abi Urwah dari Ma’mar, dari al-Zuhri, dari Salim Bin Abdullah dari Ibnu Ghamar, bahwa Ghailan Bin Salmah al-Tsaqafi masuk Islam dan ia memiliki 10 istri pada masa Jahiliyah, mereka masuk Islam bersama dia. Lalu Nabi saw. memerintahkan Ghailan untuk memilih 4 dari 10 diantara mereka. (Diriwayatkan oleh al-Turmudzi).

331 Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah…, Vol.2. h. 581 332 Yang tidak mungkin dapat diwujudkan di sini adalah keadilan dalam cinta atau suka

berdasar perasaan. Sedang suka yang berdasar akal dapat diusahakan manusia, yakni memperlakukan istri dengan baik, membiasakan diri untuk menerima kekurangan-kekurangannya, memandang semua aspek yang ada padanya, bukan hanya aspek keburukannya ataupun kebaikannya. Inilah yang dimaksud dengan janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai) dan jangan juga terlalu cenderung mengabaikan yang kamu kurang cintai.

333 Istibsyaroh, Hak Hak Perempuan …, h. 207 334 Muhammad Bin Isa Abu Isa al-Turmudzi, Ditahqiq oleh Ahmad Muhammad Syakir ,

Sunan al-Turmudzi, (Bairut : Dâr Ihya al-Turâts, t.th.), Jilid III, h. 435 No. 1128

Page 294: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

271

حدثناامحد بن ابراهيم الدوقى حدثناهشيم عن ابن اىب ليلى عن محيضة بنت الشمردل عن قيس بن احلارث قال اسلمت وعندى مثان نسوة فاتيت النىب صلى اهللا عليه وسلم فقلت

٣٣٥ ذلك له فقال اختر منهن اربعا رواه ابن ماجهArtinya: Ahmad Bin Ibrahim al-Durqi menceritakan kepada kami, Hasyim menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi Laila dari Humaidhah Binti al-Symardal dari Qais Bin al-Harits telah berkata, ”Saya telah masuk Islam dan memiliki 8 istri, lalu saya datang kepada Nabi saw. Lalu saya katakan hal itu kepada Nabi. Lalu Nabi mengatakan, ”Pilihlah 4 diantara 8 dari mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah).

حدثنا مسدد حدثناهشيم وحدثناوهب بن بقيه اخربنا هشيم عن ابن اىب ليلى عن محيضة بن الشمردل عن احلارث بن قيس قال مسدد ابن عمرية وقال وهب االسدى قال اسلمت و عندى تسعة نسوة فذكرت ذلك للنىب صلى اهللا عليه وسلم فقال النىب صلى اهللا عليه وسلم

٣٣٦ اوداختر منهن اربعا رواه ابودArtinya: Musaddad menceritakan kepada kami, Hasyim menceritakan kepada kami, Wahab Bin Buqyah menceritakan kepada kami, Hasyim menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi Laila dari Humaidhah Bin al-Syamardal dari al-Harits Bin Qais, Musaddad Ibnu Umairah telah berkata dan Wahab al-Asady telah berkata, ”Saya telah masuk Islam dan saya memiliki 9 istri. Lalu saya ceritakan hal itu kepada Nabi saw. Nabi telah bersabda, ”Pilihlah 4 dari 9 diantara mereka." (Diriwayatkan oleh Abu Dawud).

Menurut hemat penulis 3 hadis di atas justru mengukuhkan bolehnya

poligami dengan syarat maksimal 4 istri. Kalau Nabi saw. saja tidak berani

menyalahi al-Qur’an yang membolehkan kawin lebih dari satu sampai 4 istri

walaupun dengan syarat yang ketat, mengapa para cendikiawan sekarang

berani mendahului Nabi yang melarang poligami. Hal ini bertentangan dengan

firman Allah

335Abu Abdillah Muhammad Bin Yazid al-Quzweni, ditahqiq oleh Muhammad Fuad Abdu al-

Bâqi, Sunan Ibnu Majah, (Bairut: Dâr al-Fikr, t.th), Jilid I, h. 628, No. 1952 336Sulaiman Bin al-Asy’ats Abu Dawud al-Sijistani al Azadi, ditahqiq oleh Muhammad

Muhyiddin Abdul Hamid, Sunan Abu Dawud, (Bairut : Dâr al-Fikr, t.th.), Jilid II, h. 272, No. 2241

Page 295: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

272

ضكمعر بهل كجبالقو وا لهرهجلا تو بيت النوص قفو كماتووا أصفعروا لا تنءام ا الذينهايي )٢ :٤٩\احلجرات( . أعمالكم وأنتم لا تشعرونلبعض أن تحبط

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. (Q.S. al-Hujurât/49: 2)

Sedangkan poligami yang dilakukan oleh Rasulullah tidak harus

diteladani baik jumlahnya maupun orang yang akan dijadikan istri kedua,

ketiga, dan kempat, karena hal tersebut merupakan kekhushusan Rasulullah

sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur'an

ا أفاء اللهمم كميني لكتا ممو نهورأج تياللاتي ءات كاجوأز ا لكللنا أحإن بيا النهاييمرأة عليك وبنات عمك وبنات عماتك وبنات خالك وبنات خالاتك اللاتي هاجرن معك وا

قد مننيؤون المد من ة لكالصا خهكحنتسأن ي بيالن ادإن أر بيا للنهفسن تبهة إن ومنؤمكليكون علا يلكي مهانمأي لكتا ممو اجهموفي أز همليا عنضا فرا منلمع كان اللهو جرح

) ٥٠ : ٣٣\االحزاب ( .غفورا رحيماHai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Ahzab/33: 50)

Hal ini diungkap oleh Muhammad Quraish Shihab yang menjelaskan

bahwa, ”Tidak juga dapat dikatakan bahwa Rasul saw. kawin lebih dari satu,

dan perkawinan semacam itu hendaknya diteladani, karena tidak semua apa

Page 296: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

273

yang dilakukan Rasul perlu diteladani, sebagaimana tidak semua yang wajib

atau terlarang bagi beliau, wajib dan terlarang pula bagi umatnya." (Lebih

lanjut lihat Tafsir al-Mishbah Vol.2, h.326). 337

Sedangkan untuk umatnya maksimal hanya 4 istri sebagaimana hadis

yang dikutip oleh Abdullah Nashih Ulwan 338 yaitu: هللا عليه وسلم وحدثىن حيىي عن مالك عن ابن شهاب انه قال بلغىن ان رسول اهللا صلى ا-١

قال لرجل من ثقيف اسلم و عنده عشر نسوة حني اسلم الثقفى امسك منهن اربعا و ٣٣٩فارق سائرهن رواه مالك

Yahya telah menceritakan kepada saya dari Malik, dari Ibnu Syihab, bahwa dia telah berkata, telah sampai berita kepada saya, bahwsa Rasulullah saw. telah bersabda kepada seorang laki-laki bernama Ghailan al-Tsaqafi dari Tsaqif, dia masuk Islam dan memiliki 10 istri, ketika Ghailan al-Tsaqafi masuk islam Rasulullah memerintahkan pegang 4 istri dan selainnya ceraikan (H.R.Imam Malik).

ابراهيم الدوقى حدثناهشيم عن ابن اىب ليلى عن محيضة بنت الشمردل حدثناامحد بن -٢عن قيس بن احلارث قال اسلمت وعندى مثان نسوة فاتيت النىب صلى اهللا عليه وسلم

٣٤٠ فقلت ذلك له فقال اختر منهن اربعا رواه ابن ماجهArtinya: Ahmad Bin Ibrahim al-Durqi menceritakan kepada kami, Hasyim menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi Laila dari Humaidhah Binti al-Symardal dari Qais Bin al-Harits telah berkata, ”Saya telah masuk Islam dan memiliki 8 istri, lalu saya datang

337 Bukankah Rasul saw. antara lain wajib bangun shalat malam dan tidak boleh menerima

zakat? Bukankah tidak batal wudhu beliau bila tertidur? Bukankah ada hak-hak bagi seorang pemimpin guna menyukseskan misinya? Atau apakah mereka yang menyatakan itu benar-benar ingin meneladani Rasul dalam perkawinannya? Kalau benar demikian, maka perlu mereka sadar bahwa semua perempuan yang beliau kawini, kecuali Aisyah r.a., adalah janda-janda, dan kesemuanya untuk tujuan menyukseskan dakwah, atau membantu dan menyelamatkan para perempuan yang kehilangan suami itu, yang pada umumnya bukanlah perempuan-perempuan yang dikenal memiliki daya tarik yang memikat.

338 Abdullah Nashih Ulwan, Ta’addud al-Zaujât Fî al-Islâm, (selanjutnya tertulis Ta’addud al-Zaujât) (Saudi Arabia: Dâr al-Salâm, 1984) Cet.II, h. 42

339 Malik Bin Anas Abu Abdillah al-Ashbahi ditahqiq oleh Fuad Abdu al-Bâqi, Muwatha Imam Malik, (Mesir : Dâr Ihya al-Tutrâts, t.th. ), Jilid II, h. 586, No. 1218

340Abu Abdillah Muhammad Bin Yazid al-Quzweni, ditahqiq oleh Muhammad Fuad Abdu al-Bâqi, Sunan Ibnu Majah, (Bairut: Dâr al-Fikr, t.th), Jilid I, h. 628, No. 1952

Page 297: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

274

kepada Nabi saw. Lalu saya katakan hal itu kepada Nabi. Lalu Nabi mengatakan, ”Pilihlah 4 diantara 8 dari mereka. (H.R.Ibnu Majah).

حد ثنا هناد حدثنا عبده عن سعيد بن ايب عربة عن معمر عن الزهرى عن سامل بن عبد -٣اهللا عن ابن غمر ان غيالن بن سلمة الثقفى اسلم وله عشر نسوة ىف اجلاهلية فاسلمن

٣٤١ معه فامره النىب صلى اهللا عليه و سلم ان يتخري اربعا منهن رواه الترمذيArtinya: Hunad menceritakan kepada kami, Abduh menceritakan kepada kami dari Said Bin Abi Urwah dari Ma’mar, dari al-Zuhri, dari Salim Bin Abdullah dari Ibnu Ghamar, bahwa Ghailan Bin Salmah al-Tsaqafi masuk Islam dan ia memiliki 10 istri pada masa Jahiliyah, mereka masuk Islam bersama dia. Lalu Nabi saw. memerintahkan Ghailan untuk memilih 4 dari 10 diantara mereka. (Diriwayatkan oleh al-Turmudzi).

Poligami dipersyaratkan harus adil, namun yang dimaksud adil oleh

Nashih Ulwan adalah bahwa, "Para ulama telah sepakat, mendukung

penafsiran Rasul dan perbuatannya yang menyatakan bahwa, ”Maksud adil

yang dipersyaratkan adalah adil dari segi materi, seperti tempat tinggal,

pakaian, makanan, minuman, dan giliran. Semua itu memungkinkan untuk

direalisasikannya, karena masuk dalam jangkauan manusia."342

Sedangkan adil dalam masalah cinta (kecenderungan) di antara para

istri di luar jangkauan kemampuan manusia. Sebagaimana yang ditegaskan

dalam al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 129. Ayat ini menjelaskan bahwa,

seorang suami tidak boleh sangat cenderung kepada salah satu istri lalu

mengabaikan istri yang lain dalam masalah materi. Hal ini dapat dipahami oleh

Nabi ketika menafsirkan ayat yang berbunyi لن تستطيعوا ان تعدلوا بني النساء ولو و...حرصتم kalian tidak akan dapat berlaku adil diantara para istri, sekalipun

kalian sudah berusaha semaksimal mungkin dalam masalah cinta yang berada

dalam lubuk hati. Manusia tidak akan dapat berlaku adil dalam masalah cinta

341 Muhammad Bin Isa Abu Isa al-Turmudzi, Ditahqiq oleh Ahmad Muhammad Syakir , Sunan al-Turmudzi, (Bairut : Dâr Ihya al-Turâts, t.th.), Jilid III, h. 435 No. 1128

342 Abdullah Nashih Ulwan, Ta’addud al-Zaujât …, h. 45

Page 298: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

275

walaupun sudah berusaha semaksimal mungkin, karena di luar kemampuan

manusia. Namun demikian walaupun cinta Nabi pada Aisyah r.a. melebihi

cintanya dari istri-istri yang lainnya, namun Nabi saw. tetap berlaku adil

diantara para istrinya dalam masalah materi. Beliau bersabda: اللهم هذاقسمى artinya, "Ya Allah ini adalah فيمااملك فال تؤاخذ ىن فيماالاملك رواه ابن حبان يف صحيحه

bagian (keadilan) yang berada dalam kemampuanku. Maka janganlah tuntut

aku menyangkut (keadilan cinta) yang berada di luar kemampuanku."343

Para ahli fikih mendefinisikan adil terhadap istri beragam. Arij

Abdurrahman as-Sanan mengutip beberapa pendapat ahli fikih antara lain:

a. Al-Kasani (Ulama Mazhab Hanafi) menyatakan bahwa, ”Adil terhadap

para istri adalah menyamakan para istri dalam semua hak-hak mereka,

seperrti menggilir, nafkah, dan sandang.”

b. Ibnu Abidin (Mazhab Hanafi) menambahkan definisi Al-Kasani. ”Adil

terhadap para istri ialah tidak zalim (berat sebelah) dalam menggilir,

pangan, sandang, dan keikutsertaan mereka ketika bepergian.”

c. Al-Qurthubi (Mazhab Maliki) dalam bukunya al-Jami mengatakan

menjelaskan bahwa,”Adil terhadap para istri adalah menyamakan mereka

dalam menggilir dan menafkahi mereka.”344

Kemudian Arij juga mengutip dalam kitab al-Fatawa al-Hidayah yang

menyebutkan bahwa, ”Keadilan dan perlakuan sama seorang suami kepada

para istrinya dalam hal-hal yang sanggup dilakukannya, yaitu menginap,

kebersamaan, dan kedekatan. Bukan dalam hal yang tidak sanggup ia lakukan

seperti rasa cinta dan hubungan seksual.”345

343 Abdullah Nashih Ulwan, Ta’addud al-Zaujât …, h. 45 344 Arij Abdurrahman As-Sanan, Keadilan Dalam Poligami…, h. 42 345 Arij Abdurrahman As-Sanan, Keadilan Dalam Poligami…, h. 45

Page 299: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

276

Dari definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa adil yang dimaksud

adalah dalam hal yang dapat diukur dan dilakukan oleh suami secara

manusiawi, seperti nafkah, giliran, sandang, dan tempat tinggal. Sedangkan

cinta, jumlah hubungan seksual, jumlah ciuman dan sejenisnya yang sulit

diukur dan dilaksanakan suami tidak diwajibkan harus adil.

Sumbangan Islam yang paling berharga terhadap kaum perempuan

adalah menganjurkan agar hubungan antara laki-laki dan perempuan

merupakan hubungan yang terhormat dalam kerangka hubungan suami-istri

yang disahkan dalam ikatan suatu pernikahan. Islam melarang keras seorang

suami yang melakukan hubungan gelap, sebab hal itu sama saja dengan

merendahkan perempuan. Akan tetapi, Islam memperkenankan seorang suami

untuk melakukan poligami, dengan syarat harus bertanggung jawab dan

bersikap adil terhadap anak dan istrinya. Dengan demikian kedudukan

perempuan akan tetap terjaga dari kerendahan harkat dan martabatnya.

Kemuliaan lainnya yang ditunjukkan di dalam Islam ialah hak perempuan

dalam menentukan mahar ketika hendak dinikahi oleh seorang lelaki.346

Islam memperlakukan perempuan sesuai dengan keperempuannya yang

halus, lembut, dan manja sebagaimana halnya Islam juga memperlakukan laki-

laki sesuai dengan kejantanannya. Islam juga memperlakukan agar perempuan

tidak mengubah diri menjadi laki-laki, atau laki-laki tidak mengubah diri

menjadi perempuan, baik secara fisik maupun secara psikis yang diwujudkan

melalui prilaku. Islam mengharamkan perempuan memamerkan bagian-bagian

tubuhnya yang dinyatakan sebagai aurat atau melakukan maksiat dengan cara

lesbian atau menjadi seorang pelacur.347

346 Anwar Jundi, Tantangan Muslimah…, h. 35 347 Anwar Jundi, Tantangan Muslimah…, h. 36

Page 300: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

277

Poligami disyariatkan dengan maksud demi kemaslahatan pihak istri,

suami, anak-anak, dan bahkan masyarakat secara keseluruhan. Kedudukan

hukumnya di dalam ajaran Islam bersifat mubah, artinya diperbolehkan.

Namun kenyataannya—diakui atau tidak—aturan poligami ini sering dianggap

sebagai sesuatu yang membahayakan, sebab sering dimanfaatkan oleh kaum

laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Untuk itu, Islam memberi syarat-

syarat tertentu bagi suami yang hendak melakukan poligami. Islam

mensyariatkan bahwa suami harus mampu berlaku adil dan tidak ada

kekhawatiran akan berlaku aniaya terhadap istri-istrinya kelak. Sebaliknya,

jika dikhawatirkan suami akan berlaku tidak adil, maka poligami tidak

diperkenankan.348

Kini timbul pertanyaan, manakah yang lebih baik antara mengharamkan

poligami yang berarti membuka celah-celah untuk melakukan perzinaan,

hubungan gelap, kumpul kebo, atau memperbolehkan poligami yang berfungsi

sebagai langkah preventif terhadap tindakan amoral.349

Bahkan jika di suatu negara yang perempuannya lebih banyak dari laki-

laki, maka menurut hemat penulis lebih baik dianjurkan kepada kaum lelaki

untuk berpoligami, untuk memberi kesempatan para perempuan menikah,

sebab bila tidak diberi jalan keluar dikhawatirkan akan terjadi kasus

perzinahan dan kerusakan moral di kalangan masyarakat.

Akhirnya ada pertanyaan, mengapa Islam membenarkan lelaki

menghimpun dalam saat yang sama empat orang istri, sedang perempuan tidak

diperbolehkan? Muhammad Quraish Shihab menjelaskan bahwa, ”Dalam

masyarakat Jahiliyah di Jazirah Arab, dahulu dikenal juga apa yang dinamai

348 Anwar Jundi, Tantangan Muslimah…, h. 51 349 Anwar Jundi, Tantangan Muslimah…, h. 53

Page 301: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

278

Nikah al-Istibdha . Dalam Nikah al-Istibdha seorang suami membiarkan

istrinya digauli—untuk masa tertentu—oleh seorang lelaki, dengan harapan

memperoleh keturunan yang berkualitas melalui lelaki pilihannya. Begitu

istrinya hamil, hubungan tersebut segera dihentikan.350

Bentuk poliandri yang lain adalah “percampuran” seorang perempuan

dengan sekelompok lelaki (tidak lebih dari sepuluh orang), lalu apabila dia

melahirkan, perempuan itu menunjuk salah seorang dari anggota kelompok

yang menggaulinya untuk dijadikan sebagai ayah dari anaknya, dan yang

bersangkutan tidak dapat mengelak dari tanggung jawabnya sebagai ayah.351

Namun hal itu ahirnya ditinggalkan orang, karena poliandri

bertentangan dengan kodrat lelaki dan perempuan sekaligus, serta karena

kekaburan status anak yang lahir. (Lebih lanjut baca buku karya Muhammad

Quraish Shihab, Perempuan, halaman 182).352 Mengapa negara-negara yang membolehkan prostitusi, melakukan

pemeriksaan kesehatan rutin bagi perempuan-perempuan yang berperilaku seks

bebas, dan tidak melakukannya bagi pasangan yang sah? Ini karena kenyataan

menunjukkan bahwa perempuan hanya diciptakan untuk disentuh oleh cairan

yang bersih, yakni sperma satu orang lelaki. Begitu terlibat dua laki-laki dalam

hubungan seksual dengan seorang perempuan. Ketika itu pula cairan yang

merupakan benih anak itu tidak bersih lagi, dan sangat dihawatirkan

350 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 181 351 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 181 352 Manusia mendambakan anak yang jelas statusnya, sedang poliandri tidak menjamin

kejelasan itu. Seorang perempuan jika telah dibuahi oleh seorang lelaki, ia tidak dapat lagi dibuahi oleh lelaki lain selama buah berada dalam kandungannya. Ini berbeda dengan lelaki yang dapat membuahi sekian banyak perempuan. Nah, jika poliandri dibenarkan, bagaimana diketahui ayah anak itu? Terlalu panjang jalan jika harus dilakukan pemeriksaan laboratorium. Kalaupun itu mungkin, pertanyaan lain yang muncul adalah siapakah yang menjadi kepala rumah tangga? Dan mereka harus bergiliran dalam hubungan seks. Binatang saja enggan bergiliran, apalagi manusia. Binatang saja memiliki kehormatan dan kecemburuan apalagi manusia terhormat.

Page 302: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

279

menjangkitkan penyakit. Kenyataan ini menjadi bukti yang sangat jelas

menyangkut hal ini.353

Poligami boleh jadi dinilai sebagai keistimewaan bagi lelaki, adapun

poliandri, sedikit atau banyak tidak dapat dinilai sebagai keistimewaan

perempuan, karena lelaki cenderung menginginkan jasad perempuan, sedang

perempuan mendambakan hati lelaki. (Untuk lebih jelasnya lihat buku karya

Muhammad Quraish Shihab yang berjudul, Perempuan, halaman 183).354

Pada ahirnya kita dapat berkata bahwa poliandri merugikan, bukan saja

lelaki tetapi juga perempuan. Sedang poligami tidak mutlak merugikan lelaki-

selama dia mampu memenuhi syarat-syaratnya—dan tidak juga merugikan

perempuan, baik secara individu lebih-lebih perempuan secara kolektif. Secara

individu— antara lain—pada saat istri tidak dapat melaksanakan fungsinya—

ketika itu ia lebih baik dimadu daripada dicerai—dan secara kolektif

seandainya jumlah perempuan lebih banyak daripada lelaki.355

Sedangkan dalil disyariatkannya poligami, yaitu al-Qur'an Surat al-

Nisâ’/4 ayat 3, banyak hadis Nabi sebagaimana yang disebutkan di atas dan

juga ijma ulama, sebagaimana Arij Abdurrahman as-Sanan yang mengutip

kitab Ahkam al-Syar’iyah fi Ahwal al-Syakhsyiah karya Umar Abdullah

353 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 183 354 Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Murtadho Muthahhari dalam bukunya

Nizham Huquq al-Mar’ah yang menjelaskan bahwa, ”Banyak lelaki apabila telah menguasai jasad perempuan, tidak terlalu membutuhkan hatinya, karena itu dalam berpoligami seorang suami sering kali tidak memperdulikan hati istrinya yang lain, sedang perempuan sebaliknya. Memang ada dua unsur utama pernikahan, jasmani dan rohani. Yang jasmani tercermin dalam dorongan seksual yang meluap pada masa muda, dan berangsur menurun menjelang tua, sedang unsur rohani tercermin dalam perasaan cinta dan kasih sayang yang mestinya dari hari ke hari menguat dan menguat. Nah, salah satu perbedaan antara lelaki dan perempuan adalah lelaki biasanya memperhatikan unsur jasmani atau paling tidak seimbang—pada masa mudanya—antara unsur jasmani dan rohani itu, sedang perempuan selalu mementingkan unsur rohani, cinta, dan kasih sayang. Itu pula sebabnya ada sekian banyak perempuan dewasa ini yang rela membiarkan suaminya “melacur” asal dia jangan dimadu, karena dimadu dapat menjadi bukti pudar atau berkurangnya cinta.

355 Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 185

Page 303: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

280

menyatakan, ”Sedangkan dalil dari ijma ialah kesepakatan kaum muslimin

tentang kehalalan poligami baik melalui ucapan atau perbuatan mereka sejak

masa Rasulullah saw sampai hari ini. Seperti para Sahabat utama Nabi

melakukan poligami antara lain Umar Bin Khatthab, Ali Bin Abi Thalib,

Muawiyah Bin Abi Sufyan, dan Mu’az Bin Jabal radiyallah anhum. Poligami

juga dilakukan oleh para ahli fikih tabiin (generasi pasca sahabat Nabi), dan

lain-lain yang terbilang tidak banyak. Mereka mengakui orang yang menikah

lebih dari satu istri. Kesimpulannya bahwa generasi salaf (terdahulu) dan

khallaf (sekarang) dari ummat Islam telah bersepakat melalui ucapan dan

perbuatan mereka bahwa poligami itu halal.356

Zakiah Daradjat ketika diwawancarai Masdar F. Mas’udi mengatakan,

Pada prinsipnya, seharusnya tidak ada seorang pun yang melakukan poligami. Akan tetapi ada pengecualian bagi mereka yang karena istrinya mempunyai kelemahan tertentu atau disebabkan oleh kondisi yang sangat mendesak. Untuk masalah-masalah tertentu terbuka pintu bagi mereka. Akan tetapi ini hanya merupakan sesuatu kasus force majure. Observasi saya sebagai seorang psikoterapis menunjukkan bahwa memang terdapat banyak lelaki yang mempunyai libido tertentu yang sangat tinggi dan banyak pula lelaki yang normal. Laki-laki yang berlobido tinggi ini disebut sebagai hyper dan sering kali istrinya tidak mampu memuaskan mereka. Karena itu, Islam membuka sedikit pintu, hanya sebesar lubang jarum jahit. Bisa juga apabila istrinya sakit atau tidak dapat sepenuhnya melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Islam sangat keras dalam membahas hal ini. Perempuan harus memberikan izin bagi suaminya dalam kasus-kasus tertentu. Misalnya saya mengenal seorang perempuan yang meminta suaminya menikah lagi karena dia tidak dapat memuaskan kebutuhan suaminya sendirian. Dia mencarikan istri kedua untuk suaminya dengan sepenuh hati, karena dia merasa takut bahwa suaminya akan melakukan perbuatan zina.357

356 Arij Abdurrahman As-Sanan, Keadilan Dalam Poligami…, h. 29 357 Abdurahman Wahid, at. al., Menakar Harga Perempuan, (Bandung: Mizan, 1999), h.

240

Page 304: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

281

Zakiyah Daradjat pada prinsipnya mengakui kebolehan poligami

menurut Islam, bahkan dia menganjurkan untuk orang-orang tertentu

sebagaimana yang dialami oleh beberapa pasiennya.

Sementara Amina Wadud sejalan dengan Muhammad Shahrur, dia

mengatakan, Akhirnya, tentang tiga pembenaran umum terhadap poligami, tidak ada

persetujuan langsung dalam al-Qur’an. Pertama adalah finansial, dalam konteks masalah ekonomi seperti pengangguran, seorang laki-laki yang mampu secara finansial hendaknya mengurus lebih dari satu istri. Lagi-lagi, pola pikir ini mengasumsikan bahwa semua perempuan adalah beban finansial, pelaku reproduksi, tapi bukan produsen. Di dunia zaman sekarang banyak perempuan yang tidak memiliki maupun membutuhkan sokongan laki-laki… Poligami bukan solusi yang sederhana untuk masalah perekonomian yang kompleks. 358

Kemudian dasar pemikiran lain untuk berpoligami difokuskan pada

perempuan yang tidak dapat mempunyai anak. Lagi lagi, tidak ada penjelasan

tentang hal ini sebagai alasan untuk berpoligami dalam al-Qur’an. Namun

demikian, keinginan untuk mempunyai anak memang alami. Jadi kemandulan

laki-laki dan kemandulan istri seharusnya tidak meniadakan kesempatan bagi

salah satunya untuk menikah, maupun mengurus dan mendidik anak. Apakah

solusi yang mungkin untuk keduanya bila istri atau suami steril sehingga

pasangan itu tidak dapat mempunyai anak? Lalu dia menawarkan untuk

mengambil anak yatim Muslim maupun non-Muslim di negara yang terjadi

perang. 359

Akhirnya alasan ketiga untuk berpoligami selain tidak mempunyai

sandaran dalam al-Qur’an, juga jelas jelas tidak Qur’ani karena berusaha untuk

menyetujui nafsu laki-laki yang tidak terkendali, yakni jika kebutuhan seksual

358 Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan…,h. 150 359 Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan…,h. 151

Page 305: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

282

seorang laki-laki tidak dapat terpuaskan oleh seorang istri, dia harus

mempunyai dua. Barangkali, jika nafsunya lebih besar daripada dua, maka dia

harus mempunyai tiga, dan terus sampai dia mempunyai empat. Baru setelah

empat, prinsip al-Qur’an tentang pengendalian diri, kesederhanaan, dan

kesetiaan akhirnya dijalankan. Karena pada awalnya istri disyaratkan untuk

mengendalikan diri dan setia, kebijakan moral ini juga penting untuk suami. 360

Dengan demikian ada tiga faktor yang memang tidak tercantum dalam

al-Qur’an sebagai alasan bolehnya berpoligami, seperti dapat membantu

perempuan dari segi finansial, jika istri mandul, atau karena nafsu seks suami

lebih besar sehingga istri kewalahan jika ditanggung sendirian. Hal ini

memang tidak diungkap dalam al-Qur’an, namun kenyataan itu telah dialami

oleh suami istri, sehingga mendesak untuk melakukan poligami. Sebenarnya

tiga hal ini hanya merupakan sebagian hikmah dibolehkannya poligami, bukan

syarat kebolehan poligami yang ditentukan Allah.

Lembaga Darut Tauhid menyatakan bahwa hasil penelitian para

ilmuwan menunjukkan bahwa jumlah perempuan melebihi jumlah laki-laki di

dunia ini. Peperangan dan permusuhan antara umat manusia meninggalkan

sejumlah besar kaum perempuan, sehingga melebihi jumlah kaum laki-laki.

Disebutkan pula bahwa sejumlah perempuan ada yang mandul dan tidak

diminati oleh seorangpun, atau boleh jadi sebagian istri mengidap penyakit

yang menghalangi sang suami untuk menyalurkan nafsu seksualnya. Atau

dapat juga terjadi ada sebagian perempuan yang belum ingin melakukan

hubungan seksual bersama suaminya. Kondisi seperti itu, tidak mungkin

diselamatkan kecuali dengan melaksanakan poligami. Jadi poligami adalah

360 Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan…, h. 151

Page 306: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

283

satu-satunya solusi yang benar dan paling selamat untuk menghindarkan

jatuhnya kaum laki-laki dan perempuan dalam perzinaan, pelacuran,

penindasan seksual, dan perbuatan haram. Secara realistis, masyarakat yang

tidak mempercayai peranan poligami, dan malah melakukan kebebasan dan

kehancuran moral, seperti masyarakat Eropa, Amerika, Rusia, atau lainnya,

akan dilanda perzinahan dan pelacuran yang menurut mereka merupakan

perbuatan yang biasa dan dianggap sebagai suatu tradisi. Dari kenyataan di

atas, jelaslah bahwa Islam telah mengangkat perempuan setinggi- tingginya.361

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa poligami menurut

pandangan Islam hukumnya mubah artinya tidak dianjurkan dan tidak ditutup

rapat, tapi hanya sekedar pintu darurat yang hanya dapat dibuka pada saat

dibutuhkan dengan syarat yang ketat dan tidak boleh melebihi dari 4 istri .

Dalam masalah poligami, Muhammad Quraish Shihab menggunakan

instrumen العربة بعموم اللفظ ال خبصوص السبب karena ayat itu berlaku secara

umum, tidak hanya bagi seorang suami yang ditinggalkan istrinya dan juga

tidak harus dengan janda yang memiliki anak yatim. Kemudian dapat dilihat

pula ketika dia menjelaskan ayat perbudakan, dia tidak setuju jika ayat tentang

perbudakan tidak berlaku sama sekali. Yang benar adalah pada saat tertentu

ayat perbudakan memang tidak relevan, tapi mungkin saja pada abad

mendatang pada saat kondisi sama seperti ayat perbudakan turun, maka ayat

perbudakan dapat dijadikan pedoman sebagai pelaksanaan hukum.

Muhammad Quraish Shihab—untuk menghindari penafsiran ayat al-

Qur’an secara parsial—dia menggunakan metode munasabah ayat. Misalnya

masalah poligami dia mengkaitkan antara al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 3

361 Lembaga Darut Tauhid, Kiprah Muslimah Dalam Keluarga Islam, (Bandung: Mizan,

1990), h. 159

Page 307: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

284

dengan al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 129. Quraish Shihab juga tidak

mengakui adanya ayat-ayat bias jender, tetapi mengakui adanya para mufasir

yang dalam menerjemahkan ayat-ayat menunjukkan adanya bias jender, baik

mufasir klasik maupun kontemporer.

Dalam penerjemahan dan penafsirannya ulama klasik berpegang teguh

pada teks. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penafsiran Muhammad Quraish

Shihab. Hanya saja Muhammad Quraish Shihab memperhatikan kondisi

sekarang.

Adapun para pakar kontemporer, dalam penerjamahan dan

penafsirannya pada umumnya berangkat dari realita sosial masyarkat, atau

yang biasa disebut dengan kontekstual, atau yang biasa dikenal dengan العربة ayat al-qur’an itu harus dilihat kontek turunnya) خبصوص السبب ال بعموم اللفظ

ayat, bukan dilihat dari umumnya lafazh atau teks lafazhnya)

Karena perbedaan instrumen, maka akan menghasilkan kesimpulan

yang berbeda, yang satu berangkat dari teks yang suci, lalu mencari

pembenaran, sedangkan yang lain, berangkat dari realita sosial masyarkat dan

teks yang suci itu hanya sebagai pendukung.

Menurut hemat penulis perbedaan penafsiran itu dapat ditolerir, selama

tidak keluar dari ajaran dasar Islam, karena perbedaan itu merupakan

keniscayaan karena disamping al-Qur’an itu masih global, juga banyak kata-

kata yang terdapat dalam al-Qur’an mengandung makna yang beragam seperti

kata qurû mengandung dua makna yaitu haid dan suci.

Bila perbedaan itu masih bersifat individual seperti kunut dan tidak

kunut dalam sholat subuh, tidak perlu ada campur tangan pemerintah, namun

jika perbedaan itu menyangkut sosial masyarkat maka perlu ada campur tangan

Page 308: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

285

pemerintah untuk menghilangkan perbedaan pendapat sesuai dengan tugas

yang diamanatkan oleh Allah yaitu taat pada Allah, Rasul dan pemerintah

(Q.S.al-Nisâ’/4:59) Permasalahan yang timbul di masyarakat, yaitu para pimpinan diluar

pemerintah ikut campur pemerintah seperti kasus penetapan awal ramadhan

dan satu sawal ummat Islam dibingungkan oleh para pimpinan diluar

pemerintahan seperti pimpinan Muhammadiyah, NU dan lainnya, padahal

kesemuanya itu hanya merupakan hukum fiqih (hasil ijtihad seseorang) yang

kebenarannya relatif, maka ada Qâidah fiqhiyah yang dikutip oleh Ibrahim

Hosen االجتهاد ال ينقض باالجتهاد artinya hasil ijtihad seseorang tidak dapat

dibatalkan oleh hasil ijtihad orang lain. 362

Namun ada kode etik para ulama mengenai hukum fiqih, yaitu harus ada

campur tangan pemerintah jika menyangkut masalah masyarakat banyak karena ada

kaidah fiqhiyah yang populer :

حكم احلاكم الزام ويرفع اخلالف

Keputusan pemerintah/hakim mengikat dan dapat menghilangkan perbedaan pendapat.

Semestinya para pimpinan kita harus arif agar ummat tidak menjadi

bingung. Seperti halnya dalam masalah saksi perkawinan ada perselisihan

diantara ulama fiqih, namun pemerintah mengambil pendapat bahwa saksi

dalam perkawinan harus laki-laki sehingga tidak membingungkan dan berjalan

dengan baik. Jika pemerintah tidak membuat Undang-Undang dalam hal saksi

perkawinan harus laki-laki, tentu akan kacau tidak ada penyelesaian hukum,

karena perbedaan pendapat tersebut.

362Ibrahim Hosen, Fiqih Perbandingan, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 2003), Jilid I,h.8 dan lihat Muhammad Fauzi Faidhullah, al-Ijtihad Fi al-Syari’ah al-Islamiyah, (Kuwait: Maktabah Dâr al-Turâts, 1984), h.100

Page 309: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

286

Page 310: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

٢٨٨

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan sebagai berikut :

1. Bahwa Tafsir Al-Mishbah termasuk tafsir bi al-ra’yi (menggunakan

akal pikiran) karena di dalam Tafsir al-Mishbah digunakan argumen

akal di samping hadis-hadis Nabi. Sedangkan metode yang digunakan

Muhammad Quraish Shihab yaitu gabungan dari beberapa metode,

seperti, tahlîli karena dia menafsirkan berdasarkan urutan ayat yang ada

pada al-Qur’an, muqâran (komparatif) karena dia memaparkan

berbagai pendapat orang lain, baik yang klasik maupun pendapat

kontemporer dan semi maudhû’i karena dalam Tafsir al-Mishbah selalu

dijelaskan tema pokok surah-surah al-Qur’an atau tujuan utama yang

berkisar di sekeliling ayat-ayat dari surah itu agar membantu

meluruskan kekeliruan serta menciptakan kesan yang benar, di samping

menunjuk ayat-ayat lain yang berkaitan dengan ayat yang dibahas.

Sedangkan corak tafsirnya yaitu sosial kemasyarkatan (adab ijtimâ’i).

2. Instrumen yang digunakan Muhammad Quraish Shihab dalam

menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dalam Tafsir al-Mishbah khususnya

ayat-ayat yang bernuansa jender dimulai dari teks ayat lalu mencari

pembenaran ayat dengan hadis dan berbagai ilmu lainnya yang

berkaitan dengan ayat tersebut dengan ungkapan yang populer di

kalangan mufassir yaitu, العبرة بعم وم اللف ظ ال بخ صوص ال سبب artinya bahwa

ayat-ayat al-Qur’an itu dilihat dari umumnya lafazh atau teks ayat,

bukan dilihat dari sebab turun ayat atau konteksnya.

3. Perbedaan dan persamaan penafsiran ayat-ayat jender antara

Muhammad Quraish Shihab dengan mufasir lainnya yaitu :

Page 311: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

289

Pertama Pemahaman tentang jender, menurut Muhammad

Quraish Shihab adalah seks (jenis kelamin). Dia berpijak dari sifat

kelelakian dan keperempuanan. Dari perbedaan sifat tersebut muncul

perbedaan peran dan status antara laki-laki dan perempuan dan pada

akhirnya terjadi perbedaan hak dan kewajiban antara kaum laki-laki dan

perempuan sesuai dengan kodratnya masing-masing.

Bias jender menurut Muhammad Quraish Shihab adalah

memberi kepada seseorang melebihi kodratnya atau tidak memberi

kepada seseorang sesuai kodratnya. Maka menyamakan perempuan

secara penuh dengan lelaki, menjadikan mereka menyimpang dari

kodratnya, dan ini adalah pelecehan terhadap perempuan atau disebut

bias jender.

Sedangkan menurut sebagian mufassir kontemporer, bahwa

jender adalah interpretasi budaya dan sosial masyarakat terhadap

perbedaan jenis kelamin.

Kedua ,Bahwa Muhammad Quraish Shihab menafsirkan ayat al-

Qur’an cenderung tidak parsial, maka dia selalu menjelaskan

munasabah ayat, karena menurutnya bahwa al-Qur’an harus dipandang

secara utuh (tidak parsial), sedangkan sebahagian mufassir baik klasik

maupun kontemporer menafsirkan ayat al-Qur’an secara parsial (tidak

utuh) sehingga terjadi bias dalam penafsirannya.

Ketiga, Muhammad Quraish Shihab cenderung bahwa semua

ayat tetap berlaku sebagai payung hukum, kendati objek hukumnya

sudah tidak ada. Namun tidak menutup kemungkinan, jika objek hukum

tersebut muncul, maka ayat tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman

pelaksanaan hukum. Sebagai contoh adalah ayat tentang perbudakan.

Page 312: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

290

Secara resmi perbudakan tidak dikenal lagi oleh umat manusia dewasa

ini. Namun demikian menurut Muhammad Quraish Shihab bukan

berarti ayat perbudakan dinilai tidak relevan lagi, karena al-Qur’an tidak

hanya diturunkan untuk putra-putri abad ini, tetapi ia diturunkan untuk

umat manusia sejak abad VI hingga akhir zaman. Kita tidak tahu, kata

Muhammad Quraish Shihab, perkembangan masyarakat pada abad-abad

yang akan datang, boleh jadi mereka mengalami perkembangan yang

belum dapat kita duga dewasa ini. Ayat-ayat ini atau jiwa petunjuknya

dapat mereka jadikan rujukan dalam kehidupan mereka. Sedangkan

menurut sebahagian mufassir kontemporer, bahwa bila ayat tidak sesuai

dengan realitas sosial masyarakat, maka ayat itu dianggap tidak relevan

dan tidak perlu diamalkan.

Keempat, Muhammad Quraish Shihab memandang bahwa ayat-

ayat al-Qur’an itu dibagi pada dua kategori yaitu zhanni dan qath’i,

ayat-ayat pada kategori pertama boleh berbeda diantara para pakar,

namun pada kategori kedua para pakar tidak boleh berbeda, dan jika

berbeda dengan qath’i, menurutnya dapat dikategorikan kafir.

Sedangkan sebahagian para pakar kontemporer berbeda dengan

Muhammad Quraish Shihab, mereka memandang bahwa ayat-ayat al-

Qur’an itu dibagi dua kategori yaitu aqîdah dan mu’âmalat. Ayat-ayat

pada kategori pertama ulama tidak banyak menggunakan nalar akalnya,

sedangkan pada ayat-ayat kategori kedua yaitu mu’âmalah, mereka

dapat menggunakan nalar akalnya sekalipun harus bertentangan dengan

teks ayat.

Page 313: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

291

Konsekwensinya akan berbeda memandang Umar Bin Khaththab

tidak menerapkan ayat qath’i, kelompok yang berpatokan qath’i dan

zhanni, memandang Umar tidak melanggar ayat qath’i, tapi dikernakan

obyek/wadah hukumnya yang tidak ada, sedangkan yang berpatokan

aqîdah dan mu’âmalat, memandang Umar melanggar ayat qath’i,

namun dibolehkan karena urusan mu’âmalat (sosial masyarakat).

Untuk mengetahui lebih jelasnya, berikut akan disebutkan

beberapa penafsiran Muhammad Quraish Shihab tentang ayat-ayat

yang bernuansa jender.

a. Penciptaan wanita

Ketika Muhammad Quraish Shihab menafsirkan ayat tentang

penciptaan perempuan, dia cenderung pada penafsiran mufasir

kontemporer sekalipun dia tidak menafikan hadis shahih seperti,

hadis riwayat Turmudzi, Bukhari, dan Muslim tentang penciptaan

perempuan dari tulang rusuk, dia cenderung untuk menafsirkannya

secara metaforis. Bahkan dia cenderung untuk mengabaikan hadis

shahih tersebut, dengan mengutip pendapat mufassir minoritas

seperti Muhammad Abduh, al-Qasimi, dan Thabathaba’i yang

memahaminya bahwa perempuan diciptakan dari spesies yang sama

atau jenis yang sama. Kemudian dia juga mengutip pendapat Sayyid

Muhammad Ridha yang menyatakan bahwa cerita itu datang dari

Perjanjian Lama (Kejadian II: 21-22), bahkan kata Muhammad

Rasyid Ridho, ”Seandainya tidak tercantum kisah kejadian Hawa

dari tulang rusuk Adam dalam Perjanjian Lama tersebut, niscaya

Page 314: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

292

pendapat yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang

rusuk Adam tidak pernah akan terlintas dalam benak seorang

muslim."

Semestinya Muhammad Quraish Shihab menolak secara tegas

hadis yang menyatakan Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam

dengan tiga alasan. Pertama, tidak ada hadis sahih yang

menyandarkan kata ضلع kepada Adam secara langsung. Kedua, tidak

ada satu hadis tentang penciptaan perempuan dengan menyebut kata

Hawa, tapi semuanya menggunakan kata المرأة. Ketiga, hadis-hadis

tentang penciptaan perempuan termasuk mukhtalaf al-hadîs karena

banyak hadis sahih lainnya yang berkaitan dengan hal tersebut

menggunakan huruf tasybih (penyerupaan). Oleh karena itu penulis

cenderung untuk mentarjih hadis-hadis tentang penciptaan

perempuan, yakni perempuan tidak diciptakan dari tulang rusuk

Adam, melainkan perempuan diciptakan bagaikan tulang rusuk.

Artinya teks hadis yang menggunakan ت من ضلعالمرأة خلق dianggap

tidak ada.

b. Kewarisan

Ketika Muhammad Quraish Shihab menafsirkan masalah waris

yang menyatakan bahwa seorang laki-laki berbanding dua orang

perempuan, dia bersikukuh tidak bisa diartikan lain, dan orang yang

menafsirkan lain dianggap mufassirnya yang bias. Karena menurut

dia hal tersebut merupakan kehendak Allah yang tidak bisa ditawar-

tawar. Alasannya karena laki-laki bila dia berumah tangga, maka dia

Page 315: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

293

harus memberi nafkah anak dan istrinya disamping dirinya. Laki-

laki juga harus membayar mahar kepada istrinya. Sedangkan

perempuan jika dia berumah tangga, harta warisannya utuh, karena

segala kehidupannya ditanggung oleh suaminya.

Bahkan Muhammad Quraish Shihab tidak dapat menerima

pendapat pemikir kontemporer yang mengatakan bahwa,

"Ketetapan warisan, bukan ketetapan final, karena Allah telah

berfirman dalam (Q.S.al-Mâidah/5:3). Namun Muhammad Quraish

Shihab memberi solusi, bila orang tua khawatir kepada anak

perempuannya dengan jalan menghibahkan sebagian hartanya

kepada siapapun termasuk anak perempuannya selama masih sehat.

Karena bila sakit-sakitan, dia hanya tinggal sepertiga dari hartanya

untuk dihibahkan, bahkan jika sudah meninggal dunia, maka harta

itu kembali kepada Allah untuk dibagi sesuai dengan aturan Allah

dalam al-Qur’an.

Perbedaan penerimaan waris menurut penulis tidak mengacu

kepada jenis laki-laki dan perempuan, justru mengacu kepada

perbedaan beban materi dan tanggung jawab bagi penerima waris.

Seperti anak-anak lebih besar bagiannya dari kedua orang tuanya,

karena kedua orang tua usianya sudah lanjut sehingga beban

memberi nafkah akan beralih pada anak-anaknya yang sudah

dewasa, atau karena anak itu masih kecil sehingga masih panjang

beban hidupnya. Di samping perlu untuk membiayai perkawinan dia

juga memerlukan biaya hidup di masa tuanya yang masih

panjang.Untuk itu ayah dan ibu masing-masing keduanya hanya

Page 316: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

294

mendapat 1/6 jika anaknya yang meninggal punya anak. Kenyataan

ini dapat memperjelas, bahwa besar kecilnya bagian waris tidak

didasarkan pada jenis kelaminnya, tapi dari segi beban tanggung

jawab yang diembannya semasa hidupnya.

c. Persaksian

Ketika Muhammad Quraish Shihab menafsirkan ayat persaksian

dalam masalah transaksi utang piutang (bisnis), dia tetap

memperlakukan dua orang laki-laki diseimbangkan dengan satu

orang laki-laki dan dua orang perempuan. Persoalan ini kata dia

harus dilihat pada pandangan dasar Islam tentang tugas utama

perempuan dan fungsi utama yang dibebankan padanya. Suami

bertugas mencari nafkah dan dituntut memberi perhatian utama

dalam menyediakan kecukupan nafkah untuk anak-anak dan istrinya,

sedangkan tugas utama perempuan atau istri adalah membina rumah

tangga dan memberi perhatian besar bagi pertumbuhan fisik dan

perkembangan jiwa anak-anaknya, walaupun pembagian kerja

tersebut katanya tidak ketat.

Tampaknya Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya yang

terbaru yang terbit Juli 2005 yang berjudul “Perempuan”, banyak

mengalami kemajuan untuk berijtihad dibanding dengan karya-karya

sebelumnya. Dia sudah mulai memasuki wilayah Ushul Fiqh karena

menetapkan bahwa persoalan saksi berkaitan dengan ‘illat (motif

penetapan hukum), maka bisa saja kini—kata Muhammad Quraish

Page 317: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

295

Shihab—kesaksian seorang perempuan yang terlibat langsung dalam

bidang keuangan, dinilai sama dengan kesaksian seorang lelaki.

Hanya saja Muhammad Quraish Shihab masih mempertanyakan

‘illat tersebut, apakah ‘illat itu permanen atau tidak? Karena

sebagaimana terlihat dalam (Q.S.Thâha/20 : 117) mengisyaratkan

bahwa tugas pokok Adam selaku suami adalah memenuhi kebutuhan

keluarganya. Sedang tugas utama perempuan atau istri adalah

membina rumah tangga dan memberi perhatian besar bagi

pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwa anak-anaknya. ‘illat

semacam ini dianggap oleh sebahagian ulama merupakan ‘illat yang

permanen yang tidak bisa diubah-ubah dalam kondisi apapun.

Penulis tidak sependapat dengan Quraish Shihab tentang illat itu

ada yang permanent atau tidak, karena illat itu harus permanent,

yang tidak permanent itu adalah hikmah. Oleh karena itu penulis

justru cenderung pada pendapat Muhammad Imarah yang

membedakan antara kata االشهاد (memberi kesaksian di luar

pengadilan) dan kata الشهادة (saksi sebagai alat bukti di hadapan

hakim di pengadilan), karena Al-Qur’an menghendaki dua orang

saksi laki-laki atau satu orang laki-laki dan dua orang perempuan,

bukan berarti hakim tidak boleh memutuskan hukum dengan cara

lebih sedikit dari yang ditetapkan, karena Rasulullah menerima

kesaksian seorang Baduwi ketika melihat awal bulan Ramadhan dan

Rasulullah juga menerima kesaksian seorang perempuan dalam

masalah menyusui. Begitu juga Rasulullah menerima kesaksian

seorang perempuan yang diperkosa, yang berarti Nabi menerima

Page 318: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

296

kesaksian seorang perempuan sekalipun dalam masalah hudûd. Jadi

saksi di hadapan Hakim di pengadilan tidak harus laki-laki dan tidak

berdasarkan jumlah tertentu, tapi harus sesuai dengan

profesionalisme saksi itu sendiri.

d. Kepemimpinan

Ketika Muhammad Quraish Shihab menafsirkan ayat

kepemimpinan, dia membedakan kepemimpinan rumah tangga

dengan kepemimpinan masyarakat. Menurutnya kepemimpinan

rumah tangga sudah ditetapkan Allah yaitu laki-laki sebagai

pemimpin dengan dua pertimbangan pokok, yaitu keistimewaaan

yang menunjang kepemimpinan dan disebabkan suami diwajibkan

memberi nafkah. Pendapat Muhammad Quraish Shihab ini sejalan

dengan para mufasir klasik sebelumnya. Sementara sebagian mufasir

kontemporer menganggap ayat kepemimpinan ini bersifat

kondisional dan merupakan cerminan dari masyarakat Arab ketika

ayat tersebut diturunkan. Oleh karena itu ayat tersebut tidak

mengikat kaum muslimin sepanjang masa dan di berbagai tempat

pelosok dunia. Menurut Muhammad Quraish Shihab pendapat ini

juga termasuk bias jender, karena menyalahi kehendak Allah swt.

Namun Muhammad Quraish Shihab dalam buku terbarunya yang

terbit bulan juli 2005 yang berjudul “Perempuan”lebih jelas

menegaskan bahwa suami menjadi pemimpin di rumah tangga

karena ada dua faktor, yaitu keistimewaan yang dimiliki suami

untuk tugas kepemimpinan dan diwajibkannya suami untuk

Page 319: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

297

memberi nafkah. Jika kedua hal tersebut tidak dimiliki suami, maka

boleh saja kepemimpinan rumah tangga beralih pada istri. Jika

suami tidak mampu memberi nafkah, namun tidak mengalami

gangguan dari segi fisik seperti sakit-sakitan, maka istri belum

berhak mengambil alih kepemimpinan suami.

Sedangkan berkaitan dengan kepemimpinan di masyarakat,

Muhammad Quraish Shihab tidak menggunakan (Q.S. al-

Nisâ’/4:34), tetapi menggunakan (Q.S.al-Taubah/9 :71) yang intinya

perempuan dapat melakukan pekerjaan apapun selama ia

membutuhkannya atau pekerjaan itu membutuhkannya dan selama

norma-norma agama dan susila tetap terpelihara.

Hal ini dapat dilihat dari pernyataan beliau. ”Harus diakui bahwa

memang ulama dan pemikir masa lalu tidak membenarkan

perempuan menduduki jabatan kepala Negara. Tetapi hal ini lebih

disebabkan oleh situasi dan kondisi masa itu, antara lain kondisi

perempuan sendiri yang belum siap untuk menduduki jabatan.

Jangankan kepala negara, menteri atau kepala daerah pun tidak.

Perubahan fatwa dan pandangan pastilah terjadi akibat perubahan

kondisi dan situasi. Oleh karena itu tidak relevan lagi melarang

perempuan terlibat dalam politik praktis atau memimpin negara.

Penulis justru cenderung pada pendapat Muhammad Imarah

karena argumentasinya lebih kuat, dia mengatakan bahwa, ”Fikih

moderent tidak membicarakan al-imâmah al-‘uzdmâ dan khilâfah al-

âmmah, karena hal itu sudah hilang sejak jatuhnya Khilafah

Usmaniyah (1342 H./1924 M.) sampai sekarang. Kemudian

Page 320: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

298

pemahaman al-wilâyah al-âmmah pada masa kita sekarang, sudah

berubah dari سلطان الفرد (kekuasaan individu) kepada سلطان المؤسسة

(kekuasaan kolektif) yang di dalamnya melibatkan semua yang

memiliki kepemimpinan dan keahlian. Sedangkan seorang

pemimpin hanya sekadar pelaksana undang-undang yang sudah

dibuat oleh pemerintah secara kolektif. Dengan demikian kepala

negara yang ada saat ini bagaikan boneka yang hanya merupakan

simbul, karena semua keputusannya sudah diatur bersama. Jadi

perempuan boleh menjadi hakim dan kepala negara bukan karena

ada ayat al-Qur’an atau hadis, tapi karena ada perubahan sistem

kenegaraan.

e. Poligami

Ketika Muhammad Quraish Shihab menafsirkan ayat poligami,

sikap dia cukup jelas, yaitu mubah (boleh) tapi tidak dianjurkan dan

tidak boleh ditutup rapat. Ia hanya merupakan pintu kecil yang

hanya dapat dilalui oleh yang amat membutuhkan dan dengan syarat

yang tidak ringan. Dengan demikian, pembahasan tentang poligami

dalam pandangan al-Qur’an hendaknya tidak ditinjau dari segi ideal

atau baik dan buruknya, tetapi harus dilihat dari sudut pandang

penetapan hukum dalam aneka kondisi yang mungkin terjadi.

Sebagian pakar jender kontemporer menjadikan al-Qur'an Surat

al-Nisâ’/4 ayat 129 sebagai argumen untuk menolak poligami,

sedangkan Muhammad Quraish Shihab justru mengkritik orang yang

tidak merestui poligami dengan menggunakan ayat ini. Pendapat ini

tidak dapat diterima, bukan saja karena Nabi saw. dan sekian banyak

Page 321: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

299

sahabat beliau melakukan poligami, tapi juga karena ayat ini tidak

berhenti di tempat para penganut pendapat ini berhenti, melainkan

berlanjut dengan menyatakan karena itu janganlah kamu terlalu

cenderung kepada yang kamu cintai. Penggalan ayat ini

menunjukkan kebolehan poligami walau keadilan mutlak dalam hal

cinta tidak dapat diwujudkan.

Kebolehan melakukan poligami selain berdasarkan ayat al-

Qur’an dan hadis Nabi saw., juga berdasarkan ijma kaum muslimin

baik melalui ucapan, juga perbuatan sejak masa Rasulullah saw.

sampai hari ini. Nabi sendiri mempunyai istri sebanyak sembilan.

Sahabat utama Nabi saw. Juga melakukan poligami, seperti Umar

Bin Khaththab, Ali Bin Abi Thalib, Muawiyah Bin Abi Sufyan, dan

Mu’az Bin Jabal.

Untuk lebih jelasnya penulis memetakan penafsiran Muhammad

Quraish Shihab terhadap ayat-ayat yang bernuansa jender antara lain

:

Ayat Jender Zhanni Qath’i Tekstual Kontekstual

Penciptaan

Wanita

V V

Kewarisan V V

Kepemimpinan

Rumah tangga

Masyarakat

V

V

V

V

Page 322: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

300

Poligami V V

Kesaksian V V

Dari pemetaan penafsiran ayat-ayat jender Muhammad Quraish Shihab

diatas, penulis dapat menyimpulkan, bahwa ukuran qath’i Muhammad Quraish

Shihab, tidak sama dengan para mufassir umumnya, karena menurut

Muhammad Quraish Shihab, ayat-ayat qath’i itu adalah ayat yang didukung

oleh ayat lain yang maknanya sama dan tidak saling bertentangan. Sedangkan

para ulama pada umumnya dalam masalah ayat-ayat qath’i sudah diketahui

sejak awal sekalipun tidak didukung oleh ayat lain, sehingga kelihatannya

dalam pemetaan diatas Muhammad Quraish Shihab tidak konsisten.

B. Saran-saran

Berdasarkan kajian dan temuan dari penelitian ini, perlu disampaikan

beberapa saran yang berkaitan dengan penulisan disertasi ini yaitu:

1. Tafsir al-Mishbah tampaknya ingin mengembalikan penafsiran al-Qur’an

kepada teks aslinya. Untuk itu bila ada ayat al-Qur’an yang tampaknya

tidak relevan dengan kondisi sosial masyarkat, tidak lalu terburu-buru

menganggap ayat al-Qur’an sudah tidak relevan lagi dengan kondisi

saat ini, tapi harus dicari ayat lain yang terdapat dalam al-Qur’an,

sehingga penafsiran ayat al-Qur’an tidak parsial.

2. Mengingat objek yang dikaji adalah al-Qur’an, maka ketika menafsirkan

ayat-ayat al-Qur’an harus menggunakan metode tafsir. Metode yang

lain bisa digunakan sebagai pendukung, bukan sebagai pokok.

Page 323: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

301

3. Mengingat perkembangan zaman yang sangat cepat, maka perlu

meninjau kembali penafsiran al-Qur’an klasik, kepada penafsiran

modern dengan syarat tidak keluar dari ajaran dasar al-Qur’an itu

sendiri.

Tulisan ini baru merupakan penelitian awal, tentu banyak kekurangan dan

kekhilafan, untuk itu kritikan dan masukan yang konstruktif dari para pembaca

sangat dibutuhkan untuk lebih mendekati kepada kebenaran yang hakiki

(kehendak Allah).

Page 324: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

302

DAFTAR PUSTAKA

Abdu al-Baqi, Muhammad Fuad, al-Mu'jam al-Mufahrasy Lialfâdh al-Qur'an

al-Karîm, Cairo: Dâr al-Hadîts, 1986

Abu Zaid, Nashar Hamid, Al-Ittijâh al-Aqli fî al-Tafsîr , Bairut: Dâr al-Tanwir,

1993

al-‘Ak, Khalid Abdu al-Rahman, Ushûl al-Tafsîr wa Qawâiduhû, Bairut: Dâr

al-Nafâis, 1986

Ananda Arfa, Faisar, Wanita dalam Konsep Islam Modernis, Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2004

Anis, Ibrahim at.al., Mu’jam al-Wasîth, Mesir: Majma al-Lughah al-Arabiyah,

1980

al-Asfihani, Al-Raghib, Mu’jam Mufradât alfâdh al-Qur’an, Bairut: Dâr al-

Fikr, t.t.

al-‘Ashbahi, Malik Bin Anas Abu Abdillah, Muwatha Imam Malik, Mesir:Dâr

Ihya al-Turats

Ayazi, Muhammad Ali, Al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manhajuhum, Teheran:

Muassasah al-Thabâ’ah wa al-Hasyar Wijâr al-Tsaqâfah wa al-Irsyâd

al-Islâmi, t.t.

Aziz , Abdul, Amir, Al-Insân fî al-Islâm, Bairut: Dâr al-Furqan, 1986

al-Bahnasawi, Salim, al-Mar’ah Baina al-Islâm wa al-Qawânîn al-Alamiyah,

Kuwait: Dâr al-Wafâ, 2003

Ba’labaki, Munir, al-Maurid, Bairut: Dâr al-Ilmi Li al-Malâyin, 1986

al-Barik, Haya Binti Mubarak, al-Maushû'ah al-Mar'ah al-Muslimah

diterjemahkan oleh Amin Hamzah dengan judul Ensiklopedi Wanita

Muslimah, Jakarta: Dâr al-Falah, t.t.

Page 325: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

303

al-Biqa’i, Burhanuddin Abu Hasan Ibrahim Ibnu Umar, Nudzum al-Durar fî

Tanâsub al-âyat wa al-Suwar , Bairut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1995

al-Bukhari, Abdullah Muhammad Bin Ismail, Bukhari, Bairut :Dâr al-Fikr,

1995

Dahlan, Abdu al-Rahman, Kaidah Kaidah Penafsiran al-Qur'an, Bandung:

Mizan, 1997

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta: Balai Pustaka, 1990

Dowling, Collet, The Cinderella Complex diterjemahkan oleh Santi W.E.

Soekanto dengan judul Tantangan Wanita Modern, Jakarta: PT Gelora

Aksara Pratama, 1992

Echolis, John M., et al. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT Gramedia, 1984

Faidullah, Muhammad, Fauzi, al-Ijtihad Fi Syari’ah al-Islamiyah, Kuwait:

Maktabah Dâr al-Turâts, 1984

al-Fanisan, Saud Bin Abdullah, Ikhtilâf al-Mufassirîn Asbâbuhû wa Atsaruhû,

Riyâdh: Dâr Isybilia, 1997

al-Farmawi, Abdu al-Hay, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudhû'i, Mesir: al-

Hadhârah al-Arabiyah, 1977

Fudhaili, Ahmad, Perempuan di Lembaran Suci Kritik atas Hadis-Hadis

Sahih, Yogyakarta: Pilar Regilia, 2005

al-Gathani, Islam dan Potret Wanita di Balik Citra Modern, Terjemahan Saleh

Mahfoud, Surabaya: Pustaka Progresif, 1991

al-Ghazali, Muhammad, Nahwa Tafsîr Maudhûi li Suwar al-Qur’an al-Karîm,

Cairo: Dâr al-Syuruq, t.t.

Page 326: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

304

Goldziher, Ignaz, diterjemahkan oleh al-Hajar, Abdu al-Halim, Mazâhib al-

Tafsîr al-Islâmi, Bairut: Dâr al-Iqra, 1954

al-Hasyimi, Ahmad, Jawâhir al-Balâghah fî al-Ma’âni wa al-Bayân wa al-

Badî’, Bairut: Dâr al-Fikr, 1994

Hawa, Said, Al-Asâs fî al-Tafsîr, Cairo: Dâr al-Salâm, 1985

Hosen, Ibrahim, Apakah Judi Itu ?, Jakarta:LPPI IIQ, 1987

___________, Fiqih Perbandingan, Jakarta:Pustaka Firdaus, 2003, Jilid I

Ibnu Arabi, Ahkâm al-Qur’an, Cairo: Dâr al-Kutub al-Islâmiyah, 1988

Ibnu Hanbal, Abu Abdillah al-Syaibani, Ahmad, Musnad Imam Ahmad, al-

Qâhirah:Muassasah Qurtubah, t.th

Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’an al-Adzîm, Bairut: Dâr al-Fikr, 1992

Ibnu Taimiyah, yang ditahqiq oleh Dr.Adnan Zarzur, Muqaddimah fî Ushûl al-

Tafsîr, Kuwait: Dâr al-Qur’an al-Karîm, 1971

Ibnu Zakaria, Abu Husen, Ahmad Ibnu Faris, , Mu’jam al-Maqâyis fî al-

Lughah, Bairut: Dâr al-Fikr, 1994

Ibrahim Mahna, Ahmad, Tabwîb Ay al-Qur'an al-Karîm min al-Nâhiyah al-

Maudhûiyah, Cairo: Dâr al-Sya'b, t.t.

Imarah, Muhammad, al-Tahrîr al-Islâmi li al-Mar’ah al-Rad alâ Syubuhât al-

Ghulat, Cairo: Dâr al-Syuruq, 1968

Ismail, Yahya, Manhaj al-Sunnah fî al-Alâqah baina al-Hakîm wa Mahkûm,

Cairo: Dâr al-Wafâ, 1986

Istianah, Metodologi Muhammad Quraish Shihab dalam Menafsirkan al-

Qur'an, sebuah Tesis Program Pascasarjana UIN Jakarta, 2002

Istibsyarah, Hak-Hak Perempuan dalam Relasi Jender pada Tafsir al-

Sya'râwi, sebuah Disertasi Program Pascasarjana UIN Jakarta, 2004

Page 327: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

305

al-Jabary, Abdu al-Muta'ali Muhammad, Al-Mar'ah fî al-Tashawwur al-Islâm,

Cairo: Maktabah Wahbah, t.t.

Ja’far, Ali, Said Muslim Abdullah, Atsar al-Tathawwur al-Fikri fî al-Tafsîr fî

al-Ashri al-Abbâsi, Bairut: Muassasah al-Risâlah, 1984

Ja'far, Muhammad Anas Qasim, Mengembalikan Hak-Hak Politik Perempuan

Sebuah Perspektif Islam, Jakarta: Dâr al-Nahdhah al-Arabiyah, 2002,

Cet. I

al-Jakni al-Syanqithi, Muhammad al-Amin Ibnu Muhammad al-Mukhtar,

Adwâ al-Bayân, Riyâdh: Mathba’ah al-Ahliyah, t.t.

Jundi, Anwar, Gelombang Tantangan Muslimah, Terjemahan Ahsin Wijaya,

Solo: CV Pustaka Mantiq, 1991, Cet. III

Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, Buku III, Pengantar Teknik

Analisa Jender, 1992

Khalaf, Abdu al-Wahab, Ilmu Ushûl al-Fiqh, Cairo: Maktabah al-Da'wah al-

Islamiyah Syabâb al-Azhar, 1968

al-Khaththab, Abdu al-Karim, Al-Tafsîr al-Qur’an li al-Qur’an, Bairut: Dâr al-

Fikr, t.t.

Lembaga Dâr al-Tauhid, Kiprah Muslimah dalam Keluarga Islam, Bandung:

Mizan, 1990

Madjid, Nurcholish, et.al., Fiqih Lintas Agama, Jakarta: Paramadina, 2004

Madkur, Ibrahim, Mu'jam al-Fâdh al-Qur'an al-Karîm, Cairo: Majma' al-

Lughah al-Arabiyah al-Idârah al-Ammah Lil Mu'jamât Wa Ihyâ al-

Turâts, 1988 Jilid I & II

Mahmud, Muhammad, Jamaluddin, Huqûq al-Mar’ah fî Mujtama’ al-Islâm,

Mesir: al-Hai’ah al-Mishriyah al-Ammah Li al-Kitâb, 1986

Page 328: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

306

Mahrizi, Mahdi, Wanita Ideal Menurut Islam, Jakarta: Pustaka Zahra, 2004

Majma al-Lughah al-Arabiyah, Mu’jam Alfâdh al-Qur’an al-Karîm, Mesir: al-

Hai’ah al-Ammah Lisyûni al-Mathâbi’ al-Amîriyah, 1989

al-Maraghi, Ahmad Mushthafa, Tafsîr al-Maraghi, Mesir: Syarikah Maktabah

wa Mathba'ah Mushthafa al-Bâbi al-Halabi Wa Aulâdihi,1974

al-Mawardi al-Bashari, Abu al-Hasan Ali Bin Muhammad Bin Habib, Al-

Nukat wa al-Uyûn Tafsîr al-Mawardi, Bairut: Dâr al-Kutub al-

Ilmiyah, t.t.

Muhammad, Husein, Islam Agama Ramah Perempuan, Yogyakarta :LKiS,

2004

Muhammad Saba’i, Taufiq, Wâqiiyah al-Manhaj al-Qur’an, Cairo: al-Haiah

al-Ammah Li Syûn al-Mathâbi al-Amîrah, 1973

al-Muhtasib, Abdu al-Majid Abdu al-Salam, Ittijâhât al-Tafsîr fi Ashri al-

Hadîts, Bairut: Dâr al-Fikr, 1973

Mulia, Siti Musdah Dkk, Keadilan Kesetaraan Gender Perspektif Islam,

Jakarta: LKAJ, 2003, Cet. II

Mulia, Siti Musdah, Islam Menggugat Poligami, Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2004

Munawir, Ahmad Warson, Al-Munawir Kamus Arab Indonesia, Surabaya:

Pustaka Progresif, 1997

al-Nadawi, Ali Ahmad, al-Qawâid al-Fiqhiyah, Bairut :Dâr al-Qalam, 1994

Ni’mah, Fuad, Mulakhkhash Qawâid al-Lughah al-Arabiyah, Bairut: Dâr al-

Tsaqâfah al-Islâmiyah, t.t.

Qardhawi, Yusuf, Kedudukan Wanita dalam Islam, Terjemahan Melati Adhi

Damayanti, Jakarta: PT Global Media Cipta Publishing, 2003

Page 329: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

307

al-Qaththan, Manna Kalil, Mabâhits Ulûm al-Qur’an, t.t., tp., t.th.

Qazam, Shahal, Membangun Gerakan Menuju Pembebasan Perempuan,

Terjemahan Khazin Abu Fakih, Surakarta: Era Intermedia, 2001

al-Quraisyi al-Dimasqa Al-Imam al-Hafidh Imaduddin Abu al-Fida Ismail Bin

Katsir, Tafsîr al-Qur’an al-Adhîm, Cairo: Dâr al-Turâts al-Arabi, t.t.

al-Quthni, al-Dâr, Ali Ibnu Umar, Sunan al-Quthni, Bairut : Dâr al-Fikr, 1994

Qutub, Sayyid, Fi Dzilâl al-Qur'an, Cairo: Dâr al-Syuruq, 1981

al-Quzweni, Abu Abdillah Muhammad Bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, al-

Qâhirah, Dâr al-Hadîts, 1998

al-Razi, Muhammad, Tafsîr al- Fahru al-Razi, Bairut: Dâr al-Fikr, t.t.

Ridho, Muhammad Rasyid, Tafsîr al-Qur’an al-Hakîm/Tafsir Al-Mannâr ,

Bairut: Dâr al-Ilmiyah, 1999

al-Sahmarani, As'ad, Al-Mar'ah fî al-Târikh wa al-Syar'iyah, Bairut: Dâr al-

Nafâis, 1989

al-Sanan, Arij Abdurrahman, Memahami Keadilan dalam Poligami, Jakarta:

PT Global Media Cipta Publishing, 2003

al-Shabuni, Muhammad Ali, Mukhtashor Tafsîr Ibnu Katsîr, Cairo: Dâr al-

Shabuni, 1999

_______, Rawâ’i al-Bayân Tafsîr Ayat-Al-Ahkâm min al-Qur’an, Cairo: Dâr

al-Shabuni, 1999

_______, Shafwah al-Tafâsir, Bairut: Dâr al-Qur’an al-Karîm, 1981

Shihab, Muhammad Quraish, Menyingkap Tabir Ilahi, Jakarta: Lentera Hati,

1998

______, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992

Page 330: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

308

______, Perjalanan Menuju Keabadian, Kematian, Surga, dan Ayat-Ayat

Tahlil, Jakarta: Lentera Hati, 2001

______, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996

______, Secercah Cahaya Ilahi, Hidup Bersama al-Qur'an, Bandung: Mizan,

1999

______, Lentera Hati, Bandung: Mizan, 1994

______, Fatwa Fatwa Seputar Ibadah Mahdah, Bandung: Mizan, 1999

______, Sahur Bersama Quraish Shihab, Bandung: Mizan, 1997

______, Mukjizat al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1997

______,Untaian Permata Buat Anakku: Pesan al-Qur'an untuk Mempelai,

Bandung: Mizan, 1998

_____, Haji Bersama Quraish Shihab, Bandung: Mizan, 1999

_____, Hidangan Ilahi Ayat-Ayat Tahlil, Jakarta: Lentera Hati, 1996

_____, Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2001

______, Dia di Mana-Mana, Jakarta: Lentera Hati, 2004

______, Yang Tersembunyi Jin, Iblis, Setan, & Malaikat, Jakarta: Lentera Hati,

2003

______, Mahkota Tuntunan Ilahi: Tafsir Surah al-Fatihah, Jakarta: Untagama,

1998

______, Perempuan, Jakarta: Lentera Hati, 2005

______, Logika Agama, Jakarta: Lentera Hati, 2005

______, Nazhm al-Durar Fi Tanâsub al-‘Ayât Wa al-Suwar, Disertasi Doktor

Universitas al-Azhar Cairo, 1982

al-Sijistani al-Azadi, Abu Dawud Sulaiman Bin al-Asy’asy, Sunan Abî Dâwud,

Cairo: Dâr al-Hadîs, 1999

Page 331: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

309

Sjadzali, Munawir, Kontektualisasi Ajaran Islam, Jakarta: P.T.Temprint,1995

Subhan, Zaitunah, Kemitrasejajaran Pria dan Wanita dalam Perspektif Islam,

sebuah Disertasi Program Pascasarjana UIN Jakarta, 1998

_______, Tafsir Kebencian, Studi Bias Gender dalam Tasfir Qur’an,

Yogyakarta: LkiS, 1999

Suratmaputra, Ahmad Munif, Filsafat Hukum Islam al-Ghazali, Jakarta

:Pustaka Firdaus, 2002

Syahrur, Muhammad, diterjemahkan oleh Sahiran Syamsudin,MA, Metodologi

Fiqih Islam Kontemporer, Jakarta: ELSAQ Press, 2004

Syaltut, Muhammad, Al-Islâm 'Aqîdatun wa Syarîatun, Bairut: Dâr al-Qalam,

1966

Sya’rawi, Muhammad Mutawalli, Makânah al-Mar’ah fî al-Islâm Terjemahan

Abu Abdillah Al-Manshur, Jakarta: Gema Insani Press, 1996

al-Syaukani, Al-Imam Muhammad Bin Ali Bin Muhammad (w.1250 H), Fathu

al-Qadhîr , Bairut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 2003

al-Syirazi al-Baidhowi, Al-Qadhi Nashiruddin Abi Said Abdullah Bin Umar

Bin Muhammad, Tafsîr al-Baidhawi/Anwar al-Tanzîl wa Asrâr al-

Ta’wîl, Bairut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 2003

Tarabishi, Georges, Woman Against Her Sex diterjemah oleh Ihsan Ali Fauzi

dan Rudi Harisyah Alam dengan judul Wanita Versus Wanita,

Bandung: Mizan, 2001

al-Thabari, Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir (w.310 H), Tafsîr al-Thabari,

Bairut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1999

al-Thabarsi, Abu Ali al-Fadhal Bin Hasan Bin al-Fadhal, Majma al-Bayân fî

Tafsîr al-Qur’an, Bairut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1997

Page 332: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

310

al-Thahhan, Mahmud, Taisîr Mushthalah al-Hadîs, Bairut: Dâr al-Fikr, t.t.

Ath-Thayyibi, Ahmad Junaidi, Tata Kehidupan Wanita dalam Syari'at Islam,

Jakarta: Wahyu Press, 2003, Cet. I

Tsaqâfah Membangun Budaya Cerdas Menjawab Tantangan Zaman, Vol.I No.

3 tahun 2003

Ulwan, Nashih, Abdullah, Adab al-Khithbah wa al-Zafâf wa Huqûq al-

Zaujaini, Cairo: Dâr al-Salâm, 1985

______, Taaddud al-Zaujat fî al-Islâm, Cairo: Dâr al-Salâm, 1984

______, Uqubât al-Zawâj wa Thuruq Mu’âlajatihâ alâ Dhaui al-Islâm, Cairo:

Dâr al-Salâm, 1985, Cet. V

Umar, Nasaruddin, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur’an, Jakarta:

Paramadina, 2001

Verdiansyah, Very, Islam Emansipatoris Menafsir Agama untuk Praksis

Pembebasan, Jakarta: P3M, 2004

Wadud, Amina , Qur'an and Woman, diterjemahkan oleh Abdullah Ali dengan

judul Qur'an Menurut Perempuan, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,

2001

Wahid, Abdu al-Rahman, at.al. Menakar Harga Perempuan, Bandung: Mizan,

1999

Ya’qub, Ali Mushthafa, Imam Perempuan dalam Persepektif Hadis, Makalah

Diskusi Dosen IIQ, 2005

Yusuf, Muhammad, Husen, Ahdf al-Usrah fî al-Islâm, Cairo: Dâr I'tishâm,

1977

al-Zahabi, Muhammad Husen, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Cairo: Maktabah

Wahbah, 1985

Page 333: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

311

al-Zamakhsyari, Abu al-Qasim Jarullah Mahmud Bin Umar Bin Muhammad

(467–538 H.), Al-Kasysyâf ‘An Haqâiq Ghawâmidh al-Tanzîl wa Uyûn

al-Aqâwil fî Wujûh al-Ta’wîl, Bairut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1995

______, Fathu al-Rahmân Bikasyfi Mâ Yaltabisu fî al-Qur’an, Bairut: Dâr al-

Qur’an al-Karîm, 1402

al-Zuhaili, Wahbah, al-Tafsîr al-Munîr , Bairut: Dâr al-Fikr, 1998

Page 334: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

RIWAYAT HIDUP PENULIS

A. Identitas Diri dan Keluarga : 1. Nama : Anshori 2. NIP/KARPEG : 150271246/G.132764 3. Tempat dan Tgl lahir : Indramayu,6 April 1957 4. Jenis Kelamin : Laki-laki 5. Agama : Islam 6. Pekerjaan : Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Syarif

: Hidayatullah Jakarta 7. Pangkat/Golongan : Penata Tk.I (III/d) 8. Jabatan Fungsional : Lektor 9. Alamat : Jln.Jalak II No.126 E Rt.003/05 Kampung : Sawah,Ciputat, Tangerang,Banten 10.Ayah Kandung : Mungtamad (almarhum) 11.Ibu Kandung : Fatimah (almarhumah) 12.Istri : Yesmini 13.Anak : Raudhotul Azhar

B. Riwayat Pendidikan: Formal 1. SDN Sudimampir tahun 1970 2. M.TsN.Sliyeg tahun 1973 3. PGA 4 th. Mathlaul Anwar Jakarta tahun 1975 4. PGA 6 th. Mathlaul Anwar Jakarta tahun 1977 5. SI IKIP Jakarta Jurusan Bhs.Arab tahun 1982 6. SI Universitas Al-Azhar Cairo Jurusan Bhs.Arab tahun 1986 7. S2 IIQ Jakarta Konsentrasi Ulumul Qur’an dan Hadits tahun 2002 8. S3 UIN Syahid Jakarta, Konsentrasi Tafsir Hadis tahun 2006

Non Formal 1. Mengikuti penataran Khatib selama 72 jam tahun 1975 2. Mengikuti Penataran Pembina Mahir Bagian Dasar selama 96 jam Pada

tahun 1975 3. Mengikuti Penataran guru-guru Madrasah Tsanawiyah dalam Bidang studi

IPA selama 72 jam tahun 1978 4. Mengikuti Penataran guru-guru Madrasah Tsanawiyah dalam Bidang studi

Matematika selama 100 jam tahun 1979 5. Mengikuti penataran guru-guru Tsanawiyah dalam bidang studi Bahasa

Indonesia selama 90 jam tahun 1979 6. Mengikuti penataran Pembina Generasi Muda Islam di Kanwil Depag

DKI Jakarta selama 60 jam 1980 7. Mengikuti Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa IKIP Jakarta Selama

60 jam tahun 1980.

Page 335: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

8. Mengikuti Pelatihan Keterampilan Generasi Muda Islam di Kanwil Depag DKI selama 60 jam tahun 1981.

9. Mengikuti Pelatihan Kependudukan untuk guru-guru Aliyah Selama 84 jam tahun 1982.

10. Mengikuti Pelatihan Dasar-Dasar Penelitian Bagi Dosen selama 164 jam 1990

11. Mengikuti acara Konsultasi Nasional Rektor PTAIS se Indonesia selama 30 jam 1999

12. Mengikuti Pelatihan Dosen-Dosen Pendidikan Pencegahan HIV/AIDS selama 30 jam tahun 1997

13. Mengikuti Pelatihan Penelitian Tenaga Edukatif Tingkat Nasional Perguruan Tinggi Agama Islam selama 100 jam tahun 1994

C. Pengalaman Mengajar :

1. Guru M.Ts.Mathlaul Anwar Jakarta (1977-1982) 2. Guru Aliyah Mathlaul Anwar Jakarta (1980-1982) 3. Guru SMEA al-Irsyad Jakarta (1980-1982) 4. Dosen IIQ Jakarta (1988 sampai sekarang) 5. Dosen STMT Trisakti Jakarta (1990 sampai sekarang) 6. Dosen UIN Syahid Jakarta (1996 sampai sekarang)

D. Pengalaman Kerja :

1. Kepala Sekolah M.Ts.Mathalaul Anwar Citayam (1979-1982) 2. Sekpri Rektor IIQ Jakarta (1987-1990) 3. Sekretaris LPPI IIQ Jakarta (1987-1991) 4. Kepala Pengajaran IIQ Jakarta tahun (1988-1990) 5. Dekan Fakultas Tarbiyah IIQ Jakarta (1992-2003) 6. Pjs. Purek II IIQ Jakarta tahun 2000 7. Ketua Program Akta IV IIQ Jakarta (2000-2004) 8. Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan (2004-2005) 9. Ketua LPPI IIQ Jakarta tahun 2006-2010

E. Pengalaman Organisasi :

1. Sekretaris KMAPBS Supersemar IKIP Jakarta (1979-1982) 2. Wakil Bendahara BKS PTAIS DKI Jakarta (1989-1992) 3. Sekjen BKS PTAIS DKI Jakarta (1993-2006) 4. Wakil Sekretaris ICMI Orsat Ciputat (1995-2000) 5. Sekjen ICMI Orsad Ciputat (2000-2005) 6. Ketua II Mathlaul Anwar DKI Jakarta (1998-2003) 7.Ketua KAMACA di Cairo (1984-1986) 8.Pengurus bidang pendidikan alumni Timur Tengah (1988-1993) 9.Sekretaris Ta’mir Masjid al-Husaini tahun (1989-1993)

10.Bendahara Masjid Raudhatul Qur’an (2000-2005)

F. Karya Ilmiyah :

Page 336: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

1. Hasil Penelitian 1). Prestasi Bahasa Arab Mahasiswa Fak.Syari’ah dan Ushuluddin di IIQ dan

Kopertais Wil.I DKI Jakarta (30 September 1990) penelitian individual 2). Persepsi SLTA DKI Jakarta terhadap PTAIS Jakarta (1991) penelitian

kolektif 3). Pengaruh kegiatan Da’wah Majlis Ta’lim Terhadap Sikap bersih dan

Penghijauan Pada Jama’ah di DKI Jakarta (April 1995) penelitian kolektif 4). Hubungan Prestasi Tahfidh al-Qur’an Terhadap Prestasi Mata Kuliah

Mahasiswi IIQ Jakarta tahun 2000 penelitian kolektif

2. Tulisan yang Diterbitkan Dalam Jurnal/Majalah a. Peranan Wanita Muslimah Dalam Pembangunan Nasional, Media al-

Furqan,No.I , Th.I-IIQ/1993 b. Meminang Wanita dan Problematikanya Dalam Islam, Majalah Suara

Masjid No.240 September 1994 c. Pelaksanaan Aqiqah dan Qurban Menurut ajaran Islam.Media al-Furqon,

No.6 Th IV/1995 d. Kemiskinan dan Penanggulangannya Menurut Ajaran Islam, Majalah

AKRAB No.153-XII 1996 e. Pendidikan Menurut Pandangan Islam, Media al-Furqon N0.8 tahun VI

1998 f. Isim Fa’il dan Permasalahannya, Jurnal Didaktika Islamika Vol.I No.2

Nopember 1999 g. Ibdal dan ‘Ilal al-Dhoruri dan Ghairu al-Dhoruri Dalam Pandangan Shorof,

Jurnal Didaktika Islamika Vol.III,No.8 Mei 2002 h. Shalat Lima Waktu Tidak Dapat Ditinggalkan Dalam Kondisi Apapun,

Majalah Dewasn Masjid Indonesia , No.5 September 2002 i. Dampak Taubat Nasuha Terhadap Ketenangan Jiwa, Majalah Dewan

Masjid Indonesia No.4 Agustus 2002 y. Rahasia Puasa Terhadap Kesehatan, Majalah Dewan Masjid Indonesia,

NO.06 Desember 2002 k.. Al-Zhulm menurut al-Qur’an, Majalah Dewan Masjid Indonesia No.11

Aguetus 2003 l. Al-Qira’ah al-Syadzdzah dan pengaruhnya Dalam Hukum Islam, Jurnal

Nida al-Qur’an, Vol.11, No.1 Juni 2004 m. Penggunaan Nisbah dan Cara Pembuatannya Dalam Ilmu Sharaf, Jurnal

Didaktika Islamika Vo.V, No2. Desember 2004 n. Kepemimpinan Lelaki Dan Perempuan Dalam Keluarga dan Masyarakat

Menurut Islam, Majalah Transpor Trisakti, Vol.23, Nomor 4 Tahun 2005 o. Sabar Menurut Al-Qur’an Dan Hadis, Majalah Transpor Trisakti. Vol.23

Nomor 2 April 2005 p.. Poligami Menurut Pandangan Islam, Jurnal Nida al-Qur’an Vol. tahun

2005

Page 337: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

q. Menterjemah buku Bahasa Arab yang diterbitkan oleh Dina Utama Semarang (Toha Putra Group) dengan judul Tanggung Jawab Dalam Islam tahun 1995

r. Saksi Perempuan Dalam Persepektif Para Mufassir, Jurnal Agama & Budaya Vol.23.No.2,2006

3. Pemakalah/Nara Sumber antara lain : a. Kelenturan Hukum Islam Dalam Menghadapai Tantangan Zaman

disampaikan pada Keluarga dan Alumni Mathlaul Anwar Jakarta Raya Tahun 1988

b. Sistem Pendidikan SKS dan Konsekwensinya di IIQ Jakarta disampaikan pada Mahasiswa IIQ Jakarta tahun 1990

c. Agama Islam Agama Persatuan dan Persaudaraan disampaikan pada diskusi Dosen IIQ Jakarta 5 Januari 1997

d. Dampak Taubat Nasuha Terhadap Ketenangan Jiwa disampaikan pada Diskusi Dosen IIQ Jakarta 23 Agustus 1997

e. Meminang Wanita Dan Problematikanya Dalam Islam disampaikan pada Diskusi Dosen IIQ Jakarta 27 Desember 1997

f. Pengajaran Praktis Menentukan Kedudukan Kalimat dan Tandanya di Asrama Putri IIQ Jakarta disampaikan pada Diskusi Dosen IIQ Jakarta, 7 Juni 1997

g. Ibdal dan I’lal al-Dharuri dan Ghairu al-Dharuri dalam Pandangan Ilmu Sharaf, disampaikan pada Diskusi Dosen IIQ Jakarta , 27 Juni 2002

h. Cara Mentakhrij Hadis , disampaikan pada Diskusi Dosen IIQ Jakarta, 5 Desember 1998

i. Al-Zhulm menurut pandangan al-Qur’an disampaikan pada Diskusi Dosen IIQ Jakarta 20 Juni 1996

y. Nisbah dan Permasalahannya Dalam Ilmu Sharaf disampaikan pada Diskusi Dosen IIQ Jakarta 23 Januari 1997

k. Peranan Wanita Muslimah Dalam Pembangunan Nasional disampaikan pada Diskusi Dosen IIQ Jakarta 27 Juli 1996

l. Shalat Lima Waktu Tidak Dapat ditinggalkan Dalam Kondisi Apapun , disampaikan pada Diskusi Dosen IIQ Jakarta 22 Maret 1995

m. Studi Kritis Tafsir al-Kasysyaf, disampaikan pada Diskusi Dosen IIQ Jakarta 31 Desember 2002

n. Hukum Fiqih Dapat Menjawab Tantangan Zaman disampaikan pada Diskusi Guru-Guru MAN 7 Jakarta tahun 1996

o. Halal Bi Halal Perspektif Ajaran Islam, disampaikan pada Diskusi Alumni Mesir Jakarta tahun 1989

G. Pengabdian Pada Masyarakat

1. Memberi kuliah extra kurikuler di Asrama Putri IIQ Jakarta (1987-2005) 2. Memberikan Khuthbah Jum’at, Idul Adha dan Idul Fitri di masyarakat

Jakarta dan sekitarnya (1980 sampai sekarang) 3. Ceramah Umum selama satu minggu di PT.Pupuk Kaltim tahun 1987

Page 338: anshori_penafsiran-ayat-ayat-jender-dalam-tafsir-al-misbah.pdf

4. Ceramah umum bulan Ramadhan selama 26 hari di KBRI Abudabi tahun 1995

5. Ceramah Ramadhan Rutin di KBRI Cairo Mesir (1983-1986) 6. Ceramah di Pengajian Ibu-Ibu Panglima Polim (1988-1989)

Ciputat, 2006 Penulis