36
16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar Menurut Hellriegel dan Slocum (Khodijah, 2014) motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan, kekuatan ini dirangsang oleh adanya berbagai macam kebutuhan, seperti (1) keinginan yang hendak dipenuhi, (2) tingkah laku, (3) tujuan, dan (4) umpan balik. Sejalan dengan Hellriegel & Slocum (Khodijah, 2014), Iskandar (Suardana & Simarmata, 2013) menyatakan bahwa motivasi belajar adalah daya penggerak dari dalam diri individu untuk melakukan kegiatan belajar untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman Menurut Sardiman (2014) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Sedangkan menurut Prawira (2014) motivasi belajar adalah segala sesuatu yang ditujukan untuk mendorong atau memberikan semangat kepada seseorang yang melakukan kegiatan belajar agar menjadi lebih giat lagi dalam belajarnya untuk memperoleh prestasi yang lebih baik lagi. Berdasarkan pemaparan beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi Belajar

Menurut Hellriegel dan Slocum (Khodijah, 2014) motivasi

merupakan kekuatan yang mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk

mencapai tujuan, kekuatan ini dirangsang oleh adanya berbagai macam

kebutuhan, seperti (1) keinginan yang hendak dipenuhi, (2) tingkah laku,

(3) tujuan, dan (4) umpan balik. Sejalan dengan Hellriegel & Slocum

(Khodijah, 2014), Iskandar (Suardana & Simarmata, 2013) menyatakan

bahwa motivasi belajar adalah daya penggerak dari dalam diri individu

untuk melakukan kegiatan belajar untuk menambah pengetahuan dan

keterampilan serta pengalaman

Menurut Sardiman (2014) motivasi belajar adalah keseluruhan

daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin

kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan

tujuan dapat tercapai. Sedangkan menurut Prawira (2014) motivasi belajar

adalah segala sesuatu yang ditujukan untuk mendorong atau memberikan

semangat kepada seseorang yang melakukan kegiatan belajar agar menjadi

lebih giat lagi dalam belajarnya untuk memperoleh prestasi yang lebih

baik lagi.

Berdasarkan pemaparan beberapa ahli di atas maka dapat

disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

17

dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan

memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat

tercapai

2. Indikator – Indikator Motivasi Belajar

Uno (2016) mengungkapkan beberapa indikator motivasi belajar

yang dapat dijabarkan dibawah ini:

a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil. Berdasarkan KBBI (2017)

hasrat dan keinginan berhasil adalah keinginan atau harapan yang kuat

dalam diri individu untuk dapat mencapai maksud atau tujuannya.

b. Adanya dorongan dan kebutuhan untuk belajar. Dorongan dan

kebutuhan untuk belajar merupakan kebutuhan untuk berbuat sesuatu

demi kegiatan belajar itu sendiri yang mengandung suatu kegembiraan

bagi dirinya, kebutuhan untuk menyenangkan hati orang lain,

kebutuhan untuk mencapai suatu hasil belajar, dan kebutuhan untuk

mengatasi kesulitan dalam belajar (Nasution, 1995)

c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan. Hurlock (1979),

mengartikan harapan dan cita-cita sebagai keinginan meraih sesuatu

yang lebih tinggi dari keadaan saat ini.

d. Adanya penghargaan dalam belajar. Bentuk-bentuk penghargaan yang

dapat dirasakan oleh para siswa dapat berupa rasa berkompeten di

sekolah, kepuasan, keberhasilan dalam melaksanakan tugas atau rasa

bangga karena telah melakukan pekerjaan dengan baik, pujian dari

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

18

guru dan nilai yang bagus, objek (benda), saran, atau mampu untuk

mengerjakan aktivitas yang lain (Schunk, 2012).

e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar. Kegiatan yang menarik

dalam belajar ditandai dengan adanya lingkungan yang tidak membuat

tegang, aman, lingkungan belajar yang kondusif, tidak membuat ragu

siswa untuk melakukan sesuatu, menggunakan semua indera, dan

siswa terlihat antusias dalam beraktivitas (Jauhar, 2011).

f. Lingkungan belajar terdiri dari dua yaitu lingkungan sosial dan

nonsosial. Lingkungan belajar sosial adalah orang-orang disekitar

siswa yang dapat berpengaruh dalam kegiatan belajarnya sedangkan

lingkungan belajar nonsosial adalah fasilitas-fasilitas yang mendukung

siswa belajar seperti gedung sekolah dan letaknya, rumah tinggal dan

letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang

digunakan siswa. Kedua lingkungan ini harus saling mendukung

sehingga tercipta suatu lingkungan yang nyaman bagi siswa untuk

belajar (Syah, 2013).

Sardiman (2014) mengemukakan beberapa ciri yang menunjukkan

seorang individu memiliki motivasi belajar yang tinggi. Ciri-ciri dari

setiap individu yang memiliki motivasi belajar tinggi, yaitu:

a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu

yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai)

b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak mudah putus asa)

c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

19

d. Lebih senang bekerja mandiri

e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (diulang-ulang)

f. Dapat mempertahankan pendapatnya (jika sudah yakin akan sesuatu)

g. Tidak mudah melepaskan hal yang sudah diyakininya

h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal

Selanjutnya Schunk, Meece, dan Pintrich (2012) memaparkan ciri-

ciri seseorang yang memiliki motivasi belajar yang tinggi yaitu:

a. Kebebasan pemilihan tugas atau aktivitas yang sesuai pada minat

siswa akan mengindikasikan dimana letak motivasi siswa tersebut

untuk mengerjakan suatu tugas atau aktivitas

b. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan memiliki usaha

yang tinggi pula terutama pada tugas-tugas yang sulit

c. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan dapat bekerja

dalam waktu yang lama terutama pada saat menghadapi suatu

rintangan atau halangan

d. Bagaimana siswa memilih, berusaha dan tekun dalam meningkatkan

prestasi belajar mengindikasikan motivasi belajar yang tinggi.

Berdasarkan pemaparan indikator dan ciri di atas maka dapat

disimpulkan bahwa individu yang memiliki motivasi belajar tinggi memiliki

hasrat dan keinginan berhasil untuk belajar, dorongan dan kebutuhan untuk

belajar, harapan dan cita-cita masa depan, penghargaan dalam belajar,

kegiatan yang menarik dalam belajar, dan memiliki lingkungan belajar yang

kondusif, tekun menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan, menunjukkan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

20

minat terhadap bermacam-macam masalah, lebih senang bekerja mandiri,

cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin, dapat mempertahankan pendapatnya,

tidak mudah melepaskan hal yang sudah diyakininya, senang mencari dan

memecahkan masalah soal-soal, kebebasan pemilihan tugas atau aktivitas

yang sesuai pada minat siswa, memiliki usaha tinggi terutama pada tugas yang

sulit, dapat bekerja dalam waktu lama terutama ketika menghadapi rintangan

dan halangan, dan adanya usaha, ketekunan, dan pemilihan untuk

meningkatkan prestasi belajar.

Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan indikator motivasi

belajar yang dikemukakan oleh Uno (2016) yaitu : adanya hasrat dan

keinginan berhasil untuk berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan untuk

belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam

belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan adanya lingkungan

belajar yang kondusif. Indikator ini dipilih karena lebih lengkap untuk

mengungkap permasalahan motivasi belajar subjek dan lebih sesuai dengan

permasalahan yang sedang dihadapi di lapangan.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Menurut Dimyati (Kompri, 2015) faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi belajar siswa dapat dilihat sebagai berikut:

a. Cita-cita atau aspirasi siswa

Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar intrinsik maupun

ekstrinsik. Siswa yang tidak atau belum memiliki cita-cita cenderung tidak

memiliki motivasi belajar yang optimal dikarenakan tidak adanya

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

21

kejelasan tujuan yang akan diraihnya, padahal cita-cita atau tujuan itu

sendiri merupakan perangsang munculnya motivasi belajar dalam diri

siswa (Mc.Donal dalam Sardiman, 2014).

b. Kemampuan siswa

Secara singkat dapat dikatakan bahwa kemampuan akan

memperkuat motivasi siswa untuk untuk melakukan tugas-tugas

perkembangan. Siswa yang memiliki kemampuan akan suatu tugas akan

lebih termotivasi melakukannya dibandingkan siswa yang tidak memiliki

kemampuan akan suatu tugas.

c. Kondisi siswa

Kondisi siswa yang meliputi jasmani dan rohani mempengaruhi

motivasi belajar siswa. Seorang siswa yang sakit akan mengganggu

perhatian belajar, sebaliknya seorang siswa yang sehat akan mudah

memusatkan perhatian belajar.

d. Kondisi lingkungan siswa

Lingkungan siswa dapat berupa alam, lingkungan tempat tinggal,

pergaulan teman sebaya dan kehidupan bermasyrakat. Kondisi lingkungan

yang sehat lingkungan yang aman, tertib dan indah akan meningkatkan

semangat motivasi belajar yang lebih kuat dari para siswa.

e. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran

Lingkungan siswa yang berupa lingkungan alam, lingkungan

tempat tinggal dan pergaulan juga lingkungan, budaya siswa yang berupa

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

22

surat kabar, majalah, radio, televisi dan film semakin menjangkau siswa

kesemua lingkungan, tersebut mendinamiskan motivasi belajar.

f. Upaya guru dalam membelajarkan siswa

Upaya guru membelajarkan siswa terjadi di sekolah dan di luar

sekolah. Guru yang berkompeten dan memiliki jiwa pendidik akan terus

berusaha mengkondisikan dan membimbing siswa-siswinya agar

termotivasi dalam kegiatan belajar.

Menurut Syah (dalam Puspitasari, 2012) faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi belajar adalah :

a. Guru

Guru berperan penting dalam mempengaruhi motivasi belajar

siswa melalui metode pengajaran yang digunakan dalam menyampaikan

materi pelajaran. Guru juga harus bisa menyesuaikan efektivitas suatu

metode mengajar dengan mata pelajaran tertentu. Pada pelajaran tertentu

guru harus menggunakan metode mengajar yang sesuai dengan materi

yang akan disampaikan karena hal ini sangat berpengaruh terhadap salah

satu tujuan dari belajar itu sendiri.

b. Orang tua dan keluarga

Tidak hanya guru di sekolah, orang tua atau keluarga di rumah juga

berperan dalam mendorong, membimbing, dan mengarahkan anak untuk

belajar. Oleh karena itu orang tua dan keluarga harus bisa membimbing,

membantu dan mengarahkan anak dalam mengatasi kesulitan-kesulitan

yang kemungkinan dihadapi dalam belajar. Saat merasa dapat memahami

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

23

komponen-komponen dalam pelajaran, anak akan termotivasi untuk

belajar.

c. Masyarakat dan lingkungan

Masyarakat dan lingkungan berpengaruh terhadap motivasi belajar

pada anak masa sekolah. Lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap

motivasi belajar adalah pengaruh dari teman sepermainan. Seorang anak

yang rajin melakukan kegiatan belajar secara rutin akan mempengaruhi

dan mendorong anak lain untuk melakukan kegiatan yang sama.

4. Teknik-teknik Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa

a. Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement

Divisions (STAD) (Risdiawati, 2012). Penelitian ini merupakan

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang ditempuh dalam dua siklus.

Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPS 4 SMA Negeri 1 Imogiri

yang berjumlah 32 siswa. Instrumen yang digunakan untuk mengukur

hasil belajar siswa berupa tes tertulis dalam bentuk soal uraian,

instrumen untuk mengetahui motivasi belajar siswa berupa lembar

observasi, serta instrumen angket yang digunakan untuk mengetahui

respon siswa terhadap peningkatan motivasi belajar. Tujuan penelitian

ini adalah mengetahui peningkatan hasil belajar dan motivasi belajar

akuntansi, serta mengetahui respon para siswa terhadap implementasi

STAD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif

tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa, pada siklus I

terdapat 5 siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

24

(KKM), pada siklus II meningkat sejumlah 100% siswa telah

mencapai KKM. Pembelajaran kooperatif tipe STAD juga dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa, persentase motivasi belajar

siswa dari siklus I sebesar 67% meningkat menjadi 86,5% pada siklus

II dan berada pada rentang skor sangat tinggi. Hasil respon siswa

terhadap pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa juga mendapat

respon positi dari siswa, hal ini dibuktikan dari hasil distribusi angket

pada siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 13%.

b. Metode pembelajaran Teaching Game Team (Purwanto, 2011).

Metode pembelajaran Teaching Game Team merupakan salah satu

alternatif untuk meningkatkan proses pembelajaran siswa. Dalam

metode pembelajaran ini, siswa bekerja dalam kelompok kecil, saling

membantu dalam belajar dan mengadopsi pembelajaran mandiri siswa

dengan saling bertanya antara kelompok secara bergantian. Penelitian

ini bertujuan untuk menganalisa peningkatan motivasi dan hasil

belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada

kompetensi sistem koordinasi setelah dilakukan metode Teaching

Game Team. Data dianalisa secara kualitatif dengan metode deskriptif

analitis dan secara kuantitatif dengan Korelasi Bivariate Pearson.

Pengamatan dilakukan terhadap 17 siswa yang sebelumnya dilakukan

analisis terhadap kondisi kemampuan pembelajaran sistem koordinasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode Teaching

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

25

Game Team dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa

yang terlihat dari ketuntasan 100% pada 3 siklus pembelajaran.

c. Metode pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share (Kurniawan

& Istianingrum, 2012). Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk

kolaboratif yang dilaksanakan selama dua siklus. Pengumpulan data

dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi, angket, dan

wawancara. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif

dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan

mereduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan, sedangkan

analisis kuantitatif dilakukan dengan membandingkan perolehan skor

Motivasi Belajar Akuntansi dengan skor maksimum kemudian

dipersentasekan. Disimpulkan bahwa Penerapan Metode Pembelajaran

Kooperatif Teknik Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan

Motivasi Belajar Akuntansi Kompetensi Dasar Menghitung Mutasi

Dana Kas Kecil siswa kelas X Akuntansi 2 SMK Negeri 7 Yogyakarta

tahun ajaran 2011/2012 yang dibuktikan dengan adanya peningkatan

persentase skor Motivasi Belajar Akuntansi sebesar 16,28% dari

sebelum penerapan Pembelajaran Kooperatif Teknik Think Pair Share

(TPS) sebesar 53,31% meningkat menjadi 69,60% di siklus 1.

Selanjutnya dari siklus 1 ke siklus 2 juga terjadi peningkatan sebesar

11,47% atau diperoleh skor sebesar 81,07%. Selain itu berdasarkan

angket yang didistribusikan kepada siswa dapat disimpulkan pula

bahwa terjadi peningkatan skor Motivasi Belajar Akuntansi siswa

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

26

sebesar 4,18% dari skor siklus 1 sebesar 70,86% ke siklus 2 sebesar

75,04%. Dengan cross check yang dilakukan melalui wawancara

diperoleh pula hasil bahwa sebagian besar data yang diperoleh

konsisten dengan data observasi dan data angket.

d. Pelatihan goal setting (Lutfianawati, Nugraha, & Rachmahana, 2014).

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pelatihan goal

setting pada motivasi belajar bahasa Inggris siswa. Subjek dalam

penelitian ini adalah 26 siswa kelas XIIA SMK “X” Sleman, yang

dibagi menjadi 13 siswa sebagai kelompok eksperimen dan 13 siswa

sebagai kelompok kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan skala motivasi belajar bahasa Inggris, wawancara dan

observasi. Rancangan penelitian yang digunakan adalah pre-post

control group design. Analisis penelitian yang digunakan adalah

analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dengan

menggunakan uji Mann-Whitney untuk mengetahui motivasi belajar

bahasa inggris siswa setelah diberi pelatihan goal setting. Analisis

kualitatif dilakukan berdasarkan observasi, wawancara dan lembar

kerja. Hasil penelitian yaitu pada pre test dan post test motivasi belajar

bahasa Inggris menunjukkan ada peningkatan setelah diberi pelatihan

dengan nilai Z= 4.359, P=0.000, P<0,05. Pada pre test dan follow up

motivasi belajar bahasa Inggris menunjukkan ada peningkatan setelah

dua minggu diberi pelatihan dengan nilai Z= -2.500, P=0.012, P<0,05.

Kesimpulan penelitian ini adalah pelatihan goal setting dapat

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

27

meningkatkan motivasi belajar bahasa Inggris siswa kelas XII SMK

“X”.

Berdasarkan beberapa teknik untuk meningkatkan motivasi belajar

yang telah dikemukakan oleh beberapa peneliti di atas, peneliti mencoba

untuk meneliti pelatihan goal setting bagi siswa SMA. Pelatihan goal

setting untuk meningkatkan motivasi belajar pernah diteliti sebelumnya

menggunakan subjek siswa SMK, namun dalam penelitian ini peneliti

mencoba melakukan intervensi pelatihan goal setting bagi siswa SMA.

Harapannya dengan pelatihan goal setting, siswa mampu mempunyai

tujuan belajar, membuat tujuan belajar maupun karir di masa depan

sehingga mampu menumbuhkan motivasi belajar yang tinggi untuk

mencapai tujuannya.

B. Pelatihan Goal setting

1. Pengertian Pelatihan Goal Setting

Penelitian ini akan membahas mengenai pelatihan goal setting.

Pelatihan itu sendiri memiliki pengertian sebagai salah satu usaha untuk

mengajarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk melaksanakan

suatu pekerjaan yang berhubungan dengan tugas tertentu (Troelove dalam

Kholidah & Alsa, 2012). Johnson dan Johnson (Lutfianawati, 2014) juga

menyatakan bahwa metode pelatihan adalah metode yang berdasarkan

pada komponen experiential learning, yaitu bahwa perilaku manusia

terbentuk berdasarkan hasil pengalaman yang terlebih dahulu dimodifikasi

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

28

untuk menambah efektivitas. Sehingga semakin lama perilaku menjadi

suatu kebiasaan dan berjalan dengan otomatis, individu semakin berusaha

memodifikasi perilaku yang sesuai dengan situasinya. Metode pelatihan

ini nantinya akan digunakan untuk mengaplikasikan teori goal setting

menjadi sebuah rangkaian kegiatan yang runtut dan sistematis, inovatif,

serta menarik sehingga manfaat dari teori goal setting dapat tersalurkan

dengan efektif.

Menurut Weinberg (Rahayu & Mulyana, 2015) pelatihan goal

setting adalah pelatihan yang mengajarkan seorang siswa suatu

kemampuan untuk merancang atau menetapkan suatu tujuan dengan baik

agar tujuannya dapat dicapai. Menurut Locke (Yearta, Maitlis, dan Briner,

1995) goal setting adalah sebuah teori kognitif dengan dasar pemikiran

bahwa setiap orang memiliki suatu keinginan untuk mencapai hasil

spesifik atau tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Dasar pemikiran

utama dari teori goal setting adalah mendorong seseorang untuk mengejar

tujuannya yang spesifik dan sulit akan menghasilkan performa yang lebih

baik daripada mendorong mereka untuk mengejar sebuah tujuan spesifik

tapi mudah atau untuk mempermudah mereka melakukan yang terbaik

(Locke & Latham dalam Kleingeld & Arends, 2011).

Sebuah tujuan dapat memotivasi orang untuk mengembangkan

strategi yang akan memungkinkan mereka untuk tampil di tingkat tujuan

yang diperlukan (Lunenburg, 2011). Agar tujuannya dapat tercapai dengan

baik, maka diperlukan sebuah kemauan untuk usaha. Usaha yang paling

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

29

maksimal akan terjadi ketika tugas yang dihadapi memiliki kesulitan yang

tinggi, dan usaha yang paling rendah terjadi ketika tugas yang dihadapi

adalah tugas yang sangat mudah maupun sangat sulit (Locke & Latham,

2002).

Goal setting memengaruhi proses belajar dengan cara

mengarahkan perhatian dan tindakan, memobilisasi pengarahan usaha,

memperpanjang lamanya pengerahan usaha (persistensi), dan memotivasi

individu untuk mengembangkan strategi yang relevan untuk mencapai

tujuannya (Robbin dalam Lutfianawati, Nugraha, & Rachmahana, 2014).

Berdasarkan pengertian-pengertian pelatihan goal setting di atas

maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan goal setting adalah pelatihan

yang mengajarkan seorang siswa mengenai suatu kemampuan untuk

merancang atau menetapkan suatu tujuan dengan baik agar tujuannya

dapat dicapai.

2. Komponen Utama dalam Pelatihan Goal setting

Pelatihan goal setting ini disusun berdasarkan pada teori Locke, dkk.

(1981). Menurut Locke, dkk. (1981) komponen-komponen utama goal

setting meliputi sebagai berikut:

a. Clarity (Kejelasan)

Tujuan yang disampaikan harus spesifik sehingga mengarahkan

siswa pada hasil yang lebih tinggi daripada tujuan yang masih bersifat

umum atau samar-samar. Tujuan yang spesifik adalah tujuan yang harus

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

30

ditentukan dengan batasan yang jelas dan tepat sehingga tidak

menimbulkan multi tafsir agar harapan dan tujuan dapat tercapai.

b. Challenge (tantangan)

Tujuan yang sulit menghadirkan suatu tantangan yang dapat

membangkitkan dorongan untuk mencapai tujuan dalam diri siswa, tetapi

target ini dalam batas masih dapat dicapai (Davis & Newstroom, 1989).

Tujuan harus memiliki tantangan yang sulit untuk memotivasi seseorang

agar meletakkan usaha yang lebih untuk menggapai tujuan karena pada

dasarnya seorang individu akan lebih termotivasi untuk mencoba tujuan

yang sulit daripada tujuan yang mudah (Latham & Locke, 1991).

Meskipun sebuah tujuan yang memotivasi itu adalah tujuan yang sulit,

namun tujuan tersebut haruslah bersifat realistis dalam artian bahwa tujuan

tersebut masih dapat diraih. Penetapan tujuan yang sulit namun masih

dapat dijangkau/realistis berguna untuk meminimalisir kemungkinan gagal

untuk mencapainya (Kanfer & Gaelick dalam Latham & Locke, 1991).

Jika tantangan yang ada pada tujuan tersebut terlalu sulit maka seseorang

akan meninggalkan tujuannya tersebut dan tidak termotivasi untuk

meraihnya (Locke, dkk., 1981).

c. Commitment (komitmen)

Orang akan menunjukkan komitmen mereka jika mereka merasa

bahwa mereka adalah bagian dari pencapaian suatu tujuan. Locke &

Latham (Schunk, dkk., 2012) berpendapat bahwa komitmen dapat

menggambarkan seberapa kuat individu melekat pada tujuan yang

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

31

dimilikinya, seberapa antusias individu terhadap tujuannya, dan seberapa

teguh individu untuk mencapainya.

d. Feedback (umpan balik)

Isi dari umpan balik harus terfokus pada pengontrolan kemajuan,

menyadari rintangan yang ada, usulan dan solusi. Umpan balik dapat

menyuguhkan standar pengukuran yang jelas untuk menuntun individu

untuk evaluasi diri. Pencantuman pujian dan apresiasi dalam proses umpan

balik akan disajikan sebagai hadiah untuk memotivasi individu supaya

terus melanjutkan kerja kerasnya dalam mengerjakan tugas. Melalui

umpan balik, seorang individu dapat mengetahui seberapa jauh

standar/patokannya sudah terpenuhi (Latham & Locke, 1991).

e. Task Complexity (kerumitan tugas)

Seorang siswa lebih baik diberikan tugas yang sederhana dan

mudah dimengerti daripada diberikan tugas yang terlalu rumit karena hal

ini akan mempengaruhi performa siswa untuk mencapai tujuannya (Locke

& Latham dalam Smith & Hitt, 2005). Untuk tujuan yang memiliki

kerumitan tugas yang tinggi maka harus dipastikan bahwa seseorang tidak

merasa terlalu diliputi oleh hal tersebut. Oleh karena itu, waktu yang

cukup, latihan dan arahan harus diberikan agar berhasil untuk mencapai

target yang telah ditentukan.

Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa

komponen teori goal setting adalah clarity (kejelasan), challenge

(tantangan), feedback (umpan balik), commitment (komitmen), dan task

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

32

complexity (kerumitan tugas). Komponen teori goal setting ini akan

menjadi dasar untuk menyusun tiap-tiap sesi dalam pelatihan goal setting.

Pelatihan goal setting ini akan diadakan sebanyak tiga kali pertemuan.

a. Hari Pertama

Sesi pertama adalah pembukaan. Dalam sesi ini subjek akan diajak

untuk memperkenalkan diri. Kemudian dilanjutkan dengan ice breaking

pinguin dance. Subjek akan diberi penjelasan oleh trainer mengenai

pelatihan yang akan dilakukan serta diminta untuk mengisi lembar

informed consent yang telah disediakan. Trainer mengajak para subjek

menuliskan permasalahan-permasalahan yang sedang mereka alami saat

itu kemudian subjek merobek-robek kertas tersebut disertai dengan kata-

kata afirmasi positif yang dipandu oleh trainer. Sesi pertama diakhiri

dengan pembagian snack untuk para subjek. Tujuan dari sesi pembukaan

ini adalah untuk mencairkan suasana, menciptakan keramahan antar

subjek dengan trainer dan fasilitator, serta memfokuskan subjek ke dalam

kegiatan pelatihan. Metode yang digunakan dalam sesi ini adalah metode

games dan ceramah, serta audiovisual.

Sesi kedua dalam pelatihan ini bernama “Sesi Ayo wujudkan

mimpimu!” Sesi ini diawali dengan pemutaran video inspiratif mengenai

cita-cita, dilanjutkan dengan tanya jawab tayangan video, penjelasan cita-

cita, tujuan dan harapan hidup yang dilakukan oleh trainer, penulisan

tujuan, harapan dan cita-cita oleh para subjek yang kemudian

digantungkan di pohon impian. Tujuan sesi ini adalah untuk mengajak

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

33

subjek merefleksi diri mengenai usaha pencapaian cita-cita dan mengajak

subjek menuliskan cita-citanya, harapan akan pelatihan, atau tujuan hidup

subjek. Sesi ini menggunakan metode ceramah, pemberian tugas, dan

audiovisual.

Sesi ketiga adalah sesi “Tujuanku Jelas dan Spesifik”. Sesi ini

disusun berdasarkan komponen clarity (kejelasan). Sedangkan kegiatan

dalam sesi ini disusun berdasarkan modul pelatihan goal setting oleh

Ruspita (2012) dalam penelitiannya yang dimodifikasi oleh peneliti.

Kegiatan dalam sesi ini meliputi penayangan foto tokoh terkenal, mengisi

tujuan spesifik dan langkah-langkah pencapaian tujuan seorang tokoh

tertentu, mengerjakan lembar kerja tujuanku jelas dan spesifik, dan

diakhiri dengan debrief oleh trainer. Subjek diajak untuk belajar dengan

melihat contoh-contoh tujuan-tujuan yang jelas dan spesifik dari seorang

tokoh dan kemudian subjek dipersilahkan untuk membuat langkah-

langkah spesifik terkait dengan tujuan-tujuan dari tokoh tersebut supaya

tujuannya tersebut dapat tercapai. Sesi ini bertujuan agar para subjek dapat

membuat tujuan yang spesifik beserta langkah-langkah yang spesifik

untuk meraih tujuannya. Metode yang digunakan dalam sesi ini adalah

ceramah dan pemberian tugas.

Sesi keempat pada pelatihan ini adalah sesi “Challenge”. Sesi ini

disusun berdasarkan komponen challenge (tantangan). Sedangkan

kegiatan dalam sesi ini disusun berdasarkan modul pelatihan goal setting

Ruspita (2012) dalam penelitiannya yang dimodifikasi oleh peneliti.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

34

Kegiatan dalam sesi ini meliputi Sesi ini berisi kegiatan game lempar bola

impian, yang kemudian dilanjutkan dengan debrief, dan diakhiri dengan

pengisian lembar kerja challenge. Subjek diajak untuk belajar menentukan

tingkat tantangan tujuannya sesuai dengan kemampuannya melalui

permainan lempar bola impian. Subjek dipersilahkan untuk menentukan

sendiri dahulu target jarak lempar bolanya mulai dari yang terdekat hingga

yang terjauh. Setelah masing-masing subjek mengetahui batas

kemampuannya terkait tantangan tujuan yang ada, kemudian trainer

memberikan debrief singkat dengan mengajarkan penentuan tujuan yang

menantang yaitu tujuan yang sulit namun realistis lalu mempersilahkahkan

subjek untuk melakukan praktik game pelemparan bola impian. Sesi ini

bertujuan agar subjek dapat menentukan tujuannya secara realistis yaitu

memiliki tantangan yang sulit namun masih dapat diraih dengan tujuan

agar subjek terus termotivasi untuk mengejar tujuannya dan dapat

memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya secara optimal terutama

dalam bidang pendidikannya. Metode yang digunakan dalam sesi ini

adalah game, diskusi, dan pemberian tugas.

Sesi kelima pada pelatihan ini adalah sesi “Show Your

Commitment”. Sesi ini disusun berdasarkan komponen commitment

(komitmen). Sedangkan kegiatan dalam sesi ini disusun berdasarkan

modul pelatihan goal setting oleh Lutfianawati, Nugraha, dan Rachmahana

(2014) dalam penelitiannya yang dimodifikasi oleh peneliti. Kegiatan

dalam sesi ini meliputi permainan game menara kartu, debrief game oleh

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

35

trainer, dan pengisian lembar kerja komitmen oleh subjek. Subjek diajak

untuk mengasah komitmennya dengan cara membangun menara setinggi

mungkin dan sekokoh mungkin. Apabila menaranya jatuh, maka subjek

diminta untuk membangunnya lagi hingga batas akhir waktu yang

ditentukan. Subjek harus membangun menaranya meskipun jatuh

berulang-ulang. Sesi ini bertujuan untuk mengoptimalkan komitmen yang

ada pada diri subjek, memberikan pengalaman terhadap subjek dalam

menjaga komitmen, memberikan gambaran arti penting komitmen untuk

keberhasilan pencapaian tujuan. Metode yang digunakan dalam sesi ini

adalah game, diskusi, dan pemberian tugas.

Sesi terakhir pelatihan pada hari pertama adalah sesi penutup. Pada

sesi ini trainer mempersilahkan subjek untuk memberikan kesimpulan

materi yang telah didapatkan. Subjek yang dapat memberikan kesimpulan

mendapatkan poin dari trainer yang dapat ditukarkan pada hari kedua

pelatihan. Sesi ini bertujuan untuk memastikan bahwa subjek benar-benar

memahami materi yang sudah diberikan dan untuk memberikan tugas

rumah bagi para subjek. Metode yang digunakan dalam sesi ini adalah

mengulang dan pemberian tugas.

b. Hari Kedua

Sesi pertama pada pelatihan di hari kedua adalah sesi pembukaan.

Sesi ini berisi ice breaking, flashback materi hari pertama, dan penjelasan

kegiatan pelatihan di hari kedua oleh traine, serta pembagian snack. Sesi

ini bertujuan untuk menjaga ingatan subjek mengenai materi yang telah

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

36

diberikan pada pertemuan pertama, menciptakan suasana pelatihan yang

positif dan supaya subjek mengetahui kegiatan apa yang akan dilakukan

pada pelatihan pertemuan kedua.. Metode yang digunakan dalam sesi ini

adalah metode ceramah dan mengulang, dan game.

Sesi kedua adalah sesi “Aku bisa Menyelesaikanmu”. Sesi ini

disusun beradasarkan komponen task complexity (kerumitan tugas).

Sedangkan kegiatan dalam sesi ini disusun berdasarkan modul pelatihan

goal setting oleh Ruspita (2012) dalam penelitiannya yang dimodifikasi

oleh peneliti. Kegiatan dalam sesi ini meliputi game menyusun puzzle,

debrief game yang dilakukan oleh trainer, dan pengisian lembar kerja

kerumitan tugas. Subjek diminta untuk menyusun rangkaian puzzle yang

ada mulai dari yang sederhana hingga yang rumit. Subjek dipersilahkan

untuk memilih rangkaian puzzle yang akan diselesaikannya dalam kurun

waktu yang sudah ditetapkan trainer. Jika subjek tidak dapat

menyelesaikannya maka subjek tidak akan mendapatkan poin. Poin dapat

diakumulasikan sesuai dengan jumlah rangkaian puzzle yang berhasi

diselesaikan, semakin rumit puzzle tersebut, maka semakin tinggi poin

yang didapatkan. Sesi ini bertujuan untuk melatih subjek agar dapat

membuat langkah-langkah pencapaian tujuan sesederhana mungkin

sehingga langkah-langkah pencapaiannya dapat mudah dipahami dan

dimengerti. Metode yang digunakan dalam sesi ini adalah game, ceramah,

dan pemberian tugas.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

37

Sesi ketiga dari pelatihan ini adalah sesi “Aku Butuh Penilaianmu”.

Sesi ini disusun berdasarkan komponen feedback (umpan balik).

Sedangkan kegiatan dalam sesi ini disusun berdasarkan modul pelatihan

goal setting oleh Ruspita (2012) dalam penelitiannya yang dimodifikasi

oleh peneliti. Kegiatan dalam sesi ini meliputi pemutaran video, debrief

video oleh trainer, dan pengisian lembar kerja umpan balik, pengambilan

kertas harapan, serta pembahasan kertas harapan. Subjek diberikan video

mengenai umpan balik dan kemudian trainer memaparkan nilai-nilai yang

terkandung dalam video tersebut mengenai pentingnya memberikan,

mendengarkan, dan menerima umpan balik. Kemudian subjek

mengaplikasikan informasi yang didapat dari trainer tersebut ke dalam

pengisian lembar kerja umpan balik yang sudah disediakan supaya subjek

betul-betul memahami dan dapat mengerti kegunaan umpan balik dalam

hidupnya. Sesi ini bertujuan untuk melatih subjek agar mampu

memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri terkait usaha-usaha yang

ditempuhnya untuk meraih tujuan, menekankan kepada subjek untuk

meminta umpan balik dari orang lain terkait dengan langkah-langkah

usahanya untuk meraih tujuan dan mengajarkan kepada subjek untuk

menerima serta memanfaatkan umpan balik yang sudah didapatkan.

Metode yang digunakan dalam sesi ini adalah ceramah, pemberian tugas,

dan audiovisual.

Sesi keempat dari pelatihan ini adalah sesi “EVALUASI!”. Sesi ini

berisi kegiatan senam sukses yang akan dipimpin oleh fasilitator,

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

38

dilanjutkan dengan pengisian lembar kerja evaluasi. Lembar evaluasi ini

adalah lembar yang berisi materi lima komponen-komponen utama

penyusun pelatihan goal setting. Sesi ini bertujuan untuk melatih subjek

untuk membuat tujuan berdasarkan materi yang sudah dipelajari dan

memperteguh para subjek mengenai apa yang sudah subjek tuliskan di

lembar kerja pelatihan.

Sesi kelima adalah sesi “Penutup”. Sesi ini berisi kegiatan

merangkum materi sepanjang dua kali pertemuan, pengisian skala

motivasi belajar sebagai post test-nya dilanjutkan dengan pembagian

hadiah. Tujuan sesi ini adalah untuk memastikan subjek mengingat materi

yang sudah diberikan sebanyak dua kali pertemuan dan memberikan

apresiasi kepada para subjek berdasarkan poin yang sudah didapatkan.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

39

Berikut adalah bagan alur hubungan komponen teoritis dengan kegiatan

dalam pelatihan goal setting.

Komponen Goal Setting Sesi dalam Pelatihan

Alur Hubungan Komponen Goal Setting dengan sesi dalam pelatihan goal setting.

Clarity

(Kejelasan)

Tujuanku Jelas

dan Spesifik

Challenge

(Tantangan)

Feedback

(Umpan Balik)

Task Complexity

(Kerumitan

Tugas)

Commitment

(Komitmen)

Challenge

Show Your

Commitment

Aku bisa

menyelesaikanmu

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan satu fondasi yang penting bagi kemajuan suatu

bangsa dan kesejahteraan masyarakatnya. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun

2003 pasal 1 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.

Proses belajar dan mengajar merupakan dua komponen yang ada di

dalam pendidikan. Belajar menurut Syah (2013) adalah tahapan perubahan

seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan

interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sedangkan

mengajar menurut Arifin (Syah, 2013) adalah suatu rangkaian kegiatan

penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapi,

menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran itu.

Proses belajar mengajar pada akhirnya akan menghasilkan prestasi.

Pelajar yang memiliki prestasi baik adalah harapan bagi semua orangtua, guru dan

masyarakat sebab dengan memiliki prestasi yang baik harapannya para pelajar

sebagai generasi penerus bangsa dapat memiliki masa depan yang lebih sejahtera,

Aku butuh

penilaianmu

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan satu fondasi yang penting bagi kemajuan suatu

bangsa dan kesejahteraan masyarakatnya. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun

2003 pasal 1 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.

Proses belajar dan mengajar merupakan dua komponen yang ada di

dalam pendidikan. Belajar menurut Syah (2013) adalah tahapan perubahan

seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan

interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sedangkan

mengajar menurut Arifin (Syah, 2013) adalah suatu rangkaian kegiatan

penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapi,

menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran itu.

Proses belajar mengajar pada akhirnya akan menghasilkan prestasi.

Pelajar yang memiliki prestasi baik adalah harapan bagi semua orangtua, guru dan

masyarakat sebab dengan memiliki prestasi yang baik harapannya para pelajar

sebagai generasi penerus bangsa dapat memiliki masa depan yang lebih sejahtera,

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

40

C. Pengaruh Pelatihan Goal setting Untuk Meningkatkan Motivasi

Belajar Siswa

Setiap siswa yang menjalani pendidikan formal tidak akan terlepas

dari kegiatan belajar. Oleh karena itu setiap siswa diharapkan dapat

bersemangat, tekun, dan rajin dalam melaksanakan kegiatan belajarnya.

Semangat, ketekunan, maupun perilaku rajin belajar ini hanya dapat

muncul ketika seorang siswa memiliki motivasi belajar. Namun demikian,

tidak semua siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi. Motivasi belajar

yang tinggi ini dapat dilihat berdasarkan indikator-indikatornya yaitu :

adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan

untuk belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan, adanya

penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar,

dan adanya lingkungan belajar yang kondusif (Uno, 2016). Siswa yang

memiliki motivasi belajar rendah tidak memenuhi indikator-indikator

tersebut.

Menurut Sardiman (2014) motivasi belajar adalah keseluruhan

daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin

kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan

tujuan dapat tercapai. Prawira (2014) juga mengatakan bahwa motivasi

belajar adalah segala sesuatu yang ditujukan untuk mendorong atau

memberikan semangat kepada seseorang yang melakukan kegiatan belajar

agar menjadi lebih giat lagi dalam belajarnya untuk memperoleh prestasi

yang lebih baik lagi. Indikator yang paling menggambarkan keadaan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

41

motivasi belajar siswa adalah indikator harapan dan cita-cita masa depan.

Menurut Mc.Donal (Sardiman, 2014) adanya cita-cita atau tujuan di dalam

diri siswa merupakan perangsang munculnya motivasi belajar dalam diri

siswa.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melatih siswa agar

dapat menetapkan harapan dan cita-cita atau tujuannya adalah melalui

pelatihan goal setting sebab di dalam pelatihan goal setting seorang siswa

akan diajarkan suatu kemampuan untuk merancang atau menetapkan suatu

tujuan dengan baik agar tujuannya dapat dicapai (Weinberg dalam Rahayu

& Mulyana, 2015).

Senada dengan pemaparan di atas bahwa pelatihan goal setting

juga bermanfaat untuk mengarahkan perhatian, mengarahkan usaha,

meningkatkan ketekunan dan berguna untuk meningkatkan motivasi

(Locke, dkk., 1981). Siswa yang dapat membuat tujuannya dengan baik

akan lebih termotivasi untuk meraih tujuannya karena suatu tujuan yang

baik (realistis) adalah motivator yang penting bagi diri siswa untuk meraih

tujuannya (Bandura, 1977).

Bertolak dari penyebutan tujuan sebagai motivator yang penting

bagi diri siswa nampaknya sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Morisano, dkk. (2010) pada 85 siswa yang mengalami kesulitan akademis.

Para siswa yang mengalami kesulitan akademis menunjukkan bahwa

setelah diberikan intervensi goal setting, siswa menunjukkan peningkatan

dalam prestasi akademis dan motivasi belajarnya. Adapun penelitian yang

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

42

dilakukan oleh Lutfianawati, Nugraha dan Rachmahana (2014)

menunjukkan bahwa pelatihan goal setting dapat meningkatkan motivasi

belajar bahasa inggris pada siswa kelas XII SMK “X” yang didapatkan

dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif.

Adanya penentuan tujuan (goal setting) yang dilatihkan melalui

pelatihan goal setting nampaknya menjadi hal yang sangat penting bagi

diri para siswa untuk meningkatkan motivasi belajarnya. Melalui

penelitiannya, Kativasalampi dkk. (dalam Lutfianawati, Nugraha &

Rachmahana, 2014) menunjukkan bahwa siswa yang memiliki tujuan yang

jelas terhadap pendidikannya cenderung mempunyai minat terhadap

sekolah dan memiliki motivasi belajar yang tinggi sedangkan siswa yang

tidak memiliki tujuan yang jelas terhadap pendidikannya cenderung tidak

mempunyai minat terhadap sekolah dan memiliki motivasi belajar yang

rendah. Penemuan ini diperkuat lagi berdasarkan penelitian Kauffman dan

Husman (2004) yang menemukan adanya pengaruh secara positif antara

persepsi murid tentang bagaimana mereka menetapkan tujuan belajar

untuk masa depan dengan motivasi belajar.

Berdasarkan penelitian-penelitian mengenai pengaruh pelatihan

goal setting terhadap motivasi belajar yang telah dilakukan oleh beberapa

peneliti di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan goal setting memiliki

pengaruh positif untuk meningkatkan motivasi belajar. Maka dari itu,

berdasarkan penelitian-penelitian di atas dan indikator terkuat yang

muncul, peneliti memutuskan untuk menggunakan intervensi dalam

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

43

bentuk pelatihan goal setting untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.

Pelatihan goal setting untuk meningkatkan motivasi belajar siswa disusun

berdasarkan teori Locke, dkk. (1981) yang menjelaskan mengenai lima

komponen utama teori goal setting yaitu: clarity (kejelasan), challenge

(tantangan), commitment (komitmen), feedback (umpan balik), dan task

complexity (kerumitan tugas). Lima komponen tersebut dijadikan dasar

untuk menyusun pembuatan modul pelatihan. Di bawah ini dijelaskan

mengenai peran komponen-komponen goal setting tersebut dalam

mempengaruhi motivasi belajar siswa.

Komponen pertama dalam pelatihan goal setting ini adalah clarity

(kejelasan). Kejelasan dalam hal ini adalah kejelasan mengenai suatu

tujuan. Artinya tujuan yang disampaikan harus spesifik. Tujuan yang

spesifik atau jelas secara otomatis akan mengarahkan siswa untuk

menyusun rencana dan strategi yang pantas guna membantu dirinya

meraih tujuannya tersebut (Locke, dkk., 1981). Strategi itu dapat berupa

langkah-langkah yang dibutuhkan untuk meraih tujuannya. Apabila siswa

memiliki langkah-langkah yang jelas maka dapat memudahkan siswa

dalam melakukan usaha-usaha pencapaian tujuan secara efektif dan

terarah, siswa menjadi yakin dan mantap dalam melangkah maupun

berusaha dan hal tersebut secara positif dapat meningkatkan motivasi yang

ada dalam diri seorang siswa untuk terus berjuang meraih tujuannya

(Locke & Latham dalam Smitth & Hitt, 2005. Tujuan yang jelas dan

spesifik juga dapat membantu seorang siswa untuk menemukan sisi yang

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

44

menarik dari aktivitas tugas tersebut (Harackiewicz, Manderlink, &

Sansone, dalam Locke & Latham, 2002). Apabila seorang siswa merasa

tertarik dengan tujuannya, maka akan timbul minat dalam dirinya terhadap

tujuannya tersebut (Syah, 2013). Setelah itu, siswa akan memusatkan

perhatiannya secara lebih mendalam dan berusaha secara intensif sehingga

hal tersebut dapat memunculkan dorongan atau motivasi dalam dirinya

yaitu motivasi belajar untuk meraih tujuannya (Syah, 2013). Menurut

Schunk, dkk. (2012) jika siswa sudah memiliki ketertarikan dan minat

terhadap tujuan belajarnya, hal tersebut akan berdampak positif pada

motivasi dan keefektifan dirinya yang semakin tinggi.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa adanya

tujuan yang jelas dan spesifik akan memudahkan siswa untuk merancang

strategi pencapaian tujuan salah satunya berupa langkah-langkah yang

dibutuhkan untuk meraih tujuannya dan meningkatkan ketertarikan siswa

terhadap suatu tugas serta untuk menemukan sisi yang menarik dari

aktivitas tugas tersebut sehingga motivasi belajar siswa akan meningkat.

Oleh karena itu tujuan harus dengan baik ditentukan dengan batasan yang

jelas dan tepat agar motivasi belajar dapat meningkat.

Locke, dkk. (1981) menemukan sebanyak 99 penelitian dari total

110 penelitian yang ada mengatakan bahwa tujuan yang spesifik dan sulit

membuahkan suatu performa yang lebih baik dibandingkan dengan tujuan

yang sedang, mudah, “do your best”, atau tanpa tujuan sama sekali,

sehingga dapat dikatakan terdapat 90% penelitian yang menunjukkan

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

45

bahwa suatu tujuan yang spesifik dan sulit berpengaruh positif terhadap

usaha seseorang dalam mencapai tujuannya dimana usaha tersebut muncul

karena adanya motivasi di dalam diri siswa yang terangsang karena adanya

tujuan yang spesifik. Berdasarkan pemaparan di atas, maka komponen

clarity diharapkan dapat berguna untuk membantu para siswa untuk

membuat suatu tujuan yang jelas dan spesifik beserta langkah-langkah

pencapaiannya yang jelas dan spesifik sehingga motivasi belajarnya dapat

meningkat.

Komponen yang kedua dalam pelatihan goal setting adalah

Challenge (tantangan). Tujuan yang sulit menghadirkan suatu tantangan

yang dapat membangkitkan dorongan untuk mencapai tujuan dalam diri

siswa, tetapi target ini dalam batas masih dapat dicapai (Davis &

Newstroom, 1989). Terkadang seorang siswa memiliki tujuan belajar yang

terlampau sulit atau terlampau mudah sehingga membuat dirinya tidak

bergairah untuk meraihnya, karena mencapai tujuan yang terlampau sulit

adalah hal yang mustahil untuk diraih, sedangkan untuk mencapai tujuan

yang terlampau mudah tidaklah memerlukan usaha yang berlebih untuk

meraihnya. Tujuan yang paling baik adalah tujuan yang memiliki

tingkatan tantangan yang tinggi dan realistis sehingga dapat

mengoptimalkan potensi dirinya dan meningkatkan motivasi belajarnya.

Maka dari itu, suatu tujuan harus memiliki tantangan yang cukup untuk

memotivasi siswa agar meletakkan usaha lebih untuk menggapai

tujuannya tersebut (Latham & Locke, 1991).

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

46

Siswa yang menentukan tujuannya dengan tingkat tantangan yang

sulit namun realistis dapat memunculkan perasaan bangga dan puas

dibandingkan jika siswa tidak menentukan tujuan atau menentukan tujuan

dengan tingkat tantangan yang mudah (Latham & Locke, 1991). Perasaan

bangga dan puas tersebut muncul karena seorang siswa berpikir bahwa

tujuan yang menantang tersebut akan menghasilkan lebih banyak

keuntungan bagi dirinya dibandingkan ketika siswa tidak menentukan

suatu tujuan sama sekali atau menentukan tujuan yang mudah untuk diraih

(Locke, dkk., 1981). Adanya perasaan bangga dan puas ini tentunya dapat

meningkatkan keyakinan diri bahwa dirinya mampu untuk meraih

tujuannya (Bandura, 1997). Semakin siswa tersebut merasa yakin dapat

meraih tujuannya, maka semakin tinggi pula motivasi belajar yang dimiliki

untuk meraih tujuannya (Pervin & John dalam Bandura, 1977).

Menurut Latham & Locke (1991) terdapat hubungan yang

konsisten antara kesulitan suatu tujuan dengan usaha yang dilakukan

seorang siswa dimana siswa yang memiliki tujuan sulit akan memiliki

motivasi belajar yang lebih tinggi sehingga usaha yang dilakukannya pun

lebih tinggi daripada siswa yang memiliki tujuan mudah, sedang, atau do

your best goal. Penentuan tujuan yang memiliki tingkatan tantangan sulit

disini haruslah bersifat realistis dengan kata lain masih dapat dicapai. Hal

itu dikarenakan ketika sebuah tujuan itu sulit namun masih dapat dicapai,

maka kemungkinan gagal dalam usaha pencapaiannya dapat diminimalisir

sehingga keyakinan para siswa akan tercapainya tujuan tinggi yang pada

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

47

akhirnya membuat siswa termotivasi untuk berusaha dan berjuang meraih

tujuannya tersebut (Kanfer & Gaelick dalam Latham & Locke, 1991).

Komponen challenge ini diharapkan dapat berguna untuk membantu siswa

dalam menentukan tujuannya dengan baik, yaitu tujuan yang memiliki

tingkat tantangan yang tinggi namun masih dapat dicapai sehingga

membuat motivasi belajarnya dapat meningkat.

Komponen ketiga penyusun pelatihan goal setting adalah

commitment (komitmen). Seorang siswa akan menunjukkan komitmen

mereka jika siswa merasa bahwa siswa merupakan bagian dari pencapaian

suatu tujuan. Locke & Latham (Schunk, dkk., 2012) berpendapat bahwa

komitmen dapat menggambarkan seberapa kuat individu melekat pada

tujuan yang dimilikinya, seberapa antusias individu terhadap tujuannya,

dan seberapa teguh individu untuk mencapainya. Jika seorang siswa

memiliki ketertarikan yang tinggi, antusiasme yang tinggi, serta keteguhan

diri dalam pencapaian tujuan maka siswa akan bersemangat untuk meraih

tujuannya. Munculnya semangat ini tentunya akan menjadi sebuah

pendorong bagi para siswa untuk melakukan segala usaha-usaha yang

berkaitan dengan pencapaian tujuannya agar tujuannya tersebut dapat

tercapai (Latham & Locke, 1991). Dorongan-dorongan ini terus meningkat

seiring tingginya komitmen siswa hingga menyebabkan munculnya

motivasi yang ada dalam diri siswa yaitu motivasi belajarnya untuk

berbuat dan berusaha terus menerus guna meraih tujuannya (Sardiman,

2014). Berbeda dengan siswa yang memiliki komtimen yang rendah, siswa

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

48

yang memiliki komitmen rendah tidak akan terdorong untuk melakukan

hal-hal maupun usaha untuk meraih tujuan yang telah ditentukan yang

berarti tidak ada pula kemunculan motivasi belajar dalam dirinya (Latham

& Locke, 1991). Berdasarkan pemaparan mengenai komponen komitmen

tersebut, maka diharapkan para siswa dapat memiliki komitmen yang

tinggi sehingga motivasi belajar siswa pun dapat meningkat untuk meraih

tujuan belajarnya.

Komponen keempat penyusun pelatihan goal setting adalah

feedback (umpan balik). Isi dari umpan balik harus terfokus pada

pengontrolan kemajuan, menyadari rintangan yang ada, usulan dan solusi.

Umpan balik bisa memberikan standar pengukuran yang jelas guna

menuntun para siswa untuk evaluasi diri. Melalui umpan balik, seorang

siswa dapat mengetahui seberapa jauh standar atau patokannya sudah

terpenuhi (Latham & Locke, 1991).

Menurut Schunk dkk. (2012) ketika standar patokannya sudah

terpenuhi, maka akan memunculkan perasaan positif dalam diri siswa.

Perasaan positif tersebut dapat menjadi suatu pendorong terkait dengan

usaha-usaha yang sedang dilakukan dalam pencapaian tujuan (Latham &

Locke, 1991). Seorang siswa yang memiliki perasaan positif setelah

diberikan umpan balik yang tepat tentang usaha pencapaian tujuan akan

mengalami peningkatan pada keefektifan diri, motivasi, dan

keterampilannya (Anderws & Debus dalam Schunk, dkk., 2012). Perasaan

positif tersebut membuat motivasi belajar siswa meningkat yang berguna

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

49

untuk memberikan sumber energi bagi siswa agar dapat menentukan

tujuan perbaikan guna mendapatkan performa yang lebih baik agar tujuan

belajarnya dapat tercapai (Latham & Locke, 1991). Pemberian umpan

balik terkait usaha-usaha pencapaian tujuannya dapat berupa pujian,

pemberian informasi mengenai langkah-langkah pencapaian tujuan, usulan

atau solusi (Schunk, dkk., 2012). Komponen umpan balik diharapkan

dapat membantu para siswa untuk meningkatkan motivasi belajarnya

melalui umpan balik yang diberikan oleh orang lain atau dirinya sendiri.

Komponen kelima adalah task complexity (kerumitan tugas).

Seorang siswa akan lebih baik jika diberikan tugas yang simpel dan jelas

daripada diberikan tugas yang terlalu rumit karena hal ini akan

mempengaruhi usaha siswa untuk mencapai tujuannya (Locke & Latham

dalam Smith & Hitt, 2005). Tujuan-tujuan yang sulit atau menantang

seringkali akan dibarengi dengan adanya kerumitan tugas yang tinggi

(Locke, dkk., 1981). Maka dari itu, untuk membuat siswa terdorong untuk

meraih tujuan-tujuannya, kerumitan tugasnya harus dibuat sesederhana

mungkin dan semudah mungkin untuk dapat dimengerti dan dipahami

(Latham & Locke, 1991). Tugas yang terlampau rumit membuat siswa

menjadi tidak tertarik untuk mengerjakannya sehingga tidak timbul

motivasi belajar yang ada pada dirinya, sedangkan tugas yang sederhana,

mudah dipahami dapat membuat siswa menjadi lebih antusias untuk

mengerjakannya sehingga motivasi belajar dan keefektifan dirinya dalam

belajar meningkat (Schunk, dkk., 2012). Maka dari itu tingkat kerumitan

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

50

suatu tugas akan sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa

dimana tugas yang sederhana dan mudah dipahami dapat membuat siswa

antusias mengerjakannya sehingga motivasi belajarnya dapat meningkat.

Komponen kelima ini diharapkan dapat membantu siswa dalam

menentukan tujuannya dengan tugas-tugas pencapaian yang sederhana dan

mudah dipahami sehingga akan menyebabkan motivasi belajarnya

meningkat.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

pelatihan goal setting berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa.

Harapannya motivasi belajar siswa dapat meningkat dengan adanya

pelatihan goal setting. Adanya pengaruh antara pelatihan goal setting

terhadap motivasi belajar siswa ini didukung oleh pelbagai penelitian yaitu

penelitian yang dilakukan oleh Morisano, dkk. (2010) pada 85 siswa yang

mengalami kesulitan akademis menunjukkan bahwa setelah diberikan

intervensi goal setting, siswa menunjukkan peningkatan dalam prestasi

akademis dan motivasi belajarnya. Kemudian penelitian Lutfianawati,

Nugraha dan Rachmahana (2014) menunjukkan bahwa pelatihan goal

setting dapat meningkatkan motivasi belajar bahasa inggris pada siswa

kelas XII SMK “X” yang didapatkan dengan menggunakan analisis

kualitatif dan kuantitatif. Kesimpulannya, pelatihan goal setting

merupakan sebiuah pelatihan yang secara signifikan dapat meningkatkan

motivasi belajar para siswa.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1129/4/BAB II.pdf · belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada ... penelitian

51

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan

tingkat motivasi belajar pada siswa setelah diberikan pelatihan goal setting

dibandingkan dengan tingkat motivasi belajar pada siswa sebelum

diberikan pelatihan goal setting. Tingkat motivasi belajar siswa setelah

diberikan pelatihan goal setting lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat

motivasi belajar siswa sebelum diberikan pelatihan goal setting.