Upload
lamtram
View
240
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU KONSUMSI
KERANG HIJAU (Perna viridis) YANG TERCEMAR LOGAM TIMBAL (Pb) PADA
MASYARAKAT DI KALI ADEM MUARA ANGKE JAKARTA TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh:
Almen Fercudani
1111101000063
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
i
ii
iii
iv
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN
SKRIPSI, OKTOBER 2015
Nama : Almen Fercudani Nim : 1111101000063
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Kosumsi Kerang Hijau (Perna
viridis) Tercemar Logam Timbal (Pb) pada Masyarakat Kali Adem Muara Angke
Jakarta Tahun 2015
(xi + 138 halaman, 2 diagram, 4 gambar 10 tabel, 16 Lampiran)
ABSTRAK
Timbal (Pb) termasuk kedalam logam berat yang berbahaya bagi kesehatan. Timbal
banyak digunakan untuk keperluan industri dan sering menjadi limbah yang dapat
memasuki wilayah perairan dan mempengaruhi biota yang hidup di dalamnya, salah satunya
adalah kerang hijau. Kerang hijau merupakan makanan laut yang sering dikonsumsi oleh
masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara pengetahuan
dan sikap terhadap perilaku konsumsi kerang hijau. Desain studi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah cross sectional. Sebanyak 150 ibu rumah tangga termasuk kedalam
sampel penelitian ini, yang diambil secara simple random sampling. Sampel kerang hijau
diambil secara composite dari setiap kelompok budidaya kerang hijau yang ada di Kali
Adem Muara Angke Jakarta.. Konsentrasi timbal di dalam kerang hijau diukur
menggunakan Atomic Absorption Spectrometry (AAS).
Terdapat sepuluh sampel (90%) positif mengandung logam timbal, yang berkisar
antara 0,12 – 2,60 mg/kg. Sedangkan untuk rata-rata konsumsi kerang hijau sebesar 11,47
gr/hari, lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata konsumsi kerang nasional yaitu 2
gr/hari. Terdapat 83 (55,3%) responden berpengetahuan rendah dan 80 (53,3%) responden
memiliki sikap negatif terhadap pencemaran logam timbal yang terjadi pada kerang hijau.
Hasil uji bivariat menggunakan chi square menunjukan, terdapat hubungan yang bermakna
antara pengetahuan dengan perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal
dengan nilai p value 0,033 (< 0,05).
Rekomendasi penelitian ini adalah masyarakat diharapkan dapat mengurangi konsumsi
kerang hijau dan meningkatkan pengetahuan tentang pencemaran yang sudah terjadi pada
kerang hijau. Untuk pemerintah daerah DKI Jakarta diharapkan lebih memperhatikan
kualitas perairan dan biota laut yang ada di Teluk Jakarta.
Daftar Bacaan : 51 (1982 – 2014)
Kata Kunci : Timbal (Pb), Kerang Hijau, Pengetahuan Sikap Perilaku, Kali Adem Muara
Angke Jakarta
v
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF
PUBLIC HEALTH
Undergraduate Thesis, October 2015
Name : Almen Fercudani Nim : 1111010100063
A Relationship Between The Knowledge and The Attitudes Toward Consumption
Behavior Of Lead (Pb) Contaminated in Green Mussel (Perna viridis) To Society Of Kali
Adem Muara Angke Jakarta 2015
(xi + 138 page, 2 diagram, 4 picture, 10 table, 16Appendixs)
ABSTRAK
Lead (Pb) is kind of heavy metal that is harmful to health. Lead is widely used for
industrial purposes and it’s waste can affect organism in the water, such as Green mussels.
Recently Green mussels often consumed by people. This study aims to determine the
relationship between knowledge and attitude toward the consumption behavior of lead
contaminated green mussels.
The design of this study was cross-sectional, with 150 housewives as the samples
whose selected randomly. The green mussel sample was taken compositly from each the
group of collecting site in Kali Adem. The concentration of lead (Pb) was measured by
Atomic Absorption Spectrometry (AAS).
Ten samples (90%) were positive contaminated by lead in range between 0,12-2,60
mg/kg. The average of green mussel consumption is 11.47 gr/day, which is higher than the
average national consumption of shellfish (2 gr/day). There were 83 respondents (55.3%)
have a low knowladge and 80 respondents (53.3%) have a negative attitude about lead metal
pollution in Green mussels. The significant association was found between knowledge
toward consumption behavior of lead contaminated green mussel with p value 0.033
(<0.05).
It is recomended to the community to reduce the consumption of green mussels and
increase the knowledge about the pollution on the green mussels. The local government is
expected to pay more attention to water quality and organism who live in Jakarta Bay
waters.
Reading list : 51 (1982 – 2014)
Keyword : Lead (Pb), Green mussel (Perna viridis), Knowledge, attitude, and
Consumption Behavior, Kali Adem.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Hubungan pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Konsumsi Kerang Hijau
(Perna viridis) Tercemar Logam Timbal (Pb) Pada Masyarakat Kali Adem Muara
Angke Jakarta Tahun 2015”. Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat, pada Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah sekaligus Dosen Pembimbing I yang
senantiasa memberikan waktu dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kess. Selaku Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif hidayatullah
Jakarta.
3. Ibu Fase Badriah, SKM, M.Kes, Ph.D. Selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak memberi masukan dan motivasi dalam perbaikan skripsi ini.
vii
4. Ayah dan Ibu serta adik tersayang yang selalu memberikan dukungan, nasihat serta
doa yang selalu dipanjatkan demi kelancaran penyusunan skripsi ini
5. Para dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan dosen-dosen Peminatan
Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan
ilmu yang bermanfaat.
6. Geng Muara Angke (Vella, Lipi, Tanza, Roiz dan Chandra ) yang senantiasa turut
membantu dalam pengambilan sampel.
7. Sahabat-sahabat yang selalu memberikan masukan, motivasi dan hiburan selama
pembuatan skripsi ini.
8. Teman-teman Kesling 2011 (Ibnu, Chandra, Rois, Hari, Betti, Ayu, Niken, PW,
Efri, Feela, Ikoh, Cepol, Ika, Anantika, Ila, Shela, Alifia, Eka, Awaliyah, Ukhfiya,
Rahmatika, dan Ajeng).
Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis menyerahkan segalanya dengan
harapan semoga amal baik yang telah dicurahkan guna membantu penyusunan skripsi
ini mendapat balasan. Aamiin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penulis menerima segala bentuk kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa mendatang.
Ciputat, Oktober 2015
Almen Fercudani
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 2
A. Latar Belakang .................................................................................................. 2
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 12
C. Pertanyaan Penelitian ..................................................................................... 13
D. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 14
E. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 15
F. Ruang Lingkup ............................................................................................... 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 15
A. Pencemaran ..................................................................................................... 15
1. Definisi Pencemaran ....................................................................................... 15
2. Pencemaran Air .............................................................................................. 16
3. Sumber Pencemaran Air ................................................................................. 17
4. Dampak Pencemaran Air ................................................................................ 18
5. Pencemaran di Perairan Muara Angke Jakarta ............................................... 20
B. Timbal (Pb) ..................................................................................................... 21
1. Definisi Timbal ............................................................................................... 21
2. Pencemaran Timbal (Pb) ................................................................................ 22
3. Baku Mutu Timbal (Pb) .................................................................................. 22
4. Toksisitas dan Dampak Kesehatan Timbal (Pb) ............................................ 24
ix
5. Bioakumulasi Timbal (Pb).............................................................................. 26
C. Jalur Pemaparan Zat Kimia ke Manusia ......................................................... 27
1. Jalur Pemaparan Dermal ................................................................................. 28
2. Jalur Pemaparan Inhalasi ................................................................................ 28
3. Jalur Pemaparan Ingesti .................................................................................. 29
D. Pangan ............................................................................................................ 29
1. Definisi ........................................................................................................... 29
2. Penyakit Bawaan Makanan (Food Borne Disease) ........................................ 30
E. Kerang Hijau................................................................................................... 31
1. Taksonomi dan Definisi Kerang Hijau ........................................................... 31
2. Habitat dan Distribusi ..................................................................................... 32
3. Perilaku Makan ............................................................................................... 33
4. Kerang Hijau dan Pencemaran ....................................................................... 34
F. Perilaku ........................................................................................................... 36
1. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku ............................................................. 36
2. Pengetahuan .................................................................................................... 39
3. Sikap ............................................................................................................... 43
G. Gambaran Teluk Jakarta ................................................................................. 45
H. Paradigma Kesehatan Lingkungan ................................................................. 47
I. Kerangka Teori ............................................................................................... 53
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ........................... 55
A. Kerangka Konsep ........................................................................................... 55
B. Definisi Operasional ....................................................................................... 58
C. Hipotesis ......................................................................................................... 59
x
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................................ 60
A. Desain Penelitian ............................................................................................ 60
B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 60
C. Populasi dan Sampel ....................................................................................... 61
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 65
E. Pemeriksaan Laboratorium ............................................................................. 69
F. Pengolahan dan Analisis Data ........................................................................ 74
BAB V HASIL PENELITIAN ....................................................................................... 78
A. Gambaran Tempat Penelitian ......................................................................... 78
1. Gambaran Teluk Jakarta ................................................................................. 78
2. Gambaran Kali Adem Muara Angke Jakarta ................................................. 80
B. Karakteristik Responden................................................................................. 81
1. Usia ................................................................................................................. 81
2. Pendidikan ...................................................................................................... 82
3. Pekerjaan ........................................................................................................ 83
C. Hasil Univariat ................................................................................................ 83
1. Pencemaran Logam Timbal (Pb) di Kerang Hijau ......................................... 84
2. Gambaran Perilaku Konsumsi Kerang Hijau yang Tercemar Logam
Timbal (Pb) ..................................................................................................... 85
3. Gambaran Pengetahuan Responden Terhadap Pencemaran Logam
Timbal (Pb) pada Kerang Hijau...................................................................... 87
4. Gambaran Sikap Responden Terhadap Pencemaran Logam
Timbal (Pb) pada Kerang Hijau...................................................................... 87
D. Hasil Bivariat .................................................................................................. 88
xi
1. Hubungan Antara Pengetahuan dengan Perilaku Konsumsi Kerang Hijau
Tercemar Logam Timbal (Pb) ........................................................................ 89
2. Hubungan Antara Sikap dengan Perilaku Konsumsi Kerang Hijau
Tercemar Logam Timbal (Pb) ........................................................................ 90
BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................................... 92
A. Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 92
B. Analisis Univariat ........................................................................................... 93
1. Pencemaran Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau ..................................... 93
2. Gambaran Perilaku Konsumsi Kerang Hijau yang Tercemar
Logam Timbal (Pb) ...................................................................................... 101
3. Gambaran Pengetahuan Responden Terhadap Pencemaran
Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau ....................................................... 106
4. Gambaran Sikap Responden Terhadap Pencemaran
Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau ...................................................... 109
C. Analisi Bivariat ............................................................................................. 112
1. Hubungan Antara Pengetahuan dan Perilaku Konsumsi Kerang Hijau
Tercemar Logam Timbal (Pb) ...................................................................... 112
2. Hubungan Antara Sikap dan Perilaku Konsumsi Kerang Hijau
Tercemar Logam Timbal (Pb) ...................................................................... 115
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 119
A. Kesimpulan ................................................................................................... 119
B. Saran ............................................................................................................. 120
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 123
LAMPIRAN .................................................................................................................. 129
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Baku Mutu Kadar Logam di Air Laut Untuk Biota Laut ........................... 23
Tabel 2.2 Penelitian Kadar Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau ......................... 35
Tabel 3.1 Definisi Operasional .................................................................................. 58
Tabel 5.1 Usia Responden.......................................................................................... 81
Tabel 5.2 Kadar Logam Timbal (Pb) di Kerang Hijau .............................................. 84
Tabel 5.3 Gambaran Perilaku Konsumsi Responden ................................................. 85
Tabel 5.4 Sumber Kerang Hijau yang Dikonsumsi ................................................... 86
Tabel 5.5 Gambaran Pengetahuan Responden ........................................................... 87
Tabel 5.6 Gambaran Sikap Responden ...................................................................... 88
Tabel 5.7 Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Konsumsi ................... 89
Tabel 5.8 Analisis Hubungan Sikap dengan Perilaku Konsumsi ............................... 90
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 5.1 Pendidikan Responden .......................................................................... 82
Diagram 5.2 Pekerjaan Responden ............................................................................ 83
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerang Hijau .......................................................................................... 31
Gambar 2.2 Teori Simpul ........................................................................................... 48
Gambar 2.3 Kerangka Teori ....................................................................................... 53
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 57
Gambar 5.1 Lokasi Penelitian .................................................................................... 79
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pencemaran logam merupakan suatu proses yang terjadi akibat
perbuatan manusia (antropogenik), masuknya logam diakibatkan oleh limbah
yang berasal dari berbagai kegiatan misalnya pertambangan, aktivitas rumah
tangga, industri, aktivitas pertanian, serta aktivitas transportasi (Connell dan
Miller, 2006). Salah satu logam yang menjadi limbah pencemaran adalah
timbal (Pb). Logam timbal (Pb) merupakan logam berat yang secara alami
terdapat di dalam kerak bumi, namun timbal (Pb) juga bisa berasal dari
kegiatan manusia.
Konsentrasi kadar timbal (Pb) yang berasal dari kegiatan manusia,
jumlahnya 300 kali lebih banyak dibandingkan dengan kadar timbal (Pb) yang
ada di alam. (Widiowati dkk, 2008). Menurut Agency for Toxic Subtances and
Disease Registry (ATSDR) public health assesments and health consultations
terdapat 20 zat kimia paling berbahaya bagi kesehatan, diantaranya adalah
timbal (Pb). Logam timbal (Pb) termasuk kedalam zat kimia paling berbahaya
bagi kesehatan masyarakat. Beberapa efek kesehatan yang dapat ditimbulkan
akibat pajanan timbal (Pb) adalah gangguan sistem saraf, gangguan sistem
peredaran darah, anemia, dan pada paparan tingkat tinggi dapat menyebabkan
kerusakan otak dan ginjal, serta dapat menyebabkan keguguran pada wanita
hamil (ATSDR, 2007).
3
ATSDR menyatakan dengan konsentrasi timbal (Pb) > 10 µg/g di dalam
tulang akan memberikan efek terhadap sistem kardiovaskular dan sistem
saraf, sedangkan dengan konsentrasi timbal (Pb) <10 µg/dL dalam darah akan
menyebabkan tekanan darah meningkat, kerusakan eritrosit yang dapat
menyebabkan anemia. Pada konsentrasi > 40 µg/dL akan menyebabkan
gangguan sistem saraf, gangguan hormon tiroid dan dapat mengurangi
kesuburan. Selain itu penurunan laju filtrasi pada ginjal (kelaianan ginjal)
dapat terjadi pada populasi dengan nilai rata-rata kadar dalam darah sebesar
kurang dari 20 mg/dL (ATSDR, 2007)
Disamping efek kesehatan yang ditimbulkan, logam timbal juga banyak
dimanfaatkan dalam dunia industri dan transportasi. Salah satu pemanfaatan
logam timbal yaitu sebagai bahan bakar dari kapal nelayan dan transportasi
laut. Sehingga tidak menutup kemungkinan logam ini dapat masuk ke perairan
atau muara. Logam yang masuk ke perairan atau muara akan mengalami
persebaran dan proses pengendapan di dalam ekosistem perairan. Hal ini
disebabkan karena letak topografi ekosistem perairan yang umumnya terletak
di bagian bawah, sehingga limbah akan masuk kedalam ekosistem perairan.
Hal tersebut akan berpengaruh kepada daya dukung lingkungan perairan dan
termasuk biota atau makhluk hidup yang hidup di dalamnya (Riani, 2012).
Salah satu perairan yang menerima beban pencemaran logam dari
aktivitas manusia adalah perairan Muara Angke yang ada di Teluk Jakarta.
Hal ini disebabkan karena Teluk Jakarta merupakan tempat bermuaranya 13
sungai dan tempat membuang limbah cair dari kegiatan pemukiman,
4
perkotaan, industri, wisata, dan transportasi laut, sehingga kawasan ini
mengalami tekanan yang sangat tinggi beban pencemarannya (Cordova dkk,
2011).
Hasil penelitian Cordova dkk (2011), diketahui bahwa beban
pencemaran logam berat dari kali angke yang masuk ke perairan Teluk
Jakarta, hasilnya menunjukan logam merkuri memiliki konsentrasi 0,09 ppm
dengan beban pencemarannya perhari sebesar 0,0676 ton/hari, kadmium
memiliki konsentrasi 0,01 ppm dengan beban pencemarannya perhari sebesar
0,0086 ton/hari, kemudian yang paling besar adalah timbal (Pb) yang
memiliki konsentrasi 0,11 ppm dengan beban pencemarannya perhari sebesar
0,0825 ton/hari (Cordova dkk, 2011).
Tingkat pencemaran logam timbal (Pb) pada perairan di Teluk Jakarta
dari tahun 2001-2011 mengalami peningkatan yang signifikan baik pada air
maupun pada sedimen. Pada Tahun 2001 konsentrasi timbal (Pb) di air sebesar
0,013 ppm dan sedimen sebesar 3,164 ppm. Pada tahun 2005 konsentrasi
timbal (Pb) di air meningkat menjadi sebesar 0,015 ppm dan sedimen sebesar
2,244 ppm. Kemudian pada tahun 2009 konsentrasi timbal (Pb) di air
meningkat kembali menjadi 0,043 ppm dan sedimen sebesar 5,942 ppm.
Terakhir pada tahun 2011 konsentrasi timbal (Pb) di air mencapai 0,079 mg/l,
sedimen sebesar 14,193 mg/l dan kerang sebesar 42,463 mg/l (Hutagaol,
2012).
5
Hal ini sejalan dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa kadar
logam berat dalam sedimen di bagian Teluk Jakarta menunjukan kadar yang
tinggi, dengan kadar logam Timbal (Pb) yang berkisar antara Pb = 8,49 - 31,22
ppm. Tingginya kadar logam berat dalam sedimen di bagian barat Teluk
Jakarta, disebabkan oleh aktivitas kapal, banyaknya industri diantaranya PT.
Asahimas Flat Glass, PT. Bogasari Indofood dan dua pabrik cat yaitu PT.
Pasifik Paint dan PT. Nippon Paint (pabrik cat) serta PT.Wirantono Baru
(Rochyatun dan Rozak, 2007).
Sedangkan berdasarkan hasil laporan Kantor Pengkajian Perkotaan dan
Lingkungan Hidup diketahui bahwa Teluk Jakarta pada tahun 2013
diperkirakan menampung limbah pencemaran sekitar 97,82 % atau sebesar
1.632.894,47 m3/tahun yang berasal dari sektor industri, limbah domestik
sekitar 2,17% yakni sebesar 36.229,90 m3/tahun dan limbah pertaian sebesar
0,01% atau sekitar 232,25 m3/tahun. (BLH DKI Jakarta, 2013).
Selanjutnya dari hasil laporan Badan Pengelola Lingkungan Hidup
(BPLH) DKI Jakarta tahun 2013 tentang keadaan kualitas perairan Muara
Angke Teluk Jakarta yang dilakukan dari bulan September-Oktober 2013
menunjukan bahwa kadar logam timbal (Pb) pada air di Muara Angke Jakarta
melebihi baku mutu yang sudah ditetapkan. Pada bulan September konsentrasi
timbal (Pb) sebesar 0,24-0,23 ppm dan 0,20-0,23 ppm pada bulan Oktober,
pengukuran ini dilakukan pada waktu pasang dan surut air laut (BLH DKI
Jakarta, 2013).
6
Salah satu biota yang dapat dijadikan indikator pencemaran logam
timbal (Pb) disuatu perairan adalah kerang hijau (Perna viridis). Hal tersebut
dikarenakan kerang hijau memiliki kemampuan absorbsi logam yang baik jika
dibandingkan dengan kerang dara, kerang bulu dan kerang tahu (Nurjanah
dkk, 1999). Berdasarkan penelitian mengenai kadar timbal (Pb) di dalam
kerang hijau di Teluk Jakarta diketahui bahwa kandungan Timbal (Pb) di
dalam tubuh kerang hijau (Perna viridis L.) mengalami peningkatan dari
tahun 2001 sampai tahun 2012 (Hutagaol, 2012)
Pada tahun 2001 konsentrasi logam timbal (Pb) di kerang yang ada di
Teluk Jakarta, diketahui sebesar 6,496 ppm. Selanjutnya pada tahun 2005
konsentrasi timbal (Pb) meningkat pada kerang menjadi 30,607 ppm. Pada
tahun 2009 konsentrasi timbal (Pb) di kerang juga meningkat dengan
konsentrasi sebesar 42,463 mg/l dan yang terakhir pada tahun 2012
konsentrasi Timbal (Pb) di kerang hijau pada pengukuran di stasiun 1 sebesar
43,023 mg/l, stasiun 2 sebesar 42,981 mg/l, dan stasiun 3 sebesar 41,387 mg/l
(Hutagaol, 2012). Ditambah lagi sifat logam Pb yang cenderung
terakumulatif, yang dapat meningkatkan kadar Pb didalam kerang hijau
dimasa yang akan datang.
Hasil penelitian tersebut berbanding lurus dengan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan UIN
Jakarta. Dalam studi pendahuluan ini mengukur konsentrasi logam timbal
(Pb) pada biota laut, diantaranya kerang hijau, kerang dara, kerang batik, ikan
tongkol, ikan kembung, ikan pindang dan ikan peda yang berasal dari pasar
7
ikan Muara Angke Jakarta. Didapatkan hasil kadar timbal (Pb) sebagai berikut
: 1,028 mg/kg pada kerang hijau, 0,693 mg/kg pada kerang dara dan batik,
ikan tongkol sebesar 0,526 mg/kg, ikan kembung sebesar 0,442 mg/kg, ikan
pindang sebesar 0,693 mg/kg dan yang terakhir pada ikan peda yaitu sebesar
0,526 mg/kg. Sehingga dapat di katakan bahwa kerang hijau merupakan
kerang dengan konsentrasi logam timbal tertinggi jika dibandingkan dengan
kerang dari jenis lain dan biota laut lainnya yaitu 1,028 mg/kg.
Tingginya kadar logam timbal (Pb) pada kerang hijau tentu saja dapat
mengganggu kondisi kesehatan masyarakat yang gemar mengonsumsi kerang
hijau sebagai makanan sehari-hari mereka, terutama apabila kerang yang
mereka konsumsi telah melewati batas maksimum kadar timah hitam (Pb)
yang diperbolehkan dalam suatu pangan.
Menurut hasil survey yang dilakukan oleh Susenas, di Indonesia kerang
hijau merupakan salah satu jenis makanan laut yang digemari masyarakat. Hal
ini dikarenakan harga kerang hijau cukup murah jika dibandingkan dengan
jenis makanan laut lainnya. Rata-rata konsumsi kerang hijau di Indonesia
sebesar 0,002 kg/minggu per orang (Susenas, 2014).
Kali Adem Muara Angke merupakan salah satu daerah yang berada di
tepi Teluk Jakarta. Perkampungan ini dihuni oleh beberapa kelompok
masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, termasuk nelayan
kerang hijau atau pembudidaya kerang hijau. Sehingga mayoritas mata
pencaharian penduduk disana adalah budidaya kerang hijau, pengolahan
kerang hijau, pengupasan kerang hijau sampai kepada penjualan kerang hijau.
8
Oleh karena itu, dapat dikatakan masyarakat yang tinggal di Kali Adem Muara
Angke sebagian besar memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan kerang
hijau.
Hal ini didukung oleh pernyataan Susiyeti (2010) bahwa masyarakat di
sana merupakan high fish consumption yaitu masyarakat yang lebih tinggi
tingkat konsumsi hasil laut jika dibandingkan dengan masyarakat yang tidak
tinggal di dekat perairan Teluk Jakarta (Susiyeti, 2010). Oleh karena itu,
masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta memiliki potensi yang besar
mengalami gangguan kesehatan akibat dari mengonsumsi kerang hijau
ataupun biota laut lain yang telah tercemar logam timbal (Pb).
Berdasarkan data hasil pemeriksaan keluhan gangguan kesehatan pada
masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta didapatkan sebagai berikut.
Sebanyak 22,4 % masyarakat Kali Adem memiliki keluhan darah tinggi atau
hipertensi, 20,3 % masyarakat memiliki keluhan diare, 68% masyarakat
memiliki keluhan nyeri sendi, sebesar 20,7 % masyarakat memiliki keluhan
pada fungsi ginjal mereka. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui efek
kesehatan yang ditimbulkan akibat pajanan logam timbal (Pb) pada
masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta melalui perilaku konsumsi
kerang hijau atau biota lain yang telah tercemar oleh logam timbal (Pb).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rumanta menyatakan bahwa kadar
logam timbal (Pb) dalam darah masyarakat di Kampung Nelayan Muara
Angke Jakarta dalam konsentrasi yang tinggi, hasil penelitian ini menyatakan
terdapat hubungan yang positif antara konsumsi hasil laut yang tercemar
9
logam timbal dengan kandungan timbal (Pb) dalam darah pada masyarakat
Kampung Nelayan Muara Angke Jakarta. sementara itu dari hasil uji korelasi
antara kandungan logam timbal dalam darah dengan jenis atau gejala penyakit
yang diderita oleh masyarakat Kampung Nelayan Muara Angke Jakarta
menunjukan hasil sebegai berikut ; terdapat hubungan korelasi yang positif
antara kadar logam timbal dalam darah dengan kejadian penyakit hipertensi
dengan nilai r = 0,299, pada penyakit anemia terdapat hubungan yang lemah
dengan nilai r = 0,091. Sedangkan tidak ditemukan hubungan antara kadar
logam timbal dalam darah dengan penyakit tremor dan gangguan sendi
(Rumanta, 2005).
Dari hasil penelitian Rumanta dapat dilihat jika kandungan logam
timbal pada kerang hijau pada tahun 2005 berkisar antara ± 0,588 µg/g,
sedangkan kandungan logam timbal dalam air laut pada penelitian ini berkisar
0,160 µg/ml pada musim barat dan 0,227 µg/ml pada musim timur. Jika
dikaitkan dengan sifat akumulasi logam, maka dapat dikatakan bahwa pada
tahun-tahun selanjutnya potensi terjadinya gangguan kesehatan (seperti
hipertensi, anemia, gangguan saraf dan lain-lain) akan meningkat seiring
dengan meningkatnya kadar logam timbal pada kerang hijau dan ekosistem
perairan.
Sedangkan dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap beberapa
pekerja dan masyarakat yang tinggal di sekitar tempat budidaya atau
pengolahan kerang hijau yang ada di Kali Adem, diketahui bahwa dari 5
pekerja yang diwawancarai, 3 pekerja (60%) mengatakan sering membawa
10
pulang kerang hijau untuk digunakan sebagai lauk makan dirumah. Kemudian
2 pekerja lainnya mengatakan kadang-kadang suka membawa kerang hijau
tersebut untuk dikonsumsi di rumah. Sedangkan 4 dari 5 masyarakat (80%)
yang diwawancarai mengaku mendapatkan atau membeli kerang hijau yang
berasal dari tempat budidaya kerang hijau tersebut. Sehingga dapat dikatakan
bahwa frekuensi konsumsi masyarakat di sekitar budidaya kerang hijau yang
ada di muara angke cukup tinggi, hal ini sejalan dengan teori Green yang
menyatakan kedekatan akses atau fasilitas mendukung seseorang dalam
berperilaku.
Jika di kaitkan dengan teori L. Green ada beberapa faktor yang
mempengaruhi seseorang dalam berperilaku, diantaranya adalah faktor
predisposisi (pengetahuan, sikap, dan keyakinan), faktor enabling (sarana dan
fasilitas) dan faktor reinforcing (tokoh masyarakat dan keluarga).
Dari hasil penelitian tentang pengetahuan dan sikap terhadap perilaku
konsumsi makanan, terdapat hubungan yang bermakna diantara keduanya.
Dibuktikan dengan hasil penelitian sebelumnya didapatkan adanya hubungan
yang bermakna antara pengetahuan dengan konsumsi serat dengan nilai p =
0,0287 (Tarigan, 2012). Hasil penelitian lainnya menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara sikap dengan pola makan dengan nilai p
value = 0,001 (Suci, 2011). Sedangkan menurut Wandasari (2014),
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan
perilaku konsumsi di dalam keluarga dengan nilai p < 0,05 dan nilai r sebesar
0,849 yang berarti memiliki hubungan sangat kuat.
11
Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat yaitu ketua
kelompok masyarakat yang tinggal di Kali Adem Muara Angke Jakarta,
diketahui bahwa rata-rata masyarakat di Kali Adem memiliki pendidikan
rendah. Hal tersebut berkaitan juga dengan status ekonomi masyarakat sekitar
yang masih rendah. Jadi, dapat diasumsikan bahwa pendidikan yang rendah
akan berpengaruh kepada tingkat pengetahuan masyarakat di Kali Adem yang
masih rendah.
Berdasarkan uraian yang sudah disebutkan dapat disimpulkan bahwa
kondisi lingkungan perairan disekitar Muara Angke dan kondisi biota laut
yang hidup di perairan tersebut dalam kondisi yang buruk, yang disebabkan
oleh kasus pencemaran. Sementara perilaku konsumsi masyarakat sekitar Kali
Adem berdasarkan hasil wawancara dapat dikatakan memiliki frekuensi
konsumsi kerang hijau yang sering dan masyarakat di Kali Adem juga
memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian terkait Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Konsumsi
Kerang Hijau (Perna Viridis) Yang Tercemar Logam Timbal (Pb) Pada
Masyarakat Di Kaliadem Muara Angke Jakarta Tahun 2015. Agar dapat
diketahui sejauh mana pengetahuan dan sikap masyarakat berkontribusi
terhadap perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal tersebut.
12
B. Rumusan Masalah
Kaliadem Muara Angke Jakarta merupakan salah satu tempat budidaya
kerang hijau yang menyediakan kerang hijau sebagai bahan konsumsi. Kerang
hijau termasuk salah satu organisme yang ada di dalam rantai makanan, dan
manusia termasuk organisme tingkat atas yang mengonsumsi kerang hijau,
maka dapat dikatakan pencemaran oleh logam timbal (Pb) yang terjadi pada
kerang hijau akan terakumulasi pada manusia. Dari hasil studi pendahuluan
pengukuran kadar timbal (Pb) pada kerang hijau yang berasal dari Kali Adem
Muara Angke Jakarta didapatkan hasil kadar timbal (Pb) sebesar 0,1028 ppm,
kadar logam timbal pada kerang hijau memiliki kadar yang paling tinggi jika
dibandingkan pada jenis kerang lain.
Berdasarkan uraian di latar belakang, diketahui bahwa masyarakat di
Kali Adem memiliki perilaku konsumsi kerang hijau yang tinggi, sehingga
apabila di biarkan dalam jangka waktu yang lama akan berdampak kepada
kesehatan. Selain itu, masyarakat Kali Adem masih memiliki tingkat
pendidikan yang rendah sehingga menyebabkan masyarakat belum
mengetahui dampak yang akan terjadi bila mengonsumsi kerang hijau yang
tercemar oleh logam timbal (Pb). Maka dari itu perlu dilakukan penelitian
terkait Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Konsumsi Kerang
Hijau (Perna Viridis) Yang Tercemar Logam Timbal (Pb) Pada
Masyarakat Di Kaliadem Muara Angke Jakarta Tahun 2015.
13
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana konsentrasi logam timbal (Pb) pada kerang hijau (Perna
viridis) di tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke
Jakarta?
2. Bagaimana perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal
(Pb) pada masyarakat sekitar tempat budidaya kerang hijau Kali Adem
Muara Angke Jakarta?
3. Bagaimana pengetahuan masyarakat sekitar tempat budidaya kerang
hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta tentang pencemaran oleh logam
timbal (Pb) pada kerang hijau?
4. Bagaimana sikap masyarakat sekitar tempat budidaya kerang hijau Kali
Adem Muara Angke Jakarta tentang pencemaran oleh logam timbal (Pb)
pada kerang hijau?
5. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku
konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat
sekitar tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta?
6. Apakah terdapat hubungan antara sikap dengan perilaku konsumsi
kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat sekitar tempat
budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta?
14
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap perilaku
konsumsi kerang hijau (Perna viridis) yang tercemar logam timbal (Pb) pada
masyarakat di Kali Adem Muara Angke Jakarta pada tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya kadar timbal (Pb) di dalam kerang hijau (Perna viridis) di
tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta.
b. Diketahuinya perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam
timbal (Pb) pada masyarakat sekitar tempat budidaya kerang hijau Kali
Adem Muara Angke Jakarta.
c. Diketahuinya pengetahuan masyarakat sekitar tempat budidaya kerang
hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta tentang pencemaran oleh logam
timbal (Pb) pada kerang hijau.
d. Diketahuinya sikap masyarakat sekitar tempat budidaya kerang hijau
Kali Adem Muara Angke Jakarta tentang pencemaran oleh logam timbal
(Pb) pada kerang hijau.
e. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dengan perilaku konsumsi
kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat sekitar tempat
budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta.
15
f. Diketahuinya hubungan antara sikap dengan perilaku konsumsi kerang
hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat sekitar tempat
budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat untuk terus meningkatkan
pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan dapat menjadi informasi
mengenai keamanan pangan.
2. Bagi Pemerintah
Sebagai masukan bagi instansi terkait yaitu BLHD, BPOM, Kementrian
Perikanan dan Kelautan mengenai pencemaran yang terjadi pada kerang hijau
dan juga merupakan bioindikator terhadap pencemaran pada perairan di
sekitar Muara Angke Jakarta. Selain itu untuk acuan untuk memperketat laju
cemaran yang terjadi pada perairan di sekitar Muara Angke Jakarta dan dapat
mengambil kebijakan pencegahan.
3. Bagi Civitas Akademika
Sebagai tambahan bahan pembelajaran, informasi serta pengaplikasian
dari ilmu-ilmu yang didapat saat perkuliahan, sehingga dapat diintegrasikan ke
dalam dunia nyata agar menjadi dasar dalam mengambil tindakan pencegahan
yang membantu masyarakat.
16
4. Manfaat Bagi Peneliti
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan hasil penelitian dapat
berkontribusi terhadap pengawasan laju pencemaran logam timbal (Pb) pada
kerang hijau yang ada di daerah budidaya kerang hijau Muara Angke Jakarta
Selatan tahun 2015. Selain itu diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini
dapat menambah pengetahuan dan keterampilan peneliti dalam
mengaplikasikan ilmu yang selama ini telah didapat selama masa perkuliahan.
F. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa program studi kesehatan
masyarakat peminatan kesehatan lingkungan yang bertujuan untuk menguji
hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap konsumsi kerang hijau
(perna viridis) yang tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat di Kali
Adem Muara Angke Jakarta tahun 2015.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni tahun 2015,
dilakukan di daerah budidaya kerang hijau yang ada di Kali Adem Muara
Angke Jakarta. Sasaran penelitian adalah masyarakat yang tinggal disekitar
tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif analitik, dengan
pendekatan cross sectional. Pengukuran pengetahuan, sikap dan perilaku
konsumsi kerang hijau menggunakan metode survey melalui wawancara
dengan menggunakan instrument kuesioner. Sedangkan pengukuran kadar Pb
didalam kerang hijau menggunakan Atomic Absorption Spectrometry (AAS)
17
dengan metode destruksi basah. Populasi penelitian ini adalah kerang hijau
yang ada di budidaya kerang hijau Muara Angke Jakarta, dan masyarakat
sekitar budidaya kerang hijau di Kaliadem Muara Angke Jakarta. Jumlah
sampel masyarakat pada penelitian ini ialah sebesar 150 responden sedangkan
sampel kerang berasal dari kerang yang diambil secara acak di semua
kelompok budidaya yang ada di Kali Adem Muara Angke Jakarta.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pencemaran
1. Definisi Pencemaran
Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas lingkungan. Menurut undang-undang RI No. 23 tahun
1997 tentang pengolahan lingkungan hidup pasal 1 ayat 12 menyatakan bahwa
“pencemaran adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat energi
dan atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh manusia. Sehingga
kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan
hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya” (UU No. 23, 1997).
Makhluk hidup, zat atau energi yang dimasukan ke dalam lingkungan
hidup tersebut biasanya merupakan sisa suatu usaha dan atau kegiatan
manusia. Sisa usaha dan atau kegiatan manusia disebut dengan limbah, karena
itu dapat dikatakan bahwa salah satu penyebab pencemaran lingkungan adalah
sebagai akibat dari adanya limbah yang dibuang ke dalam lingkungan
sehingga pada akhirnya daya dukung lingkungan terlampaui. Selain itu
pencemaran lingkungan tersebut merupakan sumber penyebab terjadinya
gangguan kesehatan pada masyarakat (Sumantri, 2010).
16
2. Pencemaran Air
Pencemaran air menurut Peraturan Menteri kesehatan RI No.
173/MENKES/VII/77 adalah suatu peristiwa masuknya zat kedalam air yang
mengakibatkan kualitas air tersebut menurun. Sehingga dapat mengganggu
atau membahayakan kesehatan masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah RI
no. 20 tahun 1990 mendefinisikan pencemaran air merupakan masuknya atau
dimasukannya mahkluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam
air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu
yang membahayakan dan pada akhirnya mengakibatkan air tidak berfungsi
lagi sesuai dengan peruntukannya.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
pencemaran air merupakan kondisi penurunan kualitas air akibat zat tertentu
yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya dan
dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, penting
masyarakat mengetahui apakah air yang berada disekitar mereka dalam
kondisi baik atau sudah tercemar oleh berbagai macam zat yang berasal dari
antropogenik.
Dengan semakin meningkatnya perkembangan industri, baik industri
migas, pertanian, pertambangan, otomotif, tekstil dan lainnya, maka akan
semakin meningkat pengcemaran pada perairan yang disebabkan oleh
buangan limbah industri (Fardiaz, 1992)
17
3. Sumber Pencemaran Air
Pencemaran air dapat terjadi oleh beberapa sumber pencemar yang
masuk ke air. Beberapa sumber pencemar tersebut masuk kedalam air akibat
perbuatan manusia. Berikut ini merupakan sumber pencemar yang dibedakan
menjadi (Mukono, 2000) ;
a. Limbah Domestik (rumah tangga)
Limbah yang berasal dari pembuangan air kotor dari kamar mandi,
kakus, mencuci, dapur dan keperluan rumah tangga lainnya.
b. Industri
Jenis polutan yang dihasilkan oleh industri sangat tergantung kepada
jenis industri tersebut, sehingga polutan yang mencemari air tergantung
kepada bahan baku, proses industri, bahan bakar dan sistem pengolahan
limbah cair yang digunakan oleh industri tersebut. Secara umum jenis polutan
dikelompokan menjadi limbah fisik, kimia, biologi dan radioaktif.
c. Pertanian dan Perkebunan
Polutan air dari sektor pertanian atau perkebunan dapat berupa, zat
kimia yang meliputi penggunaan pupuk dan pestisida. Mikrobiologi misalnya
virus, bakteri atau parasit yang berasal dari kotoran ternak. Terakhir dapat
berupa radioaktif, sebagai contohnya penggunaan radioaktif yang dipakai
dalam proses pematangan buah, untuk mendapatkan bibit unggul dan
mempercepat pertumbuhan serta masa panen.
18
4. Dampak Pencemaran Air
Pada dasarnya pencemaran air merupakan suatu kondisi yang
merugikan dan dapat menimbulkan banyak dampak bagi kesehatan
masyarakat. Berikut ini akan di paparkan dampak yang di timbulkan oleh
pencemaran air, diantaranya adalah (Mukono, 2000) :
a. Dampak yang Disebabkan oleh Mineral atau Logam.
- Cd (Kadmium)
Dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, hati, tulang, pankreas
dan kelenjar gondok.
- Pb (Timbal)
Dapat menyebabkan anemia, gangguan ginjal, penurunan mental
pada anak, gangguan syaraf, kerusakan hati, dan kerusakan susunan
darah.
- Hg (Merkuri)
Sangat beracun, dapat menyebabkan kerusakan ginjal, masalah
persendian, gangguan pengelihatan, kelainan sistim saraf dan dapat
menyebabkan kematian (studi kasus di Minamata)
- Cu (Tembaga)
Dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan rasa mual dan
menimbulkan kerusakan pada ginjal dan hati.
19
- As (Arsen)
Dapat menyebabkan kerusakan sistem pencernaan, kelainan ginjal,
gangguan saraf dan mental serta perubahan pada kulit dan kanker
kulit.
- Cr (Cromium)
Dapat menyebabkan kanker kulit dan gangguan saluran pernapasan.
- Co (Cobalt)
Merusak sel tubuh.
- Asbes
Dapat menyebabkan penyakit asbestosis.
- Cyianida
Dapat menyebabkan gangguan metabolisme oksigen dalam tubuh.
b. Dampak yang disebabkan oleh mikrobiologi
- Tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella thyphosa.
- Kolera disebabkan oleh bakteri Vibrio kolera.
- Lepotospirosis disebabkan oleh Spirochaeta.
- Diare disebabkan oleh bakteri E.coli.
- Disentri disebabkan oleh Entamoeba histolityca.
c. Dampak yang disebabkan oleh pestisida
Dichlor Diphenyl Trichloretan (DDT) merupakan zat yang ada di dalam
pestisida yang paling berbahaya, memiliki sifat tidak larut dalam air,
juga tidak dapat diuraikan oleh mikrorganisme. Sehingga
memungkinkan DDT terakumulasi di dalam tubuh organisme. Selain itu
20
DDT juga dapat menyebabkan kanker kulit, keracunan, kerusakan
jaringan, dan pada konsentrasi tertentu dapat menyebabkan kematian.
5. Pencemaran di Perairan Muara Angke Jakarta
Beban pencemaran yang berasal dari Kali Angke yang masuk ke
perairan Teluk Jakarta cukup tinggi. Beban pencemar yang berasal dari Kali
Angke untuk bahan organik yang terurai oleh mikroorganisme (BOD)
jumlahnya mencapai 944,31 ton/bulan sedangkan untuk bahan organik yang
terurai secara kimia (COD) jumlahnya mencapai 1745,00 ton/bulan dan
cenderung naik setiap tahunnya.
Sementara itu kadar beban pencemaran logam berat timbal (Pb) dari
Kali Angke adalah yang paling besar jika di bandingkan dengan logam berat
lainnya, yaitu sebesar 0,0825 ton/hari. Hal ini selaras dengan peningkatan
industri di DKI Jakarta. Tingginya logam berat tersebut dikarenakan logam
berat merupakan bahan suplemen yang harus ada dalam industri terutama
industri elektronik, otomotif, cat dan lain-lain. Terdapatnya logam berat pada
ekosistem laut akan berpengaruh terhadap biota yang ada di dalamnya
(Cordova, 2011).
21
B. Timbal (Pb)
1. Definisi Timbal
Timah hitam yang dikenal sebagai timbal atau plumbum (Pb)
merupakan logam berat yang lunak, berwarna abu-abu metalik dan meleleh
pada suhu 327,5oC. (Achmadi, 2013). Pb pada awalnya adalah logam berat
yang secara alami terdapat di dalam kerak bumi, namun timbal (Pb) juga bisa
berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu mencapai jumlah 300 kali lebih
banyak jika dibandingkan dengan kadar timbal (Pb) yang ada di alam
(Widiowati dkk, 2008).
Timbal merupakan salah satu logam berat yang memiliki titik leleh
rendah jika dibandingkan dengan logam berat lain. Logam yang berwarna
abu-abu kebiruan dapat ditemukan setelah terjadi secara alami di kerak bumi.
Namun jarang ditemukan secara alami sebagai logam. Logam biasanya
ditemukan setelah dikombinasikan dengan dua atau lebih dari unsur lainnya,
untuk membentuk senyawa timbal. Timbal dan paduan timbal lainnya
biasanya banyak ditemukan dalam pipa, penyimpanan baterai, amunisi dan
senjata, penutup kabel serta alat yang digunakan untuk melindungi dari
radiasi, senyawa timbal juga banyak ditemukan sebagai zat tambahan di dalam
cat (ATSDR, 2007).
22
2. Pencemaran Timbal (Pb)
Pencemaran timah hitam atau timbal di lingkungan baik yang berasal
dari sumber alamiah atau perbuatan manusia pada umumnya melalui udara.
Timbal di udara dapat menyebabkan kontaminasi pada makanan dan air.
Sehingga pajanan timbal terhadap manusia selain melalui pernapasan
(Inhalasi) dapat pula masuk melalui oral (Ingesti). Buangan limbah industri
merupakan sumber utama pencemaran oleh Pb di badan air atau perairan laut
dan muara (Achmadi, 2013).
Timbal yang masuk ke dalam terdapat dalam berbagai macam bentuk.
Diantaranya adalah air buangan limbah dari industri yang berkaitan dengan
timbal (industri baterai, cat, elektronik, pipa dan lain-lain), limbah dari
aktivitas pertambangan dan bahan bakar yang mengandung timbal. Buangan
tersebut akan jatuh pada jalur-jalur perairan yang kemudian akan dibawa
menuju lautan (Mulyawan, 2005)
3. Baku Mutu Timbal (Pb)
a. Lingkungan
Menurut Kementrian Lingkungan Hidup baku mutu air laut adalah
ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada
atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di
dalam air laut. Adapun baku mutu yang ditetapkan untuk air laut di bagi
menjadi tiga bagian yaitu, baku mutu untuk perairan pelabuhan, baku mutu
untuk wisata bahari dan baku mutu untuk biota laut.
23
Berikut ini baku mutu kadar logam terlarut yang diperbolehkan untuk
biota laut yaitu :
Tabel 2.1
Baku Mutu Kadar Logam Terlarut yang diperbolehkan
di Air Laut Untuk Biota Laut
No Parameter Logam Satuan Baku Mutu
1 Timbal (Pb) Mg/l 0,008
2 Raksa (Hg) Mg/l 0,001
3 Arsen (As) Mg/l 0,012
4 Kadmium (Cd) Mg/l 0,001
5 Tembaga (Cu) Mg/l 0,008
6 Kromium Heksavalen (Cr (VI)) Mg/l 0,005
7 Seng (Zn) Mg/l 0,05
8 Nikel (Ni) Mg/l 0,05
Sumber: Kepmen LH (2004)
Dari tabel di atas dapat diketahui baku mutu air laut untuk biota laut
hanya memperbolehkan kadar Timbal (Pb) sebesar 0,008 Mg/l. Hal ini berarti
kadar Timbal (Pb) yang di perbolehkan ada pada biota laut seperti ikan,
plankton, udang dan termasuk juga kerang-kerangan sebesar 0,008, dan
apabila nilai tersebut sudah dilampaui maka air laut tersebut dapat dikatakan
sudah tidak sehat atau tidak baik lagi untuk keberlangsungan hidup biota laut.
Sehingga dapat dikatakan jika biota (hewan laut) yang tinggal dalam air
tercemar oleh timbal yang melebihi nilai batas ambang kadar Pb dalam air
laut, maka biota tersebut sudah tidak sehat atau tidak baik lagi untuk
dikonsumsi.
24
b. Bahan Pangan
SNI (Standar Nasional Indonesia) mengeluarkan batas maksimum
logam berat, khususnya logam Timbal (Pb) yang diperbolehkan ada pada
bahan pangan yang ada di Indonesia, Bahan pangan tersebut salah satunya
adalah kerang-kerangan moluska dan teripang dengan kadar yang
diperbolehkan sebesar 1,5 mg/kg (SNI, 2009). Sejalan dengan SNI, Kepala
Badan POM RI mengeluarkan peraturan nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun
2009 mengenai penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia
dalam makanan, dengan batas maksimum cemaran Pb dalam kerang adalah
1,5 mg/kg (BPOM RI, 2009). Sedangkan menurut WHO (1989), batas
maksimum kandungan logam timbal (Pb) dalam tubuh biota laut yang masih
cukup aman dikonsumsi manusia sebesar 0,7 mg atau 700 µg per minggu
(WHO, 1984).
4. Toksisitas dan Dampak Kesehatan Timbal (Pb)
Timbal (Pb) merupakan logam yang bersifat toksis terhadap manusia,
yang bisa berasal dari tindakan mengonsumsi makanan, minuman atau
melalui inhalasi udara, debu yang tercemar Pb, kontak lewat kulit, kontak
lewat mata dan lewat parenteral. Toksisitas timbal bersifat akut dan kronis,
logam timbal (Pb) lebih bersifat toksik pada anak-anak. Toksisitas akut timbal
menimbulkan gangguan gastroinstestinal, seperti kram perut, kolik dan
biasanya diawali dengan sembelit, mual, muntah-muntah dan sakit perut yang
25
hebat. Timbal bersifat akumulatif, berikut ini mekanisme toksisitas Pb
berdasarkan organ yang dipengaruhinya (Widiowati dkk., 2008).
a. Sistem Haemopoietik : dimana Pb menghambat sistem pembentukan
Hemoglobin (Hb) sehingga dapat menyebabkan anemia.
b. Sistem saraf : dimana Pb bisa menimbulkan kerusakan otak dengan
gejala epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar dan delirium.
c. Sistem urinaria : dimana Pb bisa menyebabkan lesi tubulus proksimalis,
loop of henle, serta menyebabkan aminosiduria.
d. Sistem gastro-intenstinal : dimana Pb menyebabkan kolik dan
konstipasi.
e. Sistem kardiovaskular : dimana Pb bisa menyebabkan peningkatan
permiabilitas pembuluh darah.
f. Sistem reproduksi berpengaruh terutama terhadap gametotoksitas atau
janin belum lahir menjadi peka terhadap Pb. Ibu hamil yang
terkontaminasi Pb bisa mengalami keguguran, tidak berkembangnya sel
otak embrio, kematian janin waktu lahir, serta hipospermia dan
teratospermia pada pria.
g. Sistem endokrin : dimana Pb mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan
fungsi adrenal
h. Besifat karsinogenik dalam dosis tinggi.
26
Pemaparan Pb dalam konsentrasi besar dapat menyebabkan keracunan
Pb yang di tandai dengan Anemia dan gangguan pada sistem peredaran darah,
kerusakan ginjal, kerusakan saraf, kelumpuhan parsial dan kerusakan otak.
Gejala dari keracunan Pb adalah timbulnya rasa sakit di usus besar pada
bagian perut, muntah-muntah dan kehilangan berat badan. Sedangkan
pemaparan timbal dalam konsentrasi ringan dapat menyebabkan kerusakan
otak yang ditandai dengan penurunan daya konsentrasi, kesulitan dalam
belajar dan penurunan kapasitas intelektual (Yassi dkk, 2001).
Target utama untuk toksisitas timbal adalah sistem saraf, baik pada
orang dewasa dan anak-anak. Paparan timbal juga dapat menyebabkan
kelemahan dalam jari, pergelangan tangan, atau mata kaki. Paparan timbal
juga menyebabkan peningkatan kecil dalam tekanan darah, terutama pada
orang setengah baya dan lebih tua. Paparan timbal juga dapat menyebabkan
anemia. Pada paparan tingkat tinggi, paparan timbal dapat sangat merusak
otak dan ginjal pada orang dewasa atau anak-anak dan akhirnya dapat
menyebabkan kematian (ATSDR, 2007).
5. Bioakumulasi Timbal (Pb)
Bioakumulasi merupakan suatu proses dimana substansi kimia
mempengaruhi makhluk hidup, ditandai dengan peningkatan konsentrasi
bahan kimia didalam tubuh organisme, dibandingkan dengan konsentrasi
bahan kimia itu di lingkungan. Karena penyerapan bahan kimia ini lebih cepat
daripada proses metabolisme dan ekskresi tubuh organisme, maka bahan-
27
bahan kimia ini akan terakumulasi di dalam tubuh. Bioakumulasi merupakan
peningkatan konsentrasi polutan yang diikuti perpindahan dari lingkungan ke
organisme pertama pada rantai makanan. Berikut ini tahap-tahap dalam proses
bioakumulasi (Puspitasari, 2007) :
a. Pengambilan (Uptake), yaitu masuknya bahan-bahan kimia (melalui
pernafasan atau adsorbsi melalui kulit, pada hewan laut biasanya dapat
melalui insang atau organ pernafasan dan pencernaan).
b. Penyimpanan (Storage), yaitu penyimpanan sementara di jaringan
tubuh atau organ. Kadar bahan kimia ini akan terus bertambah di dalam
tubuh organisme dan bila kadarnya sampai melebihi kadar bahan
tersebut di lingkungan (air atau udara) maka proses bioakumulasi telah
terjadi.
c. Eliminasi, dapat berupa pemecahan bahan kimia menjadi senyawa yang
lebih sederhana, dapat dilakukan dengan proses biologik disebut
metabolisme.
C. Jalur Pemaparan Zat Kimia ke Manusia
Zat kimia dapat menyebabkan kerusakan pada manusia dan makhluk
hidup lainnya melalui berbagai jenis cara, salah satunya adalah melalui jalur
pemaparan. Jalur pemaparan adalah alur atau rute masuknya zat kimia ke
dalam tubuh. Jalur pemaparan ada berbagai jenis, pemaparan zat kimia itu
sendiri dapat mempengaruhi toksisitas zat kimia. Terdapat tiga jalur pokok
pemaparan, yaitu sebagai berikut. (WHO, 2005).
28
1. Jalur Pemaparan Dermal
Kulit merupakan jalur pemaparan yang paling umum dari suatu zat,
tetapi beruntungnya kulit merupakan barier yang efektif terhadap berbagai
jenis zat kimia. Jika zat kimia tidak dapat menembus kulit, toksisitasnya
bergantung pada derajat absorpsi yang berlangsung. Semakin besar absorpsi,
semakin besar kemungkinan zat tersebut untuk mengeluarkan efek toksiknya.
Zat kimia lebih banyak diabsorpsi melalui kulit yang rusak atau tergores
dari pada melalui kulit yang sehat atau utuh. Begitu menembus kulit maka zat
kimia dapat masuk melalui aliran darah dan terbawa keseluruh bagian tubuh.
Kemampuan suatu zat untuk menembus kulit bergantung pada dapat larut atau
tidaknya zat tersebut di dalam lemak (fat soluble). Zat kimia yang dapat larut
dalam lemak kemungkingan dapat menembus kulit lebih besar jika
dibandingkan dengan zat yang larut dalam air.
2. Jalur Pemaparan Inhalasi
Paru merupakan sumber pemaparan yang umum, tetapi tidak seperti
kulit, paru bukan merupakan barier yang sangat protektif terhadap zat kimia.
Jaringan paru yang sangat tipis memungkinkan aliran langsung bukan saja
oksigen tetapi berbagai jenis zat kimia lain kedalam darah , selain kerusakan
sistemik, zat kimia yang berhasil melewati permukaan paru juga dapat
mencederai jaringan paru dan mengganggu fungsi vitalnya sebagai pemasok
oksigen.
29
Jika tidak terbawa dalam udara, suatu zat kimia tidak dapat memasuki
paru sehingga tidak menjadi toksik karena jalur inhalasi. Zat kimia dapat
menjadi bawaan udara melalui dua cara, yaitu sebagai partikel yang sangat
halus (debu, Pb dan Pm10) maupun sebagai gas atau uap (SOx, dan NOx).
3. Jalur Pemaparan Ingesti
Ingesti merupakan jalur utama masuknya senyawa yang terkandung
dalam makanan atau minuman. Zat kimia yang ditelan masuk kedalam tubuh
melalui absorpsi di saluran gastroinstestinal. Jika tidak diabsorpsi, zat kimia
tidak dapat menimbulkan kerusakan yang sistemik. Absorpsi zat kimia dapat
berlangsung sepanjang saluran pencernaan, dari mulut sampai rectum, tetapi
lokasi utama terjadinya absorpsi adalah usus halus, karena fungsi utama usus
adalah mengabsorpsi zat gizi.
D. Pangan
1. Definisi
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air,
baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk di dalamnya adalah bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lainnya yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan dan/atau pembuatan makanan atau
minuman (UU No 18, 2012).
30
Pangan adalah sumber energi satu-satunya bagi manusia. Permasalahan
kesehatan yang timbul dapat diakibatkan oleh buruknya kualitas dan kuantitas
bahan pangan. Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi, karena pada hakikatnya
pangan atau makanan adalah sumber energi agar tetap dapat bertahan hidup
dan bukan menjadikan pangan atau makanan sebagai masalah kesehatan.
Dengan demikian sanitasi makanan menjadi sangat penting guna menjaga
agar makanan berfungsi sesuai dengan hakikatnya (Soemirat, 2011).
2. Penyakit Bawaan Makanan (Food Borne Disease)
Penyakit Bawaan Makanan (Food Borne Disease) adalah suatu gejala
penyakit yang terjadi akibat mengonsumsi makanan yang mengandung
mikroorganisme atau toksin yang berasal dari tumbuhan, bahan kimia, kuman
maupun binatang. Definisi lain menyebutkan food borne disease adalah
peristiwa yang ditandai dengan adanya orang yang mengalami kesakitan
akibat mengonsumsi suatu bahan makanan.
Gejala penyakit bawaan makanan berkisar mulai dari ringan sampai
parah dan organ yang diserang dapat mencakup lambung, usus, hati, ginjal
dan otak serta sistem saraf (Mckenzie et al., 2006). Penyakit bawaan makanan
biasanya bersifat toksik maupun infeksius, dapat disebabkan oleh agent
penyakit yang masuk kedalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi.
Penyakit bawaan makanan mencakup lingkup penyakit yang diakibatkan oleh
agent kimia maupun biologis, penyakit bawaan makanan menjadi salah satu
31
permasalahan kesehatan masyarakat yang sering terjadi dan sering menyerang
banyak korban (WHO, 2000).
E. Kerang Hijau
1. Taksonomi dan Definisi Kerang Hijau
Kerang hijau adalah salah satu jenis kerang, termasuk golongan
binatang lunak (Mollusca), bercangkang dua (Bivalve), Insang berlapis-lapis
(Lamellibrachia), berkaki kapak (Pelecypoda) dan hidup dilaut dengan cara
menempel pada substrat yang keras menggunakan byssus (Asikin, 1982).
Sedangkan kerang hijau diklasifikasikan sebagai berikut (Vakily, 1989):
Gambar 2.1 Kerang Hijau
1 Filum : Moluska 5 Famili : Mytilidae
2 Kelas : Bivalva 6 Genus : Perna
3 Subkelas: Lamellibranchia 7 Spesies: Perna viridis L.
4 Ordo : Anisomyria
32
Secara morfologi, anggota famili Mytilidae mempunyai cangkang yang
tipis, keduanya simetris dan umbonya melengkung ke depan. Persendiannya
halus dengan beberapa gigi yang sangat kecil. Perna dicirikan dengan bentuk
yang agak pipih, cangkang padat, dan mempunyai umbo pada tepi vertikal.
Tipe alur cangkangnya konsentrik, bersinar, berwarna hijau dan kadang-
kadang tepinya berwarna kebiruan. Kedua cangkangnya berukuran sama
meskipun salah satu cangkang agak sedikit lebih cembung daripada yang
lainnya (Agustine, 2008).
2. Habitat dan Distribusi
Habitat alami untuk genus Perna adalah perairan pesisir dan sublittoral
yang kaya plankton dan bahan organik serta memiliki sedimen tersuspensi
dengan rendah, karena kemampuan untuk beradaptasi yang tinggi dengan
berbagai kondisi lingkungan yang berbeda-beda, genus Perna ditemukan baik
di muara payau dan di laut terbuka. Dalam penyebarannya, kerang hijau dapat
ditemukan di hampir seluruh benua Asia, karena hewan tersebut termasuk
spesies spesifik Benua tersebut. Kerang hijau dapat ditemukan di sepanjang
wilayah Indo – Pasifik, kemudian ke bagian utara hingga Hongkong, Cina,
Selatan Jepang, perairan India, Semenanjung Malaysia, Singapura, Laut Cina
Selatan, Thailand, Philipina, Indonesia sampai New Guinea (Vakily, 1989).
Kerang hijau umumnya hidup menempel pada dasar (substrat) yang
keras seperti kayu, bambu, batu, bangunan beton dan lumpur keras dengan
bantuan byssus (serabut penempel). Kerang hijau dapat hidup subur di muara-
33
muara sungai dan hutan-hutan bakau di Indonesia dengan kondisi dasar
perairan lumpur berpasir, pergerakan air dan cahaya cukup serta kadar garam
tidak terlalu tinggi (Agustine, 2008).
Kondisi perairan yang cocok untuk kehidupan kerang hijau adalah
perairan dekat estuaria yang subur dan pantai dengan dasar berlumpur. Habitat
atau karakteristik perairan yang sesuai bagi kerang hijau memiliki kisaran
suhu antara 27-37 °C, salinitas 27-34 permil , pH 6-8, kecerahan air laut antara
3,5- 4,0 m dan kedalaman antara 10 m sampai 20 m. Menurut hasil penelitian
Lembaga Oceanologi Nasional, kerang hijau sangat potensial di perairan-
perairan pantai Utara Jawa. Hal ini erat hubungannya dengan banyaknya
sungai yang bermuara disana (Asikin, 1982).
3. Perilaku Makan
Kerang hijau merupakan hewan yang memiliki bulu atau cilia berlendir
yang digunakan untuk menyaring makanan. Kerang hijau juga memiliki 4
baris insang yang berfungsi baik sebagai organ pernapasan dan alat filter-
makan (Vakily, 1989). Berdasarkan cara memperoleh makanannya, moluska
bivalvia digolongkan dalam kelompok filter feeder. Apabila makanan
diperoleh dengan menyaring fitoplankton dari perairan yang ditempati, maka
disebut sebagai suspension feeder. Apabila makanan atau bahan organik
diambil dari substratum tempat hidupnya maka disebut sebagai deposit feeder
(Setyobudiandi, 2000 dalam (Apriadi, 2005)).
34
4. Kerang Hijau dan Pencemaran
Kerang hijau merupakan salah satu indikator pencemaran logam yang
terjadi di suatu perairan. Hal tersebut dikarenakan kerang hijau memiliki
kemampuan absorbsi logam yang baik jika dibandingkan dengan biota laut
yang lainnya karena habitat hidupnya yang menetap di suatu tempat dalam
jangka waktu lama dan cara kerang mendapatkan makan yaitu dengan cara
menyaring zat organik yang ada di laut. Selain itu kerang hijau juga
mempunyai daya toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi logam tertentu.
Dengan begitu dapat dikatakan bahwa jenis kerang-kerangan merupakan
indikator yang sangat baik untuk memonitor suatu pencemaran lingkungan
(Hutagaol, 2012).
Menurut Riani (2012), terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi bioakumulasi logam timbal pada kerang hijau atau biota laut
lainnya. Faktor tersebut diantaranya adalah jenis dan sifat logam, jenis biota
dan cara makan, serta kondisi lingkungan di sekitar kerang hijau atau biota
tersebut hidup seperti suhu, pH, kesadahan dan salinitas (Riani, 2012). Hasil
penelitian lainnya menyatakan bahwa terdapat perbedaan konsentrasi logam
timbal (Pb) pada kerang yang memiliki umur hidup dan ukuran yang berbeda.
Artinya semakin lama umur hidup atau semakin besar ukuran kerang hijau
akan semakin tinggi konsentrasi logam timbal yang terkandung di dalamnya
(Cordova, 2011).
35
5. Penelitian Mengenai Kadar Logam Timbal (Pb) Pada Kerang Hijau
Sebelumnya telah banyak penelitian terkait dengan pengukuran kadar
logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang dilakukan di perairan Teluk Jakarta.
Berikut dibawah ini adalah hasil dari penelitian sebelumnya yang sudah
dilakukan dari tahun ke tahun, sehingga akan didapatkan gambaran
bagaimana konsentrasi logam timbal (Pb) pada kerang hijau dari tahun ke
tahun :
Tabel 2.2
Penelitian Terkait Kadar Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau
No Peneliti Hasil Penelitian
Kadar Pb pada Kerang Hijau
Tahun
1 Nurjanah dkk 7,40 – 7,75 (µg/gr) 1999
2 Mulyawan, I 4,43-31,68 (mg/kg) 2005
3 Apriadi, D 12,13 – 47,813 (mg/l) 2005
4 Cordova, R, dkk 17,13 – 41,94 (µg/gr) 2011
5 Hutagaol, S 41,38 – 43,02 (mg/l) 2012
Dari tabel 2.2 dapat dilihat hasil dari penelitian sebelumnya, terkait
dengan pencemaran logam timbal (Pb) yang terjadi pada kerang hijau yang ada
di perairan Teluk Jakarta. Hasil penelitian tersebut manyatakan bahwa
pencemaran logam timbal pada kerang hijau sudah terjadi dari tahun tahun
sebelumnya dan konsentrasinya cenderung meningkat.
36
F. Perilaku
1. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Perilaku seseorang dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor baik
dari dalam maupun dari luar subjek. Faktor yang menentukan perilaku disebut
determinan. Selanjutnya Lawrence Green menganalisis, bahwa faktor
perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama (Green, 2005), yaitu:
a. Faktor-faktor predisposisi (disposing factors)
Faktor-faktor predisposisi yaitu faktor-faktor yang mempermudah
terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap,
keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.
Dari hasil penelitian Wandasari (2014) menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara pengetahuan ibu dengan perilaku konsumsi di dalam
keluarga dengan nilai (p < 0,05) dengan r sebesar 0,849 (Wandasari,
2014). Selain pengetahuan terdapat pula hubungan antara sikap dengan
pola makan dengan nilai p value = 0,001 (Suci, 2011).
b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor-faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan
atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan tersebut, contoh faktor
pemungkin salah satunya adalah sarana dan prasarana atau fasilitas
untuk terjadinya perilaku tersebut.
37
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor-faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang tahu
dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya.
Contohnya faktor penguat salah satunya adalah sikap dan perilaku dari
keluarga dan tokoh masyarakat.
Dari teori Green di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang
atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap,
kepercayaan,tradisi dan lain-lain, yang berasal dari dalam diri orang yang
bersangkutan. Disamping itu ketersedian fasilitas, status ekonomi, dukungan
keluarga dan tokoh masyarakat juga mendukung dan memperkuat
terbentuknya suatu perilaku (Mubarak, 2007).
a. Cara Merubah Perilaku
Menurut Mubarak (2007), perilaku seseorang dapat dirubah diantaranya
dengan cara sebagai berikut :
1. Kesungguhan, manusia merupakan individu yang mempunyai sikap,
kepribadian dan latar bekang sosial ekonomi yang berbeda, maka perlu
kesungguhan dari berbagai komponen masyarakat untuk ikut andil dalam
mengubahperilaku.
38
2. Diawali dari lingkungan keluarga, peran orangtua sangat membantu untuk
menjelaskan serta memberikan contoh mengenai apa yang sebaiknya
dilakukan dan apa yang tidak seharusnya dilakukan.
3. Pemberian penyuluhan, disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan norma
sosial budaya yang dianut.
b. Perilaku Makan
Perilaku makan adalah cara seseorang berpikir, pengetahuan dan
berpandangan tentang makanan. Apa yang ada dalam perasaan dan pandangan
itu dinyatakan dalam bentuk tindakan makan dan memilih makanan. Jika
keadaan itu terus menerus berulang makatindakan tersebut akan menjadi
kebiasaan makan (Khumaidi dalam (Tarigan, 2012)).
Perilaku makan atau perilaku terhadap makanan (nutrition behavior)
adalah respon seseorang terhadap makanan sebagai sumber kebutuhan bagi
kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik atau
perilaku terhadap suatu makanan serta unsur-ubsur yang terkandung di
dalamnya, pengolahan makanan dan sebagainya.
Kebiasaan makan adalah cara-cara individu dan kelompok memilih,
mengonsumsi, menggunakan makanan-makanan yang tersedia didasarkan
kepada faktor-faktor sosial dan budaya tempat mereka tinggal. Kebiasaan
makan dipegaruhi oleh dua faktor diantaranyafaktor intrinsik dan ekstrinsik.
Faktor intrinsik meliputi asosiasi emosional, keadaan jasmani dan rohani dan
39
penilaian terhadap makanan itu sendiri. Faktor ekstrinsik meliputi lingkungan,
sosial, ekonomi, budaya dan agama (Khumaidi dalam (Tarigan, 2012)).
2. Pengetahuan
a. Definisi
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melalui
proses penginderaan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh H. L. Bloom,
menurutnya pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dsb). Dengan sendirinya, saat penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh
melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata)
(Notoatmodjo, 2007).
Menurut Sunaryo (2004) pengetahuan juga di pengaruhi oleh hasil
penginderaan manusia terhadap objek tertentu yang dipengaruhi intensitas,
terutama dipengaruhi oleh indera pendengaran dan penglihatan. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (overt behaviour). Menurut Rogers (1974) sebelum orang
mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni (Notoatmodjo, 2007) :
40
1) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini
sikap subjek sudah mulai timbul.
3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik
lagi.
4) Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Menurut Bloom pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai
intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam
6 tingkat pengetahuan, yaitu (Notoatmodjo, 2010) :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai recall atau mengingat memori yang sebelumnya
telah diamati. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu
dapat menggunakan pertanyaan - pertanyaan. Ketidaktahuan masyarakat
tentang kondisi kerang yang tercemar dapat diketahui dengan melihat apakah
masyarakat masih mengkonsumsi kerang yang telah tercemar logam timbal
dan jawaban mereka ketika ditanya mengenai tercemarnya kerang hijau yang
mereka konsumsi.
41
2) Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,
tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi harus dapat menginterpretasikan
secara benar objek yang diketahui tersebut. Seseorang dinyatakan telah
memahami pencemaran oleh logam timbal apabila dapat menjelaskan secara
lengkap meliputi sumber pencemaran dan efek yang ditimbulkan terhadap
kesehatan jika terus mengonsumsi.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang telah memahami objek dapat
mengaplikasikan prinsip yang diketahuinya tersebut pada situasi lain.
Seseorang anggota masyarakat pada tingkat aplikasi dapat menerapkan teori
dengan memperhatikan dan tidak mengkonsumsi kerang hijau yang telah
tercemar logam timbal.
4) Analisis (analysis)
Analisis merupakan kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang itu sudah sampai tingkat analisis adalah jika orang
tersebut telah dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat
bagan terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Kemampuan masyarakat
dalam menganalisis keberadaan logam timbal pada kerang hijau yang mereka
konsumsi, kerugian dan akibat jika mengkonsumsinya.
42
5) Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum
atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain seseorang mampu menyusun
formulasi baru dari formulasi yang telah ada. Seseorang pada tingkatan ini
diharapkan mampu menghubungkan teori tentang sumber pencemaran logam
timbal pada kerang hijau dan kerugian bagi kesehatan jika mengonsumsi
kerang hijau yang tercemar logam timbal.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang
berlaku di masyarakat. Dalam tingkat ini seseorang dapat melakukan
penilaian terhadap keberadaan logam timbal dalam kerang hijau kemudian
tidak mengkonsumsinya
b. Cara Menilai Pengetahuan
Cara untuk mengukur pengetahuan seseorang dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-
pertanyaan tertulis atau angket dan kuesioner. Indikator pengetahuan
kesehatan seseorang adalah “tingginya pengetahuan” responden tentang
kesehatan, atau besarnya persentase kelompok responden tentang variabel-
variabel atau komponen-komponen kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
43
Dalam hal ini pengukuran pengetahuan menggunakan kuesioner,
dengan penilaiannya menggunakan skor. Setiap jawaban benar dari item
pertanyaan pengetahuan diberikan skor 1 dan bila salah diberi skor 0.
Sehingga setiap pedagang yang tahu mempunyai total skor pengetahuan,
kemudian dilakukan perhitungan proporsi jawaban benar yang dinyatakan
dalam persentase (%).
Kriteria pengetahuan menurut (Widjaya, 2013) dengan kategori sebagai
berikut:
1) Tinggi : Jika nilai lebih besar dari pada mean atau median
2) Rendah : Jika nilai lebih rendah dari pada mean atau median
3. Sikap
a. Definisi
Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu
untuk berkelakukan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat
pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut. Menurut Notoadmodjo
(2010), sikap juga merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus
atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dsb.
Menurut Zuriah (2003), sikap negatif adalah kecenderungan untuk
menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu.
44
Sedangkan sikap positif adalah kecenderungan untuk mendekati, menyenangi
dan menghadapkan objek tertentu.
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan
berdasarkan intensitasnya, yakni sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007) :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap kesehatan
terkait makanan sehat dapat dilihat dari kesadaran dan perhatian orang itu
terhadap promosi-promosi terutama mengenai makanan yang sehat.
b. Menanggapi atau merespon (responding)
Menanggapi yakni memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Karena dengan suatu usaha untuk
mengerjakan tugas yang diberikan atau menjawab pertanyaan. Misalnya sikap
seseorang menyikap dan menanggapi tentang pencemaran oleh logam timbal
pada kerang hijau.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap menghargai.
d. Bertanggung Jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
45
b. Cara Menilai Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang
bersangkutan. Pertanyaan secara langsung dapat dilakukan dengan cara
memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” dan “tidak setuju”
terhadap pertanyaan-pertanyaan mengenai objek tertentu. Menurut Lickert
penilaian pendapat terbagi mejadi 5 kategori: (5) bila sangat setuju; (4) bila
setuju; (3) bila biasa saja; (2) bila tidak setuju; (1) bila sangat tidak setuju.
(Notoatmodjo, 2010).
G. Gambaran Teluk Jakarta
1. Lokasi dan Kualitas Perairan
Teluk Jakarta terletak pada 06000’40” LS dan 05054’40”LS serta
106040’45”BT dan 107001’19”BT. Teluk Jakarta adalah teluk yang berada di
perairan laut Jawa yang terletak di sebelah Utara Provinsi DKI Jakarta
Topografi Teluk Jakarta umunya didominasi oleh lumpur, pasir dan krikil.
Lumpur banyak terdapat di bagian pinggir dan tengah teluk, sedangkan pasir
semakin menonjol di bagian laut lepas.
Menurut data BPLHD dan KP2L Provinsi DKI Jakarta kondisi fisik
perairan Teluk Jakarta sebagai berikut (BPLHD, 2013):
46
a. Kedalaman Teluk Jakarta berkisar dari 4,00 – 29,0 meter.
b. Kemiringan dasar lautnya ke arah utara, artinya makin ke utara makin
dalam.
c. Kedalaman di muara berkisar 0,50 – 3,00 meter.
d. Pada daerah pesisir dalam waktu 24 jam terjadi satu kali pasang tertinggi
dan satu kali surut rendah.
e. Pada musim kemarau perbedaan pasang surut sekitar 1,2 meter dan
besaran diurnal pada mulut Teluk Jakarta 3,8 meter di Tanjung Pasir
besaran diurnalnya 2,6 meter sedangkan di Kepulauan Seribu adalah 4,2
meter.
f. Kecepatan arus berkisar antara 0,20 – 1,20 m/detik dengan arah barat
(3320) sampai dengan tenggara (1440).
g. Umumnya tinggi gelombang di Teluk Jakarta berkisar antara 0,1 – 1
meter, dengan periode 1 sampai 8 detik dan memiliki panjang
gelombang 1 – 21 meter.
h. Suhu di perairan laut berkisar antara 27,90 – 28,870C.
i. Salinitas perairan laut berkisar antara 31,50 – 32,590/00
Teluk Jakarta membentang dari Tanjung Kait di bagian Barat hingga
Tanjung Kerawang di bagian Timur dan merupakan muara dari 13 sungai
yang berada di kota Jakarta. Sungai tersebut diantaranya adalah sungai
Cisadane di bagian Barat, sungai Ciliwung di bagian tengah dan sungai
Citarum serta sungai Bekasi yang berada dibagian Timur (BPLHD, 2013).
47
Pencemaran yang terjadi di Teluk Jakarta umumnya diakibatkan oleh
pembuangan industri kertas, minyak goreng dan industri pengolahan logam di
kawasan Pantai Marunda (Widiowati et al., 2008).
2. Kondisi Pemukiman Kali Adem, Muara Angke Jakarta
Muara Angke terletak pada 6°6′21″LS,106°46′29.8″BT adalah
pelabuhan kapal ikan atau nelayan di Jakarta. Ditandai dengan
dioperasikannya penunjang kebutuhan nelayan seperti pelelangan ikan
(struktur dan fasilitasnya). Secara administratif pemerintahan, Muara Angke
terletak di Kelurahan Pluit Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Meski
dikenal banyak oleh orang Jakarta bahwa Muara Angke sebagai kampung
nelayan, tempat pelelangan dan pelabuhan ikan serta tempat makan ikan
bakar. Namun sebenarnya Muara Angke menyimpan potensi lain. Kali Adem
merupakan salah satu pemukiman kampung nelayan yang berada disekitar
kawasan Muara Angke Jakarta Utara. Perkampungan ini dihuni oleh beberapa
nelayan kerang sehingga mayoritas mata pencaharian penduduk disana adalah
budidaya kerang hijau dipesisir wilayah perairan Teluk Jakarta.
H. Paradigma Kesehatan Lingkungan
Paradigma kesehatan lingkungan menggambarkan tentang hubungan
interaksi antara komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit
dengan manusia. Patogenesis suatu penyakit dalam perspektif atau paradigma
kesehatan lingkungan dapat dijelaskan melalui teori berikut ini:
48
Gambar 2.2 Paradigma Kesehatan Lingkungan
Teori Simpul
Sumber : Achmadi 2013
Dengan mengacu kepada gambar diatas, patogenesis atau kejadian suatu
penyakit berbasis lingkungan dapat diuraikan kedalam 5 simpul. Simpul 1
disebut dengan sumber penyakit, simpul 2 disebut dengan media transmisi,
simpul 3 disebut dengan perilaku pemajanan, simpul 4 disebut dengan
kejadian sehat sakit dan yang terakhir simpul 5 variabel supra sistem, atau
variabel yang dapat berpengaruh terhadap ke empat simpul tersebut
(Achmadi, 2013). Untuk lebih jelasnya berikut ini uraian masing-masing
simpul tersebut.
Sumber
- Alamiah
- Kegiatan
Manusia
Dampak
- Sakit
- Sehat
Perilaku
Pajanan
- Perilaku
- Pengetahua
n
- Pendidika
- Status Gizi
- Kepadatan
- Ekonomi
- Budaya
Media
Transmisi
- Udara
- Tanah
- Air
- Pangan
- Vektor
- Manusia
Variabel Supra Sistem
49
1. Simpul 1 Sumber Penyakit
Sumber penyakit adalah titik yang menyimpan atau mengadakan agen
penyakit serta mengeluarkan atau mengemisikan agent penyakit. Agen
penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan
penyakit melalui media perantara (yang juga komponen lingkungan). Agen
penyakit juga dapat bertambah setiap hari, baik berupa sintesis atau senyawa
baru dalam bentuk bahan kimia toksik maupun mikroorganisme baru berupa
virus yang bermutasi.
Sumber penyakit dapat dikelompokan menjadi dua yaitu sumber
penyakit alamiah seperti gunung merapi yang mengeluarkan gas beracun, dan
proses pembusukan yang terjadi secara alamiah. Kedua adalah hasil kegiatan
manusia, seperti pencemaran oleh industri, rumah tangga dll, termasuk juga
bahan makanan yang tercemar (Achmadi, 2013). Dalam kasus ini sumber
penyakit dapat berupa kerang hijau yang kadar pencemaran timbalnya sudah
melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan.
2. Simpul 2 Media Transmisi Penyakit
Komponen lingkungan yang dapat memindahkan agen penyakit pada
hakikatnya hanya ada lima media lingkungan yang lazim disebut sebagai
media transmisi penyakit, yaitu:
50
a. Udara ambient,
b. Air, baik untuk konsumsi maupun keperluan lainnya
c. Pangan atau makanan
d. Binatang atau vektor
e. Manusia melalui kontak langsung dengan manusia
Media transmisi tidak akan memiliki potensial penyakit kalau
didalamnya tidak mengandung agen penyakit. Penyakit tidak menular pada
hakikatnya juga dapat dipindahkan melalui perantara media transmisi
terkecuali vektor. Agen penyakit tidak menular seperti bahan kimia toksik
yang berasal dari sebuah sumber seperti, limbah buangan industri, knalpot
atau hasil buangan transportasi dan lain-lain dapat terbawa melalui media air,
pangan atau udara (Achmadi, 2013).
Dalam kasus ini media transmisi penyakit dapat berupa air laut yang
tercemar limbah industri, transportasi dan pencemaran sungai serta kerang
hijau yang dijual untuk konsumsi masyarakat.
3. Simpul 3 Perilaku Pemajanan
Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan
komponen lingkungannya yang mengandung potensi bahaya penyakit (agen
penyakit). Jumlah kontak pada setiap orang akan berbeda satu dengan yang
lainnya tergantung kepada perilaku orang tersebut (Achmadi, 2013). Contoh
pada kasus ini adalah kadar Pb di dalam tubuh seseorang berbeda-beda
tergantung kepada berapa banyak orang tersebut mengonsumsi makanan yang
51
berpotensi tercemar logam Pb di dalamnya. Apabila kesulitan mengukur
besaran agen penyakit, maka dapat juga mengetahui dengan cara tidak
langsung yang disebut sebagai biomarker atau tanda biologi, contohnya
adalah kadar Pb didalam darah atau urine.
4. Simpul 4 Kejadian Penyakit
Kejadian penyakit merupakan outcame hubungan interaktif antara
penduduk atau masyarakat dengan lingkungan yang membawa potensi bahaya
gangguan kesehatan (agen penyakit). Manifestasi dampak akibat hubungan
antara penduduk atau masyarakat dengan lingkungan menghasilkan penyakit
pada penduduk atau masyarakat. Terdapat tiga tingkatan atau gradasi
penderita penyakit yakni akut, subklinik dan penderita penyakit kategori
samar atau subtle (Achmadi, 2013).
Kelompok penderita penyakit akut pada umumnya memiliki gejala
penyakit yang jelas dan spesifik. Pada umumnya kategori akut ditangani atau
dirawat di rumah sakit. Sedangkan tipe yang kedua memiliki gejala tidak khas
atau tidak jelas, namun dengan pemeriksaan tambahan dapat diketahui atau
dikenali kelompok tersebut menderita penyakit atau tidak. Tipe ketiga adalah
kelompok subtle atau samar yaitu tidak memiliki gejala baik secara klinis
maupun laboratorium. Tipe terakhir adalah kelompok masyarakat sehat yang
harus dilindungi agar terhindar dari ancaman agen penyakit.
Dalam kasus ini kejadian penyakit dapat berupa kejadian penyakit
kronis. Penyakit ini muncul dikemudian hari akibat dari paparan logam Pb
52
secara terus menerus dari mengonsumsi kerang hijau yang memiliki kadar Pb
melebihi nilai ambang batas secara terus menerus.
5. Simpul 5 Variabel Supra Sistem
Kejadian penyakit itu sendiri dipengaruhi oleh kelompok variabel
simpul 5, yakni variabel supra sistem. Termasuk didalamnya adalah variabel
iklim, topografi dan keputusan atau kebijakan yang diambil atau dibuat.
Sehingga dapat mempengaruhi setiap simpul yang mempengaruhi kejadian
penyakit (Achmadi, 2013). Dalam kasus ini variabel supra sistem dapat
berupa nilai ambang batas kadar Pb yang diperbolehkan baik di air laut
ataupun di dalam bahan pangan yang di tetapkan oleh pemerintah atau standar
lain yang dapat digunakan serta diakui oleh masyarakat.
53
I. Kerangka Teori
Teori L. Green (Green, 2005) Teori Simpul (Achmadi, 2013)
Gambar 2.3 Kerangka Teori
Modifikasi Sumber : L. Green 2005 ; Achmadi, 2013, dan Mckenzie dkk 2006
Faktor Predisposisi
- Pengetahuan
- Sikap
- Keyakinan
- Nilai dan Tradisi
Faktor Reinforcing
- Dukungan Keluarga
- Tokoh Masyarakat
Faktor Enabling
- Sarana dan Fasilitas
- Akses Terhadap
Kerang
- Status Ekonomi
Simpul 1 Sumber Pencemar Logam Timbal (Pb)
- Limbah Industri - Limbah Transportasi
- Limbah Domestik - Limbah Pertanian
Simpul 2 Media Transmisi
Pencemaran Logam Timbal (Pb)
Di Air Laut
Simpul 2 Media Transmisi
Pencemaran Logam Timbal
(Pb) Di Biota Laut (Kerang
Hijau)
Simpul 3
Perilaku Mengonsumsi Kerang
Hijau Tercemar Logam Pb
Simpul 4
Foodborn diseses atau
gangguan efek kesehatan
54
Menurut Mckenzie (2006) penyakit bawaan makanan (foodborne
disease) adalah penyakit yang disebabkan karena mengonsumsi makanan
yang tercemar. Contoh pencemaran makanan adalah pencemaran oleh logam,
salah satu nya adalah timbal (Pb). Menurut teori simpul, kejadian suatu
penyakit adalah hasil hubungan interaksi antara komponen lingkungan yang
memiliki potensi bahaya penyakit dengan manusia.
Pada simpul 1 menjelaskan mengenai sumber pencemaran timbal (Pb)
yang menjadi agent penyakit, yang dapat berasal dari limbah industri,
domestik, transportasi dll, kemudian simpul yang ke 2 merupakan media
transmisi, dalam hal ini adalah air laut dan biota laut yaitu kerang hijau.
Selanjutnya simpul yang ke 3 adalah perilaku pemajanan yang dalam hal ini
adalah perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam Timbal (Pb).
Terakhir simpul ke 4 adalah kejadian sehat sakit, dalam hal ini adalah
foodborne disease. Perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam Timbal
(Pb) menurut Green dalam Notoadmojo (2010) dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah faktor predisposisi, enabling dan reinforcing. Hasil
uraian terkait simpul dan faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku makan
tersebut, maka dapat dibentuk suatu kerangka teori seperti yang digambarkan
oleh gambar 2.3.
55
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori pada BAB II, diketahui bahwa interaksi
antara lingkungan yang membawa bahaya patogen dengan perilaku manusia
dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Dalam penelitian ini bahaya di
lingkungan adalah pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau (Perna
viridis), sedangkan interaksi terhadap manusia adalah perilaku konsumsi
kerang hijau tercemar logam (Pb). Pada penelitian ini difokuskan untuk
meneliti hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku konsumsi kerang
hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat di Kali Adem Muara
Angke Jakarta.
Variabel-variabel lain yang tidak diteliti dikarenakan beberapa faktor, yaitu:
a. Variabel Sumber Pencemaran
Variabel ini adalah salah satu variabel yang tidak diteliti karena tidak
terdapatnya data terkait dengan dari mana saja sumber pencemaran logam
timbal (Pb) berasal. Baik dari sektor industri, sektor pertanian, sektor
domestik dan sektor transportasi. Akan tetapi persentase sumber pencemar
didapatkan melalui data sekunder.
56
b. Variabel pencemaran logam Timbal (Pb) di laut
Variabel ini tidak diteliti dikarenakan variabel ini tidak bersinggungan
langsung terhadap masyarakat. Berbeda dengan variabel pencemaran logam
timbal (Pb) pada kerang hijau yang langsung dikonsumsi oleh masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari. Variabel ini tidak diteliti karena masyarakat di
Kali Adem Muara Angke Jakarta tidak menggunakan air laut untuk keperluan
mandi, sehingga logam yang ada di laut tidak berpengaruh langsung terhadap
masyarakat yang ada di Muara Angke Jakarta.
c. Variabel foodborne disease atau gangguan kesehatan
Variabel ini tidak diteliti karena untuk mendapatkan efek kesehatan atau
foodborn disease dari logam timbal (Pb). Membutuhkan waktu yang lama
karena efek kesehatan akibat logam timbal (Pb) sebagian besar bersifat kronik.
d. Variabel faktor enabling dan reinforcing
Variabel faktor enabling dan reinfoceing ini tidak diteliti. Hal ini
berdasarkan dari hasil observasi pada masyarakat di Kali Adem Muara Angke
Jakarta bahwa faktor enabling dan reinforcing bersifat homogen pada
masyarakat tersebut.
Faktor enabling terkait dengan sarana dan fasilitas, dalam hal ini terkait
dengan kedekatan akses masyarakat Kali Adem dengan kelompok budidaya
kerang hijau yang ada disana, jadi diasumsikan semua masyarakat di Kali
Adem memiliki kemudahan akses atau memiliki fasilitas pendukung terhadap
terjadinya perilaku konsumsi kerang hijau yang sama. Sedangkan variabel
status ekonomi tidak diteliti karena mayoritas masyarakat di Kali Adem
57
Muara Angke Jakarta tergolong memiliki status ekonomi yang rendah. Hal ini
dapat dilihat dari pemukiman tempat meraka tinggal yang termasuk kedalam
pemukiman kumuh yang terletak di kecamatan Penjaringan. Menurut data
BPS DKI Jakarta, kecamatan Penjaringan memiliki jumlah rukun warga (RW)
kumuh terbanyak jika dibandingkan dengan kecamatan lain yang ada di
wilayah Jakarta Utara (BPS DKI, 2013)
Sementara itu dukungan tokoh masyarakat tidak diteliti, karena
mayoritas tokoh masyarakat di Kali Adem Muara Angke Jakarta adalah
pemilik dari budidaya kerang hijau yang ada disana. Sedangkan dalam
penelitian ini pemilik budidaya kerang hijau tidak termasuk kedalam sampel
penelitian ini yang secara otomastis dikeluarkan dari kriteria sampel yang
diambil.
Berdasarkan paparan di atas, maka kerangka konsep penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Variabel Independent Variabel Dependent
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Perilaku Konsumsi Kerang
Hijau Tercemar Logam Pb
(dalam mg/kg)
Pengetahuan Masyarakat
Tentang Kondisi
Pencemaran Kerang Hijau
oleh Logam Pb
Sikap Masyarakat Tentang
Kondisi Pencemaran Kerang
Hijau oleh Logam Pb
58
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur
No Variabel Definisi Cara
Ukur
Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Perilaku konsumsi
kerang hijau
tercemar logam pb
Frekuensi responden dalam mengonsumsi
kerang hijau tercemar logam Pb yang berasal
dari kegiatan budidaya dalam satu bulan
terakhir. Sedangkan pencemaran logam Pb pada
kerang hijau dibuktikan melalui hasil uji
laboratorium dengan menggunakan metode
destruksi basah dan alat ukur Automic
Absorbtion Spectrometer (AAS)
Wawan
cara
Kuesioner
No.D1-
D4
1.Sering = Jika responden mengonsumsi
kerang hijau mengandung Pb ≥ nilai median
konsumsi kerang responden
2.Jarang = Jika responden mengonsumsi
kerang hijau mengandung Pb < nilai median
konsumsi kerang responden
*distribusi data tidak normal
Ordinal
2. Pengetahuan
responden tentang
pencemaran
kerang hijau oleh
logam Pb
Kemampuan responden dalam menjawab
pertanyaan mengenai pencemaran logam Pb
yang terjadi baik di air dan kerang hijau yang
mereka konsumsi.
Wawan
cara
Kuesioner
No. B1-
B13
1. Tinggi = Jika jawaban benar ≥ nilai
median
2. Rendah = Jika jawaban benar < nilai
median
*distribusi data tidak normal
Ordinal
3. Sikap responden
terkait
pencemaran
kerang hijau oleh
logam Pb
Tanggapan emosional responden yang
merupakan reaksi perasaan responden terhadap
pencemaran logam Pb yang terjadi baik di air
dan kerang hijau yang mereka konsumsi
Wawan
cara
Kuesioner
No. C1-
C10
1.Positif = Jika setuju dengan pencemaran
logam timbal (Pb) yang terjadi pada kerang
hijau yang ada di Kali Adem Muara Angke
Jakarta (≥ nilai median*)
2. Negatif = Jika tidak setuju dengan
pencemaran logam timbal (Pb) yang terjadi
pada kerang hijau yang ada di Kali Aadem
Muara Angke Jakarta (< nilai median*)
*distribusi data tidak normal
Ordinal
59
C. Hipotesis
Penelitian ini memiliki hipotesis sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan antara pengetahuan masyarakat tentang
pencemaran logam Pb pada kerang hijau terhadap perilaku
mengonsumsi kerang hijau di lokasi budidaya kerang hijau muara
angke Jakarta
2. Terdapat hubungan antara sikap masyarakat tentang pencemaran
logam Pb pada kerang hijau terhadap perilaku mengonsumsi kerang
hijau di lokasi budidaya kerang hijau muara angke Jakarta
60
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini bersifat kuantitatif analitik dengan
pendekatan cross sectional. Desain ini dianggap sesuai karena terkait
dengan pemeriksaan logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang segera
diperiksa ke Laboratorium terkait dengan kualitas sampel kerang hijau.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara faktor
independen (pengetahuan dan sikap) dan faktor dependen (perilaku
mengonsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal) yang diamati
secara serentak pada periode waktu tertentu (Murti, 1997).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini sudah dilakukan di Kali Adem Muara Angke Jakarta.
Wilayah tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian karena wilayah tersebut
merupakan tempat budidaya kerang hijau yang berada diperairan teluk
Jakarta. Perairan teluk Jakarta merupakan perairan dengan kadar logam
berat, termasuk Timbal (Pb) dalam konsentrasi yang tinggi. Selain
pengambilan sampel kerang hijau di budidaya kerang, penelitian ini juga
melakukan survei kepada penduduk yang tinggal disekitar tempat
budidaya tersebut mengenai variabel-variabel penelitian.
Selanjutnya analisis konsentrasi kadar Pb di dalam Kerang Hijau
akan dilakukan dengan menggunakan Atomic Absorbsed Spectrometer
(AAS) yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan UIN
61
Syarif Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai
Juni 2015.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi Masyarakat
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang
tinggal di Kali Adem Muara Angke Jakarta Utara. Terdapat perbedaan
pada sistem kependudukan, dimana di tempat ini tidak ada RT dan RW
pada sistem kependudukan. Di tempat ini RT dan RW digantikan
tempatnya oleh ketua kelompok, terdapat 10 kelompok nelayan yang
tinggal di Kali Adem Muara Angke Jakarta Utara. Kelompok yang
memiliki profesi sebagai pembudidaya kerang hijau dan bekerja sebagai
pengupas atau pengolah kerang hijau adalah kelompok 6 dan 7 dengan
jumlah 220 kepala keluarga (KK).
2. Sampel Masyarakat
Sampel merupakan sebagian objek yang termasuk kedalam populasi
yang diteliti dan dianggap dapat mewakili seluruh populasi untuk diteliti
(Elfindri dkk, 2011). Sampel dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga
yang bertempat tinggal di Kali Adem Muara Angke Jakarta dan termasuk
kedalam kelompok 6 dan 7, serta mengkonsumsi kerang hijau dari hasil
budidaya sebagai lauk pauk sehari-hari.
62
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini yakni :
a) Bersedia menjadi reponden
b) Ibu rumah tangga
c) Tinggal di Kali Adem Muara Angke Jakarta dan termasuk kedalam
kelompok 6 dan 7.
Adapun kriteria ekslusi dalam penelitian ini, yakni :
a) Ibu rumah tangga yang pernah mengonsumsi kerang hijau. Kerang
hijau tersebut berasal dari salah satu pengepul budidaya kerang hijau
di Kali Adem Muara Angke Jakarta.
b) Bukan pemilik budidaya kerang hijau yang ada di Kali Adem Muara
Angke Jakarta.
Dalam penelitian ini, ibu rumah tangga dipilih sebagai responden
dikarenakan, ibu rumah tangga merupakan orang yang memiliki peran
penting dalam menentukan perilaku konsumsi suatu keluarga.
3. Perhitungan Besar Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan
rumus (S. Lameshow, 1991)
𝑛 = {𝑍
1−𝛼2
√2�̅�(1 − �̅�) + 𝑍1−𝛽 √𝑃1(1 − 𝑃1) + 𝑃2 (1 − 𝑃2)}2
(𝑃1 − 𝑃2)2
63
Keterangan:
N = Besar sampel minimal yang dibutuhkan
Z1-α/2 = Nilai Z pada derajat kepercayaan 95%
Z1-β = Nilai Z dari kekuatan uji 80%
P1 = Proporsi nelayan yang memiliki perilaku konsumsi
alkohol sering pada kelompok nelayan yang memiliki
sikap negatif = 0,121 (Salakory, 2012)
P2 = Proporsi nelayan yang memiliki perilaku konsumsi
alkohol sering pada kelompok nelayan yang memiliki
sikap positif = 0,328 (Salakory, 2012)
�̅� = 𝐏𝟏+𝐏𝟐
𝟐
Sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut :
𝑛 = {1,96 √2 (0,224)(1 − 0,224) + 0,84 √0,121 (1 − 0,121) + 0,328 (1 − 0,328)}
2
(0,121 − 0,328)2
= 63
Berdasarkan hasil perhitungan rumus diatas, diketahui jumlah
sampel sebanyak 63 responden. Angka tersebut dikalikan dua untuk
mendapatkan jumlah sampel pada dua proporsi sehingga minimal
sampel yang dibutuhkan adalah 126. Jumlah sampel yang didapat dari
hasil perhitungan akan di tambah 20% untuk mengantisipasi sampel
yang drop out atau terjadi kesalahan dalam pengambilan. Maka jumlah
responden yang menjadi sampel yakni sebanyak 150 responden.
64
4. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah simple
random sampling yaitu sampel diambil secara acak berdasarkan kepala
keluarga (KK). Jumlah responden adalah ibu rumah tangga yang terpilih
berdasarkan hasil random yang dilakukan dari seluruh KK yang termasuk
kedalam frame sampling penelitian ini.
5. Populasi Kerang Hijau
Populasi kerang hijau dalam penelitian ini adalah kerang yang ada
di semua kelompok budidaya kerang hijau di Kali Adem Muara Angke.
Kerang hijau tersebut berasal dari hasil budidaya di perairan Teluk Jakarta.
Pada penelitian ini tidak memperhatikan aspek umur dan besar ukuran dari
kerang hijau yang akan digunakn sebagai sampel penelitian. Jadi semua
kerang hijau yang ada di kelompok budidaya termasuk kedalam populasi
penelitian.
6. Sampel Kerang Hijau
Sampel kerang hijau dalam penelitian ini adalah kerang hijau yang
diambil secara acak dari semua tempat pengepulan kerang hijau yang ada
di Kali Adem. Pada penelitian ini pemilihan sampel kerang hijau tidak
mempertimbangkan umur dan ukuran dari kerang hijau yang ada di tempat
budidaya. Jadi semua kerang yang ada di tempat budidaya termasuk
kedalam kriteria sampel yang digunakan pada penelitian ini. Pengambilan
sampel kerang hijau menggunakan cara composite yaitu dari setiap tempat
pengepulan akan ditentukan sebanyak 4 titik lokasi pengambilan (plot)
65
sampel kerang, hal ini dilakukan agar sampel kerang hijau yang didapat
bersifat representatif.
Selanjutnya proses pemindahan sampel kerang hijau dari tempat
pengepulan di lokasi budidaya Kali Adem Muara Angke Jakarta menuju
ke laboratorium kesehatan lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menggunakan alat pendingin (coller). Alat pendingin digunakan untuk
menjaga kualitas kerang hijau agar tidak berubah.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi
terkait pengetahuan dan sikap yang berhubungan dengan pencemaran pada
kerang hijau oleh logam timbal (Pb). Serta perilaku konsumsi kerang hijau
tercemar logam Timbal (Pb) pada masyarakat di Kali Adem Muara Angke
Jakarta. Sedangkan untuk mengetahui kadar pencemaran logam timbal
(Pb) pada kerang hijau yang ada di lokasi penelitian dilakukan melalui
pengujian di laboratorium.
1. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini merupakan data pengetahuan, sikap
dan perilaku konsumsi masyarakat yang tinggal disekitar tempat budidaya
serta kadar timbal dalam kerang hijau. Pengetahuan dan sikap terkait
dengan pencemaran logam berat timbal (Pb) pada kerang hijau yang
mereka sering konsumsi. Data terkait pengetahuan dan sikap didapatkan
melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner.
66
Perilaku mengonsumsi kerang hijau tercemar logam Pb diketahui
dengan cara menanyakan langsung frekuensi dan jumlah asupan kerang
hijau yang mereka konsumsi dengan menggunakan alat bantu food model
berupa sendok dan mangkuk. Kadar timbal yang terdapat pada kerang
hijau dari lokasi penelitian, diketahui melalui hasil pemeriksaan
laboratorium dengan alat bantu menggunakan alat Atomic Absorbsed
Spectrometer (AAS).
2. Alur Pengumpulan Data :
Pengumpulan data dilakukan dalam 3 tahapan yaitu, tahap pertama
merupakan survei kepada masyarakat terkait pengetahuan dan sikap
terhadap pencemaran logam berat timbal (Pb) pada kerang hijau yang
dikonsumsi. Serta survey terkait perilaku konsumsi kerang hijau pada
masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta dalam satu bulan terakhir.
Tahap kedua merupakan pengambilan sampel kerang di pada tempat
budidaya kerang hijau yang berada di Kali Adem Muara Angke. Tahap
ketiga yaitu, pemeriksaan kadar logam berat timbal (Pb) untuk mengetahui
kadar pencemaran timbal (Pb) pada kerang hijau. Berikut ini merupakan
alur pengumpulan data:
a. Peneliti mendatangi rumah responden yang telah terpilih
menjadi sampel pada penelitian ini untuk dimintai kesediannya
mengisi kuesioner penelitian.
b. Setelah dimintai kesediannya, responden diminta mengisi
kuesioner yang diberikan. Dalam pengisian kuesioner,
67
responden selalu didampingi oleh peneliti untuk meminimalisir
kesalahan dalam pengisian kuesioner.
c. Setelah data terkait pengetahuan, sikap dan perilaku konsumsi
kerang hijau di dapatkan, penelitian dilanjutkan dengan
pengambilan sampel kerang hijau yang berasal dari Budidaya
yang ada di lokasi penelitian
d. Setelah mendapatkan sampel kerang hijau, kemudian sampel
tersebut dianalisis di laboratorium Kesehatan Lingkungan UIN
Syarif Hidayattullah Jakarta.
3. Instrument Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang
sebelumnya sudah di uji validitas dan realibilitas. Kuesioner ini berisikan
mengenai hal sebagai berikut.
a. Pengetahuan
Pertanyaan mengenai variabel pengetahuan terdapat pada no
B1 – B13. Variabel pengetahuan dikatakan “tinggi” jika jawaban
benar responden melebihi dari nilai mean atau median. Sedangkan
pengetahuan dikatakan “rendah” jika jawaban benar responden tidak
lebih besar dari nilai mean atau median.
b. Sikap
Pertanyaan mengenai variabel sikap terdapat pada no C1 –
C10. Variabel sikap diukur menggunakan skala ukur Likert.
Jawaban dari setiap pertanyaan sikap di instrument penelitian
mempunyai gradasi dari yang sangat positif sampai sangat negatif.
68
Pada penelitian ini digunakan gradasi pengukuran dengan
menggunakan:
SS = “Sangat Setuju”
ST = “Setuju”
RR = “Ragu-Ragu”
TS = “Tidak Setuju”
STJ = “Sangat Tidak Setuju”
Kemudian untuk keperluan analisis kuantitatif, setiap jawaban
di beri skor masing masing. Yaitu:
SS = “Sangat Setuju”, diberi skor = 5
ST = “Setuju”, diberi skor = 4
RR = “Ragu-Ragu”, diberi skor = 3
TS = “Tidak Setuju” diberi skor = 2
STJ = “Sangat Tidak Setuju” diberi skor = 1
Atau sebaliknya:
STJ = “Sangat Tidak Setuju”, diberi skor = 5
TS = “Tidak Setuju”, diberi skor = 4
RR = “Ragu-Ragu”, diberi skor = 3
ST= “Setuju” diberi skor = 2
SS = “Sangat Setuju” diberi skor = 1
Variabel sikap dikatakan “positif” jika memiliki nilai skor yang
didapatkan > 350, dan sikap dikatakan “negatif” jika nilai skor yang
didapatkan < 350 (Skor max 750 dan Skor Min 150).
69
c. Perilaku Konsumsi
Di dalam kuesioner ini pertanyaan mengenai variabel perilaku
konsumsi terdapat pada no D1-D4. Untuk variabel perilaku konsumsi
dikatakan “Tinggi” jika jawaban responden mengenai perilaku
konsumsi kerang hijau lebih tinggi dari nilai median konsumsi
kerang hijau masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta.
Sedangkan dikatakan “rendah” jika jawaban responden lebih rendah
dari nilai median konsumsi kerang hijau masyarakat Kali Adem
Muara Angke Jakarta.
Pengukuran perilaku konsumsi menggunakan alat bantu. Alat
bantu dalam penelitian ini adalah sendok makan yang sebelumnya
sudah melalui proses penimbangan dan diisi dengan kerang hijau
sehingga memudahkan responden dalam pengisian kuesioner.
E. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya kontaminasi logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang menjadi
sampel. Metode yang digunakan pada pemeriksaan laboratorium dalam
penelitian ini adalah destruksi basah. Teknik destruksi merupakan teknik
yang digunakan untuk melarutkan logam-logam dalam jaringan hewan
atau tumbuhan yang bersifat organik. Metode destruksi yang digunakan
adalah metode destruksi basah sehingga waktu yang digunakan untuk
preparasi sampel lebih cepat (EPA, 2007).
70
1. Alat
a. AAS h. Pipet volumetrik 5 ml
b. Neraca analitik i. Aluminium foil
c. Pipet tetes j. Kertas saring
d. Tissu k. Gelas piala 250 ml
e. Digesti l. Kaca arloji
f. Labu takar 50 ml m. Gelas ukur 100 ml
g. Pipet volumetrik 10 ml n. Oven
2. Bahan
a. Kerang Hijau
b. Asam nitrat (HNO3) 65 % p.a
c. Hidrogen peroksida (H2O2) 50 % p.a
d. Asam Sulfat (H2SO4) 98 % p.a
e. Asam Perklorat (HClO4) 70 % p.a
f. Aquadest
g. (Pb (NO3)2)
3. Cara Kerja
a. Destruksi Sampel Kerang Hijau
Langkah-langkah destruksi sampel kerang hijau (EPA, 2007).
a. Sampel kerang diambil bagian dagingnya.
b. Di keringkan dalam oven dalam suhu 1050C selama 3 jam.
c. Ditumbuk hingga halus.
d. Timbang sampel sebanyak 1 gram dalam beaker glass.
e. Kemudian diasamkan (lakukan di dalam lemari asam).
71
f. Tambahkan 8 ml HNO3 kemudian ditutup menggunakan kaca
arloji, lalu panaskan di atas hot plate (dievaporasi) dan aduk
hingga volume sampai 5 ml.
g. Tambahkan 5 ml HClO4, dipanaskan di atas hot plate
(dievaporasi) sampai asap putih hilang dan aduk hingga volume
sampai 5 ml.
h. Saring dengan kertas saring.
i. Masukan ke dalam labu takar 50 ml, bilas dinding beaker glass
dengan aquadest dan tambahkan aquadest hingga batas tera.
j. Sampel siap diukur dengan AAS.
4. Prosedur Kerja AAS
Pastikan bahwa alat AAS, auto sampler, FIMS, sumber arus EDL
power dan komputer terangkai dengan baik dan semua kabel power
terpasang dengan benar.
a. Siapkan larutan standar, sampel kerang dalam labu ukur 50 ml bersama
dengan larutan HNO3 65%, dan larutan standar Cd.
b. Hidupkan blower. Buka kran gas N2 dan atur tekanan sesuai dengan
besar tekanan yang direkomendasikan.
c. Nyalakan air, kompresor dan jet set.
d. Nyalakan AAS dan PC
e. Menyalakan api selama beberpa saat (±30 menit warming up).
f. Operasikan semua peralatan AAS.
Setelah itu, hitung kadar Pb dengan persamaan garis regresi kurva
kalibrasi menggunakan rumus
72
Kadar Pb (mg/gram) = C x F
B
Dimana:
C = Konsentrasi Pb, Cd, Hg dalam sampel dari pembacaan
AAS (mg/L)
F = Volume larutan uji (0,05L)
B = Bobot sampel (gram)
5. Pembuatan Deret Standar
Pembuatan Deret standar (Pb(NO3)2) :
Pipet sebanyak 5 ml larutan induk (Pb(NO3)2) 1000 ppm, masukkan
ke dalam labu takar 50 ml, lalu tambahkan air suling hingga tanda tera
(diperoleh deret standar dengan konsentrasi 100 ppm). Buat deret standar
dengan konsentrasi (10, 5, 2, 1, 0,5, 0,1) ppm.
a. 10 ppm :
Pipet sebanyak 5 ml lar deret standar dengan konsentrasi 100 ppm,
lalu masukkan ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan air suling hingga
tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 10 ppm).
b. 5 ppm :
Pipet sebanyak 25 ml lar deret standar dengan konsentrasi 10 ppm,
lalu masukkan ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan air suling hingga
tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 5 ppm).
73
c. 2 ppm
Pipet sebanyak 20 ml lar deret standar dengan konsentrasi 5 ppm,
lalu masukkan ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan air suling hingga
tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 2 ppm).
d. 1 ppm
Pipet sebanyak 25 ml lar deret standar dengan konsentrasi 2 ppm,
lalu masukkan ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan air suling hingga
tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 1 ppm).
e. 0,5 ppm
Pipet sebanyak 25 ml lar deret standar dengan konsentrasi 1 ppm,
lalu masukkan ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan air suling hingga
tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 0,5 ppm).
f. 0,1 ppm
Pipet sebanyak 10 ml lar deret standar dengan konsentrasi 0,5 ppm,
lalu masukkan ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan air suling hingga
tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 0,1 ppm).
g. 0,05 ppm
Pipet sebanyak 10 ml lar deret standar dengan konsentrasi 0,1 ppm,
lalu masukkan ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan air suling hingga
tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 0,05 ppm).
74
F. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Setelah penghitungan kadar timbal (Pb) pada kerang hijau dan data
survei masyarakat terkait pengetahuan, sikap, status ekonomi dan perilaku
mengonsumsi kerang hijau tercemar logam Pb didapat, lalu diolah dengan
tahapan berikut:
a. Pemeriksaan data
Dilakukan untuk melihat apakah data primer yang dikumpulkan
pada instrumen penelitian atau kuesioner sudah benar dan tidak terjadi
kesalahan dalam pengisian. Data yang diperiksa terkait dengan
pengetahuan dan sikap responden terkait dengan pencemaran oleh logam
timbal (Pb) pada kerang hijau yang mereka konsumsi. Serta perilaku
responden dalam mengonsumsi kerang hijau dalam kehidupan sehari-hari.
b. Kode (Coding)
Data yang sudah terkumpul dikelompokkan sesuai dengan tujuan
pengumpulan data. Pemberian kode pada setiap pertanyaan pada kuesioner
sehingga mempermudah dalam pengecekan ulang dan entri data.
c. Entri Data
Entri data menggunakan software statistik yang ada pada program
komputer.
d. Cleaning Data
Proses terakhir dalam manajemen data. Proses ini dilakukan untuk
memeriksa kembali data yang masuk kedalam program analisis data. Jika
ada kesalahan dalam data maka dilakukan perbaikan. Cara yang dilakukan
75
dalam cleaning data yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari
variabel-variabel.
2. Uji Validitas dan Reabilitas
Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur. Sedangkan uji reliabilitas adalah
indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat
dipercaya atau dapat diandalkan. Uji validitas dan reabilitas dilakukan
terhadap 30 orang masyarakat yang tinggal disekitar lokasi penelitian yang
memiliki karakteristik sama dengan sampel penelitian.
Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan cara bertanya
kepada 30 responden yang memiliki karakteristik yang mirip dengan
sampel penelitian ini, diantaranya adalah ibu rumah tangga yang tinggal di
daerah yang dekat dengan lokasi budidaya kerang hijau Kali Adem Muara
Angke Jakarta. Hasil pengujian validitas dapat dilihat pada kolom
“corrected item-total correlation”, nilai r hitung yang terdapat pada kolom
tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel. Bila nilai r hitung lebih besar
dari nilai r tabel (r hitung > r tabel) maka dapat dikatakan instrument
tersebut valid. (r tabel = 0,316)
Dari hasil uji validitas didapatkan 5 pertanyaan yang dinyatakan
tidak valid, dari pertanyaan yang tidak valid tersebut sebanyak 2
pertanyaan dihapus dan sisanya dirubah redaksi dan penyusunan kata
sehingga menjadi valid. Sehingga total pertanyaan pada kuesioner ini
sebanyak 22 pertanyaan.
76
Sedangkan uji reabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan cara
melihat nilai r pada kolom “Cronbach’s alpha”, sama dengan uji validitas.
Jika nilai r hitung lebih besar dari pada r tabel (r hitung > r tabel) maka
dapat dikatakan instrument tersebut realiabel. Dari hasil uji reabilitas
terhadap 22 pertanyaan pengetahuan dan sikap menunjukan hasil yang
realiabel. Diketahui nilai alpha sebesar 0,538 sedangkan r tabel sebesar
0,361. Hal ini berarti r hitung > r tabel sehingga dapat dikatakan
pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner ini reliabel sehingga dapat
digunakan untuk alat pengumpulan data.
3. Analisis Data
Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis univariat dan analisis
bivariat, yakni sebagai berikut:
a. Univariat
Analisis univariat yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran pada masing-masing variabel yang telah diteliti.
Data akan disampaikan dalam bentuk distribusi frekuensi menurut masing-
masing variabel yang akan diteliti.
Variabel independen pada penelitian ini yaitu pengetahuan dan sikap
masyarakat sekitar lokasi budidaya kerang hijau terkait pencemaran
kerang hijau oleh logam timbal (Pb). Variabel dependen dalam penelitian
ini adalah perilaku mengonsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal
(Pb). Kadar logam timbal (Pb) dibuktikan dari hasil uji laboratorium
sebagai variabel dependen.
77
b. Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Varibael independen yang
dimaksud adalah variabel pengetahuan dan sikap masyarakat di Kali Adem
terkait dengan pencemaran logam timbal pada kerang hijau di sekitar
lokasi penelitian. Selanjutnya variabel dependen yaitu perilaku konsumsi
kerang hijau yang tercemar logam timbal (Pb). Analisis bivariat dalam
penelitian ini menggunakan uji Chi-Square. Chi Square merupakan uji
yang dilakukan dimana variabel yang dihubungkan keduanya adalah
kategorik.
Untuk melihat hasil kemaknaan dinyatakan dalam p value dengan
tingkat kemaknaan (α) 5%. Adapun ketentuan yang berlaku adalah sebagai
berikut:
a. Bila nilai p value < 0,05 berarti terdapat hubungan antara variabel
independen yang diteliti dengan variabel dependen.
b. Bila nilai p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan antara variabel
independen yang dimaksud dengan variabel dependen.
78
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Tempat Penelitian
1. Gambaran Teluk Jakarta
Teluk Jakarta terletak pada 06000’40” LS dan 05054’40”LS serta
106040’45”BT dan 107001’19”BT. Teluk Jakarta adalah teluk yang
berada di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah Utara Provinsi DKI
Jakarta Topografi Teluk Jakarta umunya didominasi oleh lumpur, pasir
dan krikil. Lumpur banyak berdapat di bagian peninggir dan tengah teluk,
sedangkan pasir semakin menonjol di bagian laut lepas. Menurut data
BPLHD dan KP2L Provinsi DKI Jakarta kondisi fisik perairan Teluk
Jakarta sebagai berikut (BPLHD, 2013):
a. Kedalaman Teluk Jakarta berkisar dari 4,00 – 29,0 meter.
b. Kemiringan dasar lautnya ke arah utara, artinya makin ke utara
makin dalam.
c. Kedalaman di muara berkisar 0,50 – 3,00 meter.
d. Pada daerah pesisir dalam waktu 24 jam terjadi satu kali pasang
tertinggi dan satu kali surut rendah.
e. Pada musim kemarau perbedaan pasang surut sekitar 1,2 meter dan
besaran diurnal pada mulut Teluk Jakarta 3,8 meter di Tanjung Pasir
besaran diurnalnya 2,6 meter sedangkan di Kepulauan Seribu adalah
4,2 meter.
79
f. Kecepatan arus berkisar antara 0,20 – 1,20 m/detik dengan arah barat
(3320) sampai dengan tenggara (1440).
g. Umumnya tinggi gelombang di Teluk Jakarta berkisar antara 0,1 – 1
meter, dengan periode 1 sampai 8 detik dan memiliki panjang
gelombang 1 – 21 meter.
h. Suhu di perairan laut berkisar antara 27,90 – 28,87 oC.
i. Salinitas perairan laut berkisar antara 31,50 – 32,590/00
Teluk Jakarta membentang dari Tanjung Kait di bagian Barat hingga
Tanjung Kerawang di bagian Timur. Teluk Jakarta merupakan muara dari
13 sungai yang berada di kota Jakarta, diantaranya sungai Cisadane di
bagian Barat, sungai Ciliwung di bagian tengah dan sungai Citarum serta
sungai Bekasi yang berada dibagian Timur. Berikut di bawah ini adalah
gambar dari lokasi penelitian :
Gambar 5.1 Lokasi Penelitian
80
2. Gambaran Kali Adem Muara Angke Jakarta
Muara Angke terletak pada 6°6′21″LS,106°46′29.8″BT berbatasan
dengan pelabuhan kapal ikan dan pusat pelelangan ikan yang berada di
wilayah Jakarta. Secara administratif pemerintahan Kali Adem terletak di
Kelurahan Pluit Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Wilayah Kali
Adem merupakan salah satu perkampungan nelayan yang berada disekitar
kawasan Muara Angke Jakarta Utara. Sebagian besar penduduk di
perkampungan ini berprofesi sebagai nelayan, salah satunya adalah
nelayan kerang hijau. Sistem strata di wilayah perkampungan ini masih
menggunakan sistem kelompok, setiap kelompok dipimpin oleh satu ketua
kelompok. Perkampungan ini di bagi menjadi 10 kelompok nelayan
dengan total penduduk pada seluruh kelompok adalah 1278 jiwa.
Lokasi geografis pada wilayah Kali Adem ini dimanfaatkan sebagai
lahan pekerjaan oleh masyarakat setempat. Berdasarkan hasil survei
peneliti sejak tahun 1987 wilayah kali adem telah digunakan sebagai
budidaya kerang hijau. Sampai saat ini terdapat kurang lebih 11 pengepul
kerang hijau yang ada di Kali Adem yang mempekerjakan masyarakat
yang tinggal diwilayah Kali Adem sebagai buruh atau pengupas kerang
hijau. Rata-rata konsumsi kerang hijau pada masyarakat Kali Adem cukup
tinggi karena letak tempat tinggal yang berada di pusat budidaya kerang
hijau. Sumber kerang hijau yang dionsumsi oleh masyarakat Kali Adem
seluruhnya berasal dari budidaya kerang hijau disekitar tempat tersebut.
81
B. Karakteristik Responden
Responden dari penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang tinggal
di Kali Adem Muara Angke Jakarta dan termasuk kedalam kelompok 6
dan 7. Ibu rumah tangga yang mayoritas memiliki profesi sebagai
pengolah dan pengupas kerang hijau. Berikut karakteristik responden yang
meliputi usia, pendidikan dan pekerjaan
1. Usia
Berikut distribusi usia ibu rumah tangga yang termasuk ke dalam
kelompok 6 dan 7 yang menjadi responden pada penelitian ini :
Tabel 5.1
Gambaran Usia Ibu Rumah Tangga Kelompok 6 dan 7 Kali
Adem Muara Angke Jakarta Tahun 2015
Umur Jumlah Persentase (%)
17-25 th (Remaja) 23 15.3
26-45 th (Dewasa) 105 70.0
> 46 th (Lansia) 22 14.7
Jumlah 150 100
Berdasarkan tabel 5.1 diatas, diketahui bahwa usia ibu rumah tangga
yang terpilih menjadi responden mayoritas memiliki umur yang termasuk
kedalam kategori dewasa dengan persentase sebesar 70 %. Kemudian
diikuti oleh remaja yaitu sebanyak 15.3 % dan terakhir adalah lansia
dengan perentase sebesar 14.7 %. Usia termuda responden adalah 17 tahun
dan usia tertua adalah 67 tahun.
82
2. Pendidikan
Berikut distribusi status pendidikan ibu rumah tangga yang termasuk
kedalam kelompok 6 dan 7 dan terpilih menjadi responden pada penelitian
ini :
Diagram 5.1
Gambaran Pendidikan pada Ibu Rumah Tangga Kelompok 6 dan 7
Kali Adem Muara Angke Jakarta Tahun 2015
Berdasarkan diagram 5.1 diketahui status pendidikan ibu rumah
tangga yang menjadi responden. Dari 150 responden mayoritas memiliki
latar belakang pendidikan SD yaitu sebesar 66 %. Selain itu masih
ditemukannya responden yang tidak sekolah dengan persentase yang
cukup besar yaitu 9 %. Dapat dikatakan bahwa mayoritas responden pada
penelitian ini memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
9%
66%
18%
7%
Tidak Sekolah SD SMP SMA
83
3. Pekerjaan
Berikut distribusi pekerjaan pada responden yang termasuk kedalam
kelompok 6 dan 7 yang tinggal di Kali Adem Muara Angke Jakarta :
Diagram 5.2
Gambaran Jenis Pekerjaan pada Ibu Rumah Tangga Kelompok 6
dan 7 Kali Adem Muara Angke Jakarta Tahun 2015
Berdasarkan diagram 5.2 dapat diketahui mayoritas pekerjaan
responden adalah ibu rumah tangga yaitu dengan persentase sebesar 51 %
dari 150 responden. Sedangkan pengupas kerang merupakan pekerjaan
terbesar kedua dengan persentase sebesar 38 %.
C. Hasil Univariat
Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan untuk melihat
gambaran pada masing-masing variabel yang telah diteliti. Analisis ini
dilakukan pada variabel kadar logam timbal (Pb) di kerang hijau,
pengetahuan, sikap dan perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar
logam timbal (Pb).
38%
51%
1%7%
3%
Pengupas Kerang IRT Pemilik Budidaya Pedagang Lain-lain (Petani, Karyawan, Buruh)
84
1. Pencemaran Logam Timbal (Pb) di Kerang Hijau
Berikut adalah hasil uji laboratorium kandungan logam timbal (Pb)
pada kerang hijau yang di ambil dari kelompok budidaya yang ada di
sekitar Kali Adem Muara Angke Jakarta:
Tabel 5.2
Kadar Logam Timbal (Pb) di Kerang Hijau
Data hasil pengukuran kadar logam timbal (Pb) pada kerang hijau
hasil budidaya perairan Teluk Jakarta, hampir secara keseluruhan sampel
memiliki konsentrasi (tercemar) logam timbal (Pb). Sebanyak 10
kelompok yang tercemar logam timbal (Pb) dan hanya satu kelompok yang
tidak tercemar logam timbal (Pb). Dengan nilai rata-rata konsentrasi logam
timbal (Pb) didalam kerang hijau sebesar 0,8 mg/kg, nilai minimum
Sampel Kadar Timbal
(mg/kg)
Rata-Rata Min-Max NAB
BPOM
NAB
WHO
Kelompok 1 0.63
0,8 mg/kg
0 – 2,6 mg/kg
1,5 mg/kg
Kelompok 2 1.32
Kelompok 3 0.39
Kelompok 4 0.99
Kelompok 5 0.85
Kelompok 6 2.60 0,7 mg/kg
Kelompok 7 0.12
Kelompok 8 0.96
Kelompok 9 -
Kelompok 10 0.69
Kelompok 11 0.25
85
sebesar 0 mg/kg dan nilai maksimum sebesar 2,6 mg/kg. Sampel dengan
konsentrasi timbal tertinggi adalah sampel 6.
2. Gambaran Perilaku Konsumsi Kerang Hijau yang Tercemar
Logam Timbal (Pb)
Berikut di bawah ini adalah gambaran perilaku konsumsi kerang
hijau yang tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat kelompok 6 dan
7 yang menjadi responden :
Tabel 5.3
Gambaran Perilaku Konsumsi Kerang Hijau yang
Tercemar Logam Timbal (Pb)
Dari tabel 5.3 dapat diketahui bahwa perilaku konsumsi kerang hijau
pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta memiliki nilai rata-rata
sebesar 11.47 gr/hari dengan nilai minimal yaitu 0 gr/hari dan nilai
maksimal sebesar 69.3 gr/hari. Sedangkan jika dikategorikan dengan
menggunakan nilai median sebagai nilai tengah di dapatkan proporsi yang
sama antara kategori sering dan tidak sering yaitu sebesar 50 %.
Berdasarkan hasil uji normalitas diketahui data berdistribusi tidak normal.
Selain gambaran perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar
logam timbal (Pb) yang di jelaskan pada tabel 5.3. Berikut di bawah ini
terdapat distribusi sumber kerang yang dikonsumsi oleh responden :
Perilaku
Konsumsi
Jumlah Persentase % Rata-Rata
(gr/hari)
Median
(gr/hari)
Min-Max
Sering 75 50
11.47 5.75 0-69.3 Tidak Sering 75 50
Jumlah 150 100
86
Tabel 5.4
Sumber Kerang Hijau yang Dikonsumsi
Dari tabel 5.4 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memilih
sumber kerang hijau yang mereka konsumsi berasal dari kelompok
pengepul 6 dan 7 dengan presentase yang sama yaitu 22.0 %. Kelompok
pengepul yang paling sedikit dipilih sebagai sumber kerang hijau adalah
kelompok pengepul 9 dan 11 dengan persentase sebesar 2.0 %.
Sumber Kerang Hijau Jumlah Persentase
Kelompok 1 8 5.3
Kelompok 2 10 6.7
Kelompok 3 15 10.0
Kelompok 4 8 5.3
Kelompok 5 12 8.0
Kelompok 6 33 22.0
Kelompok 7 33 22.0
Kelompok 8 12 8.0
Kelompok 9 3 2.0
Kelompok 10 8 5.3
Kelompok 11 3 2.0
Tidak Mengonsumsi 5 3.4
Jumlah 150 100
87
3. Gambaran Pengetahuan Responden Terhadap Pencemaran
Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau
Berikut adalah gambaran pengetahuan responden terhadap
pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau :
Tabel 5.5
Gambaran Pengetahuan Responden Terhadap Pencemaran Logam
Timbal (Pb) pada Kerang Hijau
Pengetahuan Jumlah Persentase (%)
Tinggi 67 44.7
Rendah 83 55.3
Jumlah 150 100
Dari tabel 5.5 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki
kategori pengetahuan yang rendah yaitu sebanyak 83 responden (55.3%).
Pengetahuan tersebut mengenai pencemaran logam timbal (Pb) yang
terjadi pada kerang hijau, jalur masuk logam timbal (Pb) ke manusia dan
bahaya logam timbal bagi kesehatan.
4. Gambaran Sikap Responden Terhadap Pencemaran Logam
Timbal (Pb) pada Kerang Hijau
Berikut merupakan gambaran sikap responden terhadap pencemaran
logam timbal (Pb) pada kerang hijau :
88
Tabel 5.6
Gambaran Sikap Responden Terhadap Pencemaran Logam Timbal
(Pb) pada Kerang Hijau
Sikap Jumlah Persentase (%)
Positif 70 46.7
Negatif 80 53.3
Jumlah 150 100
Dari tabel 5.6 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki
sikap yang negatif terhadap pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang
hijau yang berasal dari budidaya Kali Adem Muara Angke Jakarta yaitu
sebanyak 80 responden (53.3%). Hasil tersebut menggambarkan bahwa
sebagian besar masyarakat di Kali Adem Muara Angke tidak setuju bahwa
kerang hijau yang berasal dari Kali Adem Muara Angke sudah dalam
kondisi yang tercemar oleh logam timbal (Pb).
D. Hasil Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat
yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen. Uji yang digunakan untuk menganalisis
hubungan antara pengetahuan, sikap dengan perilaku konsumsi kerang
hijau yang tercemar logam timbal (Pb) adalah uji Chi-square.
89
1. Hubungan Antara Pengetahuan dengan Perilaku Konsumsi
Kerang Hijau Tercemar Logam Timbal (Pb)
Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku konsumsi kerang
hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat di Kali Adem Muara
Angke Jakarta tahun 2015 dengan menggunakan uji chi-square di sajikan
pada tabel 5.7 berikut.
Tabel 5.7
Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Konsumsi Kerang
Hijau Yang Tercemar Logam Timbal (Pb)
Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat hasil analisis hubungan antara
pengetahuan dengan perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam
timbal (Pb) menunjukan bahwa mayoritas responden adalah masyarakat
yang memiliki pengetahuan rendah terkait pencemaran logam timbal (Pb)
pada kerang hijau dan sering mengonsumsi kerang hijau tercemar logam
timbal (Pb) yaitu sebanyak 48 responden (64%).
Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0.033 (α = 0,05) maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam
timbal (Pb) pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta tahun 2015.
Dari hasil analisis juga diperoleh nilai PR sebesar 1,435 (CI 95% 1,017 –
Pengetahuan
Konsumsi Kerang Logam
Timbal (Pb) Jumlah
P
value PR (95% CI)
Sering
Tidak Sering
N % N % N %
Rendah 48 64 35 46.7 83 55.3
0.033 1,435
(1,017 – 2,025) Tinggi 27 36 40 53.3 67 44.7
Total 75 100 75 100 150 100
90
2,025) yang berarti bahwa masyarakat yang memiliki pengetahuan yang
rendah memiliki resiko lebih tinggi untuk mengonsumsi kerang hijau
dengan frekuensi yang sering dibandingkan dengan masyarakat yang
memiliki pengetahuan tinggi.
2. Hubungan Antara Sikap dengan Perilaku Konsumsi Kerang
Hijau Tercemar Logam Timbal (Pb)
Hubungan antara sikap dengan perilaku konsumsi kerang hijau
tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat di Kali Adem Muara Angke
Jakarta tahun 2015 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada
tabel 5.8 berikut.
Tabel 5.8
Analisis Hubungan Sikap dengan Perilaku Konsumsi Kerang Hijau
Yang Tercemar Logam Timbal (Pb)
Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan hasil analisis hubungan antara
sikap dengan perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal
(Pb). Menunjukan bahwa sebanyak 38 responden (50.7%) yang memiliki
sikap negatif mengenai pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau
dan memiliki frekuensi yang sering dalam mengonsumsi kerang hijau.
Sikap
Konsumsi Kerang Logam
Timbal (Pb) Jumlah
P
value
PR
(95% CI) Sering
Rendah
N % N % N %
Negatif 38 50.7 42 56.0 80 53.3
0,513 0,899
(0,653 – 1,237) Positif 37 49.3 33 44.0 70 46.7
Total 75 100 75 100 150 100
91
Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,513 (α = 0,05). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara sikap masyarakat
dengan perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) pada
masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta tahun 2015. Sedangkan
diperoleh nilai PR sebesar 0,513 (CI 95% 0,653 – 1,237), hal ini berarti
tidak terdapat hubungan yang bermakna diantara variabel sikap terhadap
perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal.
92
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian
diantaranya adalah :
1. Masih sangat rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh
masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta. Hal ini
menyebabkan beberapa responden mengalami kesulitan dalam
menjawab kuesioner.
2. Waktu wawancara atau pengambilan data yang berbarengan
dengan waktu responden bekerja atau mengupas kerang hijau, hal
ini diasumsikan peneliti dapat mengganggu konsentrasi responden
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
3. Pengambilan sampel kerang hijau yang hanya satu kali
pengambilan, menyebabkan tidak dapat di ketahuinya rata-rata
cemaran logam timbal di dalam tubuh kerang hijau selama periode
waktu tertentu.
4. Tidak dipertimbangkannya faktor umur dan ukuran minimal
kerang hijau sebagai kriteria dari sampel kerang hijau, sehingga
menyebabkan sampel yang terpilih memiliki umur dan ukuran
yang berbeda. Hal ini berpengaruh terhadap konsentrasi logam
timbal (Pb) pada sampel yang diambil.
93
B. Analisis Univariat
1. Pencemaran Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau
Timbal (Pb) termasuk logam berat yang beracun. Secara alami
logam timbal (Pb) dapat ditemui di dalam tanah, Timbal (Pb) juga
merupakan salah satu logam berat yang banyak di gunakan di dalam
industri, bahkan buangan limbah industri merupakan sumber utama
pencemaran timbal (Pb) di badan air atau perairan laut (Achmadi, 2009).
Menurut hasil penelitian Cordova (2011) menyatakan bahwa beban
pencemaran yang berasal dari Kali Angke yang masuk ke perairan Teluk
Jakarta cukup tinggi. Beban pencemar yang berasal dari Kali Angke untuk
bahan organik yang terurai oleh mikroorganisme (BOD) jumlahnya
mencapai 944,31 ton/bulan sedangkan untuk bahan organik yang terurai
secara kimia (COD) jumlahnya mencapai 1745,00 ton/bulan dan
cenderung naik setiap tahunnya.
Sementara itu kadar beban pencemaran logam berat timbal (Pb) dari
Kali Angke adalah yang paling besar jika di bandingkan dengan logam
berat lainnya, yaitu sebesar 0,0825 ton/hari. Hal ini selaras dengan
peningkatan industri di DKI Jakarta. Tingginya logam berat tersebut
dikarenakan logam berat merupakan bahan suplemen yang harus ada
dalam industri terutama industri elektronik, otomotif, cat dan lain-lain
(Cordova, 2011).
Terdapatnya logam berat pada ekosistem laut akan berpengaruh
terhadap biota yang ada di dalamnya, salah satunya adalah kerang hijau.
Kerang hijau merupakan salah satu indikator pencemaran logam yang
94
terjadi di suatu perairan. Hal tersebut dikarenakan kerang hijau memiliki
kemampuan absorbsi logam yang baik jika dibandingkan dengan biota laut
yang lain. Hal ini dikarenakan kerang adalah hewan yang tinggal menetap
di suatu tempat dan hidup dengan cara menyaring makanan yang berupa
bahan organik terlarut di dalam air laut, sehingga kebiasaan hidup yang
menetap adalah alasan utama kerang memiliki kemampuan absorbsi yang
baik terhadap logam (Nurjanah dkk, 1999).
Kerang hijau juga merupakan salah satu jenis kerang yang digemari
masyarakat dengan nilai ekonomis dan kandungan gizi yang sangat baik
untuk dikonsumsi, yaitu terdiri dari 40,8 % air, 21,9 protein, 14,5 lemak,
18,5 karbohidrat dan 4,3 abu. Dari 100 gram daging kerang hijau
menghasilkan 100 kalori. Kandungan gizi kerang hijau sebanding dengan
daging sapi, telur dan daging ayam. Organisme kerang memilki sifat
bioakumulatif terhadap logam berat lebih besar dari pada hewan air
lainnya karena habitat hidupnya yang menetap, lambat untuk dapat
menghindarkan diri dari pengaruh polusi dan mempunyai daya toleransi
yang tinggi terhadap konsentrasi logam tertentu. Dengan begitu, jenis
kerang merupakan indikator yang sangat baik untuk memonitor suatu
pencemaran lingkungan (Hutagaol, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian terdapat 10 (90.9 %) dari 11 sampel
kerang hijau yang diuji laboratorium ditemukan memiliki kadar logam
timbal (Pb) atau dapat dikatakan tercemar oleh logam timbal (Pb). Dari
sepuluh (10) sampel kerang hijau tersebut terdapat satu sampel yang
mengandung kadar logam timbalnya sudah melebihi nilai ambang batas
95
yang sudah di tentukan yaitu sebesar 1,5 mg/kg (BPOM, 2009), sedangkan
8 sampel lainnya memiliki kadar logam timbal yang masih di bawah nilai
ambang batas yang di tentukan. Rata-rata kadar logam timbal (Pb) pada
seluruh sampel kerang hijau yang di periksa adalah 0.8 mg/kg, dengan nilai
kadar tertinggi yaitu 2.6 mg/kg (sampel 6).
Sedangkan pada sampel 9 kadar logam timbal (Pb) tidak terdeteksi
pada hasil pemeriksaan laboratorium. Hal ini diasumsikan terjadi karena
pada sampel 9 ukuran kerang hijau relatif lebih kecil dibandingkan dengan
ukuran kerang hijau pada sampel lainnya. Ukuran kerang hijau erat
kaitannya dengan umur hidup kerang hijau, karena ukuran dan umur
kerang hijau berbanding lurus, jadi semakin tua umur kerang hijau akan
semakin besar ukuran yang dimiliki.
Kerang hijau yang memiliki ukuran yang lebih besar cenderung
memiliki kadar atau konsentrasi logam timbal (Pb) yang lebih tinggi. Hal
ini berkaitan dengan umur hidup dari kerang yang berbanding lurus
dengan ukuran kerang. Maka, semakin lama kerang hijau berada di suatu
perairan yang tercemar maka akan semakin besar kadar logam timbal (Pb)
yang di temukan dalam tubuh kerang hijau tersebut. Hal ini sejalan dengan
penelitian Mulyawan yang menemukan bahwa terdapat perbedaan kadar
logam di dalam kerang hijau yang berukuran kecil, sedang dan besar
(Mulyawan, 2005).
Tujuan dilakukannya pemeriksaan kadar logam timbal (Pb) pada
kerang hijau ialah untuk mengetahui kondisi kerang hijau yang berasal dari
budidaya disekitar Kali Adem Muara Angke Jakarta. Apakah kerang
96
dalam kondisi yang sudah tercemar atau masih baik untuk konsumsi.
Meskipun rata-rata kadar logam timbal (Pb) pada sampel masih di bawah
nilai ambang yang di tetapkan, namun hal ini merupakan suatu masalah
mengingat sifat dari logam timbal (Pb) yang bersifat terakumulasi di dalam
tubuh. Selain itu logam timbal (Pb) juga dapat menyebabkan gangguan
kesehatan bagi manusia, diantaranya adalah gangguan sistem saraf, gastro-
intenstinal, haemopoietik, urinaria, kardiovaskuler dan reproduksi
(Widiowati dkk, 2008).
Logam timbal (Pb) di dalam tubuh terakumulasi di membran
jaringan lunak dan plasma. Selanjutnya didistribusikan ke bagian dimana
kalsium memegang peran penting seperti gigi pada anak dan tulang pada
semua umur. Timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan
dan makanan. Konsumsi timbal (Pb) dalam jumlah banyak secara
langsung menyebabkan gangguan pada kesehatan pada bayi dan anak-
anak. Paparan timbal (Pb) yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan
otak, menghambat pertumbuhan anak, kerusakan ginjal, gangguan
pendengaran, mual, sakit kepala, serta gangguan pada kecerdasan dan
tingkah laku. Sedangkan pada orang dewasa, timbal (Pb) dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah, gangguan pencernaan,
kerusakan ginjal, gangguan reproduksi dan kerusakan saraf (SNI, 2009).
Hasil pengukuran konsentrasi logam timbal (Pb) pada kerang hijau
pada penelitian ini menunjukan hasil yang lebih rendah dari pada hasil
yang didapatkan pada saat uji pendahuluan. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah perbedaan umur kerang yang di
97
ambil sebagai sampel. Pada saat dilakukan studi pendahuluan umur kerang
hijau yang digunakan sebagai sampel berkisar 4-5 bulan sedangkan pada
saat penelitian umur kerang hijau yang digunakan sebagai sampel berkisar
2 - 2,5 bulan. Hal ini sejalan dengan penelitian Cordova (2011) dan Apriadi
(2005) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan konsentrasi logam
timbal (Pb) yang semakin tinggi pada kerang hijau yang memiliki umur
lebih lama.
Menurut hasil penelitian Prihartini (2006) menyatakan bahwa umur
kerang optimum berkisar pada bulan ke lima, sedangkan ukuran optimum
kerang berada pada ukuran 8 cm. Pada kondisi optimum ini, dapat
diketahui kadar logam timbal (Pb) melalui pemeriksaan laboratorium,
diasumsikan pada umur tersebut dapat merepresentatifkan kondisi
pencemaran yang ada di lingkungan tersebut. Selain itu pada umur dan
ukuran optimum tersebut kerang hijau biasa dipanen atau dijual untuk
kemudian dikonsumsi oleh masyarakat.
Selain umur kerang terdapat hal lain yang dapat mempengaruhi
konsentrasi logam timbal pada kerang hijau yaitu konsentrasi logam timbal
(Pb) di dalam air laut, tempat dimana kerang hijau tersebut hidup dan
mencari makan. Menurut penelitian Dahlia (2009) menyatakan terdapat
hubungan yang kuat antara konsentrasi logam timbal (Pb) pada kerang
hijau dengan konsentrasi logam timbal (Pb) dalam air laut dengan nilai r =
0.8124 (titik 1) dan r = 0.9995 (titik 2). Hal ini menunjukan bahwa semakin
tinggi konsentrasi logam di suatu perairan maka akan semakin tinggi pula
konsentrasi logam pada biota di dalamnya atau sebaliknya.
98
Alasan ketiga adalah disebabkan oleh waktu pengambilan kerang
yang berbeda, Hal ini terkait dengan musim atau pergerakan angin pada
saat pengambila sampel dilakukan. Pada waktu studi pendahuluan, sampel
kerang diambil pada bulan Januari – Februari dimana pada waktu tersebut
merupakan Musim Barat. Menurut Prasetyo (2009) pada saat Musim Barat
terjadi peningkatan kecepatan arus permukaan air laut, sehingga
memungkinkan terjadinya turbulensi atau pengadukan. Pada permukaan
yang cukup dangkal pengadukan oleh arus atau gelombang laut dapat
menyebabkan endapan partikel timbal (Pb) yang ada di dasar terangkat
menyebar. Hal ini yang meyebabkan logam timbal dapat lebih mudah
terserap oleh kerang hijau, Peristiwa ini biasa disebut resuspensi logam
timbal (Pb) (Prasetyo, 2009).
Faktor lain terkait dengan musim adalah tingginya curah hujan yang
terjadi pada saat dilakukannya studi pendahuluan (Januari – Februari).
Pada saat tingginya curah hujan dapat mengakibatkan meningkatnya debit
air sungai sehingga terjadi penggelontoran material air sungai yang lebih
besar jika dibandingkan dengan musim kemarau karena curah hujan
menurun (Prasetyo, 2009). Hal ini berhubungan dengan beban pencemaran
yang dibawa sungai ke perairan/laut. Semakin besar arus sungai maka akan
semakin banyak membawa beban pencemaran kelaut atau sebaliknya.
Selain faktor-faktor tersebut, masih terdapat beberapa faktor lain
yang dapat mempengaruhi bioakumulasi logam timbal pada kerang hijau
atau biota laut lainnya. Faktor tersebut diantaranya adalah jenis dan sifat
logam, jenis biota dan cara makan, serta kondisi lingkungan di sekitar
99
kerang hijau atau biota tersebut hidup seperti suhu, pH, kesadahan dan
salinitas (Riani, 2012).
Sementara itu distribusi kerang hijau yang berasal dari Muara Angke
atau perairan Teluk Jakarta memiliki cakupan yang cukup luas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik budidaya, mereka
menyatakan bahwa hasil panen kerang hijau yang mereka miliki
didistribusikan ke pasar-pasar yang ada di Jakarta, bahkan berdasarkan
hasil wawancara pada pedagang kerang hijau yang ada di Pasar Ciputat
dan Pasar Parung yang termasuk ke dalam wilayah Kota Tangeran Selatan
dan Kota Bogor masih mendapatkan kerang hijau yang berasal dari Teluk
Jakarta.
Hal ini menunjukan bahwa bukan hanya masyarakat yang tinggal di
sekitar pesisir pantai atau muara yang memiliki risiko terhadap paparan
logam timbal (Pb) melalui konsumsi kerang hijau. Akan tetapi masyarakat
luas atau pedagang – pedagang seafood baik pedagang kaki lima atau
restauran yang ada di Jakarta dan kota-kota disekitarnya juga memiliki
risiko terhadap paparan logam timbal (Pb). Oleh karena itu sebaiknya
masyarakat lebih berhati-hati dan lebih teliti sebelum mengonsumsi suatu
makanan, karena dengan lebih selektif terhadap apa yang dimakan maka
dapat lebih menjaga kondisi kesehatan tubuh kita.
Budidaya kerang hijau yang ada di Teluk Jakarta sebenarnya sudah
menjadi perhatian Dinas Kelautan dan Pertanian (DKP) DKI Jakarta.
Kepala DKP DKI Jakarta menyatakan bahwa budidaya kerang hijau yang
ada di Teluk Jakarta di rencanakan akan dipindahkan ke Teluk Banten
100
dimana kondisi perairannya masih lebih baik dan belum tercemar. Selain
itu Dinas Kelautan Dan Pertanian DKI Jakarta juga menghimbau kepada
masyarakat untuk tidak mengonsumsi kerang hijau yang berasal dari
Teluk Jakarta karena dapat memberikan efek buruk kepada kesehatan jika
dikonsumsi secara terus menerus (Wresti, 2011).
Disisi lain upaya pemerintah pusat maupun daerah dalam mengatasi
masalah pencemaran yang terjadi di perairan Teluk Jakarta dapat
dikatakan masih belum optimal, Selama ini pemerintah DKI telah
melakukan berbagai macam cara untuk mengatasi permasalahan di Teluk
Jakarta, antara lain: mewajibkan pengolahan limbah, melarang membuang
sampah sembarangan, menata permukiman dan normalisasi DAS
(Rokhani & Ishak, 2014).
Dilihat dari kebijakan untuk mengatasi pencemaran di Teluk Jakarta
yaitu dengan cara mengendalikan pencemaran sungai dan Teluk Jakarta
dengan menekan pencemaran dari sumbernya, agar limbah yang dibuang
ke perairan tidak terlalu banyak. Beberapa diantaranya adalah dengan
program kali bersih dan untuk kalangan industri menengah dan besar
dengan proper, serta memaksimalkan 3R (reduce, reuse dan recycle)
(Rokhani & Ishak, 2014).
Oleh karena itu, selama ini berbagai upaya telah dilakukan baik oleh
pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Namun hasil yang didapat
belum cukup untuk menanggulangi pencemaran yang ada. Ada baiknya
semua upaya yang telah dilakukan, diikuti oleh pelaksanaan pengawasan
dan juga pemberian sanksi yang tegas bagi para pelanggar aturan. Menurut
101
UU No 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, menyatakan
bahwa fungsi dan peran pemerintah terkait dengan masalah pencemaran
lingkungan bukan hanya sebagai pembuat kebijakan, akan tetapi
pemerintah juga berperan sebagai pihak yang mengawasi, agar tidak
terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dapat menyebabkan rusak atau
menurunnya kualitas lingkungan. Pencemaran yang terjadi di perairan
Muara Angke Jakarta merupakan bukti rendahnya pengawasan yang
dilakukan pemerintah.
Oleh karena itu diharapkan pemerintah dapat lebih memperhatikan
pencemaran yang terjadi di Teluk Jakarta, khususnya di perairan Muara
Angke Jakarta. Selain meningkatkan pengawasan terhadap semua industri
yang membuang limbahnya ke perairan tersebut, pemerintah juga
diharapkan dapat memperbaiki dan menjaga kualitas perairan sebagai
bentuk dari tanggung jawab pemerintah.
2. Gambaran Perilaku Konsumsi Kerang Hijau yang Tercemar
Logam Timbal (Pb)
Tindakan atau perilaku adalah respon atau reaksi konkret seseorang
terhadap stimulus atau objek. Respon ini sudah dalam bentuk tindakan
(action) yang melibatkan aspek psikomotor atau seseorang telah
mempraktikan apa yang diketahui atau disikapi (Notoatmodjo, 2010).
Pengukuran perilaku konsumsi kerang hijau ini dilakukan dengan
menggunakan pengukuran perilaku secara tidak langsung. Menurut
Notoatmodjo (2003), pengukuran perilaku secara tidak langsung adalah
dengan mewawancarai terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan
102
beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu. Wawancara dilakukan dengan
menggunakan kuesioner, sehingga hasil yang didapatkan dari variabel
praktik berasal dari pengakuan responden.
Berdasarkan tabel 5.3 gambaran perilaku konsumsi kerang hijau
tercemar logam timbal (Pb) didapatkan hasil responden memiliki rata-rata
konsumsi kerang hijau sebesar 11.47 gr/hari, nilai median sebesar 5.75 dan
nilai maksimum konsumsi kerang hijau mencapai 69.30 gr/hari.
Sedangkan cara mengkategorikan sering dan tidak sering menggunakan
nilai median sebagai cut of point karena distribusi data yang tidak normal.
Karena menggunakan nilai median sebagai cut of point maka kategori
perilaku konsumsi kerang hijau memiliki persentase yang sama, yaitu
sebanyak 75 responden (50 %).
Akan tetapi jika di bandingkan dengan rata-rata konsumsi nasional
untuk jenis makanan kerang-kerangan, rata-rata konsumsi responden atau
masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta jauh melebihi rata-rata
konsumsi nasional yaitu 2 gr/hari (Susenas, 2014). Oleh karena itu pada
penelitian ini yang di jadikan nilai cut of point adalah nilai median.
Sementara sumber kerang hijau yang responden konsumsi juga
memiliki peran yang penting terhadap paparan logam timbal (Pb) kedalam
tubuh responden. Jika responden mengonsumsi kerang hijau yang berasal
dari pembudidaya yang memiliki kerang hijau tercemar akan beda pajanan
logam timbalnya jika di bandingkan dengan pembudidaya yang kerang
hijaunya belum tercemar logam timbal. Mayoritas responden
103
mengonsumsi sumber kerang hijau berasal dari kelompok budidaya 6 dan
7 yaitu sebanyak 22 % di masing-masing kelompok budidaya.
Dari hasil pengukuran kadar logam timbal (Pb) pada sampel kerang
hijau yang diambil dari masing-masing kelompok budidaya, menunjukan
hasil bahwa kelompok 6 memiliki konsentrasi logam timbal yang paling
tinggi dibandingkan dengan kelompok budidaya lain yaitu sebesar 2.6
mg/kg. Sedangkan untuk kelompok 7 memiliki konsentrasi logam timbal
sebesar 0.12 mg/kg. Kelompok budidaya 6 dan 7 menjadi kelompok yang
paling banyak dijadikan sumber kerang hijau oleh responden untuk
konsumsi, hal ini dikarenakan banyaknya responden yang juga bekerja di
kelompok buidaya tersebut. Selain itu kelompok 6 dan 7 termasuk
kelompok budidaya yang besar jika dibandingkan dengan kelompok
budidaya yang lain.
Masih tingginya perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar
logam timbal (Pb) pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta
dapat di pengaruhi oleh beberapa hal. Menurut Green (2005) perilaku
dapat terjadi karena adanya tiga faktor penyebab perilaku itu terjadi, antara
lain adalah faktor predisposisi seperti pengetahuan dan sikap, enabling
seperti tersedianya sarana atau prasarana dan reinforcing seperti pengaruh
teman atau keluarga dalam melakukan perilaku tertentu.
Sejalan dengan teori Green berdasarkan hasil penelitian ini di
dapatkan bahwa pengetahuan responden mayoritas masih berada pada
tingkat pengetahuan yang rendah, mengenai pencemaran yang sudah
terjadi pada kerang hijau yang mereka konsumsi. Oleh karena itu mereka
104
tetap mengonsumsi kerang hijau karena belum mengetahui bagaimana
kondisi kerang hijau yang mereka makan tersebut, apakah masih dalam
kondisi yang baik (belum tercemar) atau sudah dalam kondisi yang buruk
(tercemar).
Selain pengetahuan dan sikap, faktor enabling diasumsikan ikut
berperan besar terhadap tingginya perilaku konsumsi kerang hijau
tercemar pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta. Salah satu
faktor enabling yang berpengaruh adalah tersedianya sarana untuk
mendapatkan kerang hijau dengan mudah, bagi masyarakat yang tinggal
di Kali Adem Muara Angke sangat mudah untuk mendapatkan kerang
hijau sebagai lauk untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan tempat tersebut
adalah tempat budidaya kerang hijau, ditambah lagi banyak masyarakat
yang bekerja sebagai pengupas kerang hijau sehingga kerang hijau bisa
didapatkan dengan harga yang murah bahkan gratis.
Faktor lainnya yang mempengaruhi tingginya perilaku konsumsi
adalah status ekonomi atau pendapatan masyarakat Kali Adem Muara
Angke Jakarta. Status ekonomi dan pendapatan berperan penting terhadap
daya beli masyarakat. Menurut hasil penelitian Alibas (2002) menyatakan
bahwa responden dengan pendapatan lebih rendah cenderung memilih
makanan berkualitas rendah dengan harga yang murah jika dibandingkan
dengan responden yang memiliki pendapatan atau status ekonomi yang
lebih tinggi.
Hal ini sejalan dengan hasil temuan di lapangan, saat ditanyai
mengenai status ekonomi masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta,
105
yang menyatakan bahwa rata-rata masyarakat Kali Adem masih memiliki
status ekonomi yang rendah. Dapat dilihat dari penghasilan yang di dapat
oleh para pekerja kerang dalam sehari yaitu berkisar diantara Rp. 20.000
– Rp. 40.000. Dengan nilai penghasilan tersebut logis jika mereka memilih
kerang hijau sebagai lauk untuk dikonsumsi.
Dari keterangan diatas menunjukan bahwa, untuk mendapatkan
makanan yang memiliki kualitas yang baik maka diperlukan biaya yang
lebih tinggi. Sedangkan mayoritas masyarakat Kali Adem Muara Angke
Jakarta memiliki pendapatan dibawah upah minimum yang berlaku di
Jakarta. Sehingga menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat Kali
Adem Muara Angke Jakarta terhadap pangan yang menyebabkan
masyarakat di sana memilih kerang hijau untuk dikonsumsi dalam
kehidupan sehari-hari, karena kerang hijau disana memiliki harga yang
murah bahkan bisa didapatkan dengan gratis bagi para pengupas kulit
kerang hijau.
Selain faktor status ekonomi atau pendapatan, faktor lain yang
menyebabkan masyarakat Kali Adem memiliki perilaku konsumsi kerang
hijau yang tinggi adalah kebiasaan makan. Menurut teori yang dinyatakan
oleh Foster, pada saat memilih atau menetapkan suatu makanan, seseorang
dipengaruhi oleh kebiasaan dan kebudayaan masyarakat itu sendiri (Foster
1986). Sejalan dengan teori Foster menurut hasil penelitian Mapandin
(2005) menyatakan bahwa faktor budaya memiliki hubungan dengan
konsumsi makanan pokok di dalam suatu keluarga atau masyarakat.
106
Sebagai contoh adalah masyarakat Palembang yang memiliki kebiasaan
dalam mengonsumsi pempek sebagai makanan sehari-hari.
Dari semua penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa kerang hijau
yang dibudidayakan di lokasi penelitian tidak cocok untuk dikonsumsi,
karena memiliki kandungan logam timbal (Pb). Kerang hijau lebih cocok
sebagai pembersih lingkungan perairan laut yang telah tercemar logam
berat (Cordova, 2011). Selain itu konsumsi kerang hijau pada dasarnya
tidak dianjurkan oleh Dinas Kelautan Dan Pertanian DKI Jakarta.
Masyarakat dilarang untuk mengonsumsi kerang hijau yang berasal dari
Teluk Jakarta karena dapat memberikan efek buruk kepada kesehatan jika
dikonsumsi secara terus menerus (Wresti, 2011).
3. Gambaran Pengetahuan Responden Terhadap Pencemaran
Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau
Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2007), pengetahuan dapat
menjadi dasar bagi seseorang sebelum orang tersebut mengadopsi
perilaku. Sehingga pengetahuan merupakan salah satu bagian penting yang
perlu diketahui dalam analisis perilaku seseorang. Pada penelitian ini
pengetahuan responden diukur melalui kuesioner yang terdiri dari 12
pertanyaan meliputi pengetahuan mengenai pencemaran logam timbal
(Pb) pada kerang hijau, penyebab terjadinya pencemaran, jalur masuk
polutan (logam Pb) ke manusia, serta dampak yang dapat ditimbulkan.
Dari kuesioner tersebut didapatkan hasil 83 responden (55.3%) yang
berpengetahuan rendah terkait dengan pencemaran logam timbal (Pb) pada
kerang hijau yang mereka konsumsi. Sedangkan pada kategori
107
pengetahuan tinggi terdapat 67 responden (44,7%). Sehingga dapat
dikatakan mayoritas responden memiliki pengetahuan yang rendah.
Menurut Mubarak dkk (2007), pengetahuan dapat dipengaruhi oleh
faktor pendidikan, hal ini sejalan jika di kaitkan dengan hasil penelitian
dengan melihat dari distribusi pendidikannya, sebagian besar responden
masih memiliki pendidikan yang tergolong rendah. Mayoritas responden
memiliki tingkat pendidikan akhir sekolah dasar (SD), bahkan masih
banyak ditemukan responden yang tidak bersekolah (diagram 5.1).
Hal ini diasumsikan terkait dengan status ekonomi yang rendah dari
masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta yang mayoritas
berpenghasilan berkisar Rp. 40.000/hari, Sehingga untuk mencapai tingkat
pendidikan yang tinggi masyarakat Kali Adem Muara Angke mengalami
kesulitan karena membutuhkan biaya tambahan yang harus dikeluarkan
jika ingin memperoleh pendidikan yang lebih baik lagi.
Jadi dapat diasumsikan tingkat pendidikan secara umum berkaitkan
dengan tingkat pengetahuan. Tingkat pendidikan yang rendah cenderung
memiliki tingkat pengetahuan yang rendah pula, termasuk pengetahuan
mengenai pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang mereka
konsumsi sehari-hari.
Mayoritas responden juga tidak mengetahui saat ditanyakan
mengenai apa itu logam timbal (Pb) dan bagaimana logam timbal (Pb)
dapat masuk ke dalam tubuh manusia. Sebesar 63.3 % dan 74.7 % tidak
mengetahui apa itu logam timbal (Pb) dan bagaimana logam timbal (Pb)
108
dapat masuk ke tubuh manusia. Hanya 36.7% dan 25.3% responden yang
mengetahui apa itu logam timbal (Pb) dan dapat masuk ke dalam tubuh
melalui pencernaan, pernapasan dan permukaan kulit. Hal ini sesuai
dengan teori yang di kemukaan oleh WHO (2005) bahwa zat kimia dapat
masuk ke dalam tubuh melalui pencernaan (ingesti), pernapasan (inhalasi)
dan permukaan kulit (absorbsi).
Selain itu sebanyak 80 % responden tidak mengetahui apa saja efek
kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh logam timbal (Pb). Hal tersebut
sangat memprihatinkan mengingat efek yang ditimbulkan oleh logam
timbal (Pb) jika terpapar dalam konsentrasi yang besar dapat menyebabkan
keracunan Pb yang di tandai dengan anemia, kerusakan ginjal, kerusakan
saraf, kelumpuhan parsial dan kerusakan otak (Yessi dkk, 2001).
Berdasarkan pertanyaan mengenai dari mana logam timbal itu berasal,
hanya terdapat 22 % responden yang berhasil menjawab dengan benar
bahwa logam timbal (Pb) yang ada di laut dapat berasal dari limbah
industri, transportasi kapal, dan dari limbah domestik (Achmadi, 2013).
Menurut Sunaryo (2004) pengetahuan juga di pengaruhi oleh hasil
penginderaan manusia terhadap objek tertentu yang dipengaruhi intensitas,
terutama dipengaruhi oleh indera pendengaran dan penglihatan.
Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan juga dipengaruhi
oleh sumber informasi. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan responden yang rendah tidak hanya dipengaruhi pendidikan
formal. Akan tetapi pendidikan juga dapat dipengaruhi oleh proses
penginderaan, dengan terpaparnya responden pada informasi-informasi
109
terkait dengan pencemaran oleh logam timbal (Pb) yang terjadi, baik di
ekosistem perairan maupun pada biota yang hidup di dalamnya seperti
kerang hijau (Perna viridis).
Masih kurangnya sumber informasi yang menerangkan bahwa sudah
terjadi pencemaran di ekosistem perairan sekitar Teluk Jakarta, sehingga
masyarakat masih mengonsumsi kerang hijau yang berasal dari perairan
tersebut. Hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah untuk
melakukan penyuluhan atau penyebaran informasi yang menerangkan
mengenai kondisi ekosistem perairan yang terjadi saat ini. Sehingga
diharapkan masyarakat dapat mengetahui dan memiliki kesadaran akan
bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat mengonsumsi kerang
hijau yang sudah tercemar logam timbal (Pb).
4. Gambaran Sikap Responden Terhadap Pencemaran Logam
Timbal (Pb) pada Kerang Hijau
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa terdapat 80
responden (53,3%) yang memiliki sikap negatif atau tidak setuju terhadap
pencemaran logam timbal (Pb) yang terjadi pada kerang hijau dan terdapat
70 responden (46,7%) yang memiliki sikap positif. Hal ini menunjukkan
bahwa lebih banyak responden yang menunjukkan ketidaksetujuannya
atas pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang mereka
konsumsi daripada yang setuju. Dengan kata lain responden telah
menunjukkan sikap yang kontra terhadap pencemaran logam timbal (Pb)
pada kerang hijau yang mereka konsumsi sehari-hari.
110
Sikap ini diukur dengan menggunakan kuesioner dengan
menggunakan skala Lickert dengan gradasi pernyataan sangat setuju
sampai tidak setuju yaitu ; “sangat setuju”, ”setuju”, ”ragu-ragu”, ”kurang
setuju” dan ”tidak setuju ”(Sugiyono, 2009). Pernyataan pada kategori
sikap ini diantaranya adalah persetujuan atas kondisi perairan dan kerang
hijau yang sudah tercemar oleh logam timbal (Pb), penyebab dari
pencemaran, bahaya kesehatan yang diakibatkan oleh logam timbal dan
dampak kesehatan dari mengonsumsi kerang hijau tercemar dan lain-lain.
Pada penelitian ini, sikap dikategorikan menjadi 2 yaitu sikap positif
dan sikap negatif. Menurut Zuriah (2003), sikap negatif adalah
kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak
menyukai objek tertentu. Sedangkan sikap positif adalah kecenderungan
untuk mendekati, menyenangi dan menghadapkan objek tertentu.
Berlandaskan dari teori tersebut, dalam penelitian ini yang dimaksud
sikap negatif adalah kecenderungan untuk menolak atau ketidaksetujuan
atas sudah terjadinya pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau
yang mereka konsumsi sehari-hari. Sedangkan sikap positif ialah
sebaliknya yaitu kecenderungan untuk menerima atau setuju atas
terjadinya pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang mereka
konsumsi sehari-hari.
Sikap ragu-ragu cenderung ke arah negatif yang dimiliki responden
untuk pernyataan sikap nomor C2 - C4 yaitu mengenai kondisi perairan
di sekitar muara angke dan kerang hijau yang dibudidayakan di perairan
111
tersebut sudah mengalami pencemaran, salah satunya oleh logam timbal
(Pb). Pernyataan No. C4 mengenai kondisi kerang hijau yang ada di muara
angke sudah tercemar, sebanyak 60.7% responden memilih sikap yang
tidak setuju dan sebanyak 14.0% responden memiliki sikap yang ragu-
ragu. Sedangkan untuk pernyataan No. C2 mengenai pengaruh kondisi
perairan di sekitar tempat hidup kerang berpengaruh terhadap kualitas
kerang hijau, sebanyak 47.3 % respoden memiliki sikap yang tidak setuju
dan sebanyak 11.3 % memilih sikap yang ragu-ragu. Untuk pernyataan No.
C3 mengenai kualitas air di muara angke yang sudah tercemar, sebanyak
52.0 % responden tidak setuju dan sebanyak 12.0 % responden memilih
ragu-ragu.
Hal ini dapat terjadi karena mayoritas responden memiliki
pengetahuan yang rendah, pada saat mendengar pernyataan mengenai
pencemaran logam timbal (Pb) pada perairan dan kerang hijau responden
tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya bahwa perairan dan kerang
hijau yang ada di wilayah tersebut sudah mengalami pencemaran.
Sehingga menyebabkan responden bersikap negatif atau tidak setuju
terhadap pencemaran yang terjadi baik di air maupun yang terjadi pada
kerang hijau. Selain itu jika diihat dari distribusi jenis pekerjaan pada hasil
penelitian di atas, sebanyak 38 % responden berprofesi sebagai pengupas
kerang atau bekerja di suatu industri yang mendapatkan laba atau untung
dengan cara menjual kerang hijau. Sehingga sikap negatif mungkin
muncul karena dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mendapatkan kesan
112
atau gambaran bahwa kerang hijau yang mereka jual memiliki kualitas
yang masih baik atau belum tercemar oleh logam timbal (Pb).
Waluyo (2000) menyatakan pendapat yang sama, bahwa sikap dapat
terbentuk dari 3 komponen, yakni komponen afektif (perasaan), kognitif
(pemikiran) dan perilaku. Dalam penelitian ini responden cenderung
memiliki sikap negatif yaitu tidak setuju bahwa perairan dan kerang hijau
di kawasan muara angke sudah tercemar. Hal ini dapat disebabkan karena
takut membuat kesan atau image bahwa kerang hijau yang mereka jual
atau produksi dalam kondisi yang buruk atau jelek, kemudian
menyebabkan responden berpikir untuk menututupinya dengan sikap yang
negatif.
C. Analisi Bivariat
1. Hubungan Antara Pengetahuan dan Perilaku Konsumsi Kerang
Hijau Tercemar Logam Timbal (Pb)
Pengetahuan merupakan hasil penginderaan yang diperoleh melalui
penglihatan, pendengaran, penciuman, raba, yang memberikan informasi
tertentu kepada seseorang dan menjadi pengetahuannya. Penginderaan
tersebut dapat bersumber dari pengalaman yang ada, baik berupa
pengalaman belajar, bekerja serta aktivitas dan interaksi lain dalam
kehidupan sehari-hari (Notoatmodjo, 2010). Menurut Green pengetahuan
seseorang berpengaruh terhadap perilaku seseorang (Green, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.6 menunjukan hasil
analisis hubungan antara pengetahuan mengenai pencemaran logam timbal
(Pb) pada kerang hijau dengan perilaku konsumsi kerang hijau yang
113
tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat Kali Adem Muara Angke
Jakarta. Sebanyak 48 responden (64%) memiliki pengetahuan rendah dan
sering mengonsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb). Sementara
itu, sebanyak 27 responden (36%) yang memiliki pengetahuan tinggi dan
sering mengonsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal (Pb).
Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p value = 0.033 (α
= 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara pengetahuan dengan perilaku konsumsi kerang hijau tercemar
logam timbal (Pb) pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta.
Sedangkan berdasarkan hasil uji chi square diperoleh juga nilai PR yaitu
sebesar 2,032 yang artinya adalah masyarakat dengan pengetahuan rendah
berisiko 2,032 kali lebih tinggi untuk mengonsumsi kerang hijau yang
tercemar logam timbal (Pb) jika dibandingkan dengan masyarakat yang
berpengetahuan tinggi mengenai pencemaran logam yang terjadi pada
perairan maupun biota yang ada di Teluk Jakarta.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wandasari (2014) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan
perilaku konsumsi di dalam keluarga dengan nilai (p < 0,05) dengan r
sebesar 0,849 yang berarti memiliki hubungan sangat kuat. Pengetahuan
seorang ibu rumah tangga merupakan salah satu faktor penting dalam
pembentukan preferensi makanan pada keluarga. Sedangkan menurut
Irawati dalam Diana (2002) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan
seseorang berhubungan dengan pola serta tingkat konsumsi makanannya.
114
Terdapat perbedaan tingkat konsumsi makanan antara masing–masing
individu dengan tingkat pengetahuan yang juga berbeda.
Tingginya rata-rata perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam
timbal (Pb) pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta, yaitu
sebesar 11.47 gr/hari sudah melebihi nilai rata-rata nasional konsumsi
kerang hijau yaitu sebesar 2 gr/hr. Hal ini dapat menimbulkan dampak
yang buruk terhadap kesehatan masyarakat di sekitar Kali Adem Muara
Angke Jakarta. Mayoritas masyarakat di Kali Adem Muara Angke Jakarta
tidak mengetahui bahwa kerang hijau yang mereka konsumsi sudah
menganung logam timbal (Pb) yang berasal dari pencemaran yang terjadi
di perairan/laut.
Logam timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan
dan makanan. Konsumsi timbal (Pb) dalam jumlah yang banyak secara
langsung dapat menyebabkan kerusakan jaringan, termasuk kerusakan
jaringan mukosal. Sedangkan pada bayi dan anak timbal dapat
menyebabkan kerusakan otak, penghambatan pertumbuhan anak
kerusakan ginjal, gangguan pendengaran, mual, sakit kepala, kehilangan
nafsu makan dan gangguan kecerdasan serta tingkah laku (SNI, 2009).
Selain itu dampak lain dari mengonsumsi kerang hijau yang sudah
tercemar logam timbal (Pb) adalah keracunan dengan gejala muntah-
muntah, sakit di daerah usus besar dan perut. Jika mengonsumsi kerang
hijau yang sudah tercemar logam timbal (Pb) dalam jangka waktu lama
dapat menyebabkan anemia, gangguan saraf, gangguan sistem peredaran
115
darah, gangguan sistem reproduksi dan sistem endokrin (Widiowati dkk.,
2008).
Oleh karena itu kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan
(BPOM) Republik Indonesia No. HK.00.06.1.52.4011 menetapkan batas
maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan dan SNI
7387:2009 batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan kadal
logam timbal (Pb) yang di perbolehkan ada di dalam kerang hijau sebesar
1.5 mg/kg. Hal ini merupakan salah satu bentuk upaya dalam melindungi
konsumen atau masyarakat.
Selain itu untuk menghindari dampak kesehatan yang buruk akibat
dari paparan logam timbal (Pb), masyarakat sebaiknya tidak mengonsumsi
kerang hijau dalam frekuensi yang sering. Hal ini penting dilakukan untuk
mengurangi jumlah paparan logam timbal (Pb) yang masuk kedalam
tubuh.
2. Hubungan Antara Sikap dan Perilaku Konsumsi Kerang Hijau
Tercemar Logam Timbal (Pb)
Sikap merupakan suatu respon tertutup seseorang terhadap stimulus
atau objek tertentu dan sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (setuju-tidak setuju, senang-tidak senang, baik-tidak baik,
dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi sikap merupakan faktor predisposisi
bagi seseorang untuk berperilaku. Pada penelitian ini sikap dibagi kedalam
116
dua kategori yaitu sikap negatif atau tidak setuju dan sikap positif atau
setuju/menerima.
Berdasarkan hasil analisis univariat yang sudah dilakukan, diketahui
bahwa sebanyak 80 responden (53,3%) memiliki sikap negatif atau tidak
setuju terhadap pencemaran logam timbal (Pb) yang terjadi pada kerang
hijau dan terdapat 70 responden (46,7%) yang memiliki sikap positif atau
setuju terhadap pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang
berasal dari Kali Adem Muara Angke Jakarta.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-square
didapatkan nilai p value = 0,513 (α = 0,05). Hal ini menunjukan bahwa
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap responden terhadap
pencemaran yang terjadi pada kerang hijau dengan perilaku konsumsi
kerang hijau tercemar logam timbal pada masyarakat Kali Adem Muara
Angke Jakarta.
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi
(2013), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara sikap
dengan pola konsumsi dengan nilai koefisien korelasi r = 0,521 (Dewi,
2013). Hasil penelitian lainnya juga menunjukan bahwa terdapat hubungan
antara sikap dengan pola makan yang memiliki nilai p value = 0,001 (Suci,
2011).
Pada penelitian ini didapatkan hasil tidak terdapatnya hubungan
yang bermakna antara sikap dan perilaku konsumsi kerang hijau tercemar
logam timbal (Pb). Hal ini diasumsikan oleh peneliti karena masih
117
rendahnya pengetahuan responden sehingga berpengaruh terhadap sikap
yang dimiliki responden. Hal ini sejalan dengan teori Khomsan (2009),
yaitu sikap merupakan tahapan lebih lanjut dari pengetahuan. Seseorang
yang memiliki pengetahuan yang baik akan mengembangkan sikap kearah
yang baik. Setelah itu sikap akan mengarahkan perilaku seseorang secara
langsung. Dengan demikian sikap positif akan menumbuhkan perilaku
yang positif dan sebaliknya, sikap negatif akan menumbuhkan perilaku
yang negatif. Dalam penelitian ini sikap yang dimaksud adalah sikap yang
mengarah pada perilaku memilih makanan, dapat tergambarkan dari
kebiasaan dan frekuensi makan sehari-hari.
Bukti sikap merupakan tahap lebih lanjut dari pengetahuan dapat
dilihat dari pernyataan C3 – C4. Pernyataan tersebut mengenai “kualitas
air dan kerang hijau di Muara Angke dalam kondisi yang tercemar oleh
logam timbal (Pb)”. Sebanyak 52 % responden menyatakan tidak setuju
jika kualitas air di Muara Angke dalam kondisi tercemar logam timbal (Pb)
dan 60 % responden memiliki sikap tidak setuju jika kerang hijau yang
berasal dari Muara Angke Jakarta dalam kondisi tercemar oleh logam
Timbal (Pb).
Mayoritas responden memiliki sikap negatif, hal ini diasumsikan
karena responden tidak mengetahui bagaimana kualitas perairan dan
kerang hijau yang ada di lokasi tersebut atau karena responden ingin
menutupi keadaan sebenarnya, sikap ini tidak terlepas dari kebanyakan
responden berprofesi sebagai pekerja di tempat budidaya kerang hijau Kali
Adem Muara Angke Jakarta. Sehingga masih terdapat kemungkinan
118
responden untuk berbohong demi menjaga image bahwa kerang hijau yang
mereka jual masih dalam kondisi yang baik.
Dalam penelitian ini, jika seseorang memiliki sikap yang positif
akibat dari kesadaran dan pengetahuan tinggi mengenai bahaya suatu zat
pencemar yang dapat masuk kesuatu makanan. Maka kemungkinan besar
akan menyebabkan orang tersebut berperilaku positif dengan cara
mengurangi atau menghentikan konsumsi makanan yang tercemar, agar
tidak menyebabkan gangguan kesehatan dikemudian hari.
Sedangkan saat ditanya mengenai pernyataan C9 mengenai “bahaya
kesehatan logam timbal (Pb) jika terkonsumsi kedalam tubuh manusia”
sebanyak 67 % responden menjawab setuju akan pernyataan tersebut. Hal
ini pada dasarnya sudah menunjukan hasil yang baik. Berarti masyarakat
sekitar Kali Adem Muara Angke Jakarta sudah mengetahui bahwa logam
timbal (Pb) berbahaya bagi kesehatan manusia. Akan tetapi masyarakat
belum mengetahui bahwa logam timbal (Pb) sudah berada atau sudah
mencemari kerang hijau yang ada di Perairan Muara Angke Jakarta.
Oleh karena itu perlu adanya promosi kesehatan atau penyuluhan
terkait kondisi perairan dan laut, yang perlahan-lahan terus mengalami
penurunan kualitas lingkungan. Promosi kesehatan ini dilakukan agar
masyarakat sekitar Kali Adem Muara Angke Jakarta mengetahui kondisi
perairan dan laut yang sudah tercemar yang dapat secara langsung atau
tidak langsung mempengaruhi kualitas biota yang hidup di dalamnya
termasuk kerang hijau.
119
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat Kali
Adem Mura Angke Jakarta didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Terjadi pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau (Perna
viridis) hasil budidaya masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta
dengan persentase sebesar 90.9% atau sebanyak 10 dari 11 sampel
kerang hijau (Perna viridis) mengandung logam timbal (Pb).
Dengan nilai rata-rata sebesar 0,8 mg/kg, konsentrasi tersebut masih
dibawah nilai ambang batas yang sudah ditetapkan oleh BPOM yaitu
sebesar 1,5 mg/kg.
2. Perilaku konsumsi masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta
yang terpilih sebagai responden, memiliki nilai rata-rata konsumsi
kerang hijau (Perna viridis) sebesar 11.47 gr/hari, nilai median
sebesar 5.75 gr/hari dan nilai maksimal mencapai 69.9 gr/hari.
3. Pengetahuan masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta yang
terpilih sebagai responden mengenai pencemaran logam timbal (Pb)
pada kerang hijau (Perna viridis) mayoritas berada pada kategori
rendah yaitu sebesar 55.3% dan sisanya memiliki kategori tinggi.
4. Sikap masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta yang terpilih
sebagai responden mengenai pencemaran logam timbal (Pb) pada
kerang hijau (Perna viridis) Mayoritas berada pada kategori sikap
yang negatif yaitu sebesar 53.3%.
120
5. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat
mengenai pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau (Perna
viridis) dengan perilaku konsumsi kerang hijau (Perna viridis)
tercemar logam timbal pada masyarakat Kali Adem Muara Angke
Jakarta tahun 2015.
6. Tidak terdapat hubungan antara sikap masyarakat mengenai
pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau (Perna viridis)
dengan perilaku konsumsi kerang hijau (Perna viridis) tercemar
logam timbal pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta
tahun 2015.
B. Saran
1. Saran Bagi Masyarakat
a. Dengan ditemukannya kadar logam timbal (Pb) pada kerang
hijau, diharapkan masyarakat dapat lebih berhati-hati dan mulai
mengurangi frekuensi dalam mengonsumsi kerang hijau.
Mengingat dampak kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh
logam timbal (Pb) bagi masyarakat yang mengonsumsinya.
b. Mayarakat diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan terkait
dengan pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau (Perna
viridis) dan dampak kesehatan yang ditimbulkan, demi
meningkatkan kesadaran dan mencegah timbulnya dampak
kesehatan yang dapat merugikan dikemudian hari.
c. Masyarakat diharapkan dapat lebih selektif dalam pemilihan
kerang hijau untuk dikonsumsi, karena berdasarkan hasil
121
penelitian ini didapatkan bahwa kerang hijau yang memiliki
ukuran lebih kecil atau umur hidupnya lebih muda mengandung
logam timbal (Pb) yang lebih sedikit atau rendah.
2. Saran Bagi Pemerintah
a. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan secara intensif dan
berkala kualitas air dan laju pencemaran yang terjadi pada
ekosistem perairan.
b. Pemeritah perlu meningkatkan pelaksanaan pengawasan terhadap
industri yang membuang limbah di perairan Teluk Jakarta, agar
limbah yang di buang oleh industri tersebut masih dibawah baku
mutu yang di izinkan.
c. Perlu adanya perbaikan ekosistem perairan guna mengurangi
pencemaran yang terjadi pada ekosistem perairan, salah satunya
dapat menggunakan metode bioremediasi.
3. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melihat besarnya jumlah
keterpaparan logam timbal (Pb) pada individu atau masyarakat
(biomarker) yang mengonsumsi kerang hijau (Perna viridis) yang
tercemar logam timbal (Pb) tersebut dan dapat meneliti variabel
lain terkait dengan faktor yang dapat mempengaruhi perilaku
konsumsi yang berasal dari faktor reinforcing dan faktor enabling
seperti (pengaruh keluarga dan tokoh masyarakat, status
ekonomi, sarana dan prasarana atau akses untuk mendapatkan
kerang hijau)
122
b. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melihat pencemaran
logam timbal (Pb) pada jenis kerang lain, seperti kerang bulu,
kerang hijau, kerang batik dan hasil laut lain dan juga
pengambilan sampel kerang hijau sebaiknya dilakukan selama
periode waktu tertentu dan dilakukan beberapa kali pengambilan,
agar mendapatkan gambaran kondisi kerang hijau yang lebih
representatif.
c. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melihat atau meneliti aspek
umur kerang hijau atau ukuran kerang hijau, terkait dengan
perbedaan konsentrasi atau kadar logam timbal (Pb) pada kerang
hijau yang memiliki ukuran yang berbeda.
123
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U. F. 2013. "Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan".
Jakarta. Rajawali Pers.
Agustine, D. 2008. "Akumulasi Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (Pah)
Dalam Kerang Hijau (Perna Viridis L.) Di Perairan Kamal Muara
Teluk Jakarta". Institut Pertanian Bogor.
Alibas, S. 2002. "Hubungan Antara Tingkat Pendapatan Dan Perilaku
Konsumsi Garam Beryodium Dengan Mutu Garam Di Tingkat Rumah
Tangga ". Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Apriadi, D. 2005. "Kandungan Logam Berat Hg, Pb Dan Cr Pada Air,
Sedimen Dan Kerang Hijau (Perna Viridis L.) Di Perairan Kamal
Muara, Teluk Jakarta. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor.
Ariawan, I. "Besar Dan Metode Sampel Pada Penelitian Kesehatan". Jakarta.
Universitas Indonesia Press.
Asikin. 1982. "Kerang Hijau". Jakarta. Pt. Penebar Swadaya.
ATSDR. 2007. "Toxicological Profile For Lead In: Services". U. S. D. O. H.
A. H. (Ed.).
BPLHD. 2013. "Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Tahun 2013. In: Jakarta, B. D. (Ed.)". Jakarta. Bplhd Dki
Jakarta.
BPOM Ri. 2009. "Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia
Dalam Makanan". Jakarta.
BPS DKI. 2013. "Evaluasi Rukun Warga (RW) Kumuh Provinsi DKI Jakarta
2013"
Connell, D. W. & Miller, G. J. 2006. "Kimia Dan Ekotoksikologi
Pencemaran". Jakarta. Ui Press.
124
Cordova, M. R.,Dkk. 2011. "Akumulasi Logam Berat Pada Kerang Hijau
(Perna Viridis) Di Perairan Teluk Jakarta". Journal Moluska Indonesia.
Issn 2087-8532, Volume 2(1): 1-8.
Dewi, S, R. 2013. "Hubungan Antara Pengetahuan Gizi, Sikap, Terhadap
Gizi Dan Pola Konsumsi Siswa Kelas Xii Program Keahlian Jasa Boga
Di Smk Negeri 6 Yogyakarta". Fakultas Teknik. Universitas Negeri
Yogyakarta.
Elfindri, Dkk. 2011. "Metodologi Penelitian Kesehatan". Jakarta, Baduose
Media Jakarta.
EPA. 2007. "Method 3051a Microwave Assisted Acid Digestion Of
Sediments, Sludges, Soils, And Oils". Usa. Epa.
Foster. M. G. 1986. "Antropologi Kesehatan". Jakarta. Ui Press
Green, L. W. 2005. "Health Program Planning : An Educational And
Ecological Approac". Usa. Emily Barrosse.
Hastono, S. P. 2001. "Modul Analisis Data". Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Hutagaol, S. N. 2012. "Kajian Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Pada
Air, Sedimen Dan Kerang Hijau (Perna Viridis) Di Perairan Muara
Kamal, Provinsi Dki Jakarta". Skripsi. Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Ipb.
Bogor
Khomsan. A. Dkk. 2009. "Pengetahuan, Sikap, Dan Praktek Gizi Ibu Peserta
Posyadu". Jurnal Gizi Pangan. Departemen Gizi Masyarakat. Ipb.
Bogor
Lameshow, S. Dkk. 1997. "Besar Sampel Dalam Peelitian Kesehatan".
Yogyakarta. Gajahmada University Press.
Mapandin, Wahida Y. 2006. "Hubungan Faktor-Faktor Sosial Budaya
Dengan Konsumsi Makanan Pokok Rumah Tangga Pada Masyarakat
Di Kecamatan Wamena, Kabupaten Jayawijaya Tahun 2005 " Tesis.
Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
125
Mckenzie, J. F. Dkk. 2006. "Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar".
Jakarta. Egc.
Menteri Lingkungan Hidup. 2004. "Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 51/Menlh/2004 ". Penetapan Baku Mutu Air Laut Untuk Biota
Laut. Jakarta
Mubarak, Wahit Iqbal, Dkk. 2007. Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar
Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mukono, H. J. 2000. "Prinsip Dasar Kesehatan Lingkunga". Surabaya.
Airlangga University Press.
Mulyawan, I. 2005. "Korelasi Kandungan Logam Berat Hg, Pb, Cd Dan Cr
Pada Air Laut, Sedimen Dan Kerang Hijau (Perna Viridis) Diperairan
Muara Kamal, Teluk Jakarta " Thesis. Institut Pertanian Bogor.
Murti, B. 1997. "Prinsip Dan Metode Riset Epidemiologi". Jogyakarta. Gajah
Mada University Press.
Notoatmodjo, S. 2007. "Kesehatan Mayarakat Ilmu Dan Seni". Jakarta.
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2010. "Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi". Jakarta.
Rineka Cipta.
Nurjanah, Hartanti & Nitibaskara, R. R. 1999. "Analisa Kandungan Logam
Berat Hg, Cd, Pb, As Dan Cu Dalam Tubuh Kerang Konsumsi". Buletin
Thp No. 1, 4.
Prasetyo, A. D. 2009. "Penentuan Kandungan Logam (Hg, Pb Dan Cd)
Dengan Penambahan Bahan Pengawet Dan Waktu Perendaman Yang
Berdeda Pada Kerang Hijau (Perna Viridis) Di Perairan Muara
Kamal, Teluk Jakarta". Biologi. Fakultas Sains Dan Teknologi. Uin
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Puspitasari, R. 2007. "Laju Polutan Dalam Ekosistem Laut". Oseana, Volume
Xxxii
Rumanta, M. 2005. "Kandungan Timbal (Pb) Pada Makrozoobentos
(Mollusca dan Crustacea) dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan
Konsumen Muara Angke Jakarta". Thesis. Pascasarjana IPB. Bogor.
126
Riani, E. 2012. "Perubahan Iklim Dan Kehidupan Biota Akuatik (Dampak
Pada Bioakumulasi Bahan Berbahaya Dan Beracun & Reproduksi".
Bogor. Ipb Press.
Rochyatun, E. & Rozak, A. 2007. "Pemantauan Kadar Logam Berat Dalam
Sedimen Di Perairan Teluk Jakarta". Kelompok Penelitian Pencemaran
Laut, Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta 14430, Indonesia, Makara, Sains,
Vol. 11, No. 1, April 2007: 28-36.
Rokhani & Ishak. 2014. "Modernisasi Ekologi: Kasus Teluk Jakarta".
Makalah Seminar. IPB. Bogor.
Salakory, Natalasya M. 2012. "Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap
Tentang Mengkonsumsi Alkohol Dengan Tindakan Konsumsi Minuman
Beralkohol Pada Nelayan Di Kelurahan Bitung Karangria Kecamatan
Tuminting Kota Manado". Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sam Ratulangi. Manado
SNI.2009. "Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Pada Pangan". Jakarta:
Sni.
Soemirat, J. 2011."Kesehatan Lingkungan". Yogyakarta. Gajahmada
University Press.
Suci, Syifa Puji. 2011. "Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pola
Makan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta".
Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat. Uin. Jakarta
Sugiyono. 2009. "Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D".
Bandung, Alfabeta.
Sumantri, A. 2010. "Kesehtan Lingkungan & Perspektif Islam".
Jakarta.Kencana.
Susenas. 2014. "Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia". In: Bps
(Ed.).
Susiyeti, F. 2010. "Analisis Resiko Kesehatan Pencemaran Logam Kadmium
Pada Ikan Di Kampung Nelayan Muara Angke Kelurahan Pluit
127
Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara ". Tesis. Epidemiologi
Kesehatan Lingkungan. Universitas Indonesia.
Tarigan, U. O. 2012. "Hubungan Pengetahuan Dan Konsumsi Serat Pada
Siswa Dan Siswi Kelas Xi Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan
Harapan 3 Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang". Skripsi.
Universitas Sumatera Utara.
UU No 18 2012. Pangan. Jakarta: Kementrian Republik Indonesia.
UU No. 23 1997. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta.
Vakily, J. M. 1989. "The Biology And Culture Of Mussels Of The Genus
Perna". Manila, International Center For Living Aquatic Resources
Management.
Wandasari. N. 2014. "Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Mie Instan Dan
Perilaku Konsumsi Mie Instan Pada Balita Di Rw 04 Perumahan Vila
Balaraja Kabupaten Tangerang ". Forum Ilmiah Vol 11 No 3. Jakarta
Waluyo, Agung. 2000. Psikologi Kesehatan: Pengantar Untuk Perawatan &
Profesional Kesehatan Lain E/2. Jakarta: Egc.
WHO. 2000. "Penyakit Bawaan Makanan : Fokus Pendidikan Kesehatan".
Jakarta.
2005. "Bahaya Bahan Kimia Pada Kesehatan Manusia Dan
Lingkungan". Jakarta. Egc.
1984. Guidelines For Drinking Water Quality, Volume 2, Health
Criteria And Other Supporting Information, World Health
Organization, Geneva, 1984
Widiowati, W. Dkk. 2008. "Efek Toksik Logam Pencegahan Dan
Penanggulangan Pencemaran". Yogyakarta. Andi
Widjaya. 2013. "Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Motivasi Kader
Kesehatan Dengan Aktivitasnya Dalam Pengendalian Kasus
Tuberkulosis Di Kabupaten Buleleng". Journal Magister Kedokteran
Keluarga. Vol 1, No 1, (38 - 48).
128
Wresti. M.C. 2011. "Kerang Hijau Tak Boleh Diternakan Di Teluk Jakarta".
Diakses Pada 3 Juli 2015. Pukul 11.15. Di Akses Dari
Http://Regional.Kompas.Com/Read/2011/10/25/14404642/Kerang.Hij
au.Tak.Boleh.Diternakkan. Di Teluk.Jakarta
Yassi, A.Dkk. 2001. "Basic Environmental Health". New York, Oxford
University Press.
Yuliastuti, R. 2012. "Analisis Karakteristik Siswa, Karakteristik Orang Tua
dan Perilaku Konsumsi Jajanan pada Siswa-Siswi SDN Rambutan 04
Pagi Jakarta Timur Tahun 2011". Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok
Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan Teori Dan
Aplikasi. Jakarta: Pt Bumi Aksara.
129
LAMPIRAN
130
Lampiran
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Assalamualaikum. Wr. Wb
Perkenalkan nama Saya Almen Fercudani mahasiswa peminatan kesehatan lingkungan
program studi kesehatan masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya bermaksud melakukan
penelitian mengenai “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Konsumsi Kerang Hijau
(Perna viridis) yang Tercemar Logam Timbal (Pb) pada Masyarakat di Kaliadem Muara
Angke Jakarta Tahun 2015”. Penelitian ini dilakukan sebagai tahap akhir dalam penyelesaian studi
saya.
Saya berharap Ibu bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini dimana akan
dilakukan pengisian kuesioner yang terkait dengan penelitian. Semua informasi yang Ibu berikan
terjamin kerahasiaannya. Jika Ibu bersedia, maka saya mohon untuk menandatangani lembar
persetujuan ini.
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : ……………………………………………………………
Umur : ___ tahun
Jenis kelamin : Laki – laki Perempuan
Pekerjaan : …………………………………………………………….
Alamat : …………………………………………………………….
…………………………………………………………….
No Hp : .........................................
Dengan ini saya menyatakan setuju untuk diikutsertakan sebagai responden dalam penelitian ini.
Peneliti
(...............................................)
Responden
(.............................................)
No:
131
KUESIONER PENELITIAN
A. IDENTITAS RESPONDEN
A1. Nama :
A2. Umur :
A3. Pendidikan : 1. Tidak Sekolah
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Perguruan Tinggi
A4. Pekerjaan :
B. PENGETAHUAN
BERILAH TANDA SILANG (X) YANG MENURUT BAPAK/IBU PALING
BENAR
B1. Menurut Ibu apa yang dimaksud dengan pencemaran air ?
a. Air menjadi buruk akibat dari perbuatan manusia
b. Pencemaran adalah proses berubahnya air akibat perbuatan manusia
c. Masuk atau dimasukannya komponen/zat lain kedalam air sehingga air
menjadi rusak atau jelek dan tidak dapat dipakai lagi.
d. Pencemaran adalah kerusakan air secara alami
e. Tidak tahu.
B2. Menurut Ibu bagaimana air laut yang ada di sekitar budidaya kerang hijau Muara
Angke Jakarta?
a. Dalam kondisi yang sangat baik
b. Dalam Kondisi yang baik
c. Biasa saja
d. Dalam Kondisi yang buruk/tercemar
e. Tidak tahu
B3. Menurut Ibu apa yang dapat menyebabkan rusaknya/jeleknya/buruknya air
disekitar muara angke?
a. Cemaran yang berasal dari limbah pabrik sekitar muara angke
b. Cemaran yang berasal dari transportasi kapal
c. Cemaran yang berasal dari sampah
d. A,B dan C benar
e. Tidak tahu
B4. Menurut Ibu, apa pengaruh air laut yang ada di sekitar tempat budidaya ke kerang
hijau?
a. Dapat meningkatkan ukuran daging kerang hijau
b. Dapat merubah tekstur dan rasa kerang hijau
c. Dapat meningkatkan kadar logam pada daging kerang hijau
d. Dapat menyebabkan kematian pada kerang hijau
e. Tidak tahu
132
B5. Menurut Ibu bagaimana kondisi kerang hijau yang berasal dari budidaya Muara
Angke Jakarta?
a. Dalam kondisi yang baik
b. Biasa saja
c. Dalam kondisi yang buruk/tercemar
d. Segar dan enak
e. Tidak tahu
B6. Apakah ibu pernah mendengar tentang zat kimia, logam timbal/timah hitam atau
Pb ?
a. Pernah (jika menjawab 1-4) 1. Sangat Sering
b. Tidak pernah (jika menjawab 5) 2. Sering
(jika menjawab b lanjut ke pertanyaan no. 12) 3. Jarang
4. Sangat Jarang
5. Tidak
B7. Menurut Ibu, apa yang ibu ketahui tentang zat kimia logam timbal / timah / (Pb) ?
1. Salah satu logam berat yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan
lingkungan
2. Hasil limbah industri yang dapat menyebabkan pencemaran air
3. Salah satu unsur kimia yang baik dan berkhasiat untuk tubuh
4. Salah satu zat yang dapat memperbesar ukuran kerang
a. Tahu (jika menjawab 1 atau 2)
b. Tidak tahu (jika menjawab 3 atau 4)
B8. Menurut Ibu, dari mana saja timah / timbal (Pb) bisa berasal?
a. Sisa makanan, sampah organic, dan bangkai hewan laut yang mati.
b. Limbah Industri, Transportasi, Domestik dan Pertanian.
c. Kotoran manusia
d. bangkai hewan laut yang mati
e. Tidak tahu
B9. Menurut Ibu, timah / timbal (Pb) bisa masuk kedalam tubuh manusia melalui?
a. Melalui penularan oleh hewan/binatang
b. Melalui pernafasan, pencernaan/termakan, dan permukaan kulit
c. Melalui air laut
d. Jawaban a, b dan c benar
e. Tidak tahu
B10. Apakah zat kimia timah/timbal (Pb) berbahaya bagi kesehatan ?
a. Sangat berbahaya c. Tidak tahu
b. Berbahaya d. Tidak (Jika jawaban Anda “tidak” lanjut ke nomor 12)
c. Biasa saja
133
B11 Apa saja efek kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh timbal (Pb) ?
a. Dapat menyebabkan gangguan saraf, gangguan sistim peredaran darah dan
sel darah dan dapat menyebabkan gangguan pencernaan
b. Dapat menyebabkan patah tulang, sakit gigi
c. Dapat menyebabkan sering buang air besar
d. Dapat menyebabkan gatal-gatal pada kulit
e. Tidak tahu
B.12 Menurut Ibu, hewan apa yang bisa menyerap logam dengan baik?
a. Ikan-ikanan d. Cumi dan udang
b. Kura-kura, penyu dan lain-lain e. Tidak tahu
c. Kerang-kerangan
C. SIKAP
Apakah Ibu setuju dengan pernyataan – pernyataan berikut?
No Pernyataan SS S RR KS TS
C1. Kerang hijau merupakan jenis kerang yang paling saya
sukai jika di bandingkan dengan jenis kerang lain
C2 Menurut saya air laut yang ada di sekitar tempat budi daya
kerang tidak berpengaruh ke kerang hijau yang ada di sana
C3 Menurut saya air laut yang ada di sekitar tempat budi daya
kerang masih baik dan belum tercemar
C4 Kerang hijau yang ada di muara angke memiliki daging
yang besar dan belum tercemar
C5 Kerang hijau merupakan hewan yang baik dalam menyerap
zat kimia yang ada di air
C6 Salah satu yang menyebabkan tercemarnya kondisi air di
sekitar budidaya muara angke adalah zat kimia atau timbal
C7 Hasil laut yang berasal dari teluk Jakarta ada kemungkinan
sudah tercemar zat kimia atau logam timbal (Pb)
C8 Jika air nya tercemar maka kerang hijau yang hidup di air
tersebut juga ikut tercemar
C9 zat kimia atau logam timbal (Pb) Tidak berbahaya bagi
kesehatan
C10 Kalau banyak memakan kerang hijau yang tercemar logam
timbal (Pb) baik untuk kesehatan
Ket: 1. SS = Sangat Setuju, 2. S = Setuju 3. RR = Ragu-ragu
4. KS = Kurang Setuju 5. Tidak Setuju
134
D. PERILAKU
D1. Apakah ibu dan semua anggota keluarga menyukai kerang hijau?
a. Iya
b. Tidak
D2. Frekuensi konsumsi kerang hijau
Hari Minggu Bulan Sekali
Makan
(Mangkok)
Sekali
Makan
(Sendok)
Konsumsi Kerang
Hijau
D3. Berasal dari mana kerang yang ibu konsumsi ? sebutkan kelompok . . . .
135
Hasil SPSS Uji Validitas Variabel PengetahuanItem-Total Statistics
Scale Mean
if Item
Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
B1Menurut Ibu apa yang
dimaksud dengan pencemaran ? 34.38 14.839 .459 .251
B2Menurut Ibu bagaimana air di
sekitar budidaya Muara Angke ? 34.00 15.714 .448 .167
B3 Menurut Ibu apa yang dapat
menyebabkan menurunnya
kualitas air disekitar 33.50 17.429 .448 .320
B4 Menurut Ibu, apa pengaruh air
disekitar tempat budidaya ke
kerang hijau ? 33.50 12.286 .485 .125
B5 Menurut Ibu bagaimana
kondisi kerang hijau di sekitar
budidaya Muara Angk 34.25 16.500 .456 .267
B6 Menurut Ibu apakah
diperbolehkan mengonsumsi
kerang yang tercemar ? 33.88 18.696 .259 .327
B7 Menurut Ibu, bagaimana cara
kerang hijau mencari makan ? 33.50 15.714 .273 .217
B8 Apakah ibu pernah mendengar
tentang logam timbal/timah
hitam/Pb ?
34.00 12.571 .467 .062a
B9 Menurut Ibu, apa Timbal (Pb)
itu ? 34.00 8.857 .442 .297a
B10 Menurut Ibu, dari mana saja
timbal (Pb) bisa berasal ? 34.38 11.411 .553 .156a
B11 Menurut Ibu, timbal (Pb) bisa
masuk kedalam tubuh manusia
melalui ?
34.38 11.411 .553 .156a
B12 Apakah timbal (Pb)
berbahaya bagi kesehatan ? 34.62 13.411 .439 .112
B13 Apa saja efek kesehatan yang
dapat ditimbulkan oleh timbal (Pb)
? 34.50 7.429 .557 .542a
B14 Menurut Ibu, hewan apa yang
bisa menyerap logam dengan baik
?
33.25 11.929 .148 .019a
136
Uji Validitas Variabel Sikap
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
C1 Kerang hijau merupak jenis
kerang yang paling saya sukai
karena sehat
27.95 39.945 .464 .692
C2 Air di sekitar tempat budi daya
kerang tidak berpengaruh ke
kerang h
28.25 42.197 .471 .738
C3 Air yang ada di sekitar tempat
budi daya kerang masih baik dan
belum
28.30 38.537 .575 .704
C4 Kerang hijau yang ada di
muara angke memiliki daging
yang besar dan e
29.10 42.621 .445 .724
C5 Kerang hijau merupakan
hewan yang baik dalam
menyerap logam timbal (P
29.00 37.895 .506 .682
C6 Salah satu yang
menyebabkan tercemarnya
kondisi air di sekitar budida
28.65 39.187 .649 .682
C7 Hasil laut yang berasal dari
teluk Jakarta ada kemungkinan
sudah terc
29.20 42.695 .475 .734
C8 Jika air nya tercemar maka
kerang hijau yang hidup di air
tersebut ju
28.80 38.274 .461 .707
C9 Logam timbal (Pb) Tidak
berbahaya bagi kesehatan 28.30 35.589 .632 .659
C10 Kalau banyak memakan
kerang hijau yang tercemar
logam timbal (Pb) ba
28.20 37.537 .474 .686
137
Uji Realibilitas
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.538 24
Output Univariat
kat_umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Remaja 23 15.3 15.3 15.3
Dewasa 105 70.0 70.0 85.3
Lansia 22 14.7 14.7 100.0
Total 150 100.0 100.0
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tdk Sekolah 14 9.3 9.3 9.3
SD 99 66.0 66.0 75.3
SMP 27 18.0 18.0 93.3
SMA 10 6.7 6.7 100.0
Total 150 100.0 100.0
138
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Buruh 1 .7 .7 .7
buruh kerang 2 1.3 1.3 2.0
BURUH KERANG 2 1.3 1.3 3.3
DAGANG 1 .7 .7 4.0
Irt 43 28.7 28.7 32.7
IRT 34 22.7 22.7 55.3
Karyawan 2 1.3 1.3 56.7
KULI 1 .7 .7 57.3
Pedagang 9 6.0 6.0 63.3
PEDAGANG KERANG 1 .7 .7 64.0
pekerja kerang 5 3.3 3.3 67.3
PEMILIK KERANG 2 1.3 1.3 68.7
PENGIPAS KERANG 1 .7 .7 69.3
Pengupas 4 2.7 2.7 72.0
PENGUPAS 1 .7 .7 72.7
pengupas erang 1 .7 .7 73.3
pengupas kerang 20 13.3 13.3 86.7
PENGUPAS KERANG 19 12.7 12.7 99.3
Petani 1 .7 .7 100.0
Total 150 100.0 100.0
139
Variabel Pengetahuan
Variabel Sikap
tingkat_pengetahuan
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 83 55.3 55.3 55.3
tinggi 67 44.7 44.7 100.0
Total 150 100.0 100.0
Statistics
total_pengetahuan
N Valid 150
Missing 0
Mean 3.7267
Median 3.0000
Minimum .00
Maximum 11.00
Statistics
Total_Sikap
N Valid 130
Missing 20
Mean 31.46
Median 32.00
Minimum 18
Maximum 46
new_kat_sikap
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid positif 70 46.7 46.7 46.7
negatif 80 53.3 53.3 100.0
Total 150 100.0 100.0
140
Variabel Konsumsi Kerang Hijau
Statistics
Konsumsi_kerang
N Valid 150
Missing 0
Mean 11.4766
Median 5.7500
Minimum .00
Maximum 69.30
kat_konsumsi_kerang
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tinggi 75 50.0 50.0 50.0
rendah 75 50.0 50.0 100.0
Total 150 100.0 100.0
Sumber kerang hijau
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 8 5.3 5.3 5.3
10 8 5.3 5.3 10.7
11 3 2.0 2.0 12.7
2 10 6.7 6.7 19.3
3 15 10.0 10.0 29.3
4 8 5.3 5.3 34.7
5 12 8.0 8.0 42.7
6 33 22.0 22.0 64.7
7 33 22.0 22.0 86.7
8 12 8.0 8.0 94.7
9 3 2.0 2.0 96.7
Tidak Makan 5 3.3 3.3 98.7
Total 150 100.0 100.0 100.0
141
Output Bivariat
New_tingkat_pengetahuan * kat_konsumsi_kerang Crosstabulation
kat_konsumsi_kerang
Total sering tidak sering
New_tingkat_pengetahuan rendah Count 48 35 83
% within
kat_konsumsi_kerang 64.0% 46.7% 55.3%
tinggi Count 27 40 67
% within
kat_konsumsi_kerang 36.0% 53.3% 44.7%
Total Count 75 75 150
% within
kat_konsumsi_kerang 100.0% 100.0% 100.0%
142
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for New_tingkat_pengetahuan
(rendah / tinggi) 2.032 1.056 3.909
For cohort kat_konsumsi_kerang = sering 1.435 1.017 2.025
For cohort kat_konsumsi_kerang = tidak
sering .706 .513 .972
N of Valid Cases 150
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .429a 1 .513
Continuity Correctionb .241 1 .623
Likelihood Ratio .429 1 .513
Fisher's Exact Test .624 .312
Linear-by-Linear Association .426 1 .514
N of Valid Casesb 150
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 35,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.559a 1 .033
Continuity Correctionb 3.884 1 .049
Likelihood Ratio 4.583 1 .032
Fisher's Exact Test .048 .024
Linear-by-Linear Association 4.528 1 .033
N of Valid Casesb 150
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 33,50.
b. Computed only for a 2x2 table
143
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .429a 1 .513
Continuity Correctionb .241 1 .623
Likelihood Ratio .429 1 .513
Fisher's Exact Test .624 .312
Linear-by-Linear Association .426 1 .514
N of Valid Casesb 150
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 35,00.
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kategori_sikap_Fix
(negatif / positif) .807 .424 1.534
For cohort kat_konsumsi_kerang =
sering .899 .653 1.237
For cohort kat_konsumsi_kerang =
tidak sering 1.114 .805 1.540
N of Valid Cases 150
Kategori_sikap_Fix * kat_konsumsi_kerang Crosstabulation
kat_konsumsi_kerang
Total sering tidak sering
Kategori_sikap_Fix negatif Count 38 42 80
% within
kat_konsumsi_kerang 50.7% 56.0% 53.3%
positif Count 37 33 70
% within
kat_konsumsi_kerang 49.3% 44.0% 46.7%
Total Count 75 75 150
% within
kat_konsumsi_kerang 100.0% 100.0% 100.0%
144
Lampiran Foto-Foto
145