Upload
gian-alodia-risamasu
View
47
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Makalah PBL Blok 30Emergency Medicine II
Citation preview
PENDAHULUAN
Skenario :
Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan
dalam keadaan mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan
celana panjang yang di bagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai
bawahnya. Lehernya terikat lengan baju (yang kemudian diketahui sebagai baju
miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya terikat ke sebuah dahan pohon
perdu setingggi 60 cm. Posisi tubuh relatif mendatar, namun leher memang
terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusuk, namun masih
dijumpai adanya satu luka terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan
pembuluh darah ketiak yang putus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai
bawah kanan dan kiri yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat
kekerasan tajam.
Perlu diketahui bahwa rumah terdekat dari TKP adalah kira-kira 2 km. TKP
adalah suatu daerah perbukitan yang berhutan cukup lebat.
Latar Belakang
Di dalam lingkungan masyarakat, kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang
menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian
masalah hukum ini, diperlukan bantuan seorang seorang ahli dalam ilmu kedokteran forensik.
Ilmu kedokteran forensik sendiri adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran,
yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta
keadilan. Selain aspek hukum dan keadilan, ilmu kedokteran forensik juga bermanfaat dalam
segi kehidupan masyarakat lain seperti membantu penyelesaian klaim asuransi, masalah
paternitas, pengumpulan data korban kecelakaan dan sebagainya.1
Dalam mengungkapkan suatu kasus pidana, seorang dokter dengan ilmu kedokteran
forensik yang dimilikinya, dapat melakukan berbagai pemeriksaan untuk membantu
penyidikan sehingga akan didapatkan informasi-informasi penting yang diperlukan pihak
penyidik untuk mengungkap suatu kasus. Pada kasus pembunuhan yang memakan korban,
pemeriksaan yang dokter lakukan terhadap tubuh mayat dapat berupa pemeriksaan luar,
pemeriksaan dalam atau yang biasa disebut autopsi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Tujuan dari autopsi adalah untuk menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera,
melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta
1
mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab
kematian.2
Pada kasus kematian akibat asfiksia mekanik, seorang dokter yang melakukan
pemeriksaan autopsi harus teliti dalam tindakannya. Dokter harus mengetahui tanda-tanda
apa saja pada kasus kematian asfiksia. Sebab kematian juga perlu dijelaskan, apakah asfiksia
mekanik yang terjadi akibat bekapan, sumbatan, jeratan, cekikan, atau gantung diri.
Berdasarkan kasus yang ada, diduga telah terjadi kasus pembunuhan dengan cara pencekikan
disertai dengan adanya penganiayan korban dan upaya penutupan atau penyamaran penyebab
kematian. Oleh karena itu dilakukanlah pemeriksaan medik (autopsi) dan pembuatan Visum
et Repertum terhadap korban yang dikirim oleh polisi atau penyidik yang diduga menjadi
korban atas suatau tindak pidana (pada kasus ini adalah korban pembunuhan), untuk dapat
menentukan sebab, perkiraan waktu dan cara kematian, guna membantu proses penegakan
hukum3. Selain itu akan dibahas pula mengenai indentifikasi forensik, tanatologi dan
kematian akibat asfiksia mekanik, serta aspek hukum dan medikolegal kedokteran forensik.1-3
Tujuan
Untuk mengetahui peranan dokter dalam ilmu Kedoteran Forensik, serta aspek hokum
yang berlaku, prosedur medikolegal dalam menangani sebuah perkara kasus pidana, serta
dapat mengetahui tahap-tahapan dan identifikasi korban tindak pidana dengan tepat dan
cermat.
PEMBAHASAN
Prosedur Mediko Legal
Dalam perundang-undangan terdapat beberapa prosedur medikolegal yang harus
dipatuhi oleh setiap pihak yang terkait dalam penyelidikan kasus diatas. Berikut beberapa
prosedur medikolegal yang harus dipatuhi: 4
Kewajiban Hukum :
• Pihak yang berwenang meminta VetR: Penyidik
Sesuai pasal 133 ayat (1).Sedangkan yang termasuk kategori penyidik adalah Pejabat
Polisi Negara RI yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang dengan pangkat
serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua ( pasal 6 ayat (1) KUHAP, PP 27 tahun 1983
pasal 2 ayat (1).
2
• Pihak yang berwenang membuat VetR: Dokter
Kewajiban dokter untuk membuat Keterangan Ahli seperti disebutkan dalam pasal 133
KUHAP. Keterangan ahli ini akan dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang
pengadilan. ( pasal 184 KUHAP )
• Prosedur permintaan: Tertulis
Prosedur permintaan Keterangan Ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis,
terutama untuk korban mati (pasal 133 ayat (2)).
Surat permintaan keterangan ahli ditujukan kepada instansi kesehatan atau instansi
khusus untuk itu, bukan kepada individu dokter yang bekerja di dalam instansi tersebut.
Korban / benda bukti yang diperiksa : tubuh manusia, baik masih hidup maupun telah
meninggal. Disertai oleh petugas kepolisian yang berwenang.
• Penggunaan VetR: Kepentingan peradilan saja , tidak boleh digunakan untuk
penyelesaian klaim asuransi.
Karena hanya untuk keperluan peradilan maka berkas Keteranagan Ahli ini hanya boleh
diserahkan kepada penyidik (instansi) yang memintanya.
Bila diperlukan keterangan untuk klaim asuransi, maka pihak asuransi dapat meminta
kepada dokter keterangan yang khusus untuk hal tersebut, dengan memperhatikan
ketentuan tentang wajib simpan rahasia jabatan.
I. Kewajiban Dokter Membantu Peradilan
Pasal 133 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan
pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.3
Penjelasan Pasal 133 KUHAP
3
(2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,
sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman
disebut keterangan.3
Pasal 179 KUHAP
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.3
II. Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya
Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannnya.3
Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Pertunjuk
e. Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.3
Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.3
Pasal 180 KUHAP
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum
terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim
memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
4
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi
semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai
wewenang untuk itu.3
III. Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter
Pasal 216 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling
banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan
jabatan umum.
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya dapat ditambah
sepertiga.3
Pasal 222 KUHP
Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.3
Pasal 224 KUHP
Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau
jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-
undang ia harus melakukannnya:
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9
bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6
bulan.3
Pasal 522 KUHP
5
Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa,
tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak
sembilan ratus rupiah.3
Kewajiban Moral :
Pasal 7 KODEKI (Hanya memberi keterangan yang benar):
7. Setiap dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
7a. Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
7b. Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya,
dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam
menangani pasien.
7c. Seorang dokter harus senantiasa menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan
hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
7d. Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup mahkluk
insani.4
Aspek Hukum
Sesuai dengan kasus diatas dapat kita temukan berbagai aspek hukum yang terkait
mengenai kejadian perkara. Berikut beberapa aspek hukum mengenai perkara pembunuhan
atau penganiayaan yang termasuk pula didalamnya disertakan pasal-pasal hukum terkait: 1
Pasal 133 KUHAP
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
6
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Penjelasan Pasal 133 KUHAP
2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,
sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman
disebut keterangan1.
Pasal 135 KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat,
dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (2) dan pasal
134 ayat (1) undang-undang ini.
Pasal 179 KUHAP
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedoteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. Semua ketentuan tersebut
di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan
ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang
sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Statsblad 350 tahun 1937 pasal 1
Visa reperta dari dokter-dokter, yang dibuat atas sumpah jabatan yang diikrarkan pada
waktu menyelesaikan pelajaran kedokteran di negeri Belanda atau di Indonesia, atau atas
sumpah khusus sebagai dimaksud dalam pasal (2), mempunyai daya bukti dalam perkara-
perkara pidana, sejauh itu mengandung keterangan tentang yang dilihat oleh dokter pada
benda yang diperiksa.
Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik
atau penuntut umum yang dirtuangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan
mengingat sumpah diwaktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.
Pasal 89 KUHP
7
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan
kekerasan.
Pasal 90 KUHP
Luka berat berarti:
- jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama
sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
- tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencarian;
- kehilangan salah satu pancaindra;
- mendapat cacat berat;
- menderita sakit lumpuh;
- terganggunya daya piker selama empat minggu lebih;
- gugur atau matinya andungan seorang perempuan.
Pasal 338 KUHP4
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339 KUHP4
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau
untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap
tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan
hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidupatau selama waktu tertentu, paling lama
dua puluh tahun.
Pasal 340 KUHP4
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima tahun.
Pasal 351 KUHP
1) Penganiyaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
atau pidana denda paling banyak 4500 rupiah.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun.
3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama7 tahun.
8
4) Dengan penganiyaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 353 KUHP
(1) Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama 4 tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
(3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama 9
tahun.
Pasal 354 KUHP
(1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama sepuluh tahun.
Pasal 355 KUHP
(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama 12 tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama 15tahun1.
Identifikasi
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik
untuk menetukan identitas seseorang. Identitas personal sering menjadi masalah dalam
berbagai kasus, oleh karena itu menentukan identitas dengan tepat merupakan tindakan yang
amat penting karena adanya kekeliruan dapat menyebabkan hal yang fatal dalam proses
peradilan.1
Korban yang perlu diidentifikasi ialah
- Jenazah yang tidak dikenal
- Jenazah yang membusuk, rusak dan hangus terbakar
- Pada kecelakaan dan bencana massal yang mengakibatkan banyak korban mati
9
- Potongan tubuh manusia / kerangka.1
Untuk mencari identitas dapat menggunakan berbagai metode dan dapat dipastikan apabila
paling sedikit 2 metode menyatakan hasil positif. Penentuan identitas personal dapat
menggunakan metode identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik,
gigi, serologic, dan secara eksklusi. Akhir-akhir ini dikembangkan pula metode identifikasi
DNA.1 Metode identifikasi yang utama adalah yang primer (ilmiah) , meliputi pemeriksaan
sidik jari, pemeriksaan gigi dan oemeriksaan DNA, sedangkan pemeriksaan lain termasuk
pemeiksaan sekunder (sederhana). Berikut pembahasannya :
Pemeriksaan Primer (Ilmiah)
a. Pemeriksaan sidik jari
Metode ini membandingkan gambaran sidik hari jenazah dengan data sidik jari
ante mortem. Merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatannya
dalam menetukan identitas seseorang. Oleh karena itu, harus dilakukan
penanganan yang baik terhadap tangan jenazah yaitu dengan melakukan
pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantung plastik.
b. Pemeriksaan gigi
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar X dan pencetakan gigi
dan rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan,
protesa gigi dan sebagainya. Cara ini juga dilakukan dengan membandingkan data
temuan dengan ante mortem.
c. Pemeriksaan DNA
Bagian DNA ini memiliki oleh semua orang tetapi masing-masing individu
mempunyai jumlah pengulangan yang berbeda-beda satu samalain, sedemikian
sehingga kemungkinan dua individu mempunyai fragmen DNA yang sama adalah
sangat kecil sekali. Pemeriksaan inidapat dipakai pada kasus identifikasi mayat tak
dikenal, dilakukan pembandingan pita orangtua, atau anak-anak tersangka korban.
Jika korban benar adalah tersangka. Jika korban benar tersangka, maka akan
didapatkan bahwa separuh pita anak akan cocok dengan ibunya dan separuhnya
lagi cocok dengan pita ayahnya.1
Pemeriksaan Sekunder ( Sederhana)
a. Metode visual
10
Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada orang yang
merasa kehilangan anggota keluarga atau kerabat. Hanya efektif untuk jenazah
yang belum membusuk sehingga masih dapat dikenali wajah dan bentuk
tubuhnya. Akan tetapi faktor emosional berperan, oleh karena itu harus dilakukan
penanganan sebaiknya.
b. Pemeriksaan dokumen
Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor, dll) yang dijumpai dalam
saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali jenazah tersebut.
Akan tetapi, pada kecelakaam massal dokumen yang terdapat dalam tas atau
dompet yang berada di dekat jenazah belum tentu milik jenazah tersebut.
c. Pemeriksaan pakaian dan perhiasan
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan, mungkin daapt diketahui merk
atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, yang dapat membantu proses
identifikasi.
d. Identifikasi medik
Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, mata,
cacat atau kelainan khusus, dan juga tatoo. Metode ini bernilai tinggi karena selain
dilakukan oleh serorang ahli dengan menggunakan berbagai cara/ modifikasi
( termasuk pemeriksaan dengan sinar X), sehingga ketepatannya cukup tinggi.
Dengan metode ini dapat diketahui data jenis kelamin, ras, perkiraan umumr dan
tinggi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.
e. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologi bertujuan menentukan golongan darah jenazah. Apabila
sudah membusuk, dapat dilakukan dengan cara memeriksa rambut, kuku dan
tulang.
f. Metode eksklusi
Metode ini digunakan pada kecelakaan massal yang melibatkan sejumlah
orang yang dapat diketahui identitasnya. Bila sebagian besar korban telah dapat
dipastikan identitasnya dengan menggunakan metode lain, sedangkan sisanya
tidak dapat ditentukan, maka sisa korban diidentifikasi menurut daftar penumpang
yang ada.1
11
Tanatologi
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos
(ilmu). Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian
dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan
tersebut.5
Mati somatic (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga system penunjang
kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, system kardiovaskular dan system pernafasan, yang
menetap (irreversible). Secara klinis tidak ditemukan reflex-refleks, EEG mendatar, nadi
tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak
terdengar pada auskultasi.2
Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga system kehidupan
di atas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran
canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga system tersebut masih berfungsi.2
Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul
beberapa saat setelah kematian somatic.2
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak dan
serebelum, sedangkan kedua system lainnya yaitu system pernapasan dan kardiovaskular
masih berfungsi dengan bantuan alat.2
Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal
intracranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum.2
Pada kasus ini ditemukan tanda-tanda kematian yang tidak pasti, yaitu:
a. Pernafasan berhenti selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi)
b. Terhentinya sirkulasi, nadi karotis tidak teraba
c. Kulit pucat
d. Tonus otot menghilang dan relaksasi.
Pada kasus ini juga dapat ditemukan tanda-tanda kematian pasti, yaitu:
a. Lebam mayat (livor mortis). . Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati
tempat terbawah karena gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula,
membentuk bercak berwarna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh,
12
kecuali pada bagian tubuh yang terkena alas keras. Lebam mayat biasanya mulai
tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya bertambah dan menjadi
lengkap dan menetap setelah 8-12 jam.2
Pada kasus ini dapat terlihat adanya lebam mayat pada daerah dada, abdomen, serta
bagian anterior dari kedua tungkai korban, menandakan bahwa korban berada pada
posisi telungkup saat meninggal. Diketahui bahwa lebam mayat tidak menghilang
pada penekanan, yang menandakan bahwa kematian korban sudah lebih dari 8-12
jam.
b. Kaku Mayat (rigor mortis). Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan
karena metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan
glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP
menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP serabut aktin dan miosin akan tetap lentur.
Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan
miosin menggumpal dan otot menjadi kaku. Kaku mayat mulai tampak kira-kira 2
jam setelah mati klinis. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap,
dipertahankan 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama.2
Pada kasus ini, terlihat bahwa mayat yang ditemukan tidak terdapat kaku mayat, hal
ini menandakan kematian korban baru terjadi (kurang dari 2 jam) atau sudah lama
terjadi (lebih dari 12 jam).
c. Penurunan Suhu (algor mortis). Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu
keliling, aliran dan kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh, pakaian. Selain itu
suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian.2
Pada kasus, ditemukan suhu tubuh mayat tersebut adalah 28oC. Suhu mayat sudah
hampir sama dengan suhu keliling yang menandakan bahwa korban sudah meninggal
selama 15 jam lebih. Penurunan suhu pada korban juga bisa dikacaukan karena
keadaan korban yang tidak memakai baju dan berada di tempat terbuka, sehingga
penurunan suhu dapat lebih cepat.
d. Pembusukan (decomposition, putrefaction). Pembusukan adalah proses degradasi
jaringan yang terjadi akibat autolysis dan kerja bakteri. Pembusukan baru tampak
kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah, yaitu
daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak dekat
dinding perut. Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata,
yaitu kira-kira36-48 jam pasca mati.2
13
Pada kasus, terlihat bahwa mayat sudah mengalami pembusukan. Rambut menjadi
mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah menggelembung dan berwarna ungu
kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir tebal, lidah membengkak
dan terjulur. Wajah korban sudah sulit untuk dikenali.
Pemeriksaan Luka Akibat Kekerasan Tajam
Benda yang dapat mengakibatkan luka seperti ini memiliki sisi tajam baik berupa
garis maupun runcing yang bervariasi dari alat seperti pisau,golok dan sebaainua sehingga
keping kaca,gelas,logam,sembilu bahkan tepi kertas atau rumput.
Gambaran luka adalah tepi dan dinding luka yang rata,berbentuk garis,tidak terdapat
jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik. Luka akibat benda tajam dapat
berupa luka iris atau sayat,luka tusuk dan luka bacok.Pada luka tusuk,sudut luka dapat
menunjukkan perkiraan benda penyebabnya,apakah berupa pisau bermata satu atau bermata
dua.Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul,bererti benda penyebabnya adalah benda
tajam bermata satu.Bila kedua sudut luka lancip,luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda
tajam bermata dua.Benda tajam bermata satu sapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua
luka lancip apabila hanya bagian ujung benda saja yang menyentuh kulit,sehingga sudut luka
dibentuk oleh ujung dan sisi tajamnya.
Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan
adanya luka lecet atau memar kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit. Pada luka
turuk,panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam penyebabnya,demikian
pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut.Hal ini
disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban.
Luka tangkis merupakan luka yang trjadi akibat perlawanan korban dan umumnya
ditemukan pada telapak dan punggung tangan,jari tangan,punggung lengan bawah dan
tungkai.
Pemeriksaan pada kain (baju) yang terkena pisau bertujuan melihat interaksi antara pidau-
kain tubuh,yaitu melihat letak kelainan,bentuk rokeban,adanya pastikel besi,serat kain dan
pemeriksaan terhadap bercak darahnya. Luka percobaan khas ditemukan pada kasus bunuh
diri yang menggunakan senjata tajam,sehubungan dengan kondisi kejiwaan korban.Luka
percobaan dapar berupa luka sayt atau luka tusuk yang dilakukan berulang dan sejajar.
14
Pemeriksaan Leher Akibat Penjeratan
Perbedaan antara penjeratan postmotem atau antemortem 1
No Penjeratan postmortem Penjeratan antemortem
1 Tanda-tanda post-mortem
menunjukkan kematian yang bukan
disebabkan penggantungan.
Tanda-tanda penggantungan antemortem
bervariasi. Tergantung dari cara kematian
korban.
2 Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk
lingkaran utuh (continuous), agak
sirkuler dan letaknya pada bagian leher
tidak begitu tinggi.
Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran
terputus (non-continuous) dan letaknya pada
leher bagian atas.
3 Simpul tali biasanya lebih dari satu,
diikatkan dengan kuat dan diletakkan
pada bagian depan leher.
Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada
sisi leher.
4 Ekimosis pada salah satu sisi jejas
penjeratan tidak ada atau tidak jelas.
Lebam mayat terdapat pada bagian
tubuh yang menggantung sesuai
dengan posisi mayat setelah
meninggal.
Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi
dari jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di
atas jejas jerat dan pada tungkai bawah.
5 Tanda parchmentisasi tidak ada atau
tidak begitu jelas.
Pada kulit di tempat jejas penjeratan teraba
seperti perabaan kertas perkamen, yaitu
tanda parchmentisasi.
6 Sianosis pada bagian wajah, bibir,
telinga dan lain-lain tergantung dari
penyebab kematian.
Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lain-
lain sangat jelas terlihat terutama jika
kematian karena asfiksia.
7 Tanda-tanda pada wajah dan mata
tidak terdapat, kecuali jika penyebab
kematian adalah pencekikan
(strangulasi) atau sufokasi.
Wajah membengkak dan mata mengalami
kongesti dan agak menonjol, disertai dengan
gambaran pembuluh dara vena yang jelas
pada bagian kening dan dahi.
8 Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
kematian akibat pencekikan.
Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali.
15
9 Penis. Ereksi penis dan cairan sperma
tidak ada. Pengeluaran feses juga tidak
ada
Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya
cairan sperma sering terjadinpada korban
pria. Demikian juga sering ditemukan
keluarnya feses
10 Air liur tidak ditemukan yang menetes
pada kasus selain kasus penggantungan
Air liur. Ditemukan menetes dari sudut
mulut, dengan arah yang vertikal menuju
dada. Hal ini merupakan pertanda pasti
penggantungan ante-mortem
Autopsi pada Kasus Kematian Akibat Asfiksia Mekanik-Penjeratan
Pada pemeriksaan mayat, umunya akan ditemukan tanda kematian akibat asfiksia berupa
lebam mayat yang gelap dan luas, pembendungan pada bola mata, busa halus pada lubang
hidung, mulut dan saluran pernafasan, perbendungan pada alat-alat dalam serta bintik
pendarahan Tardieu. Pada kasus penjeratan, kadangkala masih ditemukan jerat pada leher
korban. Jerat harus diperlakukan sebagai bahan bukti dan dilepaskan dari leher korban
dengan jalan menggunting secara miring pada jerat, di tempat yang paling jauh dengan
simpul sehingga simpul pada jerat tetap utuh. Jerat selalunya berjalan horizontal/mendatar
dan letaknya rendah. Jerat ini meninggalkan jejas jerat berupa luka lecet jenis tekan yang
melingkari leher. Catat keadaan jejas jerat dengan teliti dengan menyebutkan arah, lebar serta
letak jerat yang tepat. Perhatikan apakah jejas jerat menunjukan pola/pattern tertentu sesuai
dengan permukaan yang bersentuhan dengan kulit leher. Pada umumnya dikatakan simpul
mati ditemukan pada kasus pembunuhan sedangkan simpul hidup ditemukan pada kasus
bunuh diri. Namun pengecualian sering terjadi. 1
Sebab, Cara, dan Mekanisme Kematian
Untuk penentuan sebab, cara, dan mekanisme kematian hanya dapat dipastikan dengan
serangkaian prosedur autopsi.
A. Penjeratan (strangulation)
Perjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali,ikat pinggang, rantai, stagen, kawat,
kabel, kaos kaki dan sebagainya melingkari atau mengikat leher yang makin lama makin kuat
sehingga saluran pernafasan tertutup. Berbeda dengan gantung diri yang biasanya ,merupakan
suicide maka penjeratan adalah pembunuhan. 1
16
Mekanisme kematian pada penjeratan adalah akibat asfiksia atau refleks vaso vagal.pada
gantung diri,semua arteri vertebralis biasanya tetap paten,hal ini disebabkan oleh kerana
kekuatan atau beban yang menekan pada penjeratan biasanya tidak besar. Asfiksia adalah
suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan,
mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan
kabondioksida (hiperkapnea). Sedangkan asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi
bila gangguan pertukaran udara pernapasan disebabkan oleh berbagai kekerasan yang bersifat
mekanik (pembekapan, penyumbatan, penjeratan, pencekikan, dan gantung). Masa dari saat
asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi (umumnya antara 4-5 menit).
Bila tingkat pengahalang oksigen tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan
tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.1,5
Pada pemeriksaan jenazah, umumnya didapatkan tanda kematian akibat asfiksia:
1.Pemeriksaan luar jenazah
Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari, dan kuku.
Perbendungan sistemik dan dilatasi jantung kanan.
Lebam mayat biru gelap (keunguan) yang lebih luas serta terbentuk lebih cepat.
Busa halus pada hidung dan mulut.
Pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan palpebra.
Bintik pendarahan / Tardieu spot.1
2.Pemeriksaan bedah jenazah
Darah berwarna lebih gelap dan encer.
Busa halus pada saluran pernafasan.
Perbendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi berat,
berwarna lebih gelap dan banyak mengeluarkan darah pada pengirisan.
Ptekie pada mukosa usus halus, bagian belakang jantung, subpleura viseralis paru,
kulit kepala bagian dalam dan mukosa epiglottis dan daerah sub-glotis.
Edema paru.
Kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring, perdarahan
faring, dan sebagainya.1
Bila jerat masih ditemukan melingkari leher,maka jerat tersebut harus disimpan dengan baik
sebab merupakan benda bukti dan dapat diserahkan kepada penyidik bersama dengan viseum
et repetum Terdapat 2 jenis jerat yaitu simpul hidup(melingkari jerat dapat diperbesar atau
17
diperkecil) dan simpul mati (lingkar jerat tidak dapat diubah). Jejas jerat pada leher biasanya
mendatar,melingkari leher dan terapat lebih rendah dair jejas jerat pada kasus gantung.
Keadaan jejas jerat sangat bevariasi,Bila jerat lunak dan lebar seprti handuk atau selendang
sutera,maka jejas mungkin tidak ditemukan dan pada otot leher sebelah dalam dapat atau
tidak kaos kaki nylon akan meniggalkan jejeas dengan lebar tidak lebih dari 2-3 mm. Pola
jejas dapat dilihat dengan menempelkan transparant scrotch tape pada daerah jejas di
leher,kemudian ditempelkan pada kaca objek dan dilihat dengan mikroskop atau dengan sinar
ultra violet. Bila jejas kasar seperti tali,maka bila tali bergesekkan pada saat korban melawan
akan menyebabkan luka lecet di sekitar jejas jeratmyang nampak jelas berupa kulit yang
mencekung berwarna coklat dengan perabaan kaku seperti kertas perkamen.Pada otot sebelah
dalam tampak banyak resapan darah. 1
B. Gantung
Kasus gantung hampir sama dengan penjeratan. Perbedanya terdapat pada asal tenaga yang
dibutuhkan untuk memperkecil lingkaran jerat. Pada kasus gantung, jerat pada leher menahan
berat badan korban sehingga mengakibatkan tertekannya leher. Mekanisme kematian pada
kasus gantung ialah kerusakan pada batang otak dan medulla spinalis, asfiksia, iskemia otak
dan refleks vagal.2,5
Posisi korban pada kasus gantung diri dapat berupa complete hanging (kedua kaki tidak
menyentuh tanah), duduk berlutut, dan berbaring.5 Sedangkan beberapa jenis gantung diri
ialah typical hanging yaitu titik gantung terletak apda daerah oksiput dan tekanan pada arteri
karotis paling besar; dan atypical hanging yaitu titik gantung pada sampung sehingga leher
dalam posisi sangat miring yang mengakibatkan hambatan pada arteri karotis dan
vertebralis.5
Pada pemeriksaan jenazah, maka akan ditemukan resapan darah bawah kulit serta pada otot
dan alat leher di tempat yang sesuai dengan jejas jerat. Jejas jerat tidak mendatar tetapi
membentuk sudut yang membuka ke arah bawah serta letak jerat yang tinggi. Kulit
mencekung ke dalam, berwarna coklat dengan perabaan kaku dan akibat bergesekan dengan
kulit leher, maka pada tepi jejas dapat ditemukan luka lecet. Patah tulang lidah atau rawan
gondok tidak sering terjadi pada kasus gantung. Distribusi lebam mayat pada kasus gantung
akan mengarah ke bawah, yaitu pada ujung tangan, kaki dan genitalia eksterna. Pada korban
wanita maka labium membesar dan terdapat lebam. Pada pria maka terjadi pada skrotum dan
penis seolah mengalami ereksi dan keluar cauran semen karena relaksasi otot sfingter.1,2
18
Tabel 1. Perbedaan pembunuhan dan bunuh diri.5
Pembunuhan Bunuh diri
Alat penjerat :
Simpul Simpul mati Simpul hidup
Jumlah lilitan Hanya 1 1/lebih
Arah Mendatar Serong ke atas
Jarak titik tumpu-simpul Dekat Jauh
Korban :
Jejas jerat Mendatar Meninggi ke arah simpul
Luka lawan + -
Luka lain Ada, sering di leher Mungkin ada luka coba
Jarak dari lantai jauh Dekat
TKP :
Lokasi Bervariasi Tersembunyi
Kondisi Tidak teratur Teratur
Pakaian Tak teratur, robek Rapi dan baik
Alat Dari si pembunuh Ada di TKP
Surat peninggalan - +
Ruangan Tak teratur, terkunci dari luar Terkunci dari dalam
Interpretasi Temuan
Korban
Korban yang meninggal adalah seorang laki-laki. Mayat ditemukan memakai kaus
dalam (oblong) dan memakai celana panjang yang digulung hingga setengah tungkai bawah.
Posisi mayat saat ditemukan adalah posisi tubuh tertelungkup dan relatif mendatar dengan
leher terjerat oleh lengan bajunya sendiri. Mayat ditemukan telah membusuk, waktu kematian
diperkirakan antara 24 sampai 36 jam yang lalu.
Mengenai penyebab kematian, ada 2 kemungkinan penyebab kematian korban, yaitu
akibat pembunuhan atau penganiayaan, namun proses awal terjadi nya sampai saat
menimbulkan kematian tidak diperjelas lebih lanjut dalam kasus. Hanya diketahui jika ia
ditemukan dalam keadaan terjerat lengan baju dan adanya luka terbuka pada bagian tubuh
tertentu. Oleh karenanya proses kematian korban tidak diketahui apakah meninggal karena
langsung terbunuh atau teraniaya terlebih dahulu. 1, 2, 4. Namun pada pemeriksaan, hasil
menunjukan korban meninggal akibat dibunuh.
19
Tempat Kejadian Perkara
Tempat dimana mayat korban ditemukan adalah di daerah perbukitan yang berhutan
cukup lebat, tepatnya pada sebuah sungai yang telah kering dan penuh batu-batuan. Rumah
terdekat dari tempat korban ditemukan kira-kira sejauh 2 kilometer.
Sebab Kematian
Penyebab kematian pada korban tersebut bisa dikarenakan kekerasan tajam atau
akibat penjeratan. kekerasan benda tajam yang mengenai ketiak kiri dan mengakibatkan
pembuluh darah ketiak kiri putus
Mekanisme Kematian
Berdasarkan kasus diatas, korban meninggal bisa dikarenakan mekanisme pendarahan
akibat kekerasan tajam atau karena asfiksia oleh penjeratan.
Waktu Kematian
Dari tanda-tanda kematian yang telah diuraikan diatas, perkiraan waktu kematian
korban yaitu 36-48 jam. Hal ini dapat terjadi karena ditemukan lebam mayat yang menetap
yang menandakan waktu kematian lebih dari 8-12 jam, suhu mayat yang hampir sama dengan
suhu keliling juga menandakan korban sudah meninggal lebih dari 15 jam. Lalu terlihat
adanya pembusukan dan terdapatnya larva lalat pada tubuh korban, yang menandakan korban
sudah meninggal antara 36-48 jam.
Identitas Korban
Nama : Karhurun
Jenis kelamin : Laki – laki
Umur : 40 tahun
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Jl. Jeruk Bali Timur no.10, Jakarta Barat
Pemeriksaan Luka
Pemeriksaan Luar
Hasil pemeriksaan luar pada korban :
1. Mayat tidak terbungkus
20
2. Mayat berpakaian sebagai berikut :
a. Kemeja lengan panjang berwarna putih berukuran M merk None. Terdapat satu
buah saku pada dada kiri dalam keadaan kosong. Kemeja berlumuran darah dan
terdapat robekan diketiak kiri .
b. Celana panjang bewarna hitam berukuran M merk None, dengan dua buah saku
dibagian belakang dalam keasaan kosong dan masing-masih satu buah saku pada
sisi kanan san juri. Pada saku sisi kanan terdapat dompet kulit berwarna coklat
merk Crocodile didalamnya terdapat kartu identitas korban dan empat lembar
uang sepuluh ribu rupiah dan dua lembar uang lima puluh ribu rupiah. Celana
panjang tergulung setinggi lutut dan terdapat bercak drah pada bagian bawah.
Celana panjang dengan bahan katun berwarna coklat dan tidak terdapat darah..
3. Ditemukan benda yang melingkari leher mayat berupa baju kemeja lengan panjang
berwarna putih merk None.
4. Kaku mayat terdapat seluruh anggota tubuh, sukar dilawan. Lebam mayat terdapat
pada bagian dada, perut, lutut dan genitalia eksterna berwarna merah keunguan, tidak
hilang pada penekanan kuat. Kaku mayat dan lebam mayat sudah menetap. Suhu
mayat ditemukan di TKP menurun mencapai 28oC.
5. Mayat adalah seorang laki-laki, berwarga negara Indonesia, berumur 40 tahun, kulit
sawo matang, gizi cukup baik, panjang tubuh seratus tujuh puluh sentimeter, berat
badan delapan puluh kilogram dan zakar disunat.
6. Rambut kepala berwarna hitam, tumbuh lebat, lurus, panjang lima sentimeter . Alis
mata berwarna hitam, tumbuhnya cukup tebal, panjang tiga milimeter. Bulu mata
berwarna hitam, panjang delapan millimeter.
7. Mata kanan dan mata kiri tidak menutup sempurna. Mata terlihat mencekung. Selaput
bening mata jernih, pupil mata bulat, diameter lima milimeter. Warna tirai mata
coklat, selaput bola mata putih, selaput kelopak mata pucat dan tidak terdapat
perdarahan maaupun pelebaran pembuluh darah.
8. Hidung berbentuk mancung . Telinga berbentuk oval dan tidak terdapat lubang tindik
pada kedua telinga.
9. Mulut menutup sempurna. Lidah terjulur keluar. Seluruh gigi lengkap kecuali
geraham pertama pada bagian bawah gigi bagian kanan dan kiri.
10. Dari lubang hidung, mulut , telinga tidak ada kelainan. Dari lubang dubur terdapat
warna kecoklatan berbau. Dari kemaluan keluar cairan semen.
21
11. Pada alat kelamin berbentuk biasa, tidak ada kelainan. Lubang dubur berbentuk biasa,
tidak menunjukan kelainan.
12. Pada ketiak kiri dan kedua tungkai terdapat luka-luka akibat kekerasan benda tajam.
13. Lain – lain
a. Posisi mayat dalam keadaan tertelungkup.
b. Tangan kanan dan kiri dalam posisi terlentang disamping.
c. Pada leher ditemukan jejas jerat berwara coklat dengan arah mendatar pada bagian
depan terletak setinggi atau dibawah rawan gondok.
d. Pada leher ditemukan bekas kuku.
e. Golongan darah = AB
f. Pada ketiak kiri ditemukan adanya luka terbuka dengan permukaan rata dan kedua
sudut luka lancip dan dalam selebar dua puluh sentimeter dari Garis Pertengahan
Depan berukuran empat sentimeter kali serngah sentimeter .
g. Pada tungkai bawah kanan, tiga sentimeter di atas mata kaki bagian luar terdapat
luka iris berukuran lima sentimeter kali setengah sentimeter dengan permukaan
rata dan kedua sudut yang lancip dan enam sentimeter di bawah lutut terdapat luka
iris berukuran tujuh sentimeter kali satu sentimeter dengan permukaan rata dan
kedua sudut yang lancip. Kulit di sekitar luka tidak ditemukan adanya luka lecet
atau luka memar.
h. Pada tungkai bawah kiri, delapan sentimeter di bawah lutut terdapat luka iris
berukuran lima sentimeter kali setengah sentimeter dengan permukaan rata dan
kedua sudut yang lancip. Kulit di sekitar luka tidak ditemukan adanya luka lecet
atau luka memar.
14. Patah tulang tidak ada.
Pemeriksaan Dalam (Bedah Jenazah)
Hasil pemeriksaan dalam pada korban :
1. Jaringan lemak bawah kulit daerah dada dan perut berwarna kuning kecoklatan, tebal
di daerah dada lima milimeter sedangkan di daerah perut sebelas sentimeter. Otot-otot
berwarna merah terang dan cukup tebal. Sekat rongga badan sebelah kanan setinggi
sela iga keempat dan yang kiri setinggi sela iga kelima.
2. Semua iga serta tulang dada tidak menunjukan kelainan.
3. Kandung jantung tampak tiga jari di antara kedua tepi paru. Kandung jantung tidak
menunjukan adanya kelainan.
22
4. Jaringan ikat bawah kulit, pada daerah kiri sisi depan leher, satu sentimeter di bawah
tulang jakun terdapat resapan darah seluas satu sentimeter kali satu sentimeter. Otot
leher pada pangkal anak lidah terdapat sembab dan resapan darah.
5. Dinding rongga perut tampak licin, berwarna kelabu mengkilat dengan sedikit
berwarna merah terang. Dalam rongga perut tidak terdapat darah maupun cairan. Otot
dinding perut berwarna cokelat cukup tebal
6. Lidah berwarna cokelat pucat, penampang berwarna cokelat. Tulang lidah utuh,
rawan gondok patah pada ujung kanan dan kiri, dan terdapat resapan darah. Tonsil
tidak membesar dan penampangnya tidak menunjukan kelainan. Kelenjar gondok
berwarna coklat merah, perabaan kenyal, tidak membesar dan penampangnya tidak
menunjukan kelainan, berat dua puluh gram.
7. Batang tenggorok berisi busa dan selaput lendirnya terdapat pelebaran pembuluh
darah.
8. Kerongkongan kosong dan selaput lendirnya terdapat pelebaran pembuluh darah.
9. Seluruh permukaan paru kanan dan kiri melekat pada dinding dada pada kedua paru
terdapat perkejuan dengan perabaan padat. Paru kanan terdiri atas tiga baga, berwarna
ungu, perabaan kenyal padat, penampang berwarna ungu, pada pemijatan keluar busa
dan darah, berat enam ratus lima puluh gram. Paru kiri terdiri dari dua baga, berwarna
ungu, perabaan kenyal padat, penampang berwarna ungu, pada pemijatan keluar busa
dan darah, berat lima ratus enam puluh gram.
10. Jantung tampak sebesar tinju kanan mayat, berwarna cokelat keunguan, perabaan
kenyal, ukuran lingkar katub serambi kanan sebelas sentimeter, kiri sembilan
sentimeter, pembuluh nadi paru lima koma lima sentimeter dan batang nadi lima
sentimeter, tebal otot bilik kanan empat millimeter dan kiri dua belas millimeter,
pembuluh nadi jantung tidak tersumbat, berat dua ratus gram.
11. Hati berwarna cokelat keunguan, permukaannya rata, tepinya tajam dan perabaan
kenyal padat. Penampang hati berwarna cokelat dan gambaran hati tampak jelas.
Berat hati adalah seribu dua ratus gram.
12. Kandung empedu berisi cairan berwarna hijau coklat, selaput lendirnya berwarna
hijau seperti beludru. Saluran empedu tidak menunjukan penyumbatan.
13. Limpa berwarna ungu pucat, permukaannya rata dan perabaan kenyal. Penampangnya
berwarna ungu dengan gambaran limpa jelas. Berat limpa seratus sepuluh gram.
23
14. Kelenjar liur perut berwarna cokelat, permukaan berbaga-baga, dan perabaan kenyal.
Penampang berwarna cokelat dengan gambaran kelenjar jelas Berat kelenjar liur perut
delapan puluh lima gram.
15. Lambung kosong. Selaput lendirnya terdapat pelebaran pembuluh darah. Usus dua
belas jari, usus halus, dan usus terdapat pelebaran pembuluh darah.
16. Kelenjar anak ginjal kanan berbentuk trapezium berwarna kuning penampang
berlapis. Kelenjar anak ginjal kiri berbentuk bulan sabit, warna kuning penampang
berlapis. Berat anak ginjal kanan delapan gram dan yang kiri sembilan gram.
17. Ginjal kanan dan kiri bersimpai lemak tipis. Simpai ginjal kanan dan kiri tampak rata
dan licin, berwarna coklat dan mudah dilepas. Berat ginjal kanan sembilan puluh lima
gram dan yang kiri seratus gram. Penampang ginjal menunjukan gambaran yang jelas.
Piala ginjal terdapat bintik perdarahan dan saluran kemih tidak menunjukan
sumbatan.
18. Kandung kencing kosong dan selaput lendirnya licin, berwarna putih, tidak
menunjukan kelainan.
19. Kulit kepala bagian dalam pada daerah puncak kepala terdapat resapan darah seluas
dua sentimeter kali dua sentimeter dan pada puncak kepala kiri terdapat resapan darah
seluas dua koma lima sentimeter kali dua sentimeter. Tulang tengkorak utuh, selaput
keras otak utuh, selaput lunak otak utuh.
20. Otak besar terdapat pelebaran pembuluh darah dan permukaan agak mendatar. Otak
kecil terdapat pelebaran pembuluh darah dan tampak penonjolan otak kecil bagian
bawah. Batang otak utuh. Bilik otak kosong, berat seribu empat ratus enam puluh
gram.
KESIMPULAN
Sesuai dengan kasus pada mayat seorang laki-laki berumur empat puluh tahun ini
ditemukan jejas jerat pada leher, berupa luka lecet tekan yang berjalan mendatar dan luka
lecet geser, ditemukan juga luka terbuka pada daerah ketiak kiri dan pada kedua tungkai
bawah akibat kekerasan tajam, selanjutnya ditemukan tanda-tanda mati lemas.
Sebab mati orang ini akibat jeratan pada leher yang mengakibatkan terhalangnya jalan
napas dan terjadi mati lemas. Perkiraan mati lebih dari dua puluh empat jam (dua puluh
empat jam hingga tiga puluh enam jam). Luka terbuka dan luka-luka lecet pada orang ini
tidak menyebabkan kematian dan terjadi sebelum korban mati.
24
Hasil penyebab dan mekanisme kematian pada visum et repertum disimpulkan
berdasarkan hasil temuan pada pemeriksaan jenazah yang dilakukan yaitu pemeriksaan luar
meliputi identitas, luka dan bekas perlukaan, dan sebagainya didukung dengan adanya
pemeriksaan dalam untuk membantu diagnosis mekanisme kematian serta menyingkirkan
kemungkinan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A, Widiatmika W, Sudiono S, Winardi AM, Hertian S, dkk. Ilmu kedokteran
forensik. Edisi ke-1. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997.H.5-16
2. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Teknik autopsi forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2000.
3. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat.
Buku roman forensik. Edisi ke-2. Agusuts 2009.
4. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Edisi I. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;1994.h.11-38.
5. Budiyanto A, Widiatmika W, Sudiono S, Winardi AM, Hertian S, dkk. Ilmu kedokteran
forensik. Edisi ke-1. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997.H.25-70.
6. Dahlan S. Ilmu kedokteran forensik: Pedoman bagi dokter dan penegak hukum.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2000.h. 141-8.
25