Presentasi Kematian Syok Hipovolemik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

presentasi kasus kematian internship

Citation preview

PRESENTASI KASUSSYOK HIPOVOLEMIK

Disusun Oleh:dr. Ayu Niken Savitri

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIARSUD KABUPATEN BEKASIMEI 2013-Mei 2014BAB I ILUSTRASI KASUS

A. Identitas Pasien No. Rekam Medis: 531614 Nama : Ny. TM Umur: 71 tahun Jenis kelamin: Wanita Agama: Kristen Protestan Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga Tanggal pemeriksaan: 12 Maret 2014

B. Anamnesis ( Alloanamnesis / Autoanamnesis ) Keluhan Utama:Muntah

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan muntah sejak 1 hari SMRS, sebanyak lebih dari 5 kali. Muntah berisi cairan berwarna kuning, tanpa isi makanan, tanpa darah. Setiap kali muntah kurang lebih sebanyak1 gelas belimbing. Keluhan mual diakui. Keluhan disertai dengan BAB lunak bercampuran cairan sebanyak lebih dari 4 kali per hari, tanpa lendir, tanpa darah dan tidak berwarna hitam. Keluhan buang air kecil disangkal. Keluhan lemas dan penurunan nafsu makan diakui. Riwayat panas badan disangkal. Riwayat batuk dan pilek disangkal. Riwayat kencing manis dan konsumsi obat obatan DM disangkal. Riwayat darah tinggi dan penyakit jantung diakui. Os mengkonsumsi obat jantung, namun tidak diketahui nama dan jenis obat. Riwayat nyeri dada dan sesak nafas disangkal. Riwayat trauma dan riwayat pendarahan disangkal.

Riwayat Penyakit DahuluPasien pernah mengalami diare sebelumnya, namun tanpa disertai muntah

Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama

Riwayat Alergi Riwayat alergi makanan disangkal. Riwayat alergi obat disangkal

C. Pemeriksaan FisikA. Status Generalis Keadaan Umum: Tampak sakit berat Tanda vital Tekanan Darah: Tidak terukur Nadi : Tidak teraba Suhu: 35,4 C Frekuensi Pernapasan: 30 x/menit. Kepala: NormocephalMata: Konjungtiva Anemis - / -, Sklera Ikterik - / -Hidung: PCH (-)Mulut: POC (-), bibir kering Leher : Tidak ada perbesaran kelenjar getah bening Thoraks: Cor S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo VBS kanan=kiri, Ro -/-,Wheezing -/- Abdomen: Cembung Nyeri tekan epigastrium (+) BU (+) Meningkat Hepar dan Lien tidak teraba Ekstremitas: CTR> 2 detik, Akral dingin (+) Turgor kulit kembali lambat

D. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Elektrokardiografi

Pemeriksaan Laboratorium Darah (12/03/14 15.00)Hb11,7 g/dlHt31,2

Leukosit4900 /mmTrombosit172.000 /mm3

LED25 mm/jamSGOT68 U/L

Basofil0 %SGPT36 U/L

Eosinofil1 %GDS53 mg/dl

Batang1 %Ureum78 mg/dl

Segmen82 %Kreatinin1,5 mg/dl

Limfosit14 %Natrium139 mEq/dl

Monosit2 %Kalium5,5 mEq/dl

Eritrosit3,43 %Klorida107 mg/dl

E. Diagnosis KerjaSyok Hipovolemik e.c GEA dengan dehidrasi beratF. Penatalaksanaan

Penanganan IGD (13.10) O2 2 liter / menit RL Loading 500cc Ranitidin 1 ampul Ondansetron 1 ampul Observasi TTV Laboratorium dan EKG Pemasangan foley catheter

Dr. Asyraf, SpPD (21.30) RL 2 liter pada I jam pertama RL 1 liter pada jam ke II dan ke III Selanjutnya RL 30 tetes / menit New Diatabs 3 x 2 tablet Codein 2 x 1 tablet ( selama 24 jam saja) Diltiazem 3 x 1 tablet Cardiomin 1 x 1 tablet Neurobion inj 1 ampul / hari Monitor input dan output cairan

G. PrognosisQuo Ad vitam : Dubia ad malamQuo Ad functional: Dubia ad malam

H. Perjalanan PenyakitObservasi 12/03/2014

JamT (mmHg)Nx/mntRx/mntSCInputCairanOutput CairanKeterangan

13.00Tidak terukurTidakteraba3035,4RL 500cc,loading -Akral dinginGCS = 15

15.00100 / 60782836

16.00-GDS = 53,D40 2 fl.

17.0070 / 50Tidak teraba28Akral dinginGDS = 102,Maintanence D10%

18.0073-GDS = 81,D40 1 fl.-Monitor terpasang

20.30GCS = 6

21.4078 / 5611031RL 500cc

RL 500cc-GCS = 6Akral dingin, pucatIV 2 line

22.20138 / 8411034RL 500ccSatO2: -

22.30139 / 7311031RL 500ccGCS = 5SatO2: -

22.40139 / 6210630RL 500cc-SatO2: -GDS = 38Akral dingin

22.50147 / 6211230SatO2: -

23.10123 / 6010129RL 500ccSatO2: -

23.20101 / 578728SatO2: -

23.30114 / 4210227SatO2: 38

23.40102 / 419727-SatO2: 43Akral dingin

23.50Asistol

Epinefrin 1 mg, RJP 5 siklus

Asistol

RJP 5 siklus

Asistol

Epinefrin 1 mg, RJP 5 siklus

RJP 5 siklus

Asistol

RJP 5 siklus

Asistol Nadi tidak teraba, EKG flat, Pupil midriasis total

00.00122 / 91---

BAB II

2.1 Syok

Syok merupakan suatu keadaan patofisiologik hemodinamik yang terjadi bila penghantaran oksigen ke mitokondria sel di seluruh tubuh manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan perfusi jaringan. Sebagai respon terhadap pasokan oksigen yang tidak cukup ini, metabolisme energi sel menjadi anaerobik. Keadaan ini hanya dapat ditoleransi tubuh untuk waktu yang terbatas, selanjutnya dapat timbul kerusakan irreversible pada organ vital.Pada tingkat multiseluler, tidak semua jaringan dan organ secara klinis terganggu akibat kurangnya oksigen pada saat syok. Syok terbagi menjadi 4 antara lain syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok septik, syok neurogenik.Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian akibat syok tiap tahun, meskipun penyebabnya berbeda tiap-tiap negara. Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada data-data baik klinis maupun laboratorium yang jelas, yang merupakan akibat dari kurangnya perfusi jaringan. Syok bersifat progresif dan terus memburuk jika tidak segera ditanganiPenatalaksanaan syok dilakukan seperti pada penderita trauma umumnya yaitu primary survey ABCDE. Tatalaksana syok bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab.

2.2 Definisi

Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah kejaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan vaskuler sitemik terutama di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel dan kecilnya curah jantung. Kematian karena syok terjadibila keadaan ini menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolisme sel.Syok sirkulasi dianggap sebagai rangsang paling hebat dari hipofisis adrenalin sehingga menimbulkan akibat fisiologi dan metabolisme yang besar. Syok didefinisikan juga sebagai volume darah sirkulasi tidak adekuat yang mengurangi perfusi, pertama pada jaringan nonvital (kulit, jaringan ikat, tulang, otot) dan kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru-paru, dan ginjal). Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologis dinamik yang mengakibatkan hipoksia jaringan dan sel.

2.2 Etiologi dan klasifikasi

Syok secara umum dapat diklasifikasikan menjadi :1. Syok hipovolemik, syok yang disebabkan karena tubuh : - Kehilangan darah/syok hemoragik Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks - Kehilangan plasma : luka bakar - Kehilangan cairan dan elektrolit Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih Internal : asites, obstruksi usus

2.Syok kardiogenik, kegagalan kerja jantung. Gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena disfungsi jantung misalnya : aritmia, AMI (Infark Miokard Akut).

3. Syok septik, terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya didalam tubuh yang berakibat vasodilatasi.

4.Syok anafilaktif, gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang mengeluarkan histamine dengan akibat peningkatan permeabilitas membran kapiler dan terjadi dilates arteriola sehingga venous return menurun. Misalnya: reaksi tranfusi, sengatan serangga, gigitan ular berbisa.

5.Syok neurogenik, terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkn karena disfungsi sistem saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi. Misalnya : trauma pada tulang belakang, spinal syok.

2.3 Patofisiologi

Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya berupa lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun ada bermacam-macam penyebab Penurunan hebat volume plasma intravaskuler merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya syok. Dengan terjadinya penurunan hebat volume intravaskuler apakah akibat perdarahan atau dehidrasi akibat sebab lain maka darah yang balik ke jantung (venous return) juga berkurang dengan hebat, sehingga curah jantungpun menurun. Pada akhirnya ambilan oksigen di paru juga menurun dan asupan oksigen ke jaringan atau sel (perfusi) juga tidak dapat dipenuhi. Begitu juga halnya bila terjadi gangguan primer di jantung, bila otot-otot jantung melemah yang menyebabkan kontraktilitasnya tidak sempurna, sehingga tidak dapat memompa darah dengan baik dan curah jantungpun menurun. Pada kondisi ini meskipun volume sirkulasi cukup tetapi tidak ada tekanan yang optimal untuk memompakan darah yang dapat memenuhi kebutuhan oksigen jaringan, akibatnya perfusi juga tidak terpenuhi.Syok dihasilkan oleh disfungsi empat system yang terpisah namun saling berkaitan yaitu: jantung, volume darah, resistensi arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokontriksiperifer meningkat. Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu:1. Fase KompensasiPenurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktorhumoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air.Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.

2. Fase ProgresifTerjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadibendungan vena, venous return menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan.Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bridikinin) yang ikut memperburuk syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksifikasi hepar memperburuk keadaan. Timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas system retikuloendotelial rusak, integritas mikrosirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.

3. Fase Irrevesibel/RefrakterKarena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya irreversibilitas syok.Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.

2.3.1Patogenesis dan Patofisiologi Syok HipovolemikPenyebab syok hipovolemik yang paling umum adalah perdarahan mukosa saluran cerna dan trauma berat. Penyebab perdarahan terselubung adalah antara lain trauma abdomen dengan ruptur aneurisma aorta, ruptur limpa atau ileus obstruksi, dan peritonitis. Secara klinis syok hipovolemik ditandai oleh volume cairan intravaskuler yang berkurang bersama-sama penurunan tekanan vena sentral, hipotensi arterial, dan peningkatan tahanan vaskular sistemik. Respon jantung yang umum adalah berupa takikardia, Respon ini dapat minimal pada orang tua atau karena pengaruh obat-obatan. Gejala yang ditimbulkan bergantung pada tingkat kegawatan syok.

Stadium-Stadium SyokSyok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi atau irreversibel sebagaimana dilukiskan dalam gambar berikut: Stadium 1: anticipation stage (Gambar 2.1)

Gangguan sudah ada, bersifat lokal. Parameter-paramater masih dalam batas normal. Biasanya masih cukup waktu untuk mendiagnosis dan mengatasi kondisi. Stadium 2.pre-shock slide (Gambar 2.2)

Gangguan sudah bersifat sistemik. Parameter mulai bergerak dan mendekati batas atas atau batas bawah kisaran normal.

Stadium 3.compensated shock (Gambar 2.3)

Compensated shock bisa berangkat dengan tekanan darah yang normal rendah, suatu kondisi yang disebut normotensive, cryptic shock. Banyak klinisi gagal mengenali bagian dini dari stadium syok ini. Compensated shock memiliki arti khusus pada pasien DBD dan perlu dikenali dari tanda-tanda berikut: Capillary refill time > 2 detik; penyempitan tekanan nadi, takikardia, takipnea, akral dingin. Stadium 4:decompensated shock, reversible (Gambar 2.4)

Di sini sudah terjadi hipotensi. Normotensi hanya bisa dipulihkan dengan cairan intravena dan/atau vasopressor

Stadium 5.decompensated irreversible shock (Gambar 2.5)

Kerusakan mikrovaskular dan organ sekarang menjadi menetap dan tak bisa diatasi.

2.4Syok Hipovolemik2.4.1Definisi

Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akibat berkurangnya volume plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik), trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat. Kasus-kasus syok hipovolemik yang paing sering ditemukan disebabkan oleh perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga dengan syok hemoragik. Perdarahan hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma hebat pada organ- organ tubuh atau fraktur yang yang disertai dengan luka ataupun luka langsung pada pembuluh arteri utama.

2.3.1 AnamnesisPada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit penting untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan lansung. Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan status mental.Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan, sebaiknya dinilai pada semua pasien. Pada pasien trauma, menentukan mekanisme cedera dan beberapa informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu. Jika sadar, pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri. Tanda vital, sebelum dibawa ke unit gawat darurat sebaiknya dicatat. Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan gangguan pada pembuluh darah. Tanda klasik pada aneurisma arteri torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis biasanya menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul.Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan tentang hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti-inflamasi non steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya) adalah sangat penting.1. Kronologi muntah dan hematemesis harus ditentukan.2. Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah yang hebat kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss tear, sedangkan pasien dengan riwayat hematemesis sejak sejak awal kemungkinan mengalami ulkus peptik atau varises esophagus. Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu dikumpukan informasi mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko kehamilan ektopik, perdarahan pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk konsepsi pada saluran vagina, dan nyeri. Semua wanita usia subur sebaiknya menjalani tes kehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka hamil. Tes kehamilan negatif bermakna untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik.

Pemeriksaan FisisPemeriksaan fisis seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan, sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini menyebabkan diagnosis lambat. Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi, tanpa memperhatikan derajat syoknya.Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah yang hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik sering tidak nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan klasifikasi awal.Gejala-gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan darah kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini masih dapat dikompensasi oleh tubuh dengan meningkatkan tahanan pembuluh dan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung. Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak mampu lagi mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara umum syok hipovolemikmenimbulkangejalapeningkatan frekuensi jantung dan nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek, ujung-ujung ektremitas yang dingin dan pengisian kapiler yang lambat.Berdasarkan persentase volume kehilangan darah, syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi empat tingkatan atau stadium.

Perkiraan kehilangan cairan dan darah berdasarkan presentasi penderita.

Berdasarkan perjalanan klinis syok seiring dengan jumlah kehilangan darah terlihat bahwa penurunan refiling kapiler, tekanan nadi dan produksi urin lebih dulu terjadi dari pada penurunan tekanan darah sistolik. Penurunan tekanan darah sistolik lebih lambat terjadi karena adanya mekanisme kompensasi tubuh terhadap terjadinya hipovolemia. Pada awal- awal terjadinya kehilangan darah, terjadi respon sistim saraf simpatis yang mengakibatkan peningkatan kontraktilitas dan frekuensi jantung. Dengan demikian pada tahap awal tekanan darah sistolik dapat dipertahankan. Namun kompensasi yang terjadi tidak banyak pada pembuluh perifer sehingga telah terjadi penurunan diastolik sehingga secara bermakna akan terjadi penurunan tekanan nadi rata-rata.Berdasarkan kemampuan respon tubuh terhadap kehilangan volume sirkulasi tersebut maka secara klinis tahap syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi tiga tahapan yaitu tahapan kompensasi, tahapan dekompensasi dan tahapan ireversibel. Pada tahapan kompensasi, mekanisme autoregulasi tubuh masih dapat mempertahankan fungsi srikulasi dengan meningkatkan respon simpatis. Pada tahapan dekompensasi, tubuhtidak mampu lagi mempertahankan fungsinya dengan baik untuk seluruh organ dan sistim organ. Pada tahapan ini melalui mekanisme autoregulasi tubuh berupaya memberikan perfusi ke jaringan organ-organ vital terutama otak dan terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas. Akibatnya ujung-ujung jari lengan dan tungkai mulai pucat dan terasa dingin. Selanjutnya pada tahapan ireversibel terjadi bila kehilangan darah terus berlanjut sehingga menyebabkan kerusakan organ yang menetap dan tidak dapat diperbaiki. Kedaan klinis yang paling nyata adalah terjadinya kerusakan sistim filtrasi ginjal yang disebut sebagai gagal ginjal akut.Pada pasien dengan trauma, perdarahan biasanya dicurigai sebagai penyebab dari syok. Namun, hal ini harus dibedakan dengan penyebab syok yang lain. Diantaranya tamponade jantung (bunyi jantung melemah, distensi vena leher), tension pneumothorax (deviasi trakea, suara napas melemah unilateral), dan trauma medulla spinalis (kulit hangat, jarang takikardi, dan defisit neurologis).Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada, perut, paha, dan bagian luar tubuh.1. Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi pernapasan yang melemah, karena perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal dari miokard, pembuluh darah, atau laserasi paru.2. Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau distensi, yang menunjukkan cedera intraabdominal.3. Kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran (tanda-tanda fraktur femur dan perdarahan dalam paha).4. Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada perdarahan luar.

Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar perdarahan berasal dari abdomen. Abdomen harus diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi, atau bruit. Mencari bukti adanya aneurisma aorta, ulkus peptikum, atau kongesti hepar. Juga periksa tanda-tanda memar atau perdarahan.Penyebab-penyebab syok hemoragik adalah trauma, pembuluh darah, gastrointestinal, atau berhubungan dengan kehamilan.1. Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma benda tumpul. Trauma yang sering menyebabkan syok hemoragik adalah sebagai berikut: laserasi dan ruptur miokard, laserasi pembuluh darah besar, dan perlukaan organ padat abdomen, fraktur pelvis dan femur, dan laserasi pada tengkorak.2. Kelainan pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak kehilangan darah antara lain aneurisma, diseksi, dan malformasi arteri-vena.3. Kelainan gastrointestinal yang menyebabkan syok hemoragik antara lain: perdarahan varises oesofagus, perdarahan ulkus peptikum, Mallory-Weiss tears, dan fistula aortointestinal.4. Kelainan yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu kehamilan ektopik terganggu, plasenta previa, dan solutio plasenta. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik umum terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan tes kehamilan negatif jarang terjadi, tetapi pernah dilaporkan.

Riwayat adanya hipertensi dan penyakit jantung dapat dijadikan pertimbangan dalam hasil pemeriksaan klinis pasien. Khususnya pada pasien geriatri, perlu didapatkan anamnesa ada atau tidaknya konsumsi obat obatan jantung. Penggunaan Beta-blocker dan Ca-channel blocker dapat menghambat respon fisiologis takikardia pada pasien dengan syok hipovolemik. Standar tekanan darah normal juga dapat berubah secara signifikan pada pasien dengan riwayat hipertensi, sehingga mengaburkan diagnosis penemuan hipotensi.

Pasien geriatri memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami syok dibandingkan dengan pasien berusia lebih muda dengan paparan yang sama. Syok pada geriatri lebih sulit untuk dikenali dan pasien dapat tampak stabil dan tidak disadari sekalipun pasien sudah berada dalam tahap hipoperfusi sistemik yang serius. Selain itu, pasien geriatri lebih rentan terhadap deplesi volume yang kronik diakibatkan oleh kurangnya asupan cairan dan penggunaan obat diuretik. Penemuan syok pada tahap awal merupakan hal yang sulit dikarenakan tekanan darah dan respon jantung terhadap hilangnya cairan dapat sangat bervariasi pada pasien dengan usia lanjut.

Pemeriksaan LaboratoriumSetelah anamnesis dan pemeriksaan fisis dlakukan, langkah diagnosis selanjutnya tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan stabilitas dari kondisi pasien itu sendiri.Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:1. Hemoglobin dan hematokritPada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada dengue fever atau diare dengan dehidrasi akatn terjadi haemokonsentrasi.2. UrinProduksi urin akan menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin menigkat >1,020. Sering didapat adanya proteinuria3. Pemeriksaan analisa gas darahpH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan vena.4. Pemeriksaan elektrolit serumPada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita dengan asidosis5. Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN (Blood urea nitrogen) dan serum kreatinin penting pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal6. Pemeriksaan faal hemostasis7. Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primerPemeriksaan RadiologiPasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan radiologi dan menjadi intervensi segera dan membawa pasien cepat ke ruang operasi.Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan. Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-scan.Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil. Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.Tes kehamilan dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.

2.5Tatalaksana dan komplikasiKeadaan syok hipovolemia biasanya terjadi berbarengan dengan kecelakaan sehingga diperlukan tatalaksana prehospital untuk mencegah komplikasi, Prinsip pengelolaan dasar adalah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.I. Penatalaksanaan awalA. Pemeriksaan jasmaniMeliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni melalui tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.1. Airway dan BreathingTujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi >95%. Pada pasien cedera servikal perlu dilakukan imobilisasi. Untuk memfasilitasi ventilasi maka dapat diberikan oksigen yang sifat alirannya high flow. Dapat diberikan dengan menggunakan non rebreathing mask sebanyak 10-12 L/menit. Pasien geriatri lebih rentan untuk terjadinya desaturasi oksigen secara cepat, maka preoksogenasi yang memadai merupakan langkah yang penting dan diperlukan waktu pemberian yang lebih lama.2. Sirkulasi Kontrol pendarahan dengan: Mengendalikan pendarahan Memperoleh akses intravena yang cukup Menilai perfusi jaringanPengendalian pendarahan:Dari luka luar tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut tekan).Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas bawah PASG (Pneumatic Anti Shock Garment).Pendarahan internal operasiPosisi pasien juga dapat mempengaruhi sirkulasi. Pada pasien dengan hipotensi dengan menaikkan kakinya lebih tinggi dari kepala dan badannya akan meningkatkan venous return. Pada pasien hipotensi yang hamil dengan cara memiringkan posisinya ke sebelah kiri juga meningkatkan aliran darah balik ke jantung.3. Disability : pemeriksaan neurologiMenentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.4. Exposure : pemeriksaan lengkapPemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta pencegahan terjadi hipotermi pada penderita.5. Dilatasi Lambung: dekompresiDilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak mengakibatkan terjadinya hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan. Pada penderita yang tidak sadar, distensi lambung menyebabkan resiko aspirasi isi lambung. Dekompresi dilakukan dengan memasukkan selang melalui mulut atau hidung dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.6. Pemasangan kateter urinMemudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.Kontraindikasi: darah pada uretra, prostat letak tinggi.

B. Akses pembuluh darahHarus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik dengan 2 kateter intravena ukuran besar, sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kateter yang digunakan adalah kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam jumlah besar. Tempat terbaik jalur intravena orang dewasa adalah lengan bawah. Bila tidak memungkinkan digunakan akses pembuluh sentral atau melakukan venaseksi. Pada anak-anak < 6 tahun, teknik penempatan jarum intraosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Selain itu, teknik intraoseus juga dapat dilakukan pada pasien dewasa dengan hipotensi. Jika kateter vena telah terpasang, diambil darah untuk crossmatch, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan toksikologi, serta tes kehamilan pada wanita subur serta analisis gas darah arteri.

C. Terapi Awal CairanLarutan elektrolit isotonik digunakan sebagai terapi cairan awal. Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan mengganti volume darah yang hilang berikutnya ke dalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama sedangkan NaCl fisologis adalah pilihan kedua. Pemberian cairan ini tidak bersifat mutlak, sehingga perlu dinilai respon penderita untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan. Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan melebihi perkiraan, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab syok yang lain. Singkatnya untuk bolus cairan inisial dapat diberikan 1-2 L cairan kristaloid, pada anak diberikan 20 cc/kg BB

II. Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi OrganA. UmumPulihnya tekanan darah menjadi normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke keadaan normal, tetapi tidak memberi informasi tentang perfusi organ.

B. Produksi urinJumlah produksi urin merupakan indikator penting untuk perfusi ginjal. Penggantian volume yang memadai menghasilkan pengeluaran urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi. Jika jumlahnya kurang atau makin turunnya produksi dengan berat jenis yang naik menandakan resusitasi yang tidak cukup.C. Keseimbangan Asam-BasaPenderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan karena takipneu. Alkalosis respiratorik disusul dengan asidosis metabolik ringan dalam tahap syok dini tidak perlu diterapi. Asidosis metabolik yang berat dapat terjadi pada syok yang terlalu lama atau berat. Asidosis yang persisten pada penderita syok yang normothermic harus diobati dengan cairan darah dan dipertimbangkan intervensi operasi untuk mengendalikan pendarahan. Defisit basa yang diperoleh dari analisa gas darah arteri dapat memperkirakan beratnya defisit perfusi yang akut. Defisit basa (< -6mEq/L) pada analisa gas darah arteri, peningkatan laktat > 2 mmol/L pada geriatri menandakan adanya hipoperfusi dan berkaitan dengan peningkatan angka mortalitas.

III. Respon Terhadap Resusitasi Cairan Awal Respon penderita terhadap resusitasi awal merupakan kunci untuk menentukan terapi berikutnya. Pola respon yang potensial tersebut, dibagi dalam 3 kelompok:1. Respon cepatPenderita cepat memberi respon ketika bolus cairan awal dan tetap hemodinamis normal kalau bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat sampai kecepatan maintenance.2. Respon sementara (transient)Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun bila tetesan diperlambat hemodinamik menurun kembali karena kehilangan darah yang masih berlangsunya.3. Respon minimal atau tanpa responWalaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon, perlu operasi segera.Perbedaan masing-masingnya tampak pada tabel berikut.

Respon Terhadap Pemberian Cairan AwalRespon CepatRespon SementaraTanpa Respon

Tanda vitalKembali ke normalPerbaikan sementara tek. Darah dan nadi kemudian kembali turunTetap abnormal

Dugaan Kehilangan darahMinimal (10-20%)Sedang-masih ada (20-40%)Berat (>40%)

Kebutuhan kristaloidSedikitBanyakBanyak

Kebutuhan darahSedikitSedang-banyakBanyak

Persiapan darahType specific & crossmatchType specificEmergency

OperasiMungkinSangat mungkinHampir pasti

Kehadiran dini ahli bedahPerluPerluPerlu

Keberhasilan manajemen syok hemoragik atau lebih khusus lagi resusitasi cairan bisa dinilai dari parameter-parameter berikut: Capilary refill time < 2 detik MAP 65-70 mmHg O2 sat >95% Urine output >0.5 ml/kg/jam (dewasa) ; > 1 ml/kg/jam (anak) Shock index = HR/SBP (normal 0.5-0.7) CVP 8 to12 mm Hg ScvO2 > 70%

IV. Transfusi Darah Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari volume darah. Pemberian darah juga tergantung respon penderita terhadap pemberian cairan.

a. Pemberian darah packed cell vs darah biasaTujuan utama transfusi darah: memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari volume darah. Dapat diberikan darah biasa maupun packed cell.Pemberian cairan adekuat dapat memperbaiki cardiac output tetapi tidak memperbaiki oksigensi sebab tidak ada penambahan jumlah dari media transport oksigen yaitu hemoglobin. Pada keadaan tersebut perlu dilakukan tranfusi. Beberapa indikasi pemberian tranfusi PRC adalah:161. Jumlah perdarahan diperkirakan >30% dari volume total atau perdarahan derajat III 2. Pasien hipotensi yang tidak berespon terhadap 2 L kristaloid3. Memperbaiki delivery oksigen4. Pasien kritis dengan kadar hemoglobin 6-8 gr/dl.Fresh frozen plasma diberikan apabila terjadi kehilangan darah lebih dari 20-25% atau terdapat koagulopati dan dianjurkan pada pasien yang telah mendapat 5-10 unit PRC. Tranfusi platelet diberikan apada keadaan trombositopenia (trombosit