Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan
Vol. 19 No. 2 Desember 2020 : 51-60
P-ISSN 1978 - 2365
E-ISSN 2528 - 1917
Diterima : 13 Agustus 2020, direvisi : 11 Februari 2021, disetujui terbit : 15 Februari 2021
51
RANCANG BANGUN SISTEM PEMANAS MINYAK KELAPA SAWIT
SEBAGAI BAHAN BAKAR NABATI UNTUK GENERATOR DIESEL
Ginas Alvianingsih, Tino Rico Sinaga, Iwa Garniwa
Institut Teknologi PLN
Jalan Lingkar Luar Barat, Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, Indonesia
Abstrak
Pembangkit listrik skala kecil sebagian besar menggunakan generator diesel berbahan bakar fosil yang memiliki dampak buruk bagi lingkungan. Salah satu upaya untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil adalah dengan menggantinya dengan bahan bakar nabati, seperti minyak kelapa sawit. Namun,
minyak kelapa sawit memiliki viskositas yang tinggi, sehingga tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar generator. Salah satu cara untuk menurunkan viskositas minyak kelapa sawit adalah dengan memanaskan dan mencampurkan minyak kelapa sawit tersebut dengan minyak solar. Penelitian ini
bertujuan membuat sistem pemanas untuk menghasilkan viskositas bahan bakar minyak kelapa sawit yang aman bagi generator diesel. Sistem pemanas yang dibuat menggunakan prinsip konduksi panas dari air yang dipanaskan dalam suatu tangki ke minyak kelapa sawit yang dialirkan ke tangki tersebut melalui
pipa tembaga. Sistem pemanas dilengkapi dengan rangkaian elektronik pengontrol yang terdiri dari mikrokontroler, relai, push button, sensor temperatur, solenoid valve, dan flowmeter. Dari hasil pengujian,
diketahui bahwa sistem pemanas menghasilkan keluaran minyak kelapa sawit dengan rentang suhu 65 oC – 90oC. Waktu pemanasan yang dibutuhkan adalah 66 menit. Dari hasil pengujian diketahui bahwa keluaran tegangan dan frekuensi listrik yang dihasilkan dengan bahan bakar minyak kelapa sawit masih
memenuhi standar PLN. Kata Kunci: generator diesel; sistem pemanas; minyak kelapa sawit
A DESIGN OF PALM OIL FUEL HEATER SYSTEM FOR DIESEL
GENERATOR
Abstract
Nowadays, small-scale power stations use fossil fuel diesel generators. The high exploitation of fossil energy
has a bad impact on the environment. One effort to overcome this is by replacing fossil fuels with palm oil. However, palm oil cannot be used directly as a fuel generator due to its high viscosity so that it can clog the fuel lines. High viscosity can be solved by adding a heating system and mixing palm oil with diesel oil. The
research aims to design a heating system and a fuel control system so that fuel viscosity is safe for diesel set generators. The heating system is made using a heat conduction principle of heated water in a tank to the
palm oil that is flowed to the tank through copper pipes. The control system is an electronic network consisting of microcontrollers, relays, pushbuttons, temperature sensors, solenoid valves, and flowmeters. From the test results, it is known that the heating system and the fuel flow control system produce oil palm
output with a temperature range of 65oC – 90oC. The heating time required is 66 minutes. With this temperature range, palm oil is safe to be used as a fuel for diesel-powered power plants.
Keywords: diesel generator; heater system; palm oil
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara kepulauan
memerlukan penyediaan energi listrik dengan cara
yang bervariasi. Pulau atau wilayah dengan tingkat
kepadatan penduduk yang relatif kecil dipasok oleh
sistem terisolasi (isolated system) [1] yang
umumnya merupakan pembangkit listrik diesel
yang yang beroperasi dengan bahan bakar High-
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan
Vol. 19 No. 2 Desember 2020: 51-60
52
Speed Diesel (HSD) atau Marine Fuel Oil (MFO)
yang lebih dikenal dengan sebutan minyak solar [2].
Eksploitasi bahan bakar fosil menyebabkan
beberapa masalah lingkungan, antara lain
pemanasan global, hujan asam, dan penipisan
lapisan ozon [3]. Salah satu pilihan untuk mengatasi
masalah ini adalah dengan mengganti bahan bakar
mesin diesel dari minyak solar menjadi minyak
kelapa sawit [4][5].
Minyak kelapa sawit memiliki karakteristik
fisik dan karakteristik kimia yang serupa dengan
minyak solar [6]. Namun, minyak kelapa sawit
memiliki tingkat viskositas atau kekentalan yang
lebih tinggi daripada minyak solar [7].
Tingkat viskositas minyak kelapa sawit dapat
menyebabkan atomisasi yang tidak sempurna
dalam sistem bahan bakar mesin diesel [8]. Dengan
demikian, minyak kelapa sawit tidak dapat
digunakan secara langsung sebagai bahan bakar
mesin diesel. Oleh karena itu, diperlukan suatu
sistem pemanas yang dapat mengurangi viskositas
minyak sawit [9][10][11]. Selain dipanaskan,
menurunkan viskositas minyak kelapa sawit juga
dapat dilakukan dengan mencampur minyak kelapa
sawit tersebut dengan minyak solar [12].
Dalam literatur [13] telah dibuat sistem
pemanas dengan menggunakan prinsip perpindahan
panas secara konduktif dari air yang dipanaskan
oleh dua buah pemanas air berkapasitas 600W yang
diletakkan di dalam kotak. Kemudian minyak
kelapa sawit dilewatkan ke dalam kotak tersebut
menggunakan pipa tembaga. Pada penelitian
tersebut, pembangkit listrik tenaga diesel dapat
beroperasi menggunakan bahan bakar campuran
minyak kelapa sawit dan minyak solar yang
bersuhu 70oC. Implementasi sistem pemanas ini
menghasilkan daya listrik dan tingkat kebisingan
yang mirip dengan saat mesin diesel menggunakan
bahan bakar minyak solar, namun waktu yang
dibutuhkan untuk memanaskan air dalam kotak
tersebut relatif lama, yaitu sekitar 50 menit.
Penelitian ini bertujuan untuk mendesain
sistem pemanas minyak kelapa sawit beserta sistem
yang mengontrol viskositas campuran bahan bakar
minyak solar dengan minyak kelapa sawit agar
aman untuk digunakan pada pembangkit listrik
tenaga diesel. Minyak kelapa sawit yang digunakan
adalah minyak kelapa sawit olahan untuk industri
makanan, sedangkan minyak solar yang digunakan
adalah solardex yang diperoleh dari depo
Pertamina. Sistem kontrol yang dibuat berbasis
mikrokontroler [14][15].
PERANCANGAN SISTEM PEMANAS
MINYAK KELAPA SAWIT
Sistem pemanas minyak kelapa sawit
yang dibuat menggunakan prinsip perpindahan
panas secara konduktif menggunakan air panas
yang terdiri dari pemanas air elektrik, pipa
tembaga, dan pompa bahan bakar (lihat pada
Gambar 1).
(a) (b) (c)
Gambar 1. Sistem Pemanas Minyak Kelapa
Sawit (a) Pemanas Air Elektrik (b) Pipa
Tembaga (c) Pompa Minyak Kelapa Sawit
Pemanas Air Elektrik
Pemanas air elektrik yang digunakan
memiliki diameter luar 39 cm, tinggi 52,3 cm,
Rancang Bangun Sistem Pemanas Minyak Kelapa Sawit
sebagai Bahan Bakar Nabati untuk Generator Diesel
53
kapasitas 20 liter dan memerlukan daya listrik
sebesar 1.650 W dengan tegangan 220V AC dan
frekuensi 50 Hz. Pemanas air elektrik ini
dilengkapi dengan katup keluar dan indikator
level air serta dapat beroperasi pada mode panas
saat air di dalamnya belum mendidih dan mode
hangat saat air sudah mendidih. Pengubahan mode
ini dapat dilakukan secara otomatis. Pemanas ini
dimodifikasi dengan membuat lubang konektor
untuk meletakkan pipa tembaga.
Pipa Tembaga
Pipa tembaga yang digunakan memiliki
diameter 8 mm dan dibentuk menyerupai spiral
dengan diameter lekukan 25 cm. Panjang total
pipa tembaga ini 15 meter agar menghasilkan area
konduksi panas dari air ke minyak kelapa sawit
yang lebih luas. Pipa tembaga yang sudah dilekuk
kemudian dimasukkan ke dalam pemanas air
elektrik yang sudah dimodifikasi.
Pompa Bahan Bakar
Pompa bahan bakar berfungsi untuk
mendukung aliran bahan bakar. Pompa bahan
bakar yang digunakan sebanyak 2 buah, yaitu
untuk bahan bakar solar dan bahan bakar minyak
kelapa sawit. Jenis pompa yang digunakan adalah
HKT HEP-061 yaitu pompa bahan bakar
universal yang memerlukan masukan listrik DC
12 Volt untuk dapat beroperasi.
SISTEM KONTROL BAHAN BAKAR
Sistem kontrol bahan bakar yang dibuat
berbasis mikrokontroler. Gambar 2 merupakan
diagram blok sistem kontrol tersebut.
Gambar 2. Diagram Blok Sistem Kontrol Aliran
Bahan Bakar
Mikrokontroler Arduino Uno
Mikrokontroler ini diprogram untuk
mengatur persentase campuran bahan bakar
beserta alirannya. Program ini juga mengatur suhu
minimum yang dibutuhkan oleh bahan bakar
kelapa sawit agar dapat digunakan. Arduino ini
terhubung ke laptop sebagai sumber daya DC 5
volt dan layar tampilan suhu.
Sensor Temperatur
Sensor temperatur merupakan suatu
peralatan pengindera yang akan memberi
informasi suhu air pemanas sebagai input dari
mikrokontroler. Sensor yang digunakan adalah
DS18B20 yang kompatibel dengan Arduino Uno
dan tahan terhadap cairan. Sensor temperatur
dipasang pada saluran antara pemanas dan
solenoid valve dengan bantuan T napel.
Push Button
Selain sensor temperatur, push button juga
merupakan input perintah bagi mikrokontroler,
Terdapat 5 buah push button yang berfungsi untuk
mengatur persentase campuran minyak kelapa
sawit seperti tampak pada Tabel 1.
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan
Vol. 19 No. 2 Desember 2020: 51-60
54
Tabel 1. Push Button dan Persentase
Campuran Minyak Kelapa Sawit Dengan
Minyak Solar
Flowmeter
Input ketiga bagi mikrontroler adalah
flowmeter. Flowmeter akan memberikan sinyal
masukan kepada mikrokontroler apabila bahan
bakar yang mengalir sudah mencapai volume
tertentu, sehingga persentase campuran bahan
bakar dapat dikontrol.
Relai
Relai yang digunakan berupa solid state
relay yang berfungsi sebagai saklar elektronik.
Relai bekerja sesuai perintah dari mikrokontroler.
Relai ini disuplai oleh listrik arus bolak-balik 220
volt dan memiliki lampu indikator untuk
mengetahui kondisi ON-OFF. Terdapat 5 relai
yang digunakan, yaitu:
1. Relai untuk menyalakan dan mematikan
pemanas air elektrik (R1).
2. Relai untuk membuka dan menutup solenoid
valve minyak kelapa sawit (R2).
3. Relai untuk membuka dan menutup solenoid
valve minyak solar (R3).
4. Relai untuk menyalakan dan mematikan
pompa minyak kelapa sawit (R4).
5. Relai untuk menyalakan dan mematikan
pompa minyak solar (R5).
Solenoid Valve
Solenoid valve digunakan sebagai keran
elektronik yang bekerja sesuai perintah
mikrokontroler. Solenoid valve memerlukan
tegangan AC 220 volt untuk dapat bekerja.
Terdapat 2 buah solenoid valve yang digunakan,
yaitu untuk aliran minyak kelapa sawit dan untuk
aliran minyak solar.
Gambar 3 memperlihatkan diagram alir
sistem kontrol. Minyak solar dapat langsung
digunakan tanpa dipanaskan terlebih dahulu.
Banyaknya minyak solar yang mengalir akan
bergantung pada input yang diberikan pada push
button dan dibatasi oleh flowmeter. Berbeda
dengan minyak solar, sebelum dapat digunakan
sebagai bahan bakar, minyak kelapa sawit harus
dipanaskan terlebih dahulu. Pada awal
pengoperasian, Relai 1 akan ON untuk
menyalakan pemanas, sedangkan Relai 2 dan
Relai 4 akan OFF sehingga minyak kelapa sawit
tidak akan keluar. Kondisi ini akan berlangsung
sampai suhu air pemanas mencapai 90oC. Hal ini
dikarenakan dengan suhu air pemanas 90oC maka
keluaran minyak kelapa sawit akan memiliki
viskositas yang rendah.
Ketika pemanas sudah mencapai suhu 90oC
maka Relai 2 dan Relai 4 yang berfungsi untuk
mengatur pompa minyak kelapa sawit dan
solenoid valve akan ON sehingga minyak kelapa
sawit akan mengalir. Banyaknya minyak kelapa
sawit yang mengalir akan bergantung kepada
input yang diberikan pada push button. Minyak
kelapa sawit dan minyak solar ini akan
dicampurkan untuk dapat digunakan sebagai
bahan bakar pembangkit listrik tenaga diesel.
Rancang Bangun Sistem Pemanas Minyak Kelapa Sawit
sebagai Bahan Bakar Nabati untuk Generator Diesel
55
(a)
(b)
Gambar 3. Diagram Alir Sistem Kontrol (a) Aliran Minyak Solar (b) Aliran Minyak Kelapa Sawit
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Pengaruh Temperatur Pemanasan
Terhadap Viskositas Minyak Kelapa Sawit
Pengukuran viskositas minyak kelapa sawit
dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1. Mengukur volume dan massa minyak kelapa
sawit menggunakan neraca dan gelas ukur.
2. Menghitung massa jenis minyak kelapa sawit
dengan rumus sebagai berikut:
𝜌 = 𝑚
𝑣 (1)
Dengan:
ρ = massa jenis minyak kelapa sawit (gr/ml)
m = massa minyak kelapa sawit (gr)
v = volume minyak kelapa sawit (ml)
3. Mengukur waktu yang diperlukan untuk
mengalirkan sejumlah minyak kelapa sawit
dengan menggunakan Viskometer Ostwald
dan stopwatch.
4. Menghitung viskositas minyak kelapa sawit
dengan rumus sebagai berikut:
ɳ = ɳ𝑜t .ρ
𝑡𝑜 .ρ𝑜 (2)
Dengan:
ɳ = viskositas minyak kelapa sawit (Ns/m2)
ɳo = viskositas air (0,95 Ns/m2)
ρ = massa jenis minyak kelapa sawit (gr/ml)
ρo = massa jenis air (0,997 gr/ml)
t = waktu aliran minyak kelapa sawit (detik)
to = waktu aliran air (detik)
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan
Vol. 19 No. 2 Desember 2020: 51-60
56
Berdasarkan hasil eksperimen dan
perhitungan yang dilakukan, diketahui bahwa
nilai viskositas minyak kelapa sawit mengalami
penurunan seiring dengan peningkatan suhu
pemanasan, seperti yang ditunjukkan Gambar 4.
Gambar 4. Perubahan Viskositas Minyak Kelapa
Sawit Seiring Dengan Peningkatan Suhu
Pemanasan
Pengujian Sistem Pemanas
Untuk mengetahui karakteristik kerja
sistem pemanas, maka dilakukan pengukuran
terhadap suhu air pemanas dan suhu keluaran
minyak kelapa sawit setiap 5 menit dengan urutan
skenario pengujian sebagai berikut:
1. Kondisi 1, yaitu kondisi saat pemanas pertama
kali dinyalakan sampai air pemanas mendidih.
Pada kondisi ini belum ada keluaran minyak
kelapa sawit, karena sebelum air pemanas
mendidih, solenoid valve masih tertutup.
2. Kondisi 2, yaitu kondisi saat air pemanas sudah
mendidih dan pemanas berganti menjadi mode
hangat secara otomatis. Kondisi ini diamati
selama 1 jam.
3. Kondisi 3, yaitu kondisi pemanas dimatikan
setelah kondisi 2 selesai. Kondisi ini juga
diamati selama 1 jam.
4. Kondisi 4, yaitu kondisi pemanas dinyalakan
kembali setelah kondisi 3 selesai. Kondisi ini
juga diamati selama 1 jam.
Gambar 5. Hasil Pengujian Sistem Pemanas
Minyak Kelapa Sawit
Dari Gambar 5, diketahui bahwa waktu
yang dibutuhkan untuk mendidihkan air pemanas
(heating time) adalah 66 menit, yaitu pada kondisi
1. Setelah 66 menit dan air mendidih, relai akan
memerintahkan solenoid valve dan pompa untuk
mengalirkan minyak kelapa sawit. Selama 1 jam
kemudian, pemanas tetap menyala namun
beroperasi dalam mode hangat. Apabila kondisi 2
diteruskan (tidak dibatasi hanya 1 jam), maka
pemanas akan berubah kembali menjadi mode
memanaskan secara otomatis saat suhu air
pemanas turun mencapai 77oC. Pada menit ke-126
sampai dengan menit ke-186, pemanas dimatikan
dan menyebabkan penurunan suhu yang lebih
cepat dibandingkan saat kondisi 2. Pada menit ke-
186 sampai dengan menit ke-222 pemanas
dinyalakan kembali dan menyebabkan kenaikan
suhu air pemanas dan keluaran minyak kelapa
sawit. Kenaikan suhu ini lebih cepat dibandingkan
dengan saat kondisi 1, karena pemanas dinyalakan
dengan suhu awal yang lebih tinggi.
Sistem pemanas yang dibuat dapat
memanaskan minyak kelapa sawit sampai dengan
suhu 91,3oC dan menghasilkan nilai viskositas
sebesar 20,24 Ns/m2. Nilai viskositas campuran
bahan bakar diukur sebagai berikut:
Rancang Bangun Sistem Pemanas Minyak Kelapa Sawit
sebagai Bahan Bakar Nabati untuk Generator Diesel
57
Minyak kelapa sawit yang dipanaskan hingga
suhu 89oC dengan persentase 10-50%.
Minyak solar yang tidak dipanaskan (suhu
ruang) dengan persentase 50-90%.
Gambar 6 memperlihatkan viskositas
campuran minyak kelapa sawit dengan minyak
solar pada persentase campuran minyak sawit
sebesar 10% hingga 50%. Nilai viskositas
campuran bahan bakar tersebut sudah dapat
digunakan sebagai bahan bakar generator diesel.
Gambar 6. Viskositas Campuran Minyak Kelapa
Sawit Dengan Minyak Solar
Pengujian Integrasi Sistem Pemanas Dengan
Generator Set Diesel
Perbedaan nilai kalor antara minyak solar
dengan miyak kelapa sawit mengakibatkan
konsumsi bahan bakar (liter/kWh) untuk bahan
bakar solar terlihat lebih rendah dari hampir
keseluruhan konsumsi bahan bakar campuran
minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar, seperti
yang terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Konsumsi Bahan Bakar Pada Setiap
Skenario Pembebanan dan Persentase Minyak
Sawit
Menurunnya konsumsi bahan bakar saat
meningkatnya kapasitas pembebanan generator
untuk setiap konsentrasi minyak kelapa sawit
disebabkan karena pada kecepatan putaran mesin
yang tetap, maka kerugian gesekan (friction
losses) yang terjadi adalah tetap, sehingga
persentase kerugian gesekan menjadi menurun
dibandingkan dengan persentase daya keluaran.
Peningkatan pembebanan menyebabkan
kenaikan suhu gas buang. Hal ini terjadi karena
beban listrik yang besar menyebabkan reaksi
pembakaran pada mesin memerlukan bahan bakar
yang lebih banyak dan tentunya menghasilkan gas
pembuangan yang lebih banyak pula, seperti yang
terlihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Suhu Gas Buang Pada Setiap
Skenario Pembebanan dan Persentase Minyak
Sawit
Gambar 9. Tingkat Kebisingan Pada Setiap
Skenario Pembebanan dan Persentase Minyak
Sawit
Sedangkan untuk parameter tingkat
kebisingan generator, pada setiap skenario
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan
Vol. 19 No. 2 Desember 2020: 51-60
58
pengujian tidak ada perbedaan yang signifikan,
seperti yang terlihat pada Gambar 9.
Parameter lain yang diujikan adalah dari
sisi kelistrikan, yaitu tegangan dan frekuensi
keluaran. Menurut Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Nomor 03 Tahun 2007,
tegangan listrik dengan nominal 220 volt dibatasi
dengan toleransi +5% dan -10%, yang berarti
range tegangan yang aman adalah 198 volt sampai
dengan 231 volt. Gambar 10 memperlihatkan
bahwa tegangan listrik keluaran masih dalam
rentang aman untuk semua skenario pengujian.
(a)
(b)
(c)
Gambar 10. Tegangan Listrik Keluaran Pada
Setiap Persentase Minyak Sawit (a) Pembebanan
25% (b) Pembebanan 50% (c) Pembebanan 75%
Penilaian terhadap frekuensi listrik juga
mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Nomor 03 Tahun 2007.
Untuk frekuensi nominal 50 Hz, peraturan
pemerintah ini menganjurkan pembangkit listrik
untuk menghasilkan frekuensi listrik tidak lebih
rendah dari 49,5 Hz atau lebih tinggi dari 50,5 Hz.
Dalam keadaan darurat, frekuensi sistem
diizinkan turun hingga 47,5 Hz atau naik hingga
52 Hz. Gambar 11 memperlihatkan bahwa
frekuensi listrik keluaran masih dalam rentang
aman untuk semua skenario pengujian.
(a)
(b)
(c)
Gambar 11. Frekuensi Listrik Keluaran Pada
Setiap Persentase Minyak Sawit (a) Pembebanan
25% (b) Pembebanan 50% (c) Pembebanan 75%
Rancang Bangun Sistem Pemanas Minyak Kelapa Sawit
sebagai Bahan Bakar Nabati untuk Generator Diesel
59
KESIMPULAN
1. Sistem pemanas minyak kelapa sawit beserta
sistem kontrolnya sudah dapat digunakan
dengan keluaran yang sesuai dengan desain,
yaitu menghasilkan keluaran minyak kelapa
sawit dengan rentang suhu 65oC sampai
dengan 90oC.
2. Waktu pemanasan yang dibutuhkan sebelum
campuran bahan bakar dapat digunakan adalah
sekitar 66 menit.
3. Parameter konsumsi bahan bakar, suhu gas
buang, dan tingkat kebisingan generator diesel
saat menggunakan bahan bakar minyak kelapa
sawit tidak berbeda secara signifikan
dibandingkan dengan saat generator
menggunakan bahan bakar minyak solar.
4. Tegangan dan frekuensi listrik keluaran saat
generator diesel menggunakan bahan bakar
minyak kelapa sawit masih dalam rentang
aman untuk semua skenario pengujian.
5. Rancangan ini dapat dimanfaatkan untuk
bahan bakar biodiesel jika mengalami
persoalan serupa, yaitu nilai viskositas tinggi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Institut Teknologi PLN yang telah memberi
dukungan yang membantu pelaksanaan
penelitian melalui Hibah Penelitian Ungulan
Institusi No. 003/1/A01/PUI/STT-PLN/2019.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Bazmi, Aqeel Ahmed; Zahedi,
Gholamreza; Hashim, Haslenda, Progress
and Challenges in Utilization of Palm Oil
Biomass as Fuel for Decentralized
Electricity Generation, 2010, Elsevier,
Renewable and Sustainable Energy
Reviews.
[2] Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi; Direktorat Jenderal Energi Baru
Terbarukan dan Konservasi Energi
Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral, Studi Kelayakan Pembangkit
Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Berbasis
Crude Palm Oil (CPO). 2015.
[3] Mwangi, John Kennedy; Lee, Wen-Jhy
dkk, An Overview: Energy Saving and
Pollution Reduction by Using Green Fuel
Blends in Diesel Engines, 2015 Elsevier,
Applied Energy.
[4] Mahlia, T.M.I; Abdulmuin, M.Z dkk, An
Alternative Energy Source from Palm
Wastes Industry for Malaysia and
Indonesia, 2000, Elsevier, Energy
Conversion and Management.
[5] Blin, J; Brunschwig, C, dkk, Characterictic
of Vegetable Oils for Use as Fuel in
Stationary Diesel Engines- Towards
Specifications for a Standard in West
Africa, 2013, Elsevier, Renewable and
Sustainable Energy Reviews.
[6] Blin, J; Brunschwig, C, dkk, Characterictic
of Vegetable Oils for Use as Fuel in
Stationary Diesel Engines- Towards
Specifications for a Standard in West
Africa, 2013, Elsevier, Renewable and
Sustainable Energy Reviews.
[7] Prasetyo, Dwi Husodo. Pengujian
Konverter Kit Minyak Kelapa Sawit Pada
Genset Diesel. BPPT. 2005.
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan
Vol. 19 No. 2 Desember 2020: 51-60
60
[8] Kalam, M.A; Masjuki, H.H, Emissions and
Deposit Characterictics of a Small Diesel
Engine When Operated on Preheated Crude
Palm Oil, 2004, Elsevier, Biomass and
Bioenergy.
[9] Yusaf, T.F; Yousif, B.F; Elawad, M.M,
Crude Palm Oil Fuel for Diesel-Engines:
Experimental and ANN Simulation
Approaches, 2011, Elsevier, Energy
[10] Hasoloan, Reisal Rimtahi. Studi
Pemanfaatan Minyak Kelapa Sawit (CPO)
Sebagai Bahan Bakar Mesin Diesel Genset.
2008. Depok: Universitas Indonesia.
[11] Kurniawan, Doni. Studi Performa dan
Keekonomian Pembangkit Listrik Pada
Generator Set Diesel Berbahan Bakar
Crude Palm Oil (CPO). 2015. Depok:
Universitas Indonesia.
[12] Prasetyo, Dwi Husodo. Pengujian
Viskositas Minyak Kelapa Sawit. BPPT.
2005.
[13] G. Alvianingsih and I. Garniwa, "A design
of palm oil and diesel oil fuel mixture
heater system for small scale diesel power
plant," 2017 International Conference on
High Voltage Engineering and Power
Systems (ICHVEPS), Sanur, 2017, pp. 156-
164, doi:
10.1109/ICHVEPS.2017.8225934.
[14] M. V. Nugroho and I. Garniwa,
"Automatization of palm oil mixture heater
system for small scale diesel power plant,"
2017 International Conference on High
Voltage Engineering and Power Systems
(ICHVEPS), Sanur, 2017, pp. 204-207, doi:
10.1109/ICHVEPS.2017.8225943.
[15] N. S. Wardana and I. Garniwa, "Design of
Low-Cost Energy Metering Device for
Direct Load Control and Air Conditioning
Energy Monitoring," 2019 IEEE
International Conference on Innovative
Research and Development (ICIRD),
Jakarta, Indonesia, 2019, pp. 1-4, doi:
10.1109/ICIRD47319.2019.90747