26
BAB I PENDAHULUAN Rabies merupakan penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang mengenai semua mamalia dan ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi biasanya saliva. Sebagian besar pemajanan terhadap rabies melalui gigitan binatang yang terinfeksi, tapi kadang aerosol virus atau proses pencernaan atau transplantasi jaringan yang terinfeksi dapat memulai proses penyakit. 1 Virus yang menjadi penyebabnya adalah virus neurotropik, yang hanya dapat berkembang biak di dalam jaringan saraf. Dan ukurannya antara 100-150 milimikron. Virus ini tahan terhadap kekeringan, akan tetapi mudah dimatikan dengan menggunakan antiseptic, sinar matahari langsung, pemanasan, dan radiasi dengan menggunakan sinar ultraviolet. Masa Inkubasi pada hewan sekitar 3-6 minggu setelah gigitan hewan rabies, sedangkan pada manusia tergantung dari parah tidaknya luka gigitan, jauh tidaknya luka dengan susunan saraf pusat, banyaknya saraf pada luka, jumlah virus yang masuk, serta jumlah luka gigitan. 1 Secara umum, penularan rabies terjadi diakibatkan infeksi karena gigitan binatang. Namun rabies juga dapat menular melalui beberapa cara antara lain melalui cakaran hewan, sekresi yang 1

Referat Rabies

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aft

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

Rabies merupakan penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang mengenai semua mamalia dan ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi biasanya saliva. Sebagian besar pemajanan terhadap rabies melalui gigitan binatang yang terinfeksi, tapi kadang aerosol virus atau proses pencernaan atau transplantasi jaringan yang terinfeksi dapat memulai proses penyakit.1 Virus yang menjadi penyebabnya adalah virus neurotropik, yang hanya dapat berkembang biak di dalam jaringan saraf. Dan ukurannya antara 100-150 milimikron. Virus ini tahan terhadap kekeringan, akan tetapi mudah dimatikan dengan menggunakan antiseptic, sinar matahari langsung, pemanasan, dan radiasi dengan menggunakan sinar ultraviolet. Masa Inkubasi pada hewan sekitar 3-6 minggu setelah gigitan hewan rabies, sedangkan pada manusia tergantung dari parah tidaknya luka gigitan, jauh tidaknya luka dengan susunan saraf pusat, banyaknya saraf pada luka, jumlah virus yang masuk, serta jumlah luka gigitan.1 Secara umum, penularan rabies terjadi diakibatkan infeksi karena gigitan binatang. Namun rabies juga dapat menular melalui beberapa cara antara lain melalui cakaran hewan, sekresi yang mengkontaminasi membrane mukosa, virus yang masuk melalui rongga pernapasan, dan transplantasi kornea. Virus rabies menyerang jaringan saraf, dan menyebar hingga system saraf pusat, dan dapat menyebabkan encephalomyelitis (radang yang mengenai otak dan medulla spinalis).2Distribusi rabies tersebar di seluruh dunia dan hanya beberapa negara yang bebas rabies seperti Australia, sebagian besar Skandinavia, Inggris, Islandia, Yunani, Portugal, Uruguay, Chili, Papua Nugini, Brunai, Selandia Baru, Jepang, dan Taiwan. Di Indonesia sampai akhir tahun 1977 rabies tersebar di 20 provinsi dan 7 provinsi dinyatakan bebas rabies adalah Bali, NTB, NTT, Maluku, Irian Jaya dan Kalimantan Barat. Data tahun 2001 menunjukkan terdapat 7 provinsi yang bebas rabies adalah Jawa tengah, Jawa timur, Kalimantan Barat, Bali, NTB, Maluku dan Irian Jaya.1BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Rabies merupakan penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang mengenai semua mamalia dan ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi biasanya saliva. Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang termasuk genus lyssa-virus, famili rhabdoviridae. Sebagian besar pemajanan terhadap rabies melalui gigitan binatang yang terinfeksi, tapi kadang aerosol virus atau proses pencernaan atau transplantasi jaringan yang terinfeksi dapat memulai proses penyakit. 1,2

B. ETIOLOGIAgen Penyebab Rabies disebabkan oleh virus dari genusLyssavirus(dari bahasa YunaniLyssa, yang berarti mengamuk atau kemarahan) familyRahbdoviridae(dar bahasa Yunani,Rhabdos,yang berartibatang). Virus ini mendekati virus species Vesicular stomatitis Virus (VSV) dari genusVesiculovirus.Keduanya memiliki persamaan morfologi, sturktur kimia dan siklus hidup yang mirip.6Klasifikasia. Order : Mononegaviralesb. Famili : Rhabdoviridaec. Genus :Lyssavirusd. Spesies :Rhabdovirus(Virus Rabies)

Gambar 1. Rhabdovirus

Struktur Agen virus Rabies mirip dengan family Rhabdoviridae yang lain yaitu berbentuk batang seperti peluru (seperti Rhabdoviridae yang lain)dengan ukuran rata-rata 180 nm panjang 75 nm lebar dengan ukuran ukuranspike10 nm.Virus ini terdiri dari RNA (2-3%), protein (67-74%), lemak (20-26%) dan karbohidrat (3%) yang menyatu menjadi strukutur utama virus ini (Wunner, 2002).Protein penyusun sturukturpada virus Rabiespada utamanya disusun oleh 5 protein:, yaitu :Nucleoprtein (N), Phosphoprotein (P), Matrix Protein (M), Glycoprotein (G) dan Polymerase (L).Semua virus family Rhabdoviridae (termasuk speciesLyssavirus) mempunyai dua komponen utama yaitu inti dari rantai heliks (ribonucleoprotein core (RNP)), dan Amplop yang menutupinya.Didalam RNP, genom RNA diselimuti oleh Nucleoprotein (N) sedangkan untuk protein penyusun struktur virus lain seperti, Phosphoprotein(P) and polymerase (L) merupakan salah satu komponen penyusun yang berhubungan dengan RNP.Glycoprotein (G) merupakan protein penyusun permukaan virus yang berbentuk spike atau duri(berjumlah kurang lebih 400 duri) dari virus ini sedangkanM protein (M) bertanggung jawab sebagai struktur penyusun Amplop dan membungkus RNP. Pada bagian tengah struktur tersebut terdapat genom dari virus yang berupa protein RNA yang berbentuk helix yang tunggal, tidak bersegmen dan mempunyai polaritas yang negatif(Wunner, 2002). Karakter yang menonjol dari Rhabdovirus ini merupakan virus yang bersusun luas dengan rentang inang yang lebar.Virus ini merupakan jenis virus uang mematikan.Kapsid melindungi genom dan juga memberikan bentuk pada virus.6Sikus Hidup dan Replikasi GenomLyssavirusmerupakai rantai tunggal, antisense, tidak bersegmen, mempunyai RNA dengan ukuran 12 kb.Berdasarkan hasil squence GenomLyssavirusterdiri dari 50 nucleotida diikuti oleh gen untuk protein N, P, M, G dan L.6

Gambar 2. Genom virus Rabies

GenomLyssavirusmerupakai rantai tunggal, antisense, tidak bersegmen, mempunyai RNA dengan ukuran 12 kb.Berdasarkan hasil squence GenomLyssavirusterdiri dari 50 nucleotida diikuti oleh gen untuk protein N, P, M, G dan L.Replikasi dariLyssavirusdiawali oleh menempelnya bagian struktur amplon dari virus kedalam mebran sel dari inang. Proses ini dikenal dengan sebutan adsorpsi.Proses ini merupakan hasil dari interaksi protein G dan permukaan sel inang yang spesifik (Division of Viral and Rickettsial Diseases, 2010).Setelah proses adsorpsi, kemudian melakukan proses penetrasi kedalam sel inang dan masuk ke dalam sitoplasma sel denganpinocytosis(via clathrin-coated pits).Virion kemudian berkumpul atau masuk kedalam vesikel cytoplasmic.Viral membran kemudian masuk kedalam membran endosome yang kemudian dikuti oleh lepasnya RNP kedalam sitoplasma.Virus rabies kemudian akan membuat mRNA untuk menjalankan proses replikasinya dengan menggunakan genom dengan mepengaruhi atau menyisipkan dengan proses dalam sel inang dan menginfeksi sel yang lain.6

Gambar 3. Siklus Hidup Virus Rabies di dalam Sel Inang

Berikut adalah siklus hidup dari virus Rabies : 1: Adsorpsi (receptors dan virion berinterkasi). 2: Penetrasi (masuknya virus ke dlaam sel inang). 3: Uncoating (pengilangan bagian amplop virus). 4. Transkripsi (sintesis mRNAs). 5. Translasi (Sintesis dari struktur protein). 6. Prosesing (G-protein gycosylation). 7. Replikasi (produksi genom RNA dari intermediate strand). 8. Assembly. 9: Budding (keluar virus complete dari sel inang).6

C. SEJARAHIstilah rabies dikenal sejak zaman babylon kira-kira abad ke-23 sebelum masehi (SM) dan democritus menulis secara jelas binatang menderita rabies pada tahun 500 SM. Tulisan adanya infeksi rabies pada manusia dengan gejala hidrofobia dilaporkan pada abad pertama oleh celsus dan gejala klinis rabies baru ditulis pada abad ke 16 oleh Fracastoro, seorang dokter italia. Pada tahun 1880 Louis pasteur mendemonstrasikan adanya infeksi pada susunan saraf pusat. Pengobatan dilakukan dengan cara kauterisasi sampai ditemukannya vaksin oleh louis pasteur pada tahun 1885. Pertumbuhan virus rabies pada jaringan ditemukan pada tahun 1930 dan baru dapat diperlihatkan dengan mikroskop elektron pada tahun 1960. 2

D. EPIDEMIOLOGIRabies lebih banyak ditemukan di negara berkembang daripada di negara-negara industri . Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) memperkirakan bahwa rabies bertanggung jawab atas 35.000-50.000 kematian setiap tahunnya di seluruh dunia. Diperkirakan 10 juta orang menerima profilaksis pasca pajanan setiap tahun setelah terkena hewan yang diduga rabies. Anjing yang tidak divaksinasi merupakan reservoir utama untuk rabies.3Global reservoir virus rabies adalah sebagai berikut : Eropa - Rubah , kelelawar; Timur Tengah - serigala , anjing; Asia Anjing; Afrika - Anjing , musang , antelop; Amerika Utara - rubah , sigung , rakun , kelelawar pemakan serangga; Amerika Selatan - Anjing , kelelawar vampir.3Demografi yang berhubungan dengan seks menjelaskan Pertemuan dengan vektor hewan rabies dapat ditingkatkan pada laki-laki , yang mungkin memiliki kontak yang lebih besar di daerah-daerah geografis tertentu. Bukti untuk mendukung ini ditemukan dalam data gigitan anjing, yang diamati lebih sering pada laki-laki daripada perempuan.3Secara umum banyak faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit Rabies.Tetapi hal yang paling umum khususnya dinegara-negara berkembang (seperti di Indonesia) pada hewan domestic adalah pemeliharaan anjing yang dilepaskan tanpa pengawasan, praktek perburuan dengan menggunakan anjing dan lalulintas anjing menjadi salah satu faktor risiko utama penyebaran penyakit ini dari suatu daerah ke daerah lain.6

E. PATOGENESISVirus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi, menularkan kepada hewan lainnya atau manusia melalui gigitan atau melalui jilatan pada kulit yang tidak utuh Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Masa inkubasi bervariasi yaitu berkisarantara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya 3-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh virus sebelum mencapai otak.4,5Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semuabagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak.4Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian kearah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan jaringannya, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.4Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur. Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat minum, gejala ini disebut hidrofobia (takut air). Lama-kelamaan akan terjadi kelumpuhan pada seluruh tubuh, termasuk pada otot-otot pernafasan sehingga menyebabkan depresi pernafasan yang dapat mengakibatkan kematian.5

Gambar 4. Perjalanan Virus Rabies Pada Hewan.6

F. MANIFESTASIManifestasi klinis rabies dapat dibagi menjadi 4 stadium: (1) prodromal non spesifik, (2) ensefalitis akut yang mirip dengan ensefalitis virus lain. (3) disfungsi pusat batang otak yang mendalam yang menimbulkan gambaran klasik ensefalitis rabies, dan (4) jarang, sembuh.1Periode prodromal biasanya menetap selama 1 sampai 4 hari dan ditandai dengan demam, sakit kepala, malaise, mialgia, mudah terserang lelah (fatigue), anoreksia, nausea, dan vomitus, nyeri tenggorokan dan batuk yang tidak produktif. Gejala prodromal yang menunjukkan rabies adalah keluhan parestesia dan/atau fasikulasi pada atau sekitar tempat inokulasi virus dan mungkin berhubungan dengan multiplikasi virus dalam gaglion dorsalis saraf sensoris yang mempersarafi area gigitan. Gejala ini terdapat pada 50 sampai 80% pasien.1Fase ensefalitis biasanya ditunjukkan oleh periode aktivitas motorik yang berlebihan, rasa gembira, dan gelisah. Muncul rasa bingung, halusinasi, combativeness, penyimpangan alur pikiran yang aneh, spasme otot, meningismus, posisi opistotonik, kejang, dan paralisis fokal. Yang khas, periode penyimpangan mental yang diselingi dengan periode lucid tapi bersama dengan berkembangnya penyakit, peride lucid menjadi lebih pendek sampai pasien akhirnya menjadi koma. Hiperestesi, dengan sensitivitas yang berlebihan terhadap cahaya terang, suara keras, sentuhan, bahkan tiupan yang lembut sering terjadi. Pada pemeriksaan fisis, suhu tubuh naik hingga 40,6C. abnormalitas sistem saraf otonom meliputi dilatasi pupil yang ireguler, lakrimasi meningkat, salivasi, berkeringat dan hipotensi postural. Juga terdapat tanda paralisis motor neuron bagian atas dengan kelemahan, meningkatnya refleks tendo profunda, dan respon ekstensor plantaris. Paralisis pita suara biasa terjadi.1Manifestasi disfungsi batang otak segera terjadi setelah mulainya fase ensefalitis. Terkenanya saraf kranialis menyebabkan diplopia, kelumpuhan fsialm neuritis optik dan kesulitan menelan yang khas. Gabungan salivasi yang berlebihan dan kesulitan menelan menimbulkan gambaran tradisional foaming at the mouth. Hidrofobia, kontraksi diafragma involunter, kuat dan nyeri, kontraksi otot respirasi tambahan, faringeal, dan laringeal yang dimulai dengan menelan cairan, tampak pada sekitar 50% kasus. Terkenanya nukleus amigdaloideus menyebabkan priapismus dan ejakulasi spontan. Pasien menjadi koma, dan terkenanya pusat respirasi menimbulkan kematian apneik. Menonjolnya disfungsi batang otak dini membedakan rabies dari ensefalitis virus lainnya dan bertanggung jawab pada perjalanan penyakit yang menurun cepat. Daya tahan hidup rata-rata setelah mulainya gejala adalah 4 hari, dengan maksimum 20hari, kecuali diberikan tindakan bantuan artifisial.1Kadang - kadang, rabies dapat terjadi sebagai paralisis asenden yang menyerupai sindroma Landry-Guillan-Barr (dumb rabies, rage tranquille). Pola klinis ini terjadi paling sering pada mereka yang digigit kelelawar atau pada mereka yang mendapat profilaksis rabies pasca pemajanan.1Kesulitan menduga rabies jika disertai dengan paralisis asendens yang digambarkan dengan dokumentasi penularan virus dari orang ke orang pada transplantasi jaringan. Jaringan transplan dari dua donor yang meninggal karena dicurigai sindroma Landry-Guillan-Barr menimbulkan rabies klinis dan kematian pada resipien. Pemeriksaan patologik retrospektif pada otak dari kedua resipien menunjukkan badan negri, dan virus rabies selanjutnya diisolas dari setiap mata donor yang dibekukan.1

Tabel 1. Perjalanan Penyakit Penderita RabiesStadiumLamanya (% kasus)Manifestasi klinis

Inkubasi

Prodromal

Neurologik akut Furious (80%)

Paralitik

Koma < 30 hari (25%) 30-90 hari (50%) 90 hari 1 tahun (20%) >1 tahun (5%)

2-10 hari

2-7 hari

2-7 hari

0-14 hariTidak ada

Parestesi, nyeri pada luka gigitan, demam, malaise, anoreksia, mual & muntah, nyeri kepala, lethargi, agitasi, anxietas, depresi

Halusinasi, bingung, delirium, tingkah laku aneh, agitasi, menggigit, hidropobia, hipersalivasi, disfagia, afasia, inkoordinasi, hiperaktif, spasme faring, aerofobia, hiperventilasi, disfungsi saraf otonom, sindroma abnormalitas ADHParalisis flaksid

Autonomic instability, hipoventilasi, apnea, henti nafas, hipotermia/hipertermia, hipotensi, disfungsi pituitari, rhabdomiolisis, aritmia dan henti jantung

G. TEMUAN LABORATORIUMPada awal penyakit hemoglobin dan kimia darah rutin normal, tapi abnormalitas terjadi bersamaan dengan disfungsi hipotalamus, perdarahan gastrointestinal, dan komplikasi lainnya. Jumlah leukosit perifer agak meningkat (12000 sampai 17000 sel permikroliter) tapi mungkin normal atau setinggi 30000 sel per mikroliter.1Seperti pada setiap infeksi virus, diagnosis spesifik rabies tergantung pada (1) isolasi virus dari sekresi yang terinfeksi [saliva, jarang cairan serebrospinalis (CSF), atau jaringan (otak)], (2) petunjuk serologik infeksi akut, atau (3) adanya antigen virus dalam jaringan yang terinfeksi, misalnya, apusan impresi kornea, biopsi kulit, atau otak. Sampel otak diperoleh dengan pemeriksaan postmortem atau pada biopsi otak yang ditujukan untuk (1) pemeriksaan inokulasi tikus untuk isolasi virus (2) pewarnaan antibodi fluoresen (FA, fluorescent antibody) untuk antigen virus, dan (3) pemeriksaan histologik dan/atau mikroskopik elektron untuk melihat badan Negri.1Jika pasien tidak pernah menerima imunisasi antirabies, kenaikan antibodi netralisasi terhadap virus rabies sebanyak 4 kali lipat dalam serangkaian sampel serum merupakan diagnostik. Jika pasien menerima vaksin rabies, petunjuk untuk diagnosis mungkin diperoleh dari titer absolut antibodi netralisasi serum dan adanya antibodi netralisasi terhadap rabies dalam cairan serebrospinal. Profilaksis rabies pasca pemajanan jarang menimbulkan antibodi netralisasi-cairan serebrospinal terhadap rabies. Jika adanya, biasanya dengan titer yang rendah, misalnya kurang dari 1:64, sedangkan titer cairan serebrospinal dalam rabies manusia dapat bervariasi dari 1:200 sampai 1:160000.1

H. KOMPLIKASIBerbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya timbul pada fase koma. Komplikasi neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intra-kranial; kelainan pada hipotalamus berupa diabetes insipidus, sindrom abnormalitas hormon anti diuretik (SAHAD); disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi hipertermia/hipotermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat lokal maupun generalisatadan sering bersamaan dengan aritmia dan gangguan respirasi. Pada stadium prodromal sering teradi komplikasi hiperventilasi dan alkalosis respiratorik, sedangkan hipoventilasi dan depresi pernapasan terjadi pada fase neurologik akut. Hipotensi terjadi karena kegagalan jantung kongestif, dehidrasi dan gangguan otonomik.2

I. DIAGNOSA BANDINGDiagnosa banding dalam kasus pasien suspek rabies meliputi banyak penyebab dari ensephalitis, yang pada umumnya karena infeksi dari virus seperti herpesvirus, enterovirus, dan arbovirus. Virus yang sangat penting untuk dijadikan diagnosa banding adalah herpes simpleks tipe 1, varicella-zooster dan enterovirus seperti coxsackievirus, echovirus, poliovirus, dan enterovirus manusia 68 hingga 71. Faktor epidemilogik seperti cuaca, lokasi geograpi, umur pasien, riwayat perjalanan, dan pajanan yang mungkin untuk tergigit binatang dapat membantu menolong penegakan diagnosa.1

J. PENATALAKSANAANTidak ada terapi untuk penderita yang sudah menunjukkan gejala rabies; penanganan hanya berupa tindakan suportif dalam penanganan gagal jantung dan gagal nafas. Walaupun tindakan perawatan intensif umumnya dilakukan, hasilnya tidak menggembirakan. perawatan intensif hanyalah metode untuk memperpanjang dan bila mungkin menyelamatkan hidup pasien dengan mencegah komplikasi respirasi dan kardiovaskuler yang sering terjadi. Isolasi penderita penting segera setelah diagnosa ditegakkan untuk menghindari rangsangan-rangsangan yang dapat menimbulkan spasme otot dan mencegah penularan. Staf rumah sakit perlu menghindarkan diri terhadap penularan virus dari air liur, urin, air mata, cairan lain dan yang paling berbahaya adalah kontak dengan mukosa atau kulit yang terluka khususnya akibat gigitan dengan universal precaution (memakai sarung tangan dan sebagainya). Virus tidak menular melalui darah dan tinja. Yang penting dalam pengawasan penderita rabies adalah terjadinya hipoksia, aritmia, gangguan elektrolit, hipotensi dan edema serebri.2Penderita rabies dapat diberikan obat-obat sedatif dan analgesik secara adekuat untuk memulihkan ketakutan dan nyeri yang terjadi. Penggunaan obat-obat anti serum, anti virus, interferon, kortikosteroid dan imunosupresif lainnya tidak terbukti efektif.2

K. PENCEGAHANPada setiap keadaan, keputusan harus dilakukan kapan memulai profilaksis rabies pasca pemajanan. Ketika memutuskan kapan harus memberikan profilaksis rabies, digunakan pertimbangan berikut: (1) apakah individu mengalami kontak fisis dengan saliva atau bahan lain yang mungkin mengandung virus rabies, (2) apakah rabies diketahui atau diduga pada spesies dan area yang dihubungkan dengan pemajanan (misalnya, semua individu dalam kepulauan Amerika yang digigit kelelawar yang membawa virus, sebaiknya menerima profilaksis pasca-pemajanan), (3) keadaan sekitar pemajanan, dan (4) pengobatan alternatif dan komplikasi. 1Jika rabies diketahui ada atau diduga ada pada spesies binatang yang terlibat pemajanan pada manusia, binatang itu ditangkap jika mungkin. Binatang buas atau yang sakit, binatang rumah yang tidak divaksinasi, atau yang berkeliaran yang dapat terlibat dalam pemajanan rabies, menunjukkan tingkah laku abnormal, atau diduga gila, sebaiknya dibunuh secara penuh perikemanusiaan, dan kepalanya segera dikirim ke laboratorium yang sesuai untuk pemeriksaan fluororescent antibody rabies. Jika pemeriksaan otak dengan teknik fluororescent antibody negatif untuk rabies, dapat disimpulkan bahwa saliva tidak mengandung virus, dan orang yang terkena tidak perlu diobati.1 Penanganan lukaPengobatan lokal gigitan adalah faktor penting dalam pencegahan rabies. Luka gigitan harus segera dicuci dengan sabun, dilakukan debridemen dan diberikan disinfektan seperti alkhohol 40-70%, tinktura yodii, atau larutan ephiran 0,1%. Luka akibat gigitan binatang penular rabies tidak dibenarkan untuk dijahit kecuali bila keadaan memaksa dapat dilakukan jahitan situasi. Profilaksis tetanus dapat diberikan dan infeksi bakteri yang berhubungan dengan luka gigitan perlu diberikan antibiotik.2 Profilaksis pasca paparanDasar vaksinasi post-exposure (pasca paparan) adalah dengan neutralizing antibody terhadap virus rabies agar antibodi terhadap rabies dapat segera terbentuk dalam serum setelah masuknya virus kedalam tubuh dan antibodi sebaiknya terdapat dalam titer yang cukup tinggi selama setahun sehubungan dengan panjangnya inkubasi penyakit. neutralizing antibody tersebut dapat berasal dari imunisasi pasif dengan serum antirabies atau secara aktif diproduksi oleh tubuh oleh karena imunisasi aktif.1 Efek samping/komplikasi vaksinasiDosis booster HDCV disertai demam, sakit kepala, nyeri otot dan sendi pada sekitar 20% resipien. Reaksi-reaksi ini akan sembuh dengan sendirinya.1

L. PROGNOSISKematian karena infeksi virus rabies boleh dikatakan 100% bila virus sudah mencapai sistem saraf pusat. Dari tahun 1857 sampai tahun 1972 dari kepustakaan dilaporkan 10 pasien yang sembuh dari rabies namun sejak tahun 1972 hingga sekarang belum ada pasien rabies yang dilaporkan hidup. Prognosis seringkali fatal karena sekali gejala rabies telah tampak hampir selalu kematian terjadi 2-3 hari sesudahnya sebagai akibat gagal nafas/henti jantung ataupun paralisis generalisata. Berbagai penelitian dari tahun 1986 hingga 2000 yang melibatkan lebih dari 800 kasus gigitan anjing pengidap rabies di negara endemis yang segera mendapat perawatan luka, pemberian VAR dan SAR, mendapatkan angka survival 100%.2

BAB IIIPENUTUP

A. RINGKASAN1. Rabies merupakan penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang mengenai semua mamalia dan ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi biasanya saliva.2. Sebagian besar pemajanan terhadap rabies melalui gigitan binatang yang terinfeksi, tapi kadang aerosol virus atau proses pencernaan atau transplantasi jaringan yang terinfeksi dapat memulai proses penyakit.3. Distribusi rabies tersebar di seluruh dunia dan hanya beberapa negara yang bebas rabies.4. Di Indonesia sampai akhir tahun 1977 rabies tersebar di 20 provinsi dan 7 provinsi. dinyatakan bebas rabies adalah Bali, NTB, NTT, Maluku, Irian Jaya dan Kalimantan Barat. Data tahun 2001 menunjukkan terdapat 7 provinsi yang bebas rabies adalah Jawa tengah, Jawa timur, Kalimantan Barat, Bali, NTB, Maluku dan Irian Jaya.5. Infeksi terjadi biasanya melalui kontak dengan binatang seperti anjing, kucing, kera, serigala, kelelawar dan ditularkan ke manusia melalui gigitan binatang atau kontak virus (saliva binatang) dengan luka pada host ataupun melalui membran mukosa.6. Manifestasi klinis rabies dapat dibagi menjadi 4 stadium: (1) prodromal non spesifik, (2) ensefalitis akut yang mirip dengan ensefalitis virus lain. (3) disfungsi pusat batang otak yang mendalam yang menimbulkan gambaran klasik ensefalitis rabies, dan (4) jarang, sembuh.7. Tidak ada terapi untuk penderita yang sudah menunjukkan gejala rabies; penanganan hanya berupa tindakan suportif dalam penanganan gagal jantung dan gagal nafas. Walaupun tindakan perawatan intensif umumnya dilakukan, hasilnya tidak menggembirakan. perawatan intensif hanyalah metode untuk memperpanjang dan bila mungkin menyelamatkan hidup pasien dengan mencegah komplikasi respirasi dan kardiovaskuler yang sering terjadi.8. Kematian karena infeksi virus rabies boleh dikatakan 100% bila virus sudah mencapai sistem saraf pusat.

17