85

RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan
Page 2: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan
Page 3: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

i

RINGKASAN EKSEKUTIF

Hutan di dalam kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)Unit VII - Hulu Sarolangun yang berada di Kabupaten Sarolangun ProvinsiJambi telah mengalami banyak persoalan yang terkait dengan pengelolaannya.Kebakaran Hutan, perambahan hutan, dan pembalakan liar masih terus menjaditantangan hingga saat ini. Deforestasi dan degradasi hutan yang terjadimemerlukan model dan strategi pengelolaan yang tepat dan efektif.

Dibentuknya Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Unit VII -Hulu Sarolangun merupakan aksi nyata di dalam upaya mempercepatpenyelesaian masalah hutan dan konflik yang ada di dalamnya. Hadirnyalembaga ini dalam kerangka memastikan adanya pengelolaan hutan di tingkattapak/lapangan. Pembagian peran antara institusi pengurusan hutan (DinasPerkebunan dan Kehutanan) dan institusi pengelolaan hutan (KPH) diharapkandapat memperkuat efektifitas dan efisiensi kegiatan di bidang kehutanan.Dengan cara ini, arah menuju pengelolaan hutan yang lestari (sustainable forestmanagement) lebih jelas dan mudah di ukur.

Salah satu bagian awal dari penyiapan pengelolaan kawasan hutanadalah penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan baik jangka panjang (10tahun) maupun jangka pendek (tahunan). Penyusunan pengelolaan jangkapanjang diperlukan untuk menjadi acuan rencana kerja di tingkat tapak dalambentuk unit-unit pengelolaan hutan (KPH) yang akan mengelola hutan secaraterintegrasi melalui kaidah-kaidah pengelolaan hutan yang dapat menjaminkeberlangsungan fungsinya sebagaimana yang dimandatkan dalam peraturanperundang-undangan.

Berdasarkan SK Menhut No. SK. 714/Menhut-II/2011, KPHP Unit VII -Hulu Sarolangun seluas + 121.102 ha. Areal yang berhutan masih mencapai60%. Tanaman budidaya yang mencakup pertanian campuran, kebun karetmasyarakat sudah mencapai lebih dari 10 % dari luas total. Kedepan tekanandan gangguan terhadap kawasan hutan KPHP Model Unit VII - Hulu SarolangunSarolangun akan semakin tinggi sejalan dengan semakin luas dan banyaknyaaktivitas illegal di dalam kawasan areal KPHP Unit VII - Hulu Sarolangun.

KPHP Model Unit VII - Hulu Sarolangun memiliki ragam bentukpemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. Dalam pemanfaatan hutan, saatini ada dua perusahaan pemegang ijin usaha pemanfaatan kawasan hutan(IUPHHK-HT) dan satu ijin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), kedepan adabeberapa perusahaan atau lembaga yang mengajukan proses perijinan.

Wilayah KPHP Model Unit VII - Hulu Sarolangun secara ekologis kedepan diproyeksikan akan mengalami tekanan ke arah deforestasi dandegradasi karena aktivitas illegal seperti perambahan hutan dan pembalakanliar. Eksistensi kawasan ini juga akan mengalami tekanan kerusakan yang dapatdiakibatkan oleh konversi lahan menjadi lokasi pemukiman dan pertambangan.Untuk itu penanganan masalah ini secara terpadu dan komprhensif sangatlahdiperlukan.

Page 4: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

ii

Secara ekonomi, adanya akses yang mudah dan banyaknya kegiatanusaha yang berkembang di sekiar KPHP Model Unit VII - Hulu Sarolangun akanmemberikan multiplier effect yang cukup positif.

Ada 52 desa yang terletak di sekitar kawasan hutan KPHP Model Unit VII- Hulu Sarolangun. Secara sosial budaya, masyarakat di desa-desa iniumumnya masih memegang teguh nilai-nilai adat. Ketergantungan dan tingkatkepentingan terhadap kawasan hutan masih tinggi. Ke depan, tekanan terhadappenguasaan terhadap lahan yang berada di dalam kawasan oleh masyarakatakan terus terjadi sejalan dengan perluasan ijin konsesi oleh perusahaan.Dengan demikian akan ada peningkatan potensi terjadinya konflik sosial.Terhadap pengusahaan lahan di dalam kawasan KPHP Model Unit VII - HuluSarolangun perlu diarahkan pada model Hutan Adat, Hutan Tanaman, HutanDesa. Perluasan kesempatan dan akses masyarakat lokal dalam pemanfaatankawasan hutan yang ada disekitarnya akan mampu meminimalkan konflik sosialyang mungkin terjadi. Kondisi ini juga pada masa depan akan turut menjaminpengelolaan hutan secara berkelanjutan.

Berdasarkan arah, tujuan dan sasaran pembangunan provinsi dankabupaten serta memperhatikan kondisi, potensi dan permasalahan didalamnya maka Rencana pengelolaan KPHP Model Unit VII - Hulu Sarolangunyang utama adalah optimalisasi akses semua pihak termasuk masyarakatsekitar kawasan KPHP model Unit VII - Hulu Sarolangun sebagai salah satujalan bagi resolusi konflik sumberdaya hutan demi tercapainya pengelolaanberkelanjutan. Visinya adalah “ Hutan Lestari KPHP Mandiri ”. Sedangkan misiyang akan dijalankan adalah Mendukung peningkatan kontribusi pemanfaatandan penggunaan kawasan hutan terhadap kesejahteraan masyarakat danperekonomian daerah, Menjamin kelestarian fungsi ekologis hutan sekaligussebagai zona lindung dan penyangga wilayah bawah Kabupaten Sarolangun,Membangun kelembagaan pengelolaan kawasan hutan berbasis bisnis yangkokoh dan kuat, Meningkatkan peluang partisipasi para pihak terutamamasyarakat setempat dalam mengakses sumber daya hutan dalam berbagaiskema pengelolaan, Mempertahankan nilai-nilai adat sebagai warisan dalamupaya mempertahankan dan melestarikan hutan, Menjadikan kawasan KPHPsebagai salah satu sentra research (penelitian) ekosistem hutan tropis diProvinsi Jambi.

Page 5: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan
Page 6: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

iv

DAFTAR ISI

Teks Hal

Lembar Pengesahan

Ringkasan eksekutif .................................................................................. i

Kata pengantar.......................................................................................... iii

Daftar isi .................................................................... ............................... iv

Daftar Tabel ............................................................................. ................ viii

Daftar Lampiran....................................................................................... ix

Daftar Gambar ........................................................................................ x

BAB I. Pendahuluan ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .......................................................... .............. 1

1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................. 2

1.3 Sasaran ............................................................................ ....... 3

1.4 Ruang Lingkup ........................................................................ 3

1.5 Batasan Pengertian ................................................................. 4

BAB II Deskripsi Kawasan ........................................................................ 9

2.1 Risalah Wilayah ....................................................................... 9

2.1.1 Letak ..................................................................................... 9

2.1.2 Luas ............................................................................. ......... 9

2.1.3 Aksesibilitas ................................................................. .......... 10

2.1.4 Batas ............................................................................ ......... 11

2.1.5 Topografi ...................................................................... .......... 12

2.1.6 Geologi dan Jenis Tanah ....................................................... 13

2.1.7 Iklim dan DAS………… .......................................................... 14

Page 7: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

v

2.1.8 Sejarah Wilayah KPHP .......................................................... 15

2.1.9 Pembagian Blok Wilayah KPHP .............................................. 16

2.2 Potensi Sumberdaya Hutan...................................................... ... 18

2.2.1 Penutupan lahan .......................................................... .......... 18

2.3 Kondisi Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat ............................ 20

2.3.1 Kondisi sosial Ekonomi............................................................. 20

2.3.1 Kondisi Sosial Budaya…........................................................... 22

2.4 Ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan... 23

2.4.1 Ijin Pemanfaatan Hutan ............................................... ........... 23

2.4.2 Ijin Penggunaan Kawasan Hutan ............................................ 24

2.5 Kondisi KPHP dalam Tata Ruang dan Pembangunan Daerah 25

2.5.1 Perspektif Tata Ruang ................................................. ............. 25

2.5.2 Perspektif Pembangunan Daerah ............................................ 27

2.6 Pembangunan Kehutanan di Wilayah KPHP............................... 28

2.7 Isu Strategis, Kendala, dan Permasalahan.................................. 29

2.7.1 Aspek Ekologi…………………………….................................... 30

2.7.2 Aspek Ekonomi……………….………….................................... 31

2.7.3 Aspek Sosial Budaya……..…………….................................... 31

2.7.4 Aspek Kelembagaan…………………….................................... 32

BAB III Visi dan Misi ..................................................................................... 34

3.1 Visi Pengelolaan KPHP Model Unit VII - Hulu ............................. 34

3.2 Misi Pengelolaan KPHP Model Unit VII - Hulu.............................. 37

3.3 Capaian Tujuan yang diharapkan…………………………………. 38

BAB IV Analisis dan Proyeksi ................................................................ ...... 40

4.1 Analisa data dan Informasi........................................................... 40

Page 8: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

vi

4.1.1 Pembangunan Kehutanan………………………………. …….. 40

4.1.2 Potensi …………………………………………............................ 40

4.1.3 Kondisi Sosial, ekonomi dan budaya………………................... 41

4.1.4 Dasar Pembagian KPHP Limau Unit VII - Hulu......................... 42

4.1.5 Manfaat ……........................................................................... .. 43

4.2 Proyeksi Kondisi Wilayah…………………………………………. 44

4.2.1 Proyeksi rencana kelola KPHP................................................ 44

1. Kelola Kawasan ..................................................................... 44

2. Kelola Produksi ......................................................... ........... 46

3. Kelola Kelembagaan............................................................. 48

BAB V Rencana Kegiatan ....................................................................... ..... 49

5.1 Inventarisasi dan Penataan Hutan Berkala ................................. 49

5.2 Pemanfaatan Hutan pada Wilayah tertentu ................................ 55

5.3 Pemberdayaan Masyarakat ...................................................... .. 60

5.4 Pembinaan dan pemantauan Areal yang telah ada Ijin .............. 64

5.5 Penyelenggaraan Rehabilitasi di Areal di Luar Ijin ...................... 65

5.6 Pembinaan dan Pemantauan Rehabilitasi pada Areal yang

Berijin.................................................................................................. 66

5.7 Perlindungan dan Konservasi Alam.............................................. 67

5.8 Koordinasi dan Sinkronisasi Antar Pemilik Ijin.............................. 69

5.9 Koordinasi dan Sinkronisasi dengan Stakeholder terkait............ 70

5.10 Penyediaan dan peningkatan Kapasitas Sumberdaya ............. 70

5.11 Pendanaan ................................................................................ . 71

5.12 Sarana dan prasarana ............................................................... . 73

5.13 Pengembangan Database .......................................................... 73

Page 9: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

vii

5.14 Rasionalisasi Wilayah Kelola..................................................... . 74

5.15 Review Rencana Pengelolaan.................................................. 76

5.16 Pengembangan Investasi ........................................................ 76

Tabel Rencana Kegiatan Pengelolaan Hutan ..................................... 77

BAB VI Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian.................................. 84

6.1 Pembinaan .............................................................................. ..... 84

6.2 Pengawasan......................................................................... ........ 84

6.3 Pengendalian............................................................................. .... 85

BAB VII Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan............................................ 86

8.1 Pemantauan .............................................................. ................... 86

8.2 Evaluasi ..................................................................................... ... 86

8.3 Pelaporan ........................................................................... .......... 87

BAB VIII Penutup............................................................................................ 88

LAMPIRAN .......................................................................................... ..........

Page 10: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Luas Kawasan Hutan di KPHP Unit VII-Hulu……… ....................... 10

Tabel 2.2. Jumlah Desa di KPHP Model Unit VII………………………………… 12

Tabel 2.3. Jenis Tanah di Wilayah KPHP Unit VII-Hulu…………………………. 14

Tabel 2.4. Curah Hujan di Wilayah KPHP Unit VII-Hulu………………………… 14

Tabel 2.5. Luas Tata Hutan Berdasarkan Fungsi Pemanfaatan Kawasan KPHP

Unit VII-Hulu…………………………………………………………………………... 17

Tabel 2.6 Luas Tutupan Lahan di KPHP Unit VII-Hulu…………………………... 18

Tabel 2.7 Jumlah Penduduk di KPHP Unit VII-Hulu… …………………………... 21

Tabel 2.8. Sebaran Kawasan Hutan di Kabupaten Sarolangun………………… 26

Tabel 5.1. Tata Waktu Inventarisasi Berkala dan Penataan hutan di KPHP

Unit VII-Hulu………………………………………………………………………….. 50

Tabel 5.2. Hutan Adat di KPHP Unit VII-Hulu……………………………………. 55

Tabel 5.3. Luas Tata Hutan berdasarkan Fungsi Pemanfaatan Kawasan

di KPHP Unit VII-Hulu…………………………………………………………………. 53

Tabel 5.4. Tata Waktu Kegiatan Pemanfaatan Kawasan Hutan di KPHP

Unit VII-Hulu……………………………………………………………………………. 56

Tabel 5.5. Tata Waktu Pemberdayaan masyarakat Kawasan Hutan di KPHP

Unit VII-Hulu……………………………………………………………………………. 63

Tabel 5.6. Tata Waktu Pemantauan Pada Areal KPHP yang ada Ijin ….……… 64

Tabel 5.7 Tata Waktu Rehabilitasi Lahan…..……………………………………… 66

Tabel 5.8. Tata Waktu Pembinaan dan Pemantauan Rehabilitasi dan Reklamasi

Hutan pada Areal yang ada ijin……………….……………………………………… 67

Tabel 5.9. Tata Waktu Perlindungan dan Konservasi Alam….…………………… 69

Tabel 5.10 Tata Waktu Koordinasi dan Sinkronisasi………………………………. 70

Tabel 5.11 Tata Waktu Penyedian dan Peningkatan Kapasitas SDM...………… 71

Tabel 5.12 Tata Waktu Kegiatan Penyediaan Dana.……………………………… 72

Tabel 5.13 Tata Waktu Kegiatan Pengembangan Data Base.…………………… 74

Tabel 5.14 Rencana Pengelolaan Hutan KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun...…… 74

Page 11: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Matrik Rencana KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun

Lampiran 2. Peta :

1) Peta Penetapan Wiayah KPHP Model Limau

2) Peta Penutupan Lahan Wilayah KPHP Limau Unit VII – Hulu

3) Peta Potensi Wilayah KPHP Limau Unit VII – Hulu

4) Peta Aksesibilitas Wilayah KPHP Limau Unit VII - Hulu

5) Peta Tata Hutan KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun

6) Peta Wilayah tertentu KPHP Limau Unit VII – Hulu

7) Peta Zona Pemanfaatan KPHP Limau Unit VII – Hulu

8) Peta Pemanfaatan KPHP Limau Unit VII – Hulu

9) Peta IUPHHK - HTI Kawasan Hutan KPHP

10) Peta Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan KPHP

11) Peta Geologi Wilayah KPHP Limau Unit VII - Hulu

12) Peta Curah Hujan Wilayah KPHP Limau Unit VII – Hulu

13) Peta Kemiringan Lereng di Wilayah KPHP Unit VII-Hulu

14) Peta Arahan RKTN KPHP Unit VII-Hulu

15) Peta Lahan Kritis Wilayah KPHP Limau Unit VII - Hulu

16) Peta Indikatif Kawasan Hutan Batang Asai

17) Peta Indikatif Kawasan Hutan Limun

18) Peta Kerja Wilayah KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun

19) Peta Kawasan Hutan KPHP Limau Unit VII - Hulu

20) Peta Hutan Adat KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun

.

Page 12: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Peta Pemanfaatan KPHP Limau Unit VII - Hulu ……………………… 24

Page 13: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

69

BAB VIIIPENUTUP

Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHP

Model Unit VII-Hulu (2013-2023) ini merupakan pedoman dan arahan pelaksanaan

pengelolaan kawasan hutan di tingkat tapak dalam jangka panjang. Oleh karena itu

dokumen perencanaan ini masih bersifat makro dan indikatif. Dengan demikian

masih diperlukan penjabaran lebih lanjut ke dalam rencana-rencana yang lebih rinci

dan dengan cakupan masa perencanaan yang lebih pendek (tahunan).

Rencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani

oleh semua pihak yang memiliki kepentingan dan keterkaitan dengan KPHP Model

Unit VII-Hulu. Pelaksanaan dan penjabaran lebih lanjut dari rencana pengelolaan ini

perlu dimonitor pencapaian pelaksanaannya agar tetap konsisten sesuai dengan

tujuan yang ingin dicapai.

Namun disadari pula bahwa masa perencanaan ini cukup panjang sehingga

seringkali sulit untuk dapat memprediksi dinamika yang terjadi baik dari sisi teknis,

kebijakan, maupun politis. Dalam kerangka ini maka rencana pengelolaan KPHP

Model Unit VII-Hulu jangka panjang ini terbuka untuk dapat direview agar dapat

sinkron dan tetap bersinergi terhadap kebijakan maupun kepentingan banyak pihak,

selama dapat memberikan dampak yang lebih untuk pembangunan kehutanan

khususnya di wilayah KPHP Unit VII-Hulu.

Page 14: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

1

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangBerdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.

77/Menhut-II/2010 tanggal 10 Februari 2010 tetang penetapan Wilayah Kesatuan

Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)

Provinsi Jambi meliputi area dengan luas ± 1.458.934 ha terdiri dari HL dengan

luas ± 175.483 HP dengan luas ± 981.530 ha, HPT dengan luas ± 301.922 Ha.

Dari Keputusan Menhut tersebut, di Kabupaten Sarolangun terdapat dua KPH yaitu

KPHP Unit VII dan KPHP Unit VIII. Selanjutnya KPHP (Unit VII) telah ditetapkan sebagai

KPHP Model sesuai SK Menhut Nomor SK. 714/Menhut-II/2011 tanggal 19 Desember

2011 dengan luas ± 121.102 ha, terdiri dari Hutan Lindung 54.793 ha, Hutan Produksi

Tetap 22.502 ha dan Hutan Produksi 43.807 ha. Secara administratif, KPHP Unit VII-

Hulu terletak di Kabupaten Sarolangun. Kawasannya terdiri dari beberapa kelompok hutan

produksi yaitu HP Batang Asai, HP Sungai Kutur dan HL Hulu Landai Bukit Pale.

Kondisi kawasan hutan KPHP Unit VII-Hulu menghadapi banyak persoalan. Di

tingkat lapangan terjadi perambahan baik untuk pemukiman maupun usaha perkebunan

masyarakat. Adanya tumpang tindih antara ijin usaha perkebunan dan kawasan KPHP

Unit VII-Hulu belum terselesaikan. Berakhirnya ijin atau dicabutnya beberapa konsesi

pemanfaatan hasil hutan kayu satu dekade yang lalu telah mengakibatkan kian tingginya

tekanan terhadap kerusakan hutan di areal KPHP Unit VII-Hulu. Ketiadaan pengelola

kawasan hutan di tingkat tapak telah membuat kawasan hutan semakin “open access”.

Menilik tantangan yang dihadapi maka pada tingkat lapangan diperlukan

perencanaan pengelolaan hutan yang baik. Perencanaan pengelolaan KPHP memerlukan

kuantifikasi dan formulasi strategi dan program kerja, struktur organisasi dan aspek

finansial untuk menyiapkan kondisi pemungkin pelaksanaan agar dapat dimonitor,

dilaporkan dan diverifikasi dalam suatu basis unit-unit kelestarian yang permanen.

Dengan adanya rencana pengelolaan jangka panjang yang mantap maka akan

memudahkan penyusunan rencana pengelolaan jangka pendek yang lebih terukur.

Memperhatikan kondisi kawasan hutan KPHP Unit VII-Hulu, perlu segera disusun

dokumen perencanaan yang mampu mencerminkan kondisi saat ini dan gambaran

kawasan hutannya dalam dasa warsa kedepan. Rencana pengelolaan jangka panjang 10

(sepuluh) tahun bersifat komprehensif dan indikatif yang menjadi acuan bagi penyusunan

rencana pengelolaan jangka pendek dan rencana-rencana teknis yang lebih operasional di

tingkat lapangan.

Page 15: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

2

Dalam kerangka inilah dokumen Rencana Pengelolaan KPH Model Unit VII – Hulu

disusun sebagai acuan rencana kerja di tingkat tapak dalam bentuk unit-unit pengelolaan

hutan yang akan mengelola hutan secara terintegrasi melalui kaidah-kaidah pengelolaan

hutan yang dapat menjamin keberlangsungan fungsinya (Sustainable forest management)

sebagaimana yang dimandatkan dalam peraturan perundangan.

Setelah terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.714/Menhut-II/2011

tanggal 19 Desember 2011 tentang Penetapan wilayah KPHP Model Limau (Unit VII),

operasionalisasi KPH Model Unit VII – Hulu dilaksanakan melalui berbagai kegiatan,

seperti : prakondisi pengelolaan hutan (pengadaan sarana/prasarana; tata hutan dan

penyusunan RPHJP yang difasilitasi oleh BPKH XIII Pangkal Pinang), dan konvergensi

kegiatan teknis di lokasi KPH dari UPT Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan

Provinsi/Kabupaten.

Mengingat Permenhut P.46/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Pengesahan

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL/P baru terbit tahun 2013, dan dari

hasil diskusi dengan para Kepala KPH lingkup Regional Sumatera, maka disepakati

bahwa periode RPHJP KPHL/P adalah 2014 - 2023.

1.2. Maksud dan TujuanPenyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPH-JP) KPHP Unit

VII-Hulu dimaksudkan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan pada

Wilayah KPHP Unit VII-Hulu selama 10 (sepuluh) tahun dari 2014-2023.

Adapaun tujuan penyusunan dokumen RPH-JP KPHP Unit VII-Hulu adalah sebagai

berikut :

1. Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan hutan yang memberikan manfaat

sosial, ekonomi, dan ekologi yang berkelanjutan melalui pengelolaan kawasan dan

seluruh potensinya secara komprehensif.

2. Mewujudkan suatu rencana pengelolaan hutan yang mempertimbangkan dan

memperhatikan potensi dan kekhasan KPHP Unit VII-Hulu

3. Mewujudkan Pengelolaan hutan yang efektif dan efisien

4. Menjamin terselenggaranya kegiatan pengelolaan hutan yang optimal

5. untuk menjadi acuan bagi rencana pengelolaan jangka pendek dan rencana-rencana

teknis pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan KPHP Unit VII-Hulu di tingkat

tapak.

6. Menjadi acuan unutk melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

7. Memudahkan dalam pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan.

Page 16: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

3

1.3 SasaranTersusunnya rencana pengelolaan KPHP Model Unit VII-Hulu, yang mencakup

kawasan hutan produksi seluas 121.102 ha yang terdiri dari kelompok HP Batang Asai,

HP Sungai Kutur dan HL Hulu Landai Bukit Pale.

1.4 Ruang LingkupRuang lingkup penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka panjang meliputi

aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya, yang datanya diperoleh dari data informasi

hasil inventarisasi hutan dan penataan hutan serta sumber data lainnya, baik data primer

ataupun data sekunder.

Unsur-unsur materi yang disusun mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal

Planologi Kehutanan Nomor P.5/VII-WP3H/2012 tentang Tata Hutan dan Penyusunan

Rencana Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan

Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), Rencana Pengelolaan Hutan Jangka

Panjang KPHP Unit VII-Hulu meliputi:

1. Pendahuluan;

2. Deskripsi kawasan yang didalamnya terdapat informasi risalah wilayah KPH, potensi,

data informasi sosial budaya, serta data informasi perijinan yang telah ada;

3. Visi dan Misi dalam Pengelolaan hutan;

4. Analisis dan proyeksi, yang memuat analisa data dan informasi yang saat ini tersedia

baik primer maupun sekunder serta proyeksi kondisi wilayah KPH dimasa yang akan

datang;

5. Rencana kegiatan, yang memuat rencana kegiatan strategis selama jangka waktu

pengelolaan antara lain: inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutannya,

pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, pemberdayaan masyarakat, pembinaan dan

pemantauan (controlling) pada areal KPH yang telah ada ijin pemanfaatan maupun

penggunaan kawasan hutan dan penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar ijin;

6. Pembinaan dan pemantauan (controlling) pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada

areal yang sudah ada ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutannya,

penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam, penyelenggaraan

koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin, koordinasi dan sinergi dengan instansi

dan stakeholder terkait, penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM, penyediaan

pendanaan, pengembangan data base, rasionalisasi wilayah kelola, review rencana

pengelolaan dan pengembangan investasi;

Page 17: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

4

7. Selain itu dalam dokumen ini juga memuat kegiatan pembinaan, pengawasan, dan

pengendalian serta pemantauan evaluasi dan pelaporan.

1.5 Batasan Pengertian1. Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam

hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam dan lingkungannya, yang

satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

2. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh

pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (UU 41 tahun

1999).

3. Tata Hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, yang dalam

pelaksanaannya memperhatikan hak-hak masyarakat setempat, yang lahir karena

kesejarahannya dan keadaan hutan. Tata hutan mencakup kegiatan pengelompokan

hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya,

dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat

secara lestari. Tata hutan meliputi pembagian kawasan hutan dalam blok-blok

berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan hutan. Blok-blok dibagi

pada petak-petak berdasarkan intensitas dan efisiensi pengelolaan. Berdasarkan blok

dan petak disusun rencana pengelolaan hutan untuk jangka waktu tertentu.

4. Areal tertentu adalah suatu areal tertentu, dalam kawasan hutan produksi, kawasan

hutan lindung, dan/atau kawasan hutan konservasi dapat ditetapkan sebagai hutan

desa, hutan kemasyarakatan, hutan adat, atau kawasan untuk tujuan khusus, sehingga

keeradaannya tidak lepas dari prinsip pengelolaan hutan lestari.

5. Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik

bagi pihak ketiga untuk mengembangkan usaha pemanfaatannya sehingga pemerintah

perlu menugaskan Kepala KPH untuk memanfaatkannya.

6. Inventarisasi hutan adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk mengetahui

keadaan dan potensi sumber daya hutan serta lingkungannya secara lengkap.

7. Blok adalah bagian wilayah KPHP Unit VII-Hulu yang dibuat relatif permanen untuk

meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan.

8. Petak adalah bagian dari blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha

pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakukan pengelolaan atau silvikultur yang

sama.

9. Anak Petak adalah bagian dari petak yang bersifat temporer, yang oleh sebab

tertentu memperoleh perlakuan silvikultur atau kegiatan pengelolaan yang khusus.

Page 18: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

5

10.Pengurusan Hutan meliputi kegiatan penyelenggaraan yaitu perencanaan kehutanan,

pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan pendidikan dan latihan serta

penyuluhan kehutanan dan pengawasan (UU 41 tahun 1999)

11.Perencanaan kehutanan meliputi kegiatan inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan

hutan, penatagunaan, kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan dan

penyusunan rencana kehutanan.

12.Pengelolaan hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan

rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan,

rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan dan konservasi alam.

13.Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,

memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta

memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk

kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.

14.Penggunaan kawasan hutan merupakan penggunaan untuk kepentingan

pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan

hutan.

15.Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya memulihkan, mempertahankan, dan

meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan

peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.

16.Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan

dan vegetasi yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan

peruntukannya.

17.Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan,

kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak,

kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga

hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan,

investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

18.Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu

kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang dibatasi oleh pemisah

topografi berupa punggung bukit atau gunung yang berfungsi menampung air yang

berasal dari hujan dan sumber-sumber air lainnya, menyimpan serta mengalirkannya

ke danau atau laut secara alami.

19.Unit pengelolaan hutan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi

pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari, seperti KPHP

Unit VII-Hulu . Unit pengelolaan hutan merupakan kesatuan pengeloalan hutan terkecil

Page 19: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

6

pada hamparan lahan hutan sebagai wadah kegiatan pengelolaan hutan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

20.Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi

pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.

21.KPH Model adalah wujud awal dari KPH yang secara bertahap dikembangkan menuju

situasi dan kondisi aktual organisasi KPH di tingkat tapak.

22.Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) adalah kesatuan pengelolaan hutan

yang luas wilayahnya seluruhnya atau didominasi oleh kawasan hutan produksi. KPHP

merupakan kesatuan pengelolaan yang fungsi pokoknya merupakan hutan produksi.

23.KPHP Unit VII-Hulu merupakan suatu hamparan lahan hutan yang secara geografis

terpusat (tidak terpencar-pencar) yang terdiri dari satu atau lebih tipe tegakan,

mengandung atau akan ditanami tumbuhan pohon (vegetasi) berada dalam satu

kesatuan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan berbentuk kesatuan kepemilikan dan/atau

kesatuan perencanaan pengelolaan hutan untuk keperluan menerapkan suatu

preskripsi manajeman hutan dengan tujuan pengusahaan hutan lestari.

24.Para pihak adalah pengelola KPHP Unit VII-Hulu, perwakilan pemerintah yang

berwenang, serta perwakilan masyarakat penerima manfaat dan dampak pengelolaan

KPHP Unit VII-Hulu. Partisipasi parapihak dapat berupa penyampaian informasi

sebagai bentuk penyampaian informasi paling rendah, sampai dengan keterlibatan

parapihak pada setiap tahapan proses penyusunan rencana pengelolaan.

25.Tata batas dalam wilayah KPHP Unit VII-Hulu adalah melakukan penataan batas

dalam wilayah kelola KPHP Unit VII-Hulu berdasarkan pembagian blok dan petak.

26.Pemberdayaan masyarakat setempat merupakan kewajiban Pemerintah, Provinsi

Jambi, kabupaten/kota yang pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Kepala KPHP

Unit VII-Hulu. Kewajiban pelaksanaan pemberdayaan meliputi pendampingan

penyusunan rencana pengelolaan areal pemberdayaan masyarakat, serta penguatan

kapasitas atau kelembagaan.

27.Rencana pengelolaan hutan adalah konfigurasi peta situasi, visi, misi, tujuan dan

sasaran yang dijabarkan ke dalam resep atau arah manajemen strategi yang terpadu

yang menyangkut kelola kawasan, kelola pemanfaatan hutan, kelola pasar, kelola

konservasi dan kelola rehabilitasi-restorasi dalam kerangka pencapaian fungsi

ekonomi lingkungan dan sosial yang optimal.

28.Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang adalah Rencana Pengelolaan hutan

pada tingkat strategi berjangka waktu 10 tahun atau seluruh jangka benah

pembangunan KPH

Page 20: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

7

29.Rencana pengelolaan Jangka pendek adalah rencana pengelolaan hutan berjangka

waktu satu tahun pada tingkat keiatan operasional berbasis petak dan/atau zona

dan/atau blok.

30.Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi

hasil hutan.

31.Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai

perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,

mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

32.Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai

fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekositemnya.

33.Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.

34.Hasil Hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa yang

berasal dari hutan.

Page 21: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

8

BAB IIDESKRIPSI KAWASAN

2.1. Risalah Wilayah2.1.1 Letak

Merujuk pada Penetapan Wilayah KPH Provinsi Jambi oleh Menteri

Kehutanan melalui SK. Menhut Nomor SK. 77/Menhut-II/2010 tanggal 10 Februari

2010 terdapat 17 KPH di wilayah Provinsi Jambi meliputi area dengan luas ±

1.458.934 ha terdiri dari HL dengan luas ± 175.483 HP dengan luas ± 981.530 ha,

HPT dengan luas ±301.922. Salah satu KPH tersebut adalah KPHP Model Unit VII-

Hulu yang secara geografis terletak 102°46'12" sampai dengan 103°15’36" Bujur

Timur dan 02°45’00" sampai dengan 03°16'48" Lintang Selatan.

Secara administrasi pemerintahan, wilayah KPHP VII terletak di 4 (empat)

kecamatan, yaitu Kecamatan Pelawan, Kecamatan Limun, Kecamatan Cermin Nan

Gedang, dan Kecamatan Batang Asai. Batas-batas wilayah KPHP Unit VII-Hulu Unit

VII Hulu adalah sebagi berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan APL dan HP Batang Asai (Kabupaten

Merangin)

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumsel

- Sebelah Barat berbatasan dengan HL. Hulu Landai Bukit Pale (Kabupaten

Merangin)

- Sebelah Timur berbatasan dengan APL

2.1.2. LuasKPHP Unit VII-Hulu Unit VII di Kabupaten Sarolangun telah ditetapkan

sebagai KPHP Model sesuai SK Menhut Nomor SK. 714/Menhut-II/2011 tanggal 19

Desember 2011 dengan luas ± 121.102 ha, dengan rincian sebagaimana pada

Tabel 2.1. di bawah ini.

Tabel 2.1. Luas Kawasan Hutan di KPHP Model Unit VII-Hulu(SK Menhut Nomor SK. 714/Menhut-II/2011)

No Fungsi Hutan Luas

1 Hutan Lindung 54.793 ha

2 Hutan Produksi Tetap 22.502 ha

3 Hutan Produksi 43.807 ha

Jumlah 121.102 haSumber : Disbunhut Kab. Sarolangun tahun 2013

Page 22: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

9

Dari Tabel 2.1. di atas terdapat dua fungsi hutan yaitu hutan produksi dan hutan

lindung, namun secara luasan didominasi oleh hutan produksi sehingga KPHnya

berupa KPHP.

2.1.3 AksesibilitasAkses menuju KPHP ini dapat ditempuh melalui jalan darat dari ibukota

kabupaten yaitu Sarolangun. Jarak terdekat dengan ibukota kabupaten adalah

wilayah Pelawan dan Limun yang dapat ditempuh selama 20 menit sedangkan yang

terjauh adalah wilayah Batang Asai dan hulu limun yang memerlukan perjalanan 5

jam.

Akses menuju desa-desa yang terdekat dengan kawasan KPHP Model Unit

VII-Hulu umumnya jalan darat yang berupa jalan aspal dan jalan tanah. Pada

beberapa tempat seperti di kawasan HP. Limun dan Batang asai (bukit raya),

terdapat jalan aspal yang membelah kawasan hutan.

Infrastruktur yang terdapat di KPHP Model Unit VII-Hulu adalah adanya jalan

yang mendukung kegiatan pengelolaan hutan. Seperti yang telah diuraikan diatas

bahwa jalan menuju lokasi desa di sekitar KPHP Model Unit VII-Hulu sebagian sudah

jalan aspal dan sebagian lagi masih berupa jalan tanah, sehingga akses menuju

lokasi harus dilalui dengan menggunakan kendaraan roda empat double gardan.

Transportasi memegang peranan penting dalam menunjang mobilitas

masyarakat serta barang dan jasa yang keluar maupan masuk. Komunikasi dan

penerangan saling mengkait dalam mendukung arus informasi di dalam dan keluar

wilayah. Selain sarana transportasi sebagai aksesibilitas, perlu juga sarana

komunikasi dan penerangan.

Namun sarana komunikasi dan penerangan sangat terbatas. Ketersediaan

sarana transportasi, sarana komunikasi dan penerangan yang terbatas ini

menyebabkan masyarakat merasa terisolasi untuk melakukan berbagai macam

kegiatan, apalagi menyangkut transaksi dagang diantara desa-desa yang

bertetangga. Untuk itu, sarana transportasi antar desa dan sarana penerangan perlu

mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah sehingga mempermudah akses

masyarakat untuk memperoleh kebutuhan hidup lainnya serta dapat meningkatkan

pendapatan masyarakat dengan menjual hasil panennya ke desa-desa lain, kota

kecamatan bahkan kota kabupaten.

Page 23: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

10

2.1.4 BatasDilihat dari sejarahnya, kawasan HP. Batang Asai merupakan kawasan

Register peninggalan jaman Belanda dan pernah dilaksanakan penataan batas.

Adapun untuk wilayah HP. Batang Asai I dan HP. Bukit Pale Hulu Landai telah

dilaksanakan penataan batas pada tahun 1998 sepanjang 75 km oleh Sub Balai

Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Jambi.

Kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu juga berbatasan dengan cukup banyak

desa-desa. Beberapa diantaranya merupakan desa transmigrasi (Trans Sungai

Dingin). Bahkan beberapa pusat desa diantaranya berada dalam kawasan.

Tercatat ada 52 desa yang terpengaruh dengan keberadaan KPHP Model Unit VII-

Hulu seperti pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Daftar Desa yang terpengaruh dengan keberadaanKPHP Model Unit VII-Hulu

Sumber : BPS Kabupaten Sarolangun

Wilayah KPHP Model Unit VII-Hulu Sarolangun juga berbatasan dengan

Kabupaten Merangin lebih tepatnya berbatasan dengan KPHP Lubuk Pekak

Merangin. Selain itu KPHP Unit VII-Hulu berbatasan langsung dengan Kabupaten

Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan.

2.1.5 TopografiDilihat dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1 : 50.000, wilayah KPHP

termasuk lahan kering dengan topografi bergelombang ringan sampai berat, dengan

ketinggian 68 – 553 m dpl.

Zz No Kecamatan Ibukota

Jumlah Desa/Kelurahan

2007 2010

Buah Buah

1. Batang Asai Pekan Gedang 20 20

2. Limun Pulau Pandan 13 13

4. Pelawan Pelawan 11 11

10Cermin Nan

Gedang

Cermin Nan

Gedang8 8

Jumlah 52 52

Page 24: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

11

Berdasarkan Peta Kelas Lereng Provinsi Jambi dan berdasarkan pengamatan

secara umum kawasan hutan KPHP Unit VII-Hulu mempunyai medan datar sampai

dengan bergelombang dengan persentase kelerengan yang bervariasi yang terdiri

dari 80 % areal bertopografi datar (0 - 8 %), 10 % bertopografi landai (8 – 15 %) dan

10 % areal bertopografi agak curam (15 – 25 %). Kawasan KPHP Limau (Unit VII)

mempunyai ketinggian diantara 50 – 300 dari permukaan laut.

2.1.6 Geologi dan Jenis TanahJenis tanah di wilayah Kabupaten Sarolangun cukup beragam di berbagai

tempat. Rincian dari jenis-jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Sarolangun adalah

sebagai berikut : podsolik, seluas 73,8 persen yang mayoritas terdapat dalam

wilayah Kecamatan Mandiangin dan Limun, sedangkan sebagian lagi terdapat dalam

Kecamatan Sarolangun, Batin VIII, Pauh, Air Hitam, Pelawan, Singkut dan Batang

Asai. Latosol, seluas 20 persen terdapat dalam wilayah Kecamatan Batang Asai dan

Sarolangun. Organosol, seluas 4,2 persen berada dalam wilayah Kecamatan Pauh

dan sebagaian kecil di Kecamatan Pelawan, Singkut. humic gley, seluas 2,0 persen

terdapat di wilayah Kecamatan Sarolangun, Pauh dan Pelawan, Singkut.

Jenis tanah pada wilayah KPHP Unit VII-Hulu Unit VII-hulu secara umum

termasuk kategori jenis tanah Podsolik, komplek podsolik latosol serta komplek

andosol dan latosol.

Tabel .2.3. Jenis tanah di Kabupaten Sarolangun berdasarkan luasan

Sumber : Badan Pertanahan Kabupaten Sarolangun Tahun 2013

2.1.7 Iklim dan DASDari sisi iklim, KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun termasuk beriklim tropis.

Keadaan iklim rata-rata dari tahun 2007 sampai 2012 berkisar antara 23oC-32oC.

No Kecamatan

Jenis Tanah (Ha)

PMK Latosol Andosol AluvialKomp

Latosol+

Litosol

Jumlah

1.

2.

3

4

Pelawan

Limun

Cermin Nan

Gedang

Batang Asai

29.945

6.560

-15.400

67.601

4.320

5.595

-

10.155

-

14.720

-

5.420

16.033

16.785.

-

42.700

-

-

-

50.300

111.900

-

85.800

Page 25: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

12

Kelembaban udara rata-rata berkisar 78%. Dan curah hujan rata-rata 260 mm.

Tabel 2.4. Curah Hujan Tahun 2010 di Kabupaten Sarolangun

TahunBulan

Curah Hujan (Mm) BanyaknyaHari Hujan

2010 2010Januari 305,6 16

Februari 349,1 17

Maret 253,1 10

April 188,8 8

Mei 174,1 10

Juni 65,4 5

Juli 152,4 10

Agustus 195,9 11

September 143,3 6

Oktober 797,8 8

November 401,1 10

Desember 765,5 6Sumber : BPS Sarolangun Dalam Angka Tahun 2011

Keadaan hidrologi umumnya berpengaruh secara langsung terhadap sumber

daya lahan dan potensi yang dimiliki Kabupaten Sarolangun. Dimana wilayah

Kabupaten Sarolangun itu sendiri terbagi dalam 4 DAS yaitu DAS Batang Tembesi,

DAS Batang Asai, DAS Batang Limun, dan DAS Batang Air Hitam. Dampak dari di

kelilinginya wilayah Kabupaten Sarolangun adalah jika musim hujan cenderung air

yang mengalir pada DAS tersebut akan meluap hingga berpengaruh pada

permukaan.

Di dalam kawasan hutan KPHP Limau (Unit VII) terdapat sungai-sungai dan

kanal-kanal yang hampir semuanya dapat digunakan sebagai transportasi bagi

perusahan maupun masyarakat setempat.

2.1.8 Sejarah Wilayah KPHPKawasan hutan untuk KPHP Unit VII-Hulu Unit VII-Hulu merupakan Hutan

Negara, berdasarkan fungsinya merupakan Hutan Produksi dan Hutan Lindung

terdiri dari HP Batang Asai, HP Sungai Kutur, HPT Lubuk Pekak, HL Tinjau Unit VII-

Hulu, dan HL Hulu Landai Bukit Pale.

Page 26: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

13

Sejak awal dekade 1970-an, pemanfaatan kawasan hutan di Kabupaten

Sarolangun telah dibagi-bagi dalam bentuk kelola manajemen HPH dengan orientasi

pemanfaatan hasil hutan kayu. Namun dalam pelaksanaannya kinerja HPH sering

mengabaikan aspek-aspek kelestarian sehingga kelestarian produksinya tidak

terjaga yang menyebabkan kawasan mengalami degradasi dan deforestrasi.

Wilayah KPHP Unit VII-Hulu Unit VII – Hulu setelah tidak dikelola oleh ex HPH

PT. Nusaleace Tc, PT. Pulau Krakatau (PT. Inhutani V), dan PT. Bina Lestari hanya

dilakukan tindakan pengamanan dan perlindungan hutan yang dilakukan oleh aparat

kehutanan baik Provinsi maupun Kabupaten untuk menjaga kawasan hutan tersebut.

Didalam wilayah KPHP Unit VII-Hulu Unit VII – Hulu terdapat lokasi yang

sedang diusulkan untuk review tata ruang seluas 3000 ha. Kondisinya sudah berupa

pemukiman masyarakat, kebun karet dan sawit masyarakat Kecamatan Cermin Nan

Gedang.

Dalam kawasan KPHP Unit VII-Hulu Unit VII-Hulu tidak ada peruntukan

kawasan untuk kegiatan-kegiatan non kehutanan baik perkebunan, transmigrasi

maupun pencadangan lahan untuk kegiatan lainnya yang dikeluarkan oleh Bupati

Sarolangun. Namun demikian, saat ini di kawasan KPHP Unit VII-Hulu telah ada

rencana pemanfaatan kawasan untuk konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) bagi

PT. Gading Karya Makmur dan PT. Hijau Arta Nusa yang prosesnya sudah pada

tahap SP 2 dan SP 1.

2.1.9 Pembagian BlokBerdasarkan pertimbangan berbagai kondisi yang ada maka tata hutan KPHP

Model Unit VII - Hulu dilakukan dengan membagi kawasan dalam blok-blok seperti

tersebut diatas. Sebaran luasan untuk masing-masing pemanfaatan kawasan hutan

disajikan pada Tabel 2.5.

2.2 Potensi Sumberdaya Hutan2.2.1 Penutupan Hutan

Berdasarkan hasil penafsiran penutupan lahan diperoleh hasil tutupan lahan di

KPHP Model Unit VII – Hulu masih memiliki areal berhutan seluas 49.452,83 ha

(43,82 %) dan non hutan seluas 63.727,64 ha (56,18 %). Lebih rinci tutupan lahan

dapat dilihat seperti pada tabel 2.6.

Page 27: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

14

Tabel .2.5. Luas Tata Hutan berdasarkan Fungsi Pemanfaatan Kawasan

No. Blok Tata Hutan Luas (ha)1 Hutan Lindung

1. HL Bukit Tinjau Limun

Blok Perlindungan Inti 38.582

Blok Perlindungan Berbasis Masyarakat 7.474

2. HL Bukit Hulu Landai Bukit Pale

Blok Perlindungan 6.226

Blok Perlindungan Berbasis Masyarakat 2.524

2 Hutan Produksi Terbatas

HPT. Bukit Lubuk Pekak

Blok Perlindungan 8.595

Blok Pemanfaatan Terbatas 13.249

Blok Pemberdayaan Masyarakat 953

3 Hutan Produksi

1. HP Batang Asai

Blok Pemanfaatan 11.506

Blok Pemanfaatan Terbatas 9.755

Blok Pemberdayaan Masyarakat 4.721

2. HP Sungai Kutur

Blok Pemanfaatan 12.253

Blok Pemanfaatan Terbatas 1.502

Blok Pemberdayaan Masyarakat 3.763

Luas Total 121.102

Tabel 2.6. Luas dan Persentase Tutupan Lahan di KPHP Model Unit VII-Hulu

No Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Hutan Primer 3575,80 2,86

2 Hutan Bekas Tebangan 92242,00 74

`3 Belukar Muda dan Semak 9605,10 7,76

4 Perkebunan/Perkebunan Campuran 2121,19 17

5 Tanah Terbuka 82,46 0,7

6 Pertanian Campuran 13583,44 11

7 Transmigrasi 47,10 0,04Sumber : Citra landsat tahun 2009

Page 28: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

15

Pada HP. Batang Asai, HP. Sungai Kutur dan HL Hulu Landai Bukit Pale,

vegetasi yang dominan adalah hutan bekas tebangan (74 %). Lahan yang berupa

pertanian campuran juga cukup tinggi di wilayah ini yaitu mencapai 11 %. Sementara

tutupan lahan berupa hutan primer hanya 2,86 %. Selanjutnya tutupan lahan lainnya

berupa kebun campuran, tanah terbuka dan semak belukar.

Dengan demikian diketahui bahwa hanya sebagian saja areal di dalam

kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu yang masih berhutan, itupun berupa hutan

bekas tebangan. Sebagian besar diantaranya telah berubah menjadi areal pertanian,

perkebunan dan pemukiman.

Keadaan hidrologi umumnya berpengaruh secara langsung terhadap sumber

daya lahan dan potensi yang dimiliki Kabupaten Sarolangun. Dimana wilayah

Kabupaten Sarolangun itu sendiri terbagi dalam 4 DAS yaitu DAS Batang Tembesi,

DAS Batang Asai, DAS Batang Limun, dan DAS Batang Air Hitam. KPHP Model Unit

VII-Hulu sendiri dialiri oleh DAS Batang Asai dan Das Batang Limun yang mana

didalam kawasan hutan tersebut terdapat sungai-sungai dan kanal-kanal yang

hampir semuanya dapat digunakan sebagai transportasi bagi perusahan maupun

masyarakat setempat.

Potensi non kayu yang terdapat di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi

Model Unit VII - Hulu di antaranya adalah Rotan, Karet , Madu, Damar, dan

Cempedak. Karet banyak terdapat di area kawasan Hutan Produksi Model Unit VII -

Hulu yang sudah dijadikan area perkebunan oleh masyarakat.

Potensi Jasa Lingkungan di sekitar wilayah KPHP Model Unit VII - Hulu

terdapat obyek wisata Goa Bukit Bulan yang terdapat di desa Bukit Bulan. Goa

tersebut bisa menjadi jalan setapak untuk warga menuju ke kawasan wilayah KPHP

Model Unit VII - Hulu. Potensi jasa lingkungan air sungai untuk wisata arung jeram,

lubuk larangan, air terjun seluro di Batang Asai, sumber mata air pemandian dewa di

Bukit Bulan yang dapat dikembangkan menjadi unit kelola usaha air minum dalam

kemasan.

Jenis satwa yang terdapat di wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi

Model Unit VII - Hulu meliputi Harimau Sumatra (Panthera tigris Sumatrea), Babi

(Sus scrofa), Ular, Burung Murai (Copsychus Malabaricus) dan berbagai jenis satwa

lainnya. Harimau Sumatra menjadi salah satu satwa langka yang dilindungi oleh

pemerintah.

Sedangkan potensi jenis tanaman berupa kayu adalah : Bulian/ Ulin

(Eusideroxylon zwagerii T.et.B), Ramin (Gonystylus bancanus), Jelutung (Dyera sp),

Page 29: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

16

Gaharu (Acquillaria sp), Meranti (Shorea spp.).Dari hasil inventarisasi, wilayah

Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model Unit VII - Hulu masih memiliki

keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan

potensinya, keadaan pohon/kayu yang ada di kawasan Hutan Produksi Model Unit

VII - Hulu cukup besar yaitu sebesar 29.834,309 m3. Dari hasil survei di lapangan,

diketahui bahwa area Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model Unit VII - Hulu

didominasi oleh tingkat pohon muda (pancang dan tiang). Jumlah pohon dewasa

semakin jarang dijumpai. Untuk tegakan hutan alam maupun tanaman sangat

berpotensi untuk pengembangan skema REDD.

2.3 Kondisi Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat2.3.1. Kondisi Sosial Ekonomi

Kabupaten Sarolangun merupakan kabupaten pemekaran yang mempunyai

sumber daya alam yang cukup besar seperti pertanian, perkebunan, kehutanan dan

pertambangan dan lain sebagainya.

Masyarakat kabupaten Sarolangun masih memegang teguh adat dalam

kehidupan sehari-hari, termasuk juga dalam hal peranan dalam pengelolaan sumber

daya hutan. Pada wilayah KPHP Unit VII-Hulu, yakni pada Kecamatan Limun

terdapat juga kawasan hutan adat Bukit Bulan seluas 1.430 Ha yang tersebar di 5

desa yaitu desa Berkun, Mersip, Meribung, Napal Melintang dan Lubuk Bedorong.

Pada umumnya masyarakat sekitar hutan memanfaatkan hasil hutan non kayu

dari wilayah KPHP VII juga dimanfaatkan oleh masyarakat setempat seperti halnya

rotan, Damar, Jernang,, gaharu dan lain sebagainya untuk pemenuhan kebutuhan

sehari-hari.

Sebagian besar penduduk di sekitar kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu

menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian dan perkebunan, dengan

menanam sayuran, buah – buahan, karet atau kelapa sawit. Biasanya lahan

perkebunan yang mereka punya adalah warisan turun temurun dari nenek moyang

mereka yang terkadang lahan yang mereka klaim berada di dalam kawasan hutan,

karena kebun mereka itu adalah warisan turun temurun dari nenek moyang mereka

yang sudah berpuluh-puluh tahun. Disinilah peran pemerintah untuk

mensosialisasikan batas kawasan hutan yang ada agar nantinya tidak menjadi

konflik yang berkepanjangan.

Page 30: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

17

Tabel 2.7. Jumlah Penduduk di wilayah KPHP Unit VII-Hulu

No. Kecamatan Luas JumlahPenduduk

Kepadatan

1. Batang Asai 858 16 036 19

2. Limun 799 15 343 19

3. Cermin Nan Gedang 320 10 858 34

4. Pelawan 330 28 138 85

Jumlah 2.307 70.375 39,25Sumber : BPS Kabupaten Sarolangun 2011

Selama ini proses transaksi jual beli yang terjadi antara masyarakat di daerah

sekitar kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu adalah adanya pedagang pengumpul

yang datang ke desa untuk membeli hasil panen masyarakat setempat atau dijual

pada pengumpul yang berada di desa itu sendiri. Umumnya hasil panen yang

dipasarkan adalah tanaman perkebunan dan buah-buahan, sebagian tanaman

pangan, palawija dan sayuran. Jika petani menjual ke pedagang pengumpul yang

datang ke desa maka penentuan harga jual sebagian besar ditentukan oleh

pedagang, mengingat biaya pemasaran ditanggung pedagang. Namun masyarakat

merasa senang karena ada pedagang pengumpul yang datang ke desa untuk

membeli hasil panen, sekalipun dengan harga yang rendah. Masyarakat di daerah

sekitar kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu berpikir bahwa mereka tidak perlu untuk

membawa hasil panen dari desa sampai ke pasar lagi karena ada yang

mempermudah transaksi jual beli, mengingat jarak ke pasar cukup jauh dan

kendaraan yang digunakan haruslah kendaraan double gardan karena akses jalan

yang tersedia masih berupa jalan tanah. Masyarakat akan ke pasar dengan hasil

panen mereka, apabila ada kebutuhan lain yang harus dibelanjakan.

2.3.2. Kondisi Sosial BudayaSebagian besar pendapatan ekonomi penduduk yang berada di sekitar

kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu adalah mata pencaharian dari sektor pertanian

berupa persawahan irigasi dan non irigasi, pertanian lahan kering dan perkebunan

khususnya kebun karet. Sebagian lagi dari penduduk bekerja dibidang perdagangan

dan pegawai negeri sipil.

Kecamatan dan DesaTerdapat 4 (empat) wilayah Kecamatan dan 9 (sembilan) wilayah Desa yang

berada didalam atau disekitar wilayah KPHP Model Limau, Kab. Sarolangun, masing

Page 31: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

18

–masing diantaranya adalah : Kec. Batang Asai, Kec. Limun dan Kec. Cermin Nan

Gedang, sedangkan Desa-Desanya adalah (Desa Muara Pemuat, Desa Raden

Anom, Desa Lubuk Bangkar, Desa Panca karya, Desa Lubuk Bedorong, Desa Napal

Melintang, Desa Sikamis, Desa Teluk Rendah dan Desa Kampung Tujuh).

KelembagaanKelembagaan yang ada pada tiap desa meliputi lembaga formal dan lembaga

informal. Lembaga formal yang ada pada tiap desa adalah Kepala Desa berserta

perangkatnya yang paling aktif dalam pengelolaan masyarakat desa, disamping itu

ada juga Badan Permusyawaratan Desa (BPD), tetapi belum aktif dalam pengelolaan

desa karena berbagai keterbatasan terutama belum jelasnya pembagian peran dan

tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas. Lembaga informasi yang cukup aktif

adalah Lembaga Adat yang diwakili oleh Ketua Adat pada setiap dusun, fungsi

utamanya terutama menyangkut penyelesaian persengketaan/perselisihan antar

warga sehari-hari serta menyangkut adat istiadat yang berkaitan dengan upacara

adat. Di samping itu ada PKK dan Karang Taruna yang aktifitasnya timbul

tenggelam serta organisasi olah raga dan kesenian.

2.4. Ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan2.4.1. Ijin Pemanfaatan Hutan

Di wilayah KPHP Unit VII-Hulu di Kabupaten Sarolangun terdapat areal Ex.

HPH PT. Bina Lestari seluas 32.680 yang telah habis masa berlakunya pada Tahun

1999. Sampai dengan saat ini areal eks HPH tersebut belum ada pengelolanya.

Namun demikian dari luas wilayah KPHP Unit VII-Hulu seluas 121.102 Ha telah

dialokasikan atas permohonan ijin usaha pemanfaatan hutan berupa ijin HTI PT.

Gading Karya Makmur dan PT. Hijau Antar Nusa seluas 32.680 Ha hingga saat ini

telah SP-1 atau masih dalam proses di Kementerian Kehutanan.

Pada umumnya kawasan hutan yang tidak ada pengelolanya sangat rawan

terhadap perambahan hutan dan tebangan liar serta kebakaran hutan karena

masyarakat beranggapan bahwa hutan dimaksud seolah-olah tidak ada pemiliknya,

sementara sosialiasasi dan pendekatan pemerintah baik pusat, propinsi dan

kabupaten sangat minim dan lemah ditingkat pengawasan.

Page 32: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

19

Gambar 2.1. Gambar Peta Pemanfaatan KPHP Unit VII-Hulu Unita Vii - Hulu

2.4.2. Ijin Penggunaan Kawasan Hutan/ Pinjam Pakai Kawasan HutanBerdasarkan analisis spasial data di tingkat provinsi, pada wilayah KPHP

Model Unit VII-Hulu terdapat penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan

pertambangan. Saat ini terdapat pertambangan yang arealnya masuk dalam

kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu, yaitu ijin pinjam pakai kawasan pada HL Hulu

Landai Bukit Pale untuk usaha pertambangan emas (PT. Aneka Tambang)

2.5. Kondisi KPHP Dalam Tata Ruang dan Pembangunan Daerah2.5.1. Perspektif Tata Ruang

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sarolangun ditetapkan

melalui Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2007 dengan masa berlaku 10 tahun

(2004-2014). Secara struktural, tata ruang wilayah Kabupaten Sarolangun dibagi

menjadi 3 (tiga) sub sistem yang disebut sebagai wilayah pengembangan, yaitu :

1. Sub Sistem I (Wilayah Pengembangan Sarolangun Bawah/Hilir)

Wilayah ini diarahkan bagi pengembangan perkebunan dan tanaman keras.

Wilayah pengembangan berada di bagian timur kabupaten, meliputi ; Kecamatan

Mandiangin, Air Hitam dan Pauh.

Page 33: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

20

2. Sub Sistem II (Wilayah Pengembangan Sarolangun Tengah)

Wilayah ini diarahkan bagi pengembangan perdagangan dan jasa. Wilayah

pengembangan berada di bagian tengah kabupaten, meliputi ; Kecamatan

Sarolangun, Pelawan, Singkut dan Bathin VIII.

3. Sub Sistem III (Wilayah Pengembangan Sarolangun Atas/Hulu)

Wilayah ini diarahkan sebagai wilayah lindung serta pengembangan bagi

pertanian tanaman pangan padi sawah. Wilayah pengembangan berada di

bagian Barat kabupaten, meliputi ; Kecamatan Batang Asai, Cermin Nan Gedang

dan Limun.

Berdasarkan Perda RTRW Kabupaten (Pasal 10), penataan ruang disusun

menurut strategi pemanfaatan ruang wilayah yang meliputi :

1. Arahan pemanfaatan kawasan lindung.

2. Arahan pengembangan kawasan budidaya.

3. Arahan pengembangan budidaya perkebunan.

4. Arahan pengembangan budidaya kehutanan.

5. Arahan pengembangan sektor pariwisata.

6. Arahan pengembangan kawasan pemukiman.

7. Arahan pengembangan sistem kota-kota.

8. Arahan pengembangan prasarana wilayah.

9. Arahan pengembangan kawasan prioritas.

Sesuai RTRW Kabupaten Sarolangun, pola penggunaan lahan (present land

use) dibagi menjadi 3, yaitu untuk hutan, perkebunan, pertanian dan pemukiman.

Penggunaan lahan yang paling dominan adalah untuk kebun campuran yaitu

299.667 ha dengan komoditi utama berupa tanaman karet dan kelapa sawit.

Tabel 2.8. Sebaran Kawasan Hutan Berdasarkan Fungsi di Kab. Sarolangun

Keterangan : CA: Cagar Alam ; HP : Hutan Produksi HPT : Hutan Produksi Terbatas ; HL :Hutan Lindung (Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan Tahun 2010)

No KecamatanKawasan Hutan

JumlahCA TN HL HP HPT

1 Sarolangun - - - 950 2.365 3.315

2 Pelawan

Singkut

- - - 6.735 - 6.735

3 Limun - - 21.065,00 37.345 - 58.4104 Batang Asai - - 33.220,00 6.122 23.393,24 62.735,44

5 Pauh - - - 18.778 15.743,00 43.331,00

6 Mandiangin 73,74 8.810 - 29.921 47.856,63 77.851,37Jumlah 73,74 8.810 54.285,20 99.851 89.357,87 252.377,81

Page 34: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

21

Upaya pengelolaan KPHP Model Unit VII-Hulu tetap mengacu pada rencana

tata ruang kabupaten dan provinsi. Karena KPHP Model Unit VII-Hulu berada di zona

hulu Kabupaten Sarolangun dan kawasannya berstatus sebagai hutan produksi dan

hutan lindung maka pola pemanfaatannya diarahkan sebagai kawasan perlindungan.

Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sarolangun, sebagian

kawasan di wilayah KPHP Model Unit VII-Hulu yang merupakan kawasan produksi

maka pola pemanfaatan diarahkan untuk pemanfaatan kawasan dalam hal produksi

baik kayu maupun non kayu.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jambi dan

RTRW Kabupaten Sarolangun, rencana pola ruang di sekitar wilayah KPHP Model

Unit VII-Hulu sebagian besar merupakan pertanian. Peruntukan pertanian ini

mencakup kebun campuran, kebun karet, kebun swasta sejenis dan sawah irigasi

teknis.

2.5.2. Perspektif Pembangunan DaerahKPHP Model Unit VII-Hulu berperan penting bagi pembangunan daerah.

Dalam sektor kehutanan KPHP Model Unit VII-Hulu diharapkan dapat menunjang

pembangunan jangka panjang Jambi melalui peningkatan pemanfaatan sumber daya

alam guna penyediaan sumberdaya pangan yang berkelanjutan.

Selain itu keberadaan KPHP Model Unit VII-Hulu juga diharapkan dapat

mendukung pembangunan jangka menengah Jambi (2011-2016) sebagai bagian dari

upaya (i) Membangun pertanian terutama pangan dan perkebunan berskala teknis

dan ekonomis dengan infrastruktur yang cukup dan penerapan teknologi tepat guna

dan (ii) Membangun industri pengolahan dan manufaktur yang berdaya saing global

dengan menciptakan nilai tambah potensial yang proporsional dengan memperkokoh

kemitraan hulu-hilir, serta industri kecil, menengah, dan besar.

Pada tahun 2007 kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB

Kab. Sarolangun menjadi 39,08% lebih tinggi dibanding sektor pertambangan yang

kontribusinya mencapai 34,06%. Dengan kontribusi terbesar ini menjadikan sektor

pertanian menjadi sektor utama penggerak perekonomian Kabupaten Sarolangun.

Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten

Sarolangun maka selama periode 2005-2025 diharapkan terjadi perubahan dan

peningkatan secara siginifikan sehingga dapat terwujud hal-hal sebagai berikut :

Terpeliharanya luasan lahan untuk kegiatan hutan produksi;

Page 35: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

22

Meningkatnya minat masyarakat untuk mengelola hasil-hasil hutan produksi dan

untuk hasil hutan produksi yang berkembang sudah memiliki nilai tambah yang

berarti;

Sistem pengelolaan hutan secara berkelanjutan sudah dilaksanakan dan semakin

tegasnya penegakan hukum terhadap penebangan liar (illegal logging) dan

penyelundupan kayu;

Semakin mudahnya mendapatkan benih kayu unggul melalui program pembibitan

benih kayu unggul terutama waktu produksi yang relatif lebih singkat;

Teknologi pengelolaan dan pemanfaatan hutan produksi semakin luas.

Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

Kabupaten Sarolangun maka dalam jangka 5 tahun (2011-2016) sektor kehutanan

diharapkan dapat mendukung pencapaian Misi Pengembangan Agropolitan. Misi ini

dapat tercapai apabila didukung pula dengan terwujudnya kelestarian sumber daya

hutan. Pencapaian ini dilakukan dengan revitalisasi pertanian melalui kegiatan

rehabilitasi lahan kritis, pemantapan kawasan hutan, dan peningkatan upaya

perlindungan hutan.

2.6. Pembangunan Kehutanan di Wilayah KPHPKegiatan-kegiatan yang telah dilakukan pada wilayah KPHP Model Unit VII-

Hulu baru sampai pada tahap persiapan atau prakondisi pembangunan KPHP.

Kegiatan pembangunan saat ini difokuskan pada penyusunan dokumen kebijakan,

survey dan identifikasi potensi, kondisi fisik dan permasalahan. Kegiatan ini

diharapkan dapat menggunakan anggaran APBD Kabupaten Sarolangun, APBD

Provinsi Jambi melalui Dinas Kehutanan, dan APBN melalui Unit Pelaksana Teknis

(UPT) Kementerian Kehutanan.

Sarana dan prasarana KPHP Model Unit VII-Hulu difasilitasi oleh UPT

Kementerian Kehutanan (Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XIII Pangkal

Pinang). Juga didukung oleh Dinas Kehutanan Provinsi dan UPT-UPT Kementerian

Kehutanan yang ada di Palembang sebagai upaya mendukung percepatan

beroperasinya KPHP Model Unit VII-Hulu.

2.7. Isu Strategis, Kendala, dan PermasalahanSebagian lahan pada HP Batang Asai dan HP Sungai Kutur serta HL Hulu

Landai bukit Pale telah berubah menjadi lokasi pemukiman masyarakat dan kebun.

Pada tahun 2005, berdasarkan hasil inventarisasi kawasan HP Batang Asai dan HP

Sungai Kutur oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sarolangun

Page 36: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

23

diperoleh hasil 25 % kawasan hutan telah berubah fungsi menjadi pemukiman,

perkebunan karet dan sawit, fasilitas umum dan persawahan.

Pokok permasalahan kawasan di KPHP Unit VII-Hulu di Kabupaten

Sarolangun adalah kebutuhan lahan yang disebabkan kurangnya lahan garapan dan

kebutuhan kayu untuk kehidupan masyarakat sehari-hari sehingga mengakibatkan

mendorong terjadinya praktek illegal logging dan perambahan hutan di hampir

seluruh kawasan hutan terutama yang sangat berdekatan dengan perkampungan

penduduk dan kebun garapan masyarakat.

Disamping itu perambahan dan perladangan oleh masyarakat, lebih

didorong oleh motif ekonomi dan penguasaan atas sumber daya lahan. Korelasi

permasalahaannya adalah kemiskinan masyarakat sekitar kawasan hutan. Hal ini

berhubungan dengan persoalan akses yang terbatas, terutama dalam hal

memperoleh sumber penghasilan. Disamping itu masih terdapat persoalan lain

seperti ketersediaan air, tata batas kawasan dan konflik horizontal pemanfaatan

kawasan.

Salah satu ketertinggalan fungsi produktifitas masyarakat mengakses

potensi sumber daya hutan adalah teknologi kehutanan yang masih tertinggal

dibanding sektor lain serta pelaksanaan pembangunan kehutanan yang bersifat

konvensional merupakan kendala dalam pengelolaan hutan.Isu strategis dan kendala serta permaslahan yang ada di KPHP Unit VII-Hulu

Sarolangun dikelompokkan ke dalam beberapa aspek, yaitu aspek ekologi, aspek

ekonomi, aspek sosial budaya dan aspek kelembagaan.

2.7.1. Aspek Ekologia. Belum tersedianya rencana pengelolaan yang mantap.

b. Belum adanya data/informasi secara detail mengenai kawasan hutan, yang meliputi

potensi hutan (kayu, non kayu, jasa lingkungan dan wisata alam), kondisi dan

permasalahan sosekbud masyarakat sekitar hutan.

c. Banyak kawasan hutan yang kondisinya kritis berupa (lahan terbuka, semak belukar

dan hutan sekunder dengan potensi rendah, sebagai akibat perambahan,

peladangan, dan penyerobotan kawasan hutan).

d. Adanya permasalahan tenurial di dalam kawasan, misalnya adanya perkebunan

kelapa sawit yang disinyalir berada di dalam kawasan KPHP Unit VII-Hulu

Sarolangun dan adanya pemukiman masyarakat di dalam kawasan. Permasalahan

ini menjadi salah satu isu penting dalam pengelolaan KPHP Unit VII-Hulu

Page 37: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

24

Sarolangun, karena kemantapan kawasan merupakan syarat bagi terjaminnya

pengelolaan hutan secara berkelanjutan.

e. Terjadnya gangguan keamanan hutan dalam bentuk perambahan, ilegal logging,

penguasaan lahan, perladangan dan lainnya.

2.7.2 Aspek EkonomiAspek ekonomi merupakan salah satu aspek yang penting untuk diperhitungkan

dalam pembangunan KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun. Kesejahteraan masayarakat sekitar

hutan secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi keamanan hutan.

Kemiskinan dapat menjadi pendorong kegiatan illegal di dalam kawasan hutan. Selain

itu, kebutuhan akan lahan untuk pembangunan non kehutanan yang semakin

meningkat untuk memenuhi kebutuhan hidup juga dapat mengancam keberadaan

hutan.

Permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun

meliputi :

a. Akses pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam guna memenuhi kebutuhan

masyarakat terhadap konsumsi jasa hutan belum dikembangkan secara optimal.

b. Belum dikembangkannya jenis-jenis tanaman yg bernilai ekonomis tinggi untuk

mendukung pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan kesejahteraannya dan

mendorong kemandirian pengelolaan KPH.

c. Belum dikembangkannya akses pasar hasil hutan, khususnya HHBK.

d. Rendahnya insentif dan bantuan modal dari pemerintah dan sektor swata untuk

mengembangkan usaha di bidang kehutanan.

e. Masih terbatasnya infrastruktur di wilayah KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun untuk

mendukung berkembangnya kegiatan ekonomi.

2.7.3 Aspek Sosial BudayaKeberhasilan pengelolaan hutan di tingkat tapak sangat dipengaruhi oleh kondisi

sosial budaya masyarakat di sekitarnya. Masyarakat di sekitar kawasan KPHP Unit VII-

Hulu Sarolangun mempunyai keterikatan yang tinggi terhadap sumberdaya hutan

didekatnya. Sejauh ini permasalahan yang dihadapi dalam aspek sosial budaya,

diantaranya :

a. Masyarakat sekitar hutan sebagian besar belum mengetahui keberadaan KPHP Unit

VII-Hulu Sarolangun di sekitar mereka.

b. Rendahnya pemahaman dan keperdulian masyarakat terhadap usaha-usaha

konservasi, perlindungan dan pemeliharaan kawasan hutan. Selama ini masyarakat

menganggap hutan hanyalah sebagai cadangan lahan baru untuk bertani dan

Page 38: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

25

berkebun, sumber kayu untuk bahan bangunan dan kayu bakar, pangan dan obat-

obatan.

c. Rendahnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam pengelolaan lahan

dikawasan hutan dan peningkatan nilai tambah hasil-hasil hutan, khususnya HHBK.

d. Belum diakuinya secara yuridis (formal) keberadaan masyarakat adat beserta nilai-

niai kearifan lokalnya, yang seharusnya menjadi bagian dalam kegiatan pengelolaan

kehutanan, termasuk belum dilibatkannya tokok-tokoh kunci dalam masyakat seperti

tokoh agama dan tokoh adat.

2.7.4 Aspek KelembagaanSalah satu ketidakberhasilan pengelolaan sumberdaya hutan di Indonesia

dikarenakan lemahnya kelembagaan pengelolaan di tingkat tapak. Permasalahan

lemahnya kelembagaan yang dihadapi oleh KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun, tidak hanya

berpusat pada organisasi KPHnya tetapi juga lemahnya kelembagaan di masyarakat

sekitar kawasan.

Permasalahan-permasalahan yang dihadapi, diantaranya :

a. Belum adanya sarana dan prasarana lengkap yang mendukung beroperasinya

kelembagaan KPH sampai tingkat lapangan, seperti halnya perlengkapan dan

peralatan kerja dan sarana prasarana lainnya.

b. Kelembagaan KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun berbentuk Unit Pelaksanaan

Teknis Daerah (UPTD) dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten

Sarolangun, sehingga secara otomatis mempunyai tugas dan fungsi pengurusan

hutan. Sedangkan berdasarkan PP no 6 tahun 2007, jo. PP 3 Tahun 2008 serta

Permenhut no P.6/Menhut-II/2010, menegaskan bahwa KPH mempunyai tugas

dan fungsi sebagai pengelola (pemangku) kawasan hutan. Konsekuensinya

adalah arah kebijakan yang dijalankan dalam lingkup pengurusan hutan, serta

system penganggarannya belum mandiri karena bergantung pada bidang-bidang

Dinas Kehutanan Kabupaten Unit VII-Hulu Sarolangun.

c. Struktur organisasi belum mencerminkan organisasi pengelolaan hutan sampai

tingkat tapak. Karena dalam struktur organisasi tersebut belum ada bagian/ resort

pengelolaan hutan dilapangan.

d. Jumlah personil KPH masih terbatas

e. Masih rendahnya kapasitas SDM yang ada dalam pengelolaan hutan.

f. Belum terbangunnya sistem data dan informasi SDH kawasan.

Page 39: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

26

g. Keterbatasan tata hubungan kerja, karena tata hubungan kerja sebagai UPTD

harus dilakukan melalui dinas kehutanan terkait, sehingga kurang sesuai dengan

tugas dan sifat pekerjaan KPH yang menuntut akselerasi kerja dan meningkatkan

intensitas kerjasama dengan lembaga lain.

h. Rendahnya kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan

sehingga berpengaruh terhadap perekrutan masyarakat sebagai tenaga lapangan

dalam pengelolaan hutan di kawasan KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun.

i. Belum kuatnya kelembagaan ekonomi masyarakat sekitar hutan dalam rangka

menopang perekonomian masyarakat.Merujuk kepada berbagai permasalahan yang telah diulas diatas maka yang

menjadi isu strategis bagi KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun untuk segera ditindaklanjuti,

antara lain :

a. Belum ada rencana pengelolaan hutan yang mantap

b. Adanya pengelolaan sebagian kawasan hutan di wilayah KPHP Unit VII-Hulu

Sarolangun yang tidak sesuai dengan fungsi hutan, yaitu untuk perkebunan

kelapa sawit.

c. Masih banyaknya lahan kritis

d. Kondisi masyarakat di lingkar kawasan hutan yang masih miskin.

e. Persepsi masyarakat sekitar hutan yang memandang hutan hanya dari fungsi

ekonomis, belum memahami fungsi ekologis dari hutan.

Page 40: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

27

BAB. IIIVISI DAN MISI

Merujuk pada arahan strategi dan kebijakan pengelolaan KPHP maka dapat

diterjemahkan lebih lanjut dalam bentuk visi dan misi pengelolaan KPHP Model

Limau Unit VII-Hulu . Visi merupakan cara pandang dalam pengelolaan KPHP Model

Limau Unit VII-Hulu dalam mencapai tujuan yang mendekati idealnya. Pencapaian

visi dilakukan dengan menjalankan misi yang telah disusun.

3.1. Visi Pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-HuluVisi pembangunan jangka panjang Jambi (2008-2025) adalah menjadikan

Provinsi Jambi Unggul dan Terdepan di Luar Jawa pada tahun 2025. Visi

pembangunan jangka menengah Jambi (2011-2016) adalah menjadikan Provinsi

Jambi Sejahtera dan Terdepan Bersama Masyarakat Cerdas yang Berbudaya pada

tahun 2013. Visi sektor kehutanan Provinsi Jambi (2011-2016) adalah menjadikan

hutan di Provinsi Jambi sebagai penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran

rakyat (Tabel 4.1).

Visi Pembangunan Provinsi Jambi Tahun 2005-2025 adalah : Jambi EMAS

(Ekonomi Maju, Aman, Adil dan Sejahtera). Untuk mewujudkan visi pembangunan

tersebut ditempuh melalui 5 (lima) misi pembangunan Provinsi Jambi sebagai

berikut:

1. Meningkatkan Kualitas dan Ketersediaan Infrastruktur Pelayanan Umum.

2. Meningkatkan Kualitas Pendidikan, Kesehatan, Kehidupan Beragama dan

Berbudaya.

3. Meningkatkan Perekonomian Daerah dan Pendapatan Masyarakat berbasis

Agribisnis dan Agroindustri.

4. Meningkatkan Pengelolaan Sumberdaya Alam yang Optimal dan Berwawasan

Lingkungan.

5. Meningkatkan Tata Pemerintahan yang baik, Jaminan Kepastian dan

Perlindungan Hukum serta Kesetaraan Gender.

Perwujudan visi dan misi Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Jambi

dilaksanakan secara bertahap dengan skala prioritas tertentu yang akan menjadi

agenda dalam Rencana Pembangunan Jangka Manengah (RPJM) Daerah dan

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Tahapan dan skala prioritas yang

ditetapkan mencerminkan urgensi permasalahan pokok yang hendak diselesaikan

tanpa mengabaikan permasalahan lainnya. Oleh karenanya, tekanan skala prioritas

Page 41: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

28

dalam setiap tahapan berbeda-beda, namun semua urgensi saling terkait secara

utuh dan bersifat berkesinambungan dari tahapan ke tahapan berikutnya dalam

rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan Jambi 2025 .

Prioritas pembangunan bidang sumberdaya alam (hutan) dan lingkungan

hidup pada tahap ini adalah meningkatkan daya dukung lingkungan, guna

percepatan pembangunan untuk menuju visi misi pembangunan Jambi 20 tahun.

Peningkatan daya dukung lingkungan ini dilakukan melalui:

1. Perbaikan kepranataan, penataan ruang yang mampu mengarahkan pergerakan

orang dan barang, antisipasi pertumbuhan wilayah, khususnya kawasan

perkotaan, sinkronisasi rencana tata ruang wilayah Provinsi dengan

kabupaten/kota, pengelolaan sumber daya alam (hutan) dan pelestarian fungsi

lingkungan ke arah yang lebih baik.

2. Selain itu, perlu dilakukan peningkatan pendidikan lingkungan di sekolah,

pengembangan sistem informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup,

penyusunan peraturan lingkungan yang memadai, serta berjalannya upaya

penegakan hukum lingkungan.

Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Sarolangun

Periode 2011 - 2016, adalah suatu kondisi yang akan dicapai Kabupaten Sarolangun

lima tahun ke depan. Memperhatikan potensi, kondisi, permasalahan, tantangan dan

peluang serta mempertimbangkan berbagai isu yang ada, maka visi Kabupaten

Sarolangun yang akan diwujudkan pada tahapan kedua RPJP Daerah Kabupaten

Sarolangun (Tahun 2011 – 2016) adalah : “ Sarolangun Lebih Maju dan Sejahtera “

Agar Visi RPJMD Kabupaten Sarolangun Tahun 2011 – 2016 tersebut dapat

diwujudkan, maka ditetapkan 5 (lima) misi sebagai berikut :

1. Meningkatkan Infrastruktur Pelayanan Umum

2. Meningkatkan Perekonomian Masyarakat dan Daerah

3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia

4. Meningkatkan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik

5. Meningkatkan Tata Kehidupan Masyarakat Yang Agamis, Berbudaya dan

Harmonis.

Sedangkan Visi Kehutanan Kabupaten Sarolangun (2011-2015) adalah

“Terwujudnya kelestarian fungsi kebun dan hutan sebagai penyangga kehidupan,

memperkuat ekonomi kerakyatan serta meningkatkan kesejahteraan yang

berkeadilan”.

Page 42: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

29

Misi yang akan diemban oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten

Sarolangun sebagai berikut :

1. Mengoptimalkan fungsi dan pemanfaatan hutan.

2. Meningkatkan usaha ekonomi masyarakat dalam bidang kehutanan dan

perkebunan.

3. Meningkatkan kelancaran tugas aparatur.

Mendasari visi kehutanan provinsi dan kabupaten maka visi KPHP Model

Limau Unit VII-Hulu adalah “ Hutan Lestari KPHP Mandiri ”Pengelolaan hutan lestari dapat diartikan dalam hal sebagai berikut :

1. Lestari secara ekonomi berarti akan dapat memberikan kontribusi bagi

pendapatan daerah dan nasional serta mampu meningkatkan pendapatan

masyarakat sekitar KPHP Model Limau Unit VII-Hulu Lestari.

2. Lestari secara sosial, berarti mampu memberikan dan menyediakan serta

menyerap tenaga kerja terutama tenaga kerja lokal sehingga dapat mengurangi

pengangguran dan kemiskinan.

3. Lestari secara lingkungan berarti tetap terjaganya fungsi-fungsi utama dan alami

dari hutan di KPHP Model Limau Unit VII-Hulu sehingga dapat memberikan

manfaat berupa jasa lingkungan yang berkelanjutan dan memberikan

kenyamanan bagi masyarakat luas.

3.2. Misi Pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-HuluAgar dapat mencapai visi yang telah ditetapkan maka perlu ditetapkan misi

pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu . Misi ini merupakan pengejawantahan

dari visi yang ingin diraih pada masa mendatang. Misi yang disusun dapat menjadi

arahan bagi penentuan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai.

Untuk dapat mewujudkan visi tersebut di atas, maka misi pengelolaan KPHP

Model Limau Unit VII-Hulu adalah:

1. Mendukung peningkatan kontribusi pemanfaatan dan penggunaan kawasan

hutan terhadap kesejahteraan masyarakat dan perekonomian daerah.

2. Menjamin kelestarian fungsi ekologis hutan sekaligus sebagai zona lindung dan

penyangga wilayah bawah Kabupaten Sarolangun.

3. Membangun kelembagaan pengelolaan kawasan hutan berbasis bisnis yang

kokoh dan kuat.

4. Meningkatkan peluang partisipasi para pihak terutama masyarakat setempat

dalam mengakses sumber daya hutan dalam berbagai skema pengelolaan.

Page 43: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

30

5. Mempertahankan nilai-nilai adat sebagai warisan dalam upaya mempertahankan

dan melestarikan hutan.

6. Menjadikan kawasan KPHP sebagai salah satu sentra research (penelitian)

ekosistem hutan tropis di Provinsi Jambi.

Misi pembangunan jangka panjang Jambi (2008-2025) yang terkait dengan

pembangunan dunia kehutanan adalah meningkatkan pemanfaatan sumber daya

alam guna penyediaan sumberdaya energi dan pangan yang berkelanjutan.

Beberapa misi pembangunan jangka menengah Jambi (2011-2016) yang terkait

dengan pembangunan sektor kehutanan adalah membangun pertanian terutama

pangan dan perkebunan berskala teknis dan ekonomis dengan infrastruktur yang

cukup dan penerapan teknologi tepat guna dan membangun industri pengolahan dan

manufaktur yang berdaya saing global dengan menciptakan nilai tambah potensial

yang proporsional dengan memperkokoh kemitraan hulu-hilir, serta industri kecil,

menengah, dan besar.

Misi utama sektor kehutanan Provinsi Jambi (2011-2016) yang terkait dengan

pengelolaan hutan adalah tercapainya produktifitas dan peningkatan kualitas

pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan konservasi sumber daya hutan dan lahan

yang berkelanjutan dan mendayagunakan sumber daya hutan secara optimal, adil

dan bertanggung jawab dengan melibatkan peran aktif masyarakat untuk

mewujudkan Jambi sebagai lumbung kayu nasional.

Misi utama pembangunan jangka panjang Sarolangun (2005-2025) yang

terkait dengan bidang kehutanan adalah mewujudkan Kabupaten Sarolangun yang

asri dan lestari. Adapun misi utama pembangunan jangka menengah Sarolangun

(2011-2016) yang berhubungan dengan bidang kehutanan adalah pengembangan

agropolitan. Sedangkan misi sektor kehutanan Kabupaten Sarolangun (2011-2016)

yang utama adalah mewujudkan pemantapan kawasan dan pemanfaatan sumber

daya hutan dan lahan dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.

3.3. Capaian tujuan utama yang diharapkanDari visi dan misi KPHP Limau Unit VII - Hulu yang telah dirumuskan di atas,

maka capaian-capaian tujuan utama yang diharapkan terpenuhi selama kurun waktu

10 tahun (2014 – 2023) adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan upaya pengelolaan kawasan hutan yang mampu berkontribusi

terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian daerah.

Page 44: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

31

2. Terlaksananya upaya-upaya pemantapan status dan fungsi kawasan hutan yang

dilaksanakan secara berkesinambungan.

3. Tertatanya wilayah kelola KPHP Limau Unit VII - Hulu ke dalam blok-blok dan

petak-petak berdasarkan data dan informasi yang detail di lapangan.

4. Terselenggaranya fungsi penggunaan kawasan hutan melalui pembinaan,

pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggara ijin penggunaan kawasan

KPHP Limau Unit VII - Hulu.

5. Terlaksananya upaya-upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan.

6. Terselenggaranya fungsi rehabilitasi, reklamasi, dan perlindungan hutan.

7. Tersedianya data informasi peluang investasi pengembangan kehutanan di

wilayah KPHP Limau Unit VII - Hulu

8. Terwujudnya kelola bisnis pada wilayah tertentu dengan penanaman agroforestry

terpadu yang mampu mendanai KPH secara mandiri.

9. Menjadi bagian dari fungsi research perhitungan, pelaporan, dan verifikasi dalam

rangka upaya penurunan emisi karbon.

Page 45: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

32

BAB IVANALISIS DAN PROYEKSI

4.1. Analisa data dan Informasi4.1.1. Pembangunan Kehutanan.

Program-program kegiatan kehutanan yang telah dilaksanakan di wilayah

KPHP Unit VII-Hulu hingga Tahun 2013 ini adalah kegiatan berupa Pengelolaan

Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) seperti Hutan Adat, Hutan Desa, Sumber

Pengembangan Benih Gaharu, Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL), Hutan

Kemasyarakatan (HKm), Tumpangsari, Pengembangan obyek wisata alam,

tanaman bawah tegakan, budidaya lebah madu, damar mata kucing, rotan, dan lain-

lain.

Pada wilayah KPHP Unit VII – Hulu terdapat dua konsesi ijin di hutan produksi

berupa ijin usaha pengusahaan hutan kayu hutan tanaman (IUPHHK-HTI) yaitu PT.

Gading Karya Makmur (SP 1) dan PT. Hijau Antar Nusa (SP 2). Sementara pada

kawasan hutan lindung telah ada konsesi ijin pinjam pakai kawasan untuk kegiatan

penambangan emas oleh PT. Aneka Tambang (tahap eksplorasi).

Dengan rencana pengelolaan tesebut, seluruh program ini diharapkan akan

memberikan dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan dengan

mengintegrasikan program rehabilitasi kebutuhan ekonomi masyarakat sekitar

kawasan hutan.

4.1.2. PotensiPotensi sumber daya tumbuhan non kayu yang terdapat di Kesatuan

Pengelolaan Hutan Produksi Model Unit VII - Hulu di antaranya adalah Rotan, Karet ,

madu, Damar, dan cempedak. Karet banyak terdapat di area kawasan Hutan

Produksi Model Unit VII - Hulu yang sudah dijadikan area perkebunan oleh

masyarakat.

Di sekitar wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model Unit VII - Hulu

terdapat obyek wisata Goa Bukit Bulan yang terdapat di desa Bukit Bulan. Goa

tersebut bisa menjadi jalan setapak untuk warga menuju ke kawasan wilayah KPHP

Model Unit VII - Hulu. Potensi jasa lingkungan air sungai untuk wisata arung jeram,

lubuk larangan, air terjun seluro di Batang Asai, sumber mata air pemandian dewa di

Bukit Bulan yang dapat dikembangkan menjadi unit kelola usaha air minum dalam

kemasan.

Page 46: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

33

Jenis satwa yang terdapat di wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi

Model Unit VII - Hulu meliputi Harimau Sumatra (Panthera tigris Sumatrea), Babi

(Sus scrofa), Ular, Burung Murai (Copsychus Malabaricus) dan berbagai jenis satwa

lainnya. Harimau Sumatra menjadi salah satu satwa langka yang dilindungi oleh

pemerintah.

Sedangkan potensi jenis tanaman berupa kayu adalah : Bulian/ Ulin

(Eusideroxylon zwagerii T.et.B), Ramin (Gonystylus bancanus), Jelutung (Dyera sp),

Gaharu (Acquillaria sp), Meranti (Shorea spp.).Dari hasil inventarisasi, wilayah

Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model Unit VII - Hulu masih memiliki

keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan

potensinya, keadaan pohon/kayu yang ada di kawasan Hutan Produksi Model Unit

VII - Hulu cukup besar yaitu sebesar 298.343,309 m3. Dari hasil survei di lapangan,

diketahui bahwa area Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model Unit VII - Hulu

didominasi oleh tingkat pohon muda (pancang dan tiang). Jumlah pohon dewasa

semakin jarang dijumpai. Untuk tegakan hutan alam maupun tanaman sangat

berpotensi untuk pengembangan skema REDD.

4.1.3. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya.Kondisi masyarakat yang berada disekitar wilayah KPHP Unit VII-Hulu sangat

tergantung pada kondisi hutan yang ada terutama yang berkaitan dengan fungsinnya

sebagai daerah tangkapan air sumber air untuk kebutuhan rumah tangga maupun

untuk kegiatan produksi pertanian pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan.

Hutan wilayah hulu juga menyediakan sumber energi (kayu bakar) bagi sebagian

penduduk. Potensi pengembangan pariwisata diwilayah KPHP Unit VII-Hulu

diharapkan dapat memperluas kesempatan kerja dan usaha masyarakat sekitar

hutan.

Masyarakat di wilayah KPHP Model Unit VII – Hulu masih menjaga dan

melestarikan nilai-nilai marga budaya lokal/ adat istiadat warisan nenek moyang. Hal

tersebut tercermin dengan adanya kearifan lokal 5 (lima) marga yaitu Marga Bukit

Bulan, Marga Cermin Nan Gedang, Marga Batang Asai, Marga Bathin Pengambang

dan Marga Sungai Pinang.

4.1.4. Dasar Pembagian KPHP Unit VII-HuluPembagian wilayah KPH didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan utama sebagai

dasar analisis yaitu : (1) kewilayahan/ekosistim secara spasial, (2) kajian pembagian

Page 47: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

34

kewenangan, serta (3) kemampuan dalam pengelolaan hutan.

Pendekatan ekosistem dilakukan dengan mengembangkan indikator Daerah

Aliran Sungai (DAS) seperti menyangkut pengaturan tata air, penetapan wilayah hulu

sungai sebagai cathment area dan wilayah hilir sebagai wilayah layanan, serta status

fungsi hutan. Secara fisik kawasan tersebut akan dibatasi oleh kondisi topografis

berupa dataran tinggi, puncak bukit dan gigir-gigir gunung. Kajian dilakukan dengan

mempertimbangkan alur sungai, topografi dan fisiografi suatu kawasan mengingat

pengaruhnya terhadap wilayah sungai, terutama menyangkut penyimpanan,

penampungan dan distribusi air dalam suatu wilayah.

Pendekatan pembagian kewenangan secara spasial diwujudkan dalam batas-

batas kabupaten serta jenis kewenangan yang diserahkan. Perwujudan dari jenis

kewenangan tersebut adalah status dan fungsi kawasan hutan dimana kawasan

dengan fungsi konservasi merupakan kewenangan pemerintah pusat yang

pengelolaannya dilakukan institusi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen

Kehutanan.

Pendekatan kemampuan dalam pengelolaan hutan dilakukan dengan

menggunakan indikator span of control , aksesibilitas serta kesatuan wilayah.

Kemampuan pengelolaan tersebut akan mencerminkan efektivitas dan efisiensi

sertas aspek kelestarian sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 6 Tahun 2007. Aksesibilitas akan dicerminkan oleh kemudahan dalam

mencapai lokasi karena ketersediaan sarana dan prasarana transportasi atau karena

jarak lokasi dengan orbitasi. Kawasan hutan pada wilayah kelola KPHP Unit VII-Hulu

merupakan kawasan hutan yang kompak dengan aksesibilitas tinggi karena sudah

tersedia sarana dan prasarana transportasi berupa jalan aspal dan jalan sirtu, serta

sudah tersedia angkutan umum.

Penetapan wilayah KPHP Unit VII-Hulu didasarkan pada pertimbangan

ekosistem, melalui kajian wilayah DAS yaitu termasuk dalam wilayah DAS dengan

kawasan hutan yang didalamnya merupakan daerah tangkapan air yang sangat vital.

Sebagai sebuah kesatuan ekosistem, KPHP Unit VII-Hulu perlu dikelola secara

tersendiri, karena kebutuhan masyarakat akan air, baik untuk irigasi maupun air

bersih yang disuplay terutama dari areal KPHP Unit VII-Hulu. Keberadaan

masyarakat yang masih sangat mengandalkan air sungai, akan memberi pengaruh

langsung terhadap aktivitas pertanian dan pendapatan masyarakat karena secara

umum masyarakat sekitar masih bertumpu pada sektor pertanian tradisional.

Page 48: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

35

4.1.5. ManfaatManfaat yang dapat diperoleh dari Rencana Pengelolaan KPHP Unit VII-Hulu

antara lain meliputi :

1. Pemerintah Pusat (Kementerian Kehutanan), akan bermanfaat sebagai bahan

penentuan arah kebijakan, perencanaan program dan anggaran, bahan

pengendalian, monitoring dan evaluasi.

2. Pemerintah Provinsi Jambi, akan bermanfaat sebagai bahan perencanaan yang

bersifat mikro, perencanaan anggaran serta penyusunan tahapan kegiatan dan

sasaran pada setiap kawasan wilayah kelola KPHP di Wilayah Propinsi Jambi.

3. Pemerintah Kabupaten, akan bermanfaat bagi penyesuaian perencanaan yang

lebih detail, perhitungan sharing anggaran APBD Kabupaten, penentuan sasaran

dan kegiatan yang lebih tepat,

4. Masyarakat, akan bermanfaat sebagai bahan acuan dan landasan dalam

pelaksanaan kegiatan pemanfaatan, dorongan dalam partisipasi masyarakat

meliputi kegiatan pemeliharaan, pengamanan maupun rehabilitasi.

4.2. Proyeksi Kondisi Wilayah4.2.1. Proyeksi Rencana Kelola KPHP Unit VII-Hulu

Rencana pengelolaan KPHP Unit VII-Hulu dilakukan dengan melalui model

kelola sebagai berikut :

1. Kelola Kawasan.Kawasan hutan yang berada diwilayah KPHP Unit VII-Hulu akan terus

dipertahankan luas, batas-batas, peruntukan dan status kawasan secara fisik di

lapangan maupun secara yuridis untuk menjamin azas kelestarian hutan serta

kepastian pengelolaan. Batas wilayah kelola dan batas fungsi hutan akan

dipertahankan dengan melakukan pengawasan dan patroli rutin sehingga setiap

perubahan yang terjadi dapat diketahui lebih dini, melakukan rekonstruksi batas luar

dan batas fungsi untuk memperjelas batas dan memulihkan kondisi dan kedudukan

pal batas, serta melakukan penataan dalam bentuk blok-blok atau petak sebagai

bagian administrasi kawasan hutan yang bermanfaat dalam pengelolaan lebih lanjut.

a. Pengawasan batas wilayah.

Kegiatan ini bertujuan untuk monitoring kondisi kawasan dan batas hutan

sehingga setiap perubahan yang terjadi dapat diketahui lebih awal untuk

memperoleh penanganan lebih lanjut. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi patroli

Page 49: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

36

rutin batas kawasan hutan, orientasi kawasan hutan serta rekomendasi kebijakan

dalam rangka penanganan peubahan kondisi.

b. Pemeliharaan dan rekonstruksi batas.

Batas-batas wilayah kelola serta batas luar dan batas fungsi kawasan hutan akan

dipelihara dan dilakukan rekonstruksi dengan tujuan memperjelas batas serta

menegaskan batas sesuai dengan kedudukan semula. Rekonstruksi batas

dilakukan dengan mengembalikan pal batas pada kedudukan semula sesuai

dengan hasil tata batas.

Pelaksanaan pemeliharaan batas dan rekonstruksi batas tesebut didasarkan

pada hasil pengawasan lapangan sehingga dapat diketahui secara tepat

pelaksanaan kegiatan menyangkut lokasi, panjang batas serta jumlah dan kondisi

pal batas. Rekonstruksi batas akan dilakukan dengan memulihkan kedudukan

dan posisi pal batas sesuai dengan hasil tata batas dengan didasarkan pada data

ukur lapangan.

c. Penataan Kawasan

Penataan kawasan dimaksudkan untuk mengatur arah peruntukan kawasan

hutan dengan membagi blok-blok kawasan. Penataan dilakukan dengan

memasang patok batas masing-masing blok sesuai dengan rencana

pengembangan kawasan hutan pada wilayah kelola KPH. Penataan blok

tanaman diupayakan dengan luas 100 Ha, sebagai bagian dari administrasi

pengelolaan hutan luar jawa.

Pengelolaan kawasan akan mengarah pada upaya pengamanan kawasan

terhadap berbagai gangguan keamanan hutan serta penggunaan kawasan sesuai

dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Secara normatif, setiap

penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan akan dipandang

sebagai illegal dan perlu dicegah. Oleh karenanya, penggunaan kawasan hutan

harus didasarkan pada perizinan oleh pihak yang berwenang.

2. Kelola Produksi.Pengelolaan usaha dalam KPHP Unit VII-Hulu didasarkan pada potensi yang

tersedia dalam kawasan serta status fungsi hutan yang menjadi wilayah KPH. Status

fungsi hutan yang bermacam-macam akan menyebabkan pengelolaan dapat

dilakukan untuk tujuan yang berlainan, namun kesesuaian fungsi hutan tersebut

dijalankan secara simultan.

Page 50: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

37

Hutan produksi akan dikembangkan untuk produksi hasil hutan kayu dan non

kayu dengan memperhitungkan kemampuan produksi lestari. Untuk itu, penentuan

kelas perusahaan dan luas kawasan yang dikelola akan menentukan tingkat

ekonomis usaha yang ditetapkan. Kondisi dan potensi sumber daya hutan, akan

menentukan berbagai kegiatan yang perlu dilakukan. Potensi hutan produksi yang

rendah akan ditingkatkan melalui program rehabilitasi hutan dengan jenis tanaman

unggulan yang sesuai dengan kelas perusahaan.

Pada kawasan hutan lindung, kegiatan pengelolaan yang perlu dilakukan

adalah pengembangan potensi hutan menuju fungsi perlindungan bagi daerah

sekitarnya meliputi pengaturan tata air dan konservasi tanah. Rehabilitasi akan terus

dilakukan pada kawasan hutan lindung yang rusak serta menjaga konservasi tanah

untuk pengendalian bencana longsor dan erosi. Kegiatan yang akan dikembangkan

berupa vegetatif seperti penanaman jenis tanaman yang mampu memberi fungsi tata

air dan konservasi tanah (beringin, goak, legum, dll). Hasil penanaman akan terus

dipelihara melalui kegiatan perawatan tanaman, penyulaman, pendangiran,

pembersihan (piringan), dan penjarangan.

Upaya pemanenan pada kawasan hutan produksi dilakukan dengan

memperhitungkan etat luas yaitu luas kawasan hutan (produksi) yang dikelola dibagi

umur daur, agar diperoleh produksi yang lestari. Hasil panen akan dipasarkan

melalui mekanisme pelelangan secara adil untuk memperoleh harga pasar yang

wajar dan menguntungkan. Keuntungan yang diperoleh merupakan pendapatan KPH

yang diperuntukan bagi pembiayaan operasional kegiatan dan pembangunan KPH.

Kelola usaha dilakukan dengan mempertimbangkan status fungsi dan potensi

sumber daya hutan yang tersedia, sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Nomor

6 Tahun 2007 dan peraturan perundangan lainnya yaitu :

a. Kawasan hutan produksi diperuntukan bagi produksi hasil hutan kayu melalui

mekanisme Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dan hasil hutan

non kayu melalui mekanisme Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu

(IUPHHBK).

b. IUPHHK dapat dilakukan dengan membangun sumber daya hutan melalui

penanaman pada kawasan hutan produksi (tetap dan terbatas) yang dalam

kondisi rusak dengan jenis tanaman kayu-kayuan. Pemanfaatan secara langsung

dapat dilakukan pada kawasan hutan produksi yang produktif dengan tetap

mewajibkan rehabilitasi kawasan hutan eks penebangan serta menjamin

keberhasilan tanaman.

Page 51: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

38

c. Pemanfaatan jasa lingkungan pada kawasan hutan produksi dapat dilakukan

melalui mekanisme Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL) yang

mengembangkan potensi jasa lingkungan sebagai usaha ekonomi yang

berwawasan lingkungan.

d. Kawasan hutan lindung diperuntukan bagi perlindungan dan pengaturan tata air

serta konservasi tanah. Kegiatan usaha ekonomi akan dibatasi sepanjang tidak

mengganggu fungsi dari kawasan hutan lindung yang telah ditetapkan. Usaha

yang dapat dikembangkan antara lain IUPJL, penanaman rehabilitasi hutan, dan

IUPHHBK.

e. Kawasan konservasi akan sangat dibatasi sesuai dengan fungsi utamanya serta

mengembangkan manfaat ekonomi dan ekologi secara bersamaan.

Pengembangan IUPJL dapat dilakukan pada kawasan dengan status fungsi

sebagai Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Buru dan Taman Wisata

Laut. Pada kawasan konservasi dengan fungsi Cagar Alam dan Suaka

Margasatwa tidak diperkenankan adanya kegiatan usaha ekonomi karena

merupakan tipe perwakilan ekosistem khas dan habitat alami flora dan fauna.

f. Pola pengembangan usaha dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat

secara aktif dalam bentuk peserta tumpang sari, maupun partisipasi dalam

keswadayaan untuk kegiatan rehabilitasi hutan terutama karena kesadaran

masyarakat.

3. Kelola Kelembagaan.Kelembagaan KPH yang disusun, dapat dalam bentuk Unit Pelaksana Teknis

Daerah (UPTD) atau pengembangan fungsi dari institusi Dinas Perkebunan dan

Kehutanan Kabupaten Sarolangun. Pembentukan institusi tersebut dilakukan melalui

Peraturan Bupati dan Peraturan Daerah sebagai dasar pembentukan organisasi

KPH.

Untuk mendukung keberlanjutan organisasi KPH, maka harus dapat diperoleh

pendapatan melalui produksi barang dan jasa yang memperhitungkan aspek

kelestarian. Pendapatan yang diperoleh akan digunakan untuk kegiatan lebih lanjut

sehingga organisasi KPH dapat berlangsung secara kontinyu. Oleh karena itu,

organisasi KPH mempunyai urgensi yang tinggi dituntut untuk mampu mandiri, baik

dalam pelaksanaan kegiatan (bebas dari tekanan) maupun dari sisi pembiayaan.

Page 52: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

39

BAB VRENCANA KEGIATAN

5.1. Inventarisasi dan Penataan Hutan BerkalaPemantapan kawasan hutan secara yuridis dan de facto sangat diperlukan

dalam pengelolaan kawasan hutan. Sebagian kawasan hutan di KPHP Model Unit

VII-Hulu telah dilakukan tata batas, namun perlu rekonstruksi maupun pemeliharaan

batas kawasan.

Kegiatan inventarisasi secara berkala diarahkan untuk hal-hal sebagai berikut:

a. Inventarisasi potensi kayu

b. Inventarisasi potensi hasil hutan non kayu

c. Inventarisasi satwa

d. Inventarisasi potensi jasa lingkungan

e. Inventarisasi kondisi sosial ekonomi masyarakat

Dalam periode lima tahunan dan atau kurun waktu tertentu sesuai kebutuhan

dilakukan inventarisasi hutan di wilayah yang belum dibebani ijin. Untuk wilayah yang

telah dibebani ijin, pengelola akan mencari data sekunder dari inventarisasi hutan

yang dilakukan oleh pemegang ijin. Inventarisasi terdiri dari aspek biogeofisik dan

sosekbud. Inventarisasi dilakukan pada tahun ke 4 dan tahun ke delapan. Data dari

hasil inventarisasi tersebut menjadi dasar bagi penyusunan rencana pengelolaan

jangka panjang periode berikutnya.

Inventarisasi biogeofisik meliputi:

1. Inventarisasi tumbuhan dengan tujuan: a) menaksir potensi hasil hutan kayu

(jenis, diameter dan jumlah pohon), menaksir potensi hasil hutan non kayu (rotan,

bambu, getah, dsb), mencatat keberadaan dan kelimpahan jenis tumbuhan

dilindungi,

2. Inventarisasi satwa dengan tujuan: menaksir populasi satwa, khususnya satwa

yang dilindungi

Berdasarkan inventarisasi tumbuhan dan satwa, selanjutnya KPH akan

memetakan wilayah-wilayah yang memiliki nilai konservasi yang tinggi karena kaya

akan keragaman hayati dan menjadi habitat bagi jenis-jenis tumbuhan dan satwa

yang dilindungi.

Selain melakukan inventarisasi pada kawasan, KPHP Unit VII-Hulu juga

mengkompilasi data tanah (erosi), hidrologi (debit air, kualitas air) dan iklim (curah

hujan, suhu dan kelembaban udara relative) yang dipantau secara rutin.

Page 53: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

40

Inventarisasi sosekbud bertujuan untuk mencari data tentang :

kependudukan, pendidikan, kesehatan, perekonomian, penggunaan lahan,

pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat, adat istiadat, sarana kesehatan dan

sarana komunikasi dan transportasi.

Metoda inventarisasi dan pengolahan data hasil inventarisasi mengikuti

Petunjuk Teknis Inventarisasi Hutan pada wilayah KPHL dan KPHP (2010) dan

Petunjuk Teknis Sosial Budaya di Dalam/Sekitar Hutan/Kesaatuan Pengelolaan

Hutan (2011) yang diterbitkan oleh Direktorat Inventarisasi Pemantauan Sumberdaya

Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan.

Tabel 5.1. Tata waktu rencana kegiatan inventarisasi berkala dan penataanhutan

No. Kegiatan Tahun ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1. Inventarisasi potensi kayu2. Inventarisasi Potensi Hasil

Hutan Non Kayu3. Inventarisasi satwa4. Inventarisasi potensi jasa

lingkungan5. Inventarisasi kondisi sosekbud.6. Pemancangan batas luar7. Pemancangan batas blok8. Patroli batas kawasanKegiatan penataan hutan secara berkala difokuskan pada hal-hal sebagai

berikut :

a. Penataan blok

b. Penataan petak

Dari kelompok Hutan Produksi dan Hutan Lindung yang perlu dilakukan tata batas

yaitu HP Batang Asai, HP Sungai Kutur dan Hutan Lindung Hulu Landai Bukit Pale.

Kegiatan tersebut yaitu :

1. Penataan batas kawasan hutan

2. Rekonstruksi dan pemeliharaan batas kawasan hutan

3. Pembuatan blok dan petak

4. Pemeliharaan blok dan petak

5. Inventarisasi Hutan

Kegiatan penataan hutan secara berkala difokuskan pada hal-hal sebagai berikut:

a. Penataan blok berkala

b. Penataan petak berkala

Page 54: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

41

Pada Kawasan KPHP Model Unit VII – Hulu Kabupaten Sarolangun dalam tata hutan

terdapat 2 blok yaitu :

1. Blok Fungsi Lindung seluas 54.793 ha, terdiri dari :

a. Blok Inti.

b. Blok Pemanfaatan terbatas.

2. Blok Fungsi Produksi seluas 66.309 ha, terdiri dari :

a. Blok Khusus untuk pemanfaatan pencadangan hutan adat seluas 1.368 ha yang

terdiri dari :

- Hutan adat Lubuk Bedorong seluas 441 ha.

- Hutan adat desa Meribung seluas 461 ha.

- Hutan desa Napal Melintang seluas 201 ha.

- Hutan adat desa Mersip seluas 158 ha.

- Hutan adat desa Berkun seluas 98 ha.

- Hutan Adat Temenggung

- Hutan Adat Muara Pemuat

- Hutan Adat Raden Anom

Keberadaan hutan adat tersebut tersebar di kawasan hutan seluas 20 % dan di

areal penggunaan lain (sekitar kawasan hutan) seluas 78 %.Tabel 5.2. Hutan Adat yang ada di wilayah KPHP Unit VII - Hulu

No. Nama Hutan Adat Lokasi / Site Desa Luas(Ha)

1. HA - Rio Peniti Dsn. Lb. Bedorong Lubuk Bedorong 3132. HA – Pengulu Lareh Dsn. Temalang Temalang 1283. HA – Pengulu Batuah Dsn. Meribung Meribung 2954. HA – Datuk Monti Dsn. Tinggi Meribung 485. HA – Pengulu Sati Dsn. Sei Beduri Meribung 1006. Rimbo Larangan Dsn. Meribung Meribung 187. HA – Imbo Pseko Dsn. Npl Melintang Napal Melintang 1408. HA – Imbo Lembago Dsn. Npl Melintang Napal Melintang 709. HA – Datuk Rajo Intan Dsn. Mersip Ulu Mersip 80

10. HA – Datuk Menteri Sati Dsn Mersip Ulu Pangi Mersip 7811. HA – Bukit Rayo - Berkun 9812. HA - Temenggung Dsn. Mengkadai Temenggung 131,7513. HA – Muara Pemuat - Muara Pemuat 69,4114. HA – Raden Anom - Muara Pemuat 59,7515. HA – Panca Karya - Panca Karya

b. Blok pemanfaatan pencadangan hutan desa.

c. Blok Pemanfaatan Hutan Tanaman.

d. Blok Perlindungan.

Page 55: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

42

e. Blok wilayah tertentu /wilayah belumada ijin yang akan diproyeksikan sebagai

wilayah kelola bisnis KPHP.

Berdasarkan pertimbangan berbagai kondisi yang ada maka tata hutan KPHP

Model Unit VII - Hulu dilakukan dengan membagi kawasan dalam blok-blok seperti

tersebut diatas. Sebaran luasan untuk masing-masing pemanfaatan kawasan hutan

disajikan pada Tabel 6.3.

Tabel 5.3. Luas Tata Hutan berdasarkan Fungsi Pemanfaatan Kawasan

No. Blok Tata Hutan Luas (ha)1 Hutan Lindung

1. HL Bukit Tinjau LimunBlok Perlindungan Inti 38.582Blok Perlindungan Berbasis Masyarakat 7.474

2. HL Bukit Hulu Landai Bukit PaleBlok Perlindungan 6.226Blok Perlindungan Berbasis Masyarakat 2.524

2 Hutan Produksi TerbatasHPT. Bukit Lubuk Pekak

Blok Perlindungan 8.595Blok Pemanfaatan Terbatas 13.249Blok Pemberdayaan Masyarakat 953

3 Hutan Produksi1. HP Batang Asai

Blok Pemanfaatan 11.506Blok Pemanfaatan Terbatas 9.755Blok Pemberdayaan Masyarakat 4.721

2. HP Sungai KuturBlok Pemanfaatan 12.253Blok Pemanfaatan Terbatas 1.502Blok Pemberdayaan Masyarakat 3.763Luas Total 121.102

Kegiatan inventarisasi dilakukan secara berkala untuk mengetahui

perkembangan potensi hutan yang berupa flora, fauna, sumber mata air,

pertambangan, geothermal, inventarisasi potensi bencana, rawan kebakaran dan

kondisi sosial di wilayah kelola KPHP Model Unit VII-Hulu. Selain itu hasil

inventarisasi ini dapat digunakan sebagai bahan untuk penataan hutan yang lebih

baik dan lebih mantap. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan

pemegang ijin, pemanfaatan dan penggunaan hutan di wilayah kelola KPHP Unit VII

– Hulu, lembaga-lembaga penelitian atau dengan pihak lain yang memungkinkan.

Kegiatan inventarisasi secara berkala dapat dilakukan setiap 5 tahun sekali, sesuai

permenhut P.6/Menhut-II/2010.

Page 56: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

43

5.2. Pemanfaatan Hutan pada Wilayah TertentuDari luasan KPHP Model Unit VII-Hulu yang terdiri HL 54.793 ha, Hutan

Produksi 43.807 ha dan Hutan Produksi terbatas 22.502 ha, sebagian telah diberikan

ijin pemanfaatan berupa ijin usaha untuk hutan tanaman (IUPHHK-HT) dan ijin

pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Namun masih ada sebagian dari kawasan

tersebut yang belum teralokasikan kepada pihak ketiga yang akan menjadi wilayah

kelola wilayah tertentu oleh KPHP Model Unit VII-Hulu seluas ± 10.000 ha. Kegiatan

pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu di kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu

difokuskan pada:

a. Pemanfaatan kawasan hutan yang lebih berorientasi pada kelola produksi /

ekonomi.

b. Pemanfaatan jasa lingkungan hutan yang lebih berorientasi pada kelola ekologi.

Pada blok pemanfaatan wilayah tertentu pengelola KPHP Unit VII-Hulu akan

melakukan pemanfaatan hutan dengan bekerja sama dengan pihak ketiga ataupun

dikelola secara mandir serta dengan pola kemitraan dengan masyarakat sekitar

hutan sehingga dapat membuka peluang usaha yang sebesar-besarnya guna

tercapainya kemakmuran rakyat dan kemandirian KPHP Unit VII-Hulu

Hasil hutan yang dimanfaatkan dapat berupa hasil hutan kayu, hasil hutan non

kayu dan jasa lingkungan. Untuk dapat melakukan pemanfaatan tersebut pihak

pengelola akan terlebih dulu menaksir potensi hasil hutan tersebut. Selain itu pada

wilayah tertentu KPHP Unit VII-Hulu juga akan mengembangkan budidaya

tanaman kehutanan untuk dimanfaatkan hasil hutan kayu maupun hasil hutan

Non kayunya dan, pengelola KPHPM juga akan menyun TOR kerjasama dengan

pihak ketiga. Selain itu, pengelola juga akan mencari mekanisme keuangan agar

sesuai dengan peraturan yang ada.

Tabel 5.4. Tata waktu kegiatan pemanfataan hutan di wilayah tertentuNo. Kegiatan Tahun ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101. Identifikasi wilayah potensial untuk

dimanfaatkan2. Menaksir potensi hasil hutan kayu3. .Menaksir potensi hasil hutan non

kayu4. Menaksir potensi jasa lingkungan5. Menjajaki kerjasama dengan pihak

ketiga, termasuk menyun TOR

Page 57: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

44

6. Merumuskan mekanismepengelolaan keuangan

7. Melaksanakan pemanfaatan

Beberapa rencana bisnis yang akan dikembangkan pada wilayah tertentu ini

yaitu :

1. Pemungutan hasil hutan kayu pada hutan alam

Kegiatan ini diadakan pada wilayah tertentu yang masih mempunyai

potensi tegakan dengan diameter diatas 50 cm. Pemungutan hasil hutan kayu

hutan alam ini dilakukan dengan pola kemitraan bersama masyarakat, dengan

pihak ke tiga, atau dengan pola mandiri.

Pemungutan hasil hutan kayu hutan alam pada wilayah tertentu KPHP

Unit VII-Hulu dilakukan dengan tetap mengutamakan kaedah kelestarian hutan

baik secara ekologi, ekonomi maupun secara sosial budaya sehingga dalam

pelaksanaanya KPHP Unit VII-Hulu akan menerapkan sistem TPTI serta

pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan.

Melalui kegiatan ini juga diharapkan masyarakat lokal dapat memperoleh

pendapatan baik secara langsung maupuntidak langsung, selain itu dengan

pemungutan hasil hutan kayu hutan alam ini diharapkan akan dapat memenuhi

kebutuhan kayu pertukangan, kayu meubeler masyarakat lokal secara

berkesinambungan.

2. Pengembangan tanaman karet dengan sistem agroforestri terpadu

Tanaman Karet ( Hevea Brnziliensis, red) adalah tanaman yang sudah

sangat dikenal sistem pengelolannya oleh masyarakat sekitar kawasan hutan

yang ada di wilayah KPHP Unit VII-Hulu, sehingga pengembangan tanaman

karet pada wilayah tertentu yang sudah terbuka dapat diterima dengan baik

oleh masyarakat.

Pengembangan tanaman karet yang akan dilakukan oleh KPHP Unit VII-

Hulu tentu juga tetap mengedepakan kaedah kelestarian hutan dimana dalam

pengelolaan dilakukan secara manual dan tidak menggunakan alat berat. Melalui

kegiatan pengembangan karet ini diharapkan dapat menyerap tenaga kerja yang

cukup banyak baik saat penanaman, pemeliharaan, maupun sampai saat

pemungutan hasil/ penyadapan.

3. Budidaya kayu Jabon

Kayu Jabon salah satu kayu yang banyak ditanam dan diminati

masyarakat disekitar kawasan KPHP Unit VII-Hulu. Kayu Jabon ini merupakan

Page 58: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

45

kayu mudah dan cepat pertumbuhannya serta tidak rentan terhadap hama dan

penyakit. Budidaya kayu Jabon yang akan dilakukan pada wilayah tertentu

KPHP Unit VII-Hulu akan dilakukan dengan cara mengintegrasikan

penanamannya dengan tanaman lain dibawah tegakan seperti Jahe merah, Nilam

atau tanaman jenis palawija.

4. Pengembangan obyek wisata

Obyek wisata adalah salah satu kegiatan yang akan dikembangkan dalam

kawasan hutan oleh KPHP Unit VII-Hulu. Pengembangan obyek wisata ini akan

bekerjasama dengan beberapa instansi terkait seperti Dinas Pariwisata, dan

beberapa instasi lain yang kompeten dalam menunjang kemajuan kegiatan obyek

wisata di wilayah KPHP Unit VII-Hulu.

Melalui pendataan yang dilakukan dibeberapa titik dalam kawasan KPHP Unit

VII-Hulu, ada beberapa obyek wisata potensial yang akan dikembangkan

diantaranya pengembangan objek wisata air terjun, obyek wisata Goa Celao

Petak, objek wisata mata air pemandian dewa Bukit Bulan (air minum kemasan),

objek wisata panorama Batang Asai, wisata pendidikan dan beberapa obyek

wisata lainnya.

5. Pengembangan PLTMH

Potensi PLTMH yang ada di wilayah KPHP Unit VII-Hulu adalah potensi

yang sangat potensial untuk dikembangkan mengingat sampai saat ini kebutuhan

listrik adalah merupakan kebutuhan mendasar yang ketersediaanya belum

terpenuhi secara optimal. Pemanfaatan Pembangkit listrik tenaga Mikro Hidro

(PLTMH) diwilayah kerja KPHP Unit VII-Hulu sudah banyak dilirik oleh beberapa

Investor, mengingat pada kawasan KPHP Unit VII-Hulu banyak terdapat sungai

dengan debit air dan kecepatan aliran yang layak untuk dibangun PLTMH

seperti sungai seluro, sungai bathin pengambang, Batang Asai, Sungai limun

dan banyak sungai-sungai lainnya yang dapat dibangun PLTMH sehingga dapat

mengatasi krisis listrik terutama bagi masyarakat yang ada di wilayah hulu

Kabupaten Sarolangun. Guna tercapainya pembangunan PLTMH seperti yang

diharapkan maka KPHP Unit VII-Hulu akan menggandeng pihak ketiga

sebagai penyandang dana dan sebagai pelaksana setelah terlebih dahulu

melakukan pengkajian yang mendalam sehingga tetap terjaganya kelestarian

dan fungsi kawasan hutan.

6. Penangkaran rusa

Menurunnya populasi rusa yang ada di alam terutama yang terdapat

Page 59: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

46

dalam kawasan hutan akhir-akhir ini tidak terlepas dari semakin maraknya

perburuan liar yang dilakukan masyarakat. Kondisi ini apabila dibiarkan dan

tidak ada tindakan konkrit yang dapat dilakukan maka dikhawatirkan rusa sebagai

jenis liar yang dilindungi berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1999 ini akan punah.

Karena itu KPHP Unit VII-Hulu akan mengambil inisiatif untuk mengadakan

penangkaran diwilayah KPHP Unit VII-Hulu dimana saat ini masih banyak

dijumpai rusa liar.

Penangkaran rusa di KPHP Unit VII-Hulu akan dilakukan secara semi alami

dimana pengelolaan dilakukan dengan melepaskan rusa di habitat aslinya dengan

melakukan pemagaran lokasi serta menanam jenis-jenis tumbuhan sebagai

pakan rusa serta dilakukan pemantauan secara rutin terhadap perkembangan

rusa tersebut.

Penangkaran rusa dalam skala besar juga berpeluang dalam memenuhi ketersedian

dan kecukupan daging nasional sekaligus menjawab krisis daging di Indonesia.

7. Pengembangan Program REDD+

Sebagai organisasi pengelolaan hutan di tingkat tapak, KPHP Unit VII-Hulu

ikut secara aktif dalam menjalankan kebijkan nasional REDD+ mengingat Indonesia

adalah salah satu negara pengemisi Gas Rumah Kaca (GRK) terbesar di dunia.

Melalui skema REDD+ maka diharapkan Indonesia dapat mengurangi emisi

dengan mengurangi tekanan terhadap hutan yang masih ada serta

meningkatkan serapan dengan melaksanakan program penanaman hutan baik

dengan skema HKM, HTR, RE, RHL maupun dengan hutan desa dan hutan

adat.

Pemanfaatan hutan oleh Pengelola KPHP Model Unit VII-Hulu dapat

dilakukan secara sendiri maupun bekerjasama/bermitra dengan pihak lain. Apabila

dirasakan telah cukup memiliki kemampuan baik dari sisi sumber daya maupun

sumber dana maka Pengelola dapat melakukannya secara mandiri. Namun apabila

belum memungkinkan untuk melakukannya sendiri maka dapat bekerja sama

dengan pihak lain dalam skema yang dimungkinkan oleh peraturan perundangan

yang berlaku.

5.3. Pemberdayaan MasyarakatSebagai pemangku dan pengelola kawasan maka melekat pula kewajiban

untuk memberdayakan dan membina masyarakat di sekitar kawasan. Kawasan

hutan KPHP Model Unit VII-Hulu dikelilingi oleh banyak desa-desa yang ada di

Page 60: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

47

sekitarnya. Dengan demikian kepentingan masyarakat sekitar kawasan perlu

diperhatikan dan diakomodasi sehingga dapat memberikan manfaat yang positif bagi

keberlangsungan pengelolaan KPHP Model Unit VII-Hulu secara aman dan

berkelanjutan.

Saat ini sudah banyak skema-skema pengelolaan hutan yang dapat

melibatkan masyarakat secara langsung sebagai subyek pengelola hutan di

wilayahnya. Adanya ijin usaha bagi perorangan maupun kelompok atau desa seperti

hutan tanaman rakyat, hutan kemasyarakatan, hutan desa (hutan negara yang

dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani

ijin/hak), dan hutan konservasi telah membuka akses yang sangat luas bagi

masyarakat untuk dapat memanfaatkan sumber daya hutan di sekitarnya bagi

peningkatan kualitas hidup dan penghidupannya.

Dalam kerangka kelola sosial-ekonomi maka kegiatan pemberdayaan

masyarakat diarahkan pada:

a. Pemberian akses pemanfaatan hutan bagi masyarakat sekitar hutan dalam

berbagai skema pengelolaan yang dimungkinkan, HD dan HTR.

b. Pelaksanaan pembinaan masyarakat di sekitar hutan melalui fasilitasi Kelompok

Tani Hutan.

c. Peningkatan ekonomi produktif dengan agroforestry terpadu.

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar wilayah

KPHP Unit VII-Hulu, pengelola akan memberikan akses kepada masyarakat

terhadap hutan melalui program hutan kemasyarakatan (HKM), hutan desa (HD) dan

hutan tanaman rakyat (HTR). Pengelola KPHP akan terlebih dulu melakukan

sosialisasi tentang HKM, HD dan HTR kepada masyarakat dan pemangku

kepentingan yang lain (LSM, perangkat desa, dinas terkait) dan memutuskan

program apa yang cocok untuk dilaksanakan bagi masing-masing desa dan

kelompok masyarakat yang berada di dalam dan sekitar wilayah KPHP. Setelah itu

dilakukan fasilitasi.

Untuk program HKM, jenis kegiatan fasilitasi meliputi:

a. pengembangan kelembagaan kelompok masyarakat setempat.

b. pengajuan permohonan izin

c. penyusunan rencana kerja hutan kemasyarakatan.

d. teknologi budidaya hutan dan pengolahan hasil hutan.

e. pendidikan dan latihan

f. akses terhadap pasar dan

Page 61: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

48

g. pengembangan usaha.

Tujuan dari kegiatan fasilitasi program HKM adalah untuk (Permenhut no 37 tahun

2007) :

a. Meningkatkan kemampuan masyarakat setempat dalam mengelola organisasi

kelompok;

b. Membimbing masyarakat mengajukan permohonan izin sesuai ketentuan yang

berlaku.

c. Meningkatkan kemampuan masyarakat setempat dalam menyusun rencana kerja

pemanfaatan hutan kemasyarakatan;

d. Meningkatkan kemampuan masyarakat setempat dalam melaksanakan budidaya

hutan melalui pengembangan teknologi yang tepat guna dan peningkatan nilai

tambah hasil hutan;

e. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia masyarakat setempat melalui

pengembangan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan;

f. Memberikan informasi pasar dan modal dalam meningkatkan daya saing dan

akses masyarakat setempat terhadap pasar dan modal;

g. Meningkatkan kemampuan masyarakat setempat dalam mengembangkan usaha

pemanfaatan hutan dan hasil hutan.Untuk program HD, kegiatan fasilitasi meliputi:

a. pendidikan dan latihan;

b. pengembangan kelembagaan;

c. bimbingan penyusunan rencana kerja hutan desa;

d. bimbingan teknologi;

e. pemberian informasi pasar dan modal; dan

f. pengembangan usaha.

Tujuan dari fasilitasi program HD adalah untuk meningkatkan kapasitas lembaga

desa dalam pengelolaan hutan (Permenhut no 49 tahun 2008).

Untuk program HTR, pegelola PHPM akan membentuk koperasi yang

anggotanya terdiri dari masyarakat sekitar hutan. Meskipun IUPHHK HTR dapat

diberikan kepada perorangan akan tetapi KPHP membatasi dulu kepada koperasi,

mengingat pembinaan dan pengawasan terhadap koperasi akan lebih mudah

daripada kepada perorangan. Untuk anngota koperasi, KPHP akan memberikan

fasilitasi seperti pada kelompok masyarakat pada HKM dan Lembaga desa pada HD,

serta menambahkan pelatihan teknis penyiapan lahan, pembibitan, penanaman,

pemeliharan, dan pemanenan.

Page 62: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

49

Untuk melaksanakan kegiatan fasilitasi tersebut pengelola KPHP Unit VII-Hulu akan

bekerjasama dengan pihak lain, antara lain:

a. perguruan tinggi/lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat;

b. lembaga swadaya masyarakat;

c. lembaga keuangan;

d. Koperasi; dan

e. BUMN/BUMD/BUMS.

Tabel 5.5. Tata waktu kegiatan pemberdayaan masyarakat

No. Kegiatan Tahun ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1. Sosialisasi HKM, HD dan HTRkepada masyarakat dan instansiterkait

2. Pembentukan kelompokmasyarakat

3. Fasilitasi kepada lembaga desadan kelompok masayarakat

4. Identifikasi lokasi untuk HKM, HDdan HTR

5. Fasilitasi penyusunan rencanakerja

6. Fasilitasi Pengajuan ijin7. Pembinaan kelompok tani (HKM,

HTR), koperasi (HTR) danlembaga pedesaan (HD).

Pelaksanaan pembinaan masyarakat di sekitar kawasan dapat dilakukan bekerja

sama dengan pengelola ijin usaha pemanfaatan dan penggunaan kawasan yang

memiliki kewajiban yang sama dalam pemberdayaan masyarakat.

5.4. Pembinaan dan Pemantauan Areal yang Telah Ada IjinTerhadap areal KPHP Model Unit VII-Hulu yang telah memiliki ijin usaha

pemanfaatan maupun penggunaan kawasan, perlu dilakukan pembinaan dan

pemantauan secara berkala. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan

pengelolaan kawasan hutan dapat tetap berjalan sesuai perencanaan.

Kegiatan pembinaan dan pemantauan areal yang telah berijin diarahkan pada:

a. Pelaksanaan pembinaan terhadap pemegang ijin pemanfaatan dan penggunaan

kawasan hutan.

Page 63: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

50

b. Pelaksanaan pemantauan (controlling) terhadap pemegang ijin pemanfaatan dan

penggunaan kawasan hutan.

Untuk mencapai kelestarian hutan, pengelola KPHP akan memantau

pelaksanaan IUPHHK yang ada dalam wilayah KPHP Unit VII-Hulu agar pemegang

ijin mematuhi peraturan. Pemantauan dilakukan melalui pemeriksaan dokumen,

penafsiran citra satelit dan pengecekan lapangan. Pengelola KPHP akan mengecek

kesesuaian antara rencana karya tahunan dan pelaksanaanya, antara lain lokasi,

luas dan volume penebangan, perlindungan kawasan lindung, penanaman

pengkayaan pada lahan-lahan bekas penabangan.

Tabel 5.6. Tata waktu kegiatan pemantauan pada areal KPHP yang ada ijinNo. Kegiatan Tahun ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101. Pemantauan pemegang ijin

pemanfaatan dalam kawasan2. Pembinaan pemegang ijin

pemanfaatanPermasalahan dan hambatan yang ditemukan atau dihadapi dalam

pengelolaan hutan dapat dikoordinasikan dan didiskusikan secara Pengelola KPHP

Model Unit VII-Hulu sebagai penanggung jawab di tingkat kelola atau tapak.

5.5. Penyelenggaraan Rehabilitasi di Areal di Luar IjinUntuk kawasan hutan yang kritis dan rusak maka perlu dilakukan rehabilitasi.

Apabila kawasan tersebut berada di areal pemegang konsesi ijin usaha maka

kegiatan rehabilitasi menjadi tanggung jawab pemilik ijin tersebut. Adapun untuk

hutan yang terdegradasi dan berada di luar ijin usaha maka menjadi tanggung jawab

dan kewenangan Pengelola KPHP Model Unit VII-Hulu untuk melakukan rehabilitasi.

Rehabilitasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi ekologi hutan agar

dapat optimal kembali. Pada areal hutan yang tidak dibebani ijin yang mengalami

degradasi karena aktifitas illegal akan dilakukan rehabilitasi dengan penanaman jenis

pohon sesuai dengan kondisi ekologis dan peruntukan lahan. Jika kerusakan terjadi

di sempadan sungai maka jenis pohon yang dipilih adalah pohon-pohon jenis asli

(indigenous species) dengan tujuan untuk melindungi tanah dari erosi. Jika

kerusakan terjadi di areal lain yang datar, dekat dengan permukiman, maka jenis

yang dipilih adalah pohon-pohon kehidupan yang memiliki nilai ekonomi sehingga

dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menambah pendapatan.

Page 64: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

51

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun

2008 Tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, rehabilitasi hutan diselenggarakan

melalui kegiatan:

a. reboisasi;

b. pemeliharaan tanaman;

c. pengayaan tanaman; atau

d. penerapan teknik konservasi tanah.

Rehabilitasi lahan dilakukan dengan bekerjasama dengan Balai Pengelolaan Daerah

Aliran Sungai Ketahun melalui skema-skema yang melibatkan masyarakat.

Tabel 5.7. Tata waktu kegiatan rehabilitasi lahan

No. Kegiatan Tahun ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1. Identifikasi lahan kritis.

2. Penyusunan rencana

3. Pengadaan bibit

4. Penanaman

5. Pemeliharaan tanaman

Kegiatan rehabilitasi juga diarahkan pada:

1. Pelaksanaan rehabilitasi pada areal di luar ijin pemanfaatan maupun penggunaan

kawasan hutan.

2. Monitoring dan evaluasi rehabilitasi pada areal di luar ijin pemanfaatan maupun

penggunaan kawasan hutan.

5.6. Pembinaan dan Pemantauan Rehabilitasi pada Areal yang BerijinSesuai dengan peraturan perundangan maka untuk kawasan hutan yang telah

diberikan ijin usaha maka tanggung jawab kegiatan rehabilitasi diserahkan kepada

pemilik ijin usaha yang bersangkutan. Pihak Pengelola KPHP Model Unit VII-Hulu

memiliki peran dalam pembinaan dan pemantauan terhadap pelaksanaan rehabilitasi

pada areal tersebut. Melalui pembinaan dan pemantauan diharapkan kegiatan

rehabilitasi dapat berjalan dengan baik sesuai dengan perencanaan dan target

pencapaian.

Di dalam wilayah KPHP Unit VII-Hulu yang telah dibebani IUPHHK kewajiban

rehabilitasi dan reklamasi hutan menjadi kewajiban pemegang ijin. Pengelola KPHP

akan memberikan sosialisasi dan pelatihan teknik rehabilitasi dan reklamasi hutan.

Page 65: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

52

Selanjutnya pengelola KPHP juga akan memantau pelaksanaan rehabiltasi dan

reklamasi hutan melalui pemeriksaan dokumen, pengecekan lapangan dan

penafsiran citra.

Tabel 5.8. Tata waktu kegiatan pembinaan dan pemantauan rehabilitasi danreklamasi hutan pada areal yang ada ijin

No. Kegiatan Tahun ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1. Pemantauan pemegang ijinpemanfaatan dalamkawasan

2. Pembinaan pemegang ijinpemanfaatan

Kegiatan pembinaan dan pemantauan rehabilitasi pada areal yang terlah berijin

diarahkan pada:

a. Pembinaan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi terhadap pemegang ijin

pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.

b. Pemantauan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi terhadap pemegang ijin

pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.

5.7. Perlindungan dan Konservasi AlamRencana kegiatan perlindungan dan konservasi sumber daya alam terdiri dari

3 fokus kegiatan, yaitu pengendalian kebakaran hutan, pengelolaan kawasan

perlindungan sebagai kawasan konservasi, pengelolaan keanekaragaman hayati.

Fokus kegiatan pengendalian kebakaran hutan dimaksudkan untuk mencegah,

memadamkan kebakaran hutan yang terjadi di dalam kawasan KPHP Model Unit VII-

Hulu serta melakukan tindakan-tindakan penanganan pasca kebakaran hutan. Upaya

ini dilaksanakan baik secara internal maupun dengan melatih dan melibatkan

masyarakat yang ada di dalam dan sekitar kawasan KPH. Pengendalian kebakaran

hutan dan lahan difokuskan pada lahan-lahan yang dikuasai masyarakat yang

berada di dalam kawasan KPH maupun yang berbatasan dengan KPH.

Pengelolaan konservasi alam dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan

pengelolaan kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu yang didasarkan pada status

hukum yang kuat, pengelolaan data dan informasi yang berbasiskan kawasan,

mengembangkan pembinaan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, serta

meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam.

Pengelolaan keanekaragaman hayati dan produk-produk tumbuhan dan satwa liar

Page 66: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

53

dimaksudkan untuk menjaga, mengawetkan dan mempercepat pemulihan jenis dan

populasi di dalam kawasan.

Kegiatan perlindungan dan konservasi alam diarahkan pada upaya:

a. Deliniasi areal perlindungan setempat

b. Upaya perlindungan dan pengawetan flora dan fauna

c. Upaya Konservasi HCVF (Fauna : Ikan semah, Burung Murai Batu dll. Flora :

Jernang, Gaharu, Damar Mata Kucing, anggrek dll)

d. Sosialisasi kebakaran hutan

e. Pemantauan titik api (hotspot).

f. Patroli pengamanan hutan.

g. Inventariasi perambahan kawasan hutan

h. Pelatihan pemadaman kebakaran hutan dan lahan

i. Pebentukan kelompok masyarakat pemadam kebakaran hutan

Table 5.9. Tata waktu kegiatan perlindungan dan konservasi alam.

No. Kegiatan Tahun ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1. Perlindungan kawasan lindung(sempadan sungai, mata air,lahan cangat curam, dsb)

2. Konservasi wilayah yang memilikinilai konservasi tinggi (HCVF)

5.8. Koordinasi dan Sinkronisasi Antar Pemilik IjinAgar kegiatan pengelolaan hutan di kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu dapat

berjalan efektif dan lancar maka diperlukan adanya koordinasi dan sinkronisasi antar

pemegang ijin. Koordinasi lebih ditujukan untuk saling berukar informasi dan data

serta pengalaman antar pemilik ijin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan

hutan.

Sinkronisasi lebih diupayakan untuk menyerasikan dan mengintegrasikan

semua kegiatan di dalam kawasan yang dikelola oleh masing-masing pemilik ijin

agar tidak saling tumpang tindih dan saling klaim. Fasilitasi kegiatan ini dapat

diperankan oleh Pengelola KPHP Model Unit VII-Hulu.

Kegiatan koordinasi dan sinkronisasi diarahkan pada:

a. Pelaksanaan koordinasi kegiatan antar pemegang ijin pemanfaatan dan

penggunaan kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu

Page 67: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

54

b. Pelaksanaan sosialisasi dan sinkronisasi kegiatan antar pemegang ijin

pemanfaatan dan penggunaan kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu.

5.9. Koordinasi dan Sinkronisasi dengan Stakeholders TerkaitDalam upaya mengelola hutan di kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu agar

lebih berdaya guna dan memiliki dampak yang meluas maka diperlukan adanya

koordinasi dan sinkronisasi dengan stakeholders yang memiliki keterkaitan dengan

kegiatan pada tingkat tapak. Koordinasi lebih ditujukan untuk saling berukar informasi

dan data serta pengalaman antara Pengelola KPHP Model Unit VII-Hulu dengan

stakeholders. Sinkronisasi lebih diupayakan untuk menyerasikan dan menyinergikan

semua kegiatan di dalam kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu agar sejalan dengan

berbagai tujuan dan kepentingan pembangunan yang lebih besar.

Tabel 5.10. Tata waktu kegiatan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin

KegiatanTahun ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Koordinasi dan sinkronisasi

Kegiatan koordinasi dan sinkronisasi diarahkan pada:

a. Pelaksanaan koordinasi Pengelola KPHP Model Unit VII-Hulu dengan instansi

maupun pihak yang terkait di semua tingkatan.

b. Pelaksanaan sinkronisasi kegiatan di tingkat tapak antara Pengelola KPHP Model

Unit VII-Hulu dengan instansi maupun pihak yang terkait di semua tingkatan.

5.10. Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas Sumber DayaAgar dapat berfungsi dengan baik maka sebagai institusi pengelola kawasan

hutan memerlukan kecukupan kuantitas maupun kuantitas sumber daya manusia.

Untuk itu perlu diupayakan penyediaan sumber daya manusia baik tenaga

manajerial, teknis maupun non teknis dan pendukung. Perlu pula disertai dengan

upaya peningkatan kualitas dan kapasitas sumberdaya manusia yang ada di institusi

Pengelola KPHP agar dapat berperan optimal bagi kemajuan KPHP.

Tabel 5.11. Tata waktu kegiatan penyediaan dan peningkatan kapasitas

No. Kegiatan Tahun ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1. Perekrutan SDM

2. Pelatihan

Page 68: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

55

Kegiatan penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM diarahkan pada:

a. Identifikasi dan pengusulan kebutuhan pegawai baik struktural, non struktural,

maupun fungsional.

b. Identifikasi kebutuhan pelatihan (training need assesment).

c. Pengembangan kapasitas personil melalui berbagai program pendidikan,

pelatihan dan pembinaan.

d. Pemenuhan tenaga teknis kehutanan melalui tenaga kontrak

e. Bermitra dengan Masyarakat

5.11. PendanaanAgar tercapai tujuan, sesuai visi dan misi KPHP Model Unit VII-Hulu,

diperlukan dukungan pendanaan yang kuat. Sumber pendanaan dapat berasal dari

KPHP Model Unit VII-Hulu sendiri. KPHP Unit VII-Hulu dirancang untuk menjadi unit

pengelolaan yang mandiri secara finansial, bahkan menjadi profit center. Pada tahap

awalnya, KPHP Unit VII-Hulu belum dapat mandiri karena organisasinya belum

berjalan, sehingga pengelola KPH akan mencarikan dana dari pemerintah maupun

pemerintah daerah. Pada tahap selanjutnya, setelah organisasi pengelola berjalan

dengan efektif, pendanaan juga diperoleh dari penerimaan pemanfaatan hasil hutan

kayu, non kayu dan jasa lingkungan. Selain itu pihak pengelola akan mengusahakan

kerjasama dengan LSM nasional dan internasional yang dapat mendanai program-

program tertentu, misalnya pembinaan masyarakat dan konservasi. Kegiatan yang

dilakukan untuk penyediaan pendanaan:

1. Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran biaya rutin. Kegiatan ini dilakukan

setiap tahun untuk diajukan ke pemerintah dan pemerintah daerah.

2. Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran biaya untuk program-program

tertentu, untuk diajukan ke lembaga donor, nasional maupun internasional.

3. Penyediaan dana dari kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu, non kayu dan jasa

lingkungan. Tata waktu kegiatan penyediaan dana sebagaima Tabel 5.12.

Adapun dukungan dana lainnya dimungkinkan untuk diperoleh dengan

menjalin kerjasama dan kemitraan dengan berbagai pihak, para pemegang ijin usaha

yang di dalam wilayah KPHP Model Unit VII-Hulu, APBN, APBD, BLU, mitra lembaga

donor, dana dari swadaya masyarakat dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

Page 69: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

56

Table 5.12. Tata waktu kegiatan penyediaan dana

Kegiatan Tahun ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Penyusunan rencana kegiatan dananggaran ke pemerintah danpemerintah daerah.Penyusunan rencana kegiatan dananggaran ke lembaga donor.Penyediaan dana dari kegiatanpemanfaatan hasil hutan kayu, nonkayu dan jasa lingkungan.

5.12. Sarana dan PrasaranaAgar pengelolaan kawasan hutan KPHP Model Unit VII-Hulu dapat berhasil

dengan baik diperlukan berbagai sarana prasarana pokok dan penunjang.

Kebutuhan terhadap sarana dan prasarana ini terutama yang terkait dengan

pembangunan infrastruktur bagi institusi baru sebagai KPHP Model Unit VII-Hulu.

Berbagai sarana prasarana tersebut diarahkan pada:

a. Pengadaan dan pembangunan prasarana kantor berupa tanah dan gedung

kantor KPHP dan resort beserta isinya.

b. Pengadaan sarana transportasi berupa kendaraan roda 4 dan 2.

c. Pengadaan sarana komunikasi.

d. Pengadaan alat perlengkapan kerja di lapangan.

5.13. Pengembangan DatabaseData base yang lengkap dan tidak kadaluwarsa sangat berguna untuk

pengambilan keputusan dalam pengelolaan KPHP Model Unit VII-Hulu. Selain itu

data base juga bermanfaat bagi pihak luar yang membutuhkan informasi tentang

KPHP Model Unit VII-Hulu seperti misalnya para peneliti dari perguruan tinggi atau

lembaga penelitian, LSM, instansi pemerintah dan individu. Oleh karena itu dalam

organisasi KPHP Model Unit VII-Hulu, akan ditunjuk petugas khusus yang mengelola

data base yang bertanggung jawab dalam pengumpulan, penyimpanan, pengolahan

dan penyajian data ke dalam informasi yang siap digunakan.

Data dan informasi dapat dikumpulkan dari unit-unit pengelola di lapangan

dan juga dari luar. Tentu saja tidak setiap data dapat begitu saja diberikan untuk

pihak luar. Dalam pemberian atau pertukaran data dan informasi khususnya dengan

pihak luar harus diikat oleh standar operasional prosedur. Data yang dikumpulkan

dapat berupa analog atau manual (peta, dokumen, laporan, data penelitian dan lain-

Page 70: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

57

lain), juga dapat berupa data digital (dokumen, data GIS dan data digital lainnya).

Unit yang secara khusus mengelola data base ini merupakan division support system

atau pendukung sistem organisasi KPHP Model Unit VII-Hulu yang diperlukan untuk

pengambilan keputusan dari tingkat KPH hingga unit terkecil.

Tabel 5.13. Tata waktu kegiatan pengembangan data base

Kegiatan Tahun ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pengadaan peralatanpendukungPengembangan systemdatabasePemutakhiran data

Beberapa kegiatan pendukung dalam membangun program pengembangan

database antara lain:

1. Pelatihan SDM pengelola data base.

2. Penyiapan perangkat data base

3. Penyusunan dan pengelolaan sistem data base

4. Membangun manajemen sistem pusat informasi

5.14. Rasionalisasi Wilayah KelolaPengelolaan KPHP Model Unit VII-Hulu dimasa yang akan datang

menghadapi tantangan yang berat. Tantangan terberat adalah bertambahnya

populasi penduduk sekitar kawasan KPH yang dapat mempengaruhi ekosistem

hutan di KPHP Model Unit VII-Hulu. Hal ini menuntut pihak pengelola KPH untuk

melakukan kalkulasi yang scientific based yang dapat dipertanggungjawabkan.

Rasionalisasi pengurusan wilayah kelola mencakup 2 aspek yaitu: 1) aspek

fisik (kawasan) yang mencakup aspek silvikultur, tata guna hutan, eksplorasi potensi

dan lainnya, dan 2) aspek non teknis yang meliputi rasionalisasi kelembagaan

wilayah kelola hutan mulai dari tingkat blok sampai dengan tingkat petak (organisasi,

kewenangan dan personil).

Rasionalisasi wilayah kelola dari aspek fisik merupakan bentuk penilaian

kembali terhadap kawasan blok atau petak pemanfaatan dan penggunaan kawasan

hutan yang mengalami perubahan. Misalnya jika blok pemanfaatan kayu hutan

tanaman yang dikelola oleh pemegang ijin tidak mampu dikelola dengan efektif dan

efisien maka perlu dirasionalisasi wilayah kerjanya. Perubahan wilayah kelola juga

akan mempengaruhi operasional personil dilapangan.

Page 71: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

58

KPHP Model Unit VII-Hulu menginginkan terwujudnya kepastian areal kerja

melalui kegiatan tata batas, penataan ruang yang efisien dan efektif. Inventarisasi

hutan di wilayah ini dilakukan untuk memperbaiki strategi dan pengembangan

wilayah kelola yang sesuai dengan kondisi terkini. Pelaksanaan rasionalisasi wilayah

kelola ini dapat dilakukan bekerjasama dengan pemegang ijin konsesi pemanfaatan

maupun pengguna kawasan pada areal masing-masing.

Untuk di luar areal konsesi seperti pada wilayah pemanfaatan tertentu,

Pengelola KPHP Model Unit VII-Hulu dapat melakukannya secara mandiri. Bentuk

rasionalisasi wilayah kelola diarahkan pada:

a. Tata batas kawasan pada areal di dalam ijin konsesi.

b. Tata batas kawasan pada areal di luar ijin konsesi.

c. Identifikasi dan inventarisasi kinerja pemanfaatan Hutan Tanaman

5.15. Review Rencana PengelolaanAgar rencana pengelolaan jangka panjang (10 tahun) KPHP Model Unit VII-

Hulu selalu sesuai dengan kondisi terkini, maka diperlukan peninjauan kembali

(review) terhadap rencana pengelolaan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Kesesuaian antara rencana dan data serta fakta di lapangan, akan memudahkan

pelaksanaan di tingkat tapak. Selain itu, kegiatan review bermanfaat untuk

mengetahui apakah upaya pengelolaan hutan telah dilaksanakan secara efektif dan

efisien dalam kerangka kelestarian hasil dan kelestarian hutan, serta dapat melihat

keberhasilan dan hambatan dalam pelaksanaan RPHJP tahun berjalan. Apabila

ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan maka

dapat segera dapat diambil langkah-langkah strategis untuk perubahan dan

percepatan pencapaian target.

5.16. Pengembangan InvestasiSebagai unit kelola yang memiliki kewenangan untuk mengelola kawasannya

sendiri, upaya untuk mengembangkan investasi menjadi dimungkinkan. Investasi

yang dilakukan oleh KPHP Model Unit VII-Hulu diarahkan pada kelola produksi yang

memberikan manfaat ekonomi bagi KPHP Model Unit VII-Hulu sendiri maupun

pemerintah/daerah dan masyarakat. Pengelolaan produksi ini dapat berupa kayu

maupun non kayu. Skema-skema pengembangan investasi dapat dilakukan dan

sesuai dengan kondisi di tingkat tapak. Bentuk pengembangan investasi diarahkan :

a. Pengembangan investasi pada produksi hasil hutan kayu.

b. Pengembangan investasi pada produksi hasil hutan non kayu.

Page 72: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

59

Tabel 5.14. Rencana Kegiatan Pengelolaan Hutan KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun

Fokus Kegiatan Bentuk Kegiatan Lokasi Volume Indikasi Biaya(Rp)

Pelaksana Waktu Sumber Dana

I. Inventarisasiberkala wilayahkelola sertapenataanhutannya

1. Inventarisasi1.1. Inventarisasi potensi

kayu berkala1.2. Inventarisasi satwa

berkala1.3. Inventarisasi nonkayu1.4. Inventairsasi jasa

lingkungan berkala1.5. Inventarisasi sosial

budaya berkala

Wilayahtertentu

52.121 ha 500.000.000 KPHbekerja samadenganpemegang ijinkonsesi danlembagalembagapenelitian /pendidikan.

2014-2023 KPH,Pemegang ijinkonsesi,Kemhut, DishutJambi, DishutSarolangun,StakeholdersterkaitMitra donor

2. Penataan Hutan2.1. Penataan blok

berkala, penataanpetak berkala

2.2. Penataan batas2.3. Rekonstruksi batas2.4. Sosialisasi

kawasan hutan

Wilayah KPH

HP Batang Asai,HP Sungai kutur,HP Bukit LubukPekak

52.121 ha

75 km100 km

2.000.500.000

975.000.0001.000.000.000

KPHBPKH/PTBDishutProv/DishutKab/KPH

2014-2019

20142014-2018

KPH,Pemegang ijinkonsesi,Kemhut, DishutJambi, DishutSarolangun

II. Pemanfaatanhutan padawilayah tertentu

1. Pemanfaatankawasan hutan untukperdagangan karbon(REDD+)

HP. BatangAsai, HP SungaiKutur dan HLBukit TinjauLimun

10.000 ha 22.000.000.000 KPH danLembaga DonoratauPerusahaanPerdaganganKarbon

Setiap tahunselama 10tahun

Lembaga DonoratauPerusahaanPerdaganganKarbon

2. Penanaman Jelutung 1.HP SungaiKutur

2.HP BukitLubuk Pekak

3.HP BatangAsai

1.500 ha

750 Ha

1.200 Ha

7.500.000.000 KPH, BPK danMitra

2014-2020 Mitra, APBD,APBN

Page 73: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

60

Fokus Kegiatan Bentuk Kegiatan Lokasi Volume Indikasi Biaya(Rp)

Pelaksana Waktu Sumber Dana

3. Penanaman Karet HP Batang Asai 1000 Ha 10.000.000.000 KPH,BPK danmitra

2014-2017 APBD, Mitra.HD. BPK

4. Penanaman Gaharu HP LubukPekak

500 Ha 1.000.000.000 KPH,BPK danmitra

2014-2023 APBD, DAK,APBN, Mitra

5. Penanaman Jernang HP SungaiKutur

500 Ha 5.000.000.000 KPH, Mitra,Lembaga Desa,BPK, BPDAS

2014-2023 APBD, APBN,Mitra

6. Penanaman Kayu-kayuan (Jabon, Merantidll)

1.HP SungaiKutur

2.HP Bukit LubukPekak

3.HP BatangAsai

5000 Ha 25.000.000.000 KPH, Mitra,Lembaga Desa,BPK, BPDAS

2014-2023 APBD, APBN, Mitra

III. Pemberdayaanmasyarakat

1. Pembangunan HutanDesa (HD) dan KTH

2. Fasilitasi HKm

Desa di HPBukit LubukPekakHP Batang Asaidan HPHP SungaiKutur

32 Desa

10.000 ha

1.000.000.000

6.000.000.000

KPH, DishutSarolangun,DishutJambi, BPDASLHD, LSM, KPH,DishutSarolangun,BP2HP, BPKH

2014-2017

2014-2017

APBD, APBN(BPDAS), MitraAPBD, APBN(BP2HP)

IV. Pembinaan danpemantauan(controlling) padaareal KPH yangtelah ada ijinpemanfaat-anmaupunpenggunaan

1. Pelaksanaanpembinaan terhadappemegang ijinpemanfaatan danpenggunaankawasan hutan

HP. BatangAsai, HP SungaiKutur dan HLBukit TinjauLimun

3 kali pertahun

400.000.000KPH, Dishut

KPH, DishutSarolangun,Dishut Jambi,Kemhut

2014-2023 KPH, Mitra,Dishut, UPTKementerian

2. Pelaksanaanpemantauan(monev)

HP. BatangAsai, HP Sungai

2 x 4pemegang ijin

500.000.000 KPH, DishutSarolangun,

2014-2023 KPH, Mitra,Dishut, UPT

Page 74: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

61

Fokus Kegiatan Bentuk Kegiatan Lokasi Volume Indikasi Biaya(Rp)

Pelaksana Waktu Sumber Dana

kawasan hutan terhadap pemegangijin pemanfaatan danpenggunaankawasan hutan

Kutur dan HLBukit TinjauLimun

DishutJambi, Kemhut

Kementerian

V. Penyelenggaraanrehabilitasi padaareal di luar ijin

1. Pelaksanaanrehabilitasi hutan diareal kritis dan agakkritis

HP Batang Asai 12.360 ha 43,259,163,500 KPH 2014-2023 KPH, Mitra,Dishut, UPTKementerian

VI. Pembinaan danpemantauanpelaksanaanrehabilitasi danreklamasi padaareal yang sudahada ijin pemanfa-atan dan penggu-naan kawasanhutannya

1. Pembinaanpelaksanaanrehabilitasi danreklamasi terhadappemegang ijin

HP. BatangAsai, HP SungaiKutur dan HLBukit TinjauLimun

4 pemegangijinkonsesi

400.000.000 KPH 2 kalisetahunselama 10tahun

KPH, DishutSarolangun, DishutJambi, KemhutMitra(Pemegang ijin)

2. Reklamasi 5.000 ha 5.000.000.000 KPH,Pemegang ijin

2014-2023

3. Pemantauan pelaksa-naan rehabiltasi danreklamasi terhadappemegang ijin pemanfa-atan dan penggunaankawasan hutan

HP Batang Asaidan HP SungaiKutur

4 pemegangijin

500.000.000 KPH 2015-2023 KPH

VII. Rencana Penye-lenggaraanperlindunganhutan dankonservasialam

1. Deliniasi areal Perlin-dungan setempat

Sempadansungai

Limun danBatang Asai

500.000.000 KPH, PT. PML,LHD

2014-2016 APBD, APBN,Mitra

2. Upaya Perlindungandan Pengawetan floradan fauna

4 kelompokHP

4 buku 400.000.000 KPH, Mitra,Kemenhut/BKSDA

2014-2017 APBN

3. Sosialisasi kebakaranhutan

Desa-desa dalamwilayah KPH

6 bulan 600.000.000 KPH, UnsurKecamatan,Dishut Kab/Prop

2014-2023 APBD, APBN,Mitra

Page 75: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

62

Fokus Kegiatan Bentuk Kegiatan Lokasi Volume Indikasi Biaya(Rp)

Pelaksana Waktu Sumber Dana

4. Pemantauan titik api(hotspot)

4 kelompokhutan dalamwilayah KPH

3 bulan 600.000.000 KPH 2014-2023 APBD, APBN,Mitra

5. Patroli pengamananhutan

HP Batang Asaidan HP SungaiKutur

12 kali 600.000.000 KPH, Mitra,Dishut Kab/Prop/UPT Prop.

2014-2023 APBD,APBN,Mitra

6. Inventarisasiperambahan

HP Batang Asai 10.000Ha

500.000.000 KPH, Dishut,Kecamatan

2014-2023 APBD, APBN

7. Pelatihan Pemadamankarhut dan Pembentuk-an kelompok masyara-kat pemadam karhut

Kantor KPH 5angktn

5 Angkatan 1.000.000.000 KPH, Mitra,DishutKab/Prop. UPTKarhut

2014-2019 APBDKab/Prop,APBN

VIII.Penyelenggaraankoordinasi &sinkronisasiantar pemegangijin

1. Pelaksanaankoordinasi antarpemegang ijinpemanfaatan danpenggunaankawasan

Wilayah KPH 2 x 5pemegang ijinkonsesi= 10

400.000.000 KPH, DishutSarolangun,DishutJambi, Kemhut

2014-2023 APBD, Mitra,APBN

2. Pelaksanaansosialisasi dansinkronisasi kegiatanantar pemegang ijinpemanfaatan danpenggunaan kawasan

Kantor KPH 2 kali/th 400.000.000 KPH, Mitra 2014-2023 APBD, Mitra,APBN

IX. Koordinasi dansinergi denganinstansi danstakeholderterkait.

Pelaksanaan koordinasiPengelola KPHP ModelUnit VII Hulu denganinstansi maupun pihaklain yang terkait padasemua tingkatan.

KPH 2 kali/th 400.000.000 KPH, MitraBadiklatSarolangun,BKDSarolangun,Kemhut, DishutSarolangun

2014-2023 APBD, APBN,Mitra

Page 76: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

63

Fokus Kegiatan Bentuk Kegiatan Lokasi Volume Indikasi Biaya(Rp)

Pelaksana Waktu Sumber Dana

XI. Penyediaanpendanaan

1. Pembuatan rencanaanggaran dan kegiat-anrutin kepada PemdaSarolangun danKemenhut

KPH 1 paket 150.000.000 KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun

2014-2023 APBD

2. Pembuatan proposalskema sharing penda-naan dari Pemerintah,Pemerintah Provinsi,dan PemerintahKabupaten

KPHP Unit VII-HuluSarolangun

1 paket 250.000.000 KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun

2014-2023 KPHP Unit VII-HuluSarolangun

3. Pembuatan proposalpenjalinan kerjasamakegiatan dengan pihakketiga yang tidakmengikat dan dapat salingmenguntungkan

KPHP Unit VII-HuluSarolangun

1 paket 300.000.000 KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun

2014-2023 KPHP Unit VII-HuluSarolangun

XII. Penyediaansarana danprasarana

1. Pengadaan dan Pemba-ngunan prasaranakantor berupa tanah dangedung kantor KPHPdan resort besertaisinya

Kec. CNG 1 paket 1.000.000.000 BPKH, PihakKetiga

2012-2015 APBD, APBN

2. Pengadaan saranatransportasi berupamobil dan speedboat

KPH 1 paket 1.000.000.000 KPH 2014-2016 APBN, APBD

3. Pengadaan saranakomunikas

KPH 1 paket 100.000.000 KPH 2014-2015 APBN, DAKDAK, APBD

4. Pengadaan alatperlengkapan kerja dikantor dan lapangan

KPH 1 paket 500.000.000 KPH 2014-2016 APBD,APBN,DAK

Page 77: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

64

Fokus Kegiatan Bentuk Kegiatan Lokasi Volume Indikasi Biaya(Rp)

Pelaksana Waktu Sumber Dana

XIII.Pengembangandata base

1. Pengadaan peralatanpendukung database

KPH 1 paket 500.000.000 KPH, PihakKetiga

2014-2023 DAK,APBNMitra, APBD

2. Pengembangansistem database

KPH 1 paket 450.000.000 KPH 2014-2023

XIV. Rasionalisasiwilayah kelola

1. Tata batas kawasanpada areal di dalam ijinkonsesi dan diluar ijinkonsesi

KPH 35.000 ha 3.500.000.000 PTB, Mitra 2014-2016 Pihak Ketiga

2. Identifikasi daninventarisasi kinerjapemanfaatan HutanTanaman

HP Batang Asaidan HPSungaiKutur

35.000 ha 350.000.000 KPH, Dishut,UPT Kemenhut

2017 APBD, APBN, Mitra

XV. ReviewRencanaPengelolaan

Review RencanaPengelolaan HutanJangka Panjang

KPH 1 paket 300.000.000 KPHbekerjasamadengan tenagaahli / pihakketiga

2016 APBD, APBN

XVI.Pengembanganinvestasi

1. Pengembanganinvestasi padaproduksi hasil hutankayu

KPH 1 paket 500.000.000 KPH

2. Pengembanganinvestasi padaproduksi hasil hutannon kayu

KPH 1 paket 500.000.000 KPH

Page 78: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

65

BAB VIPEMBINAAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

6.1. PembinaanPembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah terkait dengan pelaksanaan

Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) yang terkait dengan pengelolaan

hutan produksi. Selain itu juga mencakup pembinaan terhadap pelaksanaan tugas

dekonsentrasi dan tugas perbantuan, pinjaman dan hibah luar negeri sejauh terkait

dengan pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu.

Pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jambi melalui Dinas

Kehutanan Provinsi Jambi meliputi pembinaan terhadap pelaksanaan pengelolaan

KPHP Model Limau Unit VII-Hulu yang berskala regional. Pembinaan yang dilakukan

oleh Pemerintah Kabupaten Sarolangun meliputi pembinaan terhadap

penyelenggaraan pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu pada skala tapak.

Pembinaan yang diberikan dapat berupa pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan,

arahan, dan atau supervisi. Pembinaan dilakukan secara berkala setiap semester (6

bulan). Namun dalam keadaan tertentu dapat dilakukan pembinaan secara khusus.

Hasil pembinaan digunakan sebagai bahan evaluasi perbaikan perencanaan dan

pelaksanaan pengelolaan, dan/atau perbaikan terhadap pengelolaan KPHP Model

Limau Unit VII-Hulu ke depan.

6.2. PengawasanPengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terkait dengan efektifitas

pelaksanaan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) yang terkait dengan

pengelolaan hutan produksi. Selain itu juga mencakup pengawasan terhadap

efektifitas pelaksanaan tugas dekonsentrasi dan tugas perbantuan, pinjaman dan

hibah luar negeri sejauh terkait dengan pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-

Hulu.

Pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jambi melalui Dinas

Kehutanan Provinsi Jambi meliputi pengawasan terhadap efektifitas pelaksanaan

pembinaan penyelenggaraan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu yang memiliki

keterkaitan dengan kewenangan Pemerintah Provinsi.

Pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sarolangun meliputi

pengawasan terhadap efektifitas pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan KPHP

Model Limau Unit VII-Hulu pada skala tapak. Pengawasan secara formal dilakukan

Page 79: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

66

secara berkala setiap semester (6 bulan). Namun dalam keadaan tertentu dapat

dilakukan pengawasan secara khusus. Hasil pengawasan digunakan sebagai bahan

perbaikan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan, dan/atau perbaikan terhadap

pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu ke depan.

6.3. PengendalianPengendalian meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan

pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu. Kegiatan monitoring dilakukan agar

hasil yang dicapai dapat memenuhi atau sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

Monitoring dan evaluasi secara formal dilakukan secara berkala setiap semester (6

bulan). Namun dalam keadaan tertentu dapat dilakukan monitoring dan evaluasi

secara khusus. Hasil pengendalian digunakan sebagai bahan evaluasi perbaikan

perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan, dan/atau perbaikan terhadap

pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu ke depan.

Page 80: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

67

BAB VIIPEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN

Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan merupakan alat pengelolaan untuk

menyesuaikan kembali kegiatan-kegiatan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu akibat

perubahan-perubahan temporal yang terjadi.

7.1. PemantauanPemantauan pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu dimulai dari

tingkat pusat hingga daerah. Di tingkat pusat, pemantauan dapat dilakukan oleh

Kementerian Kehutanan melalui UPT-UPT kemenhut yang ada di wilayah Provinsi

Jambi. Di tingkat daerah, pemantauan dapat dilakukan oleh Pemerintah Provinsi

Jambi melalui Gubernur dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi dan Pemerintah

Kabupaten Sarolangun melalui Bupati dan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten.

Sedangkan di tingkat tapak dapat dilakukan oleh Pengelola KPHP Model Limau Unit

VII-Hulu sendiri.

Pemantauan dilakukan secara berkala setiap semester (6 bulan). Namun

dalam keadaan tertentu dapat dilakukan pemantauan secara khusus. Hasil

pemantauan dapat dijadikan alat untuk perbaikan dan penyesuaian kembali terhadap

kegiatan-kegiatan pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu agar tetap sesuai

dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi.

7.2. EvaluasiEvaluasi dapat diberikan dilakukan oleh Kementerian Kehutanan melalui

Menteri Kehutanan untuk tingkat pusat. Pada tingkatan daerah, Pemerintah Provinsi

Jambi melalui Gubernur dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi dan Pemerintah

Kabupaten Sarolangun melalui Bupati dan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten

dapat memberikan penilaian atau evaluasi terhadap kegiatan KPHP Model Limau

Unit VII-Hulu. Adapun evaluasi secara internal dilakukan dilakukan oleh Pengelola

KPHP Model Limau Unit VII-Hulu sendiri untuk tingkat tapak.

Evaluasi dilakukan secara berkala setiap semester (6 bulan). Namun dalam

keadaan tertentu dapat dilakukan evaluasi secara khusus. Hasil evaluasi dapat

dijadikan bahan rujukan untuk perbaikan dan penyesuaian kembali terhadap

kegiatan-kegiatan pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu agar tetap berjalan

sesuai dengan target dan tingkat pencapaian yang telah ditentukan.

Page 81: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

68

7.3. PelaporanPelaporan dilakukan kepada instansi vertikal yang memiliki keterkaitan secara

kewenangan teknis dan politis (kebijakan). Di tingkat Pusat, pelaporan disampaikan

kepada Kementerian Kehutanan melalui Menteri Kehutanan. Di tingkat Provinsi,

pelaporan disampaikan kepada Pemerintah Provinsi Jambi melalui Gubernur dan

Kepala Dinas. Sedangkan di tingkat Kabupaten, pelaporan disampaikan kepada

Pemerintah Kabupaten Sarolangun melalui Bupati dan Kepala Dinas.

Pelaporan dilakukan secara berkala setiap semester (6 bulan). Namun untuk

kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan tertentu, pelaporan dapat diberikan

sesuai waktu yang dibutuhkan.

Page 82: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

FASILITASI HUTAN ADAT DI KABUPATEN SAROLANGUN (s/d September 2013)

No. Nama Hutan Adat Lokasi / Site Desa Kecamatan Tahun Luas (Ha) Keterangan

1. HA - Rio Peniti Dsn. Lb. Bedorong Lubuk Bedorong Limun 2005 313 SK Bupati No.206 Thn. 2010

2. HA – Pengulu Lareh Dsn. Temalang Temalang Limun 2005 128 SK Bupati No.206 Thn. 2010

3. HA – Pengulu Batuah Dsn. Meribung Meribung Limun 2006 295 SK Bupati No.206 Thn. 2010

4. HA – Datuk Monti Dsn. Tinggi Meribung Limun 2006 48 SK Bupati No.206 Thn. 2010

5. HA – Pengulu Sati Dsn. Sei Beduri Meribung Limun 2006 100 SK Bupati No.206 Thn. 2010

6. Rimbo Larangan Dsn. Meribung Meribung Limun 2006 18 SK Bupati No.206 Thn. 2010

7. HA – Imbo Pseko Dsn. Npl Melintang Napal Melintang Limun 2006 140 SK Bupati No.206 Thn. 2010

8. HA – Imbo Lembago Dsn. Npl Melintang Napal Melintang Limun 2006 70 SK Bupati No.206 Thn. 2010

9. HA – Datuk Rajo Intan Dsn. Mersip Ulu Mersip Limun 2006 80 SK Bupati No.206 Thn. 2010

10. HA – Datuk Menteri Sati Dsn Mersip Ulu Pangi Mersip Limun 2006 78 SK Bupati No.206 Thn. 2010

11. HA – Bukit Rayo - Berkun Limun 2008 98 SK Bupati No.206 Thn. 2010

12. HA - Temenggung Dsn. Mengkadai Temenggung Limun 2011 131,75 dalam proses

13. HA – Muara Pemuat - Muara Pemuat Batang Asai 2012 69,41 dalam proses

14. HA – Raden Anom - Muara Pemuat Batang Asai 2012 59,75 dalam proses

15. HA – Panca Karya - Panca Karya Limun 2013 dalam proses

Page 83: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

FASILITASI HUTAN DESA DI KABUPATEN SAROLANGUN (s/d September 2013)

No. Fasilitator Desa Kecamatan Tahun Usulan Luas (Ha) Keterangan

1. NGO G-Cinde Batin Pengambang Batang Asai 2012-2013 3.797,3 Proses Usulan Ke Bupati

2. NGO G-Cinde Tambak Ratu Batang Asai 2012-2013 1.641 Proses Usulan Ke Bupati

3. NGO G-Cinde Muara Air Dua Batang Asai 2012-2013 2.184,9 Proses Usulan Ke Bupati

4. NGO G-Cinde Batu Empang Batang Asai 2012-2013 11.454,9 Proses Usulan Ke Bupati

5. NGO G-Cinde Sei Keradak Batang Asai 2012-2013 5.811,2 Proses Usulan Ke Bupati

6. NGO G-Cinde Simpang Narso Batang Asai 2012-2013 10.786,2 Proses Usulan Ke Bupati

7. NGO KKI-Warsi Lubuk Bedorong Limun 2013 7.529 Proses Usulan Ke Bupati

8. NGO KKI-Warsi Napal Melintang Limun 2013 5.674 Proses Usulan Ke Bupati

9. NGO KKI-Warsi Berkun Limun 2013 8.584 Proses Usulan Ke Bupati

Page 84: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

MATRIK RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANGKPHP MODEL UNIT VII-HULU KABUPATEN SAROLANGUN

TAHUN 2014 S/D 2023

Satuan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 Jumlah1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15A. Tata Hutan

1 Inventarisasi tumbuhan Kali 1 1 22 Inventarisasi satwa Kali 1 1 1 33 Inventarisasi Sosekbud Kali 1 1 1 34 Kompilasi data geologi, tanah, iklim Kali 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 105 Pembagian blok unit - 5 - - - - - - - - 56 Pemancangan batas Patok 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 1,000

B. Pemanfaatan Hutan Pada Wilayah Tertentu1 Identifikasi wilayah potensial Kali 1 1 2

No. Nama KegiatanRENCANA KEGIATAN TAHUNAN

KETERANGAN

1 Identifikasi wilayah potensial Kali 1 1 22 Kerja sama dengan pihak ketiga Kali 1 1 23 Merumuskan Pengelolaan Kali 1 1 24 Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Ha 1,000 1,000 2,000 3,000 1,000 1,000 1,000 1,000 11,0005 Pengembangan tanaman karet Ha - - 1,000 1,000 3,000 3,000 1,000 1,000 - - 10,0006 Budidaya kayu jabon Ha - - - 3,000 3,000 - - - - - 6,0007 Pengembangan obyek wisata Unit - - 1 1 1 1 1 1 1 - 78 Pengembangan PLTMH Unit - - - 1 1 - - - - - 29 Penangkaran rusa Ekor - - - 20 20 - - - - - 40

10 Pengembangan Program REDD+ Ha - 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 - - - 6,000C. Pemberdayaan Masyarakat

1 Sosialisasi HKM, HD, HTR Kali 4 4 82 Fasilitasi lembaga desa & kelompok masy. Kali 4 4 5 5 5 243 Pembinaan kelompok tani Kali 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40

D. Pembinaan & Pemantauan Pemegang Izin 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 371 Pembinaan pemegang izin Kali 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 202 Pemantauan pemegang izin Kali 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20

E. Rehabilitasi Areal Di Luar Izin1 Identifikasi lahan kritis Kali 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 102 Penyusunan rencana Kali 1 - - - - - - - - 13 Pengadaan bibit Juta - - 1 1 1 1 1 1 - - 64 Penanaman Ha - - 100 100 100 100 100 100 100 - 7005 Pemeliharaan tanaman Ha - - - 100 100 100 100 100 100 100 700

Page 85: RINGKASAN EKSEKUTIFkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_LIMAU.pdfRencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua pihak yang memiliki kepentingan

Satuan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 Jumlah1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

No. Nama KegiatanRENCANA KEGIATAN TAHUNAN

KETERANGAN

F. Pembinaan & Pemantauan Rehabilitasi &Reklamasi Areal Yang Sudah Ada Izin

1 Pembinaan Kali 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 202 Pemantauan Kali 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20

G. Perlindungan hutan & Konservasi Alam1 Perlindungan Blok lindung Kali 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 202 Konservasi wilayah dgn nilai kons. tinggi Kali 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 40

H. Koordinasi & Sinkronisasi dgn Pemegang Izin Kali 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40I. Koordinasi & Sinergi dgn Stakeholder Terkait Kali 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40J. Penyediaan & Peningkatan Kapasitas SDM

1 Perekrutan Org 5 10 10 10 10 452 Pelatihan Org 2 5 5 5 5 5 5 5 5 5 47

K. Pendanaan1 Dari pemerintah pusat & daerah Juta 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 10,0001 Dari pemerintah pusat & daerah Juta 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 10,0002 Dari lembaga donor Juta - 500 500 500 500 500 500 500 500 500 4,5003 Dari pemanfaatan hasil hutan Juta - - - - 100 200 300 400 500 600 2,100

L. Sarana & Prasarana - - - - - - - - - - - -1 Pembangunan kantor KPHP Unit 1 - - - - - - - - - 12 Pembangunan kantor RPH Unit - - 1 1 1 1 - - - - 43 Pengadaan Mobil Unit 1 1 1 - 1 - - - - - 44 Pengadaan Motor Unit 2 2 2 2 2 2 - - - - 125 Pembangunan rumah dinas Unit - - 1 1 - - - - - - 26 Pengadaan peralatan kantor dan Jalan Patroli Juta - 200 500 300 300 100 100 100 100 100 1,8007 Pemeliharaan kantor, rumah & kendaraan Juta 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 1,000

M. Pengembangan Database1 Pengadaan peralatan Unit 1 1 1 1 42 Pengembangan sistem Unit - 1 - - 1 - - 1 - - 33 Pemutakhiran data Kali 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20

N. Rasionalisasi Wilayah Kelola1 Analisis data Kali - - - 1 1 - - - - - 22 Penentuan luas & lokasi RPH Unit - 2 2 - - - - - 4

O. Review Rencana Pengelolaan Kali 1 1P. Pengembangan Investasi unit 1 1 1 3

1 Menyusun rencana pemanfaatan Kali - 1 1 - - - - - - - 22 Melakukan kerja sama dgn investor Kali - - 1 1 1 1 1 1 1 1 8