23
TRAUMA THORAX Seorang laki laki, 15 tahun dibawa ke IGD RSND setelah mengalami kecelakaan sepeda. Dia mengalami benturan stang ada dada sisi kanan. Terdapat jejas kebiruan pada dinding dada sebelah kanan. Nafasnya sesak dan kesadarannya menurun. Saat dilakukan pemeriksaan fisik, terjadi hipotensi, takikardia, dan didapatkan dada sisi kanan lebih cembung dibandingkan yang kiri. Dokter berkata bahwa pasien ini mengalami pneumothorax dextra, terjadi ancaman gagal nafas, syok dan terjadi gangguan keseimbangan asam-basa, sehingga harus segera dilakukan tindakan emergency. STEP 1 : Clarifying Unfamiliar Terms 1. Takikardi : Kondisi dimana laju detak jantung saat istirahat berada diatas normal atau diatas 60 -100 kali/menit 2. Jejas kebiruan : Warna kebiruan ada kulit karena memar atau inflamasi 3. Hipotensi : Kondisi tekanan darah dibawah normal (<90/60 mmHg.) Sehingga tidak mencukupi untuk perfusi dan oksigenasi jaringan secara adekuat. 4. Pneumothorax : Keadaan abnormal berupa masuknya udara ke rongga pleura. Mengakibatkan paru aru menguncup dan aktivitas tubuh terganggu. Pneumothorax dibagi menjadi 3 macam : Simple pneumothorax, Open pneumothorax dan Tension pneumothorax 5. Syok : Keadaan serius yang terjadi jika fungsi kardiovaskuler tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai. Biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah sehingga pengiriman O2 dan nutrisi ke jaringan menjadi terganggu. 6. Gagal Nafas : Keadaan dimana sistem respirasi tidak mampu memenuhi kebutuhan O2 dalam tubuh. STEP 2 : Define The Problem 1. Mengapa timbul jejas pada dinding dada sebelah kanan? 2. Mengaa terjadi gangguan asam basa? 3. Mengapa dada sebelah kanan tampak lebih cembung daripada sebelah kiri? 4. Apa hubungan hipotensi, takikardi, sesak nafas, dan penurunan kesadaran serta syok dalam kasus pneumothorax? STEP 3 : Identifying And Solve The Problem

Trauma Thorax

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Contoh kasus trauma thorax dan penjelasannya

Citation preview

Page 1: Trauma Thorax

TRAUMA THORAX

Seorang laki laki, 15 tahun dibawa ke IGD RSND setelah mengalami kecelakaan sepeda. Dia

mengalami benturan stang ada dada sisi kanan. Terdapat jejas kebiruan pada dinding dada sebelah

kanan. Nafasnya sesak dan kesadarannya menurun. Saat dilakukan pemeriksaan fisik, terjadi hipotensi,

takikardia, dan didapatkan dada sisi kanan lebih cembung dibandingkan yang kiri. Dokter berkata

bahwa pasien ini mengalami pneumothorax dextra, terjadi ancaman gagal nafas, syok dan terjadi

gangguan keseimbangan asam-basa, sehingga harus segera dilakukan tindakan emergency.

STEP 1 : Clarifying Unfamiliar Terms

1. Takikardi : Kondisi dimana laju detak jantung saat istirahat berada diatas normal atau

diatas 60 -100 kali/menit

2. Jejas kebiruan : Warna kebiruan ada kulit karena memar atau inflamasi

3. Hipotensi : Kondisi tekanan darah dibawah normal (<90/60 mmHg.) Sehingga tidak

mencukupi untuk perfusi dan oksigenasi jaringan secara adekuat.

4. Pneumothorax : Keadaan abnormal berupa masuknya udara ke rongga pleura.

Mengakibatkan paru – aru menguncup dan aktivitas tubuh terganggu.

Pneumothorax dibagi menjadi 3 macam : Simple pneumothorax, Open

pneumothorax dan Tension pneumothorax

5. Syok : Keadaan serius yang terjadi jika fungsi kardiovaskuler tidak mampu

mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai. Biasanya

berhubungan dengan tekanan darah rendah sehingga pengiriman O2 dan

nutrisi ke jaringan menjadi terganggu.

6. Gagal Nafas : Keadaan dimana sistem respirasi tidak mampu memenuhi kebutuhan O2

dalam tubuh.

STEP 2 : Define The Problem

1. Mengapa timbul jejas pada dinding dada sebelah kanan?

2. Mengaa terjadi gangguan asam – basa?

3. Mengapa dada sebelah kanan tampak lebih cembung daripada sebelah kiri?

4. Apa hubungan hipotensi, takikardi, sesak nafas, dan penurunan kesadaran serta syok dalam

kasus pneumothorax?

STEP 3 : Identifying And Solve The Problem

Page 2: Trauma Thorax

1. Mengapa timbul jejas pada dinding dada sebelah kanan?

Jejas kebiruan menandakan adanya hematoma yang disebabkan trauma thorax/fraktur pada

costa yang kemudian merobek jaringan di sekitarnya dan menyebabkan pecahnya pembuluh

darah atau kapiler di area tersebut. Sehingga darah mengumpul di dalam dan menyebabkan

timbulnya jejas kebiruan.

2. Mengaa terjadi gangguan asam – basa?

Penyebab asidosis pada kasus ini ada dua

A. Pneumothorax menyebabkan paru – paru kolaps yang kemudian pertukaran O2 dan CO2

terganggu kemudian terjadi akumulasi CO2. Naiknya kadar CO2 ini menyebabkan

pembentukan asabikarbonat berlebih sehingga terjadi asidosis

B. Penurunan kadar O2 akibat terganggunya fungsi paru – paru pada pneumothorax

menyebabkan terjadinya proses respirasi anaerob yang berlebih. Kenaikan jumlah hasil

metabolisme dari respirasi anaerob berupa asam laktat yang bersifat asam dapat

mengganggu keseimbangan asam basa yang kemudian berujung pada asidosis.

3. Mengapa dada sebelah kanan tampak lebih cembung daripada sebelah kiri?

Trauma terjadi ada dada sisi kanan yang menyebabkan pleura dari paru robek, kemudian udara

masuk dalam ruang antar pleura dikarenakan perbedaan tekanan. Pada kasus ini udara dapat

masuk karena sifat udara yang mengalir dari tekanan udara yang tinggi (Tekanan atmosfer :

760 mmHg ) ke tekanan yang lebih rendah ( Tekanan cavum pleura : 756 mmHg ).

4. Apa hubungan hipotensi, takikardi, sesak nafas, dan penurunan kesadaran serta syok

dalam kasus pneumothorax?

Trauma pada dada kanan → pleura robek → udara masuk → paru kolaps → sehingga pasukan

O2 berkurang. Kurangnya pasokan O2 menyebabkan jantung bekerja lebih ceat dan

meningkatkan jumlah denyutnya dan menyebabkan takikardi. Selain itu masuknya udara juga

mendesak mediastinal tergeser ke arah kontralateral yeng kemudian menyebabkan trakhea

mengalami deviasi. Deviasi ini lama kelamaan menekan vena cava sehingga venous return

menurun dan cardiac output berkurang. Berkurangnya cardiac output ini daat menyebabkan

hipotensi.

STEP 4 : Peta Konsep

Page 3: Trauma Thorax

Jejas kebiruan sebelah kanan

Laki – laki 17 tahun Benturan dada sisi kanan Nafas sesak

Kesadaran Menurun

Pemeriksaaan fisik

Hipotensi Takikardi Dada kanan lebih besar

Pneumothorax

Kekurangan O2 dan Akumulasi CO2

Gangguan Asam Basa

Gagal nafas & syok

STEP 5 : Define Learning Object

1. Anatomi : Menjelaskan struktur skeletal, otot, dan cavum thorax lalu pleura thoracalis

dan cavum pleura

2. Fisiologi : proses inspirasi, ekspirasi dan faktor – faktor yang mempengaruhi

3. Histologi : Menjelaskan struktur mikroskopis saluran nafas bawah dari bronkus

hingga alveoli.

4. Biokimia : menjelaskan mekanisme keseimbangan asam basa ada paru.

STEP 6 : Information Gathering ( Private Learning )

STEP 7 : Synthesize and Test Acquired Information

Page 4: Trauma Thorax

1. Anatomi : Menjelaskan struktur skeletal, otot, dan cavum thorax lalu pleura

thoracalis dan cavum pleura

A. Skeleton Thoracis

Thorax mempunyai bentuk conus, pipih dalam arah muka belakang, dinding belakang

lebih panjang daripada dinding depan. Pada potongan melintang nampak bentuk ginjal (ren),

disebabkan penonjolan kedepan daripada corpus vertebrae tulang belakang.

Dinding depan thorax dibentuk oleh sternum, bagian depan costae dan cartilago costalisnya.

Dinding posterior thorax rangkanya dibentuk oleh ke 12 vertebrae thoracalis dan bagian

belakang costae. Pada tiap sisi columna vertebralis terdapat suatu sulcus yang lebar dan dalam,

dibentuk oleh lengkungan kebelakang lateral daripada tulang-tulang iga, disebut sulcus

pulmonalis.

Dinding lateral oleh costae, dan bentuknya melengkung.

Costae dan cartilago costalisnya masing-masing dipisahkan oleh spatium intercostale yang

berjumlah 11

Pintu atas atau Apertura

thoracis superior dibatasi oleh

vertebra thoracica pertama, pinggir

atas manubrium sterni, costa I

kanan/ kiri dengan cartilago

costanya.oleh karena hubungan

Gambar 1 : Skeleton

Thoracis

Gambar 2 : Cavitas

Thoracis

Page 5: Trauma Thorax

costae I dengan manubrium sterni lebih rendah daripada hubungannya dengan vertebrae

thoracica I, maka pintu atas ini menghadap ke ventrocranial.

Pintu bawah atau Apertura thoracica inferior dibatasi oleh vertebra thoracica XII dan

costa ke XII kanan kiri, juga costa XI dan cartilago costalis dari costa X,IX,VIII,VII, yang

membentuk arcus costalis. Arcus costalis kanan kiri bertemu pada sternum dan membentuk

angulus infrasternalis. Pintu bawah ini diameter anteroposterior tertutup oleh diaphragma yang

membentuk lantai thorax. Pada lantai thorax ini kita terdapat beberapa celah atau lubang yaitu:

Hiatus aorticus, foramen oesophageum, foramen venae cavae inferioris, celah-celah

intercronal, celah dari larry, trigonum lumbocostale (Bochdalek).

B. Cavitas Pleuralis

Dua cavitas plueralis, satu di tiap sisi mediastinum mengelilingi pulmo.

Di superior, cavitas pleuralis ini berada di atas costa 1 sampai pangkal leher.

Di inferior, berada pada level tepat di atas arcus costalis, dan

Dinding medial tiap cavitas pleuralis adalah mediastinum

C. Pleura Thoracalis

Setiap cavitas pleuralis dilapisi oleh satu lapis sel pipih mesothelium dan lapis penyerta

jaringan ikat penyangga bersama-sama lapis-lapis tersebut membentuk pleura.

Pleura terbagi menjadi dua tipe utama, menurut lokasinya:

Gambar 3 : Cavitas

pleuratica

Page 6: Trauma Thorax

Pleura yang terkait dengan dinding cavitas pleuralis adalah pleura parietalis

Pleura yang berefleksi dari dinding medial ke permukaan pulmo adalah pleura visceralis,

yang melekat dan melapisi pulmo.

Setiap cavitas pleuralis merupakan ruang potensial tertutup di antara pleura parietalis

dan visceralis. Normalnya cavitas pleuralis ini hanya berisi lamina tipis cairan serosa. Hasilnya,

permukaan pulmo, yang dilapisi pleura visceralis, langsung berhadapan dan bebas bergeseran

dengan pleura parietalis yang melekat pada dinding thorax.

1. PLEURA PARIETALIS

Nama yang diberikan untuk pleura parietalis sesuai dengan bagian dinding dan pleura tersebut

terkait.

Pleura yang terkait dengan costae dan spatium intercostale dinamakan pars costalis.

Pleura yang menutupi diaphragma disebut pars diafragmatica

Pleura yang menutupi mediastinum adalah pars mediastinalis.

Lapis pleura parietalis berbentuk kubah yang melapisi perluasan cervicalis cavitalis pleuralis

disebut pleura cervicalis (kubah pleura atau cupula pleurae)

Yang melapisi permukaan superior pleura cervicalis adalah lapis fascia yang jelas dan berbentuk

seperti kubah, membrana suprapleuralis. Membrana jaringan penyambung ini melekat di lateral

ke tepi medial costa 1 dan belakang pada processus transversus vertebrae CVII. Di superior,

membrana ini menerima sabut-sabut musculus dari beberapa musculus bagian dalam leher.

Gambar 4 : Cavitas pleuratica ( Anterior)

Page 7: Trauma Thorax

(Musculi Scaleni) yang berfungsi untuk menjaga keketatan membrana. Membrana suprapleuralis

memberikan penyangga bagian apical untuk cavitas pleuralis di pangkal leher. Pada regio vertebrae

TV-TVII, pleura mediastinalis memberikan refleksi mediastinum sebagai penutup tubuler, seperti

sarung untuk struktur-struktur (yakni, jalan napas, pembuluh-pembuluh, nervi, vasa lymphatica)

yang lewat di antara pulmo dan mediastinum. Penutup sarung ini, dan struktur-struktur didalamnya,

membentuk radix pulmonis. Radix ini bergabung dengan permukaan medial pulmo pada area yang

dinamakan hilum pulmonis. Disini pleura mediastinalis berlanjut dengan pleura visceralis

2. PLEURA VISCERALIS

Pleura visceralis bersinambungan dengan pleura parietalis pada hilum setiap pulmo, tempat

struktur memasuki dan meninggalkan pulmo. Pleura visceralis melekat erat pada permukaan pulmo,

termasuk kedua permukaan fissura pulmonis yang berhadapan membagi pulmo menjadi lobus-

lobus

Recessus Costomediastinalis

Di anterior, recessus costomediastinalis berada di setiap sisi, di tempat pleura costalis dihadapkan

dengan pleura mediastinalis. Yang terbesar ada di sisi kiri, pada daerah yang menutupi jantung.

Recessus Costodiaphragmaticus

Recessus terbesar dan penting secara klinis adalah recessus costodiaphragmaticus, yang terjadi di

setiap cavitas pleuralis di antara pleura costalis dan pleura diaphragmatica. Recessus

Costodiaphragmaticus adalah daerah di antara tepi inferior pulmo dan tepi inferior cavitas pleuralis.

Recessus ini terdalam setelah ekspirasi paksaan dan terdangkal setelah inspirasi paksaan.

Selama respirasi tenang, tepi inferior pulmo melewati costa 6 di linea medioclavicularis, costa 8

dilinea medioaxillaris, dan selanjutnya melintas agak horizontal sehingga mencapai columna

vertebralis kira-kira setinggi TX. Dari linea medioclavicularis dan mengitari dinding thorax ke

columna vertebralis, margo inferior pulmo dapat diperkirakan dengan garis yang melintas di antara

costae 6, 8, dan vertebrae TX. Tepi inferior cavitas pleuralis pada titik-titik yang sama berada

dilevel costae 8, 10, dan vertebrae TXII. Recessus Costodiaphragmaticus berada di daerah antara

kedua tepi tersebut.

Selama ekspirasi, margo inferior pulmo naik dan recessus costodiaphragmaticus membesar

Page 8: Trauma Thorax

B. Otot – Otot Dinding Thorax

Otot-otot dinding thorax tersusun dalam beberapa lapisan, yaitu:

1. Lapisan external (otot lapisan luar)

a. M. intercostalis externus

Otot ini melekat pada tepi bawah costae dan serabut-serabutnya ke bawah depan

menuju tepi atas costae di bawahnya. Otot yang bawah berhubungan dengan m.

obliquus abdominis externus.

Otot ini membentang dari tuberculum costae di belakang hingga articulatio

costochondralis di sebelah depan untuk melanjut sebagai membrana intercostalis

externus.

Otot ini mendapat persarafan dari n. intercostalis. Fungsinya adalah elevasi costae,

sehingga merupakan otot-otot inspirasi.

b. M. levator costae

Otot ini melekat pada processus transversus vertebrae cervicalis VII-thoracalis XI

dan berinsertio pada dataran luar dari costae di bawahnya di antara tuberculum

costae dan angulus costae.

Otot ini mendapat persarafan dari cabang dorsal n. cervicalis VIII dan n. thoracales

I-XI. Fungsinya adalah elevasi costae.

2. Lapisan medial (otot lapisan tengah)

a. M. intecostalis internus

Gambar 4 : pleura thoracalis

Page 9: Trauma Thorax

Otot ini melekat pada tepi bawah costae dan cartilago costae pada dasar sulcus

costae, serabut-serabutnya berjalan ke bawah dan ke arah belakang untuk melekat

pada tepi atas costae dan cartilago costae di sebelah bawahnya.

Otot ini meluas dati ujung sternal (ujung depan) spatium intercostalis menuju

angulus costae untuk melanjut sebagai membrana intercostalis internus. Otot yang

terbawah berhubungan dengan m. obliquus abdominis internus.

Otot ini mendapat persarafan dari n. intercostalis. Fungsinya adalah depresi costae,

sehingga merupakan otot ekspirasi.

3. Lapisan internal (otot lapisan dalam)

a. M. intercostalis intimus

Otot ini dapat dianggap bagian m. intercostalis internus, tetapi letaknya lebih

profundal terpisah dari interna oleh vasa dan n. intercostalis.

Otot ini meluas dari sulcus costalis menuju tepi atas costae di bawahnya. Otot ini

mendapat persarafan dari n. intercostalis.

b. M. subcostalis

Otot ini melekat pada tepi bawah costae dekat angulus costae untuk berinsertio pada

tepi atas costae, 2 atau 3 costae sebelah bawahnya. Mendapat persarafan dari n.

intercostalis.

c. M. transversus thoracalis

Otot ini berpangkal sebagai aponeurosis pada dataran belakang kurang lebih 1/3

bagian bawah corpus sterni dan processus xyphoideus, ujung sternal cartilago

costae IV-VII dan berinsertio pada dataran dalam cartilago costae II atau III sampai

VI. Mendapat persarafan dari n. intercostalis.

m. levator costae

Gambar 5 : Lapisan paling

profundal dari dorsal otot dinding

thorax

Page 10: Trauma Thorax

2. Fisiologi : proses inspirasi, ekspirasi dan faktor – faktor yang mempengaruhi

INSPIRASI

1. Otot diafragma (n. phrenicus) dan m.intercostalis (n. intercostalis) eksternus

kontraksi diafragma turun dan memperbesar volume cavum thorax dengan

meningkatkan ukuran vertikel

m. intercostalis eksternus memperbesar cavum thorax lateral dan anteroposterior

2. Sebelum inspirasi tekanan intra alveolus sama dengan tekanan atmosfer , sehingga

tidak ada udara masuk ataupun keluar paru

3. Sewaktu cavum thorax memperbesar, paru-paru juga dipaksa mengembang untuk

mengisi cavum thorax

Page 11: Trauma Thorax

4. Sewaktu paru membesar, tekanan intra alveolus turun karena jumlah molekul udara

yang sama kini menempati volume paru yang membesar ( turun 1 mmHg menjadi

759 mmHg

5. Udara masuk ke dalam paru mengikuti gradien tekanan hingga tekanan sama

Sewaktu inspirasi tekanan intrapleura turun menjadi 754 mmHg karena paru yang

sangat teregang cenderung menarik paru lebih jauh lagi dari dinding dada

1. Kontrasi otot diafragma, m. intercostalis eksternus ditambah dengan m. scaleni dan m.

sternocleidomastoideus di regio colli anterior

2. Mengangkat sternum dan 2 costa pertama memperbesar bagian atas cavum thorax

3. Sewaktu cavum thorax memperbesar, paru-paru juga dipaksa mengembang lebih lagi

untuk mengisi cavum thorax

Page 12: Trauma Thorax

4. Paru semakin membesar, tekanan intra alveolus juga semakin turun karena jumlah

molekul udara yang sama kini menempati volume paru yang semakin membesar

5. Akibatnya terjadi peningkatan aliran masuk udara sebelum tercapai keseimbangan

dengan tekanan atmosfer yaitu tercapai pernafasan yang lebih dalam

EKSPIRASI

Otot ekspirasi :

1. Otot dinding abdomen

Sewaktu otot abdomen berkontraksi, terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen yang

menimbulkan gaya ke atas pada diafragma, mendorongnya semakin ke atas ke dalam

rongga toraks daripada posisi lemasnya sehingga ukuran vertikal rongga toraks menjadi

semakin kecil.

2. Otot interkostalis internal

Kontraksi otot ini menarik iga turun dan ke arah dalam, mendatarkan dinding dada dan

semakin mengurangi ukuran rongga toraks; kerja ini berlawanan dengan otot

interkostalis eksternal.

Sewaktu kontraksi aktif, otot ekspirasi semakin mengurangi volume rongga toraks, volume

paru juga menjadi semakin berkurang karena paru tidak harus teregang lebih banyak untuk

mengisi rongga toraks yang lebih kecil; yaitu, paru dibolehkan mengempis ke volume yang

lebih kecil. Perbedaan antara tekanan intra-alveolus dan atmosfer kini menjadi lebih besar

daripada ketika ekspirasi pasif sehingga lebih banyak udara keluar menuruni gradien tekanan

sebelum tercapai keseimbangan.

Page 13: Trauma Thorax

Ekspirasi pasif

Selama ekspirasi pasif tenang, diafragma melemas, mengurangi volume rongga toraks

dari ukuran inspirasi puncaknya. Sewaktu otot interkostalis eksternal melemas, sangkar

iga yang tadinya terangkat turun karena gaya gravitasi. Hal ini juga mengurangi volume

rongga toraks.

Ekspirasi aktif

Kontraksi otot abdomen meningkatkan tekanan intra-abdomen, menimbulkan gaya ke

atas pada diafragma. Hal ini semakin mengurangi ukuran vertical rongga toraks

dibandingkan dengan ketika ekspirasi pasif. Kontraksi otot interkostalis internal

mengurangi ukuran depan-belakang dan kiri-kanan dengan mendatarkan iga dan

sternum.

Perubahan volume dan tekanan intra-alveolus sewaktu ekspirasi:

Sewaktu paru mengalami recoil ke ukuran pra-

inspirasinya karena relaksasi otot-otot inspirasi, tekanan

intra-alveolus meningkat sehingga terbentuk gradient

tekanan yang menyebabkan udara mengalir keluar

alveolus menuju atmosfer (ekspirasi).

Kontrol pernapasan dilakukan terpusat di batang otak membentuk pola bernapas yang ritmik.

Komponen kontrol pernapasan dilakukan dengan saraf-saraf respirasi yang melibatkan :

Page 14: Trauma Thorax

1. Faktor yang menghasilkan irama inspirasi-ekspirasi secara bergantian

2. Faktor yang mengatur besar ventilasi ( kecepatan dan banyaknya udara yang masuk-

keluar)

3. Faktor yang memodifikasi aktivitas pernapasan untuk tujuan lain

Pusat kontrol pernapasan ada di batang otak, menghasilkan pola napas yang berirama.

Pusat primer terdapat di medulla dan dua pusat pernapasan lain terletak di pons.

Neuron inspirasi dan ekspirasi terdapat di pusat di medulla. Kontraksi otot-otot inspirasi

dipengaruhi pusat respirasi di medulla, yang mengirimkan sinyal ke badan sel (medulla

spinalis) neuron motorik yang mensarafi otot ini. Pusat di medulla ini terdiri dari dua

kelompok neuron :

1. Kelompok respiratorik dorsal : yang mensarafi otot inspirasi

2. Kelompok respiratorik ventral : yang memiliki neuron inspiratorik dan ekspiratorik

untuk pernapasan tambahan

Pusat pernapasan di pons dikontrol oleh :

1. Pusat pneumotaksik : yang memadamkan neuron inspiratorik

2. Pusat apneustik : yang mencegah pemadaman neuron inspiratorik

Ketika volume tidal besar, Refleks Hering-Breuer terpicu untuk mencegah inflasi paru yang

berlebihan. Reseptor regang paru di lapisan otot polos saluran napas diaktifkan oleh

peregangan paru saat volume tidal besar. Potensial aksi ini akan berjalan melalui saraf aferen

ke pusat medulla menghambat neuron inspiratorik. Umpan balik ini menghentikan inspirasi

tepat sebelum paru berkembang secara berlebihan.

FAKTOR-FAKTOR LAIN YANG MEMPENGARUHI PERNAPASAN

Pengendalian volunter dari pernapasan

Bahwa untuk periode waktu yang singkat, pernapasan dapat diatur secara volunter dan

seseorang dapat melakukan hiperventilasi atau hipoventilasi sedemikian besarnya

sehingga kekacauan Pco2, PH dan Po2 yang serius dalam darah dapat terjadi.

Efek reseptor iritan pada jalan napas

Epitel trakea, bronkus, dan bronkiolus di suplai dengan ujung syaraf sensoris, disebut

reseptor iritan pulmonal, yang terangsang oleh berbagai peristiwa. Keadaan ini

Page 15: Trauma Thorax

menyebabkan batuk dan bersin, seperti yang telah di bahas. Hal tsb dapat juga

menyebkankonstriksi bronkus seperti asma dan emfisema

Fungsi reseptor J paru

Sebagian kecil ujung syaraf sensoris telah dijelaskan berada dalam dinding alveolus

dalam posisi berjejer (juxtaposition) terhadap kapiler paru oleh sebab itu namanya

reseptor J. Reseptor ini terangsang bila kapiler paru penuh dengan darah atau bila

terjadi edema seperti yang terjadi pada paru penderita gagal jantung. Reseptor J ini

dapat menyebabkan seorang merasa sesak napas

Edema otak mendepresi pusat pernapasan

Aktivitas pusat pernapasan dapat ditekan bahkan di inaktifkan oleh edema otak akut

yang timbul akibat gegar otak. Contohnya, kepala terbentur benda padat jaringan

otak membengkak menekan arteri serebral suplai darah serebral terhambat

secara parsial

Anestesia

Barangkali penyebab paling sering dari depresi pernapasan dan henti napas adalah

kelebihan dosis anestetik atau narkotik. Contohnya, Na pentobarbital adalah anestetik

yg menekan pusat pernapasan lebih uat dari oabat anestetik yg lain.

Pernapsan periodik

Suatu kelainan pernapasan yang terjadi pada beberapa penyakit. Orang bernapas

dalam bentuk interval waktu yang singat dan kemudian bernapas dangkal atau sama

sekali tidak bernapas pada interval berikutnya, siklus tersebut terjadi selama berulang-

ulang.

3. Histologi : Menjelaskan struktur mikroskopis saluran nafas bawah dari bronkus

hingga alveoli.

A. HISTOLOGI PARU SECARA MENYELURUH

Histologi bronkus intrapulmonal mirip dengan histologi trakea dan bronkus

ekstrapulmonal, kecuali bahwa di bronkus intrapulmonal, cincin tulang rawan trakea

Page 16: Trauma Thorax

bentuk-C diganti dengan lempeng tulang rawan. Semua tulang rawan di trakea dan

paru adalah tulang rawan hialin.

Dinding bronkus intrapulmonal(5) diidentifikasi dengan adanya lempeng tulang

rawan hialin(7). Bronkus(5) juga dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia

dengan sel goblet. Dinding bronkus intrapulmonal(5) terdiri dari:

- Lamina propria yang tipis(4)

- Lapisan tipis otot polos(3)

- Submukosa(2) dengan kelenjar bronkialis(6),

- Lempeng tulang rawan hialin(7), dan - Adventisia(1).

Ketika bronkus intrapulmonal bercabang menjadi bronkus yang lebih kecil dan

bronkiolus, ketinggian epitel dan tulang rawan sekitar bronkus berkurang, sampai

kadang kala hanya ditemukan potongan kecil tulang rawan. Bronkus dengan

diameter kurang dari 1mm tidak memiliki tulang rawan.

Di bronkiolus(17), lumen dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia dan

adakalanya ditemukan sel goblet. Lumen menunjukan lipatan mukosa(18) akibat

kontraksi otot polos(19). Kelenjar bronkialis dan lempeng tulang rawan sudah tidak

ada, dan bronkiolus(17) dikelilingi oleh adventisia(16). Terdapat nodulus limfoid

dan vena(15) dekat adventisia menyertai bronkiolus.

Bronkiolus terminalis(8,9) memperlihatkan lipatan mukosa dan dilapisi oleh epitel

silindris bersilia tanpa sel goblet. Lapisan tipis lamina propria dan otot polos serta

adventisia mengelilingi bronkiolus terminalis.

Bronkiolus respiratorius (12,22) dengan kantung-kantung alveoli berhubungan

langsung dengan duktus alveolaris(13,20) dan alveoli(23). Di bronkiolus

respiratorius, epitel yaitu silindris rendah atau kuboid dan mungkin bersilia dibagian

proksimal saluran. Lapisan jaringan ikat tipis menyokong otot polos, serat elastic di

lamina propria, dan pembuluh darah yang menyertai. Alveoli(12) di dinding

bronkiolus respiratorius tampak berupa kantung atau evaginasi kecil.

Setiap bronkiolus respiratorius bercabang menjadi beberapa duktus

alveolaris(13,20). Kelompok alveoli yang mengelilingi dan bermuara ke dalam

duktus alveolaris disebut sakus alveolaris(24).

Serosa(14) atau pleura viscerale mengelilingi paru. Serosa terdiri dari jaringan tipis

jaringan ikat pleura dan epitel gepeng selapis mesotelium pleura.

Page 17: Trauma Thorax

B. HISTOLOGI BRONKUS

Bronkus memiliki susunan struktural mukosa yang mirip dengan trakea, kecuali susunan

tulang rawan dan otot polosnya. Lapisan mukosa terdiri dari lapisan sel-sel epitel silindris

berlapis semu bersilia dengan lamina propria yang tipis (dengan banyak serabut elastin).

Sedangkan tulang rawan bronkus berbentuk lebih tidak teratur daripada tulang rawan trakea.

Pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen.

Dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh lempeng-

lempeng atau pulau-pulau tulang rawan hialin. Dibawah epitel, dalam lamina propria bronkus

tampak adanya lapisan otot polos(SM) yang terdiri dari anyaman berkas otot polos yang

tersusun menyilang. Berkas otot polos menjadi menjadi lebih jelas terlihat di dekat bagian

respirasi. Pengerutan otot yang terjadi setelah kematian adalah hal yang menyebabkan

penampilan mukosa bronkus menjadi berlipat-lipat pada sediaan histologi. Lamina propria

banyak mengandung serat elastin dan memiliki banyak kelenjar serosa dan mukosa, dengan

saluran yang bermuara ke dalam lumen bronkus. Banyak limfosit yang berada di dalam

lamina propria dan di antara sel-sel epitel. Selain itu terdapat kelenjar getah bening dan

terutama banyak dijumpai di tempat percabangan bronkus.

C. HISTOLOGI BRONKIOLUS

Histologi bronkiolus meliputi lapisan mukosa, submukosa dan adventitia. Lapisan mukosa

bronkiolus sama seperti pada lapisan mukosa bronkus, namun bedanya dengan sedikit sel

goblet. Pada bronkiolus terminalis, epitelnya kubus bersilia dan mempunyai sel-sel Clara.

Sel Clara tidak memiliki silia, tetapi memiliki granul sekretori didalam apeksnya dan

diketahui menyekresi protein yang melindungi lapisan bronkiolus terhadap polutan oksidatif

dan inflamasi.

Page 18: Trauma Thorax

Pada lamina propria terdapat jaringan ikat yaitu serabut elastin dan otot polos. Pada

bronkiolus tidak ada tulang rawan dan kelenjar. Lapisan adventitia juga terdiri dari jaringan

ikat elastin. Lapisan otot pada bronkiolus lebih berkembang dibandingkan pada bronkus.

Pada orang asma diduga resistensi jalan udara karena kontraksi otot bronkiolus.

Bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kubus bersilia, dan pada tepinya terdapat

lubang-lubang yang berhubungan dengan alveoli. Pada bagian distal dari brionkiolus

respiratorius, lapisan epitel kubus tidak ada silianya. Terdapat otot polos dan jaringan ikat

elastin.

D. BRONKIOLUS RESPIRATORIUS

• Bronkiolus terminalis membentuk bronkiolus respiratorius.

• Zona transisi antara bagian konduksi dan respiratorik system pernapasan.

• Epitel kuboid simpleks bersilia (proksimal) tak bersilia (distal)

• Epitel dikelilingi selapis otot polos

• Bersama arteri pulmonalis masuk ke dalam paru.

Page 19: Trauma Thorax

E. DUCTUS ALVEOLARIS

Dibentuk oleh setiap bronkiolus respiratorius dengan alveoli bermuara ke dalamnya.

Masih ada otot polos di beberapa tempat / tidak melingkar

F. DINDING ALVEOLUS

• Alveolus dilapisi oleh selapis tipis sel alveolus gepeng atau sel pneumosit

tipe I.

• Alveoli yang berdekatan dipisahkan oleh septum interalveolare ---

dinding alveolus

• Septum interalveolare terdiri dari sel alveolus squamous simpleks, serat

jaringan ikat halus dan fibroblast

• Banyak kapiler yang terletak di septum interalveolare tipis.

G. SEL ALVEOLUS

1. Sel endotel kapiler

2. Sel gepeng alveoler (sel tipe I)

• inti pipih

• sitoplasma sedikit dan meluas membentuk lapisa tipis

• membrana basalis difus terdapat fibril elastis / kolagen

3. Sel alveoler besar (sel tipe II)

• kuboid /bulat

• sitoplasma terdapat RE, Mitokondria, Golgi, vakuola , sitosom

• produksi surfaktant untuk mengurangi tegangan permukaan

sehingga alveoli tetap terbuka pada fetus di bentuk pada minggu

akhir hamil.

• Pada bayi yang lahir prematur belum terbentuk sehingga alveoli

sukar mengembang.

4. Sel makrofag/dust cell

• sel besar, inti oval, sitoplasma bervakuola

• lokasi: di dinding alveoli (tempat dibentuknya), septum

interalveolaris, ruang alveoli, bergerak sampai bronkhiolus

(alveolar fagosit)

• asal dari monosit

Page 20: Trauma Thorax

5. Sel lain

• leukosit

• mastosit

• fibroblast

4. Biokimia : menjelaskan mekanisme keseimbangan asam basa ada paru.

Keseimbangan Asam Basa Tubuh

Keseimbangan asam basa adalah homeostasis dari kadar ion hidrogen dalam tubuh

Kadar normal ion hidrogen (H) arteri adalah: 4x10-8 atau pH = 7,4 (7,35 – 7,45)

Asidosis = asidemia → kadar pH darah <7,35 Alkalemia = alkalosis → kadar pH darah >7,45

Kadar pH darah <6,8 atau >7,8 tidak dapat diatasi oleh tubuh

Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi dari 3 sistem:

1. Sistem buffer

Menetralisir kelebihan ion hydrogen, bersifat temporer dan tidak melakukan eliminasi.

Fungsi utama system buffer adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh pengaruh

asam fixed dan asam organic pada cairan ekstraseluler.

Ada 4 sistem bufer:

1. Bufer bikarbonat;

Merupakan sistem

penyangga yang paling

cepat

Kelebihan CO2

menyebabkan asam

tubuh membentuk

H2CO3 , terurai menjadi

HCO3ˉ dan H+

Kelebihan HCO3ˉ

beresiko menyebabkan

basa tubuh membentuk

H2CO3 terurai menjadi

CO2 dan H2O

Page 21: Trauma Thorax

2. Bufer protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel

3. Bufer hemoglobin;

Protein khusus,

gabungan hem dan globin

Sistem penyangga

asam-basa, transport

oksigen dalam sirkulasi

darah

Peningkatan CO2

(asam), mengikat H+ dari

sisa metabolisme bersama

CO2 membentuk HHb,

melepaskan H+ untuk

menjaga keseimbangan

Page 22: Trauma Thorax

4. Bufer fosfat;

merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.

Berperan penting pada keseimbangan asam-basa intraseluler

Pada ekstraseluler konsentrasinya kecil dibandingkan karbonat

Penyangga pada sistem pembentukan urin

Sistem kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara. Jika dengan

buferkimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan

dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam

darah akinat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian

mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal

mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan

menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia.

Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal. Mekanisme paru dan ginjal dalam

menunjang kinerja system buffer adalah dengan mengatur sekresi, ekskresi, dan absorpsi ion

hydrogen dan bikarbonat serta membentuk buffer tambahan (fosfat, ammonia).

Untuk jangka panjang, kelebihan asam atau basa dikeluarkan melalui ginjal dan paru

sedangkan untuk jangka pendek, tubuh dilindungi dari perubahan pH dengan system buffer.

Mekanisme buffer tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH darah antara 7,35- 7,45.

2. Sistem Paru

Page 23: Trauma Thorax

Peranan sistem respirasi dalam keseimbangan asam basa adalah mempertahankan agar Pco2

selalu konstan walaupun terdapat perubahan kadar CO2 akibat proses metabolism tubuh.

Keseimbangan asam basa respirasi bergantung pada keseimbanagn produksi dan ekskresi

CO2. Jumlah CO2 yang berada di dalam darah tergantung pada laju metabolism sedangkan

proses ekskresi CO2 tergantung pada fungsi paru.

Kelainan ventilasi dan perfusi pada dasarnya akan mengakibatkan ketidakseimbanagn rasio

ventilasi perfusi sehingga akan terjadi ketidakseimbangan, ini akhirnya menyebabkan

hipoksia maupun retensi CO2 sehingga terjadi gangguan keseimbangan asam basa.

Daftar Pustaka :

Sherwood, L. 2015. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta : EGC.

Guyton CE, Hall JE. Text Book of Medical Physiology. International ed. 11th. Pennsylvania:

Elsevier Inc, 2006

Diktat Situs Thoracis Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Janquiera LC. Histologi dasar, terjemahan Adji Darma, Jakarta EGC 2005.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. Harper’s Illustrated Biochemistry 26th

Ed. Mc Graw Hill. 2003

Netter.FH.2006. Atlas for Human Anatomy. USA. Elsevie

Kontrol pH di Paru-paru Kontrol pH di jaringan